• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan Dan Kiprah Politik Muhammadiyah Sumatera Utara Terhadap Pemilihan Kepala Daerah Langsung (Analisis Pada : Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2008)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kebijakan Dan Kiprah Politik Muhammadiyah Sumatera Utara Terhadap Pemilihan Kepala Daerah Langsung (Analisis Pada : Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2008)"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

KEBIJAKAN DAN KIPRAH POLITIK

MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA

TERHADAP PEMILIHAN KEPALA DAERAH LANGSUNG

(Analisis pada : Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur

Sumatera Utara tahun 2008)

Disusun Oleh :

NIM : 030906020

AKHYAR ANSHORI

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HALAMAN PERSETUJUAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

Laporan Praktek Kerja Lapangan ini disetujui untuk diperbanyak oleh :

Nama : AKHYAR ANSHORI

NIM : 030906020

Departemen : ILMU POLITIK

Fakultas : ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Judul : ”PERANAN MUHAMMADIYAH DALAM

MELAKUKAN PENDIDIKAN POLITIK BAGI

ANGGOTANYA”

Medan, 23 Mei 2007

Supervisor Kampus Koord. Praktek Kerja Lapangan

( WARJIO, S. S, MA, Dipl) ( MURYANTO AMIN, S. Sos ) NIP : 132 316 810 NIP : 132 306 950

KETUA DEPARTEMEN

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Praktek Kerja Lapangan ini telah diperiksa oleh Supervisor Praktek Kerja

Lapangan Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera utara atas nama :

Nama : AKHYAR ANSHORI

NIM : 030906020

Departemen : ILMU POLITIK

Fakultas : ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Perguruan Tinggi : UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dengan judul Laporan Praktek Kerja Lapangan sebagai berikut :

”PERANAN MUHAMMADIYAH DALAM MELAKUKAN PENDIDIKAN

POLITIK BAGI ANGGOTANYA”

Pada Waktu Sebagai berikut :

Hari/Tanggal : Rabu / 23 Mei 2007

Waktu : 12.30 Wib

Tempat : Gedung FISIP USU

Medan, 23 Mei 2007

Supervisor Institusi

( Drs. MUTHOLIB ) Supervisor Kampus

( WARJIO, S. S, MA, Dipl) NIP : 132 316 810

Koordinator Praktek Kerja Lapangan

(4)

Abstrak

Indonesia merupakan sebuah Negara yang memiliki penduduk mayoritas beragama

Islam. Berbicara tentang umat Islam di Indonesia, tidak bisa dilepaskan dari dua organisasi

masyarakat terbesar, yaitu Muhammadiyah dan Nadhatul Ulama, dimana Muhammadiyah

merupakan representative dari Islam modern sedangkan Nadhatul Ulama representative dari

Islam tradisional.1

Muhammadiyah adalah gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi munkar dan tajdid,

bersumber pada Al Qur’an dan Hadist. Sedangkan maksud dan tujuannya ialah menegakkan dan

menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Muhammadiyah merupakan organisasi kemasyarakatan yang terlahir dari hasil pergejolakan

pemikiran pendirinya. Sebagai sebuah organisasi yang pada hakekatnya merupakan Gerakan,

Muhammadiyah memiliki tujuan, disamping usaha kerjasama dan sekelompok orang yang

disebut anggota Persyarikatan, yang bekerja melaksanakan usaha tersebut untuk mewujudkan

tujuan yang telah ditentukan. Tujuan adalah nilai tertentu yang ingin dicapai dan diperoleh di

(5)

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan sebuah Negara yang memiliki penduduk mayoritas

beragama Islam. Berbicara tentang umat Islam di Indonesia, tidak bisa dilepaskan

dari dua organisasi masyarakat terbesar, yaitu Muhammadiyah dan Nadhatul

Ulama, dimana Muhammadiyah merupakan representative dari Islam modern

sedangkan Nadhatul Ulama representative dari Islam tradisional.1

Muhammadiyah adalah gerakan Islam, dakwah amar ma’ruf nahi munkar

dan tajdid, bersumber pada Al Qur’an dan Hadist. Sedangkan maksud dan

tujuannya ialah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga

terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.2

Tujuan adalah nilai tertentu yang ingin dicapai dan diperoleh di masa yang

akan datang. Ia merupakan pernyataan tentang keadaan atau situasi yang tidak Muhammadiyah merupakan organisasi kemasyarakatan yang terlahir dari

hasil pergejolakan pemikiran pendirinya. Sebagai sebuah organisasi yang pada

hakekatnya merupakan Gerakan, Muhammadiyah memiliki tujuan, disamping

usaha kerjasama dan sekelompok orang yang disebut anggota Persyarikatan, yang

bekerja melaksanakan usaha tersebut untuk mewujudkan tujuan yang telah

ditentukan.

1

. R. William Liddle, Leadership and culture in Indonesia Politics. (Sydney : Allen& Unwin, 1996). Hlm 73

2

(6)

terdapat sekarang, tetapi dimaksudkan untuk dicapai di waktu yang akan datang

melalui berbagai kegiatan organisasi.

Bagi Persyarikatan Muhammadiyah, tujuan adalah merupakan satu faktor

yang sangat penting dan sentral. Tujuan merupakan sebuah target atau keinginan

yang akan digapai melalui rangkaian kegiatan dan tindakan di mulai dari tahap

perencanaan sampai tahap pengendalian dan evaluasi3. Tujuan yang ada akan

memberikan arah pergerakan organisasi dan merupakan sarana dimana

kepentingan organisasi dapat disalurkan melalui berbagai usaha yang telah

disepakati dalam menggapai tujuan tersebut4

Demikian pula tujuan juga menjadi dasar bagi pembagian dan

penggolongan tindakan-tindakan organisasi dalam kesatuan-kesatuan tertentu,

disamping juga menjadi dasar bagi penentuan dan perumusan kegiatan dan setiap

kesatuan serta penempatan personil dalam kesatuan-kesatuan tersebut.

Selanjutnya tujuan juga menjadi landasan utama dalam melakukan penggerakan,

sejak dan pemberian motivasi, pemberian bimbingan, penjalinan hubungan dan

komunikasi sampai pada peningkatan dan pengembangan personil. Demikian pula

dalam proses pengendalian dan evaluasi, terutanma dalam penentuan standrad dan

tolok ukur, yang menjadi pedoman adalah tujuan itu. Pendek kata, tujuan adalah

merupakan kompas pedoman yang tidak boleh diabaikan dalam proses

penyelenggaraan usaha Muhammadiyah.

. Ini berarti dalam penentuan

strategi, kebijaksanaan dan langkah-langkah organisasi, tujuan adalah merupakan

landasan utamanya.

3

Maringan Masry Simbolon, Dasar-dasar administrasi dan manajemen, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2000h, hal 36

4

(7)

Gerakan Muhammadiyah yang berkarakter dakwah dan tajdid tersebut

dilakukan melalui sistem organisasi (jam’iyyah) dan bersifat ekspansi

(penyebaran, perluasan). Kata-kata ”waltakum minkum ummatun” dalam Al

Qur’an surah Ali Imran 104 yang sering disebut sebagai ”ayat” Muhammadiyah”,

merupakan pemaknaan baru mengenai kepentingan menggerakan Islam melalui

organisasi atau persyarikatan5

Karakter pembaharuan yang dimiliki Muhammadiyah merupakan

pembeda Muhammadiyah dengan gerakan-gerakan Islam lainnya di Indonesia

termasuk Persatuan Indonesia yang juga merupakan aliran modern. Deliar Noer

mengkategorisasikan Muhammadiyah sebagai gerakan modern yang memiliki

sifat toleran, sedangkan Persatuan Islam bersifat keras. .

6

Pada tahun 1972, Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengesahkan

penjelasan Muqaddimah Anggaran Dasar Muhamadiyah yang disusun oleh

H.M.Jindar Tamimy. Dalam penjelasan tersebut, antara lain digambarkan bahwa

“Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya” adalah Suatu masyarakat dimana

keutamaan, kesejahteraan dan kebahagiaan luas merata. Masyarakat semacam itu

adalah merupakan rahmat Allah bagi seluruh alam, yang akan menjamin

sepenuh-penuhnya keadilan, persamaan, keamanan, keselamatan dan kebebasan bagi

semua anggotanya. Masyarakat Islam yang sebenar benarnya itu selain merupakan

kebahagiaan di dunia bagi seluruh manusia, akan juga menjadi tangga bagi umat

Islam memasuki pintu gerbang Surga “jannatun na’im” untuk mendapatkan

keridhaan Allah yang abadi.

5

. Haedar Nasir, Meneguhkan Ideologi Gerakan Muhammadiyah. (Malang, UPTP UMM 2006), hlm xxiii

6

(8)

Muhammadiyah adalah Gerakan Dakwah Islam yang beramal dalam

segala bidang kehidupan manusia dan masyarakat, tidak mempunyai hubungan

organisatoris dengan dan tidak merupakan afiliasi dari sesuatu Partai Politik atau

Organisasi apapun.

Setiap anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak asasinya dapat tidak

memasuki atau memasuki organisasi lain, sepanjang tidak menyimpang dari

Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan ketentuan-ketentuan yang berlaku

dalam Persyarikatan Muhammadiyah.

Persentuhan Muhammadiyah dengan politik di indonesia telah

berlangsung lama sejak organisasi ini berdiri. Tahun 1926 melalui kongres Sarikat

Islam (SI) memberlakukan disiplin partai bagi anggotanya yang merangkap

dengan organisasi Islam lain, dan anggota Muhammadiyah banyak yang menarik

diri dari partai Islam itu. Demikian halnya dengan kedudukannya sebagai anggota

istimewa di Masyumi. Karena masalah-masalah internal yng ditimbulkan dari

ketrlibatan Muhammadiyah itu, maka muncul perdebatan sengit dalam Tanwir

Muhammadiyah di Kaliurang pada 31 Mei s/d 3 Juni 1955. Dalam perdebatan itu,

sebagaimana pada kasus disiplin partai di SI, muncul dua kubu antara yang tetap

bertahan atau keluar dari Masyumi. Akhirnya Tanwir Kaliurang itu melahirkan

keputusan:

1). Muhammadiyah tetap dalam khitahnya sebagai gerakan sosial-keagamaan,

tetapi yang berkenaan dengan politik-praktis disalurkan dan diatur bersama dalam

(9)

2). Anggota-anggota Muhammadiyah yang berkeinginan hendak berjuang di

lapangan politik secara langsung, dianjurkan supaya masuk menjdi anggota

Masyumi,

3) Statemen bersama di antara PP Muhammadiyah dengan Dewan Pimpinan

Masyumi (tetapnya Muhammdiyah dalam Masyumi dengan agenda

menyelesaikan masalah-masalah yang timbul) diterima dengan aklamasi.

Pada tahun 1956, agenda politik tetap menjadi perbincangan, dan

semangat kembali ke gerakan dakwah yang lebih membangun masyarakat

semakin tumbuh. Sejak itulah digodok sebuah konsep yang meneguhkan jatidiri

Muhammadiyah, sehingga tahun 1962 dirumuskan kepribadian Muhammadiyah.

Konsep inilah antara lain yng ikut menjiwai dn kemudian menjdi mat rantai

perumusan khittah Muhammadiyah tahun 1971, yang menjadi acuan pokok bagi

Muhammadiyah dalam menghadapi politik.

Khittah 1971 yang berlaku samapi saat ini berisi dua garis langkah

Muhammadiyah :

1) Muhammadiyah adalah gerakan Islam yang beramal dalam segala bidang

kehidupan manusia dan masyarakat, tidak mempunyai hubungan

organisatoris dengan dan tidak merupakan afiliasi dari sesuatu Partai

Politik atau organisasi Politik apapun,

2) Setiap anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak asasinya dapat tidak

memasuki atau memasuki organisasi lain sepanjang tidak menyimpang

dari Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan ketentuan-ketentuan

(10)

Dalam menciptakan suasana yang kondusif dan bebas dari segala unsur

tarik menarik politik praktis ini baik yang bersifat kepentingan jangka pendek

maupun kepentingan jangka panjangnya. Tuntutan akan kemandirian

Muhammadiyah dari tarik menarik kepentingan politik ini secara umum dapat

diperankan oleh Persyarikatan secara relatif berhasil. Akan tetapi disana sini tentu

masih banyak terdapat masalah, baik dalam hal politik maupun pengurusan amal

usaha Muhammadiyah. Permasalahan yang ada menjadi koreksi terhadap

organisasi agar di masa depan mampu diantisipasi secara lebih matang oleh

Muhammadiyah. Dalam kondisi tertentu dirasakan masih terdapat sedikit kendala

atau masalah, baik itu keterlibatan individu anggota maupun pengurus

Muhammadiyah terhadap organisasi politik maupun rangkap jabatan dalam amal

usaha Muhammadiyah dan organisasi politik yang ada, sebenarnya hal ini

menyangkut dinamika yang terjadi di dalam tubuh Muhammadiyah yang

senantiasa perlu disikapi secara piawai oleh fungsi kepemimpinan

Muhammadiyah.

Hal pertama, kadangkala muncul kesan adanya gejala berubah-ubah

penjabaran khitah dan ketentuan AD/ART yang mengatur sikap politik

Muhammadiyah dan perangkapan jabatan di organisasi politik.

Hal kedua, berkenaan dengan sikap sementara kader politik

Muhammadiyah. Tuntutan Muhammadiyah bagi para kadernya yang berada di

arena politik sesungguhnya bersikap luas dan luhur, agar mereka berkiprah secara

optimal sebagai kader bangsa yang membawa pesan moral dalam kehidupan

(11)

bersifat perseorangan, tidak mengatasnamakan kelembangaan, sehingga mereka

dapat bersikap profesional dan mengembangkan kemampuannya secara optimal

sebagai politisi dalam memainkan perannya di dunia politik.

Namun kenyataan kadang terjadi, para politisi atau kader politik

Muhammadiyah itu, karena lemah identitas dan sikap profesionalnya, sehingga

menimbulkan masalah bagi Muhammadiyah secara kelembagaan. Kadangkala

masih terdapat sementara kader Muhammadiyah yang masih ingin mengurusi atau

berambisi untuk memimpin Muhammadiyah, tentunya dengan itikad positif untuk

ikut mengembangkan Muhammadiyah dari dalam tetapi tidak mampu

memposisikan diri secara dengan jabatan dalam struktur organisasi politik yang

diembannya.

Hal yang ketiga, di lingkungan Muhammadiyah sendiri tidak jarang

terdapat sementara elit kader yang lebih bertindak sebagai politisi. Para politisi

informal ini kadang membawa muatan-muatan kepentingan politik dengan

mengatasnamakan kepentingan politik Muhammadiyah. Jika muncul sementara

kader Muhammadiyah yang kritis terhadap kekuasaan, para politisi informal ini

dengan sigap menunjuk para kader yang kritis itu sebagai anti pemerintah atau

bersikap konfrontatif.

Masalah yang keempat, berkenaan dengan sikap sementara warga

Muhammadiyah sendiri. Sebagian warga Muhammadiyah masih sering bersikap

formalistik. Jika ada kader politik yang berada di orsospol sementara warga

Muhammadiyah menginginkan pula agar kader tersebut juga memimpin atau

(12)

Muhammadiyah akan lebih diuntungkan dalam meraih kepentingan politik di

negeri ini. Akibatnya organisasi diurus setengah-tengah, sedangkan para kader

politikpun menjadi tidak profesional di dunianya. Ini akibat kecenderungan

budaya massal dalam sebagian tubuh warga Muhammadiyah, yang mudah silau

oleh status formal.

Dari beberapa permasalahan yang ada di tubuh Muhammadiyah,

Muhammadiyah masih saja terlibat dalam tarik menarik kepentingan politik yang

cukup kuat, di awal reformasi 1998 Muhammadiyah kembali terseret politik ria.

Bahkan mereka memberikan dukungan yang luar biasa kepada salah satu mantan

ketua PP Muhammadiyah Prof. DR. Amien Rais MA dan partai politik yang

didirikannya. Tetapi entah karena alasan apa mereka kembali kecewa dan merasa

dipecundangi oleh para politisi di dalam partai baru tersebut. Mereka mengeluh

dengan terenyuh karena dikalahkan dikandangnya sendiri. Padahal anak-anak

muda Muhammadiyah itu mempunyai klaim bahwa, benar atau salah, Partai

Amanat Nasional (PAN) itu bisa berkembang seperti sekarang ini hanyalah

mungkin karena jasa Muhammadiyah, utamanya melalui infrastruktur organisasi

yang telah menasional.

Bukan hanya permasalahan yang terjadi dalam tataran Muhammadiyah

secara nasional, dalam wilayah lokal juga Muhammadiyah tidak mampu

melepaskan diri dari kepentingan politik yang ada. Dalam perjalanan

perkembangan Muhammadiyah di Sumatera Utara khususnya berbicara pasca

reformasi, khususnya berbicara tentang hasil sidang pleno pimpinan pusat

(13)

setiap permasalahan yang ada di daerahnya masing-masing, Muhammadiyah

Sumatera Utara tidak terlepas dari tarik ulur kepentingan politik di tataran lokal

maupun nasional. Pada pemilu 2004, melalui pemilihan anggota Dewan

Perwakilan Daerah (DPD), Muhammadiyah Sumatera Utara secara tersirat

menginstruksikan kepada seluruh anggota dan simpatisannya untuk memilih salah

satu calon dari 48 calon anggota Dewan Perwakilan Daerah yang bertarung

memperebutkan 4 kursi anggota perwakilan dari Sumatera Utara.

Instruksi untuk memilih Haji Abdul Halim Harahap, sebenarnya

mendapatkan tantangan yang cukup luas dari anggota dan simpatisan

Muhammadiyah Sumatera Utara. Hal ini dapat dilihat dari keberatan Aisiyah yang

merupakan wadah bagi Ibu-ibu Muhammadiyah untuk mendukung calon tersebut.

Ini disebabkan karena secara organisatoris Abdul Halim Harahp bukan merupakan

anggota ataupun simpatisan Muhammadiyah Sumatera Utara, terlebih lagi

sebenarnya adanya salah satu anggota Muhammadiyah yang juga menjadi

pengurus Pimpinan Wilayah Aisiyah Sumatera Utara yang mencalonkan diri

sebagai calon anggota dewan Perwakilan Daerah (DPD) yakni prof Darmayanti

Lubis.

Keberatan yang dilakukan oleh Aisiyah ini sebenarnya cukup sangat

beralasan, akan tetapi kebijakan yang dikeluarkan oleh Pimpinan Wilayah

Muhammadiyah Sumatera Utara pada saat itu, sebenarnya juga cukup beralasan,

dikarenakan Abdul Halim Harahap merupakan Ketua dari Al Jamiatul Al

Washliyah, yang mana diharapkan dukungan dari Muhammadiyah Sumatera

(14)

memberikan hasil maksimal bagi terpilihnya tokoh islam yang mewakili Sumatera

Utara. Dan bukan hal tersebut saja, diharapkan dengan dukungan dari

Muhammadiyah Sumatera Utara ini kiranya kelak suara dari anggota dan

simpatisan Al Jamiatul Al Washliyah mampu memberikan kontribusinya dalam

pemilihan calon presiden pada pemilu tahun 2004. Hal ini dikarenakan bahwa

salah satu kader terbaik Muhammadiyah yaitu Prof Amien Rais telah menyatakan

kesediaanya untuk menjadi calon presiden dalam pemilu presiden tahun 2004.

Meskipun harapan yang cukup besar dari Muhammadiyah terhadap Al Jamiatul

Al Washliyah dalam memberikan dukungannya dalam pemilihan presiden 2004

tidak berjalan maksimal.

Untuk mencermati permasalahan yang ada itu perlu dikaji tentang peran

Muhammadiyah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tentang peran ini

dapat dilakukan dua strategi dan lapangan perjuangan. Pertama, melalui

kegiatan-kegiatan politik yang berorientasi pada perjuangan kekuasaan/kenegaraan (real

politics) politik praktis sebagaimana yang dilakukanoleh partai-partai politik atau

kekuatan-kekuatan politik formal di tingkat kelembagaan negara. Kedua, melalui

kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang bersifat pembinaan atau pemberdayaan

masyarakat maupun kegiatan-kegiatan politik tidak langsung yang bersifat

mempengaruhi kebijakan negara dengan perjuangan moral untuk mewujudkan

kehidupan yang lebih baik di tingkat masyarakat dan negara sebagaimana

dilakukan oleh kelompok-kelompok kepentingan.

Untuk melihat dan mengkaji kebijakan Muhammadiyah Sumatera Utara

(15)

untuk dikaji sejauh mana Kebijakan dan Kiprah Politik Muhammadiyah Sumatera

Utara terhadap pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Propinsi Sumatera Utara

tahun 2008.

2. Batasan Masalah

Sesuai dengan judul penelitian ini yaitu tentang Kebijakan dan Kiprah

Politik Muhammadiyah Sumatera Utara Terhadap Pemilihan Kepala Daerah

Langsung Propinsi Sumatera Utara Tahun 2008, maka penelitian ini perlu ada

sebuah batasan masalah;

1. Masalah penelitian menyangkut pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur

Propinsi Sumatera Utara tahun 2008.

2. Lokasi penelitian dilakukan di Dewan Pengurus Wilayah Muhammadiyah

Sumatera Utara

3. Rumusan Masalah

Menyangkut pada latar belakang dan batasan masalah yang dikemukakan

diatas, maka dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut :

”Bagaimana Kebijakan dan Kiprah Politik Muhammadiyah

Sumatera Utara terhadap pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur

(16)

4. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kebijakan politik Pengurus Wilayah Muhammadiyah

Sumatera Utara pada pemilihan kepala daerah Propinsi Sumatera Utara

tahun 2008.

2. Untuk mengetahui kiprah politik Muhammadiyah Sumatera Utara dalam

pemilihan kepala daerah propinsi Sumatera Utara tahun 2008.

5. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis hasil penelitian ini dapat bermanfaat menambah khasanah

kepustakaan politik.

2. Secara praktis diharapkan dapat menjelaskan sikap politik

Muhammadiyah Sumatera Utara dalam pemilihan kepala daerah propinsi

Sumatera Utara tahun 2008.

3. Sebagai masukan bagi Muhammadiyah dalam meneguhkan gerakan amar

ma’ruf nahi munkar dan gerakan tajdidnya.

6. Kerangka Teori

6.1 Kebijakan

Kebijakan adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang

pelaku atau oleh kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan dan

cara-cara untuk mencapai tujuan-tujuan itu7

7

Mirriam Budiharjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1992, hal 12

(17)

Kebijakan menurut David Easton ialah keputusan yang diambil oleh

pemerintah atau pemimpin kelompok/organisasi sebagai kekuasaan untuk

mengalokasikan nilai-nilai bagi masyarakat atau anggota kelompoknya secara

keseluruhan8

Sedangkan menurut Lasswell dan Kaplan kebijakan adalah alat untuk

mengapai tujuan dimana kebijakan adalah program yang diproyeksikan berkenaan

dengan tujuan, nilai dan praktek .

9

Henz Eulau dan Kenneth Previt merumuskan kebijakan sebagai keputusan

yang tetap, ditandai oleh kelakuan yang berkesinambungan dan berulang-ulang

pada mereka yang membuat kebijakan dan yang yang melaksanakan kebijakan

yang telah dibuat

.

10

Sementara itu Carl friedrich mengatakan bahwa kebijakan adalah adanya

sebuah tujuan, sasaran, dan kehendak. Sedangkan H. Hugh Heglo mengatakan

bahwa kebijakan adalah suatu tindakan yang bermaksud untuk menggapai

tujuan

.

11

Jones mengatakan bahwa kebijakan adalah perilaku yang tetap dan

berulang dalam hubungan dengan usaha yang ada di dalam dan melalui

pemerintah atau ketua kelompok untuk memecahkan permasalahan umum .

12

Dalam mengambil sebuah kebijakan maka diperlukan tahap-tahap

pengambilan kebijakan tersebut. Tahap-tahp pengambilan kebijakan ini .

8

Said Zainal Abidin, Kebijakan Publik, Yayasan Pancur Siwa,Jakarta, 2004 hal, 20

9

Ibid, hal 21

10

Hesel Nogi S dan Tangkilisan, Kebijakan Publik Yang Membumi, YPAPI dan Lukman Offset, Yogyakarta, 2003, hal 3

11

Op. Cit

12

(18)

merupakan prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam pengambilan kebijakan.

Prinsip-prinsip dasar dari permasalahan kebijakan ini merupakan sebuah proses

analisa kebijakan yang akan diterapkan. Analisa kebijakan ini pada dasarnya

merupakan proses kognitif, sementara pembuatan kebijaksanaan bersifat politis13

6.1.1. Prinsip-prinsip Kebijakan

.

Dalam membuat dan menerapkan kebijakan ada beberapa prinsip yang

harus diperhatikan yakni :

• Adanya tujuan, yakni adanya sebuah tujuan yang ingin di capai, melalui

usaha-usaha yang telah di sepakati dengan bantuan faktor pendukung yang

ada atau yang diperlukan.

• Adanya rencana yang merupakan alat atau cara tertentu untuk

mencapainya.

• Adanya program, yaitu cara yang telah disepakati dan mendapat

persetujuan serta pengesahan untuk mencapai tujuan yang dimaksud.

• Adanya keputusan, yaitu tindakan tertentu yang diambil untuk

menentukan tujuan, membuat dan menyesuaikan rencana, melaksanakan

dan mengevaluasi program yang sudah ada.

• Dampak, yakni pengaruh yang terjadi atau timbul dari suatu program

dalam masyarakat14.

13

William N. Dunn, Analisa Kebijakan Publik, Hanindita Graha Widya, Yogyakarta, 1999, hal 72

14

(19)

6.1.2. Langkah – langkah Pengambilan Kebijakan

a. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah adalah mencari masalah yang dihadapi,

kemudian digolongkan menurut jenisnya. Proses pengidentifikasian

masalah ini merupakan langkah awal yang sangat penting, yang akan

menentukan langkah-langkah berikutnya. Kemudian masalah

diklasifikasikan menurut sebab, sumber, jenis, dan bidang. Dalam

identifikasi masalah harus dilengkapi dengan data dan fakta yang ada

dilapangan.

b. Penentuan Alternatif

Penentuan alternatif adalah membuat beberapa pilihan

penyelesaian masalah yang dihadapi. Penentuan alternatif merupakan

kelanjutan dari pengidentifikasian masalah dimana dibuat beberapa pilihan

dalam pemecahan masalah sesuai dengan jenis, sumber, bidang alternatif

yang ditetapkan, harus berdasarkan data dan fakta yang ada hingga

penyelesaian yang dihasilkan valid dan dapat dipertanggung jawabkan.

c. Pemilihan Alternatif

Pemilihan alternatif adalah menetapkan pilihan yang terbaik dalam

menyelesaikan masalah yang dihadapi. Dari beberapa alternatif yang

ditawarkan, setelah dianalisa berdasarkan fakta dan data maka harus

(20)

pedoman dalam melakukan tindakan berikutnya. Oleh karena itu dalam

menetapkan alternatif harus berdasarkan pertimbangan yang matang

dengan memperhitungkan akibat dan dampak dari alternatif yang dipilih.

Dan yang terpenting alternatif yang dipilih harus sesuai dengan sasaran

yang ingin dicapai dalam penyelesaian masalah.

d. Penerapan Alternatif

Langkah selanjutnya dalam pengambilan keputusan adalah

penerapan alternatif. Penerapan alternatif adalah melaksanakan alternative

terbaik yang telah ditetapkan untuk menyelesaikan masalah. Penerapan

alternative harus sesuai dengan pilihan yang dianggap paling baik hingga

masalah yang ada dapat diselesaikan secara efektif dan efisien serta tepat

pada sasaran.

e. Evaluasi Kebijakan

Langkah akhir yang harus ditempuh dalam membuat keputusan

adalah evaluasi terhadap keputusan yang telah diambil. Evaluasi keputusan

adalah melakukan penilaian terhadap hasil yang dicapai dari penerapan

alternative dalam menyelesaiakan masalah serta akibat yang ditimbulkan

dari keputusan tersebut15.

15

(21)

6.1.3. Macam – macam Kebijakan

Kebijakan atau keputusan dapat dilihat menurut bidang tertentu dimana

kebijakan itu di keluarkan, anatara lain adalah:

• Kebijakan Publik : Suatu ruang dalam kehidupan yang bukan privat atau

murni milik individual, tetapi milik bersama atau milik umum, dan

dibutuhkannya sebuah aturan atau intervensi oleh pemerintahaatau aturan

sosial, atau setidaknya oleh tindakan bersama dalam mengatur dan menata

kehidupan masyarakatnya16

• Kebijakan Ekonomi : Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk

mengatasi permasalahan ekonomi yang terjadi di tengah-tengah

masyarakat.

. Atau kebijakan yang dikeluarkan pemerintah

bagi masyarakat yang memiliki kewenangan yang dapat memaksa

masyarakat untuk mematuhinya.

• Kebijakan Pertahanan dan Keamanan : Kebijakan dari pemerintah untuk

menjaga dan melindungi bangsa dan negara dari ganguan baik itu dari

dalam negeri maupun dari luar negeri.

• Kebijakan Politik : Keputusan yang dikeluarkan untuk mengatur dan

menjalankan tiap-tiap bentuk dan pembagian kekuasaan dalam

masyarakat.

16

(22)

6.1.4. Kebijakan Politik

Kebijakan politik merupakan sebuah keputusan yang dibuat untuk

mengatur dan menjalankan tiap-tiap bentuk dan pembagian kekuasaan dalam

kehidupan masyarakat. Kebijakan Politik dibentuk untuk :

• Menyelesaiakan perselisihan dengan damai dan secara melembaga.

• Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu

masyarakat yang sedang berubah.

• Menyelenggarakan pergantian pemimpin secara teratur.

• Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum.

• Mengakui serta meanggap wajar adanya keberagaman.

• Menjamin tegaknya keadilan17

6.2 Kiprah Politik

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa Kiprah adalah

Perbuatan, Kegiatan atau Perilaku. Perilaku adalah tindakan atau tingkah laku

seseorang dalam kelompok atau organisasi yang mempengaruhi perilaku

organisasi tersebut.

Kiprah atau perilaku organisasi adalah secara langsung berhubungan

dengan pengertian, ramalan, dan pengendalian terhadap tingkah laku orang-orang

di dalam suatu organisasi, dan bagaimana perilaku orang-orang tersebut

17

(23)

mempengaruhi organisasi dalam mencapai tujuannya. Perilaku organisasi ini tidak

terlepas dari kepentingan politik untuk mencapai tujuan organisasi18

Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam

masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya

dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai

definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik .

6.3 Politik

19

Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara

lain: kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi .

Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional

maupun nonkonstitusional.

Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu

antara lain:

* Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan

kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)

* Politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan

dan negara

* Politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan

mempertahankan kekuasaan di masyarakat

* Politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan

kebijakan publik.

18

Miftah Thoha, Perilaku Organisasi (Konsep Dasar dan Aplikasinya), PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal, 11

19

(24)

politik, proses politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk

beluk tentang partai politik.

6.3.1 PrinsipPolitik

6.3.1.1 Teori Politik

Teori politik merupakan kajian mengenai konsep penentuan tujuan politik,

bagaimana mencapai tujuan tersebut serta segala konsekuensinya. Bahasan dalam

Teori Politik antara lain adalah filsafat politik, konsep tentang sistem politik,

negara, masyarakat, kedaulatan, kekuasaan, legitimasi, lembaga negara,

perubahan sosial, pembangunan politik, perbandingan politik, dan sebagainya20

Teori politik memiliki dua makna: makna pertama menunjuk teori sebagai

pemikiran spekulatif tentang bentuk dan tata cara pengaturan masyarakat yang

ideal, makna kedua menunjuk pada kajian sistematis tentang segala kegiatan

dalam masyarakat untuk hidup dalam kebersamaan. Contoh teori politik yang

merupakan pemikiran spekulatif adalah teori politik Marxis-Leninis atau

komunisme, contoh lain adalah teori politik yang berdasar pada pemikiran Adam .

Terdapat banyak sekali sistem politik yang dikembangkan oleh negara

negara di dunia antara lain: anarkisme,autoritarian, demokrasi, diktatorisme,

fasisme, federalisme, feminisme, fundamentalisme keagamaan, globalisme,

imperialisme, kapitalisme, komunisme, liberalisme, libertarianisme, marxisme,

meritokrasi, monarki, nasionalisme, rasisme, sosialisme, theokrasi, totaliterisme,

oligarki dan sebagainya.

20

(25)

Smith kapitalisme. Pemikiran Tan Malaka dalam tulisannya Madilog, merupakan

contoh teori politik Indonesia. Nasakom yang diajukan Soekarno merupakan

contoh lain.Sedangkan teori politik sebagai hasil kajian empirik bisa dicontohkan

dengan teori struktural - fungsional yang diajukan oleh Talcot Parson (seorang

sosiolog), antara lain diturunkan kedalam teori politik menjadi Civic Culture21

Menurut Robert Maclaver masyarakat adalah suatu sistem

hubungan-hubungan yang ditertibkan. Sedangkan menurut Harold J. Laski masyarakat

adalah sekelompok manusia yang hidup bersama dan bekerjasama untuk

mencapai terkabulnya keinginan-keinginan mereka bersama

.

6.3.1.2 Masyarakat

22

6.3.1.3Kekuasaan

.

Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok manusia untuk

mempengaruhi tingkah lakunya seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa

sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang

yang mempunyai kekuasaan itu.

6.3.1.4Negara

Menurut Weber negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai

monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam sesuatu wilayah.

21

Ibid, hal 30

22

(26)

Sedangkan menurut Soltau negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau

mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat23

6.3.2 Politik Lokal

.

Dalam melihat otonomi daerah atau desentralisasi, sebenarnya ada dua hal

yang perlu kita lihat, yakni desentralisasi politik (devolusi) atau yang lebih

dikenal dengan politik lokal dan desentralisasi administrasi (dekonsentrasi).

Devolusi merupakan kewenangan daerah dalam pengambilan keputusan politik,

baik terkait dengan parlemen lokal maupun eksekutif lokal. Artinya, dalam

konsep devolusi, masyarakat lokal punya hak politik untuk berpartisipasi serta

berkompetisi dalam proses politik lokal (legislatif dan eksekutif) serta

berpartisipasi dalam proses kebijakan publik lokal.

Selain itu, devolusi pada legislatif lokal ditujukan selain untuk sarana

pelatihan kepemimpinan politik lokal, juga dalam kerangka akuntabilitas politik

anggota DPRD kepada konstituennya. Sedangkan bagi eksekutif lokal, devolusi

merupakan sarana pelatihan kepemimpinan politik lokal dalam pelayanan publik.

Bagi masyarakat lokal sendiri, devolusi telah memberikan kesempatan politik

yang sama (political equality) bagi setiap warga masyarakat lokal untuk

menggunakan hak-hak politiknya (memilih atau dipilih) dalam proses politik

lokal. Juga terkait hak-hak politik masyarakat lokal dalam proses kebijakan

publik.

23

(27)

Devolusi yang diberikan kepada masyarakat lokal, baik hak-hak politik,

partisipasi dan kompetisi dalam proses politik, erat kaitannya dengan akuntabilitas

serta responsibilitas legislatif dan eksekutif lokal. Apabila hak-hak politik

masyarakat lokal tidak sepenuhnya terjamin dalam undang-undang, partisipasi

politik masyarakat rendah, serta kompetisi lokal terbatas hanya di kalangan elit

tertentu saja. Kondisi demikian bisa diartikan, bahwa derajat akuntabilitas publik

legislatif terhadap konstituennya, rendah. Demikian juga dengan kepala daerah,

proses pelayanan publiknya dinilai rendah. Rendahnya derajat partisipasi dan

kompetisi politik lokal, dipengaruhi pula oleh sistem, struktur dan kultur politik

lokal.

Menurut Riswandha Imawan24

1. Pendidikan politik : menyediakan kesempatan yang lebih besar

kepada anggota masyarakat untuk memilih dan dipilih

dalam devolusi ada beberapa hal yang

merupakan kelebihan dari penerapan politik lokal (devolusi) itu sendiri. Kita dapat

membagikannya kedalam dua kategaori yaitu , bagi demokratisasi dan stabilitas

politik serta bagi pengembangan masyarakat lokal.

Bagi demokratisasi dan stabilitas politik, setidaknya ada tiga makna

devolusi:

2. Pelatihan kepemimpinan politik : pengalaman menjadi legislator dan

eksemutor politik sebelum beranjak ke tingkat nasional.

3. stabilitas politik : pendidikan masyarakat lokal untuk meningkatkan

rasa tanggung jawab

24

(28)

Sementara itu bagi pendewasaan masyarakat lokal, devolusi dapat

membantu dalam hal :

1. Political equality : yakni menambah kesempatan kepada masyarakat

untuk mempengaruhi kebijakan lokal.

2. Accountability : meningkatkan tanggung jawab pemerintah kepada

masyarakat dengan terbukanya akses masyarakat ke dalam proses

politik.

3. Responsiveness : meningkatkan kemampuan pemerintah untuk

melayani keinginan warga masyarakat.

6.4 Pemilihan Kepala Daerah Langsung

6.4.1 Pemilihan Kepala Daerah Langsung Menurut UU No. 22/1999 dan

UU No. 32/2004

Berbicara pemilihan kepala daerah langsung ada dua hal yang harus

diperhatikan, yaitu :

1. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah :

Undang- Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

melahirkan sebuah gagasan Otonomi Daerah secara luas kepadaKabupaten/Kota

yang didasarkan pada program Desentralisasi. Otonomi adalah pemberian hak dan

kekuasaan perundang-undangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri kepada

instansi, perusahan daerah.

Menurut UU No. 22/1999 Otonomi Daerah didefenisikan sebagai

(29)

masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat

sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.

Di dalam UU No. 22/1999 bahwa Kepala Daerah dipilih oleh DPRD

bukan dipilih oleh rakyat, hal ini dapat dilihat pada pasal 35 Undang-Undang No.

22/1999 seperti yang telah disebutkan di atas.

2. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004

Undang-Undang No. 32 tahun 2004 lahir dari sebuah proses evaluasi atas

ketidaksempurnaan dari peraturan yang sudah ada yakni Undang-Undang No. 22

Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah25

Di dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, Pemilihan Kepala Daerah

dilakukan secara langsung artinya Kepala Daerah dipilih langsung oleh rakyat.

Jadi yang dimaksud Kepala Daerah adalah Kepala Pemerintah Daerah yang

dipilih secara demokratis

. Yang dimaksud Pemerintahan

Daerah menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 adalah pelaksanaan

fungsi-fungsi Pemerintah Daerah yang dilakukan oleh lembaga Pemerintahan Daerah

yaitu Pemerintahan Daerah dan DPRD.

26

. Rakyat melakukan pemilihan secara langsung

terhadap Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

25

Daniel S. Salossa, Mekanisme, Persyaratan, dan Tata cara Pilkada Langsung Menurut UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Yogyakarta: media Pressindo 2005

26

(30)

6.4.2 Pemilihan Kepala Daerah Sebagai Demokratisasi Politik Lokal

Pemilihan Kepala Daerah Langsung adalah perkembangan menarik dalam

sejarah perpolitikan lokal di negeri ini, karena Pemilihan Kepala Daerah

Langsung merupakan momentum peletakan dasar bagi fondasi kedaulatan rakyat

dan sistem politik serta demokrasi di tingkat lokal.

Fitriyah27

27

Lihat Jurnal Ilmu Politik No. 20, Tahun 2006

di dalam Teorinya yang berjudul Sistem dan Proses Pilkada

Secara Langsung yang disampaikan dalam Seminar Nasional XIX dan Kongres

AIPI VI di Batam Maret 2005 mengatakan bahwa kebijakan otonomi luas di

bawah UU No. 22/1999 belum membawa perubahan yang signifikan terhadap

peran rakyat dalam rekrutmen pejabat publik maupun dalam kebijakan publik.

7. Defenisi Konsep

Konsep merupakan unsur penting dan merupakan defenisi yang dipakai

oleh peneliti untuk menggambarkan fenomena politik yang ada. Adapun

konsep-konsep yang ada dalam tulisan ini yaitu :

Muhammadiyah

Secara bahasa atau harfiah arti Muhammadiyah berasal dari bahasa Arab

”Muhammad” yaitu nama Nabi atau Rasul Allah Allah yang terakhir. Kemudian

mendpatkan ”ya’ nisbiyah” yang artinya menjeniskan. Jadi Muhammadiyah

berarti ummat Muhammad SAW atau pengikut Muhammad SAW, yaitu semua

orang Islam yang mengakui dan menyakini bahwa nabi Muhammad SAW adalah

(31)

Sedangkan secara istilah atau terminologis Muhammadiyah ialah gerakan

Islam, Dakwah Amar Makruf Nahi Munkar, beraqidah Islam dan bersumber pada

Al Qur’an dan Sunnah, didirikan oleh K. H. Ahmad Dahlan pada tanggal 8

dzulhijjah 1330 Hijriyah bertepatan dengan tanggal 18 November 1912 Miladiyah

di Kota Yogyakarta. Sedangkan pemberian nama Muhammadiyah ini

dimaksudkan oleh pendirinya untuk bertafa’ul (berharapan baik) dapat mencontoh

dan meneladani jejak perjuangannya dalam rangka menegakkan dan menjunjung

tinggi agama Islam semata-mata demi terwujudnya ’Izzul Islam Wal Muslimin,

Kejayaan Islam sebagai realita dan kemuliaan hidup Umat Islam sebagai realita28

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Metode deskriptif dapat

diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah dengan menggambarkan keadaan

objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. .

8. Metode Penelitian

a. Jenis Penelitian

29

Metode deskriptif memusatkan perhatian pada penemuan fakta-fakta

sebagaimana keadaan sebenarnya. Karena itu dalam metode deskriptif peneliti

mengembangkan konsep dan menghimpun fakta, tetapi tidak melakukan

pengujian hipotesa.30

28

Musthafa Kamal Pasha, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam, Citra Karsa Mandiri, Yogyakarta, 2005, Hal, 98

29

Hadari Nawawi, Penelitian Terapan,Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994, hal. 73

30

(32)

b. Tekhnik Pengumpulan Data

Data terbagi dua, yakni:

1. Data Primer

Untuk mengumpulkan data primer, penulis akan melakukan wawancara

dengan beberapa Pengurus Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara yang

memiliki kompetensi dalam pengambilan kebijakan terhadap pemilihan Gubernur

dan Wakil Gubernur Sumatera Utara tahun 2008.

2. Data Sekunder

Untuk mengumpulkan data sekunder, penulis akan melakukan penelitian

kepustakaan (Library Research) antara lain dengan mengumpulkan data dari

buku-buku, literatur, dokumen-dokumen dan berbagai sumber lain yang

berhubungan dengan penelitian yang penulis lakukan.

c. Analisa Data

Data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah jenis data kualitatif.

Metode kualitatif dapat didefenisikan sebagai prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif. Data deskriptif ini dapat berupa ucapan atau tulisan

dan prilaku yang diamati orang-orang.31

31

(33)

H. SISTEMATIKA PENULISAN

BAB I : PENDAHULUHAN

Bab ini terdiri dari Latar Belakang, Batasan Masalah, Rumusan

Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Teori,

Defenisi Konsep dan mengenai Metode Penelitian yang penulis

gunakan serta sistematika penulisannya.

BAB II : DESKRIPSI ORGANISASI MUHAMMADIYAH

Pada bab ini akan dijabarkan tentang profil Muhammadiyah,

struktur kepengurusan Muhammadiyah Sumatera Utara dan amal

usaha Muhammadiyah Sumatera Utara.

BAB III : PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA

Bab ini berisikan tentang data yang diperoleh dari penelitian dan

analisa data mengenai Kebijakan Politik Muhammadiyah Sumatera

Utara untuk Pemilihan Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2008

dan Kiprah Politik Muhammadiyah Sumatera Utara dalam

Pemilihan Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2008.

BAB IV : KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berisi kesimpulan analisis dan saran dari hasil penelitian yang

(34)

BAB II

DESKRIPSI ORGANISASI MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA

A. LATAR BELAKANG LAHIRNYA MUHAMMADIYAH

Pada tanggal 18 November 1912 Miladiyah bertepatan dengan 8 Dzulhijah

1330 Hijriyah di Yogyakarta akhirnya didirikanlah sebuah organisasi yang

bernama ”MUHAMMADIYAH”. Organisasi baru ini diajukan pengesahannya

pada tanggal 20 Desember 1912 dengan mengirim ”Statuten Muhammadiyah”

(Anggaran Dasar Muhammadiyah yang pertama, tahun 1912), yang kemudian

baru disahkan oleh Gubernur Jenderal Belanda pada 22 Agustus 1914. Dalam

”Statuten Muhammadiyah” yang pertama itu, tanggal resmi yang diajukan ialah

tanggal Miladiyah yaitu 18 November 1912, tidak mencantumkan tanggal

Hijriyah. Namanya ”Muhammadiyah” dan tempatnya di Yogyakarta”. Sedangkan

maksudnya ialah:

a. Menyebarkan pengajaran agama Kangjeng Nabi Muhammad Shallalahu

‘Alaihi Wassalam kepada penduduk Bumiputra di dalam residensi

Yogyakarta, dan

b. Memajukan hal agama kepada anggota-anggotanya.”.

Terdapat hal menarik, bahwa kata ”memajukan” (dan sejak tahun 1914

ditambah dengan kata ”menggembirakan”) dalam pasal maksud dan tujuan

Muhammadiyah merupakan kata-kunci yang selalu dicantumkan dalam ”Statuten

Muhammadiyah” pada periode Kyai Dahlan hingga tahun 1946 (yakni: Statuten

(35)

1931, dan Tahun 1941). Sebutlah Statuten tahun 1914: Maksud Persyarikatan ini

yaitu:

• Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran Igama di

Hindia Nederland, dan

• Memajukan dan menggembirakan kehidupan (cara hidup) sepanjang

kemauan agama Islam kepada lid-lidnya.

Artinya ketika umat Islam sedang dalam kelemahan dan kemunduran

akibat tidak mengerti kepada ajaran Islam yang sesungguhnya, maka

Muhammadiyah mengungkap dan mengetengahkan ajaran Islam yang murni itu

serta menganjurkan kepada umat Islam pada umumnya untuk mempelajarinya,

dan kepada para ulama untuk mengajarkannya, dalam suasana yang maju dan

menggembirakan.

Perubahan secara tajam, yakni hilangnya kata ”memajukan dan

menggembirakan” sejak Anggaran Dasar Muhammadiyah (AD) tahun 1946, pasca

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tahun 1945, di era Ki Bagus Hadikusuma.

Dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah Tahun 1946 (tidak lagi menggunakan

kata Statuten Muhammadiyah), dalam pasal 2 tentang maksud dan tujuan

disebutkan sebagai berikut: ”Maksud Persyarikatan ini akan menegakkan dan

menjunjung tinggi Agama Islam, sehingga dapat mewujudkan masyarakat Islam

yang sebenar-benarnya”. Redaksi ”menegakkan dan menjunjung tinggi” inilah

yang terus berlaku hingga Anggaran Dasar tahun 2005 yang berlaku saat ini.

Pada AD Tahun 1946 itulah pencantuman tanggal Hijriyah (8 Dzulhijjah

(36)

Muhammadiyah tahun 1959, yakni dengan untuk pertama kalinya

Muhammadiyah mencantumkan ”Asas Islam” dalam pasal 2 Bab II., dengan

kalimat, ”Persyarikatan berasaskan Islam”. Jika didaftar, maka hingga tahun 2005

setelah Muktamar ke-45 di Malang, telah tersusun 15 kali Statuten/Anggaran

Dasar Muhammadiyah, yakni berturut-turut tahun 1912, 1914, 1921, 1934, 1941,

1943, 1946, 1950 (dua kali pengesahan), 1959, 1966, 1968, 1985, 2000, dan

2005. Asas Islam pernah dihilangkan dan formulasi tujuan Muhammadiyah juga

mengalami perubahan pada tahun 1985 karena paksaan dari Pemerintah Orde

Baru dengan keluarnya UU Keormasan tahun 1985. Asas Islam diganti dengan

asas Pancasila, dan tujuan Muhammadiyah berubah menjadi ”Maksud dan tujuan

Persyarikatan ialah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga

terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah Subhanahu

wata’ala”. Asas Islam dan tujuan dikembalikan lagi ke ”masyarakat Islam yang

sebenar-benarnya” dalam AD Muhammadiyah hasil Muktamar ke-44 tahun 2000

di Jakarta.

Gagasan pembaruan Kyai Dahlan yang memiliki aspek “pemurnian”

(purifikasi) selain dalam memurnikan aqidah dari syirik, bid’ah, khurafat, tahayul,

juga dalam praktik pelaksanaan ibadah.

Adapun langkah pembaruan yang bersifat ”reformasi” ialah dalam

merintis pendidikan ”modern” yang memadukan pelajaran agama dan umum.

Menurut Kuntowijoyo, gagasan pendidikan yang dipelopori Kyai Dahlan,

merupakan pembaruan karena mampu mengintegrasikan aspek ”iman” dan

(37)

hidup di zaman modern tanpa terpecah kepribadiannya. Lembaga pendidikan

Islam ”modern” bahkan menjadi ciri utama kelahiran dan perkembangan

Muhammadiyah, yang membedakannya dari lembaga pondok pesantren kala itu.

Pendidikan Islam “modern” itulah yang di belakang hari diadopsi dan menjadi

lembaga pendidikan umat Islam secara umum. Langkah ini pada masa lalu

merupakan gerak pembaruan yang sukses, yang mampu melahirkan generasi

terpelajar Muslim, yang jika diukur dengan keberhasilan umat Islam saat ini tentu

saja akan lain, karena konteksnya berbeda.

Pembaruan Islam yang cukup orisinal dari Kyai Dahlan dapat dirujuk pada

pemahaman dan pengamalan Surat Al-Ma’un. Gagasan dan pelajaran tentang

Surat Al-Maun, merupakan contoh lain yang paling monumental dari pembaruan

yang berorientasi pada amal sosial-kesejahteraan, yang kemudian melahirkan

lembaga Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKU). Langkah momumental ini

dalam wacana Islam kontemporer disebut dengan ”teologi transformatif”, karena

Islam tidak sekadar menjadi seperangkat ajaran ritual-ibadah dan ”hablu min

Allah” (hubungan dengan Allah) semata, tetapi justru peduli dan terlibat dalam

memecahkan masalah-masalah konkret yang dihadapi manusia. Inilah ”teologi

amal” yang tipikal (khas) dari Kyai Dahlan dan awal kehadiran Muhammadiyah,

sebagai bentuk dari gagasan dan amal pembaruan lainnya di negeri ini.

Kyai Dahlan juga peduli dalam memblok umat Islam agar tidak menjadi

korban misi Zending Kristen, tetapi dengan cara yang cerdas dan elegan. Kyai

mengajak diskusi dan debat secara langsung dan terbuka dengan sejumlah pendeta

(38)

antara Al-Quran sebagai Kitab Suci umat Islam dengan kitab-kitab suci

sebelumnya, Kyai Dahlan menganjurkan atau mendorong ”umat Islam untuk

mengkaji semua agama secara rasional untuk menemukan kebenaran yang inheren

dalam ajaran-ajarannya”, sehingga Kyai pendiri Muhammadiyah ini misalnya

beranggapan bahwadiskusi-diskusi tentang Kristen boleh dilakukan di masjid.

Kepeloporan pembaruan Kyai Dahlan yang menjadi tonggak berdirinya

Muhammadiyah juga ditunjukkan dengan merintis gerakan perempuan ‘Aisyiyah

tahun 1917, yang ide dasarnya dari pandangan Kyai agar perempuan muslim tidak

hanya berada di dalam rumah, tetapi harus giat di masyarakat dan secara khusus

menanamkan ajaran Islam serta memajukan kehidupan kaum perempuan.

Langkah pembaruan ini yang membedakan Kyai Dahlan dari pembaru Islam lain,

yang tidak dilakukan oleh Afghani, Abduh, Ahmad Khan, dan lain-lain. Perintisan

ini menunjukkan sikap dan visi Islam yang luas dari Kyai Dahlan mengenai posisi

dan peran perempuan, yang lahir dari pemahamannya yang cerdas dan

bersemangat tajdid, padahal Kyai dari Kauman ini tidak bersentuhan dengan ide

atau gerakan ”feminisme” seperti berkembang sekarang ini. Artinya, betapa

majunya pemikiran Kyai Dahlan yang kemudian melahirkan Muhammadiyah

sebagai gerakan Islam murni yang berkemajuan.

Kyai Dahlan dengan Muhammadiyah yang didirikannya, telah

menampilkan Islam sebagai ”sistem kehidupan manusia dalam segala seginya”.

Artinya, secara Muhammadiyah bukan hanya memandang ajaran Islam sebagai

aqidah dan ibadah semata, tetapi merupakan suatu keseluruhan yang menyangut

(39)

teraktualisasi dalam akhlak dan mu’amalah, sehingga Islam benar-benar mewujud

dalam kenyataan hidup para pemeluknya. Karena itu, Muhammadiyah memulai

gerakannya dengan meluruskan dan memperluas paham Islam untuk diamalkan

dalam sistem kehidupan yang nyata.

Kelahiran Muhammadiyah dengan gagasan-gagasan cerdas dan

pembaruan dari pendirinya, Kyai Haji Ahmad Dahlan, didorong oleh dan atas

pergumulannya dalam menghadapi kenyataan hidup umat Islam dan masyarakat

Indonesia kala itu, yang juga menjadi tantangan untuk dihadapi dan dipecahkan.

Adapun faktor-faktor yang menjadi pendorong lahirnya Muhammadiyah ialah

antara lain:

1. Umat Islam tidak memegang teguh tuntunan Al-Quran dan Sunnah Nabi,

sehingga menyebabkan merajalelanya syirik, bid’ah, dan khurafat, yang

mengakibatkan umat Islam tidak merupakan golongan yang terhormat

dalam masyarakat, demikian pula agama Islam tidak memancarkan sinar

kemurniannya lagi;

2. Ketiadaan persatuan dan kesatuan di antara umat Islam, akibat dari tidak

tegaknya ukhuwah Islamiyah serta ketiadaan suatu organisasi yang kuat;

3. Kegagalan dari sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam dalam

memprodusir kader-kader Islam, karena tidak lagi dapat memenuhi

tuntutan zaman;

4. Umat Islam kebanyakan hidup dalam alam fanatisme yang sempit,

bertaklid buta serta berpikir secara dogmatis, berada dalam konservatisme,

(40)

5. Karena keinsyafan akan bahaya yang mengancam kehidupan dan pengaruh

agama Islam, serta berhubung dengan kegiatan misi dan zending Kristen

di Indonesia yang semakin menanamkan pengaruhnya di kalangan rakyat

Karena itu, jika disimpulkan, bahwa berdirinya Muhammadiyah adalah

karena alasan-alasan dan tujuan-tujuan sebagai berikut:

1. Membersihkan Islam di Indonesia dari pengaruh dan kebiasaan yang

bukan Islam;

2. Reformulasi doktrin Islam dengan pandangan alam pikiran modern;

3. Reformulasi ajaran dan pendidikan Islam; dan

4. Mempertahankan Islam dari pengaruh dan serangan luar

Kelahiran Muhammadiyah secara teologis memang melekat dan memiliki

inspirasi pada Islam yang bersifat tajdid, namun secara sosiologis sekaligus

memiliki konteks dengan keadaan hidup umat Islam dan masyarakat Indonesia

yang berada dalam keterbelakangan. Kyai Dahlan melalui Muhammadiyah

sungguh telah memelopori kehadiran Islam yang otentik (murni) dan berorientasi

pada kemajuan dalam pembaruannya, yang mengarahkan hidup umat Islam untuk

beragama secara benar dan melahirkan rahmat bagi kehidupan. Islam tidak hanya

ditampilkan secara otentik dengan jalan kembali kepada sumber ajaran yang aseli

yakni Al-Qur‘an dan Sunnah Nabi yang sahih, tetapi juga menjadi kekuatan untuk

mengubah kehidupan manusia dari serba ketertinggalan menuju pada dunia

kemajuan.

Fenomena baru yang juga tampak menonjol dari kehadiran

(41)

dihadirkan bukan lewat jalur perorangan, tetapi melalui sebuah sistem organisasi.

Menghadirkan gerakan Islam melalui organisasi merupakan terobosan waktu itu,

ketika umat Islam masih dibingkai oleh kultur tradisional yang lebih

mengandalkan kelompok-kelompok lokal seperti lembaga pesantren dengan peran

kyai yang sangat dominan selaku pemimpin informal. Organisasi jelas merupakan

fenomena modern abad ke-20, yang secara cerdas dan adaptif telah diambil oleh

Kyai Dahlan sebagai “washilah” (alat, instrumen) untuk mewujudkan cita-cita

Islam.

Memformat gerakan Islam melalui organisasi dalam konteks kelahiran

Muhammadiyah, juga bukan semata-mata teknis tetapi juga didasarkan pada

rujukan keagmaan yang selama ini melekat dalam alam pikiran para ulama

mengenai qaidah “mâ lâ yatimm al-wâjib illâ bihi fa huwâ wâjib”, bahwa jika

suatu urusan tidak akan sempurna manakala tanpa alat, maka alat itu menjadi

wajib adanya. Lebih mendasar lagi, kelahiran Muhammadiyah sebagai gerakan

Islam melalui sistem organisasi, juga memperoleh rujukan teologis sebagaimana

tercermin dalam pemaknaan/penafsiran Surat Ali Imran ayat ke-104, yang

memerintahkan adanya “sekelompok orang untuk mengajak kepada Islam,

menyuruh pada yang ma‘ruf, dan mencegah dari yang munkar”. Ayat Al-Qur‘an

tersebut di kemudian hari bahkan dikenal sebagai ”ayat” Muhammadiyah.

Muhammadiyah dengan inspirasi Al-Qur‘an Surat Ali Imran 104 tersebut

ingin menghadirkan Islam bukan sekadar sebagai ajaran “transendensi” yang

mengajak pada kesadaran iman dalam bingkai tauhid semata. Bukan sekadar

(42)

itu sekadar dipahami secara parsial. Namun, lebih jauh lagi Islam ditampilkan

sebagai kekuatan dinamis untuk transformasi sosial dalam dunia nyata

kemanusiaan melalui gerakan “humanisasi” (mengajak pada serba kebaikan) dan

“emanisipasi” atau “liberasi” (pembebasan dari segala kemunkaran), sehingga

Islam diaktualisasikan sebagai agama Langit yang Membumi, yang menandai

terbitnya fajar baru Reformisme atau Modernisme Islam di Indonesia.

B. MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA

Muhammadiyah Sumatera utara secara regional harus tetap melakukan

upaya secara maksimal. Terutama dalam posisinya :

Pertama, Sebagai gerakan Tajdid dalam arti permurnian harus senantiasa

mendorong terselenggaranya ajaran Islam yang asli (murni), bersumber pada

Al-Qur’an dan As-Sunnah. Tajdid dengan arti pengembangan harus dapat melakukan

inovasi kreatif, positif dan produktif, namun tetap berpegang teguh pada ketentuan

Al-Qur’an dan Sunnah. Sehubungan dengan itu diharapkan syiar Islam tetap

berkembang di Sumatera Utara, ditandai dengan semakin meluasnya pemahaman

Islam oleh masyarakat luas dan menguatnya pengamalan terhadap ajaran Islam

secara merata dan berkualitas.

Kedua, sebagai bagian dari masyarakat Sumatera Utara, Muhammadiyah

harus dapat :

1. Mendorong penegakan hukum dan pemerintah yang bersih

2. Membantu dan memperluas lapangan kerja serta penanggulangan

(43)

3. Penegakan etika demokrasi, pemerintahan, ekonomi dan politik

4. Pemberantasan premanisme, penggunaan obat-obatan terlarang, miras dan

judi

5. membasmi pornoaksi, pornografi, pelacuran, perzinahan, perdagangan

anak dan pelecehan terhadap perempuan dan bentuk-bentuk kemaksiatan

lainnya.

Ketiga, sebagai warga Islam, Muhammadiyah harus bersifat aktif dalam

upaya tampilnya Islam sebagai rahmatan lil’alamin dan ummat muslim tampil di

garda terdepan dalam peradaban sebagai pranata sosial dan miniatur bangsa serta

bertanggung jawab atas terciptanya tatanan sosial yang baik menuju masyarakat

marhamah dan baldah thoyyibah.

Muhammadiyah Sumatera Utara merupakan bagian dari masyarakat

Sumatera Utara pada umumnya, dimana Sumatera Utara yang mayoritas jumlah

penduduknya memeluk Islam sebesar 7.418.224 jiwa, Kristen Protestan 3.334.928

jiwa, Katolik 648.758 jiwa, Hindu 531.142 jiwa, Budha 285.757 jiwa dan lainnya

11.145 jiwa merupakan sebuah kekuatan yang harus di perhitungkan dengan

jumlah anggotanya mencapai 17.910 orang selain simpatisan yang selalu turut

andil dalam melaksanakan dan membantu muhammadiyah dalam tiap-tiap

aktifitasnya.

Selain dari itu kekuatan yang dimiliki Muhammadiyah sebenarnya tidak

terlepas dari berbagai aspek kehidupan sosial budaya masyarakat. Struktur

(44)

bagi Muhammadiyah untuk menggapai tujuannya, hal ini dapat dilihat pada tabel

1.

Tabel 1

Jumlah Cabang dan Ranting Muhammadiyah Sumatera Utara

No Daerah Jumlah Cabang Jumlah Ranting

1 Kota Medan 28 113

( Sumber : Kesekretariatan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara 2007)

Dalam menjalankankan kerjanya, khususnya khittah perjuangan dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara ( khittah muhammadiyah di denpasar 2002 ),

Muhammadiyah Sumatera Utara mencoba melakukan berbagai kegiatan

diantaranya menyelenggarakan pendidikan kader politik Muhammadiyah sebagai

salah satu sarana meningkatkan kualitas anggota Muhammadiyah dalam berbagai

(45)

C. STRUKTUR LEMBAGA MUHAMMADIYAH SUMATERA

UTARA

Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara sebagai perpanjangan

fungsi dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah memiliki Struktur lembaga yang

terdiri dari :

Sekretaris : Drs. Mario Kasduri, MA

Wakil Sekretaris : Drs. H. M. Effendy Pakpahan, MM

Wakil Sekretaris : Ir. Alridiwirsah, MM

Bendahara : H. Suhrawardi K. Lubis, SH, Sp.N, MH

Wakil Bendahara : M. Nasir Wahab, SE. MBA

Koord Bid Tarjih & Tabligh : Prof. Dr. H. Hasyimsyah Nasution, MA Koord Bid Pendidikan & Kebudayaan : Drs. M. Nurdin Mislan, M. Pd

Koord Bid Organisasi & Kader : As. Adinata, BA

Koord Bid Kesehatan, Pemberdayaan & L H : dr. H. M. Nur Rasyid Lubis, Sp. B Koord Bid Ukhuwah, Pustakadan informasi : Drs. H. Mukhtar Abdullah Koord Bid Wakaf, ZIS Dan Dana : Drs. Agussani, MAP

Anggota Pimpinan : Drs. H. Chairuman Pasaribu

Untuk membantu kinerja dari kepengurusan Pimpinan Wilayah

Muhammadiyah Sumatera, maka Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera

Utara dibantu oleh majelis-majelis dan Lembaga-lembaga yakni :

Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid : Drs. H. Askolan Lubis, MA Ketua Majelis Tabligh & Dakwah : Drs. H. Kemal Fauzi

Ketua Majelis Dik Das Men : Drs. Ahmad Hosen Hutagalung Ketua Majelis Kesehatan

& Kesejahteraan Masyarakat : dr. Chairul Adillah Harahap, Sp.A Ketua Majelis Wakaf & ZIS : H. Ishaq Jar

Ketua Majelis Ekonomi : Drs. P. L. Harahap Ketua Majelis Pendidikan Kader : Drs. H. Armansyah, MM Ketua Majelis Pemberdayaan Masy : A. Husna Harahap, SE, MBA Ketua Lembaga Hikmah & Kebijakan Publik: Abdul Hakim Siagian, SH, M. Hum Ketua Lembaga Hukum & HAM : Farid Wajdi, SH, M. Hum

Ketua Lembaga Pustaka & Informasi : Drs. Mulyadi S

Ketua Lembaga Seni & Budaya : H. Nahar Alang A. Ghani, Lc Ketua Lembaga Pembina dan

(46)

D. AMAL USAHA MUHAMMADIYAH (AUM)

Segala usaha Muhammadiyah diwujudkan dalam bentuk amal usaha,

program, dan kegiatan meliputi:

1. Menanamkan keyakinan, memperdalam dan memperluas pemahaman,

meningkatkan pengamalan, serta menyebarluaskan ajaran Islam dalam

berbagai aspek kehidupan.

2. Memperdalam dan mengembangkan pengkajian ajaran Islam dalam

berbagai aspek kehidupan untuk mendapatkan kemurnian dan

kebenarannya.

3. Meningkatkan semangat ibadah, jihad, zakat, infak, wakaf, shadaqah,

hibah, dan amal shalih lainnya.

4. Meningkatkan harkat, martabat, dan kualitas sumberdaya manusia agar

berkemampuan tinggi serta berakhlaq mulia.

5. Memajukan dan memperbaharui pendidikan dan kebudayaan,

mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta

meningkatkan penelitian.

6. Memajukan perekonomian dan kewirausahaan ke arah perbaikan hidup

yang berkualitas

7. Meningkatkan kualitas kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

8. Memelihara, mengembangkan, dan mendayagunakan sumberdaya

alam dan lingkungan untuk kesejahteraan.

9. Mengembangkan komunikasi, ukhuwah, dan kerjasama dalam

(47)

10.Memelihara keutuhan bangsa serta berperan aktif dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara

11.Membina dan meningkatkan kualitas serta kuantitas anggota sebagai

pelaku gerakan.

12.Mengembangkan sarana, prasarana, dan sumber dana untuk

mensukseskan gerakan.

13.Mengupayakan penegakan hukum, keadilan, dan kebenaran serta

meningkatkan pembelaan terhadap masyarakat.

14.Usaha-usaha lain yang sesuai dengan maksud dan tujuan

Muhammadiyah

Dalam melaksanakan usaha-usaha Muhammadiyah ini, Pimpinan

Muhammadiyah Sumatera Utara di bantu oleh Majelis dan Lembaga yang

bertindak sesuai fungsi dan kerjanya. Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah

yang berfungsi sebagai pengembangan mutu pendidikan baik secara kuantitas

maupun kualitas memiliki sarana dan prasarana pendidikan yang cukup banyak

sebagaimana dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2

Lembaga Pendidikan Amal Usaha Muhammadiyah

(48)

11 Kabupaten Labuhan Batu 0 7 7 4 2 1 0 2 4 0 0 0 0

( Sumber : Kesekretariatan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara 2007)

Sebagai organisasi yang bergerak dalam bidang dakwah, Muhammadiyah

juga mendirikan Masjid dan Mushollah yang dikoordinir oleh majelis tabliq dan

dakwah, lihat tabel 3. Masjid dan mushollah yang didirikan ini dipergunakan

selain sebagai tempat sholat juga dipergunakan sebagai tempat kegiatan-kegiatan

Muhammadiyah lainnya seperti pengajian rutin dan pelatihan-pelatihan lainnya

untuk meningkatkan pemahaman dan militansi anggota terhadap organisasi.

Tabel 3

Rumah Ibadah Amal Usaha Muhammadiyah

(49)

19 Kabupaten Serdang Bedagai 0 0

20 Kabupaten Pak-pak Barat 0 0

374 112

( Sumber : Kesekretariatan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara 2007)

Muhammadiyah Sumatera Utara selain bergerak dalam bidang dakwah

dan pendidikan juga bergerak di bidang lainnya seperti bidang ekonomi seperti

pembentukan koperasi, bidang kesehatan melalui rumah bersalin, rumah sakit dan

Klinik. Dalam bidang Hukum dan HAM Muhammadiyah Sumatera Utara

memiliki Biro Bantuan Hukum UMSU dan juga dalam bidang-bidang lainnya

yang langsung bersentuhan langsung terhadap anggota, simpatisan dan

(50)

BAB III

PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA

A. Kebijakan Politik Muhammadiyah Sumatera Utara untuk Pemilihan

Kepala Daerah Propinsi Sumatera Utara Tahun 2008

Berdasarkan Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah yang dilengkapi dengan Peraturan Daerah No. 6 tahun 2005 tentang

Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan

Wakil Kepala Daerah, maka Sumatera Utara pada tahun 2008 melaksanakan

Pemilihan Kepala Daerah Langsung untuk pertama kalinya untuk tataran propinsi.

Dalam pelaksanaan pesta demokrasi lokal ini juga mendapat respon dari berbagai

organisasi politik dan organisasi massa lainnya untuk mengambil langka dan

kebijakan dalam melihat dan membahas tentang pesta demokrasi ini termasuk

salah satunya adalah Muhammadiyah Sumatera Utara.

Kebijakan politik yang dilakukan pimpinan wilayah Muhammadiyah

menjelang pemilihan kepala daerah Sumatera Utara tahun 2008 merujuk kepada

sidang Tanwir di makassar tahun 2003 yang merekomendasikan kepada pimpinan

pusat Muhammadiyah untuk mengambil langkah politik strategis dalam melihat

konstalasi politik nasional dan lokal.

Keputusan tanwir yang memberikan rekomendasi kepada pimpinan pusat

Muhammadiyah ditindak lanjuti melalui sidang pleno pimpinan pusat

(51)

Keputusan sidang pleno itu memuat enam pokok pernyataan kebijakan

Muhammadiyah menghadapi pemilu 2004.

Keenam pokok kebijakan tersebut yakni, kebijakan tentang pemilu 2004,

pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota legislatif, sosialisasi

dan kampanye pemilu, kebijakan Muhammadiyah setempat, dan kebijakan lain.

Tetapi yang cukup menarik perhatian sebenarnya dalam kebijakan yang

dikeluarkan pimpinan pusat Muhammadiyah ini ada dua hal yang menjadi fokus

pembahasan. Pertama tentang pemilihan presiden dan wakil presiden, karena hal

itu berkaitan dengan penyebutan nama Prof Amien Rais sebagai kandidat Presiden

dan yang kedua adalah kebijakan Muhammadiyah setempat dalam merespon

keadaan politik di daerahnya masing-masing.

Hasil sidang pleno yang diperluas tersebut khususnya tentang kebijakan

Muhammadiyah setempat32

32

Sudar Siandes (ed), Muhammadiyah eksperimen politik dalam pemilu presiden 2004,jakarta, Rineka Cipta, 2004, hal 12

, Sesuai asas kepentingan Muhammadiyah secara

nasional, kemashlahatan organisasi, serta situasi dan kondisi yang dihadapi

diserahkan kepada pimpinan Muhammadiyah setempat untuk mengambil

kebijakan tertentu disertai dengan komunikasidan koordinasi yang

sebaik-baiknya.

Selain itu juga Sidang menghasilkan tentang permasalahan rangkap

jabatan antara jabatan di amal usaha Muhammadiyah dan lembaga politik. Dalam

hal ini Muhammadiyah memutuskan bahwa anggota yang rangkap di haruskan

Gambar

Tabel 1
Tabel 2 Lembaga Pendidikan Amal Usaha Muhammadiyah
Tabel 3

Referensi

Dokumen terkait

¾ Biaya Pengadaan Tanah yang semula dianggarkan Rp 700 Miliar , diperkirakan meningkat menjadi lebih dari Rp 2 triliun (peningkatan 300% dari business meningkat menjadi lebih dari

Berdasarkan penjelasan diatas, maka peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa antara teori mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi minat belanja konsumen di PB Swalaya 21

mengendalikan usaha keluarga untuk dapat mencapai anak tangga yang lebih tinggi, yaitu model pengembangan model helikopter bahwa calon penerus menimba pengalaman

Penelitian mengenai bioflok untuk ikan Gurami sebelumnya sudah dilakukan, dimana C/N ratio 12 memberikan rasio konversi pakan dan kelangsungan yang tinggi

Mengenal berbagai sumber energi yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dan kegunaannya Tema : Keluarga.. ENERGI

Mahasiswa calon guru hams mempunyai penalaran yang baik. Penalaran tersebut akan dilatihkan kepada siswa dalam kegiatan pembelajaran matematika apabila mahasiswa

Skripsi Pengaruh Stres Kerja Dan Kepribadian Tipe B .... Devi shinta

keterangan tersebut diperoleh dari hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi yang berkaitan dengan strategi guru dalam membina akhlakul karimah peserta didik.