HUBUNGAN PRODUKTIVITAS PRIMER FITOPLANKTON DENGAN KONSENTRASI KLOROFIL A DAN FAKTOR FISIK KIMIA , DI DANAU LUT
TAWAR, KECAMATAN LUT TAWAR, KOTA TAKENGON, KABUPATEN ACEH TENGAH
SKRIPSI
FARIDA MARICE 060805051
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HUBUNGAN PRODUKTIVITAS PRIMER FITOPLANKTON DENGAN KONSENTRASI KLOROFIL A DAN FAKTOR FISIK KIMIA , DI DANAU LUT
TAWAR, KECAMATAN LUT TAWAR, KOTA TAKENGON, KABUPATEN ACEH TENGAH
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
FARIDA MARICE 060805051
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : HUBUNGAN PRODUKTIVITAS PRIMER
FITOPLANKTON DENGAN KONSENTRASI KLOROFIL A DAN FAKTOR FISIK KIMIA , DI
DANAU LUT TAWAR, KABUPATEN ACEH TENGAH, KECAMATAN LUT TAWAR, KOTA TAKENGON, KABUPATEN ACEH TENGAH
Kategori : SKRIPSI
Nama : FARIDA MARICE
Nomor Induk Mahasiswa : 060805051
Program Studi : SARJANA (S1) BIOLOGI
Departemen : BIOLOGI
Fakultas : FAKULTASMATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di Medan, Desember 2010 Komisi Pembimbing :
Pembimbing 2 Pembimbing1
Mayang Sari Yeanny, S.Si, M.Si Prof. DR. Ing. Ternala Alexander Barus M.Sc Nip. 197211261998032002 Nip. 195810161987031003
Diketahui/Disetujui
Departemen Biologi FMIPA USU
PERNYATAAN
HUBUNGAN PRODUKTIVITAS PRIMER FITOPLANKTON DENGAN KONSENTRASI KLOROFIL A DAN FAKTOR FISIK KIMIA , DI DANAU LUT
TAWAR, KECAMATAN LUT TAWAR, KOTA TAKENGON, KABUPATEN ACEH TENGAH
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Desember 2010
PENGHARGAAN
Pujian, penyembahan serta syukur yang tak ternilai penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena atas berkat dan kasih Nya penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian yang berjudul “HUBUNGAN PRODUKTIVITAS PRIMER FITOPLANKTON DENGAN KONSENTRASI KLOROFIL A DAN FAKTOR FISIK KIMIA , DI DANAU LUT TAWAR, KECAMATAN LUT TAWAR, KOTA TAKENGON, KABUPATEN ACEH TENGAH”, yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains di Program Studi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
Pada kesemapatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander Barus, M.Sc, dan Ibu Mayang Sari Yeanny, M. Si sebagai Dosen Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan , waktu serta perhatian selama proses penyusunan hasil penelitian ini.
Ucapan terimakasih juga ditujukan kepada Ibu Dra. Suci Rahayu, M. Si dan Masitta Tanjung, S.Si, M.Si sebagai Dosen Penguji I dan Penguji II yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyusunan hasil penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Drs. Nursal, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis dan juga Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc sebagai Ketua Departemen Biologi FMIPA USU dan Dra. Nunuk Priyani, M. Sc sebagai sekretaris Departemen Biologi FMIPA USU.
Ungkapan terima kasih yang mendalam penulis berikan kepada kedua orangtua, Ayahanda yang terkasih N. Sihite yang telah memberikan doa, nasehat, saran, motivasi dan kasih sayang, dan Ibunda yang terkasih A. Silitonga yang tidak pernah berhenti berdoa untuk anak-anaknya, yang selalu memberikan semangat, motivasi, didikan dan bimbingan serta kasih sayang yang berlimpah. Kepada kakak saya, Santa Sihite, S.S dan adik saya, Moses Sihite, penulis mengucapkan terimakasih buat semua doa, dukungan, motivasi yang diberikan kepada penulis.
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan nilai produktivitas primer dengan klorofil a dan faktor fisik kimia di Danau Lut Tawar. Produktivitas primer merupakan hasil dari proses fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan berklorofil. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009-Juli 2010. Lokasi penelitian ditentukan berdasarkan aktivitas yang bervariasi pada masing-masing lokasi penelitian. Pengukuran produktivitas primer dilakukan dengan menggunakan metode botol terang dan gelap. Konsentrasi klorofil a diukur dengan menggunakan spektrofotometer. Analisis lainnya dilakukan pengukuran faktor fisik kimia perairan seperti temperatur, pH, DO, BOD, nitrat, posfat, klorofil a, kelimpahan fitoplankton, penetrasi cahaya dan intensitas cahaya. Nilai rata-rata produktivitas primer berkisar antara 171,164 mgC/m3/hari- 320,932 mgC/m3hari dimana yang tertinggi terdapat pada stasiun I dan terendah pada stasiun III. Nilai rata-rata produktivitas primer pada masing-masing kedalaman yang paling tinggi adalah pada kedalaman 3 meter yaitu 342,327 mgC/m3/hari dan terendah adalah pada kedalaman 6 meter yaitu 192,559 mgC/m3/hari. Nilai rata-rata klorofil-a tertinggi terdapat di lokasi I yaitu 3,6480 mg/m dan paling rendah terdapat pada lokasi III yakni 1,7272 mg/m. Nilai rata-rata klorofil a pada masing-masing kedalaman yang tertinggi terdapat pada kedalaman 0 meter sebesar 3,6126 mg/m3 dan terendah pada kedalaman 6 meter sebesar 1,5561 mg/m3. Kelimpahan dan keanekaragaman fitoplankton terbesar dijumpai pada stasiun I yaitu 1518,943 ind/l dan terendah pada stasiun II yaitu 885,714 ind/l. Berdasarkan uji statistik tidak ada perbedaan yang signifikan dari nilai produktivitas primer baik antar stasiun maupun kedalaman.
ABSTRACT
The aim of this research was to investigate the relation of primary productivity value with chlorophyll a and with chemical physics factor in Lut Tawar Lake. Primary productivity was photosynthesis activity that was done by green plants. This research has been done at November 2009-July 2010. The location of this research was obtained based on variation activity of each location research. Primary productivity measuring was done by using light and dark method. The concentration of chlorophyll a was measured by spectrophotometer. The other analysis was measuring chemistry physic factors such as temperature, pH, DO, BOD, nitrate, phosphate, chlorophyll a, abundant of phytoplankton, light penetration, light intensity. The mean value primary productivity range from171,164 mgC/m3/day- 320,932 mgC/m3day with the highest value of primary productivity at first station and the lowest at the third station. The highest mean value according to depth, was at 3 meter depth with value 342,327 mgC/m3/day and the lowest was at 6 meter depth with value 192,559 mgC/m3/day. The highest mean value chlorophyll a was at first station with value 3,6480 mg/m and the lowest at third station with value 1,7272 mg/m. The highest mean value according to depth, was at 0 meter with value 3,6126 mg/m3 and the lowest was at 6 meter depth with value 1,5561 mg/m3. The biggest abundance and variance of phytoplankton was at first station with value 1518,943 ind/l and the lowest was at second station with value 885,714 ind/l. According to statistic test, obtained that there were no significant difference of primary productivity which is compared between station and depth.
Key words: primary productivity, chlorophyll a, phytoplankton.
DAFTAR ISI
Daftar Lampiran viii
Bab. 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 3
1.3 Tujuan Penelitian 4
1.4 Hipotesis 4
1.5 Manfaat Penelitian 4
Bab. 2 Bahan dan Metode
2.1 Metode Penelitian 5
2.2 Deskripsi Area 5
2.3 Alat dan Bahan 7
2.4 Pengambilan Sampel Fitoplankton 7 2.5 Pengukuran Nilai Produktivitas Primer 8 2.6 Pengukuran Konsentrasi Klorofil a 8 2.7 Pengukuran Faktor Fisik Kimia Perairan 8
2.8 Analisis Data 11
Bab. 3 Hasil dan Pembahasan
3.1 Produktivitas Primer Perairan, Klorofil dan
Kelimpahan Fitoplankton 14
3.1.1 Produktivitas Primer 15
3.1.2 Konsentrasi Klorofil-a 17 3.1.3 Kelimpahan Fitoplankton 18
3.2 Faktor Fisik Kimia Perairan 20
3.2.1 DO 21
3.2.2 BOD5 22
3.2.3 Kandungan Fosfat dan Nitrat 24
3.2.4 pH 26
3.2.5 Temperatur 27
3.2.6 Kejenuhan O2 28
3.2.7 Penetrasi Cahaya dan Intensitas Cahaya 29
3.3 Uji f 30
3.4 Analisis Korelasi 31
4.1 Kesimpulan 33
4.2 Saran 34
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul halaman
DAFTAR GRAFIK
Grafik Judul halaman
Grafik 3.2.1.1 Kadar Dissolved Oxygen (DO) pada setiap stasiun 21 Grafik 3.2.2.1 Nilai BOD5 pada setiap stasiun 23
DAFTAR TABEL
Tabel halaman
2.7.1 Alat dan satuan yang dipergunakan dalam pengukuran
faktor dan fisik kimia perairan 10
3.1.1 Nilai Produkt ivitas Primer Perairan, Klorofil dan Kelimpahan
pada Setiap Stasiun Penelitian di Danau Lut Tawar 14 3.1.2 Nilai Produktivitas Primer Perairan, Klorofil dan Kelimpahan
pada Masing-masing Kedalaman di Danau Lut Tawar 15 3.2.1 Nilai Faktor Fisik Kimia pada Setiap Stasiun Penelitian di
Danau Lut Tawar 20
3.2.2 Nilai Faktor Fisik Kimia pada Setiap Kedalaman Penelitian di
Danau Lut Tawar 20
3.3.1 Tabel Hasil Uji f Produktivitas Primer Antar Stasiun
dan Antar Kedalaman 30
3.4.1 Nilai Korelasi Antara Faktor Fisik Kimia Perairan dengan
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul halaman
Lampiran A Peta lokasi penelitian 38 Lampiran B Bagan kerja metode winkler untuk mengukur
kelarutan oksigen (DO) 39
Lampiran C Nilai oksigen terlarut maksimum (mg/l) pada
berbagai besaran temperature air 40 Lampiran D Bagan kerja metode winkler untuk mengukur BOD 41 Lampiran E Bagan kerja mengukur kandungan nitrat (NO3-) 42
Lampiran F Bagan kerja mengukur kandungan fosfat (PO4-) 43
Lampiran G Bagan kerja pengukuran konsentrasi klorofil a 44 Lampiran H Nilai pengukuran produktivitas primer 45 Lampiran I Nilai pengukuran klorofil-a 45 Lampiran J Nilai pengukuran kejenuhan O2 46
Lampiran K Contoh perhitungan 46
Lampiran L Foto lokasi penelitian 48
Lampiran M Foto alat penelitian 49
Lampiran N Kelimpahan fitoplankton 51
Lampiran O Foto hasil penelitian 53
Lampiran P Uji F 55
Lampiran Q Analisis Korelasi 56
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan nilai produktivitas primer dengan klorofil a dan faktor fisik kimia di Danau Lut Tawar. Produktivitas primer merupakan hasil dari proses fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan berklorofil. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009-Juli 2010. Lokasi penelitian ditentukan berdasarkan aktivitas yang bervariasi pada masing-masing lokasi penelitian. Pengukuran produktivitas primer dilakukan dengan menggunakan metode botol terang dan gelap. Konsentrasi klorofil a diukur dengan menggunakan spektrofotometer. Analisis lainnya dilakukan pengukuran faktor fisik kimia perairan seperti temperatur, pH, DO, BOD, nitrat, posfat, klorofil a, kelimpahan fitoplankton, penetrasi cahaya dan intensitas cahaya. Nilai rata-rata produktivitas primer berkisar antara 171,164 mgC/m3/hari- 320,932 mgC/m3hari dimana yang tertinggi terdapat pada stasiun I dan terendah pada stasiun III. Nilai rata-rata produktivitas primer pada masing-masing kedalaman yang paling tinggi adalah pada kedalaman 3 meter yaitu 342,327 mgC/m3/hari dan terendah adalah pada kedalaman 6 meter yaitu 192,559 mgC/m3/hari. Nilai rata-rata klorofil-a tertinggi terdapat di lokasi I yaitu 3,6480 mg/m dan paling rendah terdapat pada lokasi III yakni 1,7272 mg/m. Nilai rata-rata klorofil a pada masing-masing kedalaman yang tertinggi terdapat pada kedalaman 0 meter sebesar 3,6126 mg/m3 dan terendah pada kedalaman 6 meter sebesar 1,5561 mg/m3. Kelimpahan dan keanekaragaman fitoplankton terbesar dijumpai pada stasiun I yaitu 1518,943 ind/l dan terendah pada stasiun II yaitu 885,714 ind/l. Berdasarkan uji statistik tidak ada perbedaan yang signifikan dari nilai produktivitas primer baik antar stasiun maupun kedalaman.
ABSTRACT
The aim of this research was to investigate the relation of primary productivity value with chlorophyll a and with chemical physics factor in Lut Tawar Lake. Primary productivity was photosynthesis activity that was done by green plants. This research has been done at November 2009-July 2010. The location of this research was obtained based on variation activity of each location research. Primary productivity measuring was done by using light and dark method. The concentration of chlorophyll a was measured by spectrophotometer. The other analysis was measuring chemistry physic factors such as temperature, pH, DO, BOD, nitrate, phosphate, chlorophyll a, abundant of phytoplankton, light penetration, light intensity. The mean value primary productivity range from171,164 mgC/m3/day- 320,932 mgC/m3day with the highest value of primary productivity at first station and the lowest at the third station. The highest mean value according to depth, was at 3 meter depth with value 342,327 mgC/m3/day and the lowest was at 6 meter depth with value 192,559 mgC/m3/day. The highest mean value chlorophyll a was at first station with value 3,6480 mg/m and the lowest at third station with value 1,7272 mg/m. The highest mean value according to depth, was at 0 meter with value 3,6126 mg/m3 and the lowest was at 6 meter depth with value 1,5561 mg/m3. The biggest abundance and variance of phytoplankton was at first station with value 1518,943 ind/l and the lowest was at second station with value 885,714 ind/l. According to statistic test, obtained that there were no significant difference of primary productivity which is compared between station and depth.
Key words: primary productivity, chlorophyll a, phytoplankton.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Danau Lut Tawar adalah sebuah danau dan kawasan wisata di Dataran Tinggi Gayo, Takengon, Nanggroe Aceh Darussalam. Danau ini merupakan danau yang terbentuk akibat proses tektonik. Permukaan air danau terletak pada 1.250 m di atas permukaan laut. Danau ini memiliki luas 5.472 ha, dengan panjang rata-rata 17 km dan lebar rata-rata 3,219 km. Danau ini memiliki volume air 2,5 trilyun liter (2.537.483.884 m3). Danau Lut Tawar merupakan hulu dari Batang Peusangan. Keunikan dari danau ini adalah keberadaannya yang dikelilingi perbukitan. Air tawarnya menyimpan banyak flora dan fauna, salah satunya adalah ikan depik ( Rasbora leptosoma) yang merupakan spesies ikan yang hanya hidup di Danau Lut Tawar
Dalam mempelajari suatu ekosistem, perlu diketahui sumber energi ekosistem tersebut. Sumber energi dan arus energi dapat menjamin kelangsungan hidup organisme yang berada dalam suatu ekosistem tersebut. Semua organisme memerlukan energi untuk pertumbuhan, pemeliharaan, reproduksi, dan beberapa spesies untuk lokomotif/ pergerakan. Pengaturan energi pada suatu ekosistem bergantung pada produktivitas primer (Campbell et al., 2004, hal: 392).
perairan adalah sangat penting, karena dapat menunjang kelangsungan hidup organisme air lainnya. Produktivitas primer fitoplankton merupakan salah satu dari sebagian besar sumber penting dalam pembentukan energi di perairan (Basyarie, 1995, hal: 1). Produktivitas primer juga merupakan persediaan makanan untuk organisme heterotrof, seperti bakteri, jamur dan hewan termasuk ikan. Produktivitas sekunder yang tinggi dari suatu komunitas tergantung pada banyaknya produktivitas primer pada komunitas yang bersangkutan (Tjahjo et al., 1998, hal: 1).
Klorofil a merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan produktivitas primer di laut. Sebaran dan tinggi rendahnya konsentrasi klorofil a sangat terkait dengan kondisi oseanografis suatu perairan. Beberapa parameter fisik kimia yang mengontrol dan mempengaruhi sebaran klorofil a, adalah intensitas cahaya, nutrien (terutama nitrat, fosfat dan silikat). Perbedaan parameter fisika-kimia tersebut secara langsung merupakan penyebab bervariasinya produktivitas primer di beberapa tempat di laut (Hatta, 2002, hal: 1).Tingginya angka produktivitas primer suatu perairan akan berakibat pada percepatan pendangkalan waduk, karena proses evaporasi berjalan cepat dan terjadi penumpukan sisa-sisa organisme mati di dasar perairan. Terlebih di daerah tropis tidak terjadi proses
up-welling karena tidak adanya stratifikasi suhu yang mencolok pada perairan (Pitoyo dan
Wiryanto, 2001, hal: 190).
Kualitas kehidupan di dalam air sangat dipengaruhi oleh kualitas perairan itu sendiri sebagai media hidup organisme air. Makin buruk kualitas suatu perairan, makin buruk pula kualitas kehidupan di dalam perairan tersebut. Ini berarti bahwa komunitas organisme yang hidup di perairan jernih berbeda dengan yang hidup di perairan yang tercemar. Pencemaran air, pada tahun-tahun terakhir ini telah menjadi masalah serius yang dihadapi oleh berbagai daerah di Indonesia dengan meningkatnya kegiatan pembangunan (Soegianto, 2004, hal: 1).
klorofil sangat besar dalam proses fotosintesis sehingga terdapat hubungan antara produktivitas primer dengan klorofil, dalam hal ini klorofil a. Selain klorofil a, faktor fisik kimia juga mempengaruhi produktivitas primer perairan. Kegiatan utama yang terdapat pada perairan Lut Tawar adalah keramba ikan, dan lalu lintas perahu yang dekat dengan pemukiman penduduk, di samping itu juga terdapat kegiatan pertanian di sekitar danau. Secara langsung maupun tidak langsung berbagai aktifitas tersebut akan mempengaruhi faktor fisik kimia perairan. Namun sejauh ini belum diperoleh data yang menunjukkan hubungan antara produktivitas primer dengan konsentrasi klorofil a dan faktor fisik kimia di Danau Lut Tawar. Untuk itu perlu dilakukan penelitian mengenai “ Hubungan Nilai Produktivitas Primer Fitoplankton Dengan Konsentrasi Klorofil a dan Faktor Fisik Kimia di Danau Lut Tawar, Kecamatan Lut Tawar, Kota Takengon, Kabupaten Aceh Tengah”.
1.2Permasalahan
1.3Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan nilai produktivitas primer dengan klorofil a dan faktor fisik kimia di Danau Lut Tawar, Kecamatan Lut Tawar, Kota Takengon, Kabupaten Aceh Tengah”.
1.4 Hipotesis
Nilai produktivitas primer berbeda pada setiap stasiun penelitian dan kedalaman, serta berkolerasi dengan konsentrasi klorofil a dan faktor fisik kimia di Danau Lut Tawar, Kecamatan Lut Tawar, Kota Takengon, Kabupaten Aceh Tengah.
1.5Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
a. Memberikan data awal mengenai hubungan nilai produktivitas primer dengan konsentrasi klorofil a dan faktor fisik kimia di Danau Lut Tawar, Kecamatan Lut Tawar, Kota Takengon, Kabupaten Aceh Tengah”.
BAB 2
BAHAN DAN METODE
2.1 Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009- Juli 2010 di Danau Lut Tawar. Metode yang digunakan dalam penentuan stasiun adalah dengan metode “Purposive
Random Sampling” dengan menggunakan 3 stasiun pengamatan. Pengambilan sampel
dilakukan pada 3 kedalaman, yaitu 0 meter (permukaan), 3 meter, dan 6 meter. Pembagian kedalaman didasarkan pada batas penetrasi cahaya yaitu 6 meter yang diukur pada saat survei.
2.2 Deskripsi Area a. Stasiun I
Stasiun ini terletak di desa Toweran Tua dan merupakan lokasi yang sama sekali tidak memiliki aktivitas dan dijadikan sebagai daerah kontrol, yang secara geografis terletak pada 40 36’ 01,8’’ LU & 960 54’ 16,3’’BT.
b. Stasiun II
Stasiun ini terletak di Desa Toweran Uken yang secara geografis terletak pada 40 36’ 19,4’’ LU & 960 51’ 37,2’’ BT. Pada daerah ini terdapat aktivitas seperti budidaya ikan berupa keramba, tempat penangkapan ikan, dan di sekitar danau terdapat pertanian.
Gambar 2.2.2 Foto Lokasi Penelitian Stasiun II
c. Stasiun III
Stasiun ini terletak di desa Bale Bujang yang merupakan outlet atau keluaran air dari Danau Laut Tawar ke Sungai Pesuangan, dan dekat dengan daerah pemukiman, secara geografis terletak pada 40 37’ 04,6’’ LU & 960 51’37,2’’ BT.
2.3 Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ember 5 liter, plankton net, botol film, botol winkler gelap, botol winkler terang, lamnot, spit, botol alkohol, pipet volume, spektrofotometer, kertas saring 0,45 µm, lemari pendingin, gelas fiber, erlenmeyer 125 ml, termometer, pH meter, keping secchi, lux meter, GPS, kertas label, lakban, tissue, pipet tetes, termos es, cool box, tool box, camera digital.
Bahan yang dipergunakan adalah MnSO4, KOH-KI, H2SO4, Na2S2O3 0,00125 N,
Amilum, Brucine Sulfat Sulfanic Acid, NaCl, Amstrong Reagen, Ascorbic Acid.
2.4 Pengambilan Sampel Fitoplankton
2.5 Pengukuran Nilai Produktivitas Primer
Pengukuran produktivitas primer dilakukan dengan menggunakan metode botol terang dan gelap. Pada masing-masing kedalaman direndam satu botol terang dan satu botol gelap. Dilakukan ulangan pada masing-masing titik pengamatan sebanyak 2 kali, sehingga terdapat 2 botol gelap dan 2 botol terang pada masing-masing kedalaman. Untuk mendapatkan sampel air dari kedalaman 3 meter dan 6 meter digunakan lamnot. Sebelum botol direndam, DO awal dari setiap kedalaman diukur terlebih dahulu. Perendaman botol-botol ini dimulai pada pukul 10.00 - pukul 17.00 WIB. Selanjutnya botol-botol tersebut diambil, lalu diukur DOakhir dan dihitung nilai produktivitas primernya (Pitoyo
dan Wiryanto, 2001, hal: 189).
2.6 Pengukuran Konsentrasi Klorofil a
Sampel air untuk pengukuran konsentrasi klorofil a diambil dari setiap kedalaman sebanyak 1000 ml (Fieux et al., 1996, hal: 19). Kemudian sampel air disaring menggunakan kertas saring 0,45 µ dan disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu minimal 2- 4 ºC. Kertas saring kemudian dimasukkan ke dalam gelas fiber dan kemudian diekstraksi dengan 10 ml larutan aseton sambil dikocok sampai campuran tersebut berwarna hijau. Setelah didapatkan campuran berwarna hijau, kemudian diukur absorban klorofil a dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 664 nm, 647 nm, 630 nm. Bagan kerja terlampir (Lampiran G).
2.7 Pengukuran Faktor Fisik Kimia
Faktor fisik-kimia yang diukur adalah temperatur, penetrasi cahaya, intensitas cahaya,
Power of Hydrogen (pH), Dissolved Oxygen (DO), kejenuhan oksigen, Biochemical
a. Temperatur ( 0C)
Pengukuran temperatur baik di permukaan maupun pada kedalaman 3 meter dan 6 meter dilakukan dengan menggunakan termometer air raksa. Untuk pengukuran temperatur air pada kedalaman 3 meter dan 6 meter, digunakan lamnot untuk mengambil sampel air. Sampel air yang didapat segera diukur temperaturnya (McPhaden dan Hayes, 1991, hal: 96).
b. Penetrasi Cahaya (m)
Diukur dengan menggunakan keping secchi. Keping secchi dibenamkan ke dalam air hingga tidak terlihat dari permukaan, kemudian diukur panjang talinya (Kusnawidjaya, 1983, hal: 87).
c. Intensitas Cahaya
Pengukuran intensitas cahaya dilakukan dengan menggunakan Lux meter. Nilai yang tertera pada alat tersebut adalah nilai dari intensitas cahaya yang masuk ke badan perairan (Prezelein, 1982, hal: 43).
d. pH
Derajat keasaman diukur dengan menggunakan pH meter, yaitu dengan memasukkan pH meter ke dalam sampel air yang didapat dari tiap kedalaman hingga angka yang ditampilkan pada alat konstan (Nontji, 1974, hal: 16).
e. Dissolved Oxygen (DO)
f. Kejenuhan Oksigen
Kejenuhan oksigen dihitung dengan menggunakan rumus tingkat kejenuhan oksigen. Untuk itu, perlu dilakukan pengukuran konsentrasi oksigen dan temperatur air pada setiap kedalaman (Sapulete dan Birowo,1990,hal: 200).
g. Biological Oxigen Demand (BOD)
Pengukuran BOD juga dilakukan dengan metode Winkler. Namun, sampel air dari setiap kedalaman terlebih dahulu diinkubasi pada temperatur 20 0C selama lima hari (Barus, 2004, hal:66). Kemudian diukur nilai oksigen yang terlarut dengan metode Winkler. Nilai tersebut dianggap sebagai nilai DO akhir. Kadar BOD akan diketahui setelah mengurangkan DOawal dengan DOakhir. Bagan kerja terlampir (Lampiran D).
h. Kadar Nitrat dan Fosfat
Pengukuran nitrat dan fosfat diukur dengan alat spektrofotometer, bagan kerja terlampir (Lampiran E dan F).
Tabel 2.7.1 Alat dan Satuan yang dipergunakan dalam pengukuran faktor dan fisik kimia perairan
No Parameter Fisik dan Kimia Satuan Alat Tempat Pengukuran 1. Temperatur Air 0C Termometer Air
Raksa
In-Situ 2. Penetrasi Cahaya m Keping Secchi In-Situ 3. Intensitas Cahaya Candella Lux meter In-Situ 4. pH (Derajat Keasaman) - pH meter In-Situ 5. DO (Oksigen Terlarut) mg/l Metode Winkler In-Situ
6. Kejenuhan Oksigen % - In-Situ
7. BOD5 mg/l Metode Winkler Laboratorium
2.8 Analisis Data
Data yang diperoleh kemudian diolah dengan menghitung tingkat kejenuhan oksigen, nilai produktivitas primer fitoplankton, kandungan klorofil a fitoplankton, kelimpahan fitoplankton, uji f dan analisis korelasi.
a. Kejenuhan Oksigen
Harga kejenuhan oksigen (%) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
O2 [u] = nilai konsentrasi oksigen yang diukur (mg/l)
O2 [t] = nilai konsentrasi oksigen sebenarnya (pada tabel)
sesuai dengan besarnya temperatur
(Barus, 2004, hal: 59) b. Produktivitas Primer
Cara yang umum dipakai dalam mengukur produktivitas primer suatu perairan adalah dengan menggunakan botol gelap dan botol terang. Botol terang dipakai untuk mengukur laju fotosintesa yang disebut juga sebagai produktivitas primer kotor (= jumlah total sintesis bahan organik yang dihasilkan dengan adanya cahaya), sementara botol gelap digunakan untuk mengukur laju respirasi. Produktivitas primer dapat diukur sebagai produktivitas kotor dan atau produktivitas bersih. Hubungan di antara keduanya dapat dinyatakan sebagai berikut:
Produktivitas bersih (PN)= Produktivitas kotor (PG )- Respirasi (R)
R = [O2]awal - [O2] akhir pada botol gelap
Pg= [O2] akhir pada botol terang - [O2] akhir pada botol gelap
pengukuran. Untuk mendapatkan nilai produktivitas dalam satuan hari, maka nilai per jam harus dikalikan dengan 12 (mengingat cahaya matahari hanya diperoleh selama 12 jam per hari) (Barus, 2004, hal: 112-113).
c. Konsentrasi Klorofil a
Perhitungan Kandungan Klorofil dihitung dengan metode yang digunakan oleh Seameo Biotrop et al., (2002, hal:1) sebagai berikut:
Konsentrasi Klorofil-a = 11,58 (OD664)-1,54 (OD647)-0.08(OD 630) (Ca-mg/l) Konsentrasi Klorofil-a (mg/m3) = 3
,
11,58 = koefisien absorbsi 1,54 = koefisien absorpsi 0,08 = koefisien absorbsi
d. Kelimpahan Fitoplankton
Jumlah fitoplankton yang ditemukan dihitung jumlah individu per liter dengan menggunakan alat Haemocytometer dan menggunakan rumus modifikasi menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995), yaitu:
W
N= jumlah plankton per liter
T = luas penampang permukaan Haemocytometer (mm2) L = luas satu lapang pandang (mm2)
P = jumlah plankter yang dicacah p = jumlah lapang yang diamati
W= volume air media yang disaring dengan plankton net V = volume konsentrasi plankton (ml)
Karena sebagian besar dari unsur-unsur rumus ini telah diketahui pada Haemocytometer, yaitu T = 196 mm2 dan v = 0,0196 ml (19,6 mm3) dan luas penampang pada Haemocytometer sama dengan hasil kali antara luas lapang pandang (L) dengan jumlah lapang yang diamati, sehingga rumusnya menjadi :
l ind W PV
N /
0196 ,
0 ×
=
(Isnansetyo dan Kurniatuty, 1995)
e. Uji f dan Analisa Korelasi
BAB 3
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Produktivitas Primer dan Kelimpahan Fitoplankton
Dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh nilai produktivitas primer perairan dan kelimpahan fitoplankton pada setiap stasiun dan kedalaman, dapat dilihat pada Tabel 3.1.1dan Tabel 3.1.2
Tabel 3.1.1 Nilai Produktivitas Primer Perairan, Klorofil dan Kelimpahan pada Setiap Stasiun Penelitian di Danau Lut Tawar.
Stasiun
Penelitian Kedalaman
Produktivitas Primer
Klorofil a Kelimpahan Fitoplankton
mgC/m3/hari mg/m3 ind/l
0 m 320,932 5,441 609,105
I 3 m 449,305 4,225 429,645
6 m 192,559 1,277 480,192
Rata-rata 320,932 3,648 1518,943
0 m 256,746 3,011 442,177
II 3 m 320,933 3,657 253,061
6 m 256,746 2,450 190,476
Rata-rata 278,141 3,039 885,714
0 m 128,373 2,384 458,399
III 3 m 256,746 1,856 448,979
6 m 128,373 0,941 319,728
Tabel 3.1.2 Nilai Produktivitas Primer Perairan, Klorofil dan Kelimpahan pada Masing-masing Kedalaman di Danau Lut Tawar.
Kedalaman Stasiun Penelitian
Produktivitas Primer
Klorofil a Kelimpahan Fitoplankton
mgC/m3/hari mg/m3 ind/l
I 320,932 5,441 609,105
0 m II 256,746 3,011 442,177
III 128,373 2,384 458,399
Rata-rata 235,350 3,612 503,227
I 449,305 4,225 429,645
3 m II 320,933 3,657 253,061
III 256,746 1,856 448,979
Rata-rata 342,328 3,246 377,228
I 192,559 1,277 480,192
6 m II 256,746 2,450 190,476
III 128,373 0,941 319,728
Rata-rata 192,559 1,556 330,132
Keterangan:
Stasiun I : Kontrol
Stasiun II : Keramba, pertanian Stasiun III : Outlet, daerah pemukiman
3.1.1 Produktivitas Primer Perairan
Nilai rata-rata produktivitas primer pada masing-masing kedalaman yang paling tinggi adalah kedalaman 3 meter yaitu 342,327 mgC/m3/hari dan terendah adalah kedalaman 6 meter yaitu 192,559 mgC/m3/hari (Tabel 3.1.2). Hal di atas menunjukan bahwa pada umumnya pada setiap kedalaman yang berbeda nilai produktivitas juga berbeda. Hal ini karena adanya pengaruh intensitas sinar matahari yang diterima perairan. Besar intensitas sinar matahari akan menurun dengan bertambahnya kedalaman yang akan menurunkan pula aktivitas fotosintesis tanaman berklorofil, sehingga nilai produktivitas primer perairan juga akan menurun. Menurut Boyd (1979, hal: 5), semakin dalam kedalaman perairan, maka intensitas cahaya akan semakin berkurang dan menjadi faktor pembatas sampai pada suatu kedalaman dimana fotosintesis sama dengan respirasi. Sebaliknya, fotosintesis bertambah sejalan dengan bertambahnya intensitas cahaya sampai pada suatu nilai optimum tertentu (cahaya saturasi), diatas nilai tersebut cahaya merupakan penghambat bagi fotosintesis (cahaya inhibisi). Akan tetapi, menurut Odum (1994, hal: 34), intensitas sinar matahari yang besar dapat terjadi pada permukaan perairan, sehingga dapat menghambat pertumbuhan dan laju fotosintesis fitoplankton. Apabila ini terjadi, maka nilai produktivitas pada lapisan permukaan di perairan Danau Lut Tawar lebih kecil daripada lapisan di bawahnya.
3.1.2 Klorofil a
Nilai rata-rata klorofil a pada setiap stasiun di perairan Danau Lut Tawar menunjukkan nilai tertinggi terdapat di stasiun I yaitu 3,6480 mg/m3 dan paling rendah terdapat pada stasiun III yakni 1,7272 mg/m3. Tingginya nilai rata-rata klorofil a pada stasiun I bersesuaian dengan produktivitas primer yang juga tinggi. Konsentrasi klorofil-a suatu perairan sangat ditentukan oleh intensitas cahaya serta keberadaan nutrien dan faktor-faktor pendukung ini terdapat pada stasiun I. Dari hasil pengukuran terhadap intensitas cahaya didapatkan bahwa pada stasiun I nilai intensitas cahaya paling tinggi dibandingkan dengan stasiun II dan III. Selain itu, fosfat juga mendukung pertumbuhan fitoplankton yang akan berpengaruh terhadap peningkatan jumlah klorofil a di stasiun I (Effendi, 2003, hal 34).
Nilai rata-rata klorofil a pada masing-masing kedalaman yang tertinggi terdapat pada kedalaman 0 meter sebesar 3,6126 mg/m3 dan terendah pada kedalaman 6 meter sebesar 1,5561 mg/m3 (Tabel 3.1.2). Faktor fisik kimia yang mengontrol dan mempengaruhi sebaran klorofil a adalah nutrien dan intensitas cahaya. Variasi nilai dari setiap kedalaman disebabkan oleh adanya pengkayaan nutrisi pada permukaan perairan yang disebabkan oleh karena adanya pergerakan air dari bawah ke atas sehingga menyebabkan perbedaan persebaran fitoplankton (Lesmana, 2005, hal: 23).
Perbedaan nilai klorofil a pada setiap kedalaman juga disebabkan cahaya yang masuk ke badan perairan berbeda intensitasnya, dimana semakin menurun dengan semakin bertambahnya kedalaman. Intensitas cahaya yang semakin kecil menyebabkan pertumbuhan fitoplankton semakin lambat dan akhirnya menyebabkan kandungan klorofil a semakin menurun pula. Klorofil a mempunyai korelasi kuat positip terhadap efisiensi fotosintesis, biomassa fitoplankton dan produksi fitoplankton ( Krismono dan Kartamihardja, 1995, hal: 26).
mg/m3), dan tinggi (>0,14 mg/m3) (Hatta, 2002, hal: 4). Dari penelitian yang dilakukan di Keramba Jaring Apung Tanjung Bunga didapatkan bahwa nilai rata-rata kandungan klorofil a adalah sekitar 0,0168- 0,06479 mg/m3 sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi perairan di areal Keramba Jaring Apung Tanjung Bunga tergolong perairan yang kandungan klorofil a nya rendah. Sedangkan kandungan klorofil a di perairan Danau Lut Tawar menunjukkan nilai rata-rata klorofil a adalah 1,7272 mg/m3-3,6480 mg/m3 sehingga perairan ini tergolong ke dalam perairan yang kandungan klorofil a nya tinggi.
3.1.3 Kelimpahan Fitoplankton
Dalam penelitian ini kelimpahan fitoplankton tidak terdistribusi secara merata pada setiap stasiun dan kedalaman. Kelimpahan dan keanekaragaman fitoplankton terbesar dijumpai pada stasiun I yaitu 1518,943 ind/l dan terendah pada stasiun II yaitu 885,714 ind/l. ini secara langsung akan mempengaruhi besarnya produktivitas primer pada lokasi tersebut. Tingginya produktivitas primer pada stasiun I karena faktor fisik kimia yang diukur pada stasiun mendukung untuk pertumbuhan fitoplankton terutama intensitas cahaya matahari dan nutrien. Menurut Basmi (1995, hal: 23), bahwa besarnya energi cahaya pada berbagai kedalaman adalah yang menyebabkan perubahan komposisi fitoplankton. Intensitas cahaya yang masuk ke perairan akan mengalami reduksi dengan bertambahnya kedalaman.
(2003, hal: 34), bahwa kelimpahan plankton secara terus-menerus berubah pada berbagai tingkatan (skala) sebagai respon terhadap perubahan kondisi lingkungan, baik yang ada di suatu perairan mempunyai penyebaran dan aktivitas yang berbeda. Hal ini dipengaruhi berbagai faktor fisik dan kimiawi perairan.
Selain disebabkan oleh aktivitas yang berbeda, perbedaan ini juga karena setiap jenis fitoplankton mempunyai kandungan klorofil yang berbeda. Menurut Ferguson (1956, hal: 22), bahwa kandungan klorofil berbeda pada setiap fitoplankton, dan bahkan berbeda pada setiap individu dari spesies yang sama karena kandungan klorofil bergantung pada kondisi individu.
3.2 Faktor Fisik Kimia Perairan
Dari pengukuran yang telah dilakukan, diperoleh nilai faktor fisik kimia seperti yang dapat dilihat pada Tabel 3.2.1 dan Tabel 3.2.2
Tabel 3.2.1 Nilai Faktor Fisik Kimia pada Setiap Stasiun Penelitian di Danau Lut Tawar
3.2.1 DO
Kandungan oksigen terlarut pada Danau Lut Tawar berkisar antara 6,26 – 6,60 mg/l, seperti yang terdapat pada Grafik 3.1 berikut.
5.9
Grafik 3.2.1.1 Kadar DO (Dissolved Oxygen) Pada Setiap Stasiun
DO paling tinggi terdapat di stasiun II yaitu 6,60 mg/l, ini disebabkan karena stasiun ini bebas dari aktivitas budi daya perikanan dan kegiatan pertanian yang mampu menghasilkan bahan organik yang masuk ke badan air sehingga akan menurunkan konsentrasi oksigen dalam badan air.
tergantung pada banyaknya partikel organik dalam air yang membutuhkan perombakan oleh bakteri melalui proses oksidasi.
Adanya perbedaan rata-rata nilai oksigen terlarut antara kedua stasiun ini juga disebabkan oleh konsentrasi klorofil yang terdapat pada kedua stasiun yang jauh berbeda. Sumber utama oksigen terlarut dalam air menurut Basyarie (1995, hal:14) adalah difusi udara dan dari hasil biota berklorofil yang hidup di perairan. Jadi, dengan adanya perbedaan nilai klorofil yang hampir signifikan antara stasiun II dengan stasiun III menyebabkan kandungan oksigen terlarut juga berbeda.
Nilai rata-rata oksigen pada setiap kedalaman menunjukkan perbedaan. Nilai oksigen terlarut tertinggi pada kedalaman 6 meter sebesar 6,53 mg/l, dan terendah pada kedalaman 0 meter yaitu 6,4 mg/l (Tabel 3.2.2). Secara keseluruhan, kadar oksigen terlarut pada setiap stasiun dan kedalaman masih mendukung eksistensi organisme air. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sverdrup et al., (1942, hal: 1087), bahwa kandungan oksigen terlarut (DO) didalam air yang dapat mendukung kehidupan organisme air berkisar antara 4-8 mg/L. Selanjutnya menurut Sastrawijaya (1991, hal: 17), bahwa kehidupan di air dapat bertahan jika ada oksigen terlarut sebanyak 5 -7 mg/l dan tergantung juga pada daya toleransi organisme. Berdasarkan nilai oksigen terlarut yang diperoleh tersebut menunjukkan bahwa Danau Lut Tawar masih mendukung kehidupan organisme air.
3.2.2 BOD5
Dari penelitian yang telah dilakukan, didapatkan bahwa nilai rata-rata BOD5 pada
masing-masing stasiun berkisar antara 0,80-1,26 mg/l. Nilai BOD5 yang tertinggi
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6
St I St II St III
0 m 3 m 6 m rata-rata
Grafik 3.2.2.1 Nilai BOD5 Pada Setiap Stasiun
Tingginya nilai rata-rata BOD5 pada stasiun II disebabkan oleh aktivitas yaitu
budidaya ikan berupa keramba, dan juga di sekitar lokasi ini terdapat kegiatan pertanian. Aktivitas ini merupakan sumber masuknya bahan-bahan organik ke dalam badan perairan sehingga untuk menguraikannya dibutuhkan kandungan oksigen yang lebih banyak. Pada stasiun I diperoleh nilai BOD5 yang paling rendah, ini diduga disebabkan karena stasiun
ini merupakan daerah kontrol dimana tidak dijumpai adanya aktivitas sehingga kadar bahan organik yang masuk ke perairan pun sedikit.
Nilai rata-rata BOD5 yang tertinggi terdapat pada kedalaman 3 meter sebesar 1,06
mg/l dan terendah terdapat pada kedalaman 6 meter sebesar 0,93 mg/l. Nilai BOD5 yang
bervariasi pada setiap kedalaman karena adanya pergerakan air sehingga menyebabkan pengadukan air dan zat pencemar. Nilai BOD5 yang masih dianggap baik untuk suatu
perairan adalah berkisar antara 0,1-5 mg/l. Dengan melihat hasil pengukuran terhadap BOD5 yang telah dilakukan dapat dikatakan bahwa nilai BOD5 tersebut masih baik untuk
3.2.3 Kandungan Fosfat dan Nitrat
Berdasarkan nilai rata-rata diketahui bahwa kandungan fosfat yang tertinggi terdapat pada stasiun I yaitu 0,1271 mg/l dan terendah pada stasiun III yaitu 0,0944 mg/l, seperti pada Grafik 3.3 berikut.
Grafik 3.2.3.1 Nilai Kandungan Fosfat Pada Setiap Stasiun
Nilai rata-rata fosfat yang didapatkan berdasarkan kedalaman diperoleh yang tertinggi pada kedalaman 0 meter sebesar 0,1160 mg/l dan terendah pada kedalaman 6 meter sebesar 0,1038 mg/l. Tingginya nilai fosfat pada stasiun I karena pada stasiun ini terdapat banyak batuan sehingga dengan adanya proses pelapukan akan meningkatkan kandungan fosfat. Menurut Barus (2004, hal: 70), fosfat terutama berasal dari sedimen yang selanjutnya akan terfiltrasi ke dalam air tanah dan akhirnya masuk ke perairan terbuka (sungai dan danau). Selain itu dapat berasal dari atmosfer dan bersama dengan curah hujan masuk ke dalam perairan. Haerlina (1987, hal: 8), untuk pertumbuhan yang optimal diperlukan konsentrasi fosfat pada kisaran 0,09-1,8 mg/l.
0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14
St I St II St III
0 m 3 m 6 m rata-rata
Grafik 3.2.3.2 Nilai Kandungan Nitrat Pada Setiap Stasiun
Tingginya nitrat pada stasiun III karena stasiun ini merupakan outlet dari Danau Lut Tawar. Seluruh senyawa organik dan anorganik yang masuk ke dalam perairan akan tertimbun di daerah keluaran air (outlet) sehingga hal ini menyebabkan kandungan nitrat tinggi di daerah outlet. Menurut Jones dan Francis (1982, hal: 22), daerah outlet atau keluaran air merupakan daerah yang paling tinggi kandungan nitratnya.
3.2.4 pH
Nilai pH yang telah diukur berkisar antara 7,43 – 7,7, dengan nilai yang tertinggi terdapat pada stasiun II dan terendah pada stasiun III, seperti pada Grafik 3.5 berikut.
6.6 6.8 7 7.2 7.4 7.6 7.8 8
St I St II St III
0 m 3 m 6 m rata-rata
Grafik 3.2.4.1 Nilai pH Pada Setiap Stasiun
Dari nilai rata-rata pH yang diperoleh dapat digambarkan bahwa Danau Lut Tawar masih dalam keadaan netral kondisinya. Artinya masih baik dan mendukung kehidupan biota air khususnya fitoplankton. Menurut Sinambela (1994, hal: 33), menyatakan bahwa kehidupan dalam air dapat bertahan bila perairan mempunyai kisaran pH 5-9. Dari data yang diperoleh dapat digambarkan bahwa pH di Danau Lut Tawar dalam kondisi netral, dimana pH tersebut masih mendukung kehidupan biota air khususnya fitoplankton.
perubahan yang signifikan, sehingga tidak berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi organisme hidup di dalamnya.
3.2.5 Temperatur
Dari nilai rata-rata dapat diketahui bahwa rata-rata temperatur tertinggi adalah pada stasiun III sebesar 23,6 0C dan terendah terdapat pada stasiun I sebesar 22,6 0C, seperti pada Grafik 3.6 berikut.
21 21.5 22 22.5 23 23.5 24 24.5
St I St II St III
0 m 3 m 6 m rata-rata
Grafik 3.2.5.1 Nilai Temperatur Pada Setiap Stasiun
Perbedaan temperatur pada masing-masing lokasi karena perbedaan waktu pengukuran. Perbedaan temperatur ini dapat juga karena cuaca yang tidak stabil dengan adanya angin dan gelombang. Menurut Barus (2004, hal: 44-45), menyatakan bahwa pola temperatur ekosistem akuatik dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya dan juga dipengaruhi oleh faktor kanopi (penutupan vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh di tepi.
0
C. Fluktuasi temperatur tersebut tidak terlalu mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton di perairan ini, sehingga produktivitas primer perairan di areal ini juga akan tetap tinggi. Menurut Brower et al., (1990, hal: 549), bahwa kisaran temperatur yang optimal untuk pertumbuhan fitoplankton adalah antara 20 0C-25 0C. Jadi kisaran temperatur yang diperoleh dari perairan tersebut masih dalam kisaran yang mendukung pertumbuhan fitoplankton.
3.2.6 Kejenuhan O2
Nilai rata-rata kejenuhan O2 tertinggi terdapat pada stasiun II sebesar 78,758 %
dan terendah pada stasiun III sebesar 75,57 %, seperti pada Grafik 3.7 berikut.
71
Grafik 3.2.6.1 Nilai Kejenuhan O2 Pada Setiap Stasiun
Berdasarkan kedalaman didapatkan nilai rata-rata pada kedalaman 0 meter adalah 76,760 %, kedalaman 3 meter adalah 77,969 % dan pada kedalaman 6 meter adalah 77, 487 %. Adanya perbedaan kejenuhan oksigen disebabkan oleh kehadiran senyawa organik yang berbeda antar kedalamn sehingga penggunaan oksigen oleh mikroorganisme juga berbeda. Selain itu, adanya arus air juga menyebabkan terjadinya perubahan letak senyawa organik sehingga nilai kejenuhan yang paling tinggi terdapat pada kedalaman 3 meter dan terendah pada kedalaman 0 meter, dimana seharusnya kejenuhan oksigen yang paling tinggi haruslah pada lapisan permukaan perairan. Namun dari nilai kejenuhan oksigen yang diperoleh menunjukkan tingkat pencemaran di Danau Lut Tawar masih tergolong rendah. Menurut Birowo et al., (1975, hal: 79) bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi penyebaran kandungan oksigen terlarut antara lain temperatur, aktivitas biologis, arus, serta proses pencampuran yang dapat mengubah pengaruh-pengaruh dari kegiatan biologis melalui gerakan massa air dan proses difusi.
3.2.7 Penetrasi dan Intensitas Cahaya
Dari hasil pengukuran yang dilakukan, didapatkan nilai penetrasi cahaya sebesar 6 meter. ini menunjukkan bahwa kejernihan badan air antara ketiga stasiun ini masih relatif sama. Nilai penetrasi cahaya pada suatu badan air dipengaruhi oleh zat-zat tersuspensi pada perairan tersebut.
Menurut Nybakken (1992, hal: 62) bahwa adanya zat-zat tersuspensi dalam perairan akan menimbulkan kekeruhan pada perairan tersebut dan perairan ini akan mempengaruhi ekologi dalam penurunan penetrasi cahaya yang mencolok. Menurut Odum (1998, hal: 370), bahwa penetrasi cahaya seringkali dipengaruhi oleh zat terlarut di dalam air sehingga membatasi zona fotosintesis.
bahwa perubahan cahaya di permukaan bervariasi secara teratur berdasarkan harian yang berhubungan dengan musim. Penurunan intensitas cahaya dan absorbsi akan berkurang karena dipengaruhi oleh kedalaman. Banyaknya sinar matahari yang masuk ke dalam perairan berubah-ubah tergantung pada intensitas cahaya, banyaknya pemantulan di permukaan, sudut datang, dan transparansi air.
3.3 Uji f
Berikut adalah tabel analisis varians produktivitas primer pada seluruh stasiun dan seluruh kedalaman. Dalam Stasiun 46692.234 6 7782.039
Total 82397.879 8
3.4 Analisis Korelasi
Faktor fisik kimia dengan produktivitas primer dikorelasikan dengan menggunakan analisis korelasi Pearson yang dilakukan secara komputerisasi menggunakan SPSS 16.0. Hasil korelasi dari kedua variabel tersebut adalah sebagai berikut.
Tabel 3.4.1 Nilai Korelasi Antara Faktor Fisik Kimia Perairan dengan Produktivitas Primer dari Setiap Stasiun Penelitian
Klorofil Kel
+ = berkorelasi searah ( kenaikan variabel pertama diikuti dengan kenaikan nilai variable kedua) - = berkorelasi tidak searah (kenaikan variabel pertama diikuti dengan menurunnya nilai variabel kedua)
Menurut Sugiyono (2005, hal: 24), untuk dapat memberikan penafsiran terhadap koefisien korelasi yang didapat, maka dapat berpedoman pada tabel:
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00-0,199 Sangat rendah
0,20-0,399 Rendah
0,40-0,599 Sedang
0,60-0,799 Kuat
0,80-1,00 Sangat kuat
Dari data di atas didapatkan bahwa kelimpahan fitoplankton berkorelasi sangat rendah terhadap produktifitas primer. Korelasi antara kelimpahan fitoplankton dengan produktifitas primer menjadi sangat rendah karena setiap fitoplankton memiliki klorofil yang berbeda, sehingga walaupun kelimpahan fitoplankton tinggi, klorofil a bisa menjadi rendah yang akan menyebabkan produktifitas primer juga rendah. Karena itu, didapatkanlah korelasi yang sangat rendah antara kelimpahan fitoplankton dengan produktifitas primer.
oksigen ke dalam badan air di setiap stasiun. Sumber utama oksigen terlarut dalam air adalah penyerapan oksigen dari udara melalui kontak antara permukaan dengan udara dan dari proses fotosintesis. Proses fotosintesis berbeda di setiap stasiun karena kelimpahan fitoplankton juga berbeda antar stasiun sehingga didapatkanlah korelasi yang rendah antara DO dengan produktifitas primer. Dari data BOD yang didapatkan pada setiap stasiun dapat dilihat bahwa BOD memang memiliki korelasi yang rendah dengan produktifitas primer.
BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan , diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Nilai rata-rata produktivitas primer yang tertinggi terdapat pada stasiun I sebesar 320,932 mgC/m3hari dan terendah pada stasiun III sebesar 171,164 mgC/m3/hari. 2. Nilai rata-rata produktivitas primer pada masing-masing kedalaman yang paling
tinggi adalah pada kedalaman 3 meter yaitu 342,327 mgC/m3/hari dan terendah adalah pada kedalaman 6 meter yaitu 192,559 mgC/m3/hari.
3. Nilai rata-rata klorofil-a tertinggi terdapat di lokasi I yaitu 3,6480 mg/m3 dan paling rendah terdapat pada lokasi III yakni 1,7272 mg/m3.
4. Nilai rata-rata klorofil a pada masing-masing kedalaman yang tertinggi terdapat pada kedalaman 0 meter sebesar 3,6126 mg/m3 dan terendah pada kedalaman 6 meter sebesar 1,5561 mg/m3.
5. Kelimpahan dan keanekaragaman fitoplankton terbesar dijumpai pada stasiun I yaitu 1518,943 ind/l dan terendah pada stasiun II yaitu 885,714 ind/l.
6. Produktivitas primer berkorelasi sangat rendah terhadap kelimpahan fitoplankton 7. Produktifitas primer berkorelasi rendah terhadap DO dan BOD
4.2 Saran
1. Untuk memperoleh nilai klorofil a yang lebih akurat, perlu dilakukan pengukuran langsung di lapangan.
2. Untuk penelitian selanjutnya perlu dibuat hubungan antara produktivitas primer dengan status tropik perairan.
3. Untuk penelitian selanjutnya perlu ditambah kedalaman setiap stasiun penelitian sehingga bisa didapatkan data yang lebih luas lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Alaert dan Sri. 1987. Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional
Barus, T.A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. Medan: Fakultas MIPA USU Press
Basmi, J. 1995. Planktonologi. Organisme Penyusun Plankton, Klasifikasi dan
Terminologi, Hubungan antara Fitoplankton dan Zooplankton, Siklus Produksi Umumnya di Perairan. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Basyarie, A. 1995. Pengamatan Kualitas Perairan di Kawasan Pemeliharaan Ikan Ekor
Kuning (Yellow Tail) dalam Keramba Jaring Apung. Instalasi Penelitian dan
Pengkajian Teknologi Pertanian. Bojonegoro: Serang.
Birowo, S.A.G, Ilahude, A. Nontji. 1975. Status Pengetahuan Dalam Ilmu Laut di
Indonesia Dewasa ini. Tangerang: LIPI
Boyd, C.E. 1979. Water Quality in Warm water Fish Ponds. Auburn. USA: University. Alabama
Brower, J. E., Jerrold H.Z., Car. I. N. V. E. 1990. Field and Laboratory Methods for
General Ecology. New York: Wm. C. Brown Publisher
Campbell, N.A., Reece, J.B., Mitchell, L.G. 2004. Biologi (terjemahan). Edisi kelima Jilid 3. Jakarta: Penerbit Erlangga
Edmondson. 1963. Freshwater Biology. New York: Jhon Wiley Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta: Kanisius
Ferguson, M.N. 1956. A Text Book of Parnacognacy. New York: The Macmillon Company
Fieux, M. C. Andrie, E. Charriaud, A. G. Ilahude, N. Metzl, R. Molcard, and J. C. Swallow, 1996. Hydrological and chlorofluoromenthane measurements of the Indonesian through flow entering the Indian Ocean. Geophys Journal 101(5): 12 Ghufran, Kordi dan Tancung, Andi. 2007. Pengelolaan Kualitas Air Dalam
Haerlina, E. 1987. Komposisi dan Distribusi Vertikal Harian Fitoplankton pada Siang dan Malam Hari di Perairan Pantai Bojonegoro, Teluk Banten. Bogor: Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor
Hartono. 2004. Statistik Untuk Penelitian. Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat, Kemasyarakatan, Kependidikan dan Perempuan
Hatta, M. 2002. Hubungan Antara Klorofil-a dan Ikan Pelagis Dengan Kondisi
Ocanografi di Perairan Utara Irian Jaya. Makalah Falsafah Sains. Bogor. IPB
Hutabarat, S. 2000. Produktivitas Perairan dan Plankton Lautan. Semarang. Universitas
Diponegoro
Lesmana. 2005. Kualitas Air untuk Ikan Hias Air Tawar. Jakarta: Penebar Swadaya Isnansetyo dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytopanlton dan Zooplankton.
Yogyakarta: Kanisus
Jones, R.I. dan R.C. Francis. 1982. Dispersion Patterns of Phytoplankton in Lakes Hydrobiologia 86 (1): 21-28.
Krismono, A.S.N dan Kartamihardja, S. 1995. Status trofik perairan Waduk
Kedungombo, Jawa Tengah, sebagai dasar pengelolaan perikanannya. Jurnal
Perikanan Indonesia 1(3): 26 – 35.
Kusnawidjaya, K. 1983. Peranan Cahaya Matahari dalam Pendidikan IPA terhadap
Lingkungan Hidup. Jakarta: CV. Genep Jaya Baru
McPhaden, M. J dan Hayes, S.P. 1991. On the variability of winds, sea surface
temperature, and surface layer heat content in the western equatorial pacific.Geosphys Journal. 96(6): 3331 – 3342
Michael, P. 1984. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium. Jakarta:UI Press
Nontji, A. 1974. Kandungan klorofil-a pada fitoplankton di Laut Banda dan Seram. Oseanologi di Indonesia. 2(1): 1-16.
Pitoyo, Ari dan Wiryanto. 2001. Produktifitas primer perairan Waduk Cengklik Boyolali. Jurnal Biodiversity. 3(1): hal. 189
Prezelein, B, B.1982. Light reactions in photosynthesis. Canadian Bulletin of Fish and Aquatic Science 210(2):1-4
Sapulete. D, S. Birowo.1990. Kandungan Oksigen di Teluk Ambon, Perairan Maluku dan
Sekitarnya. Ambon: Balitbang Sumberdaya Laut
Seameo Biotrop. 2002. Third Regional Training Course on Eutrophication in Lake and Reservoirs. Bogor: Asean Foundation
Sinambela, M. 1994. Keanekaragaman Makrozoobenthos Sebagai Indikator Kualitas Sungai Babura. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Soegianto, A. 2004. Metode Pendugaan Pencemaran Perairan Dengan Indikator
Biologis. Surabaya: Universitas Airlangga Press
Suin, M.N. 2002. Metoda Ekologi. Padang: Penerbit Universitas Andalas
Sugiyono. 2005. Analisis Statistik Korelasi Linear Sederhana. Diakses tanggal 11 April 2009
Sverdrup, H. V., M.W. Johnson., R.H. Fleming. 1942. The Ocean, Their Physics,
Chemistry and General Biology. New York: Prentice Hall
Tjahjo., Andriani., Purnomo., Katamihardja., Sarnita.. 1998. Potensi sumber daya
perikanan di Danau Toba, Sumatera Utara. Jurnal Penelitian Perikanan
Indonesia, 4 (1):1-1.
Lampiran B. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur DO
Sampel Air
1 ml MnSO4
1 ml KOHKI Dikocok Didiamkan Sampel Endapan
Puith/Cokelat
1 ml H2SO4
Dikocok Didiamkan Larutan Sampel
Berwarna Cokelat
Diambil 100 ml
Ditetesi Na2S2O3 0,00125 N
Sampel Berwarna Kuning Pucat
Ditambah 5 tetes Amilum Sampel
Berwarna Biru
Dititrasi dengan Na2S2O3 0,00125 N
Sampel Bening
Dihitung volume Na2S2O3 yang
terpakai Hasil
Lampiran D. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur BOD5
(Michael, 1984; Suin, 2002)
Keterangan :
• Penghitungan nilai DO awal dan DO akhir sama dengan
penghitungan Nilai DO
• Nilai BOD = Nilai awal – Nilai DO akhir
dihitung nilai DO akhir diinkubasi selama 5 hari
pada temperatur 20°C dihitung nilai DO awal Sampel Air
Sampel Air Sampel Air
Lampiran E. Bagan Kerja Kandungan Nitrat (NO3)
1 ml NaCl (dengan pipet volume) 5 ml H2SO4 75%
4 tetes Brucine Sulfat Sulfanic Acid
Dipanaskan selama 25 menit suhu 95 0C
Didinginkan
Diukur dengan spektrofotometer pada λ= 410 nm
( Michael, 1984; Suin 2002) 5 ml sampel
i
Larutan
Larutan
Hasil
Lampiran F. Bagan Kerja Analisis Fosfat (PO43-)
2 ml Amstrong Reagen 1 ml Ascorbic Acid
Dibiarkan selama 20 menit
Diukur dengan spektrofotometer pada λ = 880 nm
(Michael, 1984; Suin 2002) 5 ml sampel air
Larutan
Hasil
Lampiran G. Bagan Kerja Pengukuran Konsentrasi Klorofil-a
Disaring menggunakan kertas saring 0,45 µm
Disimpan dalam refrigerator dengan suhu minimal 2- 4 ºC.
Dimasukkan kertas saring dalam gelas fiber Diekstrak dengan 10 ml larutan aseton
Dikocok sampai campuran tersebut berwarna hijau
Diukur absorban klorofil a dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 664 nm , 647 nm , 630 nm.
(Seameo Biotrop, 2002) 1000 ml sampel air
Kertas saring
Lampiran H. Nilai Pengukuran Produktivitas Primer
Stasiun Kedalaman DO
Awal
Lampiran I. Nilai Pengukuran Konsentrasi Klorofil a
Lampiran J. Nilai Pengukuran Kejenuhan O2
Stasiun Kedalaman Temperatur DO awal
Kejenuhan O2
0 meter 23 6,40 76,372
I 3 meter 23 6,50 77,565
6 meter 22 6,80 79,718
Rata-rata 77,885
0 meter 23 6,60 78,758
II 3 meter 23 6,60 78,758
6 meter 23 6,60 78,758
Rata-rata 78,758
III 0 meter 24 6,20 75,151
3 meter 24 6,40 77,575
6 meter 23 6,20 73,985
Rata-rata 75,570
Lampiran K. Contoh Perhitungan 1. Produktivitas Primer
Produktivitas bersih (PN)= Produktivitas kotor (PG )- Respirasi (R)
R = [O2]awal - [O2] akhir pada botol gelap
Pg= [O2] akhir pada botol terang - [O2] akhir pada botol gelap
(Stasiun 1, kedalaman 0 m) PG = 6,90-5,80 = 1,10 R = 6,40- 5,80 = 0,60 PN = PG-R
= 1,10-0,60=0,50
2. Klorofil a
Konsentrasi Klorofil-a = 11,58 (OD664)-1,54 (OD647)-0.08(OD 630) (Ca-mg/l) Konsentrasi Klorofil-a (mg/m3) = 3
,
(Stasiun 3, kedalaman 0 m)
Konsentrasi Klorofil a = 11,58 (OD664)-1,54 (OD647)-0.08(OD 630) (Ca-mg/l) = (11,58 x 0,023) – (1,54 x 0,017) – (0,08 x 0,021) ( mg/l)
O2 [u] = nilai konsentrasi oksigen yang diukur (mg/l)
O2 [t] = nilai konsentrasi oksigen sebenarnya (pada tabel)
sesuai dengan besarnya temperatur
Lampiran L. Foto Lokasi Penelitian
Stasiun 1. Daerah Kontrol
Stasiun 2. Daerah keramba, pertanian
Lampiran M. Foto Alat Penelitian
Alat penyaring klorofil-a Mikroskop untuk identifikasi fitoplankton
Plankton net Bucket plankton net
Lampiran N. Kelimpahan Fitoplankton
6. Rophalodia 40,816 40,816
7. Asterionella - - 40,816 40,816
16. Surirella 40,816 40,816
17.
32. Ulothrix 81,633 81,633 122,44
33.
Total Kelimpahan Fitoplankton 1,518,943 885,71
4
LAMPIRAN P. UJI F A. Antar Kedalaman
ANOVA
VAR00001
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 35705.645 2 17852.822 2.294 .182
Within Groups 46692.234 6 7782.039
Total 82397.879 8
B. Antar Stasiun
ANOVA
VAR00001
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 35705.645 2 17852.822 2.294 .182
Within Groups 46692.234 6 7782.039
Korelasi Produktivitas Primer dengan Klorofil a
PP Klorofil a
PP Pearson Correlation 1 .497
Sig. (2-tailed) .173
N 9 9
Klorofil
a
Pearson Correlation .497 1
Sig. (2-tailed) .173
N 9 9
Korelasi Produktivitas Primer dengan BOD
PP bod
PP Pearson Correlation 1 .300
Sig. (2-tailed) .433
N 9 9
bod Pearson Correlation .300 1
Sig. (2-tailed) .433
N 9 9
Korelasi Produktivitas Primer dengan DO
PP do
PP Pearson Correlation 1 .358
Sig. (2-tailed) .344
N 9 9
do Pearson Correlation .358 1
Sig. (2-tailed) .344
Korelasi Produktivitas Primer dengan DO
PP do
PP Pearson Correlation 1 .358
Sig. (2-tailed) .344
N 9 9
do Pearson Correlation .358 1
Sig. (2-tailed) .344
N 9 9
Korelasi Produktivitas Primer dengan Kejenuhan O2
PP Kejenuhan O2
PP Pearson Correlation 1 .411
Sig. (2-tailed) .271
N 9 9
Kejenuhan
O2
Pearson Correlation .411 1
Sig. (2-tailed) .271
N 9 9
Korelasi Produktivitas Primer dengan Kelimpahan Fitoplankton
PP KF
PP Pearson Correlation 1 .071
Sig. (2-tailed) .856
N 9 9
KF Pearson Correlation .071 1
Sig. (2-tailed) .856
N 9 9
Korelasi Produktivitas Primer dengan Nitrat
PP Pearson Correlation 1 -.561
Sig. (2-tailed) .116
N 9 9
nitrat Pearson Correlation -.561 1
Sig. (2-tailed) .116
N 9 9
Korelasi Produktivitas Primer dengan pH
PP pH
PP Pearson Correlation 1 -.030
Sig. (2-tailed) .939
N 9 9
pH Pearson Correlation -.030 1
Sig. (2-tailed) .939
N 9 9
Korelasi Produktivitas Primer dengan Posfat
PP posfat
PP Pearson Correlation 1 -.368
Sig. (2-tailed) .329
N 9 9
posfat Pearson Correlation -.368 1
Sig. (2-tailed) .329
N 9 9
PP temperatur
PP Pearson Correlation 1 -.132
Sig. (2-tailed) .736
N 9 9
temperatur Pearson Correlation -.132 1
Sig. (2-tailed) .736