• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelapisan Lilin Karnauba Dan Kitosan Untuk Mempertahankan Mutu Wortel Kupas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pelapisan Lilin Karnauba Dan Kitosan Untuk Mempertahankan Mutu Wortel Kupas"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

PELAPISAN LILIN KARNAUBA DAN KITOSAN UNTUK

MEMPERTAHANKAN MUTU WORTEL KUPAS

TRISMA REZEKI

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pelapisan Lilin Karnauba dan Kitosan untuk Mempertahankan Mutu Wortel Kupas adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

TRISMA REZEKI. Pelapisan Lilin Karnauba dan Kitosan untuk Mempertahankan Mutu Wortel Kupas. Dibimbing oleh I WAYAN BUDIASTRA dan SUGIYONO.

Wortel merupakan salah satu sayuran yang cukup banyak dikonsumsi oleh konsumen dalam dan luar negeri. Biasanya wortel dipasarkan dalam bentuk wortel tanpa kupas, namun saat ini permintaan wortel kupas atau wortel terolah minimal semakin besar khususnya dari Singapura. Wortel dalam keadaan terolah minimal lebih cepat busuk dibandingkan dengan wortel tanpa kupas, sehingga diperlukan teknologi pascapanen untuk mempertahankan mutu dari wortel kupas, salah satunya dengan pelapisan lilin. Pelapisan lilin yang paling banyak diterapkan pada buah dan sayur adalah pelapisan lilin lebah dan kitosan. Pelapisan kitosan sudah dilakukan pada wortel rajangan tetapi belum pada wortel kupas, sedangkan pelapisan lilin karnauba belum dilakukan pada sayuran termasuk wortel, begitu pula dengan kombinasi lilin karnauba dan kitosan.

Penelitian ini bertujuan mengkaji teknologi pelapisan untuk mempertahankan mutu wortel kupas selama penyimpanan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial yang terdiri dari dua faktor yaitu jenis pelapisan dan suhu penyimpanan. Pelapisan terdiri dari 4 jenis yaitu lilin karnauba, kitosan dan kombinasi lilin karnauba dan kitosan, serta tanpa pelapisan sebagai kontrol. Suhu penyimpanan terdiri dari 3 taraf yaitu 5 oC, 10 oC dan 15 oC. Parameter yang diamati adalah kadar air, susut bobot, laju respirasi, kekerasan, total mikroba, warna dan uji organoleptik. Analisis data menggunakan analisis sidik ragam dan uji Duncan pada taraf α<0.05.

Hasil penelitian menunjukkan perlakuan pelapisan berpengaruh nyata terhadap parameter mutu kadar air, laju respirasi dan warna (L, a, b). Suhu penyimpanan (5 oC, 10 oC, 15 oC) berpengaruh nyata terhadap semua parameter mutu wortel kupas yang dianalisis. Dari analisis data warna (L, a, b), skor organoleptik (warna, kesegaran, tekstur) dan total mikroba, maka suhu penyimpanan dan perlakuan pelapisan yang optimal untuk wortel kupas adalah suhu 5 oC menggunakan pelapisan kitosan dengan umur simpan 9 hari.

(5)

SUMMARY

TRISMA REZEKI. Carnauba Wax and Chitosan Coatings to Maintain Quality of Peeled Carrot. Supervised by I WAYAN BUDIASTRA and SUGIYONO.

Carrot is one kind of vegetables that is highly consumed in Indonesia and foreign countries. Carrots are usually marketed in the form of unpeeled carrots, but now the demand of peeled carrots or minimally processed carrots increases significantly, especially for export. Unfortunately, the peeled carrot usually is more perishable than unpeeled carrots. Therefore, postharvest technology to maintain the quality of peeled carrot is required, one of them is wax coating technology. The most popular coating for fruits and vegetables is beeswax and chitosan. Chitosan has been applied carrots sliced but not on peeled carrots, while the carnauba wax coating and combination with chitosan had not been done in vegetables including carrots.

The aim of this research was to assess coating technologies and storage temperature to maintain quality of peeled carrot during cold storage. The experimental design used was factorial completely randomized design consisted of two factors namely coating type and temperatures. The coating consists of four type ie carnauba wax, chitosan, carnauba wax+chitosan, and without coating as a control. Storage temperatures consists of three levels ie 5 oC, 10 oC and 15 oC. The change of quality of peeled carrot during storage such as moisture content, weight loss, respiration rate, hardness, total plate count, color and organoleptic test was investigated. Data were analyzed using analysis of variance and Duncan test at α level of <0.05.

The results showed that the coatings significantly influenced moisture content, respiration rate and color (L, a, b). Storage temperature significantly influenced all quality parameters analyzed. From data analysis of color (L, a, b), organoleptic score (color, freshness, texture) and total plate count, the best treatment to prolong the shelf life of peel carrots is temperature of 5 °C using chitosan coating with a shelf life of 9 days.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

PELAPISAN LILIN KARNAUBA DAN KITOSAN UNTUK

MEMPERTAHANKAN MUTU WORTEL KUPAS

TRISMA REZEKI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelas Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Pascapanen

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari-April 2016 ini ialah Pelapisan Lilin Karnauba dan Kitosan untuk Mempertahankan Mutu Wortel Kupas. Penulis mengucapkan terimakasih pada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Ucapan terimakasih disampaikan kepada:

1. Bapak Dr Ir I Wayan Budiastra, M.Agr dan Bapak Prof Dr Ir Sugiyono,

MAppSc, selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberi bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis;

2. Bapak Prof Dr Ir Sutrisno, M.Agr selaku dosen penguji yang telah

memberikan saran dan perbaikan kepada penulis;

3. Bapak Sulyaden dan Bhaskara E. Nugraha, STP, selaku teknisi di

Laboratorium TPPHP yang telah membantu dan memberikan masukannya selama penelitian;

4. Seluruh Dosen dan staff administrasi (Ibu Ros dan Pak Mul) Departemen

Teknik Mesin Biosistem yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis.

5. Orang tua penulis khususnya Ayahanda Zairisman (Alm), Ibunda Mariah,

Mami, Mama, Bunda, Nenek yang selalu membantu dan mendukung selama masa studi, Abang-abang dan adik-adik penulis, serta seluruh keluarga tercinta terima kasih atas doa dan kasih sayangnya selama dalam proses studi;

6. Teman-teman program studi Teknologi Pascapanen 2014, Rini, Ani, Riza,

Kak Bila, Kak Neli, Kak lia, Mba Hasnah, Indah, Eko, Esa, Bang Gisbert, Bang Ikhwal dan Wildan yang telah banyak memberikan kritik, bantuan, saran dan semangat kepada penulis;

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2016

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI xi

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Hipotesis 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Wortel (Daucus carota L.) 3

Lilin Karnauba 4

Kitosan 4

Pengolahan Minimal 6

Penyimpanan Suhu Rendah dan Laju Respirasi 7

Mikroba pada Wortel 7

METODE PENELITIAN 9

Waktu dan Tempat Penelitian 9

Bahan dan Alat 9

Prosedur Penelitian 9

Rancangan Penelitian 15

HASIL DAN PEMBAHASAN 16

Penelitian Pendahuluan 16

Penelitian Utama 16

SIMPULAN DAN SARAN 31

Simpulan 31

Saran 31

DAFTAR PUSTAKA 32

LAMPIRAN 35

(12)

DAFTAR TABEL

1 Nilai viskositas larutan lilin karnauba pada 4 tingkat konsentrasi 16 2 Persamaan linier kadar air wortel kupas selama penyimpanan pada suhu

5 oC 18

3. Persamaan linier susut bobot wortel kupas selama penyimpanan pada suhu

5 oC 19

4. Persamaan linier laju respirasi (CO2) wortel kupas selama penyimpanan

pada suhu 5 oC 21

5. Persamaan linier kekerasan wortel kupas selama penyimpanan pada

suhu 5 oC 23

6. Jumlah total mikroba wortel kupas selama penyimpanan pada perlakuan

pelapisan dan suhu penyimpanan 24

7. Peningkatan total mikroba wortel kupas selama penyimpanan 24 8. Persamaan linier nilai L* wortel kupas selama penyimpanan pada suhu

5 oC 26

9. Persamaan linier nilai a* wortel kupas selama penyimpanan pada suhu

5 oC 27

10.Persamaan linier nilai b* wortel kupas selama penyimpanan pada suhu

5 oC 28

DAFTAR GAMBAR

1. Wortel dan bagian-bagiannya 3

2. Diagram alir penentuan konsentrasi lilin karnauba dan asam oleat 10

3. Pembuatan larutan kitosan 11

4. Diagram alir penelitian utama 12

5. Perubahan kadar air wortel kupas selama penyimpanan 17 6. Perubahan susut bobot wortel kupas selama penyimpanan 19 7. Perubahan laju respirasi (CO2) wortel kupas selama penyimpanan 21

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Sidik ragam kadar air wortel kupas 36

2. Uji Duncan pengaruh perlakuan pelapisan dan suhu penyimpanan kadar

air wortel kupas 36

3. Sidik ragam susut bobot wortel kupas 37

4. Uji Duncan pengaruh perlakuan pelapisan dan suhu penyimpanan susut

bobot wortel kupas 37

5. Sidik ragam laju respirasi wortel kupas 38

6. Uji Duncan pengaruh perlakuan pelapisan dan suhu penyimpanan laju

respirasi wortel kupas 38

7. Sidik ragam kekerasan wortel kupas 39

8. Uji Duncan pengaruh perlakuan pelapisan dan suhu penyimpanan

kekerasan wortel kupas 39

9. Sidik ragam perubahan warna nilai L wortel kupas 40 10. Uji Duncan pengaruh perlakuan pelapisan dan suhu penyimpanan

perubahan warna nilai L wortel kupas 40

11.Sidik ragam perubahan warna nilai a wortel kupas 41 12.Uji Duncan pengaruh perlakuan pelapisan dan suhu penyimpanan

perubahan warna nilai a wortel kupas 41

13.Sidik ragam perubahan warna nilai b wortel kupas 42 14.Uji Duncan pengaruh perlakuan pelapisan dan suhu penyimpanan

perubahan warna nilai b wortel kupas 42

15.Dokumentasi wortel kupas pada suhu 5 oC 43

16.Dokumentasi wortel kupas pada suhu 10 oC 44

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Wortel merupakan salah satu sayuran yang paling populer untuk dikonsumsi. Berdasarkan data BPS (2015), ekspor wortel meningkat dari tahun 2013 ke tahun 2014 yaitu dari 191 ton menjadi 314 ton. Hal ini membuat nilai ekspor komoditi ini meningkat pesat dari US $ 518083 menjadi US $ 723083. Begitu pula untuk impor, terjadi peningkatan impor wortel dari tahun 2013 sebesar 1550 ton menjadi 3461 ton pada tahun 2014, sehingga terjadi peningkatan nilai impor komoditi wortel dari US $ 1110063 menjadi US $ 3443534. Produksi wortel Indonesia tahun 2010 hingga 2014 meningkat dari 403827 ton menjadi 495800 ton. Perningkatan konsumsi wortel ditunjukkan oleh banyaknya konsumsi di rumah tangga, hotel dan restoran. Sama halnya dengan di luar negeri wortel merupakan sayuran yang sangat populer yang digunakan sebagai salad atau diubah menjadi produk lain (Chaudry et al. 2004). Wortel biasanya dipasarkan dalam bentuk wortel tanpa kupas. Namun saat ini permintaan wortel kupas atau wortel terolah minimal semakin besar. Disamping didorong karena kepraktisan dan kemudahan dari wortel kupas, juga karena semakin terbatasnya waktu konsumen/penduduk mempersiapkan makanan, akibat aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat yang semakin meningkat.

Wortel termasuk sayuran yang mudah rusak pada suhu ruang karena tingkat respirasi tinggi sehingga lebih rentan terhadap mikroba pembusuk. Dalam keadaan terolah minimal (wortel kupas), wortel akan lebih cepat busuk karena terjadi luka dan hilangnya lapisan kulit. Wortel terolah minimal/dikupas biasanya mengalami kerusakan berupa adanya bercak putih pada permukaan dan hilangnya warna orange pada wortel selama penyimpanan (Leceta et al. 2015). Karena itu diperlukan teknologi untuk mempertahankan mutu wortel kupas. Ada beberapa teknologi pascapanen yang dapat memperpanjang masa simpan, antara lain dengan pelapisan lilin dan penyimpanan suhu rendah.

(16)

Ada beberapa pelapisan yang biasa digunakan pada buah dan sayur yaitu kitosan, lilin lebah, lilin karnauba dan edible film. Kitosan adalah salah satu alternatif sebagai bahan pelapis alami yang paling menjanjikan karena tidak beracun dan aman bagi kesehatan (Leceta et al. 2015). Kitosan merupakan produk turunan dari polimer kitin yaitu produk samping (limbah) dari pengolahan industri perikanan, khususnya udang dan rajungan (Novita et al. 2012). Lilin karnauba adalah bahan edible coating alami yang diperoleh dari daun pohon palem Brasil (Copernica cerifera). Lilin karnauba dapat menghambat kehilangan kelembaban, memberikan kilau, meningkatkan umur simpan dan memelihara kualitas pascapanen beberapa buah-buahan seperti mangga dan alpukat. Selain itu lilin karnauba juga dapat mengurangi perkembangan gejala CI (Chiling Injury) (Barman et al. 2011).

Pelapisan lilin yang paling banyak diterapkan pada buah dan sayur adalah pelapisan lilin lebah dan kitosan. Pelapisan kitosan sudah dilakukan pada wortel rajangan tetapi belum pada wortel kupas, sedangkan pelapisan lilin karnauba belum dilakukan pada sayuran termasuk wortel, begitu pula dengan kombinasi lilin karnauba dan kitosan. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan teknologi pelapisan untuk mempertahankan mutu wortel kupas selama penyimpanan dingin.

Perumusan Masalah

Wortel yang mengalami pengupasan atau pemotongan akan mudah mengalami kerusakan, busuk dan penurunan kesegaran sehingga berpengaruh terhadap kualitas dari sayur tersebut dan berpengaruh terhadap ketertarikan konsumen. Pelapisan yang efektif diharapkan dapat mempertahankan mutu wortel kupas yaitu dengan pelapisan lilin dan kitosan pada wortel kupas melalui penghambatan penguapan air akibat transpirasi sehingga wortel kupas tidak layu dan berkerut.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan teknologi pelapisan untuk mempertahankan mutu wortel kupas selama penyimpanan dingin. Tujuan khususnya adalah:

1. Menganalisis pengaruh perlakuan pelapisan serta suhu penyimpanan terhadap mutu wortel kupas selama penyimpanan dingin.

2. Menentukan pelapisan dan suhu penyimpanan yang tepat untuk mempertahankan mutu wortel kupas.

Hipotesis

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Wortel (Daucus carota L.)

Wortel (Daucus carota L.) merupakan salah satu sayuran yang paling populer dikonsumsi dan paling digemari oleh konsumen (Leceta et al. 2015). Pada wortel bagian yang dapat dimakan adalah umbi atau akarnya. Cadangan makanan pada tanaman ini disimpan di dalam umbi. Batangnya pendek, memiliki akar tunggang yang bentuk dan fungsinya berubah menjadi umbi bulat dan memanjang. Kulit umbi wortel tipis dan jika dimakan mentah terasa renyah dan agak manis (Makmun 2007). Berikut bagian-bagian wortel yang dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Wortel dan bagian-bagiannya

Wortel termasuk sayuran bernilai ekonomis penting di dunia. Produksi wortel merupakan salah satu mata dagang komoditas pertanian antar negara. Permintaan pasar dunia pada masa mendatang diperkirakan meningkat sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk, makin membaiknya pendapatan masyarakat dan makin tingginya kesadaran masyarakat akan nilai gizi. Sesuai dengan pernyataan Brunke (2006), di Amerika permintaan akan komoditi wortel terutama untuk wortel mentah, terus meningkat pada dua dekade terakhir di abad 20, yaitu mencapai 18,2 pounds/orang pada tahun 1997. Berdasarkan hasil survei, faktor yang mempengaruhi meningkatnya permintaan komoditi wortel tersebut adalah karena rasa dan manfaat kesehatan yang terkandung di dalamnya karena wortel merupakan sumber vitamin dan mineral yang dapat mencegah terjadinya kanker.

(18)

Di antara berbagai macam sayuran yang terolah minimal wortel segar yang siap makan adalah sayuran yang paling tinggi popularitasnya dibandingkan dengan sayuran terolah minimal lainnya, yang digunakan sebagai makanan ringan atau sebagai salad. Namun, penjualan terhalang dengan kerusakannya yang cepat selama penyimpanan dan umur simpannya hanya terbatas 7 sampai 8 hari bahkan setelah penyimpanan berpendingin pada suhu 5 °C. Laju respirasi yang tinggi, pengasaman, pelunakan, perubahan warna dan mikroba pembusuk adalah beberapa masalah utama yang terkait dengan wortel kupas atau yang terolah minimal (Pushkala et al. 2012).

Maka untuk mencegah terjadinya kerusakan-kerusakan selama penyimpanan terhadap wortel yang siap makan atau wortel kupas yaitu alternatif sederhananya dengan menggunakan pelapisan pada permukaan wortel, seperti pelapisan lilin karnauba, kitosan dan edible film. Karena beberapa penelitian sebelumnya telah menunjukkan penggunaan lapisan edible dapat memperpanjang masa simpan wortel terolah minimal (Leceta et al. 2015).

Lilin Karnauba

Penggunaan pelapisan yang dapat dimakan adalah teknologi yang menjanjikan untuk kualiatas mutu buah/sayuran terolah minimal. Pelapisan tersebut berfungsi sebagai penghambat untuk kehilangan air dan pertukaran gas, mengontrol transfer kelembaban, oksigen, karbon dioksida, lipid dan komponen rasa, dan pelapisan ini juga berfungsi sebagai pengontrol seperti modified atmosphere. Berbagai polimer dapat digunakan dalam formulasi pelapisan. Namun, sifat penghalang dan mekaniknya secara intrinsik terkait dengan karakteristik fisik dan kimia. Polimer yang paling umum digunakan dalam penyusunan pelapisan dan edible film adalah protein (gelatin, kasein, gluten gandum dan zein), polisakarida (pati, pektin, selulosa, alginat dan karagenan) dan lipid (asam stearat, lilin dan lemak ester asam), yang dapat digunakan sendiri atau dikombinasikan (Chiumarelli and Hubinger 2014).

Lilin adalah lipid yang paling efisien untuk mengurangi permeabilitas uap air (WVP), karena memiliki hidrofobisitas tinggi yang terkait dengan rantai panjang alkohol lemak rantai panjang dan alkana. Lilin karnauba adalah ekstraksi tanaman dari pohon palem (Copernicia cerifera), yang banyak mengandung lilin asam ester dari C24 dan C28 asam karboksilat dan rantai panjang mono-fungsional alkohol (Rodrigues et al. 2014).

Lipid yang paling banyak digunakan dalam pelapisan untuk produk yang terolah minimal adalah asam stearat, asam palmitat, dan beberapa minyak nabati seperti kedelai dan bunga matahari. Meskipun hasil yang baik diperoleh dalam beberapa formulasi, bahan ini memiliki permeabilitas uap air lebih rendah dibandingkan lilin alami, seperti lilin karnauba (Chiumarelli & Hubinger 2014).

Kitosan

(19)

Bisa dengan mudah membentuk lapisan pada buah dan sayuran, sehingga tingkat respirasi buah dan sayuran berkurang dengan menyesuaikan permeabilitas karbon dioksida dan oksigen (Jianglian & Shaoying 2013).

Kitosan banyak digunakan sebagai biodegradable film yang tahan terhadap mikroba dan juga sebagai bahan pengawet untuk bahan pangan. Pada kitosan terdapat sifat antibakteri yang berasal dari struktur polimer yang mempunyai gugus amin bermuatan positif, sedangkan yang bermuatan negatif atau bersifat netral umumnya polisakarida lain. Muatan negatif suatu molekul seperti protein dari mikroba dapat berinteraksi dengan gugus amin kitosan (Winarti et al. 2012).

Dari beberapa penelitian menyebutkan kemampuan pelapisan kitosan untuk memperpanjang masa simpan dan mengontrol kerusakan buah dan sayuran lebih baik dengan menurunkan kecepatan respirasi, menghambat pertumbuhan kapang, dan menghambat pematangan dengan mengurangi produksi etilen dan karbondioksida. Kitosan memiliki kemampuan untuk membentuk film yang sesuai sebagai pengawet makanan dengan menghambat patogen psikotrofik. Menurut Sitorus et al. (2014) membuktikan bahwa pelapisan kitosan (3% kitosan dalam 2% asam asetat) dapat mempertahankan mutu buah jambu biji selama 8 hari penyimpanan.

Kitosan mampu mengurangi kontaminasi mikroorganisme seperti jamur, menghambat laju respirasi dan menurunkan transpirasi pada buah salak. Menurut Waryat dan Rahmawati (2010) perlakuan yang optimal untuk meningkatkan umur simpan salak pondoh adalah perlakuan kitosan 0.5% dengan suhu penyimpanan 15oC. Kitosan dapat membentuk lapisan semi permiabel sehingga dapat memodifikasi atmosfer internal pada buah, dengan demikian dapat menunda kematangan dan menurunkan laju transpirasi buah-buahan (Marlina et al. 2014).

Peningkatan konsentrasi kitosan menghasilkan kandungan total padatan terlarut (TSS), total asam dan rasio asam TSS/T pada jamur yang fresh cut lebih tinggi. Selama penyimpanan pada suhu 4°C selama 15 hari, 20g/kg coating kitosan dapat menghambat pertumbuhan bakteri, dan sejumlah jamur (Eissa 2008). Kitosan efektif untuk memperpanjang masa simpan buah pascapanen dan sayuran karena relatif lebih nyaman, aman dan paling banyak digunakan dalam industri makanan dalam beberapa tahun terakhir (Jianglian and Shaoying 2013).

(20)

permeabilitas rendah namun memiliki sifat mekanik yang baik. Maka dari itu, dengan mengkombinasikan antara lilin karnauba (pelapis dari lemak) dengan kitosan (pelapis dari polisakarida), diharapkan sifat dari pelapis akan semakin baik dalam meningkatkan umur simpan buah wortel meski sudah mengalami pengupasan.

Pengolahan Minimal

Pengolahan minimal (minimal processing) atau disebut juga dengan istilah potong segar (fresh-cut) merupakan pengolahan yang melibatkan pencucian, pengupasan, dan pengirisan pada buah atau sayuran sebelum dikemas dengan menggunakan suhu rendah untuk penyimpanan sehingga mudah dikonsumsi tanpa menghilangkan kesegaran dan nilai gizi yang dikandungnya (Perera 2007). Dan pengolahan minimal dalam penelitian ini berupa bahan (wortel) yang sudah dikupas tanpa pemotongan, yang memungkinkan dapat disimpan pada suhu dingin maksimal dalam 1 bulan.

Pengolahan minimal atau sering disebut irisan buah/sayur segar merupakan penanganan pada produk hortikultura dengan membuang bagian yang tidak dapat dikonsumsi sehingga menjadi produk yang siap dikonsumsi atau diolah lebih lanjut. Produk terolah minimal memiliki resiko penurunan mutu lebih besar dengan waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan komoditi yang tidak diolah. Hal ini dikarenakan pelindung alami yaitu kulit buah/sayur pada produk irisan buah/sayur segar dibuang saat pengupasan. Pembusukan ditandai dengan perubahan warna, rasa, tekstur dan kandungan nutrisi (Perera 2007).

Kelebihan dari buah-buahan dan sayuran yang terolah minimal yaitu mudah dalam penyajian, namun selain itu kelebihan produk terolah minimal adalah memungkinkan konsumen melihat secara langsung kondisi bagian dalam produk sehingga dapat menawarkan mutu yang lebih terjamin dibandingkan buah yang utuh. Apalagi buah-buahan umumnya tidak terlepas dari serangan hama lalat buah (fruit fly), sehingga meskipun nampak mulus di bagian luar, akan tetapi di dalamnya bisa saja terinfestasi telur atau ulat dari lalat buah. Untuk buah berukuran besar, konsumen tidak harus mengeluarkan uang ekstra hanya untuk membeli satu buah yang beratnya kiloan. Bahkan konsumen dapat membeli beberapa jenis buah dalam satu kemasan dalam ukuran berat yang relatif kecil, sehingga bisa memenuhi selera sekaligus menghemat pengeluaran (Hasbullah 2006).

(21)

dengan cara menggunakan pelapis edible yang berfungsi sebagai pengemas primer yang dapat dimakan dan berfungsi untuk mengawetkan dan mempertahankan kesegaran serta kualitas produk (Hasbullah 2006).

Penyimpanan Suhu Rendah dan Laju Respirasi

Penyimpanan pada suhu rendah merupakan salah satu cara yang umum digunakan untuk memperpanjang masa simpan dan mempertahankan kualitas produk yang dilakukan pada suhu rendah (di atas suhu beku). Permasalahan yang sering dihadapi untuk mempertahankan kualitas produk pertanian dengan cara pendinginan adalah kepekaan produk pertanian terhadap perlakuan suhu rendah sangat bervariasi (Purwanto et al. 2012). Suhu rendah mampu menghambat susut berat, mempertahankan. Suhu salah satu parameter penting yang dapat menjaga kualitas makanan. Penggunaan suhu rendah dapat memperpanjang masa simpan produk hortikultura (Leceta et al. 2015). Penyimpanan pada suhu rendah bertujuan untuk mempertahankan mutu karena mengurangi respirasi, memperlambat proses penuaan, memperlambat kelayuan akibat kekurangan air, mengurangi tingkat kerusakan akibat aktivitas mikroba, mengurangi laju produksi etilen dan reaksi jaringan terhadap etilen sehingga dapat memperlambat proses pemasakan.

Respirasi atau pernapasan adalah aktivitas metabolisme, di mana terjadi penyerapan oksigen (O2) dan pelepasan karbondioksida (CO2) melalui pemecahan

komponen-komponen yang terkandung di dalam buah dan sayur tersebut. Selain itu, terjadi juga transpirasi (pelepasan uap air) melalui poripori permukaan buah dan sayur. Transpirasi yang terus-menerus terjadi, pada akhirnya akan menyebabkan buah dan sayur menjadi layu (Wulandari 2006). Laju respirasi buah duku terolah minimal yang terendah terjadi pada suhu 15oC. Laju respirasi pada suhu tersebut untuk buah duku setengah kupas melintang adalah 58.39 CO2

ml/kg.jam dan 53.07 O2 ml/kg.jam; buah duku setengah kupas membujur adalah

50.51 CO2 ml/kg.jam dan 47.41 O2 ml/kg.jam; serta buah duku kupas penuh

adalah 53.56 CO2 ml/kg.jamdan 49.37 O2 ml/kg.jam (Adnan 2006).

Mikroba pada Wortel

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kontaminasi mikroba pada sayuran segar masih di atas ketentuan yang dipersyaratkan. Bahkan, ada yang melaporkan sayuran segar tercemar Salmonella, yaitu bakteri penyebab penyakit tifus. Kontaminasi Salmonella pada makanan tidak dapat diketahui melalui perubahan warna, bau maupun rasa. Makin tinggi kandungan Salmonella pada makanan, makin besar risiko manusia terinfeksi bakteri tersebut. Gejala Salmonellosis yang paling sering terjadi adalah gastroenteritis, yaitu peradangan pada perut dan usus halus akibat keracunan makanan atau higiene yang buruk. Jenis mikroba lain yang sering ditemukan pada sayuran segar seperti selada, tomat, dan wortel. adalah Escherichia coli. Beberapa strain E. coli dapat menimbulkan penyakit pada manusia dan hewan dengan memproduksi enterotoksin (Masgiyarta 2008).

(22)
(23)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-April 2016 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Laboratorium Pengawasan Mutu dan Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah wortel (varietas lokal) yang berbentuk seragam (berdiameter ± 5 cm), segar, tidak cacat atau luka, dan ukuran relatif seragam, yang diperoleh dari Kebun Wortel di Cianjur Pasir Sarongge. Bahan lain yang digunakan adalah lilin karnauba (Copernicia cerifera), kitosan (sumber kulit udang dari lab. Mikrobiologi Fakultas Perikanan IPB), gliserol, asam asetat glasial 1%, asam oleat, trietilamin, akuades. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan digital, cawan aluminium, sendok pengaduk, panci, keranjang buah, kompor, desikator, lemari pendingin, Chromameter (Konica Minolta CR-400, Jepang), Rheometer (35-12-208 Sun Scientific Co., Ltd., Jepang), stoples, gas analyzer (Shimadzu IRA-107, Jepang), viskometer (Brookfield Digital Viscometer Model DV-E ) dan oven.

Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan larutan lilin karnauba yang optimal dengan mengkombinasikan perbandingan konsentrasi lilin karnauba dan asam oleat untuk diaplikasikan pada wortel kupas. Larutan lilin karnauba yang optimal adalah larutan yang memberikan viskositas tidak terlalu kental, tidak terlalu encer melalui pengukuran dengan alat viskometer (obyektif) dan dengan pengamatan secara visual (subyektif). Larutan terlalu encer akan mengurangi efek penghambatan reaksi pencoklatan pada produk dan larutan yang terlalu kental akan mengakibatkan lapisan yang terbentuk tidak merata dan memperlama waktu pengeringan produk (Irianto et al. 2006). Pada penelitian utama dilakukan proses pelapisan lilin karnauba, kitosan dan kombinasi (lilin karnauba+kitosan) pada wotel kupas untuk diamati.

Penelitian Pendahuluan

(24)

Prosedur pembuatannya adalah lilin karnauba dan asam oleat dicampur, kemudian ditambahkan trietilamin 10 ml dan diaduk terus menerus selama 10 menit. Selanjutnya ditambahkan air panas 1000 ml (suhu 85-90oC) sambil terus diaduk selama 20 menit hingga homogen.

Gambar 2 Diagram alir penentuan konsentrasi lilin karnauba dan asam oleat Penelitian Utama

Penelitian utama terdiri dari 3 tahap. Tahap pertama adalah pembuatan larutan lilin karnauba (konsentrasi yang dipilih), kitosan dan kombinasi lilin karnauba+kitosan. Pembuatan larutan kitosan digunakan berdasarkan penelitian Leceta et al. (2015). Tahap kedua adalah persiapan bahan wortel kupas, dan tahap ketiga adalah pelapisan wortel kupas.

Pembuatan larutan lilin karnauba, kitosan dan kombinasi lilin karnauba+kitosan

Pembuatan larutan lilin karnauba pada tahap ini sama seperti pada penelitian pendahuluan, namun pada tahap ini pembuatan larutan lilin karnauba dilakukan

Penambahan 10 ml trietilamin dan diaduk selama 10 menit Akuades 1 liter

Pemanasan hingga 85-90oC

Pencampuran lilin karnauba dan as. oleat dengan konsentrasi: 10 g lilin karnauba : 10 ml as. oleat 10 g lilin karnauba : 30 ml as. oleat 20 g lilin karnauba : 10 ml as. oleat 20 g lilin karnauba : 30 ml as. oleat

Larutan lilin karnauba

Dilakukan pencampuran sambil terus diaduk selama ± 20 menit (homogen)

Pengamatan viskositas secara visual (subyektif) dan pengukuran dengan viskometer (obyektif)

Penentuan konsentrasi yang dipilih berdasarkan viskositas yakni tidak terlalu encer tidak terlalu kental

(25)

dengan konsentrasi yang diinginkan. Pembuatan kitosan mengacu pada penelitian Leceta et al. (2015) menggunakan kitosan dengan konsentrasi 10 g yang dilarutkan dalam asam asetat 10 ml sambil terus menerus diaduk selama 15 menit, kemudian ditambahkan gliserol 150 ml dan diaduk selama 30 menit sampai homogen, sehingga diperoleh larutan kitosan (Gambar 3). Penambahan asam asetat digunakan untuk mengatur pH larutan dan gliserol sebagai plasticizer. Gliserol ditambahkan juga untuk memperoleh sifat mekanik yang memadai (Leceta et al. 2013). Larutan kombinasi lilin karnauba dan kitosan adalah campuran antara larutan lilin karnauba dan kitosan dengan rasio 1:1.

Persiapan Bahan Wortel Kupas

Wortel (Daucus carota) yang berbentuk sempurna, sehat dan ukuran relatif seragam. Wortel tersebut diproses minimal meliputi kegiatan pencucian, sortasi, pengupasan dan penirisan.

Pelapisan Wortel Kupas

Wortel yang sudah dikupas dicelupkan dalam larutan lilin karnauba, kitosan dan kombinasi (lilin karnauba+kitosan), dan wortel kupas tanpa pencelupan pelapisan digunakan sebagai kontrol. Kemudian wortel ditiriskan dan dikeringkan sampai larutan lilin karnauba, kitosan dan kombinasi (lilin karnauba+kitosan) tidak menetes lagi. Setelah kering wortel kupas disimpan pada suhu dingin 5oC, 10oC dan 15oC serta diamati selama penyimpanan. Parameter yang diukur adalah kadar air, susut bobot, laju respirasi, kekerasan, jumlah mikroba, warna dan uji organoleptik. Proses pelapisan wortel kupas dapat dilihat pada diagram alir penelitian utama pada Gambar 4.

Gambar 3 Pembuatan larutan kitosan (Leceta et al. 2015) Pelarutan dalam asam asetat 10 ml

Larutan kitosan

Pengadukan selama 30 menit hingga homogen Pengadukan terus menerus selama 15 menit

(26)

Gambar 4 Diagram alir penelitian utama

Pengukuran Sifat Fisikokimia, Mikrobiologi dan Organoleptik

Analisis Viskositas

Pengukuran viskositas dilakukan pada penelitian pendahuluan untuk mengetahui viskositas yang terbaik dari larutan lilin karnauba. Viskositas larutan lilin karnauba diukur menggunakan viskometer. Sebelumnya dilakukan pemilihan spindel (logam berbentuk silinder) dengan cara trial and error sesuai dengan viskositas larutan. Larutan lilin karnauba ditimbang 800 ml. Kemudian spindel dipasang pada viskosmeter dan diatur kecepatan rpm. Spindel diturunkan hingga terendam dalam pasta sampai pada garis batas spindel. Kepala spindel harus berada pada posisi tengah dari sampel. Viskositas larutan sampel dibaca pada alat kemudian dilakukan perhitungan sesuai faktor konversi dengan persamaan 1. V= ((S,K) x fk) ... 1 Keterangan: V = viskositas (cps) K = kecepatan (rpm)

S = spindel fk = faktor konversi

Pencucian, sortasi dan pengupasan

Pencelupan selama 2 menit dalam larutan lilin karnauba, kitosan dan kombinasi

(lilin karnauba+kitosan)

Penirisan selama ± 2 menit

Penyimpanan pada suhu dingin 5 oC, 10 oC dan 15 oC selama 12 hari

Pengamatan setiap 3 hari sekali

Analisis data Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan uji Duncan

(27)

Analisis Kadar Air

Pengujian kadar air dilakukan dengan menggunakan meode AOAC (2005). Cawan yang akan digunakan dikeringkan terlebih dahulu dalam oven bersuhu 105 selama 1 – 2 jam, dinginkan dalam desikator selama ± 30 menit kemudian ditimbang hingga. Sampel wortel kupas dipotong kecil sebanyak 5 gram diletakkan dalam cawan, ditimbang dan dikeringkan dalam oven pada suhu 100 – 105 selama 3 hari (hingga konstan). Setelah itu dikeluarkan dari oven dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Setelah dingin ditimbang. Banyaknya kadar air dihitung dengan persamaan 2.

KA= x 100 % ... 2

wortel kupas sebelum penyimpanan, sedangkan bobot akhir (W1) ditentukan pada

bobot wortel kupas setelah penyimpanan. Jadi susut bobot adalah selisih dari bobot pada sebelum penyimpanan dan setelah penyimpanan. Persamaan yang digunakan untuk menghitung susut bobot dengan persamaan 3.

Sb =

x 100 % ... 3 Keterangan: Sb = Susut bobot (%) W1 = bobot akhir (gram)

W0 = bobot awal (gram)

Kekerasan

Pengukuran kekerasan dilakukan menggunakan Rheometer tipe CR-300DX yang diatur dengan mode 20, beban maksimum 10 kg, kedalaman penekanan 10 mm, kecepatan penurunan beban 60 mm/menit dan diameter probe 5 mm. Pengukuran dilakukan dengan cara menusuk ujung buah wotel kupas dengan jarum yang menempel pada alat tersebut sebanyak tiga kali pada tempat yang berbeda. Nilai kekerasan wortel kupas akan ditampilkan dalam kgf.

Laju Respirasi

Laju respirasi diukur berdasarkan laju produksi CO2. Pengukurannya

dilakukan dengan memasukkan wortel kupas sebanyak 500 gram kedalam stoples yang tertutup rapat dan pada bagian pinggir penutup dilapisi dengan lilin (malam) sedemikian rupa sehingga diharapkan tidak ada udara yang masuk melalui sela-sela antara stoples dan penutup. Setelah itu disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 5 oC, 10 oC dan 15 oC. Ujung-ujung dari dua selang dijepit dan saat pengukuran dua selang tersebut dihubungkan dengan alat pengukuran gas analyzer untuk melewatkan gas CO2. Pada alat akan terbaca persen gas CO2.

Pengukuran laju respirasi dilakukan 3 hari. Laju produksi gas CO2 (ml/kg jam)

selama respirasi diukur dengan persamaan 4. R=

(28)

Keterangan: R = laju respirasi (ml/kg jam)

Metode yang digunakan yaitu metode hitungan cawan (Total Plate Count (TPC). Tahap awal perhitungan total mikroba dilakukan dengan pengenceran 10 g sampel pada 90 ml NaCl fisiologis sebagai pengencer. Kemudian sampel yang telah diencerkan dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan cawan petri yang telah disterilkan sebanyak 1 ml dengan menggunakan pipet volume. Kemudian dihomogenkan, setelah homogen diambil 1 ml cairan dengan menggunakan pipet volume dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml larutan pengencer untuk pengenceran 10-1, pengenceran 10-2 diambil cairan sebanyak 1 ml dari pengenceran 10-1 ditambah 9 ml akuades. Tingkat pengenceran dilakukan hingga didapat pengenceran 10-10. Penghitungan total mikroba dilakukan dengan tiga kali ulangan. Media yang digunakan media agar atau PCA (plate count agar) sebanyak 10 ml yang dituangkan pada cawan petri dan digerak-gerakkan membentuk angka delapan. Selanjutnya cawan petri tersebut diinkubasi pada suhu 37 selama 48 jam dalam posisi terbalik. Kemudian dilakukan perhitungan jumlah total mikroba. Hasil analisis jumlah bakteri diukur dengan persamaan 5. N =

... 5 Keterangan: N = jumlah koloni (ml/gram)

n1 = jumlah cawan pada pengenceran pertama

n2 = jumlah cawan pada pengenceran kedua

d = pengenceran pada cawan pertama Perubahan Warna

Pengukuran warna menggunakan alat Chromameter. Pada alat Chromameter ini terdapat nilai L, a dan b. L menunjukkan kecerahan dengan nilai 0 (gelap/hitam) 100 (terang/putih), Parameter a adalah warna kromatik campuran merah – hijau dengan nilai +a dari 0-100 (merah) dan nilai –a dari 0-80 (hijau). Parameter b adalah warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b dari 0-70 (kuning) dari nilai –b dari 0-70 (biru). Dari nilai L, a dan b dapat diketahui perubahan-perubahan warna wortel kupas selama penyimpanan. Pengukuran dilakukan dengan menempelkan sampel pada sensor dari alat kemudian sinar ditembak pada bahan dan besarnya pantulan ditangkap oleh sensor dan terbaca di display dalam bentuk nilai L, a dan b. Pengukuran warna dilakukan 3 hari sekali. Uji Organoleptik

(29)

terdiri dari 7 skala, yaitu (1) sangat tidak suka; (2) tidak suka; (3) agak tidak suka; (4) biasa; (5) agak suka; (6) suka; (7) sangat suka.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 2 faktor, faktor pertama adalah suhu penyimpanan yang terdiri dari 3 taraf yaitu 5oC, 10oC dan 15oC, dan faktor kedua jenis pelapisan yang terdiri dari 4 taraf yaitu lilin karnauba, kitosan, kombinasi (lilin karnauba+kitosan) dan tanpa pelapisan (kontrol). Penelitian dilakukan 3 kali ulangan dan diamati setiap 3 hari sekali. Model linier pada rancangan acak lengkap adalah seperti yang dikemukakan oleh Matjik dan Sumertajaya (2006) pada persamaan 6.

Yijk= µ + αi + βj + (αβ)ij + Σijk ... 6 Keterangan:

Yijk = Pengamatan pada perlakuan suhu penyimpanan dan jenis pelapisan ke-i,

faktor lama penyimpanan ke-j dan ulangan ke-k µ = Nilai rataan umum pengamatan

αi = Pengaruh faktor penambahan suhu penyimpanan ke-i

βj = Pengaruh faktor jenis pelapisan ke-j

(αβ)ij = Pengaruh interaksi faktor suhu penyimpanan ke-i dan jenis pelapisan ke-j

i = 1,2,....i j = 1,2,....j

Σijk = Pengaruh acak perlakuan suhu penyimpanan ke-i, jenis pelapisan ke-j

dan ulangan ke-k

(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Pendahuluan

Penentuan Konsentrasi Larutan Lilin Karnauba

Larutan lilin karnauba dengan konsentrasi 10 ml : 20 ml (karnauba dan asam oleat) menunjukkan nilai viskositas yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah dibandingkan dengan nilai viskositas larutan lainnya (Tabel 1). Hal ini juga didukung oleh pengamatan secara visual dimana larutan lilin karnauba dengan konsentrasi 10 ml : 20 ml (karnauba dan asam oleat) menunjukkan viskositas yang tidak terlalu encer dan juga tidak terlalu kental. Oleh karena itu, konsentrasi 10 ml lilin karnauba dalam 20 ml asam oleat tersebut yang digunakan dalam penelitian utama.

Tabel 1 Nilai viskositas larutan lilin karnauba pada 4 tingkat konsentrasi

No Konsentrasi penyimpanan diuraikan berdasarkan parameter kadar air, susut bobot, laju respirasi, kekerasan, uji mikroba, perubahan warna dan uji organoleptik.

Kadar Air

Kadar air adalah proses kehilangan air pada produk segar selama penyimpanan karena kadar air akan berpengaruh pada konsisten bahan dan berpengaruh terhadap keawetan bahan pangan tersebut.

(31)

Pada awal penyimpanan kadar air berkisar antara 91.46 – 92.49% yang mengalami penurunan pada hari ke-9 berkisar antara 86.98 – 90.93%. Dibandingkan dengan kadar air wortel kupas tanpa perlakuan pelapisan (kontrol), kadar air dengan diberi pelapisan menurun lebih lambat. Hal ini menunjukkan bahwa pelapisan dapat menghambat kehilangan air selama penyimpanan sehingga memberi pengaruh terhadap penurunan kadar air. Sejalan dengan penelitian Dhyan et al. (2014) metode pelilinan dan suhu rendah pada jambu biji dapat menghambat proses transpirasi sehingga pengurangan kadar air dapat ditekan semaksimal mungkin. Proses transpirasi adalah proses hilangnya air dalam berbagai bentuk dari produk melalui penguapan sebagai akibat dari kadar air produk (RH) yang lebih tinggi dari kelembaban udara lingkungan.

Penurunan kadar air terendah terdapat pada suhu 5 oC, kemudian diikuti oleh suhu 10 oC dan 15 oC, dengan nilai rata-rata berturut-turut yaitu sebesar 91.17%, 90.46% dan 89.53%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu yang digunakan maka semakin tinggi kehilangan air dari wortel kupas. Penurunan kadar air wortel kupas yang terjadi yang dilihat berdasarkan suhu, sebandingkan dengan kenaikan susut bobot wortel kupas yang terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa kadar air saling berkaitan dengan susut bobot wortel kupas selama penyimpanan.

Hasil sidik ragam kadar air (Lampiran 1) menunjukkan bahwa suhu penyimpanan sangat berpengaruh nyata pada hari ke-3, 6 dan 9, sedangkan perlakuan pelapisan berpengaruh nyata pada hari ke-6. Hal ini menunjukkan perlakuan tanpa pelapisan (kontrol) pada suhu 15 oC dapat meningkatkan kehilangan air wortel kupas (Lampiran 2). Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa laju penurunan kadar air wortel kupas pada pelapisan karnauba paling rendah selama penyimpanan pada suhu 5 oC. Hal ini menunjukkan bahwa pelapisan lilin karnauba lebih mampu menghambat penurunan kadar air. Menurut Jo et al. (2014) bahwa pelapisan lilin karnauba pada buah apel dapat mempertahankan kadar air, dimana penguapan air dari permukaan produk dapat menyebabkan penurunan kualitas, seperti mengerut dari permukaan dan menurunkan juiciness.

(32)

Tabel 2 Persamaan linier kadar air wortel kupas selama penyimpanan pada suhu 5 oC

Susut Bobot

Susut bobot pada produk hortikultura dapat terjadi sejak dipanen hingga dikonsumsi, dan besarnya susut bobot tersebut tergantung pada jenis komoditi dan cara penanganan setelah panen (Novita et al. 2012). Susut bobot wortel kupas selama penyimpanan pada berbagai perlakuan dan suhu penyimpanan mengalami peningkatan. Kenaikan susut bobot tidak lepas dari kelembaban lingkungan dan suhu serta lamanya penyimpanan produk (Rustini dan Prayudi 2011).

Gambar 6 dan Lampiran 4 memperlihatkan susut bobot yang terendah terjadi pada suhu 5 oC sebesar 21.86%, sedangkan untuk susut bobot yang tertinggi terjadi pada suhu 15 oC sebesar 31.24%. Hal ini menunjukkan bahwa penyimpanan pada suhu 5 oC dapat menghambat terjadinya penurunan bobot karena dapat memperlambat proses respirasi dan mengurangi proses transpirasi yang terjadi pada wortel kupas. Laju respirasi yang lambat akan menyebabkan kehilangan air sebagai hasil dari proses respirasi juga akan berjalan lambat (Marlina et al. 2014), sehingga laju penurunan bobot juga lebih rendah. Menurut Shahid & Abbasi (2011) menyatakan penurunan susut bobot terjadi seiring berjalannya waktu (selama penyimpanan) yang tidak hanya disebabkan oleh kehilangan air namun juga karena proses respirasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Muchtadi (2013), bahwa kecepatan laju respirasi dan traspirasi dapat ditekan pada penyimpanan suhu rendah sehingga proses kenaikan susut bobot berjalan lambat. Hal ini juga menyebabkan reaksi enzimatis pada suhu rendah terhambat sehingga kenaikan susut bobot juga dapat ditekan.

Kehilangan air dapat dipengaruhi oleh perbedaan kelembaban antara ruangan dan bahan yang simpan. Pada penelitian ini wortel kupas tidak disimpan dalam kemasan yang hermetik sehingga kelembaban bisa berubah-ubah, dan menyebabkan proses kehilangan air berlangsung lebih cepat. Sehingga persentase laju susut bobot pada wortel kupas ini lebih tinggi.

Hasil sidik ragam susut bobot (Lampiran 3) menunjukkan bahwa suhu penyimpanan sangat berpengaruh nyata pada hari ke-3, 6 dan 9, sedangkan perlakuan pelapisan tidak berpengaruh terhadap susut bobot wortel kupas. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Marlina et al. (2014) yang menyatakan bahwa perlakuan pelapisan tidak berpengaruh nyata sedangkan suhu penyimpanan berpengaruh nyata pada suhu 15oC dan suhu ruang selama 1, 3, 7,11 dan 15 hari terhadap susut bobot buah salak, dimana buah salak yang disimpan pada suhu ruang menunjukkan susut bobot lebih besar dibandingkan dengan suhu 15 oC.

Perlakuan Lama penyimpanan (hari) Persamaan linier

(33)

Susut bobot dari wortel kupas secara keseluruhan meningkat selama penyimpanan. Susut bobot wortel kupas mengalami peningkatan seiring dengan semakin lama dilakukan penyimpanan. Susut bobot berhubungan dengan lama penyimpanan dimana penurunan bobot wortel kupas sangat dipengaruhi oleh keadaan suhu lingkungan, semakin lama waktu penyimpanan maka persentase susut bobot wortel kupas semakin meningkat.

Pada Tabel 3 memperlihatkan bahwa laju penurunan susut bobot wortel kupas pada pelapisan lilin karnauba paling rendah selama penyimpanan pada suhu 5 oC. Hal ini menunjukkan bahwa lilin mampu menghambat susut bobot wortel kupas. Menurut Efendi and Hermawati (2010), lilin bertindak sebagai penghalang antara dalam dan luar lingkungan buah atau sayur, oleh karena itu lilin dapat mempertahankan berat dari buah atau sayuran selama penyimpanan. Hasil yang sama dilaporkan oleh Jo et al. (2014) bahwa lilin karnauba terbukti dapat meminimalkan penurunan susut bobot dengan menjaga kehilangan air dari buah apel. Dan Khuyen et al. (2008) juga menyatakan bahwa lilin karnauba memiliki keunggulan dalam meminimalkan penurunan susut bobot pada buah mangga kultivar „Kensington‟.

Gambar 6 Perubahan susut bobot wortel kupas selama penyimpanan

Tabel 3 Persamaan linier susut bobot wortel kupas selama penyimpanan pada suhu 5 oC

Perlakuan Lama penyimpanan (hari) Persamaan linier

(34)

Laju Respirasi

Selama penyimpanan wortel kupas masih melakukan proses metabolisme seperti respirasi dengan mengambil oksigen dan mengeluarkan karbondioksida serta menghasilkan panas respirasi (energi). Laju respirasi pada buah-buahan dan sayuran dapat menjadi indikator yang baik bagi penentuan proses metabolisme jaringan dan ketahanan produk (umur simpan). Wortel yang telah dipanen dan dipisahkan dari inangnya akan tetap menunjukkan aktivitas hidup. Suplai energi masih dibutuhkan untuk menjaga tetap berfungsinya komponen sistem metabolisme, dan hasil energi tersebut merupakan hasil dari kegiatan respirasi. Intensitas respirasi merupakan ukuran kecepatan reaksi proses metabolisme serta berkaitan dengan umur simpan produk. Proses respirasi kecepatan tinggi mengakibatkan umur simpan yang pendek (Sutrisno et al. 2008).

Pada Gambar 7, laju respirasi wortel kupas seiring dengan suhu penyimpanan yang disimpan menunjukkan laju respirasi yang berbeda-beda setiap perlakuan. Pada wortel kupas tanpa pelapisan (kontrol) cenderung mengalami laju respirasi yang lebih cepat dibandingkan dengan yang diberi pelapisan. Hal ini menunjukkan bahwa pelapisan dapat menghambat kecepatan laju respirasi CO2

selama penyimpanan. Dan pada Gambar 7 juga diketahui adanya pengaruh suhu terhadap laju respirasi. Suhu merupakan faktor yang dominan dalam menghambat laju respirasi karena semakin rendah suhu penyimpanan maka laju respirasi akan semakin lambat sehingga umur simpan wortel kupas juga akan semakin lama. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hasbi et al. (2005) bahwa penyimpanan suhu rendah dapat menekan kecepatan laju respirasi dan transpirasi sehingga kedua proses ini berjalan dengan lambat. Maka dari itu, dari hasil analisis diperoleh bahwa perlakuan dengan pelapisan yang dikombinasikan dengan suhu rendah dapat menghambat laju respirasi, dibandingkan dengan wortel kupas tanpa pelapisan (kontrol) meskipun disimpan pada suhu rendah. Perlakuan pelapisan pada wortel kupas dalam penelitian ini diduga dapat menutupi sebagian dari pori-pori kulit wortel sehingga dapat menghambat laju respirasi dan menekan kehilangan air.

Laju respirasi CO2 wortel kupas pada semua perlakuan dan suhu

penyimpanan mengalami penurunan selama penyimpanan (Gambar 7). Peningkatan diawal penyimpanan pada sebagian perlakuan disebabkan oleh suhu produk pada awal penyimpanan yang masih tinggi dan belum menyesuaikan dengan kondisi ruang penyimpanan. Suhu awal pada buah atau sayuran dan panas lapang menyebabkan produk memiliki kecepatan respirasi yang tinggi (Sutrisno et al. 2008). Penurunan laju respirasi wortel kupas yang terjadi ini sebadingkan dengan peningkatan susut bobot wortel kupas yang diakibatkan oleh kehilangan air dari wortel kupas yang terus meningkat selama penyimpanan. Hal ini menunjukkan bahwa laju respirasi saling berkaitan dengan susut bobot dan kadar air wortel kupas selama penyimpanan.

(35)

oleh Barman et al. (2011) menunjukkan bahwa perlakuan pelapisan yang diujikan tidak berpengaruh signifikan pada hari ke-15, dimana dengan pelapisan lilin karnauba pada suhu 3 oC mampu menghambat laju respirasi pada buah delima. Pemakaian pelapisan lilin karnauba dapat mengurangi pertukaran gas dan pemanfaatan oksigen sehingga menyebabkan rendahnya kemampuan respirasi dalam jaringan produk selama penyimpanan.

Gambar 7 Perubahan laju respirasi (CO2) wortel kupas selama penyimpanan

Tabel 4 Persamaan linier laju respirasi (CO2) wortel kupas selama penyimpanan

pada suhu 5 oC

Perlakuan Lama penyimpanan (hari) Persamaan linier

0 3 6 9

(36)

Hasil analisis menunjukkan bahwa perubahan nilai kekerasan wortel kupas cenderung mengalami peningkatan selama penyimpanan. Sihombing (2010) menyatakan peningkatan kekerasan pada produk disebabkan oleh penguapan air yang terjadi pada ruang-ruang antar sel sehingga sel menjadi mengkerut yang menyebabkan ruang antar sel menyatu. Ahmat et al. (2014) menyatakan bahwa peningkatan kekerasan kulit buah dilihat dari kekuatan tekan untuk membuka bahan yang sebagian besar terjadi karena penurunan kadar air. Penurunan kadar air disebabkan oleh air yang menguap dari permukaan buah terlebih pada buah yang mengalami pengupasan. Maka dari itu, hal ini sangat sebandingkan dengan hasil kadar air wortel kupas yang mengalami penurunan selama penyimpanan sehingga menyebabkan kekerasan dari wortel kupas terus meningkat.

Peningkatan kekerasan wortel kupas terendah terdapat pada wortel kupas dengan pelapisan lilin karnauba pada suhu 5 oC sebesar 4.31 kgf dan nilai tertinggi terdapat pada wortel kupas tanpa pelapisan (kontrol) pada suhu 15oC sebesar 7.81 kgf. Terlihat jelas bahwa wortel kupas tanpa pelapisan (kontrol) mengalami peningkatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan wortel kupas yang diberi perlakuan perlapisan (Gambar 8). Dan pada semua perlakuan wortel kupas yang disimpan pada suhu 5 oC lebih rendah nilai kekerasan dibandingkan dengan suhu 10 oC dan 15 oC. Hal ini menyatakan bahwa kekerasan dapat dipengaruhi oleh suhu rendah, terlebih dikombinasikan dengan perlakuan pelapisan dapat menghambat proses kerusakan yang terjadi pada wortel kupas seperti pengkerutan.

(37)

Gambar 8 Perubahan kekerasan wortel kupas selama penyimpanan

Tabel 5 Persamaan linier kekerasan wortel kupas selama penyimpanan pada suhu 5 oC

Perlakuan Lama penyimpanan (hari) Persamaan linier

0 3 6 9

Pengukuran total mikroba dilakukan pada hari penyimpanan 0 dan ke-9. Pada awal penyimpanan (hari ke-0) nilai total mikroba berkisar antara 4.41 – 5.97 log CFU/g mengalami peningkatan pada akhir penyimpanan (hari ke-9) berkisar antara 5.30 – 8.18 log CFU/g pada berbagai perlakuan dan suhu penyimpanan, dengan nilai total mikroba tertinggi terdapat pada wortel kupas dengan pelapisan kombinasi (karnauba+kitosan) pada suhu 15 oC sebesar 8.18log CFU/g dan terendah terdapat pada wortel kupas yang diberi pelapisan lilin karnauba pada suhu 5 oC sebesar 5.30 log CFU/g (Tabel 6). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan jumlah mikroba selama penyimpanan. Faktor tersebut dibagi dua yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik, dimana faktor intrinsik terdiri dari kandungan nutrisi, pH, potensi redoks, aktivitas air, komponen anti mikroba dan struktur pangan dalam buah, sedangkan faktor ekstrinsik terdiri dari suhu, kelembaban udara, dan kandungan udara di sekitar buah atau sayur (Rahayu dan Nurwitri 2012).

(38)

perlakuan pelapisan lebih rendah jumlah total mikroba dibandingkan dengan jumlah total mikroba pada wortel kupas tanpa pelapisan (kontrol) yang cenderung lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pelapisan efektif dalam menekan jumlah total mikroba selama penyimpanan wortel kupas.

Hasil analisis peningkatan total mikroba selama penyimpanan ini juga menunjukkan bahwa yang terendah terdapat pada suhu 5 oC disusul oleh suhu 10

o

C dan 15 oC dan perlakuan pelapisan yang memiliki peningkatan total mikroba terendah terdapat pada pelapisan lilin karnauba disusul oleh kitosan, kombinasi dan kontrol dengan jumlah masing-masing sebesar 5.09 log CFU/g, 5.27 log CFU/g, 5.50 log CFU/g dan 7.08 log CFU/g. Namun pada pelapisan kitosan jumlah total mikroba masih lebih rendah dibandingkan dengan tingkat cemaran mikroba pada wortel di Jawa Barat yang terdapat di swalayan yaitu sebesar 1.90 × 107 CFU/g atau sama dengan 7.28 log CFU/g (Misgiyarta dan Munarso 2005). Dan jumlah ini juga masih lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Pushkala et al. (2012) yaitu dengan jumlah mikroba 7 log10 CFU/gr pada wortel

rajangan. Maka dari itu pelapisan kitosan pada penelitian ini masih mampu menekan jumlah total mikroba.

Tabel 6 Jumlah total mikroba wortel kupas selama penyimpanan pada perlakuan pelapisan dan suhu penyimpanan Tabel 7 Peningkatan total mikroba wortel kupas selama penyimpanan

Perlakuan Suhu

(39)

perubahan warna dijadikan indikator untuk menunjukkan tingkat nilai gizi maksimum yang diterima (Arpah 2001).

Perubahan warna dari wortel kupas seiring lamanya penyimpanan, warna wortel kupas terlihat semakin kusam. Hal ini disebabkan oleh menurunnya nilai value dan meningkatnya nilai chroma pada wortel kupas. Selama pengolahan warna merah dan ungu pada buah-buahan dan sayur-sayuran disebabkan oleh antosianin. Banyak buah-buahan dan sayur-sayuran yang mengalami pengupasan dan pemotongan cepat terjadi perubahan warna menjadi pucat (kusam). Perubahan warna menjadi kusam ini disebabkan oleh enzim polifenol oksidase yang menguraikan substrat-substrat fenolik yang sesuai dengan adanya oksigen. Maka zat-zat inilah yang menyebabkan perubahan warna buah dan sayur menjadi kusam (Muhdarsyah 2007).

Karotenoid adalah kelompok senyawa yang tersusun dari unit isoprene atau turunannya, dimana karotenoid ini merupakan pigmen warna orange pada wortel (Muhdarsyah 2007). Pada awal penyimpanan semua wortel kupas memiliki warna yang sama yaitu warna orange segar, namun dengan lamanya penyimpanan warna dari wortel kupas semakin berubah. Pada awal pengamatan, wortel kupas berwarna orange segar, kemudian berubah menjadi orange tua, orange sedikit kecokelatan dan akhirnya wortel kupas berwarna orange cokelat keseluruhan (kusam).

Warna wortel kupas diukur berdasarkan nilai L (kecerahan), a (merah-hijau) dan b (kuning-biru). Hasil analisis nilai L (kecerahan) wortel kupas pada penelitian ini menunjukkan penurunan selama penyimpanan (Gambar 9). Tingkat kecerahan ini dapat disebabkan oleh kehilangan air ditandai dengan permukaan wortel yang kering dan tekstur yang kasar serta perubahan betakaroten pada wortel. Warna nilai L (kecerahan) wortel kupas pada perlakuan pelapisan (kontrol) pada semua suhu lebih cepat mengalami perubahan warna dibandingkan dengan wortel kupas dengan perlakuan pelapisan. Hal ini menunjukkan perlakuan perlapisan mampu menghambat perubahan warna nilai L wortel kupas. Pada Gambar 9 juga menunjukkan warna nilai L (kecerahan) wortel kupas pada suhu 5

o

C lebih tinggi dibandingkan dengan suhu 10 oCdan 15 oC. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu penyimpanan maka nilai kecerahan akan semakin rendah yang secara visual terlihat lebih gelap (Hasbi et al. 2005). Hasil yang sama juga diperoleh oleh Muhdarsyah (2007) warna nilai L, a dan b pada wortel rajangan menunjukkan bahwa pada suhu penyimpanan 5 oC lebih rendah penurunan perubahan warna nilai L, a dan b dibandingkan dengan suhu ruang.

(40)

rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa pelapisan kitosan dapat mempertahankan perubahan warna nilai L wortel kupas selama penyimpanan. Menurut Pushkala et al. (2012) kitosan memiliki efek pada permukaan pori-pori wortel yang membatasi kehilangan air dan memberikaan kontribusi untuk terjadinya penundaan kecerahan pada produk.

Gambar 9 Perubahan nilai kecerahan (L*) wortel kupas selama penyimpanan Tabel 8 Persamaan linier nilai L* wortel kupas selama penyimpanan pada suhu

5 oC

Perlakuan Lama penyimpanan (hari) Persamaan linier

0 3 6 9 penyimpanan mengalami penurunan selama penyimpanan, dimana nilai a (merah-hijau) tertinggi terdapat pada wortel kupas yang diberi pelapisan kitosan pada suhu 5oC sebesar 24.70 dan nilai a (merah-hijau) terendah terdapat pada wortel kupas tanpa perlakuan pelapisan pada suhu 15oC sebesar 14.68. Berdasarkan perlakuan perlapisan wortel kupas yang diberikan perlakuan pelapisan mengalami perubahan warna nilai a (merah-hijau) yang lebih lambat dibandingkan dengan wortel kupas tanpa pelapisan yang mengalami perubahan warna lebih cepat selama penyimpanan. Sedangkan berdasarkan suhu penyimpanan, suhu 5 oC menunjukkan perubahan warna yang lebih lambat dibandingkan dengan suhu 10

(41)

berpengaruh dalam perubahan warna nilai a (merah-hijau) wortel kupas selama penyimpanan.

Hasil sidik ragam perubahan warna nilai a wortel kupas (Lampiran 16) menunjukkan bahwa suhu penyimpanan sangat berpengaruh nyata pada hari ke-3, 6 dan 9, sedangkan perlakuan perlapisan sangat berpengaruh nyata pada hari ke-9, dimana suhu penyimpanan 15 oC dengan perlakuan tanpa pelapisan (kontrol) pada wortel kupas lebih cepat mengalami perubahan warna nilai a (Lampiran 12). Sama halnya dengan penelitian Mudarsyah (2007) perubahan warna nilai a wortel rajangan pada suhu ruang disimpan selama 24 jam mengalami perubahan warna nilai a dari 28.98 menjadi 22.96, dibandingkan dengan perubahan warna nilai a pada suhu 5 oC disimpan selama 192 jam yang lebih lambat yaitu dari 28.98 menjadi 22.46. Pada Tabel 9, laju penurunan warna nilai a wortel kupas pada pelapisan kitosan pada suhu 5 oC paling rendah selama penyimpanan. Hal ini menunjukkan bahwa pelapisan kitosan juga dapat mempertahankan perubahan warna nilai a wortel kupas selama penyimpanan. Ditegaskan oleh penelitian Leceta et al. (2015) yang menyimpulkan bahwa pelapisan kitosan dapat mempertahankan perubahan warna wortel selama 15 hari.

Gambar 10 Perubahan nilai a* wortel kupas selama penyimpanan

Tabel 9 Persamaan linier nilai a* wortel kupas selama penyimpanan pada suhu 5 oC

Perlakuan Lama penyimpanan (hari) Persamaan linier

(42)

Sama halnya dengan dengan perubahan warna nilai L (kecerahan) dan nilai a (merah-hijau), perubahan warna nilai b (kuning-biru) juga cenderung mengalami penurunan selama penyimpanan. Gambar 11 memperlihatkan perubahan warna nilai b (kuning-biru) wortel kupas yang berbeda-beda. Pada wortel kupas tanpa perlapisan (kontrol) cenderung mengalami perubahan warna nilai b yang lebih cepat dibandingkan dengan yang diberi pelapisan. Sedangkan berdasarkan suhu penyimpanan, semakin rendah suhu yang digunakan semakin lambat perubahan warna nilai b wortel kupas yang diperoleh, dimana warna nilai b tertinggi terdapat pada wortel kupas yang diberi pelapisan kitosan pada suhu 5oC sebesar 34.18 dan warna nilai b terendah terdapat pada wortel kupas tanpa perlakuan pelapisan pada suhu 15 oC sebesar 22.26.

Hasil sidik ragam perubahan nilai b wortel kupas (Lampiran 13) menunjukkan bahwa suhu penyimpanan sangat berpengaruh nyata pada hari ke-3, 6 dan 9, sedangkan perlakuan perlapisan sangat berpengaruh nyata pada hari ke-9, dimana suhu penyimpanan 15 oC dengan perlakuan tanpa pelapisan (kontrol) pada wortel kupas lebih cepat mengalami perubahan warna nilai b (Lampiran 14). Berdasarkan Tabel 10, laju penurunan warna nilai b wortel kupas pada pelapisan kitosan juga paling rendah selama penyimpanan suhu 5 oC. Hal ini menunjukkan bahwa pelapisan kitosan pada wortel kupas mampu menghambat semua perubahan warna selama penyimpanan.

Gambar 11 Perubahan nilai b* wortel kupas selama penyimpanan

Tabel 10 Persamaan linier nilai b* wortel kupas selama penyimpanan pada suhu 5 oC

Perlakuan Lama penyimpanan (hari) Persamaan linier

(43)

Uji Organoleptik

Uji organoleptik dilakukan untuk menentukan umur simpan wortel kupas berdasarkan penilaian panelis terhadap 3 parameter mutu yaitu warna, kesegaran dan tekstur. Seperti pernyataan Leceta et al. (2015) analisis sensori digunakan untuk menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap wortel yang telah diberi perlakuan.

Data pengamatan nilai organoleptik pada wortel kupas yang diberikan pelapisan maupun yang tidak diberi pelapisan (kontrol) dan disimpan pada suhu rendah memperlihatkan tingkat kesukaan panelis terhadap warna, kesegaran dan tekstur wortel kupas selama penyimpanan (Gambar 12, 13 dan 14). Selama penyimpanan skor hedonik panelis terhadap warna, kesegaran dan tekstur wortel kupas yang dilapisi kitosan pada suhu 5 oC masih dinyatakan suka oleh panelis hingga hari ke-9 dengan nilai sebesar 4.0, namun pada hari ke-12 sudah ditolak panelis. Perlakuan pelapisan termasuk perlakuan kontrol dan suhu lainnya pada hari ke-9 terhadap warna, kesegaran dan tekstur wortel kupas menunjukkan nilai secara keseluruhan berkisar antara 2.6 - 3.6.

(44)

Gambar 13 Tingkat kesukaan panelis terhadap kesegaran wortel kupas (KA = lilin karnauba, KI = kitosan, KO=kombinasi)

(45)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Perlakuan pelapisan berpengaruh nyata terhadap parameter mutu kadar air, laju respirasi dan warna (L, a, b). Suhu penyimpanan (5 oC, 10 oC, 15 oC) berpengaruh nyata terhadap semua parameter mutu wortel kupas yang dianalisis. Dari analisis data warna (L, a, b), skor organoleptik (warna, kesegaran, tekstur) dan total mikroba, suhu penyimpanan dan perlakuan pelapisan yang optimal untuk wortel kupas adalah suhu 5 oC menggunakan pelapisan kitosan dengan umur simpan 9 hari.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan pelapisan pada suhu 5 oC, agar dapat terlihat pengaruh perlakuan pelapisan pada mutu wortel kupas.

2. Perlu dilakukan penelitian penyimpanan wortel kupas menggunakan kemasan, yang memungkinkan wortel kupas untuk tahan lebih lama.

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Adnan. 2006. Penyimpanan buah duku terolah minimal dalam kemasan atmosfer termodifikasi. [Tesis]. Program Studi Teknologi Pascapanen. IPB, Bogor. Ahmad U, Darmawati E dan Refilia NR. 2014. Kajian metode pelilinan terhadap

umur simpan buah manggis (Garcinia mangostana) semi-cutting dalam penyimpanan dingin. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), Vol. 19 (2): 104 110.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 2005. Moisture in plants. Di dalam : Horwitz W, Latimer GW Jr, editor. Official Methods of Analysis of AOAC International 18th Edition. Maryland (US): AOAC International. Arpah. 2001. Penentuan Kadar Kadaluarsa Produk Pangan. Buku dan Monograf.

IPB. Bogor.

Badan Pusat Statitistik. 2015. Provinsi Indonesia Dalam Angka 2015. BPS. Indonesia.

Baldwin, E.A. 2007. Surface Treatments and Edible Coatings in Food Preservation. Di dalam : Rahman, M. S. (Ed), Handbook of Food Preservation, 2nd Ed. CRC Press, New York, p. 477-507.

Barman K, Asrey R, Pal RK. 2011. Putrescine and carnauba wax pretreatments alleviate chilling injury, enhance shelf life and preserve pomegranate fruit quality during cold storage. Scientia Horticulturae, 130 (2011) 795–800. Brunke H. 2006. Commodity Profile: Carrots. AgMRC, Agricultural Issues

Center University of California.

Chaudry MA, Bibi N, Misal K, Maazullah K, Bafshah A dan Qureshi MJ. 2004. Irradiation treatment of minimally processed carrots for ensuring microbiological safety. Radiation Physics and Chemistry, 71 (2004) 169– 173.

Chiumarelli M and Hubinger MD. 2014. Evaluation of edible films and coatings formulated with cassava starch, glycerol, carnauba wax and stearic acid. Food Hydrocolloids 38 (2014) 20-27.

Dhyan C, Sumarlan SH, Susilo B. 2014. Pengaruh pelapisan lilin lebah dan suhu penyimpanan terhadap kualitas buah jambu biji (Psidium guajava L.). Jurnal Bioproses Komoditas Tropis, Vol. 2 No. 1.

Efendi D, Hermawati H. 2010. The use of bee wax, chitosan and bap to prolong shelflife of mangosteen (Garcinia Mangostana L.) fruit. J. Hort. Indonesia, 1(1):32-39.

Eissa HAA. 2008. Effect of chitosan coating on shelf-life and quality of fresh-cut mushroom. Pol. J. Food Nutr. Sci. Vol. 58, No. 1, pp. 95-105.

Harun N, Efendi R, Hasibuan SH. 2012. Penggunaan lilin untuk memperpanjang umur simpan buah naga merah (Hylocereus polyrhizus). Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Riau.

Hasbi, Daniel S, Juniar. 2005. Masa simpan buah manggis (Garcinia mangostana L) pada berbagai tingkat kematangan, suhu dan jenis kemasan. J. Teknologi dan Industri Pangan. Vol. XVI. 199-205s.

Gambar

Gambar 1 Wortel dan bagian-bagiannya
Gambar 2 Diagram alir penentuan konsentrasi lilin karnauba dan asam oleat
Gambar 4 Diagram alir penelitian utama
Gambar 5 Perubahan kadar air wortel kupas selama penyimpanan
+7

Referensi

Dokumen terkait

2. Terpaku pada Hasil Keuangan. Bukan hanya manajer senior yang terlatih dan terbiasa dengan ukuran keuangan, tetapi mereka juga mendapatkan tekanan tentang kinerja keuangan

Siswa dapat meningkatkan cara lain di mana pemegang saham dan pemberi pinjaman kepentingan diselaraskan untuk mengurangi kemungkinan bahwa leverage yang tinggi akan

Yang dimaksud Behavior based WIF tinggi yaitu Polwan yang sudah berkeluarga di wilayah Polda Jabar mengalami konflik yang berkaitan dengan ketidak sesuaian tuntutan pola

 %erle%ihan dapat men*e%a%kan tremor&#34; gugup&#34; insomia&#34; hipertensi&#34; mual&#34; dan kejang+ &lt;ntuk mengetahui kadar kafein pada teh dapat dilakukan dengan metode

Abses periodontal diketahui sebagai lesi yang dapat dengan cepat merusak jaringan periodontal terjadi selama periode waktu yang terbatas serta mudah diketahui gejala klinis dan

PLTGL merupakan pembangkit listrik yang bergantung pada ada tidaknya gelombang yang terjadi dan tidak bersifat dinamis atau berubah – ubah tiap waktu Pada perencanaan

Dalam sistem informasi Web yang menjadi kendala adalah bagaimana membuat user yang tidak mengerti atau user yang baru dapat memahami dengan sistem yang telah dirancang. Pembahasan

Dari berberapa analisis, maka telah diketahui karakteristik dari perseroan yang berkaitan dengan sumber daya alam, merupakan jenis perseroan tidak dalam kegiatan