• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Permberlakuan Tarif Fiskal Luar Negeri Terhadap Jumlah Penumpang Pada Maskapai Penerbangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Dampak Permberlakuan Tarif Fiskal Luar Negeri Terhadap Jumlah Penumpang Pada Maskapai Penerbangan"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK PERMBERLAKUAN TARIF FISKAL LUAR NEGERI TERHADAP JUMLAH PENUMPANG PADA MASKAPAI PENERBANGAN

KERTAS KARYA

DIKERJAKAN

O L E H

OKTRI PRATIWI BARUS NIM 062204038

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

PROGRAM PENDIDIKAN NON GELAR DALAM PROGRAM STUDI PARIWISATA BIDANG KEAHLIAN USAHA WISATA MEDAN

(2)

DAMPAK PERMBERLAKUAN TARIF FISKAL LUAR NEGERI TERHADAP JUMLAH PENUMPANG PADA MASKAPAI PENERBANGAN

DIKERJAKAN OLEH :

OKTRI PRATIWI BARUS NIM : 062204038

Kertas Karya ini diajukan kepada Panitia Ujian

Program Pendidikan Non Gelar Fakultas Sastra USU Medan Untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Diploma III

Dalam Program Studi Pariwisata Bidang Keahlian Usaha Wisata

Pembimbing

Solahuddin Nasution, S.E, MSP

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

(3)

Disetujui Oleh :

PROGRAM DIPLOMA III PARIWISATA

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

Medan, Maret 2009

Program Studi DIII Pariwisata Ketua,

(4)

Pengesahan Diterima Oleh:

Panitia Ujian Pendidikan Non Gelar Sastra dan Budaya Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Diploma III dalam Bidang Studi Pariwisata

Pada : Tanggal :

Hari :

Program Diploma Sastra dan Budaya Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara

Dekan,

1. Solahuddin Nasution, SE, MSP (Dosen Pembimbing) Drs. Syaifuddin, M.A.Ph. D

NIP 132 098 531

Panitia Penilai

No Nama Tanda Tangan

2. Drs. Mukhtar S. Sos. S.Par. Amd (Dosen Pembaca)

3. Drs. Ridwan Azhar, M.Hum (Ketua Pelaksana)

(5)

Kasih setiaMu yang kurasakan…

Lebih tinggi dari langit biru

KebaikanMu yang t’lah Kau nyatakan

Lebih dalam dari lautan

KebaikanMu yang t’lah kuterima…

Sempat membuatku terpesona

Apa yang tak pernah kupikirkan

Itu yang Kau sediakan bagiku

Siapakah aku ini Tuhan?

Jadi biji mataMu

Dengan apakah kubalas Tuhan

(6)

KATA PENGANTAR

Bagi Yesus Kristus segala pujian, hormat, dan kuasa serta syukur yang karena kasihNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan kertas karya yang berjudul: “Dampak Pemberlakuan Tarif Fiskal Luar Negeri Terhadap Jumlah Penumpang pada Maskapai Penerbangan”.

Penulisan kertas karya ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Ahli Madya Pariwisata pada Program Studi Diploma III Pariwisata bidang keahlian Usaha Wisata pada Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyelesaian kertas karya ini, tidak jarang penulis menemukan kendala. Berkat dorongan, semangat dan motivasi yang penulis terima dari berbagai pihak, dengan penuh keikhlasan dan ketulusan penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan kertas karya ini, diantaranya:

1. Bapak Drs. Syaifuddin, selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Ridwan Azhar, M.Hum, selaku Ketua Pelaksana Jurusan Program Studi D-III Pariwisata.

3. Bapak Mukhtar Majid, S.Sos, selaku Sekretaris Jurusan Program Studi D-III Pariwisata.

4. Bapak Solahuddin Nasution, SE., MSP., selaku dosen pembimbing dalam penulisan kertas karya ini.

(7)

6. Ibu Dra. Nurcahaya Bangun, M.Si, selaku dosen wali penulis yang membantu dan membimbing penulis selama masa perkuliahan.

7. Seluruh staf pengajar serta karyawan Fakultas Sastra, khususnya jurusan Program Studi D-III Pariwisata.

8. Orang tua penulis, PapaQ tercinta N. Barus, MamaQ tersayang A. Siregar yang senantiasa membantu penulis untuk menyelesaikan kertas karya ini. Thank you xo much…!!!

9. KakakQ (Noni Karlina Barus) yang mendukung dan selalu menghibur aQ n slalu ada bwt aQ. B’ Jekson, abang ipar yang membantu dan membimbing serta menasihati aQ apabila Q salah. Makacih ya bang..

10. Kepada abangQ Niel Agrisman Barus yang selalu memperhatikan aQ dan menyayangi aQ. My little bro Desman Pranata Barus yang Q sayangi every time.

11. My lovely Billy Timothy, thanx 4 give me spirit n inspired 2 finish it. Thank you xoooooo Muuuuachhh Beib….Luv U xo much (mmuaach99x). Gbu.. 12. Temen2 1 genk aQ selama perkuliahan: Linda (baik), Floren (indah), Lusi

(sehat), Jeni (waras), K’Rotua (imoet), Friska (iting aQ). Jangan lupakan persahabatan Qt ya (keep the best frenship) 

13. Temen-temen senasib seperjuangan STAMBUK 2006, terutama UW ’06 yang ga bisa disebutin satu-persatu. UW ’06 Cayo…!!!!!

(8)

Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam kertas karya ini, baik dari segi penulisan maupun isinya. Karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan kertas karya ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan terimakasih atas perhatian pembaca, semoga kertas karya ini dapat memberikan masukan kepada mahasiswa Pariwisata Universitas Sumatera Utara, khususnya Program Studi Usaha Wisata dan

Kepariwisataan pada umumnya.

Medan, Maret 2006 Penulis,

(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABTRAKS ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul ... 1

1.2 Pembatasan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penulisan ... 5

1.4 Metode Penelitian ... 5

1.5 Sistematika Penulisan ... 6

BAB II URAIAN TENTANG KEPARIWISATAAN DAN FISKAL .... 7

2.1 Pengertian Pariwisata ... 7

2.2 Motif Perjalanan Wisatawan... 10

2.3 Definisi dan Fungsi Kebijakan Fiskal ... 13

2.4 Pembayaran dan Pengkreditan Fiskal Luar Negeri ... 15

2.5 Pengecualian Fiskal Luar Negeri ... 16

2.5.1 Pembayaran Langsung ... 17

2.5.2 Pembayaran Melalui Pemberian Surat Keterangan Bebas Fiskal Luar Negeri ... 23

(10)

BAB IV DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL LUAR NEGERI TERHADAP PENURUNAN PENUMPANG PADA

MASKAPAI PENERBANGAN ... 31 4.1 Protes Wisatawan akibat diberlakukan

Tarif Fiskal Luar Negeri ... 31 4.2 Dampak Pemberlakuan Tarif Fiskal Luar Negeri

terhadap Penurunan Jumlah Penumpang pada

(11)

ABSTRAKS

Seiring dengan perkembangan zaman, tingkat mobilitas manusia semakin tinggi. Dukungan teknologi modern seperti pesawat udara mampu mempersempit ruang dan waktu. Sehingga orang yang hendak melakukan perjalanan banyak menggunakan pesawat udara sebagai sarana transportasi karena dapat

mempersingkat waktu yang akan ditempuh, di samping itu nilai kenyamanan dan biaya perjalanan dengan menggunakan pesawat udara sekarang lebih terjangkau untuk berbagai kalangan ekonomi.

Fiskal merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi apabila ingin bepergian ke luar negeri. Fiskal merupakan dokumen yang harus dibayar apabila penumpang melakukan perjalanan ke luar negeri baik melalui angkutan udara maupun angkutan darat dan laut.

Pemberlakuan Tarif Fiskal Luar Negeri dibebankan pemerintah bagi Warga Negara Indonesia yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak. Penerapan aturan tersebut dilakukan dalam rangka menyadarkan seluruh masyarakat untuk dapat memenuhi kewajiban kenegaraan sesuai dengan UUD 1945 yakni bela negara dan bayar pajak.

Namun, bertolak dari diefektifkannya kebijakan tersebut, sehingga menyebabkan kerugian baik bagi pihak travel dan agen perjalanan serta airline. Dengan adanya pemberlakuan Tarif Fiskal Luar Negeri, banyak warga yang belum dapat memberikan penilaian dan justifikasi bahwa dampak tersebut berpengaruh terhadap traffic penumpang, sehingga banyak penumpang yang membatalkan rencana keberangkatannya ke luar negeri.

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Pemilihan Judul

Kebijakan pemberlakuan Tarif Fiskal Luar Negeri bagi yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak meresahkan sejumlah maskapai penerbangan, karena berdampak pada turunnya jumlah penumpang. Sejak kebijakan fiskal ini diberlakukan per 1 Januari 2009, maskapai penerbangan terus mengalami kerugian. Biro Perjalanan Wisata serta airlines merugi akibat pemberlakuan fiskal sebesar Rp 2,5 juta kepada setiap penumpang pesawat terbang tujuan luar negeri yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Sebelum fiskal diberlakukan, kapasitas seat penumpang bisa mencapai 90 persen. Namun setelah berlaku di awal tahun 2009, jumlah penumpang turun tajam dan hanya mencapai 30 persen saja. Bisa diperkirakan kerugian yang harus ditanggung perusahaan maskapai penerbangan sejak kebijakan itu diterapkan mencapai US $ 3,000 per hari. Padahal, biaya belanja pesawat yang harus dikeluarkan seperti ongkos maintenance menggunakan kurs dollar.

(13)

ratusan penumpang pesawat udara yang bertolak ke luar negeri, hanya sekitar 10 persen Warga Negara Indonesia yang tidak memiliki NPWP dengan tujuan berlibur dan berobat di negeri jiran.

Oleh sebab itu, pihak maskapai penerbangan belum bisa memberikan penilaian dan justifikasi bahwa dampak pembebasan fiskal bagi pemilik NPWP ini berpengaruh terhadap traffic penumpang.

Dampak pemberlakuan Tarif Fiskal Luar Negeri bagi yang tidak memiliki NPWP ini akan dirasakan oleh maskapai penerbangan Indonesia yang mempunyai rute penerbangan ke luar negeri, seperti Lion Air, Sriwijaya Air, Malaysia Airlines, Silk Air, dan Kartika Air.

Dengan diberlakukannya Tarif Fiskal Luar Negeri (TFLN) ini, banyak calon penumpang yang membatalkan keberangkatannya dan pemanfaatan jasa perusahaan travel dan airline menurun drastis. Para agen pelayanan dan operator kapal transportasi laut ke luar negeri juga mengeluhkan penurunan jumlah penumpang yang mencapai 90 persen.

Sebelum peraturan baru, kewajiban membayar Fiskal Luar Negeri, masing-masing Rp 1 juta untuk angkutan udara Rp 500.000,- untuk angkutan laut. Artinya, pembayaran fiskal mulai tahun ini naik 150 persen jika dibandingkan dengan pembayaran fiskal sebelumnya. Namun, kenaikan itu lebih rendah dari pada usulan semula sebesar Rp 3 juta untuk angkutan udara.

(14)

Sarana untuk memenuhi kewajiban kenegaraan tersebut adalah melalui kepemilikan NPWP sebagai bukti cinta dan peduli kepada negara. Aturan ini tidak difokuskan untuk meningkatkan perolehan penerimaan pajak. Warga yang ingin mendapat fasilitas bebas fiskal harus menunjukkan kartu NPWP, paspor, dan kartu keluarga.

Penumpang yang secara otomatis bebas dari fiskal adalah:

• Penumpang yang berusia di bawah 21 tahun,

• Orang asing yang berada di Indonesia kurang dari 183 hari dalam 12 bulan,

• Pejabat perwakilan diplomatik,

• Pejabat perwakilan organisasi internasional,

• WNI yang memiliki dokumen resmi penduduk negara lain,

• Jemaah haji,

• Pelintas batas jalan darat, dan

• Tenaga Kerja Indonesia (TKI).

Sedangkan bebas fiskal dengan disertai Surat Keterangan Bebas Fiskal Luar Negeri antara lain diberikan kepada:

• Mahasiswa asing dengan rekomendasi perguruan tinggi,

• Orang asing yang melakukan penelitian,

• Tenaga kerja asing (Batam, Bintan, dan Karimun),

• Penyandang cacat atau orang sakit yang akan berobat ke luar negeri atas biaya

organisasi sosial termasuk seorang pendamping,

(15)

• Tenaga Kerja Indonesia (TKI) selain dengan kartu keterangan kerja luar

negeri, dan

• Anggota misi kesenian, kebudayaan, olahraga, dan keagamaan.

Sejak diefektifkannya kebijakan tersebut, terminal keberangkatan Internasional Bandara Polonia Medan sunyi dari penumpang. Bahkan tingkat isian seat maskapai menurun hingga 70 persen.

1.2

Pembatasan Masalah

Sehubungan dengan judul di atas, maka Penulis membatasi masalah dan hanya membahas hal sebagai berikut:

1. Bagaimana dampak dari pemberlakuan Tarif Fiskal Luar Negeri bagi maskapai penerbangan terutama maskapai penerbangan Indonesia yang mempunyai rute penerbangan ke luar negeri seperti Lion Air, Sriwijaya Air, Malaysia Airlines, Silk Air, Kartika Airline.

2. Bagaimana dampak pemberlakuan Tarif Fiskal Luar Negeri terhadap jumlah penumpang.

3. Bagaimana dampak pemberlakuan Tarif Fiskal Luar Negeri terhadap pemanfaatan jasa perusahaan Biro Perjalanan Wisata.

(16)

dapat menjadi panduan bagi pengguna jasa angkutan udara mengenai hak dan kewajiban serta prosedurnya.

1.3

Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan adalah sebagai berikut:

1. Memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Ahli Madya Pariwisata pada program studi pariwisata bidang keahlian Usaha Wisata di Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

2. Untuk mengetahui sejauh mana dampak pemberlakuan Tarif Fiskal Luar Negeri terhadap maskapai penerbangan.

3. Untuk mengetahui bagaimana dampak pemberlakuan Tarif Fiskal terhadap jumlah penumpang.

4. Untuk mengetahui sejauh mana dampak pemberlakuan Tarif Fiskal Luar Negeri terhadap pemanfaatan jasa Biro Perjalanan Wisata.

1.4

Metode Penelitian

Metode penelitian yang dipergunakan adalah sebagai berikut:

1. Penelitian perpustakaan (library research), yaitu dengan mentabulasi data yang diperoleh dari buku, majalah, dan brosur-brosur yang berhubungan dengan topik penulisan.

(17)

3. Penelitian internet (networking research), yaitu pengumpulan data-data yang diperlukan melalui internet yang tidak terdapat pada buku-buku yang ada di perpustakaan.

1.5

Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan, maka penulis membaginya ke dalam Bab, dengan sistematika penyusunan dijabarkan sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan meliputi tentang alasan pemilihan judul, pembatasan masalah, tujuan penulisan, metode penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II Membahas tentang tujuan teoritis kepariwisataan yang meliputi pengertian pariwisata, motif perjalanan wisatawan; dan juga fiskal yang meliputi definisi dan fungsi kebijakan fiskal, pembayaran dan pengkreditan Fiskal Luar Negeri, pengecualian Fiskal Luar Negeri. BAB III Gambaran Umum mengenai hubungan kerjasama antara tiga kawasan

yang disebut dengan IMT – GT (Indonesia – Malaysia – Thailand Growth Triangle).

BAB IV Uraian mengenai dampak kebijakan Fiskal Luar Negeri terhadap penurunan penumpang pada maskapai penerbangan..

(18)

BAB II

URAIAN TENTANG KEPARIWISATAAN DAN

FISKAL

2.1

Pengertian Pariwisata

Kata pariwisata termasuk kata yang sangat sering kita dengar. Hampir semua media massa, media cetak dan elektronik selalu mendengung-dengungkan kata pariwisata tersebut. Namun, hingga saat ini, pengertian pariwisata begitu memasyarakat. Banyak istilah yang digunakan dalam penyampaiannya tetapi tidak tepat penggunaannya sehingga bila diucapkan akan terasa janggal kedengarannya.

Undang-Undang No. 9 Tahun 1990, menyebutkan batasan tentang pariwisata, antara lain:

a. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengelola atau penyelenggara objek dan daya tarik wisata sehingga dengan usaha itu orang atau wisatawan datang untuk mengunjunginya.

(19)

c. Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan perjalanan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata.

d. Wisatawan adalah orang yang melakukan perjalanan wisata ke tempat-tempat objek wisata.

e. Usaha wisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata, dengan menyediakan, mengusahakan objek dan daya tarik wisata, mengusahakan sarana dan prasarana yang terkait dengan pariwisata.

f. Objek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata.

g. Kawasan pariwisata adalah kawasan tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata.

Pengertian pariwisata secara etimologinya berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari dua suku kata, yaitu “pari” yang berarti banyak, berkali-kali, berputar-putar atau berkeliling, dan “wisata” yang berarti perjalanan atau bepergian. Jadi, dapat diartikan pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan berkali-kali dari suatu tempat ke tempat lain dan kembali ke tempat asalnya.

Menurut Prof. Salah Wahab, seorang ahli pariwisata berkebangsaan Mesir menyatakan bahwa pariwisata adalah:

“Suatu aktivitas manusia yang dilakukan secara sadar yang mendapat

pelayanan secara bergantian di antara orang-orang dalam suatu negara itu

(20)

sementara waktu dalam mencari kepuasan yang beraneka ragam dan

berbeda-beda dengan apa yang dialaminya yang mana ia memperoleh pekerjaan tetap.”

Menurut E. Guyer Freuler merumuskan pengertian pariwisata dengan:

“Fenomena dari zaman sekarang yang didasarkan atas kebutuhan akan kesehatan dan pergantian hawa, penilaian yang sadar dan menumbuhkan cinta

terhadap keindahan alam dan pada khususnya disebabkan oleh bertambahnya

pergaulan berbagai bangsa dan kelas masyarakat manusia sebagai hasil

daripada perkembangan perniagaan, industri, perdagangan, serta

penyempurnaan daripada alat-alat pengangkutan.

Menurut Prof. Hunzieker dan Prof. K. Kraft mengemukakan batasan yang lebih bersifat teknis mengenai pariwisata:

“Keseluruhan dari gejala-gejala yang ditimbulkan oleh perjalanan dan

pendiaman orang-orang asing serta penyediaan tempat tinggal sementara,

asalkan pendiaman itu tidak tinggal menetap dan tidak memperoleh penghasilan

dari aktivitas yang bersifat sementara itu.”

(21)

1. Perjalanan itu dilakukan untuk sementara.

2. Perjalanan itu dilakukan dari satu tempat ke tempat lain. 3. Perjalanan itu harus dikaitkan dengan tamasya atau rekreasi.

4. Orang yang akan melakukan perjalanan tersebut tidak mencari nafkah di tempat yang dikunjunginya dan semata-mata hanya sebagai konsumen di tempat tersebut.

Berdasarkan faktor-faktor tersebut,dapatlah disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara yang dilakukan dari satu tempat ke tempat lain dengan maksud bukan berusaha atau untuk mencari penghasilan di tempat yang dikunjunginya, tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna bertamasnya dan rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam.

2.2

Motif Perjalanan Wisatawan

Alasan orang-orang melakukan perjalanan banyak berhubungan dengan sosiologi dan psikologi karena perjalanan merupakan kegiatan manusia yang memiliki keinginan bermacam-macam. Mengadakan perjalanan dimungkinkan karena adanya faktor: disposable income, dan leisure time, dan adanya kemauan untuk mengadakan perjalanan yang dapat ditimbulkan oleh beberapa motivasi.

Disposable income dan leisure time lebih dekat hubungannya dengan

(22)

dibayar. Sedangkan kemauan untuk mengadakan perjalanan, lebih cenderung dengan psikologi, dimana kemauan itu banyak pula bergantung dari banyak hal hingga sampai pada suatu keputusan guna meninggalkan rumah untuk sementara waktu.

Di bawah ini akan dijelaskan beberapa motivasi orang melakukan perjalanan, yaitu:

1. Alasan pendidikan dan kebudayaan

a. Ingin melihat kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh negara lain. b. Ingin menyaksikan tempat-tempat bersejarah, peninggalan-peninggalan

kuno, monumen-monumen, kesenian rakyat, industri kerajinan, festival, events, keindahan alam, dan lain-lain.

c. Ingin berpartisipasi dalam suatu festival kebudayaan, kesenian, dan lain-lain.

d. Ingin mendapatkan saling pengertian dan ide-ide baru ataupun penemuan-penemuan baru.

2. Alasan kesehatan, olahraga, dan rekreasi

a. Untuk melatih diri dan ikut dalam pertandingan olahraga tertentu, seperti Olimpiade.

b. Untuk beristirahat dan mengembalikan kekuatan setelah bekerja keras dan menghilang ketegangan pikiran.

(23)

d. Melakukan rekreasi untuk menghabiskan masa liburan.

3. Alasan untuk santai, kesenangan, dan petualangan

a. Untuk melihat daerah-daerah baru, masyarakat asing, dan untuk mendapatkan pengalaman.

b. Untuk menghindarkan diri dari kesibukan sehari-hari dan kewajiban rutin. c. Untuk mendapatkan atau menggunakan kesempatan yang ada untuk

memperoleh kegembiraan.

d. Untuk mendapatkan suasana romantis yang berkesan terutama bagi pasangan-pasangan yang sedang melakukan bulan madu.

4. Alasan keluarga, negeri asal dan tempat bermukim

a. Untuk mengunjungi tempat asal atau tempat kelahiran.

b. Untuk mengunjungi tempat kita pernah tinggal atau berdiam pada masa lalu.

c. Untuk mengunjungi keluarga atau teman.

5. Alasan bisnis, sosial, politik, dan konferensi

a. Untuk menghadiri konferensi, seminar, simposium, dan pertemuan ilmiah lainnya.

b. Untuk mengikuti perjanjian kerja sama, pertemuan politik, dan undangan negara lain yang berhubungan dengan kenegaraan.

(24)

d. Untuk mengikuti suatu kegiatan sosial.

6. Alasan persaingan dan hadiah

a. Agar tidak dikatakan ketinggalan zaman.

b. Untuk memperlihatkan kepada orang lain bahwa yang bersangkutan mampu melakukan perjalanan.

c. Untuk memenuhi keinginan agar dapat menceritakan tentang negeri lain pada kesempatan-kesempatan tertentu.

d. Untuk merealisasikan hadiah yang diperoleh dalam suatu sayembara tertentu.

2.3

Definisi dan Fungsi Kebijakan Fiskal

Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah. Dalam artian sempit Fiskal Luar Negeri (FLN) adalah Pajak Penghasilan (PPh) yang wajib dibayar oleh setiap Orang Pribadi yang akan bertolak ke luar negeri.

(25)

meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.

Secara umum fungsi kebijakan fiskal adalah fungsi alokasi, distribusi dan stabilisasi perekonomian. Dalam hal alokasi, maka digunakan untuk apa sajakah sumber-sumber keuangan negara, sedangkan distribusi menyangkut bagaimana kebijakan negara mengelola pengeluarannya untuk menciptakan mekanisme distribusi ekonomi yang adil di masyarakat, dan stabilisasi adalah bagaimana negara menciptakan perekonomian yang stabil.

Kebijakan Fiskal ini termasuk dalam kebijakan anggaran. Adapun kebijakan anggaran tersebut terbagi tiga, yaitu:

1. Anggaran Defisit (Defisit Budget) / Kebijakan Fiskal Ekspansif

Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika keaadaan ekonomi sedang resesif.

2. Anggaran Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif

Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.

(26)

Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin.

2.4

Pembayaran dan Pengkreditan FLN

1. Tarif Fiskal Luar Negeri adalah :

• Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah), untuk setiap

kali perjalanan dengan menggunakan pesawat udara, dan

• Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah), untuk setiap kali perjalanan

dengan menggunakan kapal laut.

2. Dilaksanakan dengan menggunakan Tanda Bukti Pembayaran Fiskal Luar Negeri (TBFLN) di bandar udara atau pelabuhan laut keberangkatan ke luar negeri maupun tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.

(27)

4. Pembayaran FLN bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) Dalam Negeri merupakan pembayaran PPh pasal 25 yang dapat dikreditkan dengan PPh yang terutang pada SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak yang bersangkutan.

5. Pembayaran FLN bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak mempunyai NPWP dapat dikreditkan dengan PPh terutang dengan syarat Waijib Pajak Orang Pribadi tersebut mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP serta menyampaikan SPT Tahunan PPh ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat domisili Wajib Pajak.

6. Pembayaran FLN bagi karyawan yang bertolak ke Luar Negeri tidak dapat dikreditkan dengan PPh Pasal 21 oleh karena merupakan pembayaran PPh Pasal 25.

7. Pembayaran FLN bagi karyawan (tidak termasuk isteri dan anak), yang ditanggung pemberi kerja merupakan angsuran PPh pasal 25 bagi pemberi kerja yang dapat dikreditkan terhadap PPh terutang dalam SPT Tahunan Pemberi Kerja untuk tahun pajak yang bersangkutan.

2.5

Pengecualian Fiskal Luar Negeri

(28)

• Pembebasan langsung, diberikan oleh pejabat Direktorat Jenderal Pajak

yang berwenang, dan

• Pembebasan melalui pemberian Surat Keterangan Bebas Fiskal Luar

Negeri (SKBFLN) diterbitkan Unit Fiskal Luar Negeri (UPFLN) Direktorat Jendral Pajak.

2.5.1 Pembebasan Langsung

1. Orang asing yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dengan menunjukkan visa kunjungan atau visa singgah.

2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing, termasuk anggota keluarganya dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka, yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, sepanjang bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik, dengan menunjukkan paspor diplomatik.

(29)

dan anak-anaknya yang merupakan anggota keluarga yang belum berusia 25 tahun, belum kawin, belum mempunyai penghasilan, masih menjadi tanggungan dan tinggal bersama di wilayah akreditasi sesuai dengan ketentuan Pasal 4 huruf b angka (2) Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SP/993/PD/XI/72 tanggal 12 Juni 1972.

3. Pejabat-pejabat dari perwakilan organisasi internasional yang tidak termasuk Subjek Pajak Penghasilan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan, termasuk anggota keluarganya, sepanjang bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia, dengan menunjukkan paspor Diplomatik.

Dalam hal keberangkatannya ke luar negeri dalam rangka penempatan di luar negeri, pembebasan diberikan juga kepada isteri dan anak-anaknya yang merupakan anggota keluarga yang belum berusia 25 tahun, belum kawin, belum mempunyai penghasilan, masih menjadi tanggungan dan tinggal bersama di wilayah akreditasi sesuai dengan ketentuan Pasal 4 huruf b angka (2) Keputusan Menteri Luar Negeri Nomor SP/993/PD/XI/72 tanggal 12 Juni 1972.

(30)

dengan menunjukkan salah satu dari tanda pengenal resmi yang masih berlaku sebagai penduduk luar negeri berikut ini:

a. Green Card;

b. Identity Card;

c. Student Card;

d. Pengesahan alamat di luar negeri pada Paspor oleh Kantor Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri;

e. Surat Keterangan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia atau Kantor Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri;

f. Tertulis resmi di paspor oleh Kantor Imigrasi negara setempat.

Meskipun seseorang mempunyai salah satu tanda pengenal resmi sebagaimana huruf a s.d. f, tetapi dalam kenyataannya tidak tinggal di negara tersebut tetapi tinggal di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, yang bersangkutan wajib membayar FLN pada saat akan bertolak ke luar negeri.

(31)

(BPIH) dengan menyerahkan surat dari Departemen Agama. Pengecualian tersebut tidak berlaku bagi Jemaah Haji Khusus yang penyelenggaraannya dibebankan pada BPIH Khusus.

6. Orang pribadi yang melakukan perjalanan lintas batas wilayah Republik Indonesia melalui darat.

7. Para pekerja Warga Negara Indonesia yang akan bekerja di luar negeri dalam rangka program pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI), sepanjang tidak menerima penghasilan dari sumber di dalam negeri dengan menunjukkan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN); atau menyerahkan persetujuan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

8. Mahasiswa dari negara asing yang berada di Indonesia dalam rangka belajar dengan rekomendasi dari perguruan tinggi tempat mereka belajar dan tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia, dengan menyerahkan surat pernyataan tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dan surat rekomendasi sebagai mahasiswa atau pelajar dari pimpinan perguruan tinggi sekolah yang bersangkutan. Pembebasan tersebut tidak berlaku bagi isteri dan anak-anaknya maupun anggota keluarga lainnya.

9. Orang asing yang berada di Indonesia dan tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia yang melaksanakan:

(32)

b. program kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Negara; dan

c. tugas sebagai anggota misi keagamaan dan misi kemanusiaan di bawah koordinasi instansi terkait.

Dengan menyerahkan surat pernyataan tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dan surat rekomendasi atau persetujuan dari instansi terkait. Pengecualian tersebut tidak berlaku bagi isteri dan anak-anaknya maupun anggota keluarga lainnya.

10. Tenaga kerja warga negara asing, pendatang, yang bekerja di Pulau Batam, Pulau Bintan, Pulau Karimun, sepanjang mereka telah dipotong Pajak Penghasilan oleh pemberi kerja, dengan menyerahkan tanda bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atau Pasal 26 yang telah dilegalisir oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Batam atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tanjung Pinang atau Pejabat yang ditunjuk. Penyandang cacat atau orang sakit yang akan berobat ke luar negeri atas biaya organisasi sosial termasuk 1 (satu) orang pendamping, dengan menyerahkan surat persetujuan dari Menteri Kesehatan atau yang mewakilinya.

(33)

negeri, dengan menyerahkan surat persetujuan dari menteri terkait atau yang mewakilinya dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Menteri Kebudayaan dan Pariwisata untuk misi kesenian dan misi kebudayaaan;

b. Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga untuk misi olah raga;

c. Menteri Agama untuk misi keagamaan;

Pengecualian tersebut tidak berlaku bagi isteri dan anak-anaknya maupun anggota keluarga lainnya dari anggota misi.

12. Mahasiswa atau pelajar yang telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun yang akan belajar di luar negeri dalam rangka program resmi pertukaran mahasiswa atau pelajar yang diselenggarakan pemerintah atau badan asing dengan persetujuan menteri terkait.

13. Mahasiswa atau pelajar yang dikecualikan dari kewajiban pembayaran FLN adalah:

a. Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan anggota Polisi Republik Indonesia (POLRI) yang dilengkapi dengan paspor dinas dan surat tugas atau perjalanan dinas;

(34)

atau Badan Asing dengan persetujuan Menteri Pendidikan Nasional;

Pengecualian tersebut tidak berlaku bagi isteri dan anak-anaknya maupun anggota keluarga lainnya.

2.5.2 Pembebasan melalui pemberian Surat Keterangan Bebas Fiskal Luar Negeri

1. Anggota TNI atau POLRI dan PNS yang bertugas dibidang keamanan dan pelayanan pemerintahan di daerah perbatasan yang melaksanakan tugas dinas ke luar negeri dalam rangka kerja sama dengan negara yang berbatasan;

2. Penduduk Indonesia yang bertempat tinggal tetap di Pulau Batam yang mempunyai Kartu Tanda Penduduk yang diterbitkan oleh pihak yang berwenang di pulau tersebut, sepanjang mereka telah dipotong Pajak Penghasilan oleh pemberi penghasilan atau telah terdaftar sebagai wajib pajak dan telah memenuhi

(35)

4. Tenaga Kerja Warga Negara Asing pendatang yang bekerja di pulau Batam, pulau Bintan,pulau Karimun, sepanjang mereka telah dipotong PPh Pasal 21/26 oleh pemberi kerja, SKBFLN diterbitkan oleh UPFLN Direktorat Jenderal Pajak di daerah setempat;

5. Orang asing yang menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia yang tidak bertempat tinggal atau tidak bermaksud menetap di Indonesia dan berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari (seratus delapan puluh tiga) dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sepanjang atas penghasilan tersebut telah dipotong PPh pasal 26 oleh pemberi penghasilan.

6. Mahasiswa atau pelajar asing yang berada di Indonesia dalam rangka belajar dengan rekomendasi dari pimpinan sekolah atau perguruan tinggi yang bersangkutan dan tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia.

(36)

8. Orang asing yang berada di Indonesia dalam rangka pelaksanaan program kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan Sekretariat Kabinet serta tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia.

9. Orang asing yang berada di Indonesia dalam rangka melakukan tugas sebagai anggota misi keagamaan dibawah koordinasi Departemen Agama dan misi kemanusiaan dibawah koordinasi Departemen terkait.

10. Penyandang cacat atau orang sakit yang akan berobat ke luar negeri atas biaya organisasi sosial termasuk 1 (satu) orang pendamping dengan persetujuan Menteri Kesehatan.

11. Anggo ta Korps Diplomatik, Pegawai Perwakilan Negara Asing, staf dari Badan-Badan Perserikatan Bangsa Bangsa, tenaga ahli dalam rangka kerja sama teknik dan staf dari Badan/ Organisasi internasional beserta isteri dan anak-anaknya yang merupakan anggota keluarga seperti yang dimaksud dalam angka 1 huruf a.

12. Anak-anak yang berangkat ke Luar Negeri sepanjang umurnya tidak melebihi 12 tahun berdasarkan Bukti Surat kependudukan atau paspor yang bersangkutan.

(37)

memutuskan menjadi Warga Negara bekas Propinsi Timor Timur dan akan kembali Ke Timor Timur, berdasarkan rekomendasi Palang Merah Indonesia .

14. WNI yang akan bekerja di Luar Negeri dalam rangka program pengiriman TKI dengan persetujuan Menteri Tenaga Kerja.

15. Awak pesawat terbang dan awak kapal laut yang beroperasi di jalur internasional atau yang melakukan penerbangan, pelayaran, dan operasi berdasarkan perjanjian carter angkutan.

16. Anggota misi kesenian, misi Olah raga dan misi keagamaan serta misi dagang atau pameran yang mewakili pemerintah RI di luar negeri.

17. Mahasiswa atau pelajar Indonesia yang pergi ke Luar Negeri serta guru Indonesia dalam rangka program resmi pertukaran mahasiswa atau pelajar atau guru yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Badan Asing dengan persetujuan menteri terkait.

(38)

pembebasan tersebut hanya diberikan untuk 4 (empat) kali dalam masa 1 (satu) tahun takwim.

19. Orang Pribadi WNA yang bekerja di Indonesia untuk kepentingan Kantor Perwakilan Perusahaan Asing, dan ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

[image:38.595.134.496.281.562.2]

BAB III

GAMBARAN UMUM KERJASAMA IMT-GT

(INDONESIA-MALAYSIA-THAILAND GROWTH

TRIANGLE)

(39)

Ada beberapa hal yang meyebabkan pengecualian pembayaran Fiskal Luar Negeri, salah satunya bebas fiskal kepada daerah atau kawasan yang memiliki hubungan diplomatik dan perekonomian yaitu kawasan Indonesia – Malaysia – Thailand Growth Triangle (IMT-GT). Menteri Perekonomian menyampaikan bebas fiskal di kawasan IMT-GT yang juga masuk dalam persyaratan bebas bayar fiskal dalam peraturan pemberlakuan fiskal saat ini.

Bahkan ASITA Sumatera Utara mendesak Direktur IMT-GT untuk duduk bersama dengan Dirjen Pajak, Dirjen Departemen Luar Negeri, maupun Departemen Pariwisata untuk membahas dan mengkaji ulang baik-buruk dan berbagai dampak (multiplier effect) atas pemberlakuan fiskal yang terkesan mendadak dan sangat membebani tersebut.

Sikap protes itu disampaikan Ketua Umum DPD ASITA Sumatera Utara kepada wartawan di kantor ASITA Sumatera Utara di Jalan Djuanda Medan. Menurutnya, sikap keberatan dari perusahaan-perusahaan perjalanan wisata di Sumatera Utara telah disampaikan kepada DPD ASITA terkait dengan adanya dari Surat Edaran Dirjen Pajak yang diterima maupun ditempelkan di terminal keberangkatan luar negeri Bandara Polonia.

(40)

fiskal tahun 2011 masih belum dapat dijadikan acuan untuk saat ini melihat kebijakan yang telah dilakukan tentang pemberlakuan fiskal bagi yang tidak memiliki NPWP.

Dalam Surat Edaran tersebut disebutkan, bahwa pemberlakuan fiskal yang sebesar Rp 2,5 juta dan laut sebesar Rp 1 juta, efektif akan diberlakukan 1 Januari 2009 bagi yang tidak memiliki NPWP termasuk yang memiliki paspor dengan alamat di kawasan Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Bengkulu dan Jambi.

ASITA terus berupaya untuk memperjuangkan pemberlakuan bebas fiskal bagi non pemilik NPWP bagi warga yang berdomisili di kawasan IMT-GT. ASITA juga mendesak agar pemerintah membatalkan kebijakan tersebut karena penarikan pajak yang dikaitkan dengan kunjungan luar negeri tidaklah tepat dan dapat mempermalukan negara sendiri. Apalagi kerjasama IMT-GT ditandatangani antara pemerintah dengan pemerintah.

Pemberlakuan tersebut juga dapat mementahkan hubungan kerjasama pertumbuhan di antara Indonesia-Malaysia-Thailand yang ditangani secara face to face dengan konsep IMT-GT (Indonesia–Malaysia–Thailand Growth Triangle).

Kerjasama itu sendiri dapat memacu pertumbuhan perekonomianm, perdagangan dan pariwisat di tiga kawasan yang bertetangga.

(41)

Indonesia meliputi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Jambi.

Dengan kerjasama tersebut, warga yang berdomisili di enam propinsi Pulau Sumatera tersebut selama ini dapat bebas bepergian ke kawasan yang berada di Malaysia dan Thailand tanpa membayar fiskal. Tetapi dengan adanya Surat Edaran tersebut, masyarakat yang akan bepergian ke luar negeri harus membayar fiskal tanpa pandang bulu. Ini tidak hanya memberatkan warga negara, tetapi juga merupakan ancaman bagi perusahaan wisata dan penerbangan. Saat ini, travel rata-rata telah menjual paket wisata ke luar negeri tanpa memasukkan biaya fiskal tersebut. Di sisi lain, masyarakat yang akan bepergian untuk berobat ataupun yang akan melobi bisnis ke luar negeri akan merasa enggan untuk bepergian dikarenakan tingginya biaya yang akan dikeluarkan. Dengan penurunan drastis penumpang tersebut tentu akan mengancam maskapai penerbangan.

Memang untuk saat ini belum ada protes keras dari negara Malaysia dan Thailand menyangkut masalah tersebut. Tetapi, mari kita bayangkan jika mereka juga melakukan kebijakan yang serupa sehingga dapat merugikan Indonesia.

(42)

penerbangan akan berdampak pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karyawan dan itu membahayakan pemerintah dengan bertambahnya jumlah pengangguran.

Selain itu, kebijakan fiskal berdampak juga terhadap kedatangan wisatawan yang akan berkunjung ke Indonesia misalnya kunjungan wisatawan asing dari Malaysia dan Thailand, atau dari negara lain yang menyebabkan berkurangnya frekuensi penerbangan.

BAB IV

DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL LUAR NEGERI

TERHADAP PENURUNAN PENUMPANG PADA

MASKAPAI PENERBANGAN

4.1

Protes Wisatawan Akibat Pemberlakuan Tarif Fiskal Luar

Negeri

(43)

1. Progresifitas

Pajak ini sifat sangat regresif. Artinya, instrumen pajak penghasilan ini sama sekali tidak memenuhi kriteria "adil". Disebabkan karena dalam satu pesawat banyak terdapat bermacam-macam tipe profesi penumpang dengan penghasilan yang berbeda-beda pula, tetapi diwajibkan membayar Pajak Penghasilan sebesar Rp 1 juta.

Sebagai contoh adalah Gaji TKI pembantu rumah tangga perbulannya kira-kira US $ 150. TKI yang bekerja sebagai pekerja teknis (kelas menengah kebawah). Gajinya kira-kira US $ 600. Ada juga pramugari maskapai asing. Gajinya kira-kira US $ 750-1000. Ada pelajar SMA dan mahasiswa yang tidak punya penghasilan, ada juga orang tua yang lanjut usia yang hanya mempunyai gaji pensiun yang sangat kecil, ada seorang ekonom profesional, dan ada juga pengusaha kelas atas yang sangat kaya raya.

Prinsip perpajakan mengatakan bahwa pajak penghasilan seharusnya bersifat progresif (adil). Artinya, pajak penghasilan yang dibebankan haruslah proporsional dengan tingkat pendapatannya. Beban pajak orang kaya seharusnya lebih besar daripada beban pajak orang miskin. Dimana letak keadilan dari pajak fiskal luar negeri ini? Karena pajak ini sifatnya sangat regresif, maka pajak ini adalah pajak yang sangat buruk.

2. Kesederhanaan

(44)

kompleksnya pajak ini sehingga aparat pemungut pajak di bandara ikut mengeluh bahwa mereka kerap tidak paham. Salah seorang wisatawan yang selama 10 tahun terakhir penumpang kerap melakukan perjalanan luar negeri. Dan setiap kali mengurus pajak, ia selalu bertanya kepada petugas yang melayani, "Apakah Anda paham semua aturan yang melandasi pajak ini?" Jawaban mereka adalah kebingungan, hampir semua mengatakan mereka agak bingung. Ada beberapa pengecualian yang terdapat didalam pajak ini antara lain:

1. Warga negara yang tinggal di luar negeri mendapat keringanan sampai empat kali. Hal ini dibuktikan oleh pengesahan alamat di luar negeri oleh Kantor Perwakilan Indonesia di luar negeri. Yang menjadi pertanyaa ialah mengapa 4 kali? Mengapa tidak 2? Atau 6? Atau 9? Atau mengapa tidak dibebaskan saja? Apa dasarnya?

2. Namun demikian, orang yang tercatat tinggal di luar negeri tersebut hanya boleh berada di Indonesia tidak lebih dari enam bulan (183 hari) dalam jangka waktu 12 bulan.

3. Tarif Fiskal Luar Negeri untuk perjalanan udara sebesar Rp 1 juta, sementara pajak fiskal untuk perjalanan laut sebesar Rp 500 ribu. Ini adalah diskriminasi yang tidak jelas, dengan dasar argumennya: “Apakah dengan naik kapal laut artinya orang tersebut lebih miskin dari penumpang pesawat?” Perlu diingat, pengenaan pajak pendapatan harus punya dasar konseptual, karena pembebanan pajak bukanlah urusan inferensi statistik.

(45)

yang bahkan berusia 20 tahun yang tidak punya penghasilan dibebankan pajak penghasilan? Ini sama sekali tidak masuk akal.

5. Orang-orang ber-KTP Batam dan beberapa wilayah perbatasan lainnya dibebaskan dari pembayaran fiskal. Mengapa pemberlakuan diskriminasi pajak penghasilan didasarkan pada faktor geografis?

6. Pegawai negara yang bertugas luar negeri, bila mendapat surat pengesahan dari sekretariat negara akan dibebaskan dari pajak Fiskal Luar Negeri. Mengapa pemberlakuan diskriminasi pajak penghasilan didasarkan pada sektor kerja dan bukan pada faktor pendapatan?

7. Pemegang paspor berwarna biru (dinas) ataupun hitam (diplomatik) dibebaskan dari pembayaran pajak fiskal ini. Mengapa memberlakukan diskriminasi terhadap orang yang bekerja di sektor non-pemerintah? Apa hebatnya seorang pegawai negeri sehingga dia layak mendapatkan pengecualian?

Karena begitu banyaknya pengecualian yang diciptakan maka diperlukan begitu banyak mekanisme cek dan kontrol, yang kesemuanya menimbulkan implikasi biaya administrasi pemungutan. Keseluruhan pengecualian itu masih saja memunculkan celah-celah korupsi.

(46)

Dalam kasus lain, seseorang berhasil mendapatkan KTP Medan atau Batam sehingga bebas mondar-mandir ke Thailand atau Malaysia tanpa membayar pajak penghasilan. Contoh ini bisa kita perpanjang, tetapi esensinya ialah semua pengecualian itu memunculkan perilaku arbitrase dan pengindaran pajak atau dikenal dengan istilah "tax evasion". Padahal, prinsip pajak menghendaki agar instrumen pajak bersifat sederhana sehingga arbitrase dan penghindaran pajak tidak terjadi.

Bila diusut lebih lanjut, teoritis pajak bisa mengajukan lebih banyak lagi pertanyaan mendasar terhadap semua contoh pengecualian diatas. Tidak satupun pegawai Departemen Keuangan, bahkan Menteri Keuangan sekalipun, akan mampu memberikan jawaban yang masuk akal. Didasarkan semua pengecualian di atas tidaklah memiliki landasan konseptual yang memadai.

3. Elastisitas penerimaan pajak

(47)

Penerimaan pajak ini hanya berhubungan dengan jumlah penumpang pesawat ke luar negeri, maka nama pajak ini seharusnya bukan pajak penghasilan, tetapi pajak kepala atau di Inggris pernah dikenal dengan nama "poll tax".

4. Efisiensi administrasi perpajakan

Kriteria ini berdimensi dua. Pertama, pajak ini nampaknya tidak efisien dilihat dari potensi kebocoran sebagai akibat banyaknya celah-celah pajak. Harian Suara Pembaharuan pernah menulisan bahwa total penerimaan dari pajak fiskal luar negeri ini diperkirakan sebesar Rp 2 triliun. Sementara itu, kebocorannya disinyalir sebesar Rp 500 miliar, maka tingkat kebocoran pajak ini adalah 25%. Ini angka yang fantastis. Dengan asumsi jumlah penumpang ke luar negeri sebanyak 7 juta setahun, ada yang mensinyalir potensi penerimaan pajak ini berkisar pada angka Rp 7 triliun. Mari kita asumsikan angka ini benar, asumsikan besarnya kebocoran pajak ini tetap sama yaitu Rp 500 miliar. Artinya, tingkat kebocoran pajak ini adalah 7%. Ini angka yang fantastis. Jadi, jika tingkat kebocorannya bila penerimaan pajak fiskal hanya Rp 5 triliun, atau kurang dari itu, hanya aparat Dirjen Pajak yang bisa membantah atau mengkonfirmasi sinyalemen ini.

Dimensi kedua, dilihat dari rasio antara biaya administrasi pemungutan (collection cost) dan penerimaan pajaknya (revenue). Jumlah loket pembayaran

(48)

transportasi, dan lain-lain). Pemungutan pajak ini juga bekerja sama dengan beberapa bank misalnya Bank Mandiri dan BCA yang harus dibayar pemerintah kepada bank-bank tersebut. Jumlahkan semua biaya itu, lalu hitung rasio antara semua biaya administrasi diatas dengan total penerimaan pajaknya. Dapat dikatakan bahwa rasionya stabil dan tidak pernah turun. Rasionya pun mungkin bisa mencapai 5%. Bila rasionya stabil pada angka tertentu, itu artinya "collection cost" nya tidak efisien. Bila rasionya berkisar 5%, maka itu artinya collection

cost-nya terlalu tinggi untuk pajak sekecil ini.

5. Kecukupan (adequacy)

Perhitungan rasio antara penerimaan pajak fiskal luar negeri dengan total penerimaan pajak PPh adalah hanya 2,5%. Artinya, penerimaan pajak fiskal luar negeri ini hanya 2,5% dari total penerimaan pajak penghasilan (PPh). Apabila kita hitung rasio pajak ini dengan total penerimaan pajak, angkanya menjadi 1,5%.

6. Efisiensi ekonomi

(49)

Akibatnya, barang dan jasa atau dalam bahasa ekonominya: output, bergerak bebas antar negara.

Di era globalisasi, hambatan pergerakan modal dihilangkan sehingga modal bebas bergerak antar negara. Tarif ekspor dan impor diturunkan. Biaya melakukan transfer uang semakin rendah. Upaya untuk menciptakan simetri ekonomi, pergerakan manusia justru dihambat. Padahal, tenaga kerja dan manusia adalah faktor produksi Indonesia yang terpenting, dan mobilitasnya perlu ditingkatkan. Selain itu, bepergian ke luar negeri akan menambah wawasan dan pembelajaran. Jadi, dilihat dari sudut pandang analisa pertumbuhan ekonomi, pajak fiskal ini justru distortif.

Kesimpulannya jelas, dilihat dari sudut pandang manapun, pajak ini tidak layak dipertahankan. Jumlah penerimaannya tidak seberapa, bocornya banyak, efeknya distortif, dan (yang terpenting) pajak ini sangat regresif karena tidak ada unsur keadilan didalamnya. Jadi pajak ini adalah pajak busuk dan harus segera dicabut.

Sungguh mengherankan bila ada orang yang berusaha mempertahankan pajak ini. Di sebuah surat kabar mengatakan bahwa Menteri Pariwisata pernah berkeras agar Indonesia mempertahankan pajak ini dengan dalih agar turis Indonesia tidak lari ke luar negeri. Argumen seperti itu adalah argumen salah kaprah. Bila ingin menjaring wisatawan domestik, benahilah infrastruktur dan insentif pariwisata dalam negeri. Jangan pakai instrumen fiskal.

(50)

dan kualitas tempat perbelanjaan di dalam negeri. Tingkatkan juga kualitas regulasi pasar sehingga harga-harga barang di Indonesia menjadi kompetitif. Jangan pakai instrumen fiskal. Selain itu, pemerintah tidak berhak untuk membatasi kebebasan orang untuk berbelanja. Kebijakan yang menghambat orang untuk bepergian itu adalah kebijakan otoriter. Hanya negara-negara represif yang menghalangi perjalanan warganya ke luar negeri.

Selain semua hal di atas, protes wisatawan ini juga disebabkan karena ruangan yang digunakan sebagai tempat pemungutan fiskal berukuran kecil sehingga para penumpang harus mengantri hingga antriannya sampai ke luar konter. Protes atas penarikan fiskal bagi warga yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak juga dilakukan masyarakat yang akan ke luar negeri melalui Pelabuhan Internasional Tanjung Balai Karimun (TBK).

4.2

Dampak Pemberlakuan Tarif Fiskal Luar Negeri terhadap

Penurunan Jumlah Penumpang pada Maskapai Penerbangan

Menjelang sebulan pemberlakuan tarif Fiskal Luar Negeri bagi WNI yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), jumlah penumpang airlines yang berangkat ke luar negeri turun drastis.

(51)

per hari dari pungutan yang dibayarkan baik Warga Negara Indonesia (WNI) atau Warga Negara Asing (WNA) yang berangkat ke Thailand dan Malaysia.

Sementara itu, kalangan dunia penerbangan di Medan menyatakan sepinya penumpang yang berangkat ke Malaysia dan Thailand, sehingga mengakibatkan sejumlah maskapai mengurangi frekuensi penerbangan bahkan sampai menghentikan operasional sementara waktu seperti yang dilakukan Lion Air, Sriwijaya Air, Malaysia Airlines, Silk Air, dan Kartika Air .

Sementara sejak diefektifkannya kebijakan tersebut, terminal keberangkatan Internasional Bandara Polonia Medan terlihat sunyi dari penumpang. Bahkan tingkat isian seat maskapai penerbangan menurun hingga 70%. Beberapa di antaranya terpaksa membawa penumpang dengan tujuan Penang dengan jumlah 20 orang saja.

Merosotnya kunjungan ke Malaysia itu, terindikasi dari turis pada Januari. Biasanya pada Januari terjadi kenaikan kunjungan 20-25 persen karena pada saat itu banyak yang berlibur ke negeri jiran tersebut. Namun pada Januari 2009 ini jumlah Warga Negara Indonesia yang berkunjung ke Malaysia hanya 186.023 orang.

(52)

Dari jumlah pengunjung tersebut, 55 persen berasal dari Medan. Sementara itu pada Janauri-Desember 2008, jumlah warga Indonesia ke Malaysia mencapai 2,4 juta, memang naik dibanding periode sama tahun 2007 sebesar 2 juta orang. Kunjungan ke Malaysia memang naik, tetapi kenaikannya berkurang dibanding biasanya. Padahal minat turis Indonesia ke Malaysia masih meningkat hanya saja sekarang sedang berkurang. Data di Bandara Polonia Medan, penumpang ke luar negeri mencapai 35.148 orang, meningkat dibanding tahun 2007 sebanyak 29.864 orang.

Sebagai contoh nyata, pada hari Senin 2 Februari 2009, sebanyak lima maskapai penerbangan batal terbang akibat tidak ada penumpang. Ini dikarenakan kebijakan wajib bayar fiskal sebesar Rp 2,5 juta jika calon penumpang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

(53)

Sedangkan maskapai yang terbang tujuan Penang hanya Sriwijaya Air dengan jumlah penumpang sebanyak 102 orang. Keterangan lain diperoleh, selain pembatalan keberangkatan, maskapai Air Asia akhirnya menggabungkan penerbangan pada pukul 08.40 WIB dengan pesawat AK 977 tujuan Kuala Lumpur. Lion Air juga, maskapai ini baru terbang pukul 12.30 WIB dengan menggabungkan penumpang sebelumnya yang tidak berangkat dan selebihnya memang tidak berangkat karena kosong penumpang.

Selain itu pada hari Senin 2 Februari 2009, tiga jadwal penerbangan di Polonia juga dibatalkan. Tiga penerbangan tujuan Penang, Malaysia terpaksa dibatalkan, karena tidak ada penumpang.

Penerbangan yang batal berangkat yakni Malaysia Airlines (MAS) dengan nomor penerbangan MH 863, MAS MH 862 dan Lion Air JT 8286. MAS MH 863 seharusnya berangkat ke Penang sekira pukul 13.50 WIB. Begitu pula dengan MAS MH 862 dari Penang sekira pukul 15.00 WIB. Sedangkan, Lion Air rencananya akan berangkat ke Penang pukul 12.15 WIB.

Terminal keberangkatan internasional sejak pukul 11.00 WIB terlihat sepi dari penumpang. Sebab, sebelumnya beberapa maskapai yang terbang diantaranya MAS dengan nomor penerbangan 861 tujuan Kuala Lumpur mengangkut 50 penumpang berangkat pukul 09.10 WIB.

(54)

pukul 09.40 membawa 103 penumpang, Fire Fly VY 3405 tujuan Penang berangkat pukul 10.30 WIB membawa 27 orang penumpang.

Pembatalan penerbangan ternyata bukan hanya dialami maskapai yang terbang ke luar negeri. Untuk tujuan domestik, Linus Airlines tujuan Pekan Baru juga membatalkan penerbangannya akibat tidak ada penumpang. Sepinya penumpang membuat sejumlah maskapai terpaksa menetapkan harga tiket murah untuk tujuan luar negeri dan domestik. Untuk tujuan luar negeri yakni Penang, harga tiket hanya US $ 60/PP (pulang-pergi). Sedangkan tujuan domestik antara lain, Medan-Jakarta, Lion Air memasang harga Rp 430 ribu, Mandala Rp 648 ribu, Sriwijaya Rp 492 ribu, Garuda Rp 900 ribu hingga Rp 1,1 juta dan Batavia Rp 482 ribu. Untuk tujuan Padang, Mandala memberikan harga tiket Rp 455 ribu, tujuan Pekan Baru Sriwijaya memasang harga Rp 650 ribu.

(55)

BAB V

PENUTUP

(56)

Pengenaan fiskal udara sebesar Rp 2,5 juta dan laut Rp 1 juta kepada setiap warga Sumatera Utara yang akan bepergian ke luar negeri yang diberlakukan mulai 1 Januari 2009 diprotes DPD ASITA (Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies) atau Asosiasi Perusahaan Perjalanan Indonesia Sumatera Utara.

Ada beberapa hal yang meyebabkan pengecualian pembayaran Fiskal Luar Negeri, salah satunya bebas fiskal kepada daerah atau kawasan yang memiliki hubungan diplomatik dan perekonomian yaitu kawasan Indonesia – Malaysia – Thailand Growth Triangle (IMT-GT). Menteri Perekonomian menyampaikan bebas fiskal di kawasan IMT-GT yang juga masuk dalam persyaratan bebas bayar fiskal dalam peraturan pemberlakuan fiskal saat ini.

Tarif Fiskal Luar Negeri mulai diberlakukan dengan adanya Peraturan Permerintah Nomor 80 tahun 2003 tentang Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri yang bertolak ke luar negeri. Dengan peraturan bahwa penumpang yang bebas fiskal adalah:

• Penumpang yang berusia di bawah 21 tahun,

• Orang asing yang berada di Indonesia kurang dari 183 hari dalam kurun waktu

12 bulan,

• Pejabat perwakilan diplomatik,

• Organisasi internasional,

• Warga Negara Indonesia yang memiliki dokumen resmi penduduk negara lain,

(57)

• Lintas batas jalan darat, dan

• Tenaga Kerja Indonesia (TKI).

Dilihat dari sudut pandang manapun, kebijakan Tarif Fiskal Luar Negeri tidak layak dipertahankan. Jumlah penerimaannya tidak seberapa, bocornya banyak, efeknya distortif, dan (yang terpenting) pajak ini sangat regresif karena tidak ada unsur keadilan didalamnya. Jadi pajak ini adalah pajak busuk dan harus segera dicabut.

(58)

DAFTAR PUSTAKA

Djoeli, Hazed. Bidang Keahlian Usaha Wisata (Diktat). Medan 2006.

Djoeli, Hazed. Guilding Technique. Medan 2002.

Irianto, Agus. Pengantar Airlines Reservation. Jakarta: Gramedia. 1999.

Karyono Hari, A. Kepariwisataan. Jakarta: Grasindo. 1997.

(59)

Pendit, Nyoman Suwandi. Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta: Pradnya Paramita. 1983.

Wahab, S. Manajemen Kepariwisataan. Jakarta: Pradnya Paramita. 1989.

Yoeti, Oka A. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung: Angkasa. 1988.

(60)
(61)
(62)
(63)

Gambar

GAMBARAN UMUM KERJASAMA IMT-GT

Referensi

Dokumen terkait

Terlebih lagi, dengan langkah PHD yang meningkatkan layanan kepada segmen dewasa muda urban, Perseroan akan terus mendedikasikan sumber dayanya untuk meningkatkan penggunaan

Berdasarkan fenomena ini muncul beberapa pertanyaan bagaimanakah pandangan hukum Islam terhadap pelaksanaan tradisi mangande olif-olif, yang merupakan studi kasus pemberian

• Memberikan penghormatan kepada pejabat negara, pejabat pemerintahan, perwakilan negara asing dan/ atau organisasi internasional serta tokoh masyarakat tertentu, dan/atau tamu

Tata Tempat adalah aturan tentang pengaturan tempat bagi Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, Perwakilan Negara asing dan/atau organisasi Internasional serta tokoh

1).Pejabat Negara, Pejabat Pemerintah, perwakilan negara asing dan/atau organisasi internasional, serta Tokoh Masyaarakat Tertentu dalam Acara Resmi dapat didampingi

Setiap perusahaan selalu mengejar keuntungan guna kesinambungan produksi. Keuntungan yang diperoleh ditentukan pada penetapan harga yang ditawarkan. Harga suatu produk atau

Penelitian mengenai “Penggunaan Metode Analytic Hierarchy Process Dalam Seleksi Calon Karyawan Pada PT.Bank Syariah, data-data primer yang digunakan seperti kriteria–kriteria

Mojokerto.. Begaganlimo Kecamatan Gondang; Desa Kalikatir Kecamatan ondang; Desa Sumberjati Kecamatan Jatirejo; Desa Jembul Kecamatan Jatirejo; Desa Tawangrejo Kecamatan