HUBUNGAN KADAR GAMMA GLUTAMYLTRANSFERASE DAN
KECEPATAN HANTARAN SARAF PADA
PENDERITA NEUROPATI DIABETIK
TESIS
OLEH
MINAR MUSHARI
Nomor Register CHS : 18795PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
HUBUNGAN KADAR GAMMA GLUTAMYLTRANSFERASE DAN
KECEPATAN HANTARAN SARAF PADA
PENDERITA NEUROPATI DIABETIK
TESIS
Untuk memperoleh Spesialisasi
dalam Program Studi Ilmu Penyakit Saraf
pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
OLEH
MINAR MUSHARI
Nomor Register CHS : 18795PROGAM STUDI ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN USU
RSUP.H.ADAM MALIK
MEDAN
DAFTAR ISI
HAL
LEMBAR PENGESAHAN i
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR SINGKATAN ... xi
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
ABSTRAK ... xv
ABSTRACT ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1. Latar Belakang ... 1
2. Perumusan Masalah ... 7
3. Tujuan Penelitian ... 7
4. Hipotesis ... 8
5. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
1. Definisi …………. ... 9
2. Epidemiologi ...... 9
3. Klasifikasi … ..… ... 10
5. Gejala Klinis ………. 19
6. Diagnosis ………. 19
7. Gamma Glutamyltransferase ………….. 20
8. Elektromiografi ………. 21
9. Kecepatan Hantaran Saraf ……… 22
10. Kerangka Teori ……… 25
11. Kerangka Konsep ………... 26
BAB III METODE PENELITIAN ... 27
1. Tempat dan Waktu ... 27
2. Subjek Penelitian ... 27
3. Kriteria Inklusi ... 28
4. Kriteria Eksklusi ... 28
5. Batasan Operasional ... 29
6. Instrumen Penelitian ... 30
7. Rancangan Penelitian ... 31
8. Pelaksanaan Penelitian ... 31
9. Kerangka Operasional ... 32
10. Analisa Statistik ... 33
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 34
1. Hasil Penelitian ... 34
1.1. Karakteristik Subjek Penelitian ... 34
Kelamin ... 37
4.Hubungan antara usia dengan KHS ... 38
5. Hubungan antara lama menderita DM dengan KHS ... 38
6. Hubungan antara KGD N dengan KHS ... 38
7. Hubungan antara KGD 2PP dengan KHS ... 38
8. Hubungan antara HbA1c dengan KHS ... 38
9. Hubungan SGOT dengan KHS ... 39
10. Hubungan SGPT dengan KHS ... 39
11. Hubungan rerata nilai IMT dengan KHS ... 39
12. Hubungan rerata nilai GGT dengan rerata KGD N 39 13. Hubungan rerata nilai GGT dengan KGD 2PP 39 14. Hubungan rerata nilai GGT dengan HbA1c ... 40
15. Hubungan rerata nilai GGT dengan KHS ... 40
2. Pembahasan ... 42
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 47
Daftar Singkatan
ADM : abductor digiti minimi
AFH : above Fibular Head
AG : above ulnar groove;
AGEs : Advance Glycosilation end products
AH : abductor hallucis
ALT : alanine aminotransferase
APB : abductor policis brevis
AST : aspartate aminotransferase
BFH : below fibular head
BG : Below ulnar Groove
BMI : Body Mass Index
CGRP : Calcitonin-Gen-Regulated-peptide
cAFT : Cardiovascular Autonomic Funcion Test
CVD : Cardiovascular Disease
D M : Diabetes mellitus
DPN : Distal Peripheral Neuropathy
EIP : extensor indicis proprius
E M G : Elektromiografi
ESRD : End-Stage Renal Disease
FPG : Fasting plasma glucosa
GFR : Glomerular Filtration Rate
GGT : Gamma glutamyltransferase
HDL : High Density Lipoprotein
KGD : kadar Gula Darah
KHS : Kecepatan Hantaran Saraf
LDL : Low density Lipoprotein
N C V : Nerve Conduction Velocity
NADPH : Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phospat Hydrolase
NGF : nerve Growth Factor
NOS : Nitric Oxyde synthase
NO : Nitric Oxyde
NMDA : N-methyl—aspartate
PARP : Poly adenosine diposphate (ADP)-Ribose Polymerase
PERKENI : Pekumpulan Endokrinologi Indonesia
PKC : Protein Kinase C
QST : Quantitative sensory Testing
ROS : Reactive Oxygen Species
SG : spiral groove
TA : tibialis anterior
Daftar Tabel
halaman
Tabel.1Klasifikasi Neuropati Diabetik ... 10
Tabel.2 Abnormalitas dalam patogenesis neuropati diabetik. 18
Tabel 3.Gejala Khas Neuropati Diabetik ... 19
Tabel 4. KHS Normal orang dewasa 16-65 tahun ... 23
Tabel 5. Karakteristik Hasil Penelitian ... 36
Tabel 6. Rerata Nilai KHS Motorik Berdasarkan Jenis
Kelamin ... 37
Tabel 7. Rerata Nilai KHS Sensorik Berdasarkan Jenis
Daftar Gambar
Gambar.1 Mekanisme Hiperglikemi di dalam sel... 17
Gambar 2. Siklus Gamma Glutamyltransferase ... 21
Gambar 3. Grafik Hubungan Kadar GGT dengan KHS Motorik 41
ABSTRAK
Latarbelakang : Neuropati diabetik merupakan salah satu komplikasi yang sering dari Diabetes Mellitus (DM). Patofisiologi dari neuropati diabetik terdiri dari beberapa faktor yaitu metabolik, vaskular, stres oksidatif dan neurohormonal growth factor dan studi terbaru menduga serum gamma-glutamyltransferase (GGT) sebagai marker awal stres oksidatif.
Metode : Kami memeriksa 24 penderita neuropati diabetik yang didiagnosa berdasrkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan neurologi serta memeriksa kecepatan hantran saraf. Kami mengevaluasi hubungan kadar GGT dengan kecepatan hantaran saraf.
Hasil : dari total 14 wanita dan 10 pria ditemukan; rerata usia 57,48 ± 9,41 tahun, rerata lama menderita diabetes 8,39 ± 3,702 tahun, rerata kadar GGT 39,17 ± 14,73 UI/L, rerata nilai KHS motorik 39,07 ± 9,45 m/s dan rerata nilai KHS sensorik 33,30 ± 8,66 m/s.
Kesimpulan : Studi ini menunjukkan kadar GGT mempunyai korelasi negative dengan KHS sensorik dan motorik.
ABSTRACT
Background : Diabetic neuropathy is one of the common complication of diabetes mellitus (DM). The pathophysiology of diabetic neuropathy includes several factors such
as metabolic, vascular, oxidative stress and neurohormonal growth factor deficiency and
recent studies have suggested the use of serum gamma-glutamyltransferase (GGT) as an
early marker of oxidative stress.
Methods : We assessed 24 patient with diabetic neuropathy were diagnosed by anamnesa, physical examination and neurological examination including nerve
conduction velocities. We evaluated the association between serum GGt and nerve
conduction velocities.
Results: A total of 14 women and 10 men were studied; mean age was 57,48 ± 9,41years, mean duration of diabetes was 8,39 ± 3,702 years, mean GGT was 39,17 ±
14,73 UI/L, mean motoric NCV was 39,07 ± 9,45 m/s and mean sensoric NCV was 33,30
± 8,66 m/s.
Conclusion : This study show that levels of serum GGT have inverse correlation with motoric and sensoric nerve conduction velocities.
ABSTRAK
Latarbelakang : Neuropati diabetik merupakan salah satu komplikasi yang sering dari Diabetes Mellitus (DM). Patofisiologi dari neuropati diabetik terdiri dari beberapa faktor yaitu metabolik, vaskular, stres oksidatif dan neurohormonal growth factor dan studi terbaru menduga serum gamma-glutamyltransferase (GGT) sebagai marker awal stres oksidatif.
Metode : Kami memeriksa 24 penderita neuropati diabetik yang didiagnosa berdasrkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan neurologi serta memeriksa kecepatan hantran saraf. Kami mengevaluasi hubungan kadar GGT dengan kecepatan hantaran saraf.
Hasil : dari total 14 wanita dan 10 pria ditemukan; rerata usia 57,48 ± 9,41 tahun, rerata lama menderita diabetes 8,39 ± 3,702 tahun, rerata kadar GGT 39,17 ± 14,73 UI/L, rerata nilai KHS motorik 39,07 ± 9,45 m/s dan rerata nilai KHS sensorik 33,30 ± 8,66 m/s.
Kesimpulan : Studi ini menunjukkan kadar GGT mempunyai korelasi negative dengan KHS sensorik dan motorik.
ABSTRACT
Background : Diabetic neuropathy is one of the common complication of diabetes mellitus (DM). The pathophysiology of diabetic neuropathy includes several factors such
as metabolic, vascular, oxidative stress and neurohormonal growth factor deficiency and
recent studies have suggested the use of serum gamma-glutamyltransferase (GGT) as an
early marker of oxidative stress.
Methods : We assessed 24 patient with diabetic neuropathy were diagnosed by anamnesa, physical examination and neurological examination including nerve
conduction velocities. We evaluated the association between serum GGt and nerve
conduction velocities.
Results: A total of 14 women and 10 men were studied; mean age was 57,48 ± 9,41years, mean duration of diabetes was 8,39 ± 3,702 years, mean GGT was 39,17 ±
14,73 UI/L, mean motoric NCV was 39,07 ± 9,45 m/s and mean sensoric NCV was 33,30
± 8,66 m/s.
Conclusion : This study show that levels of serum GGT have inverse correlation with motoric and sensoric nerve conduction velocities.
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit gangguan metabolik
yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah melebihi normal. Terdapat
beberapa tipe diabetes yang diketahui dan umumnya disebabkan oleh suatu
interaksi yang kompleks antara faktor genetik, lingkungan dan gaya hidup. Bila
hal ini dibiarkan tidak terkendali dapat terjadi komplikasi metabolik akut maupun
komplikasi vaskuler jangka panjang, baik mikroangiopati maupun makroangiopati.
Di Amerika Serikat, DM merupakan penyebab utama dari end-stage renal disease
(ESRD), nontraumatic lowering amputation, dan adultblindness. Dengan
peningkatan insiden di dunia, maka DM akan menjadi penyebab utama angka
morbiditas dan mortalitas dimasa yang akan datang. (Harrison, 2005)
Jumlah penderita Diabetes mellitus di dunia dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan, hal ini berkaitan dengan jumlah populasi yang meningkat, life
expectancy bertambah, urbanisasi yang merubah pola hidup tradisional ke pola
hidup modern, prevalensi obesitas meningkat dan kegiatan fisik kurang. Diabetes
mellitus perlu diamati karena sifat penyakit yang kronik progresif, jumlah penderita
semakin meningkat dan banyak dampak negatif yang ditimbulkan. (Wild, 2004)
Di Indonesia berdasarkan penelitian epidemiologis didapatkan prevalensi
Diabetes mellitus sebesar 1,5 – 2,3% pada penduduk yang usia lebih 15 tahun,
bahkan di daerah urban prevalensi DM sebesar 14,7% dan daerah rural sebesar
7,2%. Prevalensi tersebut meningkat 2-3 kali dibandingkan dengan negara maju,
serius. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003 penduduk
Indonesia yang berusia di atas 20 tahun sebesar 133 juta jiwa, maka pada tahun
2003 diperkirakan terdapat penderita DM di daerah urban sejumlah 8,2 juta dan di
daerah rural sejumlah 5,5 juta. Selanjutnya berdasarkan pola pertambahan
penduduk diperkirakan pada tahun 2030 akan terdapat 194 juta penduduk yang
berusia di atas 20 tahun maka diperkirakan terdapat penderita sejumlah 12 juta di
daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural. (PERKENI, 2006)
Penderita Diabetes Mellitus dibandingkan dengan penderita non Diabetes
Mellitus mempunyai kecenderungan 2 kali lebih mudah mengalami trombosis
serebral, 25 kali terjadi buta, 2 kali terjadi penyakit jantung koroner, 17 kali terjadi
gagal ginjal kronik, dan 50 kali menderita ulkus diabetika. Komplikasi menahun
Diabetes mellitus di Indonesia terdiri atas neuropati 60%, penyakit jantung koroner
20,5%, ulkus diabetika 15%, retinopati 10%, dan nefropati 7,1%. (Tjokroprawiro,
2006)
Neuropati merupakan komplikasi diabetes yang klasik. Komplikasi neurologis
dari diabetes seringkali melibatkan saraf perifer. Polineuropati distal merupakan
neuropati diabetik yang paling sering yang bermanifestasi progresif lambat,
simetris dengan pola glove and stocking. (Howard dkk., 2004).
Kira-kira lima belas persen pasien dengan diabetes mellitus mempunyai
tanda dan gejala neuropati, hampir 50% juga mempunyai gejala nyeri neuropatik
dan gangguan hantaran saraf. Neuropati paling sering dijumpai pada penderita
diabetes yang berumur lebih dari 50 tahun, jarang dijumpai pada usia dibawah 30
Neuropati diabetik disebabkan oleh berbagi mekanisme yang dipicu oleh
tingginya kadar glukosa darah (hiperglikemi). Akibatnya, neuropati dapat
menunjukkan berbagai macam gejala yang berbeda, bergantung mekanisme yang
terlibat. Salah satunya yaitu, hiperglikemi mengganggu metabolisme saraf yang
mengakibatkan distal neuropati. Efek lain yaitu, inflamasi dari pembuluh darah
kecil (mikrovaskulitis atau vaskulopati) yang mengganggu aliran darah ke saraf.
Mekanisme ini dapat mengenai satu saraf saja yang disebut fokal neuropati, atau
multiple yang disebut multifokal neuropati. ( Latov, 2007)
Neuropati merupakan komplikasi utama dari diabetes yang mengakibatkan
tingginya angka morbiditas. Prevalensi pasti tidak diketahui dan dilaporkan
bervariasi mulai dari 10% hingga 90% pada pasien diabetes bergantung kepada
kriteria dan metode yang digunakan. Hubungan yang kuat antara hipergikemi dan
perkembangan dari neuropati dilaporkan pada banyak studi. (Fazan dkk., 2010).
Deteksi dini neuropati diabetik sangat penting pada pasien dengan diabetes
karena pencegahan bisa menurunkan morbiditas dan mortalitas, tetapi tidak ada
gold standard untuk mendiagnosa polineuropati. San Antonio konsensus
merekomendasikan paling kurang memenuhi satu dari lima kategori yang diukur
yaitu, simptom skor, pemeriksaan fisik skor, quantitative sensory testing (QST)
cardiovascular autonomic function (cAFT) dan elektrodiagnostik. (Jan-Willem dkk,
2003)
Patofisiologi neuropati diabetik melibatkan banyak faktor seperti metabolik,
vaskuler, autoimmune, oxidative stress dan neurohormonal growth factor
metabolik sindrom dan penyakit neurodegenerative, serum gamma-glutamyl
transferase (GGT) merupakan marker awal oxidative stress. ( Andre dkk, 2007).
Oxidative stress memegang peranan penting pada etiologi dan pathogenesis
diabetes. Mereka menginvestigasi perubahan produksi reactive oxygen spesies
(ROS) pada mitokondria dan sistem pertahanan antioksidan di mitokondria.
Hiperglikemi, auto-oxidation dari glycated protein, peningkatan produksi reactive
oxygen spesies (ROS), penurunan antioxidant defense, peningkatan lipid
perooxidation dan membrane degenerasi merupakan penyebab utama dari
apoptosis atau nekrosis, yang umumnya terdapat pada diabetes. (Raza, dkk.
2004)
Lee, dkk. (2004) meneliti peranan serum gamma glutamyltransferase (GGT)
sebagai prediktor dalam pathogenesis diabetes, serta hubungan GGT dan
obesitas pada perkembangan diabetes tipe 2 pria dan wanita. Mereka
menyimpulkan bahwa kadar serum GGT sebagai prediktor kuat untuk diabetes,
baik pada pria maupun wanita, dan menduga bahwa GGT berperan dalam
patogenesis diabetes sebagi oxidative stress.
Lee, dkk (2003) melakukan penelitian kadar GGT sebagai prediktor diabetes
dan hipertensi pada 4844 pria dan wanita kulit hitam dan putih. Mereka
menyimpulkan bahwa kadar GGT sebagi prediktor kuat untuk hipertensi dan
diabetes. Mereka menduga keterlibatan kadar GGT pada patogenesis diabetes
melalui mekanisme oxidative stress.
Andre, dkk (2007) melakukan penelitian hubungan kadar GGT dan
menyimpulkan bahwa kadar GGT merupakan prediktor diabetes tipe 2 dan
berhubungan dengan insiden metabolik sindrom.
Fraser, dkk (2003) melakukan penelitian pada 4286 wanita usia 60-79 tahun
dengan median follow-up 7,3 tahun. Mereka menyimpulkan bahwa GGT lebih baik
sebagai prediktor diabetes dibandingkan ALT.
Ford, dkk (2008) melakukan suatu studi case-cohort analysis untuk menguji
hubungan kadar GGT dan ALT dengan insiden diabetes, pada subjek usia 35-65
tahun di European Prospective Investigation into Cancer and Nutrition-Postdam
Study. Sampel penelitian terdiri dari 787 partisipan dengan diabetes dan 2224
partisipan tanpa diabetes. Mereka menyimpulkan bahwa konsentrasi GGT dan
ALT signifikan sebagai prediktor insiden diabetes.
Nakanishi, dkk, (2004) melakukan penelitian hubungan antara kadar GGT
dan resiko metabolik sindrom dan diabetes tipe 2 pada pria Jepang. Mereka
menyimpulkan bahwa kadar GGT menjadi prediktor penting untuk perkembangan
metabolik sindrom dan diabetes tipe 2.
Wannamethee, dkk. (2005) melakukan penelitian hubungan antara enzim
hati, metabolik sindrom dan diabetes tipe 2. Mereka menyimpulkan bahwa
peningkatan kadar ALT dan GGT sebagai prediktor untuk insiden diabetes tipe 2.
Lee, dkk. (2004) melakukan penelitian kadar GGT, obesitas dan resiko
diabetes tipe 2, pada 20.158 pria dan wanita, dengan usia antara 25 – 64 tahun
selama 10 tahun. Mereka menyimpulkan bahwa kadar GGT sebagai prediktor
kuat untuk insiden diabetes tipe 2. Dan peranan GGT dalam patogenesis diabetes
Lee, dkk. (2006) melakukan penelitian kadar GGT sebagai prediktor
morbiditas dan mortalitas penyakit jantung pada 3451 partisipan (usia rata-rata 44
tahun, 52% wanita). Mereka menyimpulkan bahwa peningkatan kadar GGT dapat
memprediksi onset dari metabolik sindrom dan insiden penyakit kardiovaskuler.
Cho, dkk (2010) melakukan penelitian terhadap 90 orang penderita Diabetes
Mellitus tipe 2, yang meneliti hubungan antara serum GGT dan Polineuropati
Diabetik. Pada tiap penderita diberikan kuesioner yang berisi informasi lengkap
berupa usia, jenis kelamin, riwayat merokok, riwayat konsumsi alkohol, durasi DM,
riwayat hipertensi dan penyakit kardiovasular, dan gejala-gejala yang
berhubungan dengan neuropati. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan yaitu:
serum GGT,AST,ALT, glycosylated hemoglobin (HbA1c), creatinin, C-reactive
protein (CRP) dan profil lipid.
Cho, dkk (2010) memeriksa kecepatan hantaran saraf menggunakan
Synergy instrument (Oxford Medelec,Wiesbaden, Germany) pada 20- 250
Cho, dkk (2010) mendapatkan 46 penderita pria dan 44 wanita dengan usia
rata-rata 59 tahun. Rata-rata body mass index (BMI) 24,4 (kg/m
C suhu
kamar. Gambaran neuropati berdasarkan evaluasi latensi, amplitudo dan konduksi
pada kedua nervus motorik medianus, ulna, tibial posterior, dan peroneal. Nervus
sensorik pada kedua medianus, ulnaris, suralis, dan peroneal superfisialis.
2), lingkar
pinggang rata 87.8 cm. Rata-rata durasi diabetes 8,7 tahun, dengan nilai
rata-rata untuk HbA1c 8.0%, KGD puasa 8.2 mmol/L, KGD 2jam PP 12.9 mmol/L, GGT
Cho, dkk (2010) menyimpulkan bahwa, peningkatan kadar serum GGT
berhubungan dengan manifestasi klinis polineuropati diabetik pada pasien DM
tipe 2.
I.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut:
Bagaimanakah hubungan antara kadar gamma glutamyl transferase dengan
kecepatan hantaran saraf pada penderita polineuropati diabetika.
I.3. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1.3.1 Tujuan Umum :
Untuk mengetahui hubungan kadar gamma glutamyl transferase dengan
kecepatan hantaran saraf pada penderita polineuropati diabetik.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengetahui hubungan kadar gamma glutamyl transferase dengan
kecepatan hantaran saraf pada penderita neuropati diabetik di RS H.
Adam Malik Medan.
1.3.2.2 Mengetahui hubungan kadar gamma glutamyl transferase dengan KGD N,
KGD 2 jam PP, HbA1c, ALT dan AST pada penderita neuropati diabetik di
RS H.adam malik Medan.
1.3.2.3 Untuk mengetahui gambaran kecepatan hantaran saraf pada penderita
neuropati diabetik berdasarkan umur, jenis kelamin, dan lamanya
1.4. Hipotesis
Ada hubungan antara kadar Gamma Glutamyltransferase dan Kecepatan
Hantaran Saraf pada penderita neuropati diabetik.
1.5 Manfaat
1.5.1 Dengan adanya penelitian ini diharapkan didapatkan suatu gambaran
hubungan antara kadar gamma glutamyltransferase dengan kecepatan
hantaran saraf yang dapat dipakai dalam penegakan diagnosa serta
pencegahan neuropati diabetik.
1.5.2 Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai referensi penelitian
berikutnya dengan sampel yang lebih besar, waktu yang lebih lama
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Diabetes Mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau kedua-duanya. (PERKENI, 2006)
Neuropati diabetik adalah adanya gejala dan atau tanda dari disfungsi saraf
penderita diabetes tanpa ada penyebab lain selain diabetes mellitus, (setelah
dilakukan eksklusi penyebab lainnya). (Boulton,2004; Syahrir, 2006)
II.2 Epidemiologi
Data epidemiologi menyatakan bahwa kira-kira 30% sampai 40% pasien
dewasa dengan diabetes tipe 2 mempunyai suatu distal peripheral neuropathy
(DPN). DPN telah dihubungkan dengan berbgai faktor resiko mencakup derajat
tingkat hiperglikemi, indeks lipid dan tekanan darah, lama dan beratnya menderita
diabetes. Angka durasi diabetes juga akan meningkat sesuai umur dan durasi
diabetes. Studi epidemiologik menunjukkan bahwa dengan tidak terkontrolnya
kadar gula maka akan mempunyai resiko yang lebih besar untuk terjadinya
neuropati, seperti halnya borok kaki dan amputasi. Suatu kenaikan kadar HbA1c
2% mempunyai resiko komplikasi neuropati sebesar 1,6 kali lipat dalam waktu 4
II.3 Klasifikasi
Tabel 1. Klasifikasi neuropati diabetik
A: Clinical Classification of DNs
Polyneuropathy Mononeuropathy
Sensory Isolated peripheral
● Acute sensory
● Chronic sensorimotor Mononeuritis
multiplex Autonomic
● Cardiovascular Isolated peripheral ● Gastrointestinal
● Genitourinary Truncal ● Other
Proximal motor (amyotrophy) Truncal
B: Patterns of Neuropathy in Diabetes Length-dependent diabetic polyneuropathy ● Distal symmetrical sensory polyneuropathy ● Large fiber neuropathy
● Painful symmetrical polyneuropathy ● Autonomic neuropathies
Focal and multifocal neuropathies ● Cranial neuropathies
● Limb neuropathies
● Proximal DN of the lower limbs ● Truncal neuropathies
Nondiabetic neuropathies more common in diabetes ● Pressure palsies
● Acquired inflammatory demyelinating polyneuropathy
C: Classification of DN Rapidly reversible
● Hyperglycemic neuropathy
Generalized symmetrical polyneuropathies ● Sensorimotor (chronic)
● Acute sensory ● Autonomic
Focal and multifocal neuropathies ● Cranial
● Thoracolumbar radiculoneuropathy ● Focal limb
● Proximal motor (amyotrophy)
II.4 Patogenesis
Lesi pada saraf perifer akan menimbulkan enam tingkat kerusakan yaitu :
(Brushart, 2002)
a. Grade 1 (Neuropraksia)
Kerusakan yang paling ringan, terjadi blok fokal hantaran saraf, gangguan
umumnya secara fisiologis, struktur saraf baik. Karena tidak terputusnya
kontinuitas aksoplasmik sehingga tidak terjadi degenerasi wallerian.
Pemulihan komplit terjadi dalam waktu 1 – 2 bulan.
b. Grade II (aksonometsis)
Kerusakan pada akson tetapi membrana basalis (Schwann cell tube),
perineurium dan epineurium masih utuh. Terjadi degenerasi wallerian di
distal sampai lesi, diikutu dengan regenerasi aksonal yang berlangsung 1
inch per bulan. Regenerasi bisa tidak sempurna seperti pada orang tua.
c. Grade III
Seperti pada grade II ditambah dengan terputusnya membrana basalis
(Schwann cell tube). Regenerasi terjadi tetapi banyak akson akan terblok
oleh skar endoneurial. Pemulihan tidak sempurna.
d. Grade IV
Obliterasi endoneurium dan perineurium dengan skar menyebabkan
kontinuitas saraf berbagai derajat tetapi hambatan regenerasi komplit.
e. Grade V
f. Grade VI
Kombinasi dari grade II-IV dan hanya bisa didiagnosa dengan
pembedahan.
Ada tiga proses patologi dasar yang bisa terjadi pada saraf perifer yaitu :
(Adam, 2005)
a. Degenerasi Wallerian
Terjadi degenerasi sekunder pada mielin oleh karena penyakit pada
akson yang meluas ke proksimal dan distal dari tempat akson terputus.
Perbaikan membutuhkan waktu sampai tahunaan, oleh karena pertama
terjadi regenerasi kemudian baru terjadi koneksi kembali dengan otot,
organ sensoris, pembuluh darah.
b. Demielinisasi segmental
Terjadi destruksi mielin tanpa kerusakan akson, lesi primer melibatkan
sel Schwann. Demielinisasimulai daro nodus ranvier meluas tak teratur
ke segmen-segmen internodus lain. Perbaikan fungsi cepat karena tidak
terjadi kerusakan akson.
c. Degenerasi aksonal
Degenerasi pada bagian distal akson saraf perifer dan beberapa tempat
ujung akson sentral kolumna posterior medulla spinalis.
Basis patofisiologik pengembangan timbulnya periferal neuropati dari diabetes
tidaklah dipahami dengan sepenuhnya, dan berbagai hipotesis telah diajukan.
Faktor-faktor etiologik daripada diabetes neuropati diduga adalah vaskuler,
1. Faktor vaskular
Abnormalitas vaskuler yang terjadi pada pasien dengan diabetik
polineuropati meliputi penebalan membran basalis dinding pembuluh
darah, endotelial hiperplasia, disfungsi endotelial, peningkatan ekspresi
endotelin dan peningkatan kadar vascular endotelial growth factor (VEGF).
Diabetes secara selektif merusak sel, seperti endotelial sel dan mesangial
sel, dimana kecepatan pengangkutan glukosa tidak merosot dengan cepat
seperti halnya hasil peningkatan kadar gula, hal ini mendorong ke arah
penumpukan glukosa tinggi dalam sel. Berdasarkan teori ini, terjadi proses
iskemia endoneurial yang berkembang karena adanya peningkatan
endoneural vascular resistance terhadap daerah hiperglikemi. Berbagai
faktor berkenaan dengan metabolisme, termasuk pembentukan glycostatin
end product, juga telah mencakup, mendorong ke arah kerusakan kapiler,
inhibisi transpor aksonal, aktivitas Na+/K+ATPase, dan akhirnya ke
degenerasi aksonal.(Sjahrir, 2006)
2. Teori berkenaan dengan metabolisme
Ada 2 teori utama berhubungan dengan efek yang berkenaan dengan
metabolisme dari hiperglikemi kronis dan efek iskemia pada saraf periferal.
Efek hiperglikemia yang berkenaan dengan metabolisme meliputi
pembuatan potensi neurotoksin (seperti jenis oksigen reaktif dan sorbitol)
dan perubahan tingkatan enzimntraseluler dan molekul pemberian isyarat
(seperti Na+/K+ATPase, protein kinase C, dan protein mitogen-activated
2.1. The polyol pathway
Di dalam status yang normoglikemik, kebanyakan glukosa
intrasellular adalah di phosphorylated ke glucose-6-phosphate oleh
hexoginase. Hanya sebagian kecil dari glukosa masuk polyol
pathway. Dibawah kondisi-kondisi hiperglikemi, hexoginase
disaturasi, maka akan terjadi peningkatan influks glukosa ke dalam
polyol pathway aldose reductase, yang mengkatalisa pengurangan
glukosa ke sorbitol, adalah rate limiting enzim didalam pathway ini.
Aldose reductase, yang secara normal mempunyai fungsi
mengurangi aldehid beracun didalam sel ke alkohol non aktif, tetapi
ketika konsentrasi glukosa di dalam sel menjadi terlalu tinggi, aldose
reductase juga mengurangi glukosa itu ke sorbitol, yang mana
kemudian dioksidasi menjadi fruktose. Sedang dalam proses
mengurangi glukosa intraselluler tinggi ke sorbitol, aldose reductase
mengkonsumsi co-factor NAPH (nicotinamide adenin dinucleotide
phospat hydrolase). NADPH adalah juga co-factor yang penting
untuk memperbaharui suatu intraselluler critical antioxidant, dan
pengurangan glutathione. Dengan mengurangi jumlah
glutathione,polyol pathway meningkatkan kepekaan ke intracelluler
oxidative stress. Oxydative stress berperan utama didalam
patogenesis diabetik periferal neuropati. (Sjahrir, 2006)
Oxidative stress terjadi didalam sistem selluler ketika produksi
radikal bebas melebihi kemampuan antioksidan didalam sel. Jika
dan merusak protein, lipid dan asam nukleat. Hasil dari oksidasi atau
nitrosilasi dari radikal bebas akan menyebabkan penurunan aktivitas
biologik, kehilangan kemampuan metabolisme energi, transport, dan
kehilangan kemampuan fungsi utama lainnya. Akumulasi dari proses
ini akan menyebabkan sel mati melalui mekanisme apoptosis atau
nekrotik. ( Vincent dkk, 2004)
Suatu teori mengatakan bahwa gula yang berlebihan dalam sirkulasi
darah di tubuh saling berinteraksi dengan suatu enzim di dalam sel
Schwann, yang disebut aldose reductase. Aldose reductase
mengubah bentuk gula ke dalam sorbitol, yang pada gilirannya
menarik air ke dalam sel Schwann, menyebabkan sel Schwann
membengkak. Ini pada gilirannya menjepit serabut saraf,
menyebabkan kerusakan dan menimbulkan rasa nyeri. Akhirnya sel
Schwann dan serabut saraf dapat nekrosis. (Sjahrir, 2006)
2.2 Aktivasi protein kinase C pathway
Berperan dalam patogenesis diabetic peripheral neuropathy.
Hiperglikemi didalam sel meningkatkan sintesa suatu molekul yang
disebut dicylglycerol (DAG), yaitu suatu critical activating factor untuk
isoforms protein kinase-C,β,α,ð. Protein kinase C juga diaktifkan oleh
oxydative stress dan advanced glycation end product. Aktivasi
protein kinase C menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler,
gangguan sintesa nitric oxyde (NOs), dan perubahan aliran
advanced glycation end product sangat toksik dan merusak semua
protein tubuh, termasuk sel saraf. Dengan terbentuknya AGEs dan
sorbitol, maka sintesis dan fungsi NO akan menurun, sehingga
vasodilatasi berkurang, aliran darah ke saraf menurun, dan bersama
rendahnya mionisitol dalam sel saraf, terjadilah neuropati diabetik.
(Duby,2004)
2.3 Adenosine diphosphate (ADP)
Ada bukti bahwa poly Adenosine diphosphate (ADP)-ribose
polymerase (PARP) mempunyai suatu peran penting dalam mediator
beberapa pathway dari hyperglicemia induced damage.(Sjahrir,
2006)
2.4 The hexosamine pathway
Ketika hiperglikemia intraselluler berkembang didalam sel target dari
komplikasi diabetes, menyebabkan produksi ROS (reactive oxygen
species) mitokhondria. ROS menerobos inti DNA, yang
mengaktifkan PARP. PARP kemudian memodifikasi enzim GAPDH
(glycolytic glyceryldehyde-3 fosfat dehidrogenase), dengan demikian
mengurangi aktivitasnya. Akhirnya, pengurangan aktivitas GAPDH
akan mengaktifkan polyolpathway, meningkatkan pembentukan AGE
intraseluler (lycation and product), mengaktifkan PKC dan sesudah
Gambar. 1. Jalur utama Hiperglikemi Menyebabkan Injury Sel
. Hyperglycemia activates many signaling mechanisms in cells. Four major pathways that can lead to cell injury downstream of hyperglycemia are illustrated. 1) Excess glucose shunts to the polyol pathway that depletes cytosolic NADPH and subsequently GSH. 2) Excess glucose also undergoes autooxidation to produce AGEs that impair protein function and also activate RAGEs that useROSas second messengers. 3) PKC activation both further increases hyperglycemia and also exacerbates tissue hypoxia. 4) Overload and slowing of the electron transfer chain leads to escape of reactive intermediates to produce O2_. as well as activation of NADH oxidase that also produces O2 A unifying mechanism of injury in each case is the production of ROS that impair protein and gene function. TCA, Trichloroacetic acid; PAI-1, plasminogen activator inhibitor-1.
Dikutip dari : Vincent A.M, Russel JW, Low P, Feldman EL. 2004. Oxidative Stress in the Pathogenesis of Diabetic Neuropathy. Endocrine Reviews. 26(4):S12-S28.
3. Faktor neurotropik
Nerve growth factor diperlukan untuk mempercepat dan mempertahankan
pertumbuhan saraf. Pada penderita diabetes kadar NGF serum cenderung
4. Faktor immunologi
Pada penderita diabetes dijumpai adanya antineural antibodies dalam serum
yang secara langsung dapat merusak struktur saraf sensorik dan motorik
yang bisa dideteksi dengan immunoflorens indeks.
Tabel 2. Abnormalitas yang paling banyak ditemukan dalam pathogenesis neuropati diabetik sesuai dua kelompok utama
Vascular Etiology Metabolic Etiology
Hyperglycemia Hyperglycemia / Hypoinsulinemia
↑Endoneural vascular resistance Dyslipidaemia
↓Nerve blood flow (endoneural hypoxia) ↑ Aldose reductase activity (↑
polyols,↓ myo-inositol)
Endothelial dysfunction (↓prostacyclin and
nitric oxide, ↑endothelin ↓Nerve sodium-potassium ATP-ase Advanced glycation of vessel wall ↓ Rate of synthesis and transport
of intra-axonal proteins
Basement membrane thickening ↑ Glycogen accumulation
Endothelial cell swelling and pericyte ↑ Monoenzymatic peripheral nerve
protein glycosylation
Closed (collapsed) capillar ies ↓ Incorporation into myelin of glycolipids and aminoacids
Occlusive platelet thrombi Abnormal inositol lipidmethabolism
Epineural vessel atherosclerosis ↓ Nerve L-carnitine level
↑ Oxygen free radicals activity ↑ Protein kinase C activity
II.5 Gejala Klinis
Gejala bergantung pada tipe neuropati dan saraf yang terlibat. Pada
beberapa orang bisa tidak dijumpai gejala. Kesemutan, tingling atau nyeri
pada kaki sering merupakan gejala yang pertama, bisa juga nyeri dan
kesemutan. Gejala bis amelibatkan sistem saraf sensoris atau motorik
ataupun sistem saraf otonom. (Dyck, 2002)
Tabel.3. Gejala khas pada neuropati diabetik
Nonpainful Painful
Thick Prickling
Stiff Tingling
Asleep Knife-like
Prickling Electric shock-like
Tingling Squeezing
Constricting
Dikutip dari : Boulton AJM. Management of Diabetic Peripheral Neuropathy. 2005. Clinical Diabetes; 23:9-15.
II.6 Diagnosis
Diagnostik neuropati ditegakkan berdasarkan adanya gejala dua atau lebih dari
empat kriteria dibawah ini : (Sjahrir,2006)
1. Kehadiran satu atau lebih gejala
2. Ketidakhadiran dua atau lebih refleks ankle atau lutut
4. Fungsi otonomik abnormal (berkurangnya heart rate variability (HRV)
dengan rasio RR kurang dari 1,04 postural hypotension dengan turunnya
tekanan darah sistolik 20 mmHg atau lebih, atau kedua-duanya).
II.7. Penatalaksanaan
Langkah manajemen terhadap pasien adalah untuk menghentikan
progresifitas rusaknya serabut saraf dengan kontrol kadar gula darah secara baik.
Mempertahankan kontrol glukosa darah ketat, HbA1c, tekanan darah, dan lipids
dengan terapi farmakologis dan perubahan pola hidup. Komponen manajemen
diabetes lain yaitu perawatan kaki, pasien harus diajar untuk memeriksa kaki
mereka secara teratur. (Sjahrir, 2006)
II.8 Gamma glutamyltransferase
Gamma glutamyltranspeptidase (Gamma-glutamyltransferase,
gamma-glutamyl transpeptidase, γ-glutamyltransferase, GGT, GGTP, gamma-GT,) adalah
sejeniγ
S nya sertγ-glutamil keakseptor γ-glutamil seperti
Enzim ini ditemukan pada berbagai
jaringan pada permuka
digunakan sebagai salah satu parameter
Aplikasi yang paling sering digunakan adalah untuk mendiagnosa penyakit pada
2. Aktivitas paling tinggi dari GGT ditemukan pada ginjal, usus kecil, pankreas,
hati dan organ lain yang mempunyai fungsi absorbsi dan sekresi. Kadar GGT
dihubungkan dengan beberapa faktor resiko kardiovaskuler, dan ditemukan juga
hubungan yang kuat antara peningkatan kadar GGT dan insiden diabetes.
Walaupun GGT digunakan secara luas sebagai marker untuk konsumsi alkohol.
(Emdin dkk, 2001; Visvikis dkk, 2001)
Gamma glutamyltransferase memicu katabolism
pasokan sistein unt
Ekspresi GGT merupakan salah satu mekanisme
pertahanan
2005)
Gambar 2. Siklus Gamma Glutamyl
Dikutip dari : Ristoff, E., Larson, A. 2003. Gamma glutamyltranspeptidase
deficiency. Available from :
II.9 Elektromiografi
Elektromiografi adalah pemeriksaan elektrodiagnosis untuk memeriksa saraf
perifer dan otot. Prinsip kerjanya adalah merekam gelombang potensial yang
ditimbulkan baik oleh otot maupun saraf. (Poernomo, 2003)
Gelombang potensial dapat ditimbulkan dalam otot dengan memberikan
stimulus pada saraf motorik yang mengelolanya. Untuk mengukur kecepatan
hantaran saraf (KHS) motorik yaitu dengan merangsang saraf motorik pada dua
tempat disebelah proksimal dan distal. Latensi adalah waktu yang dibutuhkan
dalam menghantarkan impuls dari tempat perangsangan (stimulus) sampai ke
akson terminal dan transmisi dari akson terminal ke motor end plate, sehingga
timbul potensial aksi. Dengan memberi stimulus pada dua tempat, akan timbul
dua gelombang potensial yang masing-masing latensi distalnya berbeda. Agar
lebih akurat hasilnya, sebaiknya jarak antara 2 stimulus adalah ≥ 10 cm. KHS
motorik dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
KHS (m/det) = jarak antara ke 2 titik stimulus (mm)
Latensi distal II (proksismal) – latensi I (distal) (milidetik)
Untuk mengukur saraf sensorik dilakukan dengan memberikan stimulus
pada saraf sensorik. Aksi potensial saraf sensorik dapat direkam dengan
elektrode permukaan yang dililitkan pada jari. Pengukuran KHS sensorik adalah
dengan menghitung jarak dari stimulus tunggal sampai elektroda perekam dibagi
II.10. Kecepatan Hantaran Saraf
Merupakan tekhnik utama untuk studi fungsi saraf perifer yang melibatkan
stimulasi kulit dari saraf sensorik dan motorik. Hasil studi kecepatan hantaran
saraf sensorik dan motorik nampak sebagai amplitudo, conduction velocity, dan
distal latensi. (Adam dan Victor, 2005)
Faktor-faktor yang mempengaruhi KHS adalah :
1. Faktor fisiologis seperti temperatur, umur, tinggi badan, segmen proksismal
dibanding distal dan anomali inervasi.
2. Faktor nonfisiologis : tahanan elektrode dan interferensi 60 hz, stimulus
artefak, filter, posisi katode, stimulus supramaksimal, kostimulasi saraf yang
berdekatan, penempatan elektroda, perekaman antidromik dibandingkan
ortodromik, jarak antara elektrode aktif dan saraf yang diperiksa, jarak
elektrode aktif dengan elektrode referens, posisi ekstremitas dan pengukuran
jarak, sweep speed dan sensitivitas. (Poernomo,2003)
Tabel.4 Kecepatan Hantaran saraf normal orang dewasa 16 – 65 tahun
Motor Nerve Conduction Studies Radial Forearm Elbow,
SG
Key : AG= above ulnar groove; BG= Below ulnar groove; AFP= above fibular head; BFH= belof fibular head; SG= spiral groove; TA= tibialis anterior; EDB=extensor digital brevis; EIP= extensor indicis proprius; ADM=abductor digiti minimi; APB=abductor policis brevis; AH=abductor hallucis; PF=poplitea fossa
Dikutip dari : Adam, R.D., Victor, M. and Ropper, A.H. 2005. Principles of
II. 10. Kerangka Teori
Diabetes Mellitus
Vaskuler
Metabolik Neurotropik Mekanisme Imun
Oxidative stress( GGT) Polyol pathway Protein kinase C
II.11. Kerangka Konsep
Diabetes Mellitus
Metabolik
Gamma Glutamyltransferase
Diabetik neuropati KHS
Cho(2010) peningkatan kadar GGT berdampak penting terhadap neuropati diabetik Nakanishi(2004) GGT
prediktor penting
perkembangan diabetes
Duk(2004) GGT berperan dalam patogenesis
diabetes sebagai oxidative stress
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1. Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Departemen Neurologi dan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FK-USU/RSUP H. Adam Malik Medan dari tanggal 1 Juni
2011 sampai dengan tanggal 30 Oktober 2011, atau sampai jumlah sampel
tercapai.
lll.2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian diambil dari populasi pasien rumah sakit. Penentuan
subjek penelitian menurut metode sampling non random secara konsekutif.
III.2.1. Populasi sasaran
Semua penderita neuropati diabetik, lama dan baru.
III.2.2. Populasi terjangkau
Semua penderita neuropati diabetik lama dan baru yang berobat ke
Poliklinik Neurologi dan Poliklinik Penyakit Dalam RSU HAM Medan.
III.2.3. Besar sampel
Ukuran sampel dihitung menurut rumus : (Madiyono dkk,1995)
2
n ≥ ( Zα +Zβ ) x Sd
____________ + 3 0,5 ln { (1+r) / (1-r) }
Zα = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai α yang ditentukan. Untuk α = 0,05 maka Zα = 1,96 Z
Zβ = Nilai baku normal yang besarya tergantung pada nilai β yang ditentukan. Untuk β = 0,15 maka Zβ= 1,036
r = koefisien korelasi
n = 1,96 + 1,036
___________________ + 3
2
0,5 ln (1+0,35 / (1-0,35)
n = 26
Dibutuhkan sampel minimal sebesar 26 kasus
III.3.1 Kriteria Inklusi
1. Semua penderita nuropati diabeti yang berusia diatas 15 tahun berobat di
Departemen Neurologi dan Departemen Ilmu penyakit Dalam
RSUP.H.Adam Malik Medan.
2. Memberikan persetujuan ikut serta dalam penelitian ini.
III.3.2 Kriteria Eksklusi
1. Penderita neuropati diabetik dengan penyakit lain yang bisa menyebabkan
neuropati berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik.
2. Penderita diabetes dengan riwayat konsumsi minuman beralkohol
3. Penderita diabetes dengan riwayat atau sedang menderita penyakit hepar
4. Penderita diabetes yang sedang menderita penyakit akut.
III.4. Batasan Operasional Penelitian
1. Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolik khas dengan hiperglikemi
akibat dari defek sekresi insulin, defek kerja insulin atau keduanya
(PERKENI,2006)
2. Hiperglikemi adalah kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl atau kadar
glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl atau kadar glukosa plasma ≥ 200 mg/dl
pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 mg pada tes toleransi glukosa oral.
(PERKENI, 2006).
3. Diabetik neuropati adalah adanya gejala dan atau tanda disfungsi saraf
perifer pada orang dengan diabetes setelah dieksklusikan penyebab lain.
(Sjahrir, 2006)
4. Gamma-glutamyltransferase adalah sejeni
γγ
-glutamil keakseptor γ-glutamil sepert
pendek da
5. Nilai normal kadar gammaglutamyl transferase adalah < 50 UI/dl pada pria,
dan < 30 UI/dl pada wanita.
6. Nilai HbA1c : Baik <6,5, sedang 6,5 – 8, buruk > 8. (PERKENI, 2006)
7. Indeks Masa Tubuh adalah rasio berat badan dalam kilogram dibagi
dengan tinggi badan (centimeter) kuadrat. IMT diklasifikasikan sebagai:
kurang <18,5, normal 18,5 – 22,9, lebih > 23. (PERKENI,2006).
8. Nilai normal kadar alanin aminotransferase : < 40 U/l untuk pria, dan < 35
9. Kecepatan hantaran saraf sensoris adalah fungsi integritas ganglion
dorsalis (neuron sensoris) beserta seluruh akson sensoris. (Poernomo,
2003)
10. Nilai Normal kecepatan hantaran saraf sensoris adalah : Nervus Medianus
> 52 m/s, Nervus Ulnaris > 52 m/s, Nervus Radialis > 48 m/s, Nervus
Suralis > 42 m/s. (Adam dan Victor, 2005)
11. Kecepatan hantaran saraf motorik adalah hasil sumasi potensial
serabut-serabut otot akibat stimulasi dengan intensitas supramaksimal. (Poernomo,
2003)
12. Nilai normal kecepatan hantaran saraf motorik adalah : Nervus medianus >
49 m/s, Nervus ulnaris > 49 m/s, Nervus Radialis > 50 m/s, Nervus
Peronealis > 42 m/s dan nervus Tibialis > 41 m/s. (Adam dan Victor, 2005)
13. Distal latensi adalah waktu konduksi dari tempat stimulus yang paling distal
(diukur dalam milidetik dari mulainya artefak stimulus) ke defleksi inisial dari
compound muscle action potensial (CMAP) atau sampai ke awal defleksi
negatif suatu aksi potensial saraf (nerve action potential).
14. Instrument :
a. Untuk mendapatkan nilai KHS sensorik dan motorik diperiksa dengan
alat elektromiografi merk Medelec Vickars Medical Working Surrey, Seri
Sapphire II dengan nomor seri 971472, buatan Inggris tahun 1997.
b. Pemeriksaan kadar KGD N-2 jam PP, Gamma glutamyltransferase,
alanin aminotransferase, dan aspartate aminotransferase menggunakan
c. Pemeriksaan kadar HbA1C menggunakan alat merk Hitachi, seri
Cobas Integra 400 plus, buatan Roche tahun 2007.
d. Pemerisaan Hemoglobin menggunakan alat Sysmex XT 2000i, buatan
Roche tahun 2010.
III.5 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain potong lintang (cross sectional) dengan
sumber data primer yang diperoleh dari semua penderita neuropati diabetika yang
berobat di Departemen Neurologi dan Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUP.
H. Adam Malik Medan yang memenuhi kriteria inklusi.
Pemeriksaan kadar gamma glutamyltransferase dilakukan di laboratorium Patologi
Klinik RS H.Adam Malik Medan, dan pemeriksaan kecepatan hantaran saraf
dilakukan oleh seorang neurologis di Instalasi Diagnostik Terpadu (IDT) sub
bagian Neurofisiologi RS H.Adam Malik Medan.
III.6 Pelaksanaan Penelitian
III.6.1 Pengambilan sampel
Semua penderita diabetik neuropati yang ditegakkan dengan anamnesa dan
pemeriksaan fisik yang berobat ke poliklinik neurologi dan atau poliklinik endokrin
bagian penyakit dalam yang diambil secara konsekutif yang memenuhi kriteria
inklusi dan kriteria eksklusi.
III.6.2 Variabel yang diamati
Variabel dependen : kadar gamma glutamyltransferase
III.6.2 Kerangka Operasional
Penderita Diabetes
Anamnesa
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Neurologis
Kriteria Inklusi
Diabetik Neuropati
Kriteria Eksklusi
Lab:drh rtn,HbA1c,KGD N/PP,GGT, SGOT/SGPT
Pemeriksaan KHS
Data
Analisa Data
III.6.4 Analisa Statistik
Data hasil penelitian akan dianalisa secara statistik dengan bantuan program
komputer windows SPSS (Statistical Product and Science Service) versi 17.
Analisa dan penyajian data dilakukan sebagai berikut :
1. Analisa deskriptif digunakan untuk melihat gambaran karakteristik penderita
yang meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, lamanya
menderita diabetes.
2. Untuk melihat perbedaan nilai KHS berdasarkan jenis kelamin digunakan
uji t-independent, sedangkan hubungan antara KHS dengan GGT, usia,
lama menderita DM, KGD N, KGD 2 jam PP, HbA1c, SGOT, SGPT dan
IMT digunakan uji korelasi Pearson.
3. Untuk melihat hubungan kadar GGT dan kadar HbA1C, KGD N-2 jam PP,
AST,ALT, menggunakan menggunakan uji korelasi Pearson.
4. Untuk melihat hubungan kadar AST dan ALT dengan KHS dianalisa
dengan menggunakan uji korelasi Pearson. data kedua kelompok tidak
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
IV.1. HASIL PENELITIAN
Pengambilan sampel dilakukan mulai bulan Juli 2011 hingga bulan November
2011 di Poliklinik Neurologi dan Poliklinik Endokrin RS.H. adam Malik Medan.
Selama Periode tersebut telah terkmpul 24 sampel yang memenuhi kriteria inklusi
dan kriteria eksklusi sehingga diikutkan dalam penelitian.
IV.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian
IV.1.1.1. Distribusi sampel menurut umur dan jenis kelamin
Dari keseluruhan responden yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi
dalam penelitian ini, ditemukan rentang usia antara 46 tahun sampai dengan 78
tahun. Umur rerata adalah 57,48 tahun dengan simpangan baku 9,409.
Sejumlah 24 pasien neuropati diabetik yang dianalisa dalam penelitian ini terdiri
dari 14 orang responden wanita (58,3%), dan 10 orang (41,7%) responden pria.
IV.1.1.2. Distribusi sampel menurut pendidikan, pekerjaan dan suku bangsa
Berdasarkan tingkat pendidikan, penelitian ini mendapatkan responden yang
berpendidikan SMA merupakan sebaran terbanyak yaitu 10 orang (41,7 %), diikuti
tamatan SLTP sebanyak 6 orang (25%), tamatan Akademi/Sarjana dan SD
Untuk pekerjaan responden, didapatkan pensiunan merupakan sebaran
tertinggi yaitu pensiunan PNS sebanyak 11 orang (45,8%) , wiraswasta sebanyak
6 orang (25%), dan tidak bekerja sebanyak 7 orang (29,2%).
Lamanya responden menderita diabetes yang dijumpai dalam penelitian ini
dengan sebaran terbanyak adalah 6-10 tahun sebanyak 12 orang responden
(50%), diikuti 11-15 sebanyak 6 orang (25%) dan 1-5 tahun sebanyak 5 orang
(20,8%) responden, dan > 15 tahun sebanyak 1 orang responden (4,2%). Rerata
lama menderita diabetes adalah 8,39 tahun dengan simpangan baku 3,7 tahun.
Tipe diabetes yang dijumpai dalam penelitian ini 100% merupakan diabetes tipe-2.
Berdasarkan pengelompokan obat diabetes yang diminum responden pada
penelitian ini dijumpai sebanyak 15 orang (62,5%) menggunakan obat oral, dan 9
orang (37,5%) menggunakan suntikan insulin.
Berdasarkan kadar HbA1c sebaran terbanyak yaitu 6,5 - 8 % sebanyak 10
orang responden (41,7%), < 6,5% sebanyak 9 orang (37,5%) dan > 8% sebanyak
5 orang (20,8%).
Dari Indeks Massa Tubuh (IMT) dijumpai bahwa responden dengan IMT
lebih (>23) merupakan sebaran terbanyak yaitu 19 orang, dan responden dengan
Tabel 5. Karakteristik Hasil Penelitian
IV.1.2. Nilai Kecepatan Hantaran Saraf Berdasarkan Karakteristik Penelitian
IV.1.2.1 Rerata Nilai KHS Motorik Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, rerata nilai KHS motorik pada lelaki adalah
34,49 ± 16,69 m/s sedangkan pada wanita 39,54 ± 7,70 m/s. Hasil analisa dengan
menggunakan uji T Independent menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang
signifikan rerata nilai KHS Motorik berdasarkan jenis kelamin (p=0,328).
Tabel 6.Rerata Nilai KHS Motorik Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Rerata nilai KHS Motorik p
Laki-laki 34,49 ± 16,69 m/s 0,328
Perempuan 39,54 ± 7,70 m/s
Keterangan : Independent t-test, p < 0,05
IV.1.2.2 Rerata Nilai KHS Sensorik Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, rerata nilai KHS sensorik pada lelaki adalah
26,51 ± 12,22 sedangkan pada wanita 35,77 ± 8,18. Hasil analisa dengan
menggunakan uji T Independent menunjukkan terdapat perbedaan yang
signifikan rerata nilai KHS sensorik berdasarkan jenis kelamin (p=0,036).
Tabel 7. Rerata Nilai KHS Motorik Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Rerata nilai KHS Sensorik p
Laki-laki 26,51 ± 12,22 m/s 0,036
Perempuan 35,77 ± 8,18 m/s
IV.1.2.3. Hubungan antara usia dengan kecepatan hantaran saraf
Tidak dijumpai hubungan antara usia dengan kecepatan hantaran saraf
motorik (p= 0,773) dan sensorik (p=0,75) dengan menggunakan uji korelasi
Pearson.
IV.1.2.4. Hubungan antara lama menderita diabetes dengan KHS
Tidak dijumpai hubungan antara lama menderita diabetes dengan kecepatan
hantaran saraf motorik (p=0,565) dan sensorik (p=0,826) dengan menggunakan
uji korelasi Pearson.
IV.1.2.5. Hubungan antara KGD N dengan kecepatan Hantaran Saraf
Tidak dijumpai hubungan bermakna antara rerata nilai KGD N dengan
kecepatan hantaran saraf motorik (r = 0,464, p=0.126), dan tidak dijumpai
hubungan yang bermakna antara rerata KGD N dengan KHS sensorik (p = 0,741)
dengan menggunakan uji korelasi Pearson.
IV.1.2.6. Hubungan antara KGD 2 jam PP dengan kecepatan hantaran saraf
Tidak dijumpai hubungan antara rerata nilai KGD 2 jam PP dengan nilai KHS
motorik (r = 0,213, p = 0,330) dan nilai KHS sensorik (r = 0,194, p = 0,879)
dengan menggunakan uji korelasi Pearson.
IV. 1.2.7. Hubungan antara nilai HbA1c dengan kecepatan hantaran saraf
Tidak dijumpai hubungan antara rerata nilai HbA1c dengan nilai KHS
motorik (p = 0,330) dan nilai KHS sensorik (p = 0,879) dengan menggunakan uji
IV.1.2.8. Hubungan antara SGOT dengan kecepatan hantaran saraf
Tidak dijumpai hubungan antara rerata nilai SGOT dengan nilai KHS motorik
(p = 0,620) dan nilai KHS sensorik (p = 0,460) dengan menggunakan uji korelasi
Pearson.
IV.1.2.9. Hubungan antara SGPT dengan kecepatan hantaran saraf
Tidak dijumpai hubungan antara rerata nilai SGPT dengan nilai KHS motorik
(p = 0,115) dan nilai KHS sensorik (p = 0,964) dengan menggunakan uji korelasi
Pearson.
IV.1.2.10. Hubungan antara rerata Nilai IMT dengan kecepatan hantaran saraf
Tidak dijumpai hubungan antara rerata nilai IMT dengan nilai KHS motorik (p
= 0,060) dan nilai KHS sensorik (p = 0,436) dengan menggunakan uji korelasi
Pearson.
IV.1.3. Nilai Gamma Glutamyltransferase (GGT) berdasarkan Karakteristik
Klinis
IV.1.3.1. Hubungan antara rerata nilai GGT dengan rerata nilai KGD N
Tidak dijumpai hubungan yang bermakna antara rerata nilai GGT dengan
nilai KGD N (p = 0,073) dengan menggunakan uji korelasi Pearson.
IV.1.3.2. Hubungan antara rerata nilai GGT dengan rerata nilai KGD 2 jam PP
Tidak dijumpai hubungan yang bermakna antara rerata nilai GGT dengan
IV.1.3.3 Hubungan antara rerata nilai GGT dengan rerata nilai HbA1c
Tidak dijumpai hubungan yang bermakna antara rerata nilai GGT dengan
nilai HbA1c (p = 0,084) dengan menggunakan uji korelasi Pearson.
IV.1.3.4. Hubungan antara rerata nilai GGT dengan rerata nilai SGOT dan
SGPT
Tidak dijumpai hubungan yang bermakna antara rerata nilai GGT dengan
nilai SGOT (p = 0,961), dan SGPT (p = 0,229) dengan menggunakan uji korelasi
Pearson.
IV.1.3.5. Hubungan antara rerata nilai GGT dengan rerata nilai Kecepatan
Hantaran Saraf
Terdapat korelasi negatif bermakna antara rerata nilai GGT dengan rerata
nilai KHS Motorik (r = - 0.915, p = 0,0001) dengan menggunakan uji korelasi
Pearson, berarti terdapat hubungan terbalik yang signifikan antara kadar GGT
dengan kecepatan hantaran saraf motorik.
Terdapat korelasi negatif bermakna antara rerata nilai GGT dengan rerata
nilai KHS sensorik (r = - 0.619, p = 0,002) dengan menggunakan uji korelasi
Pearson, berarti terdapat hubungan terbalik yang signifikan antara kadar GGT
Gambar 3. Grafik Hubungan Antara Kadar GGT dengan KHS Motorik
Gambar 4. Grafik Hubungan Antara Kadar GGT dengan KHS Sensorik
IV.2. Pembahasan
Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang dengan tujuan untuk
melihat hubungan antara kadar Gamma Glutamyltransferase dengan kecepatan
hantaran saraf pada penderita neuropati diabetik.
Pada penelitian ini pasien dilakukan anamnese, pemeriksaan fisik dan
neurologis, untuk penegakan diagnosa neuropati diabetik. Bagi pasien yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dilakukan pemeriksaan laboratorium dan
kecepatan hantaran saraf.
IV.2.1. Karakteristik Subjek Penelitian
Pada penelitian ini subjek penelitian adalah sebanyak 24 orang, dimana
dijumpai lebih banyak wanita dibandingkan pria, yaitu 58,3% (n=14) wanita dan
41,7 % (n=10) pria, Studi dari Cho H,2010 terdapat 90 subjek, dengan pria lebih
banyak dari wanita, yaitu 51,1 % (n=46) pria dan wanita sebanyak 48,9 % (n=44).
Studi dari Charles dkk, 2010, terdapat 52% pria dan 48% wanita dengan jumlah
keseluruhan subjek penelitian 1886 orang. Studi dari Tesfaye dkk, 2007,
mendapatkan 147 responden wanita (56,1%) dan 115 orang responden pria
(43,9%).
Rerata usia subjek pada penelitian ini adalah 57,48 ± 9,41 tahun dengan
rentang usia 46 – 78 tahun. Studi dari Cho H, 2010 rerata usia subjek adalah 59 ±
12 tahun dengan rentang usia 33 - 84 tahun, sedangkan studi dari Charles dkk,
2010, rentang usia 26,2 – 58,3 tahun, dengan median 38,6 tahun, dan studi dari
Pada penelitian ini, rerata lama menderita diabetes 8,39 ± 3,702 tahun, hal
ini berbeda dengan yang dilaporkan Cho H, 2010, rerata lama menderita diabetes
8,7 ± 6,9 tahun, juga berbeda dengan yang dilaporkan oleh Elliot dkk, 2009, rerata
lama menderita diabetes 14,7 ± 9,3 tahun, dan Meijer dkk, 2003, melaporkan
rerata lama menderita diabetes 16,9 ± 12 tahun, serta Charles dkk, 2010
mendapatkan median lama menderita diabetes 20,5 tahun dengan range (9,7 –
39,1 ).
Pada penelitian ini dijumpai KGD N yaitu 164,3 ± 32,86 mg/dl, dan nilai
rerata KGD 2 jam PP yaitu 221,61 ± 55,89 sedangkan pada penelitian Cho, 2010,
didapatkan nilai rerata KGD N yaitu 8,2 ± 2,5 mmol/L dan KGD 2 jam PP yaitu
12,9 ± 4,9 mmol/L. Pada penelitian ini juga didapatkan tidak ada hubungan yang
bermakna antara KGD N dan KGD 2 jam PP dengan kadar GGT, namun hal ini
berbeda dengan hasil penelitian Cho H, 2010, dimana didapatkan bahwa KGD 2
jam PP berhubungan dengan kadar GGT, namun KGD N tidak berhubungan
dengan kadar GGT.
Rerata kadar HbA1c yang didapatkan pada penelitian ini yaitu 7,02 ±125 %,
sedangkan pada penelitian Cho h, 2010, dijumpai rerata nilai HbA1c 8,0 ± 2,1%.
Pada penelitian ini tidak dijumpai hubungan nilai HbA1c dengan kadar GGT dan
KHS, juga pada penelitian Cho,2010. Namun, pada penelitian Charles M dkk,
2010, dijumpai median nilai HbA1c yaitu 8,34 dengan range 6,4 sampai 11,3,
namun dijumpai hubungan yang bermakna antara kadar HbA1c dengan KHS.
Penelitian Tesfaye dkk, 2007, mendapatkan rerata nilai HbA1c adalah 7,6 ± 1,4.
Pada penelitian ini, rerata nilai SGOT yaitu 21,70 ± 3,69 IU/L dan nilai SGPT
nilai SGOT yaitu 27,7 ± 17,0 dan rerata nilai SGPT 26,2 ± 1,8 IU/L. Pada
penelitian Hanley dkk, 2004, didapatkan median kadar SGOT yaitu 22,5 dengan
range (17-28), dan median nilai SGPT yaitu 17,5 dengan range (12,5 – 27,5).
Pada penelitian ini didapatkan, rerata nilai KHS motorik yaitu 39,07 ± 9,45
m/, dan rerata nilai KHS sensorik yaitu 33,30 ± 8,66 m/det, sedangkan penelitian
Carrington AL dkk, 2010, mendapatkan nilai median KHS motorik sebesar 34,6
m/det dengan range (30,8 – 40,2)m/det, sedangkan Charles M dkk, 2010,
mendapatkan rerata nilai KHS motorik 42,6 ± 4,4 m/det, dan rerata nilai KHS
sensorik 44,10 ± 6,3 m/det.
Pada penelitian ini didapatkan, rerata nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu
24,89 ± 3,55 kg/m2, sedangkan Carrington dkk, 2002, mendapatkan median IMT
sebanyak 28,5 kg/m2 dengan range (26 – 32). Cho, 2010, mendapatkan rerata
nilai IMT yaitu 24,4 ± 4,2 kg/m2. Tesfaye dkk, 2007, mendapatkan rerata nilai IMT
yaitu 30,0 ± 6,5 kg/m2
IV.2.2 Peranan GGT .
Secara konvensional, peningkatan kadar GGT diinterpretasikan sebagai
marker dari penyalahgunaan alkohol dan atau gangguan hati. Namun, dewasa ini,
peningkatan kadar GGT telah mengalami perkembangan yang sangat pesat,
sehingga peningkatan GGT dihubungkan dengan berbagai penyakit yaitu
diabetes, hipertensi dan penyakit jantung.
GGT memegang peranan penting dalam sistem antioksidan didalam tubuh,
dengan selalu menjaga konsentrasi glutathion intraselluler. Glutathion merupakan
antioksidan yang penting untuk pertahanan sel. Peningkatan GGT dapat
Pada penelitian ini tidak dijumpai hubungan yang bermakna antara kadar
GGT dengan KGD, HbA1c, dan lamanya DM, hal ini dikarenakan hampir semua
sampel yang didapat merupakan penderita DM yang teratur berobat, sehingga
fluktuasi KGD umumnya baik. Fluktuasi KGD baik juga dapat terlihat pada rerata
kadar HbA1c yang dapat dimasukkan dalam kategori terkontrol. Secara
patofisiologi, hiperglikemi melalui jalur metabolik, akan menyebabkan peningkatan
ROS, dimana ROS akan berperan sebagai oksidatif. Peningkatan ROS, akan
menyebabkan tubuh mempertahankan stabilitasnya dengan mengeluarkan
antioksidan. Peningkatan ROS akan menyebabkan over aktivasi dari NADPH
oxidase dan proses ini mengurangi bioavailibilitas dari nitric oxide (NO).
Peningkatan ROS merupakan faktor penting dalam sindroma metabolik.
IV.2.3. Hubungan Kadar GGT dan KHS
Pada penelitian ini, ditemukan hubungan terbalik yang bermakna antara
Kadar Gamma Glutamyltransferase dan Kecepatan Hantaran Saraf baik motorik
maupun sensorik pada penderita neuropati diabetik. Penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Cho, 2010, menyimpulkan bahwa terdapat peningkatan kadar GGT
yang bermakna pada penderita diabetik neuropati, namun Cho tidak
menghubungkan secara langsung antara kadar GGT dan nilai KHS. Lee, dkk.
(2004) meneliti peranan serum gamma glutamyltransferase (GGT) sebagai
prediktor dalam pathogenesis diabetes, serta hubungan GGT dan obesitas pada
perkembangan diabetes tipe 2 pria dan wanita. Mereka menyimpulkan bahwa
kadar serum GGT sebagai prediktor kuat untuk diabetes, baik pada pria maupun
oxidative stress. Lee, dkk (2003) menyimpulkan bahwa kadar GGT sebagi
prediktor kuat untuk hipertensi dan diabetes. Mereka menduga keterlibatan kadar
GGT pada patogenesis diabetes melalui mekanisme oxidative stress.
Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya, dapat disepakati bahwa
GGT sebagai marker oksidatif stres. Dalam banyak studi, hipertensi, diabetes dan
hiperkolesterol, merupakan faktor resiko penyakit kardiovaskular dan hal ini
dihubungkan dengan faktor oksidatif stres. Faktor oksidatif stres juga memegang
peranan penting dalam patofisiologi neuropati diabetik, yang pada akhirnya
mempengaruhi kecepatan hantaran saraf.
Hasil ini memberikan informasi penting bahwa kadar serum GGT bermakna
sebagai marker oksidatif stres. Selama ini, kadar GGT lebih dikenal sebagai
marker dari konsumsi alkohol atau penyakit-penyakit hati, dan kadar GGT dalam
normal range juga dihubungkan dengan faktor resiko penyakit kardiovaskular dan
komponen dari metabolik sindrom. Walaupun hubungan antara seluler GGT dan
serum GGT belum jelas, namun seluler GGT dilaporkan terlibat langsung dalam
perkembangan ROS.
Ada beberapa kelemahan penelitian ini yaitu;
1. Jumlah sampel sedikit bila dibandingkan dengan beberapa penelitian
lainnya. Hal ini disebabkan keterbatasan waktu, biaya serta pasien yang
datang ke Poliklinik.
2. Tidak dilakukannya pemeriksaan marker oksidatif stres lainnya, sehingga
tidak bisa dibandingkan antara GGT dengan marker oksidatif stres
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. KESIMPULAN
Berdasarkan analisa data yang diperoleh pada penelitian ini disimpulkan bahwa :
1. Terdapat korelasi negatif bermakna antar nilai GGT dengan KHS motorik,
sehingga dikatakan bahwa dengan meningkatnya nilai GGT maka nilai
KHS motorik akan menurun.
2. Terdapat korelasi negatif bermakna antar nilai GGT dengan KHS sensorik,
sehingga dikatakan bahwa dengan meningkatnya nilai GGT maka nilai
KHS sensorik akan menurun.
V.2. SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan jumlah sampel
yang lebih besar agar memberikan hasil yang lebih representatif.
2. Perlu dilakukan studi prospektif untuk menilai hubungan GGT sebagai faktor
DAFTAR PUSTAKA
Adam, R.D., Victor, M. and Ropper, A.H. 2005. Principles of Neurology. 8nd. Ed. McGraw-Hill. New York.
Andre, P., Balkau, B., Vol, S., Charles, M.A., Eschwege, E. 2007. Gamma Glutamyltransferase activity and Development of the Metabolic Syndrome (International Diabetes Federation definition) in Middle-Aged Men and Women. Diabetes care. 30; 2355-2361.
Brushart, T.M. 2002. Peripheral Nerve Injury. In : Johnson R.T., John,W.G., Justin, C.M. Current Therapy in Neurologic Disease. Pp 380-384. Mosby. St.Louis.
Boulton, A.J.M., Malik, R.A., Arezzo, J.C., Sosenko, J.M. 2004. Diabetic Somatic Neuropathies. Diabetes Care. 27-1458-1486.
Boulton, A.J.M. 2005. Management of Diabetic Peripheral Neuropathy. Clinical Diabetes. 23: 9-15.
Boulton, A.J.M., Vinik, A.I., Arezo, J.C., Bril, V., Feldman, E.L., Freeman, R., Malik, R.A., Maser, R.E., Sosenko, J.M., Ziegler, D. 2005. Diabetic Neuropathies. A Statemen by the American diabetes association. Diabetes Care.28-956-962.
Carrington L, Shaw JE, Schie CHM, Abbott CA, Vileykyte L, Boulton J. 2002. Can Motor Nerve Conduction Velocity Predict Foot Problems in Diabetec Subject Over a 6-Year Outcome Period? Diabetes Care. 25: 2010-2015.
Charles, M., Soedamah-Muthu, S.S., Tesfaye, S., Fuller, J.H., Arezzo, J.C., Chaturvedi, N.2010. Low Peripheral Nerve Conduction Velocities and Amplitudes are Strongly Related to Diabetic Microvascular Complication in Type 1 Diabetes. Diabetes Care. 33: 2648-2653.
Duby, J.J., Campel, R.K., Setter, S.M., White, J.R., Rasmussen, K.A. 2004. Diabetic Neuropathy:An Intensive Review. Am J Health-Syst Pharm. 61(2): 160-176.
Elliot, J., Tesfaye, S., Chaturvedi, N., Gandhi., Stevens, L.K., Emery, C., Fuller, J.H. 2009. Large Fiber Dysfunction in Diabetic Peripheral Neuropathy Is Predicted by Cardiovascular Risk Factors. Diabetes Care. 32; 1896-1900. Emdin, M., Passino, C., Titta, F., Donato, L., Pompella, A., Paolicchi, A. 2001.
Prognostic value of serum gamma-glutamyltransferase activity after myocardial infarction. European Heart Journal. 22: 1802-1807.
Emiroglu, M.Y., Esen, O.B., Bulut, M., Karapinar, H., Kaya, Z. 2010. Gamma Glutamyltransferase levels and its association with high sensitive C-reactive protein in patients with acute coronary syndromes. North am J Med Sci. 2; 306-310.
Fazan, V.P.S., Vasconcelos, C.A.C., Valenca, M.M. 2010. Diabetic Peripheral Neuropathies: A Morphometric Overview. Int. J. Morphol. 28:51-64.
Fraser, A., Harris, R., sattar, N., Ebrahim, S., Lawlor, D.A. 2009. Alanine Aminotransferase, Gamma glutamyltransferase, dan Insiden diabetes. Diabetes Care. 32: 741-750.
Ford, E.S., Schulze, M.B., Bergmann, M.M., Thamer, C., Joost, H.G., Boeing, H. Liver Enzymes and Incident Diabetes. Diabetes care. 31: 1138-1143.
Gilroy, J.2001. Basic Neurology. 3rd ed. McGraw-Hill.New York.
Giordano, F.J. 2005. Oxygen, oxidative stress, hypoxia, and heart failure. J. Clin. Invest. 115: 500-508.
Hanley AJG, Williams K, Festa A, Wagenknecht LE, D’Agostino RB Jr, Kempf J, Zinman B, Haffner S. 2004. Elevations in Markers of Liver and Risk of Type 2 Diabetes. Diabetes. 53: 2623 – 2631.
Harrison. 2005. Principle’s of Internal Medicine.16th ed. Mc-Graw Hill. New York.