• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) Dalam Penatagunaan Lahan Hutan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) Dalam Penatagunaan Lahan Hutan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DALAM

PENATAGUNAAN LAHAN HUTAN

Penyusun:

Siti Latifah S,Hut. MSi Ph.D

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam Penatagunaan Lahan Hutan

Siti Latifah

Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian USU

PENDAHULUAN

Hutan merupakan sumberdaya alam yang penting dan bermanfaat bagi kehidupan

manusia baik langsung maupun tidak langsung, misalnya sebagai pengatur air,

melindungi tanah, wisata, ilmu pengetahuan, kelestarian lingkungan, sumber pemenuhan

kebutuhan kayu dan hasil hutan lainnya. Agar hutan memberikan manfaat yang optimal

dan lestari, hutan perlu dikelola secara bijaksana sesuai dengan kondisi fisik hutan dan

potensi hutan.

Kegiatan penatabatasan hutan merupakan salah satu bentuk kegiatan pengelolaan

hutan yang sangat penting. Dalam kegiatan penatabatasan kawasan hutan harus merujuk

kepada kriteria-kriteria penetapan kawasan hutan yang meliputi kelerengan/kemiringan

lahan, jenis tanah dan curah hujan harian sehingga didapatkan batas deliniasi kawasan

hutan yang sebenarnya dan sesuai dengan kriteria fungsi hutan yang telah ditetapkan.

Salah satu bentuk metode pemantauan dan pengawasan hutan yang digunakan

saat ini adalah dengan sistem penginderaan jauh (inderaja) (Howard, 1996). Dalam

pemanfaatannya, sistem penginderaan jauh memperoleh informasi (data) dari foto udara

dan citra satelit. Informasi yang diturunkan dari analisis citra penginderaan jauh

dilakukan untuk diintegrasikan dengan data yang disimpan dalam bank data SIG.

Terkait dengan hal diatas maka pemanfaatkan data citra melalui SIG sehingga

dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam kegiatan pengelolaan kawasan hutan .

Penatagunaan hutan

Penatagunaan hutan adalah penataan batas dari bagian-bagian kawasan hutan

menurut fungsinya, yaitu sebagai hutan lindung, hutan produksi, suaka alam (cagar alam,

(3)

didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan yang bersangkutan dengan keadaan

topografi, tanah, iklim, dan keadaan serta perkembangan sosial ekonomi masyarakat, baik

yang berda di sekitar hutan maupun di lahan-lahan di luar kawasan hutan serta

ketentuan-ketentuan lain. Tujuan penatagunaan hutan adalah untuk mencapai pemanfaatan hutan

secara maksimal dan lestari dan dilakukan atas semua hutan yang meliputi hutan negara

dan hutan milik (Pamulardi, 1996).

Sistem Informasi Geografis (SIG)

Menurut Arnoff (1989) dalam Prahasta (2002) SIG adalah sistem yang berbasikan

komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi

geografi. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganilisis objek-objek

dan fenomena dimana lokasi geografi merupakan karakterisitik yang penting atau kritis

untuk dianalsis. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki

empat kemampuan berikut dalam menangani data yang bereferensi geografi : (a)

masukan, (b) manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), (c) analisis dan

manipulasi data, (d) keluaran.

Komponen dasar untuk perangkat keras SIG sesuai dengan fungsinya antara lain

adalah (a) peralatan untuk pemasukan data, yaitu digitizer, disket dan lain-lain, (b)

peralatan untuk menyimpan dan pengelolaan seperti komputer dan perlengkapannya,

yaitu monitor, keyboard, unit pusat pengelolaan (CPU-central processing unit),

hard-disk, floppy-hard-disk, dan (c) peralatan untuk mencetak hasil seperti printer dan plotter.

Analisis dan Interpretasi Citra

Dalam melakukan analisis citra, dapat dilakukan secara digital dan visual.

Menurut Howard (1996), analisis visual merupakan aktivitas visual untuk mengkaji citra

yang menunjukkan gambaran muka bumi yang tergambar di dalam citra tersebut untuk

tujuan identifikasi objek.. Objek/target dapat dikenal dalam pengertian caranya

melepaskan radiasi dari energi yang diterimanya. Radiasi ini kemudian diukur dan

direkam oleh sensor yang pada akhirnya digambarkan sebagai sebuah produk citra seperti

(4)

pengambilan informasi. Pengamatan perbedaan diantara objek dengan lingkungannya

melibatkan satu atau beberapa dari unsur-unsur visual. Adapun unsur-unsur diagnotik

pada analisis visual menurut Howard (1996) dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Rona dan Warna

Merupakan unsur dalam analisis citra digital penginderaan jauh dan merupakan

tingkat kecerahan atau tingkat kegelapan objek. Kontras warna dan rona citra yang

tegas dalam foto udara penting untuk identifikasinya, dan tanpa kontras unsur-unsur

pengenalan yang lain yaitu ukuran, bentuk, tekstur, dan pola tidak akan bermanfaat.

2. Bentuk

Merupakan variabel kualitatif yang memberikan konfigurasi atau kerangka suatu

objek, sehingga bentuk dan ukuran sering berasosiasi sangat erat.

3. Ukuran

Adalah atribut objek yang antara lain berupa luas, tinggi, lereng dan volume dan

harus selalu dikaitkan/dihubungkan dengan skala.

4. Tekstur

Yaitu frekuensi perubahan rona pada citra atau pengulangan rona kelompok objek

yang telalu kecil untuk dibedakan, sehingga sering dinyatakan dengan halus atau

kasar.

5. Pola

Merupakan sebuah karakteristik makro yang digunakan untuk mendeskripsi tata

ruang pada citra, termasuk didalamnya pengulangan kenampakan-kenampakan alami.

Pola sering diasosiasikan dengan geologi, topografi, tanah, iklim dan komunitas

tanaman.

6. Bayangan

Bersifat menyembunyikan detail atau objek yang berada di daerah gelap dan

bayangan merupakan kunci pengenalan yang penting.

7. Asosiasi

Keterkaitan antara objek yang satu dengan yang lain dan adanya suatu objek

merupakan petunjuk adanya objek yang lain. Istilah kolerasi sering digunakan untuk

(5)

8. Situs

Situs memiliki dua buah arti yang berbeda. Pertama, kata situs banyak digunakan

dalam kajian foto udara untuk menjelaskan tentang posisi muka bumi dari citra yang

diamati dalam kaitannya dengan kenampakan-kenampakan yang ada disekitarnya.

Arti yang lebih penting, ialah berkonotasi terhadap gabungan faktor-faktor

lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan pohon, lereng, geologi, tanah, dan

karakteristik alami dari vegetasi, semuanya merupakan faktor yang penting dalam

mengkaji situs hutan pada citra.

Analisis data SIG dalam Penatagunaan Hutan dengan Metode Skoring Menurut SK

Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan dalam penetapan

fungsi hutan adalah lereng lapangan, jenis tanah menurut kepekaan terhadap erosi dan

intensitas hujan dari wilayah bersangkutan. Dimana nilai bobot untuk masing-masing

faktor adalah 20 untuk kelas lereng lapangan, 15 untuk kelas jenis tanah dan 10 untuk

kelas intensitas curah hujan. Nilai timbang adalah perkalian nilai kelas masing-masing

faktor dengan bobotnya.

Adapun kriteria yang ditetapkan adalah sebagai berikut :

a. Lereng Lapangan

Lereng lapangan dibagi dalam kelas-kelas sebagai berikut :

Tabel 1. Klasifikasi lereng lapangan

Kelas Lereng Lereng (%) Klasifikasi Bobot Nilai Timbang

1 0 – 8 Datar 20 20

2 9 – 15 Landai 20 40

3 16 – 25 Agak Curam 20 60

4 26 – 40 Curam 20 80

5 > 40 Sangat Curam 20 100

Sumber : SK Mentan No. 837/Kpts/Um/11/1980

b. Jenis Tanah

Menurut kepekaannya terhadap erosi, jenis tanah dibagi ke dalam kelas-kelas

(6)

Tabel 2. Klasifikasi kepekaan jenis tanah terhadap erosi

Kelas Tanah

Jenis Tanah Klasifikasi Bobot Nilai Timbang

Aluvial, tanah glei planosol, hidroworf, laterita air tanah

Latosol

Brown forest soil, non calcis brown, mediteran

Andosol, leterits, frumusol, podsol, padsolik

Regosol, litosol, organozol, renzina

Tidak peka Sumber : SK Mentan No. 837/Kpts/Um/11/1980

Untuk jenis tanah kompleks, kelasnya adalah sama dengan kelas dari jenis yang

terpeka terhadap erosi yang terdapat dalam jenis tanah kompleks tersebut.

c. Intensitas Curah Hujan

Intensitas hujan yaitu rata curah hujan dalam mm setahun dibagi dengan

rata-rata jumlah hari hujan setahun, dibagi kedalam kelas-kelas sebagai berikut :

Tabel 3. Klasifikasi intensitas curah hujan

Kelas Intensitas Hujan Klasifikasi Bobot Nilai Timbang

1 < 13,6 Sangat rendah 10 10

2 13,6 – 20,7 Rendah 10 20

3 20,7 – 27,7 Sedang 10 30

4 27,7 – 34,8 Tinggi 10 40

5 > 34,8 Sangat tinggi 10 50

Sumber : SK Mentan No. 837/Kpts/Um/11/1980

Dengan menggunakan teknik overlay, ketiga peta tersebut yaitu peta kelas lereng

lapangan, peta jenis tanah dan peta intensitas curah hujan ditumpang tindihkan sehingga

dapat diketahui pada setiap areal berapa nilai totalnya. Tahapan penatagunaan lahan

(7)

Gambar 1.. Diagram alir tahapan penentuan fungsi hutan dengan SIG Peta Jenis

Tanah Peta Rupa Bumi

Indonesia (RBI)

Peta Curah Hujan

Peta intersect Jenis Tanah + Curah Hujan

Citra Landsat TM Terkoreksi

Overlay

Overlay

Peta Hasil Skoring Permodelan

DEM/TIN

Pembuatan slope map

/ peta kelerengan

Klasifikasi Citra pada Layar

(Model SIG)

Peta Penutupan Lahan

Overlay

(8)

Ketentuan penetapan fungsi hutan berdasarkan nilai totalnya adalah sebagai berikut :

1. Wilayah yang mempunyai jumlah nilai skor ≤ 124 termasuk kriteria hutan produksi

tetap.

2. Wilayah yang mempunyai jumlah nilai skor 125 – 174 termasuk kriteria hutan

produksi terbatas.

3. Wilayah yang mempunyai jumlah nilai skor ≥ 175 termasuk kriteria hutan lindung.

Kesimpulan

Pembuatan peta peruntukan kawasan dilakukan dengan analisis skoring menurut SK

Mentan No. 837/Kpts/Um/11/1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan

Lindung, kriteria yang digunakan adalah kelerengan, jenis tanah dan curah hujan.

Berdasarkan analisis tersebut didapat tipe-tipe lahan yang menyusun suatu kawasan,

dimana setiap tipe lahan memiliki nilai/skor tersendiri. Semakin tinggi nilai skoring

tersebut maka nilai tersebut dapat menerangkan bahwa lahan tersebut memiliki kepekaan

terhadap erosi yang tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Aronoff, S. 1989. Geographic Information System : A Management Perspective. WDL Publications. Ottawa. Canada.

Arifin, B. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Alam Indonesia : Perspektif Ekonomi, Etika dan Praksis Kebijakan. Erlangga. Jakarta.

Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Propinsi Sumatera Utara. 2003. Peraturan Daerah (Perda) Propinsi SumateraUtara Nomor 7 Tahun 2003 Tentang Tata Ruang Wilayah Propinsi Sumtera Utara.

Barus, B. dan U. S. Wiradisastra. 2001. Sistem Informasi Geografis SaranaManajemen Sumberdaya. Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hardjowigeno, S.1995. Ilmu Tanah. Akademika Presindo. Jakarta.

Gambar

Tabel 2. Klasifikasi kepekaan jenis tanah terhadap erosi
Gambar 1.. Diagram alir tahapan penentuan fungsi hutan dengan SIG

Referensi

Dokumen terkait

menunjukkan bahwa motivasi perawat dalam pelaporan Insiden Keselamatan Pasien penting untuk diteliti dengan tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat beberapa

(2013:26) bahwa kurangnya partisipasi aktif siswa dalam setiap kegiatan pembelajaran dalam memahami konsep-konsep, mengakibatkan pemahaman konsep materi masih kurang optimal

1) Pembelajaran Bertujuan mengembangkan atau mengubah tingkah laku peserta didik. 2) Kegiatan pembelajaran berupa pengorganisasian lingkungan. Lingkungan diartikan secara luas

Dalam pelaksanaan Madrasah Mu‟allimin Mu‟allimat Bahrul Ulum Tambakberas Jombang juga sesuai dengan konsep Imam Al-Ghozali sebagaimana berikut: 1 materi yang diberikan peserta

Pengembangan kurikulum Berbasis Adiwiyata merupakan bentuk upaya untuk membangun lingkungan yang bersih dan sehat menuju terciptanya kesejahteraan, harapan ini dapat

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan dosis pupuk borat berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah pelepah (buah), jumlah bunga betina (buah), tebal

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Maeda (2004), salah satu bakteri agen biokontrol diterapkan pada pemeliharaan larva kepiting (Portunus trituberculatus) dan hasilnya

rugi, kita tidak dapat menilai keuntungan tanpa terlebih dahulu menghitung omset penjualan. Memberi kesempatan untuk berinvestasi saat omset tinggi menggunakan