ANALISIS FAKTOR RISIKO PASIEN MIOMA UTERI DI
RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN DAN RS JEJARING
TESIS
OLEH :
RENNY ANGGRAINI
DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP. H. ADAM MALIK
MEDAN
PENELITIAN INI DI BAWAH BIMBINGAN TIM 5
PEMBIMBING
dr. HENRY SALIM SIREGAR, Sp.OG (K)
DR. dr. M. FIDEL GANIS SIREGAR, M.Ked (OG), Sp.OG (K)
PENGUJI
dr. M. FAHDHY, M.Sc, Sp.OG
dr. RUSHAKIM LUBIS, Sp.OG
dr. AGNES DWI H, Sp.OG (K)
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi
Salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister
KATA PENGANTAR
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang.
Segala puji dn syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulisan tesis ini dapat diselesaikan.
Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu syarat
memperoleh kehlian dalam bidang Obstetri dan Ginekologi. Sebagai manusia biasa
saya menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangannya dan masih jauh dari
sempurna, namun demikian besar harapan saya kiranya tulisan sederhana ini dapat
bermanfaat dalam menambah pembendaharaan bacaan khususnya tentang :
“ ANALISA FAKTOR RISIIKO MIOMA UTERI DI RS.H.ADAM MALIK MEDAN
DAN RS.JEJARING”
Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah saya menyampaikan rasa
terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof.dr.Syahril Pasaribu, DTM&H
(CTM&H) dan Dekan Universitas Sumatera Utara, Prof.dr.Gontar Alamsyah
Siregar, Sp.PD (KGEH), yang telah memberikan kesempatan kepada saya
untuk mengikuti program pendidikan Magister Kedokteran di Bidang Obstetri
dan Ginekologi, di Fakultas Kedokteran USU Medan.
2. Ketua Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan, Prof.dr.Delfi
Lutan,MSc,Sp.OG(K); Sekretaris Departemen Obstetri dan Ginekologi
FK-USU Medan, DR.dr.M.Fidel Ganis Siregar,M.Ked(OG),Sp.OG(K); Ketua
Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK_USU Medan,
dr.Henry Salim Siregar, Sp.OG(K); Sekretaris Program Studi Dokter Spesialis
Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan, dr.M.Rhiza
Tala,M.Ked(OG),Sp.OG(K)
3. dr.Henry Salim Siregar, Sp.OG(K), DR.dr.M.Fidel Ganis Siregar,
M.Ked(OG),Sp.OG(K), selaku pembimbingg tesis saya bersama
dr.M.Fahdhy,MSc, Sp.OG, dr.Rushakim Lubis, Sp.OG, dr. Agnes Dwi H,
kesabaran telah meluangkan waktu yang sangat berharga untuk mebimbing,
memeriksa dan melengkapi penulisan tesis ini hingga selsai.
4. Ketua divisi Fertilitas Endokrinologi dan Reproduksi, dr.Ichwanul
Adenin,M.Ked(OG), Sp.OG(K) yang telah mengizinkan saya untuk melakukan
penelitian ini.
5. dr.Letta Sari Lintang, M.Ked(OG),Sp.OG , selaku Ibu angkat saya selama
menjalani masa pendidikan, yang telah banyak mengayomi, membimbing,
dan memberikan nasehat yang bermanfaat kepada saya selama dalam
pendidikan.
6. Kepada dr.Surya Darma, MPH, yang telah meluangkan waktu dan pikiran
untuk membimbing saya dalam penyelesaian uji statistik tesis ini.
7. Seluruh staf PengajarDepartemen Obstetri dan Ginekologi FK_USU Medan,
yang secara langsung telah banyak membimbing dan mendidik saya sejak
awal pendidikan. Semoga Allah SWT membalas budi baik guru-guru saya
tersebut.
8. Direktur RSUP.H.Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan
dan sarana kepada saya untuk bekerja sama selama mengikuti program
pendidikan ini.
9. Direktur RSUD.dr.Pirngadi Medan, dr.Amran Lubis,Sp.JP; dan Kepala SMF
Obstetri dan Ginekologi RSUD dr.Pirngadi Medan dr.Rushakim Lubis,Sp.OG;
Wakil SMF Obgin RSPM dr.Syamsul A. Nasution, Sp.OG(K); Ketua
Koordinator PPDS Obgin RSPM dr.Sanusi Piliang, Sp.OG; Ketua Komite
Penelitian RSPM dr.Fadjir,Sp.OG beserta staf yang telah memberikan
kesempatan dan saran kepada saya dalam bekerja sama selama mengikuti
program pendidikan Magister di bidang Obstetri dan Ginekologi
10. Direktur Rumah Sakit Umum PTPN II Tembakau Deli; dr.Sofyan Abdul Ilah,
Sp.OG dan dr.Najaruddin Jaffar, Sp.OG(K) beserta staf yaang telah
memebrikan kesempatan dan bimbingan kepada saya
11. Direktur Rumkit Tk.II Puteri Hijau KESDAM II/BB Medan dan Kepala SMF
Obstetri dan Ginekologi Rumkit Tk.II Puteri Hijau KESDAM II/BB Medan
Mayor CKM dr.Gunawan Rusuldi,Sp.OG ; dr.M.Yazim Yacob, Sp.OG; dr.
Agnes Dwi H, Sp.OG(K); dr.Santa M.J.Sianipar, Sp.OG beserta staf yang
telah memberikan kesempatan dan sarana serta bimbingan selama saya
12. Direktur RSU Haji Medan dan Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi RSU Haji
Medan dr.Muslich Perangin-angin,Sp.OG ; dr.Anwar Siregar, Sp.OG; dr.
Syahrizal Daud, Sp.OG, dr.A.Khuwailid, Sp.OG beserta staf yang telah
memberikan kesempatan dan sarana serta bimbingan selama saya bertugas
13. Direktur RSU Sundari ; dr.Zulkarnain Hutasuhut ; dr.M.Haidir, Sp.OG; Ibu
Sundari, Am.Keb beserta staf yang telah memberikan kesempatan dan
sarana serta bimbingan selama saya bertugas
14. Kepada senior-senior saya dr.Siti Syahrini Silvia, Sp.OG; dr. Gorga
Udjang,Sp.OG; dr. Maya Hasmita, Sp.OG; dr.Ari Abdurrahman Lubis, Sp.OG,
dr. Made Surya Kumara, Sp.OG; dr. M.Rizki Yaznil, M.Ked(OG),Sp.OG, dr.
Lili Kuswani, Sp.OG, dr. Firman Alamsyah, Sp.OG; dr. T.Johan A,
M.Ked(OG),Sp.OG, dr. Tigor PH, M.Ked(OG),Sp.OG, dr. Hendriyadi S,
M.Ked(OG),Sp.OG, dr. Heika NS, M.Ked(OG), Sp.OG, dr. Janwar S,
M.Ked(OG), Sp.OG, dr. Arjuna S, M.Ked (OG), Sp.OG, dr. Ali Akbar, M.Ked
(OG), Sp.OG, dr. Irwansyah P, M.Ked(OG, Sp.OG, dr. M. Yusuf, M.ked (OG),
Sp.OG, dr. Hendri G, M.Ked(OG),Sp.OG, dr. Meity E, M.Ked(OG), Sp.OG,
dr.Dani A,dr. Pantas, dr.Ferdiansyah P, dr.Edy R, dr.Erwin, dr. Rizal, dr.Kiko,
dr. Wahyu, dr. Ivo, dr. Rohim, dr. Anindita, dr. Hiro, dr. Ray CB.
15. Kepada sejawat angkatan saya : dr. Masithah, dr. Chandran, dr.M.Faisal
Fahmi, dr. Dezarino, dr. Afriza, dr. Rahmanita, dr. Dona, dr. Ninong, dr. Hilma,
terima kasih atas kebersamaan dan kerja samanya selama ini.
16. Seluruh sejawat PPDS yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima
kasih atas kebersamaan, dorongan, semangat dan doa yang telah diberikan
selama ini.
17. Kepada almh. Ibu Hj. Asnawati Hsb, Ibu. Hj. Sosmalawaty, Ibu Zubaedah,
Mimi, Asih, Dewi dan seluruh pegawai di lingkungan Departemen Obstetri dan
Ginekologi RSUP.H.Adam Malik Medan terima kasih atas bantuan dan
dukungannya.
Tiada kata yang dapat saya ucapkan selain rasa syukur kepada Allah SWT dan
sembah sujud serta terima kasih yang tidak terhingga saya sampaikan kepada
kedua orang tua saya yang sangat saya cintai, Ayahanda Suparni dan Ibunda
Trimurti yang telah membesarkan, membimbing, mendoakan, serta mendidik
memberi contoh yang baik dalam menjalani hidup serta memberikan motivasi
dan semangat kepada saya selama mengikuti pendidikan.
Kepada Adinda : dr. Robby Anggara dan Ria Amellia, terima kasih atas
bantuan, dorongan dan doa kepada saya selama menjalani pendidikan.
Terima kasih kepada dr.Irvan Bahar, Sp.OG, yang merupakan inspirasi dan
pendorong motivasi serta pemberi semangat saya untuk menyelesaikan
pendidikan ini.
Akhirnya kepada seluruh keluarga handai tolan yang tidak dapat saya sebutkan
namanya satu persatu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang telah
banyak memberikan bantuan, baik moril maupun materil, saya ucapkan banyak
terima kasih. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan
hidayahNya kepada kita semua.
Amin Ya Rabbal ‘Alamin
Medan, Juni 2013
DAFTAR ISI
1.3. Tujuan Penelitian ………...
1.3.1. Tujuan Umum ...
1.3.2. Tujuan Khusus ...
4
4
4
1.4. Manfaat Penelitian ………...
1.4.1. Manfaat Praktis ...
2.1. Definisi Mioma Uteri...………...
2.2. Etiologi Mioma Uteri... ………...
2.3. Faktor predisposisi mioma uteri...………....
2.4. Jenis dan gambaran klinis mioma uteri...
2.5. Gejala mioma uteri ...…………...
2.6. Diagnosis Mioma uteri... ...
2.7. Penatalaksanaan Mioma uteri...
2.8. Komplikasi mioma uteri ...
2.9. Prognosis Mioma uteri ...
2.10. Diagnosis banding mioma uteri...
BAB III METODE PENELITIAN ……… 23
3.1. Rancangan Penelitian ………... 23
3.2. Waktu dan Tempat ………. ………... 23
3.3. Subjek Penelitian…...……..…...
3.3.1. Populasi Target ...
3.5. Kriteria Inklusi dan Ekslusi...…….……….
3.5.1. Kriteria Inklusi Kasus dan Kontrol...
3.5.2. Kriteria Eklusi Kasus dan Kontrol ...
3.6 Hipotesis penelitian...
3.7. Cara Penelitian ...
3.7.1. Pengumpulan Data ...
3.8. Batasan Operasional ………..
3.9. Kerangka Konsep………..
28
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...
KESIMPULAN DAN SARAN...
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Distribusi frekuensi mioma uteri berdasarkan jenis
mioma uteri di RS. H. Adam Malik Medan dan
RS. Jejaring ... 31
Tabel 4.2 Data Karakteristik penderita mioma uteri di
RS. H. Adam Malik Medan dan RS. Jejaring... 32
Tabel 4.3. Tabel hubungan faktor umur terhadap kejadian
mioma uteri di RS H. Adam Malik Medan dan
RS.Jejaring ... 34
Tabel 4.4. Tabel hubungan faktor paritas terhadap kejadian
mioma uteri di RS H. Adam Malik Medan dan
RS.Jejaring... 35
Tabel 4.5. Tabel hubungan faktor menarche terhadap kejadian
mioma uteri di RS H. Adam Malik Medan dan
RS.Jejaring... 36
Tabel 4.6. Tabel hubungan Indeks Massa Tubuh terhadap
kejadian mioma uteri di RS H. Adam Malik Medan dan
ANALISA FAKTOR RIRIKO MIOMA UTERI DI RSUP.H.ADAM MALIK MEDAN
DAN RS.JEJARING
Anggraini R, Siregar HS, Siregar FG
Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,
Medan, Indonesia, Mei 2013
ABSTRAK
Latar belakang : Salah satu masalah kesehatan reproduksi wanita adalah mioma uteri, yang merupakan salah satu penyakit yang meningkatkan morbiditas.
Tujuan : Untuk mengetahui
Mioma uteri merupakan tumor pelvis yang terbanyak pada organ reproduksi wanita. Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20%-30% dari seluruh wanita,sering ditemukan pada wanita umur 35 - 45 tahun (kurang lebih 25%) dan jarang pada wanita 20 tahun dan wanita post menopause. Wanita yang sering melahirkan, sedikit kemungkinannya untuk perkembangan mioma dibandingkan dengan wanita yang tak pernah hamil atau hanya satu kali hamil. Prevalensi juga meningkat apabila ditemukan riwayat keluarga, usia menarche, merokok, hipertensi, dan kegemukan.
risiko relatif yang dinilai dari Odds Rasio faktor-faktor predisposisi mioma uteri pada pasien rawat jalan dan rawat inap di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RS Jejaring
Metode : Penelitian ini menggunakan rancangan kasus kontrol dengan menggunakan analisa data sekunder yang didapat dari cacatan medis pasien mioma uteri di Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP.H. Adam Malik Medan dan RS. Jejaring. Data diolah secara komputerisasi, meliputi statistik deskriptif dalam hal ini data ditampilkan dalam bentuk tabel frekuensi, dan Confidence Interval (CI) 95 %. Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan analitik komparatif menggunakan uji chi square dengan derajat kepercayaan 95%. Analisis multivariate antar variabel yang berpengaruh menggunakan analisis regresi logistik. Subjek adalah wanita di diagnosa dengan mioma uteri berdasarkan hasil patologi anatomi, tidak ada tumor abdomen,pasien yang memiliki catatan medis lengkap meliputi variabel yang akan diteliti. Sampel diekslusi bila tidak memenuhi catatan medis lengkap meliputi variabel yang akan diteliti.
.
Hasil : Berdasarkan nilai OR = 4,29, hal ini menunjukkan bahwa risiko untuk menderita mioma uteri bagi yang berumur 35-50 tahun 4,29 kali lebih besar dibandingkan kelompok umur < 35 tahun.
Kesimpulan : Dengan uji statistik Chi square diperoleh nilai p = < 0,05. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian mioma uteri. Risiko untuk menderita mioma uteri bagi yang berumur 35-50 tahun 4,29 kali lebih besar dibandingkan kelompok umur < 35 tahun.
ANALISA FAKTOR RIRIKO MIOMA UTERI DI RSUP.H.ADAM MALIK MEDAN
DAN RS.JEJARING
Anggraini R, Siregar HS, Siregar FG
Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,
Medan, Indonesia, Mei 2013
ABSTRAK
Latar belakang : Salah satu masalah kesehatan reproduksi wanita adalah mioma uteri, yang merupakan salah satu penyakit yang meningkatkan morbiditas.
Tujuan : Untuk mengetahui
Mioma uteri merupakan tumor pelvis yang terbanyak pada organ reproduksi wanita. Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20%-30% dari seluruh wanita,sering ditemukan pada wanita umur 35 - 45 tahun (kurang lebih 25%) dan jarang pada wanita 20 tahun dan wanita post menopause. Wanita yang sering melahirkan, sedikit kemungkinannya untuk perkembangan mioma dibandingkan dengan wanita yang tak pernah hamil atau hanya satu kali hamil. Prevalensi juga meningkat apabila ditemukan riwayat keluarga, usia menarche, merokok, hipertensi, dan kegemukan.
risiko relatif yang dinilai dari Odds Rasio faktor-faktor predisposisi mioma uteri pada pasien rawat jalan dan rawat inap di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RS Jejaring
Metode : Penelitian ini menggunakan rancangan kasus kontrol dengan menggunakan analisa data sekunder yang didapat dari cacatan medis pasien mioma uteri di Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP.H. Adam Malik Medan dan RS. Jejaring. Data diolah secara komputerisasi, meliputi statistik deskriptif dalam hal ini data ditampilkan dalam bentuk tabel frekuensi, dan Confidence Interval (CI) 95 %. Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan analitik komparatif menggunakan uji chi square dengan derajat kepercayaan 95%. Analisis multivariate antar variabel yang berpengaruh menggunakan analisis regresi logistik. Subjek adalah wanita di diagnosa dengan mioma uteri berdasarkan hasil patologi anatomi, tidak ada tumor abdomen,pasien yang memiliki catatan medis lengkap meliputi variabel yang akan diteliti. Sampel diekslusi bila tidak memenuhi catatan medis lengkap meliputi variabel yang akan diteliti.
.
Hasil : Berdasarkan nilai OR = 4,29, hal ini menunjukkan bahwa risiko untuk menderita mioma uteri bagi yang berumur 35-50 tahun 4,29 kali lebih besar dibandingkan kelompok umur < 35 tahun.
Kesimpulan : Dengan uji statistik Chi square diperoleh nilai p = < 0,05. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian mioma uteri. Risiko untuk menderita mioma uteri bagi yang berumur 35-50 tahun 4,29 kali lebih besar dibandingkan kelompok umur < 35 tahun.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Salah satu hal yang perlu diperhatikan untuk mencapai derajat kesehatan
yang optimal adalah kesehatan wanita khususnya kesehatan reproduksi karena
dampaknya luas dan menyangkut berbagai aspek kehidupan. Wanita memegang
peranan utama terhadap kelanjutan generasi penerus bagi suatu Negara, sehingga
kesehatan wanita memberikan pengaruh yang besar. Kesehatan wanita juga
merupakan parameter kemampuan negara dalam menyelenggarakan pelayanan
kesehatan terhadap masyarakat.
Salah satu masalah kesehatan reproduksi wanita adalah mioma uteri, yang
merupakan salah satu penyakit yang meningkatkan morbiditas.
1
Mioma uteri
merupakan tumor pelvis yang terbanyak pada organ reproduksi wanita. Gejala dari
mioma uteri tidak selalu ada. Pada umumnya kasus mioma ditemukan secara
kebetulan pada saat pemeriksaan USG, pemeriksaan pelvis, atau pada laparatomi
daerah pelvis.
Mioma uteri dikenal juga dengan sebutan Fibromioma, fibroid ataupun
Leiomioma dan merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan
jaringan ikat yang menumpangnya. Mioma uteri belum pernah ditemukan sebelum
terjadinya menarkhe, sedangkan setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma
yang masih tumbuh. Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20%-30% dari seluruh
wanita.
1
Tumor ini paling sering ditemukan pada wanita umur 35 - 45 tahun (kurang
lebih 25%) dan jarang pada wanita 20 tahun dan wanita post menopause. Dari
penelitian, diketahui wanita berusia 35-49 tahun berdasarkan rekam medis, dan
sonografi menemukan bahwa pada usia 35 tahun kejadian mioma adalah 60% pada
wanita Afrika-Amerika, dan insiden meningkat lebih dari 80% pada usia 50 tahun.
Sedangkan pada wanita Kaukasia 40% terjadi pada wanita usia 35 tahun dan
hampir 70% terjadi pada wanita usia 50 tahun.3 Penelitian di Amerika Serikat yang dilakukan Schwartz, angka kejadian mioma uteri adalah 2-12,8 orang per 1000
wanita tiap tahunnya. Schwartz menunjukkan angka kejadian mioma uteri 2-3 kali
lebih tinggi pada wanita kulit hitam dibandingkan kulit putih.4
Sedangkan di Indonesia mioma ditemukan 2,39% - 11,7% pada semua
penderita ginekologi yang dirawat.
2
Sebuah penelitian yang dilakukan di RS. Arifin
Ahmad Pekanbaru (2010) menyimpulkan bahwa kasus mioma uteri intramural
terbanyak didapat pada kasus mioma uteri ( 56,75%).
Wanita yang sering melahirkan, sedikit kemungkinannya untuk
perkembangan mioma dibandingkan dengan wanita yang tak pernah hamil atau
hanya satu kali hamil. Prevalensi juga meningkat apabila ditemukan riwayat
keluarga, usia menarche, merokok, hipertensi, dan kegemukan.
5
3
Diagnosis mioma uteri biasanya didasarkan atas anamnesa, pemeriksaan
fisik, yakni dijumpai adanya pembesaran rahim dan penemuan pada ultrasonografi.
Teknik pencitraan berguna jika diperlukan untuk mengkonfirmasi diagnosis atau
untuk meningkatkan lokalisasi mioma uteri sebelum operasi.
Mioma uteri ini menimbulkan masalah besar dalam kesehatan dan terapi
yang efektif belum didapatkan, karena sedikit sekali informasi mengenai etiologi dan
namun morbiditas yang ditimbulkan oleh mioma uteri ini cukup tinggi karena mioma
uteri dapat menyebabkan nyeri perut dan perdarahan abnormal, serta diperkirakan
dapat menyebabkan rendahnya tingkat kesuburan.6 Adanya hubungan antara mioma dan rendahnya kesuburan ini telah dilaporkan oleh dua survei
observasional.7
Belum didapatkannya data khusus mengenai kejadian mioma uteri dan
hubungan faktor-faktor risiko terhadp kejadian mioma uteri di Sumatera Utara
khususnya Medan, mendorong peneliti untuk melakukan penelitian, mengingat
angka kejadian mioma uteri yang semakin tinggi dapat menimbulkan masalah besar
dalam kesehatan. Mioma uteri menyebabkan berkurangnya kualitas hidup wanita,
oleh karena itu sudah sepantasnya kita memberikan perhatian yang lebih besar
mengenai latar belakang dari penyakit ini dan segala aspek yang berkaitan dengan
mioma uteri, dengan mengetahui faktor-faktor predisposisi kejadian mioma uteri
sehingga dapat dilakukan upaya preventif sebagai perwujudan dari usaha
peningkatan kualitas kesehatan reproduksi wanita Indonesia.
Dilaporkan sebesar 27 – 40 % wanita dengan mioma uteri
mengalami infertilitas.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian timbul pertanyaan “ Bagaimana risiko
relatif yang dinilai dari Odds Rasio dari faktor-faktor predisposisi yang meliputi umur,
usia menarkhe, paritas, IMT ( indeks masa tubuh ) pada pasien mioma uteri yang
menjalani rawat jalan dan rawat inap di RSUP. H. Adam Malik Medan dan RS
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui 1.3.1 Tujuan Umum
1.3.2
risiko relatif yang dinilai dari Odds Rasio faktor-faktor
predisposisi mioma uteri pada pasien rawat jalan dan rawat inap di RSUP. H.
Adam Malik Medan dan RS Jejaring.
1.
Tujuan Khusus
2.
Untuk mengetahui umur sebagai faktor predisposisi dari kejadian mioma
uteri pada pasien rawat jalan dan rawat inap di RSUP. H. Adam Malik
Medan dan RS Jejaring
3.
Untuk mengetahui usia menarkhe sebagai faktor predisposisi dari kejadian
mioma uteri pada pasien rawat jalan dan rawat inap di RSUP. H. Adam
Malik Medan dan RS Jejaring
4.
Untuk mengetahui paritas sebagai faktor predisposisi dari kejadian mioma
uteri pada pasien rawat jalan dan rawat inap di RSUP. H. Adam Malik
Medan dan RS Jejaring
Untuk mengetahui IMT ( index masa tubuh) sebagai faktor predisposisi
dari kejadian mioma uteri pada pasien rawat jalan dan rawat inap di
RSUP. H. Adam Malik Medan dan RS Jejaring
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Praktis
1. Sebagai sumber informasi bagi klinisi bahwa faktor predisposisi : umur,
2. Dengan dijumpainya faktor predisposisi mioma uteri , klinisi dapat
memberikan penanganan yang lebih cepat, tepat dan optimal pada
penderita mioma uteri.
1.4.2 Manfaat Teoritis
1. Data penelitian berupa Odds Rasio dari faktor predisposisi mioma uteri
dapat dijadikan data dasar penelitian selanjutnya.
2. Menambah teori kepustakaan bahwa
1.4.3 Manfaat bagi masyarakat
umur, usia menarkhe, paritas, IMT (
indeks masa tubuh ) merupakan faktor predisposisi mioma uteri
1. Dengan diketahuinya umur, usia menarkhe, paritas, IMT (indeks masa
tubuh) sebagai faktor predisposisi mioma uteri , maka dapat meningkatkan
kewaspadaan diri dan keteraturan dalam melakukan pemeriksaan rutin ke
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Mioma Uteri
Mioma uteri, dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid, atau leiomioma
merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot polos uterus dan jaringan ikat
yang menumpanginya. Mioma uteri berbatas tegas, tidak berkapsul, dan berasal dari
otot polos jaringan fibrous sehingga mioma uteri dapat berkonsistensi padat jika
jaringan ikatnya dominan, dan berkonsistensi lunak jika otot rahimnya yang
dominan.2
Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun
mempunyai sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih banyak.
Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarke. Di Indonesia mioma
uteri ditemukan 2,39-11,7% pada semua penderita ginekologi yang dirawat. Selain
itu dilaporkan juga ditemukan pada kurang lebih 20-25% wanita usia reproduksi dan
meningkat 40% pada usia lebih dari 35 tahun.
2
2.2 Etiologi Mioma Uteri
Etiologi pasti belum diketahui sampai saat ini. Tumor ini mungkin berasal dari
sel otot yang normal, dari otot imatur yang ada didalam miometrium atau dari sel
embrional pada dinding pembuluh darah uterus. Darimanapun asalnya, mioma mulai
dari benih-benih multipel yang sangat kecil dan tersebar pada miometrium. Benih ini
tumbuh sangat lambat tetapi progressif, dibawah pengaruh estrogen sirkulasi.
Terdapat juga korelasi antara pertumbuhan tumor dengan peningkatan
reseptor estrogen-progesteron pada jaringan mioma uteri, serta adanya faktor
predisposisi yang bersifat herediter dan faktor hormon pertumbuhan dan Human
Placental Lactogen. Para ilmuwan telah mengidentifikasi kromosom yang membawa
145 gen yang diperkirakan berpengaruh pada pertumbuhan fibroid. Beberapa ahli
mengatakan bahwa mioma uteri diwariskan dari gen sisi paternal. Mioma biasanya
membesar pada saat kehamilan dan mengecil pada saat menopause, sehingga
diperkirakan dipengaruhi juga oleh hormon-hormon reproduksi seperti estrogen dan
progesteron. Selain itu juga jarang ditemukan sebelum menarke, dapat tumbuh
dengan cepat selama kehamilan dan kadang mengecil setelah menopause.9
Apakah estrogen secara langsung memicu pertumbuhan mioma uteri atau
memakai mediator masih menimbulkan silang pendapat. Dimana telah ditemukan
banyak sekali mediator di dalam mioma uteri, seperti estrogen growth factor, insulin
growth factor-1, (IGF-1), connexin-43-Gapjunction protein dan marker proliferasi.
9
Pengaruh-pengaruh hormon dalam pertumbuhan dan perkembangan mioma:
a. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarche. Seringkali terdapat pertumbuhan tumor
yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan
mengecil pada saat menopause dan pengangkatan ovarium. Mioma uteri banyak
ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas.
Selama fase sekretorik, siklus menstruasi dan kehamilan, jumlah reseptor estrogen
di miometrium normal berkurang. Pada mioma reseptor estrogen dapat ditemukan
sepanjang siklus menstruasi, tetapi ekskresi reseptor tersebut tertekan selama
b. Progesteron
Reseptor progesteron terdapat di miometrium dan mioma sepanjang siklus
menstruasi dan kehamilan. Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen.
Progesteron menghambat pertumbuhan mioma dengan dua cara yaitu:
Mengaktifkan 17-Beta hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor
estrogen pada mioma.2,7-11
c. Hormon Pertumbuhan
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang
mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa, terlihat pada periode ini memberi
kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari mioma selama kehamilan mungkin
Kondisi perubahan hormonal tubuh dalam kaitannya dengan pertumbuhan
mioma uteri.
Hubungan antara faktor predisposisi, risiko mioma uteri dan hormon steroid
11
Faktor predisposisi Efek dan resiko Hormonal
Post menopause Menurun Hipoestrogen
Menstruasi dini Meningkat Paparan estrogen dalam
waktu yang lebih lama
Obesitas Meningkat Meningkatkan konversi
androgen menjadi
estrogen
Kehamilan Menurun Menghentikan paparan
kronik dari estrogen dan
remodelling uterus pada
saat involusi post partum
Pengguanaan kontrasepsi
oral kombinasi
Menurun Paparan estrogen dilawan
oleh progesteron
Merokok Menurun Tingkat serum estrogen
menurun
Ras Amerika- Afrika Meningkat Perbedaan genetik dalam
penghasil hormon atau
metabolisme
Pengaruh riwayat keluarga Meningkat Perbedaan genetik dalam
penghasil hormon dan
Mioma sendiri menciptakan kondisi lingkungan hiperestrogen, yang
diperlukan oleh jaringan mioma untuk mempertahankan pertumbuhannya. Kondisi ini
terjadi akibat :
1. Dibandingkan dengan jaringan miometrium normal, mioma terdiri dari
densitas reseptor estrogen yang lebih banyak, sehingga estradiol yang terikat
akan lebih banyak pula.
10
2. Mioma uteri dibanding jaringan miometrium normal mengubah lebih sedikit
estradiol menjadi estrone, estrogen dengan bentuk yang lebih lemah
3. Mekanisme ketiga ditemukan oleh Bulun dkk, yang melibatkan peningkatan
kadar sitokrom P450 aromatase pada mioma uteri dibandingkan sel normal,
dimana sitokrom ini mengkatalisasi konversi androgen menjadi estrogen
didalam jaringan.
2.3. Faktor Predisposisi Mioma Uteri
a. Umur
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jung et al., (1998)12 di Pusan St. Benedict Hospital dan di Mokpo Korea serta diperkuat oleh pendapat Ran Ok et al., (2007)13 yang menyatakan bahwa kasus mioma uteri terbanyak terjadi pada kelompok usia 40 – 49 tahun.12,13 Hal ini disebabkan karena pertumbuhan dan perkembangan mioma uteri dipengaruhi oleh stimulasi hormon estrogen yang
disekresikan oleh ovarium. Pada umumnya mioma uteri jarang timbul sebelum
menarche dan sesudah menopause, tumbuh dengan lambat serta sering dideteksi
klimakterium, dan pada usia menopause hormon estrogen tidak disekresikan lagi
oleh ovarium. 15
Wiknjosastro (2005)
16
menyatakan bahwa frekuensi kejadian mioma uteri
paling tinggi antara usia 35 – 50 tahun yang mendekati angka 40%, jarang
ditemukan pada usia di bawah 20 tahun.16 Hal ini disebabkan karena pada usia sebelum menarche kadar estrogen rendah, dan meningkat pada usia reproduksi
serta akan turun pada usia menopause. Senada dengan pernyataan di atas,
Stoppler (2006)17 menyatakan bahwa pertumbuhan mioma uteri disebabkan oleh stimulasi hormon estrogen. Hormon estrogen disekresi oleh ovarium mulai saat
pubertas berangsur-angsur meningkat dan akan mengalami penurunan bahkan tidak
berproduksi lagi setelah usia menopause.
Peningkatan prevalensi mioma uteri pada usia reproduksi telah dibuktikan
oleh beberapa penelitian epidemiologi. Penelitian ini menunjukkan bahwa
peningkatan pesat dalam diagnosa mioma uteri pada wanita berusia empat
puluhan.3,18
b. Usia Menarkhe
Peningkatan risiko mioma uteri berhubungan dengan menarkhe dini,
meskipun risikonya sering tidak signifikan secara statistik . Dari penelitian
didapatkan hubungan terbalik antara risiko mioma uteri dan usia saat menarkhe.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sharami, dkk ( 2009)19 , menarche dini dilaporkan pada 69 kasus (14,4%).Ada hubungan positif antara usia menarche 8-10
tahun dan peningkatan risiko rahim leiomyoma (OR = 66%, 95% CI: 0,13-1,82).
Dari penelitian (Donna DB, 2003)
19 20, menstruasi dini dapat ditambahkan
dengan peningkatan 25% risiko dibandingkan dengan menarche pada umur 12 dan
13 tahun.20 Dalam penelitian ini juga , risiko mioma uteri terus menurun dengan peningkatan usia menarche. Usia dini menarche menjadi faktor risiko untuk mioma
uteri, berhubungan dengan berbagai jalur kusal ( penyebab). Peningkatan berat
badan sebelum pubertas adalah faktor risiko yang kuat untuk mendapatkan
menarche dini , dan olahraga dapat menunda menarche. Menarche dini
berhubungan dengan peningkatan kepekaan jaringan terhadap hormon atau
penekanan umpan balik kontrol produksi steroid.20
c. Paritas
Penelitian yang dilakukan oleh William H Parker (2007)3 menyatakan bahwa peningkatan jumlah paritas akan menurunkan risiko terjadinya mioma uteri. Mioma
uteri memiliki karakteristik yang serupa dengan miometrium normal selama
kehamilan, termasuk peningkatan produksi matriks ekstraseluler dan peningkatan
ekspresi reseptor hormon steroid dan peptida. Miometrium selama postpartum
kembali pada keadaan normal baik dalam ukuran dan aliran darah melalui proses
apoptosis dan dediferensiasi. Proses remodeling ini berperan dalam involusi mioma
yang responsibel. Teori lain menyatakan bahwa suplai aliran darah ke mioma akan
berkurang selama involusi uterus akibat nutrisi yang ikut berkurang.2
Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita nullipara atau wanita yang hanya
mempunyai satu anak. Pada wanita nullipara, kejadian mioma uteri lebih sering
ditemui salah satunya diduga karena sekresi estrogen wanita hamil sifatnya sangat
berbeda dari sekresi oleh ovarium pada wanita yang tidak hamil yaitu hampir
seluruhnya estriol, suetu estrogen yang relatif lemah daripada estradiol yang
melahirkan, estrogen yang ada di tubuhnya adalah murni estrogen yang dihasilkan
oleh ovarium semuanya digunakan untuk proliferasi jaringan uterus.
Beberapa penelitian oleh Lumbiganon et al
2 21
, telah menunjukkan hubungan
terbalik antara paritas dan risiko mioma uteri . Menurut Parazzini et al22, risiko relatif mioma uteri pada wanita yang pernah melahirkan 0,5 lebih rendah dibandingkan
dengan nullipara, dan pernah juga dilaporkan penurunan progresif dalam risiko
relatif terhadap jumlah kelahiran. Dari literatur yang dijelaskan oleh Parazzini et al 22
, untuk penelitian ini kehamilan dapat mengurangi waktu pajanan terhadap
estrogen, sedangkan nullipara atau kesuburan berkurang dapat dikaitkan dengan
siklus anovulasi yang ditandai oleh paparan estrogen jangka panjang.18 Peneltian yang dilakukan oleh Trikurniasari (2010)
23
di RS. Poerwokerto,
wanita yang sering melahirkan lebih sedikit kemungkinannya untuk terjadinya
perkembangan mioma ini dibandingkan wanita yang tidak pernah hamil atau satu
kali hamil. Statistik menunjukkan 24,5 % mioma uteri berkembang pada wanita yang
tidak pernah hamil. 23
d. Indeks Massa Tubuh ( IMT )
Beberapa penelitian telah menemukan hubungan antara obesitas dan
peningkatan insiden mioma uteri. Menurut Ross et al24, dalam sebuah penelitian prospektif dari Inggris, risiko mioma uteri meningkat sekitar 21% untuk setiap
kenaikan 10 kg berat badan, hasil yang sama diperoleh ketika indeks massa tubuh
(IMT) dianalisis dibandingkan berat badan . Demikian pula, sebuah penelitian
prospektif di Amerika Serikat oleh Marshall et al25 menemukan risiko mioma uteri meningkat sebanding dengan peningkatan IMT, serta peningkatan risiko
Penelitian yang dilakukan oleh Eduardo F, dkk (2001),20 34,9 % pada IMT (25,4 – 48,8 / obesitas) mempengaruhi kejadian mioma uteri.
Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri. Hal ini mungkin
berhubungan dengan konversi hormon androgen menjadi estrogen oleh enzim
aromatase di jaringan lemak. Hasilnya terjadi peningkatan jumlah estrogen tubuh,
dimana hal ini dapat menerangkan hubungannya dengan peningkatan prevalensi
dan pertumbuhan mioma uteri.
26
18
2.4 Jenis dan Gambaran Klinis Mioma Uteri
Sarang mioma di uterus dapat berasal dari servik uteri (1-3%) dan selebihnya
adalah dari korpus uteri. Menurut tempatnya di uterus dan menurut arah
pertumbuhannya, maka mioma uteri dibagi 4 jenis antara lain:
a. Mioma Submukosa
Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Jenis
ini dijumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan keluhan
gangguan perdarahan. Mioma jenis lain meskipun besar mungkin belum
memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa, walaupun kecil sering
memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma submukosa umumnya dapat
diketahui dengan tindakan kuretase, dengan adanya benjolan waktu kuret, dikenal
sebagai currete bump dan dengan pemeriksaan histeroskopi dapat diketahui posisi
tangkai tumor. Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma
submukosa pedinkulata. Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis mioma
submukosa yang mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke
mudah mengalami infeksi, ulserasi, dan infark. Pada beberapa kasus penderita akan
mengalami anemia dan sepsis karena proses di atas.2,12
b. Mioma Intramural
Terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium. Karena
pertumbuhan tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk simpai
yang mengelilingi tumor. Bila di dalam dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka
uterus akan mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi yang
padat. Mioma yang terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya
akan menekan dan mendorong kandung kemih ke atas, sehingga dapat
menimbulkan keluhan miksi.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Ran Ok,dkk (2007)
2,12
13
, mioma intramural
adalah tipe mioma yang paling banyak terdapat pada tipe mioma uteri secara
patologi anatomi (51,3%). Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Bath dkk27 (2006), dijumpai 52 % mioma uteri intramural.
c. Mioma Subserosa
Apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada
permukaan uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh di antara
kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.2,12
d. Mioma Intraligamenter
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke
ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga
Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma
pada serviks dapat menonjol ke dalam satu saluran servik sehingga ostium uteri
eksternum berbentuk bulan sabit.
Apabila mioma dibelah maka akan tampak bahwa mioma terdiri dari berkas
otot polos dan jaringan ikat yang tersusun sebagai kumparan (whorle like pattern) dengan pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena
pertumbuhan sarang mioma ini.
2,12
2.5 Gejala Mioma Uteri
Hampir separuh dari kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan pelvis rutin. Penderita kadang kala tidak mempunyai keluhan apa-apa
a. Perdarahan uterus yang abnormal, bisa berupa menoraghi, diakibatkan
oleh bertambah luasnya permukaan endometrium dan gangguan kontraksi
uterus oleh sebab adanya massa tumor.
b. Nyeri, diakibatkan karena degenerasi mioma
c. Gangguan berkemih dan gangguan buang air besar karena penekanan
kandung kemih dan penekanan pada rektum
d. Infertilitas, terjadi apabila sarang mioma menutupi atau menekan pars
interstisialis tuba2,12
2.6 Diagnosis Mioma Uteri
a. Anamnesis
Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya, faktor
risiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi. Biasanya teraba massa menonjol
keluar dari jalan lahir yang dirasakan bertambah panjang serta adanya riwayat
pervaginam terutama pada wanita usia 40-an. Kadang juga dikeluhkan perdarahan
kontak.
b. Pemeriksaan Fisik
9
Mioma uteri mudah ditemukan melalui pemriksaan bimanual rutin uterus. Diagnosis
mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur uterus oleh satu atau lebih
massa yang licin, tetapi sering sulit untuk memastikan bahwa massa seperti ini
adalah bagian dari uterus.
c. Pemeriksaan penunjang
2
1) Temuan Laboratorium
Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan perdarahan
menghasilkan eritropoetin yang pada beberapa kasus menyebabkan polisitemia.
Adanya hubungan antara polisitemia dengan penyakit ginjal diduga akibat
penekanan mioma terhadap ureter yang menyebabkan peninggian tekanan balik
ureter dan kemudian menginduksi pembentukan eritropoietin ginjal. 2
2) Imaging
a) Pemeriksaan dengan USG ( Ultrasonografi ) transabdominal dan transvaginal
bermanfaat dalam menetapkan adanya mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal
terutama bermanfaat pada uterus yang kecil. Uterus atau massa yang paling besar
baik diobservasi melalui ultrasonografi transabdominal. Mioma uteri secara khas
menghasilkan gambaran ultrasonografi yang mendemonstrasikan irregularitas kontur
maupun pembesran uterus.
b) Histeroskopi digunakan untuk melihat adanya mioma uteri submukosa, jika mioma
kecil serta bertangkai. Mioma tersebut sekaligus dapat diangkat.
c) MRI ( Magnetic Resonance Imaging ) sangat akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan likasi mioma tetapi jarang diperlukan. Pada MRI, mioma tampak
sebagai massa gelap berbatas tegas dan dapat dibedakan dari miometrium normal.
MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi dengan jelas,
termasuk mioma.28
2.7 Penatalaksanaan Mioma Uteri
a. Konservatif
Penderita dengan mioma kecil dan tanpa gejala tidak memerlukan pengobatan,
kehamilan 10-12 munggu, tumor yang berkembang cepat, terjadi torsi pada tangkai,
perlu diambil tindakan operasi.
b. Medikamentosa
Terapi yang dapat memperkecil volume atau menghentikan pertumbuhan mioma
uteri secara menetap belum tersedia pada saat ini. Terapi medikamentosa masih
merupakan terapi tambahan atau terapi pengganti sementara dari operatif.
Preparat yang selalu digunakan untuk terapi medikamentosa adalah analog GnRHa
(Gonadotropin Realising Hormon Agonis), progesteron, danazol, gestrinon, tamoksifen, goserelin, antiprostaglandin, agen-agen lain seperti gossypol dan
amantadine.29
c. Operatif
Pengobatan operatif meliputi miomektomi, histerektomi dan embolisasi arteri uterus.
1. Miomektomi, adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan
uterus. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma mioma
2. Histerektomi, adalah pengangkatan uterus, yang umumnya tindakan
terpilih. Histerektomi total umumnya dilakukan dengan alasan mencegah
akan timbulnya karsinoma servisis uteri.30
3. Embolisasi arteri uterus (Uterin Artery Embolization / UAE), adalah injeksi arteri uterina dengan butiran polyvinyl alkohol melalui kateter yang
nantinya akan menghambat aliran darah ke mioma dan menyebabkan
nekrosis. Nyeri setelah UAE lebih ringan daripada setelah pembedahan
mioma dan pada UAE tidak dilakukan insisi serta waktu penyembuhannya
d. Radiasi dengan radioterapi
Radioterapi dilakukan untuk menghentikan perdarahan yang terjadi pada beberapa
kasus.
2.8 Komplikasi Mioma Uteri
a. Degenerasi ganas
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan ditemukan hanya 0,32-0,6%
dari seluruh mioma, serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus.
Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah
diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar
dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause. 2
b. Torsi (putaran tangkai)
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami, timbul gangguan sirkulasi akut
sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen akut.
Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi. 2
2.9 Prognosis Mioma Uteri
Histerektomi dengan mengangkat seluruh mioma adalah kuratif. Myomectomi
yang extensif dan secara significant melibatkan miometrium atau menembus
endometrium, maka diharusken SC (Sectio caesaria) pada persalinan berikutnya.
Myoma yang kambuh kembali (rekurens) setelah myomectomi terjadi pada 15-40%
2.10 Diagnosis Banding Mioma Uteri
Diagnosis banding mioma uteri adalah kehamilan, neoplasma ovarium, dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Mioma Uteri
Mioma uteri, dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid, atau leiomioma
merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot polos uterus dan jaringan ikat
yang menumpanginya. Mioma uteri berbatas tegas, tidak berkapsul, dan berasal dari
otot polos jaringan fibrous sehingga mioma uteri dapat berkonsistensi padat jika
jaringan ikatnya dominan, dan berkonsistensi lunak jika otot rahimnya yang
dominan.2
Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun
mempunyai sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih banyak.
Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarke. Di Indonesia mioma
uteri ditemukan 2,39-11,7% pada semua penderita ginekologi yang dirawat. Selain
itu dilaporkan juga ditemukan pada kurang lebih 20-25% wanita usia reproduksi dan
meningkat 40% pada usia lebih dari 35 tahun.
2
2.2 Etiologi Mioma Uteri
Etiologi pasti belum diketahui sampai saat ini. Tumor ini mungkin berasal dari
sel otot yang normal, dari otot imatur yang ada didalam miometrium atau dari sel
embrional pada dinding pembuluh darah uterus. Darimanapun asalnya, mioma mulai
dari benih-benih multipel yang sangat kecil dan tersebar pada miometrium. Benih ini
tumbuh sangat lambat tetapi progressif, dibawah pengaruh estrogen sirkulasi.
Terdapat juga korelasi antara pertumbuhan tumor dengan peningkatan
reseptor estrogen-progesteron pada jaringan mioma uteri, serta adanya faktor
predisposisi yang bersifat herediter dan faktor hormon pertumbuhan dan Human
Placental Lactogen. Para ilmuwan telah mengidentifikasi kromosom yang membawa
145 gen yang diperkirakan berpengaruh pada pertumbuhan fibroid. Beberapa ahli
mengatakan bahwa mioma uteri diwariskan dari gen sisi paternal. Mioma biasanya
membesar pada saat kehamilan dan mengecil pada saat menopause, sehingga
diperkirakan dipengaruhi juga oleh hormon-hormon reproduksi seperti estrogen dan
progesteron. Selain itu juga jarang ditemukan sebelum menarke, dapat tumbuh
dengan cepat selama kehamilan dan kadang mengecil setelah menopause.9
Apakah estrogen secara langsung memicu pertumbuhan mioma uteri atau
memakai mediator masih menimbulkan silang pendapat. Dimana telah ditemukan
banyak sekali mediator di dalam mioma uteri, seperti estrogen growth factor, insulin
growth factor-1, (IGF-1), connexin-43-Gapjunction protein dan marker proliferasi.
9
Pengaruh-pengaruh hormon dalam pertumbuhan dan perkembangan mioma:
a. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarche. Seringkali terdapat pertumbuhan tumor
yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan
mengecil pada saat menopause dan pengangkatan ovarium. Mioma uteri banyak
ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas.
Selama fase sekretorik, siklus menstruasi dan kehamilan, jumlah reseptor estrogen
di miometrium normal berkurang. Pada mioma reseptor estrogen dapat ditemukan
sepanjang siklus menstruasi, tetapi ekskresi reseptor tersebut tertekan selama
b. Progesteron
Reseptor progesteron terdapat di miometrium dan mioma sepanjang siklus
menstruasi dan kehamilan. Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen.
Progesteron menghambat pertumbuhan mioma dengan dua cara yaitu:
Mengaktifkan 17-Beta hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor
estrogen pada mioma.2,7-11
c. Hormon Pertumbuhan
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang
mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa, terlihat pada periode ini memberi
kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari mioma selama kehamilan mungkin
Kondisi perubahan hormonal tubuh dalam kaitannya dengan pertumbuhan
mioma uteri.
Hubungan antara faktor predisposisi, risiko mioma uteri dan hormon steroid
11
Faktor predisposisi Efek dan resiko Hormonal
Post menopause Menurun Hipoestrogen
Menstruasi dini Meningkat Paparan estrogen dalam
waktu yang lebih lama
Obesitas Meningkat Meningkatkan konversi
androgen menjadi
estrogen
Kehamilan Menurun Menghentikan paparan
kronik dari estrogen dan
remodelling uterus pada
saat involusi post partum
Pengguanaan kontrasepsi
oral kombinasi
Menurun Paparan estrogen dilawan
oleh progesteron
Merokok Menurun Tingkat serum estrogen
menurun
Ras Amerika- Afrika Meningkat Perbedaan genetik dalam
penghasil hormon atau
metabolisme
Pengaruh riwayat keluarga Meningkat Perbedaan genetik dalam
penghasil hormon dan
Mioma sendiri menciptakan kondisi lingkungan hiperestrogen, yang
diperlukan oleh jaringan mioma untuk mempertahankan pertumbuhannya. Kondisi ini
terjadi akibat :
1. Dibandingkan dengan jaringan miometrium normal, mioma terdiri dari
densitas reseptor estrogen yang lebih banyak, sehingga estradiol yang terikat
akan lebih banyak pula.
10
2. Mioma uteri dibanding jaringan miometrium normal mengubah lebih sedikit
estradiol menjadi estrone, estrogen dengan bentuk yang lebih lemah
3. Mekanisme ketiga ditemukan oleh Bulun dkk, yang melibatkan peningkatan
kadar sitokrom P450 aromatase pada mioma uteri dibandingkan sel normal,
dimana sitokrom ini mengkatalisasi konversi androgen menjadi estrogen
didalam jaringan.
2.3. Faktor Predisposisi Mioma Uteri
a. Umur
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jung et al., (1998)12 di Pusan St. Benedict Hospital dan di Mokpo Korea serta diperkuat oleh pendapat Ran Ok et al., (2007)13 yang menyatakan bahwa kasus mioma uteri terbanyak terjadi pada kelompok usia 40 – 49 tahun.12,13 Hal ini disebabkan karena pertumbuhan dan perkembangan mioma uteri dipengaruhi oleh stimulasi hormon estrogen yang
disekresikan oleh ovarium. Pada umumnya mioma uteri jarang timbul sebelum
menarche dan sesudah menopause, tumbuh dengan lambat serta sering dideteksi
klimakterium, dan pada usia menopause hormon estrogen tidak disekresikan lagi
oleh ovarium. 15
Wiknjosastro (2005)
16
menyatakan bahwa frekuensi kejadian mioma uteri
paling tinggi antara usia 35 – 50 tahun yang mendekati angka 40%, jarang
ditemukan pada usia di bawah 20 tahun.16 Hal ini disebabkan karena pada usia sebelum menarche kadar estrogen rendah, dan meningkat pada usia reproduksi
serta akan turun pada usia menopause. Senada dengan pernyataan di atas,
Stoppler (2006)17 menyatakan bahwa pertumbuhan mioma uteri disebabkan oleh stimulasi hormon estrogen. Hormon estrogen disekresi oleh ovarium mulai saat
pubertas berangsur-angsur meningkat dan akan mengalami penurunan bahkan tidak
berproduksi lagi setelah usia menopause.
Peningkatan prevalensi mioma uteri pada usia reproduksi telah dibuktikan
oleh beberapa penelitian epidemiologi. Penelitian ini menunjukkan bahwa
peningkatan pesat dalam diagnosa mioma uteri pada wanita berusia empat
puluhan.3,18
b. Usia Menarkhe
Peningkatan risiko mioma uteri berhubungan dengan menarkhe dini,
meskipun risikonya sering tidak signifikan secara statistik . Dari penelitian
didapatkan hubungan terbalik antara risiko mioma uteri dan usia saat menarkhe.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sharami, dkk ( 2009)19 , menarche dini dilaporkan pada 69 kasus (14,4%).Ada hubungan positif antara usia menarche 8-10
tahun dan peningkatan risiko rahim leiomyoma (OR = 66%, 95% CI: 0,13-1,82).
Dari penelitian (Donna DB, 2003)
19 20, menstruasi dini dapat ditambahkan
dengan peningkatan 25% risiko dibandingkan dengan menarche pada umur 12 dan
13 tahun.20 Dalam penelitian ini juga , risiko mioma uteri terus menurun dengan peningkatan usia menarche. Usia dini menarche menjadi faktor risiko untuk mioma
uteri, berhubungan dengan berbagai jalur kusal ( penyebab). Peningkatan berat
badan sebelum pubertas adalah faktor risiko yang kuat untuk mendapatkan
menarche dini , dan olahraga dapat menunda menarche. Menarche dini
berhubungan dengan peningkatan kepekaan jaringan terhadap hormon atau
penekanan umpan balik kontrol produksi steroid.20
c. Paritas
Penelitian yang dilakukan oleh William H Parker (2007)3 menyatakan bahwa peningkatan jumlah paritas akan menurunkan risiko terjadinya mioma uteri. Mioma
uteri memiliki karakteristik yang serupa dengan miometrium normal selama
kehamilan, termasuk peningkatan produksi matriks ekstraseluler dan peningkatan
ekspresi reseptor hormon steroid dan peptida. Miometrium selama postpartum
kembali pada keadaan normal baik dalam ukuran dan aliran darah melalui proses
apoptosis dan dediferensiasi. Proses remodeling ini berperan dalam involusi mioma
yang responsibel. Teori lain menyatakan bahwa suplai aliran darah ke mioma akan
berkurang selama involusi uterus akibat nutrisi yang ikut berkurang.2
Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita nullipara atau wanita yang hanya
mempunyai satu anak. Pada wanita nullipara, kejadian mioma uteri lebih sering
ditemui salah satunya diduga karena sekresi estrogen wanita hamil sifatnya sangat
berbeda dari sekresi oleh ovarium pada wanita yang tidak hamil yaitu hampir
seluruhnya estriol, suetu estrogen yang relatif lemah daripada estradiol yang
melahirkan, estrogen yang ada di tubuhnya adalah murni estrogen yang dihasilkan
oleh ovarium semuanya digunakan untuk proliferasi jaringan uterus.
Beberapa penelitian oleh Lumbiganon et al
2 21
, telah menunjukkan hubungan
terbalik antara paritas dan risiko mioma uteri . Menurut Parazzini et al22, risiko relatif mioma uteri pada wanita yang pernah melahirkan 0,5 lebih rendah dibandingkan
dengan nullipara, dan pernah juga dilaporkan penurunan progresif dalam risiko
relatif terhadap jumlah kelahiran. Dari literatur yang dijelaskan oleh Parazzini et al 22
, untuk penelitian ini kehamilan dapat mengurangi waktu pajanan terhadap
estrogen, sedangkan nullipara atau kesuburan berkurang dapat dikaitkan dengan
siklus anovulasi yang ditandai oleh paparan estrogen jangka panjang.18 Peneltian yang dilakukan oleh Trikurniasari (2010)
23
di RS. Poerwokerto,
wanita yang sering melahirkan lebih sedikit kemungkinannya untuk terjadinya
perkembangan mioma ini dibandingkan wanita yang tidak pernah hamil atau satu
kali hamil. Statistik menunjukkan 24,5 % mioma uteri berkembang pada wanita yang
tidak pernah hamil. 23
d. Indeks Massa Tubuh ( IMT )
Beberapa penelitian telah menemukan hubungan antara obesitas dan
peningkatan insiden mioma uteri. Menurut Ross et al24, dalam sebuah penelitian prospektif dari Inggris, risiko mioma uteri meningkat sekitar 21% untuk setiap
kenaikan 10 kg berat badan, hasil yang sama diperoleh ketika indeks massa tubuh
(IMT) dianalisis dibandingkan berat badan . Demikian pula, sebuah penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh Eduardo F, dkk (2001),20 34,9 % pada IMT (25,4 – 48,8 / obesitas) mempengaruhi kejadian mioma uteri.
Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri. Hal ini mungkin
berhubungan dengan konversi hormon androgen menjadi estrogen oleh enzim
aromatase di jaringan lemak. Hasilnya terjadi peningkatan jumlah estrogen tubuh,
dimana hal ini dapat menerangkan hubungannya dengan peningkatan prevalensi
dan pertumbuhan mioma uteri.
26
18
2.4 Jenis dan Gambaran Klinis Mioma Uteri
Sarang mioma di uterus dapat berasal dari servik uteri (1-3%) dan selebihnya
adalah dari korpus uteri. Menurut tempatnya di uterus dan menurut arah
pertumbuhannya, maka mioma uteri dibagi 4 jenis antara lain:
a. Mioma Submukosa
Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Jenis
ini dijumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan keluhan
gangguan perdarahan. Mioma jenis lain meskipun besar mungkin belum
memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa, walaupun kecil sering
memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma submukosa umumnya dapat
diketahui dengan tindakan kuretase, dengan adanya benjolan waktu kuret, dikenal
sebagai currete bump dan dengan pemeriksaan histeroskopi dapat diketahui posisi
tangkai tumor. Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma
submukosa pedinkulata. Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis mioma
submukosa yang mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke
mudah mengalami infeksi, ulserasi, dan infark. Pada beberapa kasus penderita akan
mengalami anemia dan sepsis karena proses di atas.2,12
b. Mioma Intramural
Terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium. Karena
pertumbuhan tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk simpai
yang mengelilingi tumor. Bila di dalam dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka
uterus akan mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi yang
padat. Mioma yang terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya
akan menekan dan mendorong kandung kemih ke atas, sehingga dapat
menimbulkan keluhan miksi.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Ran Ok,dkk (2007)
2,12
13
, mioma intramural
adalah tipe mioma yang paling banyak terdapat pada tipe mioma uteri secara
patologi anatomi (51,3%). Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Bath dkk27 (2006), dijumpai 52 % mioma uteri intramural.
c. Mioma Subserosa
Apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada
permukaan uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh di antara
kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.2,12
d. Mioma Intraligamenter
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke
ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga
Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma
pada serviks dapat menonjol ke dalam satu saluran servik sehingga ostium uteri
eksternum berbentuk bulan sabit.
Apabila mioma dibelah maka akan tampak bahwa mioma terdiri dari berkas
otot polos dan jaringan ikat yang tersusun sebagai kumparan (whorle like pattern) dengan pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena
pertumbuhan sarang mioma ini.
2,12
2.5 Gejala Mioma Uteri
Hampir separuh dari kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan pelvis rutin. Penderita kadang kala tidak mempunyai keluhan apa-apa
a. Perdarahan uterus yang abnormal, bisa berupa menoraghi, diakibatkan
oleh bertambah luasnya permukaan endometrium dan gangguan kontraksi
uterus oleh sebab adanya massa tumor.
b. Nyeri, diakibatkan karena degenerasi mioma
c. Gangguan berkemih dan gangguan buang air besar karena penekanan
kandung kemih dan penekanan pada rektum
d. Infertilitas, terjadi apabila sarang mioma menutupi atau menekan pars
interstisialis tuba2,12
2.6 Diagnosis Mioma Uteri
a. Anamnesis
Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya, faktor
risiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi. Biasanya teraba massa menonjol
keluar dari jalan lahir yang dirasakan bertambah panjang serta adanya riwayat
pervaginam terutama pada wanita usia 40-an. Kadang juga dikeluhkan perdarahan
kontak.
b. Pemeriksaan Fisik
9
Mioma uteri mudah ditemukan melalui pemriksaan bimanual rutin uterus. Diagnosis
mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur uterus oleh satu atau lebih
massa yang licin, tetapi sering sulit untuk memastikan bahwa massa seperti ini
adalah bagian dari uterus.
c. Pemeriksaan penunjang
2
1) Temuan Laboratorium
Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan perdarahan
menghasilkan eritropoetin yang pada beberapa kasus menyebabkan polisitemia.
Adanya hubungan antara polisitemia dengan penyakit ginjal diduga akibat
penekanan mioma terhadap ureter yang menyebabkan peninggian tekanan balik
ureter dan kemudian menginduksi pembentukan eritropoietin ginjal. 2
2) Imaging
a) Pemeriksaan dengan USG ( Ultrasonografi ) transabdominal dan transvaginal
bermanfaat dalam menetapkan adanya mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal
terutama bermanfaat pada uterus yang kecil. Uterus atau massa yang paling besar
baik diobservasi melalui ultrasonografi transabdominal. Mioma uteri secara khas
menghasilkan gambaran ultrasonografi yang mendemonstrasikan irregularitas kontur
maupun pembesran uterus.
b) Histeroskopi digunakan untuk melihat adanya mioma uteri submukosa, jika mioma
kecil serta bertangkai. Mioma tersebut sekaligus dapat diangkat.
c) MRI ( Magnetic Resonance Imaging ) sangat akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan likasi mioma tetapi jarang diperlukan. Pada MRI, mioma tampak
sebagai massa gelap berbatas tegas dan dapat dibedakan dari miometrium normal.
MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi dengan jelas,
termasuk mioma.28
2.7 Penatalaksanaan Mioma Uteri
a. Konservatif
Penderita dengan mioma kecil dan tanpa gejala tidak memerlukan pengobatan,
kehamilan 10-12 munggu, tumor yang berkembang cepat, terjadi torsi pada tangkai,
perlu diambil tindakan operasi.
b. Medikamentosa
Terapi yang dapat memperkecil volume atau menghentikan pertumbuhan mioma
uteri secara menetap belum tersedia pada saat ini. Terapi medikamentosa masih
merupakan terapi tambahan atau terapi pengganti sementara dari operatif.
Preparat yang selalu digunakan untuk terapi medikamentosa adalah analog GnRHa
(Gonadotropin Realising Hormon Agonis), progesteron, danazol, gestrinon, tamoksifen, goserelin, antiprostaglandin, agen-agen lain seperti gossypol dan
amantadine.29
c. Operatif
Pengobatan operatif meliputi miomektomi, histerektomi dan embolisasi arteri uterus.
1. Miomektomi, adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan
uterus. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma mioma
2. Histerektomi, adalah pengangkatan uterus, yang umumnya tindakan
terpilih. Histerektomi total umumnya dilakukan dengan alasan mencegah
akan timbulnya karsinoma servisis uteri.30
3. Embolisasi arteri uterus (Uterin Artery Embolization / UAE), adalah injeksi arteri uterina dengan butiran polyvinyl alkohol melalui kateter yang
nantinya akan menghambat aliran darah ke mioma dan menyebabkan
nekrosis. Nyeri setelah UAE lebih ringan daripada setelah pembedahan
mioma dan pada UAE tidak dilakukan insisi serta waktu penyembuhannya
d. Radiasi dengan radioterapi
Radioterapi dilakukan untuk menghentikan perdarahan yang terjadi pada beberapa
kasus.
2.8 Komplikasi Mioma Uteri
a. Degenerasi ganas
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan ditemukan hanya 0,32-0,6%
dari seluruh mioma, serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus.
Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah
diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar
dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause. 2
b. Torsi (putaran tangkai)
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami, timbul gangguan sirkulasi akut
sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen akut.
Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi. 2
2.9 Prognosis Mioma Uteri
Histerektomi dengan mengangkat seluruh mioma adalah kuratif. Myomectomi
yang extensif dan secara significant melibatkan miometrium atau menembus
endometrium, maka diharusken SC (Sectio caesaria) pada persalinan berikutnya.
Myoma yang kambuh kembali (rekurens) setelah myomectomi terjadi pada 15-40%
2.10 Diagnosis Banding Mioma Uteri
Diagnosis banding mioma uteri adalah kehamilan, neoplasma ovarium, dan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan case control study untuk menelusuri faktor-faktor predisposisi dengan menggunakan analisa data sekunder yang didapat
dari cacatan medis pasien mioma uteri di Departemen Obstetri dan Ginekologi
RSUP.H. Adam Malik Medan dan RS. Jejaring
3.2 Waktu dan tempat
Penelitian dilakukan di Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP.H.
Adam Malik Medan dan RS. Jejaring. Waktu penelitian dilakukan sejak bulan Juni
2012
3.3. Subyek Penelitian
3.3.1. Populasi Target
Seluruh pasien penderita mioma uteri
3.3.2. Populasi Terjangkau
Populasi dimana akan diambil sampel penelitian yaitu pasien mioma uteri
yang berobat rawat jalan dan rawat inap di Departemen Obstetri dan
Ginekologi RSUP. H. Adam Malik Medan
3.3.3. Sampel Penelitian
dan RS Jejaring.
Subyek penelitian atau kelompok kasus adalah pasien yang didiagnosis
dengan mioma uteri berdasarkan hasil Patologi Anatomi dan tercatat pada
Malik dan RS.Jejaring, berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi, sedangkan
kelompok kontrol diambil dari pasien yang didiagnosis selain mioma uteri dan
berdasarkan hasil Patologi Anatomi bukan mioma uteri ( Tumor ginekologi ) di
RSUP. H. Adam Malik dan RS Jejaring
3.4. Besar Sampel Penelitian
Sampel penelitian memakai rumus besar sampel rancangan studi kasus kontrol
:
= besar sampel kelompok kasus dan kelompok kontrol
1 +P2
Zα = Tingkat kemaknaan dengan tingkat kepercayaan 95% = 1,96
2
Zβ = Power ditetapkan peneliti (20 %) = 0,84
3.5 Kriteria Inklusi dan eksklusi
3.5.1 Kriteria inklusi Kasus dan Kontrol
Kriteria inklusi Kasus
- Wanita di diagnosa dengan mioma uteri berdasarkan hasil patologi
anatomi
- Tidak ada tumor abdomen
- Pasien yang memiliki catatan medis lengkap meliputi variabel yang
akan diteliti
Kriteria inklusi Kontrol
- Wanita dengan diagnosa selain mioma uteri berdasarkan hasil patologi
anatomi
- Pasien yang memiliki catatan medis lengkap meliputi variabel yang
akan diteliti
3.5.2 Kriteria Eksklusi Kasus dan Kontrol
- Tidak memenuhi catatan medis lengkap meliputi variabel yang akan
diteliti
3.6 Hipotesis Penelitian
Umur, usia menarkhe, paritas, IMT ( indeks masa tubuh ) merupakan faktor
predisposisi kejadian mioma uteri pada pasien rawat jalan dan rawat inap di
3.7. Cara Penelitian
3.7.1. Pengumpulan Data
Data sekunder diperoleh dari hasil catatan medis pasien yang meliputi
faktor-faktor predisposisi mioma uteri yang dimiliki oleh subyek, berupa variabel kategorik
(data nominal dikotomi) yaitu :
1. Umur
2. Usia menarkhe
3. Paritas
4. IMT ( index masa tubuh)
3.7.2. Pengolahan Data
Data diolah secara komputerisasi. Analisis data meliputi statistik deskriptif
dalam hal ini data ditampilkan dalam bentuk tabel frekuensi, dan Confidence Interval
(CI) 95 %. Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan analitik komparatif
menggunakan uji chi square dengan derajat kepercayaan 95%. Analisis multivariate
antar variabel yang berpengaruh menggunakan analisis regresi logistik.
3.7.3. Variabel-variabel Penelitian
Variabel Independen Variabel Dependen
Usia ( < 35 tahun/ 35-50 tahun )
Usia menarche ( <
Paritas ( nullipara / non nullipara) - Mioma uteri
10 tahun / > 10 tahun)
IMT (obesitas / non obesitas) - Bukan mioma
3.8. Batasan Operasional
- Mioma Uteri adalah Tumor jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat
yang menumpangnya
-Kelompok Kasus adalah pasien yang didiagnosis dengan mioma uteri
berdasarkan hasil Patologi Anatomi dan tercatat pada catatan medis pasien di
Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUP. H. Adam Malik Medan dan RS Jejaring
-Kelompok Kontrol adalah pasien yang didiagnosis selain mioma uteri dan
berdasarkan hasil Patologi Anatomi bukan mioma uteri di RSUP. H. Adam Malik .
dan RS Jejaring
-Faktor Predisposisi adalah faktor-faktor yang dimiliki oleh pasien mioma uteri,
dimana data yang diperoleh adalah data sekunder dari catatan medis, berupa : -RS.Jejaring adalah Rumah Sakit tempat pendidikan meliputi RS.dr.Pirngadi Medan
dan RS.Haji Mina Medan
1. Variabel umur dikategorikan menjadi :
• < 35 tahun
• > 35 – 50 tahun ( usia reproduksi )
2. Variabel usia menarkhe : usia pertama kali mendapatkan haid
• < 10 tahun ( dikatakan usia menarche dini <
• > 10 tahun
10 tahun )
3. Variabel paritas
• Nullipara ( wanita yang belum pernah melahirkan )
• Non nullipara ( wanita yang sudah pernah melahirkan )
4. Variabel IMT (Index Massa Tubuh)