• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Cacing Pita Hymenolepis microstoma pada Kumbang Tribolium castaneum dan Mencit (Mus musculus albinus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perkembangan Cacing Pita Hymenolepis microstoma pada Kumbang Tribolium castaneum dan Mencit (Mus musculus albinus)"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

PERKEMBANGAN CACING PITA Hymenolepis microstoma

PADA KUMBANG Tribolium castaneum DAN MENCIT

(Mus musculus albinus)

OKI WIJAYANTI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

OKI WIJAYANTI. Perkembangan Cacing Pita Hymenolepis microstoma pada Kumbang Tribolium castaneum dan Mencit (Mus musculus albinus). Dibimbing oleh YUSUF RIDWAN.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perkembangan cacing pita

Hymenolepis microstoma pada Tribolium castaneum dan mencit. T. castaneum

diinfeksi telur H. microstoma dengan cara T. castaneum diberi pakan berupa proglotida bunting H. microstoma. Empat, lima, sepuluh dan lima belas hari setelah infeksi, bagian abdomen T. castaneum dibuka untuk diamati perkembangan sistiserkoid dan panjang badan, lebar badan serta panjang sarkomer diukur. Mencit diinfeksi dengan 20 sistiserkoid yang berumur 16 hari. Pada hari 7, 14, 21 dan 114 setelah infeksi, mencit dibunuh dan H. microstoma

yang ditemukan dihitung serta diukur panjangnya. Setelah masa prepaten, sampel tinja diambil tiga hari berturut-turut dalam setiap minggu pada pagi dan siang hari untuk menghitung jumlah Telur Tiap Gram Tinja (TTGT). Hasil penelitian menunjukkan bahwa panjang dan lebar badan sistiserkoid mengalami peningkatan pada hari ke-4 hingga hari ke-5 yang kemudian menurun hingga hari ke-15 disertai dengan pertambahan panjang sarkomer. H. microstoma pada mencit melakukan migrasi dari usus belakang ke usus depan dan saluran empedu sebelum hari ke-7 setelah infeksi. Jumlah H. microstoma yang mampu hidup pada mencit dengan infeksi 20 sistiserkoid adalah 41.25%. Masa prepaten H. microstoma

terjadi pada hari ke-17 setelah infeksi pada mencit. Jumlah TTGT siang lebih tinggi dibandingkan jumlah TTGT pagi (P<0.05).

(3)

PERKEMBANGAN CACING PITA Hymenolepis microstoma

PADA KUMBANG Tribolium castaneum DAN MENCIT

(Mus musculus albinus)

OKI WIJAYANTI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul penelitian : Perkembangan Cacing Pita Hymenolepis microstoma pada Kumbang Tribolium castaneum dan Mencit (Mus musculus albinus)

Nama Mahasiswa : Oki Wijayanti NRP : B04104155

Program Studi : Kedokteran Hewan

Disetujui, Dosen Pembimbing,

Drh. Yusuf Ridwan, MSi NIP. 132 045 529

Diketahui,

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Dr. Nastiti Kusumorini NIP. 131 699 942

(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas ke hadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi penelitian dengan judul “Perkembangan Cacing Pita Hymenolepis microstoma pada Kumbang Tribolium castaneum dan Mencit (Mus musculus albinus)” dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1 Drh. Yusuf Ridwan, MSi selaku pembimbing skripsi atas segala

bimbingan, dorongan semangat, nasehat serta kemudahan yang diperoleh penulis dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2 Drh. Elok Budi Retnani, MS selaku dosen penguji atas segala saran yang diberikan pada penulis.

3 Bapak Sulaiman atas bantuan selama penulis melaksanakan penelitian. 4 Teman sepenelitian Husna Nadia dan Rosa Sylvia.

5 Semua anggota keluarga, teman-teman dan semua pihak yang telah memberi semangat pada penulis sehingga skripsi penelitian ini dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa skripsi penelitian ini jauh dari kata sempurna. Karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun.

Bogor, September 2008

(8)

DAFTAR ISI

Taksonomi dan Morfologi Hymenolepis microstoma ... 3

Patogenisitas Hymenolepis microstoma ... 4

Siklus Hidup Hymenolepis microstoma ... 5

Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Hymenolepis microstoma... 6

BAHAN DAN METODA ... 8

Tempat dan Waktu Penelitian ... 8

Hewan Coba ... 8

Penyediaan Cacing Hymenolepis microstoma dan Sistiserkoid ... 8

Pengamatan Perkembangan Sistiserkoid ... 9

Pengamatan Perkembangan Hymenolepis microstoma ... 9

Pemeriksaan Kuantitatif Telur ... 10

Analisis Data ... 10

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 11

Perkembangan Sistiserkoid pada Tribolium castaneum ... 11

Perkembangan Hymenolepis microstoma pada Mencit ... 12

Jumlah Telur Tiap Gram Tinja (TTGT) ... 15

KESIMPULAN DAN SARAN ... 18

Kesimpulan ... 18

Saran ... 18

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Rata-rata ukuran sistiserkoid pada Tribolium castaneum (mm) ... 11

2 Presentase jumlah Hymenolepis microstoma di dalam usus mencit ... 12

3 Rata-rata ukuran panjang Hymenolepis microstoma pada mencit ... 14

(10)

DAFTAR GAMBAR

(11)

PERKEMBANGAN CACING PITA Hymenolepis microstoma

PADA KUMBANG Tribolium castaneum DAN MENCIT

(Mus musculus albinus)

OKI WIJAYANTI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

ABSTRAK

OKI WIJAYANTI. Perkembangan Cacing Pita Hymenolepis microstoma pada Kumbang Tribolium castaneum dan Mencit (Mus musculus albinus). Dibimbing oleh YUSUF RIDWAN.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perkembangan cacing pita

Hymenolepis microstoma pada Tribolium castaneum dan mencit. T. castaneum

diinfeksi telur H. microstoma dengan cara T. castaneum diberi pakan berupa proglotida bunting H. microstoma. Empat, lima, sepuluh dan lima belas hari setelah infeksi, bagian abdomen T. castaneum dibuka untuk diamati perkembangan sistiserkoid dan panjang badan, lebar badan serta panjang sarkomer diukur. Mencit diinfeksi dengan 20 sistiserkoid yang berumur 16 hari. Pada hari 7, 14, 21 dan 114 setelah infeksi, mencit dibunuh dan H. microstoma

yang ditemukan dihitung serta diukur panjangnya. Setelah masa prepaten, sampel tinja diambil tiga hari berturut-turut dalam setiap minggu pada pagi dan siang hari untuk menghitung jumlah Telur Tiap Gram Tinja (TTGT). Hasil penelitian menunjukkan bahwa panjang dan lebar badan sistiserkoid mengalami peningkatan pada hari ke-4 hingga hari ke-5 yang kemudian menurun hingga hari ke-15 disertai dengan pertambahan panjang sarkomer. H. microstoma pada mencit melakukan migrasi dari usus belakang ke usus depan dan saluran empedu sebelum hari ke-7 setelah infeksi. Jumlah H. microstoma yang mampu hidup pada mencit dengan infeksi 20 sistiserkoid adalah 41.25%. Masa prepaten H. microstoma

terjadi pada hari ke-17 setelah infeksi pada mencit. Jumlah TTGT siang lebih tinggi dibandingkan jumlah TTGT pagi (P<0.05).

(13)

PERKEMBANGAN CACING PITA Hymenolepis microstoma

PADA KUMBANG Tribolium castaneum DAN MENCIT

(Mus musculus albinus)

OKI WIJAYANTI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(14)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul penelitian : Perkembangan Cacing Pita Hymenolepis microstoma pada Kumbang Tribolium castaneum dan Mencit (Mus musculus albinus)

Nama Mahasiswa : Oki Wijayanti NRP : B04104155

Program Studi : Kedokteran Hewan

Disetujui, Dosen Pembimbing,

Drh. Yusuf Ridwan, MSi NIP. 132 045 529

Diketahui,

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Dr. Nastiti Kusumorini NIP. 131 699 942

(15)
(16)

RIWAYAT HIDUP

(17)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas ke hadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi penelitian dengan judul “Perkembangan Cacing Pita Hymenolepis microstoma pada Kumbang Tribolium castaneum dan Mencit (Mus musculus albinus)” dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1 Drh. Yusuf Ridwan, MSi selaku pembimbing skripsi atas segala

bimbingan, dorongan semangat, nasehat serta kemudahan yang diperoleh penulis dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2 Drh. Elok Budi Retnani, MS selaku dosen penguji atas segala saran yang diberikan pada penulis.

3 Bapak Sulaiman atas bantuan selama penulis melaksanakan penelitian. 4 Teman sepenelitian Husna Nadia dan Rosa Sylvia.

5 Semua anggota keluarga, teman-teman dan semua pihak yang telah memberi semangat pada penulis sehingga skripsi penelitian ini dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa skripsi penelitian ini jauh dari kata sempurna. Karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun.

Bogor, September 2008

(18)

DAFTAR ISI

Taksonomi dan Morfologi Hymenolepis microstoma ... 3

Patogenisitas Hymenolepis microstoma ... 4

Siklus Hidup Hymenolepis microstoma ... 5

Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Hymenolepis microstoma... 6

BAHAN DAN METODA ... 8

Tempat dan Waktu Penelitian ... 8

Hewan Coba ... 8

Penyediaan Cacing Hymenolepis microstoma dan Sistiserkoid ... 8

Pengamatan Perkembangan Sistiserkoid ... 9

Pengamatan Perkembangan Hymenolepis microstoma ... 9

Pemeriksaan Kuantitatif Telur ... 10

Analisis Data ... 10

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 11

Perkembangan Sistiserkoid pada Tribolium castaneum ... 11

Perkembangan Hymenolepis microstoma pada Mencit ... 12

Jumlah Telur Tiap Gram Tinja (TTGT) ... 15

KESIMPULAN DAN SARAN ... 18

Kesimpulan ... 18

Saran ... 18

(19)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Rata-rata ukuran sistiserkoid pada Tribolium castaneum (mm) ... 11

2 Presentase jumlah Hymenolepis microstoma di dalam usus mencit ... 12

3 Rata-rata ukuran panjang Hymenolepis microstoma pada mencit ... 14

(20)

DAFTAR GAMBAR

(21)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Cestoda atau yang dikenal sebagai cacing pita merupakan organisme endoparasit yang dapat menyebabkan penyakit serius pada hewan maupun pada manusia. Infeksi cacing pita pada saluran pencernaan dapat menyebabkan berbagai gangguan pencernaan. Metabolit yang dihasilkan cacing pita dapat menimbulkan efek toksik dan alergik. Iritasi mekanik dapat terjadi akibat pengambilan makanan dari inangnya sehingga terjadi malabsorbsi protein, vitamin, dan hormon-hormon pada inang (Onggowaluyo 2002). Dalam rangka pengendalian penyakit cacing pita yang efektif diperlukan pengetahuan tentang biologi cacing pita dan anthelmintika yang tepat. Untuk mempelajari biologi cacing pita dan untuk mendapatkan anthelmintika yang tepat, cacing pita model diperlukan. Cacing pita yang sering digunakan sebagai model adalah Hymenolepididae.

Beberapa spesies dari Hymenolepididae yang sering digunakan sebagai cacing pita model adalah Hymenolepis nana, Hymenolepis diminuta dan

Hymenolepis microstoma. H. diminuta memerlukan tikus sebagai inang definitif sedangkan H. nana dan H. microstoma memerlukan mencit sebagai inang definitif. Penggunaan H. nana sebagai hewan model mempunyai beberapa kekurangan. Ukuran H. nana yang pendek (7 – 50 mm) mempersulit penggunaan

H. nana dalam pengujian anthelmintika secara in vitro. H. nana dalam siklus hidupnya tidak memerlukan inang antara sehingga mudah terjadi autoinfeksi (Fan 2005). Penggunaan H. microstoma sebagai cacing pita model mempunyai beberapa keuntungan. Ukuran panjang H. microstoma 44 – 208 mm mempermudah penggunaan H. microstoma dalam pengujian anthelmintika secara

in vitro (Litchford 1965). H. microstoma dalam siklus hidupnya memerlukan inang antara sehingga tidak mudah terjadi autoinfeksi.

Siklus hidup merupakan perjalanan hidup dari suatu makhluk hidup dari lahir, berkembang biak hingga mati. Dalam siklus hidupnya, H. microstoma

(22)

mencit. Siklus hidup H. microstoma perlu diketahui dan dipahami untuk keperluan dalam penggunaan H. microstoma sebagai cacing pita model.

Indonesia merupakan negara tropis dengan kelembaban udara yang cukup tinggi. Iklim dan kelembaban udara akan mempengaruhi sistem fisiologis pada

tubuh hewan termasuk kumbang T. castaneum dan mencit. Penelitian biologi

H. microstoma banyak dilakukan di luar negeri yang memiliki perbedaan iklim, suhu dan kelembaban dengan Indonesia. Perbedaan iklim, suhu dan kelembaban secara tidak langsung dapat mempengaruhi siklus hidup dan perkembangan cacing

H. microstoma pada inang antara maupun inang definitif. Sehingga penelitian mengenai perkembangan H. microstoma di daerah tropis seperti Indonesia perlu dilakukan.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari perkembangan cacing pita

(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi dan Morfologi Hymenolepis microstoma

H. microstoma merupakan parasit yang ditemukan pada rodensia.

H. microstoma dewasa dapat ditemukan pada saluran empedu dan duodenum. Taksonomi H. microstoma (Dujardin, 1845) dalam Soulsby (1982) adalah sebagai berikut :

Spesies : Hymenolepis microstoma.

H. microstoma seperti cacing pita pada umumnya memiliki ciri-ciri yaitu mempunyai bentuk seperti pita, tidak mempunyai silia, mulut dan saluran pencernaan. H. microstoma terdiri dari scolex, leher dan tubuh yang terdiri dari proglotida-proglotida (segmen-segmen) (Mukayat 1987). Scolex H. microstoma

dilengkapi rostellum dengan 8 – 30 kait yang sejajar. Tubuh H. microstoma

terdiri dari proglotida yang secara bertahap akan matang (Casanova 2001). Proglotida yang matang mempunyai alat reproduksi yang lengkap yaitu tiga testis dan ovarium terdiri dari empat badan globuler, kantung cirrus dan receptaculum seminis berukuran besar (Lapage 1962).

Telur cacing H. microstoma berbentuk lonjong dengan diameter maksimum 80 µm (Dunn dan William 1978). Telur H. microstoma mengandung onkosfer (embrio) dengan tiga pasang kait yang berfungsi dalam melakukan penetrasi pada dinding saluran pencernaan inang antara (Lyons 1978). Telur

H. microstoma mempunyai filamen di kedua kutubnya (Casanova 2001).

(24)

merupakan elemen penting yang diabsorpsi oleh cacing pita dari saluran pencernaan inang. Pengurangan karbohidrat pada pakan inang memberikan dampak pada cacing pita berupa gangguan pertumbuhan. Kekurangan beberapa macam vitamin dapat mengganggu pertumbuhan dan produksi proglotida cacing pita. Adanya pengurangan protein pada pakan inang tidak memberikan dampak pada cacing pita. Hal ini menunjukkan bahwa protein dapat diperoleh cacing pita dari cairan jaringan inang (Hyman 1951).

Patogenisitas Hymenolepis microstoma

Infeksi H. microstoma menyebabkan perubahan histopatologi (HP) pada mencit yang tergantung pada derajat infeksinya. Perubahan tersebut berupa penebalan jaringan perivaskular di saluran empedu, infiltrasi neutrofil di sekitar saluran empedu dan peningkatan jumlah limfosit, monosit dan neutrofil dalam darah. Fibrosis di sekitar portal saluran empedu dan sepanjang intrahepatik saluran empedu merupakan karakteristik dari peradangan (Novak et al 1985). Pada saluran empedu mencit yang terinfeksi mengalami peningkatan jumlah sel mast pada hari ke-7 setelah infeksi dan terus meningkat hingga pada hari ke-35 setelah infeksi (Novak dan Nambrado 1988). Saluran empedu pada mencit yang terinfeksi H. microstoma menggelembung sangat besar dengan diameter yang sama dengan duodenum, selain itu saluran empedu juga mengalami hipertropi. Saluran empedu, saluran ekstrahepatik dan saluran pankreas secara nyata membesar pada hari ke-8 dan pada hari ke-12 setelah infeksi (Litchford 1965). Peningkatan limfosit di sinusoid hati dan beberapa jenis leukosit terutama neutrofil tampak di sentrolobular hati. Hasil metabolit H. microstoma dapat menyebabkan lesio pada hati mencit (Simpson dan Gleason 1975).

Bersamaan dengan pembesaran pada saluran empedu, pada duodenum menunjukkan adanya sekitar lima lipatan papilla yang ikut membesar (Litchford 1965). Dinding deuodenum pada mencit yang terinfeksi lebih tipis dari ukuran normal (Novak dan Nambrado 1988).

(25)

infeksi pertumbuhan H. microstoma dan apolysis terjadi pada tingkat yang sama (Litchford 1965).

Siklus Hidup Hymenolepis microstoma

H. microstoma terdiri dari scolex, leher dan tubuh (strobila) yang terdiri dari proglotida-proglotida. Proglotida dekat leher merupakan proglotida yang masih muda. Semakin ke belakang pada strobila, proglotida semakin dewasa. Proglotida yang mengandung telur akan terlepas dari strobila dan keluar dari tubuh inang definitif bersama tinja (Levine 1994).

Gambar 1 Siklus hidup Hymenolepis microstoma pada inang antara, Tribolium

dan inang definitif, mencit.

Telur cacing yang keluar bersama tinja, jika termakan oleh serangga akan berkembang menjadi larva yang disebut sebagai sistiserkoid (Hyman 1951). Onkosfer dari telur cacing melakukan penetrasi pada jaringan usus dan berkembang menjadi sistiserkoid. Sistiserkoid akan masuk ke dalam rongga perut tubuh serangga (Andreassen 2004). Pertumbuhan dan diferensiasi sempurna terjadi setelah infeksi 7,5 hari pada suhu 30oC. Perkembangan sistiserkoid dimulai dari pembentukan formasi massa bola sel disertai dengan pembentukan

Onkosfer

Gambar

Gambar 1   Siklus hidup Hymenolepis microstoma pada inang antara, Tribolium dan inang definitif, mencit

Referensi

Dokumen terkait

Relasi ini digunakan apabila terdapat dua atau lebih aktor melakukan hal yang sama (use case yang sama). Use case tersebut kemudian dipisahkan dan dihubungkan dengan

Gambar ini merupakan deployment diagram dari sistem yang akan dibuat, terlihat bahwa ada beberapa perangkat yang digunakan saat deployment, yaitu sebuah komputer yang

P SURABAYA 03-05-1977 III/b DOKTER SPESIALIS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH RSUD Dr.. DEDI SUSILA, Sp.An.KMN L SURABAYA 20-03-1977 III/b ANESTESIOLOGI DAN

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas berkah dan rahmatnya serta karunia dan anugrah yang luar biasa dalam hidup saya hingga detik ini,

Menyadari pentingnya untuk diperhatikan strategi pengembangan pariwisata berkelanjutan yang tercermin dalam pembangunan yang holistik dan terintegrasi antar pelaku pariwisata

Dari hasil survei demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan angka kejadian bayi prematur sebesar 19-30% dari semua kelahiran hidup dan data tersebut sejalan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa kelas VI SD Negeri 1 Pajerukan, kecamatan Kalibagor dalam menguasai penggunaan tanda baca dan

Nilai utilitas secara individual nilainya sangat bervariasi seperti yang dapat dilihat pada lampiran 4., akan tetapi apabila dilihat secara keseluruhan nilai utilitas dari