PENGARUH POLA TIDUR TERHADAP TINGGI BADAN ANAK UMUR 15-18 TAHUN DI SMA RAKSANA, MEDAN TAHUN 2011
Oleh :
KAARTHINI ARJUNAM
080100266
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH POLA TIDUR TERHADAP TINGGI BADAN ANAK UMUR 15-18 TAHUN DI SMA RAKSANA, MEDAN TAHUN 2011
KARYA TULIS ILMIAH
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran
Oleh :
KAARTHINI ARJUNAM
080100266
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Latar Belakang: Proses tumbuh kembang anak dapat berlangsung secara alamiah, tetapi proses tersebut sangat tergantung kepada faktor-faktor tertentu misalnya salah satu faktor yang mempengaruhi tinggi badan anak adalah pola tidur. Maka, pola tidur yang teratur dan jam tidur yang cukup adalah penting supaya anak memiliki tinggi badan yang ideal
Tujuan: Untuk mengetahui pengaruh pola tidur terhadap tinggi badan anak yang berumur 15 hingga 18 tahun di SMA Raksana tahun 2011.
Metode: Data mengenai pola tidur dan tinggi badan dikalangan pelajar-pelajar di SMA Rakasana tahun 2011 dikumpulkan melalui kuesioner yang berupa wawancara. Kemudian ia diolah untuk melihat pengaruh pola tidur terhadap tinggi badan mereka.
Hasil: Jumlah total pelajar-pelajar yang mengambil bahagian dalam penelitian ini adalah 106 orang. Selama periode tahun 2011 , didapati 71,1% anak yang berperawakan tinggi, 57,5% mempunyai tidur yang cukup dan 14,2% kurang tidur. Maka, didapati kebanyakan anak-anak yang berperawakan tinggi mempunyai tidur yang cukup. Selain itu, didapati dari anak-anak yang berperawakan tinggi, 45.3% puas tidur dan dari golongan dari berperawakan pendek cuma 15.1%.
Kesimpulan: Tersimpul bahwa pola tidur yang teratur dan sehat adalah penting dan salah satu faktor supaya anak-anak memiliki tinggi badan yang ideal. Didapati pola tidur mempengaruhi tinggi badan anak di SMA Raksana, Medan tahun 2011. Kebanyakan pelajar-pelajar yang berperawakan tinggi memiliki pola tidur yang sehat.
ABSTRACT
Background: The growth and development of a child occurs naturally, at the same time it depends on many factors, likewise sleeping pattern affects the growth (height) of a child. Therefore a proper sleeping pattern and sufficient sleeping hours are important to maintain an ideal height among children.
Objectives: To determine d relationship or effect of proper sleeping pattern on the height of student aged 15-18 years in SMA Raksana in Medan year 2011.
Methodology: Data of students in SMA Raksana aged 15-18 years were collected regarding their sleeping pattern and height through questionnaire in the form of interview. Then it was analysed to determine the relationship between sleeping pattern and height.
Results: The total number of students that took part in this research were 106. In 2011, out of 71.1% of students who having tall stature, 57.5% having a proper and sufficient sleep and 14.2% are lackin of sleep. Therefore, it is proven that most of students who are tall are having proper and sufficient sleep. Apart from that, it is found that out of tall students, 45.3% are satisfied with their sleep and from the students who are short only 15.1% admitted to be satisfied with their sleep.
Conclusion: Therefore it is concluded that a proper sleeping pattern and sufficient sleeping hours are important factors to maintain an ideal height among children. It is found that sleeping pattern and sleeping hours had influenced the students’ height in SMA Raksana, Medan aged 15-18 years. Students those are tall appear to be those with good sleeping pattern and sufficient sleeping hours.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kurnia dan
izinNya skripsi yang berjudul Pengaruh Pola Tidur Terhadap Tinggi Badan Anak
Umur 15-18 Tahun Di SMA Raksana, Medan Tahun 2011. Skripsi ini dibuat
untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan pendidikan sarjana kedokteran
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
Penulis menyadari bahwa semua usaha yang telah dilakukan merupakan hasil kerjasama yang baik dari semua pihak yang telah membantu. Untuk itu, penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1) Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof Gontar A. Siregar, Sp.PD. KGEH atas izin penelitian yang telah diberikan.
2) dr. Sri Sofyani Sp.A (K) sebagai pembimbing utama yang telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran, untuk membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.
3) Seluruh staf Pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
4) Bapak, ibu tercinta(Bapak En. Arjunam dan Ibu Puan Thilaga) dan adik (Taacha) tersayang atas doa, motivasi dan kasih sayangnya.
5) Seluruh teman-teman stambuk 2008 terutamanya teman-teman skripsi iaitu Endah Rahmadani, Liberty dan Hemalatha atas dukungan dan bimbingan yang telah membantu dalam bentuk doa, motivasi dan kasih sayang dalam penyusunan skripsi ini.
6) Seluruh kakitangan di SMA Raksana, Medan tahun 2011 karena member izin untuk melakukan penelitian dan yang telah membantu saya mendapatkan maklumat sewaktu primary survey untuk skripsi ini serta yang membantu saya sepanjang mengumpul data untuk penelitian ini. Terutamanya pelajar-pelajar yang mengikuti penelitian ini.
Seluruh bantuan baik moral maupun material yang diberikan kepada penulis selama ini penulis ucapkan terima kasih dan semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan imbalan pahala sebesar-besarnya.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun unutk perbaikan di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini member manfaat bagi sesiapapun yang membacanya.
Medan, Desember 2011
Penulis
Kaarthini Arjunam
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN......i
ABSTRAK...ii
ABSTRACT...iii
KATA PENGHANTAR...iv
DAFTAR ISI...v
DAFTAR TABEL...vi
DAFTAR LAMPIRAN...vii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...1
1.2 Rumusan Masalah...3
1.3 Tujuan Penelitian...3
1.4 Manfaat Penelitian...3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tidur ………...5
2.1.1 Definisi tidur...5
2.1.2 Tahapan tidur...6
2.1.3 Mekanisme tidur...8
2.1.4 Faktor-faktor yang menpengaruhi tidur...11
2.1.6 Gangguan tidur...14
2.2 Pertumbuhan……….………..…...15
2.2.1 Pengertian pertumbuhan... 15
2.2.2 Faktor-faktor yang menpengaruhi tinggi badan...15
2.3 Pengaruh tidur terhadap tinggi badan anak...23
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep Penelitian...25
3.2 Defenisi Operasional...26
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian ...29
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ...29
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ...29
4.4. Metode Pengumpulan Data ...31
4.5. Metode Analisa Data………...…...……….32
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian...33
5.2 Pembahasan...39
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan...41
6.2 Saran...41
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
5.1 Karekteristik dengan Nilai (%)
5.2 Tinggi Anak Dengan Jenis Kelamin
5.3 Tinggi Anak Dengan Jumlah Tidur Per Hari
5.4 Tinggi Anak Dengan Kebiasaan Tidur Lewat Malam
5.5 Tinggi Anak Dengan Sulit Tidur Malam
5.6 Tinggi Anak Dengan Gangguan Tidur
5.7 Tinggi Anak Dengan Kebiasaan Tidur Siang
5.8 Tinggi Anak Dengan Puas Tidur
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Riwayat Hidup
Lampiran 2 Lembar ‘Informed Consent’
Lampiran 3 Lembar Kuesioner
Lampiran 4 Hasil Output dan Data Induk
Lampiran 5 Surat Izin Penelitian
ABSTRAK
Latar Belakang: Proses tumbuh kembang anak dapat berlangsung secara alamiah, tetapi proses tersebut sangat tergantung kepada faktor-faktor tertentu misalnya salah satu faktor yang mempengaruhi tinggi badan anak adalah pola tidur. Maka, pola tidur yang teratur dan jam tidur yang cukup adalah penting supaya anak memiliki tinggi badan yang ideal
Tujuan: Untuk mengetahui pengaruh pola tidur terhadap tinggi badan anak yang berumur 15 hingga 18 tahun di SMA Raksana tahun 2011.
Metode: Data mengenai pola tidur dan tinggi badan dikalangan pelajar-pelajar di SMA Rakasana tahun 2011 dikumpulkan melalui kuesioner yang berupa wawancara. Kemudian ia diolah untuk melihat pengaruh pola tidur terhadap tinggi badan mereka.
Hasil: Jumlah total pelajar-pelajar yang mengambil bahagian dalam penelitian ini adalah 106 orang. Selama periode tahun 2011 , didapati 71,1% anak yang berperawakan tinggi, 57,5% mempunyai tidur yang cukup dan 14,2% kurang tidur. Maka, didapati kebanyakan anak-anak yang berperawakan tinggi mempunyai tidur yang cukup. Selain itu, didapati dari anak-anak yang berperawakan tinggi, 45.3% puas tidur dan dari golongan dari berperawakan pendek cuma 15.1%.
Kesimpulan: Tersimpul bahwa pola tidur yang teratur dan sehat adalah penting dan salah satu faktor supaya anak-anak memiliki tinggi badan yang ideal. Didapati pola tidur mempengaruhi tinggi badan anak di SMA Raksana, Medan tahun 2011. Kebanyakan pelajar-pelajar yang berperawakan tinggi memiliki pola tidur yang sehat.
ABSTRACT
Background: The growth and development of a child occurs naturally, at the same time it depends on many factors, likewise sleeping pattern affects the growth (height) of a child. Therefore a proper sleeping pattern and sufficient sleeping hours are important to maintain an ideal height among children.
Objectives: To determine d relationship or effect of proper sleeping pattern on the height of student aged 15-18 years in SMA Raksana in Medan year 2011.
Methodology: Data of students in SMA Raksana aged 15-18 years were collected regarding their sleeping pattern and height through questionnaire in the form of interview. Then it was analysed to determine the relationship between sleeping pattern and height.
Results: The total number of students that took part in this research were 106. In 2011, out of 71.1% of students who having tall stature, 57.5% having a proper and sufficient sleep and 14.2% are lackin of sleep. Therefore, it is proven that most of students who are tall are having proper and sufficient sleep. Apart from that, it is found that out of tall students, 45.3% are satisfied with their sleep and from the students who are short only 15.1% admitted to be satisfied with their sleep.
Conclusion: Therefore it is concluded that a proper sleeping pattern and sufficient sleeping hours are important factors to maintain an ideal height among children. It is found that sleeping pattern and sleeping hours had influenced the students’ height in SMA Raksana, Medan aged 15-18 years. Students those are tall appear to be those with good sleeping pattern and sufficient sleeping hours.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Anak dengan tumbuh kembang yang optimal adalah harapan setiap orang tua.
Untuk mewujudkannya tentu saja orang tua harus selalu memperhatikan,
mengawasi, dan merawat anak secara seksama. Proses tumbuh kembang anak
dapat berlangsung secara alamiah, tetapi proses tersebut sangat tergantung kepada
orang dewasa atau orang tua. ( Nia, 2001)
Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencakup dua peristiwa yang sifatnya
berbeda, tetapi saling berkaitan yaitu pertumbuhan dan perkembangan.
Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, atau
ukuran, yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, kilogram) dan ukuran
panjang (cm, meter), sedangkan perkembangan adalah bertambahnya kemampuan
dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dari seluruh bagian tubuh
sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga
perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil berinteraksi
dengan lingkungannya. (International paediatrics association, 1999)
Pertumbuhan anak yang sehat adalah memiliki berat badan yang ideal dan
tinggi badan yang ideal mengikut umurnya. Seringkali didapati bahawa anak
anak yang berada dalam umur yang sama tetapi terdapat variasi dalam tinggi
badan mereka. Terlintas dalam fikiran kenapa terdapat perbedaan dalam tinggi
badan anak-anak sedangkan mereka dalam lingkungan umur yang sama.
Proses tumbuh kembang seseorang merupakan hasil interaksi berbagai faktor
yang saling terkait, yaitu ; faktor genetik / keturunan , lingkungan
bio-fisiko-psiko-sosial dan perilaku. Proses ini bersifat individual dan unik sehingga
memberikan hasil akhir yang berbeda dan ciri tersendiri pada setiap anak. Untuk sesetengah anak yang bervariasi dalam ketinggian badan adalah normal dalam
pertumbuhan konstitusional adalah dimana pertumbuhan tulangnya adalah
tertunda tetapi kelajuan pertumbuhannya adalah normal. Mereka akan mengejar
ketinggian teman sebayanya waktu mencapai dewasa. Faktor familial genetic iaitu
postur pendek familial, kondisi dimana orang tua yang pendek lebih cenderung
memiliki anak yang pendek. (Brandon 2002,)
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan anak adalah faktor heredo
konstitusional yaitu ras, genetik, jenis kelamin dan kelainan bawaan. Selain itu,
faktor hormonal dan lingkungan selama dan sesudah lahir seperti gizi, pola tidur,
trauma, sosioekonomi, iklim, aktivitas fisik dan penyakit. Gangguan pertumbuhan
pada anak dikatakan terjadi apabila terjadinya gagal tumbuh akibat kurang gizi,
penyakit endokrin akibat kurang atau lebih hormon dan penyakit sindrom turner
iaitu kelainan genetic gangguan pertumbuhan. (artikel tumbuh kembang anak)
Memandangkan terdapat banyak sebab terjadinya variasi ketinggian pada
kalangan anak-anak yang sama umur, salah satu yang kurang diketahui oleh
masyarakat adalah pengaruh pola tidur terhadap tinggi badan anak. Bagaimana
pola tidur dapat mempengaruhi tinggi badan anak yang normal iaitu anak yang
tidak mempunyai pengaruh genetik postur pendek, gangguan pertumbuhan dan
derajat lingkungan yang sama?
Tidur adalah keadaan dimana seseorang berada dalam keadaan istirahat dan
proses alamiah. Tidur berkualitas sangat penting dalam memaksimalkan pertumbuhan tinggi badan. Sebab hormon pertumbuhan bekerja ”penuh” sewaktu tidur. Semakin berkualitas tidur seseorang, maka hormon pertumbuhan semakin
bekerja optimal. Dan itu artinya akan menghasilkan pertambahan tinggi badan
secara optimal pula. Tidur yang sangat menunjang bagi pertumbuhan badan
adalah tidur lelap (deep sleep) selama kurang lebih 7-8 jam tanpa terputus-putus,
tanpa perasaan gelisah dan tanpa mimpi. ("Sleep Syllabus. B. The Phylogeny of
Sleep2004".)
Anak anak amat membutuhkan tidur yang banyak karena pertumbuhan yang
pelepasan hormon pertumbuhan kurang lebih 75% dan dibuktikan ia mempunyai
efek terhadap pertumbuhan fisik anak. (www.journalsleep.org, 2003)
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang di uraikan diatas, dirumuskan beberapa
masalah yang akan dibahas adalah:
1. Apakah pola tidur dapat mempengaruhi tinggi badan anak?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pola tidur terhadap tinggi
badan anak yang berumur 15 hingga 18 tahun.
1.3.2. Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui bagaimana pola tidur anak 15-18 tahun
3. Mengetahui pengaruh pola tidur dengan tinggi badan anak.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:
1. Peneliti
 Penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan menambah wawasan penulis tentang pengaruh pola tidur dan
pelepasan hormon pertumbuhan terhadap tinggi badan anak.
faktor-faktor yang berhubungan. Ini mengarahkan peneliti pada pemikiran
terhadap solusi demi kebaikan bersama.
2. Dokter
 Penelitian ini bermanfaat sebagai dasar pertimbangan dan masukan bagi pihak dokter atau tenaga kesehatan untuk mengawasi
pertumbuhan anak secara lebih mendalam dan untuk memberi nasihat
kepada ibu bapa tentang anak yang memerlukan tidur yang
secukupnya.
3. Pihak lain dan masyarakat
 Penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan, khususnya dalam proses membantu pertumbuhan anak yang sehat secara fisik dan
mental.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tidur
2.1.1 Definisi tidur
Tidur adalah merupakan suatu kondisi istirahat alami yang dialami oleh
manusia dan hewan-hewan lainnya yang sangat penting untuk kesehatan.
(organisasi. Org komunitas). Setiap manusia membutuhkan waktu tidur kurang
lebih sekitar sepertiga waktu hidupnya atau sekitar 6-8 jam sehari. Secara alami
dan otomatis jika tubuh lelah maka kita akan merasa mengantuk sehingga
memaksa tubuh kita untuk beristirahat secara fisik dan mental.
Dengan waktu tidur yang cukup maka kita akan merasa segar bugar ketika
bangun pagi dan siap melakukan berbagai aktifitas sepanjang hari dari pagi
hingga malam. Normalnya manusia tidur pada saat malam hari hingga pagi hari,
namun tidak jarang ada orang yang bisa tidur dari siang sampai malam hari karena
tuntutan pekerjaan atau karena sudah terbiasa.
Menurut penelitian, orang yang tidur selama 6,5 sampai 7,5 jam dalam
sehari akan memiliki hidup yang lebih panjang dari pada yang tidurnya hanya
memakan waktu kurang dari 6,5 jam atau lebih dari 8 jam perhari (Japan Epidemiology Association).
Lalu apa definisi tidur? Sebagai acuan, tidur bisa diartikan sebagai bagian
dari periode alamiah kesadaran yang terjadi ketika tubuh direstorasi (diperbaiki)
yang dicirikan oleh rendahnya kesadaran dan keadaan metabolisme tubuh yang
minimal. Secara otomatis, otak kita memprogram untuk tidur begitu gelap datang
dan terbangun ketika terang tiba. Pun kita bisa tidur kapan saja, baik karena
2.1.2 Tahapan tidur
Tahapan tidur terdapat tidur tenang atau nonREM (non rapid eye movement) dan
tidur aktif atau REM, dengan penjelasan sebagai berikut :
2.1.2.1 Tidur NonREM
Tidur nonREM terdiri dari 4 tahap, dimana setiap tahapnya mempunyai
ciri tersendiri. Pada tidur tahap I terjadi bila merasakan ngantuk dan mulai
tertidur. Jika telepon berbunyi atau ada sesuatu sampai terbangun, sering kali
tidak merasakan bahwa sebenarnya kita telah tertidur. Gelombang listrik otak memperlihatkan ‘gelombang alfa’ dengan penurunan voltase. Tahap I ini berlangsung 30 detik sampai 5 menit pertama dari siklus tidur.
Tidur tahap II, seluruh tubuh kita seperti berada pada tahap tidur yang
lebih dalam. Tidur masih mudah dibangunkan, meskipun kita benar-benar berada
dalam keadaan tidur. Periode tahap 2 berlangsung dari 10 sampai 40 menit.
Kadang-kadang selama tahap tidur 2 seseorang dapat terbangun karena sentakan
tiba-tiba dari ekstremitas tubuhnya. Ini normal, kejadian sentakan ini, sebagai
akibat masuknya tahapan REM.
Tahap 3 dan 4. Tahap ini merupakan tahap tidur nyenyak. Pada tahap 3,
Orang yang tertidur cukup pulas, rileks sekali karena tonus otot lenyap sama.
Tahap 4 mempunyai karakter : tanpa mimpi dan sulit dibangunkan, dan orang
akan binggung bila terbangun langsung dari tahap ini, dan memerlukan waktu
beberapa menit untuk meresponnya. Pada tahap ini, diproduksi hormone
pertumbuhan guna memulihkan tubuh, memperbaiki sel, membangun otot dan
jaringan pendukung. Perasaan enak dan segar setelah tidur nyenyak,
Menurut Tarwoto & Wartonah, (2006) tahapan NonREM mempunyai
karakter sebagai berikut : NonREM Tahap I kedaan ini masih dapat merespons
cahaya, berlangsung beberapa menit, aktivitas fisik menurun, tanda vital dan
metabolisme menurun, bila terbangun terasa sedang mimpi. NonREM Tahap II
tubuh mulai relaksasi otot, berlangsung 10 – 20 menit, fungsi tubuh berlangsung
lambat, dapat dibangunkan dengan mudah. NonREM Tahap III adalah awal dari
keadaan tidur nyenyak, sulit di bangunkan, relaksasi otot menyeluruh, tekanan
darah menurun, berlangsung 15 – 30 menit. NonREM Tahap IV sudah terdapat
tidur nyenyak, sulit untuk di bangunkan, untuk restorasi dan istirahat, tonus otot
menurun, sekresi lambung menurun, gerak bola mata cepat.
2.1.2.2 Tidur REM
Tahap tidur REM sangat berbeda dari tidur nonREM. Tidur REM adalah
tahapan tidur yang sangat aktif. Pola nafas dan denyut jantung tak teratur dan
tidak terjadi pembentukan keringat. Kadang-kadang timbul twitching pada tangan,
kaki, atau muka, dan pada laki-laki dapat timbul ereksi pada periode tidur REM.
Walaupun ada aktivitas demikian orang masih tidur lelap dan sulit untuk
dibangunkan. Sebagian besar anggota gerak tetap lemah dan rileks. Tahap tidur
ini diduga berperan dalam memulihkan pikiran, enjernihkan rasa kuatir dan daya
ingat dan mempertahankan fungsi sel-sel otak.
Siklus tidur pada orang dewasa biasanya terjadi setiap 90 menit. Pada 90
menit pertama seluruh tahapan tidurnya adalah NonREM. Setelah 90 menit, akan
muncul periode tidur REM, yang kemudian kembali ke tahap tidur NonREM.
Setelah itu hampir setiap 90 menit tahap tidur REM terjadi. Pada tahap awal tidur,
periode REM sangat singkat, berlangsung hanya beberapa menit. Bila terjadi
gangguan tidur, periode REM akan muncul lebih awal pada malam itu, setelah
kira-kira 30-40 menit. Orang itu akan mendapatkan tidur tahap 3 & 4 lebih
banyak. Selama tidur, tahapan tidur akan berpindah-pindah dari satu tahap ke
suatu malam, mungkin saja tidak ada tahap 3 atau 4. Tapi malam lainnya seluruh
tahapan tidur akan didapatkannya. (Widodo DP, 2000)
Karakteristik tidur REM meliputi : mata cepat tertutup dan terbuka, kejang
otot kecil, otot besar imobilisasi, pernapasan tidak teratur, kadang dengan apnea,
nadi cepat dan ireguler, tekanan darah meningkat atau fluktuasi, sekresi gaster
meningkat, metabolisme meningkat, temperatur tubuh naik, siklus tidur : sulit di
bangunkan (Alimul, 2006)
2.1.3 Mekanisme tidur : Sleep Clock
Ada suatu mekanisme dalam tubuh kita yang mengatur kualitas tidur kita
yang ditentukan oleh seberapa lelap dan seberapa lama kita tidur. Mekanisme ini
disebut body clock. Namun karena kita sedang membicarakan tentang tidur, istilah
ini akan diganti menjadi sleep clock. Sleep clock, adalah suatu system yang mendasari dan mengatur tidur dan energi kita. (Kacper M. Postawski,
PowerfulSleep.com.)
Sleep clock memiliki 4 variabel utama yang mempengaruhi tidur kita: Circadian Rhythm
Bagian pertama, dan terpenting, dari sleep clock adalah Circadian Rhythm.
Circadian Rhythm adalah ritme suhu tubuh. Suhu tubuh kita, sebenarnya tidak
konstan 37o C, melainkan naik-turun seiring jam bertambah dalam satu hari.
Perbedaan suhu tubuh yang terjadi sekitar 2o C. Saat suhu tubuh naik, kita
menjadi lebih terjaga dan energik, sedangkan saat suhu tubuh turun kita
menjadi lebih lelah dan malas. Ritme suhu tubuh inilah penyebab kita merasa
mengantuk dan terbangun pada jam yang sama setiap hari.
Secara umum, suhu tubuh kita akan meningkat pada pagi-pagi hingga
mencapai puncak pada sekitar siang menjelang sore, kemudian suhu tubuh
itu, kita dapat melihat bahwa pada siang hari suhu tubuh kita sempat menurun.
Hal ini menjelaskan mengapa pada siang hari kadang-kadang kita merasa
mengantuk dan membutuhkan tidur siang. Namun, karena tuntutan kehidupan
sosial, kita terkadang melawan dorongan tidur ini, misalnya dengan
mengonsumsi kafein.
Biasanya, ritme suhu tubuh kita akan mengikuti pola yang sama.
Misalkan, jika selama ini kita selalu bangun jam 6.00, maka, jam berapapun
kita tidur, apakah jam 19.00, 21.00, 23.00, atau 1.00, suhu tubuh kita akan
mulai meningkat pada pukul 6.00. Apabila kita mengantuk pada 4 jam
berikutnya, hal ini berarti pada kurun waktu tersebut suhu tubuh kita
meningkat dengan pelan, dan belum mencapai titik puncaknya. Sebagian besar
orang mengalami titik puncak suhu tubuh pada jam 18.00-19.00.
Jika suatu ketika kita bangun lebih pagi, pukul 4.00 misalnya, hal ini tidak
membuat suhu tubuh kita meningkat pada pukul 4.00, suhu tubuh kita akan
tetap rendah dan baru meningkat pada jam 6.00 seperti biasa, dan mungkin
membuat kita mengantuk selama 6 jam kemudian (bukan 4 jam). Inilah
penyebab bangun lebih pagi dari biasanya sering terasa begitu berat!
Apabila ritme suhu tubuh kita terlalu datar (kurang meningkat atau
menurun), kita akan mengalami kesulitan mencapai tidur lelap. Kita dapat
melakukan aksi yang tepat untuk mengoptimalkan ritme suhu tubuh kita,
sehingga kita dapat tidur lebih sedikit namun memiliki energy lebih banyak.
Mengubah ritme suhu tubuh ini tidak sederhana. Banyak orang yang
mengalami jet lag karena tidak mampu mengubah sleep clock mereka dengan
cepat.
Melatonin dan cahaya matahari
Faktor penting kedua dari sleep clock adalah melatonin. Melatonin adalah
membuat kita tertidur dan mengembalikan energy fisik ketika kita tidur.
Apabila melatonin tinggi, kita akan merasa mengantuk, dan lemah.(dr
Brandon, 2008)
Level melatonin dalam tubuh sangat tergantung pada jumlah cahaya
matahari yang diterima mata pada suatu hari. Banyak cahaya matahari akan
memperlambat proses pembentukan melatonin, sebaliknya kekurangan cahaya
matahari akan membuat peningkatan secara cepat pada jumlah melatonin yang
berakibat timbulnya rasa mengantuk dan lelah Hal ini menjelaskan mengapa
dalam kelas yang pencahayaannya buruk kita lebih mudah mengantuk. Untuk
mengoptimasi sleep clock kita, mendapatkan cahaya matahari yang cukup meruapakan suatu kewajiban.
Level aktivitas
Jumlah pergerakan dan latihan kardiovaskular yang dilakukan pada saat
malam berimbas besar pada ritme suhu tubuh kita. Secara umum ada 4 manfaat
yang bisa diperoleh:
-Peningkatan yang cepat pada suhu tubuh yang dapat sangat berguna bagi system
tidur.
-Meningkatkan puncak suhu tubuh pada siang hari dan meningkatkan level
energy kita.
-Memperlambat turunnya suhu tubuh keesokan hari, menjadikan kita terjaga lebih
lama.
-Membuat suhu tubuh turun drasis pada akhir hari sehingga tidur lebih lelap.
Keterjagaan sebelumnya
Keterjagaan kita di hari sebelumnya juga sangat berpengaruh terhadap
sleep clock, karena keterjagaan sebelumnya sangat berkaitan dengan 3 faktor sebelum ini. Lebih lama terjaga, kita dapat melakukan level aktivitas yang
lebih tinggi. Selain itu, terjaga lebih lama nyaris berarti kita lebih banyak pula
Karena itu, apabila kita tidur 8-9 jam per hari dan tetap merasa lemas, ini
bisa berarti kita membutuhkan tidur LEBIH SEDIKIT. Kita tidur terlalu
banyak dan harus meningkatkan keterjagaan untuk mendapat tidur yang lebih
lelap dan ritme suhu tubuh yang lebih seimbang. (chess mcdoogle, 2010)
2.1.4 Faktor - faktor yang mempengaruhi Tidur
Menurut (Alimul, 2006). Kualitas dan kuantitas tidur dipengaruhi beberapa faktor.
Kualitas tersebut dapat menunjukan adanya kemampuan individu untuk tidur dan
memperoleh jumlah istirahat sesuai dengan kebutuhanya.di antaranya faktor
faktor yang mempengaruhi tidur antara lain adalah:
2.1.4.1 Penyakit
Sakit dapat mempengaruhi kebutuhan tidur seseorang. Banyak penyakit yang
memperbesar kebutuhan tidur, misalnya : penyakit yang disebabkan oleh infeksi
(infeksi limfa) akan memerlukan lebih banyak waktu tidur untuk mengatasi
keletihan. Banyak juga keadaan sakit yang menjadikan pasien kurang tidur,
bahkan tidak bisa tidur. (widodo, 2009)
2.1.4.2 Latihan dan Kelelahan
Keletihan akibat akivitas yang tinggi dapat memerlukan lebih banyak tidur untuk
menjaga keseimbangan energi yang telah dikeluarkan. Hal ini terlihat pada
seseorang yang telah melakukan aktivitas dan mencapai kelelahan. Maka, orang
tersebut akan lebih cepat untuk dapat tidur karena tahap tidur gelombang
2.1.4.3 Stres Psikologis
Kondisi psikologis dapat terjadi pada seseorang akibat ketegangan jiwa. Hal
tersebut terlihat ketika seseorang yang memiliki masalah psikologis mengalami
kegelisahan sehingga sulit untuk tidur. (psikologis, dr harry, 2009)
2.1.4.4 Obat
Obat juga dapat mempengaruhi proses tidur, beberapa jenis obat yang dapat
mempengaruhi proses tidur adalah jenis golongan obat diuretic menyebabkan
seseorang menjadi isomnia, anti depresan dapat menekan REM, kafein dapat
meningkatkan syaraf simpatis yang menyebabkan kesulitan untuk tidur, golongan
beta bloker dapat berefek pada timbulnya insomnia, dan golongan narkotik dapat
menekan REM sehingga mudah mengantuk.(ria lina, 2005)
2.1.4.5 Nutrisi
Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepat proses tidur.
Protein yang tinggi dapat mempercepat terjadinya proses tidur, karena adanya
trytophan yang merupakan asam amino dari protein yang dicerna. Demikian juga
sebaliknya, kebutuhan gizi yang kurang juga dapat mempengaruhi proses tidur,
bahkan terkadang sulit untuk tidur.
2.1.4.6 Lingkungan
Keadaan lingkungan yang aman dan nyaman bagi seseorang juga dapat
mempercepat terjadinya proses tidur.
2.1.4.7 Motivasi
Motivasi merupakan suatu dorongan atau keinginan seseorang untuk tidur, yang
dapat mempengaruhi proses tidur. Selain itu, adanya keinginan untuk menahan
2.1.5 Kebutuhan tidur menurutusia
Jumlah tidur yang dibutuhkan pada usia 0-2 bulan 10,5-18 jam perhari.
Sifat tidur pada usia ini yaitu pola tidur yang tidak teratur (hingga usia 6-8
minggu) yang berhubungan dengan rasa lapar, periode tidur yang multipel pada
siang dan malam hari, tidurnya bersifat aktif seperti tersenyum, menghisap,
pergerakan badan.
Kebutuhan tidur untuk anak usia 2-12 bulan . Jumlah tidur yang
dibutuhkan sekitar 14-15 jam sehari. Sifat tidur yaitu jumlah tidur malam
bertambah, pola tidur mulai terlihat, tidur siang yang awalnya berjumlah 3-4 kali
berubah menjadi 1-2 kali di akhir tahun pertama
Jumlah tidur yang dibutuhkan pada usia 1-3 tahun adalah 12-14 jam (tidur
siang antara 1,5-3,5 jam). Sifat tidur yaitu tidur di pagi hari semakin berkurang
pada usia sekitar 18 bulan. Perlu dilanjutkan rutinitas waktu tidur, tetapkan waktu,
dorong anak untuk berani tidur sendiri, diperhatikan transisi dari tidur di tempat
tidur bayi ke tempat tidur biasa.
Jumlah tidur yang dibutuhkan pada usia 3-5 tahun sekitar 11-13 jam dalam
sehari. Tidur siang biasanya tidak ditemukan lagi pada akhir tahun kelima, pada
saat ini mungkin dapat timbul ketakutan di malam hari.
Jumlah tidur yang dibutuhkan pada usia 5-12 sekitar 10-11 jam dalam
sehari. Semakin meningkatnya kegiatan anak dapat mengakibatkan berkurangnya
tidur. Pengaruh televisi, komputer dan keadaan medis dapat mengganggu tidur.
Waspadai adanya masalah tidur yang persisten dan keadaan mengantuk di siang
hari.
Jumlah tidur yang dibutuhkan pada usia 12-18 tahun adalah sekitar 7-9
jam dalam sehari. Dalam waktu remaja ini, mereka berhadapan dengan
2.1.6 Gangguan tidur
Gangguan tidur ternyata bisa menyerang anak-anak. Gangguan yang
dialami bukan hanya tidak bisa tidur, melainkan adanya masalah seperti sering
mengalami mimpi buruk. (Viginia Academy of Sleep Medicine, 2000)
Setiap orang mengalami waktu tidur yang berbeda-beda, dan berapa lama
waktu tidur bergantung pada usia seseorang. Bayi misalnya, seorang bayi yang
baru lahir hingga usia tiga bulan akan memerlukan waktu tidur hampir seharian
lamanya, sekitar 20 jam per hari.
Sementara itu, anak-anak akan memerlukan waktu tidur selama 8–14 jam,
bergantung pada usia anak tersebut. Sama halnya dengan waktu tidur, gangguan
tidur yang dialami orang pun berbeda-beda. Saat anak tertidur dan terbangun pada
malam hari, memang sudah menjadi hal yang biasa. Namun, yang harus
diperhatikan adalah seperti apa gangguan tersebut menyerang.
Gangguan tidur harus dipahami. Artinya, gangguan tersebut bukan hanya tidak
bisa tidur saja. Banyak gangguan tidur lain yang justru menyebabkan anak
mengantuk (Dr Andreas A Prasaja, 2000)
Gangguan tidur pada anak lainnya yakni sindrom kematian mendadak pada bayi, yaitu sudden infant death syndrome (SIDS), ada pula sleep apnea, henti napas saat tidur, anak menolak untuk tidur, atau sleep walking (berjalan sambil tidur), night terrors sampai mengompol. (Dr Andreas A Prasaja, 2000)
Semua gangguan tidur disebabkan faktor yang berbeda-beda.
Jenis – jenis gangguan tidur yang sering terjadi menurut Tarwoto & Wartonah,
2006 adalah:
Insomnia, hipersomnia, parasomnia, narcolepsy, apnoe tidur dan mendengkur dan
2.2 Pertumbuhan
2.2.1 Pengertian pertumbuhan
Anak memiliki suatu ciri yang khas yaitu selalu tumbuh dan berkembang sejak
konsepsi sampai berakhirnya masa remaja. Hal ini yang membedakan anak
dengan dewasa. Anak bukan dewasa kecil. Anak menunjukkan ciri-ciri
pertumbuhan dan perkembangan yang sesuai dengan usianya. (Growth Spurts,
2005)
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan
interselular, berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau
keseluruhan, sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat. (dr
Kusnandi Rusmil, 2011)
2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi badan anak
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ada dua faktor yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Yang termasuk dalam faktor internal adalah genetik, obstetrik
dan seks, yang termasuk faktor eksternal adalah lingkungan, gizi, obat-obatan dan
2.2.2.1 Genetik.
Faktor genetik dikaitkan dengan adanya kemiripan anak-anak dengan
orangtuanya dalam hal bentuk tubuh, proporsi tubuh dan kecepatan
perkembangan.
Faktor ini cukup dominan dalam menentukan tinggi badan seseorang. Dan faktor
ini sudah ada sejak lahir. Seorang anak yang memiliki ibu dan ayah yang
berpostur tinggi biasanya nantinya akan tumbuh menjadi seorang dewasa yang
berpostur tinggi pula. Begitupun sebaliknya. Jika ayah dan ibunya pendek, maka
seringkali anaknya juga memiliki postur yang juga pendek. Anda dapat
mengamati bahwa orang-orang Afrika meskipun tidak mendapatkan gizi makanan
yang baik, namun memiliki postur yang tinggi. Hal itu dapat terjadi lebih
dikarenakan faktor keturunan atau genetik ini. Secara umum, faktor genetik ibu
lebih berpengaruh ketimbang faktor genetik dari ayah. Ini berarti bahwa Si A
yang memiliki ibu tinggi dan ayah pendek akan berpeluang memiliki tubuh yang
lebih tinggi ketimbang si B yang memiliki ayah tinggi dan ibu pendek. Namun
tentu saja hal itu bukanlah suatu kepastian, namun hanya kecenderungan medis.
(Supariasa,2002).
2.2.2.2 Lingkungan.
Yang termasuk dalam faktor lingkungan dalam hal ini adalah lingkungan
biofisik dan psiko-sosial yang mempengaruhi individu setiap hari dan sangat
berperan dalam menentukan tercapainya potensial bawaan. Menurut Soetjiningsih
(1995) secara garis besar lingkungan dibagi menjadi lingkungan pra natal dan
lingkungan post natal.
a. Lingkungan Pra-Natal.
Lingkungan pra natal adalah terjadi pada saat ibu sedang hamil, yang
lahir seperti gizi ibu pada saat hamil menyebabkan bayi yang akan dilahirkan
menjadi BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) dan lahir mati serta jarang
menyebabkan cacat bawaan. Selain dari pada itu kekurangan gizi dapat
menyebabkan hambatan pertumbuhan pada janin dan bayi lahir dengan daya tahan
tubuh yang rendah sehingga mudah terkena infeksi, dan selanjutnya akan
berdampak pada terhambatnya pertumbuhan tinggi badan. Selain itu faktor
lingkungan pada masa pra natal lainnya yang berpengaruh adalah mekanis yaitu
trauma dan cairan ketuban yang kurang dapat menyebabkan kelainan bawaan
pada bayi yang akan dilahirkan. Faktor toksin atau zat kimia yang disengaja atau
tanpa sengaja dikonsumsi ibu melalui obat-obatan atau makanan yang
terkontaminasi dapat menyebabkan kecacatan, kematian atau bayi lahir dengan
berat lahir rendah. (Supariasa,2002).
b. Lingkungan Post-Natal
Lingkungan post natal mempengaruhi pertumbuhan bayi setelah lahir
antara lain lingkungan biologis, seperti ras/suku bangsa, jenis kelamin, umur, gizi,
perawatan kesehatan, kepekaan terhadap penyakit infeksi & kronis, adanya
gangguan fungsi metabolisme dan hormon. Selain itu faktor fisik dan biologis,
psikososial dan faktor keluarga yang meliputi adat istiadat yang berlaku dalam
masyarakat turut berpengaruh (Soetjiningsih, 1995).
2.2.2.3 Pertumbuhan dan Status Sosial Ekonomi.
Beberapa hal yang juga sebagai penyebab timbulnya masalah gizi yang
mempengaruhi pertumbuhan seseorang adalah faktor sosial ekonomi yang
meliputi :pendidikan orang tua, pekerjaan dan pendapatan, teknologi, budaya dan
lain-lain. Keterbatasan sosial ekonomi ini juga berpengaruh langsung terhadap
pendapatan keluarga untuk memenuhi kebutuhan akan makanan, berpengaruh
pada praktek pemberian makanan pada bayi berpengaruh pula pada praktek
pemeliharaan kesehatan dan sanitasi lingkungan yang akhirnya mempengaruhi
pemeliharaan tubuh serta pencegahan terhadap penyakit infeksi yang kesemuanya
berakibat pada gangguan pertumbuhan (Aritonang, 1994).
Penelitian di India Selatan, bahwa pola pembelanjaan makanan pada
masyarakat yang miskin dan kaya tercermin dari kebiasaan pengeluaran mereka.
Masyarakat miskin akan menghabiskan 80 % uangnya untuk membeli makanan
dan apabila ada peningkatan pendapatan maka makanan yang akan dipilih adalah
yang kaya akan protein. Sedangkan di negara-negara maju hanya 45 % uangnya
dibelanjakan untuk makanan dan uang yang berlebih biasanya susunan hidangan
menjadi lebih baik. Dengan demikian tingkat pendapatan menentukan pola makan
dan apa yang akandibeli baik kualitas maupun kuantitasnya. (dr Kusnandi Rusmil,
2011)
Perbedaan tinggi badan anak dari keluarga kaya kerana faktor genetik
berkisar 2 – 3 cm, sedangkan perbedaan yang disebabkan karena faktor sosial
ekonomi adalah sekitar 10 – 12 cm.
2.2.2.4 Faktor Gizi.
Beberapa faktor gizi yang juga berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi
badan adalah : kalori, protein, Iodium dan zat gizi mikro seperti vitamin A, zink
(zn). (Davies, S. and A. Stewart., 1997, Nutritional Medicine. Pan.)
Gizi makanan sangat penting dalam membantu pertumbuhan tinggi badan
seseorang. Mengapa orang Eropa memiliki tubuh yang tinggi daripada orang
Asia? Salah satu sebabnya adalah gizi makanan yang mereka konsumsi sehari-hari
mereka jauh lebih baik daripada gizi makanan yang dikonsumsi oleh orang-orang
Asia. Biasanya balita mengalami pertambahan tinggi badan yang pesat karena
balita mendapatkan gizi yang sangat baik, terutama dari susu yang mereka
minum. Susu adalah makanan yang memiliki gizi ”sempurna” bagi pertumbuhan
tulang (tubuh). Susu mengandung semua zat yang dibutuhkan tulang untuk
berbagai macam mineral ada dalam kandungan susu. (Bland, J. 1996,
Contemporary Nutrition. J & B Associates.)
Pertumbuhan tulang memerlukan berbagai macam nutrisi protein, vitamin dan mineral. Namun mineral utama bagi pertumbuhan tulang adalah ”kalsium”. Tanpa kalsium dalam jumlah yang cukup, tulang tidak akan memanjang secara
optimal.Kalsium adalah mineral paling penting bagi tulang untuk tumbuh menjadi
panjang, tebal dan kuat. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa orang dewasa
usia paruh baya yang selalu mengkonsumsi kalsium secara cukup jarang terkena
penyakit osteoporosis dan punggung membungkuk. Selain penting bagi
pertumbuhan dan kekuatan tulang, kalsium juga berperan dalam mencegah kanker
usus besar. Vitamin D juga penting bagi tubuh membantu untuk menyerap
kalsium. Sumber vitamin D yang baik adalah susu, susu kedelai, margarin, ikan,
hati dan kuning telur. Jika anda tidak dapat mengkonsumsi vitamin D dari
makanan-makanan tersebut, anda dapat mendapatkan pasokan vitamin D melalui
multivitamin. Namun tentu saja vitamin D alami jauh lebih baik. (Davies, S. and
A. Stewart., 1997, Nutritional Medicine. Pan.)
Bagaimana memaksimalkan konsumsi kalsium melalui diet makanan ?
Untuk memaksimalkan penyerapan kalsium dapat dilakukan antara lain :
Konsumsi makanan berkalsium yang mudah diserap tubuh. Yaitu susu, keju dan
yogurt. Kurangi atau hindari mengkonsumsi kafein (kopi, teh atau cola) karena
dapat membuang kalsium melalui urin. Kurangi konsumsi garam meja. Karena
dapat membuang kalsium melalui urin. Perlu diketahui bahwa kebutuhan tubuh
akan garam 90% nya terpenuhi oleh makanan (sayur,buah dll) bukan dari garam
meja. (Bland, J. 1996, Contemporary Nutrition. J & B Associates.)
a.Kalori.
Jumlah intake kalori berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan seseorang. Intake kalori yang cukup akan menjamin pertumbuhan
pertumbuhan serta berlangsung lama, akan berdampak pada pertumbuhan fisik
dan kerentanan terhadap penyakit infeksi. (Bland, J. 1996, Contemporary
Nutrition. J & B Associates.)
Manifestasi dalam jangka panjang akan nampak pada tinggi badan yang lebih
rendah dibandingkan dengan anak yang intake kalorinya cukup. Bailey, et al. (CIT.Bogin, 1988) melakukan studi pertumbuhan terhadap anak-anak di bagian
utara Thailand di mana anak-anak yang tinggal di desa mengalami hambatan
pertumbuhan, namun kejadian penyakit dan infestasi parasit dan kematian tidak
berhubungan secara signifikan terhadap pertumbuhan. Bailey menyimpulkan
bahwa terhambatnya pertumbuhan bukan disebabkan oleh penyakit atau
kekurangan zat gizi spesifik seperti vitamin A atau besi melainkan karena
defisiensi dalam jumlah total asupan kalori. (Bland, J. 1996, Contemporary
Nutrition. J & B Associates.)
b. Protein
Somatotropin berperan dalam mempertahankan tingkat sintesa protein
dalam tubuh dan menghalangi sintesa lemak dan oksidasi karbohidrat pada
pertumbuhan tinggi badan yaitu terhadap perkembang biakan sel-sel tulang rawan,
sedang pada perkembangan kesempurnaan tulang pengaruhnya kecil. Rendahnya
sintesis protein karena rendahnya pengaruh somatotropin yang berakibat
berkurangnya protein, kekurangan protein ini merupakan masalah yang serius di
seluruh dunia, dan menjadi faktor utama terjadinya kwashiorkor. Golden (1988)
(cit. Hadju,1998) mempelajari studi-studi terdahulu tentang efek suplementasi
makanan terhadap pertumbuhan TB. Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa
protein dan faktor yang berhubungan dengan protein dalam makanan perlu untuk
pertumbuhan TB. (Bland, J. 1996, Contemporary Nutrition. J & B Associates.)
c. Iodium
Telah banyak disebutkan bahwa iodium merupakan unsur essensill sangat
thyroid, thyroxine (T 4 ) dan Triodothyronine (T 3 ). Peranan thyroxine sebagai
permissive dalam arti kadar thyroxine yang cukup menjadikan sel-sel tubuh berfungsisecara normal dan sebaliknya bila kadar thyroxine kurang, maka
sebagian besar dari sel-sel tubuh menjadi tidak efektif (Jalal dan Atmojo, 1998).
2.2.2.5 Pola tidur
Tidur berkualitas sangat penting dalam memaksimalkan pertumbuhan tinggi badan. Sebab hormon pertumbuhan bekerja ”penuh” sewaktu tidur. Semakin berkualitas tidur seseorang, maka hormon pertumbuhan semakin bekerja
optimal. Dan itu artinya akan menghasilkan pertambahan tinggi badan secara
optimal pula. Coba mengukur tinggi badan pada pagi hari tepat setelah bangun
tidur. Mungkin akan kaget. Sebab meskipun telah dewasa (tidak lagi dalam masa
pertumbuhan), namun tinggi badan akan bertambah sewaktu bangun tidur
(biasanya 1-2 cm). Ini disebabkan oleh karena adanya pertambahan panjang
tulang rawan pada punggung dan kaki. Namun pertambahan ini bersifat sementara
saja. Pada sore hari tinggi badan kembali seperti semula oleh karena berbagai
aktifitas yang anda lakukan dan oleh karena gaya gravitasi bumi. Oleh karena itu,
dalam melaksanakan program peninggi badan alami ini, nantinya kualitas tidur
harus ditingkatkan untuk meraih hasil yang optimal. Tidur yang sangat menunjang
bagi pertumbuhan badan adalah tidur lelap (deep sleep) selama kurang lebih 7-8
jam tanpa terputus-putus, tanpa perasaan gelisah. (w w w . j o u r n a l s l e e p . o r g ,
2001)
2.2.2.6 Olahraga
Apabila membandingkan tinggi badan seorang teman yang sering
berolahraga renang atau basket dengan teman lainnya yang tidak pernah atau
jarang berolahraga akan melihat perbedaan yang cukup mencolok bahwa mereka
yang melakukan olahraga renang atau basket secara teratur biasanya memiliki
mempengaruhi tinggi badan seseorang. Olahraga teratur dapat memacu produksi
hormon pertumbuhan oleh tubuh sehingga dapat menambah tinggi badan secara
signifikan. Gerakan-gerakan dalam renang dan basket juga secara langsung
merangsang tulang kaki dan punggung untuk bertambah panjang.
Dengan demikian, dapat diprediksikan bahwa seseorang yang memiliki orang tua
yang tinggi, dan mendapatkan asupan gizi yang baik selama masa pertumbuhan,
serta mempunyai kebiasaan tidur yang baik dan berolahraga teratur cenderung
tinggi. (Sports Md, 2009)
2.2.2.7 Kelenjar pituitari (hormonal)
Kelenjar pituitari adalah kelenjar yang bertugas mengeluarkan hormon
pertumbuhan. Posisi kelenjar pituitari ini tampak pada gambar berikut :
kelenjar-pituitari-pengontrol-hormon-pertumbuhan Kelenjar pituitari terdiri dari 3
bagian, yaitu lobus anterior, pars intermedia dan lobus posterior. Lobus anterior
dari kelenjar pituitari inilah yang memproduksi hormon pertumbuhan dan juga
hormon-hormon lainnya. Hormon pertumbuhan ini adalah hormon yang mengatur
pertumbuhan jaringan tulang keras dan tulang rawan. Dalam program peninggi
badan alami, melalui metode khusus, kelenjar pituitari ini dapat ditingkatkan
aktifitasnya sehingga dapat menghasilkan hormon pertumbuhan lebih banyak.
Aktifitas kelenjar pituitari ini dapat ditingkatkan dengan 5 cara khusus..
Jika seseorang masih berada pada masa pertumbuhan (kurang dari 20 tahun),
maka rutinitas berikut ini dapat dilakukan untuk mengoptimalkan tinggi badan
anda. Rutinitas berikut ini dapat merangsang kelenjar pituitari untuk untuk
mengeluarkan hormon pertumbuhan lebih banyak sehingga tinggi badan dapat
Latihan Yang Merangsang Hormon Pertumbuhan:
Stretching, kicking, biking, swimming, basket/volley. (Sports America, 2005)
2.3 Pengaruh tidur terhadap tinggi badan anak
Temuan peneliti dari Emory University di Atlanta, Amerika Serikat
menguatkan adanya hubungan erat antara pertumbuhan bayi setiap hari dengan
kebiasaan tidurnya. Dari bentuk tubuh terlihat kemungkinan pertumbuhan
meningkat rata-rata 43 persen setiap bayi tidur. Presentase ini meningkat 20
persen setiap satu jam tidur tambahan.
Hasil penelitian menunjukkan secara empiris bahwa lonjakan
pertumbuhan tidak hanya terjadi saat tidur, tetapi juga secara signifikan
memengaruhi waktu tidur. Waktu tidur yang panjang terkait dengan pertumbuhan
yang lebih besar (Dr. Michelle Lampl dari Departemen Antropologi di Emory
University, 1998)
Beberapa gejala anak yang kurang tidur di antaranya sulit dibangunkan di
pagi hari, emosional, impulsif, rewel, mudah frustrasi, penurunan tingkat
kecerdasannya, kurang konsentrasi, dayaingat menjadi lemah, serta gangguan
fungsi kognitif, sehingga dia lebih agresif dan hiperaktif, menjadi tidak koperatif.
(dr Ram Peter, 2007)
Kurang tidur pada bayi juga bisa mengakibatkan berbagai masalah, dari
penurunan kekebalan tubuh, gangguan pertumbuhan dan perkembangan fisik,
hingga kurang tidur berdampak terhadap tumbuh-kembang otak bayi.
Hal itu karena sebagian besar kerja hormon pertumbuhan terjadi ketika
dalam keadaan tidur, termasuk hormon pertumbuhan otak bayi. Bahkan,
kurangnya tidur akan mengakibatkan perubahan kadar hormon yang bertugas
tubuh untuk melakukan metabolisme gula, sehingga meningkatkan risiko terhadap
diabetes.
Untuk mengenal dengan pasti, kajian tentang pengaruh pola tidur dengan
tinggi badan dilakukan di SMA Raksana di Medan dengan menggunakan
BAB 3
KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka konsep
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah :
Pola tidur :
- Jumlah jam waktu tidur per
hari.
- Gangguan tidur pada waktu
malam / siang.
3.2. Definisi operasionil
Pada penelitian ini yang dimaksud dengan :
Pola tidur adalah kebiasaan anak tidur yang terdiri dari jumlah waktu ia tidur dan
pada waktu kapan ia tidur. Pola tidur pada penelitian ini didapat melalui
wawancara dengan menggunakan kuesioner.
Tinggi badan anak adalah adalah ukuran yang didapat dengan melalui pengukuran
tinggi badan. Cara mengukur tinggi badan adalah dengan menggunakan pita ukur.
Faktor genetik adalah faktor keturunan atau bawaan dari kedua-dua orang tua
yang mempengaruhi anak dari semua aspek.
Faktor gizi adalah kebutuhan anak mendapat makanan yang seimbang dan
memenuhi nutrisi-nutrisi yang yang diperlukan untuk pertumbuhan yang kuat dan
baik.
Faktor hormonal yang dimaksud adalah: Beberapa anak lahir atau mengalami
kondisi medis buruk yang sangat mungkin menghentikan pertumbuhan tubuhnya
bila tidak dilakukan tindakan. Yang paling umum adalah adanya kekurangan
hormon disertai problem tiroid. Hormon yang paling berpengaruh dalam urusan
pencapaian tinggi tinggi badan manusia adalah:
1. Hormon pertumbuhan, bertugas merangsang pertumbuhan tulang. Yang
termasuk dalam jenis hormon ini antara lain hormon tiroid yang
dibutuhkan untuk melancarkan berlangsungnya berbagai proses
metabolisme di dalam tubuh yang berkaitan dengan proses pertumbuhan.
2. Hormon seks, tugasnya membantu semua proses metabolisme yang
berkaitan dengan pematangan organ-organ seksual dan reproduksi.hormon
Faktor olahraga yang dimaksud adalah: Aktifitas fisik secara rutin akan membantu
melancarkan pertumbuhan tinggi badan anak, karena kegiatan olah tubuh ini
menguatkan tulang dan otot.
Faktor lingkungan yang dimaksud adalah status ekonomi atau gaya hidup
seseorang.
Faktor gangguan tidur yang dimaksud adalah seperti insomnia, hipersomnia,
parasomnia, narcolepsy, apnoe tidur dan berdengkur.
Faktor sulit tidur yang dimaksud adalah kesukaran untuk mulai tidur dan
mengambil kurang lebih 30 menit untuk tidur.
Faktor tidur siang yang dimaksud adalah tidur di antara jam 2-7 petang.
3.2.2 Cara ukur
Dilakukan wawancara secara langsung berpedoman pada suatu kuesioner dan
dilakukan pengukuran tinggi badan pada anak.
3.2.3 Alat ukur
CDC growth chart dan kuesioner secara wawancara.
3.2.4 Kategori
Tinggi badan anak :
Short stature jika : kurang dari 3 percentile pada CDC growth chart.
Tall stature jika : lebih dari 90 percentile pada CDC growth chart.
3.2.5 Skala pengukuran
Nominal
Jika anak mengalami gangguan tidur maka tinggi badannya adalah lebih rendah
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah suatu penelitian analitik dengan desain Cross Sectional Penelitian ini mengambarkan tentang pengaruh pola tidur terhadap tinggi badan
anak di SMA. Raksana Medan yang diambil pada satu waktu tertentu. Dalam
penelitian ini juga telah dilakukan pengumpulan data dengan menggunakan data
wawancara yaitu dengan sesi kuesioner dan pengukuran tinggi badan anak.
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian
4.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan dari bulan Juni sampai Augustus
2011.
4.2.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan di SMA Raksana Medan. Alasan pemilihan lokasi αadalah karena SMA Raksana merupakan salah satu SMA swasta di Medan yang banyak muridnya dari kalangan yang berlatar belakang homogen dengan keadaan
ekonomi yang menengah.
4.3 Populasi Dan Sampel Penelitian
4.3.1 Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah seluruh anak anak yang belajar di SMA Raksana
4.3.2 Sampel Penelitian
Sampel pada penelitian ini adalah seluruh populasi yang telah sesuai dengan
kriteria insklusi dan ekslusif penelitian yaitu semua populasi anak anak yang
belajar di SMA Raksana selama tahun 2011.
Kriteria inklusi :
1) Murid-murid yang gizinya baik.
2) Murid-murid yang tidak berasal dari keluarga secara genetik tinggi..
3) Murid-murid yang bersedia untuk mengikuti penelitian.
Kriteria eklusi:
1) Murid dengan data yang tidak lengkap.
2) Murid-murid yang menderita penyakit kelainan genetik atau hormonal yang
berhubungan dengan tinggi badan anak.
Dengan menggunakan rumus :
Data kontinu
Populasi infinit :
Untuk populasi infinit, rumus besar sampel adalah :
Z/2 PQ
n = ---
di mana
n = besar sampel minimum
 = tingkat kemaknaan yang ditetapkan peneliti. Dalam penelitian ini,
peneliti menentukan α = 0,05 sehingga Zα penelitian ini sebesar 1,96.
P = proporsi keadaan yang akan dicari ditetapkan peneliti = 0,5.
Q = 1-P = 0,5
d = tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki peneliti. Dalam penelitian ini, peneliti menetapkan = 0,1.
Angka-angka ini dimasukkan kembali ke rumus besar sampel:
n = (1,96) 2 X 0,5 X 0,5
(0,1) 2
= 96,04 ~ 96 orang
Untuk antipasti responden yang dropout, ditambah 10% dari besar sampel. Maka :
96 + (10% x 96) = 105.6 ~ 106 orang
4.4 Metode Pengumpulan Data
Data pada penelitian ini adalah menggunakan data primer dari pengukuran tinggi
badan pada anak anak dan wawancara secara langsung, kemudian dicatat sesuai
dengan variabel yang dibutuhkan. Jenis data primer yang dikumpulkan adalah 1)
tinggi badan anak 2) wawancara tentang pola tidur anak tersebut 3)
sosiodemografi (umur, kelamin) 4) status gizi, status olahraga, status kesehatan
diri, status ekonomi dan faktor genetik.
4.4.1 Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji Validitas
Kuesioner yang telah selesai disusun diuji validitasnya dengan menggunakan
R = N (∑xy)-(∑x∑y)
√{N∑x²-(∑x)²} {N∑y²-(∑y)² Uji Reliabilitas
Kuisioner yang telah selesai disusun akan diuji reliabilitasnya dengan
menggunakan uji Cronbach (Cronbach Alpha) dengan menggunakan rumus:
k
k ∑ S
= 1
α = 1-
k- 1 ST²
α = koefisien alpha
k = banyaknya butir pertanyaan
Sᵢ² = ragam skor butir pertanyaan ke-i
ST² = ragam skor total
4.5 Metode analisis data
Data yang telah dikumpulkan akan diperiksa dan diolah dengan bantuan program
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
SMA Swasta Raksana Medan berada di Jl. Gajah Mada no.20 Medan
Petisah, dan berdiri di atas lahan seluas 4320 M². Sekolah ini didirikan pada
Tahun 1986, berdasarkan Keputusan Walikota Medan Nomor 531/SK/1982
tanggal 9 Nopember 1982, dibentuklah sekolah Yayasan Pendidikan Raksana
yang terdiri dari beberapa jurusan yaitu SMA, SLTP, STM, BM dan
SMK-TI.
Sekolah yang memiliki beberapa fasilitas yaitu perpustakaan, gedung
sekolah dengan empat lantai terdiri dari tiga puluh kelas untuk SMU terdiri dari
sebelas kelas untuk kelas I, sembilan kelas untuk kelas II IPA dan IPS, dan
sepuluh kelas untuk kelas III IPA dan IPS, mushola, kantin dan arena parkir yang
luas. Untuk pelaksanaan praktikum, pihak sekolah menyediakan laboratorium
Kimia, Biologi, Fisika, dan Laboratorium komputer. Untuk pelaksanaan kegiatan
olah raga sekolah ini sudah dilengkapi dengan lapangan basket, lapangan volley,
lapangan Bulutangkis, dan lapangan futsal.
Terdapat 30 orang guru yang berkerja di SMA Raksana dan 20 orang
pegawai, selain itu, kelas I mempunyai 200 siswa, kelas II IPA ialah 200 siswa,
kelas II IPS ialah 200 siswa, kelas III IPA 200 siswa dan kelas III IPS 200 siswa.
Jumlah kelas adalah 20 buah.
5.1.2 Karakteristik Sampel
Sampel dalam penelitian ini berjumlah 106 orang yaitu siswa yan berumur
15-18 tahun yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusif untuk mengkaji
5.1.3 Distribusi Karakteristik Sampel
Dari keseluruhan sampel yang ada, diperoleh gambaran mengenai karakteristik
[image:47.595.109.519.232.743.2]mencakup tinggi badan anak dan pola tidur anak.
Tabel 5.1 Karekteristik dengan Nilai (%)
Karekteristik Nilai (persentase) %
Jantina
~Perempuan
~Laki-laki
54.7
45.3
Tinggi badan anak
~Pendek ~Normal (tinggi) ~Sangat tinggi 28.3 68.9 2.8
Jumlah waktu tidur
~Kurang tidur ~Normal ~Lebih tidur 31.1 59.4 9.4
Kesulitan untuk tidur
~Ya
~Tidak
37.7
62.3
Kesulitan untuk bangun
~Ya
~Tidak
47.2
52.8
Terjaga dari tidur
~Ya ~Tidak 45.3 54.7 Puas tidur ~Ya ~Tidak 60.4 39.6
Tabel 5.2 Tinggi Anak Dengan Jenis Kelamin
Perempuan Laki-laki Pendek Normal (tinggi) Sangat tinggi 14 13.2% 44 41.5% 0 0% 16 15.1% 29 27.4% 3 2.8%
[image:48.595.108.518.540.666.2]Dari jumlah pelajar perempuan didapati 13, 2% berperawakan pendek, 41,5% tinggi dan 0% adalah sangat tinggi. Pelajar lelaki pula, 15,1% berperawakan tinggi, 27,4% tinggi dan 2,8% adalah sangat tinggi.
Tabel 5.3 Tinggi Anak Dengan Jumlah Tidur Per Hari
Kurang tidur dari 7 jam Normal (7-9 jam) Lebih dari 9 jam Pendek Normal (tinggi) Sangat tinggi 18 17.% 15 14.2% 0 0% 12 11.3% 48 45.3% 3 2.8% 0 0% 10 9.4% 0 0%
Tabel 5.4 Tinggi Anak Dengan Kebiasaan Tidur Lewat Malam
Ada Tiada
Pendek Normal (tinggi) Sangat tinggi 27 25.5% 25 23.6 1 0.9% 3 2.8% 48 45.3% 2 1.9%
[image:49.595.113.516.391.517.2]Didapati pelajar yang pendek, 25,5% mempunyai kebiasaan tidur lewat malam dan 2,8% tidak. Dari pelajar yang tinggi, 23,6% mempunyai kebiasaan tersebut dan 45,3% tidak. Kemudian, 0,9% pelajar yang sangat tinggi mempunyai kebiasaan tidur lewat malam dan 1,9% tidak.
Tabel 5.5 Tinggi Anak Dengan Sulit Tidur Malam
Ada Tiada
Pendek Normal (tinggi) Sangat tinggi 19 17.9% 21 19.8% 0 0% 11 10.4% 52 49.1% 3 2.8%
Didapati pelajar yang pendek, 17,9% sulit tidur malam dan 10,4% tidak. Dari pelajar yang tinggi, 19,8% mempunyai kesulitan ini dan 49,1% tidak. Kemudian, pelajar yang sangat tinggi 2,8%tidak mempunyai kesulitan tidur malam.
Tabel 5.6 Tinggi Anak Dengan Gangguan Tidur
Ada Tiada
[image:49.595.112.516.626.753.2]Didapati pelajar yang pendek, 7,5% mempunyai gangguan tidur dan 20,8% tidak. Dari pelajar yang tinggi, 15,1% mempunyai gangguan tersebut dan 53,8% tidak. Kemudian, 2,3%% pelajar yang sangat tinggi tidak mempunyai gangguan tidur.
Tabel 5.7 Tinggi Anak Dengan Kebiasaan Tidur Siang
Ada Tiada
Pendek Normal (tinggi) Sangat tinggi 7 6.6% 41 38.7% 0 0% 23 21.7% 32 30.2% 3 2.8%
Didapati pelajar yang pendek, 6,6% mempunyai kebiasaan tidur siang dan 21,7% tidak. Dari pelajar yang tinggi, 38,7% mempunyai kebiasaan tersebut dan 30,2% tidak. Kemudian, 2,8% pelajar yang sangat tinggi tidak mempunyai kebiasaan ini.
Tabel 5.8 Tinggi Anak Dengan Puas Tidur
Ada Tiada
Pendek Normal (tinggi) Sangat tinggi 16 15.1% 45 42.5% 3 2.8% 14 13.2% 28 26.4% 0 0%
[image:50.595.113.516.430.564.2]Tabel 5.9 Karekteristik dengan tinggi badan anak
Karekteristik Pendek Tinggi Sangat tinggi
Jumlah pelajar 30 73 3
Jenis kelamin (%)
Perempuan Laki-laki 47 53 60 39 - 100
Jumlah tidur per hari (%)
Kurang dari 7 jam
Normal (7-9 jam)
Lebih dari 9 jam
60 40 - 21 66 13 - 100 -
Kebiasaan tidur lewat malam (%)
Ya Tidak 90 10 34 66 23 67
Sulit tidur malam(%)
Ya Tidak 64 36 29 71 - 100 Gangguan tidur(%) Ya Tidak 27 73 22 78 - 100
Kebiasaan tidur siang(%)
Ya $Tidak 24 76 56 44 - 100
Sulit bangun pagi (%)
Ya Tidak 67 33 37 63 100 -
Terjaga waktu tidur(%)
Tidak 53 33 -
Puas tidur(%)
Ya
Tidak
54
46
62
38
100
-
Dari tabel ini dapat disimpulkan, pelajar-pelajar yang berperawakan pendek
kebanyakannya kurang tidur, tidur lewat malam, sulit tidur malam, ada kebiasaan
tidur siang, sulit bangun pagi tetapi tidak terjaga waktu tidur, tidak mengalami
gangguan tidur dan 54% puas tidur. Pelajar-pelajar yang memiliki tinggi badan
yang ideal, didapati kebanyakan cukup tidur, tiada kebiasaan tidur lewat malam,
tiada kesulitan tidur malam, tiada gangguan tidur, tidak sulit bangun pagi, biasa
tidur siang dan puas tidur tetapi terjaga waktu tidur. Untuk pelajar yang sangat
tinggi, didapati kebanyakannya cukup tidur, mempunyai pola tidur yang teratur
dan sehat kecuali mudah terjaga waktu tidur.
5.2 Pembahasan
Didapati hasil penelitian, pelajar pelajar yang bersetuju untuk mengikuti
penelitian terdiri dari kelompok umur 15-18 tahun. Pelajar yang berumur 15
tahun adalah 2,8%, 16 tahun adalah sebanyak 15,1%, 17 tahun adalah 53,8% dan
yang berumur 18 tahun adalah sebanyak 28,3%. Dari keseluruhan didapati 54,7 %
ialah perempuan dan 45,3% ialah laki-laki.
Pelajar pelajar yang memiliki tubuh tinggi adalah 68,9% dan yang pendek
adalah 28,3%. Jumlah tidur setiap hari, kurang dari 7 jam adalah sebanyak 31.1%,
normal iaitu 7-9 jam adalah sebanyak 59,4% dan yang lebih dari 9 jam adalah
9,4%. Didapati yang mempunyai masalah sulit tidur adalah 37.7% dan 47,2%
mengalami masalah sulit bangun pagi. Sebanyak 61.3% pelajar mempunyai
masalah terjaga waktu tidur dan 22,6% mempunyai masalah gangguan tidur.
Selain itu, 50% pelajar-pelajar mempunyai kebiasaan tidur lewat malam.
Menurut penelitian yang dilakukan, pelajar-pelajar yang masuk tidur sebelum dan
Waktu bangun pagi agak bervariasi dari jam 4 – 7.10 pagi. Didapati sebanyak
45,3% pelajar mempunyai kebiasaan tidur waktu siang. Selain itu, sebanyak 60,
4% pelajar mengatakan bahwa mereka mempunyai tidur yang puas.
Lanjutnya, didapati kebanyakan pelajar yang tinggi memiliki jumlah jam
tidur yang cukup dan pola tidur yang sehat. Pokoknya, pola tidur yang sehat dan
teratur memainkan peranan yang penting dalam tinggi badan anak. Jam tidur yang
cukup diperlukan supaya pertumbuhan anak adalah sehat dan tidak terhenti.
Jam tidur yang cukup terutamanya pada waktu malam dan pola tidur yang
sehat memainkan peranan yang agak penting dalam tinggi badan anak kerana pada
waktu tidur malam terjadi perembesan hormon pertumbuhan. Perembesan
hormone pertumbuhan paling aktif pada waktu 9 malam hingga 4 pagi dan bekerja
pada tahap optimal waktu deep sleep. Ini terbukti dengan kebanyakan pelajar badan tinggi tidak tidur lewat malam dan kualitas tidur tidak terganggu manakala
kebanyakan pelajar badan rendah tidur lewat malam dan kualitas tidur terganggu.
Maka anak-anak yang kurang tidur,pada waktu malam juga kurang perembesan
hormon pertumbuhan lalu pertumbuhannya terhenti.
Tidur yang lebih lama sesuai dengan pertumbuhan yang lebih besar dalam
panjang tubuh (Samuel Candler Dobbs, 2011). Hasil penelitian saya mirip dengan
penelitian dr Samuel Candler Dobbs. Pertambahan tinggi badan anak dapat terjadi
apabila anak tersebut tidur cukup tanpa gangguan dan deep sleep.(Chess Mcdoogle, 2010) Hasil penelitian saya lebih mengutamakan jumlah jam tidur
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
a) Pola tidur mempengaruhi tinggi badan anak karena didapati dari 73 orang
pelajar yang tinggi badannya normal 66% tidur yang cukup dan 21%
kurang tidur. Selain itu, dari 30 anak yang berperawakan pendek, didapati
<