• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Sistem Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Sistem Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SISTEM USAHA PERIKANAN TANGKAP DI

KABUPATEN KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA

YOGYAKARTA

YUNISTIA RENOFATI

SKRIPSI

MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Sistem Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum pernah diajukan kepada perguruan tinggi manapun dalam bentuk apapun. Semua sumber informasi yang ada atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi.

Bogor, 5 November 2009

(3)

ii

ABSTRAK

YUNISTIA RENOFATI. Analisis Sistem Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Dibimbing oleh TRI WIJI NURANI dan JOHN HALUAN.

Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu daerah di Provinsi DI Yogyakarta, memiliki potensi sumberdaya perikanan laut yang perlu dikembangkan. Usaha perikanan laut di Kulon Progo mulai berkembang pada tahun 2000 dengan didatangkannya nelayan dari luar daerah, salah satunya dari Cilacap. Upaya ini mampu menarik masyarakat setempat untuk berusaha di bidang perikanan laut, walaupun dengan sarana dan prasarana yang masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan usaha perikanan yang tepat dan merumuskan alternatif strategi pengembangan usaha perikanan tangkap di Kulon Progo. Metode pendekatan sistem digunakan untuk menganalisis sistem usaha perikanan tangkap di Kabupaten Kulon Progo. Analisis usaha meliputi penetapan jenis ikan unggulan, produktivitas usaha, aspek teknis, aspek sosial, dan aspek finansial. Analisis SWOT digunakan untuk menentukan alternatif strategi dalam pengembangan usaha perikanan tangkap di Kabupaten Kulon Progo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis ikan unggulan di Kabupaten Kulon Progo adalah bawal putih (Pampus argentus) dan lobster (Panulirus sp.). Produktivitas hasil tangkapan rata-rata 19,96-32,22 kg per trip per tahun. Alat tangkap yang tepat digunakan adalah jaring sirang atau bottom gillnet. Profesi sebagai nelayan merupakan pekerjaan sambilan utama sebagian besar masyarakat di Kulon Progo. Keuntungan usaha bottom gillnet sebesar Rp 125.040.000,00 per tahun, revenue per cost sebesar 1,70 per tahun, dan payback period sebesar 0,25 tahun. Prioritas strategi dalam pengembangan usaha perikanan tangkap di Kulon Progo, yaitu koordinasi dengan instansi terkait, mempercepat pembangunan pangkalan pendaratan ikan, meningkatkan pengawasan daerah pesisir, meningkatkan kualitas sumberdaya manusia perikanan, menentukan alat tangkap yang sesuai dengan musim, meningkatkan sarana dan prasarana produksi, meningkatkan armada penangkapan, dan pembuatan peta fishing ground.

(4)

iii

ANALISIS SISTEM USAHA PERIKANAN TANGKAP DI

KABUPATEN KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA

YOGYAKARTA

YUNISTIA RENOFATI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

iv

Judul Skripsi : Analisis Sistem Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta

Nama : Yunistia Renofati NRP : C44051626

Mayor : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Disetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si.

NIP: 19650624 198903 2 002 NIP: 19460527 197412 1 001 Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc.

Diketahui: Ketua Departemen

NIP: 19621223 198703 1 001 Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc.

(6)

v

KATA PENGANTAR

Skripsi berjudul “Analisis Sistem Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta “ ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi disusun berdasarkan pada hasil penelitian yang dilaksanakan pada bulan Mei 2009 di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1) Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si dan Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc selaku komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingannya;

2) Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA dan Dr. Mustaruddin, S.TP selaku dosen penguji tamu;

3) Dr. Ir. Budy Wiryawan, M. Sc selaku Ketua Departemen PSP dan Dr. Ir. Muhammad Imron, M.Si selaku Komisi Pendidikan Departemen PSP;

4) Eko Purwanto, A.Pi selaku Kepala Sub bidang Kelautan, Ghufron Said P, S. Pi selaku Sie. Produksi Perikanan Tangkap, Tata Subrata, S.Pt selaku Kepala UPTD PPI Karangwuni, dan Bapak Edi Purwanto selaku pegawai UPTD PPI Karangwuni yang telah bersedia memberikan informasi dan data;

5) Keluarga Mitrosudarmo atas bantuannya selama di Kulon Progo;

6) Gina, Ima, Okku, dan rekan-rekan PSP 42 yang telah memberikan dorongan dan semangat untuk penulis;

7) Orang tua penulis atas doa dan dukungannya;

8) Pihak terkait yang tidak bisa disebutkan satu persatu; Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

(7)

vi

RIWAYAT HIDUP

(8)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian... 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap sebagai Sebuah Sistem ... 3

2.2 Definisi Sistem ... 5

2.3 Pendekatan Sistem... 6

2.4 Pengembangan Perikanan Tangkap ... 7

2.5 Analisis Sistem ... 8

2.5.1 Analisis penetapan jenis ikan unggulan ... 9

2.5.2 Analisis produktivitas usaha ... 9

2.5.3 Analisis aspek teknis ... 10

2.5.4 Analisis aspek sosial ... 10

2.5.5 Analisis aspek finansial ... 10

2.6 Analisis Strategi Pengembangan Perikanan Tangkap ... 10

2.7 Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif (QSPM) ... 12

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 13

3.2 Metode Pendekatan Masalah ... 13

3.3 Pengumpulan Data ... 14

3.3.1 Data primer ... 14

3.3.2 Data sekunder ... 14

3.4 Analisis Data ... 15

3.4.1 Analisis untuk menentukan jenis usaha perikanan yang tepat... 15

3.4.2 Analisis usaha yang tepat... 18

3.4.3 Analisis pengembangan perikanan tangkap ... 20

3.4.4 Matriks IE (Internal-Eksternal) ... 24

3.4.5 Matriks QSPM ... 25

(9)

viii 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1 Keadaan Umum Daerah Kabupaten Kulon Progo ... 27

4.1.1 Kondisi umum wilayah ... 27

4.1.2 Keadaan geografis dan topografis ... 27

4.1.3 Musim dan iklim ... 28

4.1.4 Demografi ... 29

4.2 Keadaan Perikanan Tangkap Kabupaten Kulon Progo ... 29

4.2.1 Tempat Pendaratan Ikan ... 29

4.2.2 Unit penangkapan ikan ... 30

4.2.3 Koperasi dan Kelompok Nelayan ... 32

4.2.4 Produksi dan Nilai Produksi ... 33

4.2.5 Daerah Penangkapan Ikan ... 34

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Kebutuhan ... 35

5.2 Formulasi Masalah ... 35

5.3 Identifikasi Sistem ... 36

5.3.1 Struktur sistem ... 36

5.3.2 Diagram lingkar sebab akibat ... 37

5.3.3 Diagram input-output ... 38

5.4 Analisis Sistem Usaha Perikanan Tangkap ... 40

5.5 Analisis Penetapan Jenis Ikan Unggulan ... 40

5.5.1 Kontinyuitas produksi (KP) ... 41

5.5.2 Rata-rata jumlah produksi (RJP) ... 42

5.5.3 Harga komoditas (HK) ... 43

5.5.4 Rata-rata nilai produksi (RNP) ... 44

5.5.5 Penetapan jenis ikan unggulan ... 46

5.6 Analisis Produktivitas Usaha ... 47

5.7 Analisis Aspek Teknis ... 49

5.8 Analisis Aspek Sosial ... 52

5.9 Analisis Aspek Finansial ... 53

5.10 Analisis Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap ... 54

5.10.1 Faktor internal ... 54

5.10.2 Faktor eksternal ... 57

5.10.3 Prioritas strategi pengembangan ... 62

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 65

(10)
(11)

x

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Data yang diperlukan dan sumber data untuk analisis sistem ... 15

2 Kekontinyuan produksi ikan ... 16

3 Kriteria dan selang nilai penetapan jenis ikan unggulan ... 18

4 Penilaian bobot faktor strategis internal ... 22

5 Penilaian bobot faktor strategis eksternal ... 22

6 Matriks Internal Factor Evaluation ... 23

7 Matriks External Factor Evaluation ... 23

8 Matriks Strength Weakness Opportunities Threats ... 24

9 Persentase tinggi dan arah gelombang di Samudera Hindia ... 29

10 Rata-rata jumlah penduduk pada 4 Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo tahun 2007... ... 29

11 Jumlah kapal motor tempel di Pantai Kulon Progo tahun 2003-2007 ... 30

12 Jumlah dan jenis alat tangkap pada tahun 2003-2007 ... 31

13 Jumlah nelayan laut di Kulon Progo tahun 2004-2008 ... 32

14 Perkembangan produksi dan nilai produksi hasil laut tahun 2004-2008 ... 33

15 Kebutuhan pihak-pihak yang terkait dalam sistem perikanan tangkap di Kabupaten Kulon Progo ... 35

16 Nilai kontinyuitas produksi per jenis ikan per triwulan periode 2004- 2008 ... 41

17 Penentuan nilai rata-rata jumlah produksi per jenis ikan periode 2004- 2008 ... 43

18 Penetapan nilai rata-rata harga komoditas per jenis ikan periode 2004- 2008 ... 44

19 Penetapan nilai rata-rata nilai produksi per jenis ikan periode 2004- 2008 ... 45

20 Jenis ikan unggulan ... 46

21 Produktivitas berdasarkan hasil tangkapan per kapal per tahun (2004- 2007) ... 47

22 Produktivitas per nelayan per tahun (2004-2008)... 47

23 Produktivitas berdasarkan hasil tangkapan per trip tahun 2004 ... 48

24 Produktivitas berdasarkan hasil tangkapan per trip tahun 2006 ... 48

(12)

xi 26 Penilaian Internal Factor Analysis Summary ... 60 27 Penilaian External Factor Analysis Summary ... 60 28 Matriks SWOT pengembangan usaha perikanan tangkap di Kabupaten

(13)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Struktur sistem pengembangan perikanan berbasis karakteristik spesifik

potensi daerah (Nurani,2008)... 4

2 Diagram analisis SWOT (Rangkuti, 2006). ... 20

3 Model perumusan strategi (Nurani, 2008). ... 24

4 Matriks internal-eksternal. ... 26

5 Struktur sistem usaha perikanan Kabupaten Kulon Progo. ... 36

6 Diagram lingkar sebab akibat usaha perikanan Kabupaten Kulon Progo. ... 37

7 Diagram input-output. ... 39

8 Diagram alir analisis sistem usaha perikanan tangkap. ... 40

(14)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Kontinuitas produksi ikan di Kabupaten Kulon Progo ... 69

2 Perhitungan selang rata-rata jumlah produksi ikan ... 72

3 Perhitungan selang rata-rata harga komoditas ikan ... 74

4 Perhitungan selang rata-rata nilai produksi ikan ... 76

5 Gambar kapal yang digunakan nelayan di Kabupaten Kulon Progo ... 78

6 Gambar alat tangkap bottom gillnet ... 79

7 Analisis finansial bottom gillnet ... 80

8 Peta Kabupaten Kulon Progo ... 81

(15)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Provinsi DI Yogyakarta merupakan salah satu daerah di Selatan Jawa yang memiliki perairan laut dengan potensi sumberdaya ikan cukup besar yaitu sebesar 320.600 ton per tahun. Provinsi DI Yogyakarta memiliki panjang pantai sekitar 110 km, dengan potensi sumberdaya ikan sebesar 3.400 ton per tahun. Salah satu daerah di DIY yang memiliki potensi perikanan tangkap yang perlu dikembangkan adalah Kabupaten Kulon Progo. Kemampuan nelayan lokal Kulon Progo masih kurang dalam mengeksploitasi sumberdaya ikan, potensi yang baru dimanfaatkan sebesar 439,5 ton per tahun (Dinas Kelautan, Perikanan, dan Peternakan Kabupaten Kulon Progo, 2009).

Usaha perikanan laut di Kabupaten Kulon Progo mulai berkembang pada tahun 2000 dengan didatangkannya nelayan dari luar daerah, salah satunya berasal dari Cilacap. Upaya ini cukup mampu mendorong masyarakat setempat untuk berusaha di bidang perikanan laut, walaupun dengan sarana dan prasarana yang masih terbatas.

Kabupaten Kulon Progo memiliki satu Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI), yaitu PPI Karangwuni. Selain itu, ada Tempat Pelelangan Ikan (TPI), yaitu: TPI Congot, TPI Glagah, TPI Bugel, dan TPI Trisik. Kegiatan perikanan laut di Kulon Progo dilakukan dengan menggunakan alat tangkap berupa jaring eret (beach seine) untuk daerah pantai. Perkembangan usaha perikanan yang terjadi pada beberapa tahun terakhir, dimulai dari sisi timur yaitu Pantai Trisik hingga ke sebelah barat yaitu Pantai Congot. Perkembangan kegiatan perikanan dimulai dengan menggunakan perahu motor tempel sebagai sarana penangkapan ikan serta peningkatan jenis-jenis dan jumlah alat tangkap yang digunakan (jaring insang/gillnet) (Rustijarno, 2003).

(16)

pengalaman melaut, banyak mendapatkan pengetahuan dari nelayan pendatang dari Cilacap.

Kegiatan perikanan tangkap di Kabupaten Kulon Progo memiliki kendala utama yaitu musim dan kondisi alam. Pada saat musim tenggara, ditandai dengan angin kencang dan gelombang yang besar, sehingga kegiatan penangkapan ikan dengan perahu tidak dapat dilakukan. Pada musim paceklik nelayan bekerja pada sektor lain atau melakukan perbaikan alat tangkap. Adapula faktor kondisi pantai dengan jalur perairan dangkal yang sempit dan kemudian dengan tajam jatuh pada kedalaman Samudera Hindia yang sering menghambat pengoperasian alat tangkap.

Berdasarkan pertimbangan di atas, penelitian ini perlu dilakukan di Kulon Progo, yaitu untuk mengetahui lebih jauh perkembangan kegiatan usaha perikanan di Kabupaten Kulon Progo. Kegiatan usaha perikanan menurut definisi Undang-Undang No. 31 tahun 2004 merupakan suatu sistem bisnis. Dalam suatu sistem terkait berbagai permasalahan yang kompleks, untuk itu pendekatan permasalahan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan sistem.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1) Menentukan usaha perikanan tangkap yang tepat di wilayah Kabupaten Kulon Progo;

2) Menentukan faktor-faktor yang berperan penting untuk keberhasilan usaha perikanan tangkap di wilayah Kabupaten Kulon Progo;

3) Menentukan alternatif strategi dalam mengembangkan usaha perikanan tangkap di wilayah Kabupaten Kulon Progo.

1.3 Manfaat Penelitian

(17)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perikanan Tangkap sebagai Sebuah Sistem

Berdasarkan UU No.31 tahun 2004, perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari pra produksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau pengumpulan binatang dan tanaman air, baik di laut maupun di perairan umum secara bebas. Kegiatan ini dibedakan dengan perikanan budidaya, dimana pada perikanan tangkap, binatang atau tanaman air masih belum merupakan milik seseorang sebelum binatang atau tanaman air tersebut ditangkap atau dikumpulkan. Pada perikanan budidaya, komoditas tersebut telah merupakan milik seseorang atau kelompok yang melakukan budidaya tersebut.

Menurut Monintja (1989), pelaksanaan kegiatan di bidang penangkapan ikan ini dihadapkan pada beberapa karakteristik khusus yang tidak dimiliki oleh sistem eksploitasi sumberdaya pertanian lainnya. Beberapa karakteristik khusus tersebut, antara lain:

1) Sumberdaya pada umumnya tidak terlihat (invisible). 2) Sumberdaya merupakan milik umum (common property).

3) Eksploitasi sumberdaya melibatkan resiko yang besar (high risk). 4) Produk sangat mudah rusak (highly perishable).

Selanjutnya, dapat dikatakan bahwa karakteristik itulah yang menyebabkan lebih sulitnya proses pemanfaatan sumberdaya perikanan dibandingkan dengan sumberdaya lainnya. Untuk itu perangkat ilmu-ilmu perikanan sangat diperlukan untuk memungkinkan pemanfaatan sumberdaya ini, yang meliputi aspek biologi, teknologi, sosial, dan ekonomi. Adapun komponen utama dari perikanan tangkap adalah unit penangkapan, yang terdiri dari perahu atau kapal, alat tangkap, dan tenaga kerja atau nelayan yang saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lainnya (Monintja, 1989).

(18)

lainnya mengenai nelayan, yang didefinisikan sebagai orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan atau binatang air lainnya. Orang yang hanya melakukan pekerjaan seperti membuat jaring, mengangkut alat atau perlengkapan ke dalam perahu atau kapal tidak termasuk ke dalam kategori nelayan.

Konsep sistem perikanan menurut Nurani (2008), mencakup tiga subsistem yaitu subsistem kegiatan usaha perikanan, subsistem pelabuhan perikanan: fungsionalitas dan aksesibilitas, serta subsistem kebijakan dan kelembagaan. Dalam pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kulon Progo lebih difokuskan pada subsistem kegiatan usaha perikanan. Kegiatan usaha perikanan mencakup kegiatan dari proses untuk menghasilkan produksi ikan yang dilakukan nelayan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya ikan yang ada, selanjutnya Gambar 1 Struktur sistem pengembangan perikanan berbasis karakteristik

spesifik potensi daerah (Nurani, 2008).

Usaha Perikanan

- Peningkatan keuntungan usaha

- Peningkatan kesejahteraan nelayan

- Penyerapan tenaga kerja

- Peningkatan PAD atau devisa

- Perlembagaan perekonomian dan pembangunan daerah

(19)

dilakukan proses penanganan, pendistribusian, dan pemasaran dengan tujuan akhir adalah memperoleh nilai manfaat atau keuntungan.

2.2 Definisi Sistem

Sistem berasal dari istilah Yunani yaitu “systema” yang mengandung arti keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak bagian, berarti pula hubungan yang berlangsung antara satuan-satuan atau komponen secara teratur. Sistem bisa dikatakan sebagai sehimpunan komponen atau subsistem yang terorganisasikan dan berkaitan dengan rencana untuk mencapai sesuatu tujuan tertentu (Awad, 1979 yang dikutip oleh Amirin, 1992).

Sistem memiliki beberapa ciri pokok yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

1) Setiap sistem mempunyai tujuan.

2) Setiap sistem mempunyai “batas” (boundaries) yang memisahkannya dari lingkungannya.

3) Walau sistem itu memiliki “batas”, akan tetapi sistem itu bersifat terbuka, dalam arti berinteraksi juga dengan lingkungannya.

4) Suatu sistem terdiri dari beberapa subsistem yang biasa pula disebut bagian, unsur, atau komponen.

5) Meskipun sistem itu terdiri dari berbagai bagian, unsur-unsur, tidak berarti bahwa sistem sekedar kumpulan dari bagian, unsur, atau komponen tersebut, melainkan merupakan satu kebulatan yang utuh dan padu.

6) Terdapat saling hubungan dan saling ketergantungan baik di dalam sistem maupun antara sistem dengan lingkungan.

7) Setiap sistem melakukan kegiatan atau proses transformasi (mengubah masukan menjadi keluaran).

8) Di dalam sistem terdapat mekanisme kontrol dengan memanfaatkan tersedianya umpan balik.

9) Dengan adanya mekanisme kontrol, sistem memiliki kemampuan mengatur diri sendiri dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya atau keadaan secara otomatis (Amirin, 1992).

(20)

waktu, dan biaya. Keempat kriteria tersebut tidak selalu sejalan namun dapat dipilih yang paling menguntungkan.

Menurut Shrode dan Voich (1974) yang diacu oleh Amirin (1992), sistem dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Sistem sebagai suatu wujud (entitas)

Menganggap sistem sebagai suatu wujud, pada dasarnya bersifat deskriptif. Hal ini dapat memberikan kemungkinan untuk menggambarkan maupun membedakan antara benda-benda yang berlainan dan yang menetapkan batas-batas di sekelilingnya maupun memilah untuk kepentingan penganalisaan dan untuk mempermudah pemecahan masalah.

2) Sistem sebagai suatu metode

Dalam hal ini sistem dipergunakan untuk menunjukkan tata cara (prosedur) yang berarti memiliki sifat preskriptif. Preskriptif merupakan suatu metode atau alat untuk mencapai suatu tujuan. Konsep pengertian sistem sebagai suatu metode ini dapat dikenal dengan pendekatan sistem.

2.3 Pendekatan Sistem

Menurut Eriyatno (1998), pendekatan sistem merupakan cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan-kebutuhan sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif. Menggunakan pendekatan sistem berarti menuntut pemahaman bahwa setiap benda atau sistem itu berada dan menjadi bagian dari sistem yang lebih besar atau lebih luas sehingga seluruh sistem, dengan suatu cara yang saling berkaitan (Amirin, 1992).

Adapun karakteristik dalam pendekatan sistem, yaitu: 1) kompleks, dimana interaksi antar elemen cukup rumit, 2) dinamis, dalam arti faktornya ada yang berubah menurut waktu dan ada pendugaan ke masa depan, 3) probabilistik, dibutuhkannya fungsi peluang dalam inferensi kesimpulan maupun rekomendasi (Eriyatno, 1998).

Menurut Eriyatno (1998), metodologi sistem pada dasarnya memiliki tahapan sebelum tahap sintesa (rekayasa), meliputi:

(21)

Analisis kebutuhan merupakan awal mula dalam pengkajian suatu sistem. Dalam melakukan analisa ini dapat dinyatakan dengan kebutuhan-kebutuhan yang ada, kemudian dilakukan tahap pengembangan terhadap kebutuhan-kebutuhan yang dapat dideskripsikan. Analisis ini harus dilakukan secara hati-hati terutama dalam menentukan kebutuhan-kebutuhan dari semua orang dan institusi yang dapat dihubungkan dengan sistem yang telah ditentukan.

Analisis kebutuhan berkaitan dengan interaksi antara respon yang timbul dari seorang pengambil keputusan terhadap jalannya sistem. Analisis ini dapat meliputi suatu survei, pendapat seorang ahli, diskusi, observasi lapang, dan sebagainya.

2) Formulasi masalah

Formulasi masalah merupakan definisi suatu masalah yang spesifik, sehingga masalah tersebut mencapai sesuatu individualitas yang memungkinkan dapat dilaksanakannya usaha ke arah pemecahan. Formulasi masalah didasarkan pada penentuan informasi yang terperinci yang dihasilkan selama identifikasi sistem sebagai pernyataan sistem harus bekerja agar output dapat terpenuhi.

3) Identifikasi sistem

Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan dari kebutuhan-kebutuhan, dengan pernyataan khusus dari masalah yang perlu dipecahkan untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Identifikasi sistem dapat digambarkan dalam bentuk diagram lingkar sebab-akibat (causal loop). Interpretasi dari diagram sebab-akibat adalah konsep kotak gelap (black box). Dalam menyusun kotak gelap perlu diketahui jenis informasi yang dikategorikan menjadi tiga golongan, yaitu: 1) peubah input, 2) peubah output, 3) parameter-parameter yang membatasi struktur sistem.

2.4 Pengembangan Perikanan Tangkap

(22)

subsistem dan sederhana menjadi sistem produksi komersial yang lebih kompleks (Muchsin et al, 1987 yang dikutip oleh Kristiawan, 2007).

Seleksi teknologi dapat dilakukan melalui pengkajian-pengkajian aspek

“bio-technico-socio-economic-approach”. Oleh karena itu, ada empat aspek yang harus dipenuhi oleh suatu jenis teknologi penangkapan ikan yang akan dikembangkan, yaitu: 1) bila ditinjau dari segi biologi, tidak merusak atau mengganggu kelestarian sumberdaya; 2) secara teknis efektif untuk digunakan; 3) dari segi sosial dapat diterima masyarakat nelayan; 4) secara ekonomi teknologi tersebut bersifat menguntungkan. Adapula aspek tambahan yang tidak dapat diabaikan yaitu adanya izin dari pemerintah berupa kebijakan dan peraturan pemerintah (Haluan dan Nurani, 1988).

Beberapa hal yang perlu diketahui mengenai identifikasi dari kemungkinan kondisi dan pengembangan, antara lain:

1) Penangkapan ikan; 2) Sumberdaya perikanan; 3) Sumberdaya manusia; 4) Prasarana atau infrastruktur.

Elemen-elemen tersebut menggambarkan suatu perencanaan dan pengembangan serta tahapan dari perikanan tangkap secara nasional. Apabila keempat elemen tersebut sudah diperoleh datanya, maka hal tersebut akan menentukan spesifikasi skala tujuan dan skala prioritas. Kaitan pengembangan perikanan tangkap, baik yang memang pada tingkatan pengadaan yang baru, atau pengembangan dari keadaan yang sudah ada sebelumnya (Haluan, 2002).

2.5 Analisis Sistem

Analisis sistem merupakan gugusan kriteria perilaku sistem yang kemudian dievaluasikan. Dalam beberapa hal, analisis sistem dapat diartikan sebagai semua hal yang relevan terhadap peubah-peubah yang ditetapkan (input terkontrol) dan peubah rancangan yang dianggap sebagai sesuatu yang mempengaruhi kelakuan sistem, keadaan/kondisi lingkungan dimana sistem berjalan, sehingga output yang tidak diharapkan dapat dihindari (Eriyatno, 1998).

(23)

1) Identify, yaitu mengidentifikasi masalah.

2) Understand, yaitu memahami kinerja dari sistem yang ada. 3) Analyze, yaitu menganalisis sistem.

4) Report, yaitu membuat laporan hasil sistem (Jogiyanto, 1989).

Menurut Winardi (1989), terdapat tiga macam sumber untuk mempelajari fakta-fakta dalam analisis sistem, yaitu:

1) Sistem yang ada;

2) Sumber-sumber intern lainnya; 3) Sumber-sumber ekstern.

Adapun aspek-aspek yang akan dikaji pada suatu sistem dalam pengembangan sumberdaya perikanan seperti dijabarkan pada bagian berikut:

2.5.1 Analisis penetapan jenis ikan unggulan

Komoditas unggulan perikanan untuk sumberdaya ikan demersal dan pelagis dapat memenuhi beberapa kriteria penting, yaitu diminati banyak konsumen, rata-rata harga, kekontinyuan produksi, jumlah produksi, dan nilai produksi dari komoditas tersebut lebih tinggi daripada keseluruhan ikan ekonomis penting yang didaratkan di suatu wilayah pelabuhan perikanan (Rahardjo, 1999 yang dikutip oleh Aryadi, 2007).

2.5.2 Analisis produktivitas usaha

Filosofi produktivitas sebenarnya telah ada sejak awal peradaban manusia. Produktivitas adalah keinginan (will) dan upaya (effort) manusia untuk selalu meningkatkan kualitas kehidupan dan penghidupan di segala bidang (Argener dalam Pelenkahu, 1987 yang dikutip oleh Manurung, 2006).

(24)

2.5.3 Analisis aspek teknis

Aspek teknis berkaitan dengan faktor-faktor teknis dari pengoperasian penangkapan ikan seperti kapal, alat tangkap, dan metode pengoperasian secara deskriptif. Aspek teknis dapat dilihat melalui proses produksi, karakteristik produksi, sistem produksi, sistem usaha dan lokasi unit produksi (Wahyudi, 2004).

2.5.4 Analisis aspek sosial

Aspek sosial dilakukan untuk mengetahui kondisi sosial masyarakat, khususnya nelayan yang terkait dengan kegiatan perikanan di Kabupaten Kulon Progo. Analisis sosial dilakukan dengan cara wawancara dan mengamati langsung keadaan sosial masyarakat nelayan Kabupaten Kulon Progo. Kondisi sosial ini dapat dilihat berdasarkan tingkat pendapatan nelayan dari usaha perikanan laut Kabupaten Kulon Progo (Wahyudi, 2004).

2.5.5 Analisis aspek finansial

Analisis finansial memiliki peranan yang penting dalam memperhitungkan insentif bagi orang-orang yang turut serta dalam menyukseskan pelaksanaan kegiatan perikanan tangkap. Pelaksanaan kegiatan perikanan tangkap harus memperhatikan keadaan para nelayan yang menjalankan aktivitas produksi tersebut (Kadariah, 1976).

Analisis finansial dilakukan untuk mengetahui apakah perikanan laut di Kabupaten Kulon Progo layak untuk diusahakan atau tidak. Analisis finansial yang dilakukan meliputi analisis keuntungan, analisis revenue cost ratio, dan analisis payback period.

2.6 Analisis Strategi Pengembangan Perikanan Tangkap

(25)

Menurut Rangkuti (2006), analisis SWOT digunakan karena memiliki kelebihan seperti sederhana, fleksibel, menyeluruh, menyatukan, dan berkolaborasi. Hal tersebut dapat menghasilkan kemungkinan alternatif strategis. SWOT adalah singkatan dari lingkungan internal (strength dan weakness) serta lingkungan eksternal(opportunities dan threats), analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal yang terdiri dari peluang dan ancaman dengan faktor internal yang terdiri dari kekuatan dan kelemahan. Peluang merupakan situasi yang diinginkan atau disukai dalam lingkungan organisasi dan ancaman adalah situasi yang paling tidak disukai dalam lingkungan organisasi. Disamping itu, kekuatan merupakan suatu kelebihan khusus yang memberikan keunggulan komparatif di dalam suatu industri yang berasal dari organisasi dan kelemahan berupa keterbatasan dan kekurangan dalam hal sumberdaya, keahlian dan kemampuan yang secara nyata menghambat aktivitas keragaan organisasi. Berdasarkan dari analisis tersebut dapat diketahui keterkaitan antara faktor eksternal dan internal.

Analisis SWOT ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencana strategis (strategic

planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan,

kelemahan, peluang, dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini (Rangkuti, 2006).

(26)

dalam penerapan analisis SWOT terletak pada identifikasi dari posisi sebenarnya suatu satuan bisnis (Siagian, 2007).

2.7 Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif (QSPM)

Matriks Quantitative Strategic Planning Management (QSPM) digunakan untuk membuat peringkat strategi dengan memperoleh daftar prioritas yang ada. QSPM adalah alat yang membuat para perencana strategi dapat menilai secara objektif strategi alternatif yang dapat dijalankan berdasarkan atas faktor-faktor keberhasilan kritis eksternal dan internal yang telah dikenali terlebih dahulu. Matriks QSPM menentukan daya tarik relatif dari berbagai strategi yang didasarkan sampai seberapa jauh faktor-faktor keberhasilan kritis eksternal dan internal kunci dimanfaatkan atau ditingkatkan. Daya tarik relatif dari masing strategi dihitung dengan menentukan dampak kumulatif dari masing-masing faktor keberhasilan kritis eksternal dan internal. Setiap jumlah rangkaian strategi alternatif dapat diikutkan dalam QSPM dan setiap jumlah strategi dapat menyusun suatu rangkaian strategi tertentu. Tetapi, hanya strategi dari suatu rangkaian tertentu yang dinilai relatif terhadap satu sama lain (David, 2003).

(27)

3 METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian lapang dilaksanakan pada bulan Mei 2009 selama 7 hari. Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

3.2 Metode Pendekatan Masalah

Perikanan merupakan sistem yang kompleks sehingga metode pendekatan masalah yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode pendekatan sistem. Metode ini digunakan untuk menganalisis kebutuhan, memformulasi masalah, dan mengidentifikasi sistem untuk menghasilkan operasi sistem yang dianggap efisien. Langkah-langkah dalam pendekatan sistem, yaitu:

1) Analisis kebutuhan

Pada analisis kebutuhan, langkah yang dilakukan adalah mengidentifikasi dan menganalisis kebutuhan dari pihak-pihak yang terkait dalam suatu sistem. Pihak-pihak yang terkait, antara lain: nelayan, pihak pengelola TPI, pedagang ikan, dan Dinas Kelautan, Perikanan, dan Peternakan Kabupaten Kulon Progo.

2) Formulasi masalah

Formulasi masalah yaitu mendefinisikan masalah secara spesifik sehingga dapat menemukan alternatif pemecahan masalah. Formulasi masalah dapat ditentukan dari informasi yang didapat selama identifikasi sistem. Penelitian yang dilakukan dapat memberikan informasi yang dapat digunakan untuk merumuskan masalah.

3) Identifikasi sistem

(28)

3.3 Pengumpulan Data

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survei. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder, data bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan responden di lapangan. Data sekunder dari Dinas Kelautan, Perikanan, dan Peternakan, PPI serta TPI yang berada di Kabupaten Kulon Progo.

Dalam pengambilan jumlah responden, teknik yang digunakan berupa teknik non random sampling. Dalam teknik non random ini, sampel dapat diambil dengan menggunakan purposive sampling yang dilakukan dengan mengambil sampel dari populasi berdasarkan suatu kriteria tertentu (Jogiyanto, 2008). Responden yang dituju, antara lain: nelayan, pedagang ikan, pihak TPI, BPS dan Dinas Kelautan, Perikanan, dan Peternakan Kabupaten Kulon Progo.

3.3.1 Data primer

Data primer diperoleh dari observasi dan hasil wawancara di lapangan. Data diambil dari pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan perikanan tangkap yaitu nelayan, Dinas Kelautan, Perikanan, dan Peternakan, serta pihak pengelola pelabuhan di Kabupaten Kulon Progo.

3.3.2 Data sekunder

Data sekunder yang dikumpulkan adalah time series lima tahun terakhir, yaitu tahun 2004-2008. Data sekunder dikumpulkan dari Pangkalan Pendaratan Ikan di Kabupaten Kulon Progo, Dinas Kelautan, Perikanan, dan Peternakan Kabupaten Kulon Progo, serta Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon Progo. Data sekunder meliputi:

1) Data jumlah dan jenis unit penangkapan ikan; 2) Data volume dan produksi perikanan;

3) Data prasarana pelabuhan perikanan; 4) Keadaan umum wilayah.

(29)

Tabel 1 Data yang diperlukan dan sumber data untuk analisis sistem

3.4 Analisis Data

3.4.1 Analisis untuk menentukan jenis usaha perikanan yang tepat 3.4.1.1 Analisis penetapan jenis ikan unggulan

Penetapan jenis ikan unggulan digunakan untuk menentukan usaha perikanan yang tepat di Kulon Progo. Penetapan jenis ikan unggulan terhadap keseluruhan jenis hasil tangkapan yang didaratkan di suatu wilayah dapat dilakukan dengan menggunakan metode skoring. Skoring diberikan mulai dari nilai terendah sampai nilai tertinggi. Penilaian dengan menggunakan metode skoring bersifat subjektif. Skoring dilakukan untuk penilaian-penilaian pada

No. Analisis Data yang diperlukan Sumber data

1. Analisis penetapan jenis ikan

unggulan

- Jumlah produksi per jenis ikan per tahun

- Jumlah hasil tangkapan per jenis ikan per tahun

- Harga komoditas ikan per tahun - Keberadaan produksi per jenis ikan

per triwulan

- Upaya penangkapan Dinas Kelautan, Perikanan, dan

Peternakan 3. Analisis aspek

teknis

- Data kapal yang digunakan - Data alat tangkap yang digunakan - Jumlah hasil tangkapan

- Nelayan yang beroperasi

Dinas Kelautan, - Pendapatan nelayan - UMR Provinsi DIY

- Data biaya pemasukan per tahun - Data biaya pengeluaran per tahun - Nilai investasi yang dikeluarkan - Keuntungan usaha perikanan laut

Dinas Kelautan, Perikanan, dan Peternakan, nelayan

6. Analisis SWOT - Internal:masyarakat, pemerintah setempat, kapal, alat tangkap, sumberdaya ikan

- Eksternal: ekonomi, sosial, budaya, demografi, dan teknologi

Dinas Kelautan, Perikanan, dan Peternakan, BPS,

(30)

kriteria yang mempunyai satuan berbeda. Selang nilai yang ada ditentukan dengan menggunakan metode sebaran frekuensi (Aryadi, 2007).

Beberapa kriteria penting akan menjadi parameter utama dalam menghitung skor adalah kontinyuitas produksi, rata-rata jumlah produksi, rata-rata harga komoditas ikan, dan rata-rata nilai produksi dari komoditas yang ada. Berikut ini, kriteria dan nilai untuk penetapan jenis ikan unggulan, antara lain:

1) Kontinyuitas produksi

Kontinyuitas produksi berdasarkan pada keberadaan produksi per jenis ikan per triwulan di Kabupaten Kulon Progo selama 5 tahun (2004-2008). Kriteria nilai yang diberikan terhadap kekontinyuan produksi ikan terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Kekontinyuan produksi ikan

Ketersediaan ikan Nilai Kategori

Ada pada empat triwulan 4 Kontinyu Hanya ada pada tiga triwulan 3 Cukup kontinyu Hanya ada pada dua triwulan 2 Kurang kontinyu Hanya ada pada satu triwulan 1 Tidak kontinyu

2) Rata-rata jumlah produksi

Rata-rata jumlah produksi yaitu rata-rata jumlah hasil tangkapan per jenis ikan selama 5 tahun terakhir (2004-2008) yang didaratkan di Kulon Progo. Jumlah produksi akan menentukan nilai produksi dalam suatu usaha perikanan. Penetapan selang rata-rata jumlah produksi dilakukan dengan metode sebaran frekuensi. Langkah-langkah yang dilakukan, antara lain:

(1) Tentukan banyaknya data (N).

(2) Tentukan banyaknya kelas dengan persamaan = 1+3,32 log N. (3) Tentukan wilayah = nilai maksimum - nilai minimum

(4) Tentukan lebar kelas/interval = (wilayah/banyak kelas)

(5) Tentukan batas kelas: batas bawah = limit bawah -1/2 nilai satuan terkecil batas atas = limit atas +1/2 nilai satuan terkecil Kemudian akan didapat selang kelas (kg), batas kelas (kg), dengan nilai dan kategori, yaitu:

1 = sangat sedikit 2 = sedikit

(31)

4 = banyak 5 = sangat banyak 3) Harga komoditas ikan

Harga komoditas ikan didasarkan pada harga ikan rata-rata selama 5 tahun terakhir (2004-2008) yang didaratkan di Kulon Progo. Langkah-langkah yang dilakukan, antara lain:

(1) Tentukan banyaknya data (N).

(2) Tentukan jumlah kelas = 1+3,32 log N.

(3) Tentukan lebar kelas = nilai tertinggi −nilai terendah

jumlah kelas

Kemudian akan didapatkan selang harga ikan dengan kategori dan nilai, sebagai berikut: 4) Rata-rata nilai produksi

Rata-rata nilai produksi didasarkan pada harga komoditas ikan dan jumlah produksi per jenis ikan yang didaratkan di Kulon Progo setiap tahunnya yang dilihat dari 5 tahun terakhir, yaitu tahun 2004-2008. Penetapan selang rata-rata nilai produksi dilakukan dengan metode sebaran frekuensi. Langkah-langkah yang dilakukan, antara lain:

(1) Tentukan banyaknya data (N).

(2) Tentukan banyaknya kelas dengan persamaan = 1+3,32 log N. (3) Tentukan wilayah = nilai maksimum - nilai minimum

(4) Tentukan lebar kelas/interval = wilayah

banyak kelas

(5) Tentukan batas kelas: batas bawah = limit bawah -1/2 nilai satuan terkecil batas atas = limit atas +1/2 nilai satuan terkecil Kemudian akan didapat selang kelas (kg), batas kelas (kg), dengan nilai dan kategori, yaitu:

(32)

5 = sangat tinggi

Pada penentuan kriteria nilai dan kategori menggunakan skala rating dimana skala tersebut digunakan untuk memberikan nilai ke suatu variabel (Jogiyanto, 2008). Skala yang digunakan adalah skala likert 4 poin untuk kekontinyuan produksi dan skala likert 5 poin untuk rata-rata jumlah produksi, harga komoditas, dan rata-rata nilai produksi. Setelah dilakukan penilaian berdasarkan kriteria kontinyuitas produksi, rata jumlah produksi, harga komoditas ikan, dan rata-rata nilai produksi, didapatkan kriteria penetapan jenis ikan unggulan yang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Kriteria dan selang nilai penetapan jenis ikan unggulan

No. Kriteria Selang nilai

1. Tidak baik 1-4

2. Kurang baik 5-8

3. Cukup baik 9-12

4. Baik 13-16

5. Sangat baik 17-20

Sumber: Haluan dan Nurani (1988).

3.4.2 Analisis usaha yang tepat 1) Analisis produktivitas usaha

Produktivitas dapat dianalisis dengan rumus (Manurung, 2006), sebagai berikut:

Produktivitas = �

� Keterangan:

c = Hasil tangkapan (kg)

f = Upaya penangkapan (unit)

Analisis produktivitas menggunakan data 5 tahun terakhir sebagai standar dalam menentukan seberapa besar produktivitas alat tangkap dalam memperoleh hasil tangkapan. Dalam menganalisa produktivitas ini dibutuhkan pula data trip dan data perahu 5 tahun terakhir.

2) Analisis aspek teknis

(33)

alat tangkap. Analisis ini dapat dilakukan dengan metode wawancara dengan pihak-pihak yang terkait dan pengamatan secara langsung.

3) Analisis aspek sosial

Analisis aspek sosial dapat dilakukan dengan melihat keadaan sosial dari nelayan yang ada di Kabupaten Kulon Progo. Selain itu, analisis ini digunakan untuk melihat tingkat pendapatan nelayan yang diraih berkaitan dengan kelayakan usaha dalam total satu jenis unit penangkapan ikan yang dapat dilihat melalui data primer dan sekunder.

4) Analisis aspek finansial

Analisis aspek finansial melihat sisi keuntungan yang diperoleh dalam satu unit usaha penangkapan ikan. Mengukur finansial dari suatu perikanan tangkap dapat digunakan parameter keuntungan, R/C (Revenue Cost Ratio), dan PP (Payback Period) (Kadariah, 1976).

(1) Keuntungan (π) yang merupakan jumlah nominal yang diperoleh dari selisih antara biaya pemasukan dengan biaya pengeluaran. Analisis keuntungan dihitung selama satu tahun dengan rumus:

Keuntungan (π) = TR−TC Keterangan:

TR = Total Revenue (Penerimaan Total) TC = Total Cost (Pengeluaran Total)

(2) R/C (Revenue Cost Ratio) digunakan untuk melihat berapa jauh nilai usaha yang digunakan dalam suatu usaha dapat memberikan sejumlah penerimaan sebagai manfaat. R/C dapat dihitung yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

R/C =TR

TC

(3) PP (Payback Period) yang merupakan waktu yang dibutuhkan oleh suatu

jenis usaha untuk mengembalikan jumlah modal awal yang dikeluarkan. Nilai PP dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

PP = I

π× 1 tahun Keterangan:

(34)

Kuadran 3 3.4.3 Analisis pengembangan perikanan tangkap

Analisis SWOT digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengembangan perikanan tangkap. Analisis ini menggambarkan peluang dan ancaman sebagai faktor eksternal yang dihadapi oleh perikanan tangkap dan disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan sebagai faktor internal yang dimilikinya. Analisis SWOT ini pada dasarnya berpatokan dengan logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang

(opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan

(weakness) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan strategi

berkaitan dengan tujuan pengembangan perikanan tangkap.

Kuadran 1 : Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat

memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (growth oriented strategy).

(35)

peluang jangka panjang dengan cara stratifikasi diversifikasi (produk/pasar).

Kuadran 3 : Perusahaaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain pihak, ia menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Fokus strategi perusahaan ini adalah meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik.

Kuadran 4 : Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.

Menurut Rangkuti (2006), dalam pembuatan analisis SWOT dibutuhkan analisis terhadap faktor internal dan eksternal. Analisis internal dan eksternal ini dapat dilakukan dengan menggunakan matriks IFE dan EFE dilakukan dengan membuat matriks SWOT. Penyusunan matriks IFE dan EFE dilakukan dengan menyusun seluruh kekuatan dan kelemahan pada matriks IFE dan peluang dan ancaman pada matriks EFE.

Menurut Kinnear dan Taylor (1991), penentuan bobot dilakukan dengan menggunakan metode “Paired Comparison” yang memberikan penilaian terhadap bobot di setiap faktor internal dan eksternal. Dalam penentuan bobot digunakan skala 1,2,3 yang dimanfaatkan untuk pengisian kolom, sebagai berikut:

1 = Apabila indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal 2 = Apabila indikator horizontal sama penting daripada indikator vertikal 3 = Apabila indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal

Bobot pada tiap variabel didapatkan dengan menetapkan nilai pada tiap variabel terhadap jumlah keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus, yaitu:

��= ��

∑� ��

�=1

Keterangan:

��= bobot variabel ke−i

�� = nilai variabel ke−i

� = 1,2,3, … . n

(36)

Penilaian bobot faktor strategis internal dan eksternal dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5.

Tabel 4 Penilaian bobot faktor strategis internal

Faktor strategis internal A B C ... Total

Indikator A Indikator B Indikator C ....

Total

Sumber: Kinear dan Taylor (1991).

Tabel 5 Penilaian bobot faktor strategis eksternal

Faktor strategis eksternal A B C ... Total

Indikator A Indikator B Indikator C ....

Total

Sumber: Kinnear dan Taylor (1991).

Pada pemberian rating untuk tiap-tiap faktor diberikan skala mulai dari 4

(outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor tersebut

terhadap kondisi usaha perikanan tangkap di Kulon Progo (Rangkuti, 2006). Skala peringkat yang digunakan untuk matriks IFE, antara lain:

1 = sangat lemah 3 = kuat

2 = lemah 4 = sangat kuat

Sedangkan skala peringkat yang digunakan untuk matriks EFE, antara lain:

1 = rendah 3 = tinggi

2 = sedang 4 = sangat tinggi

(37)

Tabel 6 Matriks Internal Factor Evaluation

Faktor strategis internal Bobot Rating Skor

Kekuatan:

Tabel 7 Matriks External Factor Evaluation

Faktor strategis eksternal Bobot Rating Skor

Peluang:

Menurut David (2003), seberapa banyak faktor yang dimasukkan dalam matriks IFE dan EFE, jumlah nilai terbobot dapat berkisar 1,0 yang rendah sampai dengan 4,0 yang tertinggi, dan 2,5 sebagai rata-rata. Total nilai rata-rata terbobot yang jauh di bawah 2,5 merupakan ciri organisasi yang lemah secara internal. Sedangkan jumlah yang jauh di atas 2,5 menunjukkan posisi internal yang kuat. Alat yang digunakan untuk menyusun faktor-faktor strategis adalah matriks SWOT. Matriks ini menggambarkan bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Matriks ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis.

1) Strategi SO (strength-opportunity)

Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran suatu perikanan tangkap, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.

2) Strategi ST (strength-threat)

(38)

Perumusan 3) Strategi WO (weakness-opportunity)

Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.

4) Strategi WT (weakness-threat)

Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. Matriks SWOT dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Matriks Strength Weakness Opportunities Threats Internal

Strategi SO: Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang

Strategi WO: Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang

Ancaman (threats)

Strategi ST: Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman

Strategi WT: Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman

Dari empat set kemungkinan strategi di atas, dapat dikaitkan tiap-tiap faktor internal dan eksternal, sehingga dapat dilihat peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi oleh suatu perusahaan yang dapat dikaitkan dengan kelemahan dan kekuatan internalnya. Model perumusan strategi dapat dilihat pada Gambar 3.

3.4.4 Matriks IE (Internal-Eksternal)

Matrik IE didasarkan pada dua dimensi kunci, yaitu total nilai IFE yang diberi bobot pada sumbu-x dan total nilai EFE yang diberi bobot pada sumbu-y. Matriks IE dapat disusun berdasarkan total nilai yang dibobot tersebut. Pada sumbu-x matriks IE, total nilai IFE yang dibobot dari nilai 1,00 sampai 1,99 yang menunjukkan posisi internal yang lemah; nilai 2,0 sampai 2,99 dianggap sedang;

(39)

sedangkan nilai 3,0 sampai dengan 4,0 dianggap kuat. Demikian pula pada sumbu-y, total nilai EFE yang diberi bobot dari 1,0 sampai 1,99 dianggap rendah; nilai 2,0 sampai 2,99 dianggap sedang; sedangkan nilai 3,0 sampai 4,0 dianggap tinggi. Matriks IE dapat dilihat pada Gambar 4.

3.4.5 Matriks QSPM

Langkah-langkah untuk membuat matriks QSPM adalah sebagai berikut: 1) Buatlah daftar peluang/ancaman eksternal kunci dan kekuatan/kelemahan

internal kunci di kolom kiri QSPM.

2) Berilah bobot pada setiap faktor internal dan eksternal kunci.

3) Periksalah matriks-matriks pencocokan dan kenalilah strategi-strategi alternatif yang harus dipertimbangkan untuk diterapkan.

4) Tentukan nilai daya tarik (AS). Cakupan nilai daya tarik adalah: 1 = tidak menarik; 2 = agak menarik; 3 = wajar menarik; 4 = sangat menarik.

5) Hitunglah TAS = Total Nilai Daya Tarik. Total nilai daya tarik didefinisikan sebagai hasil mengalikan bobot dengan nilai daya tarik di masing-masing baris.

6) Hitunglah jumlah total nilai daya tarik. Jumlahkan total nilai daya tarik di masing-masing kolom strategi QSPM, jumlah total nilai daya tarik (STAS) mengungkapkan strategi yang paling menarik (David, 2003).

3.5 Batasan Operasional Penelitian

Batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1) Daerah Kabupaten Kulon Progo yang dikaji yaitu Kecamatan Temon, Wates, Panjatan, dan Galur.

2) Obyek yang diteliti merupakan obyek yang terkait di bidang perikanan laut. 3) Analisis komoditas unggulan perikanan yang diolah merupakan perikanan

laut.

(40)

3,0

4,0 3,0 2,0 1,0

2,0

1,0 Tinggi

3,0-4,0

Sedang 2,0-2,99

Rendah 1,0-1,99

Lemah 1,0-1,99 Rata-rata

2,0-2,99 Kuat

3,0-4,0

TOTAL NILAI EFE YANG DIBOBOT

TOTAL NILAI IFE YANG DIBERI BOBOT

Tumbuh dan membangun

Pertahankan dan pelihara

Panen dan divestasi 5) Analisis finansial yang dilakukan meliputi analisis keuntungan, analisis

imbangan penerimaan dan biaya (R/C), dan payback period (PP).

I II III

IV V VI

VII VIII IX

(41)

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1 Keadaan Umum Daerah Kabupaten Kulon Progo 4.1.1 Kondisi umum wilayah

Kabupaten Kulon Progo beribu kota di Wates dengan luas wilayah 586,28 km², yang terdiri dari 12 kecamatan, 88 desa, dan 930 dukuh. Secara geografis terletak antara 7º 38' 42"-7º 59' 3" Lintang Selatan dan 110º 1' 37"-110º 16' 26" Bujur Timur. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di Provinsi DIY yang letaknya berada paling barat. Berdasarkan luas wilayah tersebut, 24,89 % berada di wilayah selatan yang meliputi Kecamatan Temon, Wates, Panjatan dan Galur, 38,16 % di wilayah tengah yang meliputi Kecamatan Lendah, Pengasih, Sentolo, Kokap, dan 36,97 % di wilayah utara yang meliputi Kecamatan Girimulyo, Nanggulan, Kalibawang dan Samigaluh. Luas Kecamatan antara 3.000-7.500 ha dan yang wilayahnya paling luas adalah Kecamatan Kokap seluas 7.379,95 ha, sedangkan yang wilayahnya paling sempit adalah Kecamatan Wates seluas 3.200,239 ha.

Kabupaten Kulon Progo memiliki batas wilayah administrasi, dimana pada bagian barat dibatasi oleh Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah; bagian timur dibatasi oleh Kabupaten Sleman dan Bantul, Provinsi DIY; bagian utara dibatasi oleh Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah; dan bagian selatan dibatasi oleh Samudera Hindia.

4.1.2 Keadaan geografis dan topografis

Kulon Progo dalam bahasa Jawa berarti sebelah barat Sungai Progo, wilayahnya terletak di sebelah barat Sungai Progo. Kabupaten Kulon Progo memiliki laut perairan yang berada di bagian selatan Pulau Jawa. Kabupaten Kulon Progo memilki kondisi geografis, sebagai berikut:

1) Bagian utara merupakan dataran tinggi atau perbukitan Menoreh dengan ketinggian antara 500-1.000 meter dari permukaan laut.

(42)

3) Bagian selatan merupakan dataran rendah dengan ketinggian 0 sampai dengan 100 meter dari permukaan air laut.

Dilihat dari segi topografi, Kabupaten Kulon Progo memiliki hamparan wilayah yang menurut ketinggian tanahnya adalah 17,58% berada pada ketinggian kurang dari 7 m di atas permukaan laut (dpl), 15,20% berada pada ketinggian 8-25 m dpl, 22,84% berada pada ketinggian 26-100 dpl, 33% berada pada ketinggian 101-500 m dpl, dan 11,37% berada pada ketinggian >500 m dpl. Ditinjau berdasarkan kemiringan wilayah Kabupaten Kulon Progo, antara lain:

1) 40,11% berada pada kemiringan < 2º; 2) 18,70% berada pada kemiringan 3º - 15º; 3) 22,46% berada pada kemiringan 16º - 40º; 4) 18,73% berada pada kemiringan > 40º.

4.1.3 Musim dan iklim

Kabupaten Kulon Progo memiliki dua musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Musim kemarau terjadi pada bulan Mei sampai Oktober, sedangkan musim hujan terjadi sekitar bulan November sampai April. Pada musim kemarau, angin dengan kecepatan tinggi bertiup dari timur sampai tenggara. Mendekati musim hujan, angin menjadi lebih lemah dan bertiup dari barat daya sampai barat laut. Sebagian besar angin berkecepatan kurang dari 10 knot (5 m /dt). Kecepatan angin terbesar terjadi pada bulan Agustus dan September. Angin maksimum dapat mencapai 20-25 m/dt (Kamiso et al, 2000).

Kabupaten Kulon Progo memiliki curah hujan rata-rata per tahunnya mencapai 2.150 mm, dengan rata-rata hari hujan sebanyak 106 hari per tahun atau 9 hari per bulan. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari dan terendah pada bulan Agustus. Suhu terendahnya kurang lebih sebesar 24,2°C (Juli) dan tertinggi 25,4°C (April), dengan kelembaban terendah 78,6% (Agustus), serta tertinggi 85,9% (Januari). Intensitas penyinaran matahari rata-rata bulanan mencapai lebih kurang 45,5%, terendah 37,5% (Maret) dan tertinggi 52,5% (Juli).

(43)

Tabel 9 Persentase tinggi dan arah gelombang di Samudera Hindia

Tinggi gelombang H (m)

Persentase kejadian (%)

Tenggara Selatan Barat daya

0-1 4,67 3,02 2,54

1-2 9,89 20,27 7,79

2-3 4,48 7,54 5,07

>3 0,56 1,89 1,13

∑ 19,60 32,87 16,53

Sumber: Kamiso et al (2000).

4.1.4 Demografi

Kabupaten Kulon Progo memiliki penduduk dengan jumlah 374.445 jiwa pada tahun 2007, penduduk laki-laki 183.396 jiwa (49,25%) dan penduduk perempuan sebesar 190.049 jiwa (50,75%). Pada Tabel 10, pertumbuhan penduduk di Kabupaten Kulon Progo sebesar 0,64%, dengan tingkat kepadatan penduduk 639 jiwa per km².

Tabel 10 Rata-rata jumlah penduduk pada 4 Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo tahun 2007

No. Kecamatan Luas kecamatan Jumlah penduduk Rata-rata penduduk

per km²

1. Temon 36,30 22.788 628

2. Wates 32,00 40.978 1.281

3. Panjatan 44,59 31.439 705

4. Galur 32,91 27.948 849

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon Progo (2008).

4.2 Keadaan Perikanan Tangkap Kabupaten Kulon Progo 4.2.1 Tempat Pendaratan Ikan

(44)

perahu jukung fiberglass oleh nelayan lokal, yang rata-rata sebanyak 400 nelayan dengan menggunakan kurang lebih 100 perahu. PPI Karangwuni belum dapat berjalan dengan lancar, karena pembangunan pemecah gelombang belum dapat terselesaikan. Selain itu, investor dari pihak asing sudah berencana untuk membangun pabrik pengolahan ikan dan kebutuhan melaut untuk nelayan di PPI Karangwuni.

Kabupaten Kulon Progo memiliki TPI sebanyak 4 unit, yaitu TPI Congot, TPI Glagah, TPI Bugel, dan TPI Trisik. Letak TPI tersebut agak berjauhan. TPI Congot berada di Kecamatan Temon, TPI Glagah berada di Kecamatan Wates, TPI Bugel berada di Kecamatan Panjatan, dan TPI Trisik berada di Kecamatan Galur. Mulai dari awal tahun 2009 ini, TPI Glagah akan diarahkan menjadi tempat wisata, sehingga TPI Glagah disatukan dengan TPI yang ada di PPI Karangwuni.

4.2.2 Unit penangkapan ikan 1) Kapal

Kapal yang digunakan terbuat dari bahan fiberglass. Tenaga penggerak berupa mesin tempel bermerek Suzuki atau Daihatsu dengan ukuran 15 PK. Kapal yang beroperasi di Kabupaten Kulon Progo sebagian berasal dari bantuan pemerintah daerah melalui Dana Alokasi Khusus (DAK). Nelayan andon (pendatang) dari Cilacap yang melaut di wilayah perairan Kulon Progo membawa kapalnya sendiri.

Jumlah kapal motor tempel di pantai Kulon Progo pada tahun 2003-2007 dapat dilihat pada Tabel 11. Dilihat dari Tabel 11, pada tahun 2004 jumlah kapal mengalami peningkatan, namun mengalami penurunan pada tahun 2005 dan tetap sampai tahun 2007. Pada tahun 2005 sampai tahun 2007 jumlah kapal cenderung tetap, karena bantuan kapal dari pemerintah daerah sudah berkurang.

Tabel 11 Jumlah kapal motor tempel di Pantai Kulon Progo tahun 2003-2007

No. Tahun Lokal (kapal) Andon (kapal) Jumlah (kapal)

1. 2003 110 13 123

2. 2004 114 13 127

3. 2005 105 11 116

4. 2006 105 - 105

5. 2007 105 - 105

(45)

2) Alat Tangkap

Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan bermacam-macam jenisnya. Alat tersebut seperti jaring sirang (gillnet) yang memiliki mata jaring antara 2-6 inchi, jodang (bubu), pancing, serta pancing senggol. Jaring sirang memiliki ukuran mata jaring yang bermacam-macam, tergantung dengan musim ikan yang ada. Mata jaring berukuran 2 inchi digunakan untuk menangkap lisong/tongkol, ukuran 4 inchi untuk menangkap ikan sejenis manyung dan bawal, dan ukuran 5 inchi untuk menangkap lobster. Bubu digunakan untuk menangkap keong, pancing untuk menangkap layur, dan pancing senggol untuk menangkap ikan pari. Jumlah dan jenis alat tangkap di Kulon Progo terlihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Jumlah dan jenis alat tangkap pada tahun 2003-2007

No. Jenis alat tangkap Tahun

2003 2004 2005 2006 2007

1. Jaring 197 296 210 239 267

2. Pancing 85 110 113 139 168

3. Pukat pantai 25 39 40 68 72

Jumlah 307 445 363 446 507

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon Progo (2008).

Jumlah alat tangkap jaring mengalami fluktuasi, sedangkan pancing mengalami peningkatan. Pada alat tangkap pukat pantai, yang biasanya digunakan oleh nelayan pesisir, juga mengalami peningkatan. Dapat terjadi demikian karena masih terbatasnya pengetahuan nelayan mengenai alat tangkap dan kurangnya keterampilan nelayan dalam mengoperasikan alat tangkap. Hal ini dapat disebabkan latar belakang nelayan Kulon Progo yang pada awalnya bermata pencaharian bertani dan beternak.

3) Nelayan

(46)

Nelayan Kulon Progo memiliki kegiatan kelompok yang dilakukan secara rutin setiap bulan. Mereka tergabung ke dalam kelompok nelayan di daerahnya masing-masing. Nelayan Kulon Progo merupakan nelayan sambilan utama, bukan nelayan penuh. Pekerjaan mereka sebagai petani padi, cabai, dan semangka, serta peternak. Pada setiap kapal terdiri dari 2-3 nelayan. Kapal dan alat tangkap yang sebagian digunakan untuk melaut, berasal dari pemerintah daerah. Data jumlah nelayan di Kulon Progo dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Jumlah nelayan laut di Kulon Progo tahun 2004-2008

No. Tahun Jumlah (orang)

1. 2004 261

2. 2005 315

3. 2006 343

4. 2007 339

5. 2008 474

Sumber: Dinas Kelautan,Perikanan, dan Peternakan (2009).

Dilihat dari tabel di atas, jumlah nelayan dari tahun 2004 sampai dengan 2006 semakin meningkat. Hal ini karena sebagian besar masyarakat memiliki keinginan untuk melaut untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada tahun 2007, jumlah nelayan mengalami penurunan. Pada tahun 2008, jumlah nelayan kembali mengalami peningkatan.

4.2.3 Koperasi dan Kelompok Nelayan

Pada tahun 2001, pemerintah memberikan dana untuk dikelola oleh Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir Mikro Mitra Mina (LEPPM3). Lembaga tersebut membentuk koperasi untuk membantu para nelayan. Namun dalam menjalankan koperasi tersebut, terdapat kendala yang mengakibatkan kredit macet. Hal ini karena pada kenyataan di lapangan, banyak terjadi kerusakan mesin, alat tangkap, dan kapal. Kerusakan ini terjadi karena masyakat masih dalam proses beradaptasi dari petani menjadi nelayan.

(47)

bekerjasama dengan Bank Bukopin untuk membentuk LKM (Lembaga Keuangan Mikro). Koperasi Swamitra Mina mengelola dan memantau pergerakan keuangan secara transparan.

Selain koperasi yang dapat diandalkan, nelayan Kabupaten Kulon Progo memiliki kelompok nelayan yang cukup aktif. Kelompok nelayan tersebut antara lain, Tani Maju Trisik yang berada di daerah Trisik, Bugel Peni yang berada di daerah Bugel, Ngudi Rejeki yang berada di Karangwuni (Wates), Ngudi Mulyo di daerah Glagah (Temon), Arung Samudro yang berada di Sindutan (Temon) dan Bogowonto di Congot (Temon). Kelompok-kelompok nelayan ini mengadakan pertemuan rutin setiap bulan.

4.2.4 Produksi dan Nilai Produksi

Jenis hasil tangkap di Kabupaten Kulon Progo dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu ikan pelagis dan ikan demersal. Pada jenis ikan pelagis, antara lain: tenggiri (Scomberomerus sp.), kembung (Rastrelliger kanagurta), layur (Trichiurus sp.), talang-talang (Chorinemus tala), dan peperek (Leiognathus

sp.). Pada ikan demersal, antara lain: bawal (Pampus argentus), pari (Trigon sephen), manyung (Arius thalassinus), cucut (Charcharinus sp.), dan tigawaja (Johnius dussumieri). Produksi hasil laut lain berupa lobster (Panulirus sp.). Hasil laut ini selalu habis terjual pada saat didaratkan. Perkembangan produksi dan nilai produksihasil laut dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14 Perkembangan produksi dan nilai produksi hasil laut tahun 2004-2008

No. Tahun Produksi (kg) Nilai produksi (Rp) (Rp/kg)

1. 2004 520.668 2.395.400.400,00 4.600,63 2. 2005 314.063 1.529.287.000,00 4.869,36 3. 2006 335.692 1.958.850.500,00 5.835,26 4. 2007 316.472 2.569.537.900,00 8.119,32 5. 2008 512.082 2.920.132.800,00 5.702,47 Sumber: Dinas Kelautan, Perikanan, dan Peternakan (2004-2008).

(48)

2005, sehingga banyak kapal yang tidak melakukan operasi penangkapan ikan dan mengakibatkan produksi ikan menurun.

4.2.5 Daerah Penangkapan Ikan

(49)

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisis Kebutuhan

Pihak-pihak yang tekait dalam sistem perikanan tangkap yang ada di Kabupaten Kulon Progo, antara lain Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan, para nelayan, petugas TPI, pedagang, pemilik kapal, dan koperasi. Adapun kebutuhan dari tiap-tiap sistem yang berkaitan dalam usaha perikanan tangkap ini terangkum ke dalam Tabel 15.

Tabel 15 Kebutuhan pihak-pihak yang terkait dalam sistem perikanan tangkap di Kabupaten Kulon Progo

No. Pihak-pihak terkait Kebutuhan

1.

Dinas Kelautan, Perikanan, dan Peternakan

- Data akurat

- Pembangunan PPI yang terselesaikan - Menjaga potensi sumberdaya laut

- Mengadakan pelatihan kegiatan penangkapan ikan

2. Pihak TPI

- Penggunaan TPI yang optimal - Fasilitas lelang yang memadai - Perbaikan prasarana

3. Nelayan

- Kelengkapan jenis alat tangkap sesuai musim

- Bantuan modal untuk menjalankan operasi penangkapan ikan

- Kolam pelabuhan dapat digunakan untuk tambat labuh

4. Pedagang

- Modal untuk berdagang - Fasilitas berdagang

- Ketersediaan ikan yang kontinyu - Konsumen tetap

- Mutu ikan yang baik

5. Koperasi Swamitra Mina

- Sumber modal

- Pelayanan kredit untuk nelayan - Fasilitator pengadaan kapal

6. Pemilik kapal

- Modal

- Penyediaan alat tangkap - Penyediaan kapal

5.2 Formulasi Masalah

Formulasi masalah mencakup beberapa kendala yang terdapat di Kulon Progo. Berikut merupakan masalah yang berhubungan dengan sistem usaha perikanan tangkap di Kabupaten Kulon Progo, antara lain:

1) Kondisi alam yang tidak mendukung nelayan beroperasi setiap waktu. 2) Nelayan memiliki keterbatasan alat tangkap yang digunakan.

(50)

Daya Dukung

4) Sistem pendataan belum baik.

5) Sub bidang perikanan baru disatukan dengan Dinas Peternakan pada bulan Januari 2009 yang sebelumnya digabung dengan Departemen Pertanian.

6) PPI Karangwuni belum dapat berjalan dengan baik karena pembangunan

breakwater yang belum selesai.

7) Proses pelelangan di TPI Karangwuni tidak berjalan karena masih sedikit nelayan yang melaut dari PPI Karangwuni.

8) Pada TPI yang ada di Kabupaten Kulon Progo seperti TPI Congot, TPI Glagah, TPI Bugel, dan TPI Trisik memiliki fasilitas yang terbatas.

9) Keengganan nelayan Glagah untuk mendaratkan ikannya di PPI Karangwuni, bertolak belakang dengan keinginan pemerintah untuk memusatkan kegiatan perikanan PPI Karangwuni.

10)Akses transportasi yang sulit.

11)Adanya perencanaan penambangan pasir besi.

5.3 Identifikasi Sistem 5.3.1 Struktur sistem

Keterkaitan antar elemen dalam suatu usaha perikanan tangkap dapat memberikan solusi pengembangan perikanan tangkap yang ada di Kulon Progo. Struktur sistem usaha perikanan tangkap Kabupaten Kulon Progo terlihat pada Gambar 5.

(51)

Ketersediaan sumberdaya perikanan dan unit penangkapan ikan saling terkait dalam menganalisis usaha perikanan tangkap yang menguntungkan bagi nelayan. Ketersediaan SDI dan unit penangkapan dapat dikaji dengan pendekatan jenis ikan unggulan, daya dukung lingkungan, koefisien pertumbuhan, jenis teknologi, nelayan, kelayakan teknis, dan kelayakan finansial. Hasil dari kajian mengenai ketersediaan SDI dan unit penangkapan diharapkan dapat memberikan strategi pengembangan perikanan tangkap.

5.3.2 Diagram lingkar sebab akibat

Diagram lingkar sebab akibat memperlihatkan keterkaitan antar elemen yang memegang peranan penting dalam sistem usaha perikanan. Penyusunan diagram lingkar sebab akibat terdiri dari faktor-faktor yang mempengaruhi sistem tersebut. Pada faktor yang memberikan dampak positif maka diberi tanda positif (+) dan faktor yang memberikan tanda negatif akan diberi tanda negatif (-). Diagram lingkar sebab akibat dapat dilihat pada Gambar 6.

Berdasarkan diagram lingkar sebab akibat, sumberdaya ikan yang ada memiliki potensi yang cukup besar sehingga dapat dimanfaatkan oleh teknologi penangkapan ikan. Namun, teknologi yang tidak terkontrol dapat memberikan

(52)

pengaruh yang negatif untuk sumberdaya ikan karena terlalu dieksploitasi. Perkembangan teknologi memberikan pengaruh yang positif kepada hasil tangkapan dimana sumberdaya ikan yang ditangkap dalam jumlah yang cukup besar. Perlu adanya peraturan perikanan yang dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya ikan yang ada. Namun, peraturan perikanan dapat membatasi penggunaan teknologi penangkapan yang ada. Hasil tangkapan yang besar mempengaruhi adanya pelelangan ikan di TPI dan pedagang membeli hasil tangkapan di TPI. Harga yang diberikan untuk hasil tangkapan ditentukan oleh pihak TPI dan memberikan pengaruh kepada pemilik kapal atau nelayan yang dapat memberikan pengaruh pada kesejahteraan nelayan. Tempat pelelangan ikan memberikan retribusi untuk pemerintah. Pemerintah membentuk strategi perikanan tangkap. untuk mengelola sumberdaya ikan, teknologi, dan memberikan pengaruh positif untuk pedagang ikan. Strategi perikanan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup nelayan.

5.3.3 Diagram input-output

Diagram input-output memberikan penjelasan mengenai informasi yang berkaitan dengan input yang ada sehingga menghasilkan output yang telah ditentukan dengan kontrol dari lingkungan. Input berasal dari dalam maupun luar sistem. Input dapat berupa input terkontrol dan tidak terkontrol sehingga menghasilkan outputyang diharapkan maupun yang tidak diharapkan.

Input yang ada terbagi menjadi 3, yaitu input lingkungan, input tidak terkendali, dan input terkendali. Output yang ada berupa output dikehendaki dan output yang tidak dikehendaki. Input lingkungan merupakan input yang berasal dari luar sistem perikanan yang ada di Kabupaten Kulon Progo, berupa kebijakan yang berasal dari pemerintah melalui UU Perikanan no. 31 tahun 2004.

Gambar

Gambar 2  Diagram analisis SWOT (Rangkuti, 2006).
Tabel 4  Penilaian bobot faktor strategis internal
Tabel 7  Matriks External Factor Evaluation
Tabel 8.
+7

Referensi

Dokumen terkait

dan komponen yang berpengaruh dalam usaha perikanan tangkap. Untuk Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta forum ini masih dalam upaya perintisan operasional di lapangan. Hal

Perkembangan perikanan tangkap di 10 WPP belum merata dan masih ada beberapa WPP yang over fished untuk beberapa jenis ikan, yaitu ikan demersal di WPP Selat Malaka; udang di

Aktifitas perikanan tangkap dapat membangkitkan aktifitas perekonomian lainnya yang terkait dengan aktifitas penangkapan ikan baik itu pra penangkapan ikan

Armada penangkapan ikan di wilayah Perairan Kabupaten Sukabumi dapat dibedakan menjadi perahu tanpa motor, perahu motor tempel dan kapal motor. Sejalan dengan

Pendapatan perikanan tangkap adalah pendapatan dari hasil penangkapan ikan atau hasil melaut dan merupakan pencaharian pokok nelayan. Berdasarkan pengamatan yang dilaksanakan di

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis jenis-jenis ikan yang menjadi komoditas unggulan pada sektor perikanan tangkap yang ada di Kabupaten Demak dan

Mengetahui pengaruh perbekalan, hari kerja efektif, jumlah trip penangkapan dan jenis alat tangkap terhadap hasil tangkapan ikan oleh nelayan di Kelurahan Bantaya Kecamatan

Kapal/perahu penangkapan ikan yang beroperasi di PPP Muncar dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu jenis kapal motor (KM), perahu motor tempel (PMT), dan