PERANAN WISATA PEMANCINGAN DALAM
PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN DELI SERDANG
PROPINSI SUMATERA UTARA
TESIS
Oleh
SYAHRIR HAKIM NASUTION
077003030/PWD
S
E K O L A H
P A
S C
A S A R JA
NA
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERANAN WISATA PEMANCINGAN DALAM
PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN DELI SERDANG
PROPINSI SUMATERA UTARA
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
SYAHRIR HAKIM NASUTION
077003030/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PERANAN WISATA PEMANCINGAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN DELI SERDANG PROPINSI SUMATERA UTARA Nama Mahasiswa : Syahrir Hakim Nasution
Nomor Pokok : 077003030
Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD)
Menyetujui, Komisi Pembimbing
(Prof. Bachtiar Hassan Miraza) Ketua
(Dr. Ir. Tavi Supriana, MS) (Wahyu Ario Pratomo, SE, MEc) Anggota Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
Telah diuji pada
Tanggal : 19 Mei 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Bachtiar Hassan Miraza
Anggota : 1. Dr. Ir. Tavi Supriana, MS
2. Wahyu Ario Pratomo, SE, MEc
ABSTRACT
The Gross Domestic Regional Product (GDRP) Deli Serdang District of North Sumatera Province is focused on agricultural sector as a leading sector. The availabity of land does not only improve the Gross Domestic Regional Product but also provide more opportunity of jobs. Similarly, the natural potensial of agriculture could not only play some role in creating the crops products, estate and forestry, but also the fishery product was very significant. The brackish water fishey in Deli Serdang Regency is not only as the main income of fisherman but also can be functioned as an object of fishing tourism. The subsector of fishery culture in swamp water of Deli Serdang District was found in four subdistricts covering subsdistricts of Pantai Labu, Percut Sei Tuan, Labuhan Deli and Hamparan Perak. Therefore, it was important to make the research on the extend to which the fishing tourism in Deli Serdang District of North Sumatera Province, to play the role for it’s development. Therefore, the contribution of fishing tourism could be know for community, vacancy and to find out the potential of subsdistrict as source of income for Regional Income.
The method of research used was descriptive and cross tabulation analysis. The data used consisted of primary data gained from the respondents; managers, fishers and community; and secondary data gained from some related instancies.
The result of research indicated that the fishing tourism contributed three advantageous
for community, including the chance of trade/market producing the income, the supply of electricity and road facility; to extend the vacancies. And then the potencies available in subdistricts should be developed as fishing tourism. The retribution of fishing pools as one of Regional Income resource could not be realized due to the lack of officials assertiveness in implementation of Perda No. 23/2003. It is recommended that management of fishing tourism needed to consider the local conditions, government, and managers should also consider the availibility of facilities and infrastructures and electrical facilities. The management of fishing tourism needed to consider the business expansion by utilizing the marginal land potential of agricultural sector. Marginal land potential of agricultural sector should be utilized by managers to develop the tourism activity of fishing; particularly in subdistrict of Hamparan Perak and Pantai Labu for it’s greater contribution to community. The availability of marginal land of agricultural sector was not merely supportive for fishing tourism development, but also it could utilized as public tourism object. The collection of fishing pool retribution conducted by the authorized officials must comply with Perda No.23/2003.
ABSTRAK
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara dalam perkembangannya bertumpu pada sektor pertanian sebagai leading sektor. Potensi lahan yang tersedia tidak hanya mampu meningkatkan pendapatan regional (PDRB) tetapi dapat memperluas kesempatan kerja. Begitupun kekayaan lahan pertanian tidak hanya mampu berperan menciptakan produk tanaman pangan, perkebunan dan kehutanan, akan tetapi produk perikanan sangat berarti. Budidaya perikanan air payau di Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara dalam perkembangannya terus menunjukkan peningkatan yang berarti, tidak hanya menyediakan ikan akan tetapi dapat berfungsi sebagai objek wisata pemancingan. Lahan sub sektor perikanan budidaya tambak air payau di Kabupaten Deli Serdang terdapat pada empat (4) kecamatan yang meliputi Kecamatan Pantai Labu, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kecamatan Labuhan Deli dan Kecamatan Hamparan Perak. Untuk itu perlu dilakukan penelitian sejauh mana peranan wisata pemancingan dalam pengembangan wilayah di Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara. Dengan demikian dapat diketahui keberadaan wisata pemancingan bermanfaat bagi masyarakat, perluasan kesempatan kerja, menemukan kecamatan uggul dan potensial sebagai salah satu sumber penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dan analisis tabulasi silang. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari responden pengusaha, pemancing dan masyarakat dan data sekunder diperoleh dari beberapa instansi terkait.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa wisata pemancingan memberi 3 (tiga) manfaat kepada masyarakat berupa peluang berdagang/berjualan yang menghasilkan pendapatan, ketersediaan fasilitas listrik, ketersediaan fasilitas jalan dan memperluas kesempatan kerja. Kemudian ditemukan keunggulan kecamatan yang akan dimanfaatkan untuk pengembangan wisata pemancingan. Retribusi kolam pancing sebagai salah satu sumber penerimaan Pendapatan Asli Daerah tidak dapat diperoleh disebabkan ketidak tegasan aparat melaksanakan Perda No. 23 Tahun 2003. Rekomendasi penelitian agar pengusaha wisata pemancingan perlu mempertimbangkan keberadaan masyarakat sekitar, pemerintah dan pengusaha perlu memperhatikan ketersediaan sarana dan prasarana jalan dan fasilitas listrik. Pengusaha wisata pemancingan perlu mempertimbangkan ekspansi usaha wisata pemancingan dengan memanfaatkan potensi lahan marginal sektor pertanian yang masih tersedia; terutama di Kecamatan Hamparan Perak dan Kecamatan Pantai Labu sehingga keberadaannya lebih bermanfaat bagi masyarakat. Ketersediaan lahan marginal sektor pertanian tidak semata bermanfaat untuk pengembangan usaha wisata pemancingan, tetapi dapat lebih luas lagi sebagai objek pariwisata secara umum. Pemungutan retribusi kolam pancing yang dilakukan oleh aparat terkait harus dilaksanakan dengan tegas sesuai dengan Perda No.23 Tahun 2003.
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR... iii
RIWAYAT HIDUP... vi
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR... xiii
DAFTAR LAMPIRAN... xiv
BAB I. PENDAHULUAN...1
1.1 Latar Belakang ...1
1.2 Rumusan Masalah...4
1.3 Tujuan Penelitian ...5
1.4 Manfaat Penelitian ...5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ...6
2.1 Pengertian Pariwisata...6
2.2 Pembangunan Pariwisata ...8
2.3 Sumber daya Ikan ...9
2.4 Wisata Pemancingan...10
2.5 Retribusi Daerah ...12
2.6 Pendapatan Asli Daerah...14
2.7 Pengembangan Wilayah...14
2.8 Penelitian Sebelumnya...18
BAB III. METODE PENELITIAN ...22
3.1 Lokasi Penelitian...22
3.2 Jenis dan Sumber Data...22
3.3 Populasi dan Sampel ...23
3.4 Teknik Pengumpulan Data...27
3.5 Metode Analisis Data...27
3.6 Definisi Operasional ...28
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...30
4.1. Deskripsi Wilayah Penelitian ...30
4.2. Perkembangan Sektor Ekonomi...32
4.3. Deskripsi Responden ...34
4.3.1. Deskripsi Responden Pengusaha Wisata Pemancingan...34
4.3.2. Deskripsi Responden Pemancing ...43
4.3.3. Deskripsi Responden Masyarakat ...53
4.4. Hasil Analisis dan Pembahasan ...54
4.4.1. Analisis Manfaat Lokasi Wisata Pemancingan terhadap Masyarakat ...54
4.4.2. Analisis Keunggulan Kecamatan bagi Pengembangan Wisata Pemancingan ...59
4.4.3. Analisis Pendapatan Asli Daerah ...63
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ...66
5.1. Kesimpulan ...66
5.2. Saran ...67
B A B I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kondisi makro ekonomi sebagai perwujudan pembangunan ekonomi nasional, dilakukan
oleh seluruh lapisan masyarakat pada berbagai sektor perekonomian. Untuk menunjang
keberhasilan pembangunan, partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan, sehingga pencapaian
kesejahteraan masyarakat secara umum dapat tercapai. Demikian pula terhadap pembangunan
regional, keikutsertaan masyarakat daerah sangat menentukan. Potensi sumber daya alam yang
tersedia di daerah sangat potensial untuk digali dan dimanfaatkan keberadaannya. Peranserta
yang diberikan masyarakat tidak semata untuk kepentingan pembangunan regional tetapi secara
langsung berpengaruh terhadap pembangunan nasional. Oleh karena itu, potensi sumber daya
alam yang tersedia dapat dimanfaatkan daerah bagi pengembangan daerah sekaligus
peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah itu sendiri.
Kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat pada berbagai sektor pada hakekatnya
merupakan upaya penciptaan produksi di samping sebagai upaya untuk memperoleh
pendapatan. Keadaan ini merupakan suatu proses yang berlangsung secara terus menerus dan
berkelanjutan disebut sebagai proses pembangunan ekonomi. Untuk mengetahui keberhasilan
pembangunan ekonomi yang telah dilakukan dapat diukur melalui pencapaian tingkat
kesejahteraan masyarakat atau dewasa ini berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Hal
ini berarti bahwa keberhasilan pembangunan ekonomi tidak semata bertumpu kepada tingkat
pendapatan per kapita tetapi masih banyak faktor lain seperti tingkat pendidikan, harapan hidup
perhatian yang serius bagaimana upaya pengendaliannya sehingga mampu memberi arti bagi
kehidupan manusia itu sendiri.
Tujuan utama pembangunan ekonomi pada prinsipnya dalam rangka peningkatan
kesejahteraan masyarakat secara umum yang berlangsung secara terus menerus dan
berkelanjutan, di samping tujuan lainnya. Untuk itu berbagai upaya perlu dilakukan guna
peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) mengingat Indonesia dianugerahkan kekayaan
sumber daya alam yang melimpah. Potensi sumber daya laut guna pengembangan kegiatan
usaha subsektor perikanan budidaya laut mempunyai peluang ganda; tidak hanya bermanfaat
untuk memproduksi ikan, tetapi dewasa ini lebih jauh berkembang dan dapat dimanfaatkan
sebagai objek wisata pemancingan. Begitupun objek wisata pemancingan mampu memperluas
kesempatan kerja dan lebih jauh berpotensi sebagai sumber penerimaan Pendapatan Asli Daerah
(PAD).
Sektor pariwisata dalam perkembangannya dewasa ini sangat berperan dalam
pengumpulan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, sehingga keberadaannya perlu perhatian
yang serius. Indonesia yang memiliki banyak pulau memiliki potensi sumber daya alam untuk
dikembangkan menjadi industri pariwisata. Dewasa ini berbagai bentuk industri pariwisata
muncul, tidak hanya menciptakan barang ataupun jasa tetapi mampu memberikan perluasan
kesempatan kerja yang menjanjikan. Keberadaan sumber daya laut dewasa ini berkembang tidak
hanya dimanfaatkan sebagai kegiatan budidaya tambak ikan, namun lebih luas lagi sebagai
usaha pariwisata pemancingan.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera
Utara dalam perkembangannya bertumpu pada sektor pertanian sebagai sektor utama (leading
(PDRB) tetapi dapat memperluas kesempatan kerja. Begitupun kekayaan lahan pertanian tidak
hanya mampu berperan menciptakan produk tanaman pangan, perkebunan dan kehutanan, akan
tetapi produk perikanan juga sangat berarti. Kegiatan budidaya perikanan air tawar dan air payau
di Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara dalam perkembangannya terus
menunjukkan peningkatan yang berarti. Kegiatan budidaya perikanan tidak hanya menyediakan
ikan yang dibutuhkan oleh masyarakat sekitar dan di luar untuk dikonsumsi, akan tetapi lahan
budidaya perikanan dapat berfungsi sebagai objek wisata yang digunakan oleh masyarakat untuk
memancing.
Lahan subsektor perikanan budidaya tambak air payau di Kabupaten Deli Serdang yang
digunakan dewasa ini diperkirakan mencapai luas areal 1.241,20 Ha (Deli Serdang Dalam
Angka, Tahun 2008) dan keberadaannya telah beralih fungsi sebagai lokasi wisata kolam
pancing. Lokasi wisata ini terdapat di empat kecamatan yang meliputi Kecamatan Pantai Labu,
Kecamatan Percut Sei Tuan, Kecamatan Labuhan Deli dan Kecamatan Hamparan Perak. Lahan
budidaya ikan air payau yang tersedia di keempat kecamatan ini tidak hanya untuk objek wisata
pemancingan, akan tetapi mampu menyediakan lapangan pekerjaan. Lebih jauh lagi bahwa
lokasi objek wisata pemancingan berpotensi menciptakan Pendapatan Asli Daerah sebagaimana
tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor : 23 Tahun 2003 Tentang
Retribusi Izin Usaha Rekreasi dan Hiburan Umum.
Dalam perkembangannya dewasa ini, kolam pancing ikan air payau ini terus
menunjukkan kemajuan yang pesat, ditandai dengan semakin meningkatnya jumlah pemancing
yang berduyun-duyun melakukan wisata pemancingan pada hari libur dan hari minggu
salah satu objek wisata dalam kerangka pengembangan wilayah di Kabupaten Deli Serdang
Propinsi Sumatera Utara.
1.2. Rumusan Masalah
Pengembangan wilayah tidak berarti semata bahwa di suatukawasan terdapat berbagai
perubahan sebagai suatu proses pembangunan, akan tetapi lebih jauh dapat bermakna lebih luas
bagi kepentingan masyarakat. Berkaitan dengan keterangan yang telah diungkapkan pada bagian
terdahulu diperoleh beberapa permasalahan untuk dikaji meliputi :
1. Apakah keberadaan wisata pemancingan bermanfaat bagi masyarakat lingkungan
sekitarnya, baik berupa peningkatan kegiatan ekonomi dan penyediaan fasilitas
infrastruktur serta memberikan kesempatan kerja?
2. Kecamatan apa yang paling unggul bagi pengembangan wisata pemancingan?
3. Apakah wisata pemancingan berpotensi sebagai salah satu sumber penerimaan
Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara?
1.3. Tujuan Penelitian
Bertumpu kepada perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian antara lain
mencakup :
dikembangkan dan berapa banyak tenaga kerja yang terserap pada wisata
pemancingan.
2. Menganalisis keunggulan kecamatan yang berpotensi bagi pengembangan wisata
pemancingan.
3. Menganalisis keberadaan lokasi pemancingan dalam pengembangannya sehingga
potensial sebagai salah satu sumber penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan melalui penelitian ini meliputi :
1. Memberi sumbangan pemikiran kepada para pengusaha wisata pemancingan dalam
rangka mendorong dan mengembangkan kegiatan usaha.
2. Memberikan masukan kepada pemerintah Kabupaten Deli Serdang untuk
menentukan kebijakan guna pengembangan kegiatan usaha wisata pemancingan.
3. Dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dan referensi bagi penelitian
B A B II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Pariwisata
Kegiatan yang dilakukan oleh individu atau sekelompok orang untuk bepergian dari suatu
tempat ke tempat lain dan menikmatinya merupakan Pariwisata. Apa saja yang dilakukan oleh
masyarakat ini tidak semata dari suatu negara ke negara lain, akan tetapi dalam
perkembangannya dewasa ini dapat dinyatakan dari suatu tempat atau lokasi ke tempat lain pada
satu negara atau bahkan satu daerah. Sebagai contoh Wisata Danau Toba yang berada di Propinsi
Sumatera Utara Kabupaten Tobasa dikunjungi dan dinikmati keindahan alamnya tidak hanya
oleh wisatawan mancanegara (wisman), tetapi dikunjungi pula oleh wisatawan nusantara (wisnu)
dan wisatawan lokal (wislok). Banyak contoh lain tentang pariwisata seperti wisata sejarah,
wisata bahari dan lainnya.
Kepariwisataan dalam perkembangannya sebagai disiplin ilmu tersendiri untuk pertama
kali diajarkan di Kota Dubrounik Yugoslavia pada tahun 1920 (Suwantoro, 2004). Kemudian
disiplin ilmu ini terus berkembang hingga dewasa ini. Kepariwisataan tidak semata kegiatan
bepergian dari suatu negara ke negara lain dan menikmatinya, tetapi lebih jauh terhadap objek
wisata yang dikunjungi dan untuk apa mengunjunginya. Pernyataan pariwisata ini dapat
bermakna sebagai perjalanan wisata yang dilakukan atas perubahan tempat tinggal sementara
disebabkan alasan menikmati dan memenuhi hasrat ingin mengetahui sesuatu. Kepuasan yang
didapat dengan menikmati wisata yang dilakukan tidak dapat diukur dengan seberapa besar
kepuasan yang telah dicapai, bahkan akan merasa sangat rugi besar dan kehilangan sesuatu
yang sangat luas tidak semata dikonsumsi sebagaimana layaknya barang tetapi lebih jauh
dinikmati dan memahami tentang sesuatu.
Beberapa pengertian pariwisata dalam perkembangannya antara lain sebagai berikut :
Tourism is the sum of the phenomena and relationships arising from the travel and stay of non
residents, in so far as they do not lead to permanent residence and are not connected with any
earning activity (www.subadra.wordpress.com). Kemudian Tourism is totally of relationship
and phenomena arising from the travel and stay of stranger, provided the stay does not imply the
establishment of permanent residence and is not connected with a rumenerated activity
(www.subadra.wordpress.com). Definisi lain menyebutkan pariwisata sebagai interrelated
system that includes tourists and associated services that are provided and utilized (facilities,
attractions, transportation, and accommodation) (Fennel, 1999). Pariwisata adalah suatu
perjalanan yang dilakukan sementara waktu yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat
lain untuk menikmati perjalanan tersebut guna bertamasya atau rekreasi, melihat dan
menyaksikan atraksi wisata di tempat lain atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam
yang mencakup keseluruhan fenomena alam maupun buatan manusia yang dapat dimanfaatkan
bagi kepentingan wisatawan dan kegiatan-kegiatan lain yang ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan wisatawan selama melakukan aktivitas perjalanan bukan untuk mencari nafkah
(Manajemen Usaha Pariwisata Indonesia, 1996). Berdasarkan definisi di atas maka diperoleh
bahwa pariwisata merupakan fenomena hubungan perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain
2.2. Pembangunan Pariwisata
Kontribusi sektor pariwisata sebagai salah sektor ekonomi terhadap Produk Domestik
Bruto (PDB) sangat berperan sehingga keberadaannya perlu untuk dikembangkan dengan baik
secara berencana dan terpadu. Dengan demikian keberadaan sektor pariwisata dapat sebagai
katalisator pembangunan sekaligus akan mempercepat proses pembangunan itu sendiri.
Yoeti (2008) mengatakan beberapa peran sektor pariwisata dalam pembangunan meliputi
:
1. Peningkatan perolehan devisa.
2. Memperluas dan mempercepat proses kesempatan berusaha.
3. Memperluas kesempatan kerja.
4. Mempercepat pemerataan pendapatan (distribution of income).
5. Meningkatkan penerimaan pajak negara/retribusi daerah.
6. Meningkatkan pendapatan nasional.
7. Memperkuat posisi neraca pembayaran.
8. Mendorong pertumbuhan pembangunan wilayah yang memiliki potensi alam yang
terbatas.
Peran memperluas kesempatan kerja, meningkatkan penerimaan retribusi dan mendorong
pertumbuhan pembangunan wilayah sebagai peran pariwisata adalah pernyataan yang menjadi
perhatian dalam kaitannya dengan pengembangan daerah. Hal ini memberikan makna yang luas
terhadap keberadaan sumber daya alam yang tersedia di daerah, tidak hanya mampu memperluas
kesempatan kerja tetapi meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah. Dengan demikian
menggali potensi sumber daya alam yang tersedia bagi pengembangan objek wisata akan berarti
Pariwisata sebagai suatu industri keberadaannya perlu untuk dikembangkan disebabkan
pariwisata mampu untuk meningkatkan kegiatan perekonomian sebagai akibat pembangunan
prasarana dan sarana demi pengembangan pariwisata sehingga merangsang aktivitas ekonomi
lainnya untuk tumbuh dan berkembang. It is an important factor of economic development, as it
motivates the development of several sectors on the national economy (Wahab, 1977). Lokasi
pariwisata akan mengakibatkan disediakannya transportasi dan bahkan penyediaan souvenir.
Secara perlahan-lahan industri pariwisata akan muncul dan kemudian diikuti oleh industri
lainnya sebagai pendukung. Begitu handalnya sektor pariwisata dalam suatu perekonomian dan
berbagai sumber daya alam yang tersedia dapat dikembang untuk memacu kemajuan sektor
pariwisata.
2.3. Sumber daya Ikan
Keberadaan ikan sebagai sumber daya adalah dalam kerangka pemenuhan kebutuhan
manusia untuk dikonsumsi dan berlangsung secara terus menerus sehingga keberadaan ikan
begitu pentingnya bagi manusia. Ikan mampu memberikan kontribusi terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB) sebagai produk subsektor perikanan, apakah perikanan laut, darat dan
bahkan budidaya. Pengelolaan ikan merupakan subsektor yang penting, yaitu sebagai sumber
pendapatan dan kesempatan kerja serta menarik perhatian dalam hal efisiensi dan distribusi
(Suparmoko, 2006). Hal ini bermakna bahwa ikan tidak semata untuk dikonsumsi, akan tetapi
lebih jauh dalam pengelolaannya menjadi sumber pendapatan dan kesempatan kerja.
Dalam perkembangannya dewasa ini, ikan dapat memberi kepuasan bagi manusia tidak
untuk dikonsumsi, selanjutnya dapat dipergunakan untuk diperlihatkan dan menarik perhatian
disebabkan ikan dapat memberi arti magis bagi manusia. Banyak lagi keberadaan ikan memberi
kepuasan tersendiri sehingga keberadaannya tidak hanya perlu dipertahankan, akan tetapi
bagaimana upaya yang perlu dilakukan untuk dilestarikan dan sebagainya. Di negara
berkembang seperti Indonesia, Malaysia, Filipina dan Peru, produksi dari perikanan selain biasa
digunakan untuk konsumsi pemenuhan kebutuhan protein hewani, juga merupakan sumber
penghasilan negara (devisa) berupa ekspor ( Fauzi, 1998). Keterangan ini mengungkapkan
bahwa ikan tidak hanya sebagai barang untuk dikonsumsi, tetapi dapat sebagai sumber
pendapatan, kesempatan kerja, devisa dan berbagai keperluan lainnya.
2.4. Wisata Pemancingan
Kegiatan memancing sekarang ini merupakan kegiatan yang sudah semakin marak
perkembangannya di Indonesia, tidak hanya dilakukan di laut, pinggiran sungai, empang/kolam,
lapak-lapak pemancingan dan lainnya. Keramaian memancing ini tidak lagi terbatas di kota-kota
besar saja, namun sampai jauh hampir ke seluruh pelosok negeri. Hampir di seluruh pelosok
negeri ini kegiatan memancing sudah merupakan sesuatu yang lumrah, umum dan tidak asing
bagi masyarakat. Pada mulanya memancing memang merupakan kegiatan yang membutuhkan
keseriusan dan bahkan merupakan mata pencaharian sementara orang (sebut nelayan
pemancing). Namun, seiring dengan perjalanan waktu dan tanpa meninggalkan fungsi awalnya,
kini memancing merupakan suatu altematif hobi bagi kebanyakan orang. Hal ini merupakan
suatu pergeseran peran yang cukup memukau bila dilihat dari sarana penunjang yang melengkapi
peran barunya. Dalam perkembangannya dewasa ini penyediaan lahan untuk pemancingan telah
Memancing adalah suatu hobi yang unik dan memiliki peminatnya sendiri, dan
memancing tidak membutuhkan keahlian khusus ataupun aktivitas fisik yang berlebihan.
Memancing merupakan kegiatan yang sifatnya umum dan mudah dilakukan dalam arti bahwa
memancing dipastikan dapat dilakukan oleh setiap orang baik tua muda, lelaki atau perempuan.
Sedangkan sifatnya yang umum karena pada prinsipnya kegiatan memancing dapat dilakukan
oleh setiap orang. Secara bebas setiap orang dapat memilih tempat dan jenis ikan yang akan
dipancing tergantung keinginannya. Tempat memancing bisa di perairan umum seperti sungai,
waduk, danau atau di laut ataupun tempat khusus berupa kolam pemancingan yang menyediakan
lapak-lapak (tempat berteduh untuk memancing) bagi pemancing. Jenis ikan pun sangat
beragam : ada jenis ikan air tawar, ikan air payau dan ada pula ikan air laut.
Perjalanan panjang wisata pemancingan yang terus berkembang menimbulkan
pertanyaan, apa sebenarnya pengertiannya. Memperhatikan keterangan yang telah diungkapkan
di atas maka wisata pemancingan dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh
individu maupun kelompok untuk mendapat atau memancing ikan sekaligus menikmatinya.
Kegiatan memancing tidak seperti yang dilakukan layaknya nelayan akan tetapi sekedar
menyalurkan hobi, dan merasa nikmat apabila pancing yang telah diberikan umpan dimakan oleh
ikan. Pelepasan pancing lengkap dengan umpan dilakukan secara terus menerus sampai pada
batasan waktu atau telah merasa puas menikmati pancing ditarik oleh ikan.
Tempat pemancingan ikan tentunya berada di suatu lokasi pedesaan yang memiliki
sumber daya lahan dan potensial digunakan untuk lokasi pemancingan. Apabila kegiatan wisata
pemancingan ini keberadaanya terus dikembangkan, tidak hanya pemancing yang mendapatkan
keuntungan berupa kenikmatan yang tidak dapat diukur. Pihak pengusaha yang menyediakan
melakukan pemungutan retribusi berarti akan mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
(PAD).
2.5. Retribusi Daerah
Retribusi adalah pungutan sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu dan
khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah (Suandy, 2002). Pengertian ini
mengandung makna diantara prestasi yang diberikan oleh pemerintah dan kemudian masyarakat
membayar prestasi dimaksud (kontra prestasi). Selanjutnya, Suandy (2006) membagi objek
retribusi daerah menjadi : jasa umum, jasa usaha dan perizinan tertentu. Masing-masing retribusi
pada hakekatnya memiliki beberapa kriteria, apakah jasa umum, jasa usaha dan retribusi
perizinan tertentu.
Kriteria retribusi jasa umum meliputi :
1. Retribusi jasa umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa usaha atau
retribusi perizinan tertentu;
2. Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi;
3. Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang diharuskan
membayar retribusi, disamping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum;
4. Jasa tersebut layak untuk dikenakan retribusi;
5. Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai
penyelenggaraannya;
6. Retribusi dapat dipungut secara efektif dan efisien, serta merupakan salah satu
7. Pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat dan
kualitas pelayanan yang lebih baik.
Sedangkan retribusi jasa usaha terdiri dari :
1. Retribusi jasa usaha bersifat bukan pajak dan bersifat retribusi jasa umum atau
retribusi perizinan tertentu;
2. Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang seyogiyanya
disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadai atau terdapatnya harta yang
dimiliki/dikuasai daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh Pemerintah
Daerah.
Selanjutnya, retribusi perizinan tertentu mencakup kriteria :
1. Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada
daerah dalam rangka asas desentralisasi;
2. Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum;
3. Biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dan biaya
untuk menanggulangi dampak negatif dari pemberian izin tersebut cukup benar
sehingga layak dibiayai dari retribusi perizinan.
2.6. Pendapatan Asli Daerah
Pembangunan daerah dalam pelaksanaannya menggunakan dana yang berasal dari
pemerintah pusat dan pemerintah daerah itu sendiri yang tercermin pada Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD). Kemampuan daerah untuk mencari dana atas kemampuan sendiri
terungkap pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari Pajak, Retribusi, Penerimaan
dapat diartikan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh
pemerintah daerah sebagai kemampuan daerah untuk pengelolaan sendiri.
2.7. Pengembangan Wilayah
Hartshorne dan Hanafiah (1992), memformulasikan pengertian wilayah sebagai “Suatu
area dengan lokasi spesifik dan dalam beberapa aspek tertentu berbeda dengan area lain”. Unit
area ini adalah merupakan objek yang konkrit dengan karakteristik yang unik. Struktur wilayah
akan mempunyai watak dari pada ”mozaik” dari tiap-tiap bagian yang mempunyai kesamaan.
Wilayah (region) merupakan suatu unit geografi yang membentuk suatu unit kesatuan.
Pengertian unit geografi adalah ruang, sehingga bukan merupakan aspek fisik tanah saja, tetapi
lebih dari itu meliputi aspek lain seperti biologi, ekonomi, sosial dan budaya (Wibowo, 2004).
Sedangkan menurut Hadjisaroso (1994), pengembangan wilayah merupakan suatu tindakan
mengembangkan wilayah atau membangun daerah atau kawasan dalam rangka usaha
memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyarakat. Selanjutnya Miraza (2005) menyebutkan
pengembangan wilayah adalah pemanfaatan potensi wilayah, baik potensi alam maupun potensi
buatan harus dilaksanakan secara fully dan efficiency agar potensi dimaksud benar-benar
berdampak pada kesejahteraan masyarakat secara maksimal.
Sasaran pengembangan wilayah harus diterjemahkan dari tujuan pembangunan nasional.
Tujuan pembangunan daerah harus konsisten dengan tujuan pembangunan nasional yang
umumnya terdiri atas :
a. Mencapai pertumbuhan pendapatan per kapita yang cepat.
b. Menyediakan kesempatan kerja yang cukup.
d. Mengurangi perbedaan antara tingkat pendapatan, kemakmuran, pembangunan serta
kemampuan antar daerah.
e. Membangun struktur perekonomian agar tidak berat sebelah (Hadjisaroso, 1994).
Pemerintah melakukan berbagai program pembangunan untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat, dimana pembangunan tersebut berlandaskan pada pengertian sebagai pembangunan
manusia yang seutuhnya dan pembangunan seluruh elemen masyarakat Indonesia. Selanjutnya
Suryana (2000) mengatakan bahwa pembangunan diartikan sebagai suatu proses multi
dimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental
yang sudah terbiasa dan lembaga-lembaga nasional termasuk pula percepatan/akselerasi
pertumbuhan ekonomi, pengurangan dan pemberantasan kemiskinan. Oleh sebab itu pengertian
pembangunan harus dilihat secara dinamis bukan sebagai konsep statis, dimana pembangunan
adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha tanpa akhir.
Dilihat dari aspek-aspek ekonomi, Sukirno (2001) menjelaskan pengembangan wilayah
dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan masyarakat meningkat
dalam jangka waktu yang panjang. Dari pengertian tersebut dapat terlihat pembangunan ekonomi
mempunyai sifat antara lain :
a. sebagai proses, berarti merupakan perubahan yang terjadi terus menerus
b. usaha untuk menaikkan tingkat pendapatan masyarakat, dan
c. kenaikan pendapatan tersebut terus berlangsung dalam jangka waktu panjang
Adapun sasaran pembangunan menurut Todaro (2000) adalah :
a. meningkatkan persediaan dan memperluas pembagian atau pemerataan bahan-bahan
pokok yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup seperti makan, perumahan dan
b. meningkatkan taraf hidup termasuk di dalamnya meningkatkan penghasilan,
penyediaan lapangan kerja yang memadai, pendidikan yang lebih baik dan perhatian
yang lebih besar terhadap nilai budaya yang manusiawi
c. memperluas jangkauan pilihan ekonomi dan sosial bagi semua individual dan
nasional dengan cara : merdeka dari sikap-sikap budak dan ketergantungan juga tidak
hanya hubungan dengan orang lain dan negara lain tetapi juga merdeka dari sumber
kebodohan dan penderitaan
Berdasarkan definisi yang dikemukakan dapat terlihat bahwa pembangunan ekonomi
adalah merupakan suatu proses, dimana dengan proses itu akan terlihat adanya perubahan yang
besar dalam struktur sosial, sikap mental yang telah terbiasa, pertumbuhan ekonomi serta
pemberantasan kemiskinan dan pengangguran, pemberantasan ketimpangan dalam pendapatan
per kapita melalui perluasan kesempatan kerja yang memadai, pendidikan dan juga dengan cara
membebaskan masyarakat dari sikap ketergantungan terhadap orang lain, serta mengangkat
kesadaran akan harga diri.
Mengurangi kesenjangan wilayah (regional imbalances) adalah salah satu tema pokok
dalam pembangunan wilayah (regional development). Masalah pokok yang dihadapi sekarang
adalah bukan ada atau tidak ada kesenjangan wilayah, namun bagaimana pembangunan wilayah
dapat dikonsepsikan dalam perspektif jangka panjang. Dalam konteks perkembangan sosial
ekonomi dunia dewasa ini, maka arah yang dituju dalam pembangunan wilayah dalam jangka
waktu panjang adalah wilayah harus mandiri dan cukup memiliki daya saing sehingga mampu
berintegrasi ke dalam sistem perekonomian nasional maupun global. Salah satu upaya yang
sangat strategis adalah memobilisasi seluruh kelembagaan pembangunan di wilayah serta
tujuan menciptakan kemampuan dan kemandirian ekonomi wilayah (lokal). Unsur-unsur
strategis dalam networking untuk pembangunan ekonomi wilayah meliputi perguruan tinggi
setempat, asosiasi industri, lembaga penelitian, pengusaha menengah dan kecil, lembaga
keuangan dan perbankan serta tentu saja pemerintah daerah sendiri. Kegiatan riset terapan dalam
teknologi untuk meningkatkan kualitas industri dan produk jasa unggulan, serta hasilnya harus
terbuka lagi para pengusaha lokal (Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah
Direktorat Jenderal Penataan Ruang dan Pengembangan Wilayah, 2002).
2.8. Penelitian Sebelumnya
Penelitian Strategi Pengembangan Pariwisata Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi
Kasus Sub Dinas Pariwisata Kabupaten Purworejo) yang dilakukan oleh Santoso (2004)
mengungkapkan keberadaan sektor pariwisata di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah dalam
kerangka pelaksanaan otonomi daerah secara luas dan konsekuen sesuai dengan jiwa dan
semangat Undang-Undang No. 22 Tahun 1999. Untuk itu dibutuhkan kesiapan birokrasi
pemerintah daerah baik dari segi struktural, proses maupun sumber daya manusianya.
Pengerahan dan pemanfaatan potensi dan sumber daya yang dimiliki daerah menjadi mutlak
diperlukan.
Sektor pariwisata sebagai salah satu sektor strategis bagi pengembangan wilayah di
Kabupaten Purworejo, Propinsi Jawa Tengah. Hasil analisa ditemukan bahwa terdapat 21 (dua
puluh satu) objek wisata alam di Kabupaten Purworejo yang belum dikembangkan secara
optimal dan belum memberikan kontribusi bagi pemasukan kas daerah sebagai Pendapatan Asli
Pariwisata Kabupaten Purworejo masih bersifat sloganitas semata, belum menghasilkan kinerja
(output) yang nyata dan berkesinambungan.
Ritonga et al (2007), melakukan penelitian Potensi Dusun Wisata Pemancingan Paluh
Merbau Desa Tanjung Rejo Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara mengemukakan
bahwa keberadaan dusun Paluh Merbau sebagai objek wisata pemancingan sangat layak untuk
dikembangkan. Pada umumnya masyarakat setempat menginginkan bahwa kawasan mereka
dapat dikembangkan menjadi kawasan yang berhasil guna khususnya di bidang wisata
pemancingan dan untuk mencapai impian Paluh Merbau sebagai objek wisata pemancingan
diperlukan usaha maksimal untuk meraihnya.
Lokasi wisata pemancingan Paluh Merbau letaknya sangat strategis dan dekat bila
dijangkau dari Kota Medan sehingga setiap pemancing dapat dengan mudah dan waktu yang
relatif singkat (setengah jam) mengunjungi lokasi. Setiap hari banyak dikunjungi oleh
pemancing, bahkan hari minggu dan hari libur dikunjungi oleh sebanyak 1.500 orang sampai
2.000 orang. Keberadaan wisata pemancingan Paluh Merbau tidak hanya bermanfaat bagi
pemancing dan masyarakat setempat, tetapi lebih jauh sebagai salah satu sumber penerimaan
daerah.
2.9. Kerangka Pemikiran
Pinggiran pantai (laut) dapat dimanfaatkan tidak hanya sebagai tempat budidaya ternak
ikan tetapi lebih jauh dapat dimanfaatkan sebagai tempat wisata pemancingan. Dalam
perkembangannya bahwa wisata pemancingan dilakukan oleh para pemancing untuk
menyalurkan hobi atau rekreasi sekaligus untuk mengatasi penat/kejenuhan melakukan aktivitas
oleh pengusaha pemancingan pada umumnya terletak di pedesaan sehingga keberadaannya
merupakan kegiatan ekonomi pedesaan. Melalui peningkatan aktivitas ekonomi pedesaan berarti
pula mendukung pengembangan kegiatan sosial ekonomi pedesaan. Pelaku wisata dalam
menunjang aktivitas ekonomi pedesaan, tidak hanya memancing tetapi dapat menikmati kuliner
(makanan dan minuman) dan wisata yang tersedia di tempat pemancingan. Adapun biaya yang
dikeluarkan oleh para pemancing sekaligus penikmat wisata pemancingan merupakan
pendapatan bagi pengusaha wisata pemancingan. Untuk itu para pengusaha harus
memperhatikan berbagai fasilitas yang perlu disediakan sehingga pemancing merasa betah,
nyaman dan lainnya sehingga wisata/rekreasi dapat dinikmati sepuasnya.
Luas lahan, banyaknya pengunjung, kenyamanan, fasilitas pemancingan akses ke tempat
pemancingan fasilitas yang tersedia dan biaya pemancingan merupakan faktor yang berpengaruh
terhadap tumbuh dan berkembangnya usaha pemancingan. Selanjutnya keberadaan wisata
pemancingan itu sendiri berpotensi untuk :
1. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan memungut retribusi kepada
kegiatan usaha pemancingan.
2. Memperluas kesempatan kerja.
3. Mempengaruhi aktivitas masyarakat sekitar lokasi wisata pemancingan.
Potensi usaha wisata pemancingan yang dikelola oleh para pengusaha tersebut dalam
perkembangannya dapat dimanfaatkan sebagai upaya pengembangan wilayah. Kerangka
Usaha Pemancingan
Memancing Kuliner Wisata
R etribu
si
Pendapatan Asli Daerah
(PAD)
Penyerapan
Tenaga Kerja
Kegiatan Ekonomi Lain
Untuk Masyarakat
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian PENGEMBANGAN
B A B III
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada 4 (empat) kecamatan yang terdapat di Kabupaten Deli Serdang
Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi terhadap keempat kecamatan meliputi : Kecamatan
Hamparan Perak, Labuhan Deli, Percut Sei Tuan, dan Pantai Labu dengan ketentuan bahwa pada
beberapa desa dijumpai lahan budidaya tambak/kolam ikan air payau yang berpotensi digunakan
sebagai lokasi pemancingan.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Data primer, diperoleh langsung dari pengusaha wisata pemancingan, pemancing dan
masyarakat sekitar sebagai hasil wawancara langsung yang berpedoman kepada daftar
pertanyaan (questioner). Adapun data primer tersebut meliputi :
a. Kegiatan Usaha Wisata Pemancingan oleh Pengusaha.
b. Pengguna Wisata Pemancingan (Pemancing).
c. Masyarakat Sekitar Lokasi Wisata Pemancingan.
Data sekunder, diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang Propinsi
Sumatera Utara yang mencakup :
a. Deli Serdang Dalam Angka.
b. Kecamatan Hamparan Perak Dalam Angka.
c. Kecamatan Percut Sei Tuan Dalam Angka.
e. Kecamatan Pantai Labu Dalam Angka.
3.3. Populasi dan Sampel
Jumlah populasi pengusaha wisata pemancingan air payau di Kabupaten Deli Serdang
Sumatera Utara dilihat pada Tabel 3.1 mencapai 333 orang pengusaha yang terdapat pada 10
(sepuluh) desa. Populasi pemancing sebagai pengunjung wisata pemancingan diperkirakan
berjumlah 6.675 orang per-minggu dan jumlah masyarakat sebesar 14.773 orang.
Tabel 3.1. Distribusi Populasi Pengusaha, Pemancing dan Masyarakat Tahun 2008
Kecamatan Pengusaha Pemancing* Masyarakat
1. Hamparan Perak 2. Labuhan Deli 3. Percut Sei Tuan 4. Pantai Labu
111 65 94 63
2.320 1.180 1.850 1.325
4.751 4.418 4.662 982 Jumlah 333 6.675 14.773 Sumber : 1. Kabupaten Deli Serdang Dalam Angka, 2008
2. Kecamatan Masing-masing Dalam Angka, 2008 3. * Data Primer (Hasil estimasi)
Selanjutnya distribusi sampel berdasarkan Tabel 3.2, banyaknya responden pengusaha
wisata pemancingan ditetapkan sebesar 31 orang (10%), responden pemancing 67 orang (1%)
dan masyarakat berjumlah 148 orang (1%). Proporsi pengambilan sampel berdasarkan
Proportional Random Sampling dan untuk sampel setiap lokasi berdasarkan Stratified Random
Sampling.
Tabel 3.2. Distribusi Pengusaha, Pemancing dan Masyarakat yang menjadi Sampel Penelitian
Kecamatan Pengusaha Pemancing Masyarakat 1. Hamparan Perak
2. Labuhan Deli 3. Percut Sei Tuan
Perhitungan distribusi sampel pengusaha wisata pemancingan untuk setiap kecamatan
berdasarkan Tabel 3.3.
Tabel 3.3. Perhitungan Distribusi Sampel Pengusaha Wisata Pemancingan
Kecamatan Populasi Perhitungan Sampel Pembulatan 1. Hamparan Perak
2. Labuhan Deli 3. Percut Sei Tuan
Banyaknya sampel pemancing yang digunakan berdasarkan perhitungan strata untuk
setiap lokasi wisata pemancingan disajikan berdasarkan Tabel 3.4.
Tabel 3.4. Perhitungan Distribusi Sampel Pemancing
Kecamatan Perhitungan Sampel Pembulatan 1. Hamparan Perak
2. Labuhan Deli 3. Percut Sei Tuan
Tabel 3.5. Perhitungan Distribusi Sampel Masyarakat
Kecamatan Perhitungan Sampel Pembulatan
1. Hamparan Perak 2. Labuhan Deli 3. Percut Sei Tuan 4. Pantai Labu
4.751/14.773 X 148 = 47,60 4.418/14.773 X 148 = 44,26 4.662/14.773 X 148 = 46,71 982/14.773 X 148 = 9,84
48 44 47 10
Jumlah 148 Sumber : Data Primer 2009
Untuk mengetahui distribusi sampel pemancing yang digunakan dalam penelitian untuk
setiap lokasi wisata pemancingan berdasarkan Tabel 3.6. Sampel pemancing dengan jumlah
terbesar dilakukan pada lokasi wisata pemancingan di Kecamatan Hamparan Perak (23
pemancing), diikuti sampel pemancing di Kecamatan Percut Sei Tuan, Kecamatan Pantai Labu
dan Kecamatan Labuhan Deli yang paling kecil.
1.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Data yang mencakup aktivitas usaha penyediaan lokasi pemancingan diperoleh dari Deli
Serdang Dalam Angka Tahun 2008 dan Kecamatan Dalam Angka Tahun 2008. Selanjutnya data
primer diperoleh melalui wawancara terhadap responden (pengusaha budidaya ikan air payau,
pemancing dan masyarakat) dengan berpedoman kepada daftar pertanyaan (questioner).
Penentuan sampel menggunakan ketentuan sebagai berikut :
1. Pengusaha wisata pemancingan yang potensial untuk dikembangkan dan diwakili
oleh masing-masing desa menggunakan Metode Purpossive Random Sampling.
2. Pemancing menggunakan Metode Simple Random Sampling.
3. Masyarakat sekitar lokasi menggunakan Metode Simple Random Sampling.
3.5. Metode Analisis Data
Untuk mengetahui potensi wisata pemancingan yang digunakan sebagai objek wisata
pemancingan dalam pengembangannya, maka analisis data menggunakan Metode Deskriptif dan
analisis tabulasi silang. Untuk permasalahan pertama akan dijelaskan manfaat wisata
pemancingan bagi masyarakat sekitar lokasi berupa peningkatan kegiatan ekonomi meliputi :
penjualan makanan, minuman, umpan untuk memancing, penjualan ikan dan penyediaan
infrastruktur jalan dan fasilitas listrik. Permasalahan kedua akan dijelaskan berapa banyak tenaga
kerja yang terserap pada wisata pemancingan. Permasalahan ketiga akan dijelaskan potensi
retribusi wisata pemancingan sebagai salah satu sumber penerimaan Pendapatan Asli Daerah
(PAD). Permasalahan keempat akan dijelaskan kecamatan mana yang paling potensial bagi
3.6. Definisi Operasional
Untuk menghindari kemungkinan terjadi kesimpangsiuran pemahaman maka pada
penelitian ini menggunakan definisi operasional sebagai berikut :
1. Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan sementara waktu yang
diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain untuk menikmati perjalanan tersebut
guna bertamasya atau rekreasi, melihat dan menyaksikan atraksi wisata di tempat lain
atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam yang mencakup keseluruhan
fenomena alam maupun buatan manusia yang dapat dimanfaatkan bagi kepentingan
wisatawan dan kegiatan-kegiatan lain yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
wisatawan selama melakukan aktivitas perjalanan bukan untuk mencari nafkah.
2. Memancing adalah suatu hobi yang unik dan memiliki peminatnya sendiri, dan
memancing tidak membutuhkan keahlian khusus ataupun aktivitas fisik yang
berlebihan.
3. Wisata pemancingan dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh
individu maupun kelompok untuk mendapat atau memancing ikan sekaligus
menikmatinya.
4. Retribusi adalah pungutan sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu
dan khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah.
5. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh pemerintah daerah
6. Pengembangan wilayah merupakan suatu tindakan mengembangkan wilayah atau
membangun daerah atau kawasan dalam rangka usaha memperbaiki tingkat
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Wilayah Penelitian
Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu kabupaten yang berada di kawasan Pantai
Timur Propinsi Sumatera Utara. Secara geografis Kabupaten Deli Serdang berada pada 20 57’’
Lintang Utara, 30 16’’ Lintang Selatan dan 980 33’’ - 990 27’’ Bujur Timur dengan ketinggian 0 –
500 m diatas permukaan laut. Luas areal Kabupaten Deli Serdang mencapai 2.497,72 Km2 yang
meliputi 22 Kecamatan dan 403 Desa/Kelurahan definitif. Batas wilayah Kabupaten Deli
Serdang berbatasan dengan :
1. Sebelah Utara dengan Kabupaten Langkat dan Selat Malaka
2. Sebelah Selatan dengan Kabupaten Karo dan Simalungun
3. Sebelah Barat dengan Kabupaten Langkat dan Kabupaten Karo
4. Sebelah Timur dengan Kabupaten Serdang Bedagai
Kabupaten Deli Serdang beriklim tropis dan memiliki 2 (dua) musim, yaitu musim hujan
dan musim kemarau. Menurut catatan Stasiun Klimatologi Sampali, pada tahun 2007 terdapat 16
rata-rata hari hujan dengan volume curah hujan sebanyak rata-rata 228 mm. Curah hujan terbesar
terjadi pada bulan November yaitu 450 mm dengan hari hujan sebanyak 23 hari. Sedangkan
curah hujan paling kecil terjadi pada bulan Januari sebesar 11 mm dengan hari hujan 4 hari
Tabel 4.1. Banyaknya Curah Hujan dan Hari Hujan di Kabupaten Deli Sumber : Deli Serdang Dalam Angka, 2008
Luas wilayah Kabupaten Deli Serdang mencapai 2.497,72 Kmdengan jumlah penduduk
1.686.366 jiwa yang tersebar pada 22 kecamatan, 389 desa dan 14 kelurahan. Luas wilayah
terbesar dijumpai pada Kecamatan Hamparan Perak (230,15 Km) dan terkecil pada Kecamatan
Deli Tua dengan luas areal hanya 9,36 Km. Jumlah penduduk terbesar dijumpai pada Kecamatan
Percut Sei Tuan mencapai 333.424 jiwa dan selanjutnya di Kecamatan Gunung Meriah hanya
dijumpai 2.502 jiwa. Sedangkan penduduk terpadat ditemukan pada Kecamatan Deli Tua
mencapai 6.057 jiwa/Km2 dan paling jarang dijumpai pada Kecamatan Gunung Meriah yang
hanya dihuni 33 jiwa/Km2. Untuk mengetahui secara jelas keterangan ini terungkap pada Tabel
Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara Tahun 2007 Percut Sei Tuan Batang Kuis Sumber : Deli Serdang Dalam Angka, 2008
4.2. Perkembangan Sektor Ekonomi
Perkembangan perekonomian suatu wilayah dapat diukur dengan menggunakan besaran
nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang merupakan jumlah nilai tambah seluruh
sektor ekonomi. Melalui perolehan nilai PDRB dapat diketahui apakah perekonomian wilayah
mengalami kemajuan atau bahkan sebaliknya kemunduran dan demikian pula akan ditemukan
Tabel 4.3 mengungkap PDRB Kabupaten Deli Serdang menurut lapangan usaha atas
dasar harga berlaku tahun 2005 sampai dengan perkiraan tahun 2007. Berdasarkan Tabel 4.3
mengungkapkan bahwa PDRB Kabupaten Deli Serdang tahun 2005 mencapai Rp
19.136.227.10 juta dan meningkat menjadi Rp 21.459.069.56 juta tahun 2006. Pada tahun 2007
PDRB Kabupaten Deli Serdang diperkirakan mencapai Rp 26.053.713.29 juta. Sektor industri
pengolahan merupakan sektor utama yang mendominasi PDRB Kabupaten Deli Serdang, diikuti
sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pertanian dan seterusnya.
Tabel 4.3. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Deli Serdang Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2005 – 2007 (Jutaan Rupiah)
LAPANGAN USAHA 2005 2006r) 2007*)
1. Pertanian 2.553.563.26 2.615.592.01 2.910.192.73 2. Pertambangan dan Penggalian 175.080.74 224.391.84 261.308.39 3. Industri Pengolahan 8.843.881.96 10.596.989.32 12.708.098.77 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 49.923.94 55.705.92 60.047.70
5. Bangunan 448.664.50 498.645.73 564.118.11
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 4.116.643.92 4.100.307.27 5.609.899.56 7. Pengangkutan dan Komunikasi 377.401.61 402.070.05 439.155.70 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa PI 423.736.83 479.543.71 575.715.57 9. Jasa-jasa 2.147.330.34 2.485.823.71 2.925.176.76
PDRB 19.136.227.10 21.459.069.56 26.053.713.29
Sumber : PDRB Deli Sedang, Tahun 2007
PDRB Kabupaten Deli Serdang menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000
selama tahun 2005 – 2007 disajikan pada tabel berikut ini. Berdasarkan Tabel 4.4
mengungkapkan bahwa PDRB Kabupaten Deli Serdang tahun 2005 sebesar Rp10.999.416.24
juta, meningkat menjadi Rp 11.598.334.86 juta tahun 2006 dan diperkirakan akan mencapai Rp
12.264.165.42 juta pada tahun 2007. Sektor dominan yang berpengaruh kepada PDRB
Tabel 4.4. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Deli Serdang Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2005 – 2007 (Jutaan Rupiah)
LAPANGAN USAHA 2005 2006r) 2007*)
1. Pertanian 1.977.111.10 2.039.826.89 2.060.587.60 2. Pertambangan dan Penggalian 132.470.93 158.484.99 172.094.08 3. Industri Pengolahan 4.485.430.90 4.702.236.45 4.953.437.94 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 23.926.20 25.148.23 26.416.90
5. Bangunan 293.910.63 305.162.06 322.611.89
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 2.350.910.48 2.438.204.66 2.595.386.50 7. Pengangkutan dan Komunikasi 229.451.39 241.401.98 253.751.72 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa PI 256.280.99 285.775.24 328.848.83 9. Jasa-jasa 1.249.923.63 1.402.094.35 1.551.029.98
PDRB 10.999.416.24 11.598.334.86 12.264.165.42
Sumber : PDRB Deli Sedang, Tahun 2007
4.3. Deskripsi Responden
4.3.1. Deskripsi Responden Pengusaha Wisata Pemancingan
Deskripsi responden menurut usia dapat dilihat pada Tabel 4.5; bahwa pengusaha
pemancingan yang memiliki rentang usia 41 – 45 tahun sebanyak 7 (tujuh) responden adalah
terbesar (23 %) dan terkecil pada rentang usia 51 – 55 tahun dan 65 tahun keatas
masing-masing 2 (dua) responden (6 %).
Tabel 4.5. Usia Pengusaha Wisata Pemancingan
30 - 35
Sumber : Data Primer 2009
Tingkat pendidikan pengusaha pemancingan berdasarkan Tabel 4.6, menunjukkan tingkat
pendidikan SLTA mencapai 23 (dua puluh tiga) orang atau (74 %) dan tingkat pendidikan SLTP
adalah terkecil hanya 1 (satu) orang pengusaha (3 %). Untuk tingkat pendidikan Akademi
dijumpai sebanyak 4 (empat) orang (13 %) dan hanya 3 (tiga) orang (10 %) yang berpendidikan
Sarjana.
Tabel 4.6. Tingkat Pendidikan Pengusaha Wisata Pemancingan
Kelompok Pendidikan Banyaknya (orang) % 1. SLTP
Sumber : Data Primer 2009
Berdasarkan Tabel 4.7 diungkapkan bahwa pada umumnya status lahan pengusaha adalah
milik sendiri, yaitu mencapai 84 % (26 orang) pengusaha. Terungkap pula bahwa pengusaha
wisata pemancingan yang mempunyai status lahan sewa adalah 16 % atau 5 (lima) orang
pengusaha.
1. Milik Sendiri
Sumber : Data Primer 2009
Luas lahan pengusaha pemancingan melalui Tabel 4.8 terlihat bahwa untuk rentang
1,00 – 2,49 Ha adalah terbanyak (36 %) atau sebanyak 11 (sebelas) orang pengusaha dan hanya 1
(satu) orang pengusaha yang menggunakan lahan dibawah 1,00 Ha (3 %). Namun demikian
ditemukan pula 4 (empat) orang pengusaha (13 %) memiliki lahan diatas 6,50 Ha. Lahan yang
digunakan untuk usaha wisata pemancingan pada dasarnya merupakan lahan marginal sektor
pertanian.
Tabel 4.8. Luas Lahan Wisata Pemancingan
Kelompok Lahan (Ha) Banyaknya (unit) %
Sumber : Data Primer 2009
Berdasarkan Tabel 4.9, terlihat bahwa modal yang digunakan pengusaha wisata
pemancingan rentang Rp 100 juta sampai dengan Rp 199 juta mencapai 55 % atau sebanyak 17
(tujuh belas) orang pengusaha dan 2 (dua) orang (6 %) untuk kelompok modal Rp 300 juta
sampai Rp 399 juta. Namun demikian dijumpai pula 4 (empat) orang pengusaha yang
menggunakan modal usaha mencapai Rp 400 juta ke atas (13 %); 2 (dua) orang terdapat di Desa
Sungai Baharu Kecamatan Hamparan Perak dan 2 (dua) orang lagi di Desa Tanjung Rejo
Kecamatan Percut Sei Tuan.
Kelompok Modal (Rp. Juta ) Banyaknya (orang) %
Sumber : Data Primer 2009
Modal yang digunakan oleh para pengusaha wisata pemancingan dapat berupa modal
sendiri dan modal sendiri ditambah pinjaman. Tabel 4.10 mengungkapkan bahwa pada
umumnya modal yang digunakan diperoleh sebagai modal sendiri sebanyak 22 (dua puluh dua)
responden atau 71 % dan modal sendiri ditambah pinjaman yang berasal dari bank sebanyak 9
(sembilan) orang pengusaha (29 %).
Tabel 4.10. Perolehan Modal Pengusaha Wisata Pemancingan
Keterangan Banyaknya (orang) % 1. Modal Sendiri
2. Modal Sendiri + Pinjaman
22 9
71 29
Jumlah 31 100
Sumber : Data Primer 2009
Modal yang digunakan oleh para pengusaha pemancingan tidak semata untuk kebutuhan
lahan (milik sendiri atau sewa) dan upah tenaga kerja, akan tetapi digunakan pula untuk
keperluan lain. Berdasarkan Tabel 4.11 terungkap bahwa pengusaha wisata pemancingan yang
menggunakan modal untuk pembibitan ikan dan sekaligus makanan ikan sebanyak 5 (lima)
orang pengusaha (16 %). Sedangkan pengusaha yang menggunakan modal untuk membeli bibit
ikan dilakukan oleh 7 (tujuh) pengusaha (23 %). Dengan demikian 19 (sembilan belas) orang
pengusaha tidak menggunakan modal untuk pembibitan ikan atau 61 %. Pengusaha wisata
pemancingan ini hanya memanfaatkan aliran sungai masuk ke tambak/kolam dan memasukkan
No. Keterangan Pengusaha (orang) % Upah Tenaga Kerja Beli Bibit Ikan
Pajak bumi dan bangunan Lain-lain Sumber : Data Primer 2009
Tabel 4.12 mengungkapkan bahwa pengusaha wisata pemancingan menggunakan tenaga
kerja bervariasi; sebanyak 25 (dua puluh lima) orang pengusaha menggunakan tenaga kerja 1 – 4
orang tenaga kerja (81 %) dan masing-masing 4 (empat) orang pengusaha menggunakan 5 – 8
tenaga kerja (13 %) dan hanya 2 (dua) orang pengusaha yang mengunakan tenaga kerja 9 – 12
orang (6 %).
Tabel 4.12. Penggunaan Tenaga Kerja
Kelompok Tenaga Kerja (orang) Banyaknya (orang) % 1 - 4 Sumber : Data Primer 2009
Berdasarkan Tabel 4.13, bahwa pengusaha wisata pemancingan membuka kegiatan
usaha pemancingan tidak hanya hari minggu + hari libur, akan tetapi banyak dijumpai pengusaha
membuka kegiatan usaha setiap hari. Terungkap sebanyak 29 (dua puluh sembilan) orang
pengusaha membuka kegiatan setiap hari (94 %) dan hanya 2 (dua) pengusaha yang membuka
kegiatan hanya hari minggu + hari libur (6 %).
Tabel 4.13. Hari Kegiatan Pemancingan
Sumber : Data Primer 2009
Berdasarkan Tabel 4.14 terungkap bahwa jumlah pemancing di lokasi wisata
pemancingan tidak hanya berkisar 50 – 150 orang per-minggu, bahkan dijumpai pemancing
berjumlah di atas 150 orang. Ditemukan 20 (dua puluh) lokasi wisata pemancingan dikunjungi di
atas 150 orang (65 %) dan 35 % atau sebanyak 11 (sebelas) lokasi wisata pemancingan
dikunjungi pemancing rentang 50 – 150 orang.
Tabel 4.14. Banyaknya Pemancing Per-minggu
No.
Kelompok Pemancing (orang)
Lokasi
Pemancingan % 1.
2. 3.
Dibawah 50 50 – 150 Diatas 150
0 11 20
0 35 65 Jumlah 31 100 Sumber : Data Primer 2009
Ikan yang disediakan oleh para pengusaha wisata pemancingan sangat bervariasi, seperti
ikan nila, mujair, bawal, siakap dan ikan emas. Tabel 4.15 mengungkapkan bahwa
tambak/kolam pengusaha yang menyediakan ikan nila dan mujair dijumpai pada keseluruhan
lokasi wisata pemancingan (100 %). Untuk ikan mujair tidak diperlukan pembibitan disebabkan
telah tersedia melalui aliran air sungai yang masuk ke dalam tambak/kolam yang tersedia.
Pengusaha yang menyediakan ikan bawal, siakap dan ikan emas ditemukan pada 3 (tiga) lokasi
pemancingan yang berbeda (10 %); untuk ikan bandeng hanya tersedia pada 8 (delapan) lokasi
pemancingan (26 %).
Tabel 4.15. Jenis Ikan yang Dipancing
1. Sumber : Data Primer 2009
Berdasarkan Tabel 4.16, bahwa pendapatan pengusaha wisata pemancingan per-minggu
bervariasi. Pendapatan pengusaha pemancingan di bawah Rp 1 juta per-minggu hanya pada satu
orang pengusaha saja dan terbanyak pada kelompok pendapatan Rp 1 juta sampai di bawah Rp 3
juta mencapai 20 (dua puluh) orang atau 65 %. Meskipun demikian dijumpai pula pengusaha
wisata pemancingan yang memperoleh pendapatan per-minggu di atas Rp 5 juta sebanyak 2
(dua) orang pengusaha di Desa Sungai Baharu Kecamatan Hamparan Perak (6 %). Besaran
pendapatan yang diperoleh pengusaha wisata pemancingan ini pada dasarnya tergantung kepada
banyaknya pengunjung yang menikmati wisata pemancingan dan besarnya biaya yang
dikeluarkan.
Tabel 4.16. Pendapatan Pengusaha Wisata Pemancingan Per-minggu
Kelompok Pendapatan (Rupiah) Pengusaha (orang) % < 1.000.000
1.000.000 – 2.999.000 3.000.000 – 4.999.999
Diatas 5.000.000
Sumber : Data Primer 2009
Pendapatan pengusaha pemancingan diperoleh dari berbagai pendapatan, yang meliputi
penjualan ikan, penjualan makanan, penjualan minuman, penjualan umpan dan sewa lapak.
Tabel 4.17 mengungkapkan bahwa 29 (dua puluh sembilan) orang pengusaha memperoleh
pendapatan yang bersumber dari sewa lapak. Sewa lapak ini dikenakan kepada setiap pemancing
(07.00 wib – 18.00 wib). Biaya sewa lapak biasanya dikenakan mulai dari yang terendah Rp
10.000,- sampai dengan yang tertinggi Rp 25.000,-. Di Kecamatan Pantai Labu Desa
Rugemuk ada yang mengenakan sewa lapak relatif murah, yaitu sebesar Rp 5.000,-. Sedangkan
pengusaha wisata pemancingan yang menyediakan umpan untuk dijual kepada pemancing hanya
ditemukan di 2 (dua) lokasi atau 6 %, yaitu di Kecamatan Hamparan Perak Desa Sungai Baharu.
Terungkap pula sebanyak 10 (sepuluh) orang pengusaha memperoleh pendapatan dari penjualan
ikan (32 %); masing-masing 20 (dua puluh) orang pendapatan dari penjualan makanan (64 %)
dan 19 (sembilan belas) orang mendapat pendapatan dengan menjual minuman (61 %).
Tabel 4.17. Distribusi Pendapatan Pengusaha Pemancingan Per-minggu
No. Perolehan Pendapatan Pengusaha (orang) % 1. Sumber : Data Primer 2009
Catatan : Ikan * : termasuk udang/kepiting Sewa** : Sewa Lapak
Berdasarkan Tabel 4.18 yang disajikan di bawah ini terungkap bahwa 11 (sebelas) orang
pengusaha wisata pemancingan melakukan penjualan ikan kepada pihak luar (35 %) dan 20 (dua
puluh) orang tidak ada melakukan penjualan (65 %). Hal ini berarti bahwa ikan yang tersedia di
kolam tidak semata untuk dipancingkan tetapi dapat pula dijual kepada pihak lain.
Tabel 4.18. Ada/Tidaknya Penjualan Ikan
Selanjutnya berdasarkan Tabel 4.19 dapat terlihat bahwa pihak yang membeli ikan
kepada pengusaha pemancingan terbanyak kepada masyarakat lokal 9 (sembilan) orang atau 82
%, di samping pedagang lokal dan pedagang luar masing-masing 9 %.
Tabel 4.19. Pembeli Ikan di luar Pemancingan
No. Keterangan Pengusaha (orang) %
Sumber : Data Primer 2009
Jalan menuju ke Lokasi pemancingan dalam perkembangannya sebagaimana disajikan
pada Tabel 4.20 disediakan oleh pemerintah dan pihak pengusaha sendiri. Penyedia jalan menuju
lokasi yang dilakukan oleh pengusaha hanya terdapat pada 12 (dua belas) lokasi atau 39 % dan
selebihnya sebanyak 19 (sembilan belas) lokasi atau 61 % telah tersedia oleh pemerintah.
Tabel 4.20. Penyedia Jalan Menuju Lokasi
No. Penyedia Jalan Lokasi %
Sumber : Data Primer 2009
Pengusaha pemancingan yang mempunyai rencana untuk ekspansi usaha terlihat pada
Tabel 4.21, hanya 11 (sebelas) pengusaha yang mempunyai rencana ekspansi usaha (35 %) dan
selebihnya tidak ada rencana ekspansi (65 %).
Tabel 4.21 Rencana Ekspansi Usaha
No. Keterangan Pengusaha %
Biaya yang akan digunakan oleh pengusaha untuk ekspansi berdasarkan Tabel 4.22
menggunakan modal sendiri dan modal pinjaman. Pengusaha pemancingan yang akan
menggunakan modal sendiri dan modal pinjaman sebanyak 6 (enam) orang pengusaha (55 %)
di samping menggunakan modal sendiri dari keuntungan operasional usaha sebanyak 5 (lima)
orang pengusaha (45 %).
Tabel 4.22. Pembiayaan Ekspansi Usaha
No. Keterangan Pengusaha %
1. 2. 3.
Modal Sendiri Pinjaman
Modal Sendiri + Pinjaman
5 Sumber : Data Primer 2009
4.3.2. Deskripsi Responden Pemancing
Usia pemancing terungkap pada Tabel 4.23 dimana pada umumnya pemancing sekaligus
pengguna wisata pemancingan terbanyak pada rentang usia 40 – 49 tahun sebanyak 24 (dua
puluh empat) orang atau 36 %, dan paling sedikit (3 %) pada usia 60 tahun ke atas hanya
sebanyak 2 (satu) orang. Terungkap pula bahwa pada umumnya para pemancing yang
mengunjungi lokasi wisata pemancingan dominan di bawah usia 50 (lima puluh) tahun atau
mencapai 79 %.
Tabel 4.23. Usia Pemancing
Kelompok Usia (Tahun) Banyaknya (orang) % 20 - 29
Tabel 4.24 mengungkapkan tingkat pendidikan pemancing, bahwa tingkat pendidikan
pemancing terbesar pada tingkat pendidikan SLTA yaitu 26 (dua puluh enam) orang (39 %)
dan diikuti tingkat pendidikan Akademi sebanyak 23 (dua puluh tiga) orang (34 %). Sedangkan
responden pemancing dengan tingkat pendidikan SLTP hanya 1 (satu) orang (2 %) dan 17 (tujuh
belas) orang pemancing berpendidikan Sarjana (25 %).
Tabel 4.24. Tingkat Pendidikan Pemancing
Kelompok Pendidikan Banyaknya (orang) % 1. SLTP
Sumber : Data Primer 2009
Berdasarkan Tabel 4.25 terungkap bahwa pemancing yang mengunjungi lokasi wisata
pemancingan dominan berasal dari Medan, yaitu sebanyak 45 (empat puluh lima) orang (82 %),
diikuti yang berasal dari Tanjung Morawa sebesar 11 % (7 orang) dan seterusnya masing-masing
3 (tiga) orang responden pemancing yang berasal dari Belawan ( 4 %) dan Lubuk Pakam
sebanyak 2 (dua) orang (3 %).
Tabel 4.25. Asal Pemancing
No. Kota Asal Pemancing (orang) % Sumber : Data Primer 2009
Pemancing yang mengunjungi lokasi wisata pemancingan pada prinsipnya berlatar
memancing untuk penyegaran adalah terbesar (45 %) sebanyak 30 (tiga puluh) orang, diikuti
dengan alasan hobi (39 %) dan dengan alasan rekreasi sebanyak 16 %.
Tabel 4.26. Alasan Memancing
No. Alasan Pemancing (orang) % Sumber : Data Primer 2009
Tabel 4.27 mengungkapkan penggunaan kelengkapan peralatan pancing oleh para
pemancing. Penggunaan lebih dari 2 (dua) kelengkapan peralatan pancing adalah terbanyak
yaitu 28 (dua puluh delapan) orang responden (57 %), 21 (dua puluh satu) orang menggunakan
dua pancing (31 %) dan 8 (delapan) orang pemancing yang menggunakan 1 (satu) pancing (12
%).
Tabel 4.27. Kelengkapan Peralatan Pancing
Keterangan Pemancing (orang) %
Sumber : Data Primer 2009
Kegiatan memancing yang dilakukan oleh para pengunjung wisata pemancingan selama
satu bulan terlihat pada Tabel 4.28. Berdasarkan Tabel 4.26 tersebut terungkap bahwa frekuensi
memancing rentang 3 – 4 kali sebulan adalah terbesar, yaitu 31 (tiga puluh satu) orang
pemancing (46 %), diikuti frekuensi memancing lebih besar dari 4 kali sebulan sebanyak 27
(dua puluh tujuh) orang pemancing (41 %), dan pemancing dengan frekuensi memancing rentang
1 – 2 kali sebulan sebanyak 9 (sembilan) orang pemancing (13 %).
1. Sumber : Data Primer 2009
Biaya yang digunakan oleh pemacing disajikan pada Tabel 4.29, biaya yang digunakan
untuk memancing dimulai dari Rp 20.000,- sampai di atas Rp 60.000,- setiap memancing.
Terungkap sebanyak 41 (empat puluh satu) orang pemancing (61 %) menggunakan biaya
rentang Rp 20.000,- sampai Rp 40.000,-, diikuti penggunaan biaya memancing rentang Rp
41.000,- sampai Rp 60.000,- sebanyak 16 (enam belas) orang pemancing (24 %) dan hanya 10
(sepuluh) orang yang mengeluarkan biaya untuk memancing di atas Rp 60.000,- (15 %).
Pengeluaran biaya memancing di atas Rp 60.000,- ini digunakan oleh para pemancing di lokasi
wisata pemancingan Desa Sungai Baharu Kecamatan Hamparan Perak.
Tabel 4.29. Biaya Memancing
Kelompok Biaya (Rp) Pemancing (orang) % 20.000 – 40.000
Sumber : Data Primer 2009
Biaya pemancingan digunakan oleh para pemancing untuk berbagai keperluan, seperti
membeli ikan, membeli makanan, membeli minuman, membeli umpan dan sewa lapak.
Berdasarkan Tabel 4.30 dijelaskan bahwa sebanyak 60 (enam puluh) orang pemancing
menggunakan biaya untuk membayar sewa lapak (90 %), sebanyak 7 (tujuh) orang pemancing