• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis O. F. Muller Dengan Penambahan Vitamin C Pada Media Cakap

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis O. F. Muller Dengan Penambahan Vitamin C Pada Media Cakap"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

LAJU PERTUMBUHAN POPULASI

Brachionus plicatilis O. F. Muller DENGAN PENAMBAHAN

VITAMIN C PADA MEDIA CAKAP

SKRIPSI

SRI JAYANTHI

060805026

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

LAJU PERTUMBUHAN POPULASI

Brachionus plicatilis O. F. Muller DENGAN PENAMBAHAN

VITAMIN C PADA MEDIA CAKAP

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

SRI JAYANTHI

060805026

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : LAJU PERTUMBUHAN POPULASI Brachionus

plicatilis O. F. Muller DENGAN PENAMBAHAN

VITAMIN C PADA MEDIA CAKAP

Kategori : SKRIPSI

Nama : SRI JAYANTHI

Nomor Induk Mahasiswa : 060805026

Program Studi : SARJANA (S1) BIOLOGI

Departemen : BIOLOGI

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di

Medan, November 2010

Komisi Pemimbing :

Pembimbing II Pembimbing I

Mayang Sari Yeanny, S.Si., M.Si Drs. Arlen Hanel John, M.Si NIP. 197211261998022002 NIP. 195810181990031001

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,

(4)

PERNYATAAN

LAJU PERTUMBUHAN POPULASI

Brachionus plicatilis O. F. Muller DENGAN PENAMBAHAN

VITAMIN C PADA MEDIA CAKAP

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, November 2010

(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis sampaikan ke hadirat Allah S.W.T. Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas rahmat dan ridha-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis O. F.

Muller Dengan Penambahan Vitamin C Pada Media CAKAP”. Shalawat dan

salam penulis sampaikan kepada baginda Rasul, Nabi Muhammad S.A.W. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Drs. Arlen H.J., M.Si dan Ibu Mayang Sari Yeanny S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing I dan II yang telah banyak memberikan bimbingan, motivasi, arahan, serta dukungannya hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Ibu Masitah, S.Si, M.Si, Ibu Etti Sartina Siregar, S.Si, M.Si dan Bapak Riyanto Sinaga, S.Si., M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

Kepada Ibu Mayang Sari Yeanny, S.Si., M.Si selaku dosen penasehat akademik. Bapak Prof. Dr. Dwi Suryanto M.Sc selaku ketua Departemen Biologi, Ibu Nunuk Priyani M.Sc selaku sekretaris Departemen. Biologi. Bapak dan Ibu staf pengajar Departemen. Biologi FMIPA USU. Ibu Roslina Ginting dan Bang Erwin selaku pegawai Departemen. Biologi, serta Ibu Nurhasni Muluk selaku analis dan laboran di laboratorium Departemen. Biologi yang telah memberikan bantuan kepada penulis. Kepada Bapak Drs. Arlen Hanel John, M.Si yang selama ini telah menjadi figur Bapak bagi penulis dan seluruh anak-anak beliau di Biologi, khususnya di Bidang Ekologi Hewan, terima kasih atas segala bantuan beliau kepada penulis.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta (Syahrial Zainoen dan Syawaliyah), kakanda-kakandaku (Dian Prihatini, Amri Zatasa dan M. Amin), adinda Fardhan Arifin, Sahabat hatiku (Zulfan Arico) dan seluruh keluarga yang telah memberikan doa, perhatian, dukungan serta cinta dan kasih sayangnya kepada penulis.

(6)

Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis O. F. Muller Dengan Penambahan Vitamin C Pada Media CAKAP

ABSTRAK

Penelitian mengenai, “Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis O. F.

Muller Dengan Penambahan Vitamin C Pada Media CAKAP” telah dilaksanakan

pada bulan Mei 2010, dilaksanakan di Laboratorium Sistematika Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara dengan menggunakan metoda Rancangan Acak Lengkap (RAL) Non Faktorial dengan 4 media perlakuan, yaitu media M0 (tanpa penambahan vitamin C) (kontrol), media M1 (Vitamin C 0,4 mg/2 l), media M2 (Vitamin C 0,8 mg/2 l) dan media M3 (Vitamin C 1,2 mg/2 l) dengan 6 ulangan dan 8 kali waktu pengamatan. Laju petumbuhan populasi tertinggi didapatkan pada media M3 sebesar 7,978 ind x 2 x 10-3 x hari-1, diikuti media M2 sebesar 7,536 ind x 2 x 10-3 x hari-1, selanjutnya media M1 sebesar 7,509 ind x 2 x 10-3 xhari-1, dan terendah terdapat pada media M0 sebesar 7,016 ind x 2 x 10-3 x hari-1. Analisis statistik menunjukkan vitamin C berpengaruh sangat nyata terhadap laju pertumbuhan masing-masing media perlakuan.

(7)

The Growth Rate of Brachionus plicatilis O. F. Muller Population With The addition of Vitamin C in CAKAP Medium

ABSTRACT

Research on, "The Growth Rate of Brachionus plicatilis O. F. Muller Population

with addition of Vitamin C in CAKAP Medium " has been conducted in May 2010,

carried out at Animal Sistematic Laboratory at Biology Department, Mathematics and Natural Science Faculty, North Sumatra University. The research used Non Factorial Complete Randomized Design with 4 treatment medium, that is medium of M0 (without the addition of Vitamin C) (control), medium M1(Vitamin C 0.4 mg / 2 l), medium M2 (Vitamin C 0.8 mg / 2 l) and medium M3 (Vitamin C 1.2 mg / 2 l) with 6 replications and 8 times the period of observation. The highest population growth rate is in M3 medium at 7.978 ind x 2 x 10-3 x day-1, followed by 7.536 for M2 medium ind x 2 x 10-3 x day-1, then M1 medium of 7.509 ind x 2 x 10-3 x hari-1, and have the lowest in media of 7.016 ind M0 x 2 x 10-3 x day-1. Statistical analysis showed that the vitamin C a very significant effect on the growth rate each treatment media.

(8)

DAFTAR ISI

2.1 Brachionus plicatilis O. F. Muller 2.2 Klasifikasi Brachionus plicatilis 2.3 Biologi Brachionus plicatilis

2.4 Peranan Pupuk dalam Pembudidayaan Brachionus plicatilis 2.5 Peranan Vitamin C bagi Rotifera 3.4 Persiapan Bibit Brachionus plicatilis

3.5 Perlakuan Penambahan Vitamin C 3.6 Perlakuan Waktu Pengamatan

3.7 Pengamatan Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis 3.8 Analisis Data

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Rata-rata Pertambahan Jumlah Individu Brachionus plicatilis (ind/ml) pada media perlakuan

4.2 Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis

18 18

(9)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 5.2 Saran

25 25 25

DAFTAR PUSTAKA 26

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul halaman

2.1 Komposisi Mineral dan Kandungan Air Beberapa Jenis Kotoran Ternak dan Unggas

9

2.2 Beberapa Jenis Pupuk Nitrogen dan Fosfor Beserta Kadar Haranya 10 4.1 Rata-rata Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis (ind. 2 x

10-3 x hari -1) pada Media Perlakuan

20

4.3 Uji Beda Rata-rata Duncan pada Media Perlakuan selama Waktu

Pengamatan (Hari ke-2 sampai dengan Hari ke-16) 22 4.4 Uji Beda Rata-Rata Duncan Perlakuan selama Waktu Pengamatan

(Hari ke-2 sampai dengan Hari ke-16)

23

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul halaman

2.1 Bentuk Morfologi Brachionus plicatilis 4

2.2 Daur Hidup Brachionus plicatilis 7

4.1 Grafik Rata-Rata Pertambahan Jumlah Populasi Brachionus plicatilis (ind/2 l) dengan Penambahan Vitamin C Pada Media

CAKAP 18

4.2 Grafik Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis (ind. 2 x10-3 x hari-1) dengan Penambahan Vitamin C Pada Media

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul halaman

Lampiran A Bagan Alir Persiapan Media Pakan untuk Brachionus plicatilis

29

Lampiran B Bagan Alir Laju Pertumbuhan Brachionus plicatilis 30

Lampiran C Bagan Posisi/Letak Media Perlakuan 31

Lampiran D Jumlah Individu (kepadatan) populasi Bracionus plicatilis (ind/ml) pada media Perlakuan

32

Lampiran E Data Fisik Media pada Beberapa Tingkat Variasi Konsentrasi Vitamin C selama Waktu Pengamatan.

34

Lampiran F Pertambahan Jumlah Populasi Brachionus plicatilis (ind./ml) pada Media Perlakuan selama Waktu Pengamatan (H= 2 hari)

35

Lampiran G Laju Pertumbuhan Jumlah Individu Populasi Brachionus plicatilis (ind. x 2 x 10-3 x hari-) Dengan Penambahan Vitamin C Pada Media CAKAP selama Waktu Pengamatan.

36

Lampiran H Analisis Sidik Ragam RAL Non Faktorial Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis (ind. x 2 x 10-3 x hari-1) pada Media Perlakuan untuk Pengamatan Hari ke-2 sampai dengan Hari ke-16

37

Lampiran I Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Penelitian 45

(13)

Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis O. F. Muller Dengan Penambahan Vitamin C Pada Media CAKAP

ABSTRAK

Penelitian mengenai, “Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis O. F.

Muller Dengan Penambahan Vitamin C Pada Media CAKAP” telah dilaksanakan

pada bulan Mei 2010, dilaksanakan di Laboratorium Sistematika Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara dengan menggunakan metoda Rancangan Acak Lengkap (RAL) Non Faktorial dengan 4 media perlakuan, yaitu media M0 (tanpa penambahan vitamin C) (kontrol), media M1 (Vitamin C 0,4 mg/2 l), media M2 (Vitamin C 0,8 mg/2 l) dan media M3 (Vitamin C 1,2 mg/2 l) dengan 6 ulangan dan 8 kali waktu pengamatan. Laju petumbuhan populasi tertinggi didapatkan pada media M3 sebesar 7,978 ind x 2 x 10-3 x hari-1, diikuti media M2 sebesar 7,536 ind x 2 x 10-3 x hari-1, selanjutnya media M1 sebesar 7,509 ind x 2 x 10-3 xhari-1, dan terendah terdapat pada media M0 sebesar 7,016 ind x 2 x 10-3 x hari-1. Analisis statistik menunjukkan vitamin C berpengaruh sangat nyata terhadap laju pertumbuhan masing-masing media perlakuan.

(14)

The Growth Rate of Brachionus plicatilis O. F. Muller Population With The addition of Vitamin C in CAKAP Medium

ABSTRACT

Research on, "The Growth Rate of Brachionus plicatilis O. F. Muller Population

with addition of Vitamin C in CAKAP Medium " has been conducted in May 2010,

carried out at Animal Sistematic Laboratory at Biology Department, Mathematics and Natural Science Faculty, North Sumatra University. The research used Non Factorial Complete Randomized Design with 4 treatment medium, that is medium of M0 (without the addition of Vitamin C) (control), medium M1(Vitamin C 0.4 mg / 2 l), medium M2 (Vitamin C 0.8 mg / 2 l) and medium M3 (Vitamin C 1.2 mg / 2 l) with 6 replications and 8 times the period of observation. The highest population growth rate is in M3 medium at 7.978 ind x 2 x 10-3 x day-1, followed by 7.536 for M2 medium ind x 2 x 10-3 x day-1, then M1 medium of 7.509 ind x 2 x 10-3 x hari-1, and have the lowest in media of 7.016 ind M0 x 2 x 10-3 x day-1. Statistical analysis showed that the vitamin C a very significant effect on the growth rate each treatment media.

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil perikanan terbesar di dunia dan nilai

ekspor produk perikanan Indonesia di pasar dunia pada tahun 2006 menduduki

peringkat 10 dengan pasar ekspor utamanya adalah Amerika, Uni Eropa dan Jepang

dengan peningkatan jumlah produksi rata-rata dalam lima tahun terakhir sebesar 8,28

%. Sampai saat ini, produksi perikanan Indonesia berasal dari perikanan tangkap dan

perikanan budidaya. Hasil produksi sektor perikanan dari budidaya sekitar 4,9 juta ton

dari total produksi 8 juta ton pada tahun 2007 dan hampir separuhnya berasal dari

hasil budidaya air tawar. Walaupun demikian, masih dijumpai beberapa permasalahan

yang terkait dengan proses industrialisasi sektor ini, diantaranya ketidakstabilan

kualitas dan kuantitas larva ikan yang dihasilkan lewat proses pembibitan (larvikultur)

di tempat pembenihan ikan (DKP, 2007).

Haris (1983) menyatakan bahwa permasalahan yang sering ditemui dalam

pembenihan ikan adalah tingginya tingkat kematian dari larva ikan, hal ini disebabkan

karena kekurangan makanan pada saat kritis, yaitu pada masa penggantian dari

makanan kuning telur ke makanan lain. Untuk mengatasi tingginya kematian ikan

pada stadia larva ini perlu disediakan makanan, dimana makanan yang diberikan harus

memenuhi beberapa syarat yaitu: ukuran makanan yang diberikan lebih kecil dari

bukaan mulut benih ikan tersebut, kualitas yang baik, terdapat dalam jumlah banyak,

makanan harus bergerak aktif karena larva pada stadia awal masih relatif pasif serta

mudah diperoleh, selanjutnya dijelaskan bahwa makanan alami bagi larva ikan yang

terbaik (makanan awal) setelah pergantian makanan dari kuning telur adalah Rotifera,

(16)

Menurut Mujiman (1998) agar benih ikan yang dipelihara dapat tumbuh sehat

dan bertahan hidup hingga dewasa harus diberi pakan alami. Isnansetyo & Kurniastuty

(1995) menegaskan bahwa peranan pakan alami dalam usaha pembenihan ikan belum

dapat digantikan sepenuhnya oleh pakan-pakan buatan. Selanjutnya Dahril (1996)

juga menjelaskan bahwa salah satu jenis pakan alami yang banyak digunakan dalam

usaha budidaya ikan adalah Brachionus plicatilis.

Brachionus plicatilis merupakan makanan paling tepat bagi larva ikan, karena

memenuhi syarat sebagai jasad pakan, diantaranya adalah elastis/kenyal, bergizi, dapat

dicerna dengan baik, terapung atau tersuspensi dan pergerakannya lambat (Woynarovi

ch & Hovart, 1980). Selanjutnya Yunus et al. (1996) menjelaskan bahwa Brachionus

plicatilis mempunyai laju perkembangbiakan yang cukup tinggi. Kemudian Landau

(1992) dan Dahril (1996) menyatakan bahwa Brachionus plicatilis mempunyai siklus

hidup yang pendek, makanannya sederhana, mudah diperoleh, yaitu jasad renik yang

berasal dari kotoran ternak. Menurut Sutejo (1995), kotoran ternak pada umumnya

mengandung unsur hara yang lengkap diantaranya adalah unsur nitrogen dan phosfor

dimana kedua unsur ini merupakan unsur hara essensial untuk pertumbuhan

fitoplankton.

Selain menggunakan pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak, untuk

meningkatkan produksi pakan alami juga dapat digunakan pupuk anorganik seperti

Triple Superphospat (TSP), Urea, Kalium Chlorida (KCl). TSP merupakan sumber

phospat yang murah dan tersedia di pasar dalam jumlah yang banyak, begitu juga

untuk Urea sebagai sumber nitrogen (Shasmand, 1986). Selain itu, Suriawan (2004)

menyatakan bahwa Pengayaan (enrichment) rotifera dapat dilakukan dengan

penambahan emulsion scot, selco atau vitamin B atau C powder. Selanjutnya Kurmaly

& Guo (1996) menyatakan bahwa vitamin C (asam askorbat) berfungsi mempengaruhi

imunitas, pertumbuhan dan resistensi Rotifera terhadap penyakit jika ditambahkan ke

medianya.

Sebagai negeri yang memiliki biodiversitas yang tinggi, Indonesia memiliki

sumber pakan alami yang beragam, salah satunya adalah Brachionus plicatilis.

Pemberian Brachionus plicatilis atau jenis zooplankton lain sebagai pakan ikan

(17)

cara pembudidayaan Brachionus plicatilis agar dapat tumbuh dan berkembang biak

dengan optimal sehingga dapat memenuhi kebutuhan pakan ikan. Berdasarkan uraian

di atas maka dilakukan penelitian dengan judul “Laju Pertumbuhan Populasi

Brachionus plicatilis O. F Muller Dengan Penambahan Vitamin C Pada Media

CAKAP”

1.2 Permasalahan

Telah cukup banyak penelitian yang dilakukan tentang laju pertumbuhan

Brachionus plicatilis. Namun demikian belum diketahui komposisi penambahan

vitamin C manakah yang baik untuk laju pertumbuhan Brachionus plicatilis pada

media kombinasi kotoran ayam dan beberapa pupuk organik (Urea dan TSP).

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju pertumbuhan populasi

Brachionus plicatilis dengan diberikan perlakuan penambahan vitamin C pada media

kombinasi kotoran ayam, pupuk Urea dan TSP.

1.4 Hipotesis Penelitian

Didapatkan laju pertumbuhan populasi Brachionus plicatilis yang tinggi

dengan penambahan vitamin C pada media kombinasi kotoran ayam, pupuk urea dan

(18)

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian yang didapatkan diharapkan dapat bermanfaat:

a. Sebagai informasi dalam memanfaatkan penambahan vitamin C pada media

kombinasi kotoran ayam, pupuk urea dan TSP untuk pembudayaan pakan alami.

b. Sebagai informasi bagi instansi terkait yang membutuhkan teknik penyediaan

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Brachionus plicatilis O. F. Muller

Djarijah (1995) mengatakan bahwa Brachionus plicatilis merupakan organisme

eukariot akuatik yang termasuk ke dalam zooplankton yang bersifat filter feeder yaitu

mengambil makannya dengan cara menyaring partikel dari media tempat hidupnya.

Zooplankton dari genera Brachionus ini mempunyai variasi ukuran tubuh, yaitu antara

50-300 mikron. Ukuran tubuh yang bervariasi ini juga dibedakan berdasarkan tipe,

yaitu untuk yang berukuran besar (230-400 mikron) digolongkan kedalam tipe L,

sedangkan yang berukuran kecil (50-220 mikron) digolongkan kedalam tipe S. Dahril

(1996) mengatakan bahwa bentuk dan ukuran tubuh Rotifera berbeda antara jantan

dan betinanya, dimana ukuran tubuh Rotifera jantan jauh lebih kecil dengan bentuk

tubuh agak meruncing ke bagian bawah bila dibandingkan dengan betina (Gambar

2.1).

(20)

Tubuh Brachionus terbagi menjadi tiga bagian yaitu kepala, badan, dan kaki

atau ekor. Pemisahan antara kepala dan badan tidak jelas, sedangkan bagian kaki dan

ekor berakhir dengan belahan yang disebut jari. Badan Brachionus dilapisi oleh

kutikula yang tebal dan pada bagian kepala terdapat enam duri, sepasang duri

diantaranya merupakan duri yang paling panjang dan terdapat di tengah. Di bagian

ujung tubuhnya terdapat gelang-gelang silia berbentuk seperti spiral dan berfungsi

untuk memasukkan makanan ke mulutnnya (Priyambodo dan Tri, 2001).

2.2 Klasifikasi Brachionus plicatilis

Ciri khas yang merupakan dasar pemberian nama Rotatoria atau Rotifera adalah

terdapatnya suatu bangunan yang disebut korona. Korona ini bentuknya bulat dan

berbulu-bulu getar, yang memberikan gambaran seperti sebuah roda (Mujiman, 1998;

Djarijah, 1995). Brachionus plicatilis merupakan salah satu Rotifera yang

diklasifikasikan berdasarkan tingkat hirarkinya Edmonson (1963) sebagai berikut:

Phylum : Rotifera

Kelas : Monogonata

Ordo : Ploima

Familia : Brachionidae

Genus : Brachionus

Spesies : Brachionus plicatilis O. F. Muller

Brachionus termasuk salah satu genus yang sangat populer diantara sekian

banyak jenis Rotifera. Genus ini terdiri dari 34 spesies (Dahril, 1996). Menurut

Mudjiman (2002) bahwa selain Brachionus plicatilis dikenal juga beberapa spesies

dari genus Brachionus, antara lain: Brachionus pala, Brachionus punctatus,

(21)

2.3 Biologi Brachionus plicatilis

Brachionus ditemukan di perairan tawar, payau, atau laut, tergantung jenisnya

(Mudjiman, 1998). Menurut Dahril (1996) pertumbuhan populasi Brachionus sp.

Dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti suhu, pH, salinitas, konsentrasi oksigen

terlarut, konsentrasi nitrit dan konsentrasi amonia.

Brachionus sp. dapat berkembang dengan baik jika dipelihara di tempat yang

mendapat sinar matahari (Mujiman, 1998). Brachionus plicatilis bersifat euthermal.

Pada suhu 15°C Brachionus plicatilis masih dapat tumbuh, tetapi tidak dapat

bereproduksi, sedangkan pada suhu di bawah 10°C akan terbentuk telur istirahat.

Kenaikan suhu antara 15-35°C akan menaikkan laju reproduksinya. Kisaran suhu

antara 22-30°C merupakan kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan dan reproduksi,

disamping itu Brachionus plicatilis juga bersifat euryhalin. Betina dengan telurnya

dapat bertahan hidup pada salinitas 98 ppt, sedangkan salinitas optimalnya adalah

10-35 ppt. Keasaman air turut mempengaruhi kehidupannya. Rotifera ini masih dapat

bertahan hidup pada pH 5 dan pH 10, sedangkan pH optimum untuk pertumbuhan dan

reproduksi berkisar antara 7,5-8,0 (Isnansetyo & Kurniastuty, 1995).

Brachionus sp. Umumnya bersifat omnivora dan suka memakan jasad-jasad

renik yang mempunyai ukuran tubuh kecil dari dirinya, seperti : alga, ragi, bakteri dan

protozoa (Pennak, 1978). Brachionus plicatilis bersifat penyaring tidak selektif (non

selective filter-feeder). Pakan diambil secara terus menerus sambil berenang

(Isnansetyo & Kurniastuty, 1995).

Sistem reproduksi rotifera terjadi secara seksual (kawin) dan aseksual

(parthenogenesis). Secara seksual, organ reproduksi betina terdiri dari ovarium, yolk

gland dan oviduct, sedangkan organ reproduksi pada jantan terdiri dari satu testis yang

dihubungkan oleh saluran sperma ke penis (Djuhanda, 1980).

Menurut Priyambodo & Tri (2001), dalam keadaan normal, spesies ini dapat

berkembang biak secara parthenogenesis (bertelur tanpa kawin). Ada dua tipe

(22)

(1995) mengatakan bahwa betina miktik adalah betina yang dapat dibuahi. Telur yang

dihasilkan betina miktik akan menetas menjadi jantan. Jantan ini akan membuahi

betina miktik dan menghasilkan 1-2 telur istirahat. Telur ini mengalami masa istirahat

sebelum menetas menjadi betina amiktik. Betina amiktik adalah betina yang tidak

dapat dibuahi. Dari betina amiktik yang terjadi ini maka reproduksi secara aseksual

akan terjadi lagi antara betina miktik dan amiktik tidak dapat dibedakan secara

eksternal. Selanjutnya Mujiman (1998) mengatakan bahwa Brachionus plicatilis yang

jantan hanya muncul pada musim-musim tertentu saja sehingga yang betina hampir

selamanya berkembang biak secara parthenogenesis (tanpa kawin) dan dalam banyak

hal yang jantan jarang sekali muncul, bahkan banyak di antara jenisnya tidak dikenal

pejantannya. Untuk lebih jelasnya siklus hidup Rotifera B. plicatilis dapat dilihat pada

Gambar. 2.2 dibawah ini :

(23)

2.4 Peranan Pupuk dalam Pembudidayaan Brachionus plicatilis

Rotifera Brachionus plicatilis dapat tumbuh dengan baik jika dipelihara bersamaan

dengan Chlorella sp. yang ditumbuhkan dengan beberapa jenis pupuk. Jadi pupuk

diberikan untuk memberikan nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan fitoplankton

yang merupakan makanan Rotifera Brachionus plicatilis. Dengan menggunakan

pupuk kotoran ayam akan dihasilkan kepadatan Chlorella sp. yang paling tinggi

dibandingkan dengan pupuk kotoran ternak lainnya, hal ini dikarenakan tinggi dan

lengkapnya kandungan unsur hara kotoran ayam tersebut (Balai Penelitian &

Pengembangan Budidaya Laut, 1985).

Kadarini (1997) mengatakan bahwa jenis pupuk dibedakan menjadi dua

macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik atau pupuk alam

merupakan hasil akhir dari perubahan atau peruraian sisa-sisa (serasah) tanaman dan

hewan misalnya pupuk kandang, pupuk hijau dan sebagainya sedangkan pupuk

anorganik atau pupuk buatan, yaitu pupuk yang merupakan hasil industri

pabrik-pabrik pembuat pupuk misalnya pupuk Urea, TSP, Diamonium Phospat (DAP) dan

sebagainya.

Menurut Saifuddin (1985) dan Setyamidjaja (1986) bahwa pemakaian pupuk

organik yaitu kotoran ternak dapat merangsang pertumbuhan populasi

mikroorganisme. Selanjutnya Sutejo (1995) dan Mujiman (1998) juga menjelaskan

bahwa kotoran ternak terutama kotoran ayam merupakan pupuk organik yang banyak

dimanfaatkan dalam usaha bercocok tanam dan pada masa kini banyak dimanfaatkan

juga dalam usaha perkembangan perikanan, misalnya digunakan dalam

pembudidayaan pakan alami ikan, yaitu Brachionus plicatilis.

Dari hasil penelitian Sachlan (1980) menunjukkan bahwa Rotifera dapat

tumbuh banyak jika kolam dipupuk dengan pupuk kandang. Kemudian Setyamidjaja

(1986) dan Hardjowigeno (1987) mengatakan bahwa pupuk kotoran ayam mempunyai

kandungan unsur hara yang cukup tinggi, karena bagian yang padat bercampur dengan

bagian yang cair (urine). Selain itu pupuk kotoran ayam adalah pupuk yang lengkap

(24)

dalam jangka waktu yang lama (Hardjinomo dalam Rafnida, 1986). Bahkan dari hasil

penelitian Anindiastuti dalam Setiabudiningsih (1989) menunjukkan bahwa pemupuk

an dengan menggunakan kotoran ayam cenderung memberikan kandungan unsur hara

yang lebih lengkap sehingga meningkatkan produktivitas primer perairan. Menurut

Lingga (1995) pupuk yang banyak digunakan baik dalam usaha pembudidayaan

tanaman maupun perikanan adalah pupuk Urea dan TSP, karena kandungan unsur

hara kedua pupuk ini tinggi dan termasuk pupuk tunggal yaitu pupuk yang hanya

mengandung satu macam unsur saja, dimana pupuk Urea hanya mengandung nitrogen

dan pupuk TSP hanya mengandung fosfor. Adapun komposisi mineral dan kandungan

air dari kotoran ayam dibandingkan dengan kotoran ternak lainnya dapat dilihat pada

Tabel 2.1 berikut ini.

Tabel 2.1 Komposisi Mineral dan Kandungan Air Beberapa Jenis Kotoran Ternak dan Unggas

Jenis Ternak Nitrogen Fosfor Kalium Air

(25)

Menurut Dahril (1996) fitoplankton secara umum dapat mempengaruhi

pertumbuhan Rotifera, karena dengan meningkatnya jumlah fitoplankton di suatu

perairan maka akan meningkatkan pula pertumbuhan Rotifera Brachionus plicatilis

tersebut. Unsur hara esensial yang harus ada di perairan dan merupakan faktor

pembatas untuk pertumbuhan fitoplankton adalah unsur phospat dan nitrogen

(Shasmand, 1986).

Berdasarkan kandungan unsur hara, pupuk urea dan TSP termasuk pupuk

tunggal, karena hanya mengandung satu macam unsur hara. Urea hanya mengandung

N sedangkan TSP hanya mengandung P. Pupuk Urea dan TSP termasuk pupuk buatan

(pupuk anorganik) yang berkadar hara tinggi (Sutejo, 1995). Urea terbuat dari gas

amoniak dan gas asam arang yang mengandung zat N 46%. TSP berupa bubuk

berwarna abu-abu dan mengandung zat P 14-20% (Lingga, 1995). Berikut

dicantumkan beberapa jenis pupuk nitrogen dan fosfor beserta kadar haranya.

Tabel 2.2 Beberapa Jenis Pupuk Nitrogen dan Fosfor Beserta Kadar Haranya

Jenis Pupuk Kadar N (%) Kadar P (%)

Zwavelzure ammoniak 20-21 -

Urea 46 -

Chilisalpeter 14-16 -

Natronsalpeter 16

Kalkammonsalpeter 20 -

Kalkstikastof 20-21 -

Superposfat/ Enkel uperposfat (ES) - 18-20

Dubble Superposfat (DS) - 36-40

Triple Superposfat (TSP) - 48-54

Posfat Cirebon - 25-28

Fused Magnesium posfat (EMP) - 19

Sumber: Lingga (1995)

2.5 Peranan Vitamin C bagi Rotifera

Zat-zat gizi yang merupakan bagian terbesar dalam diet manusia maupun hewan

adalah protein, karbohidrat dan lemak. Walaupun demikian, ada pula zat gizi lain yang

(26)

disintesis oleh tubuh, berperan penting sehingga harus diberikan dari luar agar fungsi

sel dalam tubuh dapat berjalan sehingga kesehatan dapat tercapai. Zat tersebut adalah

vitamin (Prawirokusumo, 1991).

Vitamin dibutuhkan dalam jumlah sedikit, tetapi harus ada dalam pakan.

Vitamin merupakan senyawa organik kompleks yang dibutuhkan untuk pertumbuhan,

perawatan dan reproduksi. Ada sekitar empat vitamin larut lemak dan 11 vitamin larut

air yang dibutuhkan oleh organisme akuatik. Beberapa fungsi vitamin larut dalam air

baik secara langsung maupun bentuk modifikasinya sebagai koenzim

amino-transferase. Tidak ada vitamin larut dalam lemak yang diketahui berfungsi sebagai

co-enzim (Isnansetyo & Kurniastuty, 1995).

Marzuqi et al. (2001) menjelaskan bahwa vitamin dibutuhkan untuk

pertum-buhan, pemeliharaan tubuh, dan reproduksi. Vitamin dibagi menjadi 2 bagian yaitu

vitamin yang larut dalam lemak (A,D,E dan K) dan vitamin yang larut didalam air

yaitu riboflavin, thiamin, vitamin C dan lain-lain. Selanjutnya Grant et al (1989)

menyatakan bahwa Vitamin C adalah antioksidan (asam askorbat) yang positif

mempengaruhi sistem kekebalan tubuh ikan dan beberapa hewan akuatik

(zooplankton). Vitamin C secara alami terjadi di lingkungan akuatik, dan ada data

yang kuat dari para ilmuwan, bahwa dosis vitamin C memiliki banyak efek positif

(27)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1 Metode Penelitian

Penelitian: “Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis O. F Muller

Dengan Penambahan Vitamin C Pada Media CAKAP” dilaksanakan pada bulan Mei

2010 di Laboratorium Sistematika Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode eksperimen dengan

analisis rancangan acak lengkap (RAL) non faktorial dengan 4 perlakuan media serta

6 ulangan. Perlakuan tersebut sebagai berikut :

M0 = tanpa penambahan Vitamin C (kontrol) M1 = Vitamin C 0,4 mg/2 l

M2 = Vitamin C 0,8 mg/2 l M3 = Vitamin C 1,2 mg/2 l

Keterangan : M0, M1, M2 dan M3 (Media CAKAP) = Media Campuran Kotoran Ayam, Pupuk Urea dan Pupuk TSP (Sihombing, 2009)

Komposisi media tersebut berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah

dilakukan oleh Sihombing (2009). Pada penelitian yang telah dilakukan, diketahui

pertumbuhan tertinggi terdapat pada komposisi media yang terdiri dari 200 mg/ 2 l

kotoran ayam + 4 mg/ 2 l Urea + 3 mg/ 2 l TSP. Berdasarkan hal tersebut maka

komposisi media di atas digunakan sebagai kontrol pada penelitian ini. Wanasuria

(1993) mencatat bahwa pemberian tambahan vitamin C dengan cara pengayaan

dengan dosis 0,1 – 0,5 mg/ l pada media pengayaan rotifera dapat meningkatkan

(28)

3.2 Persiapan Bahan Media Brachionus plicatilis

Media pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah campuran kotoran

ayam yang telah dikeringkan terlebih dahulu di bawah sinar matahari, pupuk urea dan

TSP. Kotoran ayam yang telah kering, urea, TSP dan vitamin C dihaluskan dan

diayak, kemudian ditimbang sesuai komposisi perlakuan seperti di atas. Selanjutnya

kotoran ayam, urea dan TSP tersebut dimasukkan ke dalam kantung strimin.

3.3 Persiapan Media 3.3.1 Media aklimasi

Air yang digunakan untuk media aklimasi diperoleh dari air kolam

Perpustakaan Universitas Sumetera Utara Medan yang telah disaring dengan

menggunakan plankton net bermata saring 15 mikron. Air kolam tersebut dimasukkan

ke dalam aquarium sebanyak 25 l. Kemudian media yang terdiri dari 2.500 mg

kotoran ayam + 50 mg pupuk Urea + 37,5 mg pupuk TSP dimasukkan ke dalam kain

strimin dan dicelupkan ke dalam akuarium dan diaklimasi selama 2 hari.

3.3.2 Media Perlakuan

Air yang digunakan untuk media perlakuan diperoleh dari air kolam

Perpustakaan Universitas Sumetera Utara Medan yang telah disaring dengan

menggunakan plankton net bermata saring 15 mikron. Air kolam tersebut dimasukkan

kedalam stoples kaca sebanyak 24 yang masing-masing diisi sebanyak 2 l air kolam.

Kemudian masing-masing media pakan yang telah ditimbang seperti kotoran ayam

200 mg, Urea 4 mg dan TSP 3 mg dimasukkan ke dalam kain strimin, selanjutnya

dimasukkan kedalam stoples yang telah berisi air kolam dengan cara menggantungkan

/mencelupkan dibawah permukaan air media, kemudian masing-masing stoples

perlakuan ditutup dengan kain kasa/strimin untuk mencegah masuknya serangga atau

hewan lain, dan dibiarkan selam 7 hari (Sihombing, 2009). Shasmand (1986)

(29)

sehingga akan mempengaruhi Zooplankton, dalam hal ini Brachionus plicatilis.

Selanjutnya Mujiman (1998) juga menjelaskan tujuan pemupukan pada media kultur

Brachionus plicatilis adalah untuk menumbuhkan jasad-jasad renik yang merupakan

makanan Brachionus plicatilis.

Setelah 7 hari dimasukkan bibit B. plicatilis dari media aklimasi ke dalam

masing-masing media perlakuan sebanyak 25 individu. Kemudian stoples media

ditutup kembali dengan kain kasa. Selanjutnya stoples media dimasukkan ke dalam

rak lemari yang tertutup dan diberi lampu TL 20 watt dengan jarak dari permukaan

stoples media perlakuan sekitar 20 cm.

Pada penelitian yang telah dilakukan kondisi sifat fisik air media seperti suhu

dan pH diperiksa 3 kali dalam 16 hari, yaitu pada hari ke 4, 9 dan 13. Untuk suhu

diukur dengan alat termometer dan pH diukur dengan pH meter. Selanjutnya media

perlakuan diberi aerasi setiap hari selama 3 menit dengan menggunakan aerator

supaya kandungan O2 terlarut tidak terlalu rendah.

3.4 Persiapan Bibit Brachionus plicatilis

Brachionus plicatilis yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari

kolam Perpustakaan Universitas Sumatera Utara Medan. Brachionus plicatilis diambil

dengan menggunakan plankton net dan dimasukkan ke dalam ember bervolume 10

liter. Selanjutnya dimasukkan bibit Brachionus plicatilis secukupnya ke dalalam

akuarium tersebut untuk diaklimasikan selama 5 hari. Akuarium diletakkan di bawah

lampu 20 Watt dengan jarak ± 20 cm dan aerasi dilakukan selama 5 hari.

3.5 Perlakuan Penambahan Vitamin C

Perlakuan penambahan vitamin C dilakukan setelah dimasukkan Brachionus

plicatilis kedalam stoples dan dilakukan penambahan vitamin C setiap hari sesuai

(30)

menyatakan teknik pengayaan rotifera dengan penambahan vitamin dilakukan selama

24 jam.

3.6 Perlakuan Waktu Pengamatan

Pengamatan dan penghitungan laju pertumbuhan populasi dilakukan dua hari sekali

hari selama 16 hari atau (8x pengamatan) dimana pada masing-masing media

perlakuan dilakukan ulangan sebanyak 6 kali.

H1 = hari ke-2 H2 = hari ke-4 H3 = hari ke-6 H4 = hari ke-8 H5 = hari ke-10 H6 = hari ke-12 H7 = hari ke-14 H8 = hari ke-16

Hal ini berdasarkan lama hidup Brachionus plicatilis, yaitu selama 12-19 hari

(Hyman, 1951).

3.7 Pengamatan Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis

Pengamatan dan penghitungan laju pertumbuhan populasi dilakukan dua hari sekali

seperti yang telah dijelaskan pada perlakuan waktu pengamatan. Brachionus plicatilis

diambil dari masing-masing media perlakuan dengan menggunakan pipet serologi 10

ml. Sebelum dilakukan pengambilan, air media terlebih dahulu diaduk perlahan-lahan

dengan batang pengaduk kaca supaya Brachionus plicatilis tersebar merata sehingga

dapat mewakili semua Brachionus plicatilis yang terdapat di dalam media. Kemudian

Brachionus plicatilis diambil dengan pipet serologi.

Brachionus plicatilis yang terdapat di dalam pipet serologi diterawangkan pada

sinar lampu kemudian dihitung jumlahnya dengan kasat mata. Cara ini sesuai dengan

yang dilakukan Balai Penelitian Dan Pengembangan Budidaya Laut Serang, serta

(31)

sebanyak 6 kali sebagai ulangan untuk masing-masing media perlakuan. Setelah

dilakukan penghitungan maka Brachionus plicatilis dimasukkan kembali ke dalam

stoples. Pengamatan ini dilakukan sampai dengan pengamatan hari ke-16.

3.8 Analisis Data

Setiap pengamatan/penelitian selesai dilakukan penghitungan jumlah populasi

Brachionus plicatilis, selanjutnya dianalisis dengan menggunakan rumus menurut

Fogg (1975), sebagai berikut:

K =

t No Nt ln

ln −

Dimana: K = Laju pertumbuhan jumlah populasi Brachionus plicatilis per hari Nt = Jumlah populasi Brachionus plicatilis setelah t hari

No = Jumlah populasi awal Brachionus plicatilis t = Waktu pengamatan (hari)

Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis of

variance (ANOVA), sedangkan untuk menguji beda antara perlakuan dilakukan

(32)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Rata-rata Pertambahan Jumlah Populasi Brachionus plicatilis (ind/2 l) Setiap Dua Hari Pengamatan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap perbandingan rata-rata populasi

Brachionus plicatilis akibat penambahan vitamin C, didapatkan rata-rata pertambahan

jumlah populasi Brachionus plicatilis seperti terlihat pada Gamba 4.1 di bawah ini:

Gambar 4.1 Grafik Rata-Rata Pertambahan Jumlah Populasi Brachionus plicatilis (ind/2 l) dengan Penambahan Vitamin C Pada Media CAKAP

Dari Grafik 4.1 terlihat bahwa rata-rata pertambahan jumlah populasi

Brachionus plicatilis akibat pemberian vitamin C lebih tinggi dibandingkan dengan

(33)

populasi tertinggi terdapat pada pengamatan hari ke-8 pada media M3 dengan

penambahan vitamin C 1,2 mg/2 l sebesar 23.888 ind/2 l. Hasil ANOVA vitamin C

berpengaruh nyata terhadap panambahan/ peningkatan populasi Brahionus plicatilis.

Tingginya rata-rata pertambahan individu pada media M3 disebabkan oleh sesuainya

kombinasi pemberian vitamin C (1,2 mg) pada media ini, sehingga tersedianya nutrisi

pada media mendukung pertambahan jumlah populasi Brahionus plicatilis.

Menurut Dahril (1996), bahwa kondisi media yang baik dan tersedianya nutrisi

yang mencukupi dalam media kultur dapat menyebabkan terjadinya pertambahan

populasi Brachionus plicatilis dengan cepat, tetapi juga akan mengalami penurunan

yang cepat pula bila kondisi media dan nutrisi tidak lagi dapat mendukung

kehidupannya. Selanjutnya Shasmand (1986) menyatakan bahwa dalam mengkultur

Brachionus plicatilis pemberian pupuk Urea dan TSP yang seimbang sangat

menentukan terhadap pertumbuhan fitoplankton sebagai sumber bahan makanan dari

Brachionus plicatilis, keadaan ini disebabkan pupuk urea dengan kandungan unsur N

sekitar 46% dan pupuk TSP dengan kandungan unsur P sekitar 14-20% dapat

meningkatkan metabolisme fitoplankton, sehingga berkembang biak dengan baik.

Marzuqi et al., 1999 mengatakan vitamin C merupakan bahan-bahan mikro

yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Jenis vitamin ini dibutuhkan tubuh untuk

meningkatkan metabolisme, daya tahan terhadap perubahan lingkungan, penyakit,

pertumbuhan, pemeliharaan tubuh, dan reproduksi.

Sato et al, 1982 Salah satu unsur mikro nutrien yang penting dalam

proses vitelogenesis dan embriogenesis adalah vitamin C. Pada proses vitelogenesis,

vitamin C sebagai donor elektron dalam reaksi hidroksilasi biosintesis hormon steroid

yang diperlukan bagi berlangsungnya proses tersebut. Selain itu, vitamin C juga

berfungsi sebagai anti oksidan yang akan melindungi kolesterol dari kerusakan akibat

terjadinya proses oksidasi sehingga kebutuhan kolesterol untuk proses biosintesis

hormon estrogen dapat terpenuhi. Pada proses embriogenesis, vitamin C berperan

dalam metabolisme lemak, yaitu dalam reaksi biosintesis karnitin, yang berfungsi

mentransfer asam lemak rantai panjang dari sitosol ke mitokondria untuk dikonversi

(34)

proses tersebut berlangsung dapat dipasok dalam jumlah yang cukup sesuai

kebutuhan. Vitamin C mempunyai fungsi sebagai kofaktor enzim prolil dan lisin

hidroksilase yang mengkatalis hidroksilasi prolin dan lisin, yang esensial untuk

biosintesis jaringan kolagen yang terdapat pada ovarium dan perkembangan embrio.

Kolagen merupakan penyusun utama dinding dalam kantong ovarium. Kolagen

sebagai penyusun dinding kapiler darah di jaringan termasuk telur. Kapiler darah pada

gonad penting dalam pendistribusian nutrien ke oosit. Selama embrio dan larva

berkembang, kandungan vitamin C telur cepat menurun karena pada saat itu

terjadi pembentukan tulang dan jaringan ikat.

4.2 Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis

Laju pertumbuhan populasi Brachionus plicatilis setelah diberikan penambahan

vitamin C pada media perlakuan selama waktu pengamatan didapatkan hasil yang

cukup bervariasi seperti terlihat pada Tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.1 Rata-rata Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis (ind x 2 x 10-3 x hari-1) pada Media Perlakuan

Waktu Pengamatan Media dan Laju Pertumbuhan

M0 M1 M2 M3

pada semua perlakuan dengan penambahan vitamin C dan kontrol adalah sama yaitu

menurun selama waktu pengamatan. Laju pertumbuhan antar perlakuan pada setiap

hari pengamatan ternyata tidak berbeda nyata. Laju pertumbuhan populasi Brachionus

plicatilis tertinggi terdapat pada pengamatan hari ke-2 perlakuan media M3, yaitu

(35)

laju pertumbuhan populasi Brachionus plicatilis terendah, yaitu sebesar 0,322 ind. x 2

x 10-3 x hari-1.

Dari hasil secara keseluruhan terlihat bahwa selama waktu pengamatan laju

pertumbuhan populasi Brachionus plicatilis tertinggi pada semua media didapatkan

pada waktu pengamatan hari ke-2 dan ke-4, sedangkan pada hari pengamatan ke-6

sampai ke-16 laju pertumbuhan populasinya menurun, keadaan ini menunjukkan

bahwa pada hari pengamatan ke-2 dan ke-4 bahan makanan masih tersedia sehingga

dapat mendukung kehidupan dan perkembangbiakan Brachionus plicatilis dengan

baik, untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 4.2. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Priyambodo (2001), bahwa dalam mengkultur Brachionus plicatilis

ketersediaan pakan sangat menentukan terhadap laju pertumbuhan populasinya,

apabila terjadi kekurangan nutrien dalam bahan media dapat menyebabkan terjadinya

penurunan laju pertumbuhannya.

Gambar 4.2 Grafik Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis (ind. 2 x 10-3 x hari-1) dengan Penambahan Vitamin C Pada Media CAKAP.

Menurut Mujiman (1998), bahwa dalam mengkultur Brachionus plicatilis

ketersediaan pakan sangat menentukan terhadap laju pertumbuhan populasinya,

apabila terjadi kekurangan nutrisi dalam bahan media dapat menyebabkan terjadinya

penurunan laju pertumbuhan populasi Brachionus plicatilis atau bahkan mengalami

(36)

susulan setiap 5-6 hari sekali akan dapat mempertahankan kepadatan populasi

Brachionus plicatilis.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap laju pertumbuhan

populasi Brachionus plicatilis pada ke empat media dengan perlakuan penambahan

beberapa variasi vitamin C selama waktu penelitian, setelah dianalisis secara statistik

(Lampiran H) ternyata selama waktu pengamatan dan komposisi media yang berbeda

dan interaksi antara media dan waktu pengamatan menunjukkan perbedaan yang

sangat nyata. Oleh karena itu dilanjutkan dengan uji beda rata-rata Duncan. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.2 Uji Beda Rata-Rata Duncan pada Media Perlakuan selama Waktu Pengamatan (Hari ke-2 sampai dengan Hari ke-16)

Media Rata-Rata Laju Pertumbuhan dari Hari ke-2 sampai Hari ke-16

M0 7,016 (a)

M1 7,508 (a)

M2 7,535 (a)

M3 7,976 (a)

Keterangan: Huruf kecil yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan

Dari Tabel 4.2 dapat dilihat dari hasil analisis statistik menunjukkan bahwa

media M3 berbeda sangat nyata dengan 3 (tiga) media lainnya. Perlakuan media M2

tidak berbeda dengan perlakuan media M1. Hal ini menunjukkan bahwa komposisi

media M3 adalah komposisi media terbaik dan secara optimum dapat mendukung

kehidupan dan perkembang-biakan Brachionus plicatilis. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Mujiman (1998), bahwa pemberian pupuk TSP (posfor) yang paling baik

adalah lebih rendah dari pemberian pupuk Urea (nitrogen), sehingga proses

metabolisme dan pertumbuhan fitoplankton yang dibutuhkan sebagai sumber bahan

makanan Brachionus plicatilis dapat berlangsung dengan baik, serta penambahan

vitamin C dengan konsentrasi yang diperlakukan yaitu 1,2 mg. Menurut Lingga &

Sutejo (1995), pupuk yang banyak digunakan baik dalam usaha pembudidayaan

tanaman maupun perikanan adalah pupuk Urea dan TSP, karena kandungan unsur

(37)

mengandung satu macam unsur saja, dimana pupuk Urea hanya mengandung nitrogen

dan pupuk TSP hanya mengandung fosfor.

Vitamin C merupakan salah satu nutrien mikro yang dibutuhkan oleh hewan

akuatik dalam proses reproduksi. Kandungan vitamin C dalam ovarium akan

meningkat pada awal perkembangannya dan kemudian menurun pada fase akhir

sebelum ovulasi. Hewan akuatik tidak mampu mensintensis vitamin C (Faster dalam

Sandnes 1991) sehingga untuk mempertahankan metabolisme sel, vitamin C mutlak

harus diperoleh dari luar tubuh karena tidak terdapat enzim L-gulonolakton oksidase

yang dibutuhkan untuk biosintesis vitamin C (Dabrowski, 2002).

Sedangkan uji rata-rata Duncan untuk perlakuan waktu pengamatan dapat

dilihat pada Tabel 4.3 berikut:

Tabel 4.3 Uji Beda Rata-Rata Duncan Perlakuan selama Waktu Pengamatan (Hari ke-2 sampai dengan Hari ke-16)

Waktu Pengamatan Rata-Rata

Keterangan: Huruf kecil yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan

Laju pertumbuhan populasi B. plicatilis pada keempat media perlakuan

berdasarkan waktu pengamatan didapatkan laju pertumbuhan populasi yang paling

tinggi adalah pada H1. Sedangkan pada H2 sampai H8 nilai laju pertumbuhan semakin

kecil. Hal ini terjadi karena pada H1 merupakan hari dimana B. plicatilis mempunyai

fekunditas yang paling tinggi sehingga laju pertumbuhan pada H1 merupakan laju

pertumbuhan yang paling tinggi. Dahril (1996) menjelaskan bahwa keberadaan B.

plicatilis disuatu perairan sangat ditentukan oleh faktor- faktor: angka kelahiran

(fekunditas), lama hidup (life span), dan angka kematian (mortalitas) dimana puncak

dari fekunditas B. plicatilis terjadi di hari kedua. Selanjutnya Rusfian (1988) juga

mengatakan bahwa jumlah populasi B. plicatilis akan berkembang dengan baik pada

(38)

pengamatan) angka laju pertumbuhan semakin mengecil, hal ini menunjukkan

semakin menurunnya kemampuan fekunditas dari B. plicatilis tersebut juga

disebabkan oleh telah berkurang atau habisnya ketersediaan nutrient didalam media,

sehingga tidak dapat lagi mendukung kehidupan B. plicatilis. Keadaan ini sesuai

dengan yang dikemukakan oleh Mujiman (1998) yang menyatakan bahwa dalam

mengkultur B. plicatilis ketersediaan pakan sangat menentukan terhadap laju

pertumbuhan populasinya, apabila terjadi kekurangan nutrisi dalam bahan media dapat

menyebabkan terjadinya penurunan laju pertumbuhan, bahkan mengalami kematian

(39)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan tentang laju Pertumbuhan Populasi

Brachionus plicatilis pada Media Kombinasi Kotoran Ayam, Pupuk Urea, dan Pupuk

TSP Serta Penambahan Beberapa Variasi Vitamin C, dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut:

a. Penambahan vitamin C sebanyak 1,2 mg menunjukkan hasil yang paling

optimal terhadap laju pertumbuhan populasi Brachionus plicatilis.

b. Rata-rata pertambahan jumlah individu Brachionus plicatilis tertinggi pada

pengamatan hari ke-8 pada media M3 sebesar 23.88 ind/2 l. Sedangkan terendah

pada media M0 sebesar 9.054ind/2 l.

c. Laju pertumbuhan pada populasi Brachionus plicatilis tertinggi terdapat pada

perlakuan media M3 sebesar 7,978 ind. x 2 x 10-3 x hari-1, sedangkan terendah pada media M0 sebesar 7,016 ind. x 2 x 10-3 x hari-1.

5.2 Saran

Dari hasil yang telah diperoleh selama melakukan penelitian ini, disarankan:

a. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang laju pertumbuhan populasi

Brachionus plicatilis dengan melakukan penambahan jumlah konsentrasi vitamin

C yang lebih optimal.

b. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang laju pertumbuhan populasi

Brachionus plicatilis dengan menggunakan kombinasi antara vitamin C dan

vitamin B1.

(40)

DAFTAR PUSTAKA

Setiabudiningsih. 1998. Pengaruh Kualitas dan Kuantitas Scenedesmus acuminatus Terhadap Siklus Hidup Brachionus caliciflorus pallas. Kertas Karya. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. hlm. 69 (tidak dipublikasikan)

Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut ATA-192. 1985. Budidaya Rotifera (Brachionus plicatilis) O.F. Muller. Serang: Sub Balai Penelitian Budidaya Pantai Bojonegoro. hlm. 1-2

Dabrowski K. 2002. Ascorbic acid in aquatic organisms status and perspectives.CRC Press London.

Dahril, T. 1996. Rotifer Biologi dan Pemanfaatannya.Pekan Baru: Penerbit UNRI- Press. hlm. 5, 14 dan 43-46

Data DKP. 2007.

Djarijah, A. B. 1995. Pakan Ikan Alami. Cetakan I. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. hlm.12-13; 35-55

Djuhanda, T. 1980. Kehidupan Dalam Setetes Air Dan Beberapa Parasit Pada Manusia. Bandung: Penerbit ITB. hlm. 29-36

Edmonson, W. T. 1963. Fresh Water Biology. Second Edition. New York. London. John Willey & Sons. Inc. Page. 410

Fogg, G. E. 1975. Algae Culture and Phytoplankton Ecologi. 2nd Ed. Penerbit University of Winconsin Press, Maddison. P. 19

Grant, B., Seib, P., Long-Liao, M., and K. Corpron (1989). Polyphosphosphorylated L-ascorbyl Acid: A Stable from of Vitamin C for Aquaculture Feeds. J. World Aquacult. Soc. 20: Page. 143.

Rafnida. 1986. Pengaruh Pupuk Kandang Terhadap Perkembangan Populasi Moina sp. Kertas Karya. Fakultas Perikanan Universitas Riau. Pekan Baru. hlm. 38 (tidak dipublikasikan)

Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. Jakarta: Medityatma Sarana Perkasa. Hlm. 220

Haris, E. 1983. Beberapa Usaha dalam Peningkatan Produksi Benih. Direktorat Jenderal Perikanan Departemen Pertanian. Jakarta: hlm. 11.

(41)

Isnansetyo, A; Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton: Pakan Alami Ikan Untuk Pembenihan Organisme Laut. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. hlm. 5-14, 30.

Kadarini, T. 1997. Pupuk Anorganik Sebagai Alternatif Untuk Meningkatkan Produksi Pakan Alami Pada Budi Daya Ikan. Warta Penelitian Perikanan Indonesia. Volume III. No.3. hlm. 2

Kurmaly, K, and F. C. Guo. 1996. Effect of Enviromental Stressors: High Ammonia, Low Dissolved Oxygen and Low Temperature Shock, on Vitamin C and Astaxanthin Content of Shirmp Tissue, pp. 207-208. In R.L Creswell (ed.). Book of Abstracts of World Aquaculture’96. World Aquaculture Soceity, Bangkok. Thailand.

Landau, M. 1992. Introduction Aguaculture. New York: Jhon Willey & Sons, Inc: pp. 338-39

Lingga, P. 1995. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Cetakan ke-10. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. hlm. 57-59

Marzuqi, M., N. A. Giri, K. M. Setiawati dan K. Suwirya (2001). Pemeliharaan Larva Kerapu Batik (Epinephelus microdon) Dengan Awal Pemberian Pakan Mikro Pada Umur Yang Berbeda. Teknologi Budi Daya Laut dan Pengembangan Sea Farming di Indonesia, Departemen Kelautan dan Perikanan (JICA), 190.

Merchie, G., Lavens, P., Dhert, Ph., Dehasque, M., Nelis, H., De Leenheer, A. and Sorgeloos, P. 1995. Variation of ascorbic acid content in different live food organisms. Aquaculture. Page: 134.

Mujiman, A. 1998. Makan Ikan. Jakarta: Penerbit PT. Penerbar Swadaya. hlm. 14-17, 49-51.

Mudjiman, A. 2002. Makanan Ikan. Jakarta: Penerbit PT. Penebar Swadaya. Hlm. 88-89.

Prawirokusumo, S.1991. Biokimia Nutrisi. Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta. hlm: 11.

Pennak, R. W. 1978. Freshwater Invertebrates of United State. 2nd Edition. New York: Jhon Willey & Sons, Inc: pp. 179-187, 190-194s

Priyambodo, K & Tri. 2001. Budidaya Pakan Alami untuk Ikan. Jakarta: PT. Penebar Swadaya. hlm.28

Sachlan, M. 1980. Planktonologi. Universitas Riau. hlm. 85

(42)

Sandnes K. 1991. Studies on Vitamin C in Fish Nutrition. Dept Fisheries and Marine Biology, Univ Bergen Norway.

Sato M, Yoshinaka R, Ikeda S. 1982. Dietary ascorbic acid requirement of rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) for growth and collagen formation. Bull Jpn Soc Fish 44 : 1029–1035.

Setyamidjaja, D. 1986. Pupuk dan Pemupukan. Jakarta: Simplex. hlm.. 122

Shasmand, S. 1986. Pengaruh Pemupukan Triple Superphospat dan Urea Terhadap Kelimpahan dan Keanekaragaman Zooplankton Pada Kolam Yang Ditebari Ikan Mas (Cyprinus carpio L ). Pekan Baru: Kertas Karya. Fakultas Perikanan Universitas Riau. hlm.1- 5, 30 (tidak dipublikasikan)

Sihombing, D. 2009. Perbandingan Laju Pertumbuhan Populasi (Brachionus plicatilis) Setelah Diberikan Penambahan Makanan Pada Media Perlakuan. Skripsi S1 Biologi. FMIPA USU. Medan: Tidak dipublikasikan. hlm. 14-15

Steel, R. G. D.; J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik suatu Pendekatan Biometrik. Cetakan Ketiga. Jakarta: P.T. Gramedia Pustaka Utama

Sutejo, M. 1995. Pupuk Dan Cara Pemupukan. Cetakan V. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. hlm. 86-91, 108-142

Wanasuria, S. 1993. Vitamin C Untuk Pakan Aquaculture. Poultry Indonesia, Jakarta. hlm. 12, 16

Woynarovich, E, and I. Horvath. 1980. The Artificial Propagarion of Warmater Fin Fishes. A Manual For Extension. FAO. Rome. 181 p

(43)

Disaring

Dibungkus kain strimin

Dicelupkan

Lampiran A. Bagan Alir Persiapan Media Pakan untuk Brachionus plicatilis

Air kolam

Stoples/botol

Kotoran ayam + pupuk Urea + pupuk TSP

Sumber pakan

(44)

Ditutup dengan kain kasa

Diberi cahaya 20 watt

Dibiarkan selama satu minggu

Dimasukkan bibit B. plicatilis sebanyak 25 individu

Dilakukan pengamatan dan penghitungan setiap 2 hari selama 16 hari

B. plicatilis diambil dengan pipet serologi 20 ml

Diamati dibawah sinar lampu

Dihitung dengan mata telanjang

Ditambahkan vitamin C sesuai komposisi setiap hari

Lampiran B. Bagan alir laju Pertumbuhan Brachionus plicatilis

Media Perlakuan

Media Perlakuan Setelah satu minggu

Pipet Serologi 20 ml

(45)
(46)
(47)

Perlakuan Waktu Pengamatan

Keterangan: M0 = Tanpa penambahan Vitamin C (kontrol) M1 = Vitamin C 0,4 mg/2 l

(48)

Lampiran E. Data Fisik Media pada Beberapa Tingkat Variasi Konsentrasi Vitamin C selama Waktu Pengamatan.

Suhu (0C) pH (%)

M0 29 7,6

M1 29 7,8

M2 29 7,8

(49)

Lampiran F. Pertambahan jumlah populasi Brachionus plicatilis (ind./ml) pada Perlakuan selama waktu pengamatan (H= 2 hari).

Perlakuan Ulangan Waktu Pengamatan

H0 H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 H8

Keterangan: M0 = Tanpa penambahan Vitamin C (kontrol) M1 = Vitamin C 0,4 mg/2 l

(50)

Lampiran G. Laju Pertumbuhan Jumlah Individu Populasi Brachionus plicatilis (ind. x 2 x 10-3 x hari-) Dengan Penambahan Vitamin C Pada Media CAKAP selama Waktu Pengamatan.

Perlakuan Waktu Pengamatan

Keterangan: M0 = Tanpa penambahan Vitamin C (kontrol) M1 = Vitamin C 0,4 mg/2 l

(51)

Lampiran H. Analisis Sidik Ragam RAL Non Faktorial Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis (ind. x 2 x 10-3 x hari-1) pada Media Media Kombinasi Kotoran Ayam, Pupuk Urea dan TSP Serta Penambahan Vitamin C

(52)
(53)

FH H x M =

Analisis Sidik Ragam RAL Non Faktorial Laju Pertumbuhan Populasi

Brachionus plicatilis (ind. x 2 x 10-3 x hari-1) pada media perlakuan selama waktu pengamatan hari ke-2 sampai dengan hari ke-16

(54)

Tabel Analisis RAL 8 X 4

Media Waktu pengamatan Total

(55)
(56)
(57)
(58)
(59)

Lampiran I. Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Penelitian

Pupuk TSP Pupuk Urea

Kotoran Ayam Vitamin C

By: Sri Jayanthi

(60)
(61)

Lampiran J. Foto-foto Pelaksanaan Penelitian

Susunan Media Perlakuan di dalam Rak Lemari Pengambilan B. plicatilis menggunakan pipet serologi 20 ml

Gambar

Gambar 2.1. Bentuk Morfologi  Brachionus plicatilis A. Betina ; B. Jantan (Mujiman, 2002)
Gambar. 2.2 dibawah ini :
Tabel 2.1 Komposisi Mineral dan Kandungan Air Beberapa Jenis Kotoran Ternak dan Unggas  Jenis Ternak Nitrogen Fosfor Kalium Air
Tabel 2.2 Beberapa Jenis Pupuk Nitrogen dan Fosfor Beserta Kadar Haranya
+6

Referensi

Dokumen terkait

Diperkaya Beberapa Variasi Dosis Scott’s Emulsion Pada Kombinasi Kotoran Ayam Broiler, Pupuk Urea dan TSP” telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2013, di

Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas rahmat dan ridha-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “ Laju Pertumbuhan Populasi Rotifera

Dari hasil secara keseluruhan dapat diketahui bahwa laju pertumbuhan antara waktu pengamatan awal (hari ke-2 sampai dengan hari ke-8) lebih tinggi bila dibandingkan dengan

pang diberi cahaya sebesar 1500 lus sela~na malaxn hari terhadap laju pertumbu- han dan kepadatan populasi Bmc~~iort~uplicnrilispicctili serta jumlah felur yang

Berdasarkan hasil penelitian pengaruh penggunaan pupuk organik D.I grow dengan dosis yang berbeda terhadap pertumbuhan populasi rotifera ( Brachionus plicatilis ), maka

Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa pengkayaan pakan dengan madu memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap laju pertumbuhan populasi B. plicatilis

Berdasarkan hasil penelitian pengaruh penggunaan pupuk organik D.I grow dengan dosis yang berbeda terhadap pertumbuhan populasi rotifera (Brachionus plicatilis), maka

kotoran ayam merupakan pupuk organik yang banyak dimanfaatkan dalam usaha. bercocok tanam dan pada masa kini banyak dimanfaatkan juga