• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gaya Hidup Remaja Pedesaan (Studi di Desa Sukaraya, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gaya Hidup Remaja Pedesaan (Studi di Desa Sukaraya, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

GAYA HIDUP REMAJA PEDESAAN

(Studi di Desa Sukaraya, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara)

Sri Hastuti Lina Sudarwati

Abstract: Lifestyle can be identified with certain expressions and symbols to show who we are and in what group we relate to. Lifestyles nowadays have eliminated local and national boundaries, because the wave of lifestyles can easily spread through the media, even to village areas. Mass media and peer group has enormous effects to the lifestyle of teenagers nowadays. Luckily, there are still religious values and family values. Nevertheless, there is no doubt that the lifestyle of village teenagers these days have transformed. And the transformation is surely interesting to observe. It is interesting to see how teenager’s today dress and act like one of the celebrities they admire. They even imitate the celebrities’ lifestyle and way of living. If the celebrities happen to be conform, this shouldn’t be a problem. But how if the opposite?

Keywords: lifestyle, village, teenagers, media

PENDAHULUAN

Gaya hidup dapat diidentikkan dengan suatu ekspresi dan simbol untuk menampakkan identitas diri atau identitas kelompok. Gaya hidup dipengaruhi oleh nilai-nilai tertentu dari agama, budaya, dan kehidupan sosial, demi menunjukkan identitas diri melalui ekspresi tertentu yang mencerminkan perasaan.

Gaya hidup saat ini telah menghilangkan batas-batas budaya lokal, daerah, maupun nasional karena arus gelombang gaya hidup global dengan mudahnya berpindah-pindah tempat melalui perantara media massa. Gaya hidup yang berkembang lebih beragam, tidak hanya dimiliki oleh suatu masyarakat saja. Hal tersebut karena gaya hidup dapat ditularkan dari satu masyarakat ke masyarakat lainnya melalui media komunikasi (Rasyid, 2005: 1).

Perkembangan yang bisa dianggap menonjol dalam pergeseran gaya hidup yang melanda kalangan remaja Indonesia adalah gaya hidup mereka yang secara umum cenderung dipengaruhi oleh gaya Barat, khususnya dari Amerika Serikat. Namun, selain itu ada juga sekelompok remaja yang gaya hidupnya dipengaruhi oleh nilai-nilai agama tertentu (Islam).

Pengaruh gaya hidup Barat tersebut, antara lain, terlihat dari cara berpakaian serba minim yang dianggap sebagai trend berpakaian modern, penggunaan berbagai pernak-pernik buatan luar negeri, kegemaran terhadap musik

dan film yang berasal dari Barat, serta mulai diterapkannya nilai-nilai pergaulan ala Barat dalam keseharian. Meski demikian, ada juga remaja yang berpegang teguh pada nilai-nilai agama (khususnya agama Islam) dan masih menjunjung tinggi budaya Indonesia, misalnya dengan tetap menggunakan busana muslim dan muslimah, menyukai lagu-lagu religius, serta mempertahankan nilai-nilai budaya Indonesia saat bergaul dengan orang lain.

Gaya hidup remaja pedesaan pada masa dahulu selalu diidentikkan dengan gaya hidup yang dipengaruhi oleh nilai agama dan budaya setempat, misalnya saja dalam hal berpakaian terkesan sederhana dan tidak mengikuti mode karena belum terlalu berkembangnya media massa di pedesaan. Dalam pilihan hiburan, mereka umumnya menyukai musik atau lagu tradisional dari daerahnya, serta menyukai film dalam negeri. Pergaulan remaja pria dan perempuan pun tidak sebebas sekarang, tidak boleh berpegangan tangan di tempat umum, remaja pria tidak bebas berkunjung ke rumah remaja perempuan, pergaulan remaja pria dan perempuan masih sangat tabu. Peranan keluarga dan orang tua sangat penting dalam pembentukan kepribadian.

(2)

mengeluarkan tawaran mereka mengenai apa yang akan paling terbaru saat enam bulan mendatang. Dan inilah yang berusaha untuk diikuti oleh kalangan remaja agar mereka tidak dianggap ketinggalan zaman. Julukan modis, trendy, kosmopolitan dianggap sebagai simbol bahwa seseorang lebih mengikuti perkembangan zaman. Dalam hal ini bagi remaja disimbolkan dengan gaya hidupnya yang sesuai dengan trend gaya hidup masa kini baik cara berpakaian, cara berbicara, selera terhadap musik atau hiburan.

Jika dulu remaja perempuan maupun laki-laki di desa cara berpakaian, berbicara, tata krama serta bergaul dengan lawan jenis merujuk sesuai norma-norma setempat misalnya remaja putri selalu memakai kain atau rok, saat ini mungkin lebih sering memakai celana jeans karena dianggap lebih praktis mendukung aktivitas di luar rumah, mereka bersikap sopan santun dan tabu bergaul dengan lawan jenis. Sedangkan pada remaja pria desa dahulu menggunakan celana panjang, sarung, berkopiah, juga bersopan santun dan menjaga pergaulan dengan lawan jenis. Namun sekarang karena pengaruh media dan kota cenderung terjadi perubahan gaya hidup di kalangan remaja desa dan itu terlihat dari gaya berpakaian, pergaulan yang sedang trend di kalangan remaja pedesaan.

Perubahan gaya hidup Timur ke gaya hidup Barat yang mempengaruhi kalangan remaja melalui media, di mana sekarang remaja dapat mengetahui semua yang terjadi di bagian dunia lain dengan mudah. Dengan cara mengakses informasi dari media televisi dan menyaksikan gaya hidup yang dipertontonkan oleh kalangan selebriti atau idola-idola remaja masa kini yang kerap kali menjadi simbol identitas atau identifikasi jati diri remaja masa kini.

Perubahan gaya hidup pada remaja sebenarnya dapat dimengerti bila melihat usia remaja sebagai usia peralihan dalam mencari identitas diri. Remaja ingin diakui eksistensinya oleh lingkungan dengan berusaha menjadi bagian dari lingkungan itu. Kebutuhan untuk diterima dan menjadi sama dengan orang lain yang sebaya itu menyebabkan remaja berusaha untuk mengikuti berbagai atribut gaya hidup yang sedang in. Remaja dalam perkembangannya dan emosinya masih memandang bahwa atribut yang superfisial itu sama penting (bahkan lebih penting) dengan substansi. Apa yang dikenakan oleh seorang artis yang menjadi idola para remaja menjadi lebih penting (untuk ditiru)

dibandingkan dengan kerja keras dan usaha yang dilakukan artis idolanya itu untuk sampai pada kepopulerannya.

Remaja desa, dengan berbagai perubahan dalam gaya hidupnya jelas merupakan sesuatu yang sangat menarik untuk dikaji. Bagaimanakah gambaran perubahan gaya hidup itu sendiri dan apakah yang mempengaruhinya. Inilah yang hendak diteliti lebih lanjut.

Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah gaya hidup di kalangan remaja Desa Sukaraya saat ini dan mengapa gaya hidup seperti itu berkembang?”

PEMBAHASAN

Gaya Hidup

Istilah gaya hidup (lifestyle) sekarang ini kabur. Sementara istilah ini memiliki arti sosiologis yang lebih terbatas dengan merujuk pada gaya hidup khas dari berbagai kelompok status tertentu, dalam budaya konsumen kontemporer istilah ini mengkonotasikan individualitas, ekspresi diri, serta kesadaran diri yang semu. Tubuh, busana, bicara, hiburan saat waktu luang, pilihan makanan dan minuman, rumah, kendaraan dan pilihan hiburan, dan seterusnya dipandang sebagai indikator dari individualitas selera serta rasa gaya dari pemilik atau konsumen (Fatherstone, 2005: 201).

Weber mengemukakan bahwa persamaan status dinyatakan melalui persamaan gaya hidup. Di bidang pergaulan gaya hidup ini dapat berwujud pembatasan terhadap pergaulan erat dengan orang yang statusnya lebih rendah. Selain adanya pembatasan dalam pergaulan, menurut Weber kelompok status ditandai pula oleh adanya berbagai hak istimewa dan monopoli atas barang dan kesempatan ideal maupun material. Kelompok status dibeda-bedakan atas dasar gaya hidup yang tercermin dalam gaya konsumsi. Weber mengemukakan bahwa kelompok status merupakan pendukung adat, yang menciptakan dan melestarikan semua adat-istiadat yang berlaku dalam masyarakat (Sunarto, 2000: 93).

(3)

(low-brow), menengah bawah (lower middle-(low-brow), menengah atas (upper middle-brow) dan atas (high-brow). Masing-masing mempunyai selera yang khas dalam pakaian, hiburan, perlengkapan rumah tangga, makanan, minuman, bacaan, selera seni dan musik.

Gaya hidup adalah suatu titik tempat pertemuan antara kebutuhan ekspresi diri dan harapan kelompok terhadap seseorang dalam bertindak, yang tertuang dalam norma-norma kepantasan. Terdapat norma-norma kepantasan yang diinternalisasikan dalam diri individu, sebagai standar dalam mengekspresikan dirinya.

Estetikasi realitas melatarbelakangi arti penting gaya yang juga didorong oleh dinamika pasar modern dengan pencarian yang konstan akan adanya model baru, gaya baru, sensasi dan pengalaman baru.

Berdasarkan penelitian Lucky Lutvia mengenai gaya hidup remaja di Kota Bandung, disimpulkan bahwa remaja saat ini dipengaruhi oleh hal-hal berikut:

1. Transformasi Budaya

Budaya massa atau budaya populer yang berkembang melalui media massa elektronik dan cetak sangat berpengaruh terhadap pilihan gaya hidup seseorang, misalnya gaya berbusana, gaya berbicara atau bahasa, selera hiburan seperti musik dan film. Trend tersebut begitu bebas mengalir mempengaruhi setiap pemirsa maupun pembacanya, ditambah lagi dengan acara musik dari luar negeri yang diolah dalam video klip televisi, yang secara visual bisa kita lihat penampilan penyanyi dan pemain musiknya. Cara mereka berdandan dan berbusana sudah pasti sesuai dengan budaya mereka (Lutvia, 2001: 34). 2. Mengadopsi Gaya dari Barat

Ini banyak dipengaruhi oleh selebritis dalam negeri melalui iklan-iklan, film, dan sinetron yang dilihat dan akhirnya ditiru oleh remaja. Seperti istilah gaya funky, punk rock, metal, skaters, hip hop, sporty, streetwear, dan ska beserta penggunaan aksesorisnya yang mereka tiru sebagai usaha untuk mengaktualisasikan dirinya serta seolah-olah ingin mensejajarkan diri dengan bintang idolanya. Walaupun begitu remaja juga ada yang dipengaruhi oleh nilai-nilai agama, budaya dan kehidupan sosialnya.

Sedangkan menurut Purnomo Mangku (2004) Gaya hidup masyarakat desa dipengaruhi

juga oleh mobilitas geografis seperti urbanisasi, imigrasi. Mobilitas geografis yang dimaksud adalah suatu keadaan di mana seseorang pernah menetap di luar tempat tinggalnya. Mobilitas geografis seseorang ke kota, misalnya, dapat mempengaruhi gaya hidup karena kota dianggap merupakan suatu tempat yang memungkinkan seseorang yang bersinggungan dengannya mendapatkan perluasan atau penambahan berbagai macam pengalaman dan pengetahuan baru. Ini terkait dengan realitas bahwa kota memiliki keanekaragaman budaya yang dapat ditiru oleh orang desa (Purnomo, 2004: 10). Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya mengenai suatu gaya hidup, yang membedakan penelitian ini adalah gaya hidup remaja pedesaan. Penelitian ini mengkaji perubahan yang terjadi dalam gaya hidup remaja Desa Sukaraya yaitu perubahan penampilan, perilaku kehidupan sehari-hari, tata krama dan selera hiburan remaja desa, yang dipengaruhi oleh media dan interaksi mereka dengan remaja kota serta untuk menunjang pergaulan mereka dalam kelompok remaja agar mereka tidak disebut kampungan.

Gaya Hidup Remaja Masa Kini

Dalam ilmu-ilmu sosial, studi atas remaja pertama kali dilakukan oleh sosiolog Talcott Parsons pada awal 1940-an. Berbeda dengan anggapan umum bahwa remaja adalah kategori yang bersifat alamiah dan dibatasi secara biologis oleh usia, menurut Parsons remaja adalah sebuah sebuah konstruksi sosial yang terus-menerus berubah sesuai dengan waktu dan tempat (Barker, 2000 dalam Antariksa, 2005: 2).

Remaja adalah suatu fase dalam kehidupan manusia di mana ia tengah mencari jatidirinya dan biasanya dalam upaya pencarian jatidiri tersebut ia mudah untuk terikut dan terimbas hal-hal yang tengah terjadi di sekitarnya, sehingga turut membentuk sikap dan pribadi mereka.

(4)

hak untuk menolak melakukan rutinitas keseharian yang dianggap membosankan.

Hampir sama dengan pendapat itu, Dick Hebdige dalam Hiding in the Light (1988) menyatakan bahwa remaja telah dikonstruksikan dalam wacana “masalah” dan “kesenangan” (remaja sebagai pembuat masalah dan remaja yang hanya gemar bersenang-senang). Misalnya, dalam kelompok pendukung sepakbola dan geng-geng, remaja selalu diasosiasikan dengan kejahatan dan kerusuhan. Di pihak lain, remaja juga direpresentasikan sebagai masa penuh kesenangan, di mana orang bisa bergaya dan menikmati banyak aktivitas waktu luang.

Remaja dalam kebudayaan populer dapat kita temukan dalam berbagai cerita yang menjadikan remaja sebagai pahlawannya atau lagu-lagu yang bertema masalah yang dihadapi remaja, informasi yang mengungkap mode dan gaya hidup lainnya untuk remaja. Tetapi yang utama bukan unsur yang mengandung keremajaan itu, melainkan golongan remaja sebagai pembeli. Menjadikan mereka sebagai pelaku, atau masalah mereka sebagai fokus, dengan sendirinya akan menggampangkan pemasaran suatu produk kebudayaan populer.

Berbagai media informasi menciptakan citra diri sebagai bagian kehidupan remaja kelas atas ini yang umumnya menginformasikan berbagai tata cara bergaul maupun perlengkapan hobi yang relevan bagi remaja. Sampai aksesoris yang cocok digunakan dalam berbagai kesempatan, merupakan informasi yang dianggap layak berita. Atau cerita para idola remaja yang mendominasi dunia hiburan yang gaya hidupnya sering mereka tiru.

Dunia musik populer sebagaimana halnya juga film, tak bisa terlepas dari pelakunya yaitu penyanyi dan pemain. Pelaku ini juga menjadi bagian dari gaya hidup yang ditawarkan kepada para remaja. Penyanyi dan bintang remaja yang tampil, untuk memenuhi impian masa remaja, mestilah cantik dan tampan. Di luar liriknya, musik populer juga dapat mengacu kepada gaya hidup tertentu. Dan yang berfungsi di sini adalah ritme yang dapat digunakan untuk tarian tertentu. Ritme disco, misalnya, mengacu kepada gaya hidup kota sementara dangdut untuk kelompok pinggiran.

Lirik lagu populer umumnya dalam bahasa Indonesia yang tidak mengacu kepada salah satu gaya tertentu. Baru setelah melalui pemancar-pemancar radio swasta, lagu-lagu ini

diantarkan dengan dialek Jakarta. Bahkan bagi penyiar di radio swasta di kota kabupaten pedalaman Jawa Tengah pun dialek Jakarta ini sudah menjadi semacam keharusan dalam mengantarkan lagu-lagu populer, terutama untuk acara-acara pilihan pendengar.

Dialek ini tidak mengacu kepada sub-budaya Betawi, tetapi kepada dialek Jakarta yang biasa digunakan remaja gedungan. Dengan begitu radio-radio swasta ini, sampai ke pedalaman, telah menopang lagu-lagu populer Indonesia dengan gaya hidup khas Kota Jakarta, dalam hal ini remaja kelas atasnya (Ibrahim, 1997: 232-236).

Norma Masyarakat dan Gaya Hidup

Menurut Weber, konsumsi juga merupakan gambaran gaya hidup tertentu dari kelompok status tertentu. Konsumsi terhadap barang merupakan landasan bagi penjenjangan dari kelompok status, konsumsi juga dapat dijadikan penggunaan barang-barang simbolik kelompok tertentu. Dengan demikian ia dibedakan dari kelas yang landasan penjenjangannya adalah hubungan terhadap produksi dan perolehan barang-barang. Dalam hal ini konsumsi seseorang menentukan gaya hidup seseorang. Karena penggunaan barang-barang simbolik itu tadi seperti pemilihan konsumsi gaya berpakaian, selera dalam hiburan, selera konsumsi terhadap makanan dan minuman menentukan dari kelas mana ia berada. Konsumsi atau perbedaan selera terhadap suatu barang juga dapat menggeser norma yang ada di dalam suatu masyarakat. Norma budaya dan agama tidak lagi dijadikan pedoman dalam berperilaku, suatu masyarakat yang tadinya merasa segan untuk menunjukkan kekayaan miliknya sekarang tidak segan dengan mengkonsumsi barang-barang tertentu ia ingin menunjukkan identitas dirinya misalnya saja masyarakat abangan yang memiliki selera mengkonsumsi barang-barang dari produk Barat.

(5)

selera musik rock, atau pop. Pria abangan menggunakan celana hipster, baju berlapis-lapis atau disebut anak skaters, rambut model Mohawk.

Masyarakat santri adalah kebalikannya, hubungan antara manusia dan agama merupakan kemutlakan. Agama haruslah menjadi tuntunan perilaku. Ia menjadi rujukan apakah suatu perilaku itu baik atau tidak. Perkembangan masyarakat santri telah pula menyebabkan menjamurnya rumah-rumah mode yang khusus memperdagangkan busana muslim dan muslimah.

Berkembangnya toko-toko yang khusus menjual produk-produk yang berhubungan dengan simbol-simbol keagamaan seperti buku-buku, pakaian yang dinilai islami, gantungan, kunci, stiker. Perkembangan teknologi informasi bukan hanya menawarkan gaya pakaian muslim dan muslimah tetapi juga semakin maraknya film-film Islami di televisi, dan lagu-lagu Islami. Bahkan acara reality show pencarian da’i.

Gaya Hidup Masyarakat Desa dan Interaksinya dengan Masyarakat Kota

Sepanjang masa, sebagian besar komunitas desa di Indonesia, dari daerah Aceh hingga Irian Jaya, telah di dominasi kekuasaan pusat tertentu sejak zaman kejayaan kerajaan-kerajaan tradisional atau zaman penjajahan Belanda atau Inggris, dan banyak pula yang mengalaminya sejak beberapa waktu tahun terakhir ini. Dengan demikian, juga karena makin berkembangnya kesempatan dan prasarana untuk suatu gaya hidup dengan mobilitas geografikal yang tinggi, pada waktu sekarang ini hampir tidak ada lagi komunitas desa bersahaja, yang terisolasi dari negara kita ini, yaitu desa yang penduduknya tidak sadar akan dunia luar di desa itu. Misalnya banyak orang pedesaan, bagian dari peradaban-peradaban kuno, yang menggarap tanah mereka sebagai mata pencaharian hidup, dan mempunyai cara hidup yang tradisional. Mereka itu berorientasi terhadap pengaruh oleh suatu golongan priayi di kota yang mempunyai cara hidup yang sama seperti mereka walaupun dalam bentuk yang lebih beradab.

Perbedaan konsep masyarakat desa dan kota menurut Durkheim adalah solidaritas mekanis untuk masyarakat desa, dan solidaritas organis untuk masyarakat kota. Sedangkan menurut Tonnies membedakan masyarakat desa dan kota dengan gesselschaft dan gemeinschaft. Konsep tentang desa dan masyarakatnya saat ini

telah mengalami perubahan yang cukup besar akibat berkembangnya teknologi dan informasi. Sentuhan kebudayaan kota menjadikan desa tidak lagi terbatas oleh teritorial namun meluas, dan beda antara desa dengan kota kecil. Bahkan ciri desa telah mampu melampaui perkembangan penyiaran TV, dan berbagai media lainnya. Oleh karena itu menganggap desa sebagai masyarakat statis jauh dari perubahan dan selalu tentram tentu keliru (Purnomo, 2004: 9).

Satu abad yang lalu masyarakat desa dan kota perbedaannya masih amat menonjol, karena pada waktu itu masyarakat desa masih tinggal statis. Sedangkan saat ini banyak masyarakat desa melakukan urbanisasi membawa ciri-ciri dan terutama karakteristik pedesaan ke kota. Maka dari itu, pada masa sekarang menjadi amat sukar untuk membedakan antara masyarakat desa dan masyarakat kota, kecuali hanya dalam hal-hal seperti jumlah pendudukan, heterogenitas penduduk, dan tingkat teknologi modern.

Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian studi deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dapat diartikan sebagai pendekatan yang menghasilkan data, tulisan, dan tingkah laku yang didapat dari apa yang diamati. Penelitian deskriptif ini digunakan untuk menggambarkan atau melukiskan apa yang diteliti dan berusaha memberikan gambaran yang jelas mengenai apa yang menjadi pokok penelitian. Berkenaan dengan penelitian ini sebagai studi deskriptif maka penelitian ini akan menggambarkan atau mendeskripsikan gaya hidup remaja desa Sukaraya saat ini dan yang menyebabkan gaya hidup seperti itu berkembang.

Yang menjadi unit analisis dalam subyek penelitian ini adalah seluruh warga Desa Sukaraya. Sedangkan sebagai informan dari penelitian ini adalah kaum remaja dan orang tua yang memiliki anak remaja di Desa Sukaraya tersebut. Informan dipilih atas pertimbangan dan kriteria tertentu yang telah ditetapkan oleh peneliti.

Adapun kriteria informan dalam penelitian ini adalah:

(6)

berbagai aspek gaya hidup remaja di Desa Sukaraya.

2. Informan utama yaitu mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial yang diteliti. a. Remaja laki-laki atau perempuan.

b. Remaja yang berusia 13–21 tahun, sebagai patokan umum di Indonesia seorang anak memasuki masa remaja pada usia 13 tahun dan berakhir pada saat ia dianggap dapat berdiri sendiri yaitu secara hukum pada usia 21 tahun.

c. Remaja yang masih menjadi tanggungan orang tua atau belum menikah.

d. Dalam kesehariannya mencerminkan gaya hidup ala Barat atau Islami.

DESKRIPSI HASIL PENELITIAN

Sebagian besar informan kunci yang terdiri atas perangkat desa dan warga masyarakat yang memiliki anak berusia remaja, menganggap bahwa model pakaian dan gaya remaja-remaja saat ini masih bisa diterima dan wajar. Sebagian lagi berpendapat model pakaian remaja sekarang terlalu mengikuti trend dari negara Barat. Ada yang mereka sukai, tapi ada juga yang tidak disukai.

Seluruh informan sepakat bahwa remaja sekarang seharusnya tidak terlalu berkiblat pada negara Barat dalam hal trend gaya berpakaian maupun gaya hidup. Ini karena banyak di antaranya yang tidak sesuai dengan budaya Timur dan nilai-nilai agama (Islam).

Memang, gaya remaja saat ini sudah banyak berubah dibanding gaya hidup remaja dahulu. Perubahan merupakan sesuatu yang harus terjadi, namun menurut para informan, perubahan tetap harus diwaspadai agar tidak merusak prinsip dan nilai yang diyakini.

Menanggapi berbagai perubahan dimaksud, sebagian informan yakin bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan karena remaja pasti bisa membedakan antara yang baik dan buruk. Tapi ada juga yang merasa khawatir karena remaja sangat rentan terhadap pengaruh perubahan.

Media massa dan teman sebaya memiliki pengaruh besar terhadap gaya hidup remaja saat ini. Untungnya, masih ada nilai-nilai agama serta lingkungan keluarga yang diharapkan menjadi bekal bagi remaja untuk memilih yang terbaik bagi mereka. Nilai-nilai agama (Islam) ternyata juga masih menjiwai keseharian masyarakat desa

Sukaraya. Terbukti, masih banyak remaja yang memilih menggunakan busana muslim/muslimah dalam penampilannya sehari-hari. Penampilan tersebut dipilih karena sesuai dengan nilai yang dianut.

Pilihan menggunakan busana muslim/ muslimah, selain dilatari keinginan atau niat pribadi yang bersesuaian dengan ajaran Islam, juga disebabkan oleh lingkungan pergaulan yang menjadi panutan berperilaku. Faktor keluarga tampaknya turut pula memberikan pengaruh.

Semua informan sepakat bahwa pergaulan remaja berlawanan jenis saat ini akrab, bahkan mungkin terlalu akrab. Mereka bergaul dengan bebas, berkumpul bersama, dan bersenda gurau. Untungnya, sepengetahuan informan, belum ada kabar tentang pergaulan remaja yang kelewat batas hingga melakukan hal-hal yang tidak pantas (seks bebas).

Mengenai norma pergaulan remaja desa saat ini orang tua mengaku membolehkan anak mereka bergaul akrab dengan lawan jenis, mereka boleh mengadakan acara kumpul bersama, dan bersenda gurau. Tapi ada batasan yang tidak boleh dilanggar. Misalnya dilarang berdua-duaan di tempat sepi dan ada jam malam atau batas keluar malam dengan lawan jenis.

Mengenai perayaan ulang tahun, informan mengaku tidak berkeberatan. Tapi tentang Valentine, informan menganggapnya sebagai bagian dari budaya Barat yang bertentangan dengan budaya kita.

Berbicara mengenai cara menghabiskan waktu luang, menurut informan, remaja Desa Sukaraya suka menonton film di bioskop, berkumpul dengan teman sebaya, jalan-jalan ke pusat perbelanjaan, membaca buku atau belajar berkelompok.

Tata krama dalam pergaulan masih tetap bisa dipertahankan oleh remaja Desa Sukaraya. Hal tersebut tampak dari sikap dan cara berkomunikasi yang cukup santun.

Terhadap orang tua pun sikap dan gaya bicara remaja cukup sopan. Hanya saja, mereka sekarang sudah berani mendebat orang tua bila merasa ada hal-hal yang tidak sesuai dengan aspirasi mereka. Remaja juga lebih berani mempertahankan pendapat.

(7)

dianggap mengikuti perkembangan zaman, serta remaja pria yang menyukai pakaian-pakaian yang sedang trend seperti Skaters dan celana pendek atau Hiphop. Kebebasan mereka bergaul akrab dengan lawan jenis. Cara mereka menghabiskan waktu luang dan tata krama kepada orang tua yang sudah lebih berani. Hal ini dikarenakan memudarnya norma-norma masyarakat Desa Sukaraya sehingga memudahkan masuknya pengaruh budaya luar ke Desa Sukaraya.

Memudarnya norma-norma pada masyarakat Desa Sukaraya terjadi karena berkurangnya peran tokoh masyarakat dan tokoh agama terhadap kontrol gaya hidup remaja di Desa Sukaraya. Saat ini peran tokoh masyarakat, tokoh agama hanya berperan dalam mengambil keputusan untuk pembangunan desa yang tersruktur dalam BPD, tidak lagi menjadi kontrol moral atau kontrol gaya hidup masyarakatnya khususnya remajanya. Hal ini juga dikarenakan masyarakat Desa Sukaraya yang saat ini sudah heterogen. Anak-anak dan remaja hanya menjadi perhatian orang tua dan keluarganya, dan saat ini orang tua bisa menerima perubahan gaya hidup tersebut.

Perubahan gaya hidup remaja Desa Sukaraya saat ini dalam hal berpakaian, berbicara, pergaulan menurut para orang tua saat ini masih dianggap wajar dan bisa diterima. Karena perkembangan zaman yang terjadi tidak bisa dipungkiri, remaja saat ini tidak bisa dikekang lagi seperti remaja desa dahulu mereka merasa memiliki kebebasan untuk berekspresi dan mempertahankan pendapat mereka. Orang tua dalam menanggapi hal ini bersikap bijaksana, selama mereka tidak melanggar norma-norma agama dan kesopanan perubahan tersebut tidak menjadi masalah yang perlu dikhawatirkan.

Remaja memang bukan lagi anak-anak. Tapi, mereka juga belum cukup untuk menjadi seorang dewasa. Remaja hadir dengan segala permasalahan mereka dan kadang bisa jauh lebih pelik jika dilihat dari kaca mata mereka sendiri. Sayangnya, tak banyak orang tua yang bisa memahaminya dan justru menganggapnya sebagai masalah sepele yang bisa lenyap dengan sendirinya.

Padahal, yang paling penting adalah komunikasi. Berkomunikasi dengan remaja merupakan suatu cara yang paling efektif untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Tentu saja komunikasi di sini harus bersifat dua arah,

artinya kedua belah pihak harus mau saling mendengarkan pandangan satu dengan yang lain.

Dengan melakukan komunikasi orang tua dapat mengetahui pandangan-pandangan dan kerangka berpikir anaknya, dan sebaliknya anak-anak juga dapat mengetahui apa yang diinginkan oleh orang tuanya. Kebingungan seperti yang disebutkan di atas mungkin tidak perlu terjadi jika ada komunikasi antara remaja dengan orang tuanya. Komunikasi di sini tidak berarti harus dilakukan secara formal, tetapi bisa saja dilakukan sambil makan bersama atau selagi berlibur sekeluarga.

Keluarga yang memberikan kehangatan serta ikatan emosi dalam kadar yang tidak berlebihan dan senantiasa memberikan dukungan positif, cenderung membantu remaja mengembangkan ikatan lain di luar keluarga secara lebih baik. Ia mampu menentukan kapan ia harus mengikuti teman sebaya dan kapan harus menolak ajakan dari teman-temannya. Selain itu, ia juga tidak merasa perlu untuk sangat ‘tergantung’ pada teman sebayanya agar keberadaan dirinya diakui. Remaja seperti ini biasanya cenderung akan terbebas dari pengaruh negatif.

Gaya hidup yang ditawarkan oleh media modern (cetak, elektronik, internet) sebenarnya adalah ajakan bagi khalayaknya untuk memasuki apa yang disebut budaya konsumer. Oleh Lury (1998), budaya konsumer diartikan sebagai ‘bentuk budaya materi’, yakni budaya pemanfaatan benda-benda, terutama pendukung penampilan.

Budaya konsumer dicirikan dengan peningkatan gaya hidup (lifestyle). Justru, menurut Lury, proses pembentukan gaya hidup merupakan hal terbaik yang mendefinisikan budaya konsumer. Dalam budaya konsumer kontemporer, istilah itu bermakna individualitas, pernyataan diri dan kesadaran diri. Dalam hal ini, tubuh, pakaian, aksesoris, pemanfaatan waktu senggang, pilihan makanan dan minuman, rumah, mobil, pilihan hiburan/liburan, dan lain-lain menjadi indikator cita rasa individualitas dan gaya hidup seseorang.

(8)

menawarkan merk-merk dari luar. Namun, sebagian menyatakan, mereka tetap lebih memilih pakaian muslim dan muslimah.

Perkembangan media dan teknologi informasi memudahkan masuknya pengaruh gaya hidup global ke desa melalui media yang mereka lihat, baca dan dengar sehingga mempengaruhi gaya hidup remaja desa saat ini. Yang akhirnya mereka tiru dan ikuti sebagai usaha untuk mengaktualisasikan identitas dirinya seperti yang ada di media tersebut.

Mereka yang gemar mengikuti trend berpakaian ala Barat yang mereka ikuti dari tokoh idolanya di televisi dan majalah remaja biasanya juga suka mengganti-ganti model rambutnya sesuai dengan model rambut tokoh idolanya tersebut seperti di Shagy, Rebonding, warna.

Alasan mengganti-ganti mode rambut, bagi mereka yang senang mengikuti trend, biasanya karena mengikuti model rambut yang sedang trend ala Barat, terpengaruh tokoh idola di media, atau ikut-ikutan teman. Tidak banyak yang melakukannya atas pilihan atau kemauan sendiri. Hal tersebut dilakukan agar di terima dalam pergaulan.

Mereka yang mengikuti trend ala Barat biasanya menyukai aksesoris yang sedang trend dipakai artis-artis luar negeri, aksesoris yang sering dipakai oleh teman-teman di lingkungannya, atau aksesoris yang dilihat dari media televisi dan majalah yang biasa suka dipakai oleh selebritis.

Sebagian remaja Desa Sukaraya juga ada yang tetap memilih memakai pakaian muslim dan muslimah yang mereka ikuti karena perintah agama dan dorongan orang tua.

Informan di Desa Sukaraya juga terdapat kelompok remaja yang berada di antara kelompok remaja yang campuran mengikuti budaya Barat dan Islami. Misalnya Remaja yang selalu mengikuti trend gaya hidup atau pergaulan remaja saat ini, tetapi kelompok remaja tersebut juga mengenakan jilbab yang sekarang biasa disebut jilbab trendy. Kelompok remaja tersebut juga biasanya mengenakan busana yang sedang trend seperti celana Jeans dan baju ketat.

Seluruh informan menyatakan bahwa mereka mengetahui barang-barang konsumsi gaya hidup dari media massa, teman, atau iklan konsumsi gaya hidup. Tidak ada yang mengaku mengetahuinya dari keluarga. Konsumsi gaya hidup tersebut tidak terlepas dari peran

kapitalisme sebagai produsen ideologi yang menciptakan atau menjual citra dan image remaja masa kini yang ideal dalam kehidupan remaja. Kapitalisme tersebut menciptakan inovasi gaya terbaru setiap harinya untuk mencari keuntungan. Sedangkan remaja dipaksa untuk mengkonsumsi barang-barang gaya hidup tersebut.

Media informasi menciptakan citra diri sebagai bagian kehidupan remaja ideal yang umumnya menginformasikan berbagai tata cara bergaul maupun perlengkapan hobi yang relevan bagi remaja. Sampai aksesoris yang cocok digunakan dalam berbagai kesempatan, merupa-kan informasi yang dianggap layak berita. Atau cerita para idola remaja yang mendominasi dunia hiburan yang gaya hidupnya sering mereka tiru.

Semua jenis media, baik itu televisi, film, musik, maupun majalah, berpengaruh besar terhadap gaya hidup remaja masa kini. Kebanyakan media menginformasikan tentang gaya hidup remaja kota, yang meniru gaya hidup modern ala Barat. Maka, tidaklah mengherankan jika remaja digiring menuju pergeseran gaya hidup. Remaja dicitrakan di media dari masa ke masa, kemudian citra itu merambah ke dalam kehidupan sehari-hari.

Namun sebenarnya, media tidaklah sedemikian buruk pengaruhnya bagi remaja. Hal ini menjadi malah menjadi tantangan bagi remaja untuk memilah-milah atau selektif terhadap pesan yang disampaikan oleh media. Karena, tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaan media mutlak diperlukan, misalnya untuk memungkinkan mengetahui beragam informasi, berita, penemuan, dan hal-hal baru. Atau bisa disimpulkan bahwa sebenarnya hadirnya media berpengaruh positif dan juga negatif.

Keberadaan media memang tidak mungkin dilepaskan dari kepentingan pasar. Dengan demikian, kalau remaja tidak mampu bersikap selektif terhadap pesan media, maka akan menjadi korban media. Tidak salah memang ketika remaja membeli sebuah produk atau aksesoris gaya hidup berdasarkan informasi dari media. Namun, yang perlu diingat, sebelumnya harus mempertimbangkan seberapa perlu produk yang dibeli itu. Apakah memang membutuhkan produk itu ataukah hanya karena terpengaruh oleh iming-iming media.

(9)

mengikuti perkembangan zaman dibanding yang lain. Ada juga yang menyatakan bahwa mereka menyukai pakaian yang mengikuti trend dari Barat yang dilihat melalui media dan iklan. Namun, ada juga remaja Desa Sukaraya sebagian menyatakan, mereka tetap lebih memilih pakaian muslim dan muslimah. Informan yang menyukai trend pakaian yang modis dan trendy yang mengikuti trend dari barat maupun yang menyukai pakaian muslim sama-sama terpengaruh oleh media yang mereka lihat, baca, dan dengar dalam kehidupan sehari-hari. Media tersebut menggambar-kan sosok remaja ideal yang mengikuti perkembangan zaman melalui yang dipakai oleh selebritis idolanya sehingga para remaja tersebut terpengaruh untuk mengikuti tokoh idolanya tersebut.

Gaya berpakaian tersebut disukai karena terpengaruh oleh teman, mengikuti trend yang ada di media supaya dibilang anak gaul, serta alasan kenyamanan dalam berpakaian. Khusus untuk yang memilih untuk memakai busana muslim atau muslimah, mereka mengaku bahwa hal tersebut dilakukan demi mengikuti perintah agama/orang tua. Sedikit sekali informan yang mengaku gaya berpakaian mereka sudah menjadi selera sendiri.

Dalam mengkonsumsi pakaian dan aksesoris, informan tidak terlalu memperhatikan atau fanatik terhadap menyukai merk-merk tertentu yang ada di media iklan. Alasannya karena kemampuan keuangan mereka masih terbatas. Paling-paling informan hanya mampu membeli barang bermerk terkenal sesekali saja. Itu pun harus menabung cukup lama dan biasanya dilakukan hanya untuk menunjukkan identitas atau gengsi belaka. Jika orang tua melarang membeli barang-barang tertentu, informan biasanya tak membantah. Mereka lebih memilih untuk berusaha mengumpulkan uang agar bisa membeli barang tersebut tanpa sepengetahuan orang tua.

Sebagian informan mengaku bahwa dengan mengkonsumsi pakaian dan aksesoris merk-merk yang mahal seperti Nike, Reebok, Rip Curl dan Skaters yang mereka lihat di media akan meningkatkan gengsi dan image dalam pergaulan.

Barang tidak lagi hanya dikonsumsi karena kebutuhan, melainkan sudah bergeser menjadi sekedar mengikuti trend gaya hidup, menunjukkan image tertentu, ataupun hanya untuk kesenangan pribadi. Uang untuk membeli barang-barang tersebut biasanya diperoleh

dengan meminta langsung dari orang tua. Namun, jika ini tidak memungkinkan, informan biasanya menabung uang sakunya atau mencari pekerjaan sambilan.

Dalam hal ini, konsumsi dapat dilihat sebagai pembentuk identitas. Barang-barang simbolis dapat juga dipandang sebagai sumber dengan mana orang mengkonstruksi identitas dan hubungan-hubungan dengan orang lain yang menempati dunia simbolis yang sama.

Lebih lanjut lagi, konsumsi terhadap suatu barang, menurut Weber (1922), merupakan gambaran gaya hidup tertentu dari kelompok status tertentu. Konsumsi terhadap barang merupakan landasan bagi penjenjangan dari kelompok status. Dengan mengkonsumsi gaya atau simbol-simbol tertentu mereka merasa sudah menjadi kelompok anak muda metropolitan yang modern.

Memang, saat ini, konsumsi dipandang dalam sosiologi bukan lagi hanya sebagai sekadar pemenuhan yang bersifat fisik dan biologis manusia, tetapi berkait kepada aspek-aspek sosial budaya. Konsumsi berhubungan dengan masalah selera, identitas, atau gaya hidup. Selera itu sendiri adalah sesuatu yang dapat berubah, difokuskan pada kualitas simbolik dari barang, dan tergantung pada persepsi tentang selera dari orang lain.

Sebagian informan menyatakan bahwa uang saku yang diperoleh dari orang tua digunakan untuk konsumsi gaya hidup seperti pakaian atau aksesoris yang sedang trend di media. Ada juga yang suka hura-hura, jalan-jalan ke mal, nonton. Tapi, masih ada juga informan yang mengaku menggunakan uang sakunya untuk membeli keperluan sekolah dan ditabung.

Seluruh informan menyatakan bahwa mereka mengetahui barang-barang konsumsi gaya hidup dari media baik itu media televisi atau majalah , teman, atau iklan konsumsi gaya hidup. Tidak ada yang mengaku mengetahuinya dari keluarga. Tidak ada salahnya memang untuk tampil menarik seperti yang banyak diiklankan di media, dengan sebagian produk yang ditawarkan untuk membantu mewujudkan impian itu. Juga merupakan sesuatu yang wajar untuk pergi berbelanja membeli barang-barang kesukaan. Namun, yang perlu diingat, jangan memaksakan diri.

(10)

perbelanjaan di berbagai penjuru kota. Sedangkan dari sisi budaya, media massa setiap hari masuk ke rumah-rumah dengan tayangan yang penuh budaya asing.

Gaya hidup berikut simbol-simbolnya saat ini tengah mengguncang struktur kesadaran manusia. Masyarakat cenderung terserap dalam keperkasaan kebudayaan pop yang kian hegemonik dengan segala atributnya. Gaya hidup telah menjadi komoditas dan dalam menapaki kehidupannya kebanyakan orang tampak lebih mementingkan ‘kulit’ ketimbang ‘isi’.

Bagi informan yang mengenakan pakaian muslim atau muslimah, mengaku melakukannya dengan kesadaran sendiri menuruti perintah agama. Selain itu juga karena nasihat orang tua, lingkungan pergaulan, trend pakaian muslim dan muslimah yang Anda lihat pada televisi, maupun terinspirasi dari film-film religi saat ini.

Panutan selera dalam berpenampilan adalah teman sebaya, trend di media, dan selera sendiri. Selain itu, nilai-nilai agama dan lingkungan tempat tinggal juga berpengaruh. Selera berpakaian yang mengikuti budaya Barat misalnya remaja pria menyukai pakaian Skaters, Hiphop, dan aksesoris blink-blink yang sedang trend seperti gelang, kalung, dan tindik di wajahnya. Serta merk-merk barang dari luar seperti Nike, Reebok, Adidas untuk pakaian olahraga.

Penyanyi dan pemain film yang mereka lihat di televisi dan majalah juga banyak dijadikan panutan selera dalam berpakaian. Begitu juga halnya dengan tokoh-tokoh agama atau pemain film yang menggunakan busana muslim/muslimah. Di samping itu, selera pribadi masih turut berperan, walau kebanyakan memang mengikuti trend.

Musik pop adalah jenis musik yang paling banyak disukai oleh informan. Meskipun demikian, ada juga yang mengaku menyukai musik rock, dangdut, atau rohani. Tetapi sebagian besar informan menyukai jenis musik dan lagu-lagu pop dan ada juga yang menganggap musik dangdut sebagai musik pinggiran atau kampungan.

Sebagian besar informan lebih menyukai musik dalam negeri. Alasannya, liriknya mudah dimengerti dan dekat dengan keseharian mereka. Tapi ada juga informan yang suka musik luar negeri. Seperti boy band dari luar atau juga penyanyi solo dari luar maupun band-band luar

negeri. Mereka menyukai lagu-lagu dari Barat karena liriknya yang mengena di hati mereka.

Informan mengaku masih mengenal lagu dan kesenian daerah. Namun, kebanyakan mereka tidak menyukainya karena tidak mengerti dan dianggap membosankan. Informan saat ini lebih menyukai lagu-lagu yang sedang populer yang dibawakan oleh penyanyi favoritnya saat ini.

Informan kunci umumnya berpendapat bahwa selera musik remaja saat ini bagus dan masih bisa ditolerir. Alasannya karena musik-musik yang sedang popular saat ini liriknya cukup santun dan penampilan artisnya dalam video klip pun tidak terlalu seronok.

Remaja di Desa Sukaraya juga suka mengikuti gaya penyanyi favoritnya dalam bergaya. Seperti gaya artis favorit mereka yang mengenakan pakaian seperti tanktop, rok mini, celana hiphop yang besar di bawah pinggang.

Sedangkan lagu atau kesenian daerah tetap diminati oleh sebagian remaja Desa Sukaraya. Setidaknya demikian menurut pengakuan informan kunci. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa lagu dan kesenian daerah sudah tidak diminati lagi oleh remaja.

Seperti halnya penyanyi favorit, remaja Desa Sukaraya juga sering mengikuti gaya pemain film atau sinetron favoritnya. Menanggapi hal ini, ada informan yang melarang dengan tegas anaknya untuk turut serta. Ada juga yang membiarkan saja sepanjang tidak terlalu berlebihan. Penyebab remaja mengikuti gaya tersebut bisa jadi sekedar ikut teman, ingin terlihat seperti artis, mengikuti trend atau pilihan sendiri.

Informan mengetahui tentang lagu-lagu dan film yang disukai dari media (seperti televisi, majalah remaja masa kini, radio), teman-teman di lingkungannya. Ketika ditanyakan penyanyi atau band dalam negeri yang menjadi favoritnya, jawaban informan, antara lain, Peterpan, Dewa, Radja, Ungu, Samsons, Padi, Nidji, Slank, Ratu, Ari Lasso, Agnes Monica, Rossa, Krisdayanti, Audy, dan sebagainya. Sedangkan untuk penyanyi atau band luar negeri, yang banyak disukai, adalah Maroon 5, RHCP, Craig David, Britney Spears, Shahrukh Khan, Siti Nurhaliza dan lain-lain. Informan mengaku suka mengikuti gaya dari penyanyi atau band favorit mereka tersebut.

(11)

yang menyukai film bernuansa religi. Film horor tampaknya tidak disukai oleh informan.

Untuk pemain film dalam negeri, informan menyukai Dian Sastrowardoyo, Nirina Zubir, Luna Maya, Marcella Zalianty, Samuel Rizal, Irwansyah, dan lainnya. Sedangkan pemain film luar negeri yang disukai, antara lain, Tom Cruise, Matt Damon, Ben Affleck, Daniel Radcliffe, Orlando Bloom, Nicole Kidman, Halle Berry, Penelope Cruz, dan lainnya.

Tapi umumnya informan lebih menyukai film dalam negeri karena dialognya dapat dimengerti dan gaya para pemainnya pun tak jauh beda dengan remaja kebanyakan. Informan mengaku suka mengikuti gaya dari pemain film favorit mereka tersebut.

Secara psikososial, kehidupan remaja adalah kehidupan mencari idola. Mereka mendambakan sosok orang yang dapat dijadikan panutan. Namun justru karena identifikasi diri dan kegemaran mengikuti gaya artis idola inilah jika remaja bertanya pada diri mereka sendiri: "Who am I?" maka pertanyaan itu tidak pernah akan terjawab dengan pasti. Yang ada dalam pikiran hanyalah "I wanna be like him" atau "I don't know who I am". Lantaran itu remaja mencari model yang diidolakan mereka. Semakin mereka mengadaptasikan diri mereka pada idola mereka, mereka akan semakin kehilangan identitas diri dan menjadi tidak asli lagi. Sehingga ketika mereka berkata "It's my life", padahal hati mereka tetap berdilema "Is it my life?".

Interaksi remaja Desa Sukaraya dengan masyarakat kota khususnya Kota Medan. Sekedar pergi ke kota untuk sekolah, berekreasi maupun belanja saat ini sudah tidak jadi hambatan, karena transportasi yang sudah lancar. Angkutan umum maupun kendaraan beroda dua yang biasa disebut RBT atau ojek sudah semakin banyak, serta jalan untuk pergi ke Medan pun sudah bagus. Hal ini memudahkan remaja Desa Sukaraya untuk berinteraksi dengan kota.

Interaksi remaja desa saat ini dengan kota membawa perubahan terhadap gaya hidup mereka yakni, gaya penampilan, pergaulan sehari-hari, pergaulan dengan lawan jenis dan cara mereka mengisi waktu luang dengan berkumpul bareng bersama teman-temannya, jalan-jalan ke mal, atau pergi nonton, serta mengadakan pesta ulang tahun dan Valentine.

Interaksi mereka dengan kota tidak hanya membawa perubahan dengan cara berpikir mereka yang semakin modern, tetapi juga

terhadap perubahan gaya hidup mereka yang tadinya dipengaruhi oleh nilai agama dan budaya setempat. Sekarang mengikuti gaya hidup remaja kota. Menyebabkan semakin memudarnya identitas remaja desa tersebut. Dalam hal ini membawa perubahan gaya hidup, pergaulan sehari-hari dengan teman dan pergaulan dengan lawan jenis yang mereka lihat hasil interaksi mereka dengan kota.

Sebagian besar informan merasa adalah hal wajar bagi sepasang remaja berlawanan jenis berjalan sambil berpegangan tangan, apalagi bila mereka telah resmi berpacaran. Tapi ada juga informan yang menganggap hal tersebut tidak pantas dilakukan.

Orang tua tidak terlalu membatasi pergaulan informan dengan teman berlawanan jenis. Paling-paling mereka hanya mengingatkan agar informan bisa mengendalikan diri dan menjaga kehormatan.

Pada masa remaja, ketertarikan terhadap lawan jenis mulai muncul dan berkembang. Rasa ketertarikan tersebut kemudian dinyatakan melalui berbagai bentuk, misalnya, berpacaran di antara mereka. Berpacaran merupakan upaya untuk mencari seorang teman dekat dan di dalamnya terdapat hubungan mengkomunikasikan diri kepada pasangan, membangun kedekatan emosional, serta proses pendewasaan kepribadian.

Sebagian besar informan remaja Desa Sukaraya mengaku bahwa cara mereka bergaul dengan teman berlawanan jenis biasa saja, akrab tapi tetap menjaga jarak. Alasannya karena mereka takut orang akan berpandangan negatif. Sedangkan bagi mereka yang sudah mempunyai pacar, khawatir pacarnya merasa cemburu bila bergaul terlalu dekat dengan lawan jenis.

Bagi informan yang mengenakan busana muslim/muslimah dalam keseharian mereka, mengaku lebih membatasi diri dalam pergaulan dengan lawan jenis. Mereka takut bila terlalu dekat, bisa menimbulkan fitnah.

(12)

Kedewasaan dalam berpacaran bisa dilihat dari kesiapan untuk bertanggung jawab. Ini dapat terwujud lewat kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap berbagai tuntutan peran, membagi waktu, perhatian, dan tanggung jawab. Menghadapi permasalahan sekaligus menjalin keintiman, namun tetap mampu mengendalikan diri sehingga senantiasa memenuhi nilai-nilai yang dianut saat berhubungan dengan lawan jenis.

Tanpa adanya pengendalian diri, maka akan sangat mudah terhanyut untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dengan nilai dan norma. Contohnya saja, pergaulan bebas dan hubungan seks pranikah. Apalagi bila orang tua tidak terlalu membatasi pergaulan informan dengan teman berlawanan jenis. Yang terpenting memang adalah bahwa remaja harus mampu mengendalikan diri dan menjaga kehormatan.

Informan remaja Desa Sukaraya bersama kawan-kawan sebayanya mengaku sering memperingati acara ulang tahun. Biasanya ini dilakukan dengan makan bersama atau melakukan kegiatan lain bersama. Tapi di luar peringatan ulang tahun, seluruh informan mengaku tak pernah mengadakan pesta.

Mengenai tradisi hari Valentine atau hari kasih sayang, sebagian informan mengaku sering merayakannya bersama pacar, hanya sekedar untuk senang-senang saja. Sedangkan, informan lain mengaku tak pernah merayakannya karena Valentine dianggap sebagai tradisi asing yang bertentangan dengan nilai-nilai agama (Islam).

Informan mengaku mengisi waktu luang dengan sebisa mungkin melakukan hal-hal bermanfaat, seperti membaca buku, belajar kelompok, atau mengikuti pengajian. Tapi bersenang-senang melakukan hal bersifat menyenangkan sesekali juga dianggap perlu dilakukan, misalnya nonton film di bioskop, jalan-jalan ke mal, dan berkumpul bersama teman. Bila berkumpul dengan sesama teman, yang paling sering menjadi topik pembicaraan adalah mengenai gaya pakaian terbaru atau koleksi aksesoris terkini.

Berkumpul bersama teman sebaya memang tidak lepas dari kehidupan remaja saat ini. Secara psikologis, remaja mempunyai kebutuhan untuk bersama-sama dengan teman sebaya. Di samping itu, remaja perlu mengekspresikan diri dalam rangka mencari identitas diri.

Kumpul dengan teman sebaya tidak cukup hanya pada saat belajar di sekolah, tetapi perlu suasana khusus yang lebih bebas. Suasana yang bebas, santai dan tanpa tekanan ini dapat remaja temukan pada waktu berkumpul bersama teman. Remaja melakukan kegiatan itu tentu ada alasan atau motivasinya.

Alasan mereka biasanya adalah untuk menghilangkan kebosanan atau kejenuhan setelah belajar di sekolah, ingin dianggap remaja gaul dan tidak mau disebut remaja kuper (kurang pergaulan). Dengan berkumpul bersama teman bisa menjalin silaturahmi, mempererat persahabatan, dan memperluas pergaulan di antara remaja, baik dengan satu kelas (sekolah) maupun dengan yang berlainan sekolah. Demikianlah yang terungkap dari informan remaja Desa Sukaraya.

Penerimaan teman sebaya atau teman se-geng memang sangat penting bagi remaja. Pasti tidak nyaman rasanya bila remaja tidak satu selera dengan teman sebayanya. Apalagi jika sampai beda gaya atau cara bicara. Oleh sebab itu, remaja cenderung berupaya agar diterima oleh teman-teman sebayanya, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan mengikuti gaya hidup mereka. Maka perubahan gaya hidup bisa dikategorikan sebagai society’s choice yang dilakukan atas dasar keinginan untuk diterima kelompoknya.

Interaksi remaja Desa Sukaraya dengan kota membawa perubahan pada gaya hidup mereka sehari-hari, karena kota adalah tempat yang memungkinkan seseorang mendapatkan perluasan atau penambahan berbagai macam pengalaman dan pengetahuan baru. Ini terkait dengan realitas bahwa kota memiliki keaneka-ragaman budaya yang dapat ditiru oleh orang desa.

(13)

kesenian daerah sendiri pun lambat laun berubah, begitu juga dengan pergaulan remaja pria dan remaja perempuan yang semakin bebas.

PENUTUP

1. Perubahan norma atau gaya hidup tidak bisa dihindari namun diharapkan peran serta tokoh masyarakat dan keluarga, mengarahkan remaja agar dapat memilih dan menyaring perubahan sehingga yang diserap adalah hal-hal yang positif.

2. Diharapkan remaja dapat memilah pengaruh yang berasal dari media massa. Sehingga tidak menjadi korban gaya hidup yang ditampilkan oleh media yang belum sesuai

dengan kondisi sosial ekonomi remaja pedesaan. Serta norma yang selama ini ada di pedesaan.

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Antariksa. 2005. Remaja, Gaya, Selera. (Online), (http://www.kunci.or.id/diakses 26 Juni 2006).

Budiman, Bayu. 2003. Remaja dan Permasalahannya. (Online), (http://www.dunia.web.id/remaja/ 0803.htm diakses 1 Juni 2006).

Damsar. 2002. Sosiologi Ekonomi. Jakarta, PT Raja Grafindo Persada.

Elizabeth, Hurlock (penerjemah Imam Bernadip). 1982. Filsafat Pendidikan: Tujuan Beberapa Aspek dan Proses Pendidikan. Yogyakarta, Studying.

Fatherstone, Mike (penerjemah Misbah Zulfa Elizabeth). 2005. Postmodernisme dan Budaya Konsumen. Yogyakarta, Pustaka Pelajar.

Ibrahim, Idi Subandy. 1997. Ecstasy Gaya Hidup, Kebudayaan Pop dalam Masyarakat Komoditas Indonesia. Bandung, Mizan.

Juliantara, Dadang. 2003. Pembaruan Desa: Bertumpu pada yang Terbawah. Yogyakarta, Lappera Pustaka Utama.

Lutvia, Lucky. 2001. Jurnal Seni Rupa dan Desain. Bandung, P3M.

Marshall, Gordon. 1998. Dictionary of Sociology. New York, Oxford University Press.

Nawawi, Hadari. 1995. Instrumen Penelitian Sosial. Yogyakarta, Gadjah Mada University Press.

Ndraha, Taliziduhu. 1986. Jurnal Pusat Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Kristen Petra. Jakarta, Penerbit UK Petra.

Purnomo, Mangku. 2004. Pembaruan Desa. Yogyakarta, Lapera Pustaka Utama.

Rasyid, Amin. 2005. Resistensi dalam Gaya Hidup. (Online), (http://www.kompas.com/diakses 3 Maret 2006).

Rini, Jacinta. 2004. Mencemaskan Penampilan. (Online), (http://www.e-psikologi.com/REMAJA/ 110604.htm diakses 25 Maret 2006).

Tambunan, Raymond. 2005. Konsumerisme dan Gaya Hidup Remaja, (Online), (http://www.e-psikologi.com/remaja, diakses 4 Maret 2006).

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan bentuk penelitian yang digunakan dan dianggap sesuai dengan penelitian ini adalah studi hubungan ( interrelationship

Sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “ANALISIS STRATEGI PENETAPAN HARGA JUAL DAN KUALITAS PRODUK TERHADAP MINAT BELI KONSUMEN MENURUT PERSPEKTIF

Dari paparan diatas, maka fokus utama pada penelitian ini adalah menggunakan SCOR model untuk melakukan pengukuran dan analisis kinerja supply chain dengan menggunakan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik jenis mesin, exhaust type, jenis bahan bakar, distribusi umur kendaraan, jarak tempuh kendaraan (VKT),

Setelah didapat data angket peneliti perlu menjawab rumusan masalah “Apakah ada pengaruh penerapan metode Index Card Match terhadap motivasi belajar matematika

Format Buku Ukuran Buku Text Area Besar 20 cm x 28 cm 21,5 cm x 15,5 cm Standar 16 cm x 23 cm 11,5 cm x 17,5 cm Kecil 14 cm x 21 cm 10 cm x 16 cm

Dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa pada variabel kinerja masing- masing item pernyataan sebagian besar dijawab setuju atau dapat diambil kesimpulan, bahwa