PENGARUH KARAKTERISTIK KADER DAN STRATEGI
REVITALISASI POSYANDU TERHADAP KEAKTIFAN
KADER DI KECAMATAN SAMADUA
KABUPATEN ACEH SELATAN
TAHUN 2008
TESIS
Oleh
NILAWATI
067012049/AKK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH KARAKTERISTIK KADER DAN STRATEGI
REVITALISASI POSYANDU TERHADAP KEAKTIFAN
KADER DI KECAMATAN SAMADUA
KABUPATEN ACEH SELATAN
TAHUN 2008
T E S I S
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
NILAWATI
067012049/AKK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PENGARUH KARAKTERISTIK KADER DAN STRATEGI REVITALISASI POSYANDU TERHADAP KEAKTIFAN KADER DI KECAMATAN SAMADUA KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN 2008
Nama Mahasiswa : Nilawati Nomor Pokok : 067012049
Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Menyetujui
Komisi Pembimbing
(Dr.Hj.Rismayani, SE, MSi.) ( dr. Surya Dharma, MPH) Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
( Dr.Drs. Surya Utama,MS) ( Prof.Dr.Ir. T. Chairun Nisa B,MSc )
Telah Diuji,
Pada Tanggal 25 Agustus 2008
PANITIA PENGUJI TESIS :
Ketua : Dr.Hj.Rismayani, SE, MSi
Anggota : dr. Surya Dharma, MPH
: Dr.Dra.Ida Yustina, MSi
PERNYATAAN
PENGARUH KARAKTERISTIK KADER DAN STRATEGI REVITALISASI POSYANDU TERHADAP KEAKTIFAN KADER POSYANDU DI
KECAMATAN SAMADUA KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN 2008
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Agustus 2008
ABSTRAK
Posyandu merupakan bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di suatu wilayah kerja puskesmas. Prinsip upaya pemenuhan kesehatan dasar dan peningkatan status gizi, meliputi imunisasi, penanggulangan diare, dan gizi terdiri dari lima meja kegiatan meliputi pendaftaran, penimbangan, pencatatan, penyuluhan, dan gizi dengan sasaran ibu hamil, ibu menyusui, pasangan usia subur dan balita, bertujuan mempercepat menurunkan angka kematian ibu dan anak, penerimaan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera, dan meningkatkan kemampuan masyarakat mengembangkan kegiatan-kegiatan kesehatan. Pelaksananya kader posyandu bersama, oleh, dari, dan untuk masyarakat, bekerja secara suka rela, mau dan sanggup melaksanakan usaha perbaikan gizi keluarga. Cakupan kader aktif di kabupaten Aceh Selatan masih rendah dari indikator yang diharapkan, yakni (53,68%).
Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan tipe explanatory bertujuan untuk menganalisis pengaruh karakteristik kader dan strategi revitalisasi posyandu terhadap keaktifan kader posyandu dengan menggunakan teori perubahan perilaku kesehatan oleh Lawrance Green. Populasi adalah seluruh kader posyandu di kecamatan Samadua dengan jumlah populasi 145 sampel sebanyak 72 kader menggunakan teknik purposive sampling. Analisis data menggunakan uji chi-square, dan regresi linier berganda.
Hasil penelitian menunjukan dari sembilan variabel terdapat tiga variabel yaitu sikap (p = 0,000), motivasi (p = 0,009), dukungan (p = 0,008) berpengaruh secara signifikan, sedangkan variabel umur (p = 0,259), pendidikan (p = 0,621), status perkawinan (p = 0,135), pekerjaan (p = 0,612), pelatihan (p = 0,134), struktur (p = 0,178) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap keaktifan kader pada pelaksanaan kegiatan posyandu. di Kecamatan Samadua Kabupaten Aceh Selatan. Hasil uji regresi berganda variabel sikap (p = 0,000) merupakan faktor paling dominan berpengaruh terhadap keaktifan kader pada pelaksanaan kegiatan posyandu.
ABSTRACT
Posyandu (integrated health service post) is the form of health service
integration implemented in a work area of Puskesmas (Primary Health Center). The main principle of Posyandu is an attempt to meet the basic health and to improve the nutrition status including immunization, diarrhea control and nutrition which consists of 5 (five) activities such as registration, weighing, recording, health promotion and nutrition with its targets of pregnant womans, breastfeeding mothers, productive-age couples and children under five – years old which is intended to accelerate the decrease of infant and maternal mortality rate and the acceptance of the norm of prosperous and happy small family and to improve the capability of community to develop health activities. The doers are the cadres of Posyandu together with, by, from and for the community who voluntarily, sincerely, and willingly work and are able to implement the family nutrient improvement. The reported number of
Posyandu active cadres in Aceh Selatan District is still lower than the expected
indicator (50,9%).
The purpose of this survey study with explanatory type is to analyze the influence of the cadres’ characteristics and the Posyandu revitalization strategy on the activeness of Posyandu cadres by using the health behavior change theory. The population of this study is all of the 145 Posyandu cadres in Samadua sub-district and 72 of them were selected to be the samples for this study through purposive sampling technique. The data obtained were analyzed through the multiple regression tests.
The result of this study shows that 3 (three) of the 9 (nine) variables such as attitude (p = 0,000), motivation (p = 0,009), and support (p = 0,008) have a significant influence on cadres’ activeness, while the other 6 (six) variables such as age (p = 0,259), education (p = 0,621), marital status (p = 0,135), occupation (p = 0,612), training (p = 0,134) and structure (p = 0,178) do not have a significant influence on the activeness of cadres in the implementation of Posyandu activities in Samadua sub-district, Aceh Selatan District. The result of multiple regression test shows that attitude (p = 0,000) is the most dominant factor in influencing the activeness of cadres in the implementation of Posyandu activities.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat dan
karuniaNya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Pengaruh
Karakteristik Kader dan Strategi Revitalisasi Posyandu Terhadap Keaktifan Kader Posyandu Di Kecamatan Samadua Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2008”
Proses penulisan tesis ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai
pihak, maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
tulus dan tidak terhingga kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Ir. Chairun Nisa B., MSc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
USU
2. Bapak Dr. Drs. Surya Utama MS, selaku Ketua Program Studi Administrasi
dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
(USU) Medan, beserta seluruh staf yang telah membantu dalam penulisan ini.
3. Ibu Dr. Hj.Rismayani, SE, MSi , selaku ketua Komisi Pembimbing yang telah
membimbing dan memberi banyak masukan dan arahan kepada penulis dalam
penyelesaian tesis.
4. Bapak dr. Surya Dharma, MPH, selaku komisi pembimbing II yang telah
membantu penulis dengan berbagai masukan, petunjuk, arahan, dan
5. Ibu Dr. Dra. Ida Yustina, MSi, selaku Sekretaris Program Studi Administrasi
dan Kebijakan Kesehatan (AKK), penguji yang telah banyak mencurahkan
ilmunya, masukan, dan bimbingan serta sumber-sumber pustaka, yang sangat
berharga dan bermanfaat untuk penyempurnaan tesis ini.
6. Bapak Drs. Tukiman, MKM, selaku penguji yang telah banyak memberikan
masukan, arahan dan bimbingan ilmunya yang sangat berharga dan
bermanfaat untuk kesempurnaan tesis ini.
7. Kanda Drs. Agusman Yasri, suami tercinta dan tersayang, anak-anak permata
hati tersayang: Irhazt Aggadenilza, Duwal Alfitrayazilla, Ladiesha anggella
Nuzulqurana, Maqfirah Anggelia Islamedina yang selalu dan senantiasa
menunggu dengan penuh kesabaran, kesetiaan dan penantian, memberikan
support spiritual, psikologis, inspirasi, serta motivasi, baik moril, materi, dan
pengorbanan lahir bathin, mengiringi tangis, ketawa, dan senyum demi
terselesaikan tesis ini.
8. Almarhum Ayahanda Sulaiman yoesuf, almarhumah Ibunda Mariyah Ahmad,
Ummi tercinta yang penuh kasih sayang dan kesabaran, Almarhum ayahanda
Uemar Yoesuf, Hj.Salmah Saat bunda yang tercinta meninggal saat musibah
gempa dan gelombang tsunami. Bapak M. Yunus Amma dan Ibunda Ramlah
dengan penuh kasih sayang serta ketulusan hati selalu memberi suppor
teladan, spiritual dan psikologis serta mengiringi doa semasa hidupnya dengan
penuh pengharapan kelak anaknya menjadi orang yang bertagwa kepada Allah
9. Adik-adik semua yang tersayang Fahkrurrazi, Hanum Chairumi, Fadriansyah,
Yuliati, Aida Gusrina, Dasmiati telah menjaga, merawat, dan membimbing
anak-anak saat ditinggalkan semasa perkuliahan dengan senantiasa tulus dan
iklas, mengirimi doa, sehingga timbul semangat dan terinspirasi untuk cepat
menyelesaikan tesis ini.
10.Bapak Bupati, wakil Bupati, Sekda dan seluruh jajarannya yang telah banyak
membantu penulis dalam proses pendidikan di Pasca Sarjana (S2) USU.
11.Bapak Kepala Dinas kesehatan Kabupaten Aceh Selatan beserta staf yang
telah banyak membantu memberi data dan imformasi, memotivasi penulis
untuk menyelesaikan tesis ini
12.Kepala Puskesmas dan Camat Kecamatan Samadua yang banyak membantu
penulis dalam pengumpulan data penelitian untuk keperluan penyelesaian
tesis ini.
13.Rekan-rekan mahasiswa angkatan 2006 program studi Adminstrasi dan
Kebijakan Kesehatan Sekolah Pasca Sarjana USU yang telah banyak
membantu memberikan saran dan masukan dalam penyusunan tesis.
14.Seluruh Staf dan karyawan umumnya di lingkungan Administrasi Sekolah
Pasca Sarjana khususnya pada program studi Administrasi dan Kebujakan
Kesehatan beserta pengajar yang telah banyak membantu penulis selama
15.Tidak lupa kepada Percetakan CV. The ARK yang telah banyak membantu
dalam proses pengetikan, potocopi, penjilitan dan lain-lain selama menjalani
pendidikan di Sekolah Pasca Sarjana USU.
Kepada Allah SWT kita semua dan segalanya berserah diri dan bertaqwakal
untuk mendapatkan ampunan, petunjuk, anugerah, dan ridhaNya dalam penyesaian
tesis ini sampai selesai meraih Magister Kesehatan. Amin ……!
Medan, Juli 2008
RIWAYAT HIDUP
Nilawati, lahir di Peukan Bada 29 September 1966 Anak kedua dari dua
bersaudara, dari Bapak Sulaiman Yoesuf dan Ibu Mariyah Ahmad. Menikah dengan
saudara Drs.Agusman Yasri Pada Tanggal 7 September 1989 di Banda Aceh, dan
dikarunia 4 orang anak: (1) Irhazt Anggadenilza, lahir di Jakarta 6 Desember 1990,
(2) Duwal Alfitrayazilla, lahir di Banda Aceh 4 maret 1995, (3) Ladiesha Anggella
Nuzulqurana, lahir di Tapaktuan 2 Desember 2001, (4) Maqfirah Anggelia
Islamedina, lahir di Medan 12 Oktober 2005. Alamat Jln.TR.Angkasah Komplek
Pemda No.83E Kelurahan Pasar Tapaktuan Aceh Selatan.
Pada tahun 1974 – 1980 sekolah di SD Negeri I Lamteh Kecamatan Peukan
Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar dengan status berijazah. Tahun 1980 – 1983
melanjutkan pendidikan SMP Negeri 11 Banda Aceh, status berijazah. Tahun 1983 –
1986 melanjutkan pendidikan di SPK Depkes Banda Aceh, status berijazah. Tahun
1997- 2000 melanjutkan pendidikan di AKPER Keguruan Wijaya Kusuma Jakarta,
status berijazah. Tahun 2000 – 2001 melanjutkan D.IV Keperawatan Anak di
Universitas Sumatera Utara (USU), status berijazah. Tahun 2006 – 2008 melanjutkan
pendidikan di Sekolah Pascasarjana Program Studi Administrasi dan Kebijakan
Kesehatan Universitas Sumatera Utara (USU).
Bekerja sejak tahun 1987 di Puskesmas Kota Jantho Aceh Besar. Tahun 1987
-1989, bekerja di Rumah Sakit Zainal Abidin Banda Aceh. Tahun 1989-1993 di
Poliklinik Lembaga Administrasi Negara Jakarta. Tahun 1994 - 1997 di Rumah Sakit
Umum Pemda Tapaktuan. Tahun 2000-2002 di Akper Pemda Tapaktuan. Tahun
2002-2005 Kepala Seksi Gizi. Tahun 2005-2006, Kepala Seksi Pengawasan dan
Pengendalian pada Dinas Kesehatan Aceh Selatan.
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN... ... xiii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
2.1 Konsep Revitalisasi Posyandu... 10
2.2 Konsep tentang Kader ... 20
3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 45
3.6 Metode Pengukuran ... 46
5.2 Pengaruh Pendidikan Terhadap Keaktifan Kader... 77
5.3 Pengaruh Status perkawinan terhadap keaktifan Kader... .. 79
5.4 Pengaruh Pekerjaan Terhadap Keaktifan Kader... ... 80
5.5 Pengaruh Sikap Terhadap Keaktifan Kader... 80
5.6 Pengaruh Motivasi Terhadap Keaktifan Kader... 83
5.7 Pengaruh Pelatihan terhadap Keaktifan Kader... ... 86
5.8 Pengaruh Dukungan Terhadap Keaktifan Kader... ... 87
5.9 Pengaruh Struktur Terhadap Keaktifan Kader... 89
5.10 Keaktifan Kader Posyandu... 90
5.11 Keterbatasan Penelitian... 93
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 95
6.1 Kesimpulan... 95
6.2 Saran... 96
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Aspek Pengukuran Variabel Independen ... 48
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
3.1 Aspek Pengukuran Variabel Bebas (Independen)... 49
3.2 Aspek Pengukuran Variabel terikat (Dependen)... 50
4.1 Distribusi Kecamatan Di Kabupaten Aceh Berdasarkan Luas Wilayah, Jumlah Desa, Jumlah Penduduk, Jumlah Rumah Tangga ( KK ), Rata - rata Jiwa / Rumah Tangga
Dan Kepadatan Penduduk ... 52
4.2 Distribusi Puskesmas Berdasarkan Kecamatan dan Jumlah SDM
di Kabupaten Aceh Selatan... 54
4.3 Data posyandu Dan Kader Dalam Wilayah Kerja Kabupaten
Aceh Selatan... 55
4.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Kader Posyandu... 57
4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indikator Variabel
Sikap... 58
4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Sikap... 61
4.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indikator Motivasi.. 62
4.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Motivasi... 63
4.9 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indikator Pelatihan.. 64
4.10 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Pelatihan 65
4.11 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indikator Dukungan 66
4.12 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Dukungan 67
4.13 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indikator Struktur.... 68
4.15 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indikator Perilaku
Kader... 69
4.16 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Perilaku 71
4.17 Hasil Uji Regresi Linier Berganda Variabel Independen Terhadap
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
2.1 Bagan Sebuah Sistem Posyandu... 38
2.2 Konsep Teoritis dan Faktor Determinan Perilaku Kader Posyandu... 39
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian Pengaruh Karakteristik Kader dan Strategi Revitalisasi Posyandu Terhadap Keaktifan Kader Posyandu di Kecamatan Samadua Kabupaten Aceh Selatan Tahun
2008... 102
2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas... 108
3. Master Tabel Kuesioner Penelitian... 112
4. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Variabel Penelitian... 114
5. Master Tabel Indikator Pertanyaan Sikap, Motivasi, Pelatihan,
Dukungan, Struktur dan Keaktifan... 116
6. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Indikator Variabel Penelitian.... 120
7. Surat Permohonan Ijin Penelitian... 131
8. Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian... 132
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Gangguan gizi pada anak dibawah usia lima tahun (balita) pada umumnya
secara kuantitas kasusnya tidak pernah berkurang, demikian pula halnya terjadi di
Indonesia selama ini, cenderung meningkat akibat krisis ekonomi tahun 1997. Akibat
kurang gizi dikhawatirkan dapat mengancam kualitas sumberdaya manusia generasi
penerus, sesungguhnya kita memiliki sarana untuk mengatasinya. Apabila posyandu
dapat melaksanakan fungsi dasarnya sebagai unit pemantau tumbuh kembang anak,
melaksanakan imunisasi, memberi makanan tambahan (PMT) dan penyuluhan
kesehatan kepada ibu dan anak (Depdagri, 2001).
Pemeliharaan dan perawatan kesejahteraan ibu dan anak-anak sejak usia dini,
merupakan strategi dalam upaya pemenuhan pelayanan dasar yang meliputi
peningkatan derajat kesehatan dan gizi yang baik, lingkungan yang sehat, aman,
pengembangan daya pikir dan daya cipta serta perlindungan terhadap anak.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dasar masyarakat dengan fokus pada ibu dan
anak dapat dilakukan di posyandu. Karena posyandu merupakan wadah peran serta
masyarakat untuk menyampaikan dan memperoleh pelayanan kesehatan dasarnya,
maka diharapkan pula strategi operasional secara dini dapat dilakukan di setiap
Posyandu merupakan sarana kesehatan berbasis masyarakat yang paling
memasyarakat dewasa ini. Posyandu yang meliputi 5 program prioritas (KB, KIA,
Gizi, Imunisasi dan penanggulangan diare) terbukti mempunyai manfaat besar
terhadap penurunan angka kematian bayi. Sejak dicanangkan pada tahun 1984 oleh
presiden Soeharto, pertumbuhan jumlah posyandu bertambah besar dan ternyata juga
dibarengi dengan peranannya yang menonjol, khususnya dalam meningkatkan
cakupan program. Dapat kita lihat bahwa posyandu membawa kontribusi yang besar
pada peningkatan cakupan program, khususnya pada sasaran populasi bayi bawah
lima tahun (Balita) dan ibu (Depdagri,2001).
Selama ini banyak ditemukan kasus gizi buruk yang disebabkan kurang
berfungsinya posyandu, rendahnya kemampuan kader, banyak kader yang tidak aktif
dari pada yang aktif, kurang pembinaan dan perhatian dari unsur Pemerintah desa
dan dinas/instansi/lembaga terkait, yang mengakibatkan rendahnya minat masyarakat
untuk menggunakan posyandu. Akibat lebih lanjut adalah banyak hal yang
sesungguhnya dapat bermanfaat bagi ibu-ibu untuk memahami cara merawat anak
secara baik sejak dalam kandungan, dapat meningkatkan keselamatan ibu saat
melahirkan. Oleh karena itu perlu diupayakan langkah dalam memberdayakan kader
agar lebih profesional dalam melayani masyarakat di posyandu (Depdagri, 2001).
Terkait dengan seruan yang dilontarkan oleh Presiden Republik Indonesia
Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2005 di Surabaya, Jawa Timur, dalam
Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla saat peringatan hari kesehatan nasional di
Subang yang meminta posyandu dihidupkan lagi (Depkes RI, 2006).
Dengan datangnya badai krisis ekonomi pada tahun 1997 yang lalu, pamor
posyandu mulai memudar, sulitnya kondisi ekonomi memaksa kader posyandu yang
biasanya aktif , lebih memilih memanfaatkan waktunya untuk kegiatan ekonomi yang
menjanjikan akan mendapat tambahan penghasilan untuk keluarganya. Dan pada
tahun 1994/1995 sampai dengan 1996/1997 jumlah posyandu berkurang sebanyak
5.918 posyandu dan 22,3% posyandu termasuk kategori posyandu kurang aktif dan
untuk mendapatkan model revitalisasi posyandu. Untuk itu telah dilakukan penelitian
oleh Departemen Kesehatan di Sukabumi dan Kerawang meliputi masyarakat nelayan
dan tani. Sebanyak 67 posyandu, 170 kader, 50 pembina dan 1.234 pengguna
posyandu. Urutan faktor yang berperan terhadap posyandu aktif adalah faktor
pembina (28,5% pada masyarakat nelayan dan 19,7 masyarakat tani), faktor kader
(16,1% pada masyarakat nelayan dan 19,7% masyarakat tani), faktor posyandu
(10,6% pada masyarakat nelayan dan 11,4% masyarakat tani), faktor pengguna (5,4%
pada masyarakat nelayan dan 0,5% masyarakat tani).
Upaya yang perlu dilakukan agar posyandu aktif khusus di daerah penelitian
ini adalah : pada masyarakat nelayan pembina harus mempunyai pengalaman lebih
dari 24 bulan dan jumlah posyandu yang dibina tidak lebih dari 15 posyandu. Kader
posyandu sebaiknya tidak mempunyai pekerjaan tetap dan kader mempunyai
pengalaman menjadi kader sekurangnya 60 bulan. Tidak boleh pergantian kader
diharapkan oleh pengguna posyandu agar mendapatkan PMT untuk balita dan
kesediaan pengguna memberi imbalan untuk kader. Pada masyarakat tani Pembina
posyandu harus mempunyai pendidikan SLTA ke atas. Layanan yang diharapkan
berupa penyuluhan gizi dan kesehatan serta layanan KB, kesediaan pengguna
posyandu memberi imbalan berupa uang untuk kader diterapkan (Depkes RI, 2000).
Kondisi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebagai bagian dari Negara
Republik Indonesia yang perlu mendapatkan perhatian khusus, dengan adanya
tekanan politik akibat konflik yang berkepanjangan dari tahun 1998 sampai dengan
2006, disusul musibah Nasional gempa dan gelombang tsunami pada akhir desember
2004, menghancurkan infrastruktur dan tentunya juga memberikan dampak
psikologis kepada masyarakat dan memberikan pengaruh buruk terhadap
pelaksanaan kegiatan posyandu. Apabila dilihat dari jumlah dan persentase
posyandu menurut Kabupaten/Kota terdapat 64,09% tergolong posyandu pratama,
22,99% posyandu madya, 7,46% posyandu purnama dan 1,71% strata mandiri
(Dinkes NAD, 2006).
Dalam rangka revitalisasi posyandu untuk pengembangan surveilens gizi dan
kesehatan, telah dilakukan survey cepat (Need Assessment) di Kabupaten Acah Besar
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada tahun 2005 bekerja sama dengan Plan
Internasional dan Depkes RI. Wawancara ditujukan kepada aparat Desa, tokoh
masyarakat, kelompok kader, keluarga balita, dan sarana prasarana posyandu. Hasil
wawancara dengan kelompok kader posyandu dengan jumlah sampel 50 orang dari
10% masih sekolah/kuliah, 10% hanya tugas sosial tanpa honor, 4% karena terpaksa,
4% jauh tempat tinggal (Dinkes NAD, 2005).
Banyak masalah yang menyebabkan posyandu tidak berfungsi dan kader tidak
aktif sebagaimana diketahui dari laporan posyandu Aceh Selatan tahun 2006/2007
diketahui jumlah posyandu 288 buah, yang berfungsi 234 (81.3%) posyandu
seharusnya target standar pencapaian diharapkan 95%. Jumlah kader yang tercatat
sebanyak 1.380 orang yang aktif berkisar 702 (50,9%) kader, target standar
pencapaian yang diharapkan 95%. Ditinjau dari kemampuan kader menjalankan
kegiatan posyandu masih sangat rendah berkisar 20% target pencapaian diharapkan
90%. Kemampuan program untuk menggerakan masyarakat juga sangat rendah
berkisar rata-rata 40%, target pencapaian diharapkan 90%. Partisipasi dan kesadaran
masyarakat dalam mendukung pelaksanaan kegiatan posyandu masih rendah dapat
dilihat dari seluruh balita yang terdata 16.220, balita yng ditimbang di posyandu
hanya 10.766 (66,37%) balita, target standar pencapaian balita yang ditimbang 95%.
Dari jumlah yang ditimbang tersebut 57,69 diantaranya naik berat badannya, 5,02%
BGM dan 5,56% yang BGT (Dinkes Aceh Selatan, 2007).
Menurut keterangan dari beberapa tenaga kesehatan dan tokoh masyarakat
yang di wawancarai saat survey pendahuluan di posyandu-posyandu dalam wilayah
kerja Puskesmas samadua mengatakan bahwa, di kecamatan samadua terdapat 27
buah desa dan 29 buah posyandu , tahun 2005 jumlah kader seluruhnya 145 orang,
yang aktif 77 (53,10%) kader. Tahun 2006 jumlah kader seluruhnya 145 orang, aktif
pencapaian target yang diharapkan masing-masing setiap tahunnya 95%. hasil
pengamatan penulis banyak posyandu tidak berfungsi sebagaimana yang diharapkan,
banyak kader yang tidak aktif dari pada kader yang aktif pada kegiatan posyandu,
fasilitas kerja tidak memadai, tugas dan fungsi kader tidak sesuai sebagaimana yang
diharapkan, disamping strategi pelaksanaan kegiatan Posyandu tidak jelas jadwal,
struktur, fungsi dan tugas masing-masing kader yang tidak tertata secara rapi
sebagaimana yang diharapkan (Dinkes Aceh Selatan, 2007).
Tempat pelaksanaan kegiatan posyandu tidak tepat/layak, begitu juga dengan
gaya pimpinan posyandu terhadap pelaksanaan strategi tidak berperan secara aktif.
Seharusnya jumlah kader yang aktif setiap bulan untuk kegiatan posyandu sebanyak 5
orang, mempunyai 5 meja kegiatan, adanya makanan tambahan (PMT), ada tempat
khusus yang sesuai dan layak untuk pelaksanaan kegiatan posyandu, ada jadwal,
struktur yang tertata dengan jelas, ada laporan bulanan, dan ada salah seorang
ditunjuk sebagai pemimpin kader. Umur kader yang banyak dijumpai berkisar 30-4-
tahun, pendidikan rata-rata SLTP sederajad yang diharapkan slta ke atas. Kader
sudah menikah mempunyai anak balita, pekerjaan senagai ibu rumah tangga, kader
kurang termotivasi dalam melaksanakan kegiatan posyandu alasannya karena tidak
pernah mendapatkan insentif dari pemerintah daerah maupun pihak lainnya.
Berdasarkan uraian permasalahan tersebut di atas, maka Pelaksanaan
revitalisasi posyandu untuk menunjang keaktifan kader di Kabupaten Aceh Selatan
perlu dilakukan penelitian, agar ke depan dapat terselenggaranya posyandu dengan
antara kader dengan petugas kesehatan secara berkesinambungan, maka laporan hasil
kegiatan posyandu maupun di lapangan dapat mengalir dari tingkat desa secara
berjenjang sampai pada Dinas Kesehatan Kabupaten dan untuk seterusnya
melaporkan ke Dinas Kesehatan Provinsi (Dinkes NAD, 2007).
1.2.Permasalahan
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah
sebagai berikut;
1.2.1. Bagaimana pengaruh karakteristik kader yang terdiri dari; umur, pendidikan,
pekerjaan, status perkawinan, sikap, dan motivasi terhadap perilaku kader
dalam melaksanakan kegiatan posyandu di Kecamatan Samadua Kabupaten
Aceh Selatan.
1.2.2. Bagaimana pengaruh strategi revitalisasi posyandu yang terdiri dari; pelatihan,
dukungan, dan struktur terhadap perilaku kader posyandu dalam
melaksanakan kegiatan posyandu di Kecamatan Samadua Kabupaten Aceh
Selatan.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Untuk menganalisis pengaruh karakteristik kader yang terdiri dari; umur,
pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, sikap, dan motivasi terhadap
perilaku kader posyandu dalam melaksanakan kegiatan posyandu di
1.3.2. Untuk menganalisis pengaruh strategi revitalisasi posyandu yang terdiri dari;
pelatihan, dukungan, dan struktur terhadap perilaku kader posyandu dalam
melaksanakan kegiatan posyandu di Kecamatan Samadua Kabupaten Aceh
Selatan.
1.4. Hipotesis Penelitian
1.4.1. Karakteristik kader yang terdiri dari; umur, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, sikap, dan motivasi mempunyai pengaruh terhadap perilaku
kader posyandu dalam melaksanakan kegiatan posyandu di Kecamatan
Samadua Kabupaten Aceh Selatan.
1.4.2. Strategi revitalisasi posyandu yang terdiri dari; pelatihan, dukungan, dan
struktur mempunyai pengaruh terhadap perilaku kader posyandu dalam
melaksanakan pelayanan kegiatan posyandu di Kecamatan Samadua
Kabupaten Aceh Selatan.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pemerintahan daerah
khususnya Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan dalam merumuskan
kebijakan-kebijakan guna mendukung strategi peningkatan keaktifan kader
sebagai tumpuan upaya optimalisasi revitalisasi posyandu.
1.5.2. Bagi program studi administrasi dan kebijakan kesehatan Universitas
Sumatera Utara merupakan tambahan kekayaan penelitian kasus untuk dapat
pemberdayaan tenaga kesehatan dan keaktifan kader posyandu di Kecamatan
Samadua Kabupaten Aceh Selatan.
1.5.3. Menambah dan memperluas wawasan serta pengalaman bagi peneliti dalam
mengaplikasikan keilmuan di bidang administrasi kebijakan kesehatan yang
berhubungan dengan Keaktifan kader posyandu.
1.5.4. Bagi peneliti selanjutnya sebagai bahan perbandingan dan acuan dalam
melakukan penelitian yang berkaitan dengan kebijakan pelaksanaan pelayanan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Revitalisasi Posyandu
2.1.1. Pengertian dan Pedoman Revitalisasi Posyandu
Revitalisasi adalah upaya untuk menghidupkan kembali kawasan mati, yang
pada masa silam pernah hidup, atau mengendalikan, dan mengembangkan kawasan
untuk menemukan kembali potensi yang dimiliki atau pernah dimiliki atau
seharusnya dimiliki oleh sebuah kota, baik dari segi sosio-kultural, sosio ekonomi,
segi fisik alam lingkungan, sehingga diharapkan dapat peningkatan kualitas hidup
dari penghuninya.
Pedoman revitalisasi posyandu ditujukan bagi pemangku kepentingan
(Stakeholder) dalam upaya penyelenggaran revitalisasi posyandu yang meliputi
masyarakat, petugas, kader, Pembina posyandu, pengelola posyandu, tokoh
masyarakat, tokoh adat, seluruh lintas sektor pemerintahan, dan pihak terkait
mencakup swasta, dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan organisasi
non pemerintah. Pedoman ini dapat memberikan petunjuk tentang penyelenggaraan
revitalisasi posyandu (Depdagri & Otda 2001)
2.1.2. Sasaran dan Prinsip Pelaksanaan Revitalisasi Posyandu
Posyandu yang tidak berfungsi, posyandu yang tidak memiliki bangunan,
posyandu yang terbatas cakupan, jenis, waktu dan tenaga pelayanannya, posyandu
lainnya yang dibutuhkan masyarakat desa, posyandu yang tidak mendapatkan
partisipasi atau peran serta masyarakat ( Depkes RI, 2006).
Prinsip pelaksanaan revitalisasi, bahwa pada hakikat dilaksanakannya,
revitalisasi posyandu adalah sebagai upaya pemenuhan kebutuhan kesehatan dasar
dan peningkatan status gizi masyarakat, yang secara umum terpuruk sebagai akibat
langsung maupun tidak langsung adanya krisis multi dimensi di Indonesia. Oleh
karena itu untuk meningkatkan setiap keluarga dalam memaksimalkan potensi
pengembangan kualitas sumber daya manusia, diperlukan upaya revitalisasi posyandu
sebagai unit pelayanan kesehatan dasar masyarakat dan langsung dapat dimanfaatkan
untuk melayani pemenuhan kebutuhan dasar pengembangan kualitas manusia dini,
sekaligus merupakan salah satu komponen perwujudan kesejahteraan keluarga untuk
melaksanakan revitalisasi posyandu perlu dihimpun keseluruh kegiatan masyarakat,
agar berperan serta secara aktif sesuai dengan kemampuannya, baik sebagai
pelaksana maupun sebagai pembina dilingkungannya masing-masing, sehingga
cakupan sasaran kelompok masyarakat yang membutuhkan pelayanan posyandu pada
hari buka dan kunjungan rumah dapat mencapai hasil yang setinggi-tinginya
(Depdagri, 2001). Dengan prinsip pelaksanaan revitalisasi adalah :
a. Partisipasi; revitalisasi posyandu melibatkan peran serta seluruh komponen
dalam masyarakat, pemerintahan dan organisasi non pemerintah, LSM, swasta
b. Efesiensi (Hemat); Revitalisasi posyandu diusahakan dengan menggunakan
dana dan daya yang tersedia dari masyarakat secara terorganisir dan
ekonomis.
c. Efektif (Berdaya guna dan berhasil guna); Revitalisasi posyandu diupayakan
untuk dapat mencapai tujuan dan memberikan manfaat kepada seluruh
komponen masyarakat.
d. Transparan (Terang untuk dilihat); Revitalisasi posyandu merupakan proses
yang bisa diketahui oleh semua pihak.
e. Terbuka (Bisa dimasuki); Revitalisasi posyandu memberikan kesempatan
kepada semua pihak untuk berperan sepanjang memenuhi ketentuan dan
persyaratan yang ditetapkan.
f. Adil; Revitalisasi posyandu memberikan perlakuan yang sama kepada
semua pihak yang mengambil bagian atau berperan.
g. Dapat dipertanggungjawabkan; Dalam pelaksanaan kegiatan revitalisasi
posyandu dana yang digunakan dapat dipertanggungjawabkan kepada seluruh
komponen masyarakat dengan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya
(Depkes RI, 2006).
2.1.3. Strategi Revitalisasi Posyandu
Menurut Susilo (2005), strategi adalah suatu seni menggunakan kecakapan dan
efektif dengan lingkungan dalam kondisi yang paling menguntungkan. Hal ini harus
dihayati karena strategi dilaksanakan oleh setiap orang pada setiap tingkat.
Strategi pemerintah yang berhubungan dengan kebijakannya terhadap
keaktifan kader dalam pelaksanaan kegiatan posyandu disebut enterprise strategi
yaitu strategi yang berkaitan dengan respon masyarakat. Diketahui bahwa setiap
organisasi mempunyai hubungan dengan masyarakat. Masyarakat adalah kelompok
yang berada di luar organisasi yang dapat dikontrol. Strategi enterprise relasi antara
organisasi dan masyarakat luar, strategi itu juga menampakkan sungguh-sungguh
bekerja dan berusaha untuk memberi pelayanan yang baik terhadap tuntutan dan
kebutuhan masyarakat.
Strategi pemerintah dibidang kesehatan yang telah ditetapkan terhadap
posyandu adalah strategi revitalisasi posyandu, yang mencakup;
a. Meningkatkan kemampuan pengetahuan dan keterampilan teknis, serta
dedikasi kader di posyandu.
b. Memperluas sistem posyandu dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas
pelayanan di hari buka dan kunjungan rumah.
c. Menciptakan iklim kondusif untuk pelayanan dengan pemenuhan sarana dan
prasarna kerja posyandu.
d. Meningkatkan peran serta masyarakat dan kemitraan dalam penyelenggaraan
dan pembiayaan kegiatan posyandu.
e. Menyediakan sistem pilihan jenis dalam pelayanan (paket minimal dan
f. Menggunakan azas kecukupan dan urgensi dalam penetapan sasaran
pelayanan dengan perhatian khusus pada balita untuk mencapai cakupan
keseluruhan.
g. Memperkuat dukungan pembinaan dan pendampingan teknis dari tenaga
profesional dan tokoh masyarakat termasuk unsur LSM.
2.1.4. Pedoman Penyelenggaraan Revitalisasi
Revitalisasi posyandu dapat dicapai dengan memenuhi standar yang telah
ditetapkan sebagai berikut :
a. Prasarana, adanya tanah dan bangunan.
b. Sarana, adanya ruangan, alat-alat kerja,tenaga, penyediaan tenaga dilakukan
dengan mengacu pada tugas dan fungsi masing-masing yang ditetapkan yaitu:
tenaga kesehatan puskesmas, kader, Pembina posyandu, pengelola posyandu.
Dan petugas lainnya. Disamping yang tersebut diatas juga kegiatan sangat
penting dalam optimalisasi revitalisasi posyandu seperti: kegiatan pelayanan
pada hari buka dan hari tidak buka, hal ini merupakan kelanjutan kegiatan di
dalam posyandu yaitu: program kegiatan kesehatan dan gizi seperti layanan
kunjungan rumah, penggalangan partisipasi masyarakat, peningkatan
kemampuan dan pembinaan posyandu, penerapan system kewaspadaan
pangan dan gizi.
Dalam melaksanakan strategi yang diterapkan perlu dilakukan kegiatan yang
posyandu yaitu: pelatihan - pelatihan kepada kader posyandu, meningkatkan
jangkauan pelayanan kesehatan melalui kegiatan pelayanan pada hari buka posyandu
dan kunjungan rumah, meningkatkan peran serta masyarakat dan membangun
kemitraan, optimalisasi kegiatan posyandu, pelayanan menggunakan sistem kafetaria,
memberikan perhatian khusus pada kelompok sasaran berdasar azas kecukupan
(terutama pada Baduta), memperkuat dukungan pendampingan dan pembinaan oleh
tenaga professional dan tokoh masyarakat (Depkes RI, 2006).
2.1.5. Indikator Kemajuan Revitalisasi Posyandu
Kemajuan kegiatan revitalisasi posyandu dapat diukur dari aspek
input/asupan, proses, luaran (output) dan dampak (out come) yaitu sebagai berikut:
a. Indikator input: meliputi jumlah posyandu yang sudah lengkap sarana dan
obat-obatannya, jumlah kader yang telah dilatih dan aktif bekerja, jumlah
kader yang mendapat akses untuk meningkatkan ekonominya, adanya
dukungan pembiayaan dari masyarakat setempat, pemerintah dan lembaga
donor untuk kegiatan posyandu.
b. Indikator proses: yaitu meningkatkan prekwensi pelatihan pendampingan
dan pembinaan kader posyandu, meningkatkan jenis pelayanan yang dapat
diberikan dan partisipasi masyarakat untuk posyandu, menguatkan kapasitas
pemamtauan pertumbuhan anak.
c. Indikator luaran: dengan cara meningkatkan cakupan bayi dan balita yang
hamil dan ibu menyusui yang dilayani serta cakupan kasus yang dipantau
dalam kunjungan rumah.
d. Indikator dampak (out come): yaitu meningkatkan status gizi balita,
berkurangnya jumlah anak yang berat badannya tidak cukup naik, prevalensi
penyakit anak (cacingan, diare, ispa), anemia ibu hamil dan ibu menyusui
menurun, serta mantapnya pola pemeliharaan anak secara baik ditingkat
keluarga dan kesinambungan posyandu (Depdagri, 2001)
2.1.6. Pengertian dan Intervensi Posyandu
Pengertian posyandu adalah suatu wadah komunikasi alih tehnologi dalam
pelayanan kesehatan masyarakat dan keluarga berencana yaitu dari masyarakat, oleh
masyarakat dan untuk masyarakat dengan dukungan pelayanan serta pembinaan
teknis dari petugas kesehatan dan keluarga berencana, yang mempunyai nilai strategis
untuk pengembangan sumber daya manusia sejak dini yaitu dalam peningkatan mutu
manusia masa yang akan datang dan akibat dari proses pertumbuhan dan
perkembangan manusia (Depkes RI, 2005). Ada 3 intervensi posyandu yaitu;
1. Pembinaan kelangsungan hidup anak (Child survival) yang ditujukan untuk
menjaga kelangsungan hidup anak sejak janin dalam kandungan ibu sampai
usia balita.
2. Pembinaan perkembangan anak (Child Development) yang ditujukan untuk
membina tumbuh kembang anak secara sempurna, baik fisik maupun mental,
3. Pembinaan kemampuan kerja (Employment) untuk memberikan kesempatan
berkarya dan berkreasi dalam pembangunan bangsa dan negara.
Intervensi satu dan dua dapat dilaksanakan sendiri oleh masyarakat dengan
sedikit bantuan dan pengarahan dari petugas penyelenggara dan pengembangan
posyandu. Intervensi ke tiga perlu dipersiapkan dengan memperhatikan aspek-aspek
poleksosbud (Nasab, 1999).
2.1.7. Pengorganisasian Posyandu
Untuk melaksanakan revitalisasi posyandu, perlu dilakukan pengorganisasian,
sebab sebagai unit yang memberi pelayanan langsung kepada masyarakat dan bersifat
organisasi fungsional yang dipimpin oleh seorang ketua/penanggungjawab dan
dibantu oleh para pelaksana pelayanan yang terdiri dari kader posyandu sebanyak 4-5
orang. Agar posyandu dapat berjalan dengan baik perlu dukungan tenaga administrasi
dan tenaga teknis operasional.
Secara fungsional organisatoris posyandu berada dalam wadah LKMD, dimana
segala aktifitas dan upaya yang dilakukan tetap dalam koordinasi LKMD. Sedangkan
secara teknis operasional dikelola oleh kelompok kerja (pokja), posyandu berada
dalam fungsi koordinasi seksi pembinaan kesejahteraan keluarga (PKK) bekerja sama
dengan seksi kesehatan, pendidikan dan keluarga berencana serta seksi-seksi lain
dalam LKMD (Depdagri, 2001)
Disetiap desa/kelurahan hendaknya dikembangkan wadah posyandu, idealnya
petugas dan keadaan setempat seperti: keadaan geografis, jarak antara kelompok
rumah, jumlah kepala keluarga dalam satu kelompok, jadi jumlah posyandu disetiap
desa/kelurahan tidak sama.
Bentuk susunan organisasi unit pengelola posyandu di desa ditetapkan melalui
kesepakatan dari para anggota pengelola posyandu. Tugas dan tangngungjawab
masing-masing unsur pada setiap kepengurusan, disepakati dalam unit/kelompok
pengelola posyandu bersama masyarakat setempat, namun pada hakekatnya susunan
kepengurusan itu sifatnya fleksibel tergantung kondisi setempat. Dalam tatanan
kehidupan masyarakat di desa, unit pengelola posyandu mempunyai kewajiban
melaporkan keberadaannya kepada kepala desa/lurah. Oleh karena itu kepala
desa/lurah berkewajiban membina keberadaan unit pengelola posyandu, karena
kegiatan posyandu pada dasarnya adalah untuk kepentingan pemajuan perkembangan
kualitas sumber daya masyarakat (SDM) dini di daerahnya (Depdagri, 2001)
2.1.8. Tujuan dan Fungsi Penyelenggaraan Posyandu
a. Mempercepat penurunan angka kematian bayi, balita dan angka kelahiran.
b. Mempercepat penerimaan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera
(NKKBS)
c. Peningkatan pelayanan kesehatan ibu untuk menurunkan IMR.
d. Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan
kegiatan-kegiatan kesehatan dan kegiatan-kegiatan lain yang menunjang kemampuan hidup
Sedangkan fungsi posyandu adalah sebagai tempat pemantauan pertumbuhan
dan perkembangan balita (PBB) dengan kegiatan penimbangan balita dengan
menggunakan 5 (lima) meja pelayanan yang terdiri dari keluarga berencana,
kesehatan ibu dan anak, gizi, imunisasi, dan penanggulangan diare untuk para ibu dan
anak di tingkat masyarakat. Dengan sasaran utamanya adalah untuk menurunkan
angka kematian bayi serta memperbaiki status kesehatan dan gizi para balita maupun
ibu hamil dan menyusui (Depkes RI, 2005).
Posyandu harus dapat melaksanakan fungsinya sebagai wadah pemberdayaan
masyarakat dengan melibatkan semua sektor dalam pemerintahan, lembaga swadaya
masyarakat (LSM), dan swasta untuk penyelenggaraan revitalisasi posyandu. Sebagai
unit pemantauan tumbuh kembang anak, mampu secara profesional memberikan
pelayanan kesehatan dasar termasuk meningkatkan kesadaran terhadap asuhan gizi
keluarga sehingga terwujud keluarga sadar gizi (KADARZI) dalam rangka menuju
desa siaga.
Dalam hal pelaksanaan demokratisasi kehidupan masyarakat diharapkan dapat
menjangkau pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kesehatan dasar masyarakat,
dimana posyandu mampu berperan , sebagai wadah pelayanan kesehatan dasar
berbasis masyarakat. Melalui penyelenggaraan posyandu yang dikelola dengan
prinsip dari, oleh dan untuk masyarakat, maka hal itu dapat diartikan bahwa posyandu
secara terbuka dapat dikelola oleh unsur masyarakat atau kelompok masyarakat yang
mempunyai minat dan misi dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia
2.2. Konsep Tentang Kader
2.2.1. Pengertian dan Tugas Kader
Kader adalah warga masyarakat pada tempat yang dipilih atau dituju oleh
masyarakat, dengan kata lain kader kesehatan merupakan wakil dari warga setempat
untuk membantu masyarakat dalam masalah kesehatan, agar diperoleh kesesuain
ántara fasilitas pelayanan dan kebutuhan masyarakat yang bersangkutan (Depkes RI,
2005).
Kader adalah siapa saja dari anggota masyarakat yang mau bekerja secara suka
rela dan iklas, mau dan sanggup malaksanakan kegiatan usaha perbaikan gizi
keluarga. Secara umum kader diartikan sebagai tenaga sukarela yang tertarik dalám
bidang tertentu, tumbuh dalam masyarakat dan merasa berkewajiban untuk
melaksanakan dan meningkatkan serta membina kesejahteraan termasuk dalam
bidang kesehatan (Depkes RI, 2005).
Adapun Tugas Kader adalah sebagai berikut :
Mengingat bahwa kader bukanlah tenaga profesional dan teknis, melainkan
hanya membantu dalam memberikan pelayanan kesehatan dasar, untuk itu perlu
adanya pembagian tugas yang diembankan padanya, baik menyangkut jumlah
maupun jenis pelayanan. Adapun tugas kader adalah sebagai berikut:
a. Sehari sebelumnya semua ibu hamil, ibu menyusui, ibu balita diberitahu akan
adanya kegiatan posyandu.
b. Mencatat semua sasaran wanita usia subur, pasangan usia subur dan lanjut
kurang dan belum tersedia dapat meminjam dan meminta pada petugas atau
membuat sendiri.
c. Pembagian tugas diantara sesama kader dan dibantu oleh ibu-ibu lainnya,
misalnya: kegiatan sebelum hari H posyandu (H+), hari H posyandu, dan
sesudah H (H-).
2.2.2. Faktor Yang Mempengaruhi Keaktifan Kader
Keaktifan kader adalah keterlibatan kader dalam kegiatan kemasyarakatan
yang merupakan pencerminan akan usahanya untuk memenuhi berbagai kebutuhan
yang dirasakan dan pengabdian terhadap pekerjaannya sebagai kader. Keaktifan
kader posyandu tersebut dari ada atau tidaknya dilaksanakan kegiatan-kegiatan
posyandu sebagai tugas dan tanggungjawab yang diembankan padanya, kegiatan ini
akan berjalan dengan baik bila didukung oleh fasilitas yang memadai. Fasilitas yang
disediakan hendaknya harus cukup dan sesuai dengan tugas dan fungsi yang harus
dilaksanakan serta adanya tersedia waktu, tempat yang tepat, sesuai dan layak untuk
menunjang kegiatan posyandu (Depkes RI, 2006).
Menurut Martoyo (2000) mengutip pendapat Maslow (1970), menyatakan
bahwa sebagian besar perilaku sadar dari manusia berdasarkan adanya motif
(kebutuhan tertentu). Disebutkan pula bahwa motif memiliki tingkatan-tingkatan
mulai dari yang terendah sampai tertinggi. Motif terendah adalah kebutuhan
psikologis seperti makan, minum, seks, dan sebagainya. Di atas kebutuhan dasar
akan kedudukan atau status, tertinggi adalah kebutuhan akan meningkatnya peran
serta diri atau pengabdian. Rasa pengabdian sesungguhnya akan dimiliki oleh orang
yang telah mencapai tingkatan kebutuhan tertinggi.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan para peneliti sebelumnya yang
dianggap ada relevansinya dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis antara lain
adalah penelitian yang dilakukan Anies dan Irawati tahun 2000.
Hasil penelitian Anies dan Irawati (2000) yang berjudul “faktor-faktor yang
mempengaruhi keaktifan kader posyandu” melakukan penelitian di Kecamatan
Mianggo Kabupaten Jepara ditemui beberapa masalah dan hambatan kader dalam
pelaksanaan kegiatan posyandu antara lain sebagai berikut:
Kurangnya korodinasi antara tokoh masyarakat, pamong pemerintah, tenaga
kesehatan dan kader, serta lintas program dan lintas sektor yang terkait di luar
kesehatan, yaitu sebagai berikut;
1. Tokoh masyarakat (pemuka agama) belum sepenuhnya berperan aktif
2. Kader (yang bersifat tenaga sukarela) tidak dapat melaksanakan aktifitasnya
secara rutin.
3. Latar belakang pendidikan serta perekonomian kader relatif masih rendah.
4. Kurangnya pembinaan (supervisi) dari puskesmas dan dinas kesehatan.
5. Buku petunjuk pedoman (manual) posyandu yang belum tersebar secara
merata.
6. Belum ada keserasian jadwal kerja puskesmas dengan kegiatan posyandu.
Menurut Anies dan Irawati (2000) di Sukabumi dan Kerawang meneliti pada
1.234 pengguna posyandu menemukan bahwa ciri-ciri kader aktif adalah sebaiknya
tidak mempunyai pekerjaan tetap, mempunyai pengalaman menjadi kader
sekurangnya 60 bulan, tidak ada pergantian kader sedikitnya dalam setahun dan
jumlah kader setiap posyandu 5 orang, layanan yang diharapkan pengguna posyandu
agar mendapat PMT untuk balita, kesediaan pengguna memberi imbalan untuk kader
yang bekerja secara suka rela, pendidikan kader harus SLTA ke atas.
Menurut Razak (2006) dalam penelitiannya di Makasar menemukan bahwa
kader posyandu sebaiknya tidak mempunyai pekerjaan tetap, mempunyai pengalaman
menjadi kader sekurang-kurangnya 60 bulan, jumlah kader sedikitnya 5 orang, tidak
ada pergantian kader sedikitnya dalam setahun, pendidikan SLTA ke atas.
Sementara itu pada penelitian yang dilakukan di kelurahan Tegal II Sumatera
Utara menemukan ciri-ciri kader aktif adalah : sudah menikah, berpenghasilan, ada
sarana dan fasilitas posyandu, adanya pelatihan dan pembinaan dari tenaga kesehatan
dan tenaga lain yang terkait (Nurhayati, 1997).
Menurut para ahli dan beberapa peneliti tentang kader antara lain Hartono
(1978) Sumardilah (1985) di Kebayoran Lama Jakarta menemukan ciri-ciri kader
yang aktif adalah : berumur 25-34 tahun, ibu rumah tangga, tidak bekerja, pendidikan
tamat SLTP dan sederajad, mempunyai rasa tanggung jawab dalam melaksanakan
tugasnya, dapat mengikuti kegiatan sosial bermasyarakat, inovatif, tinggal di RW/RT
Menurut Prayudha (1990) jumlah kendala yang menghadang upaya
revitalisasi posyandu diantaranya, kurang kesadaran warga akan arti pentingnya
keberadaan posyandu, keterbatasan ketrampilan kader, serta minimnya pendanaan.
2.2.3. Keaktifan dan Pembentukan Kader
Keaktifan kader adalah keterlibatan kader dalam kegiatan kemasyarakatan,
yang merupakan pencerminan akan usahanya untuk memenuhi berbagai kebutuhan
yang dirasakan dan pengabdian terhadap pekerjaannya sebagai kader posyandu.
Keaktifan kader tersebut dapat dilihat dari ada atau tidaknya dilaksanakan
kegiatan-kegiatan sebagai tugas dan tanggung-jawab yang diembankan padanya, kegiatan-kegiatan ini
akan berjalan dengan baik bila didukung oleh fasilitas yang memadai. Bila fasilitas
kerja yang disediakan harus cukup dan sesuai dengan tugas dan fungsi yang harus
dilaksanakan serta adanya tersedia waktu dan tempat yang tepat (Depkes RI, 2006).
Pembentukan kader merupakan salah satu metode pendekatan edukatif, untuk
melibatkan masyarakat dalam pembangunan di bidang kesehatan. Dan menjadi
pelopor pembaharuan untuk mencapai visi dan misi Indonesia sehat tahun 2010 bagi
masyarakat. Dalam rangka mencapai Indonesia sehat tahun 2010 untuk pelayanan
kesehatan diarahkan pada prinsip bahwa manusia bukan objek dari misi dan
visi tersebut, pada hakekadnya pelayanan kesehatan dipolakan
mengikutsertakan masyarakat secara aktif dan bertanggung jawab. Keikutsertakan
masyarakat dalam meningkatkan efisiensi pelayanan kesehatan adalah atas dasar
Dengan demikian sangat menentukan keaktifan masyarakat akan memamfaatkan
sumber daya yang ada di dalam masyarakat seoptimal mungkin. Pemikiran ini
merupakan penjabaran dari karsa pertama, berbunyi meningkatkan kemampuan
masyarakat untuk menolong dirinya sendiri dalam bidang kesehatan (Depkes RI,
2006).
2.2.4. Karakteristik dan Strategi Revitalisasi Posyandu a. Umur
Umur adalah usia seseorang yang dihitung mulai sejak lahir sampai dengan
batas terahkir masa hidupnya. Umur sangat mempengaruhi seseorang dalam
melaksanakan suatu kegiatan di posyandu.
Menurut Bahri (1981), Sumardilah (1985), menyatakan bahwa ciri-ciri kader
yang aktif sebaiknya berumur antara 25-34 tahun, karena pada masa muda kader
mempunyai lebih motivasi yang positif, merasa lebih bertanggungjawab, dan
inovatif.
b. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu jenjang pendidikan formal terakhir yang ditempuh dan
dimiliki oleh seorang kader posyandu dengan mendapatkan sertifikasi
kelulusan/ijazah, baik sekolah dasar (SD), sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP),
sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA), dan perguruan tinggi (PT).
Pendidikan adalah suatu proses yang unsur-unsurnya terdiri dari masukan
atau kemampuan baru dari sasaran pendidikan. Proses tersebut dipengaruhi oleh
perangkat lunak (soft ware) yang terdiri dari kurikulum, pendidik, metode dan
sebagainya serta perangkat keras (hard ware) yang terdiri dari ruang, perpustakaan
(buku-buku), dan alat-alat bantu pendidikan lain (Notoatmodjo, 2005).
Jalur pendidikan formal akan membekali seseorang dengan dasar-dasar
pengetahuan, teori dan logika, pengetahuan umum, kamampuan analisis serta
pengembangan kepribadian. H.L. Blum menjelaskan bahwa pendidikan merupakan
suatu proses dengan tujuan utama menghasilkan perubahan perilaku manusia yang
secara operasional tujuannya dibedakan menjadi 3 aspek yaitu; pengetahuan
(kognitif), sikap (afektif), dan aspek ketrampilan (psikomotor).
Azwar, 2002 menerangkan bahwa pendidikan merupakan kegiatan yang sengaja
dilakukan untuk memperoleh hasil berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap
seseorang. LW.Green, (1980) menyatakan bahwa gangguan terhadap penyakit juga
disebabkan oleh manusia itu sendiri, terutama menyangkut pendidikan, pengetahuan
dan sikap seseorang dalam menjaga kesehatan, sehingga ia mempunyai kesadaran
tinggi terhadap kesehatan baik kesehatan pribadi maupun kesehatan keluarga, begitu
juga dalam mengkonsumsi makanan yang bernilai gizi tinggi dan cukup kalori
sehingga dapat menjaga kesehatannya terutama pada saat ibu hamil (Azwar, 2007).
Pendidikan yang tinggi seseorang akan lebih mudah memahami tentang suatu
imformasi, bila pendidikannya tinggi maka dalam menjaga kesehatan sangat
diperhatikan, termasuk cara menjaga bayi, mengatur gizi seimbang, dan sebaliknya
dapatkan, baik dari petugas kesehatan maupun dari media-media lainnya. Pendidikan
sangat berpengaruh terhadap kesehatan keluarga. Jika pendidikan tinggi, maka
banyak mengetahui, ada kemauan untuk mengerjakan apa yang dapat bermanfaat bagi
keluarganya.
Penelitian di 11 negara oleh pusat Demografi Amerika Latin (Grant, 1984)
menunjukan bahwa pengaruh pendidikan ibu terhadap kesempatan hidup anak
ternyata lebih kuat dibandingkan dengan pengaruh tingkat pendapatan rumah tangga.
Pengamatan di Kenya mencatat adanya penurunan tingkat kematian bayi sebesar 86%
setelah dilaksanakan program peningkatan pendidikan kaum wanita (Kardjati, 2000).
c. Pekerjaan
Pekerjaan adalah tugas utama atau kegiatan rutinitas yang dimiliki oleh seorang
kader posyandu untuk membantu, dan membiayai kehidupan keluarganya serta
menunjang kebutuhan rumah tangganya. Pekerjaan juga dapat mempengaruhi
seseorang dalam menjaga kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan
keluarga. Karakteristik yang berhubungan dengan pekerjaan karena kesibukan
membuat seseorang terabaikan akan kesehatannya, termasuk kader posyandu.
Kesibukan akan pekerjaan terkadang ibu lupa terhadap tugas dan tanggungjawab
yang diembankan padanya. Sebaiknya seorang kader posyandu tidak mempunyai
pekerjaan yang tetap, dan mempunyai pengalaman yang lama menjadi kader
sekurang-kurangnya 60 bulan, dan tidak adanya pergantian kader dalam satu tahun,
Disamping itu adanya hubungan antara jenis pekerjaan dengan keaktifannya
sebagai keder, misalnya saja seorang ibu yang dengan kesibukan tertentu akan
mempengaruhi keaktifan posyandu sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan setiap
bulannya. Begitu juga dengan status sosial ekonomi yang lemah dapat mempengaruhi
kelancaran kegiatan posyandu dan menjadi faktor penghambat dalam melaksanakan
tugasnya ( Notoadmodjo,2005 ).
d. Status Perkawinan
Status perkawinan adalah suatu bentuk perkawinan antara laki-laki dan
perempuan secara syah dipandang dari segi agama melalui pernikahan dengan
mempunyai surat nikah dan terdaftar di kantor agama. Status perkawinan sangat
mempengaruhi seseorang kader dalam melaksanakan kegiatan posyandu,
karakteristik yang berkaitan dengan perkawinan karena larangan suami membuat
seseorang kader terabaikan akan kegiatan posyandu setiap bulan, sebaliknya yang
sudah kawin mempunyai motivasi tinggi untuk menjadi kader, karena adanya
keinginan untuk menambah pendapatan keluarga (Nurhayati, 1997).
e. Sikap
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu,
yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi seseorang. Newcomb dalam buku
Notoatmodjo(2005), menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan
untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Fungsi sikap
belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan
Sikap terdiri-dari 3 komponen pokok yaitu; kepercayaan atau keyakinan, ide,
dan konsep terhadap objek. Artinya, bagaimana keyakinan dan pendapat atau
pemikiran seseorang terhadap objek. Kehidupan emosional atau evaluasi orang
terhadap objek, artinya bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi)
orang tersebut terhadap objek. Kecendrungan untuk bertindak (tend to behave).
Artinya sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku
terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka
(tindakan). Ketiga komponen tesebut secara bersama-sama membentuk sikap yang
utuh (total adtitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini pengetahuan, pikiran,
keyakinan dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo, 2005).
f. Motivasi
Motif adalah sesuatu yang merupakan alasan mengapa seseorang memulai
tindakan. Motivasi adalah suatu set atau kumpulan perilaku yang memberikan
landasan bagi seseorang untuk bertindak dalam suatu cara yang diarahkan kepada
tujuan spesifik tertentu (spesific goal directed way). Memotivasi adalah menunjukan
arah tertentu kepada seseorang sekelompok orang dan mengambil langkah yang perlu
untuk memastikan mereka sampai ketujuan (Soeroso, 2003). Motivasi adalah:
kemampuan individu, kecerdasan, keterampilan, dan pengetahuan. Persepsi peranan,
perasaan individu tentang pekerjaan yang ditugaskan. Motivasi muncul dalam dua
bentuk dasar, yaitu :
1. Motivasi ekstrinsik (dari luar)
Berdasarkan pendapat McClelland dan Edward Murray, dapat dikemukakan
bahwa karakteristik orang mempunyai motivasi berprestasi tinggi antara lain :
memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi, memiliki program kerja berdasarkan
rencana dan tujuan yang realistik serta berjuang untuk merealisasinya, memiliki
kemampuan untuk mengambil keputusan dan berani mengambil resiko yang
dihadapinya, melakukan pekerjaan yang berarti dan menyelesaikannya dengan hasil
yang memuaskan, mempunyai keinginan untuk menjadi orang terkemuka yang
menguasai bidang tertentu.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya motivasi, antara lain
kebutuhan. Teori yang paling terkenal adalah teori hierarki.
Abraham Maslow (1970), menyatakan bahwa terdapat lima kelompok kebutuhan
utama manusia, yaitu : kebutuhan dasar, kebutuhan rasa aman, kebutuhan
bersosialisasi, kebutuhan ego/penghargaan, kebutuhan beraktualisasi diri. Pada
hakekadnya manusia selalu mempunyai keinginan untuk memenuhi kebutuhannya.
Terdapat beberapa cara terbaik untuk menerapkan konsep motivasi dengan
mengembangkan model motivasi, melalui pengenalan motivasi model-model
motivasi seseorang dapat dimotivasi berproduksi dan berprestasi. Adapun
model-model tersebut adalah; Model manusia rasional, seseorang akan termotivasi
mendapatkan penghargaan berupa uang bila berprestasi atau hukuman bila tidak
berprestasi. Model hubungan manusia ini menunjukkan bahwa produktifitas secara
langsung berhubungan dengan kepuasan kerja yang lebih banyak dipengaruhi oleh
Menurut Mangkunegara (2005) mengutip pendapat Amstrong; Robins (1991)
(1998) bahwa Model aktualisasi diri, seseorang tidak dipengaruhi oleh sistem yang
mengendalikan dari luar, tetapi bisa mengarahkan diri dan mengendalikan diri sendiri
dalam pencapaian sasaran.
Model komplek, memandang dua faktor utama yang menentukan motivasi
seseorang pada saat diberikan penugasan yaitu, nilai penghargaan kepada individu,
harapan bahwa usaha yang dilakukan akan menghasilkan penghargaan yang mereka
inginkan. Usaha tersebut harus efektif apabila akan menghasilkan prestasi kerja yang
dikehendaki.
Menurut Mangkunegara (2005) mengutip pendapat Osborne dan Plastrik
(2000), terdapat tujuh faktor penting yang dapat digunakan untuk memotivasi kinerja
seseorang (Motivator) yaitu; Prestasi, pengakuan, tantangan, kepentingan, tanggung
jawab, promosi, gaji dan tunjangan.
g. Pelatihan
Pelatihan adalah suatu upaya kegiatan yang dilaksanakan untuk meningkatkan
kemampuan, pengetahuan, ketrampilan teknis dan dedikasi kader posyandu.
Memperluas sistem posyandu dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan
di hari buka dan kunjungan rumah. Serta menciptakan iklim kondusif untuk
memberikan pelayanan kesehatan dengan pemenuhan sarana, prasarana, pelaporan
dan pendataan kerja posyandu (Depkes RI, 2005).
Menurut Frank Sherwood dan Wallas Best dalam (Moekijat,1981 : 5), pelatihan
present of future work through the development of appropriate habist of thought and action, skill, knowledge, and attitudes ( pelatihan adalah proses membantu pegawai
untuk memperoleh efektifitas dalam pekerjaan mereka yang sekarang atau yang akan
datang melalui pengembangan kebiasaan-kebiasaan pikiran, tindakan, dan
keterampilan.
Materi dalam pelatihan kader dititik beratkan pada keterampilan teknis
menyusun rencana kerja kegiatan di posyandu, cara yang benar dalam menimbang
balita, menilai pertumbuhan anak baik fisik maupun mental, cara menyiapkan
kegiatan pelayanan seseuai dengan kebutuhan anak dan ibu, menyiapkan peragaan
cara pemberian makanan tambahan (PMT), makanan pendamping ASI untuk anak
yang pertumbuhannya tidak sesuai, membantu pemeriksaan ibu hamil dan menyusui,
serta membuat pelaporan.
Pelatihan bertujuan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan sekaligus
dedikasi kader agar timbul kepercayaan diri untuk melaksanakan tugas sebagai kader
posyandu dalam melayani masyarakat, baik di posyandu maupun saat melakukan
kunjungan rumah (Depdagri & Otda, 2001)
Menurut Mortoyo (2000) mengutip pendapar Moekijat (1981) tujuan umum dari
pelatihan sebenarnya adalah :
1. Untuk mengembangkan keahlian seseorang sehingga pekerjaan dapat
diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif.
2. Untuk mengembangkan keahlian dan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat
3. Untuk mengembangkan sikap sehingga menimbulkan kemajuan kerja sama
dengan sesama teman sekerja dan di luar kerja serta dengan pimpinan
(Moekijad, 1981)
Plippo membedakan antara pelatihan (training) dengan pendidikan adalah
“training is concerned with increasing knowledge and skill in doing a particular job,
education is concerned with increasing general knowledge and understanding our total environment”. General knowledge and understanding our total environment”
(training/pelatihan berhubungan dengan menambah pengetahuan dan keterampilan
untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu, pendidikan berhubungan dengan
penambahan pengetahuan umum dan pengertian tentang seluruh lingkungan kita).
Agar pelatihan kader dapat berjalan efektif, maka diperlukan unsur pelatih
kader yang mampu berdedikasi dalam memberikan pelatihan secara efektif dan
berkesinambungan, yakni melalui pendampingan dan bimbingan. Pelatihan kader
diberikan secara berkelanjutan berupa pelatihan dasar dan berjenjang yang
berpedoman pada modul.
h. Dukungan
Sarwono (1990) mendeskripsikan bahwa dukungan sosial adalah suatu
kesenangan, perhatian, penghargaan dan bantuan yang diberikan dan dirasakan oleh
orang lain atau kelompok. Dukungan juga merupakan suatu upaya yang diberikan
kepada kader posyandu baik secara moril maupun materil untuk mendorong kader
dalam melakukan kegiatan posyandu. Dukungan ini seharusnya diberikan oleh
bahwa kepuasan kerja seseorang dipengaruhi banyak faktor, salah satunya adalah
dukungan dari lingkungan kerjanya, ciri pekerjaannya dan situasi.
Menurut Yusuf (2007) mengutip pendapat Daravino (1990), dukungan juga
merupakan suatu upaya yang diberikan kepada kader posyandu, baik secara moril
maupun materil untuk mendorong kader dalam melakukan kegiatan posyandu.
Sedangkan menurut penulis sendiri berpendapat bahwa tugas kader posyandu untuk
mengelola dan melayani masyarakat dalam rangka mendukung peningkatan kualitas
SDM dini merupakan tugas yang berat dan dilakukan secara suka rela. Berkaitan
dengan hal tersebut, mengingat berbagai keterbatasan yang dimiliki kader, maka
keberhasilannya akan sangat tergantung dari seberapa jauh upaya pelaksanaan tugas
kader mendapatkan dukungan pendampingan maupun bimbingan dari tenaga
profesional terkait maupun dari para tokoh masyarakat.
Secara teknis dukungan pendampingan dapat dilakukan oleh tenaga
profesional pada saat posyandu buka, yakni melalui pelayanan pada meja II, III, IV
dengan cara meningkatkan keterampilan kader dalam menimbang, mencatat hasil
penimbangan, serta melakukan penyuluhan perorangan tentang hal-hal yang perlu
diketahui oleh para ibu baik untuk dirinya maupun untuk anak dan keluarganya.
i. Struktur
Struktur adalah merupakan suatu titik organisasi posyandu untuk
mengendalikan atau membedakan bagian yang satu dengan bagian yang lain, kegiatan
yang satu dengan kegiatan yang lain yang akan memudahkan organisasi dalam
membuat pilihan yang mutlak dan bebas dalam melakukan sesuatu pekerjaan dan cara
mengerjakannya. Struktur juga sangat mempengaruhi perilaku dan fungsi kegiatan di
dalam organisasi. Untuk dapat menciptakan efektivitas dan efisienci organisasi
diperlukan keputusan yang sarat dengan mendesain struktur organisasi, isi dari
keputusan sangat penting dipusatkan kepada pekerjaan individu bagaimana membagi
tugas secara menyeluruh menjadi tugas yang lebih kecil secara berurutan, dan
bagaimana membagi wewenang kepada pekerjaan (Riduwan, 2005)
Menurut Riduwan (2005) mengutip pendapat Robins (1994:260) menjabarkan
sebuah struktur organisasi mempunyai 3 (tiga) komponen yaitu:
1. Kompleksitas, mempertimbangkan tingkat diferensiasi yang ada dalam organisasi
termasuk di dalamnya tingkat spesialisasi atau tingkat pembagian kerja serta
jumlah kegiatan di dalam hirarkhis organisasi serta tingkat sejauh mana unit-unit
organisasi tersebar secara geografis.
2. Formulasi, beberapa organisasi beropersi dengan pedoman yang telah
distandarkan secara minimum.
3. Sentralisasi, mempertimbangkan dimana letak dari pusat pengambilan keputusan.
Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa keputusan desain (pembagian
kerja, pendelegasian wewewnang, departementalisasi, dan rentang kendali) yang
menghasilkan struktur organisasi. Dengan memakai konsep struktur organisasi dari
hubungannya dengan prestasi perilaku, kepuasan, kemampuan, motivasi, dan
pelayanan serta variabel lain terhadap 3 (tiga) dimensi yang lazim digunakan yaitu :