• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Harga Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit Di Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Harga Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit Di Sumatera Utara"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HARGA TANDAN BUAH SEGAR (TBS) KELAPA

SAWIT DI SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh

MAHRANI

077018039/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANALISIS HARGA TANDAN BUAH SEGAR (TBS) KELAPA

SAWIT DI SUMATERA UTARA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains

dalam Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

MAHRANI

077018039/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : ANALISIS HARGA TANDAN BUAH SEGAR (TBS) KELAPA SAWIT DI SUMATERA UTARA

Nama Mahasiswa : Mahrani Nomor Pokok : 077018039

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr.Rahmanta, M.Si) (Drs.Rujiman,M.A) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Dr.Murni Daulay, M.Si) (Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B.,MSc)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 1 September 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Rahmanta, M.Si

Anggota : 1. Drs Rujiman,M.A

1. Dr. Murni Daulay, S.E.M.Si

2. Dr Jonni Manurung, M.S.

(5)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis harga Tandan Buah segar (TBS) Kelapa Sawit di Sumatera Utara. Secara Spesifik tujuan penelitian adalah : (1) mengetahui hubungan saling mempengaruhi antara harga Minyak Goreng dan harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit di Sumatera Utara, (2) mengetahui hubungan saling mempengaruhi antara Nilai Tukar $ US dan harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit di Sumatera Utara, (3) mengetahui hubungan saling mempengaruhi antara harga Minyak Kelapa dan harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit di Sumatera Utara.

Model Ekonometrika yang digunakan adalah Vector Auto Regression (VAR) empat variabel yaitu, Harga TBS (HTBS), Harga Minyak Goreng (HMG), Harga Minyak Kelapa (HMK), dan Nilai Tukar (ER). Data yang digunakan adalah data time series bulanan tahun 1998-2007. Mengingat data yang dipergunakan merupakan data

time series yang cenderung fluktuatif ataupun memiliki trend, maka uji unit root pada data tersebut perlu dilakukan. Uji stasioner yang digunakan adalah Augmented Dicky Fuller Test (ADF). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Efiews 4.1.

Berdasarkanhasil vector autoregression menunjukkan bahwa kontribusi yang paling besar dan positif terhadap Harga Tandan Buah Segar adalah Harga Minyak Kelapa t-1 sebesar 2802.73 kemudian disusul oleh Harga Minyak Goreng t-1 sebesar 1821.07 dan Nilai Tukar sebesar 1161.67. Berdasarkan hasil dari Impulse Respon Function menunjukkan bahwa satu standar deviasi dari HTBS akan berpengaruh terhadap HTBS, akan meningkatkan HTBS sendiri sebesar 9961.992 membawa efek kenaikan standar deviasi terhadap variabel Nilai Tukar sebesar 232.8556. Dari Hasil

Variance decomposition Harga Tandan Buah Segar (HTBS) diperoleh hasil bahwa dalam jangka pendek dan menengah kontribusi Harga Minyak Goreng terhadap Harga Tandan Buah Segar (HTBS) lebih besar dibanding Harga Minyak Kelapa dan Nilai Tukar, hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar Harga Minyak Goreng ditentukan berdasarkan Harga Tandan Buah Segar. Untuk jangka panjang Harga Tandan Buah Segar digunakan sebagai nilai untuk dapat menentukan Harga Minyak Goreng.

(6)

ABSTRACT

The objective of the research is to find out the price of fresh fruit bunch (FFB) in North Sumatera. Specificly the objective of this research are : to find out cointegration between the price of fresh fruit bunch (FFB), the price of cooking oil and the price of fresh fruit bunch (FFB), the price of foreign exchange rates and the price of fresh fruit bunch (FFB), the price of coconut oil and the price of fresh fruit bunch (FFB).

By using monthly data 1998-2007 period, an econometric approach of econometrics specially a vector autoregression model was applied in this study, used four variables, the price of fresh fruit bunch (FFB), the price of cooking oil, the price of foreign exchange rates and the price of coconut oil. Remembered that we used time series data, had trend and fluktuatif, unit root test must be done. The study uses Augmented Dicky Fuller Test (ADF) using software eviews 4.1.

The result of vector autoregression indicates that the best contribute of fresh fruit bunch price are coconut oil price (t-1) about 2802.73, followed by cooking oil price (t-1) about 1821,07, and the exchange rates about 1161,67. The result of impulse response function indicates that a standar deviation from fresh fruit bunch price will increase fresh fruit bunch about 9961,992 make the increase of standard deviation effect of exchange rates about 232,8336. The result of Variance Decomposition of Fresh Fruit Bunch Price indicates that in the middle and short term the contribution of cooking Oil to Fresh Fruit Bunch has more contribution than coconut oil and the exchange rates, indicates that a few of coconut oil price has been taken for Fresh Fruit Bunch price. For long term Fresh Fruit Bunch price taken for cooking oil.

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji kepada Allah SWT yang telah memberikan kekuatan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Dalam penyelesaian penulisan tesis ini, penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak, baik dalam bentuk moril, bimbingan maupun arahan, sehingga sesuai dengan aturan yang telah ditentukan. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, D.M.T.&H., Sp.A (K). selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc. selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

3. Ibu Dr.Murni Daulay, M.Si. Selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Ekonomi Pembangunan Univesitas Sumatera Utara dan sekaligus sebagai Pembanding atas arahan dan bimbingannya selama masa perkuliahan dan pengerjaan tesis ini. 4. Bapak Dr. Rahmanta, M.Si. selaku Ketua Pembimbing dan Bapak Drs Rujiman,

M.A. selaku Anggota Pembimbing yang telah memberikan berbagai masukan dan arahan yang sangat konstruktif bagi penyempurnaan tulisan ini.

5. Bapak Dr. Jonni Manurung, M.S., dan Bapak Drs. Rahmat Sumanjaya, M.Si. sebagai pembanding yang telah memberikan masukan dan saran atas penulisan tesis ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen beserta staf Administrasi pada Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

(8)

8. Bapak dan Ibu dosen serta pegawai pada Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Muslim Nusantara Al-Washliyah, Bapak dan Ibu dosen pada Program Studi Agribisnis Universitas Al-Washliyah, dan rekan-rekan guru di SMP BAHARI dan MTs.PAB Helvetia yang telah memberikan dukungan serta berbagai kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

9. Ayahanda Zulkifli / Ibunda Arbaiah, adik-adikku, atas do’a dan dukungannya, sahabat-sahabat, Juli ’thanx 4 ur help’, Lisna, Rini, Mayang, Santi, Dani, Fika ’thank’s for all ur support’, Diah ”u make me survive to face all” Kantun, Tutut, Ika, Ani, Thanks atas dukungannya, P’Ewin, P’Mun, K’Nci, atas semangat dan ”Motivasi”, Eka n Neneng ”Though u far, but u gave me so much”, last but not least to my ’Pirates’ ’Thanks for your support, pray n kindess that never end’

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih banyak terdapat kekurangan. Semoga tesis ini dapat memberikan kontribusi bagi kita semua. Amin.

Medan, Agustus 2009 Penulis,

(9)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Mahrani

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 03 Desember 1978

Alamat : Jl. Satu Ling.12 No.B29 P.Brayan Bengkel Medan Pekerjaan : Staf Pengajar FP.UMN-Al-Washliyah

Status : Menikah

Nama Orangtua :

Ayah : Zulkifli

Ibu : Arbaiah

Pendidikan :

a. SD : SDN No. 060863 Medan

b. SMP : SMP SWASTA PERTIWI Medan c. SMA : SMAN 3 Medan

d. S1 : Fak. Pertanian USU

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 10

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 12

1.1. Teori Harga ... 12

1.2. Struktur Pasar ... 16

1.3. Komoditas Kelapa Sawit... 17

1.4. Studi Terdahulu... 20

(11)

1.6. Hipotesis Penelitian... 28

BAB III METODE PENELITIAN ... 29

3.1 Ruang Lingkup Penelitian... 29

3.2 Jenis dan Sumber Data Penelitian ... 29

3.3 Pengujian Stasioneritas ... 30

3.4 Uji Unit Root... 32

3.5 Kointegrasi ... 33

3.6 Kasus Univariate ... 34

3.7 Kasus Multivariate ... 35

3.8 Vector Autoregressive (VAR)... 36

3.9 Impulse Response Function... 37

3.10 Forecast Error Variance Decomposition... 39

3.11 Model Analisis ... 41

3.12 Metode dan Analisis Data ... 41

3.13 Definisi Operasional ... 42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43

4.1.Perkembangan Harga TBS... 43

4.2.Perkembangan Harga Minyak Goreng... 45

4.3.Perkembangan Nilai Tukar ($US)... 48

4.4.Perkembangan Harga Minyak Kelapa ... 50

4.5.Hasil Penelitian ... 53

(12)

4.5.2. Kestasioneran Data... 54

4.5.3. The Granger Causality Test... 55

4.5.4. Uji Kointegrasi Johansen ... 57

4.5.5. Hasil Estimasi VAR ... 59

4.5.6. Impulse Response Function(IRF) dan Grafik Cholesky... 65

4.5.7. Variance Decomposition... 75

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 83

5.1. Kesimpulan ... 83

5.2. Saran... 85

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1.Perkembangan Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia

Berdasarkan Pengusahaannya ...2

1.2.Produksi Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit Tahun 1998-2006 Berdasarkan Pengusahaannya ...2

1.3.Luas Tanaman dan Produksi Kelapa Sawit Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Kabupaten Tahun 2004-2007 ...4

1.4.Perkembangan Harga TBS dan Bagian Harga Yang Diterima Petani di Sumatera Utara...8

4.1.Perkembangan Harga TBS Sumatera Utara Periode Januari 1998- Desember 2007 (Rupiah) ...44

4.2.Perkembangan Harga Minyak Goreng Sumatera Utara Periode Januari 1998-Desember 2007 (Rupiah) ...47

4.3.Perkembangan Nilai Tukar ($US) Sumatera Utara Periode Januari 1998-Desember 2007 (Rupiah) ...49

4.4.Perkembangan Harga Minyak Kelapa Sumatera Utara Periode Januari 1998-Desember 2007 (Rupiah) ...52

4.5.Uji Akar Unit First Difference... 55

4.6.Uji Kausalitas Granger... 56

4.7.Uji Kointegrasi Johansen ... 58

4.8.Hasil Analisa VAR dengan dasar Lag 1 ... 59

4.9.Impulse Response Function HTBS ... 66

4.10. Impulse Response Function ER ... 69

(14)

4.12.Impulse Response Function HMK ... 73

4.13.Variance Decomposition HTBS... 76

4.14.Variance Decomposition ER... 78

4.15.Variance Decomposition HMG ... 79

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1. Produksi Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit Tahun 1998-2006

Berdasarkan Pengusahaannya ... 3

1.2. Harga Riil dan Nominal CPO di Rotterdam (US$/kg) ... 7

2.1. Bagan Alur Produksi Kelapa Sawit ... 19

2.2. Skema Kerangka Pemikiran... 27

4.1. Diagram Perkembangan Harga TBS (Tandan Buah Segar) Periode Januari 1998 s/d Desember 2007 ... 45

4.2. Diagram Perkembangan Harga Minyak Goreng Periode Januari 1998 s/d Desember 2007 ... 46

4.3.Diagram Perkembangan Nilai Tukar ($US terhadap Rupiah) Periode Januari 1998 s/d Desember 2007 ... 50

4.4. Diagram Perkembangan Harga Minyak Kelapa Periode Januari 1998 s/d Desember 2007 ... 51

4.5. Stabilitas Vector Autoregression pada Lag 1... 62

4.6. Respon Variabel HTBS pada perubahan Variabel lain... 74

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Uji Kausalitas Granger... 88

2. Uji Kointegrasi Johansen ... 89

3. Unit Root Test Pada Level (HTBS) ... 92

4. Unit Root Test Pada Level (HMG) ... 93

5. Unit Root Test Pada Level (ER) ... 94

6. Unit Root Test Pada Level (HMK) ... 95

7. Unit Root Test Pada First Difference (HTBS)... 96

8. Unit Root Test Pada First Difference (HMG) ... 97

9. Unit Root Test Pada First Difference (ER)... 98

10. Unit Root Test Pada First Difference (HMK) ... 99

11. Penentuan Panjang Lag Pada Level ... 100

12. Regresi VAR Pada Lag 1 ... 101

13. Stabilitas VAR Pada Lag 1 ... 102

14. Tabel Impulse Response Function... 103

15. Impulse Response Function Tunggal ... 107

16. Impulse Response Function Ganda ... 108

17. Tabel Variance Decomposition... 109

18. Variance Decomposition Tunggal... 111

(17)

20. Perkembangan Harga TBS Sumatera Utara

Periode Januari 1998 - Desember 2007 (Rupiah) ... 113 21. Perkembangan Harga Minyak Goreng Sumatera Utara

Periode Januari 1998 - Desember 2007 (Rupiah) ... 114 22. Perkembangan Nilai Tukar ($US terhadap Rupiah) Sumatera Utara

Periode Januari 1998 - Desember 2007 ... 115 23. Perkembangan Harga Minyak Kelapa Sumatera Utara

(18)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis harga Tandan Buah segar (TBS) Kelapa Sawit di Sumatera Utara. Secara Spesifik tujuan penelitian adalah : (1) mengetahui hubungan saling mempengaruhi antara harga Minyak Goreng dan harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit di Sumatera Utara, (2) mengetahui hubungan saling mempengaruhi antara Nilai Tukar $ US dan harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit di Sumatera Utara, (3) mengetahui hubungan saling mempengaruhi antara harga Minyak Kelapa dan harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit di Sumatera Utara.

Model Ekonometrika yang digunakan adalah Vector Auto Regression (VAR) empat variabel yaitu, Harga TBS (HTBS), Harga Minyak Goreng (HMG), Harga Minyak Kelapa (HMK), dan Nilai Tukar (ER). Data yang digunakan adalah data time series bulanan tahun 1998-2007. Mengingat data yang dipergunakan merupakan data

time series yang cenderung fluktuatif ataupun memiliki trend, maka uji unit root pada data tersebut perlu dilakukan. Uji stasioner yang digunakan adalah Augmented Dicky Fuller Test (ADF). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Efiews 4.1.

Berdasarkanhasil vector autoregression menunjukkan bahwa kontribusi yang paling besar dan positif terhadap Harga Tandan Buah Segar adalah Harga Minyak Kelapa t-1 sebesar 2802.73 kemudian disusul oleh Harga Minyak Goreng t-1 sebesar 1821.07 dan Nilai Tukar sebesar 1161.67. Berdasarkan hasil dari Impulse Respon Function menunjukkan bahwa satu standar deviasi dari HTBS akan berpengaruh terhadap HTBS, akan meningkatkan HTBS sendiri sebesar 9961.992 membawa efek kenaikan standar deviasi terhadap variabel Nilai Tukar sebesar 232.8556. Dari Hasil

Variance decomposition Harga Tandan Buah Segar (HTBS) diperoleh hasil bahwa dalam jangka pendek dan menengah kontribusi Harga Minyak Goreng terhadap Harga Tandan Buah Segar (HTBS) lebih besar dibanding Harga Minyak Kelapa dan Nilai Tukar, hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar Harga Minyak Goreng ditentukan berdasarkan Harga Tandan Buah Segar. Untuk jangka panjang Harga Tandan Buah Segar digunakan sebagai nilai untuk dapat menentukan Harga Minyak Goreng.

(19)

ABSTRACT

The objective of the research is to find out the price of fresh fruit bunch (FFB) in North Sumatera. Specificly the objective of this research are : to find out cointegration between the price of fresh fruit bunch (FFB), the price of cooking oil and the price of fresh fruit bunch (FFB), the price of foreign exchange rates and the price of fresh fruit bunch (FFB), the price of coconut oil and the price of fresh fruit bunch (FFB).

By using monthly data 1998-2007 period, an econometric approach of econometrics specially a vector autoregression model was applied in this study, used four variables, the price of fresh fruit bunch (FFB), the price of cooking oil, the price of foreign exchange rates and the price of coconut oil. Remembered that we used time series data, had trend and fluktuatif, unit root test must be done. The study uses Augmented Dicky Fuller Test (ADF) using software eviews 4.1.

The result of vector autoregression indicates that the best contribute of fresh fruit bunch price are coconut oil price (t-1) about 2802.73, followed by cooking oil price (t-1) about 1821,07, and the exchange rates about 1161,67. The result of impulse response function indicates that a standar deviation from fresh fruit bunch price will increase fresh fruit bunch about 9961,992 make the increase of standard deviation effect of exchange rates about 232,8336. The result of Variance Decomposition of Fresh Fruit Bunch Price indicates that in the middle and short term the contribution of cooking Oil to Fresh Fruit Bunch has more contribution than coconut oil and the exchange rates, indicates that a few of coconut oil price has been taken for Fresh Fruit Bunch price. For long term Fresh Fruit Bunch price taken for cooking oil.

(20)

BAB I PENDAHULUAN

3.1. Latar Belakang

Sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an,

luas areal perkebunan kelapa sawit mengalami perkembangan yang sangat pesat. Bila

pada tahun 1967 Indonesia hanya memiliki areal perkebunan kelapa sawit seluas

105.808 hektar, pada 1997 telah membengkak menjadi 2,5 juta hektar. Pertumbuhan

yang pesat terjadi pada kurun waktu 1990-1997, dimana terjadi penambahan luas

areal tanam rata-rata 200.000 hektar setiap tahunnya, yang sebagian besar terjadi pada

perkebunan swasta. Pertumbuhan luas areal yang pesat kembali terjadi pada lima

tahun terakhir, yakni periode 1999-2003, dari 2,96 juta hektar menjadi 3,8 juta hektar

pada 2003, yang berarti terjadi penambahan luas areal tanam rata-rata lebih dari 200

ribu hektar setiap tahunnya.

Perkembangan perkebunan kelapa sawit yang pada tahun 1979/1980 seluas

289.526 Ha dan hanya diusahakan dalam bentuk usaha perkebunan besar, kemudian

berkembang sampai 5.972 Ribu Ha pada tahun 2006 setidaknya merupakan gambaran

keberhasilan kebijakan pemerintah di sektor bersangkutan dalam percepatan

pembangunan perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

Berikut adalah tabulasi mengenai perkembangan luas areal dan produksi TBS

(21)

Tabel 1.1. Perkembangan Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia

Swasta Total Nasional

1980 6.370,00 199.194,00 83.963,00 289.256,00

1990 360.537,00 236.602,00 529.538,00 1.126.677,00 1998 890.506,00 556.640,00 2.113.050,00 3.560.196,00 1999 1.041.046,00 576.999,00 2.283.757,00 3.901.802,00 2000 1.166.758,00 588.125,00 2.403.194,00 4.158.077,00 2001 1.561.031,00 609.943,00 2.542.457,00 4.713.431,00 2002 1.808.424,00 631.566,00 2.627.368,00 5.067.358,00 2003 1.854.394,00 662.803,00 2.766.360,00 5.283.557,00 2004 1.904.943,00 674.865,00 2.821.705,00 5.401.513,00 2005 1.917.038,00 676.408,00 2.914.773,00 5.508.219,00 2006 2.120.338,00 696.699,00 3.141.802,00 5.958.839,00 Sumber : BPS Indonesia, 2007

Produksi Tandan Buah Segar (TBS) perkebunan kelapa sawit pada kurun waktu 1998-2006 berdasarkan pengusahaannya dapat ditunjukkan dalam tabulasi data dan grafik sebagai berikut:

Tabel 1.2. Produksi Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit pada Tahun 1998-2006 Berdasarkan Pengusahaannya

(22)

Gambar 1.1. Produksi Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit Tahun 1998 2006 Berdasarkan Pengusahaannya

(23)

Tabel 1.3. Luas Tanaman dan Produksi Kelapa Sawit Tanaman Perkebunan Rakyat menurut Kabupaten Tahun. 2004-2007

Luas Tanaman (Ha)

3 Tapanuli Selatan 16,167.50 50,394.50 1,010.00 67,572.00 827.320,69

4 Tapanuli Tengah 1,001.00 1,258.00 - 2,259.00 24.140,98

5 Tapanuli Utara 17,5 2.50 17.50 37.50 3,87

6 Toba Samosir 152.00 607.00 10.00 769.00 11.243,62

7 Labuhan Batu 8,192.00 124,478.00 - 132.670,00 1.703.156,00

8 Asahan 9,92415 49,660.60 1,413.00 60997,75 797.129,98

9 Simalungun 1,650.35 24,038.90 59.00 25748,25 490.304,27

10 Dairi 41.00 92.00 - 133 739,00

11 Karo 330.00 867.00 - 1197 16.661,00

12 Deli Serdang 3,803.00 9,751.40 305.77 13860,17 177.267,80

13 Langkat 4,078.00 36,311.00 1,035.00 41424 534.762,00

2006 51,262.19 308.606,92 3.226,25 363.095,36 4.486.478,73

2005 40,149.21 262.877,35 3.187,37 314.213,93 4.167.262,98

2004 47,593.64 193.191,60 2.315,50 243.100,74 3.132.124,29

Sumber : Sumatera Utara Dalam Angka, 2007

(24)

maka kita dapat melakukan analisis lebih lanjut tentang kebijakan apa yang perlu atau yang mempengaruhi kondisi tersebut. Intervensi atau berbagai kebijaksanaan perlu dilakukan dalam upaya meningkatkan dan mengatur perdagangan berbagai komoditi tujuan agar perekonomian dapat berjalan lebih sesuai harapan atau sesuai dengan tujuan pembangunan ekonomi suatu negara.

Analisis harga merupakan suatu metodologi yang perlu dikuasai untuk menganalisis bagaimana pasar bergerak dan bagaimana intervensi yang dapat dilakukan. Hal ini menyangkut seluruh pelaku di pasar. Secara umum harga dibidang petanian, akan mempengaruhi beberapa agen ekonomi : produsen dan konsumen serta masyarakat secara luas.

Secara teoretis, harga akan mempengaruhi berbagai aspek melalui : a. Harga mempengaruhi pembentukan pendapatan.

b. Harga mempengaruhi kesejahteraan (produsen dan konsumen)

c. Harga mempengaruhi pendapatan ekspor (export earning) karena perdagangan memberlakukan tarif antarnegara termasuk berbagai ketentuan WTO (World Trade Organization)

d. Harga akan menyebabkan fluktuasi pendapatan e. Harga akan menyebabkan fluktuasi produk pertanian (Anindita, R. 2008)

(25)

dipengaruhi oleh membaiknya harga CPO di bursa minyak nabati dunia di Rotterdam, Belanda. Pada awal tahun 2003 harga minyak sawit dunia mengalami fluktuasi harga akibat krisis di Timur Tengah, namun harga komoditas kelapa sawit di pasar dunia terus berada di atas 420 dollar AS per metrik ton. Kenaikan harga ini diperkirakan tidak terlepas dari berkembangnya pasar minyak sawit, terutama dinegara-negara berkembang. Dengan kata lain, minyak sawit masih mempunyai prospek kedepan.

(26)

Gambar 1.2. Harga Riil dan Nominal CPO di Rotterdam (US$/kg)

(27)

Sumatera Utara tahun 2003 dan 2004 yang dijabarkan dengan harga bulanan, dimulai dari bulan Januari 2002 sampai dengan bulan Desember 2003.

Tabel 1.4. Perkembangan Harga TBS dan Bagian Harga Yang Diterima Petani di Sumatera Utara Sumber: Dinas Perkebunan Sumatera Utara, 2004.

(28)

(dengan tetap melindungi konsumen), dilakukan oleh pemerintah di berbagai negara melalui kebijakan intervensi. Secara umum tujuan kebijakan pemerintah di bidang harga adalah untuk mencapai salah satu atau kombinasi dari beberapa hal berikut : (1) membantu meningkatkan pendapatan petani, (2) melindungi petani kecil untuk tetap memiliki insentif, (3) mengurangi ketergantungan impor, (4) menurunkan ketidakstabilan harga dan pendapatan petani, dan (5) memperhatikan daya beli konsumen agar kebutuhan pangan penduduk terpenuhi.

Beberapa instrument kebijakan harga dalam rangka melindungi petani produsen yang umum dilakukan pemerintah adalah melalui (1) penetapan harga tertinggi-terendah dan atau harga pembelian pemerintah, (2) penetapan waktu dan atau volume impor, (3) pengaturan volume stock (cadangan) pemerintah dan pelepasan stock ke pasar, dan (4) penetapan larangan ekspor.

(29)

3.2. Perumusan Masalah

Sehubungan dengan latar belakang dan permasalahan yang dihadapi, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini, yaitu : 1. Apakah terdapat hubungan saling mempengaruhi antara Harga Tandan Buah

Segar (TBS) kelapa sawit dan harga Minyak Goreng di Sumatera Utara.

2. Apakah terdapat hubungan saling mempengaruhi antara Harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit dan Nilai Tukar $ US di Sumatera Utara.

3. Apakah terdapat hubungan saling mempengaruhi antara Harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit dan Harga Minyak Kelapa di Sumatera Utara.

3.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dipaparkan di atas maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui hubungan saling mempengaruhi antara Harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit dan harga Minyak Goreng di Sumatera Utara.

2. Mengetahui hubungan saling mempengaruhi antara Harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit dan Nilai Tukar $ US di Sumatera Utara.

(30)

3.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan masukan bagi pengambil kebijakan terkait dengan upaya perumusan kebijakan stabilisasi harga dan peningkatan produksi Tandan Buah Segar (TBS).

2. Sebagai informasi bagi petani, dan instansi-instansi yang terkait dalam rangka pengembangan komoditas perkebunan khususnya kelapa sawit.

3. Sebagai informasi bagi penulis dalam menambah wawasan serta melatih kemampuan analisis dalam memecahkan masalah-masalah sosial dan ekonomi yang terjadi

(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Teoriharga

Harga suatu produk merupakan ukuran terhadap besar kecilnya nilai kepuasan seseorang terhadap produk yang dibeli. Selain itu, harga suatu produk juga pada dasarnya merupakan rangkuman dari sejumlah informasi yang menyangkut ketersediaan sumberdaya, kemungkinan produksi dan preferensi konsumen (Purnama, 2003). Dalam menunjang kegiatan transaksi perdagangan, informasi harga suatu komoditas merupakan faktor kunci besarnya penawaran dan permintaan.

Permintaan suatu komoditi merupakan jumlah total dari suatu komoditi yang ingin dibeli oleh semua rumah tangga. Sementara itu, penawaran suatu komoditi adalah jumlah total dari suatu komoditi yang ingin dijual oleh suatu perusahaan (Lipsey, dkk. 1995). Harga keseimbangan pasar akan terbentuk ketika terjadi perpotongan antara kurva penawaran dengan kurva permintaan yang artinya jumlah barang yang diminta sama dengan jumlah barang yang ditawarkan.

Jika jumlah barang yang diminta lebih besar daripada jumlah barang yang ditawarkan, maka akan terjadi excess demand atau jadi kekurangan kuantitas dan oleh karenanya mendorong harga yang sekarang naik. Sementara itu, jika jumlah barang yang ditawarkan lebih besar daripada jumlah barang yang diminta, maka akan terjadi

(32)

Penawaran sejumlah barang untuk dijual per unit tergantung dengan harga, sedangkan faktor lain yang ada adalah konstan (ceteris paribus) Perubahan dalam berbagai harga produk pertanian mempunyai proporsi yang relatif sedikit dari total perubahan hasil produksi yang terjadi selama lebih beberapa tahun. Dalam jangka pendek perubahan produksi yang dihasilkan sering disebabkan oleh perbaikan teknologi yang menuntut petani untuk menghasilkan barang yang lebih banyak dengan harga yang sama disebut dengan pergeseran penawaran.

Pergeseran penawaran adalah sangat penting untuk diketahui, yaitu untuk melihat perubahan yang terjadi pada hasil produksi sebagai hasil dari pergeseran kurva penawaran statis (pergeseran pada kurva penawaran). Kenaikan kurva penawaran ke sebelah kanan (penambahan penawaran) mengandung arti bahwa jumlah produksi yang ditawarkan bertambah dengan harga sama, penurunan ke kiri mempunyai makna yang berkebalikan dengan hal diatas.

Ada beberapa faktor penting yang dapat menggeser penawaran statis (Supply Shifters) yaitu :

a. Perubahan harga input

b. Harga komoditi lain yang berhubungan c. Perubahan teknologi

d. Perubahan harga produk gabungan (joint product)

(33)

Analisis perubahan jumlah yang diminta dengan menggunakan kurva permintaan tampak kondisi perubahan sangat cepat, dimana harga berubah maka jumlah yang diminta juga cepat berubah. Tetapi dalam kenyataan, perubahan jumlah yang diminta dan harga relatif lambat. Fakta di bidang pertanian menunjukkan bahwa perubahan jumlah produksi relatif lambat tetapi perubahan harga dan jumlah yang diminta tampak jelas akibat dari tidak stabilnya tingkat produksi.

Di bidang industri seringkali penggunaan kurva permintaan digunakan untuk menentukan tingkat produksi sesuai dengan harga yang diinginkan. Dalam jangka panjang, jumlah produksi relatif tetap untuk menjaga harga yang stabil.

Ahli ekonomi menggeneralisasi ada lima faktor utama, yang mengubah jumlah diminta atau konsumsi masyarakat yang sering disebut demand determinant yaitu : b. Harga komoditi itu sendiri. Kenaikan harga komoditi tersebut akan mengurangi

jumlah yang diminta dan penurunan harga akan terjadi sebaliknya.

(34)

d. Jumlah penduduk. Kenaikan jumlah penduduk berarti jumlah yang diminta bertambah

e. Pendapatan konsumen. Kenaikan pendapatan konsumen seringkali menjadi penyebab kenaikan permintaan produk pertanian. Bahwa elastisitas pendapatan penduduk Indonesia terhadap permintaan sayur-sayuran dan buah-buahan lebih dari satu yang berarti bahwa kenaikan pendapatan 1% menaikkan permintaan akan sayur-sayuran dan buah-buahan lebih dari 1%. Tetapi dapat terjadi sebaliknya bagi komoditi inferior bahwa kenaikan pendapatan menyebabkan jumlah yang diminta pada komoditi tersebut menurun, misalnya jagung sebagai bahan pangan.

f. Jumlah keluarga dan distribusi umur keluarga. Permintaan akan bahan pangan erat kaitannya dengan jumlah keluarga. Pada umumnya keluarga yang mempunyai jumlah anggota besar, maka jumlah pendapatan yang dibelanjakan untuk pengeluaran akan bahan pangan akan lebih besar. Demikian juga perbedaan umur, dimana usia lanjut akan lebih banyak mengonsumsi makanan yang kandungan lemaknya lebih rendah.

(35)

dikonsumsi oleh seseorang pada tingkat kepuasan yang sama. Semakin tinggi kurva indiferen menunjukkan tingkat kepuasan yang semakin tinggi.

2.2.Struktur Pasar

Persaingan sempurna adalah suatu model struktur pasar dari sebuah industri, sementara monopoli adalah model yang lain. Secara tradisional, struktur pasar dikaitkan dengan jumlah perusahaan yang aktif dalam industri itu. Suatu kedaan monopoli terdapat bila industri hanya terdiri dari satu perusahaan tunggal. Bila perusahaan itu mampu mendepak pesaing-pesaing karena biaya-biaya produksinya lebih rendah, keadaan itu disebut “monopoli alamiah” (Natural Monopoly). Tetapi tidak semua monopoli bersifat “alamiah”. Suatu sumber monopoli lain yang penting adalah fasilitas istimewa yang diberikan pemerintah, seperti dalam hal perusahaan umum yang diberi hak monopoli atau suatu hak paten. Kebalikan dari monopoli adalah terdapat banyak perusahaan atau persaingan.

Dalam suatu keadaan di mana terdapat banyak perusahaan, apa yang pokok adalah tingkah laku mengikuti harga saja (price taking behaviour), setiap perusahaan hanya memiliki pengaruh yang sangat kecil atas harga sehingga harga itu bertindak seolah-olah bebas dari keputusan mengenai keluarannya sendiri.

(36)

lain, yang dapat diharapkan akan memberikan reaksinya. Akan tetapi ada interaksi yang disadari diantara perusahaan-perusahaan itu, suatu keadaan yang menjurus pada tingkah laku yang ‘strategis’ dan bukan hanya mengikuti harga saja.

2.3.Komoditas Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis) termasuk golongan tumbuhan palma. Sawit menjadi populer setelah Revolusi Industri pada akhir abad ke-19 yang menyebabkan permintaan minyak nabati untuk bahan pangan dan industri sabun menjadi tinggi. Kelapa sawit di Indonesia diintroduksi pertama kali oleh Kebun Raya pada tahun 1884 dari Mauritius (Afrika). Saat itu Johannes Elyas Teysmann yang menjabat sebagai Direktur Kebun Raya. Hasil introduksi ini berkembang dan merupakan induk dari perkebunan kelapa sawit di Asia Tenggara. Pohon induk ini telah mati pada 15 Oktober 1989, tapi anakannya bisa dilihat di Kebun Raya Bogor.

Kelapa sawit di Indonesia baru diusahakan sebagai tanaman komersial pada tahun 1912 dan ekspor minyak sawit pertama dilakukan pada tahun 1919. Perkebunan kelapa sawit pertama dibangun di Tanahitam, Hulu Sumatera Utara oleh Schadt seorang Jerman pada tahun 1911.

(37)

kulit buahnya mengandung minyak. Minyaknya itu digunakan sebagai bahan minyak goreng, sabun, dan lilin.

Ampasnya dimanfaatkan untuk makanan ternak. Ampas yang disebut bungkil itu digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam. Tempurungnya digunakan sebagai bahan bakar dan arang. Kelapa sawit berkembang biak dengan biji, tumbuh di daerah tropis, pada ketinggian 0-500 meter di atas permukaan laut. Kelapa sawit menyukai tanah yang subur, di tempat terbuka dengan kelembaban tinggi. Kelembaban tinggi itu antara lain ditentukan oleh adanya curah hujan yang tinggi, sekitar 2000-2500 mm setahun.

Produksi utama kelapa sawit adalah Tandan buah segar. Tandan buah segar dapat diolah menjadi biji sawit, daging buah, dan pakan ternak. Biji sawit diolah kembali menjadi bahan bakar, briket, minyak goreng, salad oil, pakan ternak dan tempurung arang.

(38)
(39)

2.4.Studi Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan rujukan dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama akan memaparkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan menyangkut komoditas kelapa sawit. Bagian kedua akan memaparkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan tentang analisis harga. Sedangkan bagian ketiga akan memaparkan penelitian-penelitian yang berkaitan dengan metode analisis yang digunakan yaitu kointegrasi.

Budiyanto, dkk (2005) melakukan penelitian mengenai kelapa sawit dengan judul Kajian Perbedaan Tandan Buah Segar yang dihasilkan oleh Perkebunan Rakyat dan Perkebunan Besar. Penelitian dilakukan menggunakan data primer yaitu di Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit dengan menggunakan dua varietas yang diambil dari petani di tiga lokasi/ desa berbeda. Dilakukan analisis rendemen.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan budidaya tanaman kelapa sawit pada lokasi yang berbeda tidak terlihat dampaknya pada rendemen CPO TBS yang dihasilkan. Hal ini dapat terjadi karena sampel yang digunakan dipilih berdasarkan berat yang relatif sama.

(40)

dalam pengertian apakah telah memberikan perlindungan kepada petani dan mendekati harga yang mencerminkan kekuatan tawar menawar yang seimbang, atau lebih mengarah pada harga monopsonis, atau malah mengarah pada harga monopoli. Tiga pola perusahaan inti rakyat (PIR) menjadi sampel untuk dikaji kondisi dan datanya (1998-2002) dalam penelitian ini, yaitu PIR-Transmigrasi manajemen swasta dan BUMN, dan PIR-KUK. Alat analisis yang digunakan adalah model ekonometrika persamaan tunggal permintaan dan penawaran TBS.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga TBS ketetapan pemerintah daerah telah melindungi petani plasma dari kemungkinan penerapan harga pasar monopsoni yang dapat terjadi tanpa intervensi kebijakan tersebut. Namun tingkat harga TBS tersebut dalam perspektif pasar monopoli bilateral, dimana KUD merepresentasikan petani sebagai monopolis, masih cenderung lebih dekat ke harga monopsonis. Hal ini juga mencerminkan lebih kuatnya posisi tawar perusahaan inti ketimbang petani, dan posisi harga TBS sebagai turunan harga CPO dunia.

(41)

Sementara itu, Hutabarat (2006), melakukan penelitian mengenai analisa harga kopi dengan judul Analisis Saling Pengaruh Harga Kopi Indonesia dan Dunia. Penelitian ini bertjuan untuk mengevaluasi perkembangan dan keragaman harga di dua lokasi produsen di Indonesia dan beberapa lokasi konsumen di luar negeri, meganalisis perubahan nilai tukar dollar AS serta kecenderungan orientasi dan dampaknya dalam menuju hubungan sesamanya dan dampaknya dalam jangka panjang. Alat analisis digunakan yaitu metode kointegrasi.data yang digunakan adalah data sekunder meliputi harga kopi dalam negeri di tingkat produsen, pedagang dan ekspor, dan harga eceran konsumen negara pengimpor utama dunia.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga eceran di Jepang selalu lebih tinggi dari harga-harga di negara-negara konsumen seperti AS, Jerman, Italia dan Belanda dan tren perkembangan harga cenderung positive sampai tahun 1995 dan negative sesudahnya.

Penelitian mengenai kointegrasi dilakukan oleh Munadi ( 2007) dengan judul Penurunan Pajak Ekspor dan Dampaknya terhadap Ekspor Minyak Kelapa

Sawit Indonesia ke India (Pendekatan Error Correction Model). Dalam penelitian ini bertujuan Untuk menjamin ketersediaan bahan baku industri minyak goreng dalam negeri, pajak ekspor terhadap minyak kelapa sawit digunakan sebagai instrumen untuk memonitor keluar masuknya minyak kelapa sawit ke pasar ekspor yang relatif lebih menguntungkan setiap saat.

Berdasarkan uji kointegrasi dan estimasi Error Correction Model (ECM)

(42)

ke India tidak terdapat hubungan dalam jangka panjang yang diindikasikan dengan pengaruh yang tidak nyata dari Faktor error correction model (ECM). Dalam jangka pendek permintaan ekpor kelapa sawit oleh India sangat dipengaruhi oleh rasio antara harga minyak kedelai dan harga minyak kelapa sawit dunia dengan elastis sebesar 2,74, Indeks produksi dengan elastisitas sebesar 2,69 dan koefisien penyesuaian yang direfleksikan dengan permintaan ekspor ke India tahun lalu sebesar 0,89. Penurunan pajak ekspor akan diikuti oleh meningkatnya jumlah minyak sawit yang diekspor. Penurunan pajak ekspor sebesar 10% akan meningkatkan harga minyak sawit dalam negeri sebesar 14.83 persen.

Sementara itu, Riyadh (2007) dengan judul Analisis Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah dan Inflasi Indonesia Periode 1999 – 2006. Dalam penelitian ini bertujuan Menganalisis Respon variabel Industrial production index, uang beredar dan perbedaan suku bunga apabila terjadi shock terhadap variabel nilai tukar dan inflasi, menjelaskan secara empiris variabel-variabel makro yaitu industrial production index, tingkat inflasi, uang beredar dan perbedaan suku bunga dapat menjelaskan fluktuasi nilai tukar rupiah dan inflasi di Indonesia, merumuskan implikasi kebijakan moneter dari hasil-hasil analisis dalam rangka menstabilkan nilai tukar rupiah dan inflasi.

(43)

lainnya, terkait dengan hal itu maka depresiasi dari guncangan nilai tukar akan direspon dengan meningkatnya jumlah uang beredar secara langsung. Hal itu terjadi karena simpanan dalam nominasi mata uang dolar juga termasuk dalam perhitungan jumlah uang beredar (M2) sehingga depresiasi nilai tukar rupiah secara otomatis meningkatkan jumlah uang beredar yang mengarah pada kenaikan tingkat harga dan membuat daya beli masyarakat menurun akibatnya industrial production index juga menurun, untuk menyeimbangi besarnya laju depresiasi yang terjadi, bank sentral seyogyanya melakukan kebijakan moneter berupa peningkatan sukubunga SBI mendorong terjadinya capital inflow yang akhirnya dapat menstabilkan nilai tukar rupiah.

Berdasarkan hasil Forecast Error Variance Decomposition menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah secara dominan ditentukan oleh Shock terhadap dirinya sendiri, yaitu sebesar 75,15 % diikuti sukubunga SBI memberikan kontribusi sebesar 9,88 %. Hal ini mengindikasikan bahwa nilai tukar rupiah cenderung bersifat eksogen sehingga sulit untuk dikendalikan secara langsung, sedangkan inflasi masih relatif memungkinkan dikendalikan melalui guncangan sukubunga SBI. Hasil ini juga menunjukkan bahwa Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan inflation targetting dimana SBI digunakan sebagai sasaran antara untuk mengontrol inflasi, bukan sebagai sasaran akhir.

(44)

ekonometrika yang digunakan adalah Vector Error Correction Model (VECM). Data yang digunakan adalah data time series tiga bulanan tahun 1980-2003.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa utang dalam negeri sebagai komponen pembiayaan anggaran mulai ada sejak krisis tahun 1998. kondisi fiskal adalah

sustainable dalam jangka panjang dengan rasiodefisit terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 4,35 %, dan rasio total utang terhadap PDB sebesar 75 %.

Hadi melakukan penelitian dengan judul Analisis Vector Auto Regression (VAR) terhadap Korelasi antara Pendapatan Nasional dan Investasi Pemerintah

(45)

2.5. Kerangka Pemikiran

Harga TBS ditentukan berdasarkan harga ekspor (FOB) minyak kelapa sawit. Hal ini berarti kemampuan petani kelapa sawit dalam berproduksi sangat tergantung pada perekonomian dunia. Sejak tahun 1978 harga TBS ditentukan sebesar 14 persen dari harga ekspor CPO-FOB pelabuhan Belawan. Kemudian pada tahun 1987 harga pembelian dari perusahaan inti harus didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 43/Kpts/Kb.3202/1987 dengan ketentuan bahwa harga TBS sebesar 14 persen dari harga ekspor CPO dan harga ekspor minyak inti sawit.

Harga CPO di dalam negeri sangat ditentukan oleh keadaan harga di Kualalumpur dan Rotterdam. Harga CPO di Rotterdam sangat terkait dengan situasi permintaan dan penawaran minyak kedelai sebagai bahan substitusi penting minyak goreng asal kelapa sawit. Produk akhir yang paling menentukan gejolak harga dalam indutri kelapa sawit adalah harga minyak goreng. Harga minyak goreng merupakan acuan utama bagi harga CPO, selanjutnya harga CPO merupakan acuan utama bagi harga TBS

(46)

Gambar 2.2. Skema Kerangka Pemikiran Harga TBS

Nilai Tukar Harga M. Kelapa

(47)

2.6.Hipotesis Penelitian

Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, serta tujuan penelitian yang telah dipaparkan, maka hipotesa yang akan dibuktikan dalam penelitian ini adalah : 1. Ada hubungan saling mempengaruhi antara Harga Tandan Buah Segar (TBS)

Kelapa Sawit dan Harga Minyak Goreng di Sumatera Utara.

2. Ada hubungan saling mempengaruhi antara Harga Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit dan Nilai Tukar $ US di Sumatera Utara.

(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah perkembangan harga TBS (Tandan Buah Segar) di Sumatera Utara, data harga Minyak Goreng, data harga Minyak Kelapa, serta Nilai Tukar Rupiah. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan data sekunder yang dimulai dari tahun 1998 sampai tahun 2007.

Penelitian ini membahas Apakah terdapat hubungan saling mempengaruhi antara harga Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit, Harga Minyak Goreng, Nilai Tukar $ US, dan Harga Minyak Kelapa di Sumatera Utara, yang dijelaskan melalui pendekatan Vector Auto Regression (VAR).

3.2. Jenis dan Sumber Data Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder dalam bentuk

(49)

3.3. Pengujian Stasioneritas

Langkah pertama yang dilakukan dalam proses pengolahan data adalah memeriksa kondisi stasionernya, melalui unit root test. Untuk keperluan ini digunakan test Dickey Fuller (DF) dan Augmented Dickey-Fuller (ADF). Menurut Enders, perlunya test ini karena inferensia ekonometrika biasa seperti Ordinary Least Square (OLS) dan Vector Autoregression (VAR) hanya berlaku untuk data yang bersifat stasioner. Sehingga apabila hasil pengujian stasionaritas menunjukkan bahwa seri data suatu variabel tidak stasioner, maka harus dilihat perbedaan tingkat pertamanya (first difference). Bila tingkat pertama menunjukkan kondisi belum stasioner juga, maka dilanjutkan dengan melihat perbedaan tingkat kedua, dan seterusnya sampai diperoleh kondisi yang stasioner. Pada akhirnya, proses ini akan menghasilkan tingkat atau order integrasi dari variabel tersebut.

Suatu data time series dikatakan stasioner jika mean (μ), variance (σ2y) dan

autovariance ( s) bersifat terhingga (finite). Secara statistik variabel yt dikatakan stasioner bila memenuhi kondisi sebagai berikut (Enders, 1995):

E(yt) = E(yt-s) = μ... (3.1) E(yt- μ)2 = E [(yt-s- μ)2] = σ2y ... (3.2) E [(yt-s- μ) (yt-s- μ)] = E [(yt-s- μ) (yt-j-s- μ)] = s... (3.3) Dimana : μ, σ2y dan s adalah konstan.

Analisa stasioneritas pada persamaan autoregressive 1 atau AR (1) ditunjukkan dengan :

(50)

i=0

t-1 t-1

i=0

i=0 t=1

i=0 t+s-1

i=0 t+∞

i=0 t-1

dimana εt adalah white noise dan i.i.d (identically, independently, distributive). Kondisi intertemporal dinyatakan sebagai :

yt = a0 ∑ a1i

+ a1ty0 + ∑ a1i εt -1... (3.5)

dengan nilai harapannya (expected value)

E(yt) = a0 ∑ a1i + a1ty0... (3.6)

Nilai harapan pada periode s adalah :

E(yt+s) = a0 ∑ a1i + a1t+s y0... (3.7)

Jika persamaan (3.6) dan (3.7) dibandingkan, kedua mean adalah time-dependent.

Karena Eyt tidak sama dengan Eyt+s, maka urutannya (sequence) tidak dapat stasioner. Namun demikian, jika t besar maka kita dapat mencari nilai limit yt pada persamaan (4.5). jika | a1 | <1, maka (a1)ty0 akan cenderung mengarah ke nol. Karena t menjadi

besar tak terhingga dan jumlah ∑ a1i mengarah ke a0 / (1-a1). Dengan demikian, jika

t menuju tak hingga ( t ∞ ) dan | a1 | <1, maka :

lim yt = a0 / (1-a1) + ∑ a1i / εt-1

(51)

dan nilai harapan menjadi

E(yt) = a0 / (1-a1) ... (3.9)

Dengan demikian, nilai mean dari yt adalah terhingga (finite) dan independent terhadap waktu (time-independent), sehingga E(yt) = E [(yt-s) = μ untuk semua t. Nilai variance diperoleh dari :

E(yt- μ)2 = E [(εt + a1 εt-1 + (a1)2εt-2 + ...)2] ... (3.10) = σ2 [ 1 + (a1)2 + (a1)4 + ...] = σ2 / [1 - (a1)2] ... (3.11) Persamaan (4.10) menunjukkan bahwa variance terhingga (finite) dan time-independent. Nilai autocovariance juga finite dan time dependent :

E(yt- μ)(yt-s- μ) = E {[(εt + a1 εt-1 + (a1)2εt-2 + ...][ εt-s + a1 εt-s-1 + (a1)2 εt-s-2 + ...]} = σ2 (a1)s [1+ (a1)2 + (a1)4 + ...]

= σ2(a1)s / [1 - (a1)2]... (3.12)

3.4. Uji Unit Root

(52)

stasioner, walaupun telah dilakukan diferensiasi beberapa kali. Suatu seri semacam ini dikatakan non-integrated.

Suatu shocks yang terjadi pada seri data stasioner bersifat temporer sepanjang waktu dan akan segera menghilang dan kembali pada keseimbangan jangka panjangnya. Oleh karena itu, peramalan jangka panjang terhadap pergerakan seri stasioner cenderung menuju pada arah unconditional mean. Suatu seri stasioner mempunyai sifat (Enders, 1995) :

1. Adanya gejala mean reversion, dimana nilainya berfluktuasi di sekitar mean

jangka panjang yang konstan.

2. Mempunyai variance yang terhingga (finite) dan time-invariant

3. Mempunyai korelogram yang cenderung menurun dengan bertambahnya lag. Pengujian unit root menggunakan test Dickey-Fuller (DF) dan Augmented

Dickey-Fuller(ADF). Pengujian dilakukan pada tingkat (level) dan perbedaan (difference) pada variabel. Maksud pengujian ini untuk mengetahui stasioner dan order integrasi dari variabel (Rao, 1994).

3.5. Kointegrasi

(53)

hubungan jangka panjang antara dua atau lebih variabel non-stasioner, maka deviasi dari lintasan jangka panjangnya akan stasioner.

Ada dua macam pengujian kointegrasi, yaitu univariate dan multivariate.

Univariate digunakan untuk mengetahui kondisi kointegrasi antara dua variabel. Sedangkan multivariate digunakan untuk mengetahui kondisi kointegrasi pada lebih dari dua variabel (Thomas, 1995). Antara dua variabel mungkin saja secara individu mereka non-stasioner, tetapi bisa terjadi kombinasi linier antara keduanya, sehingga dikatakan terjadi kointegrasi antara dua variabel tersebut.

3.6. Kasus Univariate

Bila kita mempunyai error correction model sederhana seperti :

yt = 0 + 1 xt... (3.13) maka disequilibrium error ditulis sebagai :

ut = yt - 0 - 1 xt... (3.14) menurut Engel dan Granger, jika ada hubungan jangka panjang seperti pada persamaan (3.13) maka disequilibrium error seperti persamaan (3.14) akan berbentuk

time series stasioner dan mempunyai mean sama dengan nol. Oleh karena itu ut seharusnya I(0) dengan E(ut) = 0.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada hubungan jangka panjang yang unik antara dua time seri xt dan yt jika (Thomas, 1995) :

(54)

2. Ada beberapa kombinasi linier antara xt dan yt yaitu I(0) yang stasioner.

Bila kedua syarat diatas dipenuhi maka xt dan yt dikatakan cointegrated. Langkah-langkah test kointegrasi adalah :

2. Membentuk kedua xt dan yt sebagai I(1), dengan menggunakan test DF dan ADF. 3. Jika keduanya xt dan yt sudah I(1), maka uji apakah disequilibrium error ut pada

persamaan (3.14) adalah I(0). Jika kondisi ini terpenuhi maka terdapat hubungan jangka panjang diantara kedua variabel tersebut.

3.7. Kasus Multivariate

Kasus multivariate adalah untuk melihat hubungan jangka panjang yang mempunyai lebih dari dua variabel. Misal, dalam jangka panjang kita menghipotesakan :

zt = 0 + 1 xt + 2 yt + 3 wt... (3.15) dimana xt , yt , wt dan zt adalah variabel I(1).

Apabila terdapat hubungan jangka panjang, maka disequilibrium errors yang timbul dari persamaan (3.15) harus I(0), sehingga :

ut = zt - 0 - 1 xt - 2 yt - 3 wt... (3.16) harus dalam bentuk stasionarity time series, dimana koefisien-koefisiennya disebut vektor kointegrasi (cointegration vector).

(55)

ada lebih dari satu kombinasi linier dari empat variabel tersebut adalah stasioner. Adanya hubungan tunggal jangka panjang antara lebih dari dua variabel yang I(1) mengimplikasikan bahwa variabel-variabel tersebut berkointegrasi. Kointegrasi mengisyaratkan bahwa paling sedikit ada satu hubungan jangka panjang diantara dua variabel. Bila terjadi lebih dari satu kombinasi linier atau lebih dari dua variabel I(1) yang berkointegrasi, maka mungkin akan ada lebih dari satu vektor kointegrasi.

Untuk menguji kointegrasi multivariate pada empat variabel x, y, z dan w, maka langkah pertama adalah mengestimasi suatu kointegrasi :

zt = 0 + 1 xt + 2 yt + 3 wt + εt... (3.17) residual εt dari regresi tersebut dapat diuji stasionernya dengan menggunakan uji DF dan ADF. Jika hasilnya stasioner maka dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel tersebut berkointegrasi, dan akan ada kombinasi linier diantara variabel-variabel tersebut yang I(0).

3.8. Vector Autoregressive (VAR)

VAR (k), Zt = A1Zt-1 + A2 Zt-2 + ... + Ak Zt-k + εt... (3.18) Ordo VAR (k) yang optimal ditentukan berdasarkan uji likelihood-Ratio (LR test). Apabila k=3 maka spesifikasi model VAR adalah :

(56)

i=1

p

j=0

HMKt = a11HTBSt-p + a12 HMGt-p + a13 ERt-p + a14 HMKt-p + ε5t...(3.22) Dimana :

εt = Guncangan acak (random disturbance) p = Panjang Lag

Hasil estimasi VAR diatas digunakan untuk memperoleh inovasi (residual) yang akan digunakan untuk analisis IRF dan FEVD. Pada penelitian ini akan lebih ditekankan pada error termnya. Oleh karena itu, tidak dilakukan over-identifying restriction atau analisis persisten. Error term (εit) dapat diinterpretasikan sebagai inovasi atau shock dari variabel yang diinginkan, sehingga penelusuran dampak Harga TBS terhadap variabel lainnya dapat ditelusuri.

3.9. Impulse Response Function

Impulse response Function (IRF) dapat dijelaskan dengan menggunakan representasi model Autoregressive (AR) dan model Moving Average (MA) atas model VAR. Secara umum representasi AR (3.4) tersebut diatas dapat dituliskan sebagai berikut :

Yt = ∑Гiyt-i+1 + et ... (3.23)

Sedangkan representasi model MA (3.10) diatas dituliskan sebagai berikut :

(57)

j=0

Selanjutnya dengan menyederhanakan persamaan (3.20) maka diperoleh seperti berikut di bawah ini :

C(C0-1)et + (C1 – Г1C0)et-1 + (C2 – Г1C1- Г2(0)et-2 + ...

.... + ∑ (Cj - ∑ Гi(j-i)et-j = 0 ... (3.26)

Secara umum error term adalah tidak sama dengan nol, dan untuk memenuhi persamaan (3.32) maka diperoleh seperti berikut dibawah ini:

(C0-T)et + (C1 – Г1C0)et-1 + (C2 – Г1C1- Г2C0)et-2 + ...

.... + ∑ (Cj - ∑ Г(j-i)et-j = 0... (3.27)

Secara umum error term adalah tidak sama dengan nol, dan untuk memenuhi persamaan (3.10) maka diperlukan bahwa masing-masing ekspresi didalam kurung harus sama dengan nol. Sehingga secara berulang Cj dapat dihitung sebagai berikut :

C0 = I

C1 = Г1C0

... ...

(58)

j=0

j=0

Setelah diperoleh Cj selanjutnya dapat dibuat model representasi MA berkaitan dengan structural shock εt berdsarkan identifikasi matrik A dan hubungan pada persamaan (3.12), maka persamaan (3.19) dapat ditulis sebagai berikut :

Yt=∑ CjA0-1εt-j ... (3.29)

Yt =∑ ψjCεt-j, ... (3.30)

Impulse Response Function (IRF) dilakukan agar dapat diketahui respon dinamik atau pola / time path setiap variabel akibat adanya shocks atau guncangan tertentu dari variabel lain atau variabel itu sendiri. Selain itu pula IRF bertujuan untuk mengisolasi suatu shocks agar lebih spesifik, artinya dapat dilihat variabel makroekonomi akibat dari shocks tertentu saja. Dengan kata lain, analisis IRF digunakan untuk melihat pengaruh dinamis dari adanya suatu guncangan tertentu terhadap variabel karena adanya suatu inovasi (shocks) tertentu sebesar satu standard error pada setiap persamaan.

3.10. Forecast Error Variance Decomposition

(59)

j=0

j=0

h-j

h-1

j=0

j=0 h-1

sebenarnya FEVD memberikan informasi secara rrelatif tentang seberapa penting setiap inovasi terhadap perubahan variabel lain dalam VAR (Gottschalk, 2001).

Berdasarkan representasi MA persamaan (3.23) dapat dibuat deviasi dari peramalan h periode kedepan Et(Xt+h) dari nilai aktual Xt+h, yaitu sebagai berikut :

Yt+h – Et (Yt+h) = ∑ ψj(εt+h-j - Etεt+h-j)

= ∑ ψjεt+h-j ... (3.31)

Dan Forecast Error Variance dihitung melalui komponen diagonal sebagai berikut :

E(Yt+h – Et Yt+h)2 = ∑ ψj∑eψ’j ... (3.32)

Atau secara sederhana dapat dinyatakan bahwa Forecast Error Variance dari variabel

k dihitung sebagai berikut :

= ∑ ψj,k∑eψ’j,k ... (3.33)

(60)

seberapa besar (persen) variasi dari variabel makroekonomi apabila dikenai shocks

tertentu. Sehingga diharapkan dapat diketahui peran relatif setiap shocks variabel makroekonomi dalam menjelaskan variabel harga Tandan Buah segar, harga Minyak goreng, harga minyak kelapa dan Nilai Tukar Rupiah.

3.11. Model Analisis

Model analisis yang akan digunakan adalah model Vector Autoregressive

(VAR), Impulse Response Function (IRF) lima variabel yaitu, Harga TBS (HTBS), Harga Minyak Kelapa Sawit (HMKS), Harga Minyak Kelapa (HMK), dan Nilai Tukar (ER), serta Forecast Error Variance Decomposition (FEVD).

3.12.Metode dan Analisis Data

Model analisis yang akan digunakan adalah model Vector Autoregressive

(VAR). Empat variabel yaitu, Harga TBS (HTBS), Harga Minyak Goreng (HMG), Harga Minyak Kelapa (HMK), dan Nilai Tukar (ER), dengan menggunakan model

Vector Autoregressive (VAR). Mengingat data yang dipergunakan merupakan data

time series yang cenderung fluktuatif ataupun memiliki trend, maka uji unit root pada data tersebut perlu dilakukan. Apabila dibiarkan, maka jika data time series tersebut diregresikan akan terjadi spurrious regression. Uji stasioner yang digunakan adalah

(61)

3.13. Definisi Operasional

Untuk memberikan batasan penelitian yang memudahkan analisis, dijabarkan beberapa definisi operasional dan indikator dalam penelitian ini.

1. Harga TBS adalah harga ketetapan menurut Dinas Perkebunan Sumatera Utara, menggunakan data sekunder deret waktu (time series) bulanan dimulai tahun 1998-2007 dalam satuan Rupiah.

2. Nilai tukar adalah nilai tukar nominal Rupiah terhadap $ US yang dilihat secara bulanan dimulai dari tahun 1998-2007.

3. Harga Minyak Goreng adalah harga minyak goreng yang diperoleh dari Dinas Perindustrian yang dilihat secara bulanan dimulai dari tahun 1998-2007 diukur dalam satuan Rupiah.

(62)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Perkembangan Harga TBS

Harga CPO di dalam negeri sangat ditentukan oleh keadaan harga di Kualalumpur dan Rotterdam. Harga CPO di Rotterdam sangat terkait dengan situasi permintaan dan penawaran minyak kedelai sebagai bahan substitusi penting minyak goreng asal kelapa sawit. Produk akhir yang paling menentukan gejolak harga dalam indutri kelapa sawit adalah harga minyak goreng. Harga minyak goreng merupakan acuan utama bagi harga CPO, selanjutnya harga CPO merupakan acuan utama bagi harga TBS.

Untuk menghindari pengaruh negatif perubahan dunia, pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan harga TBS yang diharapkan dapat melindungi petani. Harga Tandan Buah Segar (TBS) Sumatera Utara ditetapkan oleh dinas perkebunan Sumatera Utara, sehingga petani memiliki kepastian harga. Adapun perkembangan harga TBS Sumatera Utara dari tahun 1998 sampai tahun 2007 dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

(63)

Tabel 4.1. Perkembangan Harga TBS Sumatera Utara Periode Januari 1998 - Desember 2007 (Rupiah) HARGA TBS

Bulan

1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Januari 457,70 500,81 431,62 283,53 507,47 694,90 728,75 631,72 677,21 913,74 Februari 457,70 512,06 421,23 293,86 545,70 705,40 760,96 628,82 695,14 944,25 Maret 457,70 521,49 404,62 303,44 547,00 686,80 805,92 700,11 694,97 999,38 April 457,70 513,17 467,41 379,25 542,35 649,89 833,25 714,00 671,50 1.113,29 Mei 457,70 561,66 478,55 384,74 569,28 624,80 842,84 695,48 682,33 1.217,57 Juni 423,95 366,32 425,75 401,18 615,17 616,16 691,53 689,15 698,59 1.288,61 Juli 654,95 310,02 434,46 484,60 623,97 613,82 637,11 699,97 698,09 1.242,84 Agustus 709,99 303,03 428,54 519,34 632,40 598,78 639,06 698,95 747,24 1.318,57 September 728,51 454,04 360,38 411,32 618,99 576,18 676,48 715,30 732,40 1.336,08 Oktober 659,75 504,97 313,51 374,38 623,40 554,35 667,45 721,99 724,59 1.354,88 Nopember 431,56 393,89 321,73 426,10 680,66 576,16 662,52 696,08 785,35 1.483,40 Desember 410,90 431,42 322,23 482,88 685,42 553,45 652,16 675,03 868,38 1.495,04

Total 6.308,11 5.372,88 4.810,03 4.744,59 7.191,81 7.450,68 8.598,02 8.266,59 8.675,78 14.707,64

Rataan 525,68 447,74 400,84 395,38 599,32 620,89 716,50 688,88 722,98 1.225,64

(64)

Selanjutnya agar lebih terlihat fluktuasi harga TBS dapat dilihat pada gambar seperti berikut ini :

0,00 Periode Januari 1998 s/d Desember 2007

4.2. Perkembangan Harga Minyak Goreng

Minyak kelapa sawit merupakan salah satu komoditi yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia. Pentingnya kelapa sawit bagi ekonomi Indonesia bukan saja disebabkan karena kelapa sawit merupakan salah satu sumber pendapatan devisa negara tetapi kelapa sawit juga merupakan sumber makanan bagi rakyat Indonesia yaitu sebagai bahan baku industri minyak goreng.

(65)

menjaga harga dalam negeri supaya lebih rendah dibanding harga dunia dan harga yang stabil bagi konsumen dalam negeri. Untuk dapat melihat perkembangan harga minyak goreng Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel dan diagram berikut ini :

Dari tabel serta gambar berikut dapat dilihat bahwa harga minyak goreng mengalami kenaikan pada tahun 1998 dan tahun tahun berikutnya namun mengalami penurunan harga tahun 2005 dan 2006, meskipun tahun 2007 harga minyak goreng adalah yang paling rendah namun grafiknya menunjukkan kenaikan harga yang konstan pada tiap bulannya.

0,00

(66)

Tabel 4.2. Perkembangan Harga Minyak Goreng Sumatera Utara Periode Januari 1998 - Desember 2007 (Rupiah) m.goreng

Bulan

1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

(67)

4.3. Perkembangan Nilai Tukar ($US)

Karena perkembangan harga CPO yang berfluktuasi dan juga adanya pengaruh Pajak ekspor CPO secara langsung mempengaruhi harga CPO lokal. Harga CPO lokal seperti diuraikan di atas dihitung berdasarkan harga CPO CIF Rotterdam dikurangi Freight (ongkos kapal + asuransi) dan pajak ekspor. Besarnya pajak ekspor CPO tergantung pada harga patokan ekspor (HPE). Harga patokan Ekspor (HPE) dinilai dengan $US, sehingga dirasa perlu adanya variabel nilai tukar dolar Amerika terhadap Rupiah. Harga CPO lokal juga digunakan sebagai dasar dalam menghitung harga TBS oleh Pabrik Kelapa Sawit (PKS). Dengan demikian PE CPO secara langsung dan proporsional mengurangi harga CPO lokal yang pada akhirnya mengurangi harga TBS dari petani.

Nilai Tukar, tampaknya mengalami fluktuasi (Tabel 4.3.) Pada tahun 1998, Nilai Tukar (di Sumatera Utara) berkisar antara Rp. 9.000,00, lalu menurun menjadi Rp 7.000,00 – Rp. 8.000,00 tahun 2000 lalu naik lagi sampai Rp 10.000,00 pada tahun 2005 dan mengalami penurunan sedikit sampai sebesar RP. 9.400,00 pada tahun 2006 dan 2007.

(68)

Tabel 4.3. Perkembangan Nilai Tukar ($US) Sumatera Utara Periode Januari 1998 - Desember 2007 (Rupiah) Kurs

Bulan

1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

Jan 9.700,00 8.950,00 7.425,00 9.450,00 10.320,00 8.876,00 8.441,00 9.165,00 9.395,00 9.090,00 Feb 9.540,00 8.730,00 7.505,00 9.835,00 10.189,00 8.905,00 8.447,00 9.260,00 9.230,00 9.160,00 Maret 9.050,00 8.685,00 7.590,00 10.400,00 9.655,00 8.908,00 8.587,00 9.480,00 9.075,00 9.118,00 April 9.600,00 8.260,00 7.945,00 11.675,00 9.316,00 8.675,00 8.661,00 9.570,00 8.775,00 9.083,00 Mei 8.400,00 8.105,00 8.620,00 11.058,00 8.785,00 8.279,00 9.210,00 9.495,00 9.220,00 8.828,00 Juni 8.230,00 6.726,00 8.735,00 11.440,00 8.730,00 8.285,00 9.415,00 9.713,00 9.300,00 9.054,00 Juli 9.500,00 6.875,00 9.003,00 9.525,00 9.108,00 8.505,00 9.168,00 9.819,00 9.070,00 9.186,00 Agust 9.400,00 7.565,00 8.290,00 8.865,00 8.867,00 8.535,00 9.328,00 10.240,00 9.100,00 9.410,00 Sep 8.150,00 8.386,00 8.780,00 9.675,00 9.015,00 8.389,00 9.170,00 10.310,00 9.235,00 9.137,00 Okt 8.450,00 6.900,00 9.395,00 10.435,00 9.233,00 8.495,00 9.090,00 10.090,00 9.110,00 9.103,00 Nop 8.750,00 7.425,00 9.530,00 10.430,00 8.976,00 8.537,00 9.018,00 10.035,00 9.165,00 9.376,00 Des 8.680,00 7.100,00 9.595,00 10.400,00 8.940,00 8.465,00 9.290,00 9.830,00 9.020,00 9.419,00 Total 107.450,00 93.707,00 102.413,00 123.188,00 111.134,00 102.854,00 107.825,00 117.007,00 109.695,00 109.964,00 Rataan 8.954,17 7.808,92 8.534,42 10.265,67 9.261,17 8.571,17 8.985,42 9.750,58 9.141,25 9.163,67

(69)

0,00

Gambar 4.3. Diagram Perkembangan Nilai Tukar ($US terhadap Rupiah) Periode Januari 1998 s/d Desember 2007

4.4. Perkembangan Harga Minyak Kelapa

(70)

Dari alinea diatas jelaslah bahwa minyak goreng sawit merupakan minyak goreng yang paling banyak digunakan, namun tetap masih ada minyak goreng dari komoditas selain sawit yang masih digunakan masyarakat, salah satunya adalah minyak goreng dari kelapa, sehingga minyak kelapa merupakan salah satu produk substitusi dari minyak goreng sawit.

Untuk dapat melihat kisaran harga dari minyak kelapa dapat kita lihat pada tabel serta gambar dibawah ini.

0,00

Gambar 4.4. Diagram Perkembangan Harga Minyak Kelapa Periode Januari 1998 s/d Desember 2007

(71)

Tabel 4.4. Perkembangan Harga Minyak Kelapa Sumatera Utara Periode Januari 1998 - Desember 2007 (Rupiah)

m.kelapa Bulan

1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

(72)

4.5. Hasil Penelitian

4.5.1. Uji Sifat Time Series Data

Uji stasioneritas dapat dilakukan dengan uji akar-akar unit yang dikembangkan oleh Dickey Fuller (1981). Alternatif dari uji Dickey Fuller adalah

Augmented Dickey Fuller (ADF) yang berusaha meminimumkan autokorelasi. Uji ini berisi regresi dari diferensi pertama data runtut waktu terhadap lag variabel tersebut, lag difference terms, konstanta, dan variabel trend (Kuncoro, 2001). Untuk melihat stasioneritas dengan menggunakan uji Dickey Fuller atau Augmented Dickey Fuller

dilakukan dengan membandingkan σ (=tau) statistik dari variabel lag dependen dengan nilai kritis Dickey Fuller atau Augmented Dickey Fuller dalam tabel. Data yang tidak stasioner bisa menyebabkan regresi yang lancung sehingga perlu dilakukan uji stasioneritas data. Hasil uji stasioneritas variabel-variabel dalam penelitian ditampilkan pada tabel dibawah ini. Penelitian ini dimulai dengan uji stasioner terhadap variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian yaitu Harga Tandan Buah Segar (HTBS), Harga Minyak Goreng (HMG), Harga Minyak Kelapa (HMK) dan Nilai Tukar ($US) terhadap Rupiah (ER).

(73)

selanjutnya hasil ADF harus dibandingkan dengan nilai kritis yang dikembangkan

MacKinnon.

4.5.2. Kestasioneran Data

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, data time series

(deret waktu) memerlukan pengujian terlebih dahulu terhadap kestasionerannya. Apabila pada data time series langsung dilakukan analisis akan menghasilkan hasil yang spurious karena dalam variabel tersebut sering kali mengandung unit root. Oleh karena itu sebelum masuk pada tahapan analisis VAR maka terlebih dahulu dilakukan uji Augmented Dickey Fuller (ADF), dimana dalam pengujian ini terlihat ada atau tidaknya unit root dalam variabel. Kriteria uji dalam ADF ini membandingkan antara nilai statistik dengan nilai kritikal dalam tabel Dickey Fuller. Apabila nilai ADF statistik lebih kecil dari nilai McKinnon Critical Value maka data bersifat stasioner. Tetapi apabila nilai ADF statistik lebih besar dari nilai McKinnon Critical Value

maka data bersifat non stasioner.

(74)

Tabel 4.5. Uji Akar Unit First Difference

Nilai Kritis McKinnon Variabel Nilai ADF

1% 5% 10%

DHTBS -10.96824 -3.486551 -2.886074 -2.579931

DHMG -12.32956 -3.486551 -2.886074 -2.579931

DHMK -10.90750 -3.486551 -2.886074 -2.579931

DER -11.68624 -3.486551 -2.886074 -2.579931

Sumber : Data Eviews, Diolah

Berdasarkan hasil uji akar unit tingkat derajat tingkat terintegrasi satu I(1) atau first difference semua data bersifat stasioner, hal tersebut dikarenakan nilai ADF-nya lebih kecil dari nilai kritis McKinnon. Penggunaan data perbedaan pertama (first difference), menurut Sims dalam Enders (2004) tidak direkomendasikan sebab akan menghilangkan informasi jangka panjang. Oleh karena itu untuk menganalisis informasi jangka panjang akan digunakan data level.

4.5.3. The Granger Causality Test

Sebagaimana dikemukakan diatas, The Granger causality Test menguji apakah suatu variabel bebas (Independent Variable) meningkatkan kinerja

Gambar

Tabel 1.2. Produksi Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit pada Tahun 1998-2006 Berdasarkan Pengusahaannya
Gambar 1.1. Produksi Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit Tahun 1998    2006 Berdasarkan Pengusahaannya
Tabel 1.3. Luas Tanaman dan Produksi Kelapa Sawit Tanaman Perkebunan   Rakyat menurut Kabupaten Tahun
Gambar 1.2. Harga Riil dan Nominal CPO di Rotterdam (US$/kg)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perkebunan Nusantara II merupakan perusahaan yang mengolah tandan buah segar (TBS) kelapa sawit menjadi Crude Palm Oil (CPO) dan Pa lm Kernel Oil (PKO) yang dilakukan

Peranan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam Pengendalian Harga Tekait Dugaan Kartel Tandan Buah Segar Kelapa Sawit telah menjalankan perannya sesuai dengan

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 14 Tahun 2013 Tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Produksi Pekebun mempunyai tujuan untuk

Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa saluran pemasaran pertama pada komoditi kelapa sawit, pedagang yang terlibat dalam proses pemasaran tandan buah segar (TBS) yang ada

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan elastisitas transmisi harga tandan buah segar (TBS) Kelapa Sawit di perdesaan kabupaten Asahan khususnya kecamatan Bandar Pasir

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan elastisitas transmisi harga tandan buah segar (TBS) Kelapa Sawit di perdesaan kabupaten Asahan khususnya kecamatan Bandar Pasir

Proses penentuan harga pokok Tandan Buah Segar (TBS), CPO dan Inti Sawit di kebun Gunung Bayu PTPN IV Kabupaten Simalungun 2008-2012 adalah : a.Harga pokok TBS antara 2008-2012

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk 1 Mendeskripsikan saluran pemasaran tandan buah segar kelapa sawit petani swadaya, 2 Menghitung besar margin pemasaran dan persentase bagian