• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Perbandingan Kandungan C, N, C/N, P, Dan K Di Dalam Kompos Kembang Bulan (Tithoni diversifolia Dan Daun Nippon (Euphatorium odoratum L.) Dengan Variasi Waktu Pengomposan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Perbandingan Kandungan C, N, C/N, P, Dan K Di Dalam Kompos Kembang Bulan (Tithoni diversifolia Dan Daun Nippon (Euphatorium odoratum L.) Dengan Variasi Waktu Pengomposan"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PERBANDINGAN KANDUNGAN C, N, C/N, P, DAN K DI DALAM KOMPOS KEMBANG BULAN (Tithonia diversifolia) DAN DAUN NIPPON (Euphatorium odoratum L.) DENGAN VARIASI

WAKTU PENGOMPOSAN

SKRIPSI

AMOS P. SIANTURI 050802010

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PERSETUJUAN

Kategori : SKRIPSI

Judul : STUDI PERBANDINGAN KANDUNGAN C, N, C/N, P, DAN K DI DALAM KOMPOS KEMBANG BULAN (Tithoni diversifolia DAN DAUN NIPPON (Euphatorium odoratum L.) DENGAN VARIASI WAKTU PENGOMPOSAN.

Nama : AMOS PETRUS SIANTURI

NIM : 050802010

Program Studi : SARJANA ( S1 ) KIMIA

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

(FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui,

Medan, Juli 2011

Komisi Pembimbing :

Dosen Pembimbing II Dosen Pembimbing I

Drs. Firman Sebayang, MS Jamahir Gultom, PhD

NIP. 195607261985031001 NIP. 195209251977031001

Diketahui / Disetujui oleh Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

(3)

PERNYATAAN

STUDI PERBANDINGAN KANDUNGAN C, N, C/N, P, DAN K DI DALAM KOMPOS KEMBANG BULAN ( Tithoni diversifolia) DAN DAUN NIPPON (Euphatoriumodoratum L.) DENGAN VARIASI WAKTU PENGOMPOSAN

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa

kutipan dan ringkasan yang masing- masing disebutkan sumbernya.

Medan , juli 2011

AMOS P. SIANTURI

(4)

PENGHARGAAN

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, berkat kasih karunia-Nya dalam bimbingannya setiap saat. Dalam masa-masa tersulit maupun masa-masa gembira Tuhan tetap teguhkan hati ini hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi ini.

(5)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang studi perband ingan kandungan C, N, C/N, P, dan K di dalam kompos Kembang Bulan (tithoni diversifolia) dan Daun Nippon (euphatorium odoratum L.) dengan variasi waktu pengomposan. Pengambilan sampel dilakukan secara acak dari Kabupaten Karo, Kabupaten Dairi, dan, Kabupaten Humbang Hasudungan, dirajang lalu dicampur dengan perbandingan berat yang sama. Sampel terlebih dahulu dikeringkan sebelum proses pengomposan dengan penambahan kotoran babi dan dedak serta menggunakan EM4 sebagai starter dengan interval waktu pengomposan 0, 3, 6, 9, 12, dan 15 hari. Penentuan C - organik dilakukan dengan metode Walkey Black, N itrogen (N) Total dengan metode Kjehldahl, Posfor (P) sebagai P-Total dengan menggunakan metode Spektrofotometri, dan Kalium dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Prosedur yang sama dilakukan terhadap kedua sampel Kembang Bulan dan Daun N ippon sebelum dan sesudah pengomposan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pengomposan yang optimum yaitu hari ke-15 diperoleh C/N Kembang Bulan 10,08 dan Daun Nippon sebesar 10,48 yang telah mendekati C/N yang baik yaitu 10 – 20. Untuk Kembang Bulan C – organik diperoleh sebesar 25,50 %, nitrogen - total 2,53 %, C/N sebesar 10,08, posfor-total sebagai P2O5 sebesar 0,7688 % dan K sebagai K2O sebesar 4,169 %. Sedangkan untuk Daun Nippon kadar C – organik diperoleh sebesar 25,01 %, nitrogen-total 2,39 %, posfor-total sebagai P2O5 sebesar 0,7377 % dan K sebagai K2O sebesar 3,372 %. Dapat disimpulkan bahwa Kembang Bulan (tithoni

(6)

ABSTRACT

(7)

DAFTAR ISI

1.3. Pembatasan Masalah 3

1.4. Tujuan Penelitian 3

1.5. Manfaat Penelitian 3

1.6. Lokasi Penelitian 3

1.7. Metode Penelitian 4

Bab 2. TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1. Tumbuhan Kembang Bulan 5

2.2. Tumbuhan Daun Nippon 5

2.3. Kompos 6

2.3.1. Syarat Pembuatan Kompos 7

2.3.2. Parameter yang Dapat Diamati Sebagai Petunjuk

Sempurnanya Proses Pengomposan 7

2.3.3. Proses Pengomposan 7

2.4. EM4 Sebagai Bakteri 8

2.5. Meningkatkan Kesuburan Tanah 10

2.6. Pupuk Kandang 12 2.12. Keunggulan Penggunaan Pupuk Organik Dibanding dengan

Pupuk Anorganik 17

2.13. Penentuan Kadar C – Organik 17

2.14. Penentuan Nitrogen dengan Metode Kjehdahl 18 2.15. Penentuan Posfat19

(8)

Serapan Atom (SSA) 19 2.16.1. Instrumentasi Spektrofotometer Serapan Atom 20 2.16.2. Keuntungan Spektrofotometer Serapan Atom 21

Bab 3. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN 22

3.1. Alat – alat 22

3.2. Bahan 23

3.3. Prosedur Penelitian 24

3.3.1. Penyediaan Sampel Kembang Bulan 24

3.3.2. Penyediaan Sampel Daun Nippon 24

3.3.8. Pembuatan Pereaksi dan Larutan Standar 25 3.3.8.1. Pembuatan Pereaksi dan Larutan Standar untuk 25

3.3.8.4. Pembuatan Pereaksi Untuk Penentuan Kalium

dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) 29 3.3.9. Penentuan P dengan Metode spektrofometri 30

3.3.9.1. Preparasi Sampel 30

3.3.9.2. Pembuatan Kurva Kalibrasi untuk P 30 3.3.9.3. Penentuan Kadar Posfor pada Sampel 30 3.3.10. Penentuan kadar C –Organik dengan metode Walkey Black 30 3.3.11. Penentuan Nitrogen Total Metode Kjehldahl 31 3.3.12. Pembuatan Kurva Kalibrasi untuk K 31 3.3.13. Penentuan Kalium Dengan Spektrofotometer Serapan

Atom (SSA) 32

3.4. Bagan Penelitian 33

3.4.1. Pembuatan Kompos 33

3.4.1.1. Kompos Tumbuhan kembang Bulan 33

3.4.2. Pembuatan C – Organik 34

3.4.3. Penentuan Posfor dengan Metode Spektrofotometri 35

3.4.3.1. Pengekstrakan Kembang Bulan 35

3.4.3.2. Pengukuran absorbansi dari Larutan Standar P untuk Kurva Kalibrasi Untuk Larutan standar P 2 ppm 35 3.4.3.3. Pengukuran Absorbansi P didalam Ekstrak

Kembang Bulan 36

3.4.4. Penentuan Nitrogen – Total didalam Serbuk/Kompos

Kembang Bulan ( Metode Kjehldahl ) 37

(9)

untuk K urva Kalibrasi untuk Larutan standar K 0,5 ppm 38 3.4.6. Penentuan Kalium dengan Metode Spektrofotometer

Serapan Atom ( SSA ) 39

Bab 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 40

4.1. Hasil dan Pengolahan Data 40

4.1.1. Hasil Penenlitian40

4.1.2. Penentuan C – Organik (%) 47

4.1.3. Penentuan Nitrogen – Total (%) 49

4.1.4. Penentuan Rasio C/N50

4.1.5. Penentuan Posfor sebagai P- Total 51

4.1.5.1. Penurunan Persamaan Garis Regresi 51 4.1.5.2. Perhitungan Koefisien Korelasi 52

4.1.5.3. Perhitungan Standar Deviasi 53

4.1.5.4. Penentuan Batas Deteksi 53

4.1.5.5. Penentuan P – Total (%) sampel 54

4.1.6. Penentuan Kalium (K) Sampel 56

4.1.6.1. Penurunan Persamaan Garis Regresi 56 4.1.6.2. Perhitungan koefisien Korelasi 57

4.1.6.3. Penentuan Batas Deteksi 57

4.1.6.4. Penentuan Kandungan K pada Sampel 58

4.2. Pembahasan 59

Bab 5. KESIMPULAN DAN SARAN 66

5.1. Kesimpulan 66

5.2. Saran 66

DAFTAR PUSTAKA 67

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Komposisi kimia kompos 11

Tabel 4.1. Data Titrasi pada penentuan C- Organik didalam Bahan dan Kompos

Kembang Bulan dengan Metode Walkey Black 40

Tabel 4.2. Data Titrasi pada penentuan C- Organik didalam Bahan dan Kompos

Daun Nippon dengan Metode Walkey Black 41

Table 4.3. Data Titrasi pada Penentuan Nitrogen didalam Bahan dan kompos

Kembang Bulan dengan Metode Kjehldahl 42

Tabel 4.4. Data Titrasi pada Penentuan Nitrogen didalam Bahan dan kompos

Daun Nippon dengan Metode Kjehldahl 43

Tabel 4.5. Data Absorbansi pada Penentuan Posfor didalam Bahan dan Kompos Kembang Bulan dengan Metode Spektrofotometri (maks = 710 nm) 44 Tabel 4.6. Data Absorbansi pada Penentuan Posfor didalam Bahan dan Kompos

Daun Nippon dengan Metode Spektrofotometri ( maks = 710 nm) 45 Tabel 4.7. Data Absorbansi pada Penentuan Kalium didalam Bahan dan Kompos

Kembang Bulan dengan Spektrofotometer Serapan Atom

(= 766,5 nm) 46

Tabel 4.8. Data Absorbansi pada Penentuan Kalium didalam Bahan dan Kompos Daun Nippon dengan Spektrofotometer Serapan Atom

( = 766,5 nm) 47

Tabel 4.9. Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Least Square

pada Penentuan posfor 51

Tabel 4.10. Nilai Y baru dari nilai kosentrasi larutan standar (Xi) 53 Tabel 4.11. Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Least Square

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.7. Sistematis alat ringkas dari SSA 20

Gambar 4.2.1. Kurva Perubahan C-Organik terhadap waktu pengomposan Kembang Bulan 60 Gambar 4.2.2. Kurva Perubahan C-Organik terhadap waktu pengomposan Daun

Nippon 61

Gambar 4.2.3. Kurva Perubahan Nitrogen terhadap Waktu Pengomposan

Kembang Bulan 62

Gambar 4.2.4. Kurva Perubahan Nitrogen terhadap Waktu Pengomposan

Daun Nippon 62

Gambar 4.2.5. Kurva Perubahan P terhadap waktu pengomposan Kembang

Bulan 63 Gambar 4.2.2. Kurva Perubahan P terhadap waktu pengomposan Daun Nippon 63 Gambar 4.2.3. Kurva Perubahan K terhadap Waktu Pengomposan Kembang

Bulan 64

Gambar 4.2.4. Kurva Perubahan K terhadap Waktu Pengomposan Daun Nippon 64 Gambar 4.2.3. Kurva Perubahan C/N terhadap Waktu Pengomposan Kembang

Bulan 64

Gambar 4.2.4. Kurva Perubahan C/N terhadap Waktu Pengomposan Daun

(12)

DAFTAR LAMPIRAN TABEL

Halaman

Lampiran 1. Tabel Data Penentuan C – Organik didalam Bahan dan Kompos

Kembang Bulan dan Daun Nippon dengan Metode Walkey Black 70 Lampiran 2. Tabel Data Penentuan Kandungan Nitrogen didalam Bahan dan

Kompos Kembang Bulan dan Daun Nippon dengan Metode

Kjehldahl 71

Lampiran 3. Tabel Data Rasio C/N didalam Bahan pada Kompos Kembang Bulan

Dan Daun Nippon 72

Lampiran 4. Tabel Data Penentuan Posfor (P) didalam Bahan pada Kompos

Kembang dan Daun Nippon dengan Metode Spektrofotometri 73 Lampiran 5. Data Penentuan Kalium (K) didalam Bahan pada Kompos Kembang

Bulan dan Daun Nippon dengan Spektrofotometer Serapan Atom 74 Lampiran 6. Tabel 11. Data Kandungan C, N, P sebagai P2O5, K sebagai K2O dan

C/N kompos Kembang Bulan dan Daun Nippon setelah

Pengomposan 15 Hari 75

Lampiran 7. Data Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dari Larutan

Standar P 0,2 mg/L 75

(13)

DAFTAR LAMPIRAN GAMBAR

Halaman

Lampiran 11. Gambar Kurva Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Larutan

Standar P 0,2 mg/L 78

Lampiran 12. Gambar Kurva Kalibrasi Larutan Standar Posfor (P) 78 Lampiran 13. Gambar Kurva Kalibrasi Larutan Standar Kalium (K) 79 Lampiran 14. Gambar Kompos Kembang Bulan Pada hari ke-15 dalam Tahap

Pengeringan 79

Lampiran 15. Gambar Kompos Daun Nippon Pada hari ke-15 dalam Tahap

Pengeringan 80

Lampiran 16. Gambar Tumbuhan Kembang Bulan 80

(14)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang studi perband ingan kandungan C, N, C/N, P, dan K di dalam kompos Kembang Bulan (tithoni diversifolia) dan Daun Nippon (euphatorium odoratum L.) dengan variasi waktu pengomposan. Pengambilan sampel dilakukan secara acak dari Kabupaten Karo, Kabupaten Dairi, dan, Kabupaten Humbang Hasudungan, dirajang lalu dicampur dengan perbandingan berat yang sama. Sampel terlebih dahulu dikeringkan sebelum proses pengomposan dengan penambahan kotoran babi dan dedak serta menggunakan EM4 sebagai starter dengan interval waktu pengomposan 0, 3, 6, 9, 12, dan 15 hari. Penentuan C - organik dilakukan dengan metode Walkey Black, N itrogen (N) Total dengan metode Kjehldahl, Posfor (P) sebagai P-Total dengan menggunakan metode Spektrofotometri, dan Kalium dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Prosedur yang sama dilakukan terhadap kedua sampel Kembang Bulan dan Daun N ippon sebelum dan sesudah pengomposan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pengomposan yang optimum yaitu hari ke-15 diperoleh C/N Kembang Bulan 10,08 dan Daun Nippon sebesar 10,48 yang telah mendekati C/N yang baik yaitu 10 – 20. Untuk Kembang Bulan C – organik diperoleh sebesar 25,50 %, nitrogen - total 2,53 %, C/N sebesar 10,08, posfor-total sebagai P2O5 sebesar 0,7688 % dan K sebagai K2O sebesar 4,169 %. Sedangkan untuk Daun Nippon kadar C – organik diperoleh sebesar 25,01 %, nitrogen-total 2,39 %, posfor-total sebagai P2O5 sebesar 0,7377 % dan K sebagai K2O sebesar 3,372 %. Dapat disimpulkan bahwa Kembang Bulan (tithoni

(15)

ABSTRACT

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peningkatan populasi manusia menyebabkan permintaan pangan selalu

bertambah. Disamping itu, kompleksnya kebutuhan dan peningkatan pola hidup

masyarakat memacu perkembangan berbagai industri, termasuk pertanian. Salah

satu perkembangan industri bidang pertanian adalah pabrik pembuatan pupuk,

dimana pupuk digunakan untuk kebutuhan nutrisi pada tanaman untuk

meningkatkan hasil panen bagi masyarakat (Willyan Djaja, 2008).

Dahulu para petani menggunakan pupuk kandang/organik untuk

mengatasi kondisi tanah yang tidak subur. Namun, setelah diperkenalkan pupuk

kimia, para petani berubah haluan meninggalkan pupuk organiknya, berganti

menggunakan pupuk kimia. Dalam kurun waktu tertentu, hasil panen yang lebih

banyak memang dapat dirasakan dan meningkat cukup tajam. Pemberian pupuk

kimia secara berlebihan jelas kurang bijaksana karena justru akan memperburuk

kondisi fisik tanah. Tanpa diimbangi dengan pemberian humus ataupun kompos,

efisiensi dan efektivitas penyerapan unsur hara oleh tanaman juga tidak akan

optimal. Oleh karena itu, ketersediaan kompos sangat membantu upaya pemulihan

kesuburan tanah (Dipo Yuwono, 2006).

Dewasa ini sebagian besar petani Indonesia ternyata masih cenderung

mengandalkan pupuk anorganik, (Urea, TSP, dan KCl) untuk budidaya tanaman.

Alasan mereka didasarkan pada penggunaannya yang praktis dan hasil panen

yang memuaskan. Dalam kenyataannya, tanah yang sering diberi pupuk

anorganik, lama – kelamaan akan menjadi keras. Keadaan ini akan menyebabkan beberapa kesulitan, diantaranya tanah jadi sukar diolah (mengeras)

dan pertumbuhan tanaman terganggu. Permasalahan tersebut sebenarnya tidak

akan terjadi, jika kita memperlakukan tanah dengan baik. Kesuburan tanah dan

(17)

sebagai pendamping pupuk anorganik, salah satunya kompos. Pemakaian kompos

sangat dianjurkan karena dapat memperbaiki produktivitas tanah, baik secara

fisik, kimia, maupun biologi tanah. Secara fisik, kompos bisa menggemburkan

tanah, memperbaiki aerasi dan drainasi, meningkatkan pengikatan antar partikel

dan kapasitas mengikat air. Secara kimia, kompos dapat meningkatkan kapsitas

tukar kation (KTK), ketersediaan unsur hara, dan ketersediaan asam humat.

Secara biologi, kompos merupakan bahan organik yang menjadi sumber makanan

bagi mikroorganisme tanah. Dengan adanya kompos, fungi, bakteri, serta

mikroorganisme yang menguntungkan akan berkembang secara cepat. Banyaknya

mikroorganisme tanah yang menguntungkan dapat menambah kesuburan tanah.

(Suhut Simamora, 2006).

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sondang Sitorus (Skripsi,

Jurusan Kimia FMIPA USU, 2001) bahwa kadar unsur kalium dari bobot kering

tumbuhan daun Nippon adalah 4,62%, di dalam batang Nippon 3,86% dan untuk

daun kembang bulan adalah 5,43%, dan didalam batang kembang bulan adalah

4,06%. Jadi tumbuhan Daun Nippon dan Kembang Bulan dapat digunakan

sebagai sumber unsur kalium di dalam pemupukan.

Kedua tumbuhan tersebut diatas di daerah Sumatera Utara khususnya

sekitar daerah Kabupaten Karo, Dairi, Simalungun, Samosir, Humbahas dan

beberapa Kabupaten di Tapanuli, tumbuh sangat berlimpah di sepanjang pinggir

jalan bahkan ada yang tumbuh membentuk semak di lahan tidur terutama

dilereng bukit dan gunung. Oleh karena itu, penulis merasa tertarik untuk

melakukan penelitian terhadap kedua tumbuhan di atas untuk melakukan

penelitian dengan menggunakan kedua jenis tumbuhan diatas sebagai bahan baku

kompos dengan harapan memperoleh pupuk kompos yang kaya akan kandungan

(18)

1.2 Permasalahan

- Apakah kandungan C - Organik, Nitrogen, C/N, Posfor, dan Kalium pada

tumbuhan kembang bulan (Thitonia diversifolia) dan tumbuhan Daun Nippon (Euphatorium odoratum L.) sebelum dan sesudah pengomposan dengan penambahan kotoran babi dan dedak mempunyai perbedaan yang signifikan ?

- Berapa lama waktu optimum yang dibutuhkan untuk pengomposan tumbuhan

kembang bulan dan daun Nippon dengan penambahan kotoran babi dan dedak

dengan menggunakan EM4.

- Apakah tumbuhan kembang bulan dan daun Nippon dapat digunakan sebagai

bahan baku pupuk organik berdasarkan kandungan C – Organik, N, C/N, P, dan K ?

1.3 Pembatasan Pe rmasalahan

Penelitian ini dibatasi pada penentuan C- Organik, Nitrogen, C/N, Posfor, dan

Kalium pada tumbuhan kembang bulan (Thitonia diversifolia) dan daun Nippon (Euphatorium odoratum L.) sebelum pengomposan dan sesudah pengomposan dengan penambahan kotoran babi dan dedak dengan menggunakan EM4 sebagai

starter.

1.4 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui kadar C- Organik, Nitrogen, C/N, Posfor, dan Kalium yang

ada pada tumbuhan Kembang Bulan dan Daun Nippon sebelum pengomposan dan

sesudah pengomposan sehingga kemungkinan penggunaannya sebagai bahan

baku pupuk organik dapat diperhitungkan.

1.5Manfaat Penelitian

Hasil penelitan ini diharapkan dapat digunakan oleh masyarakat petani yang

bermukim di daerah Kabupaten Karo, Dairi, Simalungun, Humbahas, Samosir,

dan beberapa Kabupaten di Wilayah Tapanuli untuk memanfaatkan tumbuhan

(19)

Kembang Bulan dan Daun Nippon tidak lagi sebagai tumbuhan yang tak berguna

dan mengganggu terutama di pinggir jalan.

1.6Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian (PUSLIT) dan

Laboratorium Sentral Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

1.7Metode Penelitian

- Penelitian ini bersifat purposif.

- Sampel Kembang Bulan (Tithonia diversifolia) dan Daun Nippon (Euphatorium odoratum L.) diambil secara acak di daerah Kabupaten Karo, Dairi, dan Kabupaten Humbahas kemudian dirajang, dikeringkan, selanjutnya

dicampur dengan perbandingan berat yang sama.

- Pengomposan sampel dilakukan dengan penambahan kotoran babi dan dedak

dengan menggunakan EM4 sebagai starter didalam kontainer PVC tertutup

(masing – masing untuk Kembang Bulan dan Daun Nippon secara terpisah)

- Penentuan C – Organik, N – total, P – total, dan K ditentukan sebelum dan

sesudah pengomposan (interval waktu penentuan parameter – parameter diatas selama pengomposan adalah 3, 6, 9, 12, dan 15 hari).

- Penentuan C - Organik dilakukan dengan menggunakan metode Walkey

Black.

- Penentuan kandungan Nitrogen Total dilakukan dengan metode Kjehldahl.

- Penentuan kandungan Posfor (P) sebagai P-total dilakukan dengan menggunakan

metode Spektrofotometri.

- Penentuan kandungan Kalium (K) dilakukan dengan menggunakan

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tumbuhan kembang bulan

Secara umum tumbuhan kembang bulan mempunyai ketinggian sekitar 1 – 3m, perdu yang tegak, tunas menjalar dalam tanah. Batangnya bulat dengan empelur

putih. Daunnnya bertangkai, berangsur runcing hingga pangkal, bergerigi taju

runcing tajam. Bongkol berdiri sendiri, bertangkai panjang, tangkai mendukung

beberapa daun pelindung. Pembalut bentuk lonceng, dasar bunga bersama bentuk

kerucut lebar, tabung berambut panjang, rapat pendek helaian bentuk lenset,

bergigi 2 – 3, kuning keemasan. Bunga cakram sangat banyak berwarna kuning. Tabung kepala sari coklat tua, cabang tangkai putih dua, melengkung kembali,

kuning dimahkotai dengan alat tambahan kuning, berambut. (Steenis Van,

1988)

Seiring merebaknya gaya hidup kembali ke alam, pupuk organik jadi

populer kembali. Pupuk jenis ini memang memiliki berbagai keunggulan

dibanding dengan kimia, diantaranya dapat mengatur sifat tanah dan dapat

berperan sebagai penyangga persediaan unsur hara bagi tanaman sehingga pupuk

ini dapat mengembalikan kesuburan tanah. Pupuk organik dapat dibuat dari

berbagai bahan organik yang ada di alam, misalnya sampahba tanaman (serasah)

ataupun sisa – sisa tanaman yang telah mati. Sumber bahan organik lainnya adalah hewan ternak, unggas, dan lain sebagainya. Limbah atau kotoran hewan

merupakan bahan organik yang bermanfaat bagi tanah pertanian. Bahan tersebut

diproses dengan cara yang rumit oleh jasad renik dalam tanah dan dirombak

(21)

2.2. Tumbuhan Daun Nippon

Tumbuhan Daun Nippon atau disebut Bandotan adalah sejenis gulma

anggota suku Asteraceae yang berasal dari Amerika tropis, khususnya Brazil.

Dengan masuknya ke Indonesia begitu lama yang dinamakan dengan Babadotan,

dengan klasifikasinya yaitu terna berbau keras, berbatang tegak atau berbaring,

berakar pada bagian yang menyentuh tanah. Batang giling dan berambut panjang,

sering bercabang – cabang dengan satu atau banyak kuntum bunga majemuk yang terletak diujung hingga 120 cm, daun bertangkai 0,5 – 5 cm, terletak berseling atau berhadapan yang berada dibagian bawah. Bunganya berwarna putih , diujung

tangkai yang berambut dengan 2-3 lingkaran daun pembalut yang lonjong seperti

sudip yang meruncing.

Tumbuhan ini menyebar diseluruh wilayah tropika, bahkan hingga subtropika

yang menyebar luas di Indonesia. Babadotan ditemukan sebagai tumbuhan

pengganggu disawah – sawah yang kering, ladang, pekarangan, tepi jalan, dan wilayah bersemak belukar.

Tumbuhan ini merupakan herba menahun, tegak dengan ketinggian 30 – 80 cm dan mempunyai daya adaptasi yang tinggi, sehingga mudah tumbuh dimana –

mana dan sering menjadi gulma yang merugikan para petani. Namun dibalik itu

tumbuhan Daun Nippon ini dapat digunakan sebagai obat, pestisida, dan

herbisida, bahkan untuk pupuk yang dapat meningkatkan hasil produksi tanaman

seperti padi. Hal tersebut diduga bahwa daunnya dapat meningkatkan kandungan

nitrogen dalam tanah yang sangat diperlukan bagi tanaman. Melimpahnya

tanaman ini dapat menjadi sumber pupuk kompos yang baik bagi tanaman,

apalagi semakin mahalnya harga pupuk bagi petani. (Http:// Fharmacy.

Blogspot.com babadotan-conyzoides.html.

2.3. Kompos

Kompos merupakan hasil akhir suatu proses fermentasi tumpukan sampah,

serasah tanaman ataupun bangkai binatang. Ciri – ciri kompos yang baik adalah

berwarna coklat, berstruktur remah, berkonsistensi gembur dan berbau daun

lapuk. Tumpukan bahan mentah (serasah, sisa tanaman, sampah dapur dan lain

(22)

Dengan kata lain terjadi perubahan dari sifat fisik yang baru. Perubahan itu

sebagian besar muncul oleh karena adanya kegiatan jasad renik sehubungan

dengan kebutuhan hidup organisme itu. Apa yang diikat oleh jasad renik demi

mencukupi kebutuhan hidupnya, kelak akan dikembalikan lagi apabila jasad renik

itu mati. Terjadi proses penguraian, pengikatan dan pembebasan berbagai zat atau

unsur hara selama berlangsungnya proses pembentukan kompos. Penjelasan

lengkap mengenai proses yang terjadi adalah sebagai berikut :

a. Hidrat arang (selulosa, hemiselulosa, dan lain - lain) diurai menjadi CO2 dan air

atau CH4 dan H2.

b. Zat putih telur diurai menjadi amida, asam amino, amoniak, CO2 dan air.

c. Berbagai jenis unsur hara, terutama N, disamping P, K dan yang lain sebagai

hasil penguraian, akan terikat dalam tubuh jasad renik. Sebagain yang tidak terikat

akan menjadi persediaan di dalam tanah. Yang terikat dalam tubuh jasad renik

tersebut kelak akan dikembalikan dalam tanah setelah jasad renik itu mati.

d. Ada juga unsur hara dari senyawa organik yang akan terbebas menjadi senyawa

an- organik sehingga menjadi persediaan di dalam tanah bagi keperluan

pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

e. Lemak dan lilin akan terurai menjadi CO2 dan air.

Selama berlangsungnya proses tersebut akan terjadi perubahan berat dan

isi dari bahan – bahan pembuatanya. Terjadi pengurangan berat karena adanya penguapan dan pencucian. Sebagian besar senyawa hidrat arang akan hilang ke

udara selama penguapan.

2.3.1. Syarat Pe mbuatan Kompos

a. Campuran kompos harus homogen agar kadar N dan kecepatan fermentasi

dapat merata dan tetap. Oleh karena itu bahan mentah perlu dipotong – potong hingga menjadi bagian – bagian kecil.

b. Temperatur awal harus tinggi untuk membunuh bakteri pathogen, biji rumput – rumputan, lalat dan telurnya, serta larva hama lain beserta penyakit

(23)

2.3.2. Parameter yang dapat diamati sebagai petunjuk sempurnanya proses pengomposan sebagai berikut :

1. Selama proses pengomposan, dari hari pertama temperatur akan meningkat

secara bertahap. Proses pengomposan dianggap selesai apabila temperatur

kompos turun mendekati temperatur awal. Pengamatan ini dapat dilakukan

setiap hari menggunakan termometer kaca.

2. Pengamatan terhadap penyusutan tumpukan kompos dilakukan pada akhir

pengomposan (untuk bahan lunak) dan setiap minggu (untuk bahan keras).

2.3.3 Proses pengomposan

Campuran bahan bahan yang sudah ditambah bioaktivator difermentasi dengan

cara menutupnya menggunakan terval dan membiarkannya selama 5 – 7 hari.

Pada hari kedua atau ketiga, temperatur bahan kompos akan meningkat menjadi

40 – 60oC. Jika temperatur meningkat, tumpukan bahan tersebut harus dibalik, kemudian ditutup lagi. Tiga hari kemudian temperatur akan turun kembali dan

berangsur – angsur stabil. Jika temperatur sudah stabil, bahan tersebut sudah menjadi kompos dan siap dikemas atau digunakan. (Sofian, 2006)

2.4. EM4 Sebagai Mikroorganisme yang Efektif

Effective Microorganisme 4 (EM4) merupakan kultur campuran dari

mikroorganisme yang menguntungkan, berasal dari alam Indonesia asli,

bermanfaat bagi kesuburan tanah maupun pertumbuhan dan produksi tanaman,

serta ramah lingkungan. Mikroorganisme yang ditambahkan akan membantu

memperbaiki kondisi biologis tanah dan dapat membantu penyerapan unsur hara.

EM4 mengandung mikroorganisme fermentasi dan sintetik yang terdiri dari

bakteri asam laktat (Lactobacillus sp), bakteri fotosintetik (Rhodopseudomonas sp), Actinomycetes sp. Streptomuces sp, dan ragi (yeast).

Efek EM4 bagi tanaman tidak terjadi secara langsung. Hal ini yang

terkadang tidak disadari oleh para pemakai. Penggunaan EM4 akan lebih efisien

bila telah lebih dulu ditambahkan bahan organik yang berupa pupuk organik

(24)

sehingga unsur hara yang terkandung akan cepat terserap dan tersedia bagi

tanaman.

Satu hal yang menjadi pembatas dalam aplikasi EM4 adalah jangka hidup

dan mikroorganisme yang terkandung di dalamnya. Dalam kondisi Norman di

kemasan EM4 dapat disimpan selama 1 tahun.

Dosis semprot EM4 ke tanaman biasanya 3-10 ml/liter air. Selang

pemberian yang baik adalah satu minggu sekali dan bila tanah cukup kaya bahan

organik dapat diberikan dua minggu sekali. Larutan EM4 disiramkan ke daerah

perakaran dan permukaan areal tanam. Penggunaan pupuk organik sangat

dianjurkan guna memperkaya bahan makanan bagi tanaman.

Kandungan komposisi pupuk organik yang terdapat dalam kompos dan

pupuk kandang membentuk orgasol yang mengandung bahan kimia tambahan

untuk meningkatkan konsentrasi unsur kimia dalam pupuk. Komposisinya terdiri

dari N 8%, P 9%, K5,8%, zat organik 31%, dan air 45%. (Marsono Paulus Sigit,

2001)

Sumber bahan organik tanah adalah jaringan tana man baik yang berupa

serasah atau sisa tanaman yang berupa batang, akar daun yang kemudian

dirombak oleh mikroorganisme tanah, atau sisa hewan yang berupa kotoran

maupun bangkai hewan. Secara kimiawi bahan organik tanah tersususn atas

karbohidrat, protein lignin dan sejumlah senyawa kecil seperti lemak, lilin dan

sebagainya, salah satu hasil perombakan bahan organik adalah humus, yang

mempunyai kapasitas pengikatan unsur hara dan air yang sangat tinggi, memiliki

kekhususan koloidal dan mampu mengikat air 80-90% dari berat keringnya,

bandingkan dengan tanah liat yang hanya mampu mengikat air 15-20% saja.

Humus memberi warna tanah menjadi agak kehitaman dan sangat bermanfaat bagi

pertanian karena mempengaruhi struktur tanah.

Bahan organik dalam tanah sangat berhubungan dengan kecepatan

pelapukan tanah. Bahan organik yang mempunyai C/N rasio yang rendah akan

lebih cepat melapuk dibanding bahan organik yang mempunyai C/N rasio yang

tinggi. Untuk cepat lapuk maka perlu penambahan nitrogen tanah yaitu dengan

menambahkan bahan organik yang cepat lapuk. Walaupun demikian peran

(25)

oksigen juga berpengaruh pada aktivitas mikroorganisme dalam penguraian. Ini

berkaitan dengan ketersediaan unsur hara dari bahan organik yang bisa diserap

tanaman. (M, Isnaini, 2006)

Reaksi - reaksi yang terjadi pada proses pengomposan yaitu :

Reduksi sulfat :

CH3CHOHCOOH + SO42- 2CH3COOH + H2S + 2OH - 4H2 + SO42- 2H2O + H2S + 2OH-

Reduksi karbon organik secara anaerobik :

CH3COOH CH4 + CO2

4CH3OH 3CH4 + CO2 + 2H2O C6H12O6 ba kteri 3CH3COOH

C6H12O6 ka pang 2CH3CH2OH + 2CO2

Reduksi karbon dioksida :

2CH3CH2OH + 2CO2 2CH3COOH + CH4 4H2 + CO2 CH4 + 2H2O 4H2 + 2CO2 CH3COOH + 2H2O

Reduksi oksidasi sempurna :

CH3COOH + 2O2 CO2 + 2H2O 2H2 + O2 2H2O

CH4 + 2O2 CO2 + 2H2O

( M. Judoamidjojo, A.A. Darwis dan E.G. Said ).

Reaksi aminasi :

P rotein proses enzima tik senyawa asam amino komplek + O2 + amina

R NH2 + H2O hidrolisa enzim R OH + NH3 + energi

Reaksi amonifikasi :

2NH3 + H2CO3 (NH4)2CO3 2NH4+ + CO3

2-Reaksi nitrifikasi :

(26)

2NO2- + O2 2NO3- + Energi

( Mul Yulyani Sutedjo, 2002 )

2.5. Meningkatkan Kesuburan Tanah

Produksi tanaman akan terhalang jika unsur hara yang terkandung di dalam tanah

kurang atau tidak seimbang, terutama di daerah yang kadar unsur haranya buruk

atau tanahnya terlalu asam atau basa. Meningkatkan jumlah produksi komoditas

pertanian di Indonesia dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kualitas tanah

yang sudah mulai menurun kesuburannya.

Upaya yang dapat dilakukan untuk membatasi hilangnya unsur hara dan

mengembalikan kesuburan tanah dilakukan dengan cara mendaur ulang limbah

organik, seperti limbah dari kandang peternakan, kotoran manusia, sisa tanaman

atau sisa pengolahan tanaman. Hasil daur ulang limbah organik tersebut

dikembalikan ke lahan baik secara langsung ataupun setelah diolah menjadi

kompos atau difermentasikan. dengan memanfaatkan pupuk organik tersebut,

unsur hara dalam tanah akan bisa diperbaiki. Sehingga kehilangan unsur hara

akibat terbawa air hujan/leaching dapat diatasi.

Pemupukan menggunakan kompos mengakibatkan tanah yang strukturnya

ringan (berpasir atau ringan) menjadi lebih baik, daya ikat air menjadi lebih

tinggi. Sementara itu, tanah yang berat (tanah liat) menjadi lebih optimal dalam

mengikat air. Kompos dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah

dan dapat meningkatkan penyerapan unsur hara. Unsur hara yang dibutuhkan

tanaman tersedia di dalam tanah dan pupuk, serta akan diserap dengan rambut

akar dalam bentuk ion. Tanah yang memiliki kapasitas tukar kation (KTK) rendah

hanya memiliki sedikit unsur hara di dalamnya yang dapat diserap tanaman.

Unsur hara yang dibutuhkan tanaman dibagi menjadi dua yaitu unsur hara makro

dan unsur hara mikro. Unsur hara makro antara lain Nitrogen (N), Fosfor (P),

Kalium (K), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), dan Sulfur (S). Sedangkan unsur

(27)

Komponen kompos yang semakin berpengaruh terhadap sifat kimia tanah

adalah kandungan humusnya. Humus dalam kompos mengandung unsur hara

yang dibutuhkan tanaman. Humus yang menjadi asam humat dapat melarutkan zat

besi dan aluminium sehingga fosfat yang terikat besi dan alminium akan lepas dan

dapat diserap oleh tanaman. Selain itu humus merupakan penyangga kation yang

dapat mempertahankan unsur hara sebagai bahan makanan untuk tanaman.

Kandungan kimia kompos terlihat pada table di bawah ini :

Tabel 2.1. Komposisi Kimia Kompos (. Sumber : (http:// www.kompos.go.id/

htmt.)

Komponen Kadar (%)

Nitrogen 1,33

P2O5 0,83

K2O 0,36

Humus 53,70

Kalsium 5,61

Zat besi 2,1

Seng (ppm) 285

Timah (ppm) 575

Tembaga (ppm) 65

Kadmium (ppm) 5

pH 7,2

Kompos juga berfungsi sebagai pemasok makanan bagi organisme di dalam tanah

seperti kapang, bakteri, actinomycetes, dan protozoa sehingga dapat

meningkatkan dan mempercepat proses dekomposisi bahan organik.

2.6. Pupuk Kandang

Pupuk kandang adalah pupuk yang bahan dasarnya berasal dari kotoran dan urin

ternak. Umumnya, hampir semua kotoran hewan dapat digunaka n sebagai pupuk

kandang. Namun, kotoran hewan seperti kambing, domba, sapi, dan ayam

(28)

Pupuk kandang tidak hanya membantu pertumbuhan, tetapi juga dapat membantu

menetralkan racun logam berat di dalam tanah, memperbaiki struktur tanah,

membantu penyerapan hara, dan mempertahankan suhu tanah.

Ciri pupuk kandang yang telah siap digunakan adalah dingin, remah, wujud

aslinya sudah tidak tampak, dan baunya telah jauh berkurang. Jika belum

memiliki ciri – ciri tersebut, pupuk kandang belum bisa digunakan. Para petani

biasanya menggunakan pupuk kandang dengan cara disebar dan dibenamkan.

Namun, penggunaan yang paling baik adalah dengan cara dibenamkan. Dengan

cara ini penguapan unsur hara akibat proses kimia dalam tanah dapat dikurangi.

(Sukamto Hadisuwito, 2007)

2.7. Humus

Humus adalah sisa tumbuhan berupa daun, akar cabang, dan batang yang sudah

membusuk secara alami lewat bantuan mikroorganisme (di dalam tanah) dan

cuaca (di atas tanah). Lapisan tanah dihutan banyak terbentuk humus.

a. Ciri khas Humus

Ciri khas humus adalah berwarna hitam sampai cokelat tua. Sifatnya tidak

berbeda dari kompos, yaitu mudah mengikat dan merembeskan air, dan gembur.

Itulah sebabnya humus sangat berguna untuk memperbaik i keadaan tanah yang

sudah rusak tekstur tanahnya. Sayangnya humus sangat susah dicari. Satu –

satunya cara yang biasa dilakukan untuk menambahkan humus dalam tanah ialah

menanam pupuk hijau dilahan. Dengan membenamkan pupuk hijau di dalam

tanah maka akan terjadi pembusukan sehingga membentuk humus.

Kalau diamati memang sulit membedakan antara kompos dengan humus.

Perbedan hanya bahan dan cara terjadinya. Kalau kompos dibuat dari berbagai

bahan dan dilapukkan dengan bantuan manusia maka humus terjdi dari bagaian

tanaman yang membusuk atau melapuk sendirinya.

b. Menggunakan Humus

Dewasa ini, humus sudah menjadi barang dagangan, banyak diperjualbelikan

(29)

itu, dapat dimaklukmi kalau orang hanya mempergunakannya untuk tanaman – tanaman tertentu saja. Di kota humus biasanya dipakai untuk mengisi media

tanaman dalam pot dan untuk keperluan mencangkok. (Pinus Lingga, Marsono,

2005)

2.8. Kandungan Nutrisi Tanaman

Fungsi utama nutrisi adalah sebagai sumber energi, bahan pembentuk sel, dan

aseptor elektron di dalam aksi yang menghasilkan energi. Nutrisi yang diperlukan

oleh mikroba meliputi air, sumber energi, sumber karbon, sumber nitrogen,

sumber aseptor nitrogen, sumber mineral dan faktor tumbuh.

a. Air

Air sangat penting (esensial) untuk pertumbuhan dan kehidupan semua mikroba,

karena air merupakan bagain terbesar dari sel mikroba yaitu sebesar 70 – 80%. Air berfungsi sebagai pelarut, alat pengangkut dan biokimia di dalam sel.

b. Sumber Energi

Mikroba memperoleh energi dari dua jenis sumber yaitu mikroba yang mendapat

energi dari reaksi oksidasi bahan kimia (organik atau anorganik) disebut mikroba

khemotrof, sedangkan mikroba fototrof mendapatkan energi dari sinar matahari

melalui proses potosintesis.

c. Sumber Karbon

Karbon merupakan bagaian dari sitoplasma, enzim, dinding sel, dan termasuk

bahan cadangan di dalam sel makhluk hidup. Hasil oksidasi dari senyawa karbon

juga digunakan sebagai sumber energi. Yang menjadi sumber karbon adalah

karbohidrat, yaitu monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa), disakarida

(maltosa, laktosa, sukrosa), trisakarida (rafinosa), dan polisakarida (pati, dekstrin,

pectin, selulosa). Sumber karbon lain berasal dari asam – asam organik (asam

sitrat, asam malat, asam suksianat), garam – garam organik, dan polialkohol. d. Sumber Nitrogen

Untuk aktivitas mikroba membutuhkan nitrogen yang umumnya diperoleh dari

bahan anorganik, misalnya amonium (NH4+), nitrat (NO3) atau bahan organik,

(30)

Rhizobium sp) dapat secara langsung menggunakan gas N2 sebagai suumber nitrogen. Peristiwa ini disebut fiksasi N2 udara. (Nurwantoro, 1997)

2.9.Nitrogen ( N )

Nitrogen dibutuhkan untuk menyusun 1- 4% bahan kering ( bagian keras )

tanaman, seperti batang, kulit , dan biji. Nitrogen diambil dari tanah dalam bentuk

nitrat (NO3-) atau amonium (NH4+), atau kombinasi dengan senyawa metabolisme

karbohidrat di dalam tanaman dalam bentuk asam amino dan protein. Nitrogen

juga tersedia pada kompos dan pupuk kandang dalam jumlah sedikit.

Pupuk non - organik (buatan) yang banyak digunakan petani adalah urea.

Urea mengandung nitrogen 46%. Apabila urea ditebarkan di permukaan tanah

tanpa dimasukkan ke dalam tanah, kandungan nitrogennya akan me nguap 20 –

30%, sehingga penggunaannya harus dilakukan dengan cara pencampuran dengan

tanah. Apabila bercampur dengan tanah, urea akan berubah menjadi bentuk

amonium karbohidrat, kemudian akan berubah menjadi NH3 dan karbondioksida.

Kekurangan nitrogen pada tanaman menunjukkan gejala sebagai berikut :

- kondisi tanaman buruk dan menjadi sangat kerdil.

- daun tanaman kecil, berwarna pucat, dan berwarna hijau kekuningan.

- daun pada bagian paling bawah seperti terbakar dan mati sebelum masanya,

sementara daun pada tajuk atas tanaman masih hijau.

- produksi tanaman rendah. (Redaksi Agromedia, 2007)

2.10. Posfor (P)

Posfor diserap tanaman lebih banyak dalam bentuk anion H2PO4- daripada bentuk

anion HPO4-. Posfor dalam tanah terikat oleh bahan organik sehingga tidak

tersedia bagi tanaman. Sedangkan dalam bahan anorganik, posfor berasal dari

batuan induk dalam bentuk kalsium, besi aluminium posfat.

Posfor sangat vital bagi tanaman karena merupakan sumber energi untuk

pertumbuhan tanaman. Posfor berbentuk adenosin triposfat (ATP) merupakan

senyawa posfor yang mengandung energi tinggi. Selain itu posfor merupakan

(31)

Kekurangan posfor pada tanaman akan dapat mempengaruhi terhambatnya

proses metabolisme pada tubuh tanaman. Gejala – gejala kekurangan posfor pada

tanaman dapat dilihat dengan ciri – ciri yaitu pertumbuhan tanaman akan terhambat, daun tua akan cepat rontok, daun berwarna hijau gelap dan kadang –

kadang bergelombang. Di samping itu juga akan terjadi pengendapan karbohidrat

yang dapat mendorong terbentuknya antosianin sehingga daun dan batang

berwarna kemerahan atau ungu.

Tidak seperti halnya nitrogen yang terdapat dalam jumlah banyak, kadar

posfor sangat terbatas. Dengan demikian sangat tergantung jenis tanah serta

penambahan pupuk Posfat dari luar. Posfor anorganik di dalam tanah terdapat

dalam dua bentuk, yaitu terikat dengan kalsium (Ca) dan dengan besi atau

aluminum.

2.11. Kalium (K)

Kadar Kalium (K) di dalam tanah cukup tinggi, dan merupakan salah satu unsur

yang esensial bagi tanaman. Namun demikian, fungsi unsur K ini di dalam

tanaman masih belum jelas. Fungsi unsur ini yang telah diketahui adalah sebagi

pembantu penyelenggara fotosintesis tanaman, translokasi gula, dan mengaktifkan

kerja enzim. Pada akhir – akhir ini terdapat dugaan bahwa kalium berperan

mengatur tekanan potensi air dalam sel penjaga (guasd cell), sehingga menentukan membuka dan menutupnya stomata.

Seperti halnya pada nitrogen dan posfor, kalium adalah bersifat mobil di

dalam tanaman, oleh karena itu gejala pertama dari kekurangan K ini terlihat pada

daun tua. Daun tua menjadi klorosis kemudian nekrosis pada ujung dan tepi helai

daun. Reaksi yang berpengaruh adalah terjadinya pengendapan karbohidrat dan

nitrogen terlarut, sehingga menghambat sintesis protein.

Penggunaan pupuk K dalam jumlah banyak tidak menimbulkan bahaya, tidak

sebagaimana dengan nitrogen, karena unsur K mudah tercuci. Tanaman menyerap

K dalam proporsinya dan sesuai dengan ketersediannya. Apabila penggunaan K

berlebih pada musim tanam, maka untuk musim tanam berikutnya pemberian K

tidak perlu. Kelebihan K didalam tanah dapat menyebabkan kekurangan Mg pada

(32)

2.11.1. Peranan Kalium Didalam Pertumbuhan Tanaman

Peranan kalium didalam tanaman adalah sebagai pengatur berbagai proses

fisiologi tanaman seperti merawat kondisi air di dalam sel dan jaringan, mengatur

turgor atau tegangan sel, membuka dan menutup stomata, serta mengatur

akumulasi dan translokasi karbohidrat yang baru terbentuk. Dengan baiknya

pengaturan ini maka pertumbuhan tanaman menjadi merata dan pesat serta

ketahanan penyakit meningkat.

2.11.2. Defisiensi Unsur Hara Kalium

Defisiensi unsur K menyebabkan tanaman tampak kerdil, jarak antar – ruas memendek, ujung dan tepi daun menjadi hitam dan seperti hangus (Scorch), tepi

daun melekuk kebawah yang dimulai dari daun terbawah, tanaman mudah rebah

dan rentan terhadap serangan penyakit, serta produksi buah menurun yang diikuti

dengan penurunan kualitas. Selain itu, tanaman menjadi rentan terhadap kelebihan

amonium dengan gejala klorosis atau berbintik hitam yang tersebar di permukaan

daun, khususnya pada tanaman dikotil, sedangkan pada tanaman monokotil, ujung

dan tepi daun mengering.

2.11.3. Kelebihan Unsur Hara Kalium Bagi Tanaman

Bila unsur K berkelebihan maka akan tampak gejala yang bertentangan

(antagonis) dengan Mg atau terjadi defisiensi Mg. Sering juga terjadi anta gonis

dengan Ca sehingga menunjukkan gejala defisisnesi Ca. Selain itu, ada

kemungkinan terjadi antagonis dengan unsur Fe, Mn dan Zn. Sebenarnya tanaman

tidak akan menyerap unsur K secara berlebihan. Namun, kelebihan terjadi akibat

unsur K yang berlebih di larutan air dalam tanah. Oleh karena itu dianjurkan

digunakan kadar K yang cukup, tetapi sesuai dengan kebutuhan tanaman sehingga

tidak menyebabkan antagonis.

(33)

2.12. Keunggulan Penggunaaan Pupuk Organik Dibanding dengan Pupuk Anorganik

Pada dasarnya, tanaman yang diberikan pupuk organik adalah lebih berkualitas.

Tanaman sayuran yang diberi pupuk organik akan lebih segar dan rasanya enak,

serta dapat disimpan lebih lama. Misalnya, wortel organik bisa disimpan selama 3

sampai

4 minggu, sedangkan wortel non – organik hanya tahan disimpan 1 sampai 2 minggu. Kelebihan pupuk organik dibandingkan dengan pupuk anorganik dapat

dilihat sebagai berikut :

- mengandung unsur hara makro dan mikro lengkap, tetapi jumlahnya sedikit.

- dapat memperbaiki struktur tanah, sehingga tanah menjadi gembur.

- memiliki daya simpan air (water holding capacity) yang tinggi.

- beberapa tanaman yang dipupuk dengan pupuk organik lebih tahan terhadap

serangan penyakit.

- meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah yang menguntungkan.

- memiliki residual effect yang positif, sehingga tanaman yang ditanaman pada

musim berikutnya tetap bagus pertumbuhan dan produktivitasnya.

Sedangkan pupuk anorganik dapat dilihat sebagai berikut :

- hanya mengandung satu atau beberapa unsur hara, tetapi dalam jumlah banyak.

- tidak dapat memperbaiki struktur tanah, justru penggunaannya dalam jangka

waktu

lama menyebabkan fisik tanah menjadi keras.

- dapat membuat tanaman rentan terhadap penyakit.

- pupuk anorganik mudah menguap dan tercuci terkecuali jenis pupuk seperti

TSP, SP36 dan pupuk posfat lainnya. Oleh karena itu, penggunaan yang tidak

tepat akan tidak berarti karena unsur hara yang ada hilang akibat menguap atau

tercuci air. (Sukamto, 2007)

2.13. Penentuan Kadar C - Organik

Bahan – bahan/material organik tanah merupakan sisa tumbuhan, hewan dan organisme tanah, baik yang telah maupun yang sedang mengalami dekomposisi.

(34)

menjadi hitam dan bersifat koloidal.pengukuran kandungan bahan organik tanah

berdasarkan jumlah organik yang mudah teroksidasi akan mereduksi Cr2O72- yang

diberikan secara berlebihan. Terjadinya reaksi ini karena adanya energi yang

dihasilkam oleh reaksi H2SO4 pekat dan K2Cr2O7. Keadaan ini menyebabkan Cr6+

(Nurdin Muhammad Suin,2002).

Teknik penetapan C-organik yang paling standar adalah oksidasi bahan

orgaik oleh dikromat yang mana metode ini lebih sering disebut metode Walkley

dan Black. Dalam prosedurnya kalium dikromat dan asam sulfat pekat

ditambahkan ke dalam bahan organik, dimana larutan tersebut harus didinginkan

terlebih dahulu sebelum ditambahkan dengan air. Penambahan asam posfat ke

dalam larutan tersebut berguna untuk mengurangi interferensi dari Fe3+ yang

mungkin sering terjadi.

Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut :

2 Cr2O72- + 3 C + 16 H+ 4 Cr3+ + 3 CO2 + 8 H2O

Prosedur dari Walkley dan Black ini sangat luas digunakan karena

sederhana, cepat dan tidak memerlukan peralatan yang mahal, akan tetapi

prosedur ini hasil oksidasi tidak dapat mencapai hasil yang optimal, yang mana

prosedur tersebut hanya mampu mengoksidasi bahan organik antara 60 % - 75 %.

(Zimmerman, 1997).

2.14. Penentuan Nitrogen dengan Metode Kjehdahl

Metode ini sangat penting dalam penentuan kadar protein. Pada dasarnya, bahan

dioksidasi dengan asam sulfat pekat panas hingga hancur. Tahap ini disebut tahap

digestion atau pencernaan. Disini nitrogen diubah menjadi ion amonium. Pada

tahap berikutnya, larutan ditambah ba sa kuat sehingga bereaksi basa lalu

didestilasi. Hasil destilasi ditampung dengan HCl baku yang tertentu jumlahnya

untuk mengikat NH3. Destilat kemudian dititrasi dengan NaOH baku untuk

menentukan kelebihan asam.

Selisih HCl yang ditambahkan dengan yang d ititrasi merupakan jumlah

(35)

Reaksi – reaksi yang terjadi sebagai berikut :

Protein + oksidator NH4+ + CO2 + H2O + lain – lain (digestion)

NH4+ + OH- NH3 + H2O (destilasi)

NH3 + HCl berlebih NH4Cl (penampungan)

HCl sisa + NaOH NaCl + H2O (titrasi)

(W. Harjadi, 1993)

2.15. Penentuan Posfat

Kelarutan posfor dalam zat pembawanya berbeda – beda. Pupuk posfat yang larut dalam air tak selalu merupakan kategori yang paling baik untuk mengartikan

ketersediaan unsurnya bagi tanaman, meskipun posfat yang larut dalam air salah

satu pengertian yang baik.

Metode kimia telah dikembangkan diman pertimbangan yang

diperhatikan yaitu larut dalam,ketersediaan,dan kandungan tota l posfat.

Istilah yang paling sering digunakan dalam menggambarkan kandungan posfor

dengan menentukan kelarutannya dalam air, kelarutannya dalam sitrat, tidak larut

dalam sitrat, ketersediaannya, dan total posfornya(sebagai P2O5).

Sejumlah kecil sampel diambil dari bahan untuk dianalisa, pertama –

tama diekstraksi dengan air. Endapan disaring dan jumlah posfat yang dikandung

didalam filtrat ditentukan. Hasilnya dinyatakan dalam persen per berat sampel,

fraksi ini mewakili fraksi yang larut dalam air.

Posfor yang larut dalam asam sitrat, residu diekstraksi dengan

ammonium sitrat 1N. Posfor yang tersedia adalah jumlah posfor yang larut dalam

air dan larut dalam sitrat mewakili taksiran yang tersedia untuk tanaman.

(Samuel L.Trigdale,1975)

Prosedur penentuan posfat didasarkan pada reaksi :

H3PO4 + 12H2MoO4 H3P(Mo12O40) + 12 H2O

Mo (IV) Mo (V)

Posfat dengan molibdat membentuk suatu poliheteroasam dimana

(36)

dengan asam askorbat sehingga membentuk kompleks biru yang dapat diukur

secara metode scpektrofotometri pada panjang gelombang 660 nm. (J.Ruzieka,

E.H.Hansen, 1981)

2.16. Penentuan Kalium Secara Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

Kalium adalah salah satu unsur logam alkali yang mempunyai rumus atom K

berat atom 39.102, nomor atom 19, titik lebur 63,38o C, dan titik didihnya 759o C.

Kadar kalium ditetapkan dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA).

Spektofotometri serapan atom yang disingkat dengan SSA adalah suatu tekn ik

atau metode analisa kimia bagi penentuan kadar unsur-unsur logam dan semi logam

yang terdapat didalam sampel (terutama pada kadar yang rendah yaitu ppm dan ppb),

dengan dasar analisis absorbsi energi radiasi elektromagnetik oleh atom.

Di dalam suatu nyala, atom yang terbanyak lebih berada dalam keadaan

elektronik dasar daripada dalam keadaan tereksitasi. Jumlah atom yang tereksitasi

berkisar secara eksponensial dengan suhu sedangkan dengan demikian banyak

atom yang tereksitasi. Atom-atom gas terionisasikan dan benturan ion-ion

berenergi dengan permukaan katoda mengusir atom-atom logam yang telah

tereksitasikan. Hal ini mengakibatkan terjadinya spek trum garis logam yang

menampakkan diri sebagai suatu bara di dalam ruangan pada katoda cekung.

Suatu garis yang cocok di dalam spektrum emisi dari sumbernya dipilih untuk

dianalisa. Garis ini yang disebut garis resonansi, menunjukkan suatu perpindahan

dari suatu keadaan bereksitasi suatu atom ke keadaan dasar dan dengan demikian

menunjukkan frekuensi yang tepat bagi absorbsi oleh atom-atom di dalam nyala

yang ada pada keadaan dasar.

2.16.1. Instrumentasi Spektrofotometer Serapan Atom :

A B C D E F

(37)

A. Lampu katoda berongga

Lampu katoda berongga merupakan sumber sinar yang

memancarkan spektrum dari unsur logam yang akan dianalisa (setiap logam

yang memiliki lampu khusus untuk logam tersebut).

B. Chopper

Mengatur sinar yang dipancarkan.

C. Tungku

Tempat pembakaran (untuk memecahkan larutan sampel pada tetesan

halus dan meleburkannya ke dalam nyala untuk diatomkan).

D. Monokromator

Mendispersi sinar yang ditransmisikan oleh atom.

E. Detektor

Mengukur sinar yang ditransmisikan dan memberikan signal sebagai

respon terhadap sinar yang diterima.

F. Rekorder

Untuk membaca nilai absorbansi. (Khopkar, S.M. 2002)

2.16.2. Keuntungan Spektrofotometer Serapan Atom :

1. Karena absorpsi bergantung pada populasi keadaan dasar, maka

kepekaan

mungkin lebih tinggi khususnya untuk unsur-unsur yang sukar

dieksitasikan (misalnya seng yang dapat ditentukan kurang dari 0,5 ppm,

sedang batas terendah pada emisi mungkin sama dengan 500 ppm).

2. Populasi keadaan dasar jauh kurang peka terhadap suhu nyala daripada

(38)

3. Interferensi dari garis-garis spektrum dari unsur-unsur lain dan emisi latar

(39)

BAB 3

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1Alat – alat

- Labu Kjehldahl Pyrex

- Hot Plate Stirer PMC

- Gelas Beaker Pyrex

- Buret Pyrex

- Gelas Ukur Pyrex

- Corong Pyrex

- Gelas Piala Pyrex

- Labu Takar Pyrex

- Pipet Volume Pyrex

- Tabung Reaksi Pyrex

- Spatula

- Gelas Timbangan Pyrex

- Termometer Pyson

- Oven Galamerican

- Container PVC 10 Liter

- Mikro Pipet Pyrex

- Klemp

- Statif

- Timbangan Elektrik Mettler PM 400

- Spektrofotometer Sinar Tampak ST 300

- Kertas saring Whatman no. 40

- Kuvet

- pH meter

(40)

3.2. Bahan – bahan

- Tumbuhan Kembang Bulan

- Tumbuhan Daun Nippon

- Kotoran babi

- Dedak

- EM4

- Gula Merah

- Akuades

- H2SO4 (P) p.a. E. Merck

- HCl (p) p.a. E. Merck

- H3PO4 (P) p.a. E. Merck

- FeSO4 . 7H2O p.a. E. Merck

- KCl p.a. E. Merck

- K2CrO7 p.a. E. Merck

- H2C2O4 p.a. E. Merck

- NaOH p.a. E. Merck

- H3BO3 p.a. E. Merck

- Asam Askorbat p.a. E. Merck

- Kalium Antimonil Tartarat p.a. E. Merck

- Amonium Molibdat p.a. E. Merck

- Fenolftalein p.a. E. Merck

- Metil Merah p.a. E. Merck

- Metil Biru p.a. E. Merck

- Bromtimol Biru p.a. E. Merck

- Alkohol 96% Teknis

- KH2PO4 p.a. E. Merck

(41)

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Penyediaan Sampel Ke mbang Bulan

Tumbuhan kembang bulan segar dirajang menjadi potonga n- potongan kecil,

kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari selama 3 hari.

3.3.2. Penyediaan Sampel Daun Nippon

Tumbuhan daun Nippon segar dirajang menjadi potongan – potongan kecil, kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari selama 3 hari.

3.3.3. Penyediaan kotoran babi

Kotoran babi segar dikeringkan sebanyak 1,5 kg dibawah sinar matahari selama 3

hari.

3.3.4. Penyediaan Dedak

Dedak dikeringkan sebanyak 3 kg dibawah sinar matahari selama 3 hari.

3.3.5. Pembuatan Larutan Gula

Ditimbang sebanyak 500 g gula merah atau sesuai dengan yang dibutuhkan dan

dilarutkan dengan air sebanyak 1 L

3.3.6. Pembuatan Larutan Starter EM4

Dimasukkan EM4 sebanyak 10 ml ke dalam labu takar 1000 ml, ditambahkan

larutan gula merah 10 ml, kemudian ditambahkan akuades hingga garis tanda.

Larutan dihomogenkan kemudian didiamkan selama 18 jam.

3.3.7. Pembuatan Kompos

3.3.7.1. Kompos Kembang Bulan

Ditimbang sebanyak 2 kg sampel Kembang Bulan dimasukkan kedalam container

PVC tertutup ukuran 10 liter, ditambahkan sebanyak 400 g kotoran babi dan

(42)

telah diencerkan. Pencampuran dilakukan perlahan – lahan dan merata hingga kandungan air 30 – 40%, kandungan air yang diinginkan diuji dengan tidak

menetesnya air bila bahan digenggam dan dapat dikepal - kepal. Campuran

dihomogenkan, ditutup dan disimpan pada tempat yang aman, dibiarkan hingga

pengomposan berlangsung selama 15 hari (penentuan kandungan C – Organik, N – total, P – total, dan K dilakukan sekali dalam 3 hari).

3.3.7.2. Kompos Daun Nippon

Ditimbang sebanyak 2 kg sampel Daun Nippon dimasukkan kedalam Container

PVC tertutup ukuran 10 liter, ditambahkan sebanyak 400 g kotoran babi dan

dedak 1252 g yang telah dikeringkan, kemudian ditambahkan starter EM4 yang

telah diencerkan. Pencampuran dilakukan perlahan – lahan dan merata hingga

kandungan air 30 – 40%, kandungan air yang diinginkan diuji dengan tidak menetesnya air bila bahan digemgam dan dapat dikepal - kepal. Campuran

dihomogenkan, ditutup dan disimpan pada tempat yang aman, dibiarkan hingga

pengomposan berlangsung selama 15 hari (penentuan kandungan C – Organik, N – total, P – total, dan K dilakukan sekali dalam 3 hari). Dengan catatan bahwa perbedaan berat dedak pada sampel Kembang Bulan dan Daun Nippon dibuat

melalui perhitungan C/N, yang terlebih dahulu diketahui berat dan C/N sampel

(Kembang Bulan dan Daun Nippon) dan kotoran babi dengan perhitungan sebagai

berikut :

C/N

=Bera tsa mpelAxC/N.ABera tsa mpelBxC/N.BBera tsa mpelCxC/N.C= 30 : 1

Dimana : Sampel A = Sampel Kembang Bulan dan daun Nippon

Sampel B = Dedak

Sampel C = Kotoran Babi

(43)

3.3.8. Pembuatan Pereaksi dan Larutan Standar

3.3.8.1. Pe mbuatan Pereaksi dan Larutan standar untuk penentuan Posfor sebagai P-Total dengan Metode Spektrofotometri

a. Larutan HCl 25%

Dipipet 173,6 ml larutan HCl (p), dimasukkan ke dalam labu takar 250 ml,

diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan.

b. Larutan Standar P 100 ppm

Ditimbang 0,2195 g kristal KH2PO4 secara kuantitatif, dimasukkan ke dalam gelas

piala 250 ml, dilarutkan dengan akuades secukupnya, dimasukkan kedalam labu

takar 500 ml, diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan.

c. Larutan Amonium Molibdat 4%

Ditimbang 1,883 g kristal (NH4)6Mo7O24 . 4H2O, dimasukkan ke dalam gelas

piala 50 ml, dilarutkan dengan akuades secukupnya, d imasukkan kedalam labu

takar 50 ml, diencerkan dengan akuades hingga garis tanda, dan dihomogenkan.

d. Larutan Asam Askorbat 0,1 M

Ditimbang 0,880 g kristal C6H8O6, dimasukkan ke dalam gelas piala 50 ml,

dilarutkan dengan akuades secukupnya, dimasukkan kedalam labu takar 50 ml,

diencerkan dengan akuades hingga garis tanda, dan dihomogenkan.

e. Larutan Kalium Antimonil Tartarat 1mg Sb/ml

Ditimbang 0,105 g kristal KSbOC4H4O6 . 1/2 H2O, dimasukkan ke dalam gelas

piala 50 ml, dilarutkan dengan akuades secukupnya, dimasukkan kedalam

labu takar 50 ml, diencerkan dengan akuades hingga garis tanda, dan

dihomogenkan.

f. Larutan Standar P 2, 4, 6, 8, dan 10 ppm

Disediakan sebanyak 5 buah labu takar yang kering dan bersih, masing – masing

labu takar dipipet sebanyak 2 ml, 4 ml, 6 ml, 8 ml, dan 10 ml larutan standar P

100 ppm, kemudia setiap labu takar ditambahkan 20 ml akuades dan 11,7 ml HCl

(44)

g. Larutan H2SO4 5 N

Dipipet 13,72 ml H2SO4 (p), dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml yang telah

berisi 20 ml akuades, diencerkan dengan akuades hingga garis tanda, didinginkan

dan dihomogenkan.

h. Pembuatan Reagen Campuran Pengkompleks

Dipipet 25 ml H2SO4 5 N ke dalam labu takar 50 ml, ditambahkan 7,5 ml larutan

amonium molibdat 4%, ditambahkan 15 ml larutan asam askorbat 0,1 M,

ditambahkan 2,5 ml larutan kalium antimonil tartarat 0,1 M, dan

dihomogenkan.

3.3.8.2. Pembuatan Pereaksi untuk Penentuan C – Organik

a. Larutan K2Cr2O7 1 N

Ditimbang secara kuantitatif kristal K2Cr2O7 sebanyak 12,257 g, dimasukkan ke

dalam gelas piala 250 ml, dilarutkan dengan akuades secukupnya, dimasukkan

kedalam labu takar 250 ml, diencerkan hingga garis tanda, dan dihomogenkan.

b. Larutan FeSO4 1 N

Ditimbang secara kuantitatif kristal FeSO4 . 7H2O sebanyak 69,505 g, dimasukkan

ke dalam gelas piala 250 ml, dilarutkan dengan akuades secukupnya, ditambahkan

37,5 ml H2SO4 pekat secara perlahan – lahan, diaduk hingga larut, dimasukkan kedalam labu takar 250 ml, ditambahkan akuades hingga garis tanda, didinginkan

dan dihomogenkan.

c. Larutan Difenilamin ( (C6H5)2NH4 ).

Ditimbang 0,5 g kristal difenilamin, dilarutkan dengan akuades dalam gelas piala

250 ml, ditambahkan dengan 100 ml H2SO4 pekat secara perlahan – lahan dengan

(45)

3.3.8.3. Pembuatan Pereaksi untuk Penentuan Nitrogen Total (Metode Kjehldahl)

a. Larutan NaOH 40%

Ditimbang sebanyak 40 g kristal NaOH, dimasukkan kedalam gelas piala 250 ml,

kemudian dilarutkan dengan akuades, dimasukkan kedalam labu takar 100 ml,

diencerkan hingga garis tanda dan dihomogenkan.

b. Larutan Indikator Fenolftalein

Ditimbang kristal fenolftalein sebanyak 1 g kemudian dilarutkan dengan alkohol

96%, dimasukkan kedalam labu takar 100 ml, diencerkan hingga garis tanda, dan

dihomogenkan.

c. Larutan H3BO3 3%

Ditimbang H3BO3 sebanyak 3 g, dimasukkan kedalam gelas piala 250 ml,

dilarutkan dengan akuades, dimsukkan kedalam labu takar 100 ml, diencerkan

hingga garis tanda dan dihomogenkan.

d. Larutan Indikator Campuran

Sebanyak 2 ml larutan indikator metil biru 0,1% (b/v ) didalam alkohol,

dicampurkan dengan 1 ml larutan indikator metil merah 0,2% (b/v) kemudian

dihomogenkan.

e. Larutan H2C2O4 0,01 N

Ditimbang kristal H2C2O4 . 2H2O secara kuantitatif sebanyak 0,63 g, dimasukkan

kedalam gelas piala 250 ml, dilarutkan dengan akuades, dimasukkan ke dalam

labu takar 1000 ml, diencerkan hingga garis tanda, dan dihomogenkan.

f. Larutan NaOH 0,01 N

Ditimbang secara kuantitatif kristal NaOH sebanyak 0,4 g, dimasukkan ke dalam

gelas piala 250 ml, dilarutkan dengan akuades, dimasukkan ke dalam labu takar

(46)

g. Larutan HCl 0,01 N

Sebanyak 0,83 ml HCl 37% dipipet ke dalam labu takar 1000 ml, diencerkan

hingga garis tanda dengan akuades, dan dihomogenkan.

h. Standarisasi Larutan NaOH 0,01 N

- Dipipet 10 ml larutan H2C2O4 0,01 N dimasukkan ke dalam gelas piala 125 ml

- ditambahkan 3 tetes indikator Fenolftalein

- dititrasi dengan NaOH hingga terjadi perubahan warna menjadi merah

lembayung

- dilakukan hal yang sama sebanyak 3 kali.

i. Standarisasi HCl 0,01 N

- Dipipet 10 ml larutan HCl 0,01 N dimasukkan ke dalam gelas piala 125 ml

- ditambahkan 3 tetes indikator bromtimol biru

- dititrasi dengan NaOH yang telah distandarisasi hingga terjadi perubahan

warna biru menjadi hijau kekuningan

- dilakukan hal yang sama sebanyak 3 kali.

j. Standarisasi FeSO4 1 N

- Dipipet 10 ml larutan FeSO4 1 N dimasukkan ke dalam gelas piala 125 ml

- ditambahkan sebanyak 5 ml H2SO4 (p)

- ditambahkan sebanyak 20 ml akuades

- ditambahkan 1 tetes larutan indikator difenilamin

- dititrasi dengan K2Cr2O7 1 N sampai terjadi perubahan warna menjadi Hijau

- dilakukan hal yang sama sebanyak 3 kali.

3.3.8.4. Pembuatan Pe reaksi Untuk Penentuan Kalium Dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

a. Larutan HCl 25%

Dipipet 173,6 ml HCl (p), dimasukkan ke dalam labu takar 250 ml, diencerkan

(47)

b. Larutan Kalium 1000 ppm

Dilarutkan 1,907 g KCl p.a. dengan akuades dalam labu takar 1000 ml hingga

garis tanda. Larutan ini mengandung 1000 mg K/L.

c. Larutan Standar Kalium 100 ppm

Sebanyak 10 ml larutan standar kalium 1000 ppm diencerkan dengan akuades

dalam labu takar 100 ml hingga garis tanda.

d. Larutan Standard Kalium 0,5; 1,0; 1,5 dan 2,0 ppm

Dari larutan standar 100 ppm kalium masing – masing dipipet 0,5; 1,0; 1,5 dan 2,0 ml, kemudian masing- masing diencerkan dengan akuades dalam labu takar 100

ml hingga garis tanda. Masing – masing larutan adalah 0,5; 1,0; 1,5 dan 2,0 ppm K.

3.3.9. Penentuan P dengan Metode spektrofometri 3.3.9.1. Preparasi Sampel

Ditimbang 1 g sampel Kembang Bulan yang kering, dimasukkan ke dalam gelas

piala 250 ml, ditambahkan 12,5 ml HCl 25%, diaduk diatas hot plate stirer

dengan magnetik stirer selama 2 jam, disaring dengan kertas saring Whatman no.

40, filtratnya dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, diencerkan dengan akuades

hingga garis tanda, dan dihomogenkan. Prosedur yang sama dilakukan untuk

sampel Daun Nippon.

3.3.9.2. Pembuatan Kurva Kalibrasi untuk P

Dipipet sebanyak 1 ml larutan standar P 2 ppm ke dalam tabung reaksi yang

bersih dan kering, ditambahkan 5 ml akuades, ditambahkan 1 ml reagen campuran

pengkompleks, didiamkan selama 15 menit, diukur absorbansinya dengan

Spektrofotometer sinar tampak, pada  = 710 nm. Prosedur yang sama dilakukan

untuk larutan standar P 4, 6, 8, dan 10 ppm . (kurva kalibrasi dicamtumkan pada

gambar ).

3.3.9.3. Penentuan Kadar Posfor pada Sampel

Filtrat yang diperoleh dari prosedur 3.3.9.1 dimasukkan ke dalam tabung reaksi,

(48)

didiamkan selama 15 menit, diukur absorbansinya dengan spektrofotometer sinar

tampak pada = 710 nm.

3.3.10. Penentuan Kadar C -Organik dengan metode Walkey Black

- Ditimbang secara kuantitatif sebanyak 0,1 g sampel yang telah dihaluskan

dan kering udara dimasukkan ke dalam gelas piala 500 ml

- ditambahkan 10 ml larutan K2Cr2O7 1 N

- ditambahkan 5 ml H2SO4 pekat secara perlahan

- diaduk selama 1 menit

- dididamkan selama 30 menit

- ditambahkan 200 ml akuades

- ditambahkan 5 ml H3PO4 pekat ( 85% ) dan 1 ml larutan difenilamin

- dititrasi dengan larutan FeSO4 0,9873 N hingga terjadi perubahan warna dari

ungu menjadi hijau

- dicatat volume FeSO4 0,9873 N yang terpakai

- dilakukan hal yang sama sebanyak 3 kali.

3.3.11. Penentuan Nitrogen Total Metode Kjehldahl

- Ditimbang secara kuantitatif sebanyak 0,1 g sampel dimasukkan kedalam

labu Kjehldahl

- ditambahkan 0,3 g selenium dan 25 ml H2SO4 pekat

- didekstruksi sampel hingga sampel berubah menjadi larutan coklat

kehitaman

- dipindahkan ke dalam labu destilasi dan ditambahkan 50 ml akuades

- ditambahkan 3 tetes indikator Fenolftalein dan NaOH 40% sehingga

berwarna merah lembayung

- disediakan penampung untuk hasil destilat berupa gelas piala 125 ml yang

berisi

50 ml H3BO3 3% dan 3 tetes indikator campuran

- dipasang tabung destilasi pada alat destilasi, kemudian diletakkan pada

tempatnya

Gambar

Tabel 2.1. Komposisi Kimia Kompos (. Sumber : (http:// www.kompos.go.id/
Gambar 2.7 Sistematis ringkas dari alat SSA
Tabel 4.1. Data Titrasi pada Penentuan C – Organik didalam Bahan dan
Tabel 4.2. Data Titrasi pada Penentuan C – organik didalam Bahan dan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penganalisaan secara teoritis bahwa setiap kelompok etnik memiliki kearifan lokal sendiri. Kepemilikan kearifan lokal ini berawal dari proses interarksi suatu

Secara formal, upaya Sayyid Hasan dalam rangka kaderisasi kepemimpinan terhadap putra-putranya dilakukan dengan beberapa hal, yaitu memberi kesempatan kepada

penerapan hukum hak atas tanah melalui pewarisan menurut Burgerlijk Wetboek, karena didasari kekurang pahaman masyarakat terhadap aturan hukum yang berlaku, sehingga

Untuk mengatasi persaingan yang semakin ketat tersebut guna meningkatkan penjualan, maka penulis merancang dan membuat sebuah desain dan bentuk website ECommerce dengan menggunakan

Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 yang telah diakomodir ketentuan MoU Helsinki seperti Aceh memiliki hak untuk menggunakan simbol-simbol wilayah termasuk

Adapun langkah-langkah strategis yang menjadi perhatian dalam kerangka mendukung operasionalisasi dan mekanisme kegiatan penanganan ancaman yang

30 tahun 1980 Pasal 9 ayat (1), dalam mempertimbangkan penjatuhan hukuman perlu mengetahui faktor-faktor yang mendorong perbuatan tersebut dan wajib memperhatikan secara teliti

Pertimbangan kami untuk pabrik sodium nitrat yang akan beroperasi pada tahun 2020 mendatang mengacu pada hasil perkiraan kebutuhan sodium nitrat pada tahun 2020 yaitu