• Tidak ada hasil yang ditemukan

Periodontitis-Agresif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Periodontitis-Agresif"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

2.x Periodontitis Agresif

Periodontitis agresif biasanya menyerang secara sistemik pada individu sehat yang berumur kurang dari 30 tahun. Periodontitis agresif dibedakan dengan periodontitis kronis berdasarkan onset usia, kecepatan progresi, sifat dan komposisi kumpulan mikroflora gingiva, perubahan respon imun host dan agregasi keluarga dari penyakit individu.

Periodontitis agresif menggambarkan tiga penyakit. Penyakit tersebut adalah localized aggressive periodontitis, generalized aggressive periodontitis, dan rapidly progressive periodontitis (RPP).

2.x.1 Localized Aggressive Periodontitis 2.x.1.1 Latar Belakang

Pada tahun 1923 Gottlieb melaporkan seorang pasien dengan kasus fatal influenza epidemik. Gottlieb menyebut penyakit itu sebagai ‘’difuse atrophy of the alveolar bone’’. Pada tahun 1928, Gottlieb mengganggap kondisi ini disebabkan oleh inhibisi pembentukan sementum yang terus menerus.

Pada tahun 1938, Wannenmacher menyebut penyakit tersebut sebagai ‘’parodontitis marginalis progressiva’’. Pada akhirnya, tahun 1966, world workshop in periodontics menyimpulkan konsep ‘’periodontosis’’ sebagai suatu gambaran degeneratif yang tidak perlu dikonfirmasi dan istilah itu harus dihilangkan dari nomenklatur periodontal.

Istilah ‘’Juvenile periodontitis’’ telah diperkenalkan oleh Chaput dan para kolega di tahun 1967 dan oleh Butler pada tahun 1969. Pada tahun 1971, Baer mendefinisikan ini sebagai suatu penyakit pada periodontium yang terjadi pada remaja sehat dengan karakteristik kehilangan tulang alveolar yang sangat cepat. Pada tahun 1989, word workshop clinical periodontics mengkategorikan penyakit ini sebagai ‘’localized juvenile periodontitis (LPJ)’’, termasuk sub

(2)

dari klasifikasi besar dari early-onset periodontitis (EOP). Sekarang, penyakit penyakit dengan karakteristik LPJ berubah nama menjadi localized aggressive periodontitis.

2.x.1.2 Tanda-tanda Klinis

Localized aggressive periodontitis (LAP) biasanya mempunyai onset pada usia masa pubertas atau remaja. Tanda-tanda klinisnya yaitu terlokalisasi pada gigi molar pertama atau incisivus dan hilangnya perlekatan interproksimal paling sedikit pada dua gigi permanen, satu pada gigi molar pertama dan melibatkan tidah lebih dari dua gigi selain dari gigi molar pertama dan incsivus. Kemungkinan alasan batas kerusakan jaringan periodontal dan gigi yaitu :

Setelah melakukan kolonisasi pertama pada gigi permanen yang pertama erupsi (gigi molar pertama dan incisivus), Actinobacillus actinomycetemcomitans menghindari pertahanan host dengan mekanisme yang berbeda, meliputi produksi polimorphonuclear leukocyte (PMN), faktor penghambat-chemotaxis, endotoxin, kolagen, leukotoxin, dan faktor lain yang dapat membuat bakteri berkolonisasi pada poket dan memulai perusakan jaringan periodontal. Setelah penyerangan pertama ini, pertahanan imun adekuat host distimulasi dengan memproduksi antibody untuk menaikan jarak dan fagositosis serangan bakteri dan menetralisir aktifitas leukotoxin. Dengan cara ini, kolonisasi bakteri pada tempat lain dapat dicegah. Respon antibody yang kuat pada agen infeksi adalah karakteristik dari localized aggressive periodontitis.

Bakteri yang berlawanan dengan A. actinomycetemcomitans dapat berkolonisasi pada jaringan periodontal dan menghambat kolonisasi yang lebih lanjut dari A. actinomycetemcomitans. Ini akan melokalisasi infeksi A. actinomycetemcomitans dan mencegah perusakan jaringan.

(3)

A. actinomycetemcomitans dapat kehilangan kemampuan memproduksi leukotoxin tanpa alasan yang jelas. Jika hal ini terjadi, progresi penyakit dapat dicegah atau dilemahkan, dan kolonisasi pada daerah periodontal yang baru dapat dihindari.

Kerusakan pada susunan sementum dapat disebabkan oleh lesi yang terlokalisasi. Permukaan akar dari gigi yang dicabut pada pasien LAP ditemukan adanya sementum yang hipoplastik atau aplastik. Hal ini tidak hanya ditemukan pada permukaan akar yang terpapar langsung pada poket periodontal tetapi juga pada akar gigi yang masih mengelilingi periodontium.

Karakteristik yang mencolok dari LAP adalah tidak adanya inflamasi klinis meskipun terdapat poket periodontal yang dalam dan adanya kehilangan tulang yang cepat. Pada beberapa kasus jumlah plak minimal yang terlihat tidak konsisten dengan jumlah kerusakan periodontal. Plak jarang membentuk kalkulus. Meskipun jumlah plak terbatas tetapi mengandung banyak A. Actinomycetemcomitans dan pada beberapa pasien terdapat Porphyromonas gingivalis.

LAP mempunyai progres yang cepat. Bukti yang telah dilaporkan bahwa laju hilangnya tulang sekitar 3-4 kali lebih cepat daripada periodontitis kronik. Karakteristik klinis lain dari LAP meliputi :

Adanya perpindahan distolabial pada incisivus rahang atas, bersamaan dengan pembentukan diastema.

Peningkatan pergerakan pada incisivus dan molar rahang atas dan rahang bawah.

Sensitifitas permukaan akar terhadap suhu dan sentuhan.

Rasa sakit selama matikasi, kemungkinan besar disebabkan oleh iritasi struktur pendukung oleh gigi yang bergerak dan impaksi makanan.

(4)

Tidak semua kasus LAP berprogresi pada tingkatan yang dapat diuraikan dengan tepat. Pada beberapa pasien dengan progresi kehilangan perlekatan dan kehilangan tulang dapat sembuh dengan sendirinya.

2.x.1.3 Gambaran Radiografik

Hilangnya tulang alveolar secara vertikal disekeliling gigi molar pertama dan incisivus, pada permulaan masa pubertas pada remaja sehat, merupakan tanda diagnosis klasik dari LAP. Gambaran radiografik meliputi hilangnya bentuk lengkung tulang alveolar yang meluas dari permukaan distal pada gigi premolar kedua sampai permukaan mesial gigi molar kedua. Kerusakan tulang biasanya lebih luas daripada periodontitis kronik.

2.x.1.4 Prevalensi dan Distribusi Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin

Prevalensi LAP pada populasi usia remaja pada keadaan geografis yang berbeda yaitu kurang dari 1 %. Sebagian besar melaporkan prevalensi yang rendah sekitar 0,2 %. Beberapa penelitian menemukan bahwa prevalensi tertinggi LAP pada laki-laki kulit hitam, diikuti perempuan kulit hitam, perempuan kulit putih dan laki-laki kulit putih. Terlihat frekuensi paling banyak pada periode pubertas dan pada usia 20 tahun.

2.x.2 Generalized Aggressive Periodontitis 2.x.2.1 Tanda-tanda klinis

Generalize Aggressive Periodontitis (GAP) biasanya menyerang individu dibawah umur 30 tahun, namun pasien yang lebih tua juga dapat terserang. Berbeda dengan LAP, individu yang terserang GAP menghasilkan respon antibody yang rendah terhadap organisme patogen. Secara klinis, GAP mempunyai karakteristik yaitu hilangnya perlekatan interproksimal secara menyeluruh, sedikitnya pada tiga gigi permanen selain molar pertama dan incisivus. Kerusakan yang timbul terjadi secara bertahap diikuti tahap quiescence (diam) dalam periode minggu ke

(5)

bulan atau tahun. Radiografi sering menunjukan kehilangan tulang yang mempunyai progresi sejak pemeriksaan radiografi.

Seperti pada LAP, pasien GAP sering mempunyai jumlah plak kecil. Jumlah plak nampak tidak konsisten dengan jumlah kerusakan periodontal. Namun terdapat banyaknya bakteri P. gingivalis, A. actinomycetemcomitans dan Tannerella forsythia.

Respon dua jaringan gingiva dapat ditemukan. Salah satu yang paling ganas adalah jaringan yang terinflamasi akut, sering terproliferasi, terulserasi dan berwarna merah terang. Pendarahan dapat terjadi secara spontan atau dengan stimulasi ringan. Supurasi dapat menjadi suatu karakteristik penting. Respon jaringan ini dianggap terjadi pada tahap destruktif dimana perlekatan tulang hilang dengan aktif. Pada beberapa kasus, jaringan gingiva dapat terlihat berwarna pink, bebas inflamasi, kadang-kadang dengan beberapa tingkatan stippling. Poket yang dalam dapat terlihat dengan pemeriksaan. Beberapa pasien GAP dapat memiliki manifestasi sistemik seperti penurunan berat badan, depresi mental dan malaise.

2.x.2.2 Gambaran Radiografik

Gambaran radiografik pada GAP yaitu hilangnya tulang dari sedikit gigi sampai menyerang sebagian besar gigi. Perbandingan radiografik yang diambil pada waktu berbeda, menunjukan keagresifan penyakit ini. Page et al menjelaskan suatu sisi pada pasien GAP yang menunjukan adanya kerusakan sekitar 25%-60% selama periode 9 minggu, menunjukan kehilangan tulang yang ekstrim tetapi di lain sisi pada pasien yang sama, menunjukan tidak adanya kehilangan tulang.

2.x.2.3 Prevalensi dan Distribusi Bedasarkan Umur dan Jenis Kelamin

Pada suatu di Sri Lanka, 8% dari populasi mempunyai penyakit periodontal rapid progression, dengan karakteristik hilangnya perlekatan sekitar 0,1-1 mm per tahun. Survey

(6)

nasional A.U.S terhadap remaja usia 14-17 tahun melaporkan bahwa 0,13% terserang GAP. Selain itu juga, orang kulit hitam mempunyai resiko terjangkit lebih tinggi dibandingkan orang kulit putih untuk semua bentuk periodontitis agresif, dan remaja laki-laki juga mempunyai resiko lebih tinggi dari pada remaja perempuan.

2.x.3 Faktor Resiko Terjadinya Periodontitis Agresif 2.x.3.1 Faktor Mirobiologi

Meskipun beberapa mikroorganisme spesifik seringkali terdeteksi pada pasien localized aggressive periodontitis (A.actinomycetemcomitans, Capnocytophaga spp., Eikenella corrodens, Prevotella intermedia dan Campylobacter rectus). A.actinomycetemcomitans disebutkan sebagai patogen primer. Seperti yang disimpulkan oleh Tonetti dan Mombelli:

A.actinomycetemcomitans ditemukan dengan jumlah tinggi pada karakteristik lesi dari LAP (kira-kira 90%).

Tempat dengan bukti adanya progresi lesi seringnya menunjukan peningkatan level A.actinomycetemcomitans.

Beberapa pasien dengan manifestasi klinis LAP mempunyai serum antibody yang meningkat secara signifikan terhadap A.actinomycetemcomitans. Adanya hubungan antara pengurangan beban di subgingival oleh

A.actinomycetemcomitans selama pengobatan dan kesuksesan respon klinis.

A.actinomycetemcomitans menghasilkan sejumlah faktor virulen yang dapat memberikan pengaruh terhadap proses penyakit.

Flora yang menyerang secara morfologi campuran namun sebagian besar oleh bakteri gram negatif, meliputi kokus, batang, filamen, dan spirochetes. Beberapa jaringan terserang

(7)

mikroorganisme yang telah diidentifikasi sebagai A.actinomycetemcomitans, Capnocytophaga sputigena, Mycoplasma sp., dan spirochetes.

2.x.3.2 Faktor Imunologi

Beberapa kerusakan imun mempunyai hubungan dengan patogenesis penyakit periodontitis. Human leukocyte antigens (HLAs), yang mengatur respon imun, telah dipertimbangkan sebagai tanda untuk periodontis agresif. Meskipun HLAs tidak konsisten, antigen HLA A9 DAN B15 konsisten berhubungan dengan periodontis agresif.

Beberapa investigasi, menunjukan bahwa pasien dengan periodontitis agresif menggambarkan kerusakan fungsional polymorphonuclear leukocytes (PMNs), monocyt, atau keduanya. Kerusakan ini dapat dilemahkan dengan aktifitas kemotaksis dari PMNs pada tempat yang terinfeksi atau dengan kemampuan fagositosit dan membunuh organisme. Penelitian saat ini juga diperlihatkan suatu hipersensitifitas monosit dari pasien LAP yang melibatkan produksi prostaglandin E2 (PGE2) mereka saat merespon lipopolisakarida (LPS). Hiperresponsif fenotip ini dapat mengawali peningkatan hilangnya jaringan ikat dan tulang yang disebabkan oleh produksi yang berlebihan faktor katabolik.

Sistem imun mempunyai peranan penting dalam periodontitis agresif sistemik, menurut Anusaksathien dan Dolby, orang yang menemukan antibodi pada host yaitu kolagen, deoxiribonucleic acid (DNA) dan IgG. Mekanisme imun yang mungkin meliputi peningkatan aktifitas major histocompaibility complex (MHC) molekul kelas II, HLA, DR4, suppresor fungsi sel T, aktifasi polyclonal sel B oleh mikroba plak dan predisposisi genetik.

(8)

Hasil penelitian menyatakan bahwa semua individu tidak memiliki kemungkinan yang sama terkena periodontitis agresif. Secara spesifik dideskripsikan bahwa faktor genetik memiliki implikasi dalam periodontitis agresif. Saat ini, gen spesifik yang merespon penyakit ini belum dapat diidentifikasikan.

Kerusakan imunologi yang berhubungan dengan periodontitis agresif dapat diturunkan secara genetik. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa respon antibodi terhadap patogen periodontal, termasuk A. actinomycetemcomitans di bawah kontrol genetik. Jumlah dari antibodi protektif (terutama IgG2) tergantung dari ras.

2x4.3.4 Faktor Lingkungan

Jumlah dan lamanya merokok merupakan variabel yang penting yang berpengaruh terhadap kerusakan pada dewasa muda. Pasien penyakit generalized aggressive periodontitis yang mempunyai kebiasaan merokok memiliki lebih banyak gigi yang terserang dan hilangnya perlekatan klinis yang lebih besar dibandingkan pasien GAP yang tidak merokok.

(9)

2.x Abses Periodontal

2.x.1 Defenisi

Abses periodontal adalah suatu inflamasi purulen yang terlokalisir pada jaringan periodontal. Lesi ini disebut juga dengan abses periodontal lateral atau abses parietal. Abses periodontal diketahui sebagai lesi yang dapat dengan cepat merusak jaringan periodontal terjadi selama periode waktu yang terbatas serta mudah diketahui gejala klinis dan tanda-tandanya seperti akumulasi lokal pus dan terletak di dalam pocket periodontal.

2.x.2 Klasifikasi

Abses periodontal dapat di klasifikasikan atas 3 kriteria, yaitu: 1. Berdasarkan lokasi abses

a. Abses gingiva

Abses gingiva merupakan infeksi lokal purulen yang terletak pada marginal gingiva atau papila interdental dan merupakan lesi inflamasi akut yang mungkin timbul dari berbagai faktor, termasuk infeksi plak mikroba, trauma, dan impaksi benda asing. Gambaran klinisnya merah, licin, kadang-kadang sangat sakit dan pembengkakan sering berfluktuasi.

b. Abses periodontal

Abses periodontal merupakan infeksi lokal purulen di dalam dinding gingiva pada pocket periodontal yang dapat menyebabkan destruksi ligamen periodontal dan tulang alveolar. Abses periodontal secara khusus ditemukan pada pasien dengan periodontitis yang tidak dirawat dan berhubungan dengan pocket periodontal yang sedang dan dalam, biasanya terletak diluar daerah mukogingiva. Gambaran klinisnya terlihat licin, pembengkakan gingiva mengkilat disertai rasa sakit, daerah pembengkakan gingivanya lunak karena adanya eksudat purulen dan meningkatnya kedalaman probing, gigi menjadi sensitif bila diperkusi dan mungkin menjadi mobilitas serta kehilangan perlekatan periodontal dengan cepat dapat terjadi.

Abses periodontal sering muncul sebagai eksaserbasi akut dari pocket periodontal yang ada sebelumnya terutama terkait pada ketidaksempurnaan dalam menghilangkan kalkulus dan tindakan medis seperti pada pasien setelah perawatan bedah periodontal, setelah pemeliharaan preventif, setelah terapi antibiotik sistemik dan akibat dari penyakit rekuren. Abses periodontal yang tidak berhubungan dengan inflamasi

(10)

penyakit periodontal termasuk perforasi gigi, fraktur dan impaksi benda asing. Kurangnya kontrol terhadap diabetes mellitus merupakan faktor predisposisi dari pembentukan abses periodontal. Pembentukan abses periodontal merupakan penyebab utama kehilangan gigi. Namun, dengan perawatan yang tepat dan perawatan preventif yang konsisten, gigi dengan kehilangan tulang yang signifikan dapat dipertahankan selama bertahun-tahun.

c. Abses perikoronal

Abses perikoronal merupakan akibat dari inflamasi jaringan lunak operkulum, yang menutupi sebagian erupsi gigi. Keadaan ini paling sering terjadi pada gigi molar tiga rahang atas dan rahang bawah. Sama halnya dengan abses gingiva, abses perikoronal dapat disebabkan oleh retensi dari plak mikroba dan impaksi makanan atau trauma. Gambaran klinis berupa gingiva berwarna merah terlokalisir, bengkak, lesi yang sakit jika disentuh dan memungkinkan terbentuknya eksudat purulen, trismus, limfadenopati, demam dan malaise.11

2. Berdasarkan jalannya lesi a. Abses periodontal akut

Abses periodontal akut biasanya menunjukkan gejala seperti sakit, edematous, lunak, pembengkakan, dengan penekanan yang lembut di jumpai adanya pus, peka terhadap perkusi gigi dan terasa nyeri pada pocket periodontal, sensitifitas terhadap palpasi dan kadang disertai demam dan limfadenopati.

b. Abses periodontal kronis

Abses periodontal kronis biasanya berhubungan dengan saluran sinus dan asimtomatik, walaupun pada pasien didapatkan gejala-gejala ringan. Abses ini terbentuk setelah penyebaran infeksi yang disebabkan oleh drainase spontan, respon host atau terapi. Setelah homeostatis antara host dan infeksi tercapai, pada pasien hanya sedikit atau tidak terlihat gejalanya. Namun rasa nyeri yang tumpul akan timbul dengan adanya pocket periodontal, inflamasi dan saluran fistula.

3. Berdasarkan jumlah abses a. Abses periodontal tunggal

Abses periodontal tunggal biasanya berkaitan dengan faktor-faktor lokal mengakibatkan tertutupnya drainase pocket periodontal yang ada.

b. Abses periodontal multipel

Abses ini bisa terjadi pada pasien diabetes mellitus yang tidak terkontrol, pasien dengan penyakit sistemik dan pasien dengan periodontitis tidak terawat setelah terapi

(11)

antibiotik sistemik untuk masalah non oral. Abses ini juga ditemukan pada pasien multipel eksternal resopsi akar, dimana faktor lokal ditemukan pada beberapa gigi.

2.x.3 Etiologi

Etiologi abses periodontal dibagi atas 2, yaitu:

a. Abses periodontal berhubungan dengan periodontitis. Hal- hal yang menyebabkan abses periodontal yang berhubungan dengan periodontitis adalah:

1. Adanya saku periodontal yang dalam dan berliku.

2. Penutupan marginal saku periodontal yang dapat mengakibatkan perluasan infeksi ke jaringan periodontal sekitarnya karena tekanan pus di dalam saku tertutup. 3. Perubahan dalam komposisi mikroflora, virulensi bakteri, atau dalam pertahanan

host bisa juga membuat lumen saku tidak efisien dalam meningkatkan pengeluaran supurasi.

4. Pengobatan dengan antibiotik sistemik tanpa debridemen subgingiva pada pasien dengan periodontitis lanjut juga dapat menyebabkan pembentukan abses.

b. Abses periodontal tidak berhubungan dengan periodontitis

Hal-hal yang menyebabkan abses periodontal yang tidak berhubungan dengan periodontitis adalah:

1. Impaksi dari benda asing seperti potongan dental floss, biji popcorn, potongan tusuk gigi, tulang ikan, atau objek yang tidak diketahui.

2. Perforasi dari dinding gigi oleh instrumen endodontik. 3. Infeksi lateral kista.

Faktor-faktor lokal yang mempengaruhi morfologi akar dapat menjadi predisposisi pembentukan abses periodontal. Adanya cervical cemental tears dapat memicu pekembangan yang cepat dari periodontitis dan perkembangan abses.

2.x.4 Patogenesis dan Histopatologi

Masuknya bakteri kedalam dinding pocket jaringan lunak merupakan awal terjadinya abses periodontal. Sel-sel inflamatori kemudian ditarik oleh faktor kemotaksis yang dilepaskan oleh bakteri dan bersama dengan reaksi inflamatori akan menyebabkan destruksi jaringan ikat, enkapsulasi dari infeksi bakteri dan memproduksi pus. Secara histologis, akan ditemukan neutrofil-neutrofil yang utuh mengelilingi bagian tengah debris jaringan lunak dan destruksi leukosit. Pada tahap berikutnya, membran piogenik yang terdiri dari makrofag dan neutrofil telah terbentuk. Laju destruksi abses tergantung pada pertumbuhan bakteri di

(12)

dalamnya, virulensinya dan pH lokal. Adanya pH asam akan memberi keuntungan terhadap enzim lisosom.

2.x.5 Mikrobiologi

Banyak artikel menuliskan bahwa infeksi purulen oral adalah polimikroba, dan disebabkan oleh bakteri endogen. Topoll dkk, Newman dan sims melaporkan bahwa sekitar 60 % di jumpai bakteri anaerob. Bakteri ini tidak terlihat spesifik, tetapi diketahui patogen terhadap periodontal seperti Porphyromonas gingivalis, Provotella intermedia dan Fusobakterium nucleatum merupakan spesis bakteri paling banyak. Pada penelitian David Herrera dkk juga melaporkan, selain ketiga bakteri diatas dijumpai juga Porphyromonas melaninogenica, Bacteriodes forsythus, Peptostreptococus micros dan Campylobacter rectus.

Menurut hasil penelitian Jaramillo A dkk terhadap sejumlah subjek dilaporkan bahwa pada subingival abses periodontal dijumpai Fusobacterium spp. (75%), P. intermedia/nigrescens (60%), P. gingivalis (51%) dan A. Actinomycetemcomitans (30%). Pada umunya, mikrobiota pada subgingiva abses periodontal ini terutama terdiri dari mikroorganisme yang berkaiatan dengan penyakit periodontal. Bakteri penginfeksi batang gram negatif adalah keenam kelompok organisme paling banyak (13 kasus, 21.7%) yaitu Enterobacter aerogenes (3,3%), Pseudomonas spp. (3,3%), Klebsiella pneumoniae (1,7%), Acinetobacter lwofii (1,7%), A. baumanii (1,7%), E.agglomerans (1,7%), dan dikenal non fermenter batang gram negatif (8,3%).

2.x.6 Komplikasi Abses Periodontal

Komplikasi yang dapat timbul karena abses periodontal meliputi kehilangan gigi dan penyebaran infeksi.

1. Kehilangan Gigi

Abses periodontal yang dikaitkan dengan kehilangan gigi biasanya dijumpai pada kasus-kasus periodontitis sedang sampai parah dan selama fase pemeliharaan. Abses periodontal merupakan penyebab utama dilakukan ekstraksi gigi pada fase pemeliharaan dimana terjadi pembentukan abses yang berulang dan gigi mempunyai prognosis buruk.

(13)

Ada dua kemungkinan yang terjadi yaitu: penyebaran bakteri dalam jaringan selama perawatan atau penyebaran bakteri melalui aliran darah karenabakteremia dari abses yang tidak dirawat.

Pada abses dentoalveolar yang berasal dari endodontik lebih sering menyebabkan komplikasi penyebaran infeksi daripada abses periodontal. Cellulitis, infeksi subkutaneus, phlegmone dan mediastinitis dapat berasal dari infeksi odontogenik tetapi jarang berasal dari abses periodontal. Namun, abses periodontal dapat berperan sebagai pusat infeksi non oral. Abses periodontal bisa menjadi pusat dari penyebaran bakteri dan produk bakteri dari rongga mulut ke bagian tubuh lainnya dan menyebabkan keadaan infeksi yang berbeda. Pada perawatan mekanikal abses periodontal bisa menyebabkan bakteremia seperti pasien dengan endoprotesa atau imunokompromise dapat menyebabkan infeksi non oral.

Paru-paru bisa bertindak sebagai barier makanikal dimana bakteri periodontal dapat terjebak dan dapat menyebabkan penyakit. Penyebaran bakteri periodontal dapat juga berakibat menjadi abses otak. Sejumlah laporan kasus dari periodontal patogen bahwa pada abses otak tersebut didapatkan adanya bakteri P.micros, F. nucleatum, pigmen hitam pada bakteri batang anaerob dan Actinomyces spp, diantaranya merupakan spesis bakteri periodontal anaerob yang diisolasi dari abses intra cranial. Infeksi lain yang berhubungan dengan abses periodontal adalah cervical nekrotizing fascitis dan cellulites pada pasien kanker payudara.

2.x.7 Terapi

Terapi abses periodontal dilakukan pada 2 fase yaitu penanganan fase akut dan manajemen fase kronik. Pilihan terapi pada abses periodontal meliputi:

1. Drainase melalui pocket atau dengan incisi 2. Scaling dan root planning

3. Pembedahan periodontal 4. Antibiotik sistemik 5. Pengambilan gigi

Sedangkan indikasi pemberian antibiotik pada pasien dengan abses periodontal akut adalah:

(14)

2. Abses yang dalam, pocket yang sulit untuk dicapai 3. Demam

4. Lymphadenophaty regional 5. Pasien immunocompromise

Penanganan pada fase akut dilakukan untuk mengurangi gejala, mencegah penyebaran infeksi dan pelaksanaan drainase. Sebelum melakukan penanganan fase akut lakukan pemeriksaan riwayat medis, riwayat penyakit gigi, serta periksa kondisi sistemik.

Drainase dilakukan melalui dua cara, yaitu: 1. Drainase melalui pocket periodontal 2. Drainase melalui eksternal incisi Terapi Abses gingiva

Terapi dilakukan setelah fase akut terlewati dengan menghilangkan penyebab jika dimungkinkan. Untuk kenyamanan selama terapi diberikan topikal atau lokal anestesi dengan infiltrasi. Jika memungkinkan dapat dilakukan scaling dan root planning untuk drainase dan menghilangkan deposit mikroba.

Incisi dilakukan pada area yang berfluktuasi kemudian dilakukan pengeluaran eksudat. Materi asing dibuang. Kemudian daerah tersebut diirigasi dengan air hangat dan ditutup kasa lembab dibawah tekanan cahaya. Setelah perdarahan berhenti pasien diminta untuk berkumur menggunakan air garam yang hangat setiap 2 jam. Evaluasi kembali setelah 24 jam. Jika resolusinya baik maka dilakukan penyelesaian scaling dan root planing. Jika lesi residual besar atau dalam kondisi buruk maka dilakukan akses bedah.

Referensi

Dokumen terkait

perawatan ibu pada ibu post SC Di RS Bhayangkara Polda DIY tahun 2011 dalam pemenuhan pelayanan KB, sebagian besar tidak membutuhkan sebesar 70,0% dari seluruh responden. Kebutuhan

(1) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya Kepala Dinas, Sekretaris, Kepala Bidang, Kepala Sub Bagian, Kepala Seksi dan Kelompok Jabatan Fungsional wajib menerapkan

Telah disebutkan oleh beberapa peneliti, bahwasanya virus bovine herpes virus type 1 (BHV-1) sebagai kausa penyakit IBR selalu ditemukan di dalam semen dari hewan yang

Mengingat kebutuhan dana GOTA yang meningkat, mulai Minggu 6 Agustus 2017 Majelis Jemaat GKI KP memberi kesempatan kepada anggota jemaat/ simpatisan GKI KP untuk

Hakikat darurat: adalah kondisi terpaksa untuk melakukan perbuatan yang dilarang atau meninggalkan tuntutan/kewajiban, jika tidak melakukan yang dilarang ia akan celaka/binasa,

Bila guru memang sudah memastikan—sesuai tujuan pembelajarannya—bahwa siswa diharapkan dapat mengembangkan kemampuan berbicaranya, maka disinilah guru harus konsisten

a) Memiliki pages dan groups untuk bergabung pada komunitas dan dapat berinteraksi satu sama lain. Pages adalah halaman dari komunitas yang dibuat dengan tujuan