Andi Pranata : Laju Pertumbuhan Populasi Rotifera (Brachionus Plicatilis) Pada Media Kombinasi Kotoran Ayam,
URES DAN PUPUK TSP, SERTA PENAMBAHAN BEBERAPA
VARIASI RAGI ROTI
SKRIPSI
ANDI PRANATA
050805027
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : LAJU PERTUMBUHAN POPULASI ROTIFERA
(Brachionus plicatilis) PADA MEDIA KOMBINASI
KOTORAN AYAM, PUPUK UREA DAN PUPUK TSP, SERTA PENAMBAHAN BEBERAPA VARIASI RAGI ROTI
Kategori : SKRIPSI
Nama : ANDI PRANATA
Nomor Induk Mahasiswa : 050805027
Program Studi : SARJANA (S1) BIOLOGI
Departemen : BIOLOGI
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di
Medan, Desember 2009
Komisi Pemimbing :
Pembimbing II Pembimbing I
Mayang Sari Yeanny, S.Si., M.Si. Drs. Arlen H. J., M.Si
NIP. 19721126 199802 2 002 NIP. 19581018 199003 1 001
Diketahui/Disetujui oleh
Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,
PERNYATAAN
LAJU PERTUMBUHAN POPULASI ROTIFERA (Brachionus plicatilis) PADA MEDIA KOMBINASI KOTORAN AYAM, PUPUK URES DAN PUPUK TSP,
SERTA PENAMBAHAN BEBERAPA VARIASI RAGI ROTI
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Desember 2009
PENGHARGAAN
Puja dan puji syukur penulis sampaikan ke hadirat Allah S.W.T. Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas rahmat dan ridha-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “ Laju Pertumbuhan Populasi Rotifera (Brachionus Plicatilis) Pada Media Kombinasi Kotoran Ayam, Pupuk Urea Dan Pupuk Tsp, Serta Penambahan Beberapa Variasi Ragi Roti”. Shalawat dan salam penulis sampaikan kepada baginda Rasul, Nabi Muhammad S.A.W. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Drs. Arlen H.J., M.Si dan Ibu Mayang Sari Yeanny S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing I dan II yang telah banyak memberikan bimbingan, motivasi, arahan, serta dukungannya hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. Retno Widhiastuti, M.Si dan Ibu Masitta Tanjung, S.Si, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.
Kepada Ibu Yurnaliza, S.Si., M.Si. selaku dosen penasehat akademik. Bapak Dr. Dwi Suryanto M.Sc selaku ketua Departemen Biologi, Ibu Nunuk Priyani M.Sc selaku sekretaris Dept. Biologi. Bapak dan Ibu staf pengajar Dept. Biologi FMIPA USU. Ibu Roslina Ginting dan Bang Erwin selaku pegawai Dept. Biologi, serta Ibu Nurhasni Muluk dan Bapak Sukirmanto selaku analis dan laboran di laboratorium Dept. Biologi yang telah memberikan bantuan kepada penulis.
Kepada Bapak Drs. Arlen H.J, M.Si yang selama ini telah menjadi figur Bapak bagi penulis dan seluruh anak-anak beliau di Biologi, khususnya di Bidang Ekologi Hewan, terima kasih atas segala bantuan beliau kepada penulis.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda tercinta SUKAMTO dan Ibunda tercinta ELLY SULASTRI yang telah mendidik, memberi kasih sayang yang tiada duanya dan memberi dukungan yang sangat besar kepada penulis dari kecil hingga sekarang, kepada Abang-Q Agus Handoko, dan kedua Adinda_Q yang tersayang Susanna Anggraini dan Dinda Cahya Rhamadani, dan seluruh keluarga yang telah memberikan doa, perhatian, serta cinta dan kasih sayangnya kepada penulis, dan seluruh keluarga besarku atas doa dan dukungannya.
LAJU PERTUMBUHAN POPULASI ROTIFERA (Brachionus plicatilis) PADA MEDIA KOMBINASI KOTORAN AYAM, PUPUK UREA DAN PUPUK TSP,
SERTA PENAMBAHAN BEBERAPA VARIASI RAGI ROTI
ABSTRAK
Penelitian mengenai, “Laju Pertumbuhan Populasi Rotifera (Brachionus Plicatilis)
Pada Media Kombinasi Kotoran Ayam, Pupuk Urea Dan Pupuk Tsp, Serta Penambahan Beberapa Variasi Ragi Roti” telah dilaksanakan pada bulan Agustus
2009. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Sistematika Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan metoda Eksperimen dengan Analisis Rancangan
Acak Lengkap (RAL) Non Faktorial dengan 4 media perlakuan , yaitu media M0
terdiri dari 200 mg/2l Kotoran ayam + 4,0 mg/2l Urea + 3,0 mg/2l pupuk TSP
(Kontrol), media M1 terdiri dari 200 mg/2l Kotoran ayam + 4,0 mg/2l Urea + 3,0
mg/2l pupuk TSP + 0,15 g Ragi roti, media M2 terdiri dari 200 mg/2l Kotoran ayam + 4,0 mg/2l Urea + 3,0 mg/2l pupuk TSP + 0,30 g Ragi roti, media M3 terdiri dari 200 mg/2l Kotoran ayam + 4,0 mg/2l Urea + 3,0 mg/2l pupuk TSP + 0,45 g Ragi roti, serta 6 ulangan dengan 8 kali waktu pengamatan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi perbedaan laju pertumbuhan populasi Brachionus plicatilis setelah penambahan ragi roti. Laju petumbuhan populasi tertinggi didapatkan pada waktu pengamatan awal, yaitu pada hari ke-2 sampai dengan hari ke-4. Media yang terbaik terdapat pada media M2 sebesar 8,2335 ind x 2 x 10-3 x hari-1, diikuti media M3 sebesar 6,6918 ind x 2 x 10-3 x hari-1, selanjutnya media M1 sebesar 6,6474 ind x 2 x 10-3 x hari-1. Dan laju pertumbuhan populasi terendah terdapat pada media M0 sebesar 6,1278ind x 2 x 10-3 x hari-1.
The Growth Rate of Rotifera Population (Brachionus plicatilis) at Combination Medium of Chicken Manure, Urea Fertilizer and TSP Fertizer and Along with to
Add Yeast bread Variation
ABSTRACT
A Reaserch of “The Growth Rate of Rotifera Population (Brachionus plicatilis) at
Combination Medium of Chicken Manure, Urea Fertilizer and TSP Fertizer and Along with to Add Yeast bread Variation” has been conducted in August 2009.
This research was carried out at Animal Sistematic Laboratorium at Biology Department, Mathematic and Natural Science Faculty, North Sumatera University. The research used Non Factorial Complete Randomized Design with 4 treatments medium, that is medium of M0 consists of 200 mg/2l chicken manure + 4,0 mg/l Urea + 3,0 mg/2l TSP (control), medium M1 consist of 200 mg/2l chicken manure + 4,0 mg/l Urea + 2 mg/2l TSP + 0,15 g yeast bread, medium of M2 consist of 200 mg/2l chicken manure + 4,0 mg/l Urea + 3,0 mg/2l TSP + 0.30 g yeast bread and medium of M3 consist of 200 mg/2l chicken manure + 4,0 mg/l Urea + 3,0 mg/2l TSP + 0.45 g yeast bread and 6 replications which eight time for observation
The result indicated differences growth rate of Brachionus plicatilis population after gave food. Highest growth of Brachionus plicatilis population was found at first observation, second day until fourth day. The best growth of Brachionus plicatilis population was found in M2 medium with number 8,2335 ind x 2 x 10-3 x day-1. Followed by M3 medium with 6,6918 ind x 2 x 10-3 x day-1and then M1 medium with 6,6474ind x 2 x 10-3 x day-1. But the worst growth rate was found in M0 medium with number 6,1278 ind. x 2 x 10-3 x day-1.
DAFTAR ISI
2.5 Peranan Pupuk dalam Pembudidayaan Brachionus plicatilis 9
2.6 Peranan Ragi Roti bagi Brachionus plicatilis 12
Bab 3 Bahan dan Metode
3.1 Waktu dan tempat 15
3.2 Metode Penelitian 15
3.3 Persiapan Bibit Brachionus plicatilis 17
3.4 Persiapan Media Aklimasi 18
3.5 Pengamatan Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis 18
3.6 Analisis Data 19
Bab 4 Hasil dan Pembahasan
4.1 Rata-rata Pertambahan Jumlah Brachionus plicatilis (ind/ml) 20
4.2 Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis 22
4.3 Uji Beda Rata-rata Duncan pada Media Perlakuan selama Waktu 25
Pengamatan (Hari ke-2 sampai dengan Hari ke-16)
Bab 5 Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan 26
Daftar Pustaka 28
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Komposisi Mineral dan Kandungan Air Beberapa 11
Jenis Kotoran Ternak dan Unggas
Tabel 2.2 Beberapa Jenis Pupuk Nitrogen dan Fosfor Beserta Kadar Haranya 12
Tabel 4.1 Rata-Rata Pertambahan Jumlah Individu Brachionus plicatilis 20
(ind/ml) pada Media Kombinasi Dengan Penambahan Beberapa Variasi Ragi Roti
Tabel 4.2 Rata-rata Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis 22
(ind x 2 x 10-3 x hari-1) pada Media Perlakuan
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Morfologi Brachionus plicatilis 5
Gambar 2.4 Siklus Hidup Rotifera 9
Gambar 4.1 Grafik Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis 23 (ind. 2 x 10-3 x hari-1)
Gambar 4.4 Grafik Regresi Antara Media Perlakuan Dengan 24
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran A. Bagan Alir Persiapan Media Pakan untuk
Brachionus plicatilis 32
Lampiran B. Bagan alir laju Pertumbuhan Brachionus plicatilis 33
Lampiran C. Bagan posisi/letak media perlakuan secara randomisasi 34
Lampiran D. Jumlah Individu (Kepadatan) Populasi Brachionus plicatilis 35
(ind/ml) pada Media Kombinasi Kotoran Ayam, Pupuk Urea, TSP, Serta Penambahan Beberapa Variasi Ragi Roti
Lampiran E. Data Fisik dan Kimia Media pada Beberapa Tingkat 37
Variasi TSP selama Waktu Pengamatan
Lampiran F. Pertambahan jumlah populasi B. plicatilis (ind./ml) 38 pada Perlakuan selama waktu pengamatan (H= 2 hari)
Lampiran G. Laju Pertumbuhan Jumlah Individu Populasi Rotifera pada 39
Media Media Kombinasi Kotoran Ayam, Pupuk Urea dan TSP Dengan Penambahan Beberapa Variasi Ragi Roti
Lampiran H. Analisis Sidik Ragam RAL Non Faktorial Laju Pertumbuhan 40
Populasi Brachionus plicatilis (ind. x 2 x 10-3 x hari-1) pada Media Media Kombinasi Kotoran Ayam, Pupuk Urea dan TSP Dengan Penambahan Beberapa Variasi Ragi Roti
Lampiran I. Alat dan Bahan yang Digunakan Dalam Penelitian 46
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Budidaya perikanan merupakan salah satu sumber devisa Negara yang cukup besar
dan menjanjikan. Pemerintah Indonesia telah melaksanakan pembangunan di bidang
sub sektor perikanan, yaitu dengan pengembangan budidaya ikan air tawar, air payau,
maupun laut. Kondisi perikanan di Indonesia mengalami penurunan dari tahun
ketahun (Kurnia, 2006).
Saat ini budidaya perikanan mengalami kendala dalam perkembangannya,
terutama dalam usaha pembenihan ikan (Priyambodo, 2001). Permasalahan yang
sering dihadapi adalah tingginya tingkat kematian dari larva ikan. Hal ini umumnya
disebabkan karena kekurangan makanan pada saat kritis, yaitu pada masa penggantian
dari makanan kuning telur ke makanan lain. Untuk mengatasi tingginya kematian ikan
pada stadia larva ini perlu disediakan makanan yang sesuai bagi larva ikan (Haris,
1983). Menurut Mujiman (1998) agar benih ikan yang dipelihara dapat tumbuh sehat
dan bertahan hidup hingga dewasa harus diberi pakan alami. Salah satu jenis pakan
alami yang banyak digunakan dalam usaha budidaya ikan adalah Rotifera terutama
dari jenis Brachionus plicatilis (Dahril, 1996).
Pertumbuhan Brachionus plicatilis sangat tergantung pada suplai pakannya,
salah satu sumber pakan bagi Brachionus plicatilis yaitu kotoran ternak dan beberapa
pupuk organik (Saifannur, 2008). Selain itu sumber pakan lain Brachionus plicatilis
adalah jasad-jasad renik yang lebih kecil darinya antara lain ganggang renik, ragi,
Menurut Diani (1995), usaha pembenihan ikan, rotifera sangat perlu
diperhatikan untuk pakan awal larva yang baru menetes dan bahkan selama
pemeliharaan pra larva hingga mencapai benih. Brachionus plicatilis merupakan
organisme dari golongan zooplankton dan jasad pakan penting bagi jenis ikan di
semua perairan. Rotifera dapat tumbuh dengan baik jika diberikan nutrisi yang baik
untuk pertumbuhannya, seperti pupuk kotoran ternak, pupuk lain seperti TSP dan
Urea serta dapat pula digunakan penambahan ragi roti untuk meningkatkan
pertumbuhan rotifera tersebut.
Rotifera Brachionus plicatilis dapat tumbuh dengan baik jika dipelihara
bersamaan dengan Chlorella sp. yang ditumbuhkan dengan beberapa jenis pupuk. Jadi
pupuk diberikan untuk memberikan nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan
fitoplankton yang merupakan makanan Rotifera Brachionus plicatilis. Dengan
menggunakan pupuk kotoran ayam akan dihasilkan kepadatan Chlorella sp. yang
paling tinggi dibandingkan dengan pupuk kotoran ternak lainnya, hal ini dikarenakan
tinggi dan lengkapnya kandungan unsur hara kotoran ayam tersebut (Balai Penelitian
& Pengembangan Budidaya Laut, 1985).
Ragi roti merupakan salah satu substrat organik yang potensial dalam
meningkatkan pertumbuhan Brachionus plicatilis. Ragi roti adalah sumber pakan yang
berasal dari jamur kelompok yeast. Ragi roti memiliki kandungan karbohidrat dan
protein yang tinggi yang sangat baik bagi laju pertumbuhan Brachionus plicatilis
(Roosharoe, 2006). Berdasarkan uraian diatas maka perlu diketahui seberapa besar
pengaruh penambahan ragi roti terhadap laju pertumbuhan Brachionus plicatilis pada
media kombinasi kotoran ayam dan beberapa pupuk organik. Ragi roti juga berperan
didalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang terdapat didalam saluran
pencernaan dari Brachionus plicatilis, selain itu ragi roti juga mampu mendetoksikasi
1.2Permasalahan
Telah cukup banyak penelitian yang dilakukan tentang laju pertumbuhan Brachionus
plicatilis, namun belum diketahui pengaruh penambahan ragi roti, pada media
kombinasi kotoran ayam, pupuk Urea dan TSP terhadap laju pertumbuhan populasi
Brachionus plicatilis.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan laju pertumbuhan populasi
Brachionus plicatilis dengan diberikan perlakuan penambahan ragi roti pada media
kombinasi kotoran ayam, pupuk Urea dan Triple Superposfat (TSP)
1.4 Hipotesis Penelitian
Penambahan ragi roti pada media kombinasi kotoran ayam, pupuk Urea dan
TSP menentukan laju pertumbuhan populasi Brachionus plicatilis.
1.5 Manfaat Penelitian:
Hasil penelitian yang didapatkan diharapkan dapat bermanfaat sebagai:
a. Bahan informasi bagi instansi terkait yang membutuhkan teknik penyediaan pakan
alami.
b. Bahan informasi dalam memanfaatkan kotoran ayam untuk pembudayaan pakan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Brachionus plicatilis O. F. Muller
Brachionus plicatilis merupakan organisme eukariot akuatik yang termasuk ke dalam
zooplankton yang bersifat filter feeder yaitu mengambil makannya dengan cara
menyaring partikel dari media tempat hidupnya. Zooplankton dari genera Brachionus
ini mempunyai variasi ukuran tubuh, yaitu antara 50-300 mikron. Ukuran tubuh yang
bervariasi ini juga dibedakan berdasarkan tipe, yaitu untuk yang berukuran besar
(230-400 mikron) digolongkan kedalam tipe L, sedangkan yang berukuran kecil (50-220
mikron) digolongkan kedalam tipe S (Djarijah, 1995). Selanjutnya Hyman (1951),
menjelaskan bahwa tubuh umumnya tidak bewarna atau transparan, mempunyai indra
seperti bintik mata.
Tubuh terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala, badan dan kaki atau ekor
(Gambar 2.1). Pada bagian kepala terdapat enam buah duri, diantaranya terdapat
sepasang duri yang panjang dibagian tengah. Ujung bagian depan dilengkapi dengan
gelang-gelang silia yang kelihatan seperti spiral, disebut dengan korona yang
berfungsi untuk memasukkan makanan ke dalam mulut (Isnansetyo & Kurniastuty,
1995).
Antara jenis jantan dan betina terdapat perbedaan bentuk yang menyolok.
Secara umum yang jantan mempunyai bentuk tubuh yang jauh lebih kecil daripada
yang betina dan muncul pada masa-masa tertentu saja, sedangkan yang betina
memiliki ukuran tubuh lebih besar hampir setiap saat selalu berkembang biak secara
partenogenesis (tanpa kawin). Bahkan banyak diantara jenisnya yang tidak dikenal
pejantannya. B. plicatilis hidup antara 12-19 hari. Selama itu B. plicatilis dapat
Gambar 2.1 Bentuk Morfologi Brachionus plicatilis (A. Betina ; B. Jantan).
Sel tubuh Rotifera B. plicatilis tersusun sebagai jaringan tubuh yang
membentuk sistem organ yang umumnya masih sangat sederhana. Sistem pencernaan
dimulai dari mulut yang dekat dengan korona. Di bagian belakang mulut terdapat
faring yang disebut mastax. Kerongkongannya pendek, yaitu yang menghubungkan
antara mastax dengan lambung (Djuhanda, 1980).
2.2 Klasifikasi Brachionus plicatilis
Menurut Isnansetyo & Kurniastuty (1995) Brachionus plicatilis merupakan salah satu
Rotifera yang diklasifikasikan berdasarkan tingkat hirarkinya sebagai berikut :
Filum : Trochelmintes
Kelas : Rotifera
Ordo : Monogonata
Subordo : Ploima
Famili : Brachioninae
Genus : Brachionus
Spesies : Brachionus plicatilis O. F. Muller
Selain B. Plicatilis ada 34 jenis rotifera lainnya antara lain: Brachionus
Brachionus legdigi, Brachionus Quandridentatus, Brachionus Rubens, Brachionus
Punctatus, Brachionus pala, Brachionus Mollis (Isnansetyo & Kurniastuty, 1995;
Mujiman, 1998). Beberapa spesies diantaranya ditemukan di Jepang, yaitu :
Brachionus budapestinensis, Brachionus dimidiatus, Brachionus diversicornus,
Brachionus falcatus, Brachionus forficula, Brachionus plicatilis, Brachionus rubens
(Dahril, 1996).
2.3 Reproduksi Brachionus plicatilis
B. plicatilis merupakan organisme yang memiliki organ kelamin terpisah, dan dapat
bereproduksi secara aseksual dengan partenogenesis, yaitu menghasilkan telur tanpa
terjadi pembuahan dan individu baru yang dihasilkan bersifat diploid (Isnansetyo &
Kurniastuty, 1995). Djuhanda (1980), menyatakan bahwa B. plicatilis juga dapat
bereproduksi secara seksual. B. plicatilis betina memiliki organ reproduksi yang
terdiri dari ovarium, yolk gland, dan oviduct. Pada jantan terdiri dari satu testis yang
dihubungkan oleh saluran sperma ke penis.
Bahan kimia merupakan suatu bahan yang sangat spesifik yang digunakan oleh
mikroorganisme invertebrata dalam melakukan komunikasi sesamanya (Larsson &
Dodson, 1933 & Snell, 1998). Sebagai contoh adanya suatu zat yang disebut dengan
pheromon untuk mengenal lawan jenisnya (Miyake & Bayer 1974; Stanhope et al,
1992; Snell et al, 1993).
Bahan kimia dijadikan sebagai suatu indikator untuk mengetahui kepadatan
suatu populasi, serta dapat menyediakan informasi tentang ada tidaknya kegiatan
reproduksi dalam populasi tersebut dan dapat juga digunakan untuk mengetahui jenis
dari suatu invertebrata dan bahan kimia ini sering juga dijumpai pada keadaan suatu
individu melakukan suatu reproduksi. Kemampuan untuk mengubah jenis bahan kimia
yang dihasilkan oleh zooplankton telah banyak dilakukan oleh para peneliti (Kleiven
Pada rotifera jenis Brachionus plicatilis, bahan kimia yang terdapat di dalam
tubuhnya menentukan jenis kelamin dari organisme tersebut. Brachionus plicatilis
mampu beradaptasi dalam siklus hidupnya. Brachionus plicatilis memiliki siklus
hidup phartenogenesis yaitu bertelur tanpa kawin (Snell et al, 1993).
Sistem reproduksi dari betina yang amiktik dalam keadaan kondisi lingkungan
yang tidak menguntungkan dapat menghasilkan individu baru dalam jumlah yang
besar, reproduksi seksualnya terjadi apabila kondisi lingkungannya mendukung.
Keuntungan lainnya dari reproduksi seksual ini yaitu mampu menghasilkan individu
dari jenis jantan dan betina, sehingga terjadi variasi genetik (West et al, 1999).
Reproduksi seksual terjadi apabila ada betina miktik (Wallace & Snell, 2001).
Jika betina miktik tidak melakukan fertilisasi maka akan menghasilkan
individu jantan atau haploid. Bagaimanapun, jika betina miktik melakukan reproduksi
maka betina amiktik mampu menghasilkan telur yang biasa berdomansi hingga
beberapa tahun. Faktor biotik dan abiotik yang dapat menyebabkan suatu betina
menjadi amiktik yang telah dipelajari oleh beberapa ahli rotifera. Sejauh ini
satu-satunya bahan kimia yang menyebabkan suatu betina menjadi amiktik adalah
Alpha-rocopherol yang terdapat pada genus Asplanchna (Gilbert 1980). Induksi dari betina
miktik dari jenis Brachionus bergantung pada kepadatan organisme tersebut
(Gilbert, 1977).
Pada populasi yang rendah banyak dijumpai yang amiktik. Pada keadaan
dimana lingkungan yang tidak mendukung walaupun populasi sedang meningkat,
betina miktik tidak akan melakukan reproduksi secara seksual (Gilbert, 1977). Dia
mengeluarkan suatu hipotesis yaitu adanya suatu bahan kimia yang dikeluarkan oleh
Brachionus. Hipotesa Gilbert tersebut berdasarkan pada eksperimen rotifera air tawar
Brachionus plicatilis. Dia menunjukkan bukti bahwa individu betina yang kultur pada
volume yang kecil akan menginduksi keturunannya sehingga menghasilkan individu
yang miktik. Sistem individu sendiri ini juga terdapat pada jenis Brachionus yang
lainnya (Hino & Hirano 1976; Carmona et al. 1993). Sebuah eksperimen tambahan
betina miktik yang tinggi dari Brachionus plicatilis dapat terjadi karena adanya
pergantian dari medium kultur.
2.4 Daur Hidup Brachionus plicatilis
Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut (1985), menjelaskan bahwa daur
hidup B. plicatilis bersifat unik, dimana dalam keadaan normal, B. plicatilis
berkembang secara parthenogenesis (bertelur tanpa kawin). B. plicatilis betina yang
amiktik akan menghasilkan telur yang akan berkembang menjadi betina– amiktik
pula. Namun dalam keadaan yang tidak normal, misalnya terjadi perubahan salinitas,
suhu air, intensitas cahaya dan kualitas pakan maka telur B. plicatilis betina- amiktik
tadi dapat menetas menjadi betina-miktik. Betina-miktik ini kemudian akan
menghasilkan telur yang kemudian akan berkembang menjadi hewan jantan. Bila B.
plicatilis jantan dan betina-miktik tersebut kawin, maka betina-miktik akan
menghasilkan telur-kista (dormant egg) yang tahan terhadap kondisi perairan yang
jelek dan tahan terhadap kekeringan. Telur kista ini akan dapat menetas lagi bila
keadaan perairan telah menjadi normal kembali.
Brachionus plicatilis memiliki telur yang bersifat istirahat, telur ini dihasilkan
oleh betina-miktik, dan akan menetas menjadi betina-amiktik dan antara betina miktik
dan amiktik tidak dapat dibedakan secara eksternal (Isnansetyo & Kurniastuty, 1995).
Selanjutnya Mujiman (1998), mengatakan bahwa B. plicatilis yang jantan hanya
muncul pada saat-saat tertentu saja sehingga yang betina hampir selamanya
berkembang biak secara parthenogenesis (tanpa kawin) dan dalam banyak hal yang
jantan jarang sekali muncul, bahkan banyak diantara jenisnya tidak dikenal
pejantannya. Untuk lebih jelasnya siklus hidup Rotifera B. plicatilis dapat dilihat pada
Gambar 2.2 siklus hidup Rotifera
2.5 Peranan Pupuk dalam Pembudidayaan Brachionus plicatilis
Rotifera Brachionus plicatilis dapat tumbuh dengan baik jika dipelihara bersamaan
dengan Chlorella sp. yang ditumbuhkan dengan beberapa jenis pupuk. Jadi pupuk
diberikan untuk memberikan nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan fitoplankton
yang merupakan makanan Rotifera Brachionus plicatilis. Dengan menggunakan
pupuk kotoran ayam akan dihasilkan kepadatan Chlorella sp. yang paling tinggi
dibandingkan dengan pupuk kotoran ternak lainnya, hal ini dikarenakan tinggi dan
lengkapnya kandungan unsur hara kotoran ayam tersebut (Balai Penelitian &
Pengembangan Budidaya Laut, 1985).
Kadarini (1997) mengatakan bahwa jenis pupuk dibedakan menjadi dua
macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik atau pupuk alam
merupakan hasil akhir dari perubahan atau peruraian sisa-sisa (serasah) tanaman dan
anorganik atau pupuk buatan, yaitu pupuk yang merupakan hasil industri
pabrik-pabrik pembuat pupuk misalnya pupuk Urea, TSP, Diamonium Phospat (DAP) dan
sebagainya.
Saifuddin (1985) dan Setyamidjaja (1986) mengatakan bahwa pemakaian
pupuk organik yaitu kotoran ternak dapat merangsang pertumbuhan populasi
mikroorganisme. Selanjutnya Sutejo (1995) dan Mujiman (1998) juga mejelaskan
bahwa kotoran ternak terutama kotoran ayam merupakan pupuk organik yang banyak
dimanfaatkan dalam usaha bercocok tanam dan pada masa kini banyak dimanfaatkan
juga dalam usaha perkembangan perikanan, misalnya digunakan dalam
pembudidayaan pakan alami ikan, yaitu Brachionus plicatilis.
Dari hasil penelitian Sachlan (1980) menunjukkan bahwa Rotifera dapat
tumbuh banyak jika kolam dipupuk dengan pupuk kandang. Kemudian Setyamidjaja
(1986) dan Hardjowigeno (1987) mengatakan bahwa pupuk kotoran ayam mempunyai
kandungan unsur hara yang cukup tinggi, karena bagian yang padat bercampur dengan
bagian yang cair (urine). Selain itu pupuk kotoran ayam adalah pupuk yang lengkap
karena mengandung hampir semua unsur hara yang bekerja secara perlahan-lahan
dalam jangka waktu yang lama (Rafnida, 1986). Bahkan dari hasil penelitian
Anindiastuti (1989), menunjukkan bahwa pemupukan dengan menggunakan kotoran
ayam cendrung memberikan kandungan unsur hara yang lebih lengkap sehingga
meningkatkan produktivitas primer perairan.
Menurut Lingga dan Sutejo (1995) pupuk yang banyak digunakan baik dalam
usaha pembudidayaan tanaman maupun perikanan adalah pupuk Urea dan TSP,
karena kandungan unsur hara kedua pupuk ini tinggi dan termasuk pupuk tunggal
yaitu pupuk yang hanya mengandung satu macam unsur saja, dimana pupuk Urea
hanya mengandung nitrogen dan pupuk TSP hanya mengandung fosfor. Adapun
komposisi mineral dan kandungan air dari kotoran ayam dibandingkan dengan kotoran
Tabel 2.1 Komposisi Mineral dan Kandungan Air Beberapa Jenis Kotoran Ternak dan Unggas
Jenis Ternak Nitrogen(%) Fosfor(%) Kalium(%) Air(%)
Kuda
Menurut Dahril (1996), fitoplankton secara umum dapat mempengaruhi
pertumbuhan Rotifera, karena dengan meningkatnya jumlah fitoplankton di suatu
perairan maka akan meningkatkan pula pertumbuhan Rotifera Brachionus plicatilis
tersebut. Unsur hara esensial yang harus ada di perairan dan merupakan faktor
pembatas untuk pertumbuhan fitoplankton adalah unsur phospat dan nitrogen.
Berdasarkan kandungan unsur hara, pupuk urea dan TSP termasuk pupuk
tunggal, karena hanya mengandung satu macam unsur hara. Urea hanya mengandung
N sedangkan TSP hanya mengandung P. Pupuk Urea dan TSP termasuk pupuk buatan
(pupuk anorganik) yang berkadar hara tinggi (Sutejo, 1995). Urea terbuat dari gas
amoniak dan gas asam arang yang mengandung zat N 46%. TSP berupa bubuk
berwarna abu-abu dan mengandung zat P 14-20% (Lingga, 1995). Berikut
Tabel 2.2 Beberapa Jenis Pupuk Nitrogen dan Fosfor Beserta Kadar Haranya
Jenis Pupuk Kadar N (%) Kadar P (%)
Zwavelzure ammoniak 20-21 -
Urea 46 -
Chilisalpeter 14-16 -
Natronsalpeter 16
Kalkammonsalpeter 20 -
Kalkstikastof 20-21 -
Superposfat/ Enkel uperposfat (ES) - 18-20
Dubble Superposfat (DS) - 36-40
Triple Superposfat (TSP) - 48-54
Posfat Cirebon - 25-28
Fused Magnesium posfat (EMP) - 19
Sumber: Lingga (1995)
2.6 Peranan Ragi roti bagi Brachionus plicatilis
Ragi atau dikenal juga dengan sebutan 'Yeast' merupakan semacam tumbuh-tumbuhan
bersel satu yang tergolong dalam keluarga cendawan. Ragi roti dapat membantu
penguraian karbohidrat di dalam saluran pencernaan juga merangsang kerja dari
amilase dan sebagai protein sehingga akan memperkaya kandungan protein dari
Brachionus plicatilis. Ragi roti juga berperan sebagai probiotik dan dapat menurunkan
kontaminasi aflatoksin pada pakan (Wanasuria, 1993).
Ragi roti atau jamur Saccharomyces cerevisae merupakan mikroorganisme
aman (Generally Regarded as Safe). Tentu saja kegunaan mikroorganisme ini pun
menjadi semakin penting di dunia industri fermentasi dan pakan ikan. Saat ini
S. cerevisiae tidak saja digunakan dalam bidang fermentasi tradisional, tetapi saat ini
penggunaan ragi roti telah merambah sektor-sektor komersial yang penting, termasuk
makanan, minuman, biofuel, kimia, industri enzim, pharmaceutical, agrikultur, dan
lingkungan (Setiawan & Rodif, 1991).
Ragi yang mengandung probiotik yang berperan dalam pertumbuhan larva
ikan. Pemilihan mikroba untuk probiotik terutama didasarkan pada kemampuannya
juga harus terpenuhi yaitu non-patogenik, efektif diterapkan pada berbagai kondisi
lingkungan dan dapat hidup dalam berbagai bentuk preparasi, misalnya dalam
suspensi, dicampur makanan, freezedried (Wallace & Snell, 2001).
Ragi juga berfungsi sebagai Probiotik yang menguntungkan karena
menghambat pembentukan floramikroba yang merugikan melalui penghambatan
dalam kolonisasi di saluran pencernaan. Selain itu juga menghasilkan senyawa
antimikroba dan berkompetisi dengan mikroba patogen dalam mendapatkan nutrisi
dan situs pelekatan, meningkatkan nilai gizi pakan melalui pengkayaan vitamin,
mendetoksikasi toksin atau faktor antinutrisi dan berperan dalam pencernaan materi
pakan (Wanasuria, 1993).
Penyiapan sel-sel mikroba probiotik untuk pakan umumnya dilakukan dengan
sejumlah cara seperti dicampur sebagai sel segar atau hidup, sel hidup dalam suspensi
garam fisiologis, dalam bentuk sel terliofilisasi dan melalui perantaraan organisme
lain seperti rotifera. Kandungan ragi roti umumnya terdiri dari kelompok yeast dari
jenis Saccharomyces cerevisiae. Saccharomyces cerevisiae mengandung xeaxanthin
dan Phaffia rhodozyma, serta ƒÒ-glucan S. cerevisiae, yang telah digunakan untuk
meningkatkan ketahanan larva (Yoshinaga et al, 1999).
Ragi roti merupakan salah satu substrat organik yang potensial dalam
meningkatkan pertumbuhan Brachionus plicatilis. Ragi roti adalah sumber pakan yang
berasal dari jamur kelompok yeast. Ragi roti memiliki kandungan karbohidrat dan
protein yang tinggi yang sangat baik bagi laju pertumbuhan Brachionus plicatilis
(Roosharoe, 2006). Berdasarkan uraian diatas maka perlu diketahui seberapa besar
pengaruh penambahan ragi roti terhadap laju pertumbuhan Brachionus plicatilis pada
media kombinasi kotoran ayam dan beberapa pupuk organik.
Ragi roti terdiri dari 2 jenis yang ada dipasaran yaitu ragi padat dan ragi
kering. Jenis ragi kering ini ada yang berbentuk butiran kecil-kecil dan ada juga yang
berupa bubuk halus. Jenis ragi yang butirannya halus dan berwarna kecokelatan ini
praktis dalam penggunaannya. Aroma yang dihasilkannya pun tidak terlalu cocok
karena memang khusus untuk pembuatan roti (Roosharoe, 2006).
Dalam keadaan tidak terpakai, ragi membutuhkan suasana hangat agar sel-sel
nabatinya tetap hidup untuk mengaktifkan kerjanya. Maka ragi-ragi ini memerlukan
penyimpanan yang teliti. Ragi kering yang terbentuk seperti butiran halus ini
umumnya terbungkus dalam kemasan timah yang mengandung nitrogen agar tetap
awet. Suhu ideal untuk menyimpan ragi kering agar awet dalam jangka waktu yang
BAB 3
BAHAN DAN METODA
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 di Laboratorium
Sistematika Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.
3.2Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode eksperimen dengan
analisis rancangan acak lengkap (RAL) non faktorial dengan 4 perlakuan media dan 6
ulangan, sebagai berikut.
M0 =200 mg/2l Kotoran ayam + 4 mg/2l Urea + 3.0 mg/2l pupuk TSP (Tanpa
pemberian Ragi roti)
M1 = 200 mg/2l Kotoran ayam + 4 mg/2l Urea + 3.0 mg/2l pupuk TSP + 0.15 g Ragi
roti
M2 = 200 mg/2l Kotoran ayam + 4 mg/2l Urea + 3.0 mg/2l pupuk TSP + 0.30 g Ragi
roti
M3 = 200 mg/2l Kotoran ayam + 4 mg/2l Urea + 3.0 mg/2l pupuk TSP + 0.45 g Ragi
a. Perlakuan Media
Media pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah campuran kotoran ayam
yang telah dikeringkan terlebih dahulu di bawah sinar matahari dengan pupuk TSP
dan Urea. Kotoran ayam yang telah kering dan pupuk TSP & Urea dihaluskan, serta
dilakukan penambahan beberapa variasi ragi roti. Kotoran ayam yang telah
dikeringkan dihaluskan dan diayak, selanjutnya ditimbang sesuai komposisi
masing-masing perlakuan.
Komposisi media tersebut berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah
dilakukan oleh Sihombing (2009). Media pakan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah media terbaik dari hasil penelitian tersebut. Menurut Wanasuria (1993), ragi
roti dengan konsentrasi 0,45 g merupakan komsentrasi standar untuk meningkatkan
laju pertumbuhan populasi rotifera
b. Perlakuan Waktu Pengamatan
Pengamatan dan penghitungan laju pertumbuhan populasi dilakukan dua hari sekali
hari selama 16 hari atau (8x pengamatan) dimana pada masing-masing media
perlakuan dilakukan ulangan sebanyak 6 kali.
H1 = hari ke-2
H2 = hari ke-4
H3 = hari ke-6
H4 = hari ke-8
H5 = hari ke-10
H6 = hari ke-12
H7 = hari ke-14
H8 = hari ke-16
Hal ini berdasarkan lama hidup Brachionus plicatilis, yaitu selama 12-19 hari
(Hyman, 1951).
Masing-masing media pakan yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam kain
cara menggantungkan/mencelupkan di bawah permukaan air media, kemudian
masing-masing botol perlakuan ditutup dengan kain kasa/strimin untuk mencegah
masuknya serangga atau hewan lain, dan dibiarkan selam 7 hari. Shasmand (1986)
menjelaskan dengan melakukan pemupukan berarti akan merubah konsentrasi zat hara
sehingga akan mempengaruhi Zooplankton, dalam hal ini B. plicatilis. Selanjutnya
Mujiman (1998) juga menjelaskan tujuan pemupukan pada media kultur B. plicatilis
adalah untuk menumbuhkan jasad-jasad renik yang merupakan makanan B.plicatilis.
Setelah 7 hari dimasukkan bibit B.plicatilis dari akuarium ke dalam
masing-masing media perlakuan sebanyak 25 individu. Kemudian toples media ditutup
kembali dengan kain kasa. Salinitas media dipertahankan antara 25-26 0/00, pH antara
7,5-8,5 dan DO > 1,5 mg/l. Selanjutnya toples media pada rak lemari yang tertutup
dan lampu TL 20 watt dengan jarak dari permukaan botol media perlakuan sekitar 20
cm.
Pada penelitian yang telah dilakukan kondisi sifat fisik dan kimia air media
seperti suhu, pH, DO dan salinitas diperiksa 3 kali dalam 16 hari, yaitu pada hari ke 4,
9 dan 13. Untuk suhu diukur dengan alat termometer, pH diukur dengan pH meter,
salinitas diukur dengan refraktometer dan kadar DO diukur dengan oximeter.
Selanjutnya media perlakuan diberi aerasi setiap hari selama 3 menit dengan
menggunakan aerator supaya kandungan O2 terlarut tidak terlalu rendah.
c. Perlakuan Penambahan Ragi Roti
Perlakuan penambahan ragi roti dilakukan setelah dimasukkan Brachionus
plicatilis ke dalam toples dan dilakukan penambahan ragi roti kembali setiap 2 hari
sekali.
3.3 Persiapan Bibit Brachionus plicatilis
Brachionus plicatilis yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari
dengan menggunakan plankton net dan dimasukkan ke dalam ember bervolume 10
liter. Kemudian dibawa ke Laboratorium untuk diaklimasi dan diperlakukan.
3.4 Persiapan Media Aklimasi
Air yang digunakan untuk aklimasi diperoleh dari air kolam Perpustakaan Universitas
Sumetera Utara Medan yang telah disaring dengan menggunakan plankton net
bermata saring 15 mikron. Air kolam tersebut dimasukkan ke dalam akuarium
bervolume 50 liter serta ditambahkan NaCl sebanyak 1.250 mg/50 l dan diaduk
hingga NaCl larut. Kemudian media yang terdiri dari 5000 mg/50 l kotoran ayam +
100 mg/50 l pupuk Urea + 75 mg/50 l pupuk TSP dimasukkan ke dalam kain strimin
dan dicelupkan ke dalam akuarium untuk menumbuhkan jasad-jasad renik sebagai
bahan makanan Brachionus plicatilis selama seminggu.
Selanjutnya dimasukkan bibit Brachionus plicatilis sebangak 600 individu/50
liter untuk diaklimasikan selama seminggu. Akuarium diletakkan di bawah lampu 20
Watt dengan jarak ± 20 cm dan aerasi dilakukan setiap hari.
3.5 Pengamatan Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis O. F. Muller
Pengamatan dan penghitungan laju pertumbuhan populasi dilakukan dua hari sekali
seperti yang telah dijelaskan pada perlakuan waktu pengamatan. Brachionus plicatilis
diambil dari masing-masing media perlakuan dengan menggunakan pipet serologi 10
ml. Sebelum dilakukan pengambilan, air media terlebih dahulu diaduk perlahan-lahan
dengan batang pengaduk kaca supaya Brachionus plicatilis tersebar merata sehingga
dapat mewakili semua Brachionus plicatilis yang terdapat di dalam media. Kemudian
Brachionus plicatilis diambil dengan pipet serologi.
Brachionus plicatilis yang terdapat di dalam pipet serologi diterawangkan
pada sinar lampu kemudian dihitung jumlahnya dengan kasat mata. Cara ini sesuai
serta Isnansetyo dan Kurniastuti (1985). Penghitungan pertumbuhan populasi
dilakukan sebanyak 6 kali sebagai ulangan untuk masing-masing media perlakuan.
Setelah dilakukan penghitungan maka Brachionus plicatilis dimasukkan kembali ke
dalam toples. Pengamatan ini dilakukan sampai dengan pengamatan hari ke-16.
3.6Analisis Data
Setiap pengamatan/penelitian selesai dilakukan penghitungan jumlah populasi
Brachionus plicatilis, selanjutnya dianalisis dengan menggunakan rumus menurut
Fogg (1975), sebagai berikut:
K =
t No
Nt ln
ln −
Dimana: K = Laju pertumbuhan jumlah populasi Brachionus plicatilis per hari
Nt = Jumlah populasi Brachionus plicatilis setelah t hari
No = Jumlah populasi awal Brachionus plicatilis
t = Waktu pengamatan (hari)
Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan menggunakan Analisis of
Variance (Anova), sedangkan menguji beda antara perlakuan dilakukan dengan uji
beda rata-rata duncan (DNMRT) dan untuk mengetahui pengaruh perlakuan media
terhadap laju pertumbuhan Brachionus plicatilis dilakukan uji regresi (Steel & Torrie,
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Rata-rata Pertambahan Jumlah Induividu Brachionus plicatilis
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap perbandingan laju pertumbuhan
populasi Brachionus plicatilis pada media kombinasi dengan penambahan beberapa
variasi ragi roti, didapatkan rata-rata pertambahan jumlah individu Brachionus
plicatilis seperti terlihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.1 Rata-Rata Pertambahan Jumlah Individu Brachionus plicatilis (ind/ml) pada Media Kombinasi Dengan Penambahan Beberapa Variasi Ragi Roti
Waktu pengamatan
Media dan Rata-rata Pertambahan Individu
M0 M1 M2 M3
Hari ke-0 0,0125 0,0125 0,0125 0,0125 Hari ke-2 2,3055 1,9731 8,1110 4,8332
Hari ke-4 1,0833 3,0277 5,4772 2,0227
Hari ke-6 2,3888 5,3610 7,6666 1,8444
Hari ke-8 2,8610 6,0555 13,9443 2,3888 Hari ke-10 1,7220 5,4166 12,8055 2,0555
Hari ke-12 1,9722 3,5833 9,2222 1,2499
Hari ke-14 0,3333 0,8055 2,7749 0,3333 Hari ke-16 0,1666 0,3333 0,8610 0,1666
Total 12,8452 26,5685 60,8752 14,9069 Rata-rata 1,4272 2,9520 6,7639 1,6563 Keterangan : M0 = 200 mg/2 l kotoran ayam + 4mg/2 l Urea + 3 mg/2 l TSP (kontrol)
M1 = 200 mg/2 l kotoran ayam + 4mg/2 l Urea + 3 mg/2 l TSP + 0,15 g ragi roti M2 = 200 mg/2 l kotoran ayam + 4mg/2 l Urea + 3 mg/2 l TSP + 0,30 g ragi roti M3 = 200 mg/2 l kotoran ayam + 4mg/2 l Urea + 5 mg/2 l TSP + 0,45 g ragi roti
Dari Tabel 4.1 terlihat bahwa rata-rata pertambahan jumlah individu
media M2 sebesar 60,8752, diikuti oleh media M1 sebesar 26,5685, kemudian media
M3 sebesar 14,9069, dan yang terendah terdapat pada media M0 sebesar 12,8452.
Tingginya rata-rata pertambahan individu pada media M2 disebabkan oleh sesuainya
kombinasi pemberian ragi roti (0,30 g) pada media ini, sehingga tersedianya nutrisi
pada media ini yang lebih baik untuk pertambahan jumlah individu Brahionus
plicatilis.
Menurut Dahril (1996), bahwa kondisi media yang baik dan tersedianya nutrisi
yang mencukupi dalam media kultur dapat menyebabkan terjadinya pertambahan
populasi Brachionus plicatilis dengan cepat, tetapi juga akan mengalami penurunan
yang cepat pula bila kondisi media dan nutrisi tidak lagi dapat mendukung
kehidupannya. Selanjutnya Shasmand (1986) menyatakan bahwa dalam mengkultur
Brachionus plicatilis pemberian pupuk Urea dan TSP yang seimbang sangat
menentukan terhadap pertumbuhan fitoplankton sebagai sumber bahan makanan dari
Brachionus plicatilis, keadaan ini disebabkan karena pupuk urea dengan kandungan
unsur N sekitar 46% dan pupuk TSP dengan kandungan unsur P sekitar 14-20% dapat
meningkatkan metabolisme fitoplankton, sehingga berkembang biak dengan baik.
Pertambahan jumlah individu Brachionus plicatilis yang paling rendah
didapatkan adalah pada media M3 dengan penambahan ragi roti sebanyak 0,45 g,
yaitu sebanyak 14,9069 ind/mg, dan sedikit lebih tinggi dari pada media M0. Keadaan
ini disebabkan karena pemberian ragi roti sebanyak 0,45 g kurang mendukung
terhadap komposisi media sebagai nutrien. Dahril (1991) menyatakan bahwa ragi roti
memiliki kandungan alkohol yang lebih rendah dibandingkan dengan ragi tapai,
namun demikian jika penambahan dilakukan dengan komposisi yang tidak tepat atau
secara terus menerus dapat meningkatkan jumlah kandungan alkohol pada media
sehingga dapat menyebabkan penurunan rata-rata pertambahan populasi Brachionus
plicatilis.
Pada perlakuan dengan media M2, rata-rata pertambahan individu tertinggi
didapatkan pada hari ke 8 sebesar 13,9443 ind/ml, diikuti pada hari ke-10 sebesar
12,8055 ind/ml kemudian diikuti pada hari ke-12 sebesar 9,2222 ind/ml, kemudian
hari ke-8 tersebut kemungkinan disebabkan karena kandungan nutrisi pada media
merupakan kondisi lingkungan yang paling optimal dalam mendukung kehidupan dan
pertambahan individu Brachionus plicatilis, sedangkan yang terendah didapatkan
pada hari 16 sebesar 0,8610 ind/ml, keadaan ini menunjukkan bahwa pada hari
ke-16 telah terjadi penurunan ketersediaan bahan makanan yang dibutuhkan oleh
Brachionus plicatilis untuk kehidupan dan perkembangbiakannya. Menurut
Yoshinaga et al., (1999) pemberian ragi roti dengan komposisi yang tepat merupakan
sumber nutrisi bagi Brahcionus plicatilis untuk kehidupan dan perkembangbiakannya,
karena penambahan ragi roti yang tepat pada media kultur menyediakan berbagai jenis
protein, karbohidrat, dan jenis mineral. Roosharoe (2006) menjelaskan bahwa ragi roti
merupakan salah satu substrat organik yang potensial dalam meningkatkan
pertumbuhan Brachionus plicatilis, karena ragi roti adalah sumber pakan yang berasal
dari jamur kelompok yeast yang memiliki kandungan karbohidrat dan protein yang
tinggi, serta sangat baik bagi laju pertumbuhan Brachionus plicatilis.
4.2 Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis
Hasil analisis data terhadap pertambahan jumlah populasi Brachionus plicatilis yang
telah dilakukan, didapatkan laju pertumbuhan populasi Brachionus plicatilis setelah
diberikan penambahan ragi roti pada media perlakuan selama waktu pengamatan
didapatkan hasil yang cukup bervariasi seperti terlihat pada Tabel 4.2 berikut.
Tabel 4.2. Rata-rata Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis (ind x 2 x 10-3 x hari-1) pada Media Perlakuan
Waktu Pengamatan Media dan Laju Pertumbuhan
Dari Tabel 4.2. terlihat bahwa selama waktu pengamatan laju pertumbuhan
populasi Brachionus plicatilis tertinggi pada semua media didapatkan pada waktu
pengamatan hari ke-2 dan ke-4, sedangkan pada hari pengamatan ke-6 sampai ke-16
laju pertumbuhan populasinya menurun, keadaan ini menunjukkan bahwa pada hari
pengamatan ke-2 dan ke-4 bahan makanan masih tersedia yang dapat mendukung
kehidupan dan perkembangbiakan Brachionus plicatilis dengan baik, untuk lebih jelas
dapat dilihat pada Gambar 4.1. Hal ini sesuai dengan pernyataan Priyambodo (2001),
bahwa dalam mengkultur Brachionus plicatilis ketersediaan pakan sangat menentukan
terhadap laju pertumbuhan populasinya, apabila terjadi kekurangan nutrien dalam
bahan media dapat menyebabkan terjadinya penurunan laju pertumbuhannya.
0
Gambar 4.1 Grafik Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis (ind. 2 x 10-3 x hari-1) pada Media Kombinasi Dengan Penambahan
Beberapa Variasi Ragi Roti.
Dari Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa setelah pengamatan hari ke-2 terjadi
pengurangan laju pertumbuhan populasi Brachionus plicatilis secara drastis. Hal ini
disebabkan karena pada waktu pengamatan hari ke-2 terjadi laju pertumbuhan yang
sangat tinggi, keadaan ini menyebabkan berkurangnya ketersediaan bahan makanan
bagi Brachionus plicatilis pada waktu pengamatan hari-hari berikutnya.
Menurut Mujiman (1998), bahwa dalam mengkultur Brachionus plicatilis
ketersediaan pakan sangat menentukan terhadap laju pertumbuhan populasinya,
apabila terjadi kekurangan nutrisi dalam bahan media dapat menyebabkan terjadinya
penurunan laju pertumbuhan populasi Brachionus plicatilis atau bahkan mengalami
kematian secara massal. Selanjutnya juga dijelaskan bahwa bila dilakukan pemupukan
susulan setiap 5-6 hari sekali akan dapat mempertahankan kepadatan populasi
Brachionus plicatilis.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap laju pertumbuhan
populasi Brachionus plicatilis pada ke empat media dengan perlakuan penambahan
ragi roti selama waktu penelitian, setelah dianalisis secara statistik ternyata diantara
waktu pengamatan dan komposisi media yang berbeda menunjukkan perbedaan yang
sangat nyata. Oleh karena itu dilanjutkan dengan uji beda rata-rata Duncan. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.3 di bawah ini. Sedangkan untuk hubungan
antara media perlakuan dengan laju pertumbuhan Brachionus plicatilis dapat dilihat
pada grafik regresi (gambar 4.3)
Tabel 4.3 Uji Beda Rata-rata Duncan pada Media Perlakuan selama Waktu Pengamatan (Hari ke-2 sampai dengan Hari ke-16)
Keterangan: Huruf kecil pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% sedangkan huruf besar menunjukkan berbeda nyata pada taraf 1% menurut uji Duncan
Gambar 4.4 Grafik Regresi antara media perlakuan dengan laju pertumbuhan Brachionus plicatilis
Dari Tabel 4.3 dapat dilihat dari hasil analisis statistik menunjukkan bahwa
media M2 berbeda sangat nyata dengan 3 (tiga) media lainnya. Perlakuan media M0
tidak berbeda dengan perlakuan media M1. perlakuan media M3 berbeda dengan
media M0 dan M1. Hal ini menunjukkan bahwa komposisi media M2 adalah
komposisi media terbaik dan secara optimum dapat mendukung kehidupan
Brachionus plicatilis dan perkembang-biakannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Mujiman (1998), bahwa pemberian pupuk TSP (posfor) yang paling baik adalah lebih
rendah dari pemberian pupuk Urea (nitrogen), sehingga proses metabolisme dan
pertumbuhan fitoplankton yang dibutuhkan sebagai sumber bahan makanan
Brachionus plicatilis dapat berlangsung dengan baik, serta penambahan ragi roti
dengan konsentrasi yang diperlakukan yaitu 0,30 g. Menurut Lingga & Sutejo (1995),
pupuk yang banyak digunakan baik dalam usaha pembudidayaan tanaman maupun
perikanan adalah pupuk Urea dan TSP, karena kandungan unsur hara kedua pupuk ini
tinggi dan termasuk pupuk tunggal yaitu pupuk yang hanya mengandung satu macam
unsur saja, dimana pupuk Urea hanya mengandung nitrogen dan pupuk TSP hanya
mengandung fosfor.
Ragi roti merupakan salah satu substrat organik yang potensial dalam
meningkatkan pertumbuhan Brachionus plicatilis. Ragi juga berfungsi sebagai
Probiotik yang menguntungkan karena menghambat pembentukan floramikroba yang
merugikan melalui penghambatan dalam kolonisasi di saluran pencernaan. Selain itu
juga menghasilkan senyawa antimikroba dan berkompetisi dengan mikroba patogen
dalam mendapatkan nutrisi dan situs pelekatan, meningkatkan nilai gizi pakan melalui
pengkayaan vitamin, mendetoksikasi toksin atau faktor antinutrisi dan berperan dalam
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan tentang laju Pertumbuhan Populasi
Brachionus plicatilis pada Media Kombinasi Kotoran Ayam, Pupuk Urea, dan Pupuk
Tsp Serta Beberapa Penambahan Variasi Ragi Roti, dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
a. Dengan penambahan ragi roti sebanyak 0,30 g menunjukkan hasil yang paling
optimal terhadap laju pertumbuhan populasi Brachionus plicatilis
b. Rata-rata pertambahan jumlah individu Brachionus plicatilis tertinggi pada
pengamatan hari ke-8 pada media M2 sebesar 13,9443 ind/ml. Sedangkan pada
media M3 merupakan media dengan pertambahan jumlah individu terendah yaitu
sebesar 2,3888ind/ml.
c. Laju pertumbuhan pada populasi Brachionus plicatilis tertinggi terdapat pada
perlakuan media M2, yaitu sebesar 8,2335 ind. x 2 x 10-3 x hari-1, sedangkan pada
media M0 merupakan media dengan laju pertumbuhan populasi Brachionus
plicatilis terendah, yaitu sebesar 6,1278 ind. x 2 x 10-3 x hari-1.
d. Dari hasil analisis statistik menunjukkan bahwa nilai regresi yang optimal terdapat
pada media perlakuan M2 sebesar 0,5014 ind/ml, dan yang terendah terdapat pada
5.2 Saran
a. Diharapkan pada penelitian berikutnya penambahan ragi roti pada media
dilakukan setiap empat hari sekali.
b. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang laju pertumbuhan populasi
Brachionus plicatilis dengan melakukan pertambahan bahan makanan setiap
waktu pengamatan.
c. Dalam penelitian yang lebih lanjut dapat ditambahkan sumber nutrisi yang lain,
seperti Vitamin dan minyak ikan kedalam media pertumbuhan Brachionus
DAFTAR PUSTAKA
Anindiastuti, (1989). Pengaruh Kualitas dan Kuantitas Scenedesmus acuminatus Terhadap Siklus Hidup Brachionus caliciflorus pallas. Kertas Karya. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. hlm. 69 (tidak diterbitkan)
Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut ATA-192. 1985. Budidaya Rotifera (Brachionus plicatilis) O.F. Muller. Serang: Sub Balai Penelitian Budidaya Pantai Bojonegoro : hlm. 1-2.
Burns, C. W. 1995. Effects of crowding and different food levels on growth and reproductive investment of Daphnia. Oecologia. 101: pp. 234–244.
Carmona, M. J., M. Serra, & M. R. Miracle. 1993. Relationships between mixis in Brachionus plicatilis and preconditioning of culture medium by crowding. Hydrobiologia. 255/256: pp. 145–152.
Dahril, T. 1996. Biologi Rotifera dan Pemanfaatannya. Pekan Baru: Penerbit UNRI Press : hlm. 5, 14 dan 43-46.
Diani, S. 1995. Perbedaan Lama Waktu Pengkayaan Rotifera (Brachionus plicatilis) Terhadap kandungan asam lemak Rotifera Dan Pertumbuhan Serta Kelangsungan Hidup Larva Kerapu Macan (Epinephelus fucoguttatus) dalam prosiding Simposium Perikanan Indonesia I. Buku II. Bidang Budidaya Perikanan. Jakarta : Penerbit Pusat Penelitian Dan Pengembangan Perikanan. hlm. 392
Djarijah, A. B. 1995. Pakan Ikan Alami. Cetakan I. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. hlm. 12-13 ; 35–55.
Djuhanda, T. 1980. Kehidupan Dalam Setetes Air Dan Beberapa Parasit Pada Manusia. Bandung: Penerbit ITB. hlm. 29 – 36
Fogg, G. E. 1975. Algae Culture and Phytoplankton Ecologi. Second edition. University of Winconsin Press, Maddison. p. 19
Gilbert, 1977. Mictic-female production in monogonont rotifers. Arch. Hydrobiol. Beih. 8: pp. 142–155.
1980. Female polymorphism and sexual reproduction in the rotifer Asplanchna. Evolution of their relationship and control by dietary tocopherol. Am. Nat. 116: pp. 409–431.
Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. Jakarta: Medityatma Sarana Perkasa. hlm. 220
Hino, A., & R. Hirano. 1976. Ecological studies on the mechanism of bisexual reproduction in the rotifer Brachionus plicatilis I. General aspects of bisexual reproduction inducing factors. Bull. Jpn. Soc. Sci. Fish. 42: pp. 1093–1099.
Hyman, L. H. 1951. The Invertebrata : Acanthocepala, Aschelminthes and Entprocta. Volume III. New York : Mc. Graw-Hill Book Company, Inc : pp. 91-100 & 117-141.
Isnansetyo, dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton: Pakan Alami Ikan Untuk Pembenihan Organisme Laut. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. hlm. 14–15.
Kurnia, 2006. Jenis dan Cara Pemberian Pakan untuk Produksi Nener (Chanos chanos Forsskal) dalam Prosiding Simposium Perikanan Indonesia I. Buku II. Bidang Sumber Daya Perikanan dan Penangkapan. Jakarta: Penerbit Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. hlm. 190
Kadarini, T. 1997. Pupuk Anorganik Sebagai Alternatif Untuk Meningkatkan Produksi Pakan Alami Pada Budi Daya Ikan. Warta Penelitian Perikanan Indonesia. Volume III. No.3. hlm. 2
Kleiven, O. T., P. Larsson, and A. Hobaek. 1992. Sexual reproduction in Daphnia magna requires three stimuli. Oikos. 65: pp.197–206.
Larsson, P., & S. Dodson. 1993. Chemical communication in planktonic animals. Arch. Hydrobiol. 129: pp. 129–155.
Lingga, P. 1995. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Cetakan ke-10. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. hlm. 57-59
Miyake, A., & J. Beyer. 1974. Blepharmone: A conjugationinducing glycoprotein in the ciliate Blepharisma. Science. 185: pp. 621–623.
Mujiman, A. 1998. Makanan Ikan. Jakarta : Penerbit PT. Penerbar Swadaya: hlm. 14–17, 49–51.
Priyambodo, 2001. Budi Daya Pakan Alami untuk Ikan. Jakarta: Penerbit PT. Penerbar Swadaya. hlm. 28.
Rafnida, 1986. Pengaruh Pupuk Kandang Terhadap Perkembangan Populasi Moina sp. Kertas Karya. Fakultas Perikanan Universitas Riau. Pekan Baru. hlm. 38 (tidak diterbitkan)
Saifuddin. 1985. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Bandung: Pustaka Buana. hlm. 56
Saifannur, 2008. Pengaruh Pemberian Beberapa Variasi Pupuk Urea Pada Komposisi Media Kotoran Ayam Dengan Pupuk Tsp Terhadap Laju Pertumbuhan Populasi Rotifera. Skripsi S1 Biologi. FMIPA USU. Medan: Tidak dipublikasikan. hlm. 16-17
Sachlan, M. 1980. Planktonologi. Universitas Riau. hlm. 85
Setyamidjaja, D. 1986. Pupuk dan Pemupukan. Jakarta: Simplex. hlm. 122
Setiawan dan M. Rodif. 1991. Pengaruh Berbagai Peningkatan Gizi Rotifera, Brachionus plicatilis, terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Larva Ikan Kerapu Macan Epinephelus fuscoguttatus. J. panel. Budidaya pantai. Jakarta. hlm. 57-66
Shasmand, S. 1986. Pengaruh Pemupukan Triple Superphospat dan Urea Terhadap Kelimpahan dan Keanekaragaman Zooplankton Pada Kolam Yang Ditebari Ikan Mas (Cyprinus carpio L ). Pekan Baru : Kertas Karya. Fakultas Perikanan Universitas Riau: Tidak dipublikasikan. hlm. 1-5 & 30
Sihombing, D. 2009. Perbandingan Laju Pertumbuhan Populasi (Brachionus plicatilis) Setelah Diberikan Penambahan Makanan Pada Media Perlakuan. Skripsi S1 Biologi. FMIPA USU. Medan: Tidak dipublikasikan. hlm. 14-15
Steel, R. G. D.; J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik suatu Pendekatan Biometrik. Cetakan Ketiga. Jakarta: P.T. Gramedia Pustaka Utama.
Snell, T. W. 1986. Effect of temperature, salinity and food level on sexual and asexual reproduction in Brachionus plicatilis. Mar. Biol. 92: pp. 157–162.
& E. M. Boyer. 1988. Thresholds for mictic female production in the rotifer Brachionus plicatilis (Mu¨ller). J. Mar. Biol. Ecol. 124: pp. 73–85.
P. D. Morris, and G. A. Ceccine. 1993. Localization of the mate recognition pheromone in Brachionus plicatilis (O.F. Mu¨ller, Rotifera) by fluorescent labeling with lectins. J. Exp. Mar. Biol. Ecol. 165: pp. 225–235.
1998. Chemical ecology in rotifers. Hydrobiologia. 387/ 388: pp. 267–276.
Stanhope, M. J., M. M. Connelly, and B. Hartwick. 1992. Evolution of a crustacean chemical communication channel: Behavioral and ecological evidence for a habitat-modified, racespecific pheromone. J. Chem. Ecol. 18: pp. 1871–1887.
Wallace, R. L., & T. W. Snell. 2001. Phylum Rotifera, pp. 195–254. in J. H. Thorp and A. P. Covich [eds.], Ecology and classification of North American freshwater inverterbrates. Academic Press.
Wanasuria, S. 1993. Vitamin C Untuk Pakan Aquaculture. Poultry Indonesia, Jakarta. hlm. 32-34
West, S. A., C. M. Lively, & A. F. Read. 1999. A pluralist approach to sex and recombination. J. Evol. Biol. 12: pp. 1003– 1012.
Disaring
Dibungkus kain strimin
Dicelupkan NaCl
Lampiran A. Bagan Alir Persiapan Media Pakan untuk Brachionus plicatilis
Disebarkan ragi roti Air kolam
Stoples/botol
Kotoran ayam + pupuk Urea + pupuk TSP
Sumber pakan
Ditutup dengan kain kasa
Diberi cahaya 20 watt
Dibiarkan selama satu minggu
Dimasukkan bibit B. plicatilis sebanyak 25 individu
Dilakukan pengamatan dan penghitungan setiap 2 hari selama 14 hari
B. plicatilis diambil dengan pipet serologi 20 ml
Diamati dibawah sinar lampu
Dihitung B. plicatilis dengan mata telanjang
Lampiran B. Bagan alir laju Pertumbuhan Brachionus plicatilis
Disebarkan ragi roti sebanyak 0,15 g untuk perlakuan 1 , 0,30 g untuk perlakuan II, 0,45 g untuk perlakuan III dan tanpa penambahan ragi roti sebagai kontrol
Dilakukan penambahan ragi roti untuk masing- masing perlakuan setiap 2 hari sekali
Media Perlakuan
Media Perlakuan Setelah satu minggu
B. plicatilis
LAMPIRAN C. Bagan Posisi/Letak Media Perlakuan Secara Randomisasi
RAK 1 RAK 2
RAK 3 RAK 4
M0 (1) M3 (1) M1 (2)
M2 (5) M0 (5)
M1 (1)
Lampu TL 20 Watt
M3 (3) M2 (4)
M2 (6) M0 (3)
M1 (6) M3 (5)
Lampu TL 20 Watt
M1 (3) M0 (2)
M2 (2) M3 (6)
M1 (4) M3 (4)
M2 (1) M3 (2)
M1 (5) M0 (6)
M2 (3) M0 (4)
Lampiran E. Data Fisik dan Kimia Media pada Beberapa Tingkat Variasi TSP selama Waktu Pengamatan.
Suhu (0C) pH (%) Salinitas (0/00) Oksigen terlarut (mg/l)
M0 26 8,0 25,4 5,0
M1 26 7,6 25,5 5,0
M2 25 7,8 25,4 5,2
Lampiran F. Pertambahan jumlah populasi B. plicatilis (ind./ml) pada Perlakuan
selama waktu pengamatan (H= 2 hari).
Perlakuan Ulangan Waktu Pengamatan
Lampiran H. Analisis Sidik Ragam RAL Non Faktorial Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis (ind. x 2 x 10-3 x hari-1) pada Media Media
Kombinasi Kotoran Ayam, Pupuk Urea dan TSP Dengan Penambahan Beberapa Variasi Ragi Roti
KT M =
Analisis Sidik Ragam RAL Faktorial Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis (ind. x 2 x 10-3 x hari-1) pada Beberapa Tingkat Variasi Pupuk TSP pada Pengamatan Hari ke-2 sampai dengan Hari ke-8
Tabel Analisis RAL 8 X 4
Media Waktu pengamatan total
5. X1 . Y = X1 .Y – X1 Y n = 0,2044
6. X2 = X2 . Y – X2 . Y
n
= 0,3568
7. b1 = ( X22 . X1Y ) – ( X1 .X22 . X2 Y ) D
= ( 49 . 0,2044) – (15 . 0,3568) 20
= 10,0156 – 5,3520 20
= 0,2331
8. b2 = ( X12 . X2Y ) – ( X1 .X22 . X1 Y ) D
= ( 5 . 0,3568) – (15. 0,2044) 20
= 1,784 – 3,066 20 = - 0,0641
9. a = Y – (X1 . b1 ) + (X2 . b2)
= 0,8655 – (1,5 . 0,2331) + (3,5 . -0,0641) = 0,8655 – 3,496 – 0,2243
= 0,2916
Sehingga persamaan garis : Y = a + b1X – b2X2
Dan diperoleh nilai untuk masing-masing perlakuan media, yaitu :
Media Y
M0 0,7659 0,2916 M1 0,8309 0,4606 M2 1,0291 0,5014 M3 0,8364 0,4140
= 0,8655
Dan diperoleh nilai regresi dengan rumus sebagai berikut :
R2 = √ 1 – Y– ( Y– )
= √ 1 – 0,314 1,793
= √ 0,830
= 0,911
Lampiran I. Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Penelitian
Pupuk TSP Pupuk Urea
Kotoran Ayam Saccharomyces cereviseae
Lampiran J. Foto-foto pelaksanaan penelitian
Gambar 4. Media Perlakuan
Penghitungan jumlah populasi B. plicatilis dengan metode Hitung langsung.
Refraktometer Termometer