• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN TENTANG PERSEPSI SISWA TERHADAP ADAB KESANTUNAN BERBAHASA DALAM BERKOMUNIKASI PADA PROSES PEMBELAJARAN PKn KELAS XI PEMASARAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINJAUAN TENTANG PERSEPSI SISWA TERHADAP ADAB KESANTUNAN BERBAHASA DALAM BERKOMUNIKASI PADA PROSES PEMBELAJARAN PKn KELAS XI PEMASARAN"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

TINJAUAN TENTANG PERSEPSI SISWA TERHADAP ADAB KESANTUNAN BERBAHASA DALAM BERKOMUNIKASI

PADA PROSES PEMBELAJARAN PKn KELAS XI PEMASARAN

(Studi Kasus di SMK PGRI 1 Punggur Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2012/2013)

Oleh YUAFIYAKA

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis tentang persepsi siswa terhadap adab kesantunan berbahasa dalamberkomunikasi siswa dengan guru dan siswa dengan siswa padasaat proses pembelajaran PKn.Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan jumlah populasi 35 siswa. Analisis data menggunakan Persentase.

Berdasarkan analisis data dapat diketahui bahwa persepsi siswa terhadap adab kesantunan berbahasa dalam berkomunikasi pada proses pembelajaran PKn kelas XI Pemasaran dari indikator siswa dengan guru memiliki kategori kurang baik. Sedangkan dari indikator siswa dengan siswa memiliki kategori tidak baik. Dan berdasarkan hasil analisis data secara keseluruhan memiliki kategori kurang baik, Hal ini menunjukan bahwa adab kesantunan berbahasa dalam berkomunikasi berada pada taraf kurang baik pada proses pembelajaran PKn kelas XI Pemasaran di SMK PGRI 1 Punggur Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2012/2013.

(2)

TINJAUAN TENTANG PERSEPSI SISWA TERHADAP ADAB KESANTUNAN BERBAHASA DALAM BERKOMUNIKASI

PADA PROSES PEMBELAJARAN PKn KELAS XI PEMASARAN

(Studi Kasus di SMK PGRI 1 Punggur Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2012/2013)

(Skripsi)

Oleh

Yuafiyaka

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(3)

TINJAUAN TENTANG PERSEPSI SISWA TERHADAP ADAB KESANTUNAN BERBAHASA DALAM BERKOMUNIKASI

PADA PROSES PEMBELAJARAN PKn KELAS XI PEMASARAN

(Studi Kasus di SMK PGRI 1 Punggur Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2012/2013)

Oleh

Yuafiyaka

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

TERHADAP ADAB KESANTUNAN

BERBAHASA DALAM BERKOMUNIKASI PADA PROSES PEMBELAJARAN PKn KELAS XI PEMASARAN (STUDI KASUS DI SMK PGRI 1 PUNGGUR LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013)

Nama Mahasiswa : Yuafiyaka

No. Pokok Mahasiswa : 0913032075 Jurusan : Pendidikan IPS

Program Studi : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Adelina Hasyim, M.Pd. Yunisca Nurmalisa, S.Pd, M.Pd. NIP 19531018 198112 2 001 NIP 19870602 200812 2 001

2. Mengetahui

Ketua Jurusan Pendidikan IPS Ketua Program Studi PPKn

(5)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Adelina Hasyim, M.Pd. ………...

Sekretaris : Yunisca Nurmalisa, S.Pd, M.Pd ………..

Penguji

Bukan Pembimbing : Dr. Irawan Suntoro, M.S. ………..

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si. NIP 19600315 198503 1 003

(6)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, adalah:

Nama : Yuafiyaka

NPM : 0913032075

Prodi/ Jurusan : PPKn/ Pendidikan IPS

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. Alamat : Dusun 1 Purworejo, Kec. Kota Gajah Kab. Lampung

Tengah

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Bandar Lampung, April 2013

Yuafiyaka

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Yuafiyaka, dilahirkan di Metro, pada tanggal 30 September 1991 yang merupakan putri kedua dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Parwoto, S.H. dan Ibu Netty Adiyawaty.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis antara lain:

1. Taman Kanak-Kanak Matabul’ilmi Bekasi Jawa Barat yang diselesaikan pada tahun 1997.

2. Sekolah Dasar Negeri 5 Wanasari Cibitung Jawa Barat yang diselesaikan pada tahun 2003.

3. SMP Tridaya Sakti Bekasi Jawa Barat yang diselesaikan pada tahun 2006. 4. SMK PGRI 1 Punggur Lampung Tengah yang diselesaikan pada tahun 2009.

(8)

MOTTO

“Rasulullah SAW bersabda: “ Dan barangsiapa yang berjalan untuk mencari ilmu, niscaya Allah akan memudahkan baginya

jalan menuju surga” (HR. Muslim)

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah selsesai dari suatu urusan, kerjakanlah

dengan sungguh-sungguh urusan yang lain”

(Al-Insyirah, 6-7)

“Berikan stimulus positif pada otak dan yakinkan pada diri kita

bahwa kita pasti Bisaaa ”

(9)

PERSEMBAHAN

Dengan berlandaskan haturan syukur kepada ALLAH SWT,

kupersembahkan karya kecik ini sebagai tanda bukti

dan cinta kasih kepada :

Ayah dan Ibu tercinta yang selalu menjadi semangat dalam hidupku.

kesabaran dan do’a dalam setiap sujudmu untuk

Menanti

keberhasilanku serta harapan disetiap tetesan Keringatmu demi

keberhasilanku”

“Yai tercinta yang selalu mengingatkan ku untuk terus belajar dan

bersabar dalam setiap langkah kehidupanku

Kakak dan Adik-adikku serta Saudara-saudaraku tersayang, yang

dengan kasihnya selalu

mendukung dan mendo’akanku”

Dan seseorang yang kelak akan menjadi Imamku

mendapingiku mengarungi suka duka jalan

kehidupan”

Serta

(10)

SANWACANA

Bismillaahirrahmaanirrahim,

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat dan Hidayahnya-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Tinjauan Tentang Persepsi Siswa Terhadap Adab Kesantunan Berbahasa

Dalam Berkomunikasi Pada Proses Pembelajaran PKn Kelas XI Pemasaran di SMK PGRI 1 Punggur Lampung Tengah TP 2012/2013. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

(11)

2. Bapak Dr. Thoha B.S Jaya, M.S., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

3. Bapak Drs. Arwin Ahmad, M.Si., selaku Pembantu Dekan II Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

4. Bapak Drs. Hi. Iskandar Syah, M.H., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

5. Bapak Drs. Hi. Buchori Asyik M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

6. Bapak Drs. Holilulloh, M.Si., selaku Ketua Program Studi PPKn Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

7. Bapak Dr. Irawan Suntoro, M.S., selaku Pembahas I, terimakasih atas masukan, saran, dan kritikannya pada penulis.

8. Bapak Hermi Yanzi, S.Pd, M.Pd., selaku Pembahas II, terimakasih atas masukan, saran, dan kritikannya pada penulis.

9. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

10. Bapak dan Ibu staf tata usaha dan karyawan Universitas Lampung.

(12)

13. Bapak dan Ibu guru serta staf tata usaha SMK PGRI 1 Punggur Kabupaten Lampung Tengah yang telah membantu dalam penelitian kepada penulis. 14. Siswa-siswi SMK PGRI 1 Punggur yang telah membantu penulis dalam

mengadakan penelitian.

15. Teristimewa untuk kedua orang tuaku tercinta, Bapak Parwoto, S.H. dan Ibu Netty Adiyawati terimakasih atas keikhlasan, cinta dan kasih sayang, doa, motivasi, moral serta finansial yang tidak akan pernah terbayarkan. Untuk kakakku Agung Paradito dan juga adikku, Mei Ar’rafi Ghoni, Yulia Ba’da Qurota dan Pesona Intani yang selalu menghiburku. Terimakasih atas do’a, dukungan, bantuan, perhatian dan cinta kasih yang diberikan.

16. Untuk Pakde Pomo dan Bude Lastri, terimakasih untuk kasih sayangnya, perhatian serta bantuan yang selama ini kalian berikan untuk hidupQ.

17. Untuk pakcikQ tersayang yang selalu memberikan motivasi dan perhatiannya, terima kasih untuk kesabaranmu dalam menghadapiku.

18. Sahabat-sahabat terbaikku di PPKn 2009, Barla, Lia, Suci, Ajeng, Citra, Heny, Tika, Evi, Yunia, Adit, dan semua teman-teman PPKn Ganjil dan Genap yang tidak bisa disebutkan satu persatu semoga kebersamaan kita ini akan tetap selalu ada, walaupun kadang-kadang ada kesalahpahaman diantara kita namun kebersamaan dan kenangan tidak akan terlupakan.

(13)

20. Adik tingkat PPKn 2010 sampai 2012 baik genap maupun ganjil terima kasih atas motivasi dan segala bantuan serta canda tawanya.

21. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai.

Semoga amal baik yang telah Bapak/Ibu/Saudara/i serta teman-teman berikan akan selalu mendapatkan pahala dan balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan baik dari penyampaian maupun kelengkapannya. Segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan sebagai tolak ukur penulis dimasa yang akan datang. Penulis juga berharap semoga karya sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, April 2013 Penulis,

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

SURAT PERNYATAAN ... v

RIWAYAT HIDUP ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

MOTTO ... viii

SANWACANA ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Fokus Penelitian ... 10

C. Rumusan Masalah ... 10

D. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian ... 11

1. Tujuan Penelitian ... 11

2. Kegunaan Penelitian ... 11

a. Kegunaan Secara Teoritis ... 11

b. Kegunaan Secara Praktis ... 11

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 12

1. Ruang Lingkup Ilmu ... 12

2. Ruang Lingkup Objek ... 12

3. Ruang Lingkup Subjek ... 12

4. Ruang Lingkup Wilayah ... 12

5. Ruang Lingkup Waktu ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 13

A. Deskripsi teoritis ... 13

1. Tinjauan Tentang Persepsi ... 13

2. Tinjauan Adab Kesantunan Berbahasa dalam Berkomunikasi 16

2.1 Pengertian Kesantunan Berbahasa ... 16

(15)

3.2 Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan ... 26

4. Persepsi Siswa Terhadap Adab Kesantunan Berbahasa Dalam Berkomunikasi Pada Proses Pembelajaran PKn ... 28

a. Faktor Penentu Kesantunan ... 30

b. Indikator Penentu Kesantunan Berbahasa ... 31

B. Penelitian Yang Relevan ... 33

C. Kerangka Pikir ... 38

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 39

A. Metode Penelitian ... 39

B. Populasi ... 40

1. Populasi ... 40

C. Variabel Penelitian dan Pengukuran ... 41

1. Variabel Penelitian ... 41

2. Pengukuran Variabel ... 42

D. Definisi Konseptual dan Operasional ... 42

1. Definisi Konseptual ... 42

2. Definisi Operasional ... 43

E. Teknik Pengumpulan Data ... 44

1. Teknik Pokok ... 44

a. Teknik Angket ... 45

b. Teknik Observasi ... 45

2. Teknik Penunjang ... 46

a. Teknik Wawancara ... 46

F. Instrumen Penelitian ... 46

1. Uji Validitas ... 46

2. Uji Reliabilitas ... 47

G. Teknik Analisis Data ... 53

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 55

A. Langkah-Langkah Penelitian ... 55

1. Persiapan Pengajuan Judul ... 55

2. Penelitian Pendahuluan ... 56

3. Pengajuan Rencana Penelitian ... 56

4. Penyusunan Alat Pengumpulan Data ... 57

5. Pelaksanaan Penelitian ... 58

B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 58

1. Sejarah Singkat SMK PGRI 1 Punggur Lampung Tengah ... 58

2. Situasi dan Kondisi Sekolah ... 59

3. Keadaan Sekolah ... 59

C. Deskripsi Data ... 61

1. Pengumpulan Data ... 61

2. Penyajian Data ... 61

(16)
(17)

Tabel Halaman

1. Jenis-Jenis Penyimpangan Penggunaan Bahasa Dan Tindak

Tutur Siswa Kelas Xi Pemasaran Di Smk Pgri 1 Punggur ... 5

2. Jumlah Siswa Kelas Xi Pemasaran Tp 2012/2013 ... 40

3. Distribusi Hasil Uji Coba Angket Kepada 10 Orang Responden

Diluar Populasi Untuk Item Ganjil (X) ... 49 4. Distribusi Hasil Uji Coba Angket Kepada 10 Orang Responden

Diluar Populasi Untuk Item Genap (Y) ... 49 5. Distribusi Antara Item ganjil (X) dengan Item Genap (Y)

Mengenai Tentang Tinjauan Persepsi Siswa Terhadap Adab Kesantunan Berbahasa Dalam Berkomunikasi Pada Proses

Pembelajaran PKn ... 50 6. Distribusi Sarana Dan Prasarana SMK PGRI 1 Punggur

Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2012/2013 ... 60 7. Distribusi Frekuensi Tentang Persepsi Siswa Terhadap Adab

Kesantunan Berbahasa Dalam Berkomunikasi Siswa Dengan

Guru ... ... 62 8. Distribusi Frekuensi Tentang Persepsi Siswa Terhadap Adab

Kesantunan Berbahasa Dalam Berkomunikasi Siswa Dengan

Siswa ... ... 65 9. Distribusi Frekuensi Tentang Persepsi Siswa Terhadap Adab

Kesantunan Berbahasa Dalam Berkomunikasi Pada Proses

(18)

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Era Globalisasi membuat jati diri bahasa Indonesia perlu dibina dan dimasyarakatkan luas pada khususnya. Agar bangsa Indonesia tidak terbawa arus oleh pengaruh dari budaya asing yang jelas-jelas tidak sesuai dengan bahasa dan budaya Indonesia, ditambah dengan adanya pengaruh alat komunikasi yang begitu canggih harus dapat mempertahankan jati diri bangsa, termasuk jati diri bahasa Indonesia.

Bahasa pada prinsipnya merupakan alat untuk berkomunikasi dan alat untuk menunjukkan identitas masyarakat pemakai bahasa. Bahasa Indonesia yang berdisiplin adalah pemakai bahasa Indonesia yang patuh terhadap semua kaidah atau aturan pemakaian bahasa Indonesia yang sesuai dengan situasi dan kondisinya. Dalam UUD Bab XV Pasal 36 dan penjelasannya dinyatakan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa negara yang dipergunakan sebagai alat perhubungan dan dipelihara oleh masyarakat pemakainya.

(19)

itu kegiatan bertutur yang santun sangat perlu diperhatikan bukan hanya pada masyarakat/sesama tetapi tutur bahasa antara siswa dengan guru.

Kesantunan berbahasa tercermin dalam tata cara berkomunikasi lewat tata cara berbahasa. Bahasa pada prinsipnya merupakan alat untuk berkomunikasi dan alat untuk menunjukkan identitas. Sebagai bahasa nasional bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang kebanggaan kebangsaan, lambang identitas nasional, alat pemersatu, dan alat komunikasi antar daerah dan antarkebudayaan, sesuai dengan ketentuan yang tertera dalam Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV, pasal 36, selain sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia juga berkedudukan sebagai bahasa negara, dilihat dari penjelasan tersebut sebagai bahasa perhubungan maka dapat diimplikasikan bahwa manusia mahluk sosial yang tak bisa hidup sendirian termasuk dalam berkomunikasi, oleh karena itu kegiatan berkomunikasi secara lisan yang mengandung nilai sopan santun perlu diperhatikan bukan hanya pada masyarakat atau sesama tetapi tutur Bahasa antara murid dengan guru baik pada saat proses pembelajaran ataupun di luar proses pembelajaran yang masih mencakup dalam lingkungan sekolah ataupun tidak, harus mampu bertutur kata yang sopan dan tunduk pada norma-norma budaya yang sesuai serta mampu menempatkan diri.

(20)

sosialisasi nilai kemasyarakat, bagaimana sebuah norma kesopanan disosialisasikan kepada generasi muda dengan contoh: Prilaku guru (Nonverbal) atau dengan pernyataan nasihat langsung (Verbal), juga bisa dilihat ketika seorang siswa dimarahi guru karena berkata kotor di depan gurunya. Penggunaan bahasa dari kalangan “bawah” dengan kalangan “Ningrat” akan berbeda. Dalam peribahasa sering dikenal bahasa

menunjukkan bangsa. “Bahasa sebagai alat komunikasi menunjukkan jati diri individu yang bersangkutan”.

(21)

menggunakannya dengan orang yang lebih dewasa bahkan dengan orang tua.

Kesantunan berbahasa jika dikuasai dengan baik menjadikan manusia beradab,dihargai,dan hidup menjadi tentram. Banyak hal dalam kehidupan manusia yang membuatnya dihargai dan disanjung hanya karena tindak tuturnya yang santun, sebaliknya seseorang akan tidak dihargai oleh masyarakat hanya karena tindak tuturnya yang tidak santun. Sekalipun ia seorang yang berkecekupan dan terpelajar. Masalah yang lainnya yang dapat terjadi sebagai dampak dari ketidak santunan adalah perselisihan atau perpecahan yang dapat mengakibatkan jatuhnya korban materi dan jiwa seseorang baru dapat disebut pandai berbahasa jika seseorang dapat menguasai tata cara atau kesantunan berbahasa. Demikian halnya di dalam lingkungan sekolah, siswa diajari dan dituntut mampu menggunakan bahasa sesuai dengan kaidah-kaidah atau norma kebahasaan. Oleh karena itu pendidikan menjadi salah satu wadah terbentuknya kesantunan berbahasa.

(22)

Salah satu lingkungan siswa yang ditemukan adanya tindak tutur yang menyimpang yang dilakukan siswa, yakni pada siswa kelas XI Pemasaran di SMK PGRI 1 Punggur Lampung Tengah.

Tabel I. Jenis-jenis penyimpangan penggunaan bahasa dan tindak tutur siswa kelas XI pemasaran di SMK PGRI 1 Punggur

No Jenis-jenis penyimpangan Contoh

1 Kata Sapaan “ Halloo,bos “

2 Intonasi Berbicara “ Menggunakan nada sedikit keras “

3 Penggunaan gerak tubuh atau Mimik

“ saat perbincangan belum

selesai sudah pergi dan ketika di tegor memasang sikap tubuh dan mimik

wajah yang melawan”

4 Penggunaan bahasa dalam berkomunikasi pada saat proses pembelajaran

“ Ciyuus pak miapa “

Sumber: Hasil observasi lingkungan dan Wawancara dengan Waka Kurikulum dan beberapa guru di SMK PGRI 1 Punggur Lampung Tengah Tahun 2012

[image:22.595.148.514.213.457.2]
(23)

seperti itu jelas-jelas tidak ada lagi jarak antara siswa dengan guru tetapi seolah-olah sedang menghadapi teman sebaya.

Intonasi berbicara merupakan salah satu pemegang kontribusi besar sebagai tolak ukur diterima atau tidaknya ucapan kita oleh partner bicara. Penggunaan intonasi yang digunkan siswa kini sudah tidak tunduk lagi terhadap nilai-nilai kesopanan, siswa berani menggunakan intonasi negatif apabila merasa apa yang diperintahkan guru tidak sesuai dengan kehendak siswa misal pada saat proses pembelajaran siswa diminta guru untuk maju kedepan menyelesaikan soal yang diperintahankan tetapi karena siswa merasa tidak mampu untuk mengerjakannya maka siswa pun dengan rasa tidak berdosa melontarkan jawaban “Aku raiso ngerja‟ke pak!! (dengan intonasi keras seperti melawan)”.Seberapa baik/positifnya kata-kata yang diucapkan jika mengucapkannya menggunakan intonasi yang negatif, niat atau pikiran yang keluar lewat perkataan tersebut menjadi tidak berarti apapun.

Pengunaan gerak tubuh atau mimik, secara sederhana bahasa tubuh dapat diartikan, “penyampaian pesan nonlisan yang menggunakan kemampuan seluruh anggota badan untuk menyampaikan pesan”, seperti menggunakan

(24)

terlihat jelas bahwa tak ada lagi kesantunan ketika berhadapan dengan guru, dimana seharusnya ketika sedang ditegur oleh guru kita bisa menempatkan posisi tubuh yang baik dan menundukan kepala agar terlihat penyesalan dalam diri siswa.

Penggunaan bahasa dalam berkomunikasi, berbahasa Indonesia dengan baik dan benar dapat diartikan pemakaian ragam bahasa yang serasi dengan sasarannya dan disamping itu mengikuti kaidah bahasa yang betul. Ungkapan “bahasa Indonesia yang baik dan benar” mengacu ke ragam

bahasa yang sekaligus memenuhi persyaratan kebaikan dan kebenaran. Bahasa yang diucapkan bahasa yang baku.Namun kenyataan yang terjadi adalah siswa lebih sering menggunakan bahasa gaul yang seharusnya hanya menjadi bahasa pergaulan dan kini telah masuk ke ruang praktis pendidikan dan ini cukup memprihatinkan. bagi mereka bahasa gaul lebih efektif digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Misal pada saat proses pembelajaran sedang berlangsung, seorang siswa menggunakan bahasa gaul untuk meyakinkan guru nya bahwa jawaban dia betul contoh “ Ini

Ciyuuuzz lhoo pak “. Penggunaan bahasa yang seperti itu sangat memprihatinkan karna tidak ada lagi nilai moral yang membatasi komunikasi antara siswa dengan guru.

(25)

proses pembelajaran terjadi sangat diperlukan mengingat bahwa guru adalah orang yang patut dihormati, sehingga siswa harus mampu bertutur sopan.

Penyimpangan kesantunan berbahasa dalam berkomunikasi siswa dalam proses pembelajaran diduga ditentukan oleh banyak faktor, seperti lingkungan masyarakat, teman sepermainan, lingkungan keluarga dan proses pendidikan. Lingkungan masyarakat memberikan pengaruh besar bagi perkembangan daya pikir dan mental siswa. Situasi dan kondisi masyarakat yang selalu mengikuti perkembangan jaman dimana menggunakan bahasa tidak tunduk lagi pada nilai-nilai norma yang ada dapat memperkuat kesantunan berbahasa siswa, terutama sekali oleh kultur masyarakat tersebut.

(26)

Lingkungan keluarga pun tidak kalah penting sebagai faktor penyebab penyimpangan tindak tutur siswa, kondisi keluarga yang menggunakan bahasa dalam berkomunikasi akan menjadi pembentuk watak anak karena penggunaan atau penyimpangan bahasa bukan peristiwa herediter atau bawaan sejak lahir, tetapi tingkah laku termasuk tindak tutur orang tua serta anggota keluarga lainnya memberikan dampak menular pada tindak tutur siswa.

Faktor lain yang tidak kalah penting yang diduga sebagai faktor penyebab adab kesantunan berbahasa dalam berkomunikasi siswa adalah proses pendidikan. Proses pendidikan merupakan salah satu wadah berlangsungnya kebudayaan, proses pendidikan sebagai alat kebudayaan dimungkinkan karena fasilitas bahasa. Fasilitas yang baik membantu pencapaian tujuan, artinya tujuan pendidikan hanya akan tercapai apabila bahasa sebagai fasilitasnya terpelihara dengan baik, difungsikan dengan tepat, dan dikembangkan dengan cermat, baik dalam pendidikan formal maupun non formal. Komunikasi dapat berlangsung dengan menggunakan ragam santai dan ragam resmi. Ragam santai merupakan variasi bahasa yang digunakan dalam interaksi sehari-hari bersama anggota keluarga dan teman karib pada situasi tidak resmi, misalnya pada saat beristirahat dan berrekreasi. Ragam resmi merupakan variasi bahasa yang digunakan dalam situasi resmi, misalnya dalam rapat dinas, ceramah keagaman dan pidato kenegaraan.

(27)

pembelajaran. Siswa dituntut berkomunikasi mengeluarkan pikiran dan gagasanya dengan bahasa yang sesuai dengan standar yang berlaku dan disertai aturan-aturan yang berlaku di dalam budaya tersebut. Serangkaian tata tertib atau aturan-aturan tentang bagaimana seharusnya seseorang berbahasa inilah yang kemudian disebut Kesantunan Berbahasa.

Atas dasar hal inilah penulis tertarik untuk mengkaji dan meneliti tentang persepsi siswa terhadap adab kesantunan berbahasa dalam berkomunikasi pada proses pembelajaran PKn kelas XI Pemasaran di SMK PGRI 1 Punggur Lampung Tengah Tahun Pelajaran 2012/2013

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka fokus penelitian ini adalah mengkaji persepsi siswa terhadap adab kesantunan berbahasa dalam berkomunikasi pada proses pembelajaran PKn kelas XI Pemasaran.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan fokus penelitian yang dibahas dalam penelitian ini, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah persepsi siswa terhadap adab kesantunan berbahasa dalam berkomunikasi siswa dengan guru pada saat proses pembelajaran.

(28)

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tentang:

a. Persepsi siswa terhadap adab kesantunan berbahasa dalam berkomunikasi siswa dengan guru pada saat proses pembelajaran. b. Persepsi siswa terhadap adab kesantunan berbahasa dalam

berkomunikasi siswa dengan siswa pada saat proses pembelajaran.

2. Kegunaan Penelitian a. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis penelitian ini berguna untuk memberikan kontribusi terhadap penggunaan bahasa yang sopan, baik dan benar agar dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat mengembangkan konsep-konsep Ilmu Pendidikan Kewarganegaraan khusunya di bidang kajian Pendidikan Nilai Moral dan Pembinaan Generasi Muda.

b. Kegunaan Praktis

(29)

E. Ruang Lingkup

1. Ruang Lingkup Ilmu Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup ilmu pendidikan, khususnya pendidikan kewarganegaraan karena membahas lebih mendalam mengenai adab kesantunan berbahasa yang di gunakan oleh siswa.

2.Ruang Lingkup Subjek Penelitian

Ruang lingkup subjek dari penelitian ini adalah siswa-siswi kelas XI Pemasaran SMK PGRI 1 Punggur Lampung Tengah.

3. Ruang Lingkup objek Penelitian

Ruang lingkup objek dari penelitian ini adalah adab kesantunan berbahasa dalam berkomunikasi.

4.Ruang Lingkup Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan sejak dikeluarkannya surat izin penelitian pendahuluan pada tanggal 2 November 2012 oleh dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

5. Ruang Lingkup Wilayah Penelitian

(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teoritis

1. Tinjauan Tentang Persepsi

Secara umum kata persepsi diartikan sebagai pandangan atau tanggapan seseorang terhadap suatu objek. Seperti yang dikemukakan oleh Bimo walgito (2010 :99) “persepsi adalah suatu proses yang

didahului oleh proses penginderaan yaitu merupakan proses diterimanaya stimulus oleh individu melalui alat indera atau proses sensoris”. Sedangkan Menurut Eva Latipah (2012:64) Persepsi adalah

proses mendeteksi sebuah stimulus.

Pendapat lain dikemukakan oleh Sarlito, W Sarwono (2009:86) “persepsi adalah kemampuan untuk membeda-bedakan,

mengelompokkan, memfokuskan dan sebagainya itu yang selanjutnya di interpretasi”. Ketiga pendapat tersebut diperjelas oleh Djalaluddin

rakhmat (2009:51) “Persepsi adalah pengalaman tentang objek,

(31)

Berdasarkan keempat pendapat di atas dapat dikatakan bahwa persepsi merupakan suatu proses mendeteksi stimulus melalui alat indera untuk membeda-bedakan, mengelompokkan pengalaman tentang objek kemudian disimpulkan untuk memperoleh informasi dan menafsirkan pesan. Sehingga dapat dikatakan bahwa Persepsi setiap individu terhadap suatu objek dapat berubah-ubah dan berbeda pada masing-masing individu, tergantung pada pengalaman, proses belajar, cakrawala dan pengetahuannya.

Setiap orang yang akan melakukan persepsi harus memenuhi beberapa syarat. Seperti yang dikatakan Sarlito Wirawan Sarwono (2009:90), seseorang individu bisa dikatakan mengadakan persepsi terhadap suatu objek apabila memenuhinya beberapa syarat sebagai berikut:

1. Perhatian

Biasanya seseorang tidak akan menangkap seluruh rangsangan yang ada di sekitarnya sekaligus, tetapi akn memfokuskan perhatianya pada suatu atau dua objek. Perbedaan fokus akan menyebabkan perbedaan persepsi

2. Set

Harapan seseorang akan rangsangan yag timbul, misalnya seseorang pelari akan melakukan start terhadap set akan terdenganr bunyi pistol, dan disaat itu ia harus mulai berlari. 3. Kebutuhan

Kebutuhan sesaat maupun menetap pada diri seseorang akan mempengaruhi persepsi orang tersebut.

4. Sistem Nilai

(32)

5. Ciri Kepribaadian

Misalnya A dan B bekerja disebuah kantor, si A seorang yang penakut akan mempersepsikan atasanya sebagai tokoh yang menakutkan, sedangkan si b yang penuh percaya diri menganggap atasanya sebagai orang yang bisa diajak bergaul seperti orang yang lain.

6. Ganguan kejiwaan

Hal ini akan menimbulkan kesalahan persepsi yang disebut dengan halusinasi.

David Krech dan Richard. S dalam Djalaludin Rahmat (2009:59) menjelaskan bahwa ada dua hal yang mempengaruhi persepsi seseorang, yaitu:

a. Faktor fungsional

Faktor yang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, dan hal lain yang termasuk dalam faktor personal yang menentukan persepsi bukan jenis stimulan tapi karakteristik seseorang yang memberikan respon pada stimulan itu, faktor ini terdiri atas : 1. Kebutuhan, kebutuhan sesaat dan kebutuhan menetap pada

seseorang akan mempengaruhi atau menentukan persepsi seseorang, dengan demikian perbedaan kebutuhan akan menimbulkan perbedaan persepsi

2. Kesiapan mental

3. Suasana emosi seperti pada saat senang, sedih, gelisah, marah akan mempengaruhi persepsi

4. Latar belakang budaya

b. Faktor Struktural

Faktor ini berasal dari sifat stimulasi fisik dan sistem syaraf individu, yang meliputi :

(33)

3. Saluran daya tangkap yang ada pada manusia

Berdasarkan faktor-faktor di atas maka pada umumnya persepsi seseorang sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu cara belajar, latar belakang budaya, pendidikan, pengalaman masa lalu dan latar belakang dimana orang tersebut berada sehingga akan menghasilkan persepsi yang bermacam-macam seperti setuju, netral, tidak setuju terhadap suatu objek yang diteliti.

2. Tinjauan Adab Kesantunan Berhasa dalam Berkomunikasi

2.1 Pengertian Kesantunan Berbahasa

Kesantunan berbahasa merupakan salah satu aspek kebahasaan yang dapat meningkatkan kecerdasan emosional penuturnya karena didalam komunikasi, penutur dan petutur tidak hanya dituntut menyampaikan kebenaran, tetapi harus tetap berkomitmen untuk menjaga keharmonisan hubungan. Keharmonisan hubungan penutur dan petutur tetap terjaga apabila masing-masing peserta tutur senantiasa tidak saling mempermalukan. Dengan perkataan lain, baik penutur maupun petutur memiliki kewajiban yang sama untuk menjaga muka. Kesantunan (politeness), kesopan santunan atau etiket adalah tatacara, adat, atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.

(34)

berkomunikasi baik lisan maupun tulisan, bahasa yang digunakan penuh dengan adab tertib, sopan santun dan mengandung nilai-nilai hormat yang tinggi. Pada umumnya bahasa yang sopan mempunyai kosa kata yang halus untuk menyampaikan sesuatu mesej atau perasaaan, seperti ibarat kata bijak pandai “Yang Kurik itu kendi, yang merah itu sagaYang baik itu budi, yang indah itu bahasa”.

(http://www.scribd.com/doc/55407542/kesantunanberbahasa) .

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa kesantunan berbahasa adalah tata cara berkomunikasi secara santun baik lisan maupun tulisan dengan menggunakan etika dan nilai-nilai hormat yang tinggi dengan mitra tutur.

Kesantunan berbahasa menurut Maidar G Arsjad, Mukti (1998) “kesantunan berbahasa adalah penggunaan bahasa indonesia yang

baik dan benar dimana penggunaannya sesuai dengan situasi pemakaiannya dan sekaligus sesuai pula dengan kaidah atau norma-norma yang berlaku”.

Kesantunan berbahasa menurut Pranowo, (2009:3)Berbahasa dan berperilaku santun merupakan kebutuhan setiap orang, bukan sekedar kewajiban. Seseorang berbahasa dan berperilaku santun sebenarnya lebih dimaksudkan sebagai wujud aktualisasi diri. Santun tidaknya pemakaian bahasa dapat dilihat setidaknya dari dua hal, yaitu pilihan kata (diksi) dan gaya bahasa. Pilihan kata yang dimaksud adalah ketepatan pemakaian kata untuk mengungkapkan makna dan maksud dalam kontekstertentu sehingga dapat menimbulkan efek tertentu pada mitra tutur. Setiap kata disamping memiliki maknatertentu juga memiliki daya (kekuatan) tertentu.

(http://www.scribd.com/doc/55407542/kesantunanberbahasa) .

(35)

bahasa yang digunakan oleh seseorang saat berkomunikasi dengan lawan bicaranya. Penggunaan kalimat dan gaya bahasa mitra tutur sangat menentukan sopan atau tidaknya bahasa yang digunakan sesuai dengan tempat dan waktunya.

Kesantunan menurut Jamal Ma‟mur Asmani (2011:39) “santun merupakan sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilakunya kepada semua orang”.

Pranowo, (2009:3) menyatakan bahwa kesanggupan menggunakan gaya bahasa seorang penutur dapat terlihat tingkat kesantunannya dalam berkomunikasi. Ada beberpa gaya bahasa yang dapat digunakan untuk melihat santun tidaknya pemakaian bahasa dalam bertutur yaitu :

1. Majas HiperbolaYaitu salah satu jenis gaya bahasa perbandingan yang memperbandingkan sesuatu dengan sesuatu yang lain secara berlebihan.

2. Majas PerumpamaanYaitu salah satu jenis gaya bahasa perbandingan yang membandingkan dua hal yang berlainan, tetapi dianggap sama.

3. Majas MetaforaYaitu salah satu jenis gaya bahasa perbandingan maupun menambah daya bahasa tuturan. 4. Majas EufemismeYaitu salah satu jenis gaya bahasa

perbandingan yang membandingkan dua hal dengan pembanding yang lebih halus.

(http://www.scribd.com/doc/55407542)

Memang bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi negara membutuhkan kebakuan. Pranarka (1979) ”menekankan adanya modernisasi yang terlihat dalam sederet

komponen berbahasa, yakni discipliner, accuracy, dan

(36)

kosa katanya. Disamping itu, ia harus pula secara akurat dan tepat menyatakan idenya yang sesuai dengan pola struktur bahasa serta forum, dan situasi berkomunikasi. Ketepatan berbahasa seperti itu tidak hanya menampilkan displin, tetapi juga kecendekiaan. Hal ini menuntut penutur untuk dapat membatasi bahasa dalam situasi yang aktual.

Berdasarkan beberapa pandangan di atas maka dapat disimpulkan bahwa kesantunan berbahasa adalah etika dalam berkomunikasi yang menggunakan bahasa sesuai dengan kaidah dan norma yang berlaku yang mampu menempatkan diri atas situasi yang ada. Serta penggunaan bahasa yang halus dan baku baik itu lisan maupun tulisan.

2.2 Pengertian Adab

Sebagai sebuah istilah, kata “Adab” mengalami perkembangan

yang cukup panjang dalam sejarah kesastraan Arab. Perkembangan kata “Adab” sejalan dengan perkembangan

kehidupan bangsa arab. Pengambilan kata itu dari masyarakat Arab Badui sampai masyarakat Arab perkotaan yang telah mempunyai peradaban. Kata “Adab” terdapat banyak perbedaan

(37)

Adab dalam (Enslikopedia) adalah norma atau aturan mengenai sopan santun yang didasarkan atas aturan agama, terutama Agama Islam. Norma tentang adab ini digunakan dalam pergaulan antar manusia, antar tetangga, dan antar kaum. Sebutan orang beradab sesungguhnya berarti bahwa orang itu mengetahui aturan tentang adab atau sopan santun yang ditentukan dalam agama Islam. Namun, dalam perkembangannya, kata beradab dan tidak beradab dikaitkan dari segi kesopanan secara umum dan tidak khusus digabungkan dalam agama Islam.

Peradaban yang di ungkapkan oleh Koentjaraningrat, (dalam Nurudin, 2007 : 47) istilah “peradaban dipakai untuk bagian

-bagian dan unsur-unsur dari kebudayaan yang halus dan indah seperti kesenian, ilmu pengetahuan serta sopan santun dan sistem pergaulan yang kompleks dalam suatu struktur masyarakat yang kompleks pula”.

Secara bahasa, adab dalam Sastra Praja (2011) “adab ialah

kesopanan, kehalusan dan kebaikan budi pekerti,akhlak”. Menurut istilah, adab ialah: “Adab ialah suatu ibarat tentang

pengetahuan yang dapat menjaga diri dari segala sifat yang salah”

Adab menurut Sastra Praja (2011) “adab yaitu tata cara hidup,

penghalusan atau kemuliaan kebudayaan manusia”.

(38)

ditetapkan oleh islam berdasarkan pada ajaran-ajarannya. Dalam pengertian seperti inilah kata adab.

Berdasarkan pengertian dari beberapa para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa adab secara umum adalah tata krama seseorang yang di aplikasikan kedalam tindakan-tindakan, dimana tindakan itu akan mewujudkan perilaku atau ahlak yang baik, sehingga adab mencerminkan baik buruknya seseorang dalam bersikap.

2.3 Komunikasi

Manusia adalah mahluk sosial yang tidak bisa terlepas dari berhubungan dengan orang lain. Dalam interaksi atau berhubungan dengan orang lain, manusia memerlukan sarana beupa komunikasi.

Komunikasi menurut Mulyana(1996 : 31) bahwa “komunikasi dalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau mengubah sikap, pandangan, pendapat, prilaku baik secara langsung ataupun tidak”.

Pendapat lain yang di kemukakan oleh Everett M.Roger (dalam Hafied Cangara, 1998 : 20) menyatakan bahwa “Komunikasi

adalah proses dimana suatu ide dari sumber kepada satu penerima atau lebih dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka”.

(39)

menerima pesan, terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu, dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik. Komunikasi ini tidak hanya berupa verbal (lisan atau kata-kata), tetapi juga dalam bentuk non verbal (tanpa kata-kata) seperti dengan simbol-simbol gerakan.

Adapun komponen yang merupakan syarat terjadinya komunikasi menurut H.A.W Widjaja (2000:1) adalah :

1. Komunikator : Orang yang menyampaikan pesan

2. Pesan : Pernyataan yang disampaikan yang didukung oleh lambang

3. Komunikan : Orang yang menerima pesan

4. Media : Sarana atau saluran yang digunakan untuk Menyampaikan pesan

5. Efek : Dampak yang ditimbulkan dari pengaruh pesan

Komunikasi yang disampaikan akan selalu mempunyai efek atau dampak atas satu atau lebih orang yang terlibat dalam tindak komunikasi, yakni berupa :

1. Penambahan wawasan atau pengetahuan (kognisi), yaitu efek yang berkaitan dengan pikiran, nalar atau rasio, misalnya komunikan yang semula tidak tahu menjadi tahu, tidak mengerti menjadi mengerti.

(40)

3. Perilaku (psikomotorik), yaitu efek yang menimbulkan keinginan untuk berperilaku tertentu dalam arti kata melakukan suatu tindakan yang bersifat fisik jasmaniah. (Joseph A. Devito, 1997:29)

Fungsi komunikan menurut Harold D. Laswell (dalam Hafied Cangara, 1998 : 59) adalah untuk mengontrol lingkungan, beradaptasi dengan lingkungan dan melakukan transformasi warisan social kepada generasi berikutnya. Sedangkan fungsinya yaitu untuk membangun atau menciptakan pemahaman atau pengertian bersama. Saling memahami atau mengerti bukan berarti harus menyetujui tetapi mungkin dengan komunikasi terjadi suatu perubahan sikap, pendapat, perilaku, ataupun perubahan secara social, dan selain itu komunikasi bermanfaat untuk mendidik (to educate), meyakinkan (persuade), menghibur (to entertain), dan menginformasikan (to inform).

Berdasarkan beberapa pandangan tentang komunikasi yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

(41)

3. Tinjauan Proses Pembelajaran PKn 3.1 Pengertian proses pembelajaran

Keseluruhan proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama. Ini berarti bahwa keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung pada bagaimana proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif. Pemahaman seorang guru terhadap pengertian pembelajaran akan sangat mempengaruhi cara guru itu mengajar.

Pembelajaran merupakan proses komunikatif-interaktif antara sumber belajar, guru, dan siswa yaitu saling bertukar informasi. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seoarang manusia serta dapat berlaku dimanapun dan kapanpun.

Pembelajaran menurut Hamalik (2002:57) pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi (siswa dan guru), material (buku, papan tulis, kapur dan alat belajar), fasilitas (ruang, kelas audio visual), dan proses yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih baik.

Istilah pembelajaran menurut Miarso (2007:457) “Pembelajaran

(42)

dilakasanakan secara sengaja, dengan tujuan yang ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilakasnakan, serta yang pelaksanaannya terkendali”.

Gagne dan Briggs (1979:3) mengemukakan bahwa “pembelajaran

adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal”.

Pendapat lain menurut UU No. 20/2003, Bab 1 Pasal Ayat 20 “pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan

pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”.

Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seorang. Inilah yang merupakan sebagai inti proses pembelajaran. Perubahan teresebut bersifat:

1. Intensional, yaitu perubahan yang terjadi karena pengalaman atau praktek yang dilakukan, proses belajar dengan sengaja dan disadari, buka terjadi karena kebetulan.

2. Positif-aktif, perubahan yang bersifat positif-aktif. Perubahan bersifat positif yaitu perubahan yang bermanfaat sesuai dengan harapan pelajar, disamping menghasilkan sesuatu yang baru dan lebih baik dibanding sebelumnya, sedangkan perubahan yang bersifat aktif yaitu perubahan yang terjadi karena usaha yang dilakukan pelajar, bukan terjadi dengan sendirinya.

(43)

Berdasarkan beberapa pandangan mengenai pembelajaran, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah subuah proses belajar yang menghendaki sebuah perubahan tingkah laku, baik itu perubahan kognitif, psikomotorik, afektif. Oleh karena itu seorang guru harus mampu membuat peserta didik agar mau belajar secara efektif sehingga terjadi sebuah perubahan yang sesuai dengan harapan. dimana harapan itu adalah didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan karena adanya usaha.

3.2 Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan pengetahuan dan sikap terhadap pribadi dan perilaku peserta didik. Peserta didik berasal dari latar belakang kehidupan yang berbeda, baik agama, sosio kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa. Hal ini bertujuan agar warganegara Indonesia menjadi cerdas, terampil, kreatif, dan inovatif serta mempunyai karakter yang khas sebagai bangsa Indonesia yang dilandasi nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.

(44)

Pasal 39 Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam Cholisin (2001:1) bahwa “Pendidikan

Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memberikan pengetahuan dan kemampuan dasar hubungan warga negara dengan pemerintah agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara”.

CICED (Center For Indonesian Civic Education) dalam Cholisin (2001:1) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan kewarganegaraan merupakan proses transformasi yang membantu membangun masyarakat yang heterogen menjadi satu kesatuan masyarakat Indonesia, mengembangkan warga negara Indonesia yang memiliki pengetahuan dan kepercayaan terhadap Tuhan, memiliki kesadaran yang tinggi terhadap hak dan kewajiban, berkesadaran hukum, memiliki sensitivitas politik, berpartisipasi politik, dan masyarakat madani (Civic Society)”.

Standar Kompetensi Mata Pelajaran Kewarganegaraan SMA, SMK dan MA (Depdiknas, 2006:2) dan sesuai dengan paradigma baru pendidikan kewarganegaraan, dimana anak didik (siswa) diarahkan juga agar memiliki kompetensi pengetahuan kewarganegaraan (civics knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civics skill) dan watak atau nilai-nilai kewarganegaraan (civics value) serta juga memiliki kecakapan-kecakapan hidup nantinya, khususnya kecakapan hidup dibidang personal, sosial dan intelektual.

(45)

warganegaranya, hak dan kewajiban negara dan warganegara, masalah pemerintahan, hukum, politik, moral, dan sebagainya. Sedangkan keterampilan intelektual mengandung arti keterampilan, kemauan, atau kapabilitas manusia yang menyangkut aspek kognitif, bukan aspek gerakan (psycomotor) fisik atau sikap sehingga warga negara yang memahami dan menguasai pengetahuan kewarganegaraan serta nilai-nilai kewarganegaraan akan menjadi seorang warga negara yang memiliki rasa percaya diri, kemudian warga negara yang memahami dan menguasai pengetahuan kewarganegaraan akan menjadi seorang warga negara yang berpengetahuan dan berkepribadian.

4. Persepsi Siswa Terhadap Adab Kesantunan Berbahasa Dalam Berkomunikasi Pada Proses Pembelajaran PKn.

Persepsi seseorang terhadap suatu objek sangat dipengaruhi indranya yang disebabkan karena penerimaan informasi yang diperolehnya dari suatu objek, siswa akan memperoleh hasil yang baik dalam pembelajaran terhadap objek apabila memiliki persepsi yang baik pula terhadap suatu objek.

(46)

yang digunakan sesuai dengan situasi pemakaiannya, sedangkan bahasa indonesia yang benar adalah bahasa indonesia yang penggunaanya sesuai dengan kaidah atau norma-norma yang berlaku. Dengan demikian.

Pemakaian bahasa yang baik adalah pemakaian bahasa sesuai dengan ragam, sedangkan pemakaian bahasa yang benar merupakan pemakaian bahasa sesuai dengan kaidah. Mestinya disamping pemakaian bahasa harus baik dan benar, juga harus santun. Bahasa santun adalah bahasa yang diterima oleh mitra tutur dengan baik. Banyak orang sudah dapat berbahasa secara baik dan benar, tetapi kadang-kadang belum mampu berbahasa secara santun.

Prinsip Kesantunan menurut Leech (1983) agar penggunaan bahasa menjadi santun yaitu :

1. Maksim kebijaksanaan

Kurangi kerugian orang lain, tambahi keuntungan orang lain. 2. Maksim kedermawanan

Kurangi keuntungan diri sendiri, tambahi pengorbanan diri sendiri. 3. Maksim pengharagaan

Kurangi cacian pada orang lain, tambahi pujian pada orang lain. 4. Maksim kesederhanaan

Kurangi pujian pada diri sendiri,tambahi cacian pada diri sendiri. 5. Maksim permufakatan

Kurangi ketidaksesuaian antara diri sendiri dengan orang lain, tingkatkan persesuaian antara diri sendiri dengan orang lain.

6. Maksim simpati

Kurangi antipati antara diri sendiri dengan orang lain, perbesar simpati antara diri sendiri dengan orang lain.

(Kunjana Rahardi. 2005: 59-60)

(47)

dalam arti tidak menjatuhkan harga diri seseorang, penutur harus mampu menghormati lawan bicara baik dari perilaku maupun dari kata-kata yang digunakan saat berkomunikasi dengan lawan bicara agar lawan bicara tidak merasa diremehkan dengan tindak tutur yang digunakan oleh penutur dan mampu menyesuaikan diri dengan lawan bicara.

John R. Searle (1983) dalam bukunya speech Acts: An Essay in The Philosophy of Language menyatakan bahwa dalam praktik penggunaan bahasa terdapat 3 (tiga) macam tindak tutur

1. Tindak lokusioner adalah tindak bertutur dengan kata, frasa, dan kalimat sesuai dengan makna yang dikandung oleh kata,frasa, dan kalimat itu.

2. Tindak ilokusioner adalah tindak melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi tertentu pula.

3. Tindak perlokusi adalah tindak menumbuhkan pengaruh (effect) kepada mitra tutur. ( Kunjana Rahardi. 2005: 35-36)

a. Faktor Penentu Kesantunan

Faktor kesantunan adalah segala hal yang dapat mempengaruhi pemakaian bahasa menjadi santun atau tidak santun. Faktor kesantunan dari aspek kebahasaan dapat di identifikasi sebagai berikut. Aspek penentu kesantunan dalam bahasa verbal lisan, antara lain aspek intonasi, aspek nada bicara, faktor pilihan kata, dan faktor struktur kalimat.

(48)

kerlingan mata, gelengan kepala, acungan tangan, kepala tangan, tangan bertelak pinggang, dan sebagainya. Faktor penentu kesantunan yang dapat diidentifikasi dari verbal tulis, seperti pilihan kata yang berkaitan dengan nilai rasa, panjang pendeknya struktur kalimat, ungkapan, gaya bahasa dan sebagainya.

Faktor penentu kesantunan dari aspek non kebahasaan berupa pranata sosial budaya masyarakat, pranata adat, seperti jarak bicara antara penutur dan mitra tutur dan sebagainya. (Pranowo, 2009 : 8)

b. Indikator Penentu Kesantunan Berbahasa Indonesia

Indikator adalah penanda yang dapat dijadikan penentu apakah pemakaian bahasa indonesia si penutur itu santun ataukah tidak. Penanda-penanda itu dapat berupa unsur kebahasaan maupun non kebahasaan.

Skala pengukur kesantunan Leech (1983), didalam model kesantunan Leech setiap maksim interpersonal itu dapat di manfaatkan untuk menentukan peringkat kesantunan sebuah tuturan, yaitu :

(49)

sebaliknya, semakin tuturan itu menguntungkan diri penutur akan semakin dianggap tidak santunlah tuturan itu.

2. Optionality scale atau skala pilihan, menunjuk kepada banyak atau sedikitnya pilihan yang disampaikan si penutur kepada si mitra tutur didalam kegiatan bertutur. Semakin pertuturan itu memungkinkan penutur atau mitra tutur menentukan pilihan yang banyak dan leluasa, akan dianggap semakin santunlah tuturan itu. Sebaliknya apabila pertuturan itu sama sekali tidak memberikan kemungkinan memilih bagi si penutur dan si mitra tutur, tuturan tersebut akan dianggap tidak santun.

3. Indirectness scale atau skala ketidak langsungan menunjuk kepada peringkat langsung atau tidak langsungnya maksud sebuah tuturan. Semakin tuturan itu bersifat langsung akan dianggap semakin tidak santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya. Semakin tidak langsung, maksud sebuah tuturan akan dianggap semakin santunlah tuturan itu.

(50)

4. Social distance scale atau skala jarak sosial menunjuk kepada peringkat hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam sebuah pertuturan. Ada kecenderungan bahwa semakin dekat jarak peringkat sosial diantara keduanya, akan menjadi semakin kurang santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin jauh jarak peringkat sosial antara penutur dengan mitra tutur, akan semakin santunlah tuturan yang digunakan itu. Dengan perkataan lain, tingkat keakraban hubungan antara penutur dengan mitra tutur sangat menentukan peringkat kesantunan tuturan yang digunkan dalam bertutur.

( Kunjana Rahardi. 2005: 66-68)

B. Penelitian Yang Relevan 1 Penelitian nasional

Hasil penelitian yang relevan yang telah di lakukan oleh Ngusman Abdul Manaf dengan judul “ Peminimalan Beban dan Peminimilan

Paksaan Sebagai Cara Berperilaku Santun dalam Berbahasa Indonesia”

(51)

dihasilkan oleh penutur bahasa indonesia dari berbagai etnis di indonesia yang berdomisili di padang. Data penelitian dikumpulkan dengan teknik pengamatan terlibat dan wawancara. Data dianalisis dengan teknik analisis kualitatif yang didasarkan pada teori pragmatik. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa peminimalan beban dan peminimalan paksaan kepada petutur yang dilakukan penutur dalam tuturannya menimbulkan dampak pelunakan daya ilokusi sehingga tuturan dirasakan lebih santun oleh penutur

2. Penelitian internasional.

Politeness: Is there an East-West divide? Leech, Geoffrey

Lancaster University, UK.

Citation Information: Journal of Politeness Research. Language, Behaviour, Culture. Volume 3, Issue 2, Pages 167–206, ISSN (Online) 1613-4877, ISSN (Print) 1612-5681, DOI: 10.1515/PR.2007.009, July 2007

Brown and Levinson (1987 [1978]) has remained the most seminal and influential starting point for studying cross-cultural and interlinguistic politeness. Yet it has also provoked countervailing arguments (e. g., Ide 1989; 1993; Matsumoto 1989; Gu 1990; Mao 1994), claiming a Western bias in Brown and Levinson's model, particularly in their construal of the concept of „face‟, in their overemphasis on face-threat and their assumption of individualistic and egalitarian motivations, as opposed to the more group-centred hierarchy-based ethos of Eastern societies. This leads to the question: Is there an East-West divide in politeness?

(52)

construal mereka konsep 'wajah', dalam penekanan yang berlebihan mereka di wajah-ancaman dan asumsi mereka motivasi individualistis dan egaliter, yang bertentangan dengan etos hirarki yang lebih berbasis kelompok-berpusat masyarakat Timur. Ini mengarah ke pertanyaan: Apakah ada kesenjangan Timur-Barat dalam kesopanan.

Berdasarkan analisis di atas Brown dan Levinson berpendapat bahwa untuk mengetahui kesopanan lintas budaya dapat ditinjau dari bahasa, penggunaan ekpresi wajah yang berlebihan akan berpengaruh pada individu pengguna bahasa.

This article presents a pragmatic framework for studying linguistic politeness phenomena in communication: a common principle of politeness (Leech, 1983; 2005) and a Grand Strategy of Politeness (GSP), which is exemplified in common linguistic behaviour patterns in the performance of polite speech acts such as requests, offers, compliments, apologies, thanks, and responses to these. The GSP says simply: In order to be polite, a speaker communicates meanings which place (a) a high value on what relates to the other person (typically the addressee), and (b) a low value on what relates to the speaker. It is clear from many observations that constraint (a) is more powerful than constraint (b).

(53)

berhubungan dengan orang lain (biasanya penerima), dan (b) nilai yang rendah pada apa yang berhubungan dengan pembicara. Hal ini jelas dari pengamatan banyak yang kendala (a) lebih kuat daripada kendala (b).

Berdasarkan analisis di atas suatu prinsip umum kesopanan (Leech, 1983, 2005) dan Grand Strategy Kesopanan (GSP), yang dicontohkan kesamaan pola perilaku linguistik dalam kinerja pidato sopan tindakan seperti permintaan, penawaran, pujian, permintaan maaf, terima kasih, dan tanggapan tersebut hanya dalam rangka untuk bersikap sopan, pembicara harus mampu menyampaikan makna yang tempat dengan memperhatikan beberpa point yaitu: nilai tinggi pada apa yang berhubungan dengan orang lain (biasanya penerima), dan nilai yang rendah pada apa yang berhubungan dengan pembicara.

(54)

Hipotesis berikut akan diajukan, dan didukung oleh bukti-bukti dari empat bahasa: bahwa GSP memberikan penjelasan yang sangat umum untuk fenomena kesantunan komunikatif dalam bahasa Timur seperti Cina, Jepang dan Korea, serta dalam bahasa Barat seperti bahasa Inggris. Sejak penawaran kesopanan dengan fenomena skalar, ini bukan untuk menyangkal pentingnya perbedaan kuantitatif dan kualitatif dalam pengaturan parameter sosial dan parameter linguistik kesantunan dalam bahasa tersebut. Kerangka seperti GSP menyediakan parameter variasi di mana perbedaan tersebut dapat dipelajari.

Hence this article argues in favour of the conclusion that, despite manifest differences, there is no East-West divide in politeness. Maka artikel ini berpendapat mendukung kesimpulan bahwa, meskipun ada perbedaan yang nyata, tidak ada perpecahan Timur-Barat dalam kesopanan.

Keywords: politeness; pragmalinguistics; socio-pragmatics; face; Chinese; Japanese; Korean

(55)

C. Kerangka Pikir

Kesantunan berbahasa dalam berkomunikasi memiliki peranan penting bagi terbentuknya penggunaan bahasa khususnya bahasa indonesia yang baik dan benar. Kesantunan berbahasa jika dikuasai dengan baik menjadikan manusia beradab, dihargai, dan hidup menjadi tentram. Banyak hal dalam kehidupan manusia yang membuatnya dihargai dan disanjung hanya karena tindak tuturnya yang santun, sebaliknya seseorang akan tidak dihargai oleh masyarakat hanya karena tindak tuturnya yang tidak santun, Sekalipun ia seorang yang berkecekupan dan terpelajar.

(56)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian sangat dibutuhkan untuk mengukur keberhasilan dalam suatu penelitian. Secara umum metode penelitian Menurut Sugiyono

(2009:3), “Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu”.

Metode deskriptif menurut Moh. Nazir, (1988:63) “metode deskriptif

adalah suatu metode untuk meneliti status kelompok, status obyek, status kondisi suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa

sekarang”.

(57)

B. Populasi

1. Populasi

Hadari Nawawi (dalam Iskandar,2008:68) mengungkapkan bahwa populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai tes atau peristiwa-peristiwa sumber data yang memiliki karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian.

[image:57.595.197.470.485.600.2]

Suharsimi Arikunto (2010:173) Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI pemasaran di SMK PGRI 1 Punggur Lampung Tengah TP 2012 / 2013

Tabel 2. Jumlah Siswa Kelas XI Pemasaran TP 2012/2013 No Jenis Kelamin Jumlah Siswa

1 Laki – laki 18 Orang

2 Perempuan 17 Orang

Jumlah 35 Orang

Sumber : Buku Induk Siswa SMK PGRI 1 Punggur Lampung Tengah TP 2012 / 2013.

(58)

populasi karena seluruh yang menjadi populasi menjadi sampel penelitian (total sampling). Hal ini sesuai dengan pendapat Suharsimi Arikunto (2010:173) “Apabila objek kurang dari 100 lebih baik diambil semuanya sehingga penelitian ini merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika objek dalam jumlah besar dapat diambil antara 10% - 15% atau 20% - 25% atau lebih”.

C. Variabel Penelitian dan Pengukuran

1. Variabel Penelitian

Variabel merupakan sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian. Hal ini dikuatkan dengan pendapat Suhasimi Arikunto (2010:161) yang menyatakan bahwa variabel penelitian adalah objek suatu penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian.

Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa yang dimaksud variabel penelitian adalah suatu konsep atau objek yang diberi nilai untuk diteliti. Disamping itu variabel penelitian sering juga dinyatakan sebagai faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti.

(59)

2. Pengukuran Variabel

Rencana pengukuran dalam variabel persepsi ini adalah besaran tingkat persepsi yang meliputi intonasi, penggunaan bahasa, bahasa tubuh dan jarak bicara yang digunakan siswa kepada guru dan siswa kepada siswa pada saat proses pembelajaran. Diukur melalui angket dengan skala 1-3 yaitu :

1) Baik

2) Kurang Baik 3) Tidak Baik

D. Definisi Konseptual dan Operasional

1. Definisi Konseptual

Definisi konseptual diperlukan dalam penelitian karena definisi itu akan mempertegas masalah apa yang akan diteliti. Dalam penelitian ini membahas sebagai berikut :

a. Persepsi Siswa

(60)

b. Kesantunan Berbahasa Dalam Berkomunikasi.

Kesantunan berbahasa adalah etika dalam berkomunikasi yang menggunakan bahasa sesuai dengan kaidah dan norma yang berlaku yang mampu menempatkan diri atas situasi yang ada. Serta penggunaan bahasa yang halus dan baku baik itu lisan maupun tulisan.

c. Pada proses pembelajaran PKn

Keseluruhan proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan

aktivitas yang paling utama. keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan

banyak bergantung pada bagaimana proses pembelajaran dapat

berlangsung secara efektif. guru adalah orang dewasa yang secara sadar bertanggung jawab dalam mendidik, mengajar, dan membimbing peserta didik, memiliki kemampuan merancang program pembelajaran serta mampu menumbuhkan keterampilan intelektual kewarganegaraan (intellectual skill) yaitu keterampilan yang berkenaan dengan penguasaan materi pelajaran kewarganegaraan yang meliputi kajian atau pembahasan tentang negara, warganegara, hubungan antara negara dengan warganegaranya, hak dan kewajiban negara dan warganegara, masalah pemerintahan, hukum, politik, moral, dan sebagainya.

2. Definisi Operasional

(61)

variabel secara operasional. Untuk mempermudah pengukuran di lapangan, maka definisi operasional dalam penelitian ini adalah persepsi adalah penilaian seseorang berwujud kesan setelah mengalami peristiwa tertentu, oleh karena itu variabel operasional dalam penelitian ini diukur dari indikator:

a. Siswa dengan guru yang meliputi aspek: 1. Intonasi berbicara

2. Penggunaan bahasa 3. Bahasa tubuh 4. Jarak bicara

b. Siswa dengan siswa yang meliputi aspek: 1. Intonasi berbicara

2. Penggunaan bahasa 3. Bahasa tubuh 4. Jarak bicara

E. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang terpercaya digunakan berbagai macam teknik pengumpulan data, teknik pengumpulan data tersebut terbagi kedalam dua golongan, yaitu :

1. Teknik Pokok

(62)

a. Teknik Angket

Angket menurut Sugiyono (2009:199) angket adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.

Metode pokok yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode angket yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan cara membuat sejumlah pertanyaan yang diajukan kepada responden dengan maksud mendapatkan data dan informasi langsung dari responden yang bersangkutan. sasaran angket adalah siswa kelas XI Pemasaran di SMK PGRI 1 Punggur.

Pada setiap test memiliki tiga alternatif jawaban dan masing-masing mempunyai skor atau bobot nilai yang berbeda yaitu : 1. Untuk alternatif jika responden memilih jawaban santun

diberikan skor 3

2. Untuk alternatif jika responden memilih jawaban kurang santun diberikan skor 2

3. Untuk alternatif jika responden memilih jawaban tidak santun diberikan skor 1

b. Teknik Observasi

Sutrisno Hadi (1986) dalam Sugiyono (2009:203) menyatakan

bahwa “observasi adalah suatu proses yang kompleks, suatu proses

(63)

Tujuan dari observasi atau pengamatan yaitu untuk mengerti ciri-ciri dan luasnya signifikasi dari interaksi elemen-elemen tingkah laku manusia pada fenomena sosial yang serba kompleks, dalam pola-pola kultural tertentu.

2. Teknik Penunjang a. Teknik Wawancara

Teknik wawancara dalam penelitian ini digunakan untuk mendapatkan informasi-informasi secara langsung pada objek penelitian untuk menunjang data penelitian. Pihak yang akan diwawancarai adalah pihak SMK PGRI 1 Punggur Lampung Tengah TP 2012/2013

F. Instrumen Penelitian

1. Uji validitas

Validitas adalah suatu tindakan yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen sesuai dengan pendapat Suharsimi Arikunto (2010:211) bahwa “sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat diukur, apabila dapat diungkapkan data dari variabel yang hendak diteliti dengan tepat”.

Pendapat di atas validitas merupakan tingkat kepercayaan dan kekuatan instrumen penelitian yang dilakukan dengan indikator dari teori-teori yang dipakai. Untuk uji validitas dilihat dari logical validity

(64)

beberapa orang ahli penelitian dan tenaga pengajar di lingkungan FKIP UNILA. Dalam penelitian ini peneliti melakukannya dengan cara konsultasi kepada dosen pembimbing yang kemudian diambil revisinya.

2. Uji reliabilitas

Menurut Suharsimi Arikunto (2010:221), suatu alat ukur dikatakan reliabel apabila alat ukur tersebut menunjukkan hasil yang dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen itu baik.

Untuk menguji alat ukur tersebut dilakukan dengan tehnik belah dua dan dengan cara sebagai berikut:

1. Uji coba dengan 10 orang diluar responden. 2. Mengelompokkan item ganjil dan item genap.

3. Mengkorelasikan nomor pertanyaan x dan y dalam rumus Product Moment, yaitu:

                  

N N N ) y ( y ( ) x ( x ) y )( x ( -xy r 2 2 2 2 XY Keterangan:

rXY = Koefisien korelasi antara gejala X dan gejala Y X = Skor gejala X

(65)

(Arikunto, 2010:331)

4. Untuk menentukan reliabilitas angket digunakan rumus Sperman Brown, yaitu:

rxy =

rgg rgg

1 ) ( 2

Keterangan :

rxy: Koefisien reliabilitas seluruh tes rgg: Koefisien korelasi item x dan y (Basrowi dan soeyono, 2007:29).

5. Hasil analisis kemudian dibandingkan dengan tingkat reliabilitas sebagai berikut:

0,90 - 1,00 = Reliabilitas tinggi. 0,50 - 0,89 = Reliabilitas sedang. 0,00 - 0,49 = Reliabilitas rendah. (Basrowi dan soeyono, 2007:29).

Adapun langkah-langkah yang penulis lakukan dalam upaya untuk menguji reliabilitas angket dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Mengadakan uji coba angket kepada 10 orang diluar responden yang sebenarnya.

(66)

Tabel 3. Distribusi Hasil Uji Coba Angket Kepada Sepuluh Orang Responden diluar Populasi Untuk Item Ganjil (X).

No Item Ganjil Skor

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19

1 1 1 1 1 2 2 2 1 2 2 15

2 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2 16

3 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2 16

4 1 1 1 1 1 2 2 1 1 1 12

5 3 3 3 3 1 1 3 3 2 3 25

6 2 1 1 1 2 2 1 1 1 1 13

7 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 16

8 2 2 1 2 2 2 2 1 1 2 17

9 2 2 1 2 2 2 3 1 2 2 19

10 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 11

∑ x 160

Sumber: Data Analisis Uji Coba Angket

Dari data tabel 3 diketahui ∑x = 160 yang merupakan hasil penjumlahan. Hasil penjumlahan ini akan dipakai d

Gambar

Tabel I. Jenis-jenis penyimpangan penggunaan bahasa dan tindak tutur siswa kelas XI pemasaran di SMK PGRI 1 Punggur
Tabel 2. Jumlah Siswa Kelas XI Pemasaran TP 2012/2013
Tabel 3. Distribusi Hasil Uji Coba Angket Kepada Sepuluh Orang    Responden diluar Populasi Untuk Item Ganjil (X)
Tabel 5. Distribusi Antara Item ganjil (X) dengan Item Genap (Y) Mengenai Tentang Tinjauan Persepsi Siswa Terhadap Adab Kesantunan Berbahasa Dalam Berkomunikasi Pada Proses Pembelajaran PKn

Referensi

Dokumen terkait

Maksud dari penelitian ini adalah untuk membuat rancangan awal atau concept design yang paling optimal dari Self-Propelled Barge yang dapat beroperasi di kawasan

Hasil pengolahan data pada uji t ( koefisiensi regresi secara parsial) didapat nilai t hitung > t tabel ( 1,790 < 2,003) maka dapat diartikan bahwa hal ini

Hasil Pengujian Marshall Beton Aspal Yang Dipadatkan Dengan Alat Pemadat

Adapun pendekatan analisis yang digunakan adalah descriptif analisis (analisis deskriptif). Sementara pendekatan penelitiannya adalah teologis normatif, yaitu suatu

pelaksanaan tugas yang dilaksanakan oleh Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Pinrang, DPRD menilai bahwasanya Dinas Pendapatan

103 UK/UTN SM3T PGSD DWI WIDI ASTUTIK Universitas Negeri Malang PPG SM3T UTAMA TIDAK MENGULANG 104 UK/UTN SM3T PGSD ERY RIZKI PRATAMA Universitas Negeri Malang PPG SM3T UTAMA

Pada desain ini menggunakan elemen desain bentuk geometri, dibuat menjadienam bentuk persegi panjang yang digunakan untuk meletakkan foto produk yang mewakilkan enam

Pangruwating Diyu adalah sebuah ilmu sebagai kunci orang dapat memahami isi indraloka pusat tubuh manusia yang berada di dalam rongga dada yaitu pintu gerbang atau kunci rasa