• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN PADA PEMBANTU RUMAH TANGGA (PRT) DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN PADA PEMBANTU RUMAH TANGGA (PRT) DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN PADA PEMBANTU RUMAH TANGGA (PRT) DITINJAU

DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Oleh

Novia Anggraini LT

Kekerasan tidak hanya terjadi pada istri atau anggota inti dari sebuah keluarga. Bahkan seseorang yang bekerja di rumah atau pembantu rumah tangga (PRT) diperlakukan sangat tidak pantas dan seringkali mengarah pada perbuatan yang dapat di kategorikan kekerasan. Skripsi ini membahas masalah mengenai kekerasan yang dilakukan terhadap pembantu rumah tangga. Penulisan skripsi ini berusaha untuk mengetahui mengenai penegakan hukum pidana terhadap tindak pidana kekerasan pada pembantu rumah tangga dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya kekerasan yang berasal dari pelaku. Tindakan semena-mena terhadap para pembantu rumah tangga (PRT), yang khususnya terjadi di rumah-rumah yang merupakan wilayah atau area privat dan personal yang tidak dapat di jamah oleh orang lain bahkan wilayah atau area yang sangat tersembunyi dari penglihatan umum dan penyelesaiannya tidak semudah kasus-kasus kriminal dalam konteks publik. Suara perempuan atau korban kekerasan yaitu pembantu rumah tangga (PRT) cenderung membisu.

(2)

Novia Anggraini LT

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dengan ini dapat penulis

simpulkan bahwa penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana kekerasan pada pembantu rumah tangga (PRT) di wilayah Indonesia, khususnya

Bandar Lampung dilaksanakan secara preventif yaitu pencegahan sebelum

terjadinya kejahatan dengan cara mensosialisasikan peratutan pemerintah (PP) dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), misalnya dengan melakukan seminar-seminar nasional untuk mensosialisasikan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), membuat iklan di media cetak dan elektronik dan secara represif yaitu pemberantasan setelah terjadinya kejahatan yaitu dengan menyelidiki dan memproses laporan yang masuk namun masih belum terlaksana dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan kasus yang masuk ke Kepolisian tidak dapat ditindaklanjuti karena masih banyaknya faktor-faktor penghambat ada di masyarakat yaitu kurang peduli terhadap nasib kaum rendahan yaitu pembantu rumah tangga (PRT).

Penulis menyarankan agar aparat penegak hukum dan seluruh lapisan masyarakat agar bekerjasama melakukan sosialisasi terhadap peraturan dan undang-undang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga agar terciptanya masyarakat yang adil dan sejahtera. Serta pelaku tindak kekerasan dalam rumah tangga ini harus mendapatkan sanksi yang sesuai dengan apa yang dilakukan oleh pelaku, agar kekerasan yang dilakukan oleh majikan terhadap pembantu rumah tangga ini dapat dimimalisir mengingat bahwa akibat yang ditimbulkan dengan adanya tindak pidana ini cukup berat, karena menimbulkan trauma fisik maupun psikis, sebagai upaya untuk melindungi kepentingan pembantu rumah tangga.

(3)
(4)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fenomena kekerasan yang terjadi di lingkungan keluarga atau rumah tangga

belakangan ini telah menjadi hal yang mengkhawatirkan bagi hampir seluruh

keluarga di Indonesia, hal ini yang mendasari berlakunya Undang-Undang No. 23

Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau yang

dikenal dengan nama Undang-Undang Penghapusan KDRT yang disahkan pada

22 September 2004 lalu.1

Undang-Undang ini melarang tindak KDRT terhadap orang dalam lingkup rumah

tangga, yang dimaksud disini ialah orang-orang dalam lingkup rumah tangga yaitu

suami, istri, anak, serta orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga karena

hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, perwalian, menetap dalam

rumah tangga serta orang yang bekerja membantu dan menetap dalam rumah

tangga tersebut.2

Pada dasarnya kekerasan tidak serta merta hanya terjadi pada istri atau anggota

inti dari sebuah keluarga. Bahkan kita lupa bahwa seseorang yang bekerja di

1 http://www.hukumonline.com

2

(5)

rumah (PRT) juga merupakan anggota keluarga yang juga di lindungi oleh hukum

dan harus diperlakukan layaknya manusia. Terkadang perlakuan yang di terima

mereka sangatlah tidak pantas dan seringkali mengarah pada perbuatan yang dapat

di kategorikan kekerasan.

Jutaan perempuan dewasa dan anak-anak di Indonesia bahkan di dunia terpaksa

bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT) sebagai satu dari sedikit pilihan

yang tersedia bagi mereka agar dapat bertahan hidup dan menghidupi diri bahkan

keluarga mereka.3

Tindakan semena-mena terhadap para pembantu rumah tangga (PRT), yang

khususnya terjadi di rumah-rumah yang merupakan wilayah atau area privat dan

personal yang tidak dapat di jamah oleh orang lain bahkan wilayah atau area yang

sangat tersembunyi dari penglihatan umum dan penyelesaiannya tidak semudah

kasus-kasus kriminal dalam konteks publik. Suara perempuan atau korban

kekerasan yaitu pembantu rumah tangga (PRT) cenderung membisu.4

Pembantu memiliki peran sosial penting dalam konteks kehidupan di masyarakat

Indonesia, namun strata kelas yang rendah menjadikan profesi seorang pembantu

sebagai pekerjaan yang tidak memiliki daya realitasnya di Indonesia. Pembantu

tidak bisa disamakan dengan buruh yang merupakan kelas paling bawah dalam

3http://www.kasuspembantu.blogspot.com. Diakses pada tanggal 13 November 2012 4

(6)

sistem ekonomi dan sosial di Indonesia, karena dianggap kaum bawahan yang

memiliki srata rendah dan bisa dijadikan sebagai budak.

Berikut ini beberapa contoh kasus kekerasan pada pembantu rumah tangga (PRT)

yang terjadi di Indonesia :

1. Seorang anak berumur 9 tahun berasal dari Gunung Sitoli, Nias, Sumatra

Utara menjadi korban kekerasan yang terjadi di bekasi tanggal 18

November lalu. Korban yang hanya bisa berbahasa Nias dan sedikit

berbahasa Indonesia itu, kerap mengalami kekerasan fisik, psikis dari

majikannya dan diperlakukan tidak manusiawi. Misalnya, tidak mendapat

upah, makan satu kali sehari dan tidur di lantai. Selalu menerima

bentakan, cacian, cakaran kuku, serta pukulan dengan menggunakan

kayu. “Karena semakin tak tahan dengan kesakitan fisik dan psikis yang

dialami, tanggal 18 November 2011 meninggalkan rumah majikannya

dengan cara melompat dari pagar rumah majikan yang saat itu kebetulan

rumah dalam keadaan kosong. Korban saat ini berada dalam situasi

trauma, dan memasuki masa pemulihan psikologis dan konseling dan

tinggal di rumah aman (shelter) milik salah satu organisasi perempuan.

“Kondisi korban yang labil dengan fisik penuh luka menjadi

pertimbangan untuk mengutamakan pemulihan psikologis korban.”5

2. Korban lain, berumur 16 tahun berasal dari Kebumen, Jawa Tengah. Pada

bulan September 2011 korban melaporkan tindak penganiayaan kepada

dirinya yang dilakukan majikan. Lengan kanan korban ditempel seterika

5

(7)

panas yang sedang digunakan untuk menyetrika, sehingga lengan kanan

RR mengalami luka bakar (seperti sayatan-sayatan yang melepuh).

Korban juga mengalami tekanan psikis karena acapkali sang majikan

memaki menggunakan kata-kata kasar, serta gaji yang tidak dibayarkan.

Namun hingga saat ini pelaku masih bebas dan kasus baru pada tahap

keterangan saksi di Polres Jakarta Barat.6

3. Dua kakak beradik berusia belia Yyn (14) dan Nrml (13) yang bekerja

menjadi pembantu rumah tangga (PRT) mengaku mengalami penyiksaan

dan penganiayaan oleh majikannya sendiri MS (40). Keluarga kakak

beradik asal Serang, Banten ini lalu mengadukan kekerasan yang

dilakukan sang majikan ke Polrestro Jakarta Timur, Karena kerap

mengalami kekerasan dan penyiksaan.7

4. Kematian Mariyati seorang pembantu rumah tangga, yang hanya lantaran

ia dituduh mencuri roti oleh majikannya Ny Yeny Vera Simorangkir di

kompleks perumahan mewah Taman Giri Loka, Tangerang. Bukan hanya

dibunuh sang majikan dan anaknya, Mariyati juga dikubur di halaman

rumah mereka. Beruntung, sopir majikannya melaporkan peristiwa itu ke

polisi.8

5. Devi Puspita Sari bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumah

Iswadi dan Ramayana yang beralamat di Perum Villa Poste A No 19 RT

001 Kelurahan Sukabumi Kodya Bandar Lampung, ia mendapat

6

http://www.kasuspembantu.blogspot.com/2010/20/11/contoh-contoh kasus PRT. Diakses pada tanggal 18 November 2012

7 http://www.altarhijau.blogspot.com/kasus PRT. Diakses pada tanggal 19 November 2012 8

(8)

perlakuan kasar bahkan di pukuli serta dianiaya sang majikan lantaran

melakukan suatu perbuatan yang tidak disukai sang majikan.

Daftar panjang perlakuan kejam dan sangat tidak manusiawi baik secara fisik,

psikologis, seksual, siksaan, makian, hujatan, upah yang tidak dibayarkan, dan

jam kerja yang sangat panjang tanpa hari libur, sering mendapat perlakuaan kasar

dari sang majikan di mana mereka bekerja, terkadang pemicu kekerasan yang

mereka dapat hanya lah bersumber dari kesalahan kecil atau ketidaksengajaan

yang mereka perbuat.

Masih banyak lagi contoh kasus yang belum muncul kepermukaan, jelas saja hal

ini juga bertentangan dengan apa yang ada dalam Pasal 28i ayat (1)

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (HAM) yang mana

berisi Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati

nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai

pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang

berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan

apapun, di karenakan beberapa alasan, salah satunya adalah penanganan kasus

yang dinilai lamban dan membuat korban enggan memproses secara hukum.

Proses semacam ini hanya menyisakan kekerasan yang berlapis dan berulang.

Absennya perangkat hukum (undang-undang) perlindungan pembantu rumah

tangga (PRT) menjadikan kasus kekerasan terhadap pembantu rumah tangga

(PRT) menjadi terabaikan.

Dilihat dari fenomena kekerasan pada pembantu rumah tangga yang terjadi dalam

(9)

kasus-kasus kekerasan pada pembantu rumah tangga yang masih “menggantung”

dan belum menemui titik temu. Lemahnya penegakan hukum yang berakibat pada

nasib para pembantu rumah tangga yang terabaikan.9 Jika fenomena penegakan

hukum ini masih lemah, fenomena kekerasan akan terjadi berulang-ulang dalam

kehidupan masyarakat di Indonesia. Untuk itu harus ada penegakan hukum yang

jelas agar membuat jera pelaku tindak pidana khususnya kekerasan pada

pembantu rumah tangga.

Penegakan hukum di Indonesia, dikenal dengan istilah “hukum di Indonesia bisa

dibeli dengan uang”. Tetapi memang itulah ungkapan yang tepat dari gambaran

hukum di Indonesia.10 Pada kenyataannya, pelanggar hukum di negeri ini bukan

hanya masyarakat biasa, tetapi pihak-pihak berwajib yang seharusnya mentaati

dan menegakkan hukum malah ikut serta untuk tidak mematuhi penegakan hukum

itu sendiri.

Penyebab lemahnya penegakan hukum di Indonesia disebabkan karena krisis

moralitas tokoh-tokoh elit negeri ini yang masih mementingkan kepentingan

pribadi daripada memikirkan masa depan negeri ini. Jika para petinggi negeri ini

saja sudah berani melanggar hukum, begitupun dengan masyarakat biasa. Bukan

hal yang aneh jika sangat banyak pelanggar hukum di Indonesia yang bisa bebas

tanpa harus ditindaklanjuti kasusnya.11

Hal tersebut hanya sebagian kecil contoh dari fenomena lemahnya penegakkan

hukum di Indonesia, masih banyak lagi contoh yang lainnya. Kita sebagai warga

9

http://www.id.shvoong.com. Diakses pada tanggal 22 November 2012

10http://kompasiana.com. Diakses pada tanggal 22 November 2012 11

(10)

Negara yang mengharapkan keadilan hukum bisa terwujud di negeri ini, sudah

seharusnya mentaati peraturan yang telah dibuat, dan menghindari ataupun

menolak semua hal yang berkaitan dengan pelanggaran hukum demi terciptanya

keadilan hukum di Indonesia.12

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan penjelasan dan latar belakang di atas,yang menjadi permasalahan

dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana

kekerasan pada pembantu rumah tangga ditinjau dari Undang-Undang Nomor

23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga

(PKDRT) ?

2. Apakah faktor-faktor penghambat penegakan hukum terhadap pelaku tindak

pidana kekerasan pada pembantu rumah tangga ?

2. Ruang Lingkup

Adapun yang menjadi ruang lingkup yang digambarkan pada permasalahan yang

dibahas dalam skripsi ini adalah kajian bidang ilmu hukum pidana yaitu hukum

pidana formil dan hukum pidana materiil yang menitikberatkan pada penegakan

hukum terhadap tindak pidana kekerasan pada pembantu rumah tangga, dengan

12

(11)

lokasi penelitian di wilayah hukum Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan

Polresta Bandar Lampung.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui upaya apa saja yang dapat dilakukan dalam penegakan

hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana kekerasaan pada pembantu rumah

tangga ditinjau dari Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang

penghapusan kekerasan dalam rumah tangga

b. Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang menghambat penegakan hukum

terhadap pelaku tindak pidana kekerasan pada pembantu rumah tangga.

2. Kegunaan Penelitian

a. Secara Teoritis

Keilmuan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka

pengembangan hukum pidana khususnya terhadap pelaku tindak pidana kekerasan

pada pembantu rumah tangga serta dapat dijadikan acuan para penegak hukum

dalam rangka menangani tindak pidana kekerasan pada pembantu rumah tangga.

b. Secara Praktis

Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan wawasan pada

pihak-pihak terkait dalam rangka mencegah, memberantas dan menangani tindak pidana

(12)

mahasiswa khususnya mahasiswa fakultas hukum untuk lebih awas menyikapi

fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan tindak

pidana tersebut. Selain itu sebagai informasi dan tambahan kepustakaan bagi

praktisi maupun akademisi.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep yang merupakan abstraksi dari hasil penelitian

atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi

terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti atau penulis

Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tentang

keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan. 13Proses

perwujudan itulah yang merupakan hakikat dari penegakan hukum Penegakan

hukum bukan semata-mata berarti pelaksanaan perundang-undangan, walaupun

dalam kenyataan di Indonesia kecenderungannya adalah demikian, sehingga

pengertian “ Law Enforcement “ begitu populer. 14Bahkan ada kecenderungan

untuk mengartikan penegakan hukum sebagai pelaksanaan keputusan-keputusan

pengadilan. Pengertian sempit ini jelas mengandung kelemahan, sebab

pelaksanaan perundang-undangan atau keputusan pengadilan, bisa terjadi malah

justru mengganggu kedamaian dalam pergaulan hidup.

Pada uraian diatas menyatakan bahwa yang dimaksud dengan penegakan hukum

itu kurang lebih merupakan upaya yang dilakukan untuk menjadikan hukum, baik

13

Soerjono Soekanto, 1985: 125

14

(13)

dalam artian formil yang sempit maupun dalam arti materil yang luas, sebagai

pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para subyek hukum

yang bersangkutan maupun oleh aparatur penegakan hukum yang resmi diberi

tugas dan kewenangan oleh Undang-undang untuk menjamin berfungsinya

norma-norma hukum yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan

bernegara.

Hukum, bukan hanya membicarakan bagaimana hukumnya saja, melainkan apa

yang dilakukan oleh aparatur penegakan hukum dalam menghadapi

masalah-masalah dalam penegakan hukumnya, masalah-masalah-masalah-masalah tersebut adalah :15

a. Masalah Preventif (Pencegahan)

Dapat diartikan bahwa banyak badan yang terlibat di dalamnya ialah pembentuk

Undang-Undang, polisi, kejaksaan, pengadilan, pamong praja, dan aparatur

eksekusi pidana serta orang biasa yang masing-masing mempunyai peran untuk

menjaga orang-orang tidak melakukan tindak pidana. Upaya preventif ini lebih

cenderung dengan upaya pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Adanya

Undang-undang yang mengatur tentang tindak pidana kekerasan pada pembantu

rumah tangga adalah salah satu bentuk dari upaya preventif dari pemerintah untuk

mencegah terjadinya tindak pidana kekerasan pada pembantu rumah tangga

sehingga para aparat yang berwenang dapat menerapkan dan mencegah tindak

pidana kekerasan pada pembantu rumah tangga tersebut. Pemerintah dan aparat

terkait dalam melakukan tindakan preventif untuk mencegah tindak pidana

kekerasan pada pembantu rumah tangga yaitu dengan cara mengadakan sosialisasi

15

(14)

serta pengetahuan tentang peraturan Undang-undang Penghapusan kekerasan

dalam rumah tangga kepada masyarakat, karena penegakan hukum pidana secara

preventif bukan hanya dilakukan oleh aparat penegak hukum saja tetapi juga

masyarakat pada umumnya.

b. Masalah Tindak Represif

Tindakan Represif adalah segala tindakan yang dilakukan aparatur penegak

hukum sesudah terjadi kejahatan atau tindak pidana, salah satu upaya penegak

hukum atau segala tindakan yang dilakukan penegak hukum yang lebih

menitikberatkan kepada pemberantasan setelah terjadinya kejahatan yang

dilakukan dengan hukum pidana yaitu dengan penerapan sanksi yang merupakan

ancaman bagi pelakunya. Hal ini lebih mengarah pada pelaporan korban secara

langsung kasusnya. Dimana akan dilakukan penyidikan selanjutnya penuntutan

dan seterusnya. Ini merupakan bagian dari politik kriminal. Akhirnya

dibutuhkannya kerja sama semua pihak, baikpemerintah, para aparat penegak

hukum, serata seluruh elemen masyarakat. Sehingga terciptanya suatu kondisi

aman dan nyaman.

c. Tindakan Kuratif

Tindakan Kuratif pada hakikatnya juga usaha preventif dalam usaha

menanggulangi kejahatan ini lebih dititikberatkan kepada tindakan terhadap orang

yang melakukan kejahatan.

Pokok penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin

(15)

dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut.

Faktor-faktor tersebut adalah, sebagai berikut:16

1. Faktor hukumnya sendiri, dalam hal ini dibatasi pada undang-

undang saja, mengenai berlakunya Undang-undang tersebut

mempunyai dampak yang positif. Asas-asas tersebut antara lain

Undang-undang tidak berlaku surut, Undang-undang dibuat oleh

penguasa yang lebih tinggi, mempunyai kedudukan yang lebih tinggi

pula.

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk

maupun menerapkan hukum, penegak hukum merupakan golongan

panutan dalam masyarakat, yang hendaknya mempunyai

kemampuan-kemampuan tertentu sesuai dengan aspirasi masyarakat.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum, tanpa

adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan

hukum akan berjalan dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut

antara lain, mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan

terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan

yang cukup;

4. Faktor masyarakat yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku

atau diterapkan, penegakan hukum berasal dari masyarakat dan

bertujuan untuk mencapai kedamaian dalam masyarakat.

16

(16)

5. Faktor kebudayaan, , yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang

didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup, kebudayaan

hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum

yang berlaku.

2. Konseptual

Kerangka Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara

konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan

dengan istilah-istilah yang akan diteliti dan diketahui 17

Adapun pengertian-pengertian mendasar dan istilah-istilah yang digunakan dalam

penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

a. Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan-hubungan, nilai-

nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah atau pandangan menilai yang

mantap dan mengejawantahkan, dan sikap tidak sebagai rangkaian penjabaran

nilai tahap akhir untuk menciptakan (Social Egineering), memelihara dan

mempertahankan (Social Control) kedamaian pergaulan hidup.18

b. Pelaku adalah orang yang melakukan suatu tindak pidana (strafbaat feit) adalah

perbuatan yang bersifat melawan hukum, dilakukan dengan kesalahan dan

diancam pidana.19

c. Kekerasan adalah perilaku dengan sengaja maupun tidak sengaja (verbal

maupun nonverbal) yang ditujukan untuk mencederai atau merusak orang lain,

18

http://kamusbahasaindonesia.org/. Diakses pada tanggal 23 November 2012

19

(17)

baik berupa serangan fisik, mental, sosial, maupun ekonomi yang melanggar

hak asasi manusia, bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma

masyarakat sehingga berdampak trauma psikologis bagi korban.20

d. Pembantu rumah tangga (PRT) adalah seseorang (perempuan) yang bekerja

sebagai pembantu atau pelayan di dalam suatu rumah tangga orang.21

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah

sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang, permasalahan, ruang lingkup, tujuan dan kegunaan

penelitian, kerangka teoritis dan konseptual dan sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi pengertian-pengertian umum tentang pokok bahasan antara lain

Penegakan Hukum Pidana dan Kekerasan pada pembantu rumah tangga.

III. METODE PENELITIAN

Bab ini berisi pendekatan masalah, sumber dan jenis data, penentuan populasi,

dan sampel, pengumpulan data dan pengolahan data, dan analisis data.

20

http://www.id.shvoong.com. Diakses pada tanggal 24 November 2012

21

(18)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi pokok bahasan mengenai hasil dari penelitian, pengamatan dari

berbagai kasus-kasus kekerasan pada pembantu rumah tangga yang terjadi

belakangan ini, serta memuat gambaran umum dan penegakan hukum dalam

menanggulangi kekerasan pada pembantu rumah tangga tersebut.

V. PENUTUP

Bab ini merupakan penutup dari penulisan skripsi ini, yang berisikan kesimpulan

(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penegakan Hukum Pidana

Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan-hubungan, nilai-nilai

yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah atau pandangan menilai yang mantap dan

mengejawantahkan, dan sikap tidak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap

akhir untuk menciptakan (Social Egineering), memelihara dan mempertahankan

(Social Control) kedamaian pergaulan hidup.

Pengertian Pidana adalah penderitaan atau nestapa yang sengaja dibebankan

kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu

itu. 1Berdasarkan pengertian hukum pidana yang diuraikan di atas, maka menurut

penulis Pengertian hukum pidana dapat dirumuskan sebagai keseluruhan

ketentuan peraturan yang mengatur tentang:

1. Perbuatan yang dilarang;

2. Orang yang melanggar larangan tersebut;

3. Pidana.

1

(20)

Pelaksanaan penegakan hukum memiliki tujuan untuk kepastian hukum, kegunaan

dan kemampuan hukum itu sendiri serta keadilan bagi masyarakat. Kepastian

hukum merupakan perlindungan yuristiabel terhadap tindakan yang

sewenang-wenang. Yang berarti seseorang akan memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam

keadaan tertentu, yang dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih

tertib.

Hakikat penegakan hukum yang sesungguhnya menurut Soerjono Soekanto

bahwa penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan

nilai-nilai yang terjabar di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantahkan

sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan,

memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.

Penegakan hukum sebagai usaha semua kekuatan bangsa menjadi kewajiban

kolektif semua komponen bangsa, dan hukum hanya boleh ditegakkan oleh

golongan-golongan tertentu saja antara lain :2

a. Aparatur Negara yang memang ditugaskan dan diarahkan untuk itu seperti

polisi, hakim dan jaksa yang dalam dunia hukum disebut secara ideal

sebagai “The Three Musketeers” atau tiga pendekar hukum, yang

mempunyai fungsi penegakan dengan sifat yang berbeda-beda akan tetapi

bermuara pada terciptanya hukum yang adil, tertib dan bermanfaat bagi

semua manusia.

2

(21)

b. Polisi menjadi pengatur dan pelaksana penegakan hukum di dalam masyarakat,

hakim sebagai pemutus hukum yang adil sedangkan jaksa adalah institusi

penuntutan Negara bagi para pelanggar hukum yang diajukan polisi.

c. Pengacara yang memiliki fungsi advokasi dan mediasi bagi masyarakat baik

bekerja secara individual ataupun bergabung secara kolektif melalui

lembaga-lembaga bantuan hukum, yang menjadi penuntutan masyarakat yang awam

hukum, agar dalam proses peradilan tetap diperlukan sebagai manusia yang

memiliki kehormatan manusia atas manusia.

d. Para Eksekutif yang bertebaran diberbagai lahan pengabdian sejak dari

pegawai pemerintah yang memiliki beraneka fungsi dan tugas kewajiban

sampai kepada penyelenggara yang memiliki kekuasaan politik.

e. Masyarakat pengguna jasa hukum yang kadang-kadang secara ironi menjadi

masyarakat pencari keadilan.

Menurut M. Friedmann dalam proses bekerjanya aparatur penegak hukum itu,

terdapat 3 (tiga) elemen penting yang mempengaruhi, yaitu :

a. Institusi penegak hukum beserta berbagai perangkat sarana dan prasarana

pendukung dan mekanisme kerja kelembagaannya;

b. Budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk mengenai kesejahteraan

aparatnya;

c. Perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja kelembagaannya maupun

(22)

materinya maupun hukum acaranya. Upaya penegakan hukum secara

sistematik haruslah memperhatikan ketiga aspek itu secara simultan, sehingga

proses penegakan hukum dan keadilan itu sendiri secara internal dapat

diwujudkan secara nyata.

Menurut Joseph Golstein Penegakan hukum dapat dibagi ke dalam 3 (tiga)

kerangka konsep, yaitu :

1. Konsep penegakan hukum yang bersifat total (Total Enforcement Concept)

yang menuntut agar semua nilai yang ada di belakang norma hukum tersebut

ditegakkan tanpa kecuali. Penegakan secara total ini tidak mungkin

dilakukan, sebab para penegak hukum dibatasi secara ketat oleh hukum acara

pidana maupun peraturan yang lainnya ;

2. Konsep penegakan hukum yang bersifat penuh (Full Enforcement Concept)

yang menyadari bahwa konsep total perlu dibatasi dengan hukum acara dan

sebagainya demi kepentingan perlindungan individu;3

3. Konsep penegakan hukum yang bersifat aktual (Actual Enforcement Concept)

muncul setelah diyakini adanya deskripsi dalam penegakan huku, karena

kepastian baik yang terkait dengan sarana-prasarana, kualitas SDM, kualitas

perundang-undangannya dan kurangnya partisipasi masyarakat.

3

(23)

Menurut Muladi tahap-tahap dalam penegakan hukum secara umum harus melalui

beberapa tahap :

a. Tahap Formulasi, yaitu tahap perumusan atau penetapan pidana oleh pembuat

undang-undang (Kebijakan Legislatif) ;

b. Tahap Aplikasi, yaitu tahap pemberian pidana oleh penegak hukum (Kebijakan

Yudikatif) ;

c. Tahap Eksekusi, yaitu tahap pelaksanaan pidana oleh instansi yang berwenang

(Kebijakan Eksekutif).

Penegakan hukum sebagai suatu proses, pada hakikatnya merupakan penerapan

diskresi yang menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh

kaidah hukum, akan tetapi mempunyai unsur penilaian pribadi.

Secara konseptual, inti bab arti penegakan hukum terletak pada kegiatan

menyerasikan hubungan-hubungan, nilai-nilai yang terjabarkan dalam

kaidah-kaidah atau pandangan menilai yang mantap dan mengejawantahkan, dan sikap

tidak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan ,

memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Konsepsi yang

mempunyai dasar filosofi tersebut, memerlukan penjelasan lebih lanjut sehingga

(24)

B. Tindak Kekerasan dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Satu-satunya peraturan yang bisa mengakomodir tindak kekerasan pada pembantu

rumah tangga yaitu Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan

Kekerasan dalam Rumah Tangga. Namun Undang-undangU tersebut hanya dapat

diterapkan sebatas pada kasus-kasus kekerasan yang dialami oleh PRT saja, tidak

mencakup aspek-aspek ketenagakerjaan PRT, yang sangat sering dialami oleh

PRT dan dalam beberapa kasus merupakan cikal bakal terjadinya kekerasan

terhadap PRT.4

1. Berikut ini jenis-jenis tindak kekerasan dalam rumah tangga secara mendasar,

meliputi :

a. Kekerasan fisik, yaitu setiap perbuatan yang menyebabkan kematian,

b. Kekerasan psikologis, yaitu setiap perbuatan dan ucapan yang mengakibatkan ketakutan, kehilanagan rasa percaya diri,hilangnya kemampuan untuk

bertindak dan rasa tidak berdaya pada perempuan,

c. Kekerasan seksual, yaitu setiap perbuatan yang mencakup pelecehan seksual sampai kepada memaksa seseorang untuk melakukan hubungan seksual tanpa

persetujuan korban atau disaat korban tidak menghendaki, dan atau

melakukan hubungan seksual dengan cara-cara yang tidak wajar atau tidak

disukai korban; dan atau menjauhkannya (mengisolasi) dari kebutuhan

seksualnya,

d. Kekerasan ekonomi, yaitu setiap perbuatan yang membatasi orang (perempuan) untuk bekerja di dalam atau di luar rumah yang menghasilkan

uang dan atau barang; atau membiarkan korban bekerja untuk di eksploitasi;

atau menelantarkan anggota keluarga.

4

(25)

Menurut Undang-undang Penghapusan Kekerasan dalam rumah tangga, pada

pasal 1, Bab 1 menyatakan :5

1. Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang

terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan

secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk

ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan

secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

2. Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah jaminan yang diberikan

oleh negara untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, menindak

pelaku kekerasan dalam rumah tangga, dan melindungi korban kekerasan dalam

rumah tangga.

3. Korban adalah orang yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan

dalam lingkup rumah tangga.

4. Perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa

aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga

sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, atau pihak lainnya baik sementara

maupun berdasarkan penetapan pengadilan.

5. Perlindungan Sementara adalah perlindungan yang langsung diberikan oleh

kepolisian dan/atau lembaga sosial atau pihak lain, sebelum dikeluarkannya

penetapan perintah perlindungan dari pengadilan.

6. Perintah Perlindungan adalah penetapan yang dikeluarkan oleh Pengadilan

untuk memberikan perlindungan kepada korban.

5

(26)

7. Menteri adalah menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang

pemberdayaan perempuan.

Menurut Pasal 2 Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga,

mentukan :

1. Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi:

a. Suami, isteri, dan anak;

b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang

sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan,

persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah

tangga; dan/atau

c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam

rumah tangga tersebut.

2. Orang yang bekerja sebagaimana dimaksud huruf c dipandang sebagai anggota

keluarga dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga yang

bersangkutan.6

Menurut Pasal 3 Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga,

menentukan :

Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dilaksanakan berdasarkan asas:

a. penghormatan hak asasi manusia;

b. keadilan dan kesetaraan gender;

c. nondiskriminasi; dan

6

(27)

d. perlindungan korban7.

C. Subjek dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 menerangkan bahwa, yang termasuk

dalam lingkup keluarga adalah sebagai berikut :

1. Suami adalah pria yg menjadi pasangan hidup resmi seorang wanita (istri);

2. Istri adalah wanita (perempuan) yg telah menikah atau yg bersuami atauwanita

yang dinikahi;

3. Anak adalah seorang keturunan kedua yang dilahirkan dan berada didalam

suatu rumah atau disebut juga seseorang yang masih kecil;8

4. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga karena;

a. hubungan darah adalah seseorang yang masih mempunyai

hubungan keluarga dalam suatu rumah;

b. perkawinan adalah suatu ikatan yang mengikat dua insan laki-laki

dan perempuan dalam suatu janji suci dihadapan Tuhan.

c. persusuan adalah suatu ikatan persaudaraan yang timbul akibat dari

hubungan persusuan atau satu susu.

d. pengasuhan adalah suatu ikatan persaudaraan yang timbul akibat

suatu peristiwa mengangkat, mengasuh, mengadopsi seorang anak.

7 Lihat pada Bab III, Pasal 3 UU PKDRT 8

(28)

e. perwalian adalah segala sesuatu yg berhubungan dengan wali, serta

pemeliharaan dan pengawasan anak yatim dan hartanya,

pembimbing (negara, daerah, dsb) yang belum bisa berdiri sendiri;

f. menetap dalam rumah tangga serta orang yang bekerja membantu

dan menetap dalam rumah tangga tersebut (PRT) adalah seseorang

(perempuan) yang bekerja sebagai pembantu atau pelayan di dalam

suatu rumah tangga orang.9

D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Penegakan hukum sebagai suatu proses, pada hakikatnya merupakan penerapan

diskresi yang menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh

kaidah hukum, akan tetapi mempunyai unsur penilaian pribadi.

Secara konseptual, inti bab arti penegakan hukum terletak pada kegiatan

menyerasikan hubungan-hubungan, nilai-nilai yang terjabarkan dalam

kaidah-kaidah atau pandangan menilai yang mantap dan mengejawantahkan, dan sikap

tidak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan ,

memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Konsepsi yang

mempunyai dasar filosofi tersebut, memerlukan penjelasan lebih lanjut sehingga

tampak konkrit.

Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat dikatakan bahwa gangguan terhadap

penegakan hukum mungkin terjadi, apabila ada ketidakserasian antara nilai-nilai

yang berpasangan, tersimpang siur, dan pola perilaku tidak terarah yang

mengganggu kedamaian pergaulan hidup.

9

(29)

Faktor-Faktor yang mempengaruhi penegakan hukum tersebut adalah sebagai

berikut :10

1. Faktor hukumnya sendiri, dalam hal ini dibatasi pada undang-

undang saja, mengenai berlakunya Undang-undang tersebut

mempunyai dampak yang positif. Asas-asas tersebut antara lain

Undang-undang tidak berlaku surut, Undang-undang dibuat oleh

penguasa yang lebih tinggi, mempunyai kedudukan yang lebih tinggi

pula.

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk

maupun menerapkan hukum, penegak hukum merupakan golongan

panutan dalam masyarakat, yang hendaknya mempunyai

kemampuan-kemampuan tertentu sesuai dengan aspirasi masyarakat.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum, tanpa

adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan

hukum akan berjalan dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut

antara lain, mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan

terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan

yang cukup.

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku

atau diterapkan, penegakan hukum berasal dari masyarakat dan

bertujuan untuk mencapai kedamaian dalam masyarakat.

10

(30)

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang

didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup, kebudayaan

hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum

(31)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan masalah melalui tahap-tahap

yang telah ditentukan, sehingga mencapai tujuan penelitian. Pendekatan masalah

yang digunakan dalam skripsi ini adalah pendekatan masalah yuridis normatif dan

pendekatan masalah yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif adalah

pendekatan masalah dengan melihat, menelaah dan menginterpretasikan hal-hal

yang bersifat teoritis yang menyangkut asas-asas hukum yang berupa konsepsi,

peraturan perundang-undangan, pandangan, doktrin hukum dan sistem hukum

yang berkaitan. Jenis pendekatan ini menekankan pada diperolehnya keterangan

berupa naskah hukum yang berkaitan dengan objek yang diteliti. Sedangkan

pendekatan yuridis empiris atau penelitian lapangan adalah pendekatan masalah

yang dilakukan dengan mempelajari hukum dalam kenyataan baik berupa

penilaian, perilaku, pendapat, sikap yang berkaitan dengan penegakan hukum

(32)

B. Sumber dan Jenis Data

1. Sumber Data

Sumber data adalah tempat dimana data tersebut diperoleh. Sumber data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer

adalah data yang didapat langsung dari lapangan pada saat penelitian yang

dilakukan di Polresta Bandar Lampung. Sedangkan data sekunder adalah data

yang diperoleh dari studi kepustakaan terhadap bahan-bahan hukum.

2. Jenis Data

Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder :

Data Sekunder adalah data yang diperoleh dengan jalan mengumpulkan data yang

terdapat dalam buku-buku, makalah-makalah, media cetak maupun elektronik dan

peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang ada.

Kemudian data tersebut dipelajari dan dianalisis yang kemudian disebut sebagai

bahan hukum.1

Bahan hukum tersebut dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu terdiri dari :

1. Bahan hukum primer, yaitu :

a. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP);

b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana;

1

(33)

c. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan

dalam Rumah Tangga;

d. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

(HAM);

e. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan

memahami bahan hukum primer yang terdiri dari peraturan-peraturan, RUU,

dan putusan Hakim yang berhubungan dengan masalah-masalah yang akan

dibahas.

3. Bahan Hukum Tesier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk dan

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, yang terdiri dari

literatur-literatur dibidang ilmu hukum dan tulisan ilmiah yang berhubungan

dengan penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana kekerasan pada

pembantu rumah tangga. Pendapat-pendapat para sarjana, berita serta

berbagai ketarangan dari media masa, internet dan Kamus Besar Bahasa

(34)

C. Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi adalah seluruh objek atau seluruh individu atau seluruh gejala atau

seluruh kejadian atau seluruh unit yang akan diteliti.2

Sampel adalah sejumlah objek yang jumlahnya kurang dari populasi. Dalam

penentuan sampel dari populasi yang akan diteliti menggunakan metode

pengambilan sampel Porposive Sampling, yaitu penarikan sampel yang dilakukan

dengan cara mengambil subjek yang didasarkan pada tujuan tertentu.3

Berdasarkan metode pengambilan sampel maka sampel yang dijadikan Responden

adalah sebagai berikut :

Adapun yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Anggota Kepolisian Polresta Bandar Lampung : 1 Orang

2. Jaksa Kejaksaan Tinggi Negeri Bandar Lampung : 1 Orang

3. Pengacara Kantor Hukum Sopian Sitepu SH,MH,MKn : 1 Orang

4. Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum : 1 Orang

+

Jumlah : 4 Orang

2

(Ronny Hanitjo Soemitro, 1998: 14).

3

(35)

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini, penulis

menggunakan studi lapangan dan studi kepustakaan yang bertujuan untuk

memperoleh data primer dan data sekunder.

a. Pengumpulan Data Primer

Dalam hal ini, penulis melakukan studi di lapangan pada masyarakat atau

orang-orang yang terkait untuk tujuan penelitian dan penulisan skripsi ini. Adapun cara

pengumpulan datanya sebagai berikut :

1. Observasi (Pengamatan)

Suatu Penelitian yang dilakukan dengan cara pengamatan langsung terhadap

objek penelitian.

2. Dokumentasi

Mencatat dokumen-dokumen dan arsip-arsip yang berhubungan serta berkaitan

dengan objek penelitian.

3. Interview

Interview dilakukan dengan melakukan tanya jawab secara langsung dengan objek

penelitian atau pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian ini.

(36)

Dalam hal ini penulis melakukan serangkaian kegiatan studi yang berkenaan

untuk memperoleh data dengan membaca, mencatat, mengutip buku, serta

berbagai referensi baik dari media masa maupun media elektronik dan menelaah

peraturan perundang-undangan, dokumen dan informasi lainnya yang

berhubungan dengan permasalahan serta topik pembahasan yang ada dalam

skripsi ini.

2. Pengolahan Data

Pengolahan data yang diperoleh baik dari studi lapangaan maupun studi

kepustakaan menggunakan metode sebagai berikut:

a. Seleksi data yaitu data yang diperoleh harus diperiksa dan diteliti mengenai

kelengkapannya, kejelasannya, kebenarannya, sehingga terhindar dari

kesalahan-kesalahan dan kekurangan-kekurangan.

b. Klasifikasi data yaitu menempatkan data menurut kelompok-kelompok yang

telah ditetapkan sesuai dengan pokok bahasan.

c. Sistematisasi data yaitu dengan menyusun dan menempatkan data pada setiap

(37)

E. Analisis Data

Data yang diperoleh baik melalui studi lapangan maupun studi kepustakaan

kemudian akan dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif, yaitu dengan

menggambarkan suatu data yang diperoleh berdasarkan hasil pengamatan,

penglihatan, penafsiran dengan menguraikan secara sistematis untuk memperoleh

kejelasan dan kemudahan dalam pembahasan.

Selanjutnya, dari hasil analisis data tersebut dapat ditarik kesimpulan dengan

menggunakan metode penarikan kesimpulan dengan menggunakan metode

induktif, yaitu suatu metode penarikan data yang berdasarkan pada fakta-fakta

yang bersifat khusus, lalu kemudian dapat ditarik kesimpulan yang bersifat umum

guna menjawab permasalahan yang akan timbul berdasarkan pengamatan,

(38)

33

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan penulis dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut :

1. Penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana kekerasan pada

pembantu rumah tangga (PRT) dilihat dari upaya preventif yang dapat

dilakukan yaitu dengan mengadakan sosiaisasi dan penyuluhan terhadap

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan

dalam rumah tangga, sasaran ditujukan pada ibu-ibu rumah tangga. Agar

masyarakat luas khususnya kaum pembantu rumah tangga paham akan

hukum yang melindungi dirinya sendiri, kemudian dilihat dari upaya represif

yaitu dengan menerima laporan yang masuk lalu menyelidiki kasus tersebut

untuk dinaikkan ke pengadilan. Sehingga Kepolisian, Kejaksaan, dan

Kehakiman dapat menjalankan tugas dengan sebaik mungkin. Tetapi hal ini

belum dapat dikatakan berhasil karena para penegak hukum dalam

melaksanakan tugasnya bersifat pasif, pihak Kepolisian hanya menunggu

laporan dari masyarakat yang dirugikan secara langsung. Penerapan

undang-undang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga pun tidak mampu

(39)

34

pembantu rumah tangga melibatkan orang-orang yang mempunyai kekuasaan

dan kekayaan.

2. Faktor penghambat dalam upaya penegakan hukum pidana terhadap tindak

pidana kekerasan pada pembantu rumah tangga yang paling dominan

mempengaruhi yaitu faktor undang-undang itu sendiri yang belum dapat

mengcover penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana

kekerasan pada pembantu rumah tangga, serta faktor masyarakat kita yang

tidak mau perduli dan menganggap pembantu rumah tangga adalah kaum

rendah yang bisa diperlakukan dengan semena-mena. Serta kurangnya

kesadaran masyarakat dalam menyikapi fenomena kekerasan yang terjadi di

sekitar lingkungannya.

B. Saran

Selain kesimpulan yang telah dirumuskan di atas, penulis akan memberikan

beberapa saran berkaitan dengan penelitian ini, yaitu sebagai berikut :

1. Perlu dilakukannya sosialisasi hukum dan perundang-undangan, dalam hal ini

Undang-undang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga (PKDRT)

secara intensif kepada masyarakat luas sebagai konsekuensi asas hukum yang

mengatakan bahwa “ setiap masyarakat dianggap tahu hukum ”, sekalipun

produk hukum tersebut baru saja disahkan dan diundangkan serta diumumkan

dalam Berita Negara, agar peraturan perundang-undangan dapat benar-benar

dipatuhi oleh semua komponen masyarakat yang ada di Negeri ini demi

(40)

35

2. Membangun tekad (komitmen) bersama dari para penegak hukum yang

konsisten. Untuk mencegah dan menanggulangi tindak pidana kekerasan pada

pembantu rumah tangga. Komitmen ini diharapkan dapat lahir terutama yang

dimulai dan diprakarsai oleh “Catur Wangsa” atau 4 unsur Penegak Hukum,

yaitu: Hakim, Advokat, Jaksa dan Polisi, kemudian komitmen tersebut dapat

dicontoh dan diikuti pula oleh seluruh lapisan masyarakat, sehingga

Referensi

Dokumen terkait

Pengenalan dibuat sesuai dengan butiran, jelas dan maklumat benar, penjelasan dan contoh diberikan berkaitan dengan topik perbincangan Pengenalan adalah dibuat dengan

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas selesainya tugas akhir yang berjudul “ Penerapan Model General Finite Line Source (GFLS) untuk Memprediksi

M.Hum. Program Studi Magister Pendidikan Bahasa Jawa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mendeskripsikan dan menjelaskan struktur

The first questionnaire contained some topics based on topic books and some techniques used by the teachers to teach those topics to the young learners.. The

Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa aktivitas antioksidan pada sampel daun sirsak (Annona muricata L.) yang berasal dari daerah Makassar

E-commerce merupakan bentuk transaksi bisnis yang lebih praktis tanpa perlu kertas (paperless) serta dapat dilakukan melintasi batas negara, tidak bertemunya secara

[r]

–The following CLI command is used to take the device from privileged EXEC mode to the global configuration mode:..