Deteksi Manajemen Laba
di Sektor Perbankan
Det ek si Manajem en L ab a di Sekt or P er b ank anMONOGRAF
( P raktik , dan Hasil P en elitian)Teori Praktik Hasil Penelitian
Nurika Restuningdiah dkk
Nur
ik
a Restunin
gdiah dkk
Jl. Teuku Umar 22 Kec. Tumpang Kab. Malang
bentarapustaka@gmail.com @Bentara_Pustaka Penerbit Bentara Pustaka
Penelitian ini menguji apakah manajemen laba sebelum penerbitan saham (pre-issue), seperti yang tercermin dalam akrual diskresioner, mampu menjelaskan kinerja jangka panjang dari emiten yang menjual saham secara musiman (di waktu tertentu). Peneliti
menemukan bahwa discretionary current accrual terjadi sebelum masa penawaran saham, mencapai puncaknya pada saat penawaran, dan menurun setelah masa penawaran. Pola akrual ini menyebabkan laba bersih meningkat sebelum masa penawaran, mencapai puncak pada saat penawaran, dan menurun setelah masa penawaran, meskipun arus kas operasi rendah pada saat sebelum penerbitan dan meningkat setelah masa penerbitan. Bagi emiten yang secara agresif mengelola akrual diskresioner biasanya laba bersihnya menurun sebelum penerbitan saham.
Peneliti juga menemukan adanya hubungan yang negatif antara
discretionary current accrual pada saat sebelum penerbitan saham dengan laba setelah penerbitan saham dan pada saat pengembalian saham. Adanya hubungan negatif dengan pengembalian saham terjadi setelah adanya pengendalian terhadap ukuran perusahaan,
book-to-market ratio, dan post-issue capital expenditure. Sedangkan adanya hubungan negatif antara discretionary current accrual dengan
subsequent return umum terjadi pada semua perusahaan selama periode pengujian antara tahun 1976 hingga 1990. Hasil penelitian ini memperluas penelitian yang sebelumnya dalam dua aspek, pertama, peneliti menemukan bahwa komponen discretionary of current accrual
mampu menjelaskan tingkat pengembalian rasio book-to-market di masa depan dan jauh lebih baik daripada ukuran perusahaan. Kedua, peneliti menemukan adanya hubungan negatif yang lebih kuat antara
discretionary current accruals dengan future returns pada perusahaan yang baru menjual ekuitasnya.
Hubungan antara discretionary current accruals dan post-issue underperformance in stock returns juga ditemukan oleh Teoh et al pada saat penawaran umum perdana (IPO). Seringkali emiten yang melakukan penjualan saham secara musiman, pergerakannya diikuti oleh analis, masyarakat dan informasi keuangannya pun juga telah diaudit, sehingga mereka memiliki kapitalisasi pasar yang lebih besar, dan lebih mudah untuk melakukan short-selling, masuk akal apabila insentif dan peluang untuk menipu para investor dengan mengelola laba menjadi lebih
terbatas bagi perusahaan yang melakukan penjualan saham secara musiman daripada perusahaan yang baru melakukan penawaran umum perdana.
Singkatnya, bukti tersebut konsisten dengan hipotesis bahwa investor secara naif mengekstrapolasi laba sebelum penerbitan, dan mengabaikan informasi yang relevan yang terkandung dalam
discretionary current accruals sebelum penerbitan saham. Pada pasar yang tidak sempurna, informasi laba menunjukkan hasil yang terlalu optimis ketika penjual saham musiman menawarkan sahamnya dan kemudian investor kecewa karena ternyata tidak mampu mempertahankan laba yang tinggi. Temuan-temuan ini memiliki implikasi bagi investor, perusahaan, dan pembuat standar akuntansi. Investor dapat menggunakan informasi yang terkandung dalam
accounting accrual pada saat sebelum penawaran untuk membedakan antar emiten. Manajer mempertimbangkan pilihan akuntansi yang diperbolehkan untuk mengurangi biaya modal perusahaan atau untuk meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri. Dan bagi pembuat standar akuntansi sebaiknya mempertimbangkan biaya pilihan atas discretionary accruals, terutama ketika investor memiliki informasi yang jauh lebih sedikit daripada manajer perusahaan yang menerbitkan saham.
Studi ini mereview bukti manajemen laba dan implikasinya terhadap penyusun standar akuntansi dan regulator. Reviu disusun berdasarkan pertanyaan mengenai kepentingan penyusun standar. Selain itu, reviu menjabarkan akrual spesifik yang digunakan untuk mengelola laba, pola dan frekuensi manajemen laba, dan apakah manajemen laba mempengaruhi alokasi sumber daya ekonomi.
Penyusun standar mendefinisikan akuntansi merupakan bahasa yang digunakan oleh manajemen untuk berkomunikasi dengan pemangku kepentingan eksternal. Standar akuntansi dikatakan
menambah nilai jika laporan keuangan mampu secara efektif memotret perbedaan posisi ekonomi dan kinerja perusahaan secara tepat waktu dan kredibel. Untuk mencapai tujuan ini, penyusun standar diharapkan mampu mempertimbangkan konflik antara reliabilitas dan relevansi informasi akuntansi melalui standar yang terbentuk. Jika laporan keuangan bermaksud memberikan informasi manajemen melalui kinerja perusahaan mereka, standar harus memperbolehkan manajer untuk menggunakan judgement dalam pelaporan keuangan. Manajer dapat menggunakan pengetahuan yang dimiliki tentang bisnis dan peluang untuk memilih metode, estimasi, dan penyajian laporan yang sesuai dengan karakteristik ekonomi bisnis perusahaan, sehingga meningkatkan nilai akuntansi sebagai bentuk komunikasi.
Pertanyaan yang muncul bagi penyusun standar dan regulator adalah menentukan bagaimana judgement manajemen yang diperbolehkan dalam penyusunan laporan keuangan. Insentif manajemen laba memang ada, tetapi memang sulit bagi peneliti untuk mendokumentasikan manajemen laba. Pendekatan yang paling utama adalah pertama mengidentifikasi kondisi yang bagaimana manajemen memiliki insentif tinggi untuk mengelola laba, kemudian menguji apakah pola akrual (pilihan akunansi) yang tidak diekspektasikan konsisten dengan insentif mereka atau dampak diskresi akuntansi melalui akrual tidak diekspektasikan atau pilihan metode akuntansi.
Motivasi manajemen laba salah satunya adalah pasar modal dan memenuhi ekspektasi analis. Kasznik (1999) menemukan bahwa perusahaan yang berada dalam posisi turunnya peramalan laba menggunakan akrual yang tidak diekspektasikan untuk mengelola laba agar meningkat.
Entitas menggunakan akrual spesifik tertentu yang akan dijadikan sebagai media untuk melakukan manajemen laba. Teoh dkk. (1998) menemukan bahwa perusahaan menggunakan depresiasi dan penyisihan piutang tak tertagih untuk menaikkan laba selama masa
Initial Public Offering (IPO) dan beberapa tahun berikutnya. Bank dan perusahaan asuransi menggunakan cadangan kerugian kredit (loan loss
provision) dan cadangan kerugian klaim (claim loss reserves). Contoh lainnya adlaah penggunaan cadangan penilaian pajak tangguhan. Perusahaan yang memakai akrual spesifik masih sedikit diteliti, tapi paling tidak bukti menunjukkan mereka melakukan manajemen laba untuk alasan pasar saham. Masih menjadi pertanyaan apakah hal ini secara luas dilakukan atau sering dilakukan.
Motivasi manajemen laba yang kedua adalah kontrak dengan stakeholders. Kontrak kompensasi manajemen digunakan untuk menyelaraskan insentif manajemen dan stakeholders eksternal. Kontrak pinjaman juga untuk membatasi tindakan manajemen yang menguntungkan pemegang saham di atas kepentingan kreditur.
Motivasi manajemen laba yang ketiga adalah regulasi yang mana standar akuntansi melingkupi regulasi industri. Laporan keuangan harus dapat menyediakan informasi bagi stakeholders dan mendukung pengambilan keputusan oleh bank.
Pola manajemen laba bermacam-macam antara lain menghindari kerugian atau laba menurun. Temuan menunjukkan bahwa terdapat frekuensi perusahaan yang lebih tinggi yang melaporkan laba positif dan sedikit frekuensi perusahaan yang melaporkan laba negatif. Manajemen laba akan lebih sedikit mempengaruhi alokasi sumber daya ketika pelaporan keuangan lebih transaparan.
Artikel ini mengangkat isu tentang relevansi nilai dari pengungkapan comprehensive income, seperti net income, fixed asset revaluation dan foreign currency translation adjustment. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris berdasarkan market test tentang pengaruh comprehensive income di Statement of Changes in Equity (SCE) terhadap harga saham.
Deteksi Manajemen Laba
di Sektor Perbankan
Nurika Restuningdiah dkk
(Teori, Praktik, dan Hasil Penelitian)
MONOGRAF
Penelitian ini menguji apakah manajemen laba sebelum penerbitan saham (pre-issue), seperti yang tercermin dalam akrual diskresioner, mampu menjelaskan kinerja jangka panjang dari emiten yang menjual saham secara musiman (di waktu tertentu). Peneliti
menemukan bahwa discretionary current accrual terjadi sebelum masa penawaran saham, mencapai puncaknya pada saat penawaran, dan menurun setelah masa penawaran. Pola akrual ini menyebabkan laba bersih meningkat sebelum masa penawaran, mencapai puncak pada saat penawaran, dan menurun setelah masa penawaran, meskipun arus kas operasi rendah pada saat sebelum penerbitan dan meningkat setelah masa penerbitan. Bagi emiten yang secara agresif mengelola akrual diskresioner biasanya laba bersihnya menurun sebelum penerbitan saham.
Peneliti juga menemukan adanya hubungan yang negatif antara
discretionary current accrual pada saat sebelum penerbitan saham dengan laba setelah penerbitan saham dan pada saat pengembalian saham. Adanya hubungan negatif dengan pengembalian saham terjadi setelah adanya pengendalian terhadap ukuran perusahaan,
book-to-market ratio, dan post-issue capital expenditure. Sedangkan adanya hubungan negatif antara discretionary current accrual dengan
subsequent return umum terjadi pada semua perusahaan selama periode pengujian antara tahun 1976 hingga 1990. Hasil penelitian ini memperluas penelitian yang sebelumnya dalam dua aspek, pertama, peneliti menemukan bahwa komponen discretionary of current accrual
mampu menjelaskan tingkat pengembalian rasio book-to-market di masa depan dan jauh lebih baik daripada ukuran perusahaan. Kedua, peneliti menemukan adanya hubungan negatif yang lebih kuat antara
discretionary current accruals dengan future returns pada perusahaan yang baru menjual ekuitasnya.
Hubungan antara discretionary current accruals dan post-issue underperformance in stock returns juga ditemukan oleh Teoh et al pada saat penawaran umum perdana (IPO). Seringkali emiten yang melakukan penjualan saham secara musiman, pergerakannya diikuti oleh analis, masyarakat dan informasi keuangannya pun juga telah diaudit, sehingga mereka memiliki kapitalisasi pasar yang lebih besar, dan lebih mudah untuk melakukan short-selling, masuk akal apabila insentif dan peluang untuk menipu para investor dengan mengelola laba menjadi lebih
terbatas bagi perusahaan yang melakukan penjualan saham secara musiman daripada perusahaan yang baru melakukan penawaran umum perdana.
Singkatnya, bukti tersebut konsisten dengan hipotesis bahwa investor secara naif mengekstrapolasi laba sebelum penerbitan, dan mengabaikan informasi yang relevan yang terkandung dalam
discretionary current accruals sebelum penerbitan saham. Pada pasar yang tidak sempurna, informasi laba menunjukkan hasil yang terlalu optimis ketika penjual saham musiman menawarkan sahamnya dan kemudian investor kecewa karena ternyata tidak mampu mempertahankan laba yang tinggi. Temuan-temuan ini memiliki implikasi bagi investor, perusahaan, dan pembuat standar akuntansi. Investor dapat menggunakan informasi yang terkandung dalam
accounting accrual pada saat sebelum penawaran untuk membedakan antar emiten. Manajer mempertimbangkan pilihan akuntansi yang diperbolehkan untuk mengurangi biaya modal perusahaan atau untuk meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri. Dan bagi pembuat standar akuntansi sebaiknya mempertimbangkan biaya pilihan atas discretionary accruals, terutama ketika investor memiliki informasi yang jauh lebih sedikit daripada manajer perusahaan yang menerbitkan saham.
Studi ini mereview bukti manajemen laba dan implikasinya terhadap penyusun standar akuntansi dan regulator. Reviu disusun berdasarkan pertanyaan mengenai kepentingan penyusun standar. Selain itu, reviu menjabarkan akrual spesifik yang digunakan untuk mengelola laba, pola dan frekuensi manajemen laba, dan apakah manajemen laba mempengaruhi alokasi sumber daya ekonomi.
Penyusun standar mendefinisikan akuntansi merupakan bahasa yang digunakan oleh manajemen untuk berkomunikasi dengan pemangku kepentingan eksternal. Standar akuntansi dikatakan
menambah nilai jika laporan keuangan mampu secara efektif memotret perbedaan posisi ekonomi dan kinerja perusahaan secara tepat waktu dan kredibel. Untuk mencapai tujuan ini, penyusun standar diharapkan mampu mempertimbangkan konflik antara reliabilitas dan relevansi informasi akuntansi melalui standar yang terbentuk. Jika laporan keuangan bermaksud memberikan informasi manajemen melalui kinerja perusahaan mereka, standar harus memperbolehkan manajer untuk menggunakan judgement dalam pelaporan keuangan. Manajer dapat menggunakan pengetahuan yang dimiliki tentang bisnis dan peluang untuk memilih metode, estimasi, dan penyajian laporan yang sesuai dengan karakteristik ekonomi bisnis perusahaan, sehingga meningkatkan nilai akuntansi sebagai bentuk komunikasi.
Pertanyaan yang muncul bagi penyusun standar dan regulator adalah menentukan bagaimana judgement manajemen yang diperbolehkan dalam penyusunan laporan keuangan. Insentif manajemen laba memang ada, tetapi memang sulit bagi peneliti untuk mendokumentasikan manajemen laba. Pendekatan yang paling utama adalah pertama mengidentifikasi kondisi yang bagaimana manajemen memiliki insentif tinggi untuk mengelola laba, kemudian menguji apakah pola akrual (pilihan akunansi) yang tidak diekspektasikan konsisten dengan insentif mereka atau dampak diskresi akuntansi melalui akrual tidak diekspektasikan atau pilihan metode akuntansi.
Motivasi manajemen laba salah satunya adalah pasar modal dan memenuhi ekspektasi analis. Kasznik (1999) menemukan bahwa perusahaan yang berada dalam posisi turunnya peramalan laba menggunakan akrual yang tidak diekspektasikan untuk mengelola laba agar meningkat.
Entitas menggunakan akrual spesifik tertentu yang akan dijadikan sebagai media untuk melakukan manajemen laba. Teoh dkk. (1998) menemukan bahwa perusahaan menggunakan depresiasi dan penyisihan piutang tak tertagih untuk menaikkan laba selama masa
Initial Public Offering (IPO) dan beberapa tahun berikutnya. Bank dan perusahaan asuransi menggunakan cadangan kerugian kredit (loan loss
provision) dan cadangan kerugian klaim (claim loss reserves). Contoh lainnya adlaah penggunaan cadangan penilaian pajak tangguhan. Perusahaan yang memakai akrual spesifik masih sedikit diteliti, tapi paling tidak bukti menunjukkan mereka melakukan manajemen laba untuk alasan pasar saham. Masih menjadi pertanyaan apakah hal ini secara luas dilakukan atau sering dilakukan.
Motivasi manajemen laba yang kedua adalah kontrak dengan stakeholders. Kontrak kompensasi manajemen digunakan untuk menyelaraskan insentif manajemen dan stakeholders eksternal. Kontrak pinjaman juga untuk membatasi tindakan manajemen yang menguntungkan pemegang saham di atas kepentingan kreditur.
Motivasi manajemen laba yang ketiga adalah regulasi yang mana standar akuntansi melingkupi regulasi industri. Laporan keuangan harus dapat menyediakan informasi bagi stakeholders dan mendukung pengambilan keputusan oleh bank.
Pola manajemen laba bermacam-macam antara lain menghindari kerugian atau laba menurun. Temuan menunjukkan bahwa terdapat frekuensi perusahaan yang lebih tinggi yang melaporkan laba positif dan sedikit frekuensi perusahaan yang melaporkan laba negatif. Manajemen laba akan lebih sedikit mempengaruhi alokasi sumber daya ketika pelaporan keuangan lebih transaparan.
Artikel ini mengangkat isu tentang relevansi nilai dari pengungkapan comprehensive income, seperti net income, fixed asset revaluation dan foreign currency translation adjustment. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris berdasarkan market test tentang pengaruh comprehensive income di Statement of Changes in Equity (SCE) terhadap harga saham.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
Ketentuan Pidana: Pasal 72
1. Barangsiapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 49 Ayat (1) dan Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagai dimaksud pada Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Penelitian ini menguji apakah manajemen laba sebelum penerbitan saham (pre-issue), seperti yang tercermin dalam akrual diskresioner, mampu menjelaskan kinerja jangka panjang dari emiten yang menjual saham secara musiman (di waktu tertentu). Peneliti
menemukan bahwa discretionary current accrual terjadi sebelum masa penawaran saham, mencapai puncaknya pada saat penawaran, dan menurun setelah masa penawaran. Pola akrual ini menyebabkan laba bersih meningkat sebelum masa penawaran, mencapai puncak pada saat penawaran, dan menurun setelah masa penawaran, meskipun arus kas operasi rendah pada saat sebelum penerbitan dan meningkat setelah masa penerbitan. Bagi emiten yang secara agresif mengelola akrual diskresioner biasanya laba bersihnya menurun sebelum penerbitan saham.
Peneliti juga menemukan adanya hubungan yang negatif antara
discretionary current accrual pada saat sebelum penerbitan saham dengan laba setelah penerbitan saham dan pada saat pengembalian saham. Adanya hubungan negatif dengan pengembalian saham terjadi setelah adanya pengendalian terhadap ukuran perusahaan,
book-to-market ratio, dan post-issue capital expenditure. Sedangkan adanya hubungan negatif antara discretionary current accrual dengan
subsequent return umum terjadi pada semua perusahaan selama periode pengujian antara tahun 1976 hingga 1990. Hasil penelitian ini memperluas penelitian yang sebelumnya dalam dua aspek, pertama, peneliti menemukan bahwa komponen discretionary of current accrual
mampu menjelaskan tingkat pengembalian rasio book-to-market di masa depan dan jauh lebih baik daripada ukuran perusahaan. Kedua, peneliti menemukan adanya hubungan negatif yang lebih kuat antara
discretionary current accruals dengan future returns pada perusahaan yang baru menjual ekuitasnya.
Hubungan antara discretionary current accruals dan post-issue underperformance in stock returns juga ditemukan oleh Teoh et al pada saat penawaran umum perdana (IPO). Seringkali emiten yang melakukan penjualan saham secara musiman, pergerakannya diikuti oleh analis, masyarakat dan informasi keuangannya pun juga telah diaudit, sehingga mereka memiliki kapitalisasi pasar yang lebih besar, dan lebih mudah untuk melakukan short-selling, masuk akal apabila insentif dan peluang untuk menipu para investor dengan mengelola laba menjadi lebih
terbatas bagi perusahaan yang melakukan penjualan saham secara musiman daripada perusahaan yang baru melakukan penawaran umum perdana.
Singkatnya, bukti tersebut konsisten dengan hipotesis bahwa investor secara naif mengekstrapolasi laba sebelum penerbitan, dan mengabaikan informasi yang relevan yang terkandung dalam
discretionary current accruals sebelum penerbitan saham. Pada pasar yang tidak sempurna, informasi laba menunjukkan hasil yang terlalu optimis ketika penjual saham musiman menawarkan sahamnya dan kemudian investor kecewa karena ternyata tidak mampu mempertahankan laba yang tinggi. Temuan-temuan ini memiliki implikasi bagi investor, perusahaan, dan pembuat standar akuntansi. Investor dapat menggunakan informasi yang terkandung dalam
accounting accrual pada saat sebelum penawaran untuk membedakan antar emiten. Manajer mempertimbangkan pilihan akuntansi yang diperbolehkan untuk mengurangi biaya modal perusahaan atau untuk meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri. Dan bagi pembuat standar akuntansi sebaiknya mempertimbangkan biaya pilihan atas discretionary accruals, terutama ketika investor memiliki informasi yang jauh lebih sedikit daripada manajer perusahaan yang menerbitkan saham.
Studi ini mereview bukti manajemen laba dan implikasinya terhadap penyusun standar akuntansi dan regulator. Reviu disusun berdasarkan pertanyaan mengenai kepentingan penyusun standar. Selain itu, reviu menjabarkan akrual spesifik yang digunakan untuk mengelola laba, pola dan frekuensi manajemen laba, dan apakah manajemen laba mempengaruhi alokasi sumber daya ekonomi.
Penyusun standar mendefinisikan akuntansi merupakan bahasa yang digunakan oleh manajemen untuk berkomunikasi dengan pemangku kepentingan eksternal. Standar akuntansi dikatakan
menambah nilai jika laporan keuangan mampu secara efektif memotret perbedaan posisi ekonomi dan kinerja perusahaan secara tepat waktu dan kredibel. Untuk mencapai tujuan ini, penyusun standar diharapkan mampu mempertimbangkan konflik antara reliabilitas dan relevansi informasi akuntansi melalui standar yang terbentuk. Jika laporan keuangan bermaksud memberikan informasi manajemen melalui kinerja perusahaan mereka, standar harus memperbolehkan manajer untuk menggunakan judgement dalam pelaporan keuangan. Manajer dapat menggunakan pengetahuan yang dimiliki tentang bisnis dan peluang untuk memilih metode, estimasi, dan penyajian laporan yang sesuai dengan karakteristik ekonomi bisnis perusahaan, sehingga meningkatkan nilai akuntansi sebagai bentuk komunikasi.
Pertanyaan yang muncul bagi penyusun standar dan regulator adalah menentukan bagaimana judgement manajemen yang diperbolehkan dalam penyusunan laporan keuangan. Insentif manajemen laba memang ada, tetapi memang sulit bagi peneliti untuk mendokumentasikan manajemen laba. Pendekatan yang paling utama adalah pertama mengidentifikasi kondisi yang bagaimana manajemen memiliki insentif tinggi untuk mengelola laba, kemudian menguji apakah pola akrual (pilihan akunansi) yang tidak diekspektasikan konsisten dengan insentif mereka atau dampak diskresi akuntansi melalui akrual tidak diekspektasikan atau pilihan metode akuntansi.
Motivasi manajemen laba salah satunya adalah pasar modal dan memenuhi ekspektasi analis. Kasznik (1999) menemukan bahwa perusahaan yang berada dalam posisi turunnya peramalan laba menggunakan akrual yang tidak diekspektasikan untuk mengelola laba agar meningkat.
Entitas menggunakan akrual spesifik tertentu yang akan dijadikan sebagai media untuk melakukan manajemen laba. Teoh dkk. (1998) menemukan bahwa perusahaan menggunakan depresiasi dan penyisihan piutang tak tertagih untuk menaikkan laba selama masa
Initial Public Offering (IPO) dan beberapa tahun berikutnya. Bank dan perusahaan asuransi menggunakan cadangan kerugian kredit (loan loss
provision) dan cadangan kerugian klaim (claim loss reserves). Contoh lainnya adlaah penggunaan cadangan penilaian pajak tangguhan. Perusahaan yang memakai akrual spesifik masih sedikit diteliti, tapi paling tidak bukti menunjukkan mereka melakukan manajemen laba untuk alasan pasar saham. Masih menjadi pertanyaan apakah hal ini secara luas dilakukan atau sering dilakukan.
Motivasi manajemen laba yang kedua adalah kontrak dengan stakeholders. Kontrak kompensasi manajemen digunakan untuk menyelaraskan insentif manajemen dan stakeholders eksternal. Kontrak pinjaman juga untuk membatasi tindakan manajemen yang menguntungkan pemegang saham di atas kepentingan kreditur.
Motivasi manajemen laba yang ketiga adalah regulasi yang mana standar akuntansi melingkupi regulasi industri. Laporan keuangan harus dapat menyediakan informasi bagi stakeholders dan mendukung pengambilan keputusan oleh bank.
Pola manajemen laba bermacam-macam antara lain menghindari kerugian atau laba menurun. Temuan menunjukkan bahwa terdapat frekuensi perusahaan yang lebih tinggi yang melaporkan laba positif dan sedikit frekuensi perusahaan yang melaporkan laba negatif. Manajemen laba akan lebih sedikit mempengaruhi alokasi sumber daya ketika pelaporan keuangan lebih transaparan.
Artikel ini mengangkat isu tentang relevansi nilai dari pengungkapan comprehensive income, seperti net income, fixed asset revaluation dan foreign currency translation adjustment. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris berdasarkan market test tentang pengaruh comprehensive income di Statement of Changes in Equity (SCE) terhadap harga saham.
Deteksi Manajemen Laba
di Sektor Perbankan
MONOGRAF
Nurika Restuningdiah dkk(Teori, Praktik, dan Hasil Penelitian)
Penelitian ini menguji apakah manajemen laba sebelum penerbitan saham (pre-issue), seperti yang tercermin dalam akrual diskresioner, mampu menjelaskan kinerja jangka panjang dari emiten yang menjual saham secara musiman (di waktu tertentu). Peneliti
menemukan bahwa discretionary current accrual terjadi sebelum masa penawaran saham, mencapai puncaknya pada saat penawaran, dan menurun setelah masa penawaran. Pola akrual ini menyebabkan laba bersih meningkat sebelum masa penawaran, mencapai puncak pada saat penawaran, dan menurun setelah masa penawaran, meskipun arus kas operasi rendah pada saat sebelum penerbitan dan meningkat setelah masa penerbitan. Bagi emiten yang secara agresif mengelola akrual diskresioner biasanya laba bersihnya menurun sebelum penerbitan saham.
Peneliti juga menemukan adanya hubungan yang negatif antara
discretionary current accrual pada saat sebelum penerbitan saham dengan laba setelah penerbitan saham dan pada saat pengembalian saham. Adanya hubungan negatif dengan pengembalian saham terjadi setelah adanya pengendalian terhadap ukuran perusahaan,
book-to-market ratio, dan post-issue capital expenditure. Sedangkan adanya hubungan negatif antara discretionary current accrual dengan
subsequent return umum terjadi pada semua perusahaan selama periode pengujian antara tahun 1976 hingga 1990. Hasil penelitian ini memperluas penelitian yang sebelumnya dalam dua aspek, pertama, peneliti menemukan bahwa komponen discretionary of current accrual
mampu menjelaskan tingkat pengembalian rasio book-to-market di masa depan dan jauh lebih baik daripada ukuran perusahaan. Kedua, peneliti menemukan adanya hubungan negatif yang lebih kuat antara
discretionary current accruals dengan future returns pada perusahaan yang baru menjual ekuitasnya.
Hubungan antara discretionary current accruals dan post-issue underperformance in stock returns juga ditemukan oleh Teoh et al pada saat penawaran umum perdana (IPO). Seringkali emiten yang melakukan penjualan saham secara musiman, pergerakannya diikuti oleh analis, masyarakat dan informasi keuangannya pun juga telah diaudit, sehingga mereka memiliki kapitalisasi pasar yang lebih besar, dan lebih mudah untuk melakukan short-selling, masuk akal apabila insentif dan peluang untuk menipu para investor dengan mengelola laba menjadi lebih
terbatas bagi perusahaan yang melakukan penjualan saham secara musiman daripada perusahaan yang baru melakukan penawaran umum perdana.
Singkatnya, bukti tersebut konsisten dengan hipotesis bahwa investor secara naif mengekstrapolasi laba sebelum penerbitan, dan mengabaikan informasi yang relevan yang terkandung dalam
discretionary current accruals sebelum penerbitan saham. Pada pasar yang tidak sempurna, informasi laba menunjukkan hasil yang terlalu optimis ketika penjual saham musiman menawarkan sahamnya dan kemudian investor kecewa karena ternyata tidak mampu mempertahankan laba yang tinggi. Temuan-temuan ini memiliki implikasi bagi investor, perusahaan, dan pembuat standar akuntansi. Investor dapat menggunakan informasi yang terkandung dalam
accounting accrual pada saat sebelum penawaran untuk membedakan antar emiten. Manajer mempertimbangkan pilihan akuntansi yang diperbolehkan untuk mengurangi biaya modal perusahaan atau untuk meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri. Dan bagi pembuat standar akuntansi sebaiknya mempertimbangkan biaya pilihan atas discretionary accruals, terutama ketika investor memiliki informasi yang jauh lebih sedikit daripada manajer perusahaan yang menerbitkan saham.
Studi ini mereview bukti manajemen laba dan implikasinya terhadap penyusun standar akuntansi dan regulator. Reviu disusun berdasarkan pertanyaan mengenai kepentingan penyusun standar. Selain itu, reviu menjabarkan akrual spesifik yang digunakan untuk mengelola laba, pola dan frekuensi manajemen laba, dan apakah manajemen laba mempengaruhi alokasi sumber daya ekonomi.
Penyusun standar mendefinisikan akuntansi merupakan bahasa yang digunakan oleh manajemen untuk berkomunikasi dengan pemangku kepentingan eksternal. Standar akuntansi dikatakan
menambah nilai jika laporan keuangan mampu secara efektif memotret perbedaan posisi ekonomi dan kinerja perusahaan secara tepat waktu dan kredibel. Untuk mencapai tujuan ini, penyusun standar diharapkan mampu mempertimbangkan konflik antara reliabilitas dan relevansi informasi akuntansi melalui standar yang terbentuk. Jika laporan keuangan bermaksud memberikan informasi manajemen melalui kinerja perusahaan mereka, standar harus memperbolehkan manajer untuk menggunakan judgement dalam pelaporan keuangan. Manajer dapat menggunakan pengetahuan yang dimiliki tentang bisnis dan peluang untuk memilih metode, estimasi, dan penyajian laporan yang sesuai dengan karakteristik ekonomi bisnis perusahaan, sehingga meningkatkan nilai akuntansi sebagai bentuk komunikasi.
Pertanyaan yang muncul bagi penyusun standar dan regulator adalah menentukan bagaimana judgement manajemen yang diperbolehkan dalam penyusunan laporan keuangan. Insentif manajemen laba memang ada, tetapi memang sulit bagi peneliti untuk mendokumentasikan manajemen laba. Pendekatan yang paling utama adalah pertama mengidentifikasi kondisi yang bagaimana manajemen memiliki insentif tinggi untuk mengelola laba, kemudian menguji apakah pola akrual (pilihan akunansi) yang tidak diekspektasikan konsisten dengan insentif mereka atau dampak diskresi akuntansi melalui akrual tidak diekspektasikan atau pilihan metode akuntansi.
Motivasi manajemen laba salah satunya adalah pasar modal dan memenuhi ekspektasi analis. Kasznik (1999) menemukan bahwa perusahaan yang berada dalam posisi turunnya peramalan laba menggunakan akrual yang tidak diekspektasikan untuk mengelola laba agar meningkat.
Entitas menggunakan akrual spesifik tertentu yang akan dijadikan sebagai media untuk melakukan manajemen laba. Teoh dkk. (1998) menemukan bahwa perusahaan menggunakan depresiasi dan penyisihan piutang tak tertagih untuk menaikkan laba selama masa
Initial Public Offering (IPO) dan beberapa tahun berikutnya. Bank dan perusahaan asuransi menggunakan cadangan kerugian kredit (loan loss
provision) dan cadangan kerugian klaim (claim loss reserves). Contoh lainnya adlaah penggunaan cadangan penilaian pajak tangguhan. Perusahaan yang memakai akrual spesifik masih sedikit diteliti, tapi paling tidak bukti menunjukkan mereka melakukan manajemen laba untuk alasan pasar saham. Masih menjadi pertanyaan apakah hal ini secara luas dilakukan atau sering dilakukan.
Motivasi manajemen laba yang kedua adalah kontrak dengan stakeholders. Kontrak kompensasi manajemen digunakan untuk menyelaraskan insentif manajemen dan stakeholders eksternal. Kontrak pinjaman juga untuk membatasi tindakan manajemen yang menguntungkan pemegang saham di atas kepentingan kreditur.
Motivasi manajemen laba yang ketiga adalah regulasi yang mana standar akuntansi melingkupi regulasi industri. Laporan keuangan harus dapat menyediakan informasi bagi stakeholders dan mendukung pengambilan keputusan oleh bank.
Pola manajemen laba bermacam-macam antara lain menghindari kerugian atau laba menurun. Temuan menunjukkan bahwa terdapat frekuensi perusahaan yang lebih tinggi yang melaporkan laba positif dan sedikit frekuensi perusahaan yang melaporkan laba negatif. Manajemen laba akan lebih sedikit mempengaruhi alokasi sumber daya ketika pelaporan keuangan lebih transaparan.
Artikel ini mengangkat isu tentang relevansi nilai dari pengungkapan comprehensive income, seperti net income, fixed asset revaluation dan foreign currency translation adjustment. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris berdasarkan market test tentang pengaruh comprehensive income di Statement of Changes in Equity (SCE) terhadap harga saham.
Penulis:
Nurika Restuningdiah Vega Wafaretta Mika MarselyISBN:
978-602-53440-2-2Desain Sampul dan Ilustrasi Isi:
Aji Setiawan jiaone
Tata Letak
:
Aji Setiawan jiaone
Penerbit:
Bentara Pustaka
Redaksi:
Jalan Teuku Umar 22 Kec. Tumpang Kab. Malang Email: bentarapustaka@gmail.com
Instagram: @Bentara_Pustaka Cetakan Oktober 2018
Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit.
Penelitian ini menguji apakah manajemen laba sebelum penerbitan saham (pre-issue), seperti yang tercermin dalam akrual diskresioner, mampu menjelaskan kinerja jangka panjang dari emiten yang menjual saham secara musiman (di waktu tertentu). Peneliti
menemukan bahwa discretionary current accrual terjadi sebelum masa penawaran saham, mencapai puncaknya pada saat penawaran, dan menurun setelah masa penawaran. Pola akrual ini menyebabkan laba bersih meningkat sebelum masa penawaran, mencapai puncak pada saat penawaran, dan menurun setelah masa penawaran, meskipun arus kas operasi rendah pada saat sebelum penerbitan dan meningkat setelah masa penerbitan. Bagi emiten yang secara agresif mengelola akrual diskresioner biasanya laba bersihnya menurun sebelum penerbitan saham.
Peneliti juga menemukan adanya hubungan yang negatif antara
discretionary current accrual pada saat sebelum penerbitan saham dengan laba setelah penerbitan saham dan pada saat pengembalian saham. Adanya hubungan negatif dengan pengembalian saham terjadi setelah adanya pengendalian terhadap ukuran perusahaan,
book-to-market ratio, dan post-issue capital expenditure. Sedangkan adanya hubungan negatif antara discretionary current accrual dengan
subsequent return umum terjadi pada semua perusahaan selama periode pengujian antara tahun 1976 hingga 1990. Hasil penelitian ini memperluas penelitian yang sebelumnya dalam dua aspek, pertama, peneliti menemukan bahwa komponen discretionary of current accrual
mampu menjelaskan tingkat pengembalian rasio book-to-market di masa depan dan jauh lebih baik daripada ukuran perusahaan. Kedua, peneliti menemukan adanya hubungan negatif yang lebih kuat antara
discretionary current accruals dengan future returns pada perusahaan yang baru menjual ekuitasnya.
Hubungan antara discretionary current accruals dan post-issue underperformance in stock returns juga ditemukan oleh Teoh et al pada saat penawaran umum perdana (IPO). Seringkali emiten yang melakukan penjualan saham secara musiman, pergerakannya diikuti oleh analis, masyarakat dan informasi keuangannya pun juga telah diaudit, sehingga mereka memiliki kapitalisasi pasar yang lebih besar, dan lebih mudah untuk melakukan short-selling, masuk akal apabila insentif dan peluang untuk menipu para investor dengan mengelola laba menjadi lebih
terbatas bagi perusahaan yang melakukan penjualan saham secara musiman daripada perusahaan yang baru melakukan penawaran umum perdana.
Singkatnya, bukti tersebut konsisten dengan hipotesis bahwa investor secara naif mengekstrapolasi laba sebelum penerbitan, dan mengabaikan informasi yang relevan yang terkandung dalam
discretionary current accruals sebelum penerbitan saham. Pada pasar yang tidak sempurna, informasi laba menunjukkan hasil yang terlalu optimis ketika penjual saham musiman menawarkan sahamnya dan kemudian investor kecewa karena ternyata tidak mampu mempertahankan laba yang tinggi. Temuan-temuan ini memiliki implikasi bagi investor, perusahaan, dan pembuat standar akuntansi. Investor dapat menggunakan informasi yang terkandung dalam
accounting accrual pada saat sebelum penawaran untuk membedakan antar emiten. Manajer mempertimbangkan pilihan akuntansi yang diperbolehkan untuk mengurangi biaya modal perusahaan atau untuk meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri. Dan bagi pembuat standar akuntansi sebaiknya mempertimbangkan biaya pilihan atas discretionary accruals, terutama ketika investor memiliki informasi yang jauh lebih sedikit daripada manajer perusahaan yang menerbitkan saham.
Studi ini mereview bukti manajemen laba dan implikasinya terhadap penyusun standar akuntansi dan regulator. Reviu disusun berdasarkan pertanyaan mengenai kepentingan penyusun standar. Selain itu, reviu menjabarkan akrual spesifik yang digunakan untuk mengelola laba, pola dan frekuensi manajemen laba, dan apakah manajemen laba mempengaruhi alokasi sumber daya ekonomi.
Penyusun standar mendefinisikan akuntansi merupakan bahasa yang digunakan oleh manajemen untuk berkomunikasi dengan pemangku kepentingan eksternal. Standar akuntansi dikatakan
menambah nilai jika laporan keuangan mampu secara efektif memotret perbedaan posisi ekonomi dan kinerja perusahaan secara tepat waktu dan kredibel. Untuk mencapai tujuan ini, penyusun standar diharapkan mampu mempertimbangkan konflik antara reliabilitas dan relevansi informasi akuntansi melalui standar yang terbentuk. Jika laporan keuangan bermaksud memberikan informasi manajemen melalui kinerja perusahaan mereka, standar harus memperbolehkan manajer untuk menggunakan judgement dalam pelaporan keuangan. Manajer dapat menggunakan pengetahuan yang dimiliki tentang bisnis dan peluang untuk memilih metode, estimasi, dan penyajian laporan yang sesuai dengan karakteristik ekonomi bisnis perusahaan, sehingga meningkatkan nilai akuntansi sebagai bentuk komunikasi.
Pertanyaan yang muncul bagi penyusun standar dan regulator adalah menentukan bagaimana judgement manajemen yang diperbolehkan dalam penyusunan laporan keuangan. Insentif manajemen laba memang ada, tetapi memang sulit bagi peneliti untuk mendokumentasikan manajemen laba. Pendekatan yang paling utama adalah pertama mengidentifikasi kondisi yang bagaimana manajemen memiliki insentif tinggi untuk mengelola laba, kemudian menguji apakah pola akrual (pilihan akunansi) yang tidak diekspektasikan konsisten dengan insentif mereka atau dampak diskresi akuntansi melalui akrual tidak diekspektasikan atau pilihan metode akuntansi.
Motivasi manajemen laba salah satunya adalah pasar modal dan memenuhi ekspektasi analis. Kasznik (1999) menemukan bahwa perusahaan yang berada dalam posisi turunnya peramalan laba menggunakan akrual yang tidak diekspektasikan untuk mengelola laba agar meningkat.
Entitas menggunakan akrual spesifik tertentu yang akan dijadikan sebagai media untuk melakukan manajemen laba. Teoh dkk. (1998) menemukan bahwa perusahaan menggunakan depresiasi dan penyisihan piutang tak tertagih untuk menaikkan laba selama masa
Initial Public Offering (IPO) dan beberapa tahun berikutnya. Bank dan perusahaan asuransi menggunakan cadangan kerugian kredit (loan loss
provision) dan cadangan kerugian klaim (claim loss reserves). Contoh lainnya adlaah penggunaan cadangan penilaian pajak tangguhan. Perusahaan yang memakai akrual spesifik masih sedikit diteliti, tapi paling tidak bukti menunjukkan mereka melakukan manajemen laba untuk alasan pasar saham. Masih menjadi pertanyaan apakah hal ini secara luas dilakukan atau sering dilakukan.
Motivasi manajemen laba yang kedua adalah kontrak dengan stakeholders. Kontrak kompensasi manajemen digunakan untuk menyelaraskan insentif manajemen dan stakeholders eksternal. Kontrak pinjaman juga untuk membatasi tindakan manajemen yang menguntungkan pemegang saham di atas kepentingan kreditur.
Motivasi manajemen laba yang ketiga adalah regulasi yang mana standar akuntansi melingkupi regulasi industri. Laporan keuangan harus dapat menyediakan informasi bagi stakeholders dan mendukung pengambilan keputusan oleh bank.
Pola manajemen laba bermacam-macam antara lain menghindari kerugian atau laba menurun. Temuan menunjukkan bahwa terdapat frekuensi perusahaan yang lebih tinggi yang melaporkan laba positif dan sedikit frekuensi perusahaan yang melaporkan laba negatif. Manajemen laba akan lebih sedikit mempengaruhi alokasi sumber daya ketika pelaporan keuangan lebih transaparan.
Artikel ini mengangkat isu tentang relevansi nilai dari pengungkapan comprehensive income, seperti net income, fixed asset revaluation dan foreign currency translation adjustment. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris berdasarkan market test tentang pengaruh comprehensive income di Statement of Changes in Equity (SCE) terhadap harga saham.
i
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan buku monograf yang berjudul “Deteksi Manajemen Laba di Sektor Perbankan”. Buku monograf ini diharapkan bisa menjadi tambahan referensi bagi para akademisi dan masyarakat pada umumnya dalam rangka menambah khasanah pengetahuan tentang manajemen laba.Penulis tentunya menyadari bahwa dalam penulisan buku monograf ini masih banyak kekurangan sehingga saran dan kritik diterima dengan lapang. Terakhir, semoga buku monograf ini memberikan manfaat bagi semua. Aamiin.
Malang, 18 Desember 2018 Penulis
KATA PENGANTAR
Penelitian ini menguji apakah manajemen laba sebelum penerbitan saham (pre-issue), seperti yang tercermin dalam akrual diskresioner, mampu menjelaskan kinerja jangka panjang dari emiten yang menjual saham secara musiman (di waktu tertentu). Peneliti
menemukan bahwa discretionary current accrual terjadi sebelum masa penawaran saham, mencapai puncaknya pada saat penawaran, dan menurun setelah masa penawaran. Pola akrual ini menyebabkan laba bersih meningkat sebelum masa penawaran, mencapai puncak pada saat penawaran, dan menurun setelah masa penawaran, meskipun arus kas operasi rendah pada saat sebelum penerbitan dan meningkat setelah masa penerbitan. Bagi emiten yang secara agresif mengelola akrual diskresioner biasanya laba bersihnya menurun sebelum penerbitan saham.
Peneliti juga menemukan adanya hubungan yang negatif antara
discretionary current accrual pada saat sebelum penerbitan saham dengan laba setelah penerbitan saham dan pada saat pengembalian saham. Adanya hubungan negatif dengan pengembalian saham terjadi setelah adanya pengendalian terhadap ukuran perusahaan,
book-to-market ratio, dan post-issue capital expenditure. Sedangkan adanya hubungan negatif antara discretionary current accrual dengan
subsequent return umum terjadi pada semua perusahaan selama periode pengujian antara tahun 1976 hingga 1990. Hasil penelitian ini memperluas penelitian yang sebelumnya dalam dua aspek, pertama, peneliti menemukan bahwa komponen discretionary of current accrual
mampu menjelaskan tingkat pengembalian rasio book-to-market di masa depan dan jauh lebih baik daripada ukuran perusahaan. Kedua, peneliti menemukan adanya hubungan negatif yang lebih kuat antara
discretionary current accruals dengan future returns pada perusahaan yang baru menjual ekuitasnya.
Hubungan antara discretionary current accruals dan post-issue underperformance in stock returns juga ditemukan oleh Teoh et al pada saat penawaran umum perdana (IPO). Seringkali emiten yang melakukan penjualan saham secara musiman, pergerakannya diikuti oleh analis, masyarakat dan informasi keuangannya pun juga telah diaudit, sehingga mereka memiliki kapitalisasi pasar yang lebih besar, dan lebih mudah untuk melakukan short-selling, masuk akal apabila insentif dan peluang untuk menipu para investor dengan mengelola laba menjadi lebih
terbatas bagi perusahaan yang melakukan penjualan saham secara musiman daripada perusahaan yang baru melakukan penawaran umum perdana.
Singkatnya, bukti tersebut konsisten dengan hipotesis bahwa investor secara naif mengekstrapolasi laba sebelum penerbitan, dan mengabaikan informasi yang relevan yang terkandung dalam
discretionary current accruals sebelum penerbitan saham. Pada pasar yang tidak sempurna, informasi laba menunjukkan hasil yang terlalu optimis ketika penjual saham musiman menawarkan sahamnya dan kemudian investor kecewa karena ternyata tidak mampu mempertahankan laba yang tinggi. Temuan-temuan ini memiliki implikasi bagi investor, perusahaan, dan pembuat standar akuntansi. Investor dapat menggunakan informasi yang terkandung dalam
accounting accrual pada saat sebelum penawaran untuk membedakan antar emiten. Manajer mempertimbangkan pilihan akuntansi yang diperbolehkan untuk mengurangi biaya modal perusahaan atau untuk meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri. Dan bagi pembuat standar akuntansi sebaiknya mempertimbangkan biaya pilihan atas discretionary accruals, terutama ketika investor memiliki informasi yang jauh lebih sedikit daripada manajer perusahaan yang menerbitkan saham.
Studi ini mereview bukti manajemen laba dan implikasinya terhadap penyusun standar akuntansi dan regulator. Reviu disusun berdasarkan pertanyaan mengenai kepentingan penyusun standar. Selain itu, reviu menjabarkan akrual spesifik yang digunakan untuk mengelola laba, pola dan frekuensi manajemen laba, dan apakah manajemen laba mempengaruhi alokasi sumber daya ekonomi.
Penyusun standar mendefinisikan akuntansi merupakan bahasa yang digunakan oleh manajemen untuk berkomunikasi dengan pemangku kepentingan eksternal. Standar akuntansi dikatakan
menambah nilai jika laporan keuangan mampu secara efektif memotret perbedaan posisi ekonomi dan kinerja perusahaan secara tepat waktu dan kredibel. Untuk mencapai tujuan ini, penyusun standar diharapkan mampu mempertimbangkan konflik antara reliabilitas dan relevansi informasi akuntansi melalui standar yang terbentuk. Jika laporan keuangan bermaksud memberikan informasi manajemen melalui kinerja perusahaan mereka, standar harus memperbolehkan manajer untuk menggunakan judgement dalam pelaporan keuangan. Manajer dapat menggunakan pengetahuan yang dimiliki tentang bisnis dan peluang untuk memilih metode, estimasi, dan penyajian laporan yang sesuai dengan karakteristik ekonomi bisnis perusahaan, sehingga meningkatkan nilai akuntansi sebagai bentuk komunikasi.
Pertanyaan yang muncul bagi penyusun standar dan regulator adalah menentukan bagaimana judgement manajemen yang diperbolehkan dalam penyusunan laporan keuangan. Insentif manajemen laba memang ada, tetapi memang sulit bagi peneliti untuk mendokumentasikan manajemen laba. Pendekatan yang paling utama adalah pertama mengidentifikasi kondisi yang bagaimana manajemen memiliki insentif tinggi untuk mengelola laba, kemudian menguji apakah pola akrual (pilihan akunansi) yang tidak diekspektasikan konsisten dengan insentif mereka atau dampak diskresi akuntansi melalui akrual tidak diekspektasikan atau pilihan metode akuntansi.
Motivasi manajemen laba salah satunya adalah pasar modal dan memenuhi ekspektasi analis. Kasznik (1999) menemukan bahwa perusahaan yang berada dalam posisi turunnya peramalan laba menggunakan akrual yang tidak diekspektasikan untuk mengelola laba agar meningkat.
Entitas menggunakan akrual spesifik tertentu yang akan dijadikan sebagai media untuk melakukan manajemen laba. Teoh dkk. (1998) menemukan bahwa perusahaan menggunakan depresiasi dan penyisihan piutang tak tertagih untuk menaikkan laba selama masa
Initial Public Offering (IPO) dan beberapa tahun berikutnya. Bank dan perusahaan asuransi menggunakan cadangan kerugian kredit (loan loss
provision) dan cadangan kerugian klaim (claim loss reserves). Contoh lainnya adlaah penggunaan cadangan penilaian pajak tangguhan. Perusahaan yang memakai akrual spesifik masih sedikit diteliti, tapi paling tidak bukti menunjukkan mereka melakukan manajemen laba untuk alasan pasar saham. Masih menjadi pertanyaan apakah hal ini secara luas dilakukan atau sering dilakukan.
Motivasi manajemen laba yang kedua adalah kontrak dengan stakeholders. Kontrak kompensasi manajemen digunakan untuk menyelaraskan insentif manajemen dan stakeholders eksternal. Kontrak pinjaman juga untuk membatasi tindakan manajemen yang menguntungkan pemegang saham di atas kepentingan kreditur.
Motivasi manajemen laba yang ketiga adalah regulasi yang mana standar akuntansi melingkupi regulasi industri. Laporan keuangan harus dapat menyediakan informasi bagi stakeholders dan mendukung pengambilan keputusan oleh bank.
Pola manajemen laba bermacam-macam antara lain menghindari kerugian atau laba menurun. Temuan menunjukkan bahwa terdapat frekuensi perusahaan yang lebih tinggi yang melaporkan laba positif dan sedikit frekuensi perusahaan yang melaporkan laba negatif. Manajemen laba akan lebih sedikit mempengaruhi alokasi sumber daya ketika pelaporan keuangan lebih transaparan.
Artikel ini mengangkat isu tentang relevansi nilai dari pengungkapan comprehensive income, seperti net income, fixed asset revaluation dan foreign currency translation adjustment. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris berdasarkan market test tentang pengaruh comprehensive income di Statement of Changes in Equity (SCE) terhadap harga saham.
ii
D
AFT
AR ISI
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halamani
ii
ABSTRACTiv
1.1 Latar Belakang1
1.2 Tujuan Penelitian4
2.1 Teori Keagenan6
2.2 Manajemen Laba7
2.2.1 Pengertian Manajemen Laba 2.2.2 Motivasi Manajemen Laba9
7
2.2.3 Teknik Manajemen Laba14
BAB 1 PENDAHULUANBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian ini menguji apakah manajemen laba sebelum penerbitan saham (pre-issue), seperti yang tercermin dalam akrual diskresioner, mampu menjelaskan kinerja jangka panjang dari emiten yang menjual saham secara musiman (di waktu tertentu). Peneliti
menemukan bahwa discretionary current accrual terjadi sebelum masa penawaran saham, mencapai puncaknya pada saat penawaran, dan menurun setelah masa penawaran. Pola akrual ini menyebabkan laba bersih meningkat sebelum masa penawaran, mencapai puncak pada saat penawaran, dan menurun setelah masa penawaran, meskipun arus kas operasi rendah pada saat sebelum penerbitan dan meningkat setelah masa penerbitan. Bagi emiten yang secara agresif mengelola akrual diskresioner biasanya laba bersihnya menurun sebelum penerbitan saham.
Peneliti juga menemukan adanya hubungan yang negatif antara
discretionary current accrual pada saat sebelum penerbitan saham dengan laba setelah penerbitan saham dan pada saat pengembalian saham. Adanya hubungan negatif dengan pengembalian saham terjadi setelah adanya pengendalian terhadap ukuran perusahaan,
book-to-market ratio, dan post-issue capital expenditure. Sedangkan adanya hubungan negatif antara discretionary current accrual dengan
subsequent return umum terjadi pada semua perusahaan selama periode pengujian antara tahun 1976 hingga 1990. Hasil penelitian ini memperluas penelitian yang sebelumnya dalam dua aspek, pertama, peneliti menemukan bahwa komponen discretionary of current accrual
mampu menjelaskan tingkat pengembalian rasio book-to-market di masa depan dan jauh lebih baik daripada ukuran perusahaan. Kedua, peneliti menemukan adanya hubungan negatif yang lebih kuat antara
discretionary current accruals dengan future returns pada perusahaan yang baru menjual ekuitasnya.
Hubungan antara discretionary current accruals dan post-issue underperformance in stock returns juga ditemukan oleh Teoh et al pada saat penawaran umum perdana (IPO). Seringkali emiten yang melakukan penjualan saham secara musiman, pergerakannya diikuti oleh analis, masyarakat dan informasi keuangannya pun juga telah diaudit, sehingga mereka memiliki kapitalisasi pasar yang lebih besar, dan lebih mudah untuk melakukan short-selling, masuk akal apabila insentif dan peluang untuk menipu para investor dengan mengelola laba menjadi lebih
terbatas bagi perusahaan yang melakukan penjualan saham secara musiman daripada perusahaan yang baru melakukan penawaran umum perdana.
Singkatnya, bukti tersebut konsisten dengan hipotesis bahwa investor secara naif mengekstrapolasi laba sebelum penerbitan, dan mengabaikan informasi yang relevan yang terkandung dalam
discretionary current accruals sebelum penerbitan saham. Pada pasar yang tidak sempurna, informasi laba menunjukkan hasil yang terlalu optimis ketika penjual saham musiman menawarkan sahamnya dan kemudian investor kecewa karena ternyata tidak mampu mempertahankan laba yang tinggi. Temuan-temuan ini memiliki implikasi bagi investor, perusahaan, dan pembuat standar akuntansi. Investor dapat menggunakan informasi yang terkandung dalam
accounting accrual pada saat sebelum penawaran untuk membedakan antar emiten. Manajer mempertimbangkan pilihan akuntansi yang diperbolehkan untuk mengurangi biaya modal perusahaan atau untuk meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri. Dan bagi pembuat standar akuntansi sebaiknya mempertimbangkan biaya pilihan atas discretionary accruals, terutama ketika investor memiliki informasi yang jauh lebih sedikit daripada manajer perusahaan yang menerbitkan saham.
Studi ini mereview bukti manajemen laba dan implikasinya terhadap penyusun standar akuntansi dan regulator. Reviu disusun berdasarkan pertanyaan mengenai kepentingan penyusun standar. Selain itu, reviu menjabarkan akrual spesifik yang digunakan untuk mengelola laba, pola dan frekuensi manajemen laba, dan apakah manajemen laba mempengaruhi alokasi sumber daya ekonomi.
Penyusun standar mendefinisikan akuntansi merupakan bahasa yang digunakan oleh manajemen untuk berkomunikasi dengan pemangku kepentingan eksternal. Standar akuntansi dikatakan
menambah nilai jika laporan keuangan mampu secara efektif memotret perbedaan posisi ekonomi dan kinerja perusahaan secara tepat waktu dan kredibel. Untuk mencapai tujuan ini, penyusun standar diharapkan mampu mempertimbangkan konflik antara reliabilitas dan relevansi informasi akuntansi melalui standar yang terbentuk. Jika laporan keuangan bermaksud memberikan informasi manajemen melalui kinerja perusahaan mereka, standar harus memperbolehkan manajer untuk menggunakan judgement dalam pelaporan keuangan. Manajer dapat menggunakan pengetahuan yang dimiliki tentang bisnis dan peluang untuk memilih metode, estimasi, dan penyajian laporan yang sesuai dengan karakteristik ekonomi bisnis perusahaan, sehingga meningkatkan nilai akuntansi sebagai bentuk komunikasi.
Pertanyaan yang muncul bagi penyusun standar dan regulator adalah menentukan bagaimana judgement manajemen yang diperbolehkan dalam penyusunan laporan keuangan. Insentif manajemen laba memang ada, tetapi memang sulit bagi peneliti untuk mendokumentasikan manajemen laba. Pendekatan yang paling utama adalah pertama mengidentifikasi kondisi yang bagaimana manajemen memiliki insentif tinggi untuk mengelola laba, kemudian menguji apakah pola akrual (pilihan akunansi) yang tidak diekspektasikan konsisten dengan insentif mereka atau dampak diskresi akuntansi melalui akrual tidak diekspektasikan atau pilihan metode akuntansi.
Motivasi manajemen laba salah satunya adalah pasar modal dan memenuhi ekspektasi analis. Kasznik (1999) menemukan bahwa perusahaan yang berada dalam posisi turunnya peramalan laba menggunakan akrual yang tidak diekspektasikan untuk mengelola laba agar meningkat.
Entitas menggunakan akrual spesifik tertentu yang akan dijadikan sebagai media untuk melakukan manajemen laba. Teoh dkk. (1998) menemukan bahwa perusahaan menggunakan depresiasi dan penyisihan piutang tak tertagih untuk menaikkan laba selama masa
Initial Public Offering (IPO) dan beberapa tahun berikutnya. Bank dan perusahaan asuransi menggunakan cadangan kerugian kredit (loan loss
provision) dan cadangan kerugian klaim (claim loss reserves). Contoh lainnya adlaah penggunaan cadangan penilaian pajak tangguhan. Perusahaan yang memakai akrual spesifik masih sedikit diteliti, tapi paling tidak bukti menunjukkan mereka melakukan manajemen laba untuk alasan pasar saham. Masih menjadi pertanyaan apakah hal ini secara luas dilakukan atau sering dilakukan.
Motivasi manajemen laba yang kedua adalah kontrak dengan stakeholders. Kontrak kompensasi manajemen digunakan untuk menyelaraskan insentif manajemen dan stakeholders eksternal. Kontrak pinjaman juga untuk membatasi tindakan manajemen yang menguntungkan pemegang saham di atas kepentingan kreditur.
Motivasi manajemen laba yang ketiga adalah regulasi yang mana standar akuntansi melingkupi regulasi industri. Laporan keuangan harus dapat menyediakan informasi bagi stakeholders dan mendukung pengambilan keputusan oleh bank.
Pola manajemen laba bermacam-macam antara lain menghindari kerugian atau laba menurun. Temuan menunjukkan bahwa terdapat frekuensi perusahaan yang lebih tinggi yang melaporkan laba positif dan sedikit frekuensi perusahaan yang melaporkan laba negatif. Manajemen laba akan lebih sedikit mempengaruhi alokasi sumber daya ketika pelaporan keuangan lebih transaparan.
Artikel ini mengangkat isu tentang relevansi nilai dari pengungkapan comprehensive income, seperti net income, fixed asset revaluation dan foreign currency translation adjustment. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris berdasarkan market test tentang pengaruh comprehensive income di Statement of Changes in Equity (SCE) terhadap harga saham.
iii
BAB 3 METODE PENELITIANBAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
Halaman
2.2.4 Bentuk Manajemen Laba
18
2.2.5 Manajemen Laba Akrual Diskresioner19
2.2.6 Model Perhitungan Manajemen Laba Akrual Diskresioner21
2.3 Penelitian Terdahulu29
59
67
74
DAFTAR PUSTAKA INDEX77
LAMPIRAN83
91
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan buku monograf yang berjudul “Deteksi Manajemen Laba di Sektor Perbankan”. Buku monograf ini diharapkan bisa menjadi tambahan referensi bagi para akademisi dan masyarakat pada umumnya dalam rangka menambah khasanah pengetahuan tentang manajemen laba.Penulis tentunya menyadari bahwa dalam penulisan buku monograf ini masih banyak kekurangan sehingga saran dan kritik diterima dengan lapang. Terakhir, semoga buku monograf ini memberikan manfaat bagi semua. Aamiin.
Malang, 18 Desember 2018 Penulis
Penelitian ini menguji apakah manajemen laba sebelum penerbitan saham (pre-issue), seperti yang tercermin dalam akrual diskresioner, mampu menjelaskan kinerja jangka panjang dari emiten yang menjual saham secara musiman (di waktu tertentu). Peneliti
menemukan bahwa discretionary current accrual terjadi sebelum masa penawaran saham, mencapai puncaknya pada saat penawaran, dan menurun setelah masa penawaran. Pola akrual ini menyebabkan laba bersih meningkat sebelum masa penawaran, mencapai puncak pada saat penawaran, dan menurun setelah masa penawaran, meskipun arus kas operasi rendah pada saat sebelum penerbitan dan meningkat setelah masa penerbitan. Bagi emiten yang secara agresif mengelola akrual diskresioner biasanya laba bersihnya menurun sebelum penerbitan saham.
Peneliti juga menemukan adanya hubungan yang negatif antara
discretionary current accrual pada saat sebelum penerbitan saham dengan laba setelah penerbitan saham dan pada saat pengembalian saham. Adanya hubungan negatif dengan pengembalian saham terjadi setelah adanya pengendalian terhadap ukuran perusahaan,
book-to-market ratio, dan post-issue capital expenditure. Sedangkan adanya hubungan negatif antara discretionary current accrual dengan
subsequent return umum terjadi pada semua perusahaan selama periode pengujian antara tahun 1976 hingga 1990. Hasil penelitian ini memperluas penelitian yang sebelumnya dalam dua aspek, pertama, peneliti menemukan bahwa komponen discretionary of current accrual
mampu menjelaskan tingkat pengembalian rasio book-to-market di masa depan dan jauh lebih baik daripada ukuran perusahaan. Kedua, peneliti menemukan adanya hubungan negatif yang lebih kuat antara
discretionary current accruals dengan future returns pada perusahaan yang baru menjual ekuitasnya.
Hubungan antara discretionary current accruals dan post-issue underperformance in stock returns juga ditemukan oleh Teoh et al pada saat penawaran umum perdana (IPO). Seringkali emiten yang melakukan penjualan saham secara musiman, pergerakannya diikuti oleh analis, masyarakat dan informasi keuangannya pun juga telah diaudit, sehingga mereka memiliki kapitalisasi pasar yang lebih besar, dan lebih mudah untuk melakukan short-selling, masuk akal apabila insentif dan peluang untuk menipu para investor dengan mengelola laba menjadi lebih
terbatas bagi perusahaan yang melakukan penjualan saham secara musiman daripada perusahaan yang baru melakukan penawaran umum perdana.
Singkatnya, bukti tersebut konsisten dengan hipotesis bahwa investor secara naif mengekstrapolasi laba sebelum penerbitan, dan mengabaikan informasi yang relevan yang terkandung dalam
discretionary current accruals sebelum penerbitan saham. Pada pasar yang tidak sempurna, informasi laba menunjukkan hasil yang terlalu optimis ketika penjual saham musiman menawarkan sahamnya dan kemudian investor kecewa karena ternyata tidak mampu mempertahankan laba yang tinggi. Temuan-temuan ini memiliki implikasi bagi investor, perusahaan, dan pembuat standar akuntansi. Investor dapat menggunakan informasi yang terkandung dalam
accounting accrual pada saat sebelum penawaran untuk membedakan antar emiten. Manajer mempertimbangkan pilihan akuntansi yang diperbolehkan untuk mengurangi biaya modal perusahaan atau untuk meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri. Dan bagi pembuat standar akuntansi sebaiknya mempertimbangkan biaya pilihan atas discretionary accruals, terutama ketika investor memiliki informasi yang jauh lebih sedikit daripada manajer perusahaan yang menerbitkan saham.
Studi ini mereview bukti manajemen laba dan implikasinya terhadap penyusun standar akuntansi dan regulator. Reviu disusun berdasarkan pertanyaan mengenai kepentingan penyusun standar. Selain itu, reviu menjabarkan akrual spesifik yang digunakan untuk mengelola laba, pola dan frekuensi manajemen laba, dan apakah manajemen laba mempengaruhi alokasi sumber daya ekonomi.
Penyusun standar mendefinisikan akuntansi merupakan bahasa yang digunakan oleh manajemen untuk berkomunikasi dengan pemangku kepentingan eksternal. Standar akuntansi dikatakan
menambah nilai jika laporan keuangan mampu secara efektif memotret perbedaan posisi ekonomi dan kinerja perusahaan secara tepat waktu dan kredibel. Untuk mencapai tujuan ini, penyusun standar diharapkan mampu mempertimbangkan konflik antara reliabilitas dan relevansi informasi akuntansi melalui standar yang terbentuk. Jika laporan keuangan bermaksud memberikan informasi manajemen melalui kinerja perusahaan mereka, standar harus memperbolehkan manajer untuk menggunakan judgement dalam pelaporan keuangan. Manajer dapat menggunakan pengetahuan yang dimiliki tentang bisnis dan peluang untuk memilih metode, estimasi, dan penyajian laporan yang sesuai dengan karakteristik ekonomi bisnis perusahaan, sehingga meningkatkan nilai akuntansi sebagai bentuk komunikasi.
Pertanyaan yang muncul bagi penyusun standar dan regulator adalah menentukan bagaimana judgement manajemen yang diperbolehkan dalam penyusunan laporan keuangan. Insentif manajemen laba memang ada, tetapi memang sulit bagi peneliti untuk mendokumentasikan manajemen laba. Pendekatan yang paling utama adalah pertama mengidentifikasi kondisi yang bagaimana manajemen memiliki insentif tinggi untuk mengelola laba, kemudian menguji apakah pola akrual (pilihan akunansi) yang tidak diekspektasikan konsisten dengan insentif mereka atau dampak diskresi akuntansi melalui akrual tidak diekspektasikan atau pilihan metode akuntansi.
Motivasi manajemen laba salah satunya adalah pasar modal dan memenuhi ekspektasi analis. Kasznik (1999) menemukan bahwa perusahaan yang berada dalam posisi turunnya peramalan laba menggunakan akrual yang tidak diekspektasikan untuk mengelola laba agar meningkat.
Entitas menggunakan akrual spesifik tertentu yang akan dijadikan sebagai media untuk melakukan manajemen laba. Teoh dkk. (1998) menemukan bahwa perusahaan menggunakan depresiasi dan penyisihan piutang tak tertagih untuk menaikkan laba selama masa
Initial Public Offering (IPO) dan beberapa tahun berikutnya. Bank dan perusahaan asuransi menggunakan cadangan kerugian kredit (loan loss
provision) dan cadangan kerugian klaim (claim loss reserves). Contoh lainnya adlaah penggunaan cadangan penilaian pajak tangguhan. Perusahaan yang memakai akrual spesifik masih sedikit diteliti, tapi paling tidak bukti menunjukkan mereka melakukan manajemen laba untuk alasan pasar saham. Masih menjadi pertanyaan apakah hal ini secara luas dilakukan atau sering dilakukan.
Motivasi manajemen laba yang kedua adalah kontrak dengan stakeholders. Kontrak kompensasi manajemen digunakan untuk menyelaraskan insentif manajemen dan stakeholders eksternal. Kontrak pinjaman juga untuk membatasi tindakan manajemen yang menguntungkan pemegang saham di atas kepentingan kreditur.
Motivasi manajemen laba yang ketiga adalah regulasi yang mana standar akuntansi melingkupi regulasi industri. Laporan keuangan harus dapat menyediakan informasi bagi stakeholders dan mendukung pengambilan keputusan oleh bank.
Pola manajemen laba bermacam-macam antara lain menghindari kerugian atau laba menurun. Temuan menunjukkan bahwa terdapat frekuensi perusahaan yang lebih tinggi yang melaporkan laba positif dan sedikit frekuensi perusahaan yang melaporkan laba negatif. Manajemen laba akan lebih sedikit mempengaruhi alokasi sumber daya ketika pelaporan keuangan lebih transaparan.
Artikel ini mengangkat isu tentang relevansi nilai dari pengungkapan comprehensive income, seperti net income, fixed asset revaluation dan foreign currency translation adjustment. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris berdasarkan market test tentang pengaruh comprehensive income di Statement of Changes in Equity (SCE) terhadap harga saham.