• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Edible Film Kitosan dengan Penambahan Asam Lemak dan Esensial Oil: Upaya Perbaikan Sifat Barrier dan Aktivitas Antimikroba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan Edible Film Kitosan dengan Penambahan Asam Lemak dan Esensial Oil: Upaya Perbaikan Sifat Barrier dan Aktivitas Antimikroba"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGEMBANGAN EDIBLE FILM KITOSAN DENGAN PENAMBAHAN ASAM LEMAK DAN ESENSIAL OIL: UPAYA PERBAIKAN SIFAT BARRIER DAN AKTIVITAS ANTIMIKROBA

Oleh :

BETI CAHYANING ASTUTI F24103025

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PENGEMBANGAN EDIBLE FILM KITOSAN DENGAN PENAMBAHAN ASAM LEMAK DAN ESENSIAL OIL: UPAYA PERBAIKAN SIFAT BARRIER DAN AKTIVITAS ANTIMIKROBA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

BETI CAHYANING ASTUTI F24103025

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

Beti Cahyaning Astuti. F24103025. Pengembangan Edible Film Kitosan dengan Penambahan Asam Lemak dan Esensial Oil: Upaya Perbaikan Sifat Barrier dan Aktivitas Antimikroba. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS dan Dr. Ir. Nugraha Edhi Suyatma, DEA.

RINGKASAN

Edible film dapat mencegah penurunan mutu produk dengan cara bertindak sebagai barrier untuk mengendalikan transfer uap air, pengambilan oksigen, kehilangan komponen volatil dan terlarut atau transfer lipid. Film dengan bahan kitosan mempunyai sifat mekanik yang kuat dan sulit dirobek. Selain itu, film dari kitosan mempunyai nilai permeabilitas gas yang cukup rendah dan bisa diaplikasikan untuk meningkatkan umur simpan produk segar.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik edible film kitosan yang diinkorporasi dengan asam lemak dan ekstrak kunyit untuk memperbaiki sifat barrier terhadap uap air, serta mengetahui pengaruhnya terhadap aktivitas antimikroba. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat diaplikasikan sebagai bahan pengemas dan pengawet pada produk pangan.

Penelitian ini dibagi dalam dua tahap yaitu tahap pendahuluan dan tahap utama. Tahap pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan ekstrak kunyit sebagai bahan antimikroba alami yang akan ditambahkan dan melakukan uji coba pembuatan edible film. Penelitian utama penelitian ini adalah pembuatan edible film dari kitosan dengan menggunakan dua pelarut yaitu asam asetat 1% dan asam laktat 2% teknis, penambahan asam lemak palmitat dan laurat, dan penambahan esensial oil ekstrak kunyit.

Analisis karakteristik edible film kitosan dilakukan dengan pengukuran aw, kadar air, pH, warna, ketebalan, pengukuran kuat tarik dan persen pemanjangan, pengukuran laju transmisi oksigen metode manometer, pengukuran laju transmisi uap air metode gravimetri, dan pengamatan mikrostruktur dengan Scanning Electron Microscopy (SEM). Pada penelitian ini dilakukan pula pengujian aktivitas antimikroba edible film kitosan dengan metode cakram.

Penambahan asam lemak dan esensial oil pada edible film kitosan berfungsi untuk memperbaiki sifat fisik, mekanik, dan perbaikan aktivitas antimikroba dari kitosan. Asam lemak yang ditambahkan yaitu asam lemak palmitat dan asam lemak laurat dengan konsentrasi 0%, 5 %, dan 10% (w/w kitosan). Penambahan asam lemak bertujuan memperbaiki sifat barrier terhadap uap air. Esensial oil yang ditambahkan adalah ekstrak kunyit dengan konsentrasi 0% dan 100 µl/g kitosan.

Hasil analisis pH berkisar 2.60 - 4.03, kadar air 26.37 - 32.48 %, aw

berkisar 0.611 – 0.672, ketebalan berkisar antara 0.1 - 0.3 mm, kuat tarik berkisar 1.8 - 30 MPa, persen elongasi berkisar 32.22 - 693.33 %, nilai WVP berkisar

0.7692 – 1.7317 g.mm/m2.hari.mmHg, nilai O2TR berkisar 0.4 - 4.8 cc/m2/hari, dan

warna edible film kitosan cenderung ke warna merah dan kuning gelap. Perbedaan pelarut mempengaruhi aw, pH, kadar air, tebal, kuat tarik, persen elongasi, WVP,

dan aktivitas antimikroba. Edible film kitosan dengan pelarut asam laktat 2% mempunyai aw, kadar air, pH, dan tebal lebih besar dibandingkan dengan edible

(4)

asam asetat 1% mempunyai kuat tarik lebih besar dibandingkan dengan edible film kitosan dengan pelarut laktat 2%. Tetapi persen elongasi berbanding terbalik dengan kuat tarik. Penambahan asam lemak mempengaruhi pH, tebal, kuat tarik, persen elongasi, WVP, dan O2TR. Derajat keasaman edible film kitosan menurun

dengan adanya penambahan asam lemak palmitat dan asam lemak laurat. Penambahan asam lemak meningkatkan tebal dari edible film kitosan. Penambahan asam lemak menurunkan kuat tarik dan pensen elongasi. Penambahan asam lemak menurunkan nilai permeabilitas edible film kitosan. Tetapi penambahan asam lemak terhadap nilai O2TR berbanding terbalik dengan

nilai WVP.

(5)

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PENGEMBANGAN EDIBLE FILM KITOSAN DENGAN PENAMBAHAN ASAM LEMAK DAN ESENSIAL OIL: UPAYA PERBAIKAN SIFAT BARRIER DAN AKTIVITAS ANTIMIKROBA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh:

BETI CAHYANING ASTUTI F24103025

Dilahirkan pada tanggal 29 Agustus 1984 di Sragen Tanggal lulus : 21 Januari 2008

Menyetujui, Bogor, Januari 2008

Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS Dr. Ir. Nugraha Edhi Suyatma, DEA Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sragen pada tanggal 29 Agustus 1984. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, anak dari pasangan Bapak Supardi dan Ibu Sri Rejeki.

Dalam perjalanan hidupnya penulis mengawali pendidikan formalnya di TK Pertiwi II Sidodadi pada tahun 1989-1990, SD Negeri Sidodadi II pada tahun 1991-1997, SLTP Negeri 1 Kebakkramat pada tahun 1997-2000, SMU Negeri 5 Surakarta pada tahun 2000-2003, dan selanjutnya diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2003 melalui jalur USMI.

Selama masa kuliah, penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi kemahasiswaan. Penulis tergabung dalam keanggotaan HIMITEPA (Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan). Penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan kegiatan di dalam kampus, diantaranya Seminar Pangan Halal Nasional (2004), Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan Nasional XIII (2005), dan BAUR Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta, IPB (2006) dan berbagai kegiatan intra kampus lainnya.

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahirobbil ’alamin, puji dan syukur atas rahmat dan karunia dari Allah SWT sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi yang berjudul “Pengembangan Edible Film Kitosan dengan Penambahan Asam Lemak dan Esensial Oil: Upaya Perbaikan Sifat Barrier dan Aktivitas Antimikroba”.

Selama melakukan penelitian dan penyusunan skripsi, penulis banyak mendapat bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, nasehat, dan motivasi selama masa studi dan penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Nugraha Edhi Suyatma, DEA selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, nasehat dan motivasi dengan penuh kesabaran selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

3. Siti Nurjanah, S.TP. M.Si atas kesediaannya sebagai dosen penguji dan telah memberikan saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini.

4. Ibu dan Bapak yang selalu memberikan doa, kasih sayang, motivasi hidup, dan canda tawa buat penulis.

5. Dedek Nevy yang selalu membuat hari-hari semakin indah dengan canda tawa dan pertengkaran.

6. Seluruh dosen dan staf pengajar ITP yang telah memberikan ilmu dan bimbingan selama penulis kuliah.

7. Bu Rubiyah, Pak Gatot, Pak Rojak, Bu Antin, Mbak Sri, Teh Ida, Mas Edi, Pak Wahid, Pak Sobirin, Pak Koko, Pak Yahya, Mbak Darsi, Pak Mul, dan seluruh laboran ITP yang banyak memberikan bantuan dan pengalaman selama penelitian.

(8)

9. Salam hangat buat Om, Tante, dan Saudara-saudara di Jakarta dan Bogor. Terima kasih atas motivasi, tumpangan menginap, dan canda tawa selama penulis kuliah.

10. Marto, Kak Hana, dan Mbak Erni atas kebersamaan dalam satu Tim Kitosan. 11. Tya dan Natalia, kalian adalah teman-teman yang memberi motivasi dan

semangat buat penulis.

12. Tias, Marlin, Anin, dan Evi atas kebersamaan di IPB yang lebih mendekatkan kita semua.

13. Lilin, Mitoel, Yoga, Nchus, Ujo, Denny, Adie, Ados, Arie, Tathan, Danang RT, Eja, Arga, Sarwo, dan Gading dengan semua canda tawa, keceriaan, dan bantuan buat penulis.

14. Ratih, Maya, Tina, Hesty, Fitria, Primi, Enol, dan sahabat-sahabat SD, SMP, dan SMU yang selalu ada dalam ingatan penulis.

15. Mbak Miksusanti, Mbak Dorkas, Mbak Fenny, Mbak Chyntia, Mbak Lenny, Mbak Dian, dan Bang Ahyar atas bantuan dan canda tawa.

16. Penghuni Wisma Windhy : Angga, Dhia, Lina, Gading, Femi, Nooy, Sari, Jeng Krut, Ekus, Lasty, Maya, Vina, Lita, Primus, Ivon, Dewi, Ikong, Otong, Eneng, Annissa, Dang-dut, Maymoet, Rubi, dan Mbak Nur yang telah memberikan warna yang indah di hidup penulis. Dan tidak lupa buat Doni dengan segala bantuan dan canda tawa.

17. Teman-teman angkatan 40 : Mbak Asih, Oneth, Dhea, Gilang, Dani, Her her, Hayuning, Wayan, Fitri, Rika, Kanin, Ade, Abdy, Martin, Nunu, Step, Oboth, Tuti, Andal, Dion, serta teman-teman angkatan 38, 39, 41, 42, dan 43 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

18. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Saran dan masukan yang membangun sangat diharapkan untuk kesempurnaan penelitian ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam bidang industri pangan.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 3

C. MANFAAT PENELITIAN ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. KITOSAN ... 4

B. KITOSAN SEBAGAI BAHAN EDIBLE FILM ... 10

C. PLASTICIZER ... 14

D. ASAM LEMAK ... 14

E. KUNYIT ... 15

F. AKTIVITAS ANTIMIKROBA ... 17

G. KARAKTERISTIK MIKROBA PATOGEN ... 19

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 21

A. BAHAN DAN ALAT ... 21

B. METODE PENELITIAN ... 21

1. Penelitian Pendahuluan Ekstraksi Kunyit ... 21

a. Persiapan Ekstraksi... 21

b. Ekstraksi ... 21

2. Penelitian Utama ... 22

a. Pembuatan Edible Film dari Kitosan... 22

b. Penentuan Karakteristik Edible Film Kitosan ... 25

1. Pengukuran Nilai pH ... 25

2. Pengukuran Aktivitas Air (aw) ... 25

(10)

Halaman

4. Pengukuran Warna dengan Chromameter ... 25

5. Pengukuran Ketebalan ... 26

6. Pengukuran Kuat Tarik dan Persen Pemanjangan .... 26

7. Laju Transmisi Oksigen Metode Manometer ... 26

8. Laju Transmisi Uap Air Metode Gravimetri ... 28

9. Pengamatan Mikrostuktur dengan SEM ... 28

c. Pengujian Aktivitas Antimikroba Edible Film ... 28

1. Persiapan Kultur Uji ... 29

2. Pengujian Aktivitas Antimikroba Metode Cakram ... 29

d. Rancangan Percobaan ... 30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

A. PENELITIAN PENDAHULUAN ... 32

B. KARAKTERISASI EDIBLE FILM ... 33

1. Hasil Analisis pH ... 34

2. Hasil Analisis Nilai Kadar Air dan Aktivitas Air (aw) ... 35

3. Hasil Analisis Warna... 39

4. Hasil Analisis Ketebalan ... 41

5. Hasil Analisis Kuat Tarik ... 43

6. Hasil Analisis Persen Pemanjangan ... 45

7. Hasil Analisis Transmisi Uap Air ... 47

8. Hasil Analisis Transmisi Oksigen ... 50

9. Hasil Analisis SEM ... 51

C. AKTIVITAS ANTIMIKROBA EDIBLE FILM KITOSAN ... 53

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

A. KESIMPULAN ... 61

B. SARAN ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62

(11)

SKRIPSI

PENGEMBANGAN EDIBLE FILM KITOSAN DENGAN PENAMBAHAN ASAM LEMAK DAN ESENSIAL OIL: UPAYA PERBAIKAN SIFAT BARRIER DAN AKTIVITAS ANTIMIKROBA

Oleh :

BETI CAHYANING ASTUTI F24103025

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

PENGEMBANGAN EDIBLE FILM KITOSAN DENGAN PENAMBAHAN ASAM LEMAK DAN ESENSIAL OIL: UPAYA PERBAIKAN SIFAT BARRIER DAN AKTIVITAS ANTIMIKROBA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

BETI CAHYANING ASTUTI F24103025

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

Beti Cahyaning Astuti. F24103025. Pengembangan Edible Film Kitosan dengan Penambahan Asam Lemak dan Esensial Oil: Upaya Perbaikan Sifat Barrier dan Aktivitas Antimikroba. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS dan Dr. Ir. Nugraha Edhi Suyatma, DEA.

RINGKASAN

Edible film dapat mencegah penurunan mutu produk dengan cara bertindak sebagai barrier untuk mengendalikan transfer uap air, pengambilan oksigen, kehilangan komponen volatil dan terlarut atau transfer lipid. Film dengan bahan kitosan mempunyai sifat mekanik yang kuat dan sulit dirobek. Selain itu, film dari kitosan mempunyai nilai permeabilitas gas yang cukup rendah dan bisa diaplikasikan untuk meningkatkan umur simpan produk segar.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik edible film kitosan yang diinkorporasi dengan asam lemak dan ekstrak kunyit untuk memperbaiki sifat barrier terhadap uap air, serta mengetahui pengaruhnya terhadap aktivitas antimikroba. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat diaplikasikan sebagai bahan pengemas dan pengawet pada produk pangan.

Penelitian ini dibagi dalam dua tahap yaitu tahap pendahuluan dan tahap utama. Tahap pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan ekstrak kunyit sebagai bahan antimikroba alami yang akan ditambahkan dan melakukan uji coba pembuatan edible film. Penelitian utama penelitian ini adalah pembuatan edible film dari kitosan dengan menggunakan dua pelarut yaitu asam asetat 1% dan asam laktat 2% teknis, penambahan asam lemak palmitat dan laurat, dan penambahan esensial oil ekstrak kunyit.

Analisis karakteristik edible film kitosan dilakukan dengan pengukuran aw, kadar air, pH, warna, ketebalan, pengukuran kuat tarik dan persen pemanjangan, pengukuran laju transmisi oksigen metode manometer, pengukuran laju transmisi uap air metode gravimetri, dan pengamatan mikrostruktur dengan Scanning Electron Microscopy (SEM). Pada penelitian ini dilakukan pula pengujian aktivitas antimikroba edible film kitosan dengan metode cakram.

Penambahan asam lemak dan esensial oil pada edible film kitosan berfungsi untuk memperbaiki sifat fisik, mekanik, dan perbaikan aktivitas antimikroba dari kitosan. Asam lemak yang ditambahkan yaitu asam lemak palmitat dan asam lemak laurat dengan konsentrasi 0%, 5 %, dan 10% (w/w kitosan). Penambahan asam lemak bertujuan memperbaiki sifat barrier terhadap uap air. Esensial oil yang ditambahkan adalah ekstrak kunyit dengan konsentrasi 0% dan 100 µl/g kitosan.

Hasil analisis pH berkisar 2.60 - 4.03, kadar air 26.37 - 32.48 %, aw

berkisar 0.611 – 0.672, ketebalan berkisar antara 0.1 - 0.3 mm, kuat tarik berkisar 1.8 - 30 MPa, persen elongasi berkisar 32.22 - 693.33 %, nilai WVP berkisar

0.7692 – 1.7317 g.mm/m2.hari.mmHg, nilai O2TR berkisar 0.4 - 4.8 cc/m2/hari, dan

warna edible film kitosan cenderung ke warna merah dan kuning gelap. Perbedaan pelarut mempengaruhi aw, pH, kadar air, tebal, kuat tarik, persen elongasi, WVP,

dan aktivitas antimikroba. Edible film kitosan dengan pelarut asam laktat 2% mempunyai aw, kadar air, pH, dan tebal lebih besar dibandingkan dengan edible

(14)

asam asetat 1% mempunyai kuat tarik lebih besar dibandingkan dengan edible film kitosan dengan pelarut laktat 2%. Tetapi persen elongasi berbanding terbalik dengan kuat tarik. Penambahan asam lemak mempengaruhi pH, tebal, kuat tarik, persen elongasi, WVP, dan O2TR. Derajat keasaman edible film kitosan menurun

dengan adanya penambahan asam lemak palmitat dan asam lemak laurat. Penambahan asam lemak meningkatkan tebal dari edible film kitosan. Penambahan asam lemak menurunkan kuat tarik dan pensen elongasi. Penambahan asam lemak menurunkan nilai permeabilitas edible film kitosan. Tetapi penambahan asam lemak terhadap nilai O2TR berbanding terbalik dengan

nilai WVP.

(15)

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PENGEMBANGAN EDIBLE FILM KITOSAN DENGAN PENAMBAHAN ASAM LEMAK DAN ESENSIAL OIL: UPAYA PERBAIKAN SIFAT BARRIER DAN AKTIVITAS ANTIMIKROBA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh:

BETI CAHYANING ASTUTI F24103025

Dilahirkan pada tanggal 29 Agustus 1984 di Sragen Tanggal lulus : 21 Januari 2008

Menyetujui, Bogor, Januari 2008

Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS Dr. Ir. Nugraha Edhi Suyatma, DEA Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sragen pada tanggal 29 Agustus 1984. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, anak dari pasangan Bapak Supardi dan Ibu Sri Rejeki.

Dalam perjalanan hidupnya penulis mengawali pendidikan formalnya di TK Pertiwi II Sidodadi pada tahun 1989-1990, SD Negeri Sidodadi II pada tahun 1991-1997, SLTP Negeri 1 Kebakkramat pada tahun 1997-2000, SMU Negeri 5 Surakarta pada tahun 2000-2003, dan selanjutnya diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2003 melalui jalur USMI.

Selama masa kuliah, penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi kemahasiswaan. Penulis tergabung dalam keanggotaan HIMITEPA (Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan). Penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan kegiatan di dalam kampus, diantaranya Seminar Pangan Halal Nasional (2004), Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan Nasional XIII (2005), dan BAUR Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta, IPB (2006) dan berbagai kegiatan intra kampus lainnya.

(17)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahirobbil ’alamin, puji dan syukur atas rahmat dan karunia dari Allah SWT sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi yang berjudul “Pengembangan Edible Film Kitosan dengan Penambahan Asam Lemak dan Esensial Oil: Upaya Perbaikan Sifat Barrier dan Aktivitas Antimikroba”.

Selama melakukan penelitian dan penyusunan skripsi, penulis banyak mendapat bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, nasehat, dan motivasi selama masa studi dan penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Nugraha Edhi Suyatma, DEA selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, nasehat dan motivasi dengan penuh kesabaran selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

3. Siti Nurjanah, S.TP. M.Si atas kesediaannya sebagai dosen penguji dan telah memberikan saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini.

4. Ibu dan Bapak yang selalu memberikan doa, kasih sayang, motivasi hidup, dan canda tawa buat penulis.

5. Dedek Nevy yang selalu membuat hari-hari semakin indah dengan canda tawa dan pertengkaran.

6. Seluruh dosen dan staf pengajar ITP yang telah memberikan ilmu dan bimbingan selama penulis kuliah.

7. Bu Rubiyah, Pak Gatot, Pak Rojak, Bu Antin, Mbak Sri, Teh Ida, Mas Edi, Pak Wahid, Pak Sobirin, Pak Koko, Pak Yahya, Mbak Darsi, Pak Mul, dan seluruh laboran ITP yang banyak memberikan bantuan dan pengalaman selama penelitian.

(18)

9. Salam hangat buat Om, Tante, dan Saudara-saudara di Jakarta dan Bogor. Terima kasih atas motivasi, tumpangan menginap, dan canda tawa selama penulis kuliah.

10. Marto, Kak Hana, dan Mbak Erni atas kebersamaan dalam satu Tim Kitosan. 11. Tya dan Natalia, kalian adalah teman-teman yang memberi motivasi dan

semangat buat penulis.

12. Tias, Marlin, Anin, dan Evi atas kebersamaan di IPB yang lebih mendekatkan kita semua.

13. Lilin, Mitoel, Yoga, Nchus, Ujo, Denny, Adie, Ados, Arie, Tathan, Danang RT, Eja, Arga, Sarwo, dan Gading dengan semua canda tawa, keceriaan, dan bantuan buat penulis.

14. Ratih, Maya, Tina, Hesty, Fitria, Primi, Enol, dan sahabat-sahabat SD, SMP, dan SMU yang selalu ada dalam ingatan penulis.

15. Mbak Miksusanti, Mbak Dorkas, Mbak Fenny, Mbak Chyntia, Mbak Lenny, Mbak Dian, dan Bang Ahyar atas bantuan dan canda tawa.

16. Penghuni Wisma Windhy : Angga, Dhia, Lina, Gading, Femi, Nooy, Sari, Jeng Krut, Ekus, Lasty, Maya, Vina, Lita, Primus, Ivon, Dewi, Ikong, Otong, Eneng, Annissa, Dang-dut, Maymoet, Rubi, dan Mbak Nur yang telah memberikan warna yang indah di hidup penulis. Dan tidak lupa buat Doni dengan segala bantuan dan canda tawa.

17. Teman-teman angkatan 40 : Mbak Asih, Oneth, Dhea, Gilang, Dani, Her her, Hayuning, Wayan, Fitri, Rika, Kanin, Ade, Abdy, Martin, Nunu, Step, Oboth, Tuti, Andal, Dion, serta teman-teman angkatan 38, 39, 41, 42, dan 43 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

18. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Saran dan masukan yang membangun sangat diharapkan untuk kesempurnaan penelitian ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam bidang industri pangan.

(19)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 3

C. MANFAAT PENELITIAN ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. KITOSAN ... 4

B. KITOSAN SEBAGAI BAHAN EDIBLE FILM ... 10

C. PLASTICIZER ... 14

D. ASAM LEMAK ... 14

E. KUNYIT ... 15

F. AKTIVITAS ANTIMIKROBA ... 17

G. KARAKTERISTIK MIKROBA PATOGEN ... 19

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 21

A. BAHAN DAN ALAT ... 21

B. METODE PENELITIAN ... 21

1. Penelitian Pendahuluan Ekstraksi Kunyit ... 21

a. Persiapan Ekstraksi... 21

b. Ekstraksi ... 21

2. Penelitian Utama ... 22

a. Pembuatan Edible Film dari Kitosan... 22

b. Penentuan Karakteristik Edible Film Kitosan ... 25

1. Pengukuran Nilai pH ... 25

2. Pengukuran Aktivitas Air (aw) ... 25

(20)

Halaman

4. Pengukuran Warna dengan Chromameter ... 25

5. Pengukuran Ketebalan ... 26

6. Pengukuran Kuat Tarik dan Persen Pemanjangan .... 26

7. Laju Transmisi Oksigen Metode Manometer ... 26

8. Laju Transmisi Uap Air Metode Gravimetri ... 28

9. Pengamatan Mikrostuktur dengan SEM ... 28

c. Pengujian Aktivitas Antimikroba Edible Film ... 28

1. Persiapan Kultur Uji ... 29

2. Pengujian Aktivitas Antimikroba Metode Cakram ... 29

d. Rancangan Percobaan ... 30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

A. PENELITIAN PENDAHULUAN ... 32

B. KARAKTERISASI EDIBLE FILM ... 33

1. Hasil Analisis pH ... 34

2. Hasil Analisis Nilai Kadar Air dan Aktivitas Air (aw) ... 35

3. Hasil Analisis Warna... 39

4. Hasil Analisis Ketebalan ... 41

5. Hasil Analisis Kuat Tarik ... 43

6. Hasil Analisis Persen Pemanjangan ... 45

7. Hasil Analisis Transmisi Uap Air ... 47

8. Hasil Analisis Transmisi Oksigen ... 50

9. Hasil Analisis SEM ... 51

C. AKTIVITAS ANTIMIKROBA EDIBLE FILM KITOSAN ... 53

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

A. KESIMPULAN ... 61

B. SARAN ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62

(21)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Sifat dan mutu kitosan ... 8

Tabel 2. Aplikasi kitin, kitosan, dan turunannya dalam industri ... 9

Tabel 3. Hasil pengukuran kadar air (% b.k)... 36

Tabel 4. Hasil pengukuran aw ... 38

(22)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Struktur kimia kitin dan kitosan ... 5 Gambar 2. Rumus struktur (a) asam asetat, (b) asam laktat ... 6 Gambar 3. Diagram alir proses ekstraksi ... 22 Gambar 4. Larutan edible film ... 23 Gambar 5. Diagram alir pembuatan edible ... 24 Gambar 6. Diagram alir persiapan kultur uji ... 29 Gambar 7. Diagram alir metode cakram ... 30 Gambar 8. Edible film kitosan (a) pelarut asetat, (b) pelarut laktat ... 33 Gambar 9. Grafik nilai pH edible film kitosan ... 34 Gambar 10. Grafik analisis warna dengan chromameter (a) warna L,

(b) warna a, (c) warna b ... 40 Gambar 11. Grafik nilai kuat tarik edible film kitosan... 44 Gambar 12. Grafik nilai persen pemanjangan ... 46 Gambar 13. Grafik analisis WVP ... 49 Gambar 14. Grafik analisis O2TR ... 51

Gambar 15. Mikrostruktur edible film kitosan ... 52 Gambar 16. Zona penghambatan (a) Edible film kitosan, (b) Edible

film kontrol pati sagu ... 54 Gambar 17. Aktivitas penghambatan edible film terhadap Escherichia

coli ... 55 Gambar 18. Aktivitas penghambatan edible film terhadap Bacillus

cereus ... 55 Gambar 19. Aktivitas penghambatan edible film terhadap Salmonella

typhimurium ... 56 Gambar 20. Aktivitas penghambatan edible film terhadap Staphylococcus

aureus ... 56 Gambar 21. Zona penghambatan (a) Edible film kitosan pelarut asam

(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Daftar singkatan dan istilah ... 71 Lampiran 2. Rekapitulasi analisis Anova dan Uji Lanjut Duncan aw ... 72

Lampiran 3. Rekapitulasi analisis Anova dan Uji Lanjut Duncan pH .. 73 Lampiran 4a.Rekapitulasi analisis Anova dan Uji Lanjut Duncan

warna L ... 75 Lampiran 4b.Rekapitulasi analisis Anova dan Uji Lanjut Duncan

warna a ... 77 Lampiran 4c.Rekapitulasi analisis Anova dan Uji Lanjut Duncan

warna b ... 79 Lampiran 5. Rekapitulasi analisis Anova dan Uji Lanjut Duncan tebal 81 Lampiran 6. Rekapitulasi analisis Anova dan Uji Lanjut Duncan

elongasi ... 83 Lampiran 7. Rekapitulasi analisis Anova dan Uji Lanjut Duncan

kuat tarik ... 84 Lampiran 8. Rekapitulasi analisis Anova dan Uji Lanjut Duncan

WVP ... 85 Lampiran 9. Data analisis zona penghambatan edible film terhadap

bakteri-bakteri patogen (mm) ... 87 Lampiran 10. Rekapitulasi analisis Anova dan Uji Lanjut Duncan

(24)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perkembangan teknologi pangan yang pesat menimbulkan berbagai produk pangan yang baru. Hampir seluruh produk pangan tersebut memerlukan kemasan dalam proses distribusi dan pemasarannya. Hal ini dibutuhkan untuk memperpanjang umur produk pangan tersebut.

Kemasan yang sering digunakan untuk produk pangan adalah plastik. Plastik memiliki sifat barrier terhadap oksigen, karbondioksida dan uap air yang baik, dan harganya tidak terlalu mahal. Namun demikian, plastik ini bersifat non biodegradable sehingga limbah dari plastik ini dapat mencemari lingkungan. Oleh karena itu perlu dikembangkan suatu kemasan yang memiliki sifat barrier seperti plastik tetapi yang bersifat “ramah lingkungan”. Kemasan tersebut adalah edible atau biodegradable film. Kelebihan edible film sebagai pengemas produk pangan antara lain : dapat melindungi produk dari pengaruh lingkungan dan kontaminan, sifatnya yang transparan sehingga penampakan produk yang dikemas masih terlihat dan dapat dimakan sehingga tidak menyebabkan pencemaran lingkungan.

Edible film adalah lapisan tipis dan kontinyu yang dibuat dari bahan yang dapat dimakan, dibentuk di atas komponen makanan (film) atau diletakkan diantara komponen makanan (coating) yang berfungsi sebagai penghambat terhadap transfer massa (misalnya kelembaban, oksigen, lipida, zat terlarut), dan/atau sebagai carrier bahan makanan atau aditif, dan/atau untuk meningkatkan penanganan makanan (Krochta, 1992).

(25)

menghasilkan limbah. Selama ini limbah udang baru dimanfaatkan oleh industri kecil dalam pembuatan terasi, kerupuk udang, petis, dan campuran pakan ternak (Bastaman, 1989).

Melalui pendekatan teknologi yang tepat, potensi limbah ini dapat diolah lebih lanjut menjadi kitin dan kitosan. Kitosan merupakan hasil proses deasetilasi dari kitin. Kitin merupakan karbohidrat polimer yang terdapat pada kulit crustacea. Harga jual kitosan di pasar internasional saat ini telah mencapai 10 US$/kg (Sandford, 2003).

Pemanfaatan kitosan dalam bidang industri di Indonesia belum banyak digunakan, misalnya kitosan dapat digunakan sebagai penstabil, pengental, pengemulsi makanan, dan pembentuk lapisan pelindung jernih. Penggunaan kitosan sebagai lapisan pelindung terus dikembangkan antara lain sebagai pelapis semipermeabel yang bersifat edible atau dapat dimakan sehingga mengurangi ketergantungan produsen terhadap pemakaian bahan plastik sebagai bahan pengemas. Kitosan termasuk salah satu jenis polisakarida yang dapat digunakan sebagai edible film. Pelapis dari polisakarida merupakan penghalang (barrier) yang baik karena dapat membentuk matriks yang kuat dan kompak.

Film dengan bahan kitosan mempunyai sifat yang kuat, elastis, fleksibel, dan sulit dirobek (Butler et al., 1996). Selain itu, film dari kitosan mempunyai nilai permeabilitas air yang cukup rendah dan bisa digunakan untuk meningkatkan umur simpan produk segar dan sebagai cadangan makanan dengan nilai aktivitas air yang lebih tinggi (Kittur et al., 1998).

Selain itu, kitosan berpotensi sebagai antimikroba alami sehingga diharapkan aman bagi manusia. Tsai dan Su (1999) menunjukkan adanya efek bakterisidal dari kitosan udang terhadap E. coli. Berdasarkan penelitian Coma et al. (2002) kitosan dapat menghambat pertumbuhan Listeria monocytogenes. Menurut Pranoto et al. (2004) film dari kitosan yang diinkorporasi dengan minyak bawang putih, kalium sorbat, dan nisin (bakteriosin) mempunyai efek sebagai antibakteri.

(26)

yang ditambahkan dalam pembuatan edible film kitosan masing-masing akan dikaji terhadap sifat-sifat fisik, mekanis, dan aktivitas antimikrobanya.

B. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan asam lemak laurat, asam lemak palmitat, dan esensial oil ekstrak kunyit terhadap sifat barrier uap air dan sifat mekanik, serta aktivitas antimikroba edible film kitosan yang dihasilkan. Produk yang diharapkan adalah edible film yang memiliki sifat barrier uap air dan mekanik yang lebih baik sebagai pengemas makanan, serta mempunyai sifat antimikroba yang lebih kuat.

C. MANFAAT PENELITIAN

1. Memperoleh informasi asam lemak yang tepat untuk meningkatkan barrier terhadap uap air.

2. Memperoleh alternatif pengemas dan pengawet makanan yang alami dan aman.

(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. KITOSAN

Kitosan adalah polisakarida alami hasil dari proses deasetilasi (penghilangan gugus-COCH3) kitin. Kitin merupakan penyusun utama

eksoskeleton dari hewan air golongan crustacea seperti kepiting dan udang. Kitin tersusun dari unit-unit N-asetil-D-glukosamin (2-acetamido-2-deoxy-D-glucopyranose) yang dihubungkan secara linier melalui ikatan -(1 4). Kitin berwarna putih, keras, tidak elastis, merupakan polisakarida yang mengandung banyak nitrogen, sumber polusi utama di daerah pantai (Goosen, 1997).

Proses deasetilasi (penghilangan gugus asetil) kitin menjadi kitosan dapat dilakukan secara kimiawi maupun enzimatis. Secara kimiawi, deasetilasi kitin dilakukan dengan penambahan NaOH (Kolodziesjska et al., 2000; Chang et al., 1997), sedangkan secara enzimatis digunakan enzim kitin deasetilase (CDA) (Hetmat et al., 2003). Proses deasetilasi secara termokimiawi, yang saat ini secara komersial banyak dilakukan, dalam banyak hal tidak menguntungkan karena tidak ramah lingkungan, prosesnya tidak mudah dikendalikan, dan kitosan yang dihasilkan memiliki berat molekul dan derajat deasetilasi yang tidak seragam (Chang et al., 1997; Tsigos et al., 2000). Proses deasetilasi menggunakan kombinasi perlakuan secara kimiawi dan enzimatis seperti yang telah dilaporkan oleh Emmawati (2004) dan Rochima (2005) merupakan alternatif proses yang lebih baik.

(28)

Gambar 1. Struktur kimia kitin dan kitosan

Adapun perbedaan-perbedaan seperti pelarut, konsentrasi, waktu, suhu proses, dan ekstraksi dapat mempengaruhi sifat dan penampilan akhir produk kitosan (Sophanodora dan Benjakula, 1993).

Kitosan adalah nama yang digunakan untuk bentuk deasetilasi kitin. Kitosan merupakan polimer rantai panjang yang disusun oleh monomer-monomer glukosamin (2-amino-2-deoksi-D-glukosa). Biopolimer ini disusun oleh dua jenis gula amino yaitu glukosamin (2-amino-2-deoksi-D-glukosa, 70-80 %) dan N-asetilglukosamin (2-asetamino-2-deoksi-D-glukosa, 20-30%) (Goosen, 1997). Menurut Knorr (1984), berat molekul kitosan adalah 1,036 x 106 Dalton. Berat molekul tersebut tergantung dari degradasi yang terjadi pada saat proses pembuatannya. Semakin banyak gugus asetil yang hilang dari polimer kitin, maka berat molekulnya semakin rendah dan sebaliknya interaksi antar ion dan ikatan hidrogen dari kitosan akan semakin kuat (Ornum, 1992).

(29)

Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini adalah pelarut asam asetat 1 % dan pelarut asam laktat 2 %. Pelarut terbaik yang digunakan dalam proses pembuatan membran polimer berbahan dasar kitosan adalah pelarut asam asetat (Aryanto, 2002). Pelarut yang umum digunakan untuk melarutkan kitosan adalah asam asetat dengan konsentrasi 1 – 2 % (Knorr, 1982). Asam asetat adalah cairan tidak berwarna dengan karakteristik bau yang tajam, berasa asam, serta larut dalam air, alkohol, dan gliserol. Rumus empirik asam asetat adalah C2H4O2 dan rumus strukturnya CH3COOH. Asam asetat

mempunyai berat molekul 60, titik didih 118 oC, titik beku 16,7 oC, dan dapat digunakaan sebagai penambahan rasa (Dillon, 1992). Rumus struktur (a) asam asetat, (b) asam laktat dapat dilihat pada Gambar 2.

(a) (b)

Gambar 2. Rumus struktur (a) Asam asetat, (b) Asam laktat

Asam laktat atau asam 2-hidroksi propionat merupakan senyawa non-atsiri dan tidak berbau yang diklasifikasikan ke dalam GRAS (Generally Recognized As Safe) sebagai bahan aditif makanan. Asam laktat mempunyai sifat larut dalam air dan pelarut organik polar tetapi tidak larut dalam pelarut organik lainnya. Pelarut asam laktat yang ditambahkan untuk mendapatkan hasil yang terbaik adalah 2 % (Kim, 2006).

Dalam struktur kimianya, asam laktat merupakan salah satu molekul terkecil yang memiliki sifat optis aktif yang mempunyai satu atom karbon kiral sehingga memiliki dua bentuk enantiomer, yaitu L- dan D-laktat. Sekitar 85% kebutuhan asam laktat saat ini adalah untuk aplikasi di bidang pangan dan yang berhubungan dengan pangan, antara lain sebagai pengasam makanan (food acidulan, flavoring agent, pH buffering agent, dan antimicrobial agent) (Koesnandar, 2004).

(30)

Hal ini disebabkan densitas muatan yang tinggi. Namun, dalam larutan berkekuatan ionik tinggi, ikatan hidrogen, dan gaya elektrostatik pada molekul kitosan terganggu sehingga konformitas menjadi bentuk acak (random coil). Sifat fleksibel molekul ini yang akan menjadikan kitosan dapat membentuk baik konformitas kompak maupun memanjang (polisakarida lainnya umumnya berbentuk memanjang). Sifat fleksibel kitosan membantu daya gunanya di dalam berbagai produk (Angka dan Suhartono, 2000).

Selain itu, Lab. Protan (1987) menyatakan bahwa kitosan merupakan poliglukosamin yang dapat larut dalam kebanyakan asam seperti asam asetat, asam laktat atau asam-asam organik (adipat, malat), asam mineral seperti HCl, HNO3 pada konsentrasi 1 % dan mempunyai daya larut terbatas dalam asam

fosfat dan tidak larut dalam asam sulfat. Kitosan mempunyai gugus fungsional yaitu gugus amina, sehingga mempunyai derajat reaksi kimia yang tinggi (Johnson dan Peniston, 1975).

Kitin dan kitosan merupakan senyawa kimia yang mudah menyesuaikan diri, hidrofilik, memiliki reaktivitas kimia yang tinggi (karena mengandung gugus OH dan gugus NH2) untuk ligan yang bervariasi (sebagai

bahan pewarna dan penukar ion). Disamping itu ketahanan kimia keduanya cukup baik, yaitu kitosan larut dalam larutan asam, tetapi tidak larut dalam basa dan ikatan silang kitosan memiliki sifat yang sama baiknya dengan kitin, serta tidak larut dalam media campuran asam dan basa (Muzzarelli, 1997).

(31)
[image:31.612.149.404.98.320.2]

Tabel 1. Sifat dan mutu kitosan

Sifat Nilai Ukuran partikel Serpihan sampai bubuk

Kadar air (% berat kering) ≤ 10.0 Kadar abu (% berat kering) ≤ 2.0

Warna larutan Jernih

Derajat deasetilasi (%) ≥ 70 Viskositas (cps)

¾ Rendah

¾ Medium

¾ Tinggi

¾ Ekstra tinggi

< 200 200-799 800-2000 > 2000 Sumber : Protan Laboratories Inc. (1987)

Kitosan telah dimanfaatkan dalam berbagai keperluan industri seperti industri kertas dan tekstil sebagai zat aditif, industri pembungkus makanan berupa film khusus, industri metalurgi sebagai absorban untuk ion-ion metal, industri kulit untuk perekat, photografi, industri cat sebagai koagulan, pensuspensi dan flokulasi, serta industri makanan sebagai aditif dan penghasil protein sel tunggal (Suptijah et al., 1992).

Pemanfaatan yang potensial yaitu sebagai pengental, flokulan, penyerap, dan pembentuk lapisan untuk bidang pertanian, industri kimia, obat-obatan, kosmetik, pangan, dan industri tekstil sebagai pengolah limbah cair (Chandkrachang, 1991).

(32)

menyebabkan alergi dan dapat memacu pertumbuhan bakteri penghasil enzim laktase yang biasa hidup dalam organ pencernaan bayi (Austin, 1984).

[image:32.612.152.505.430.693.2]

Penelitian Ikeda et al. (1993) menunjukkan bahwa kitosan DD 80 % dengan berat molekul (BM) 50.000 Da memiliki kemampuan mengikat asam empedu hingga 0,52 nmol/20mg serta mampu mengikat dan membawa kolesterol, trigliserida (lemak), fosfolipid keluar dari pencernaan melalui feses. Kemampuan tersebut nampak dari hasil percobaan yang menyatakan bahwa kolesterol darah tikus yang diberi ransum kitosan mengalami penurunan secara signifikan dari 142 mg/dL (hari ke-7) menjadi 116 mg/dL pada hari ke-14, setelah mengkonsumsi kitosan DD 80 % dengan berat molekul 50.000 Da sebanyak 0,004 g/g dari berat badan per hari (Ikeda et al., 1993). Analisis kitosan terhadap manusia telah dilakukan oleh Maezaki et al. (1993). Konsumsi 3-6 g kitosan (DD 90,5%; 500.000 Da; 280 cP) perhari dapat menurunkan kolesterol darah secara signifikan dari 189 menjadi 177 mg/dL (hari ke-14), dan meningkatkan kolesterol HDL secara signifikan dari 51 menjadi 56 mg/dL (hari ke-14). Aplikasi kitin, kitosan, dan turunannya dalam industri makanan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Aplikasi kitin, kitosan, dan turunannya dalam industri makanan

Aplikasi Contoh Antimikroba Bakterisidal, fungisidal, dan menghambat

kontaminasi jamur pada komoditi pertanian

Industri edible film Mengatur perpindahan uap air antara makanan dan lingkungan sekitar; flavour; mereduksi tekanan parsial oksigen; pengatur suhu; menahan browning enzimatis pada buah; dan mengembalikan tekanan osmosis membran

Bahan aditif Mempertahankan flavor alami; bahan pengontrol tekstur; bahan pengemulsi; bahan pengental dan stabilizer; dan penstabil warna

Sifat nutrisi Sebagai serat diet; penurun kolesterol; persediaan dan tambahan makanan ikan; mereduksi penyerapan lemak; memproduksi protein sel tunggal; bahan antigastritis (radang lambung); dan sebagai bahan makanan bayi

Pengolah limbah makanan padat

Flokulan dan pemecah agar

(33)

Pada tahun belakangan ini, aplikasi kitosan dan turunannya sebagai antimikroba (bahan pengawet) makanan telah dilaporkan oleh beberapa peneliti (Roller et al., 2002; Sagoo et al., 2002; Jeong et al., 2002; Zivanovic et al., 2004). Roller et al. (2002) menunjukkan bahwa kitosan bekerja sinergis dengan pengawet seperti asam benzoat, asam asetat, dan sulfit. Penambahan kitosan 0,6 % dalam penggunaan sulfit pada konsentrasi yang rendah (170 ppm) mampu menghambat mikroorganisme perusak lebih efektif (3-4 log CFU/g) dibandingkan penggunaan sulfit secara tunggal dengan konsentrasi yang tinggi (340 ppm). Kombinasi penggunaan sulfit dan kitosan tersebut mampu memperpanjang umur simpan sosis daging babi. Perendaman sosis daging babi dalam larutan kitosan 1 % mampu menurunkan jumlah mikroba sebanyak 1-3 log CFU/g selama 18 hari pada suhu 7 oC. Kitosan juga dapat mengawetkan ikan hering dan kod, yaitu dengan berfungsi sebagai edible film sehingga mampu meningkatkan kualitas produk perikanan selama penyimpanan.

Kitosan memiliki reaktivitas kimia tinggi yang menyebabkan kitosan mampu mengikat air dan minyak. Oleh karena itu kitosan dapat digunakan sebagai bahan makro molekul emulsifikasi. Zivanovic et al. (2004) memanfaatkan kitosan dalam produk emulsi. Penambahan 0,1 % kitosan polisakarida dapat menjamin keamanan dari produk emulsi oil-in water. Model emulsi yang digunakan terdiri dari campuran 20 % minyak jagung, 1 % Tween 20, 1,5 % Tripticase soy broth, 0,58 % asam asetat, dan kitosan polisakarida.

B. KITOSAN SEBAGAI BAHAN EDIBLE FILM

(34)

Film sendiri sebenarnya merupakan salah satu bentuk polimer yang mudah dibentuk. Proses pembentukan polimer sendiri biasa disebut dengan proses polimerisasi. Polimer yang berupa larutan encer memiliki rantai bebas bergerak, sehingga kemungkinan terbentuk konfigurasi rantai yang beragam. Akan tetapi polimer dalam bentuk padat memiliki rantai tidak teratur sehingga gerakan dan konfigurasinya terbatas.

Menurut Park et al. (1996), penggunaan yang potensial dari edible film dan pelapisan biopolimer adalah untuk memperlambat pengangkutan gas O2

dan CO2 untuk buah dan sayur, migrasi uap air untuk pangan kering atau

setengah basah dan migrasi bahan terlarut dari pangan beku. Kekurangan terbesar dari edible film kitosan adalah kurang mampu menahan uap air karena sifat hidrofilik yang dimilikinya.

Menurut Dominic et al. (1994) secara teoritis bahan edible film diharapkan dapat : a). menjadi panahan kehilangan air yang efisien, b). mempunyai sifat permeabel terhadap keluar masuknya gas, c). mengendalikan perpindahan dari air ke larutan untuk mempertahankan warna pigmen alami dan nutrisi serta, d). membawa zat tambahan yang diperlukan.

Bahan dasar pembuatan edible film menurut Krochta (1992) dapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu hidrokoloid (protein dan polisakarida), lemak (asam lemak dan wax), dan campuran (hidrokoloid dan lemak). Protein yang digunakan sebagai bahan dasar antara lain protein kedelai, jagung, kasein, kolagen, gelatin, dan protein ikan. Selulosa, pati, pektin, ekstrak ganggang laut, gum, dan kitosan merupakan contoh-contoh polisakarida yang digunakan. Selanjutnya lemak yang umum digunakan antara lain beeswax, paraffin wax, carnauba wax, dan asam lemak seperti asam laurat dan asam oleat.

Bahan dasar pembentuk edible film sangat mempengaruhi sifat-sifat edible film itu sendiri. Edible film yang berasal dari hidrokoloid memiliki ketahanan yang bagus terhadap gas O2 dan CO2, meningkatkan kekuatan fisik,

(35)

terdiri dari satu komponen bahan tidak dapat memberikan hasil yang memuaskan dibandingkan dengan emulsi campuran beberapa bahan (Wong et al., 1994).

Film dengan bahan kitosan mempunyai sifat yang kuat, elastis, fleksibel, dan sulit untuk dirobek. Kebanyakan dari sifat mekanik sebanding dengan polimer komersial dengan kekuatan sedang (Butler et al., 1996).

Hoagland dan Parris (1996) mengemukakan alasan dalam membuat film dengan bahan dasar kitosan :

1. Kitosan merupakan turunan kitin, polisakarida paling banyak di bumi setelah selulosa

2. Kitosan dapat membentuk film dan membran dengan baik

3. Sifat kationik selama pembentukan film merupakan interaksi elektrostatik dengan anionik.

Film dari kitosan mempunyai nilai permeabilitas air yang cukup dan bisa digunakan untuk meningkatkan umur simpan produk segar, dan sebagai cadangan makanan dengan nilai aktivitas air yang lebih tinggi (Kittur et al., 1998). Butler et al. (1996) mengamati bahwa kitosan film merupakan penghalang yang baik terhadap oksigen tetapi penghalang yang kurang terhadap uap air.

Kitosan sebagai polimer film dari karbohidrat lainnya, memiliki sifat selektif permeabel terhadap gas-gas (CO2 dan O2), tetapi kurang mampu

menghambat perpindahan air. Secara umum, pelapis yang tersusun dari polisakarida dan turunannya hanya sedikit menahan penguapan air, tetapi selektif untuk mengontrol difusi dari berbagai gas (Nisperoscarriedo, 1995).

Kemampuan dari kitosan film dibatasi oleh permeabilitas kelembaban yang relatif tinggi. Salah satu kegunaannya yaitu sebagai pengemas roti, dimana difusi kelembaban yang melalui kemasan dapat digunakan dalam menyeimbangkan kelembaban kulitnya yang rendah (Caner et al., 1998).

(36)

langsung pada produk dan bahan pangan (Harris, 1999). Edible film dan coating digunakan dalam produk obat-obatan, konfeksioneri, buah-buahan, dan sayuran segar, serta beberapa produk daging (Brandenberg, 1993).

Kittur et al. (1998) menyatakan bahwa edible film dan coating telah digunakan untuk mengontrol pertukaran gas (O2, CO2, dan etilen) antara

produk makanan dengan lingkungan atau antar komponen makanan, juga dapat mengontrol perubahan fisiologi, mikrobiologi, dan fisikokimia produk makanan.

Sifat penahan gas dan uap air dari edible film dan coating dipengaruhi oleh komposisi, gelembung udara dan lubang dalam film. Pembentukan gelembung udara dan kemungkinan adanya lubang dipengaruhi oleh teknik preparasi dan komposisi kimia, termasuk konsentrasi dari plasticizer. Keberadaan gelembung udara dan lubang mempengaruhi karakteristik permeabilitas film (Park dan Chinnan, 1995).

Aplikasi yang potensial dari edible film dan coating dari biopolimer adalah untuk memperlambat transportasi gas oksigen dan karbondioksida dari buah dan sayuran, perpindahan kelembaban pangan yang dikeringkan atau pangan dengan kelembaban sedang, serta perpindahan zat terlarut pada pangan beku. Kekurangan yang paling besar dari kebanyakan edible film yaitu kemampuannya yang kurang dalam menghalangi air yang merupakan sifat hidrofilik dari edible film. Kemampuan edible film dan coating dalam menahan uap air dan oksigen dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesegaran dari buah, sayuran, dan pangan lainnya (Park et al., 1996).

(37)

buah mangga dalam bentuk slice bertujuan untuk meningkatkan mutu dengan mencegah pecahnya permukaan mangga dan kebocoran sari buah.

C. PLASTICIZER

Plasticizer adalah bahan dengan bobot molekul rendah yang ditambahkan dengan maksud meningkatkan elastisitas (Gennadios, 2002). Plasticizer didefinisikan sebagai substansi non volatil yang mempunyai titik didih tinggi, yang jika ditambahkan ke senyawa lain akan mengubah sifat fisik dan mekanik senyawa tersebut (Krochta, 1992).

Plasticizer secara umum meningkatkan permeabilitas film terhadap gas, uap air, dan zat–zat terlarut, juga dapat menurunkan elastisitas dan daya kohesi film (Caner et al., 1998), meningkatkan daya rentang, menghaluskan film dan mempertipis hasil film yang terbentuk. Plasticizer yang digunakan dalam penelitian ini adalah polietilen glikol.

Polietilen glikol (PEG) adalah polimer adisi dari etilen glikol dengan berat molekul di atas 200. PEG bersifat netral, larut dalam air dan pelarut organik, non volatil, dan non toksik. Polimer ini adalah polimer yang bersifat hidrofilik (Zhang et al., 2002). Disebutkan pula bahwa permukaan zat yang dimodifikasi oleh PEG akan bersifat hidrofilik. PEG juga bersifat misibel terhadap beberapa lilin (wax), gum, minyak, pati, dan pelarut organik. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa plasticizer polietilen glikol yang ditambahkan dalam edible film kitosan akan memberikan sifat yang elastis (Suyatma et al., 2005).

D. ASAM LEMAK

(38)

asam lemak tak jenuh. Penggolongan tersebut berdasarkan pada perbedaan bobot molekul dan derajat ketidakjenuhannya (Winarno, 1997).

Menurut Hagenmaier dan Shaw (1990), asam lemak rantai panjang biasa digunakan dalam pembuatan edible film karena mempunyai titik didih (melting point) yang tinggi dan sifat hidrofobiknya.

Asam laurat adalah asam lemak jenuh yang mudah diperoleh dari minyak kelapa dan minyak inti sawit. Wujudnya padat pada suhu ruang, dengan rumus kimia C12H24O2.

Salah satu asam lemak yang paling mudah diperoleh adalah asam palmitat atau asam heksadekanoat. Tumbuh-tumbuhan dari famili Palmaceae, seperti kelapa (Cocos nucifera) dan kelapa sawit (Elaeis guineensis) merupakan sumber utama asam lemak ini. Minyak kelapa bahkan mengandung hampir semuanya palmitat (92%). Minyak sawit mengandung sekitar 50% palmitat. Produk hewani juga banyak mengandung asam lemak ini (dari mentega, keju, susu, dan juga daging).

Asam palmitat adalah asam lemak jenuh yang tersusun dari 16 atom karbon (CH3(CH2)14COOH). Pada suhu ruang, asam palmitat berwujud padat

berwarna putih. Titik leburnya 63,1°C. Asam palmitat adalah produk awal dalam proses biosintesis asam lemak. Dari asam palmitat, pemanjangan atau penggandaan ikatan berlangsung lebih lanjut.

Dalam industri, asam palmitat banyak dimanfaatkan dalam bidang kosmetika dan pewarnaan. Dari segi gizi, asam palmitat merupakan sumber kalori penting namun memiliki daya antioksidasi yang rendah. Park et al. (1996) menyatakan bahwa permeabilitas uap air dan gas dari edible film dipengaruhi oleh asam lemak dan konsentrasinya.

E. KUNYIT

(39)

berjumbai-jumbai, mempunyai daun pelindung yang berwarna putih serta pelepah daun yang membentuk batang semu (Pursglove et al., 1981).

Umbi utama tanaman kunyit terletak di dasar batang, berbentuk elipsoidal dan berukuran 5 x 2.5 cm. Umbi utama ini membentuk rimpang dengan dua hingga tiga cabang, dimana secara keseluruhan membentuk satu kesatuan yang kompak dan saling berhubungan dengan banyak akar. Bagian luar rimpang berwarna kecoklatan, sedangkan bagian dalam berwarna jingga cerah atau kuning tua. Rimpang kunyit memiliki bau dan rasa yang khas, yaitu pahit dan getir (Pursglove et al., 1981).

Tanaman kunyit banyak digunakan sebagai obat, terutama rimpang kunyit yang telah dikeringkan. Selain itu kunyit juga dikenal karena warna kuning-jingga yang khas, namun juga memiliki aroma dan citarasa yang dapat digolongkan ke dalam rempah-rempah. Kunyit dapat digunakan langsung ataupun melalui tahap ekstraksi oleorisin untuk digunakan sebagai bumbu ataupun pewarna (Pursglove et al., 1981).

Rimpang kunyit yang telah diawetkan mengandung minyak volatil, pigmen, campuran minyak (lemak), zat pahit, resin, protein, selulose, pati, mineral dan sebagainya. Komponen utama adalah pati dengan jumlah berkisar antara 40-50 persen berat kering. Kandungan kimia tersebut berbeda-beda tergantung dari daerah pertumbuhan serta kondisi pemanennya (Pursglove et al., 1981).

Mutu dari rimpang kunyit yang telah diawetkan ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain adalah kandungan pigmen kurkumin, sifat organoleptik, penampakan secara umum, ukuran dan bentuk fisik. Dua komponen utama yang menentukan mutu kunyit adalah kandungan pigmen kurkumin dan kandungan minyak volatilnya. Bila kunyit akan dibuat zat pewarna, maka kandungan pigmennya harus tinggi, tetapi kandungan minyak volatilnya harus rendah karena dapat menimbulkan bau yang tidak diinginkan.

(40)

L. bulgaricus, dan B. subtilis pada konsentrasi 5 mg/ml. Selain itu juga mampu menghambat pertumbuhan B.megaterium dan B.cereus pada konsentrasi masing-masing, 3 mg/ml dan 2 mg/ml.

Gan (1987) melaporkan bahwa bubuk rimpang kunyit pada konsentrasi 5 mg/ml mampu menghambat pertumbuhan sel vegetatif B.cereus, B.subtilis, dan B.stearothermophilus. Namun, sampai dengan konsentrasi 15 mg/ml bubuk rimpang kunyit tersebut belum mampu menghambat germinasi spora semua basili tersebut.

Suwanto (1983) melaporkan bahwa bubuk rimpang kunyit pada konsentrasi 2 g/l bersifat bakterisidal terhadap bakteri gram positif batang, yaitu B.subtilis dan L.acidophilus. Sampai dengan inkubasi 24 jam, bubuk rimpang kunyit masih mampu menghambat pertumbuhan S.aureus pada konsentrasi 2 g/l dan juga S.faecalis dan S.galinarum pada konsentrasi 4 g/l. Pertumbuhan E.coli juga akan terhambat oleh bubuk kunyit pada konsentrasi 7 g/l pada inkubasi 24 jam. Namun, lebih lanjut ia juga menyatakan bahwa pada waktu inkubasi lebih dari 24 jam, bubuk rimpang kunyit tersebut bersifat merangsang pertumbuhan S.aureus, S.faecalis, S.galinarum, dan E.coli.

F. AKTIVITAS ANTIMIKROBA

Menurut Pelczar dan Reid (1979), senyawa antimikroba adalah senyawa biologis atau kimia yang dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Menurut Fardiaz (1992), senyawa antimikroba dapat bersifat bakterisidal (membunuh bakteri), bakteri statik (menghambat pertumbuhan bakteri), fungisidal (membunuh kapang), fungistatik (menghambat kapang), germisidal (menghambat germinasi spora bakteri), dan sebagainya.

(41)

terhambatnya sintesis protein dan destruksi atau kerusakan fungsi metarial genetik.

Menurut Thatte (2004), aktivitas antibakteri kitosan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: sumber kitosan, unit monomer yang menyusun kitosan, mikroba yang diuji, derajat deasetilasi (DD) kitosan, pH media tumbuh, keberadaan ion logam bebas, dan kondisi lingkungan (kadar air, nutrisi yang tersedia bagi mikroba).

Unit monomer kitosan tidak menghambat bakteri E. Coli dan S. Aureus (Tanigawa et al. 1992). Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri kitosan merupakan kerja dari oligomer kitosan. DD kitosan menunjukkan keberadaan atau jumlah sisi kationik potensial yang ada di sepanjang rantai polimer, sehingga semakin besar DD semakin banyak pula jumlah sisi kationiknya.

Tsai et al. (2004) menunjukkan bahwa kitosan dengan berat molekul (BM) rendah (12 kDa) memiliki aktivitas antibakteri yang lebih baik dibanding bentuk oligomernya. Menurut Thatte (2004), kitosan dengan berat molekul yang sangat besar (lebih besar dari 500 kDa) memiliki aktivitas antibakteri yang kurang efektif dibandingkan kitosan dengan BM yang lebih rendah. Hal ini terkait dengan viskositasnya yang besar pada kitosan ber-BM tinggi sehingga sulit bagi kitosan untuk berdifusi.

No et al. (2002) menguji 6 kitosan dan 6 oligomer kitosan dengan berbagai BM terhadap 4 bakteri Gram negatif dan 7 bakteri Gram positif. Aktivitas antibakteri kitosan lebih tinggi jika dibandingkan oligomernya.

(42)

G. KARAKTERISTIK MIKROBA PATOGEN 1. Bacillus cereus

Bacillus cereus merupakan bakteri Gram positif, bersifat motil, anaerobik fakultatif, dan mempunyai diameter sel lebih besar atau sama dengan 0,9 μm. Bacillus cereus bervariasi pada karakteristik pertumbuhan dan daya tahannya. Suhu optimum pertumbuhannya adalah 30 - 40 oC. Bacillus cereus dapat tumbuh pada pH 4,3 – 9,3 dan pada aktivitas air (aw) minimum

0,95 (Blackburn dan McClure, 2002).

Bakteri ini banyak terdapat di alam seperti di tanah, udara, serealia, tumbuhan, bulu binatang, air, dan sedimen. Bakteri ini dapat menyebabkan emetik sindrom apabila mengkonsumsi makanan dengan konsentrasi 105 -108 sel per gram. Bakteri ini dapat menyebakan diare apabila 105 – 107 sel menginfeksi usus kecil (Blackburn dan McClure, 2002).

2. Eschericia coli

Bakteri Eschericia coli merupakan bakteri Gram negatif yang termasuk dalam famili Enterobacteriaceae. Eschericia coli bersifat aerobik dan fakultatif anaerobik, katalase positif, oksidase negatif, dapat memfermentasi glukosa, mereduksi nitrat menjadi nitrit dan tidak mengahasilkan spora. Bakteri ini dapat tumbuh pada suhu optimum 35 – 40

o

C. Bakteri ini dapat tumbuh pada aktivitas air (aw) minimum 0,95 dan pH

minimum 4,4 (Blackburn dan McClure, 2002).

(43)

3. Salmonella typhimurium

S. typhimurium meupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang dan tidak berspora. S. typhimurium tumbuh optimum pada suhu 37 oC. Nilai pH untuk pertumbuhan S. typhimutium berkisar antara 4.0 - 9.0 dan nilai pH optimum 6.5 - 7.5, pada pH di bawah 4 dan di atas 9 bakteri ini akan mati perlahan-lahan. Viabilitas Salmonella menurun selama penyimpanan beku (Blackburn dan McClure, 2002).

Bakteri dari genus Salmonella merupakan bakteri penyebab infeksi yang jika tertelan dan masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan gejala yang disebut salmonelisis. Gejala salmonelisis yang paling sering terjadi adalah gastroenteritis yang sering disebabkan oleh Salmonella sp., juga bervariasi tergantung daya virulen dan invasi dari galur bakteri tersebut, jumlah sel yang tertelan, dan daya tahan tubuh yang dipengaruhi oleh umur dan kesehatan penderita (Blackburn dan McClure, 2002).

Makanan yang sering terkontaminasi oleh Salmonella adalah telur dan hasil olahannya, daging ayam, daging sapi, susu, dan hasil olahannya. Pencegahan Salmonella sp., dapat dilakukan dengan sanitasi yang baik terhadap alat-alat pengolahan, ruang pengolahan, lingkungan, dan pekerja-pekerja. Makanan tidak boleh terlalu lama pada suhu kamar dan penyimpanan harus pada suhu rendah.

4. Staphylococcus aereus

Staphylococcus aureus adalah bakteri Gram positif yang termasuk dalam genus Staphylococcus. Bakteri ini bersifat fakultatif anaerobik, koagulase dan deoksiribonuklease positif, dan dapat tidak menghasilkan spora. Bakteri ini berbentuk kokus dengan suhu optimal pertumbuhan 37 – 40 oC, pH optimum 6,0 – 8,0 dan aktivitas air (aw) minimum 0,86 (Jay, 1986).

(44)

II. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kitosan (DD = 100%) dari France Chitine, asam asetat, asam laktat, aquades, NaCl, etil asetat, etanol, kultur mikroba, plasticizer polietilen glikol (PEG-400) dari Sigma Aldrich, asam palmitat dari Sigma Aldrich, asam laurat dari Sigma Aldrich, kunyit dari pasar lokal, garam K2SO4, garam CaCl2, Nutrient Broth

(NB), Nutrient Agar (NA), parafilm, heksana, dan pengencer.

Alat untuk ekstraksi seperti blender, erlenmeyer, kertas saring, shaker, penyedot vakum, corong gelas, dan alat gelas lainnya. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah petri dish untuk pembuatan edible film, desikator, hot plate dan magnetic stirrer, pengaduk, termometer, gelas kimia, aw-meter Shibaura WA-360, pH-meter, Chromameter CR 310 Minolta,

mikrometer, Tensile Strength and Elongation Tester Comten Industries, Gas Transmission Rate Tester Speedivac 2, kaleng WVTR, JEOL Model JSM 5310 LV Scanning Microscope, cawan petri, ose, tabung reaksi, neraca analitik, gunting, penggaris, erlenmeyer, pipet, botol semprot, inkubator 37 oC, inkubator 45 oC, dan inkubator 55 oC.

B. METODE PENELITIAN

1.Penelitian Pendahuluan Ekstraksi Kunyit ( Curcuma domestica Val. ) a. Persiapan Ekstraksi

Rimpang kunyit yang diperoleh dari pasar, dilakukan sortasi dan dicuci bersih menggunakan air. Setelah itu rimpang dikeringkan dan digiling hingga menjadi bubuk untuk memudahkan proses ekstraksi. b. Ekstraksi

(45)

Ekstrak dengan etil asetat (1:4)

Shaker (37oC, 24 jam)

[image:45.612.252.411.73.308.2]

Rotavapor suhu 50 oC

Gambar 3. Diagram alir proses ekstraksi

2. Penelitian Utama

a. Pembuatan Edible Film dari kitosan

Edible film kitosan dibuat dengan modifikasi metode yang dikembangkan oleh Butler et al. 1996 adalah sebagai berikut : mula-mula 3 gram kitosan dilarutkan dalam 300 ml asam asetat 1 % atau 300 ml asam laktat 2 %. Pelarutan kitosan dalam pelarut dilakukan sedikit demi sedikit supaya terbentuk gel campuran kitosan dan pelarut secara sempurna. Larutan dihomogenkan dengan pengaduk stirer pada suhu 50

o

C selama 60 menit sampai larutan film tersuspensi dengan sempurna. Pemilihan pelarut kitosan yang digunakan untuk melarutkan kitosan adalah asam asetat dengan konsentrasi 1 – 2 % (Knorr, 1982) dan pelarut asam laktat yang ditambahkan untuk mendapatkan hasil yang terbaik adalah 2 % (Kim, 2006). Kemudian ditambah dengan plasticizer PEG-400 10% (pelarut asam laktat) dan 15% (pelarut asam asetat). Larutan edible film kitosan dapat dilihat pada Gambar 4.

Bubuk rimpang kunyit

Larutan Ampas

(46)
[image:46.612.265.389.78.230.2]

Gambar 4. Larutan edible film kitosan

Larutan diaduk terus menerus. Kemudian larutan film diberi perlakuan berupa penambahan asam palmitat 0%, 5%, dan 10% (w/w), serta asam laurat 0%, 5%, dan 10% (w/w). Pada perlakuan terakhir larutan film ditambah dengan esensial oil ekstrak kunyit dengan konsentrasi 0% dan 100 µl/ g kitosan. Selama proses polimerisasi, pengadukan senantiasa dipertahankan agar interaksi antara kitosan, pelarut, asam lemak, PEG-400, dan esensial oil ekstrak kunyit dapat berjalan dengan baik. Kemudian larutan film dihomogenisasi selama 2 menit dengan homogenizer kecepatan 14.000 rpm. Homogenisasi bertujuan untuk memperkecil ukuran partikel bahan-bahan yang ditambahkan. Sehingga emulsi lemak dan kitosan dapat stabil.

Larutan film yang homogen mulai mengalami proses polimerisasi. Polimer dalam bentuk encer ini memiliki rantai polimer yang masih bisa bebas bergerak. Apabila larutan ini telah menjadi polimer padat maka rantai polimer memiliki gerakan dan konfigurasi rantai yang terbatas. Hal ini karena rantai-rantai polimer tersebut saling bersambung silang ke berbagai arah membentuk polimer jaringan berupa matriks film.

(47)

Kitosan 3 gram

karena proses pengeringan berjalan lebih cepat dibandingkan proses pembentukan film. Bahan-bahan pembentuk film akan cepat menguap sebelum terjadi pembentukan film. Sedangkan apabila suhu yang digunakan sangat rendah akan mengakibatkan lamanya proses pengeringan larutan sehingga terjadi kontaminasi. Film yang sudah kering kemudian dilepas dari cetakan, dibungkus dengan alumunium foil dan dimasukkan ke dalam desikator pada RH yang distabilkan (75%) dengan NaCl sebelum di analisis. Diagram alir pembuatan edible film dapat dilihat pada Gambar 5.

Ditambahkan PEG-400

Pengaduk stirer 50 OC, 60 menit

Homogenizer 2 menit

Penuangan larutan film pada petri dish

Pengeringan pada suhu ruang 24 jam

Pengeringan inkubator 45 oC atau 55 oC

Pengangkatan film dari cetakan

Pemasukkan film pada aluminium foil

[image:47.612.108.527.127.694.2]

Pemasukkan film ke dalam kantung plastik berkelim

Gambar 5. Diagram alir pembuatan edible film Perlakuan: Penambahan

¾ Asam palmitat dengan konsentrasi:

0%, 5%, dan 10% (w/w)

¾ Asam laurat dengan konsentrasi: 0%,

5%, dan 10% (w/w)

¾ Essensial oilekstrak kunyit: 0% dan

100 µl/ g kitosan

Larutan film

Cetakan film dibersihkan dengan etanol 96 %

Edible film

Dilarutkan dalam 300 ml asam asetat

(48)

b. Penentuan Karakteristik Edible Film Kitosan 1. Pengukuran Nilai pH

Pengukuran pH edible film dilakukan dengan menggunakan pH-meter. Adapun prosedur analisisnya adalah sebagai berikut: larutan yang telah homogen didiamkan sampai dingin. Kemudian dilakukan pengukuran pH dengan menggunakan pH-meter yang telah dikalibrasi dengan dua macam buffer, yaitu buffer pH 4 dan pH 7.

2. Pengukuran Aktivitas Air (aw)

Pengukuran aktivitas air dilakukan dengan menggunakan aw

-meter Shibaura WA-360. Sebelum dilakukan pengukuran, terlebih dahulu alat dikalibrasi dengan menggunakan larutan garam jenuh NaCl sampai menunjukkan aw sebesar 0.750 pada suhu 30 oC. Edible film

kitosan yang telah dikondisikan dipotong kecil-kecil dengan berat 1-3 gram dan diletakkan dalam cawan pengukuran aw. Pencatatan

dilakukan terhadap nilai aw.

3. Analisis Kadar Air Metode Oven (AOAC, 1984)

Cawan aluminium dikeringkan dalam oven selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 10 menit kemudian ditimbang. Sampel sejumlah 2 – 3 gram ditimbang dan dimasukkan dalam cawan kering yang telah diketahui bobotnya. Cawan beserta isinya dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105 oC selama kurang lebih 12 jam atau sampai bobotnya konstan. Selanjutnya cawan beserta isinya didinginkan dalam desikator selama 10 menit dan ditimbang. Perhitungan kadar air dilakukan dengan rumus :

kadar air (% b.k) = c – ( c-b ) x 100% (c-b)

keterangan : a = bobot sampel (g) b = bobot cawan (g) c = bobot akhir (g)

4. Pengukuran Warna dengan Chromameter

(49)

pada alas putih. Pengukuran menghasilkan nilai L, a, dan b. L menyatakan parameter kecerahan (warna kromatis, 0: hitam sampai 100: putih). Sedangkan a dan b adalah koordinat-koordinat chroma. Parameter a adalah cahaya pantul yang menghasilkan warna kromatik campuran merah – hijau dengan nilai +a (positif) dari nol sampai 100 (merah) dan nilai –a (negatif a) dari nol sampai 80 (hijau). Parameter b adalah warna kromatik campuran biru – kuning dengan nilai +b (positif b) dari nol sampai 70 (kuning) dan nilai –b (negatif b) dari nol sampai 70 (biru).

5. Pengukuran Ketebalan

Film yang dihasilkan diukur ketebalannya dengan menggunakan pengukur ketebalan mikrometer dengan ketelitian 0.0001 mm pada lima tempat yang berbeda. Nilai ketebalan diukur dari rata-rata lima pengukuran ketebalaan film.

6. Pengukuran Kuat Tarik dan Persentase Pemanjangan

Kuat tarik dan persentase pemanjangan diukur dengan menggunakan Tensile Strength and Elongation Tester Industries model SSB 0500. Sebelum dilakukan pengukuran, film dikondisikan dalam ruangan bersuhu 25 oC dengan kelembaban (RH) 75 % selama 24 jam. Nilai gaya maksimum untuk memotong film yang diukur dapat dilihat pada display (layar) Tensile Strength and Elongation Tester.

Kuat tarik ditentukan berdasarkan beban maksimum pada saat film pecah dan persentase pemanjangan didasarkan atas pemanjangan film saat film pecah.

Kuat tarik = F/ A ; F = gaya kuat tarik (N), A = luas contoh (m2) % Elongasi =

Keterangan: a: panjang awal

b: panjang setelah putus 6. Laju Transmisi Oksigen Metode Manometer

Laju transmisi oksigen terhadap film diukur dengan menggunakan Gas Transmission Rate Tester Speedivac 2. Sebelum diukur, film dikondisikan dalam ruangan bersuhu 25oC, RH 50%

% 100 x a

a

(50)

selama 24 jam. Film yang diuji dipotong dengan diameter 105-108 mm. Film harus bebas dari kerusakan atau cacat.

Contoh ditempatkan pada dasar sel, ditutup dan sekrup dikencangkan. Ujung alat pengukur dimiringkan ke kiri agar tetesan merkuri pada dasar tabung pengukur menuju pipa kapiler. Kran-kran ditutup, kran A dan 4 dibuka, serta pompa vakum dihidupkan.

Tabung tekanan compesation dan tabung pengukur dikosongkan serta divakumkan sesempurna mungkin kira-kira lima menit untuk mengurangi gas yang teradsorpsi. Pemompaan vakum dilanjutkan dalam ruang 2 kurang dari 0.2 mmHg (27 Pa). Kran 4 ditutup dan pompa vakum tetap dijalankan.

Alat pengukur dikembalikan pada posisi tegak lurus. Udara dimasukkan perlahan-lahan pada distributor dengan cara membuka kran 3 sampai benang merkuri akan turun dimana lajunya akan tergantung kepada permeabilitas film yang diuji. Selanjutnya dibuat grafik antara tinggi merkuri (h) dalam cm terhadap waktu (t) dalam jam.

Laju transmisi gas (G) pada tekanan 1 atm dihitung dengan rumus :

Keterangan : To = 273oC

G = laju transmisi gas (cm3/m2/24 jam) T = suhu pengujian (oK)

Po = tekanan atmosfir normal (1 atm) A = luas permukaan film (cm2) V = volume awal ruang (cm3)

a = penampang melintang tabung kapiler (cm2)

h = tinggi merkuri dalam tabung dibaca pada waktu mulai (cm) H = tinggi merkuri dihubungkan dengan tekanan atmosfir (cm) C = faktor koreksi (1)

dh/dt = slope dari kurva pada titik t (cm/jam) dt dh xC CH H aH V x A x Po x T To x G − +

=24 1 10 2

(51)

7. Laju Transmisi Uap Air Metode Gravimetri (ASTM E-96-99)

Laju transmisi uap air terhadap film diukur dengan menggunakan metode gravimetri. Bahan penyerap uap air (CaCl2)

diletakkan dalam kaleng. Kemudian sampel diletakkkan di atas kaleng tersebut sedemikian rupa sehingga menutupi kaleng tersebut. Tutup dengan parafilm untuk menutupi bagian antara wadah dengan sampel sehingga tidak ada udara masuk.

Cawan ditimbang dengan ketelitian 0.0001 g kemudian diletakkan dalam desikator yang berisi garam K2SO4. Cawan

ditimbang tiap hari pada jam yang sama dan ditentukan panambahan berat dari cawan. Selanjutnya dibuat grafik hubungan antara pertambahan berat dan waktu. Nilai WVTR dihitung dengan rumus :

WVTR = slope / luas sampel (m2) = g/m2/24 jam (97% RH, 30oC) WVP = WVTR x L / [(P2-P1)]

L : tebal film (mm)

P2 : tekanan uap air jenuh di luar kaleng (mm Hg) P1 : tekanan uap air jenuh di dalam kaleng (mm Hg)

8. Pengamatan Mikrostruktur dengan Scanning Electron Microscopy (SEM)

Scanning electron microscope (SEM) digunakan untuk melihat mikrostrukur edible film. Sebelum dilakukan pengukuran, edible film kitosan dilarutkan di dalam heksana selama 60 menit dengan pengocokan menggunakan Shaker. Edible film kitosan dilapiskan pada plat alumunium dengan menggunakan pelekat. Kemudian divakum selama 5 menit. Selanjutnya proses coating dengan emas selama 15 menit. Edible film kitosan siap di foto dengan JEOL Model JSM 5310 LV Scanning Microscope.

c. Pengujian Aktivitas Antimikroba Edible Film Terhadap Bakteri-bakteri Patogen (Garriga et al., 1993)

(52)

1. Persiapan Kultur Uji

[image:52.612.246.479.238.395.2]

Disiapkan terlebih dahulu kultur uji dengan menginokulasikan satu ose kultur murni dari agar miring Nutrient Agar (NA) ke dalam 10 ml medium cair Nutrient Broth (NB) secara aseptik. Kultur uji kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 oC. Kultur uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bacillus cereus,

Gambar

Gambar 1. Struktur kimia kitin dan kitosan
Gambar 2. Rumus struktur (a) Asam asetat, (b) Asam laktat
Tabel 1. Sifat dan mutu kitosan
Tabel 2. Aplikasi kitin, kitosan, dan turunannya dalam industri makanan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga data penelitian tersebut layak untuk digunakan penelitian selanjutnya dapat diterangkan bahwa nilai signifikansi dari permainan modifikasi sepak bola dalam

Dengan dilakukannya studi ini diharapkan dapat diketahui apakah lilin sarang lebah dapat digunakan sebagai antifungi pada ikan kayu (keumamah), bagaimanakah konsentrasi terbaik

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai konsentrasi logam berat timbal (Pb) pada air, sedimen dan makrozoobenthos di kawasan mangrove

Informasi publik yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10, dapat diberikan kepada pemohon atas persetujuan Menteri atau pejabat yang ditunjuk,

1. Korteks sensoris, pusat sensasi umum primer suatu hemisfer serebri yang mengurus bagian badan, luas daerah korteks yang menangani suatu alat atau bagian tubuh

Ayam yang digunakan sebanyak sebelas Bangsa Ayam yaitu Ayam kampung, Ayam Bangkok, Ayam Birma, Ayam Serama, Ayam Kate, Ayam Magon, Ayam Hutan, Ayam Bagon,

Pajak Restoran adalah pajak daerah yang menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Boyolali.. Tujuan dari studi ini adalah mengetahui potensi penerimaan pajak

Model berbasis akrual menggunakan akrual sukarela sebagai indikator manajemen laba. Total akrual digunakan untuk mengukur akrual sukarela karena terdapat kesulitan