• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Keanekaragaman Makrozoobenthos Di Danau Lut Tawar Kecamatan Lut Tawar Kota Takengon Kabupaten Aceh Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Keanekaragaman Makrozoobenthos Di Danau Lut Tawar Kecamatan Lut Tawar Kota Takengon Kabupaten Aceh Tengah"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTHOS

DI DANAU LUT TAWAR KECAMATAN LUT TAWAR

KOTA TAKENGON KABUPATEN ACEH TENGAH

SKRIPSI

SEPTYANI CHRISTIN PELAWI

060805021

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

STUDI KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTHOS DI DANAU LUT TAWAR KECAMATAN LUT TAWAR

KOTA TAKENGON KABUPATEN ACEH TENGAH

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

SEPTYANI CHRISTIN PELAWI 060805021

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : STUDI KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS

DI DANAU LUT TAWAR KECAMATAN LUT TAWAR KOTA TAKENGON KABUPATEN ACEH TENGAH

Kategori : SKRIPSI

Nama : SEPTYANI CHRISTIN PELAWI

Nomor Induk Mahasiswa : 060805021

Program Studi : SARJANA (S1) BIOLOGI

Departemen : BIOLOGI

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di Medan, Juli 2010 Komisi Pembimbing :

Pembimbing II Pembimbing I

Mayang Sari Yeanny,.S.Si,.M.Si Prof.Dr.Ing.Ternala A. Barus,.M.Sc NIP. 197211 261998 02202 NIP. 195810 161987 031003

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,

(4)

PERNYATAAN

STUDI KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTHOS DI DANAU LUT TAWAR KECAMATAN LUT TAWAR KOTA TAKENGON

KABUPATEN ACEH TENGAH

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2010

(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala kasih karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul“Studi

Keanekaragaman Makrozoobentos di Danau Lut Tawar Kecamatan Lut Tawar Kota Takengon Kabupaten Aceh Tengah” dalam waktu yang telah ditentukan.

Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada bapak dan ibu dosen yang terkasih: Prof.Dr.Ing.Ternala A.Barus, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing I dan Mayang Sari Yeanny, S.Si, M.Si. selaku Dosen Pembimbing II dan Dosan Penasehat Akademik, Drs. Arlen H.J., M.Si., dan Dr. Suci Rahayu, M.Si., selaku Dosen Penguji yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan, serta waktu dan perhatian sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Dwi Suryanto, M. Sc, selaku Ketua Departemen Biologi FMIPA USU dan Ibu Dra. Nunuk Priyani, M. Sc, selaku Sekretaris Departemen Biologi FMIPA USU, semua dosen Departemen Biologi FMIPA USU, dan juga terimakasih untuk Kak Ros dan Bang Erwin atas kebaikan dan keramahan yang diberikan selama ini.

Teristimewa penulis sampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orangtua, Ayah yang terkasih M. Baji Pelawi dan Ibunda yang tercinta Dameria Bangun atas doa dan dukungannya. Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Bibi tersayang Nurainy Bangun buat tetes keringat, air mata, harapan, doa dan dukungan moril sehingga penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi ini. Kepada keluargaku, kakak, abang dan adikku tersayang yang selalu memberikan doa dan dukungannya kepada penulis.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada sahabat hati David Purba atas bantuan, doa dan dukungannya dalam suka dan duka. Rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman satu team penelitian yang telah banyak membantu penulis selama melaksanakan penelitian di Danau Lut Tawar: Tridola Hutauruk, Helen A Simanjuntak, Farida Marice, Haryadi Sirait, Andri SMP, Erna’05, Farid’07 dan keluarga di Takengon juga kepada teman-teman stambuk 2006: Desmina Hutabarat, Hilda Sinaga, Christin Silaban, Dwi A Sidabutar, Rudianto Manulang dan teman yang lainnya. Kepada abang kelas stambuk 2005 yang telah banyak membantu dalam persiapan penelitian serta kepada adik-adik stambuk Bio’07, adik asuh Bio’08. Rasa terima kasih yang terdalam penulis sampaikan atas motivasi, semangat, dukungan dan kebersamaan yang telah diberikan selama ini.

(6)

ABSTRAK

Penelitian tentang “Studi Keanekaragaman Makrozoobentos di Danau Lut Tawar Kecamatan Lut Tawar Kota Takengon Kabupaten Aceh Tengah” telah dilakukan pada bulan November 2009 – Maret 2010. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis dan keanekaragaman makrozoobentos di Danau Lut Tawar dan untuk mengetahui korelasi atau hubungan faktor fisik dan kimia suatu perairan terhadap keanekaragaman makrozoobentos. Sampel diambil dari tiga stasiun pengamatan, pada setiap stasiun dilakukan sembilan kali ulangan. Titik pengambilan sampel ditentukan dengan menggunakan metode Purposive Random Sampling. Sampel diambil dengan menggunakan Eckman Grabb lalu disaring dengan Surber Net dan sampel diidentifikasi di laboratorium Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Medan.

Hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan 23 genus makrozoobentos yang terdiri dari 3 filum yaitu Annelida, Arthropoda dan Molusca. Nilai kepadatan tertinggi pada stasiun I terdapat pada genus Goniobasis sebesar 101,23 ind/m2 dan terendah pada genus Hydrobia, Gomphus, Helobdella, Kogotus dan Thiara dengan nilai masing-masing sebesar 1,23 ind/m2. Nilai kepadatan makrozoobentos tertinggi pada stasiun II terdapat pada genus Hydrobia sebesar 133,33 ind/m2 dan terendah pada genus Boyeria, Placobdella dan Ophiogomphus dengan nilai masing-masing sebesar 1,23 ind/m2. Nilai kepadatan makrozoobentos tertinggi pada stasiun III terdapat pada

Melanoides sebesar 103,70 ind/m2 dan terendah pada genus Elimia sebesar 1,23 ind/m2. Indeks Keanekaragaman (H’) makrozoobentos tertinggi terdapat pada stasiun II sebesar 2,229 dan terendah pada stasiun III sebesar 1,814. Hasil analisa korelasi dengan uji pearson menunjukkan bahwa kejenuhan oksigen berkorelasi sangat kuat dan searah dengan indeks keanekaragaman (H’) makrozoobentos.

(7)

STUDY OF DIVERSITY MAKROZOOBENTHIC IN LUT TAWAR LAKE LUT TAWAR DISTRICT TAKENGON CITY

ACEH TENGAH SUB PROVINCE

ABSTRACT

Research about “Study Of Diversity Makrozoobenthic in Lut Tawar Lake, Lut Tawar District, Takengon City Aceh Tengah Sub Province” was investigated on November 2009 - March 2010. The aimed of this research were to investigate the makrozoobenthic gender and diversity in Lut Tawar Lake and to find the correlation or relation among the values of physics and chemical factors of water with makrozoobenthic diversity index. Purposive Random Sampling method was applied to place sampling station and samples were collected from stations in each station conducted by 9 times restarting. Samples was taken by using Eckman Grabb then in filter by using Surber Net. Samples were identified in laboratory of Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Department Of Biology, Faculty Of Mathematic and Natural Sciences Of North Sumatera University.

The result showed that there were 23 genera of makrozoobenthic within 3 phylum (Annelida, Arthropoda and Molusca). Goniobasis has highest population density with 101,23 ind/m2 found at station I, and Hydrobia, Gomphus, Helobdella,

Kogotus, Thiara has lowest density population with 1,23 ind/m2. Hydrobia has highest population density with 133,33 ind/m2 found at station II, and Boyeria, Placobdell,

Ophiogomphus has lowest density population with 1,23 ind/m2. Melanoides has highest population density with 103,70 ind/m2 found at station III, and Elimia has lowest density population with 1,23 ind/m2 .The highest Indekx Diversity (H’) was found at station II with 2,229 and the lowest at station III with 1,814. Analysis of correlation with Pearson test showed that Oxygen Saturation showed very strong and positive correlation to diversity of makrozoobentos.

(8)

DAFTAR ISI

2.4.7 Kandungan Substrat Organik 9

2.4.8 Kejenuhan Oksigen 10

2.5 Analisis Data 11

Bab 3 Hasil dan Pembahasan 14

3.1 Parameter Biotik 14

3.1.1 Nilai Kepadatan Populasi (K), Kepadatan Relatif (KR) dan Frekuensi Kehadiran (FK).

15

3.3 Nilai Analisis Korelasi Pearson Metode Komputerisasi SPSS Ver.15.00

(9)

Bab 4 Kesimpulan dan Saran 28

4.1 Kesimpulan 28

4.2 Saran 29

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul halaman

Tabel 2.1 Alat dan Satuan yang Dipergunakan Dalam Pengukuran Faktor Fisik Kimia Perairan.

10 Tabel 3.1 Klasifikasi Makrozoobentos yang Didapatkan pada Setiap

Stasiun Penelitian Di Perairan Danau Lut Tawar.

14 Tabel 3.2 Nilai Kepadatan Populasi (Ind/m2), Kepadatan Relatif (%)

dan Frekuensi Kehadiran (%) Makrozoobentos di Setiap Stasiun

15

Tabel 3.3 Nilai Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) di Setiap Stasiun.

20 Tabel 3.4 Nilai Indeks Similaritas (IS) di Setiap Stasiun 21 Tabel 3.5 Nilai Faktor Fisik Kimia Perairan yang diperoleh pada

Setiap Stasiun.

22 Tabel 3.6 Nilai Analisa Korelasi Keanekaragaman Makrozoobentos

dengan Faktor Fisik Kimia Perairan

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Gambar 1

Judul

Lokasi Stasiun I

halaman

6

Gambar 2 Lokasi Stasiun II 6

Gambar 3 Lokasi Stasiun III 7

Gambar 4 Copelatus 37

Gambar 5 Gomphus 37

Gambar 6 Enalagma 37

Gambar 7 Chironomus 37

Gambar 8 Boyeria 37

Gambar 9 Ophiogomphus 37

Gambar 10 Pila 38

Gambar 11 Thiara 38

Gambar 12 Sphaerium 38

Gambar 13 Tryonia 38

Gambar 14 Helobdella 38

Gambar 15 Placobdella 38

Gambar 16 Anodontoides 39

Gambar 17 Goniobasis 39

Gambar 18 Hydrobia 39

Gambar19 Melanoides 39

Gambar 20 Gyraulus 39

Gambar 21 Viviparus 39

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Lampiran A

Judul

Bagan Kerja Metoda Winkler untuk Mengukur DO

halaman

33 Lampiran B Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur BOD5 34

Lampiran C Bagan Kerja Pengukuran Kadar Organik Substrat 35 Lampiran D Nilai Oksigen Terlarut Maksimum (mg/l) pada Berbagai

Besaran Temperatur Air

36

Lampiran E Foto Sampel Makrozoobentos 37

Lampiran F Peta Lokasi 40

Lampiran G Jumlah dan Jenis Makrozoobentos yang Didapatkan pada Setiap Stasiun Penelitian

41

Lampiran H Contoh Hasil Perhitungan 44

Lampiran I Indeks Keseragaman (E) 45

Lampiran J Indeks Keanekaragaman (H’) 46

(13)

ABSTRAK

Penelitian tentang “Studi Keanekaragaman Makrozoobentos di Danau Lut Tawar Kecamatan Lut Tawar Kota Takengon Kabupaten Aceh Tengah” telah dilakukan pada bulan November 2009 – Maret 2010. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis dan keanekaragaman makrozoobentos di Danau Lut Tawar dan untuk mengetahui korelasi atau hubungan faktor fisik dan kimia suatu perairan terhadap keanekaragaman makrozoobentos. Sampel diambil dari tiga stasiun pengamatan, pada setiap stasiun dilakukan sembilan kali ulangan. Titik pengambilan sampel ditentukan dengan menggunakan metode Purposive Random Sampling. Sampel diambil dengan menggunakan Eckman Grabb lalu disaring dengan Surber Net dan sampel diidentifikasi di laboratorium Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Medan.

Hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan 23 genus makrozoobentos yang terdiri dari 3 filum yaitu Annelida, Arthropoda dan Molusca. Nilai kepadatan tertinggi pada stasiun I terdapat pada genus Goniobasis sebesar 101,23 ind/m2 dan terendah pada genus Hydrobia, Gomphus, Helobdella, Kogotus dan Thiara dengan nilai masing-masing sebesar 1,23 ind/m2. Nilai kepadatan makrozoobentos tertinggi pada stasiun II terdapat pada genus Hydrobia sebesar 133,33 ind/m2 dan terendah pada genus Boyeria, Placobdella dan Ophiogomphus dengan nilai masing-masing sebesar 1,23 ind/m2. Nilai kepadatan makrozoobentos tertinggi pada stasiun III terdapat pada

Melanoides sebesar 103,70 ind/m2 dan terendah pada genus Elimia sebesar 1,23 ind/m2. Indeks Keanekaragaman (H’) makrozoobentos tertinggi terdapat pada stasiun II sebesar 2,229 dan terendah pada stasiun III sebesar 1,814. Hasil analisa korelasi dengan uji pearson menunjukkan bahwa kejenuhan oksigen berkorelasi sangat kuat dan searah dengan indeks keanekaragaman (H’) makrozoobentos.

(14)

STUDY OF DIVERSITY MAKROZOOBENTHIC IN LUT TAWAR LAKE LUT TAWAR DISTRICT TAKENGON CITY

ACEH TENGAH SUB PROVINCE

ABSTRACT

Research about “Study Of Diversity Makrozoobenthic in Lut Tawar Lake, Lut Tawar District, Takengon City Aceh Tengah Sub Province” was investigated on November 2009 - March 2010. The aimed of this research were to investigate the makrozoobenthic gender and diversity in Lut Tawar Lake and to find the correlation or relation among the values of physics and chemical factors of water with makrozoobenthic diversity index. Purposive Random Sampling method was applied to place sampling station and samples were collected from stations in each station conducted by 9 times restarting. Samples was taken by using Eckman Grabb then in filter by using Surber Net. Samples were identified in laboratory of Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Department Of Biology, Faculty Of Mathematic and Natural Sciences Of North Sumatera University.

The result showed that there were 23 genera of makrozoobenthic within 3 phylum (Annelida, Arthropoda and Molusca). Goniobasis has highest population density with 101,23 ind/m2 found at station I, and Hydrobia, Gomphus, Helobdella,

Kogotus, Thiara has lowest density population with 1,23 ind/m2. Hydrobia has highest population density with 133,33 ind/m2 found at station II, and Boyeria, Placobdell,

Ophiogomphus has lowest density population with 1,23 ind/m2. Melanoides has highest population density with 103,70 ind/m2 found at station III, and Elimia has lowest density population with 1,23 ind/m2 .The highest Indekx Diversity (H’) was found at station II with 2,229 and the lowest at station III with 1,814. Analysis of correlation with Pearson test showed that Oxygen Saturation showed very strong and positive correlation to diversity of makrozoobentos.

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Habitat air tawar dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: air tergenang, atau habitat

lentik dan air mengalir atau habitat lotik (Odum, 1994, hlm: 368). Perairan lentik atau

perairan menggenang dapat dibedakan menjadi tiga bentuk yaitu rawa, danau dan waduk (Barus, 2004, hlm: 100). Danau dicirikan dengan arus yang sangat lambat atau tidak ada arus sama sekali. Oleh karena itu, waktu tinggal air dapat berlangsung lama. Arus air di danau dapat bergerak ke berbagai arah (Effendi, 2003, hlm: 31).

Perairan darat yang ukurannya lebih besar dari kolam adalah danau. Perairan disebut danau apabila perairan itu dalam dengan tepi yang umumnya curam. Air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah pinggir saja. Berdasarkan pada proses terjadinya danau dikenal danau tektonik yang terjadi akibat gempa dan danau vulkanik yang terjadi akibat aktivitas gunung berapi (Barus, 2004, hlm: 100).

(16)

dalam danau dan hanya ada satu sungai besar sebagai outflow danau yaitu Krueng Peusangan. Sisi samping danau ini berupa pegunungan yang sangat terjal, dengan kondisi vegetasi hutan pinus yang telah rusak sehingga didominasi oleh herba. Secara administeratif danau ini termasuk dalam wilayah kecamatan Takengon kota yaitu pada bagian hilirnya sedangkan pada bagian hulunya termasuk wilayah kecamatan Bintang (http://i-lib.ugm.ac.id/jurnal/detail.php?dataId=4126).

Danau Lut Tawar merupakan danau terbesar di wilayah propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Danau ini terletak di sebelah timur Kota Takengon, di dataran tinggi Gayo, Kecamatan Lut Tawar, Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Danau ini menjadi sumber air yang dimanfaatkan oleh masyarakat di Kabupaten Aceh Tengah, dan masyarakat di kabupaten-kabupaten lainnya. Selain sebagai sumber air, danau ini juga dijadikan sebagai mata pencaharian penduduk setempat, seperti tambak ikan yang dibuat di sekitar danau dekat pemukiman penduduk dan lahan pertanian di daratan pinggiran danau. Dengan adanya aktifitas penduduk ini mengakibatkan terganggunya biota air di danau tersebut salah satunya adalah makrozoobentos.

Salah satu fauna yang cukup sering diteliti adalah makrozoobentos. Penelitian dengan melibatkan fauna ini biasanya dikaitkan dengan fungsinya sebagai bioindikator hidupnya berada di dasar perairan, hidup secara sesil, merayap atau menggali lubang. Makrozoobentos sering digunakan untuk menduga ketidakseimbangan lingkungan fisik, kimia dan biologi perairan. Perairan yang tercemar akan mempengaruhi kelangsungan hidup organisme makrozoobentos karena makrozoobentos merupakan organisme air yang mudah terpengaruh oleh adanya bahan pencemar, baik bahan pencemar kimia maupun fisik. Suatu perairan yang sehat atau belum tercemar akan menunjukkan jumlah individu yang seimbang dari hampir jumlah spesies yang ada. Sebaliknya suatu perairan tercemar, penyebaran jumlah individu tidak merata dan cenderung ada spesies yang mendominasi (Odum, 1994, hlm: 383 - 397).

(17)

spesies tertentu dan sebaliknya dapat mendukung perkembangan spesies lain. Jika air tercemar ada kemungkinan terjadi pergeseran dari jumlah yang banyak dengan populasi yang sedang menjadi jumlah spesies yang sedikit tetapi populasinya tinggi. Oleh karena itu, penurunan dalam keanekaragaman spesies dapat juga dianggap sebagai suatu pencemaran (Sastrawijaya, 1991, hlm: 87).

Sifat perubahan kualitas air dan substrat tempat hidup makrozoobentos sangat mempengaruhi kelimpahan dan keanekaragaman makrozoobentos. Kelimpahan dan keanekaragaman ini sangat bergantung pada toleransi dan sensitifnya terhadap perubahan lingkungan di sekitarnya. Nilai toleransi dari makrozoobentos terhadap daerah lingkungan adalah berbeda-beda (Marsaulina, 1994, hlm; 2, 6-10).

Sejauh ini informasi mengenai nilai keanekaragaman dan jenis makrozoobentos di Danau Lut Tawar belum diperoleh, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang “Studi Keanekaragaman Makrozoobentos di Danau Lut Tawar

Kecamatan Lut Tawar Kota Takengon Kabupaten Aceh Tengah”.

1.2Permasalahan

(18)

1.3Tujuan Penelitian

a. Mengetahui jenis dan keanekaragaman makrozoobentos pada masing-masing stasiun penelitian di Danau Lut Tawar.

b. Mengetahui hubungan atau korelasi faktor fisik kimia perairan dengan keanekaragaman makrozoobentos.

1.4Hipotesis

a. Terdapat perbedaan keanekaragaman makrozoobentos pada masing-masing stasiun penelitian di Danau Lut Tawar.

b. Ada hubungan atau korelasi faktor fisik kimia perairan dengan keanekaragaman makrozoobentos.

1.5Manfaat

a. Memberikan informasi awal mengenai keanekaragaman makrozoobentos yang selanjutnya dapat digunakan sebagai data pemantauan dan pengelolaan ekosistem Danau Lut Tawar oleh berbagai pihak yang membutuhkan data tentang kondisi lingkungan perairan Danau Lut Tawar.

(19)

BAB 2

BAHAN DAN METODE

2.1 Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 - Maret 2010 di Danau Lut Tawar. Metoda yang digunakan dalam penentuan lokasi sampling untuk pengambilan sampel makrozoobentos adalah ”Purposive Random Sampling” pada tiga stasiun pengamatan. Pada masing-masing stasiun dilakukan 9 (sembilan) kali ulangan pengambilan sampel.

2.2 Deskripsi Area

Lokasi penelitian berada di Danau Lut Tawar yang melewati tiga desa yaitu Desa Bale Bujang, Desa Toweren Uken dan Desa Toweran Tua yang terletak di Kecamantan Lut Tawar, Kota Takengon, Kabupaten Aceh Tengah, Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, yang secara geografis terletak pada 04036’01,8” – 04037’04,6” LU dan 096051’37,2” – 096054’16,3” BT (Peta lokasi pada lampiran F). Terdapat berbagai aktifitas masyarakat di pinggiran danau ini antara lain: tambak ikan, dermaga, pertanian dan pemukiman penduduk yang berdekatan dengan Danau Lut Tawar.

a. Stasiun I

(20)

daerah kontrol, daerah ini tidak ditemukan adanya aktifitas penduduk. Substrat pada stasiun ini berupa lumpur berpasir.

Gambar 1. Stasiun 1

b. Stasiun II

Stasiun ini terletak di Desa Toweran Uken, Kecamatan Lut Tawar yang secara geografis terletak pada 04036’194” LU dan 096053,1’35,4” BT. Stasiun ini merupakan daerah dermaga yang berdekatan dengan lahan pertanian dan pertambakan ikan. Substrat pada stasiun ini berupa lumpur berpasir.

(21)

c. Stasiun III

Stasiun ini terletak di Desa Bale Bujang, yang secara geografis terletak pada 04036’01,8” LU – 096054’16,3” BT. Stasiun ini merupakan daerah outlet atau tempat keluarnya aliran air danau, daerah ini berada di sekitar pemukiman penduduk. Substrat pada stasiun ini berupa pasir.

Gambar 3. Stasiun 3

2.3 Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel makrozoobentos dilakukan dengan menggunakan Eckman

Grabb selanjutnya disaring dengan menggunakan Surber Net. Sampel yang didapat

disortir dengan menggunakan Metode Hand Sortir, selanjutnya sampel yang didapat dibersihkan dengan air dan direndam dengan formalin 4% selama 1 hari, kemudian dicuci dengan aquades dan dikering anginkan, selanjutnya dimasukkan ke dalam botol koleksi yang berisi alkohol 70% sebagai pengawet lalu diberi label.

(22)

2.4 Pengukuran Faktor Fisik dan Kimia Perairan

Faktor fisik dan kimia perairan yang diukur mencakup:

2.4.1 Temperatur

Air diambil, kemudian dituang ke dalam erlenmeyer dan diukur dengan menggunakan termometer air raksa yang dimasukkan ke dalam air selama ±10 menit kemudian dibaca skalanya.

2.4.2 Dissolved Oxygen (DO)

Oksigen terlarut (DO) diukur dengan menggunakan Metoda Winkler. Sampel air diambil dari dasar perairan dan dimasukkan ke dalam botol winkler kemudian dilakukan pengukuran oksigen terlarut (Lampiran A).

2.4.3 Biochemical Oxygen Demand (BOD5)

Pengukuran BOD5 dilakukan dengan Metoda Winkler. Sampel air yang

diambil dari perairan dimasukkan ke dalam botol winkler. Kemudian, diinkubasi selama 5 hari pada suhu 20 0C. Setelah 5 hari dihitung kadar BOD dengan cara yang sama seperti penghitungan kadar oksigen (DO). Kadar BOD5 dihitung dengan cara

(23)

2.4.4 Penetrasi Cahaya

Diukur dengan menggunakan keping sechii yang dimasukkan ke dalam badan air sampai keping sechii antara terlihat dengan tidak, kemudian diukur panjang tali yang masuk ke dalam air.

2.4.5 pH (Derajat Keasaman)

pH diukur dengan menggunakan pH meter dengan cara memasukkan pH meter ke dalam sampel air yang diambil dari dasar perairan sampai angka yang tertera pada alat konstan dan dibaca angka yang tertera pada pH meter tersebut.

2.4.6 Intensitas Cahaya

Diukur dengan menggunakan lux meter yang diletakkan kearah datangnya cahaya, kemudian dibaca angka yang tertera pada lux meter tersebut.

2.4.7 Kandungan Organik Substrat

Pengukuran kandungan organik substrat dilakukan dengan metode analisa abu, dengan cara substrat diambil, ditimbang sebanyak 100 gr dan dimasukkan ke dalam oven dengan temperatur 450C sampai beratnya konstan (2-3 hari), substrat yang kering di

Error! Bookmark not defined.

gerus di lumping dan dimasukkan kembali ke dalam oven dan dibiarkan selama 1 jam pada temperatur 450C agar substrat benar-benar kering. Kemudian ditimbang 25 gr dan diabukan dalam tanur dengan temperatur 7000C selama 3,5 jam, kemudian substrat yang tertinggal ditimbang berat akhirnya dan dihitung kandungan organik substrat dengan rumus :

% 100

x A

B A

(24)

dengan:

KO = Kandungan Organik A = Berat Konstan Substrat B = Berat Abu

(Adianto,1993, hlm: 17)

Analisa kandungan organik substrat dilakukan di Laboratorium Kimia Pusat Penelitian Lingkungan Universitas Sumatera Utara Medan (Lampiran C).

2.4.8 Kejenuhan Oksigen

Nilai kejenuhan oksigen (%) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

O2 (u) = nilai konsentrasi oksigen yang diukur (mg/l)

O2 (t) = nilai konsentrasi oksigen sebenarnya (pada tabel)

sesuai dengan besarnya suhu. Lampiran D.

Secara keseluruhan pengukuran faktor fisik kimia beserta satuan dan alat yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Alat dan Satuan yang Dipergunakan Dalam Pengukuran Faktor Fisik Kimia Perairan

(25)

2.5 Analisa Data

Data makrozoobentos yang diperoleh dihitung nilai kepadatan populasi, kepadatan relatif, frekuensi kehadiran, indeks diversitas Shannon - Wienner, indeks ekuitabilitas, indeks similaritas dan analisis korelasi dengan persamaan menurut Michael (1984) dan Krebs (1985) sebagai berikut:

a. Kepadatan populasi (K)

d. Indeks Diversitas Shannon - Wienner atau Keanekaragaman (H’)

(26)

dimana :

H’ = indeks diversitas Shannon – Wiener Pi = proporsi spesies ke – i

ln = logaritma Nature

pi =

ni /N (Perbandingan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan jenis)

dengan nilai H’: 0<H’<2,302 = keanekaragaman rendah 2,302<H’<6,907 = keanekaragaman sedang H’>6,907 = keanekaragaman tinggi

Klasifikasi tingkat pencemaran berdasarkan nilai indeks diversitas Shannon – Wienner (H’), dimana dengan nilai H’:

> 2,0 = Tidak Tercemar 1,6 – 2,0 = Tercemar Ringan 1,0 – 1,6 = Tercemar Sedang < 1,0 = Tercemar Berat/Parah

e. Indeks Equitabilitas atau Keseragaman (E)

(E) =

a = jumlah spesies pada lokasi a b = jumlah spesies pada lokasi b

(27)

dengan nilai IS :

75 – 100% = sangat mirip 50 – 75% = mirip

25 – 50% = tidak mirip

≤ 25% = sangat tidak mirip

g. Kejenuhan Oksigen

( )

%

( )

( )

100%

2 2

x u O

u O Oksigen

Kejenuhan =

Dimana: O2 (u) = nilai konsentrasi oksigen yang diukur (mg/l)

O2 (t) = nilai konsentrasi oksigen sebenarnya (pada tabel)

sesuai dengan besarnya suhu.

h. Analisis Korelasi

Uji ini merupakan uji statistik untuk mengetahui kolerasi antara faktor fisik-kimia perairan dengan nilai keanekaragaman (indeks diversitas). Uji kolerasi tersebut dilakukan dengan metode komputerisasi menggunakan SPSS Ver.15.00.

Tingkat hubungan Nilai Indeks Korelasi dinyatakan sebagai berikut:

Interval Koefesien Tingkat Hubungan

(28)

BAB 3

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Parameter Biotik

Dari penelitian yang telah dilakukan pada 3 stasiun penelitian di Danau Lut Tawar, Kecamatan Lut Tawar, Kabupaten Aceh Tengah didapat 23 genus makrozoobentos, yang termasuk ke dalam 3 filum, 6 kelas, 11 ordo dan 18 famili seperti terlihat pada Tabel 3.1 berikut:

Tabel 3.1 Klasifikasi Makrozoobentos yang Didapatkan pada Setiap Stasiun Penelitian di Danau Lut Tawar

Berdasarkan Tabel 3.1 dapat dilihat, bahwa makrozoobentos yang banyak didapatkan adalah dari Filum Molusca yaitu dari Kelas Gastopoda sebanyak 10 genus, kemudian diikuti dengan Filum Arthropoda yaitu dari kelas Insecta sebanyak 7 genus,

NO FILUM KELAS ORDO FAMILI GENUS

1

Annelida

Hirudinea Rhynchobdellida Glossiphoniidae Helobdella

2 Placobdella

3 Chaetopoda Oligochaeta Tubificidae Limnodrilus 4

Arthropoda

Crustaceae Decapoda Palaemonidae Palaemonetes 5

Insecta

Coleopteran Dytiscidae Copelatus

6 Diptera Chironomidae Chironomus

7

Odonata

Aeshnidae Boyeria

8 Gomphidae Gomphus

9 Ophiogomphus

10 Lestidae Enalagma

11 Plecoptera Periodidae Kogotus

12

Molusca

Bivalvia Hippuritoida Unionidae Anodontoides

13 Veneroida Pisidiidae Sphaerium

14

Gastropoda Megastropoda

Ampullanidae Pila

15 Hydrobiidae Hydrobia

16 Tryonia

17 Viviparidae Viviparus

18 Planorbidae Gyraulus

19 Pleuroceridae Goniobasis

20 Elimia

21 Thiaridae Melanoides

22 Thiara

(29)

sedangkan yang paling sedikit didapatkan adalah dari Filum Annelida sebanyak 3 genus. Banyaknya genus dari kelas Gastropoda yang didapatkan di lokasi penelitian menunjukkan bahwa kondisi fisik – kimia perairan khususnya substrat organik masih sesuai dengan kisaran toleransinya sehingga dapat mendukung kehidupannya.

Menurut Handayani et al.,(2000) dalam Tiorinse (2009, hlm: 62), Gastropoda merupakan organisme yang mempunyai kisaran penyebaran yang luas di substrat berbatu, berpasir maupun berlumpur tetapi organisme ini cenderung menyukai substrat dasar pasir dan sedikit berlumpur. Menurut Hutchinson (1993) dalam Yeanny (2007, hlm: 39), Gastropoda merupakan hewan yang dapat hidup dan berkembangbiak dengan baik pada berbagai jenis substrat yang memiliki ketersediaan makanan dan kehidupannya selalu dipengaruhi oleh kondisi fisik kimia perairan.

3.1.1 Nilai Kepadatan (K), Kepadatan Relatif (KR) dan Frekuensi Kehadiran (FK) Makrozoobentos

Berdasarkan data jumlah makrozoobentos yang diperoleh pada setiap stasiun penelitian (Lampiran G), maka didapatkan nilai kepadatan populasi, kepadatan relatif dan frekuensi kehadiran seperti terlihat pada Tabel 3.2 berikut:

Tabel 3.2 Nilai Kepadatan Populasi (ind/m2), Kepadatan Relatif (%) dan Frekuensi Kehadiran (%) Makrozoobentos di Setiap StasiunPenelitian

(30)

19 Pomatiopsis 14,81 6,38 44,44 93,82 15,90 100 28,39 9,95 44,44 20 Sphaerium 32,09 13,83 66,66 65,43 11,08 66,66 30,86 10,82 55,55 21 Thiara 1,23 0,53 11,11 - - - - 22 Tryonia - - - 12,34 2,09 44,44 7,40 2,59 44,44 23 Viviparus - - - 3,70 1,29 11,11

Keterangan:

Stasiun 1 : Daerah Kontrol di Desa Toweran Tua

Stasiun 2 : Daerah Dermaga di Desa Toweran Uken

Stasiun 3 : Daerah Keluaran Air Danau di Desa Bale Bujang

Berdasarkan Tabel 3.2 dapat dilihat bahwa pada stasiun I nilai kepadatan populasi, kepadatan relatif dan frekuensi kehadiran yang tertinggi didapatkan pada genus Goniobasis dari kelas Gastropoda sebesar 101,23 ind/m2 (K), 43,63 % (KR) dan 77,77 % (FK). Hal ini karena kondisi lingkungan perairan yang sesuai dengan pertumbuhan Goniobasis yaitu substrat dasar perairan yang berupa lumpur berpasir dengan kandungan organik sebesar 5,4520% yang memiliki banyak nutrisi bagi makrozoobentos khususnya genus Goniobasis sehingga dapat mendukung kehidupannya.

Tugiyono (2007, hlm: 573) menjelaskan bahwa kelas Gastropoda pada genus

Goniobasis populasinya melimpah pada lokasi yang memiliki kandungan organik

yang tinggi sebagai nutrisi bagi genus tersebut. Menurut Koesbiono (1979, hlm: 27), kadar organik adalah suatu hal yang sangat berpengaruh pada kehidupan makrozoobentos, dimana kadar organik ini adalah sebagai nutrisi bagi makrozoobentos. Tingginya kadar organik pada suatu perairan umumnya akan mengakibatkan meningkatnya jumlah populasi hewan bentos sebagai organisme dasar, bentos menyukai substrat yang kaya akan bahan organik. Maka pada perairan yang kaya bahan organik, umumnya terjadi peningkatan populasi hewan bantos.

Nilai kepadatan populasi, kapadatan relatif dan frekuensi kehadiran yang terendah pada stasiun I didapatkan pada genus Gomphus, Helobdella, Hydrobia,

Kogotus dan Thiara dengan nilai yang sama untuk masing-masing genus yaitu 1,23

(31)

Menurut Hutchinson (1993 hlm:311), genus Thiara melimpah pada perairan dengan substrat dasar berpasir. Wargadinata (1995, hlm: 34) menjelaskan bahwa kelas Hirudinea mempunyai habitat di dasar perairan yang berpasir dan berbatu. Menurut Hynes (1976, hlm: 8), substrat dasar merupakan faktor utama yang mempengaruhi kehidupan, perkembangan dan keanekaragaman makrozoobnetos.

Pada stasiun II nilai kepadatan populasi, kapadatan relatif dan frekuensi kehadiran yang tertinggi didapatkan pada genus Hydrobia dari kelas Gastropoda dengan nilai 133,33 ind/m2 (K), 22,59% (KR) dan 100% (FK). Keadaan ini menunjukkan bahwa kondisi perairan pada stasiun II sangat baik untuk kehidupan genus tersebut. Tingkat kejenuhan oksigen yang tinggi menyebabkan ketersediaan oksigen yang cukup sehingga kehidupan dari genus Hydrobia berjalan dengan baik. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Suin (2002), apabila didapatkan nilai KR > 10% dan FK > 25% menunjukkan bahwa habitat tersebut dapat mendukung kehidupan dan perkembangbiakan genus tersebut.

Pada stasiun II nilai kepadatan populasi, kapadatan relatif dan frekuensi kehadiran yang terendah didapatkan pada genus Boyeria, Ophiogomphus dan

Placobdella dengan nilai yang sama untuk masing-masing genus yaitu 1,23 ind/m2

(K), 0,20% (KR) dan 11,11% (FK). Kepadatan genus Boyeria, Ophiogomphus dan

Placobdella yang rendah karena kondisi lingkungan di daerah ini kurang mendukung

terhadap kehidupannya dan disebabkan oleh faktor persaingan dengan genus-genus lain yang jauh lebih tinggi kepadatannya. Faktor ini tentu saja dapat menekan jumlah kepadatan makrozoobentos yang tidak mampu bersaing dengan genus-genus lainnya. Kimbal (1999, hlm: 1038) mengatakan bahwa bila dua spesies bergantung pada sumber tertentu dalam lingkungannya, maka mereka saling bersaing untuk mendapatkan sumber tersebut. Sumber yang paling sering diperebutkan adalah makanan, tetapi dapat pula hal-hal seperti tempat berlindung, tempat bersarang, sumber air dan tempat yang disinari matahari atau yang biasa disebut sebagai niche.

(32)

diduga adanya pergeseran segmen lebih hulu pindah ke dalam transek hilir karena dorongan arus banjir. Terjadi perpindahan yang arahnya ke hilir sehingga terjadi penumpukan individu. Genus Melanoides dapat bertahan 8 hari di daerah yang kering dan 24 hari di tempat berlumpur dan secara relatif mempunyai toleransi yang baik terhadap kekeringan.

Genus Melanoides yang tinggi pada stasiun III, menunjukkan bahwa kondisi perairan pada stasiun III sangat baik untuk kehidupan genus makrozoobentos tersebut. Genus-genus yang lain pada umumnya memiliki kelimpahan yang rendah. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Suin (2002, hlm: 136) bahwa pertumbuhan populasi suatu organisme sangat tergantung pada keadaan lingkungan hidupnya dan daya dukung lingkungan yang menentukan laju pertumbuhan populasi.

Pada stasiun III nilai kepadatan populasi, kapadatan relatif dan frekuensi kehadiran yang terendah didapatkan pada genus Elimia dengan nilai 1,23 ind/m2 (K), 0,43% (KR) dan 11,11% (FK). %. Menurut Dillon (2000) dalam Tiorinse (2009, hlm:63), Elimia biasanya hidup di aliran sungai dan danau, di batu dan substrat yang keras, tetapi dapat pula ditemukan pada substrat halus dan pada vegetasi sebagai perifiton dalam jumlah yang sedikit. Menurut Barus (2004), bentos mempunyai toleransi yang berbeda terhadap perubahan faktor lingkungan. Ada jenis bentos tertentu toleran terhadap perubahan faktor lingkungan abiotik yang besar, sementara jenis lainnya sangat sensitif.

Ketiga stasiun penelitian, menunjukkan bahwa genus makrozoobnetos yang dapat hidup dan berkembangbiak dengan baik di perairan Danau Lut Tawar, yaitu genus Goniobasis . Genus ini dapat hidup dan berkembangbiak dengan baik di seluruh stasiun penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa genus tersebut memiliki kisaran toleransi yang luas, dan mampu menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungan. Hal ini dapat dilihat dari nilai pH pada setiap stasiun yaitu 7,5 – 7,7 dan kandungan substrat organik yang cukup besar.

(33)

Goniobasis akan melimpah pada tempat yang dangkal serta pada perairan dengan pH

6, akan tetapi genus Goniobasis memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap pH sehingga dapat hidup pada perairan dengan pH > 6. Menurut Cole (1983), adanya perbedaan nilai pH disuatu perairan disebabkan karena adanya penambahan atau kehilangan CO2 melalui proses fotosintesis yang menyebabkan perubahan pH.

Tugiyono (2007, hlm: 573) menjelaskan bahwa kelas Gastropoda pada genus

Goniobasis populasinya melimpah pada lokasi yang memiliki kandungan organik

yang tinggi sebagai nutrisi bagi genus tersebut.

Ada beberapa genus makrozoobentos yang terdapat hanya pada satu stasiun, misalnya Chironomus, Copelatus, Kogotus, Limnodrilus dan Thiara terdapat pada stasiun 1, Boyeria dan Ophiogomphus hanya terdapat pada stasiun 2, dan Viviparus terdapat pada stasiun 3. Hal ini disebabkan kisaran toleransi genus tersebut sangat sempit terhadap kondisi fisik kimia perairan sehingga hanya dapat hidup pada habitat tertentu yang dapat mendukung kehidupannya.

Menurut Nugroho (2005, hlm: 131), Chironomus lebih melimpah pada faktor lingkungan sangat mendukung kehidupan cacing yang substrat dasar berupa lumpur yang sangat halus. Kondisi dasar perairan banyak ditemukan jenis cacing menunjukan bahwa dasar perairan tersebut subur. Menurut Brinkhurst (1974) dalam Siluba (1997, hlm:93), kriteria bioindikator berupa kelimpahan jenis zoobentos, seperti larva

Chironomus indikator perairan tercemar (Disertasi Prima Maya S3 ITB) dan cacing

Oligochaeta misalnya Limnodrilus dapat menentukan tipologi perairan danau yang mencirikan bahwa perairan tersebut subur.

(34)

3.1.2Nilai Indeks Keanekaragaman (H’), dan Indeks Keseragaman (E)

Perhitungan indeks keanekaragaman dan indeks keseragaman merupakan analisa yang biasa digunakan dalam analisa populasi dan komunitas makrozoobentos.

Tabel 3.3 Nilai Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) Makrozoobentos di Setiap Stasiun Penelitian

INDEKS STASIUN

I II III

Keanekaragaman (H’) 1,982 2,229 1,814

Keseragaman (E) 0,685 0,801 0,730

Berdasarkan Tabel 3.3 dapat dilihat bahwa nilai indeks keanekaragaman (H’) yang diperoleh dari ketiga stasiun berkisar antara 1,814 – 2,229. Nilai H’ tertinggi terdapat pada stasiun II yaitu sebesar 2,229. Hal ini disebabkan stasiun II memiliki keanekaragaman genus yang lebih besar dibandingkan dengan stasiun III dan penyebaran jumlah genus lebih merata pada setiap ulangan dibandingkan dengan stasiun I yang tidak memiliki penyebaran genus yang merata pada setiap ulangan. Hal ini menyebabkan H’ di stasiun II lebih tinggi dari H’ di stasiun I maupun H’ di stasiun III. Nilai indeks keanekaragaman (H’) terendah terdapat pada stasiun III yaitu sebesar 1,814. Hal ini disebabkan karena diantara semua stasiun, stasiun III memiliki jumlah genus yang paling sedikit dan penyebarannya yang tidak merata.

Menurut Barus (2004, hlm: 121) suatu komunitas dinyatakan mempunyai keanekaragaman spesies yang tinggi apabila terdapat banyak spesies dengan jumlah individu masing-masing spesies yang relatif merata. Dengan kata lain bahwa apabila suatu komunitas hanya terdiri dari sedikit spesies dengan jumlah individu yang tidak merata, maka komunitas tersebut mempunyai keanekaragaman yang rendah.

(35)

semakin kecil keseragaman suatu populasi dan ada kecendrungan bahwa suatu jenis mendominasi populasi tersebut.

Berdasarkan indeks diversitas Shannon Wienner, maka dapat disimpulkan bahwa Danau Lut Tawar yang berada di tempat penelitian merupakan suatu perairan yang memiliki keanekaragaman yang rendah. Berdasarkan klasifikasi tingkat pencemaran maka dapat disimpulkan bahwa perairan di lokasi penelitian termasuk ke dalam perairan yang tercemar ringan.

Menurut Barus (2004, hlm: 125), klasifikasi tingkat pencemaran berdasarkan nilai indeks diversitas Shannon-Wienner, >2,0 (tidak tercemar); 1,6 – 2,0 (tercemar ringan); 1,0 – 1,6 (tercemar sedang); < 1,0 (tercemar berat/parah). Menurut Yulianda & Damar (1994, hlm: 15) kisaran indeks Shannon dapat diklasifikasikan sebagai berikut: < 1,0 (keragaman kecil), 1,0 – 3,0 (keragaman sedang), > 3,0 (keragaman tinggi).

3.1.3 Nilai Indeks Similaritas (IS)

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada masing – masing stasiun penelitian diperoleh nilai indeks similaritas seperti pada Tabel 3.4 berikut:

Table 3.4 Nilai Indeks Similaritas (IS) atau Kesamaan di Stasiun Penelitian

STASIUN 1 2 3

1 - 70,58% 66,66%

2 - - 71,42%

3 - - -

(36)

mempunyai struktur yang mirip pada ketiga stasiun. Kemiripan ini karena faktor ekologi dan faktor fisik kimia yang tidak jauh berbeda antara ketiga stasiun.

3.2 Parameter Abiotik

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Perairan Danau Lut Tawar didapatkan nilai faktor fisik kimia seperti pada Tabel 3.5 berikut:

Tabel 3.5 Rata – rata Nilai Faktor Fisik Kimia yang Diperoleh pada Setiap Stasiun Penelitian di Danau Lut Tawar

NO PARAMETER SATUAN STASIUN

1 2 3

Stasiun 1 : Daerah Kontrol di Desa Toweran Tua

Stasiun 2 : Daerah Dermaga di Desa Toweran Uken

Stasiun 3 : Daerah Keluaran Air Danau di Desa Bale Bujang

Berdasarkan Tabel 3.5 menunjukkan bahwa nilai temperatur pada lokasi penelitian berkisar 22,40C – 23,50C, dengan nilai temperatur yang tertinggi pada stasiun III sebesar 23,50C yang merupakan daerah keluaran air danau. Temperatur yang terendah pada stasiun II sebesar 22,40C yang merupakan daerah dermaga. Temperatur pada setiap stasiun tidak jauh berbeda atau tidak mengalami fluktuasi (relatif konstan) karena tidak mengalami perubahan yang tinggi. Menurut Barus (2004, hlm: 46), fluktuasi temperatur di perairan tropis yang umumnya sepanjang tahun mempunyai fluktuasi temperatur udara yang tidak terlalu tinggi sehingga mengakibatkan fluktuasi temperatur air tahunan juga tidak terlalu besar. Broweer et

al.,(1990, hlm: 594) mengatakan bahwa kondisi temperatur perairan dipengaruhi oleh

(37)

Berdasarkan penelitian yang di lakukan di peroleh data penetrasi cahaya pada setiap stasiun hampir sama yaitu 6 m. Tingginya intensitas cahaya menyebabkan tingginya penetrasi cahaya. Kedalaman penetrasi ini menunjukkan bahwa kondisi air di danau ini masih jernih. Selain tingginya intensitas cahaya, kedalaman penetrasi juga disebabkan dengan tidak banyaknya bahan – bahan terlarut yang tersuspensi di dalam air. Sastrawijaya (1991, hlm: 99) menjelaskan bahwa cahaya matahari tidak dapat menembus dasar perairan jika konsentrasi bahan tersuspensi atau terlarut tinggi, akibatnya akan mempengaruhi proses fotosintesis di dalam air dan demikian pula sebaliknya.

Berdasarkan Tabel 3.5 dapat dilihat bahwa pH air pada setiap stasiun berkisar 7,5 – 7,7. Nilai pH yang tinggi pada stasiun II di sebabkan karena stasiun ini memiliki aktifitas masyarakat yang lebih banyak dari stasiun lainnya sehingga menghasilkan limbah berupa sisa deterjen dari pencucian perahu, pupuk dari lahan pertanian dan sisa dari makanan ikan dikeramba yang terbawa aliran air permukaan mengakibatkan peningkatan nilai pH air. Menurut Wardhana (2004, hlm: 85) bahwa larutan sabun akan menaikkan pH air sehingga dapat mengganggu kehidupan organisme di dalam air. Ada sebagian bahan sabun maupun deterjen yang tidak dapat dipecah oleh mikroorganisme yang ada di dalam air. Keadaan ini sudah tentu akan merugikan lingkungan. Menurut Supriharyono (2000, hlm: 106), ada beberapa jenis limbah yang biasanya dihasilkan dari aktivitas pertanian, diantaranya adalah pengolahan tanah, pemupukan, dan pemberantasan hama

(38)

Nilai kejenuhan oksigen yang diperoleh dari ketiga stasiun penelitian berkisar 68,51% - 73,55%. Nilai kejenuhan tertinggi terdapat pada stasiun II sebesar 73,55% dan terendah pada stasiun III sebesar 68,51%. Nilai kejenuhan oksigen yang tinggi pada stasiun II berkaitan dengan tingginya nilai DO pada stasiun tersebut. Hal ini menunjukkan defisit oksigen pada stasiun tersebut sedikit. Sumber pemasukan O2

yang cukup besar yang berasal dari hasil fotosintesis plankton, kerapatan vegetasi sekitar yang rimbun, dan juga oksigen yang berasal dari kontak langsung dengan udara, sedangkan nilai kejenuhan Oksigen yang paling rendah yaitu sebesar 68,51% terdapat pada stasiun III. Rendahnya oksigen terlarut pada stasiun ini di sebabkan karena stasiun ini merupakan daerah keluaran air danau dan tidak ditemukannya pepohonan disekitar stasiun ini.

Berdasarkan hasil penelitian di peroleh data kisaran nilai BOD5 untuk seluruh

stasiun sebesar 2,5 – 4,7 mg/l. Nilai BOD5 tertinggi pada stasiun III yang berada pada

keluaran air danau dan terdapat pemukiman penduduk, sedangkan yang terendah berada pada stasiun I yaitu daerah kontol dimana tidak ada aktifitas penduduk. Nilai BOD5 tinggi pada stasiun III karena limbah dari rumah penduduk dan penimbunan

limbah dari hulu danau yang terakumulasi pada bagian hilir. Menurut Wardhana (2004, hlm: 91), bahan buangan limbah organik biasanya berasal dari bahan buangan limbah rumah tangga, bahan buangan limbah pertanian, kotoran manusia, kotoran hewan dan lain sebagainya. Suin (2002, hlm: 46) menyatakan bahwa aliran air juga berpengaruh terhadap kelarutan udara dan garam-garam dalam air sehingga secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap kehidupan organisme air.

(39)

sebagai berikut, jika < 1% (sangat rendah); 1% - 2% (rendah); 2,01% - 3% (sedang); 3,01% - 5% (tinggi); > 5,01% (sangat tinggi).

Secara umum seluruh nilai parameter abiotik baik fisik maupun kimia yang terdapat di seluruh kedalaman dan stasiun di perairan Danau Lut Tawar masih cukup baik untuk kelangsungan hidup biota air yang terdapat di dalamnya termasuk organisme makrozoobentos. Menurut Wardhana (2004, hlm: 195) Baku mutu air golongan D merupakan golongan air yang tidak di pergunakan untuk keperluan air minum, perikanan, pertanian tetapi masih memenuhi syarat untuk kehidupan biota air memiliki batasan nilai parameter fisik dan kimia yang di ijinkan sebagai berikut : Suhu normal, pH 6 - 8,5, BOD5 30 mg/l, dan DO minimal 3 mg/l.

3.3Nilai Analisis Korelasi Pearson Metode Komputerisasi SPSS Ver 15.00

Berdasarkan pengukuran faktor fisik kimia perairan yang telah dilakukan pada setiap stasiun penelitian yang dikorelasikan dengan Indeks Diversitas Shannon-Wienner maka diperoleh indeks korelasi seperti pada Tabel 3.6 berikut :

Tabel 3.6 Nilai Korelasi Keanekaragaman Makrozoobentos dengan Faktor Fisik Kimia Perairan

Temperetur Intensitas Penetrasi pH DO BOD5 K.Oksigen K.Substrat

H’ -0,680 +0,871 -0,109 +0,915 +0,903 -0,255 +0,939 +0,607

Keterangan:

Nilai + = Arah Korelasi Searah Nilai - = Arah Korelasi Berlawanan

(40)

Berdasarkan hasil uji korelasi pada Tabel 3.6 dapat dilihat bahwa faktor fisik kimia yang berkorelasi searah adalah kejenuhan oksigen, DO, intensitas, pH dan kandungan substrat, sedangkan yang berkorelasi berlawanan arah adalah temperatur, penetrasi dan BOD5. Korelasi antara faktor fisik kimia dengan indeks

keanekaragaman (H’) memiliki hubungan yang sangat rendah, rendah, kuat dan sangat kuat. Hubungan yang sangat kuat terdiri dari oksigen terlarut dan kejenuhan Oksigen sedangkan hubungan yang rendah pada BOD5.

Oksigen terlarut dan kejenuhan Oksigen memiliki hubungan yang sangat kuat dan berkorelasi searah terhadap keanekaragaman makrozoobentos. Semakin tinggi nilai DO dan nilai kejenuhan Oksigen, tingkat keanekaragaman bentos juga tinggi. Kejenuhan oksigen berpengaruh terhadap kelangsungan hidup biota air termasuk makrozoobentos, sebab semakin tinggi nilai kejenuhan oksigen (mendekati nilai 100 %) pada kisaran suhu tertentu berarti kandungan oksigen terlarut mendekati maksimum dengan demikian makrozoobentos dapat melakukan fungsi fisiologis dan biologisnya dengan baik. Fluktuasi kadar oksigen terlarut dalam air sangat menentukan kehidupan hewan air (Suin, 2002, hlm: 58-59). Hewan maupun tumbuhan air memerlukan oksigen untuk proses respirasi untuk kelangsungan hidupnya (Soegianto, 2005, hlm: 95).

BOD5 memiliki hubungan yang lemah dan berkorelasi berlawanan arah

terhadap keanekaragaman makrozoobentos. Semakin rendah nilai BOD5, tingkat

keanekaragaman bentos semakin tinggi. BOD5 sangat berkaitan dengan tingkat

pencemaran. Rendahnya nilai BOD5 menunjukkan tingkat pencemaran di daerah

perairan tersebut rendah sehingga dapat mendukung kehidupan makrozoobentos. Rendahnya tingkat pencemaran di daerah perairan menyebabkan konsumsi oksigen untuk menguraikan senyawa organik rendah sehingga kandungan oksigen di daerah perairan tersebut tinggi.

(41)

kimiawi. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengukuran BOD adalah jumlah senyawa organik yang diuraikan, tersedianya organisme aerob yang mampu menguraikan senyawa organik tersebut dan tersedianya sejumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian itu (Barus, 2004, hlm : 65).

Bahan-bahan organik akan diuraikan oleh organisme-organisme pengurai, yang spesial menguraikan bahan-bahan organik yang telah mati, terutama bakteri dan jamur (mikrofungi). Karena mikroorganisme ini membutuhkan oksigen untuk proses respirasi, maka jumlah oksigen dalam air akan menurun. Jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh mikroba semacam ini biasa dikenal dengan istilah ”Biological

(42)

BAB 4

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan untuk melihat Keanekaragaman Makrozoobentos di Danau Lut Tawar Kabupaten Aceh Tengah dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

a. Makrozoobentos yang didapatkan sebanyak 23 genus terdiri dari 19 famili, 11 ordo, 6 kelas dan 3 filum.

b. Nilai kepadatan tertinggi dari ketiga stasiun penelitian terdapat pada Hydrobia sebesar 133,33 ind/m2 , 22,59% (KR) dan 100% (FK). dan terendah pada genus

Hydrobia, Gomphus, Helobdella, Kogotus, Thiara, Boyeria, Placobdella,

Ophiogomphus dan Elimia dengan nilai masing-masing sebesar 1,23 ind/m2. c. Indeks Keanekaragaman (H’) pada ketiga stasiun nilai tertinggi pada stasiun 2

sebesar 2,229 dan terendah pada stasiun 3 sebesar 1,814. Indeks Keseragaman (E) pada ketiga stasiun nilai tertinggi pada stasiun 2 sebesar 0,801 dan terendah pada stasiun 1 sebesar 0,685.

d. DO dan Kejenuhan Oksigen berkorelasi sangat kuat dan searah dengan indeks keanekaragaman (H’) makrozoobentos. BOD5 berkorelasi rendah dan berlawanan

(43)

Lampiran A. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur DO

1 ml MnSO4 1 ml KOH – KI Dikocok Didiamkan

5

1 ml H2SO4

Dikocok

Didiamkan

Diambil sebanyak 100 ml Ditetesi Na2S2O3 0,0125 N

D

Ditambahkan 5 tetes amilum

Dititrasi dengan Na2S2O3 0,00125 N

Dihitung volume Na2S2O3 yang terpakai (= nilai DO akhir)

(Michael, 1984 & Suin, 2002, hlm: 60).

Larutan sampel berwarna coklat Sampel Dengan Endapan Putih/Coklat

Sampel berwarna kuning pucat

Sampel berwarna biru

Hasil Sampel Bening

(44)

Lampiran B. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur BOD5

Dihitung

Diinkubasi selama 5 hari pada nilai DO

temperatur 200C awal

dihitung nilai DO akhir

Keterangan:

· Penghitungan nilai DO awal dan DO akhir sama dengan penghitungan nilai DO

. Nilai BOD = Nilai awal – Nilai DO akhir

(Michael, 1984 & Suin, 2002, hlm: 64).

DO Awal DO Akhir

Sampel Air I Sampel Air II

(45)

Lampiran C. Bagan Kerja Pengukuran Kadar Organik Substrat

Dihomogenkan

Dikeringkan dalam oven pada suhu 450 C

Dihaluskan/digerus dengan lumpang

Dikeringkan dalam oven suhu 450 C selama 1 jam Ditimbang sebanyak 5 gram

Dibakar dalam tungku pembakaran pada suhu 6000C selama 3 jam

Ditimbang berat abu

( Barus, 2004, hlm: 139-140 )

Substrat dasar pada titik

100 gram sustrat d

Berat konstan tanah

5 gram tanah

Abu

(46)
(47)

Lampiran E. Foto Makrozoobentos yang Didapatkan

Gambar 4. Copelatus Gambar 5. Gomphus

Gambar 6. Enalagma Gambar 7. Chironomus

(48)

Gambar 10. Pila Gambar 11. Thiara

Gambar 12. Sphaerium Gambar 13. Tryonia

(49)

Gambar 16. Anodontoides Gambar 17. Goniobasis

Gambar 18. Hydrobia Gambar 19. Melanoides

(50)

Lampiran F. Peta Lokasi Penelitian

(51)
(52)
(53)

Lampiran H. Contoh Hasil Perhitungan

1 2 3 4 5 6 7 8 9

I Bivalvia

A Unionidae

1 Anodontoides 3 6 - 3 4 - - - - B Pisidiidae

2 Sphaerium 14 - 6 - - 2 1 2 -

III Gastropoda

D Ampullaridae

3 Pila 1 - - - 3 E Hydrobiidae

4 Hydrobia - - - 6 - - 5 Tryonia 1 1 3 - - - 1 - - F Planorbidae

6 Gyraulus - - - 1 - - - 1 1 G Pleuroceridae

7 Elimia - - - 1 - - - 8 Goniobasis 15 15 10 5 1 5 - 5 1 H Pomatiopsidae

9 Pomatiopsis 3 - - 6 - 10 4 - - I Viviparidae

10 Viviparus

J Thiaridae

11 Melanoides 6 8 7 1 8 30 - 6 18

IV Insecta

K Gomphidae

(54)

a. Kepadatan Populasi Thiara pada stasiun I

b. Kepadatan relatif Thiara pada stasiun I

%

c. Frekuensi Kehadiran Thiara pada stasiun I

%

e. Indeks keseragaman (E) populasi pada stasiun I

685

(55)
(56)
(57)

Gambar

Gambar 1.  Stasiun 1
Tabel 2.1                    Kimia Perairan Alat dan Satuan yang Dipergunakan Dalam Pengukuran Faktor Fisik  No Parameter Satuan                 Alat Tempat
Tabel 3.1 Klasifikasi Makrozoobentos yang Didapatkan pada Setiap Stasiun Penelitian di Danau Lut Tawar
Tabel  3.2 Nilai  Kepadatan   Populasi   (ind/m2),   Kepadatan   Relatif   (%)   dan      Frekuensi Kehadiran (%) Makrozoobentos di Setiap StasiunPenelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun hal ini membuat perusahaan harus mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk memproduksi iklan tetapi program promosi ini dapat menyampaikan informasi kepada konsumen

Pendapat lain dari Handoko (1996:104) yang mengatakan bahwa pengembangan sumber daya manusia mempunyai ruang lingkup yang lebih luas dalam upaya untuk memperbaiki

Untuk menentukan siswa teladan tersebut maka salah satu pendekatan yang dapat dilakukan dengan menggunakan logika fuzzy.. Dan kriteria penilaian dapat dilakukan

Pemberdayaan ( empowerment ) merupakan strategi/upaya untuk memperluas akses masyarakat terhadap suatu sumberdaya ataupun program (misalnya, kebijakan pembangunan pertanian

(10) Apabila kerja jalan telah disiapkan oleh pihak berkuasa tempatan dan kosnya ditentukan, pihak berkuasa tempatan hendaklah mengarahkan supaya suatu pembahagian akhir bagi kos

Hasil uji Chi Square diperoleh nilai p value sebesar 0,023 yang lebih kecil dari α = 0,05 artinya ada hubungan yang signifikan antara sanitasi tempat berjualan dengan

Seiring  dengan  desakan  itu,  untuk  mengembangkan  pendidikan  tinggi  keteknikan  yang  juga  memiliki  orientasi  pengelolaan  sumberdaya  alam   maka 

Perbandingan pengkategorian hasil belajar peserta didik pada siklus I, penulis melihat bahwa dari 0-100, skor terendah yang di peroleh yaitu 55, sedangkan skor tertinggi