• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Karakteristik Kader Dan Strategi Revitalisasi Posyandu Terhadap Keaktifan kader Di Kecamatan Samadua Kabupaten Aceh selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Karakteristik Kader Dan Strategi Revitalisasi Posyandu Terhadap Keaktifan kader Di Kecamatan Samadua Kabupaten Aceh selatan"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KARAKTERISTIK KADER DAN STRATEGI

REVITALISASI POSYANDU TERHADAP KEAKTIFAN

KADER DI KECAMATAN SAMADUA

KABUPATEN ACEH SELATAN

TAHUN 2008

TESIS

Oleh

NILAWATI

067012049/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENGARUH KARAKTERISTIK KADER DAN STRATEGI

REVITALISASI POSYANDU TERHADAP KEAKTIFAN

KADER DI KECAMATAN SAMADUA

KABUPATEN ACEH SELATAN

TAHUN 2008

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

NILAWATI

067012049/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

Judul Tesis : PENGARUH KARAKTERISTIK KADER DAN STRATEGI REVITALISASI POSYANDU TERHADAP KEAKTIFAN KADER DI KECAMATAN SAMADUA KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN 2008

Nama Mahasiswa : Nilawati Nomor Pokok : 067012049

Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui

Komisi Pembimbing

(Dr.Hj.Rismayani, SE, MSi.) ( dr. Surya Dharma, MPH) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

( Dr.Drs. Surya Utama,MS) ( Prof.Dr.Ir. T. Chairun Nisa B,MSc )

(5)
(6)

Telah Diuji,

Pada Tanggal 25 Agustus 2008

PANITIA PENGUJI TESIS :

Ketua : Dr.Hj.Rismayani, SE, MSi

Anggota : dr. Surya Dharma, MPH

: Dr.Dra.Ida Yustina, MSi

(7)

PERNYATAAN

PENGARUH KARAKTERISTIK KADER DAN STRATEGI REVITALISASI POSYANDU TERHADAP KEAKTIFAN KADER POSYANDU DI

KECAMATAN SAMADUA KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN 2008

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Agustus 2008

(8)
(9)

ABSTRAK

Posyandu merupakan bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di suatu wilayah kerja puskesmas. Prinsip upaya pemenuhan kesehatan dasar dan peningkatan status gizi, meliputi imunisasi, penanggulangan diare, dan gizi terdiri dari lima meja kegiatan meliputi pendaftaran, penimbangan, pencatatan, penyuluhan, dan gizi dengan sasaran ibu hamil, ibu menyusui, pasangan usia subur dan balita, bertujuan mempercepat menurunkan angka kematian ibu dan anak, penerimaan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera, dan meningkatkan kemampuan masyarakat mengembangkan kegiatan-kegiatan kesehatan. Pelaksananya kader posyandu bersama, oleh, dari, dan untuk masyarakat, bekerja secara suka rela, mau dan sanggup melaksanakan usaha perbaikan gizi keluarga. Cakupan kader aktif di kabupaten Aceh Selatan masih rendah dari indikator yang diharapkan, yakni (53,68%).

Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan tipe explanatory bertujuan untuk menganalisis pengaruh karakteristik kader dan strategi revitalisasi posyandu terhadap keaktifan kader posyandu dengan menggunakan teori perubahan perilaku kesehatan oleh Lawrance Green. Populasi adalah seluruh kader posyandu di kecamatan Samadua dengan jumlah populasi 145 sampel sebanyak 72 kader menggunakan teknik purposive sampling. Analisis data menggunakan uji chi-square, dan regresi linier berganda.

Hasil penelitian menunjukan dari sembilan variabel terdapat tiga variabel yaitu sikap (p = 0,000), motivasi (p = 0,009), dukungan (p = 0,008) berpengaruh secara signifikan, sedangkan variabel umur (p = 0,259), pendidikan (p = 0,621), status perkawinan (p = 0,135), pekerjaan (p = 0,612), pelatihan (p = 0,134), struktur (p = 0,178) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap keaktifan kader pada pelaksanaan kegiatan posyandu. di Kecamatan Samadua Kabupaten Aceh Selatan. Hasil uji regresi berganda variabel sikap (p = 0,000) merupakan faktor paling dominan berpengaruh terhadap keaktifan kader pada pelaksanaan kegiatan posyandu.

(10)
(11)

ABSTRACT

Posyandu (integrated health service post) is the form of health service

integration implemented in a work area of Puskesmas (Primary Health Center). The main principle of Posyandu is an attempt to meet the basic health and to improve the nutrition status including immunization, diarrhea control and nutrition which consists of 5 (five) activities such as registration, weighing, recording, health promotion and nutrition with its targets of pregnant womans, breastfeeding mothers, productive-age couples and children under five – years old which is intended to accelerate the decrease of infant and maternal mortality rate and the acceptance of the norm of prosperous and happy small family and to improve the capability of community to develop health activities. The doers are the cadres of Posyandu together with, by, from and for the community who voluntarily, sincerely, and willingly work and are able to implement the family nutrient improvement. The reported number of

Posyandu active cadres in Aceh Selatan District is still lower than the expected

indicator (50,9%).

The purpose of this survey study with explanatory type is to analyze the influence of the cadres’ characteristics and the Posyandu revitalization strategy on the activeness of Posyandu cadres by using the health behavior change theory. The population of this study is all of the 145 Posyandu cadres in Samadua sub-district and 72 of them were selected to be the samples for this study through purposive sampling technique. The data obtained were analyzed through the multiple regression tests.

The result of this study shows that 3 (three) of the 9 (nine) variables such as attitude (p = 0,000), motivation (p = 0,009), and support (p = 0,008) have a significant influence on cadres’ activeness, while the other 6 (six) variables such as age (p = 0,259), education (p = 0,621), marital status (p = 0,135), occupation (p = 0,612), training (p = 0,134) and structure (p = 0,178) do not have a significant influence on the activeness of cadres in the implementation of Posyandu activities in Samadua sub-district, Aceh Selatan District. The result of multiple regression test shows that attitude (p = 0,000) is the most dominant factor in influencing the activeness of cadres in the implementation of Posyandu activities.

(12)
(13)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat dan

karuniaNya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Pengaruh

Karakteristik Kader dan Strategi Revitalisasi Posyandu Terhadap Keaktifan Kader Posyandu Di Kecamatan Samadua Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2008”

Proses penulisan tesis ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai

pihak, maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang

tulus dan tidak terhingga kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Ir. Chairun Nisa B., MSc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana

USU

2. Bapak Dr. Drs. Surya Utama MS, selaku Ketua Program Studi Administrasi

dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

(USU) Medan, beserta seluruh staf yang telah membantu dalam penulisan ini.

3. Ibu Dr. Hj.Rismayani, SE, MSi , selaku ketua Komisi Pembimbing yang telah

membimbing dan memberi banyak masukan dan arahan kepada penulis dalam

penyelesaian tesis.

4. Bapak dr. Surya Dharma, MPH, selaku komisi pembimbing II yang telah

membantu penulis dengan berbagai masukan, petunjuk, arahan, dan

(14)

5. Ibu Dr. Dra. Ida Yustina, MSi, selaku Sekretaris Program Studi Administrasi

dan Kebijakan Kesehatan (AKK), penguji yang telah banyak mencurahkan

ilmunya, masukan, dan bimbingan serta sumber-sumber pustaka, yang sangat

berharga dan bermanfaat untuk penyempurnaan tesis ini.

6. Bapak Drs. Tukiman, MKM, selaku penguji yang telah banyak memberikan

masukan, arahan dan bimbingan ilmunya yang sangat berharga dan

bermanfaat untuk kesempurnaan tesis ini.

7. Kanda Drs. Agusman Yasri, suami tercinta dan tersayang, anak-anak permata

hati tersayang: Irhazt Aggadenilza, Duwal Alfitrayazilla, Ladiesha anggella

Nuzulqurana, Maqfirah Anggelia Islamedina yang selalu dan senantiasa

menunggu dengan penuh kesabaran, kesetiaan dan penantian, memberikan

support spiritual, psikologis, inspirasi, serta motivasi, baik moril, materi, dan

pengorbanan lahir bathin, mengiringi tangis, ketawa, dan senyum demi

terselesaikan tesis ini.

8. Almarhum Ayahanda Sulaiman yoesuf, almarhumah Ibunda Mariyah Ahmad,

Ummi tercinta yang penuh kasih sayang dan kesabaran, Almarhum ayahanda

Uemar Yoesuf, Hj.Salmah Saat bunda yang tercinta meninggal saat musibah

gempa dan gelombang tsunami. Bapak M. Yunus Amma dan Ibunda Ramlah

dengan penuh kasih sayang serta ketulusan hati selalu memberi suppor

teladan, spiritual dan psikologis serta mengiringi doa semasa hidupnya dengan

penuh pengharapan kelak anaknya menjadi orang yang bertagwa kepada Allah

(15)

9. Adik-adik semua yang tersayang Fahkrurrazi, Hanum Chairumi, Fadriansyah,

Yuliati, Aida Gusrina, Dasmiati telah menjaga, merawat, dan membimbing

anak-anak saat ditinggalkan semasa perkuliahan dengan senantiasa tulus dan

iklas, mengirimi doa, sehingga timbul semangat dan terinspirasi untuk cepat

menyelesaikan tesis ini.

10.Bapak Bupati, wakil Bupati, Sekda dan seluruh jajarannya yang telah banyak

membantu penulis dalam proses pendidikan di Pasca Sarjana (S2) USU.

11.Bapak Kepala Dinas kesehatan Kabupaten Aceh Selatan beserta staf yang

telah banyak membantu memberi data dan imformasi, memotivasi penulis

untuk menyelesaikan tesis ini

12.Kepala Puskesmas dan Camat Kecamatan Samadua yang banyak membantu

penulis dalam pengumpulan data penelitian untuk keperluan penyelesaian

tesis ini.

13.Rekan-rekan mahasiswa angkatan 2006 program studi Adminstrasi dan

Kebijakan Kesehatan Sekolah Pasca Sarjana USU yang telah banyak

membantu memberikan saran dan masukan dalam penyusunan tesis.

14.Seluruh Staf dan karyawan umumnya di lingkungan Administrasi Sekolah

Pasca Sarjana khususnya pada program studi Administrasi dan Kebujakan

Kesehatan beserta pengajar yang telah banyak membantu penulis selama

(16)

15.Tidak lupa kepada Percetakan CV. The ARK yang telah banyak membantu

dalam proses pengetikan, potocopi, penjilitan dan lain-lain selama menjalani

pendidikan di Sekolah Pasca Sarjana USU.

Kepada Allah SWT kita semua dan segalanya berserah diri dan bertaqwakal

untuk mendapatkan ampunan, petunjuk, anugerah, dan ridhaNya dalam penyesaian

tesis ini sampai selesai meraih Magister Kesehatan. Amin ……!

Medan, Juli 2008

(17)
(18)

RIWAYAT HIDUP

Nilawati, lahir di Peukan Bada 29 September 1966 Anak kedua dari dua

bersaudara, dari Bapak Sulaiman Yoesuf dan Ibu Mariyah Ahmad. Menikah dengan

saudara Drs.Agusman Yasri Pada Tanggal 7 September 1989 di Banda Aceh, dan

dikarunia 4 orang anak: (1) Irhazt Anggadenilza, lahir di Jakarta 6 Desember 1990,

(2) Duwal Alfitrayazilla, lahir di Banda Aceh 4 maret 1995, (3) Ladiesha Anggella

Nuzulqurana, lahir di Tapaktuan 2 Desember 2001, (4) Maqfirah Anggelia

Islamedina, lahir di Medan 12 Oktober 2005. Alamat Jln.TR.Angkasah Komplek

Pemda No.83E Kelurahan Pasar Tapaktuan Aceh Selatan.

Pada tahun 1974 – 1980 sekolah di SD Negeri I Lamteh Kecamatan Peukan

Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar dengan status berijazah. Tahun 1980 – 1983

melanjutkan pendidikan SMP Negeri 11 Banda Aceh, status berijazah. Tahun 1983 –

1986 melanjutkan pendidikan di SPK Depkes Banda Aceh, status berijazah. Tahun

1997- 2000 melanjutkan pendidikan di AKPER Keguruan Wijaya Kusuma Jakarta,

status berijazah. Tahun 2000 – 2001 melanjutkan D.IV Keperawatan Anak di

Universitas Sumatera Utara (USU), status berijazah. Tahun 2006 – 2008 melanjutkan

pendidikan di Sekolah Pascasarjana Program Studi Administrasi dan Kebijakan

Kesehatan Universitas Sumatera Utara (USU).

Bekerja sejak tahun 1987 di Puskesmas Kota Jantho Aceh Besar. Tahun 1987

-1989, bekerja di Rumah Sakit Zainal Abidin Banda Aceh. Tahun 1989-1993 di

Poliklinik Lembaga Administrasi Negara Jakarta. Tahun 1994 - 1997 di Rumah Sakit

Umum Pemda Tapaktuan. Tahun 2000-2002 di Akper Pemda Tapaktuan. Tahun

2002-2005 Kepala Seksi Gizi. Tahun 2005-2006, Kepala Seksi Pengawasan dan

Pengendalian pada Dinas Kesehatan Aceh Selatan.

(19)

DAFTAR ISI

DAFTAR LAMPIRAN... ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

2.1 Konsep Revitalisasi Posyandu... 10

2.2 Konsep tentang Kader ... 20

3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 45

3.6 Metode Pengukuran ... 46

(20)

5.2 Pengaruh Pendidikan Terhadap Keaktifan Kader... 77

5.3 Pengaruh Status perkawinan terhadap keaktifan Kader... .. 79

5.4 Pengaruh Pekerjaan Terhadap Keaktifan Kader... ... 80

5.5 Pengaruh Sikap Terhadap Keaktifan Kader... 80

5.6 Pengaruh Motivasi Terhadap Keaktifan Kader... 83

5.7 Pengaruh Pelatihan terhadap Keaktifan Kader... ... 86

5.8 Pengaruh Dukungan Terhadap Keaktifan Kader... ... 87

5.9 Pengaruh Struktur Terhadap Keaktifan Kader... 89

5.10 Keaktifan Kader Posyandu... 90

5.11 Keterbatasan Penelitian... 93

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 95

6.1 Kesimpulan... 95

6.2 Saran... 96

(21)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Aspek Pengukuran Variabel Independen ... 48

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

(23)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1 Aspek Pengukuran Variabel Bebas (Independen)... 49

3.2 Aspek Pengukuran Variabel terikat (Dependen)... 50

4.1 Distribusi Kecamatan Di Kabupaten Aceh Berdasarkan Luas Wilayah, Jumlah Desa, Jumlah Penduduk, Jumlah Rumah Tangga ( KK ), Rata - rata Jiwa / Rumah Tangga

Dan Kepadatan Penduduk ... 52

4.2 Distribusi Puskesmas Berdasarkan Kecamatan dan Jumlah SDM

di Kabupaten Aceh Selatan... 54

4.3 Data posyandu Dan Kader Dalam Wilayah Kerja Kabupaten

Aceh Selatan... 55

4.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Kader Posyandu... 57

4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indikator Variabel

Sikap... 58

4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Sikap... 61

4.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indikator Motivasi.. 62

4.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Motivasi... 63

4.9 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indikator Pelatihan.. 64

4.10 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Pelatihan 65

4.11 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indikator Dukungan 66

4.12 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Dukungan 67

4.13 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indikator Struktur.... 68

(24)

4.15 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indikator Perilaku

Kader... 69

4.16 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Perilaku 71

4.17 Hasil Uji Regresi Linier Berganda Variabel Independen Terhadap

(25)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1 Bagan Sebuah Sistem Posyandu... 38

2.2 Konsep Teoritis dan Faktor Determinan Perilaku Kader Posyandu... 39

(26)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian Pengaruh Karakteristik Kader dan Strategi Revitalisasi Posyandu Terhadap Keaktifan Kader Posyandu di Kecamatan Samadua Kabupaten Aceh Selatan Tahun

2008... 102

2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas... 108

3. Master Tabel Kuesioner Penelitian... 112

4. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Variabel Penelitian... 114

5. Master Tabel Indikator Pertanyaan Sikap, Motivasi, Pelatihan,

Dukungan, Struktur dan Keaktifan... 116

6. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Indikator Variabel Penelitian.... 120

7. Surat Permohonan Ijin Penelitian... 131

8. Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian... 132

(27)
(28)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Gangguan gizi pada anak dibawah usia lima tahun (balita) pada umumnya

secara kuantitas kasusnya tidak pernah berkurang, demikian pula halnya terjadi di

Indonesia selama ini, cenderung meningkat akibat krisis ekonomi tahun 1997. Akibat

kurang gizi dikhawatirkan dapat mengancam kualitas sumberdaya manusia generasi

penerus, sesungguhnya kita memiliki sarana untuk mengatasinya. Apabila posyandu

dapat melaksanakan fungsi dasarnya sebagai unit pemantau tumbuh kembang anak,

melaksanakan imunisasi, memberi makanan tambahan (PMT) dan penyuluhan

kesehatan kepada ibu dan anak (Depdagri, 2001).

Pemeliharaan dan perawatan kesejahteraan ibu dan anak-anak sejak usia dini,

merupakan strategi dalam upaya pemenuhan pelayanan dasar yang meliputi

peningkatan derajat kesehatan dan gizi yang baik, lingkungan yang sehat, aman,

pengembangan daya pikir dan daya cipta serta perlindungan terhadap anak.

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dasar masyarakat dengan fokus pada ibu dan

anak dapat dilakukan di posyandu. Karena posyandu merupakan wadah peran serta

masyarakat untuk menyampaikan dan memperoleh pelayanan kesehatan dasarnya,

maka diharapkan pula strategi operasional secara dini dapat dilakukan di setiap

(29)

Posyandu merupakan sarana kesehatan berbasis masyarakat yang paling

memasyarakat dewasa ini. Posyandu yang meliputi 5 program prioritas (KB, KIA,

Gizi, Imunisasi dan penanggulangan diare) terbukti mempunyai manfaat besar

terhadap penurunan angka kematian bayi. Sejak dicanangkan pada tahun 1984 oleh

presiden Soeharto, pertumbuhan jumlah posyandu bertambah besar dan ternyata juga

dibarengi dengan peranannya yang menonjol, khususnya dalam meningkatkan

cakupan program. Dapat kita lihat bahwa posyandu membawa kontribusi yang besar

pada peningkatan cakupan program, khususnya pada sasaran populasi bayi bawah

lima tahun (Balita) dan ibu (Depdagri,2001).

Selama ini banyak ditemukan kasus gizi buruk yang disebabkan kurang

berfungsinya posyandu, rendahnya kemampuan kader, banyak kader yang tidak aktif

dari pada yang aktif, kurang pembinaan dan perhatian dari unsur Pemerintah desa

dan dinas/instansi/lembaga terkait, yang mengakibatkan rendahnya minat masyarakat

untuk menggunakan posyandu. Akibat lebih lanjut adalah banyak hal yang

sesungguhnya dapat bermanfaat bagi ibu-ibu untuk memahami cara merawat anak

secara baik sejak dalam kandungan, dapat meningkatkan keselamatan ibu saat

melahirkan. Oleh karena itu perlu diupayakan langkah dalam memberdayakan kader

agar lebih profesional dalam melayani masyarakat di posyandu (Depdagri, 2001).

Terkait dengan seruan yang dilontarkan oleh Presiden Republik Indonesia

Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2005 di Surabaya, Jawa Timur, dalam

(30)

Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla saat peringatan hari kesehatan nasional di

Subang yang meminta posyandu dihidupkan lagi (Depkes RI, 2006).

Dengan datangnya badai krisis ekonomi pada tahun 1997 yang lalu, pamor

posyandu mulai memudar, sulitnya kondisi ekonomi memaksa kader posyandu yang

biasanya aktif , lebih memilih memanfaatkan waktunya untuk kegiatan ekonomi yang

menjanjikan akan mendapat tambahan penghasilan untuk keluarganya. Dan pada

tahun 1994/1995 sampai dengan 1996/1997 jumlah posyandu berkurang sebanyak

5.918 posyandu dan 22,3% posyandu termasuk kategori posyandu kurang aktif dan

untuk mendapatkan model revitalisasi posyandu. Untuk itu telah dilakukan penelitian

oleh Departemen Kesehatan di Sukabumi dan Kerawang meliputi masyarakat nelayan

dan tani. Sebanyak 67 posyandu, 170 kader, 50 pembina dan 1.234 pengguna

posyandu. Urutan faktor yang berperan terhadap posyandu aktif adalah faktor

pembina (28,5% pada masyarakat nelayan dan 19,7 masyarakat tani), faktor kader

(16,1% pada masyarakat nelayan dan 19,7% masyarakat tani), faktor posyandu

(10,6% pada masyarakat nelayan dan 11,4% masyarakat tani), faktor pengguna (5,4%

pada masyarakat nelayan dan 0,5% masyarakat tani).

Upaya yang perlu dilakukan agar posyandu aktif khusus di daerah penelitian

ini adalah : pada masyarakat nelayan pembina harus mempunyai pengalaman lebih

dari 24 bulan dan jumlah posyandu yang dibina tidak lebih dari 15 posyandu. Kader

posyandu sebaiknya tidak mempunyai pekerjaan tetap dan kader mempunyai

pengalaman menjadi kader sekurangnya 60 bulan. Tidak boleh pergantian kader

(31)

diharapkan oleh pengguna posyandu agar mendapatkan PMT untuk balita dan

kesediaan pengguna memberi imbalan untuk kader. Pada masyarakat tani Pembina

posyandu harus mempunyai pendidikan SLTA ke atas. Layanan yang diharapkan

berupa penyuluhan gizi dan kesehatan serta layanan KB, kesediaan pengguna

posyandu memberi imbalan berupa uang untuk kader diterapkan (Depkes RI, 2000).

Kondisi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebagai bagian dari Negara

Republik Indonesia yang perlu mendapatkan perhatian khusus, dengan adanya

tekanan politik akibat konflik yang berkepanjangan dari tahun 1998 sampai dengan

2006, disusul musibah Nasional gempa dan gelombang tsunami pada akhir desember

2004, menghancurkan infrastruktur dan tentunya juga memberikan dampak

psikologis kepada masyarakat dan memberikan pengaruh buruk terhadap

pelaksanaan kegiatan posyandu. Apabila dilihat dari jumlah dan persentase

posyandu menurut Kabupaten/Kota terdapat 64,09% tergolong posyandu pratama,

22,99% posyandu madya, 7,46% posyandu purnama dan 1,71% strata mandiri

(Dinkes NAD, 2006).

Dalam rangka revitalisasi posyandu untuk pengembangan surveilens gizi dan

kesehatan, telah dilakukan survey cepat (Need Assessment) di Kabupaten Acah Besar

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada tahun 2005 bekerja sama dengan Plan

Internasional dan Depkes RI. Wawancara ditujukan kepada aparat Desa, tokoh

masyarakat, kelompok kader, keluarga balita, dan sarana prasarana posyandu. Hasil

wawancara dengan kelompok kader posyandu dengan jumlah sampel 50 orang dari

(32)

10% masih sekolah/kuliah, 10% hanya tugas sosial tanpa honor, 4% karena terpaksa,

4% jauh tempat tinggal (Dinkes NAD, 2005).

Banyak masalah yang menyebabkan posyandu tidak berfungsi dan kader tidak

aktif sebagaimana diketahui dari laporan posyandu Aceh Selatan tahun 2006/2007

diketahui jumlah posyandu 288 buah, yang berfungsi 234 (81.3%) posyandu

seharusnya target standar pencapaian diharapkan 95%. Jumlah kader yang tercatat

sebanyak 1.380 orang yang aktif berkisar 702 (50,9%) kader, target standar

pencapaian yang diharapkan 95%. Ditinjau dari kemampuan kader menjalankan

kegiatan posyandu masih sangat rendah berkisar 20% target pencapaian diharapkan

90%. Kemampuan program untuk menggerakan masyarakat juga sangat rendah

berkisar rata-rata 40%, target pencapaian diharapkan 90%. Partisipasi dan kesadaran

masyarakat dalam mendukung pelaksanaan kegiatan posyandu masih rendah dapat

dilihat dari seluruh balita yang terdata 16.220, balita yng ditimbang di posyandu

hanya 10.766 (66,37%) balita, target standar pencapaian balita yang ditimbang 95%.

Dari jumlah yang ditimbang tersebut 57,69 diantaranya naik berat badannya, 5,02%

BGM dan 5,56% yang BGT (Dinkes Aceh Selatan, 2007).

Menurut keterangan dari beberapa tenaga kesehatan dan tokoh masyarakat

yang di wawancarai saat survey pendahuluan di posyandu-posyandu dalam wilayah

kerja Puskesmas samadua mengatakan bahwa, di kecamatan samadua terdapat 27

buah desa dan 29 buah posyandu , tahun 2005 jumlah kader seluruhnya 145 orang,

yang aktif 77 (53,10%) kader. Tahun 2006 jumlah kader seluruhnya 145 orang, aktif

(33)

pencapaian target yang diharapkan masing-masing setiap tahunnya 95%. hasil

pengamatan penulis banyak posyandu tidak berfungsi sebagaimana yang diharapkan,

banyak kader yang tidak aktif dari pada kader yang aktif pada kegiatan posyandu,

fasilitas kerja tidak memadai, tugas dan fungsi kader tidak sesuai sebagaimana yang

diharapkan, disamping strategi pelaksanaan kegiatan Posyandu tidak jelas jadwal,

struktur, fungsi dan tugas masing-masing kader yang tidak tertata secara rapi

sebagaimana yang diharapkan (Dinkes Aceh Selatan, 2007).

Tempat pelaksanaan kegiatan posyandu tidak tepat/layak, begitu juga dengan

gaya pimpinan posyandu terhadap pelaksanaan strategi tidak berperan secara aktif.

Seharusnya jumlah kader yang aktif setiap bulan untuk kegiatan posyandu sebanyak 5

orang, mempunyai 5 meja kegiatan, adanya makanan tambahan (PMT), ada tempat

khusus yang sesuai dan layak untuk pelaksanaan kegiatan posyandu, ada jadwal,

struktur yang tertata dengan jelas, ada laporan bulanan, dan ada salah seorang

ditunjuk sebagai pemimpin kader. Umur kader yang banyak dijumpai berkisar 30-4-

tahun, pendidikan rata-rata SLTP sederajad yang diharapkan slta ke atas. Kader

sudah menikah mempunyai anak balita, pekerjaan senagai ibu rumah tangga, kader

kurang termotivasi dalam melaksanakan kegiatan posyandu alasannya karena tidak

pernah mendapatkan insentif dari pemerintah daerah maupun pihak lainnya.

Berdasarkan uraian permasalahan tersebut di atas, maka Pelaksanaan

revitalisasi posyandu untuk menunjang keaktifan kader di Kabupaten Aceh Selatan

perlu dilakukan penelitian, agar ke depan dapat terselenggaranya posyandu dengan

(34)

antara kader dengan petugas kesehatan secara berkesinambungan, maka laporan hasil

kegiatan posyandu maupun di lapangan dapat mengalir dari tingkat desa secara

berjenjang sampai pada Dinas Kesehatan Kabupaten dan untuk seterusnya

melaporkan ke Dinas Kesehatan Provinsi (Dinkes NAD, 2007).

1.2.Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah

sebagai berikut;

1.2.1. Bagaimana pengaruh karakteristik kader yang terdiri dari; umur, pendidikan,

pekerjaan, status perkawinan, sikap, dan motivasi terhadap perilaku kader

dalam melaksanakan kegiatan posyandu di Kecamatan Samadua Kabupaten

Aceh Selatan.

1.2.2. Bagaimana pengaruh strategi revitalisasi posyandu yang terdiri dari; pelatihan,

dukungan, dan struktur terhadap perilaku kader posyandu dalam

melaksanakan kegiatan posyandu di Kecamatan Samadua Kabupaten Aceh

Selatan.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Untuk menganalisis pengaruh karakteristik kader yang terdiri dari; umur,

pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, sikap, dan motivasi terhadap

perilaku kader posyandu dalam melaksanakan kegiatan posyandu di

(35)

1.3.2. Untuk menganalisis pengaruh strategi revitalisasi posyandu yang terdiri dari;

pelatihan, dukungan, dan struktur terhadap perilaku kader posyandu dalam

melaksanakan kegiatan posyandu di Kecamatan Samadua Kabupaten Aceh

Selatan.

1.4. Hipotesis Penelitian

1.4.1. Karakteristik kader yang terdiri dari; umur, pendidikan, pekerjaan, status

perkawinan, sikap, dan motivasi mempunyai pengaruh terhadap perilaku

kader posyandu dalam melaksanakan kegiatan posyandu di Kecamatan

Samadua Kabupaten Aceh Selatan.

1.4.2. Strategi revitalisasi posyandu yang terdiri dari; pelatihan, dukungan, dan

struktur mempunyai pengaruh terhadap perilaku kader posyandu dalam

melaksanakan pelayanan kegiatan posyandu di Kecamatan Samadua

Kabupaten Aceh Selatan.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pemerintahan daerah

khususnya Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan dalam merumuskan

kebijakan-kebijakan guna mendukung strategi peningkatan keaktifan kader

sebagai tumpuan upaya optimalisasi revitalisasi posyandu.

1.5.2. Bagi program studi administrasi dan kebijakan kesehatan Universitas

Sumatera Utara merupakan tambahan kekayaan penelitian kasus untuk dapat

(36)

pemberdayaan tenaga kesehatan dan keaktifan kader posyandu di Kecamatan

Samadua Kabupaten Aceh Selatan.

1.5.3. Menambah dan memperluas wawasan serta pengalaman bagi peneliti dalam

mengaplikasikan keilmuan di bidang administrasi kebijakan kesehatan yang

berhubungan dengan Keaktifan kader posyandu.

1.5.4. Bagi peneliti selanjutnya sebagai bahan perbandingan dan acuan dalam

melakukan penelitian yang berkaitan dengan kebijakan pelaksanaan pelayanan

(37)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Revitalisasi Posyandu

2.1.1. Pengertian dan Pedoman Revitalisasi Posyandu

Revitalisasi adalah upaya untuk menghidupkan kembali kawasan mati, yang

pada masa silam pernah hidup, atau mengendalikan, dan mengembangkan kawasan

untuk menemukan kembali potensi yang dimiliki atau pernah dimiliki atau

seharusnya dimiliki oleh sebuah kota, baik dari segi sosio-kultural, sosio ekonomi,

segi fisik alam lingkungan, sehingga diharapkan dapat peningkatan kualitas hidup

dari penghuninya.

Pedoman revitalisasi posyandu ditujukan bagi pemangku kepentingan

(Stakeholder) dalam upaya penyelenggaran revitalisasi posyandu yang meliputi

masyarakat, petugas, kader, Pembina posyandu, pengelola posyandu, tokoh

masyarakat, tokoh adat, seluruh lintas sektor pemerintahan, dan pihak terkait

mencakup swasta, dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan organisasi

non pemerintah. Pedoman ini dapat memberikan petunjuk tentang penyelenggaraan

revitalisasi posyandu (Depdagri & Otda 2001)

2.1.2. Sasaran dan Prinsip Pelaksanaan Revitalisasi Posyandu

Posyandu yang tidak berfungsi, posyandu yang tidak memiliki bangunan,

posyandu yang terbatas cakupan, jenis, waktu dan tenaga pelayanannya, posyandu

(38)

lainnya yang dibutuhkan masyarakat desa, posyandu yang tidak mendapatkan

partisipasi atau peran serta masyarakat ( Depkes RI, 2006).

Prinsip pelaksanaan revitalisasi, bahwa pada hakikat dilaksanakannya,

revitalisasi posyandu adalah sebagai upaya pemenuhan kebutuhan kesehatan dasar

dan peningkatan status gizi masyarakat, yang secara umum terpuruk sebagai akibat

langsung maupun tidak langsung adanya krisis multi dimensi di Indonesia. Oleh

karena itu untuk meningkatkan setiap keluarga dalam memaksimalkan potensi

pengembangan kualitas sumber daya manusia, diperlukan upaya revitalisasi posyandu

sebagai unit pelayanan kesehatan dasar masyarakat dan langsung dapat dimanfaatkan

untuk melayani pemenuhan kebutuhan dasar pengembangan kualitas manusia dini,

sekaligus merupakan salah satu komponen perwujudan kesejahteraan keluarga untuk

melaksanakan revitalisasi posyandu perlu dihimpun keseluruh kegiatan masyarakat,

agar berperan serta secara aktif sesuai dengan kemampuannya, baik sebagai

pelaksana maupun sebagai pembina dilingkungannya masing-masing, sehingga

cakupan sasaran kelompok masyarakat yang membutuhkan pelayanan posyandu pada

hari buka dan kunjungan rumah dapat mencapai hasil yang setinggi-tinginya

(Depdagri, 2001). Dengan prinsip pelaksanaan revitalisasi adalah :

a. Partisipasi; revitalisasi posyandu melibatkan peran serta seluruh komponen

dalam masyarakat, pemerintahan dan organisasi non pemerintah, LSM, swasta

(39)

b. Efesiensi (Hemat); Revitalisasi posyandu diusahakan dengan menggunakan

dana dan daya yang tersedia dari masyarakat secara terorganisir dan

ekonomis.

c. Efektif (Berdaya guna dan berhasil guna); Revitalisasi posyandu diupayakan

untuk dapat mencapai tujuan dan memberikan manfaat kepada seluruh

komponen masyarakat.

d. Transparan (Terang untuk dilihat); Revitalisasi posyandu merupakan proses

yang bisa diketahui oleh semua pihak.

e. Terbuka (Bisa dimasuki); Revitalisasi posyandu memberikan kesempatan

kepada semua pihak untuk berperan sepanjang memenuhi ketentuan dan

persyaratan yang ditetapkan.

f. Adil; Revitalisasi posyandu memberikan perlakuan yang sama kepada

semua pihak yang mengambil bagian atau berperan.

g. Dapat dipertanggungjawabkan; Dalam pelaksanaan kegiatan revitalisasi

posyandu dana yang digunakan dapat dipertanggungjawabkan kepada seluruh

komponen masyarakat dengan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya

(Depkes RI, 2006).

2.1.3. Strategi Revitalisasi Posyandu

Menurut Susilo (2005), strategi adalah suatu seni menggunakan kecakapan dan

(40)

efektif dengan lingkungan dalam kondisi yang paling menguntungkan. Hal ini harus

dihayati karena strategi dilaksanakan oleh setiap orang pada setiap tingkat.

Strategi pemerintah yang berhubungan dengan kebijakannya terhadap

keaktifan kader dalam pelaksanaan kegiatan posyandu disebut enterprise strategi

yaitu strategi yang berkaitan dengan respon masyarakat. Diketahui bahwa setiap

organisasi mempunyai hubungan dengan masyarakat. Masyarakat adalah kelompok

yang berada di luar organisasi yang dapat dikontrol. Strategi enterprise relasi antara

organisasi dan masyarakat luar, strategi itu juga menampakkan sungguh-sungguh

bekerja dan berusaha untuk memberi pelayanan yang baik terhadap tuntutan dan

kebutuhan masyarakat.

Strategi pemerintah dibidang kesehatan yang telah ditetapkan terhadap

posyandu adalah strategi revitalisasi posyandu, yang mencakup;

a. Meningkatkan kemampuan pengetahuan dan keterampilan teknis, serta

dedikasi kader di posyandu.

b. Memperluas sistem posyandu dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas

pelayanan di hari buka dan kunjungan rumah.

c. Menciptakan iklim kondusif untuk pelayanan dengan pemenuhan sarana dan

prasarna kerja posyandu.

d. Meningkatkan peran serta masyarakat dan kemitraan dalam penyelenggaraan

dan pembiayaan kegiatan posyandu.

e. Menyediakan sistem pilihan jenis dalam pelayanan (paket minimal dan

(41)

f. Menggunakan azas kecukupan dan urgensi dalam penetapan sasaran

pelayanan dengan perhatian khusus pada balita untuk mencapai cakupan

keseluruhan.

g. Memperkuat dukungan pembinaan dan pendampingan teknis dari tenaga

profesional dan tokoh masyarakat termasuk unsur LSM.

2.1.4. Pedoman Penyelenggaraan Revitalisasi

Revitalisasi posyandu dapat dicapai dengan memenuhi standar yang telah

ditetapkan sebagai berikut :

a. Prasarana, adanya tanah dan bangunan.

b. Sarana, adanya ruangan, alat-alat kerja,tenaga, penyediaan tenaga dilakukan

dengan mengacu pada tugas dan fungsi masing-masing yang ditetapkan yaitu:

tenaga kesehatan puskesmas, kader, Pembina posyandu, pengelola posyandu.

Dan petugas lainnya. Disamping yang tersebut diatas juga kegiatan sangat

penting dalam optimalisasi revitalisasi posyandu seperti: kegiatan pelayanan

pada hari buka dan hari tidak buka, hal ini merupakan kelanjutan kegiatan di

dalam posyandu yaitu: program kegiatan kesehatan dan gizi seperti layanan

kunjungan rumah, penggalangan partisipasi masyarakat, peningkatan

kemampuan dan pembinaan posyandu, penerapan system kewaspadaan

pangan dan gizi.

Dalam melaksanakan strategi yang diterapkan perlu dilakukan kegiatan yang

(42)

posyandu yaitu: pelatihan - pelatihan kepada kader posyandu, meningkatkan

jangkauan pelayanan kesehatan melalui kegiatan pelayanan pada hari buka posyandu

dan kunjungan rumah, meningkatkan peran serta masyarakat dan membangun

kemitraan, optimalisasi kegiatan posyandu, pelayanan menggunakan sistem kafetaria,

memberikan perhatian khusus pada kelompok sasaran berdasar azas kecukupan

(terutama pada Baduta), memperkuat dukungan pendampingan dan pembinaan oleh

tenaga professional dan tokoh masyarakat (Depkes RI, 2006).

2.1.5. Indikator Kemajuan Revitalisasi Posyandu

Kemajuan kegiatan revitalisasi posyandu dapat diukur dari aspek

input/asupan, proses, luaran (output) dan dampak (out come) yaitu sebagai berikut:

a. Indikator input: meliputi jumlah posyandu yang sudah lengkap sarana dan

obat-obatannya, jumlah kader yang telah dilatih dan aktif bekerja, jumlah

kader yang mendapat akses untuk meningkatkan ekonominya, adanya

dukungan pembiayaan dari masyarakat setempat, pemerintah dan lembaga

donor untuk kegiatan posyandu.

b. Indikator proses: yaitu meningkatkan prekwensi pelatihan pendampingan

dan pembinaan kader posyandu, meningkatkan jenis pelayanan yang dapat

diberikan dan partisipasi masyarakat untuk posyandu, menguatkan kapasitas

pemamtauan pertumbuhan anak.

c. Indikator luaran: dengan cara meningkatkan cakupan bayi dan balita yang

(43)

hamil dan ibu menyusui yang dilayani serta cakupan kasus yang dipantau

dalam kunjungan rumah.

d. Indikator dampak (out come): yaitu meningkatkan status gizi balita,

berkurangnya jumlah anak yang berat badannya tidak cukup naik, prevalensi

penyakit anak (cacingan, diare, ispa), anemia ibu hamil dan ibu menyusui

menurun, serta mantapnya pola pemeliharaan anak secara baik ditingkat

keluarga dan kesinambungan posyandu (Depdagri, 2001)

2.1.6. Pengertian dan Intervensi Posyandu

Pengertian posyandu adalah suatu wadah komunikasi alih tehnologi dalam

pelayanan kesehatan masyarakat dan keluarga berencana yaitu dari masyarakat, oleh

masyarakat dan untuk masyarakat dengan dukungan pelayanan serta pembinaan

teknis dari petugas kesehatan dan keluarga berencana, yang mempunyai nilai strategis

untuk pengembangan sumber daya manusia sejak dini yaitu dalam peningkatan mutu

manusia masa yang akan datang dan akibat dari proses pertumbuhan dan

perkembangan manusia (Depkes RI, 2005). Ada 3 intervensi posyandu yaitu;

1. Pembinaan kelangsungan hidup anak (Child survival) yang ditujukan untuk

menjaga kelangsungan hidup anak sejak janin dalam kandungan ibu sampai

usia balita.

2. Pembinaan perkembangan anak (Child Development) yang ditujukan untuk

membina tumbuh kembang anak secara sempurna, baik fisik maupun mental,

(44)

3. Pembinaan kemampuan kerja (Employment) untuk memberikan kesempatan

berkarya dan berkreasi dalam pembangunan bangsa dan negara.

Intervensi satu dan dua dapat dilaksanakan sendiri oleh masyarakat dengan

sedikit bantuan dan pengarahan dari petugas penyelenggara dan pengembangan

posyandu. Intervensi ke tiga perlu dipersiapkan dengan memperhatikan aspek-aspek

poleksosbud (Nasab, 1999).

2.1.7. Pengorganisasian Posyandu

Untuk melaksanakan revitalisasi posyandu, perlu dilakukan pengorganisasian,

sebab sebagai unit yang memberi pelayanan langsung kepada masyarakat dan bersifat

organisasi fungsional yang dipimpin oleh seorang ketua/penanggungjawab dan

dibantu oleh para pelaksana pelayanan yang terdiri dari kader posyandu sebanyak 4-5

orang. Agar posyandu dapat berjalan dengan baik perlu dukungan tenaga administrasi

dan tenaga teknis operasional.

Secara fungsional organisatoris posyandu berada dalam wadah LKMD, dimana

segala aktifitas dan upaya yang dilakukan tetap dalam koordinasi LKMD. Sedangkan

secara teknis operasional dikelola oleh kelompok kerja (pokja), posyandu berada

dalam fungsi koordinasi seksi pembinaan kesejahteraan keluarga (PKK) bekerja sama

dengan seksi kesehatan, pendidikan dan keluarga berencana serta seksi-seksi lain

dalam LKMD (Depdagri, 2001)

Disetiap desa/kelurahan hendaknya dikembangkan wadah posyandu, idealnya

(45)

petugas dan keadaan setempat seperti: keadaan geografis, jarak antara kelompok

rumah, jumlah kepala keluarga dalam satu kelompok, jadi jumlah posyandu disetiap

desa/kelurahan tidak sama.

Bentuk susunan organisasi unit pengelola posyandu di desa ditetapkan melalui

kesepakatan dari para anggota pengelola posyandu. Tugas dan tangngungjawab

masing-masing unsur pada setiap kepengurusan, disepakati dalam unit/kelompok

pengelola posyandu bersama masyarakat setempat, namun pada hakekatnya susunan

kepengurusan itu sifatnya fleksibel tergantung kondisi setempat. Dalam tatanan

kehidupan masyarakat di desa, unit pengelola posyandu mempunyai kewajiban

melaporkan keberadaannya kepada kepala desa/lurah. Oleh karena itu kepala

desa/lurah berkewajiban membina keberadaan unit pengelola posyandu, karena

kegiatan posyandu pada dasarnya adalah untuk kepentingan pemajuan perkembangan

kualitas sumber daya masyarakat (SDM) dini di daerahnya (Depdagri, 2001)

2.1.8. Tujuan dan Fungsi Penyelenggaraan Posyandu

a. Mempercepat penurunan angka kematian bayi, balita dan angka kelahiran.

b. Mempercepat penerimaan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera

(NKKBS)

c. Peningkatan pelayanan kesehatan ibu untuk menurunkan IMR.

d. Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan

kegiatan-kegiatan kesehatan dan kegiatan-kegiatan lain yang menunjang kemampuan hidup

(46)

Sedangkan fungsi posyandu adalah sebagai tempat pemantauan pertumbuhan

dan perkembangan balita (PBB) dengan kegiatan penimbangan balita dengan

menggunakan 5 (lima) meja pelayanan yang terdiri dari keluarga berencana,

kesehatan ibu dan anak, gizi, imunisasi, dan penanggulangan diare untuk para ibu dan

anak di tingkat masyarakat. Dengan sasaran utamanya adalah untuk menurunkan

angka kematian bayi serta memperbaiki status kesehatan dan gizi para balita maupun

ibu hamil dan menyusui (Depkes RI, 2005).

Posyandu harus dapat melaksanakan fungsinya sebagai wadah pemberdayaan

masyarakat dengan melibatkan semua sektor dalam pemerintahan, lembaga swadaya

masyarakat (LSM), dan swasta untuk penyelenggaraan revitalisasi posyandu. Sebagai

unit pemantauan tumbuh kembang anak, mampu secara profesional memberikan

pelayanan kesehatan dasar termasuk meningkatkan kesadaran terhadap asuhan gizi

keluarga sehingga terwujud keluarga sadar gizi (KADARZI) dalam rangka menuju

desa siaga.

Dalam hal pelaksanaan demokratisasi kehidupan masyarakat diharapkan dapat

menjangkau pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kesehatan dasar masyarakat,

dimana posyandu mampu berperan , sebagai wadah pelayanan kesehatan dasar

berbasis masyarakat. Melalui penyelenggaraan posyandu yang dikelola dengan

prinsip dari, oleh dan untuk masyarakat, maka hal itu dapat diartikan bahwa posyandu

secara terbuka dapat dikelola oleh unsur masyarakat atau kelompok masyarakat yang

mempunyai minat dan misi dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia

(47)

2.2. Konsep Tentang Kader

2.2.1. Pengertian dan Tugas Kader

Kader adalah warga masyarakat pada tempat yang dipilih atau dituju oleh

masyarakat, dengan kata lain kader kesehatan merupakan wakil dari warga setempat

untuk membantu masyarakat dalam masalah kesehatan, agar diperoleh kesesuain

ántara fasilitas pelayanan dan kebutuhan masyarakat yang bersangkutan (Depkes RI,

2005).

Kader adalah siapa saja dari anggota masyarakat yang mau bekerja secara suka

rela dan iklas, mau dan sanggup malaksanakan kegiatan usaha perbaikan gizi

keluarga. Secara umum kader diartikan sebagai tenaga sukarela yang tertarik dalám

bidang tertentu, tumbuh dalam masyarakat dan merasa berkewajiban untuk

melaksanakan dan meningkatkan serta membina kesejahteraan termasuk dalam

bidang kesehatan (Depkes RI, 2005).

Adapun Tugas Kader adalah sebagai berikut :

Mengingat bahwa kader bukanlah tenaga profesional dan teknis, melainkan

hanya membantu dalam memberikan pelayanan kesehatan dasar, untuk itu perlu

adanya pembagian tugas yang diembankan padanya, baik menyangkut jumlah

maupun jenis pelayanan. Adapun tugas kader adalah sebagai berikut:

a. Sehari sebelumnya semua ibu hamil, ibu menyusui, ibu balita diberitahu akan

adanya kegiatan posyandu.

b. Mencatat semua sasaran wanita usia subur, pasangan usia subur dan lanjut

(48)

kurang dan belum tersedia dapat meminjam dan meminta pada petugas atau

membuat sendiri.

c. Pembagian tugas diantara sesama kader dan dibantu oleh ibu-ibu lainnya,

misalnya: kegiatan sebelum hari H posyandu (H+), hari H posyandu, dan

sesudah H (H-).

2.2.2. Faktor Yang Mempengaruhi Keaktifan Kader

Keaktifan kader adalah keterlibatan kader dalam kegiatan kemasyarakatan

yang merupakan pencerminan akan usahanya untuk memenuhi berbagai kebutuhan

yang dirasakan dan pengabdian terhadap pekerjaannya sebagai kader. Keaktifan

kader posyandu tersebut dari ada atau tidaknya dilaksanakan kegiatan-kegiatan

posyandu sebagai tugas dan tanggungjawab yang diembankan padanya, kegiatan ini

akan berjalan dengan baik bila didukung oleh fasilitas yang memadai. Fasilitas yang

disediakan hendaknya harus cukup dan sesuai dengan tugas dan fungsi yang harus

dilaksanakan serta adanya tersedia waktu, tempat yang tepat, sesuai dan layak untuk

menunjang kegiatan posyandu (Depkes RI, 2006).

Menurut Martoyo (2000) mengutip pendapat Maslow (1970), menyatakan

bahwa sebagian besar perilaku sadar dari manusia berdasarkan adanya motif

(kebutuhan tertentu). Disebutkan pula bahwa motif memiliki tingkatan-tingkatan

mulai dari yang terendah sampai tertinggi. Motif terendah adalah kebutuhan

psikologis seperti makan, minum, seks, dan sebagainya. Di atas kebutuhan dasar

(49)

akan kedudukan atau status, tertinggi adalah kebutuhan akan meningkatnya peran

serta diri atau pengabdian. Rasa pengabdian sesungguhnya akan dimiliki oleh orang

yang telah mencapai tingkatan kebutuhan tertinggi.

Beberapa penelitian yang telah dilakukan para peneliti sebelumnya yang

dianggap ada relevansinya dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis antara lain

adalah penelitian yang dilakukan Anies dan Irawati tahun 2000.

Hasil penelitian Anies dan Irawati (2000) yang berjudul “faktor-faktor yang

mempengaruhi keaktifan kader posyandu” melakukan penelitian di Kecamatan

Mianggo Kabupaten Jepara ditemui beberapa masalah dan hambatan kader dalam

pelaksanaan kegiatan posyandu antara lain sebagai berikut:

Kurangnya korodinasi antara tokoh masyarakat, pamong pemerintah, tenaga

kesehatan dan kader, serta lintas program dan lintas sektor yang terkait di luar

kesehatan, yaitu sebagai berikut;

1. Tokoh masyarakat (pemuka agama) belum sepenuhnya berperan aktif

2. Kader (yang bersifat tenaga sukarela) tidak dapat melaksanakan aktifitasnya

secara rutin.

3. Latar belakang pendidikan serta perekonomian kader relatif masih rendah.

4. Kurangnya pembinaan (supervisi) dari puskesmas dan dinas kesehatan.

5. Buku petunjuk pedoman (manual) posyandu yang belum tersebar secara

merata.

6. Belum ada keserasian jadwal kerja puskesmas dengan kegiatan posyandu.

Menurut Anies dan Irawati (2000) di Sukabumi dan Kerawang meneliti pada

(50)

1.234 pengguna posyandu menemukan bahwa ciri-ciri kader aktif adalah sebaiknya

tidak mempunyai pekerjaan tetap, mempunyai pengalaman menjadi kader

sekurangnya 60 bulan, tidak ada pergantian kader sedikitnya dalam setahun dan

jumlah kader setiap posyandu 5 orang, layanan yang diharapkan pengguna posyandu

agar mendapat PMT untuk balita, kesediaan pengguna memberi imbalan untuk kader

yang bekerja secara suka rela, pendidikan kader harus SLTA ke atas.

Menurut Razak (2006) dalam penelitiannya di Makasar menemukan bahwa

kader posyandu sebaiknya tidak mempunyai pekerjaan tetap, mempunyai pengalaman

menjadi kader sekurang-kurangnya 60 bulan, jumlah kader sedikitnya 5 orang, tidak

ada pergantian kader sedikitnya dalam setahun, pendidikan SLTA ke atas.

Sementara itu pada penelitian yang dilakukan di kelurahan Tegal II Sumatera

Utara menemukan ciri-ciri kader aktif adalah : sudah menikah, berpenghasilan, ada

sarana dan fasilitas posyandu, adanya pelatihan dan pembinaan dari tenaga kesehatan

dan tenaga lain yang terkait (Nurhayati, 1997).

Menurut para ahli dan beberapa peneliti tentang kader antara lain Hartono

(1978) Sumardilah (1985) di Kebayoran Lama Jakarta menemukan ciri-ciri kader

yang aktif adalah : berumur 25-34 tahun, ibu rumah tangga, tidak bekerja, pendidikan

tamat SLTP dan sederajad, mempunyai rasa tanggung jawab dalam melaksanakan

tugasnya, dapat mengikuti kegiatan sosial bermasyarakat, inovatif, tinggal di RW/RT

(51)

Menurut Prayudha (1990) jumlah kendala yang menghadang upaya

revitalisasi posyandu diantaranya, kurang kesadaran warga akan arti pentingnya

keberadaan posyandu, keterbatasan ketrampilan kader, serta minimnya pendanaan.

2.2.3. Keaktifan dan Pembentukan Kader

Keaktifan kader adalah keterlibatan kader dalam kegiatan kemasyarakatan,

yang merupakan pencerminan akan usahanya untuk memenuhi berbagai kebutuhan

yang dirasakan dan pengabdian terhadap pekerjaannya sebagai kader posyandu.

Keaktifan kader tersebut dapat dilihat dari ada atau tidaknya dilaksanakan

kegiatan-kegiatan sebagai tugas dan tanggung-jawab yang diembankan padanya, kegiatan-kegiatan ini

akan berjalan dengan baik bila didukung oleh fasilitas yang memadai. Bila fasilitas

kerja yang disediakan harus cukup dan sesuai dengan tugas dan fungsi yang harus

dilaksanakan serta adanya tersedia waktu dan tempat yang tepat (Depkes RI, 2006).

Pembentukan kader merupakan salah satu metode pendekatan edukatif, untuk

melibatkan masyarakat dalam pembangunan di bidang kesehatan. Dan menjadi

pelopor pembaharuan untuk mencapai visi dan misi Indonesia sehat tahun 2010 bagi

masyarakat. Dalam rangka mencapai Indonesia sehat tahun 2010 untuk pelayanan

kesehatan diarahkan pada prinsip bahwa manusia bukan objek dari misi dan

visi tersebut, pada hakekadnya pelayanan kesehatan dipolakan

mengikutsertakan masyarakat secara aktif dan bertanggung jawab. Keikutsertakan

masyarakat dalam meningkatkan efisiensi pelayanan kesehatan adalah atas dasar

(52)

Dengan demikian sangat menentukan keaktifan masyarakat akan memamfaatkan

sumber daya yang ada di dalam masyarakat seoptimal mungkin. Pemikiran ini

merupakan penjabaran dari karsa pertama, berbunyi meningkatkan kemampuan

masyarakat untuk menolong dirinya sendiri dalam bidang kesehatan (Depkes RI,

2006).

2.2.4. Karakteristik dan Strategi Revitalisasi Posyandu a. Umur

Umur adalah usia seseorang yang dihitung mulai sejak lahir sampai dengan

batas terahkir masa hidupnya. Umur sangat mempengaruhi seseorang dalam

melaksanakan suatu kegiatan di posyandu.

Menurut Bahri (1981), Sumardilah (1985), menyatakan bahwa ciri-ciri kader

yang aktif sebaiknya berumur antara 25-34 tahun, karena pada masa muda kader

mempunyai lebih motivasi yang positif, merasa lebih bertanggungjawab, dan

inovatif.

b. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu jenjang pendidikan formal terakhir yang ditempuh dan

dimiliki oleh seorang kader posyandu dengan mendapatkan sertifikasi

kelulusan/ijazah, baik sekolah dasar (SD), sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP),

sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA), dan perguruan tinggi (PT).

Pendidikan adalah suatu proses yang unsur-unsurnya terdiri dari masukan

(53)

atau kemampuan baru dari sasaran pendidikan. Proses tersebut dipengaruhi oleh

perangkat lunak (soft ware) yang terdiri dari kurikulum, pendidik, metode dan

sebagainya serta perangkat keras (hard ware) yang terdiri dari ruang, perpustakaan

(buku-buku), dan alat-alat bantu pendidikan lain (Notoatmodjo, 2005).

Jalur pendidikan formal akan membekali seseorang dengan dasar-dasar

pengetahuan, teori dan logika, pengetahuan umum, kamampuan analisis serta

pengembangan kepribadian. H.L. Blum menjelaskan bahwa pendidikan merupakan

suatu proses dengan tujuan utama menghasilkan perubahan perilaku manusia yang

secara operasional tujuannya dibedakan menjadi 3 aspek yaitu; pengetahuan

(kognitif), sikap (afektif), dan aspek ketrampilan (psikomotor).

Azwar, 2002 menerangkan bahwa pendidikan merupakan kegiatan yang sengaja

dilakukan untuk memperoleh hasil berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap

seseorang. LW.Green, (1980) menyatakan bahwa gangguan terhadap penyakit juga

disebabkan oleh manusia itu sendiri, terutama menyangkut pendidikan, pengetahuan

dan sikap seseorang dalam menjaga kesehatan, sehingga ia mempunyai kesadaran

tinggi terhadap kesehatan baik kesehatan pribadi maupun kesehatan keluarga, begitu

juga dalam mengkonsumsi makanan yang bernilai gizi tinggi dan cukup kalori

sehingga dapat menjaga kesehatannya terutama pada saat ibu hamil (Azwar, 2007).

Pendidikan yang tinggi seseorang akan lebih mudah memahami tentang suatu

imformasi, bila pendidikannya tinggi maka dalam menjaga kesehatan sangat

diperhatikan, termasuk cara menjaga bayi, mengatur gizi seimbang, dan sebaliknya

(54)

dapatkan, baik dari petugas kesehatan maupun dari media-media lainnya. Pendidikan

sangat berpengaruh terhadap kesehatan keluarga. Jika pendidikan tinggi, maka

banyak mengetahui, ada kemauan untuk mengerjakan apa yang dapat bermanfaat bagi

keluarganya.

Penelitian di 11 negara oleh pusat Demografi Amerika Latin (Grant, 1984)

menunjukan bahwa pengaruh pendidikan ibu terhadap kesempatan hidup anak

ternyata lebih kuat dibandingkan dengan pengaruh tingkat pendapatan rumah tangga.

Pengamatan di Kenya mencatat adanya penurunan tingkat kematian bayi sebesar 86%

setelah dilaksanakan program peningkatan pendidikan kaum wanita (Kardjati, 2000).

c. Pekerjaan

Pekerjaan adalah tugas utama atau kegiatan rutinitas yang dimiliki oleh seorang

kader posyandu untuk membantu, dan membiayai kehidupan keluarganya serta

menunjang kebutuhan rumah tangganya. Pekerjaan juga dapat mempengaruhi

seseorang dalam menjaga kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan

keluarga. Karakteristik yang berhubungan dengan pekerjaan karena kesibukan

membuat seseorang terabaikan akan kesehatannya, termasuk kader posyandu.

Kesibukan akan pekerjaan terkadang ibu lupa terhadap tugas dan tanggungjawab

yang diembankan padanya. Sebaiknya seorang kader posyandu tidak mempunyai

pekerjaan yang tetap, dan mempunyai pengalaman yang lama menjadi kader

sekurang-kurangnya 60 bulan, dan tidak adanya pergantian kader dalam satu tahun,

(55)

Disamping itu adanya hubungan antara jenis pekerjaan dengan keaktifannya

sebagai keder, misalnya saja seorang ibu yang dengan kesibukan tertentu akan

mempengaruhi keaktifan posyandu sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan setiap

bulannya. Begitu juga dengan status sosial ekonomi yang lemah dapat mempengaruhi

kelancaran kegiatan posyandu dan menjadi faktor penghambat dalam melaksanakan

tugasnya ( Notoadmodjo,2005 ).

d. Status Perkawinan

Status perkawinan adalah suatu bentuk perkawinan antara laki-laki dan

perempuan secara syah dipandang dari segi agama melalui pernikahan dengan

mempunyai surat nikah dan terdaftar di kantor agama. Status perkawinan sangat

mempengaruhi seseorang kader dalam melaksanakan kegiatan posyandu,

karakteristik yang berkaitan dengan perkawinan karena larangan suami membuat

seseorang kader terabaikan akan kegiatan posyandu setiap bulan, sebaliknya yang

sudah kawin mempunyai motivasi tinggi untuk menjadi kader, karena adanya

keinginan untuk menambah pendapatan keluarga (Nurhayati, 1997).

e. Sikap

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu,

yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi seseorang. Newcomb dalam buku

Notoatmodjo(2005), menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan

untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Fungsi sikap

belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan

(56)

Sikap terdiri-dari 3 komponen pokok yaitu; kepercayaan atau keyakinan, ide,

dan konsep terhadap objek. Artinya, bagaimana keyakinan dan pendapat atau

pemikiran seseorang terhadap objek. Kehidupan emosional atau evaluasi orang

terhadap objek, artinya bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi)

orang tersebut terhadap objek. Kecendrungan untuk bertindak (tend to behave).

Artinya sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku

terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka

(tindakan). Ketiga komponen tesebut secara bersama-sama membentuk sikap yang

utuh (total adtitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini pengetahuan, pikiran,

keyakinan dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo, 2005).

f. Motivasi

Motif adalah sesuatu yang merupakan alasan mengapa seseorang memulai

tindakan. Motivasi adalah suatu set atau kumpulan perilaku yang memberikan

landasan bagi seseorang untuk bertindak dalam suatu cara yang diarahkan kepada

tujuan spesifik tertentu (spesific goal directed way). Memotivasi adalah menunjukan

arah tertentu kepada seseorang sekelompok orang dan mengambil langkah yang perlu

untuk memastikan mereka sampai ketujuan (Soeroso, 2003). Motivasi adalah:

kemampuan individu, kecerdasan, keterampilan, dan pengetahuan. Persepsi peranan,

perasaan individu tentang pekerjaan yang ditugaskan. Motivasi muncul dalam dua

bentuk dasar, yaitu :

1. Motivasi ekstrinsik (dari luar)

(57)

Berdasarkan pendapat McClelland dan Edward Murray, dapat dikemukakan

bahwa karakteristik orang mempunyai motivasi berprestasi tinggi antara lain :

memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi, memiliki program kerja berdasarkan

rencana dan tujuan yang realistik serta berjuang untuk merealisasinya, memiliki

kemampuan untuk mengambil keputusan dan berani mengambil resiko yang

dihadapinya, melakukan pekerjaan yang berarti dan menyelesaikannya dengan hasil

yang memuaskan, mempunyai keinginan untuk menjadi orang terkemuka yang

menguasai bidang tertentu.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya motivasi, antara lain

kebutuhan. Teori yang paling terkenal adalah teori hierarki.

Abraham Maslow (1970), menyatakan bahwa terdapat lima kelompok kebutuhan

utama manusia, yaitu : kebutuhan dasar, kebutuhan rasa aman, kebutuhan

bersosialisasi, kebutuhan ego/penghargaan, kebutuhan beraktualisasi diri. Pada

hakekadnya manusia selalu mempunyai keinginan untuk memenuhi kebutuhannya.

Terdapat beberapa cara terbaik untuk menerapkan konsep motivasi dengan

mengembangkan model motivasi, melalui pengenalan motivasi model-model

motivasi seseorang dapat dimotivasi berproduksi dan berprestasi. Adapun

model-model tersebut adalah; Model manusia rasional, seseorang akan termotivasi

mendapatkan penghargaan berupa uang bila berprestasi atau hukuman bila tidak

berprestasi. Model hubungan manusia ini menunjukkan bahwa produktifitas secara

langsung berhubungan dengan kepuasan kerja yang lebih banyak dipengaruhi oleh

(58)

Menurut Mangkunegara (2005) mengutip pendapat Amstrong; Robins (1991)

(1998) bahwa Model aktualisasi diri, seseorang tidak dipengaruhi oleh sistem yang

mengendalikan dari luar, tetapi bisa mengarahkan diri dan mengendalikan diri sendiri

dalam pencapaian sasaran.

Model komplek, memandang dua faktor utama yang menentukan motivasi

seseorang pada saat diberikan penugasan yaitu, nilai penghargaan kepada individu,

harapan bahwa usaha yang dilakukan akan menghasilkan penghargaan yang mereka

inginkan. Usaha tersebut harus efektif apabila akan menghasilkan prestasi kerja yang

dikehendaki.

Menurut Mangkunegara (2005) mengutip pendapat Osborne dan Plastrik

(2000), terdapat tujuh faktor penting yang dapat digunakan untuk memotivasi kinerja

seseorang (Motivator) yaitu; Prestasi, pengakuan, tantangan, kepentingan, tanggung

jawab, promosi, gaji dan tunjangan.

g. Pelatihan

Pelatihan adalah suatu upaya kegiatan yang dilaksanakan untuk meningkatkan

kemampuan, pengetahuan, ketrampilan teknis dan dedikasi kader posyandu.

Memperluas sistem posyandu dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan

di hari buka dan kunjungan rumah. Serta menciptakan iklim kondusif untuk

memberikan pelayanan kesehatan dengan pemenuhan sarana, prasarana, pelaporan

dan pendataan kerja posyandu (Depkes RI, 2005).

Menurut Frank Sherwood dan Wallas Best dalam (Moekijat,1981 : 5), pelatihan

(59)

present of future work through the development of appropriate habist of thought and action, skill, knowledge, and attitudes ( pelatihan adalah proses membantu pegawai

untuk memperoleh efektifitas dalam pekerjaan mereka yang sekarang atau yang akan

datang melalui pengembangan kebiasaan-kebiasaan pikiran, tindakan, dan

keterampilan.

Materi dalam pelatihan kader dititik beratkan pada keterampilan teknis

menyusun rencana kerja kegiatan di posyandu, cara yang benar dalam menimbang

balita, menilai pertumbuhan anak baik fisik maupun mental, cara menyiapkan

kegiatan pelayanan seseuai dengan kebutuhan anak dan ibu, menyiapkan peragaan

cara pemberian makanan tambahan (PMT), makanan pendamping ASI untuk anak

yang pertumbuhannya tidak sesuai, membantu pemeriksaan ibu hamil dan menyusui,

serta membuat pelaporan.

Pelatihan bertujuan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan sekaligus

dedikasi kader agar timbul kepercayaan diri untuk melaksanakan tugas sebagai kader

posyandu dalam melayani masyarakat, baik di posyandu maupun saat melakukan

kunjungan rumah (Depdagri & Otda, 2001)

Menurut Mortoyo (2000) mengutip pendapar Moekijat (1981) tujuan umum dari

pelatihan sebenarnya adalah :

1. Untuk mengembangkan keahlian seseorang sehingga pekerjaan dapat

diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif.

2. Untuk mengembangkan keahlian dan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat

(60)

3. Untuk mengembangkan sikap sehingga menimbulkan kemajuan kerja sama

dengan sesama teman sekerja dan di luar kerja serta dengan pimpinan

(Moekijad, 1981)

Plippo membedakan antara pelatihan (training) dengan pendidikan adalah

“training is concerned with increasing knowledge and skill in doing a particular job,

education is concerned with increasing general knowledge and understanding our total environment”. General knowledge and understanding our total environment”

(training/pelatihan berhubungan dengan menambah pengetahuan dan keterampilan

untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu, pendidikan berhubungan dengan

penambahan pengetahuan umum dan pengertian tentang seluruh lingkungan kita).

Agar pelatihan kader dapat berjalan efektif, maka diperlukan unsur pelatih

kader yang mampu berdedikasi dalam memberikan pelatihan secara efektif dan

berkesinambungan, yakni melalui pendampingan dan bimbingan. Pelatihan kader

diberikan secara berkelanjutan berupa pelatihan dasar dan berjenjang yang

berpedoman pada modul.

h. Dukungan

Sarwono (1990) mendeskripsikan bahwa dukungan sosial adalah suatu

kesenangan, perhatian, penghargaan dan bantuan yang diberikan dan dirasakan oleh

orang lain atau kelompok. Dukungan juga merupakan suatu upaya yang diberikan

kepada kader posyandu baik secara moril maupun materil untuk mendorong kader

dalam melakukan kegiatan posyandu. Dukungan ini seharusnya diberikan oleh

(61)

bahwa kepuasan kerja seseorang dipengaruhi banyak faktor, salah satunya adalah

dukungan dari lingkungan kerjanya, ciri pekerjaannya dan situasi.

Menurut Yusuf (2007) mengutip pendapat Daravino (1990), dukungan juga

merupakan suatu upaya yang diberikan kepada kader posyandu, baik secara moril

maupun materil untuk mendorong kader dalam melakukan kegiatan posyandu.

Sedangkan menurut penulis sendiri berpendapat bahwa tugas kader posyandu untuk

mengelola dan melayani masyarakat dalam rangka mendukung peningkatan kualitas

SDM dini merupakan tugas yang berat dan dilakukan secara suka rela. Berkaitan

dengan hal tersebut, mengingat berbagai keterbatasan yang dimiliki kader, maka

keberhasilannya akan sangat tergantung dari seberapa jauh upaya pelaksanaan tugas

kader mendapatkan dukungan pendampingan maupun bimbingan dari tenaga

profesional terkait maupun dari para tokoh masyarakat.

Secara teknis dukungan pendampingan dapat dilakukan oleh tenaga

profesional pada saat posyandu buka, yakni melalui pelayanan pada meja II, III, IV

dengan cara meningkatkan keterampilan kader dalam menimbang, mencatat hasil

penimbangan, serta melakukan penyuluhan perorangan tentang hal-hal yang perlu

diketahui oleh para ibu baik untuk dirinya maupun untuk anak dan keluarganya.

i. Struktur

Struktur adalah merupakan suatu titik organisasi posyandu untuk

mengendalikan atau membedakan bagian yang satu dengan bagian yang lain, kegiatan

yang satu dengan kegiatan yang lain yang akan memudahkan organisasi dalam

(62)

membuat pilihan yang mutlak dan bebas dalam melakukan sesuatu pekerjaan dan cara

mengerjakannya. Struktur juga sangat mempengaruhi perilaku dan fungsi kegiatan di

dalam organisasi. Untuk dapat menciptakan efektivitas dan efisienci organisasi

diperlukan keputusan yang sarat dengan mendesain struktur organisasi, isi dari

keputusan sangat penting dipusatkan kepada pekerjaan individu bagaimana membagi

tugas secara menyeluruh menjadi tugas yang lebih kecil secara berurutan, dan

bagaimana membagi wewenang kepada pekerjaan (Riduwan, 2005)

Menurut Riduwan (2005) mengutip pendapat Robins (1994:260) menjabarkan

sebuah struktur organisasi mempunyai 3 (tiga) komponen yaitu:

1. Kompleksitas, mempertimbangkan tingkat diferensiasi yang ada dalam organisasi

termasuk di dalamnya tingkat spesialisasi atau tingkat pembagian kerja serta

jumlah kegiatan di dalam hirarkhis organisasi serta tingkat sejauh mana unit-unit

organisasi tersebar secara geografis.

2. Formulasi, beberapa organisasi beropersi dengan pedoman yang telah

distandarkan secara minimum.

3. Sentralisasi, mempertimbangkan dimana letak dari pusat pengambilan keputusan.

Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa keputusan desain (pembagian

kerja, pendelegasian wewewnang, departementalisasi, dan rentang kendali) yang

menghasilkan struktur organisasi. Dengan memakai konsep struktur organisasi dari

hubungannya dengan prestasi perilaku, kepuasan, kemampuan, motivasi, dan

pelayanan serta variabel lain terhadap 3 (tiga) dimensi yang lazim digunakan yaitu :

Gambar

Tabel 3.2 Aspek Pengukuran Variabel Dependen .............................................
Gambar 2.1.  Bagan Sebuah Sistem Posyandu (Riduwan, 2005)
Gambar 2.2. Konsep Teoritis dan Faktor Determinan Perilaku Kader Posyandu
Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan kader dengan kinerja kader Posyandu Lansia di Desa Pucangan Kecamatan Kartasura Kabupaten

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan kader dengan kinerja kader Posyandu Lansia di Desa Pucangan Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo..

Skrispi yang berjudul “Hubungan Motivasi Kader dengan Pelaksanaan Peran Kader Posyandu di Kelurahan Sumbersari Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember” telah diuji

merumuskan kebijakan revitalisasi posyandu dan peningkatan keaktifan kader posyandu agar pelayanan kesehatan ibu dan anak di masyarakat dapat terus berlangsung dalam

Tabel 1.1 Data Posyandu dan Kader di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Khalipah Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015.. No Desa Jumlah Posyandu Jumlah Kader

Tabulasi silang keaktifan kader posyandu lansia ditinjau dari pengetahuan menunjukkan bahwa semakin baik pengetahuan, maka tingkat keaktifan kader semakin aktif, hal ini ditunjukkan

Berdasarkan urutan stategi prioritas dalam pelaksanaan program revitalisasi posyandu di Kecamatan Pekanbaru Kota, strategi pertama yang harus dilakukan adalah meningkatkan

Keaktifan kader dalam kegiatan Posyandu.18 Faktor imbalan/insentif menjadi salah satu bagian dari baiknya tingkat kinerja dikedua wilayah dimana Darusalam dan Blang Bintang dengan