• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keragaman Genetik Gandum (Triticum Aestivum L) Hasil Perlakuan Tiga Teknik Iradiasi Sinar Gamma

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keragaman Genetik Gandum (Triticum Aestivum L) Hasil Perlakuan Tiga Teknik Iradiasi Sinar Gamma"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL PERLAKUAN TIGA TEKNIK IRADIASI

SINAR GAMMA

WIJAYA MURTI INDRIATAMA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keragaman Genetik Gandum (Triticum aestivum L.) Hasil Perlakuan Tiga Teknik Iradiasi Sinar Gamma adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016

(4)
(5)

WIJAYA MURTI INDRIATAMA. Keragaman Genetik Gandum (Triticum aestivum L.) Hasil Perlakuan Tiga Teknik Iradiasi Sinar Gamma. Dibimbing oleh TRIKOESOEMANINGTYAS, SYARIFAH IIS AISYAH dan SOERANTO HUMAN.

Sinar gamma merupakan salah satu mutagen fisik yang banyak digunakan untuk menginduksi mutagenesis dalam rangka perbaikan varietas tanaman khususnya serealia termasuk gandum. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang radiosensitivitas tiga galur gandum introduksi (galur asal) dan pengaruh perbedaan perlakuan teknik iradiasi gamma terhadap karakter hasil gandum, memperoleh nilai spektrum dan frekuensi mutasi serta mengukur efektivitas dan efisiensi mutagenik beberapa perlakuan teknik iradiasi sinar gamma pada gandum, menduga besarnya pengaruh perlakuan teknik iradiasi terhadap keragaman genetik dan heritabilitas karakter agronomi gandum pada generasi M2 dan mendapatkan gambaran keragaan genotipe M3 gandum generasi M3 serta menduga nilai parameter genetiknya sebagai informasi untuk mengidentifikasi dan menyeleksi gandum pada lingkungan optimum (dataran tinggi). Penelitian ini menggunakan bahan genetik berupa tiga galur gandum introduksi yaitu F-44, K-95 dan WL-711.

Tahap pertama dalam penelitian ini yaitu orientasi dosis iradiasi untuk menguji radiosensitivitas ketiga galur. Dosis iradiasi yang diaplikasikan yaitu 0 –

1000 Gy dengan rentang antar perlakuan 100 Gy. Hasil pengujian radiosensitivitas 3 galur gandum menunjukkan adanya variasi LD50 antar galur yang diperoleh. LD50 yang didapat untuk galur F-44, K-95 dan WL-711 secara berturut-turut adalah 465, 579 dan 497 Gy. Penelitian dilanjutkan dengan menguji pengaruh aplikasi tiga teknik iradiasi terhadap karakter agronomi tiga galur gandum. Penelitian ini menggunakan rancangan petak terpisah (split-plot). Galur (F-44, K-95 dan WL-711) digunakan sebagai petak utama, teknik iradiasi akut (acute), terbagi (fractionated), berulang (intermittent) dan kontrol sebagai anak petak dengan 3 ulangan. Hasil menunjukkan bahwa perlakuan teknik iradiasi berpengaruh pada karakter daya tumbuh dan tinggi tanaman tetapi tidak berpengaruh nyata pada jumlah anakan, jumlah spikelet dan panjang malai. Interaksi galur dan teknik iradiasi berpengaruh nyata pada karakter jumlah biji per malai, bobot biji per malai dan bobot biji per tanaman.

(6)

malai, bobot biji per malai dan bobot biji per tanaman untuk mengamati pengaruh mikro-mutasi dalam peningkatan keragaman genetik akibat aplikasi tiga teknik iradiasi. Perlakuan teknik iradiasi sinar gamma menginduksi perluasan nilai kisaran semua karakter agronomi populasi M2. Teknik iradiasi terbagi mampu menginduksi nilai rataan yang lebih tinggi dengan kisaran yang lebih luas pada karakter panjang malai dan jumlah spikelet per malai dibanding teknik iradiasi yang lain. Teknik iradiasi terbagi dan berulang menghasilkan ragam yang lebih besar dibanding iradiasi akut pada karakter hasil biji per tanaman. Karakter agronomi jumlah anakan produktif, bobot malai, bobot biji per malai dan bobot biji per tanaman pada populasi M2 hasil induksi tiga teknik iradiasi memiliki heritabilitas yang tinggi. Tiga teknik iradiasi menginduksi perluasan keragaman genetik semua karakter agronomi populasi M2 yang diamati kecuali tinggi tanaman.

Penelitian tahap ketiga adalah seleksi populasi gandum generasi M3 pada lingkungan optimum (dataran tinggi). Materi genetik yang digunakan adalah 180 genotipe gandum generasi M3 (hasil seleksi M2 berdasarkan karakter bobot biji per tanaman) dan dua varietas nasional pembanding, yaitu Dewata dan Ganesha serta tiga galur asal (wild type) yaitu F-44, K-95 dan WL-711. Percobaan ini menggunakan rancangan perbesaran (augmented design). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa genotipe M3 berpengaruh pada keragaan karakter tinggi tanaman, jumlah anakan produktif dan bobot biji per tanaman. Kontrol atau genotipe pembanding berpengaruh pada karakter jumlah anakan dan bobot biji per tanaman. Perbandingan genotipe M3 dan kontrol menunjukkan perbedaan nyata pada semua karakter kecuali panjang malai. Nilai keragaman genetik yang luas ditunjukkan oleh karakter tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, bobot malai, jumlah biji per malai, bobot biji per malai dan bobot biji per tanaman sedangkan karakter agronomi yang memiliki nilai heritabilitas tinggi yaitu karakter tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, jumlah biji per malai dan bobot biji per tanaman. Terjadi peningkatan nilai tengah pada semua populasi hasil mutasi M3 setelah dilakukan seleksi. Kemajuan seleksi yang tertinggi terjadi pada populasi M3 galur K-95 yang diinduksi dengan iradiasi berulang.

(7)

WIJAYA MURTI INDRIATAMA. The Genetic Variability on Wheat (Triticum aestivum L.) Resulted by Three Irradiation Techniques of Gamma Rays Treatments. Supervised by TRIKOESOEMANINGTYAS, SYARIFAH IIS AISYAH and SOERANTO HUMAN.

Gamma irradiation is one of the physical mutagen that widely used to induce mutagenesis for improving main crop species, particularly cereals including wheat. The aim of this research was to determine radio-sensitivity of three wheat lines and study the effects of gamma irradiation techniques on some agronomic traits, analyze the mutagenic effectiveness and efficiency of three gamma irradiation techniques, estimate the effect of gamma irradiation techniques on genetic variability and heritability of wheat agronomic characters at M2 generation and evaluate performance of wheat M3 generation and estimate genetic parameter values as information to do selection process in the optimum environment.

Radiosensitivity test was needed to determine optimal doses of gamma irradiation which is able to optimally increase genetic variability of population in the M2 where selection is started. Three introduced breeding lines of wheat (F-44, K-95 and WL-711) were treated by 0-1000 Gy doses of gamma rays. The result showed that there was different response of 3 wheat lines. Radiosensitivity curve calculated from the survival rate data found for line F-44, K-95 and WL-711 was 465, 579 and 497 Gy as LD50, respectively. The next experiment was conducted by using irradiation techniques applications. It was carried out in split-plot design comprising three wheat lines as main-plot, three irradiation treatments (acute, fractionated and intermittent irradiation) and control were arranged as sub-plot with three replications. The effect of irradiation techniques treatments were significant on germination percentage and plant height, but not significant on number of tiller, number of spikelet and spike lenght. The interaction of lines and irradiation techniques had significant effect on number of grain per ear, grain weight per ear and grain weight per plant.

(8)

weight per plant than acute irradiation. The number of tillers, spike weight, grain weight per spike and grain weight per plant on M2 population resulted from induction of three gamma irradiation techniques have high estimated heritability and broad sense of genetic variability coefficient values. The three gamma irradiation techniques increased genetic variability of agronomic traits on M2 populations except plant height.

The last research was selection of M3 mutated population on the high altitude region (optimum environment). Augmented design was used as experimental design on this research. The results of variance analysis showed there are differences between M3 wheat mutant genotypes on the character of plant height, number of productive tillers and grain weight per plant. Five genotypes as control have different performances on plant height and grain weight per plant characters. The comparations of lines and control genotypes showed differences in all characters except spike length. The mean of M3 populations increased on the weight per plant characters after selection process. The highest genetic gain was found on the M3 population from K-95 line that induced by intermittent irradiation.

(9)

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

HASIL PERLAKUAN TIGA TEKNIK IRADIASI

SINAR GAMMA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(12)
(13)

Ketua Program Studi

Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

Dr Ir Yudiwanti Wahyu EK, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(14)
(15)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 sampai dengan Oktober 2015 ini ialah Keragaman Genetik Gandum (Triticum aestivum L.) Hasil Perlakuan Tiga Teknik Iradiasi Sinar Gamma.

Terima kasih setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Dr Ir Trikoesoemaningtyas, MSc, Dr Ir Syarifah Iis Aisyah, MAgrSc dan Prof (R) Dr Ir Soeranto Human, MSc selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan nasehat, masukan dan arahan baik seputar akademis, penelitian maupun motivasi dalam bekerja. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Desta Wirnas, SP, MSi sebagai dosen penguji luar komisi serta Dr Dewi Sukma, SP, MSi sebagai perwakilan dari program studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman yang telah memberikan banyak koreksi dan saran dalam penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih penulis juga sampaikan kepada KEMENRISTEK yang telah memberikan biaya pendidikan dan penelitian melalui Program Beasiswa Pascasarjana tahun 2012 dan PAIR-BATAN yang telah memberikan bantuan biaya penelitian melalui program DIPA tahun 2014 dan 2015. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Sujarno SP, Haerul Hartono SP beserta staf Kebun Percobaan Pacet, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian, Cipanas yang telah menyediakan lahan dan membantu dalam pengelolaan percobaan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada atasan penulis Dr Hendig Winarno, Dr Sobrizal dan Ir Ita Dwimahyani yang telah banyak memberikan masukan dalam proses studi, rekan kerja penulis Sihono SP, Carkum SP, Parno SP, Marina Yuniawati SP, Tardi Suseno serta teman-teman teknisi lapangan Bidang Pertanian yang telah banyak membantu dalam pelaksanan penelitian dan membantu dalam pengumpulan data. Ungkapan terima kasih yang besar penulis sampaikan kepada ayahanda Slamet Muljana, ibunda Sukarti, ibu mertua Siti Mahfudzotin, kakak Yoga Mukti Herman Sutanto

dan Nurun Nisa’, adik Mustika Dewi Puji Lestari, Niki Haryanto, Mukholifatin

Ajizah dan Niswah Nur Sabrina, istri tercinta Fipi Ekasari dan anak tersayang Adzkia Hasna Zhafira serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman PBT S2-S3 angkatan 2012, FORSCA-AGH dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian pendidikan, penelitian dan penyusunan tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pertanian.

Bogor, Agustus 2016

(16)
(17)

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 4

Hipotesis 4

Ruang Lingkup Penelitian 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 6

Asal Usul dan Pengelompokan Gandum 6

Program Pemuliaan Gandum 7

Induksi Mutasi dalam Pemuliaan Gandum 8

Penggunaan Sinar Gamma dalam Induksi Mutasi 10

Teknik Iradiasi Gamma 11

3 RADIOSENSITIVITAS DAN PENGARUH APLIKASI TEKNIK IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP KARAKTER HASIL TIGA GALUR

GANDUM 12

Pendahuluan 13

Bahan dan Metoda 14

Analisis Data 15

Hasil dan Pembahasan 15

Simpulan 23

4 EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI MUTAGENIK TEKNIK IRADIASI SINAR

GAMMA PADA TIGA GALUR GANDUM 24

Pendahuluan 25

Bahan dan Metoda 26

Analisis Data 27

Hasil dan Pembahasan 27

Simpulan 34

5 PENDUGAAN RAGAM GENETIK DAN HERITABILITAS KARAKTER AGRONOMI GANDUM HASIL TIGA PERLAKUAN TEKNIK IRADIASI

SINAR GAMMA 35

Pendahuluan 36

Bahan dan Metoda 37

(18)

Simpulan 45 6 SELEKSI POPULASI GANDUM GENERASI M3 PADA LINGKUNGAN

DATARAN TINGGI 46

Pendahuluan 47

Bahan dan Metoda 48

Analisis Data 49

Hasil dan Pembahasan 49

Simpulan 55

7 PEMBAHASAN UMUM 56

8 SIMPULAN DAN SARAN 61

DAFTAR PUSTAKA 62

LAMPIRAN 70

(19)

1 Nilai LD20, LD50dan LD100pada tiga galur gandum 20 2 Hasil sidik ragam karakter agronomi tiga galur gandum pada aplikasi

beberapa teknik iradiasi sinar gamma 21

3 Respon daya tumbuh (%) dan tinggi tanaman (cm) tiga galur gandum

terhadap perlakuan teknik iradiasi sinar gamma 22

4 Rerata Jumlah anakan, jumlah malai, jumlah spikelet dan panjang malai

3 galur gandum setelah diaplikasikan teknik iradiasi sinar gamma 23 5 Respon rerata jumlah biji tiap malai tiga galur gandum terhadap

perlakuan teknik iradiasi sinar gamma 23

6 Respon bobot biji per malai (g) dan bobot biji per tanaman (g) tiga

galur gandum terhadap perlakuan teknik iradiasi sinar gamma 24 7 Respon daya tumbuh (%) dan tinggi bibit M1 (cm) tiga galur gandum

terhadap perlakuan teknik iradiasi sinar gamma 32

8 Spektrum dan frekuensi mutasi kombinasi perlakuan tiga galur gandum

dengan tiga teknik iradiasi pada generasi M2 33

9 Uji bertanda Wilcoxon terhadap hasil mutasi tiga teknik iradiasi 35 10 Uji Bertanda Wilcoxon terhadap hasil mutasi tiga teknik iradiasi pada

galur F-44 36

11 Penurunan daya tumbuh, penurunan tinggi dan frekuensi mutasi pada kombinasi perlakuan tiga galur gandum dengan tiga teknik iradiasi pada

generasi M2 36

12 Efektivitas dan efisiensi mutagenik kombinasi perlakuan tiga galur

gandum dengan tiga teknik iradiasi pada generasi M2 37 13 Rataan, standar deviasi dan kisaran karakter tinggi tanaman (cm),

jumlah anakan produktif, panjang malai dan jumlah spikelet per malai

gandum generasi M2 44

14 Rataan, standar deviasi dan kisaran karakter bobot malai, jumlah biji per malai, bobot biji per malai dan bobot biji per tanaman gandum

generasi M2 45

15 Hasil uji homogenitas ragam karakter agronomi gandum generasi M2

hasil perlakuan tiga teknik iradiasi pada tiga galur gandum 47 16 Komponen ragam dan koefisien keragaman genetik karakter tinggi

tanaman (cm), jumlah anakan produktif, panjang malai dan jumlah

spikelet per malai gandum generasi M2 47

17 Komponen ragam dan koefisien keragaman genetik karakter bobot malai, jumlah biji per malai, bobot biji per malai dan bobot biji per

tanaman gandum generasi M2 48

18 Sidik ragam rancangan perbesaran (augmented design) 55 19 Kuadrat tengah karakter agronomi gandum di dataran tinggi 56 20 Keragaan karakter agronomi genotipe pembanding gandum di dataran

tinggi 56

21 Keragaan karakter agronomi galur asal dan populasi genotipe M3

gandum 57

22 Kisaran nilai tengah karakter agronomi varietas pembanding gandum

(20)

koefisien keragaman genetik dan heritabilitas arti luas karakter

agronomi gandum pada dataran tinggi 60

24 Nilai tengah karakter bobot biji per tanaman (g) populasi dasar M2, populasi progeni M3, M3 terseleksi berdasarkan bobot biji per tanaman, deferensial seleksi (S) dan Respon seleksi (R) pada lingkungan dataran

tinggi 60

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram Alir Penelitian 5

2 Daya tumbuh tiga galur gandum dalam uji radiosensitivitas dengan

dosis iradiasi 0-1000 Gy 18

3 Kurva radiosensitivitas tiga galur gandum terhadap iradiasi sinar gamma berdasar data laju kelangsungan hidup tiga minggu setelah

tanam 19

4 Abnormalitas morfologi tiga galur gandum akibat perlakuan teknik

iradiasi 24

5 Spektrum mutasi klorofil bibit gandum generasi M2 33

6 Spektrum mutasi malai gandum pada generasi M2 35

DAFTAR LAMPIRAN

1 Rata-rata kondisi lingkungan selama penelitian 2014 dan 2015 79 2 Aktivitas sumber iradiasi sinar gamma dan laju dosis pada bulan

(21)

Latar Belakang

Gandum (Triticum aestivum L.) termasuk tiga besar komoditas pangan utama dan telah menjadi bahan makanan pokok bagi lebih dari 20% penduduk dunia saat ini (Hawkesford et al.2013). Gandum umum digunakan sebagai bahan pembuatan roti, mie, sereal, kue, biskuit dan tepung campuran untuk berbagai macam produk makanan olahan (Mergoum et al.2009). Kebutuhan gandum dan produk turunannya terus meningkat seiring peningkatan populasi dan kesejahteraan masyarakat.

Permintaan gandum di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dan semua kebutuhan tersebut dipenuhi dengan cara impor. Data Kementerian Pertanian (2015) menyebutkan impor gandum Indonesia tahun 2012 mencapai 7,437 juta ton dan meningkat pada tahun 2014 menjadi 9,854 juta ton. Ketergantungan terhadap impor ini membahayakan ketahanan pangan dan memperbesar pengeluaran devisa negara (Budiarti et al. 2004). Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah ini ialah melakukan penanaman gandum di dalam negeri (Setyowatiet al.2009).

Program pengembangan gandum di Indonesia telah dilakukan sejak tahun 1985, namun masih terbatas pada wilayah dataran tinggi (>1000 m.dpl) yang bersuhu rendah sekitar 15–25oC. Budidaya gandum terkendala persaingan lahan

dengan komoditas lain yang secara ekonomi memiliki nilai lebih tinggi yaitu sayuran dan komoditas hortikultura lain pada wilayah tersebut. Laju peningkatan produksi gandum Indonesia masih terlalu rendah untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat saat ini (Danakusuma 1985). Varietas gandum yang telah dilepas di Indonesia merupakan hasil introduksi yang diuji daya adaptasinya di beberapa lokasi percobaan yang mewakili agroekosistem tropis.Varietas tersebut umumnya beradaptasi spesifik untuk dataran tinggi (Dahlanet al. 2003, Sariet al. 2016).

Penanaman gandum di daerah tropis seperti di Indonesia, banyak mengalami kendala terutama oleh cekaman suhu dan kelembaban tinggi (Curtis 2002). Tingginya suhu melebihi batas toleransi dalam periode tertentu dapat menyebabkan kerusakan yang bersifat tidak balik (irreversible). Cekaman ini mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman gandum. Secara akumulatif, cekaman ini menyebabkan penurunan kuantitas dan kualitas hasil (Wahid et al. 2007). Upaya penelitian gandum di Indonesia untuk mengatasi masalah tersebut lebih difokuskan pada perakitan varietas gandum yang mampu beradaptasi baik pada lingkungan tropis (Aminasih 2009) khususnya tahan terhadap cekaman suhu tinggi (Nuret al.2013).

(22)

induksi mutasi menggunakan mutagen fisik sinar gamma untuk memperoleh mutan gandum tahan suhu tinggi. Sari (2015) mempergunakan EMS (Ethil Methil Sulfonat) untuk menginduksi mutasi gandum secara kimiawi dalam rangka meningkatkan ragam genetik populasi dan memperoleh mutan berdaya hasil tinggi pada lingkungan dataran rendah.

Induksi mutasi merupakan salah satu metode yang banyak digunakan dalam pemuliaan gandum roti (Gaul 1961, Sakin et al. 2004, Rahimi & Bahrani 2011). Induksi mutasi merupakan sebuah proses yang dilakukan dengan sengaja, mengaplikasikan mutagen baik fisik maupun kimia untuk merubah genetik tanaman secara spontan. Proses ini meniru kejadian mutasi di alam yang dapat muncul karena adanya kesalahan dalam proses pembelahan sel, pengaruh bahan kimia alam dan sinar kosmis matahari. Laju mutasi di alam sangatlah kecil hanya sekitar 10-5 sampai 10-7(IAEA 1977).Melalui induksi mutasi, peluang terjadinya perubahan genetik dapat diperbesar 103 kali dibanding mutasi alam (Van Harten 1998).

Penggunaan mutasi induksi dalam pemuliaan tanaman telah terbukti mampu menghasilkan banyak varietas unggul baru di berbagai negara.Berdasarkan data base IAEA (2013), mutan unggul yang terdaftar berjumlah 3218 meliputi 1589 serealia, 492 kacang-kacangan, 642 bunga, 110 tanaman penghasil minyak dan 378 jenis tanaman yang lain. Varietas gandum unggul yang telah dihasilkan melalui teknik ini mencapai 283 jenis. Di Indonesia, perakitan varietas mutan unggul yang dilakukan oleh BATAN telah menghasilkan 20 varietas padi, 6 varietas kedelai, 1 varietas kacang hijau, dan 1 varietas kapas (Wahyudi et al. 2013). BATAN kembali menghasilkan 3 varietas sorgum dan bekerjasama dengan Balitsereal - Kementerian Pertanian dalam Konsorsium Gandum Nasional telah mengajukan galur mutan harapan CBD-17 yang kemudian dilepas sebagai varietas gandum baru dengan nama Ganesha pada tahun 2013.

Induksi mutasi efektif untuk meningkatkan keragaman sumber daya genetik yang digunakan dalam perbaikan varietas tanaman (Gnanamurthy et al. 2012). Efektifitas mutagenik merupakan ukuran frekuensi induksi mutasi dalam tiap unit dosis mutagen yang diaplikasikan sedangkan efisiensi mutagenik merupakan proporsi mutasi dalam hubungannya dengan efek biologis yang tidak diinginkan seperti abnormalitas kromosom, letalitas dan sterilitas akibat aplikasi mutagen (Konzaket al.1965). Pemilihan mutagen tergantung tidak hanya efektivitas tetapi juga efisiensinya (Sellammal & Maheswaran 2013).

(23)

Perumusan Masalah

Induksi mutasi dibutuhkan untuk meningkatkan keragaman genetik dan mendapatkan mutan yang memiliki beberapa sifat yang diinginkan dengan mengaplikasikan mutagen baik fisik maupun kimia (Albokariet al.2012). Induksi mutasi pada gandum lebih sulit dilakukan karena secara alami memiliki susunan kromosom heksaploid. Genom heksaploid mengandung kromosom komplemen yang diturunkan dari 3 tetua yang mewariskan genom A, B dan D. Karena bersifat allopolyploid dimana terdapat 3 salinan masing-masing gen fungsional (homoeolog) dalam satu individu, sering kali perubahan genom tunggal tidak menghasilkan fenotipe yang terukur (Slade et al. 2012). Hal ini menyebabkan gandum dianggap mempunyai toleransi tinggi terhadap perubahan genetik yang disebabkan oleh mutasi (Stadler 1929, Bathia & Swaminathan 1963, Uauyet. al. 2009) namun penggunaan induksi mutasi dalam perakitan varietas gandum telah berhasil di Tiongkok. Sumber data IAEA (2013) menyebutkan bahwa lebih dari 60% varietas mutan gandum yang terdaftar berasal dari Tiongkok. Hal ini menunjukkan bahwa perakitan varietas unggul gandum dapat dilakukan melalui mutasi induksi. Optimalisasi teknik mutasi dapat dilakukan dengan melihat respon toleransi galur gandum yang digunakan terhadap mutasi (radiosensitivitas) serta efektivitas dan efisiensi mutagen yang digunakan.

Sinar gamma merupakan salah satu mutagen fisika yang banyak dipilih dalam induksi mutasi. Aplikasi yang sering digunakan cenderung sama yaitu iradiasi akut dengan dosis menyesuaikan radiosensitivitas masing-masing tanaman yang digunakan sebagai objek penelitian. Metode ini dipercaya memberikan frekuensi mutasi terbesar walaupun tanpa data empiris karena hampir semua induksi mutasi dilakukan dengan menggunakan iradiasi akut (Kodymet al. 2012). Iradiasi akut pada gandum untuk menginduksi munculnya keragaman genetik baru umumnya dilakukan pada dosis 200-300 Gy.

Selain iradiasi akut, aplikasi mutagen fisika dapat dilakukan dengan teknik iradiasi alternatif yang lain seperti kronik, berulang dan terbagi. Alternatif teknik tersebut jarang digunakan karena alasan teknis dalam aplikasi iradiasi. Namun belum diketahui secara pasti apakah teknik alternatif tersebut mampu memberikan tingkat efektifitas dan efisiensi induksi mutasi yang lebih baik dibanding iradiasi akut terutama pada gandum yang bersifat heksaploid. Oleh karena itu, eksplorasi berbagai teknik iradiasi perlu dilakukan untuk mengetahui efektifitas dan efisiensinya terkait dengan pengaruhnya terhadap peningkatan keragaman genetik dalam populasi gandum.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mendapatkan informasi radiosensitivitas tiga galur gandum terhadap perlakuan iradiasi pada stadia kecambah melalui penghitungan LD50. 2. Mengamati pengaruh perlakuan tiga teknik iradiasi terhadap pertumbuhan

dan penampilan karakter hasil gandum.

(24)

4. Melakukan pendugaan keragaman genetik dan heritabilitas karakter agronomi gandum pada populasi hasil induksi teknik iradiasi sinar gamma. 5. Memperoleh informasi keragaan genotipe M3 gandum generasi M3 serta menduga nilai parameter genetiknya sebagai informasi untuk mengidentifikasi dan menyeleksi gandum di lingkungan optimum (dataran tinggi).

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi penting dalam pemuliaan mutasi gandum, menunjukkan tahapan baku proses induksi mutasi pada varietas tanaman menggunakan mutagen fisik sinar gamma, memperoleh suatu nilai radiosensitivitas yang digunakan sebagai acuan dasar penentuan dosis dalam aplikasi mutagen untuk mendapatkan keragaman populasi yang maksimum, dapat mengetahui pengaruh penggunaan teknik iradiasi pada keragaman genetik dan heritabilitas tanaman gandum serta memperoleh mutan putatif yang memiliki berproduksi tinggi di lingkungan tropis.

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan adalah:

1. Terdapat perbedaan tingkat radiosensitivitas tiga galur gandum asal (wild type).

2. Perlakuan teknik iradiasi mempengaruhi pertumbuhan dan penampilan karakter hasil gandum.

3. Salah satu teknik iradiasi yang diaplikasikan mempunyai efektivitas dan efisiensi lebih tinggi dibanding iradiasi akut dalam menginduksi keragaman genetik gandum.

4. Terdapat satu atau lebih karakter yang memiliki keragaman genetik luas dan heritabilitas tinggi sebagai informasi untuk proses seleksi.

5. Diperoleh genotipe gandum hasil induksi tiga teknik iradiasi sinar gamma yang berpotensi hasil tinggi pada lingkungan dataran tinggi.

Ruang Lingkup Penelitian

(25)

teknik iradiasi yang di berulang (intermittent kecil dari dosis pertam Percobaan ke mutagenik serta pendu populasi M2 gandum Banyaknya mutasi ya lain digunakan sebag sedangkan nilai ker pelaksanaan seleksi pendugaan parameter gandum generasi M3 genotipe gandum hasi tinggi di dataran tingg alir (Gambar 1).

g digunakan meliputi akut (acute), terbagi (frac tent yaitu iradiasi berulang dengan dosis iradi

tama diaplikasikan setelah 24 jam dari iradiasi pe kedua dan ketiga yaitu penentuan efektivita ndugaan parameter genetik dan heritabilitas ka ndum hasil induksi teknik iradiasi sinar gamma

yang muncul baik mutasi klorofil, malai maupun agai ukuran efektivitas dan efisiensi perlakuan keragaman genetik dan heritabilitas dimanf ksi karakter yang diinginkan. Percobaan

ter genetik komponen hasil dan kemajuan s 3. Melalui percobaan ini diharapkan dapat m hasil induksi teknik iradiasi siner gamma ya nggi. Keseluruhan kegiatan penelitian dapat dil

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian

(fractionated) dan adiasi kedua lebih si pertama).

(26)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Asal Usul dan Pengelompokan Gandum

Gandum termasuk famili Poaceae dalam kelompok besar tanaman monokotil, merupakan tanaman pangan serealia penting yang ditanam luas pada berbagai kondisi iklim sebagai sumber energi dan protein bagi penduduk dunia (Varsneyet al.2006). Gandum telah banyak dibudidayakan di Asia Barat Selatan sebagai pusat asal plasma nutfah lebih dari 12.000 tahun yang lalu dan kerabat spesies liarnya banyak ditemukan di Lebanon, Suriah, utara Israel, Irak dan Timur Turki (Salaminiet al.2002).

Gandum adalah salah satu spesies tanaman budidaya yang paling banyak dipelajari, terutama pada wilayah sitogenetika. Banyak sumber penelitian genetika dan sitogenetika disusun bertahun-tahun dengan pemisahan isolasi galur aneuploidy, mengawali konsep rekayasa kromosom yang mengambil manfaat dan dampak dari kerja gen Ph sebagai pengatur sistem berpasangan dan rekombinasi kromosom homolog. Gandum memiliki sistem model sitogenetika tanaman poliploid yang mudah dimanipulasi jumlah kromosomnya (Feldman et al. 2012). Beberapa penelitian tentang proses evolusi tanaman gandum menunjukkan bahwa spesies dari genus Triticum (berbagai macam jenis gandum dan kerabat liarnya) berbentuk sebuah rangkaian poliploid dengan jumlah kromosom dasar x = 7, terdapat spesies diploid (2n = 2x = 14), tetraploid (2n = 4x = 28) dan hexaploid (2n = 6x = 42) (Penget al.2011).

Gandum heksaploid dan tetraploid terbentuk melalui dua proses evolusi. Spesies progeni awal (tetua) tidak diketahui, tetapi diperkirakan merupakan spesies diploid. Melalui evolusi divergen, progeni awal berubah menjadi banyak spesies diploid termasuk T. monococcum, T. tauschii, barley (Hordeum vulgare) dan rye (Secale cereal). Proses evolusi kedua merupakan evolusi konvergen melalui persilangan alami dan penggandaan kromosom secara spontan, terbentuklah spesies poliploid misalnya T. monococcum (donor genom A) bersilang dengan speciesTriticumyang tidak diketahui jenisnya (donor genom B) terbentuk T. dicoccoides sebagai tetua gandum durum dengan konstitusi genetik AABB. Persilangan kedua terjadi antara T. dicoccoides dan T. tauschii (donor genom D) membentuk gandum roti (common wheat) dengan konstitusi genetik AABBDD (Baenziger et al. 1994). Varietas gandum modern yang banyak ditanam adalah spesies hexaploid (T. aestivum), allopolyploid segmental yang terdiri dari 3 genom berbeda namun tetap berkaitan secara genetik (homoeolog) yaitu genom A, B dan D (Gill & Friebe 2002).

(27)

munculnya kelebihan fungsi gen homoeolog pada genom gandum yang lain (Uauy et al. 2009). Delesi dan insersi gen sebagai proses mutasi alami dalam genom gandum yang dinamis berperan meningkatkan keragaman genetik baik memunculkan kembali sifat gen tunggal maupun sifat yang baru (Dubcovsky & Dvorak 2007).

Gandum dikelompokkan berdasarkan 3 karakter utama yaitu waktu penanaman (agronomi), warna kernel dan kualitas endosperm (Acquaah 2007). Pengelompokkan gandum berdasarkan atas waktu penanaman merupakan hasil penyesuaian respon vernalisasi dalam siklus hidup gandum. Berdasarkan hal itu gandum digolongkan menjadi dua yaitu gandum musim semi (spring wheat) atau gandum musim dingin (winter wheat). Gandum musim dingin ditanam saat musim gugur, mengalami pertumbuhan awal dan dorman ketika musim dingin. Gandum mulai tumbuh kembali ketika musim semi dan dipanen saat musim panas. Gandum musim dingim mampu bertahan pada suhu lebih rendah -40ºC jika terlindung oleh salju. Gandum musim semi ditanam pada awal musim semi dan dipanen pada bulan Juli-Agustus. Gandum musim semi agak toleran suhu rendah dan rusak ketika terjadifrostyang bersuhu -2 sampai -1ºC. Gandum yang ditanam di Indonesia merupakan jenisspring wheatkarena dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya tidak memerlukan vernalisasi atau keperluan suhu rendah saat fase juvenile yang biasanya dipenuhi saat musim dingin pada daerah bergaris lintang tinggi (Handoko 2007).

Berdasarkan warna, terdapat dua warna biji gandum yaitu merah dan putih. Merah dikondisikan oleh 3 gen dominan dan putih merupakan resesif dari ketiga gen tersebut (Acquaah 2007). Dalam pemrosesan makanan dan nilai kualitasnya, kekerasan biji gandum menjadi yang paling utama. Kekerasan tersebut tergantung pada kekuatan adesi antara matriks protein dengan butiran tepung pada endosperm. Berdasarkan kriteria kualitas endosperm ini tanaman gandum dikelompokkan menjadi 2 yaitu gandum keras (hard wheat) dan gandum lunak (soft wheat). Gandum yang ditanam di daerah beriklim kering umumnya adalah tipe gandum keras yang menghasilkan tepung kasar saat penggilingan dan cocok untuk pembuatan roti karena kandungan protein gluten tinggi membuatnya lebih liat dan elastis. Pada daerah basah (humid), gandum yang ditanam merupakan tipe gandum lunak untuk menghasilkan terigu sebagai bahan cakes, crackers, coockies dan terigu untuk kebutuhan rumah tangga. Dalam penggilingan, gandum lunak memiliki jumlah kompleks pati-protein yang terbatas sehingga menghasilkan hasil jumlah tepung yang lebih banyak (Ravindran & Ameerah 2009).

Program Pemuliaan Gandum

(28)

maupun kualitas pada iklim tropis yaitu ekplorasi plasma nutfah, persilangan luas (intra dan interspesies), penerapan shuttle breeding dan uji multilokasi. Karakteristik tanaman yang menjadi fokus perakitan gandum adaptif iklim tropis antara lain mampu beradaptasi luas dengan potensial produksi yang tinggi, fotoperiod insensitif, toleran suhu tinggi, mampu membentuk banyak anakan, berat biomassa tinggi, memiliki kelas pematangan berbeda menyesuaikan lingkungan tanam, bertajuk agak pendek (semidwarf) dengan jerami yang kuat agar tahan rebah, memiliki tepung yang berkualitas dan baik untuk pembuatan roti serta tahan terhadap penyakit karat daun, Helminthosporium spp., Fusarium spp. dan Alternaria triticina (Curtis 1988). Sampai saat ini, dengan terjadinya perubahan iklim global, isu kestabilan produksi dan berbagai cekaman abiotik mempengaruhi arah pemuliaan gandum dunia, namun secara umum teknik perakitan yang dilakukan hampir sama dengan memperhatikan variasi karakter terkait faktor fisiologis pada tanaman agar memiliki daya adaptasi yang baik terhadap cekaman lingkungan dan ketersediaan variasi karakter pendukung tersebut dalam koleksi plasma nutfah yang ada.

Isu utama dalam program pemuliaan tanaman serealia seperti gandum adalah variasi karakter kunci terkait hasil yang sangat terbatas. Plasma nutfah elit pemuliaan juga masih sedikit. Penambahan variasi karakter dapat ditingkatkan melalui pembentukan varietas gandum sintetik dan persilangan interspesifik (wide crossing). Perakitan varietas baru dapat dilakukan dengan persilangan gandum roti (common wheat) dengan kerabat liarnya serta beberapa materi genetik sebagai jembatan dalam persilangan (bridge materials) melalui langkah konvensional dan teknik kultur jaringan (Hawkesford et al. 2013). Pembentukan variasi baru dapat juga dilakukan menggunakan mutagenesis, lebih dari 1000 kultivar gandum yang diperoleh dari mutagenesis telah dilepas secara komersial (Parry et al. 2009). Penambahan variasi melalui transformasi genetik dengan sifat tertentu (ketahanan hama, toleran kekeringan, kualitas hasil) juga dapat menjadi salah satu pilihan yang dapat digunakan (Patnaik & Khurana 2001).

Induksi Mutasi dalam Pemuliaan Gandum

Gandum poliploid memiliki keragaman yang besarnya bergantung pada proporsi variabilitas tetua gandum tetraploid pembentuknya, kemudian terus menyempit (bottleneck) seiring dengan proses domestifikasinya oleh manusia (Dubcovsky & Dvorak 2007). Variasi yang baru dapat terbentuk dalam genom gandum yang dinamis melalui delesi dan insersi gen pada elemen repetitif dalam wilayah sekuen yang mengkode dan mengatur kerja gen. Mutasi ini dapat diekspresikan sebagai perbedaan dosis gen kuantitatif. Sinergi antara laju mutasi yang tinggi dan efek penyeimbang poliploidi membuat tanaman gandum dapat mengakumulasi keragaman yang terbentuk dengan genom yang dinamis (Uauyet al.2009).

(29)

menyebar dalam populasi melalui proses dispersif. Jika alel yang termutasi

bertahan, fiksasinya pada generasi awal disebut sebagai “substitusi alel”. Peluang

substitusi alel terjadi pada suatu populasi setara dengan laju mutasi per lokus tiap generasi. Peningkatan atau penurunan peluang fiksasi dalam seleksi mengikuti apakah mutan baru tersebut baik atau tidak. Namun mayoritas mutan cenderung merugikan daripada menguntungkan (Falconer & Mackay 1996).

Induksi mutasi memiliki proses yang sama dengan kejadian mutasi di alam (IAEA 1977). Namun frekuensi dan spektrumnya dapat ditingkatkan dan waktu yang dibutuhkan dapat dipercepat sehingga karakter tertentu yang diharapkan dapat diperoleh. Induksi mutasi merupakan cara yang efektif untuk memperluas keragaman genetik (Sobrizal 2007). Teknik ini membuka kemungkinan menciptakan keragaman genetik baru yang sulit diperoleh dengan teknik konvensional (Din & Khan 2003). Induksi mutasi dikenal juga sebagai metode yang berguna untuk mengubah suatu sifat atau karakter target tanpa merubah latar belakang genetik tanaman. Pemilihan mutagen dan metode perlakuan yang tepat diharapkan tidak hanya menginduksi laju mutasi yang tinggi namun juga memiliki pengaruh yang rendah terhadap latar belakang genetik tanaman.

Menciptakan dan mengeksploitasi keragaman genetik adalah syarat utama keberhasilan pemuliaan tanaman (Van Bueren et al. 2011). Pengetahuan tentang keragaman genetik dan segala sesuatu yang terkait dengan karakter komponen hasil dalam populasi bersegregasi menjadi sebuah kebutuhan dalam proses seleksi. Variabilitas suatu karakter mengekspresikan keragaman konstitusi genetik yang terkandung dalam masing-masing individu dalam populasi. Oleh karena itu, variabilitas dapat dipisahkan menurut komponen genotipik dan fenotipik. Komponen genotipik merupakan bagian yang diturunkan dari total variabilitas, berhubungan hasil dan karakter komponen terkait mempengaruhi strategi seleksi yang dipilih oleh pemulia. Variabilitas genetik yang rendah membuat berkurangnya pilihan genotipe tanaman unggul dalam proses seleksi pada populasi bersegregasi. Kemungkinan atau peluang untuk mendapatkan perbaikan pada tanaman budidaya tergantung pada kekuatan variabilitas genetik populasi yang diseleksi. Penilaian variabilitas genetik karakter kuantitatif penyusun komponen hasil menjadi yang utama dalam mendefinisikan suatu populasi baik atau tidak untuk diseleksi (Sakinet al.2005).

Pemuliaan mutasi digunakan untuk mendapatkan materi yang lebih beragam dan bernilai. Jika variabilitas genetik yang diharapkan atau satu karakter spesifik tidak didapatkan pada suatu populasi tanaman budidaya, pemuliaan mutasi merupakan langkah yang masuk akal untuk ditempuh. Berbagai mutagen kimia maupun mutagen fisika telah digunakan untuk menginduksi untuk mendapatkan mutan. Kisaran dan frekuensi mutan hasil induksi yang diinginkan dapat berbeda dengan penggunaan mutagen dan genotipe yang berbeda. Mutan yang diinduksi pada gandum tidak hanya berpotensi sebagai bahan persilangan namun juga untuk pelepasan langsung sebagai varietas. Variabilitas genetik dihasilkan pada generasi M2 dan M3 gandum setelah perlakuan mutagen mengikuti seleksi tipe mutan yang diinginkan (Sakinet al.2004).

(30)

kritis karena berhasil tidaknya program tergantung pada segregan keturunan hasil perluasan keragaman genetik baik persilangan antar tetua maupun induksi mutasi, khususnya ketika bertujuan untuk memperbaiki karakter kuantitatif seperti hasil. Untuk membantu pemulia dalam proses identifikasi galur yang lebih baik, beberapa metode analisis divergen berdasar karakter kuantitatif diajukan untuk menyesuaikan banyak tujuan (Sakinet al.2005).

Penggunaan Sinar Gamma dalam Induksi Mutasi

Tipe perlakuan mutagenik adalah faktor yang penting untuk mendapatkan hasil sukses dalam pemuliaan mutasi. Mutagen fisik seperti iradiasi pengion (sinar gamma dan sinar-X), telah banyak digunakan untuk menginduksi mutasi dan banyak varietas mutan yang dihasilkan serta dilepas (Human 2003).

Iradiasi pengion menurut tipenya dikelompokkan ke dalam radiasi dengan transfer energi linier (Linier Energy Transfer atau LET) rendah seperti sinar gamma dan sinar-X serta iradiasi dengan LET tinggi seperti partikel ion. LET rendah memberikan energi rendah per unit panjang jalur partikel dan transfer energi terjadi pada area yang terkena iradiasi. Iradiasi dengan LET tinggi memberikan energi yang relatif tinggi per unit panjang jalur partikel dan transfer energi terjadi pada wilayah yang sangat terbatas. Perbedaan ini menyebabkan perbedaan tipe kerusakan yang ditimbulkan pada DNA kromosom (Sachs et al. 2000).

Sinar gamma merupakan radiasi elektromagnetik dan foton diserap oleh benda melalui proses sebagain energi foton ditransformasi menjadi energi kinetik elektron. Elektron berbelok kehilangan energi berinteraksi dengan atom dan molekul memancarkan elektron sekunder. Beberapa elektron sekunder mencapai energi yang cukup untuk mengionisasi langsung partikel di sekitarnya. Ionisasi langsung partikel yang terjadi pasca iradiasi gamma tidak sepadat ionisasi pada iradiasi sinar alpha, fast neutron maupun ion beam. Hal ini menyebabkan sinar gamma memiliki linier energy transfer (LET) yang lebih rendah. Dampak sekunder berupa reaksi kimia timbul sebagai akibat proses ionisasi langsung partikel berinteraksi dengan larutan air dan oksigen yang terkandung dalam materi yang diiradiasi membentuk elektron terhidrasi, radikal bebas, radikal peroksida dan radikal H2O. Semua tipe radikal tersebut berkontribusi menimbulkan perubahan struktur kimia pada materi setelah terjadi ionisasi langsung pada taraf molekul dengan menghasilkan sistem teriradiasi. Iradiasi dengan LET rendah membentuk jarak yang lebih jauh dari reaksi satu dengan yang lain antara radikal dan larutan molekul, menyebabkan proses mutagenesis yang terjadi lebih acak serta memiliki spektrum yang lebih luas (IAEA 1977).

(31)

yang menginduksi delesi kecil maupun besar dapat digunakan untuk menganalisia fungsi gen dalam genom. Penggunaan induksi iradiasi adalah untuk membentuk mutagenesis sistem yang mengatur karakteristik kerusakan DNA dan frekuensi mutasi melalui penggunaan berbagai macam kondisi dan teknik iradiasi (Kusaba 2005).

Teknik Iradiasi Gamma

Sinar gamma secara umum telah banyak digunakan dan banyak mutan yang telah dihasilkan menggunakan sinar ini, namun tidak ada laporan empiris tentang dosis optimum iradiasi sinar gamma. Untuk perlakuan sinar gamma, laju kelangsungan hidup tanaman antara 40-60% (LD50) terhadap tanaman kontrol atau penurunan pertumbuhan antara 30-50% untuk bibit M1 yang digunakan sebagai kriteria mendapatkan perlakuan yang tepat (Albokari et al. 2012). Untuk menghindari perubahan pada latar belakang genetik, perlakuan dibuat menjadi dosis lebih rendah dibandingkan yang digunakan sebagai kriteria.

Laju dosis juga manjadi faktor penting dalam perlakuan sinar gamma dan pengaruhnya diukur dengan mengevaluasi variasi respon termasuk letalitas, pertumbuhan dan fertilitas. Berdasarkan perbedaan laju dosis, perlakuan sinar gamma dibagi menjadi dua katagori iradiasi akut dan kronis. Dalam iradiasi akut, materi tanaman diiradiasi pada laju dosis yang tinggi dalam rentang periode beberapa menit sampai satu hari. Sedangkan dalam iradiasi kronik, materi tanaman diperlakukan dengan sinar gamma pada laju dosis rendah sampai beberapa minggu atau lebih. Perlakuan ini dihipotesiskan baik untuk pemuliaan mutasi tanaman berbiak vegetatif karena mutan yang didapatkan mengalami kerusakan yang lebih kecil akibat radiasi dan dapat langsung digunakan sebagai kultivar baru. Namun, hanya ada sedikit data dalam penggunaan iradiasi gamma pada laju dosis rendah dengan memperhatikan kerusakan akibat iradiasi (Aisyah 2006).

Dalam pemuliaan mutasi, dua penekanan yang diutamakan yaitu efektivitas dan efisiensi. Efektivitas didefinisikan sebagai jumlah mutasi yang diperoleh per unit dosis dan efisiensi merupakan proporsi spesifik perubahan genetik yang diharapkan dibanding kerusakan tanaman sebagai damak alikasi mutagen. Efisiensi pemuliaan mutasi dapat ditingkatkan dengan 3 jalan yaitu mengendalikan proses mutasi, meningkatkan laju mutasi dan menyusun metode seleksi mutan yang efektif. Efisiensi seleksi mutan bergantung pada bentuk populasi yang disusun pada tiap generasi mengikuti perlakuan mutagen (Ukai 2006).

(32)

3 RADIOSENSITIVITAS DAN PENGARUH APLIKASI

TEKNIK IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP

KARAKTER HASIL TIGA GALUR GANDUM

Radiosensitivity and the effects of gamma rays irradiation

techniques on yield traits of three wheat lines

Abstrak

Sinar gamma merupakan salah satu mutagen fisik yang banyak digunakan untuk menginduksi mutagenesis dalam rangka perbaikan varietas tanaman khususnya serealia termasuk gandum. Uji radiosensitivitas perlu dilakukan untuk menentukan dosis iradiasi yang tepat, yang dapat meningkatkan secara optimum keragaman genetik pada generasi M2 dimana proses seleksi dimulai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui radiosensitivitas tiga galur gandum introduksi dan mengetahui pengaruh perbedaan perlakuan teknik iradiasi gamma terhadap karakter agronomi gandum. Galur gandum yang digunakan yaitu F-44, K-95 dan WL-711. Dosis iradiasi yang diaplikasikan 0 – 1000 Gy dengan rentang antar

perlakuan 100 Gy. Hasil pengujian radiosensitivitas 3 galur gandum menunjukkan adanya variasi LD20 dan LD50 antar galur yang diperoleh. LD20 yang didapat untuk galur F-44, K-95 dan WL-711 secara berturut-turut adalah 247, 276 dan 244 Gy sedangkan untuk LD50 yaitu 465, 579 dan 497 Gy. Penelitian yang lain dilakukan dengan mengaplikasikan 3 teknik iradiasi. Penelitian ini menggunakan rancangan split-plot dengan galur (F-44, K-95 dan WL-711) sebagai petak utama, teknik iradiasi (akut (acute), terbagi (fractionated) dan berulang (intermittent)) dan kontrol sebagai anak petak dengan tiga ulangan sehingga terdapat 36 unit percobaan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa perlakuan teknik iradiasi sangat berpengaruh pada karakter daya tumbuh dan tinggi tanaman tetapi pengaruhnya tidak nyata pada jumlah anakan, jumlah spikelet dan panjang malai. Interaksi galur dan teknik iradiasi berpengaruh nyata pada karakter jumlah biji per malai, bobot biji per malai dan bobot biji per tanaman.

Kata kunci: radiosensitivitas, teknik iradiasi, sinar gamma, gandum

Abstract

(33)

LD50, respectively. The other experiment was conducted by using irradiation techniques applications. It was carried out in split-plot design comprising three wheat lines as main-plot, three irradiation treatments (acute, fractionated and intermittent irradiation) and control were arranged as sub-plot with three replications, resulting in 36 experimental units. The effect of irradiation techniques treatments were significant on germination percentage and plant height, but not significant on number of tiller, number of spikelet and spike lenght. The interaction of lines and irradiation techniques had significant effect on number of grain per ear, grain weight per ear and grain weight per plant.

Key word: radiosensitivity, irradiation techniques, gamma rays, wheat

Pendahuluan

Gandum (Triticum aestivum) merupakan salah satu tanaman pangan yang banyak dibudidayakan di dunia. Perbaikan produksinya terus menerus dilakukan untuk mencukupi kebutuhan pangan seiring pertambahan populasi dan peningkatan konsumsi penduduk (Wang et al. 2012). Di sisi lain, variasi tempat tumbuh serta cekaman biotik dan abiotik akibat perubahan iklim berpengaruh terhadap penurunan produktivitas gandum (Jain 2010). Secara spesifik terdapat tiga tantangan besar dalam pemuliaan gandum yaitu meningkatkan potensi hasil, mempertahankannya dan meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya air dan hara (Hawkesfordet al. 2013). Variabilitas genetik menjadi kunci dalam program pemuliaan gandum untuk mendapatkan ideotipe tanaman gandum yang diinginkan (Reynold et al. 2001). Salah satu metode yang dapat ditempuh untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman adalah mutasi induksi (Human et al. 2010, Piriet al.2011).

Penggunaan mutasi induksi dalam pemuliaan tanaman telah terbukti mampu menghasilkan banyak varietas unggul baru di berbagai negara (Parryet al. 2009; Shuet al. 2012) dan teknik ini mudah dipadukan dengan metode yang lain untuk meningkatkan efektivitas progam pemuliaan (Giura et al. 2013). Berdasarkan sumber data IAEA (2013), mutan unggul yang terdaftar berjumlah 3218 meliputi 1589 serealia, 492 kacang-kacangan, 642 bunga, 110 tanaman penghasil minyak dan 378 jenis tanaman yang lain. Mutan gandum unggul yang telah dihasilkan mencapai 254 jenis dan 65% di antaranya berasal dari Tiongkok.

Besarnya dosis, laju dosis serta metode perlakuan mutagen merupakan beberapa faktor yang menentukan besarnya spektrum dan laju mutasi induksi (Kodymet al. 2012). Dalam pemuliaan mutasi gandum, aplikasi dosis dan teknik iradiasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi efek negatif iradiasi pada generasi M1 serta mampu meningkatkan spektrum dan laju mutasi induksi dalam populasi generasi selanjutnya (M2). Pengaruh negatif iradiasi terlihat dengan menurunnya viabilitas benih dan terjadi penghambatan pertumbuhan tanaman serta meningkatnya persentase strerilitas pada fase generatif pada populasi M1 (Borzouiet al.2010).

(34)

radiosensitivitas (Roy 2000) .Optimasi dosis melalui pengujian radiosensitivitas perlu dilakukan guna memperoleh dosis yang tepat (Chemma & Atta 2003; Albokariet al.2012). Penggunaan teknik iradiasi yang tepat dapat meminimalkan pengaruh negatif iradiasi, memberikan pengaruh yang nyata terhadap penampilan karakter agronomi tanaman generasi M1 dan meningkatkan keragaman genetik pada generasi M2 (Davies & Wall 1961; Reddy & Reddy 1986; Nunoo et al. 2014). Penampilan generasi M1 menjadi salah satu bagian penting untuk mengetahui dampak aplikasi teknik iradiasi sebagai informasi dasar dalam menentukan efisiensi penggunaan teknik iradiasi (Konzaket al. 1965). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui radiosensitivitas tiga galur gandum introduksi dan mengetahui pengaruh perbedaan perlakuan teknik iradiasi gamma terhadap karakter agronomi dan abnormalitas pertumbuhan tanaman gandum pada populasi M1.

Bahan dan Metoda

Tempat dan Waktu Penelitian

Iradiasi benih menggunakan sinar gamma dilaksanakan di Balai Iradiasi, Elektromekanik dan Instrumentasi, Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR-BATAN), Pasar Jumat, Jakarta Selatan. Pengujian radiosensitivitas dilakukan bulan Februari 2013 di rumah kaca PAIR-BATAN. Evaluasi penampilan generasi M1 hasil perlakuan tiga teknik iradiasi sinar gamma dilakukan mulai bulan Maret 2014 hingga Juni 2014 di kebun percobaan Pacet, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB-Biogen, Kementan), Cipanas, Jawa Barat.

Bahan

Materi genetik yang digunakan pada percobaan ini adalah benih 3 galur gandum introduksi meliputi galur F-44, K-95 dan WL-711. Benih yang dipergunakan merupakan hasil perbanyakan di Cipanas tahun 2013 dengan kadar air benih 13%.

Orientasi dosis gandum

Percobaan dilaksanakan dengan meradiasi benih gandum dengan menggunakan alat Gamma Chamber 4000Å (aktivitas Co60 721,202 Ci; dengan laju dosis 0,571 kGy/jam; dikalibrasi dengan metode Fricke). Dosis yang digunakan dalam percobaan radiosensitivitas gandum adalah 0 (kontrol), 100, 200, 300, 400, 500, 600, 700, 800, 900 dan 1000 Gy dengan teknik iradiasi akut. Benih yang telah diradiasi diuji daya kecambah dan pertumbuhannya dengan menggunakan metode bak pasir. Perkecambahan menggunakan 100 biji tiap galur dan dosis. Pengamatan dilakukan pada hari ke-7, ke-14 dan ke-21 kemudian dievaluasi jumlah bibit yang masih mampu tumbuh dan bertahan (survival rate) untuk menentukan nilai LD20dan LD50masing-masing galur.

Perlakuan teknik iradiasi sinar gamma

(35)

dilakukan dengan meradiasi benih sekali dosis tunggal sebesar 250 Gy. Perlakuan iradiasi terbagi (fractionated) diaplikasikan dengan meradiasi dua kali, masing-masing setengah dari dosis iradiasi akut (125+125 Gy). Perlakuan iradiasi berulang (intermittent) dilaksanakan dengan meradiasi benih dua kali, dimana dosis iradiasi yang kedua setengah dari perlakuan dosis iradiasi pertama (125+65) dengan interval waktu satu hari (24 jam).

Benih yang telah diradiasi menggunakan tiga teknik berbeda ditanam di lahan menggunakan rancangan petak terpisah (split-plot) dengan tiga blok sebagai ulangan. Perlakuan utama meliputi tiga galur gandum, sedangkan anak perlakuan terdiri dari empat taraf yaitu tiga teknik iradiasi dan kontrol (tanpa iradiasi) sehingga secara keseluruhan digunakan 36 petak percobaan. Masing-masing petak percobaan berukuran 1,5 x 2,5 m2. Secara acak, diambil sepuluh tanaman sebagai sampel pengamatan dari tiap petak percobaan. Benih ditanam secara larik sebanyak 4 gr (± 100 biji) tiap baris dengan jarak antar baris 20 cm. Pemupukan diberikan dua kali yaitu pada saat tanaman berumur 10 HST dengan dosis 150 kg.ha-1Urea, 200 kg.ha-1SP36 dan KCl 100 kg.ha-1dan pemupukan kedua dengan dosis Urea 150 kg.ha-1pada umur 30 HST. Pengamatan dilakukan pada karakter tinggi tanaman (cm), jumlah anakan, jumlah malai, jumlah spikelet, jumlah floret hampa, panjang malai (cm), jumlah biji tiap malai, bobot biji tiap malai (g), bobot 1000 biji (g) dan bobot biji tiap tanaman (g).

Analisis Data

Nilai dari LD20 dan LD50gandum yang diuji ditentukan dengan mengolah data laju kelangsungan hidup (survival rate) masing-masing galur terhadap perlakuan iradiasi menggunakan program Curve Expert 1.3. Untuk percobaan perlakuan teknik iradiasi, data kuantitatif yang dikumpulkan dianalisis ragam berdasarkan model rancangan petak terpisah (split-plot). Analisis ragam dilakukan dengan menggunakan program R versi 3.0.1, bila terdapat beda nyata antar perlakuan diuji lanjut dengan metode BNJ (Beda Nyata Jujur) pada taraf 5%.

Hasil dan Pembahasan

Radiosensitivitas tiga galur gandum

Pengujian radiosensitivitas merupakan ukuran relatif kerentanan suatu organisme, organ, jaringan atau sel terhadap dampak kerusakan yang ditimbulkan oleh radiasi pengion (Lagoda 2012). Parameter yang dapat digunakan dalam melihat radiosensitivitas tanaman yaitu daya tumbuh atau survival rate maupun penurunan atau penghambatan tumbuh karakter kuantitatif tanaman akibat iradiasi terutama pada tahap bibit (Kodym et al. 2012). Hasil yang diperoleh dari pengujian radiosensitivitas adalah berupa kurva yang dapat digunakan untuk menentukan dosis letal (LD). Dosis letal yang sering digunakan sebagai acuan dalam aplikasi radiasi untuk menginduksi keragaman genetik adalah LD20 dan LD50(Humanet al.2006).

(36)
(37)

Gambar 3 Kurva ra gamma be tanam Kurva hasil pe Masing-masing galur dosis letal yang di radiosensitivitas masi dan r adalah nilai kea (Gambar 3A) memiliki Gy meningkatkan laju

A. Galur F-44

B. Galur K-95

C. Galur WL-711

radiosensitivitas tiga galur gandum terhadap berdasar data laju kelangsungan hidup tiga

l pengujian radiosensitivitas dapat dilihat pa ur menunjukkan bentuk kurva dengan pola yan diperoleh dari fungsi (Y) mengindikasi asing-masing galur. Nilai s merupakan nilai si keakuratan kurva (mendekati satu semakin akur

iliki pola kurva sinusoidal dimana perlakuan dosi laju kelangsungan hidup, lebih tinggi dibanding

dap iradiasi sinar a minggu setelah

(38)

kemudian mengalami penurunan pada dosis iradiasi yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Singh dan Datta (2010) bahwa perlakuan iradiasi gamma dosis rendah pada gandum dapat digunakan untuk menstimulasi peningkatan vigor tanaman. Menurut Jan et al. (2012), fenomena ini disebut sebagai hormesis. Hormesis merupakan kejadian stimulasi terhadap proses biologi benih misalnya percepatan kecambah serta peningkatan pertumbuhan daun dan akar akibat perlakuan iradiasi dosis rendah pada benih.

Galur K-95 (Gambar 3B) dan WL-711 (Gambar 3C) memiliki pola grafik kuadratik, laju kelangsungan hidup mengalami penurunan seiring bertambahnya dosis iradiasi yang diberikan. Penurunan laju kelangsungan hidup akibat iradiasi dosis tinggi juga diperoleh pada penelitian gandum roti Din et al. (2004) dan Albokari et al. (2012). Selain itu, perlakuan iradiasi dosis tinggi pada gandum juga dapat menurunkan daya tumbuh (Din dan Khan 2003), menghambat pertumbuhan tajuk dan akar (Borzouiet al.2010) serta menurunkan kadar klorofil (Borzoui et al. 2013) pada fase kecambah. Penurunan daya tumbuh dan pertumbuhan tanaman akibat iradiasi disebabkan oleh peningkatan kerusakan kromosom dan gangguan fisiologi dalam sel tanaman (Girija & Dhanavel 2013). Jan et al. (2012) menjelaskan bahwa paparan iradiasi pengion khususnya sinar gamma pada dosis tinggi dapat merusak atau memodifikasi komponen seluler tanaman yang berdampak pada perubahan morfologi, anatomi, biokimia dan fisiologi tanaman misalnya kerusakan membrane tilakoid, penghambatan laju fotosintesis, modulasi sistem antioksidatif dan akumulasi senyawa fenolik.

Dosis letal (LD) didefinisikan sebagai dosis dimana sejumlah tanaman mengalami kematian setelah diberikan perlakuan mutagen fisik maupun kimia. LD50 menunjukkan dosis dimana 50% tanaman mati setelah diiradiasi (Hanafiah et al.2010). Nilai LD20, LD50dan LD100 3 galur gandum dapat dilihat pada Tabel 1. Nilai LD50 dan LD100 menunjukkan bahwa galur K-95 memiliki resistensi tertinggi terhadap radiasi diikuti WL-711 dan F-44, namun urutan berubah pada nilai LD20 dimana galur K-95 (276 Gy) tetap menjadi yang tertinggi selanjutnya F-44 (247 Gy) dan WL-711 (244 Gy). Perbedaan pola tinggi rendahnya dosis letal menunjukkan perbedaan respon radiosensitivitas 3 galur gandum. Adapun perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh faktor genetik galur, kadar air maupun kondisi fisiologi dalam benih saat diradiasi (Kodymet al. 2012).

Tabel 1 Nilai LD20, LD50 dan LD100 pada tiga galur gandum

Galur

(39)

Hal ini berdampak pada menurunnya infiltrasi energi iradiasi gamma dan bertambahnya kebutuhan waktu untuk mencapai dosis serap yang diinginkan sehingga menurunkan kerusakan fisiologis dan morfologi akibat iradiasi. Berkurangnya kerusakan akan mempercepat pemulihan individu benih yang telah diradiasi. Hal ini memungkinkan benih tetap berkecambah dan tumbuh walaupun telah terpapar radiasi dalam dosis tinggi.

Galur F-44 dan WL-711 mengalami kematian total (LD100) pada aplikasi dosis 932 dan 940 Gy tetapi galur K-95 baru mengalami kematian total pada dosis 974 Gy. Perbedaan pola penurunan survival rate dan dosis kematian total menunjukkan bahwa galur F-44 dan WL-711 lebih sensitif terhadap perlakuan iradiasi sinar gamma dibanding galur K-95. Besarnya rentang LD20 – LD50pada K-95 (276–579 Gy) juga menunjukkan bahwa galur tersebut memiliki ketahanan

terhadap iradiasi lebih tinggi dibanding galur lain. Nilai LD20tiga galur gandum yang diuji berkisar antara 244 - 276 Gy, sedangkan nilai LD50 diperoleh dalam rentang 465 – 579 Gy. LD50pada percobaan ini memiliki nilai yang lebih tinggi dari nilai LD50 gandum beberapa penelitian lain yang berkisar 200 – 350 Gy (IAEA 1977). Aplikasi dosis di atas LD50 akan menurunkan daya tumbuh dan memunculkan banyak abnormalitas pada tanaman hasil induksi mutasi. LD20 memiliki rentang yang lebih kecil dan termasuk dalam rentang LD50gandum pada umumnya (IAEA 1977). Oleh karena itu, LD20 dijadikan dasar acuan penentuan dosis untuk aplikasi teknik iradiasi. Dosis yang dipilih untuk aplikasi teknik iradiasi adalah 250 Gy karena mendekati LD20 masing-masing galur dan dosis tersebut telah berhasil digunakan pada beberapa penelitian gandum untuk menginduksi peningkatan keragaman genetik (Din 2005). Penggunaan LD20 dalam induksi mutasi dinilai tidak banyak merubah latar belakang genetik galur yang digunakan (Shuet al.2012) sehingga perbaikan dapat dilakukan hanya pada beberapa sifat yang diinginkan. Penggunaan dosis iradiasi yang terlalu tinggi memunculkan mutasi negatif yang kurang berguna dalam proses seleksi.

Pengaruh teknik iradiasi sinar gamma pada karakter hasil 3 galur gandum Hasil sidik ragam karakter agronomi tiga galur gandum yang telah diiradiasi dengan tiga teknik berbeda dapat dilihat pada Tabel 2. Perbedaan daya tumbuh gandum di lapangan secara signifikan hanya dipengaruhi oleh perlakuan teknik iradiasi, sedangkan perlakuan galur dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata. Rerata daya tumbuh tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol sebesar 94,15%, sedangkan perlakuan dengan rerata daya tumbuh terendah adalah iradiasi akut 62,21% (Tabel 3).

(40)

lebih rendah dari LD20 masing-masing galur sehingga kerusakan fisik yang ditimbulkan pada benih tidak sebesar iradiasi akut. Adanya jeda waktu antar perlakuan iradiasi memungkinkan benih untuk memulihkan diri pasca iradiasi pertama.

Tabel 2 Hasil sidik ragam karakter agronomi tiga galur gandum pada aplikasi beberapa teknik iradiasi sinar gamma

Karakter

Kuadrat Tengah KK

(%)a

Galur

(G) Pr(>F) Iradiasi (I)Perlakuan Pr(>F) G x I Pr(>F)

Daya tumbuh (%) 61,75 0,22 1671,3 0,001 31,40 0,22 6,12

Tinggi tanaman (cm) 550,8 0,01 77,61 0,002 11,12 0,39 5,48

Jumlah anakan 0,153 0,18 0,456 0,250 0,460 0,23 16,44

Jumlah malai 0,296 0,65 0,525 0,120 0,249 0,56 17,81

Jumlah Spikelet 9,882 0,07 0,682 0,110 0,320 0,40 4,34

Panjang malai (cm) 0,032 0,92 0,092 0,370 0,031 0,89 4,35 Jumlah biji per malai 220,5 0,03 61,70 0,001 15,25 0,003 7,73

Bobot malai (g) 0,124 0,14 0,063 0,001 0,016 0,003 14,78

Bobot biji per malai (g) 0,083 0,11 0,052 0,001 0,013 0,001 8,21 Bobot biji per tanaman (g) 1,800 0,13 0,889 0,001 0,306 0,026 19,83 aKoefisien keragaman

Kontrol 92,42 95,5 94,53 94,15 a 65,09 75,43 79,46 73,33 a Akut 64,83 56,39 65,4 62,21 d 60,69 69,34 71,32 67,12 c Terbagi 70,83 66,78 71,8 69,80 c 58,79 73,45 74,62 68,95 bc Berulang 80,5 72,95 73,93 75,79 b 66,23 76,29 75 72,51 ab Rerata 77,15 72,91 76,42 75,49 62,70 b 73,63 a 75,10 a 70,48

aAngka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada

taraf uji BNJ 5% (uji beda nyata jujur).

(41)

tinggi daripada perlakuan iradiasi akut. Efek kerusakan yang ditimbulkan perlakuan iradiasi berulang relatif kecil bila dibandingkan iradiasi akut sehingga tanaman tetap dapat tumbuh dan berkembang baik seperti tanaman kontrol.

Perlakuan galur, teknik iradiasi dan interaksinya tidak berpengaruh nyata pada karakter jumlah anakan, jumlah malai per tanaman, jumlah spikelet tiap malai serta panjang malai. Perlakuan kontrol memiliki rerata yang lebih tinggi dibandingkan dengan semua perlakuan iradiasi pada empat karakter tersebut (Tabel 4). Perlakuan iradiasi sinar gamma di bawah 250 Gy tidak secara nyata menurunkan jumlah anakan, jumlah malai jumlah spikelet dan panjang malai. Hasil yang sama juga didapatkan pada penelitian Czyczyło-Mysza et. al. (2013) dimana jumlah anakan gandum pada perlakuan iradiasi 300 Gy tidak berbeda nyata dengan kontrol (0 Gy).

Tabel 4 Rerata Jumlah anakan, jumlah malai, jumlah spikelet dan panjang malai tiga galur gandum setelah diaplikasikan teknik iradiasi sinar gamma

Galur iradiasiPerlakuan Jumlah Karakter

Jumlah biji per malai secara signifikan dipengaruhi oleh galur, perlakuan iradiasi dan interaksinya (Tabel 2). Hasil analisis data (Tabel 5) menunjukkan bahwa jumlah biji per malai galur K-95 pada semua perlakuan iradiasi lebih tinggi dibanding galur F-44 dan WL-711. Perlakuan kontrol (0 Gy) pada semua galur memiliki jumlah biji per malai lebih tinggi dari perlakuan iradiasi. Perlakuan iradiasi akut pada galur WL-711 memberikan jumlah biji per malai paling rendah (27,4) di antara kombinasi perlakuan yang lain. Hasil yang sama juga diperoleh Din dan Khan (2003) pada gandum dimana perlakuan iradiasi di atas dosis 150 Gy menurunkan jumlah biji per malai. Penurunan jumlah biji per malai ini menunjukkan meningkatnya presentase sterilitas sebagai akibat dari aplikasi teknik iradiasi.

(42)

menghasilkan bobot biji per malai dan bobot biji per tanaman yang lebih rendah dari kontrol. Hal ini menunjukkan perlakuan iradiasi yang diberikan berdampak terhadap gangguan fisiologi sehingga menurunkan produksi gandum. Hal yang sama juga diperoleh Din (2005) dimana perlakuan iradiasi dosis tinggi di atas 150 Gy menurunkan produksi gandum. Penurunan produksi akibat perlakuan iradiasi dosis tinggi juga terjadi pada kedelai (Hanafiahet al.2010).

Tabel 5 Respon rerata jumlah biji tiap malai tiga galur gandum terhadap perlakuan teknik iradiasi sinar gamma

Perlakuan Iradiasi

Jumlah biji per malaia

F-44 K-95 WL-711

Kontrol 36,67 aA 39,95 aA 35,42 aA

Akut 29,80 bB 38,55 aA 27,40 bB

Terbagi 29,43 bB 38,12 aA 27,80 bB

Berulang 36,35 aA 37,40 aA 29,57 bB

aAngka-angka yang diikuti huruf kecil berbeda pada baris yang sama dan huruf besar

berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata pada uji BNJ 5%.

Tabel 6 Respon bobot biji per malai (g) dan bobot biji per tanaman (g) tiga galur gandum terhadap perlakuan teknik iradiasi sinar gamma

Perlakuan Iradiasi

Bobot biji per malai (g)a Bobot biji per tanaman (g)a

F-44 K-95 WL-711 F-44 K-95 WL-711

Kontrol 1,09 aA 1,04 aA 0,89 bA 2,73 aA 2,90 aA 1,76 bA Akut 0,85 bA 0,94 bA 0,75 bA 1,73 bA 2,43 aA 1,55 bA Terbagi 0,82 bA 0,92 bA 0,77 bA 1,55 bA 2,01 aA 1,60 bA Berulang 1,04 aA 0,90 bA 0,84 bA 2,59 aA 2,28 aA 1,67 bA

aAngka-angka yang diikuti huruf kecil berbeda pada baris yang sama dan huruf besar

berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata pada uji BNJ 5%.

Tabel 6 menunjukkan bahwa pada galur F-44 perlakuan iradiasi berulang memberikan hasil biji per malai dan per tanaman yang paling baik dibanding teknik iradiasi yang lain. Perlakuan teknik iradiasi yang paling besar menurunkan hasil biji per malai dan per tanaman adalah iradiasi terbagi. Teknik iradiasi akut pada galur K-95menghasilkan bobot biji per malai dan per tanaman yang tertinggi di antara dua perlakuan yang lain sedangkan teknik iradiasi yang memberikan hasil terendah adalah iradiasi terbagi. karakter bobot biji per malai dan bobot biji per tanaman memberikan respon serupa terhadap teknik iradiasi yang diaplikasikan pada galur WL-711. Teknik iradiasi berulang menghasilkan bobot biji tanaman lebih tinggi dibanding dua teknik iradiasi lain. Akumulasi dosis iradiasi yang diaplikasikan pada iradiasi berulang lebih rendah dibanding dosis iradiasi akut dan terbagi. Dosis yang lebih kecil memungkinkan terjadinya kerusakan fisik tanaman yang lebih rendah sehingga pemulihan kerusakan pasca iradiasi lebih cepat dibanding dua perlakuan yang lain.

(43)
(44)

4 EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI MUTAGENIK TEKNIK

IRADIASI SINAR GAMMA PADA TIGA GALUR GANDUM

Mutagenic Effectiveness and Efficiency of Three Gamma

Irradiation Techniques in Three Wheat Lines

Abstrak

Adopsi suatu teknik aplikasi mutagen tergantung pada identifikasi efektivitas dan efisiensinya dalam meningkatkan spektrum mutasi yang bermanfaat. Efektivitas mutagenik merupakan ukuran frekuensi mutasi yang diinduksi oleh tiap unit dosis suatu mutagen sedangkan efisiensi mutagenik adalah proporsi mutasi dengan dampak biologis yang tidak diinginkan seperti lethalitas, sterilitas dan penurunan pertumbuhan karena induksi mutagen. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang spektrum dan frekuensi mutasi serta efektivitas dan efisiensi mutasi beberapa teknik iradiasi sinar gamma pada gandum generasi M2. Benih 3 galur gandum introduksi (F-44, K-95 dan WL-711) diiradiasi dengan 3 teknik yaitu akut (acute), terbagi (fractionated) dan berulang (intermittent), dievaluasi daya tumbuh dan penurunan pertumbuhan pada fase bibit generasi M1 serta diamati spektrum dan frekuensi mutasinya pada generasi M2 untuk menentukan efektivitas dan efisiensi mutageniknya. Penelitian ini menghasilkan tiga tipe mutasi klorofil yaitu xantha, chlorina dan viridis. Spektrum mutasi malai yang diperoleh meliputi speltoid, compactoid, super numerary spikelet, club ear, lax ear dan awnless. Perlakuan iradiasi akut pada dosis 250 Gy menghasilkan efektivitas dan efisiensi mutagenik tertinggi.

Kata kunci: frekuensi dan spektrum mutasi, mutasi klorofil, mutasi malai Abstract

Gambar

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian
Gambar 3 Kurva raradiosensitivitas tiga galur gandum terhadap
Tabel 2 Hasil sidik ragam karakter agronomi tiga galur gandum pada aplikasi
Tabel 4 Rerata Jumlah anakan, jumlah malai, jumlah spikelet dan panjang malai
+7

Referensi

Dokumen terkait

kualitas pelayanan yaitu Expeted lIBnice dan pen:eived service, apabila jasa yang diterima oleh pelanggan PDAM Kabupaten Sumbawa sesuai dengan haJapannya maka kualitas pelayanannya

Hasil pengujian hipotesis dua (H2) seperti terlihat pada tabel 4.2 dan gambar 2 shared value antara karyawan akuntansi juga memiliki hubungan yang tidak signifikan

Penelitian dalam skripsi ini bertujuan untuk mengetahui: (1) keterlaksanaan pendekatan PMRI dalam pembelajaran matematika materi bangun ruang di kelas IV SD N 1 Kebondalem

Myös Tammistossa suoritetuissa kokeissa (VALLE 1935) on Svalöfin myöhäinen nurminata osoittautu- neet erittäin såtoisaksi.. VALLE (1930 b ja 1935) kuitenkin huomauttaa,

Emha Ainun Nadjib menulis puisi “Begitu Engkau Bersujud” seakan menggambarkan keadaan sekitar dan kondisi masyarakat. Emha Ainun Nadjib bersajak dan berusaha

Instrumen yang digunakan untuk mengukur etika organisasi dalam penelitian ini terdiri dari 5 item pertanyaan yang dikembangkan oleh Robins (2008, dalam

Figure 3 shows that tbe watcr vapor adsorption uns influenced by the material actination and modification on watcr vapor filter. So, lhe cmdification of zeolit + cocoa

“ Pertama Setiap mahasiswa berhak menjadi anggota perpustakaan dengan cara mendaftar dan mengisi formulir yang telah disiapkan oleh kepala perpustakaan dengan