• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Giro Wadi’ah dengan Giro Mudharabah dalam Perbankan Syariah (Studi pada PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk, Cabang Tanjungbalai)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbandingan Giro Wadi’ah dengan Giro Mudharabah dalam Perbankan Syariah (Studi pada PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk, Cabang Tanjungbalai)"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN GIRO WADI’AH DENGAN GIRO MUDHARABAH DALAM

PERBANKAN SYARIAH (STUDI PADA PT. BANK MUAMALAT INDONESIA

TBK, CABANG TANGJUNGBALAI)

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan

Memenuhi Syarat-Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

RAHMANSYAH PUTRA SIMATUPANG

110200228

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015

(2)
(3)

i

Universitas Sumatera Utara KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkah, rahmat dan hidayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Perbandingan Giro Wadi’ah dengan Giro Mudharabah dalam Perbankan Syariah (Studi pada PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk, Cabang

Tanjungbalai)”. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah

satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan berjalan dan selesai dengan baik tanpa adanya keterlibatan dari sejumlah pihak yang selama ini memang telah banyak membimbing, mendoakan dan membantu penulis dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, baik yang membantu langsung dalam proses penulisan maupun yang hanya sekedar memberikan dukungan moriil kepada penulis untuk selalu bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, beserta seluruh Pembantu Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Hasyim Purba, S.H., M.Hum., sebagai Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

(4)

3. Bapak Dr. Drs. Ramlan Yusuf Rangkuti, M.A., selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan bantuan bimbimngan dan arahan-arahan kepada penulis pada saat penulisan skripsi ini;

4. Ibu Dr. Utary Maharany Barus, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan bantuan, bimbingan dan arahan-arahan kepada penulis pada saat penulisan skripsi ini; 5. Bapak Dr. Mahmud Mulyadi,S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing

Akademik yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan nasehat kepada penulis;

6. Seluruh Dosen dan Staff Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membimbing penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

7. Bapak Hamsari Nazli, selaku Branch Manager PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk, Capem Tanjungbalai beserta seluruh Staff, yang telah terlibat langsung dalam memberikan data dan informasi yang diperlukan oleh penulis untuk penulisan skripsi ini;

8. Untuk Orangtua saya yang tersayang, Ali Nahu Simatupang dan Hj. Dra. Syarifah atas perhatian, dukungan dan doa yang diberikan sehingga skripsi ini selesai;

(5)

iii

Universitas Sumatera Utara 10.Buat sahabat-sahabatku Rika Lailatul Husna, Ferial Putra M, Irfan Ryansah, M. Alfa Faruroza, Anugerah Pustakawan P, Salman Alfarisi, Khairul Azmin Sinaga, M. Darul Nafis Sinaga, Bimo Kriandana, April Taufik Nasution dan Wahyu Saputra atas dukungan selama penulisan skripsi ini;

11.Buat sahabat-sahabatku Febri Andista Hasibuan S.H, Abdul Rasyid Mustafa, Abdel Khalish, H. Ahmad Husein Pan Harahap S.H, Miftahul Rahmah S.H, M.Virsa Aka S.H, Tody Valery, Satria Waruwu S..H, Noviza Amalia S.H, Dyan Indriani S.H, Lia Rizki Arisandy Harahap S.H, Tengku Devi Malinda S.H, Fransiska Kosasih, Rika Hanifah S.H, Christi Pratami S.H, Herdinal Bahri, Ricky Fauzan, Happyday Olivia, Dayana Yoksi, Marni Novita dan Riki Fernando Siagian atas dukungannya;

12.Buat teman-teman Stambuk 2011 yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu;

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak lepas dari kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dan menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 04 Juli 2015

Rahmansyah Putra S

(6)

ABSTRAK

* Rahmansyah Putra S **Ramlan Yusuf Rangkuti ***Utary Maharany Barus

Giro merupakan salah satu bentuk produk perbankan konvensional yang dapat diaplikasikan dalam perbankan syariah. Dalam Pasal 1 poin 23 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah disebutkan bahwa giro adalah simpanan berdasarkan akad wadi’ah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan perintah pemindahbukuan. Dalam pelaksanaannya, produk ini dapat diterapkan dalam dua prinsip yang berbeda yakni prinsip wadi’ah dan prinsip mudharabah. Penerapan prinsip yang berbeda dalam giro mengakibatkan perbedaan pelaksanaannya dalam perbankan syariah. Perbandingan antara Giro wadi’ah dan giro mudharabah perlu diteliti untuk membedakan kedua produk giro tersebut dalam hukum perbankan nasional dan hukum perbankan syariah.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode pendekatan yuridis normatif dan bersifat deskriftif. Pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research) yakni hasil wawancara dengan pihak PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk, Cabang Tanjungbalai. Data yang dikumpulkan dan dianalisis dengan metode deduktif secara kualitatif.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Giro wadi’ah dalam penerapan pada perbankan syariah menggunakan akad wadi’ah, sehingga prinsip yang digunakan adalah prinsip wadi’ah yad dhamana h dan giro mudharabah dalam penerapannya pada perbankan syariah menggunakan akad mudharabah, sehingga prinsip yang digunakan adalah prinsip mudharabah mutlaqah. Kelebihan giro wadi’ah adalah dana nasabah dijamin oleh bank syariah pengembaliannya namun kelemahannya adalah keuntungan dari pemanfaatan dana tersebut yang diterima oleh nasabah sedikit dan lebih banyak dikuasai oleh bank syariah. Kelebihan giro mudharabah adalah keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan bonus yang didapat pada giro wadi’ah dan bank syariah tidak menanggung seluruh kerugian yang terjadi atas pengelolaan dana nasabah namun kelemahannya adalah resiko kerugian ditanggung oleh nasabah sebagai shahibul maal dan rumitnya perhitungan hasil usaha yang dilakukan oleh bank syariah untuk menentukan bagi hasil.

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(7)

v

Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAKS ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 8

D. Keaslian Penelitian ... 9

E. Tinjauan Pustaka ... 10

F. Metode Penelitian ... 11

G. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERBANKAN SYARIAH A. Perbankan Syariah di Indonesia ... 16

1. Sejarah Perbankan Syariah ... 17

2. Dasar Hukum Perbankan Syariah di Indonesia ... 20

3. Fungsi dan Tujuan Perbankan Syariah di Indonesia ... 27

B. Kegiatan Usaha dan Produk Perbankan Syariah ... 29

1. Kegiatan Usaha Perbankan Syariah ... 29

a. Prinsip Kegiatan Usaha Berdasarkan Syariah ... 29

b. Kegiatan Usaha Bank Syariah ... 35

2. Produk Perbankan Syariah ... 45

(8)

a. Produk Pendanaan ... 45

b. Produk Pembiayaan ... 46

c. Produk Jasa Perbankan ... 47

BAB III PRINSIP SYARIAH PADA PRODUK GIRO DI PERBANKAN SYARIAH A. Tinjauan Umum Tentang Giro ... 50

1. Pengertian Giro ... 50

2. Dasar Hukum Giro ... 53

3. Fungsi Giro ... 55

B. Giro dalam Perbankan Syariah ... 57

1. Dasar Hukum Giro dengan Prinsip Syariah ... 57

2. Prinsip-prinsip Giro dalam Perbankan Syariah ... 59

a. Giro Wadi’ah ... 60

b. Giro Mudharabah ... 67

BAB IV PERBANDINGAN GIRO WADI’AH DAN GIRO MUDHARABAH PADA PT. BANK MUAMALAT INDONESIA TBK, CABANG TANJUNGBALAI A. Pengaturan Giro Wadi’ah dan Giro Mudharabah dalam Hukum Perbankan Indonesia ... 73

1. Pengaturan Giro Wadi’ah dalam Hukum Perbankan Indonesia ... 75

2. Pengaturan Giro Mudharabah dalam Hukum Perbankan Indonesia ... 77

B. Perbandingan Giro Wadi’ah dengan Giro Mudharabah ... 78

1. Giro Wadi’ah pada PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk, Cabang Tanjungbalai ... 79

(9)

vii

Universitas Sumatera Utara 3. Perbandingan Giro Wadi’ah dan Giro Mudharabah pada PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk, Cabang Tanjungbalai ... 86 4. Kelebihan dan Kelemahan Giro Wadi’ah dan Giro Mudharabah ... 91 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 94 B. Saran ... 96 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(10)

DAFTAR TABEL

(11)

iv

Universitas Sumatera Utara ABSTRAK

* Rahmansyah Putra S **Ramlan Yusuf Rangkuti ***Utary Maharany Barus

Giro merupakan salah satu bentuk produk perbankan konvensional yang dapat diaplikasikan dalam perbankan syariah. Dalam Pasal 1 poin 23 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah disebutkan bahwa giro adalah simpanan berdasarkan akad wadi’ah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan perintah pemindahbukuan. Dalam pelaksanaannya, produk ini dapat diterapkan dalam dua prinsip yang berbeda yakni prinsip wadi’ah dan prinsip mudharabah. Penerapan prinsip yang berbeda dalam giro mengakibatkan perbedaan pelaksanaannya dalam perbankan syariah. Perbandingan antara Giro wadi’ah dan giro mudharabah perlu diteliti untuk membedakan kedua produk giro tersebut dalam hukum perbankan nasional dan hukum perbankan syariah.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode pendekatan yuridis normatif dan bersifat deskriftif. Pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research) yakni hasil wawancara dengan pihak PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk, Cabang Tanjungbalai. Data yang dikumpulkan dan dianalisis dengan metode deduktif secara kualitatif.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Giro wadi’ah dalam penerapan pada perbankan syariah menggunakan akad wadi’ah, sehingga prinsip yang digunakan adalah prinsip wadi’ah yad dhamana h dan giro mudharabah dalam penerapannya pada perbankan syariah menggunakan akad mudharabah, sehingga prinsip yang digunakan adalah prinsip mudharabah mutlaqah. Kelebihan giro wadi’ah adalah dana nasabah dijamin oleh bank syariah pengembaliannya namun kelemahannya adalah keuntungan dari pemanfaatan dana tersebut yang diterima oleh nasabah sedikit dan lebih banyak dikuasai oleh bank syariah. Kelebihan giro mudharabah adalah keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan bonus yang didapat pada giro wadi’ah dan bank syariah tidak menanggung seluruh kerugian yang terjadi atas pengelolaan dana nasabah namun kelemahannya adalah resiko kerugian ditanggung oleh nasabah sebagai shahibul maal dan rumitnya perhitungan hasil usaha yang dilakukan oleh bank syariah untuk menentukan bagi hasil.

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara *** Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(12)

A. Latar Belakang

Lembaga perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga perbankan berfungsi sebagai perantara pihak-pihak yang mempunyai kelebihan dana (surplus of funds) dengan pihak-pihak yang kekurangan dan memerlukan dana (lack of funds); serta juga melayani kebutuhan pembiayaan dan melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perokonomian masyarakat. Menurut ilmu sosiologi, perbankan diakui merupakan sebagai suatu lembaga sosial dalam arti bahwa perbankan tersebut merupakan bentuk himpunan norma-norma dari segala tingkatan yang menyangkut kebutuhan pokok manusia1.

Pada hakikatnya lembaga perbankan berlaku umum dan merata di dunia. Akan tetapi, kita juga pasti sadar bahwa dalam suatu kehidupan yang banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, maka akan terlihat suatu kekhususan-kekhususan yang hanya terdapat di satu tempat tertentu. Sejarah, ideologi negara, hukum positif, agama dan beberapa aspek lain dengan sendirinya memberikan pengaruh terhadap bentuk dan kegiatan lembaga perbankan di suatu tempat2. Ajaran agama ada yang mengatur secara detail kegiatan duniawi dan ada yang hanya garis besar, tidak semua kegiatan dunia yang mulai mengadopsi ajaran-ajaran agama bisa berkembang

1

Muhammad Djumhana, Hukum Per bankan di Indonesia (Bandung : PT Citra Aditya Bakti , 2012), hal xviii

2

(13)

Universitas Sumatera Utara dengan baik3. Salah satu kegiatan duaniawi yang berhasil mengadopsi ajaran agama dan berkembang baik adalah sektor perbankan. Faktor ajaran agama yang diimplementasikan dalam lembaga perbankan menciptakan sistem perbankan syariah.

Konsep perbankan syariah tidak terhitung masih baru di Indonesia4. Syariah berarti sistem tantanan islami yang diwajibkan dalam menjaga lingkungan, ekonomi, sosial politik dan keluarga agar tetap pada prinsip yang berlaku sesuai dengan hukum islam. Perbankan syariah sebagai bagian dari sebuah sistem perekonomian ilahiah merupakan alternatif dan problem solver dari berbagai permasalahan yang dialami bangsa ini5. Hal ini terbukti ketika badai krisis ekonomi melanda Indonesia . Ketika perbankan konvensional banyak yang terpuruk, perbankan syariah relatif dapat bertahan bahkan menunjukkan perkembangan6. Perbankan konvensional dengan sistem bunga ribawinya dalam beberapa hal terbukti gagal dalam membawa bangsa ini ke arah yang lebih baik. Sistem bunga bertentangan dengan syariah Islam dan melahirkan ketidakadilan akibat penyerahan resiko usaha hanya kepada salah satu pihak. Sebagai negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam dan mencermati kegagalan sistem perbankan berdasarkan bunga, optimalisasi peranan dan keberadaan bank syariah merupakan suatu keharusan.

Ada banyak faktor yang mengharuskan perbankan syariah harus berkembang. Salah satunya adalah perubahan perilaku konsumen di Indonesia. Perubahan perilaku konsumen yang layak mendapat perhatian adalah adanya apresiasi terhadap

3

Iman Hilman dkk., Per bankan Syariah Masa Depan (Jakarta : Senayan abadi Publishing , 2003), hal. 3

4Ibid

, hal. 105

5

Ibid, hal. 4

6

Ibid, hal. 3

(14)

ajaran agama. Di Indonesia, gejala ini mulai terlihat sejak pertengahan tahun 80-an. Orang mulai tidak ragu-ragu lagi untuk secara terbuka menunjukkan ketaatan dalam menjalankan ajaran agama. Terlebih lagi setelah masyarakat Indonesia terpuruk ke dalam krisis. Pada mulanya apresiasi terhadap ajaran-ajaran agama lebih terkait pada aspek ritual. Selanjutnya, pelan tapi pasti hal tersebut berkembang ke kegiatan duniawi atau kemasyarakatan yang berlandaskan pada ajaran agama. Perbankan syariah tidak sekadar bersifat pasif menyambut bangkitnya kesadaran beragama, tetapi juga harus berusaha menunjukkan functional benefit. Hal ini penting bila mengingat bahwa orang-orang mulai mengapresiasi ajaran agama dalam kegiatan duniawi itu adalah smart customers7. Secara konseptual, perbankan syariah memang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman serta sudah menjadi kewajiban sejarah untuk lahir dan berkembang menjadi sistem perbankan alternatif yang sesuai dengan fitrah hidup manusia.

Bank syariah secara makro memposisikan dirinya sebagai pemain aktif dalam mendukung dan memainkan kegiatan investasi di masyarakat sekitarnya. Di satu sisi bank syariah mendorong mengajak masyarakat untuk ikut aktif berinvestasi melalui berbagai produknya, sedangkan di sisi lain bank syariah aktif untuk melakukan investasi di masyarakat. Selain itu, secara mikro bank syariah merupakan lembaga keuangan yang menjamin seluruh aktivitas operasinya, termasuk produk dan jasa keuangan yang ditawarkan telah sesuai dengan prinsip syariah. Berbeda dengan produk dan jasa keuangan bank konvensional, produk-produk bank syariah selain bentuk atau nama produknya perlu diperhatikan adalah prinsip syariah yang

7

(15)

Universitas Sumatera Utara digunakan oleh produk yang bersangkutan dalam akadnya (perjanjian) dan bukan hanya nama produknya sebagaimana produk-produk bank konvensional. Hal ini terkait dengan bagaimana hubungan antara bank dan nasabah yang menentukan hak dan kewajiban masing-masing pihak.

Jenis akad yang digunakan oleh suatu produk biasanya melekat pada nama produk tersebut. Selain itu, suatu produk bank syariah dapat menggunakan prinsip syariah yang berbeda. Demikian juga satu prinsip syariah dapat diterapkan pada beberapa produk yang berbeda8. Pada sistem bank konvensional, kita banyak mengenal tiga produk besar umum, seperti giro, tabungan dan deposito. Sebagai contoh tabungan mudharabah berarti produk tabungan yang menggunakan akad mudharabah, sedangkan tabungan wadi’ah berarti produk tabungan yang menggunakan akad wadi’ah. Hal ini berarti segala ketentuan mengenai akad mudharabah berlaku bagi tabungan mudharabah, sedangkan segala ketentuan mengenai akad wadi’ah berlaku untuk tabungan wadi’ah. Dewasa ini agar simpanan yang dititipkan tidak menganggur begitu saja, oleh si penyimpan uang titipan tersebut (bank syariah) digunakan untuk kegiatan perekonomian. Berdasarkan data per Desember 2011 dari Bank Indonesia, bonus (jasa giro) rata-rata giro rupiah berdasarkan akad wadi'ah adalah sebesar 2,15 % 9, sedangkan berdasarkan data per Desember 2011 dari Bank Indonesia, nisbah bagi hasil tabungan mudharabah rupiah rata-rata adalah sebesar 3,23%10. Penggunaan uang titipan harus terlebih dahulu meminta izin kepada si pemilik uang dan dengan catatan si pengguna uang menjamin akan mengembalikan uang tersebut secara utuh. Mengacu pada prinsip yad

8

Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah. Raja (Jakarta. : Grafindo Persada, 2012), hal. 37

9

A. Wangasawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta : Gramedia, 2012), hal. 64

10

Loc.Cit.

(16)

dhamanah bank sebagai penerima dana memanfaatkan dana titipan seperti simpanan giro, tabungan dan deposito berjangka untuk dimanfaatkan bagi kepentingan masyarakat dan kepentingan negara. Konsekuensi dari diterapkannya prinsip yad a dh-dhamanah pihak bank akan menerima seluruh keuntungan dari penggunaan uang, namun sebaliknya bila mengalami kerugian juga harus ditanggung dengan oleh bank11.

Bank syariah dilihat dari produknya tidak jauh berbeda dengan produk bank-bank konvensional, tetapi aturan mainnya jelas berbeda12. Giro adalah salah satu produk usaha bank dalam rangka kegiatannya menerima penyimpan dana dari masyarakat dan pada saat ini hanya boleh dilakukan oleh bank umum. Dana masyarakat yang dihimpun oleh bank disebut simpanan. Simpanan tersebut bersama dengan pinjaman yang diterima oleh bank merupakan sumber dana yang utama bagi bank yang bersangkutan di samping modal yang disetor oleh pemiliknya. Dana yang berhasil diperoleh dan dikuasai oleh bank selanjutnya digunakan untuk keperluan operasional bank. Tersedianya dana yang cukup yang kemudian disalurkan untuk memenuhi permintaan kebutuhan dana masyarakat akan mendukung fungsi bank sebagai lembaga intermediasi13.

Giro merupakan salah satu bentuk produk perbankan konvensional yang dapat diaplikasikan dalam perbankan syariah. Berbeda dengan deposito yang tujuannya semata-mata mendapatkan imbal hasil yang tinggi, penempatan dana di giro lebih terkait kepada kegiatan usaha yang dilakukan nasabah. Jika dipetakan,

11

Thamrin Abd. dan Francis Tantri, Bank dan Lembaga Keuangan (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2012) , hal. 216

12

Iman Hilman dkk., Op.Cit., hal. 104

13

(17)

Universitas Sumatera Utara sekitar 90 persen nasabah pengguna giro ini adalah badan usaha, dan sisanya merupakan perorangan. Namun jika ditelaah lebih dalam, nasabah perorangan itu yang membuka giro itu pun berkaitan dengan usahanya. Dalam setiap kegiatan usaha, sebuah perusahaan dituntut untuk menciptakan value added, yang merupakan hasil penggabungan dari bahan mentah menjadi suatu produk untuk memberikan manfaat tertentu. Proses ini, jika dilihat dari sisi keuangan adalah proses utang-piutang dan terjadi secara berkesinambungan sehingga menciptakan suatu perputaran (cycle), dan pada akhirnya dikenal sebagai Cash to Cash Cycle. Di sini akan ada proses payment dan collection, yaitu pembayaran utang dan penerimaan piutang dari/ke mitra usaha. Kelancaran proses ini pun sangat mempengaruhi keberlangsungan suatu perusahaan (dengan mengesampingkan business plan atau kondisi pasar yang terjadi)14.

Hampir keseluruhan tentang giro adalah sarana pembayaran atau sarana memperlancar transaksi dalam bisnis. Fleksibilitas dan keamanan pembayaran yang ditawarkan oleh giro sangat baik, terutama untuk transaksi dengan jumlah besar. Namun dengan berkembangnya pelayanan perbankan dan ditunjang oleh teknologi informasi, jasa giro memberikan bunga. Jasa giro berupa bunga ini perhitungannya mempertimbangkan jumlah dana yang mengendap dan lama pengendapan. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip syariah karena giro ini mengandung bunga15. Giro yang mengandung bunga tidak dapat diaplikasikan dalam perbankan syariah, namun karena mobilitas dana yang bersumber dari giro ini sangat tinggi mengharuskan

14

Tempo.co , Peran Giro untuk Transaksi Nasabah, http://www.tempo.co/read/artikel-sponsor/45/peran-giro-untuk-transaksi-nasabah diakses pada tanggal 31 mei 2015 pukul 19:11 .

15

Rachmadi Usman, Produk dan Akad Perbankan Syariah di Indonesia ; Implementasi dan Aspek Hukum (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2009), Hal.143

(18)

perbankan syariah untuk merumuskan suatu produk giro yang sesuai dengan prinsip syariah.

Giro yang sesuai dengan prinsip syariah dalam pelaksanaannya diterapkan dalam dua prinsip yang berbeda yakni prinsip wadi’ah dan prinsip mudharabah. Giro yang menggunakan prinsip wadiah dalam pelaksanaannya mengacu pada akad titipan (wadi’ah), sedangkan giro yang menggunakan prinsip mudharabah dalam pelaksanaannya mengacu pada akad bagi hasil (mudharabah).

Dari segi tatanan hukum positif, ketentuan tentang penerapan prinsip syariah dalam produk perbankan tersebar dalam berbagai peraturan. Maka diperlukan inventarisasi terhadap peraturan-peraturan yang membahas mengenai penerapan prinsip syariah tersebut dalam produk perbankan, terutama dalam produk giro.

(19)

Universitas Sumatera Utara dalam menggunakan produk giro nasabah perlu mengetahui akad apakah yang digunakan dalam produk tersebut, dan perbedaan apa yang terdapat dari dua akad tersebut.

Dari uraian di atas maka dilakukan penelitian tentang “Perbandingan Giro

Wadi’ah dengan Giro Mudharabah dalam Perbankan Syariah (Studi pada PT. Bank

Muamalat Indonesia Tbk, Cabang Tanjungbalai).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Prinsip-prinsip apakah yang menjadi dasar produk giro wadi’ah dan giro mudharabah dalam perbankan syariah?

2. Bagaimana pengaturan giro wadi’ah dan giro mudharabah dalam hukum perbankan syariah?

3. Apakah kelebihan dan kekurangan giro wadi’ah dan giro mudharabah dalam perbankan syariah?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Sesuai dengan masalah yang dibahas, tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan memahami prinsip-prinsip yang terdapat dalam giro wadi’ah dan giro mudharabah

2. Untuk mengetahui dan memahami pengaturan giro wadi’ah dan giro mudharabah dalam hukum perbankan indonesia

(20)

3. Untuk mengetahui dan memahami perbandingan giro wadi’ah dan giro mudharabah dalam perbankan syariah

Sedangkan manfaat dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan akan menambah dan memperluas wawasan dan pengetahuan di bidang ilmu hukum, khususnya hukum perbankan syariah. 2. Manfaat praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan ataupun sumbangan untuk kepentingan ilmu pengetahuan, khususnya dalam memberikan masukan bagi dunia perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usaha perbankan berkenaan dengan penerapan giro wadi’ah dan giro mudharabah;

b. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi pedoman bagi masyarkat, khususnya bagi nasabah untuk lebih mengetahui perbandingan giro wadi’ah dan giro mudharabah dalam perbankan syariah.

D. Keaslian Penelitian

Penulis melakukan penelitian dengan judul “Perbandingan Giro Wadi’ah dan Giro Mudharabah dalam Perbankan Syariah (studi pada PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk, Cabang Tanjungbalai)”. Berdasarkan hasil pemeriksaan yang

(21)

Universitas Sumatera Utara dan objektif serta terbuka sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan

Untuk mengetahui tentang perbandingan giro wadi’ah dan giro mudharabah

dalam perbankan syariah perlu didasarkan kepada kerangka pemikiran dari berbagai literatur yang ada sehingga didapatkan hasil penelitian yang maksimal dan seimbang dalam tataran teori dan praktek.

Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan pemindahbukuan. Giro sebagai salah satu bentuk atau jenis simpanan tidak dapat dilepaskan dari pengertian simpanan. Di samping giro, bentuk simpanan lainnya adalah deposito dan tabungan. Ketiga bentuk simpanan tersebut harus dikaitkan dan dilaksanakan sesuai dengan pengertian simpanan. Khusus mengenai giro, sesuai dengan ketentuan Pasal 6 huruf a dan ketentuan Pasal 14 huruf a Undang-Undang Perbankan, hanya boleh dilakukan oleh Bank Umum16.

Wadi’ah adalah penitipan dana antara pihak pemilik dana dengan pihak

penerima titipan yang dipercaya untuk menjaga dana tersebut. Dalam redaksi lain, wadi’ah adalah akad yang intinya minta pertolongan kepada seseorang dalam

memelihara harta penitip17.

Mudharabah adalah penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu,

16

M. Bahsan , Op.Cit. hal. 16

17

Mardani, Hukum Perikatan Syariah di Indonesia (Jakarta : Sinar Grafika, 2013), hal. 200

(22)

dengan pembagian menggunakan metode untung dan rugi (profit dan loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing) antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya18.

Perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.

F. Metode Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di wilayah Kotamadya Tanjungbalai yaitu pada PT. Bank Muamalat Indonesia tbk, Cabang Tanjungbalai.

2. Spesifikasi Penelitian

a. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis.

b. Sifat Penelitian

Sifat penelitian ini adalah desktiptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang menggambarkan serta menginterprestasi suatu objek sesuai dengan kenyataan yang ada.

18

(23)

Universitas Sumatera Utara c. Metode Pendekatan

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Metode pendekatan yuridis normatif dipergunakan untuk mengkaji peraturan perundang-undangan pada perbankan syariah, sedangkan metode pendekatan yuridis empiris dipergunakan untuk tinjauan langsung ke lapangan penelitian yaitu PT. Bank Muamalat Indonesia tbk, Cabang Tanjungbalai.

3. Sumber Data

Sumber data penelitian ini didapatkan melalui pengumpulan referensi yang berkaitan dengan objek atau materi yang berbentuk data sekunder. Data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan guna mendapatkan landasan teoritis terhadap perbandingan giro wadi’ah dan giro mudharabah dalam perbankan syariah. Disamping itu tidak menutup kemungkinan diperoleh bahan hukum lain, dimana pengumpulan bahan hukumnya dilakukan dengan cara membaca, mempelajari, serta menelaah data yang terdapat dalam buku, literatur, tulisan-tulisan ilmiah, dokumen-dokumen hukum dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan objek penelitian. Bahan-bahan hukum tersebut berupa:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat terdiri atas: 1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998;

2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah; 3) Peraturan lain yang berkaitan dengan perbankan syariah.

(24)

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer antara lain buku, tulisan ilmiah, hasil penelitian ilmiah, laporan makalah lain yang bersangkutan dengan materi penelitian;

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang terdiri atas :

1) Kamus Hukum ;

2) Kamus Umum Bahasa Indonesia 4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah Studi Kepustakaan. Studi Kepustakaan (Library Research), yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara pencatatan hasil studi dokumen berdasarkan penelusuran kepustakaan. Selain itu dilakukan juga wawancara dengan informan, yaitu officer PT. Bank Muamalat Indonesia tbk, Cabang Tanjungbalai.

5. Analisis Data

(25)

Universitas Sumatera Utara lebih khusus19. Melalui metode deduktif, data dijadikan pedoman dan dilihat pelaksanannya dan prakteknya.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam skripsi ini disusun atas 5 (lima) bab yang masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab. Adapun sistematika penulisan tersebut disusun sebagai berikut :

1. BAB I PENDAHULUAN, yang terdiri dari sub bab antara lain latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, serta sistematika penulisan.

2. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERBANKAN SYARIAH, yang terdiri dari sub bab antara lain perbankan syariah di Indonesia dan produk perbankan syariah.

3. BAB III PRINSIP SYARIAH PADA PRODUK GIRO DI PERBANKAN SYARIAH, yang terdiri dari sub bab antara lain tinjauan umum tentang giro dan giro dalam perbankan syariah.

4. BAB IV PERBANDINGAN GIRO WADI’AH DAN GIRO MUDHARABAH PADA PT. BANK MUAMALAT INDONESIA TBK, CABANG TANJUNGBALAI, yang terdiri dari sub bab antara lain pengaturan giro wadi’ah dan giro mudaharabah dalam hukum perbankan Indonesia, dan perbandingan giro wadi’ah dan giro mudharabah.

19

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003), hal.11

(26)
(27)

16

TINJAUAN UMUM TENTANG PERBANKAN SYARIAH

A.Perbankan Syariah di Indonesia

Undang-Undang Perbankan Indonesia, yakni Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 telah memberikan pengakuan terhadap keberadaan prinsip syariah dalam dunia perbankan Indonesia dengan membedakan bank berdasarkan kegiatan usahanya menjadi dua, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki beragam suku bangsa, bahasa dan agama dengan jumlah penduduk 240 juta. Meskipun bukan negara Islam, Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia dengan jumlah penduduk beragama Islam sebanyak 88 Persen, Kristen 5 persen, Katolik 3 persen, Hindu 2 persen, Budha 1 persen, dan lainnya 1 persen39. Semakin majunya sistem keuangan dan perbankan serta semakin meningkatnya kesejahteraan, kebutuhan masyarakat, khususnya muslim menyebabkan semakin besarnya kebutuhan terhadap layanan jasa perbankan yang sesuai dengan prinsip syariah. Atas dasar dorongan kebutuhan masyarakat terhadap layanan jasa perbankan syariah, bank syariah pertama berdiri pada tahun 1992 di Indonesia. Semenjak itu, pemerintah Indonesia mulai memperkenalkan dual banking system.

39

Ascarya. Op. Cit,. Hal. 203

(28)

1. Sejarah Perbankan Syariah

Sejak eksperimen pertama pendirian bank Islam oleh Mit Ghamr pada tahun 1960-an, bank syariah mulai banyak berdiri dan keberadaannya didukung oleh kekayaan minyak dikawasan Teluk. Perkembangan bank syariah mulai meningkat tajam setelah awal berdirinya pada tahun 1960. Dari hanya satu bank pada awal tahun 1970-an, meningkat menjadi sembilan pada tahun 1980. Diantaranya adalah Bank Sosial Naseer (1971), Bank Islam Faisal Mesir (1977), Bank Islam Faisal Sudan (1977), Lembaga Keuangan Kuwait (1977), Bank Islam Bahrain (1979) dan Bank Islam Internasional dalam Investasi dan Pembangunan (1980). Antara tahun 1981-1985 , sekitar 24 bank syariah dan lembaga keuangan lainnya telah didirikan di Qatar, Sudan, Bahrain, Malaysia, Bangladesh, Senegal, Guinea, Denmark, Selandia Baru, Turki, Inggris, Yordania, Tunisia, dan Mauritania. Kebanyakan bank-bank Islam maupun lembaga keuangan berdiri hampir di seluruh negara muslim. Di samping itu, di negara-negara non muslim yang jumlah umat Islamnya minoritas, seperti Amerika Serikat atau Australia, mereka berusaha mendirikan lembaga keuangan Islam40

Rintisan praktek perbankan syariah di Indonesia dimulai pada awal periode 1980-an, melalui diskusi-diskusi bertemakan bank Islam sebagai pilar ekonomi Islam. Sebagai uji coba, gagasan perbankan syariah dipraktekkan dalam skala yang relatif terbatas di antaranya di Bandung dan di Jakarta. Sebagai gambaran, M Dawam Rahardjo dalam tulisannya pernah mengajukan rekomendasi bank syariah Islam sebagai konsep alternatif untuk menghindari

40

(29)

Universitas Sumatera Utara larangan riba, sekaligus berusaha menjawab tantangan bagi kebutuhan pembiayaan guna pengembangan usaha dan ekonomi masyarakat. Jalan keluarnya secara sepintas disebutkan dengan transaksi pembiayaan berdasarkan tiga modus, yakni mudharabah, musyarakah dan murabahah.

Prakarsa lebih khusus mengenai pendirian bank syariah di Indonesia baru dilakukan tahun 1990. Pada tanggal 18 – 20 Agustus tahun tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyelenggarakan lokakarya bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasilnya lokakarya tersebut kemudian dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI di Jakarta 22 – 25 Agustus 1990, yang menghasilkan amanat bagi pembentukan kelompok kerja pendirian bank syariah di Indonesia. Kelompok kerja dimaksud disebut Tim Perbankan MUI dengan diberi tugas untuk melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak yang terkait.

Sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut adalah berdirinya PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI), yang sesuai akte pendiriannya, berdiri pada tanggal 1 November 1991. Sejak tanggal 1 Mei 1992, BMI resmi beroperasi dengan modal awal sebesar Rp. 106.126.382.000,- . Sampai bulan September 1999, BMI telah memiliki lebih dari 45 outlet yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Kelahiran bank syariah di Indonesia realtif lambat dibandingkan dengan negara-negara lain sesama anggota OKI41. Hal tersebut merupakan ironi, mengingat pemerintah Indonesia yang diwakili Menteri Keuangan Ali Wardana, dalam beberapa kali sidang OKI cukup aktif memperjuangkan realisasi konsep

41

OKI adalah singkatan dari Organisasi Kerjasama Islam (Organization of the Islamic Cooperation)

(30)

bank syariah, namun tidak diimplementasikan di dalam negeri. KH Hasan Basri, yang pada waktu itu sebagai ketua MUI memberikan jawaban bahwa kondisi keterlambatan pendirian bank syariah di Indonesia karena political will belum mendukung.

Bank Muamalat Indonesia lahir sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI. Pada saat penandatanganan akte pendirian ini terkumpul komitmen pembelian saham sebanyak 84 miliar. Pada awal pendirian Bank Muamalat di Indonesia, keberaaan bank syariah ini belum mendapat perhatian yang optimal dalam tatanan industri perbankan nasional. Landasan hukum operasi bank yang menggunakan sistem syariah ini hanya di kategorikan sebagai “bank dengan sistem bagi hasil”

tidak terdapat rincian landasan hukum syariah serta jenis-jenis usaha yang diperbolehkan. Hal ini sangat jelas tercermin dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dimana pembahasan perbankan dengan sistem bagi hasil diuraikan hanya sepintas lalu dan merupakan “sisipan belaka”42

.

Selanjutnya sampai diundangkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Bank Muamalat Indonesia merupakan satu-satunya bank umum yang mendasarkan kegiatan usahanya atas syariat Islam di Indonesia. Baru setelah itu berdiri beberapa bank syariah lain, yakni Bank IFI membuka cabang syariah pada tanggal 28 Juni 1999, Bank Syariah Mandiri yang merupakan konversi dari Bank Susila Bakti (BSB) anak perusahaan Bank Mandiri serta pendirian lima cabang baru berupa cabang syariah dari PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Per

42

(31)

Universitas Sumatera Utara bulan Februari 2000, tercatat di Bank Indonesia bank-bank yang sudah mengajukan permohonan membuka cabang syariah , yakni Bank Niaga, Bank BTN, Bank Mega, Bank BRI, Bank Bukopin, BPD Jabar dan BPD Aceh.

Perkembangan bank syariah di Indoensia kini telah menjadi tolak ukur keberhasilan eksistensi ekonomi syariah. Bank muamalat sebagai bank syariah pertama dan menjadi pioneer bagi bank syariah lainnya telah lebih dahulu menerapkan sistem ini ditengah menjamurnya bank-bank konvensional. Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998 telah menenggelamkan bank-bank konvensional dan banyak dilikuidasi karena kegagalan sistem bunganya, sementara perbankan yang menerapkan sistem syariah dapat tetap eksis dan mampu bertahan, hal ini dapat dibuktikan dari keberhasilan bank muamalat melewati krisis tersebut dengan menunjukkan kinerja yang semakin meningkat dengan tidak menerima sepersen pun bantuan dari pemerintah dan pada krisis keuangan pada tahun 2008, bank muamalat bahkan mampu memperoleh laba Rp. 300 miliar lebih. Perbankan syariah sebenarnya dapat menggunakan momentum ini untuk menunjukkan bahwa perbankan syariah benar-benar tahan dan kebal krisis dan mampu tumbuh dengan signifikan43.

2. Dasar Hukum Perbankan Syariah di Indonesia

Perbankan yang ada pada awal-awal kemerdekaan sampai dengan adanya deregulasi perbankan pada tahun 1988 merupakan bank yang secara keseluruhan mendasarkan pengelolaannya pada prinsip bunga (interest). Seiring dengan banyaknya tuntutan masyarakat yang menghendaki suatu lembaga keuangan yang

43

Ibid., Hal 105

(32)

bebas dari bunga (riba), maka dibutuhkan rangkaian upaya secara yuridis dan kelembagaan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tesebut. Secara hukum telah terakomodasi dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang secara implisit telah membuka peluang kegiatan usaha perbankan yang memiliki dasar operasional bagi hasil.

Ketentuan dalam Pasal 6 huruf m dan ketentuan dalam Pasal 13 huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 menetapkan sebagai berikut :

“Bank umum dan bank perkreditan rakyat dapat menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah”

Pengaturan bank berdasarkan prinsip bagi hasil dimaksud lebih lanjut diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1992. Namun seiring dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, ketentuan yang termuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1992 dicabut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1999 tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 1992 tentang Bank Umum sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1998, Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 1992 tentang Bank Perkreditan Rakyat, dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1992 tentang Bank berdasarkan Prinsip Bagi Hasil.

(33)

Universitas Sumatera Utara berbeda. Berkaitan dengan usaha bank umum, ketentuan dalam Pasal 6 huruf m Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 menetapkan bahwa:

“Bank umum menyediakan pembiayaan dan/atau melakukan kegiatan lain

berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia”

Demikian pula berkaitan dengan usaha bank perkreditan rakyat, ketentuan dalam Pasal 13 huruf c Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 menetapkan bahwa:

“Bank perkreditan rakyat menyediakan pembiayaan dan penempatan dana

berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia”

Selain itu, eksistensi kehadiran bank berdasarkan prinsip syariah disebutkan pula dalam ketentuan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang menetapkan bahwa:

“Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara

konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”

Kemudian, dalam ketentuan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 yang menetapkan bahwa:

“Bank perkreditan rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”

(34)

Dengan demikian, ketentuan dalam pasal-pasal tersebut merupakan dasar hukum dan eksistensi penyelenggaraan kegiatan usaha yang operasionalnya berdasarkan sistem prinsip syariah, yang secara rinci akan diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia.

Sebagai tindak lanjut dan pengganti pengaturan perbankan syariah tersebut, ditetapkan peraturan pelaksananya oleh Bank Indonesia, yang semula dalam bentuk Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia, kemudian diganti dalam bentuk peraturan Bank Indonesia, yaitu:

a. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/34/Kep/Dir tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah kemudian diganti dan disempurnakan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/35/PBI/2005

b. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/36/Kep/Dir tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan Prinsip Syariah kemudian diganti dan disempurnakan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/17/PBI/2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/25/PBI/2006.

(35)

Universitas Sumatera Utara Prinsip Syariah oleh Bank Umum Konvensional, kemudian diganti dan disempurnakan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomoor 8/3/PBI/2006 tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum konvensional Menjadi Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah dan Pembukaan Kantor Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Umum Konvensional sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/7/PBI/2007.

Semula pengaturan mengenai produk-produk perbankan syariah didasarkan pada Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, yang secara yuridis tidak mempunyai kekuatan mengikat secara umum (terbatas pada orang yang meminta fatwa), maka ada pendapat bahwa fatwa tersebut hendaknya dijadikan sebagai hukum positif dengan jalan memasukkannya ke dalam peraturan perundang-undangan. Mengingat kewenangan pengaturan terhadap bank secara teknis ada pada Bank Indonesia, karenanya ketentuan yang ada dalam fatwa Dewan Syariah Nasional itu tepat juka dimasukkan ke dalam Peraturan Bank Indonesia44.

Agar memiliki kesamaan cara pandang dengan produk-produk perbankan syariah sebagaimana telah difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia tersebut, maka oleh Bank Indonesia ditetapkan ketentuan tentang akad penghimpunan dan penyaluran dana bagi bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah sebagaimana termuat dalam :

44

Abdul Ghofur Anshori, Payung Hukum Per bankan Syariah (UU di Bidang Perbankan, Fatwa DSN-MUI, dan Peraturan Bank Indonesia) (Yogyakarta : UII Press, 2006), Hal. 38

(36)

a Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha berdasarkan Prinsip Syariah.

b Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah.

(37)

Undang-Universitas Sumatera Utara Undang Nomor 10 Tahun 1998 serta aturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia berupa peraturan dan Surat Edaran Bank Indonesia.

Dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 telah diatur jenis usaha ketentuan pelaksanaan syariah, kelayakan usaha, penyaluran dana dan larangan bagi bank syariah ataupun unit usaha syariah yang merupakan bagian dari bank umum konvensional. Sementara itu, untuk memberikan keyakinan pada masyarakat yang masih meragukan kesyariahan operasional perbankan syariah selama ini, diatur pula kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang meliputi kegiatana usaha yang tidak mengandung unsur-unsur riba, maisir, gharar, haram dan zalim, yang pelaksanaannya dilakukan secara menyeluruh (kaffah) dan konsisten (istiqomah). Pengelolaan perbankan syariah juga berpedoman pada prinsip kehati-hatian guna mewujudkan perbankan syariah yang sehat, kuat dan efisien sesuai dengan ketentuan peraturan perunda ng-undangan.

Sebagai undang-undang yang khusus mengatur perbankan syariah, dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 diatur mengenai kepatuhan syariah (syariah compliance) yang kewenangannya berada pada Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang dipresentasikan melalui Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang harus dibentuk pada masing-masing bank syariah dan unit usaha syariah. Dewan Pengawas Syariah dimaksud bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan bank agar sesuai dengan prinsip syariah. Prinsip syariah dimaksud difatwakan oleh MUI yang selanjutnya dituangkan dalam peraturan Bank Indonesia. Dengan demikian eksistensi kelembagaaan Dewan

(38)

Syariah Nasional (DSN) MUI yang selama ini mengeluarkan berbagai fatwa tentang produk dan jasa syariah yang sesuai dengan prinsip syariah, yang kemudian diperlengkapi dengan dan dituangkan dalam peraturan Bank Indonesia45.

3. Fungsi dan Tujuan Perbankan Syariah Indonesia

Bank syariah adalah merupakan bagian integral dari sistem perbankan nasional. Sebagai bagian dari sistem perbankan nasional, fungsi dan tujuan bank syariah tentu saja tidak bisa dilepaskan dari ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang merupakan sumber utama pengaturan kehidupan perbankan di Indonesia. Menurut ketentuan Pasal 3 dan 4 Undang-Undang Perbankan dinyatakan bahwa :

“Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan, pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak”

Ketentuan kedua pasal tersebut menegaskan tentang fungsi dan tujuan yang harus diemban oleh perbankan nasional, termasuk oleh bank syariah sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 dan 4 Ayat (1) Undang-Undang Perbankan, yang merupakan bagian dari integral dari perbankan nasional. Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa sebagai bagian dari perbankan nasional fungsi dan tujuan bank syariah di Indonesia pada dasarnya tidak lain sebagaimana bank konvensional, ia merupakan suatu lembaga perantara keuangan (intermediary

45

(39)

Universitas Sumatera Utara financial institution) yang fungsi utamanya adalah memobilisasi dana dan mendistribusikan kembali dana tersebut dari dan kepada masyarakat, lembaga atau usaha-usaha produktif lainnya. Perbedaannya dengan bank konvensional hanya terletak pada prinsip yang menjadi dasar dalam menjalankan fungsi tersebut, sedangkan bank syariah justru tanpa bunga (interest) dalam menjalankan fungsi tersebut 46.

Dalam menjalankan operasinya bank syariah memiliki empat fungsi sebagai berikut :

a. Sebagai penerima amanah untuk melakukan investasi dana-dana yang dipercayakan oleh pemegang rekening investasi/deposan atas dasar pinrip bagi hasil sesuai dengan kebijakan investasi bank.

b. Sebagai pengelola invetasi atas dana yang dimiliki pemilk dasar shahibul mal sesuai dengan arahan investasi yang dikehendaki oleh pemilik dana; c. Sebagai penyedia jasa lalu lintas pembayaran dan jasa-jasa lainnya

sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; dan d. Sebagai pengelola fungsi sosial.

Dengan demikian juga halnya dengan tujuannya, sebagaimana bank konvensional, bank syariah di Indonesia selain berfungsi sebagaimana lazimnya suatu lembaga keuangan perbankan, juga diarahkan untuk berperan sebagai agen pembangunan (agent of development) yang bertujuan mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan stabillitas

46

Cik Basir. Penyelesaian Sengketa Per bankan Syariah ; Di Pengadilan Agama dan Mahkamah Syariah. (Jakarta : Kencana Prananda Group, 2009), Hal 46

(40)

nasional ke arah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Hal ini sekaligus menegaskan bahwa keberadaan bank syariah di Indonesia bukan hanya ditujukan untuk sekelompok atau segolongan rakyat tertentu, melainkan untuk kepentingan peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat Indonesia secara keseluruhan, tanpa kecuali47.

B. KEGIATAN USAHA DAN PRODUK PERBANKAN SYARIAH

1. Kegiatan Usaha Perbankan Syariah

a. Prinsip Kegiatan Usaha Berdasarkan Syariah

Bank Islam atau bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariah Islam. Jadi, bank Islam atau syariah adalah bank yang pengelolaan dan pengoperasionalannya menggunakan prinsip syariah, prinsip syariat islam atau hukum islam.

Dalam ketentuan Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 telah dirumuskan pengertian prinsip syariah tersebut, yaitu:

“Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain, pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (mudharabah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan

47

(41)

Universitas Sumatera Utara kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtiha)”

Sementara itu, dalam Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah telah dirumuskan pula pengertian prinsip syariah, yaitu:

“Prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan

berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah”

Ketentuan di atas hanya berfokus dalam hal kegiatan penyaluran dana (lending). Akan tetapi, jika ditafsirkan secara sistematis mengenai penghimpunan dana (funding), juga suda diatur didalamnya48. Artinya, baik dalam kegiatan penghimpunan dana maupun penyaluran dana serta pelayanan jasa lainnya bagi bank syariah harus mendasarkan pada aturan perjanjian (tertulis/akad) menurut hukum Islam atau sesuai dengan syariah sebagaimana difatwakan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penerapan fatwa di bidang syariah yaitu DSN MUI. Dahulu dengan mempedomani Fatwa DSN MUI tersebut kemudian disusunlah ketentuan persyaratan minimum akad penghimpunan dan penyaluran dana bagi bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah sebagaimana termuat dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana bagi bank yang Melaksanakan Kegaitan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. Dengan adanya ketentuan akad penghimpunan dan penyaluran dana bank syariah ini diharapkan akan memberikan manfaaat kepada semua pihak yang berkepentingan yang pada

48

Rachmadi Usman, Op.Cit., Hal. 17

(42)

gilirannya akan mewujudkan pengelolaan bank syariah yang sehat. Selain itu, kejelasan akad penghimpunan dana dan penyaluran dana bank syariah akan membantu operasional bank sehingga menjadi lebih efisien dan meningkatkan kepastian hukum para pihak/pelaku dalam industri perbankan syariah, termasuk bagi pengelola bank/pemilik dana/pengguna dana, otoritas pengawas, dan auditor bank syariah.

(43)

Universitas Sumatera Utara Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.

Dalam ketentuan Pasal 2 Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007 ditegaskan bahwa dalam melaksanakan kegiatan penghimpunan dana, penyaluran dana, dan pelayanan jasa, bank syariah wajib memenuhi prinsip syariah. Prinsip syariah yang wajib dipenuhi oleh bank syariah dimaksud bersumber pada fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional. Pemenuhan Prinsip syariah dimaksud di atas dilaksanakan 49:

1) Dengan memenuhi ketentuan pokok hukum Islam, antara lain:

a) Prinsip keadilan (‘adl), yaitu menempatkan sesuatu hanya pada tempatnya, dan memberikan sesuatu hanya pada yang berhak serta memperlakukan sesuatu sesuai porsinya.

b) Prinsip keseimbangan (tawazun), yaitu meliputi keseimbangan aspek material dan spiritual, aspek privat dan publik, sektor keuangan dan sektor riil, bisnis dan sosial, dan keseimbangan aspek pemanfaatan dan kelestarian.

c) Prinsip kemaslahatan (maslahah), yaitu merupakan segala bentuk kebaikan yang berdimensi duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual, individual dan kolektif, serta harus memenuhi tiga unsur, yakni kepatuhan syariah (halal), bermanfaat dan membawa kebaikan (thoyib)

49

Ibid., Hal. 19

(44)

dalam semua aspek secara keseluruhan yang tidak menimbulkan kemudaratan.

d) Prinsip universalisme (alamiyah), yaitu dapat dilakukan oleh, dengan, dan untuk semua pihak yang berkepentingan (stakeholder) tanpa membedakan suku, agama, ras, dan golongan, sesuai dengan semangat kerahmatan semesta (rahmatan lil alamin).

2) Tidak mengandung unsur-unsur :

a) Gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan, kecuali diatur lain dalam syariah.

b) Maysir, yaitu transaksi yang bersifat speklatif (untung-untungan) yang tidak terkait langsung dengan produktivitas di sektor riil.

c) Riba, yaitu pemastian penambahan pendapatan secara tidak sah (bathil), antara lain, dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan (fardhl), atau dalam transaksi pinjam-meminjam yang mempersyaratkan nasabah penerima fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasiah).

d) Dzalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lainnya.

(45)

Universitas Sumatera Utara f) Objek haram, yaitu suatu barang atau jasa yang diharamkan dalam

syariah.

Kemudian, ketentuan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menegaskan bahwa :

“Perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan

prinsip syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian.”

Dari ketentuan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dapat diketahui secara jelas bahwa perbankan syariah dalam melakukan kegiatan usaha diwajibkan berasaskan dan mengimplementasikan prinsip syariah50. Artinya, kegiatan usaha yang dijalankan perbankan syariah dimaksud tidak mengandung unsur-unsur sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, antara lain:

a. riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (batil), antara lain, dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan (fardhl), atau dalam transaksi pinjam-meminjam yang mempersyaratkan nasabah penerima fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasiah);

b. maisir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan;

c. gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan, kecuali diatur lain dalam syariah;

d. haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah; atau

e. zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lainnya.

Mengenai prinsip-prinsip syariah dalam penghimpunan dana, penyaluran dana, dan pelayanan jasa bagi bank syariah, ketentuan dalam Pasal 3 Peraturan

50

Ibid., Hal. 21

(46)

Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007 menetapkan bahwa pemenuhan prinsip syariah sebagaimana dimaksud di atas dilakukan sebagai berikut:

a. dalam kegiatan penghimpunan dana dengan mempergunakan antara lain, akad wadi’ah dan mudharabah;

b. dalam kegaitan penyaluran dana berupa permbiayaan dengan mempergunakan, antara lain, akad mudaharabah, musyarakah, murabahah, salam, istishna’, ijarah, ijarah muntahiyah bittamilk dan qardh; dan

c. dalam kegaitan pelayanan jasa dengan mempergunakan, antara lain, akad kafalah, hawalah, dan sharf.

b. Kegiatan Usaha Bank Syariah

Ketentuan Pasal 6 sampai dengan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 , maka telah dimuat dan dibatasi kegiatan usaha bank, yakni51 :

1) Mengatur kegaitan-kegiatan usaha yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan oleh bank

2) Kegiatan usaha bank tersebut dibedakan antara bank umum dan bank perkreditan rakyat; dan

3) Bank umum dapat mengkhususkan untuk melaksanakan kegiatan usaha tertentu dan memilih jenis usaha yang sesuai dengan keahlian dan bidang usaha yang ingin dikembangkannya. Kegiatan usaha yang dijalankan oleh bank umum lebih luas daripada kegaitan usaha yang dijalankan oleh bank perkreditan rakyat. bagi bank yang menjalankan kegiatan usahanya

51

(47)

Universitas Sumatera Utara berdasarkan prinsip syariah, wajib menerapkan prinsip syariah dalam melakukan kegaiatan usahanya52.

Sebelum adanya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, kegiatan usaha bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia. Pengaturan yang sama sebelumnya dijumpai dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/34/Kep/Dir tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah kemudian diganti dan disempurnakan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/35/PBI/2005.

Ketentuan dalam Pasal 36 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/24/PBI 2004 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/35/PBI/2005 menentukan bahwa bank umum syariah wajib menerapkan prinsip syariah dan prinsip kehati-hatian dalam melakukan kegaitan usahanya, yang meliputi :

a. Melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan investasi, antara lain:

b. Melakukan penyaluran dana melalui:

c. Melakukan pemberian jasa pelayanan perbankan berdasarkan akad, antara lain:

d. Membeli, menjual, dan/atau menjamin atas resiko sendiri surat-surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata (underlying transaction) berdasarkan prinsip syariah;

e. Membeli surat-surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh pemerintah dan/atau Bank Indonesia;

f. Menerbitkan surat berharga berdasarkan prinsip syariah;

52

Loc. Cit.

(48)

g. Memindahkan uang untuk kepentingan sendiri dan/atau nasabah berdasarkan prinsip syariah;

h. Menerima pembayaran tagihan atas surat berharga yang diterbitkan dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga berdasarkan prinsip syariah;

i. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat-surat berharga berdasarkan prinsip wadiah yad amanah;

j. Melakukan kegiatan penitipan termasuk penatausahaannya untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak dengan prinsip wakalah; k. Memberikan fasilitas letter of credit berdasarkan prinsip syariah;

l. Memberikan fasilitas bergaransi berdasarkan prinsip syariah;

m. Melakukan kegaitan usaha kartu debet, charge card berdasarkan prinsip syariah;

n. Melakukan kegiatan wali amanat berdasarkan akad wakalah;

o. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan Bank Umum Syariah sepanjang disetujui oleh Bank Indonesia dan mendapatkan fatwa Dewan Syariah Nasional;

Selanjutnya, ketentuan dalam Pasal 37 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/24/PBI/2004 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/35/PBI/2005 menetapkan bahwa:

a. Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud di atas, bank umum syariah dapat pula:

1) Melakukan kegiatan dalam valuta asing berdasarkan akad sharf;

2) Melakukan kegaitan penyertaan modal pada bank umum syariah atau perusahaan lain di bidang keuangan berdasarkan prinsip syaraiah, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asauransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan;

3) Melakukan kegaitan penyertaan modal sementara berdasarkan prinsip syariah untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya dengan ketentuan sebagaimana ditetapkan oleh Bank Indonesia; dan

4) Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan dalam perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.

(49)

Universitas Sumatera Utara Sementara itu, juga untuk kegiatan usaha bank perkreditan rakyat syariah (BPRS) pengaturannya lebih lanjut oleh Bank Indonesia. Pengaturan sebelumnya dapat dijumpai dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/36/Kep/Dir tanggal 12 Mei 1999, kemudian dicabut, diganti dan disempurnakan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/17/PBI/2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/25/PBI/2006.

Jika dibandingkan dengan kegiatan usaha bank umum syariah, dapat dikatakan kalau kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Umum Perkreditan Syariah jauh lebih sempit dan terbatas. Bank Umum Perkreditan Syariah dilarang untuk melakukan kegiatan usaha menerima dana simpanan masyarakat dalam bentuk giro berdasarkan prinsip wadi’ah, tidak seperti bank umum syariah. Larangan ini sejalan dengan ketentuan yang termuat dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 bahwa bank perkreditan rakyat dalam kegaitan usahanya tidak termasuk memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran kegiatan usaha mana yang hanya dijalankan oleh bank umum.

Dari ketentuan yang mengatur kegiatan usaha perbankan syariah sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/24/PBI/2004 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/35/PBI/2005 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/17/PBI/2004 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8//25/PBI/2006, diketahui bahwa pada prinsipnya kegiatan usaha perbankan , termasuk dalam hal ini

(50)

kegiatan usaha bagi bank syariah meliputi kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan atau bentuk lainnya berdasarkan prinsip syariah, kegiatan penyaluran dana ke masyarakat dalam bentuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dan kegiatan pelayanan jasa bank berdasarkan prinsip syariah.

Sebagai undang-undang yang khusus mengatur perbankan syariah, dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 diatur pula secara limitatif mengenai produk dan jasa perbankan syariah yang merupakan kegiatan usaha perbankan syaraiah. Kegiatan usaha perbankan syariah di sini dilaksanakan oleh 53:

a. Bank syariah, yaitu bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah. Menurut jenisnya, bank syariah terdiri atas: 1) Bank umum syariah, yaitu bank syariah yang dalam kegiatannya

memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

2) Bank pembiayaan rakyat syariah, yaitu bank syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. b. Unit Usaha Syariah (UUS), yaitu unit kerja dari kantor pusat bank umum

konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah atau unit kerja di kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah.

53

(51)

Universitas Sumatera Utara Di samping menjalankan fungsi bisnis, perbankan syariah ternyata dimungkinkan juga untuk menjalankan fungsi sosial. Fungsi perbankan syariah ditegaskan dalam ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang menyatakan bahwa :

(1) Bank Syariah dan UUS wajib menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat.

(2) Bank Syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat.

(3) Bank Syariah dan UUS dapat menghimpun dana

Gambar

Tabel 1 Produk Pendanaan dan Akad yang digunakan  Qardh Mudharabah
Tabel 2 Produk Jasa Perbankan dan Akad yang digunakan Produk Jenis Jasa
Table 3 : Tiering Saldo Giro Muamalat Ultima iB

Referensi

Dokumen terkait

- Memberikan informasi kepada apotek mengenai interaksi obat pada peresepan penyakit kulit dan kelamin yang diberikan kepada pasien di Apotek Kimia Farma “X”

Salah satu parameter yang dijadikan sebagai penilaian mutu terhadap minyak adalah sifat fisik dari minyak.. Sifat fisik yang paling sering

Kedua hasil tersebut nampak berbanding lurus dengan penelitian yang dilakukan dimana, anggaran berbasis kinerja berpengaruh secara positif dan simultan terhadap

faktor yang mempengaruhi sikap makan pada remaja secara langsung adalah faktor individu dan faktor lingkungan. Asupan gizi seimbang dapat diperoleh dari makanan yang

Percobaan Lapangan ( field experiment ): riset yang dilakukan untuk menentapkan hubungan sebab-akibat (cause and effect relationship) dimana ada keterlibatan peneliti,

In Q1 ‘15, DSN produced 274 thousand tons FFB from nucleus estates, with an additional 25 thousand tons from plasma operations.. In aggregate, FFB processed fell by 6% to 351

Skala interval igunakan ketika repson dari berbagai butir yang mengukur variabel dapat dibagi menjadi beberapa skala, misalnya 5 skala atau 7 skala. K A R S A M S U N A R Y

The development of the Global Map Version 1 was terminated in 2008 with the release of the Global Map Version 1 datasets of more than 70 countries/regions, the Global