PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA PUTRI TERHADAP ABORSI DARI KEHAMILAN TIDAK DIKEHENDAKI DI SEKOLAH
MENENGAH UMUM NEGERI I PEMATANG SIANTAR KECAMATAN SIANTAR KABUPATEN
SIMALUNGUN, TAHUN 2007
SKRIPSI
Oleh :
TINCEULI SINAGA
NIM : 021000305
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas sumatera utara
Skripsi , Desember 2007
ABSTRAK
TINCEULI SINAGA
PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA PUTRI TERHADAP ABORSI DARI KEHAMILAN TIDAK DIKEHENDAKI DI SMU NEGERI I SIANTAR KECAMATAN SIANTAR KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2007.
Kasus Aborsi adalah fenomena sosial yang tak kunjung ada solusi pemecahan masalahnya. Tidak tertinggal pelaku atau korban aborsi dari kehamilan yang tidak dikehendaki terjadi di kalangan remaja. Keadaan yang menghawatirkan ini lebih berbahaya lagi apabila remaja tersebut mengidap penyakit infeksi menular seksual (HIV/AIDS).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengetahuan dan sikap remaja putri terhadap aborsi dari kehamilan tidak dikehendaki di SMU Negeri I Siantar yaitu berjumlah 424 orang. Simple Random Sampling merupakan teknik pengambilan sampel dalam penelitian berjumlah 79 orang.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pengetahuan siswi SMU Negeri I Siantar mengenai pengetahuan dan sikap terhadap aborsi dari kehamilan tidak dikehendaki pada umumnya ”sedang” yaitu sebesar 77,22%, sikap siswi SMU Negeri I Siantar ”baik” yaitu sebesar 100%.
Diharapkan institusi yang terkait dengan masalah kesehatan reproduksi khususnya remaja putri dapat bekerjasama dengan media elektronik khususnya televisi dalam menyiarkan pembelajaran tentang aborsi dan bahayanya.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat dan Rahmat-Nya, Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
”Pengetahuan Dan Sikap Remaja Putri Terhadap Aborsi dari Kehamilan Tidak Dikehendaki di SMU Negeri I Pematang Siantar”.
Skripsi ini tidak hadir begitu saja. Penulis berterima kasih kepada mereka
yang berperan amat penting di dalam memberikan bantuan dan dukungan baik secara
moril maupun materil. Tanpa sentuhan tangan dan pikiran mereka, skripsi ini masih
menjadi tumpukan yang tak berarti. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada :
1. Ibu dr.Ria Masniari Lubis, Msi selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Medan.
2. Bapak Drs. Tukiman, MKM selaku dosen Penguji I dan Kepala Departemen
PKIP Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.
3. Bapak Dr. Drs. Kintoko Rokhadi, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Skripsi I
mulai dari persiapan hingga terselesainya skripsi ini.
4. Bapak Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes selaku Dosen Pembimbing II mulai
dari persiapan hingga terselesainya skripsi ini.
5. Bapak Drs. Edi Syahrial MKM selaku Dosen Penguji II.
6. Ibu Siti Khadijah, SKM, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Akademik.
7. Seluruh Dosen / Staf di bagian Departemen PKIP Fakultas Kesehatan
8. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang memberi dukungan materi dan doa restu
mulai dari Ananda mahasiswa di FKM hingga terselesaikannya skripsi ini.
9. Abang, Kakak, Adik, juga seluruh keluarga yang memberi dukungan moril
kepada penulis.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini tidak
terlepas dari keterbatasan pengetahuan penulis. Untuk itu, penulis mengharapkan
saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini dan semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu
memberikan Kasih Dan karunia-Nya kepada kita.
Medan, Desember 2007
DAFTAR ISI
2.6. Aborsi Dari Sudut Pandang Agama ... 32
2.6.1. Agama Islam ... 32
3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian... 36
3.3.Populasi dan Sampel Penelitian ... 36
3.3.1. Populasi ... 36
3.3.2. Sampel... 36
3.4.Metode Pengumpulan Data.. ... 38
3.5.Instrumen Penelitian ... 38
3.7.Aspek Pengukuran ... 40
3.7.1.Pengetahuan... 40
3.7.1.Sikap... 40
3.8.Teknik Pengolahan dan Analisa Data ... 41
3.8.1. Pengolahan Data ... 41
3.8.2. Analisa Data ... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 42
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 42
4.2. Hasil Penelitian ... 42
4.2.1. Data Umum Responden ... 42
4.2.2. Data Khusus Responden ... 43
4.2.3. Data Pengetahuan Responden ... 43
BAB V PEMBAHASAN ... 55
5.1. Karakteristik Responden ... 55
5.2. Sumber Informasi Aborsi Dari Kehamilan Tidak Dikehendaki 55 5.3. Pembahasan Hasil Pengetahuan Responden Pada Penelitian . 57 5.4. Pembahasan Sikap Responden Terhadap Aborsi Dari Keha - Milan Tidak Dikehendaki ... 59
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 63
6.1. Kesimpulan ... 63
6.2. Saran ... 63
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN :
1. Kuesioner Penelitian
2. Surat Izin Penelitian dari FKM USU
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perilaku remaja sekarang sudah amat mengkhawatirkan. Hal ini ditandai
dengan semakin meningkatnya kasus-kasus seperti aborsi, kehamilan tidak
diinginkan (KTD), dan infeksi menular seksual (IMS) termasuk HIV/AIDS (Suarta,
2007). Dari berbagai survei di Indonesia mendukung penemuan bahwa akar masalah
dibalik alasan melakukan aborsi adalah kurangnya pengetahuan dan keterampilan
remaja dalam masalah pengaturan kesehatan reproduksi dan seksual (Wilopo, 2005).
Indonesia merupakan salah satu negara yang melarang praktek aborsi. Hal ini
ditegaskan dalam UU Kesehatan No 23 tahun 1992. Bahkan KUHP dengan tegas
melarang tindakan aborsi apapun alasannya kecuali untuk menyelamatkan nyawa si
ibu sebagaimana diatur dalam pasal 346, pasal 347, pasal 348, pasa1 349
(Maria,2006).
Ketika seorang perempuan mengalami kehamilan tak diinginkan (KTD),
diantara jalan keluar yang ditempuh adalah melakukan upaya aborsi, baik yang
dilakukan sendiri maupun dengan bantuan orang lain. Banyak diantaranya yang
memutuskan untuk mengakhiri kehamilannya dengan mencari pertolongan yang tidak
aman sehingga mereka mengalami komplikasi serius atau kematian karena ditangani
oleh orang yang tidak berkompeten atau dengan peralatan yang tidak memenuhi
Menurut Wilopo (2005), dampak negatif aborsi pada status kesehatan
perempuan, baik dari aspek fisik atau psikososial kontroversial, terutama yang terjadi
pada usia remaja. Selain dampak negatif kesehatan tersebut, dampak lain secara
sosial, ekonomis dan kultural merupakan masalah penting. Aborsi pada usia remaja
merupakan indikasi bahwa remaja memiliki kehidupan reproduksi yang tidak sehat
serta belum siap dalam memasuki kehidupan berkeluarga. Padahal, agar terbentuk
keluarga yang berkualitas diperlukan kesiapan dalam pengetahuan dan kesesuaian
sikap dalam mengatur kehidupan reproduksinya, sehingga pembentukan keluarga
adalah proses yang direncanakan dan tidak dilakukan secara dini serta tanpa rencana
atau keluarga prematur. Aborsi tidak aman dapat mengakibatkan terjadinya infeksi
saluran reproduksi, sehingga menimbulkan nyeri panggul yang kronis, infeksi ruang
panggul, dan berakibat kemandulan dikemudian hari. Resiko ini lebih berat apabila
perempuan juga mengidap penyakit menular seksual. Kemandulan karena gangguan
saluran reproduksi ini akan menentukan kehidupan keluarganya di masa depan.
Kehidupan keluarga dengan infertilitas memiliki resiko yang lebih tinggi untuk
mengalami perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga, sehingga ada hubungan
yang tidak langsung antara aborsi, infertilitas dan kualitas keluarga.
Sebenarnya aborsi juga merupakan penyebab kematian ibu, hanya saja
muncul dalam bentuk komplikasi perdarahan dan sepsis. Akan tetapi, kematian ibu
yang disebabkan komplikasi aborsi sering tidak muncul dalam laporan kematian,
tetapi dilaporkan sebagai perdarahan atau sepsis. Hal itu terjadi karena hingga saat ini
aborsi masih merupakan masalah kontroversial di masyarakat. Di satu pihak aborsi
menyembunyikan kejadian aborsi, dilain pihak aborsi terjadi di masyarakat. Ini
terbukti dari berita yang ditulis di surat kabar tentang terjadinya aborsi di masyarakat,
selain dengan mudahnya didapatkan jamu dan obat-obatan peluntur serta dukun pijat
untuk mereka yang terlambat datang bulan (Hanifah, 2007).
Dari situs http://situs.kesrepro.info, diakses tanggal 10 juli 2007 World Health
Organization (WHO), di tahun 1999, setiap tahun terdapat sekitar 210 juta ibu yang
hamil di seluruh dunia. Dari angka tersebut, 46 juta di antaranya melakukan aborsi,
dan hampir setengahnya melalui cara-cara yang tidak aman (sekitar 20 juta).
Akibatnya, terdapat 70.000 kematian ibu akibat melakukan aborsi tidak aman setiap
tahunnya, sementara empat juta lainnya mengalami kesakitan.
Menurut Hidayat (2004), di Indonesia diperkirakan ada satu juta wanita yang
mengalami KTD (kehamilan tidak dikehendaki). Dan menurut laporan WHO, di seluruh
dunia diperkirakan 15 juta remaja setiap tahunnya hamil, 60% diantaranya tidak
dikehendaki. Salah satu akibat sehingga terjadinya KTD adalah ketidak tahuan atau
minimnya pengetahuan tentang perilaku seksual yang dapat mengakibatkan kehamilan.
Di Indonesia, l l % dari kematian maternal akibat aborsi yang tidak aman
(unsaf-abortion) menurut data WHO, pada tahun 2004 (Wilopo,2005). Estimasi
nasional menyatakan setiap tahun terjadi dua juta kasus aborsi di Indonesia. Ini
artinya terdapat 43 kasus aborsi perseratus kelahiran hidup (menurut hasil sensus
penduduk tahun 2000), terdapat 53.783.717 perempuan usia 15-49 tahun atau 37
Birth Rate (CBR) sebesar 23 perseribu kelahiran hidup). Sebuah studi yang dilakukan
di beberapa fasilitas kesehatan di Indonesia, mengistimasikan 25-60% kejadian aborsi
adalah aborbsi di sengaja (induced abortion). (http://situs.kesrepro.info).
Dari berbagai penelitian menunjukkan, perilaku seksual pada remaja
mempunyai korelasi dengan sikap remaja terhadap seksualitas. Penelitian tentang
perilaku seksual di empat kota menunjukkan 3,6% remaja di kota Medan; 8,5%
remaja di Jokjakarta, 3,4% di kota Surabaya, serta 31,1% remaja di kota Kupang telah
terlibat hubungan seks secara aktif. Penelitian juga menemukan, 33,5% responden
laki-laki di kota Bali pernah berhubungan seks, sedangkan di desa Bali sebanyak
23,6% laki-laki. Di Jokjakarta, kota sebanyak 15,5% sedangkan di desa sebanyak
0,5% (Tito,2001).
Jumlah pelajar di Jakarta yang hamil di luar nikah semakin banyak. Dari 500
pelajar Sekolah Menengah Umum (SMU) yang dijadikan responden, sekitar 4,2%nya
mengaku kandungannya digugurkan. Wilayah Jakarta Timur menduduki peringkat
pertama dalam kasus ini, yaitu sekitar tujuh persen. Responden yang diambil rata-rata
siswa yang baru menjalani masa orientasi sekolah. (Sukmaningsih,2003).
Menurut Hidayat (2004), ternyata 97,05 % dari 1.660 responden mahasiswi
di Yogyakarta sudah tidak perawan lagi. Bahkan diketahui pula 90% diantaranya
telah melakukan aborsi. Sampai dengan Januari 2001 rata-rata perhari lima remaja
putri mengaku telah mengalami pengalaman pranikah. Dengan demikian, dalam
sebulan rata-rata remaja yang mengaku hamil pranikah sebanyak 150 orang. Mereka
mengalami kehamilan itu usianya bervariasi mulai dari kelas dua SMP sampai
Menurut Laazulva (2005), sebanyak 560 kasus (10,89%) kehamilan tidak
dikehendaki (KTD), unwanted pregnancy sepanjang tahun 2004, terjadi pada
kelompok usia 18 tahun atau usia Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Bila
dilihat dari proporsi yang mengalami KTD terbagi untuk tingkat pendidikan Sekolah
Menengah Lanjutan Pertama (SMP) sebanyak 1,42%, dan proporsi tingkat
pendidikan Sekolah Menengah Umum (SMU) ada 16,6%. Adapun selebihnya adalah
kelompok mahasiswa. Banyak remaja yang konsultasi menanyakan tentang
seksualitas dan kesehatan reproduksi, mulai dari mimpi basah, menstruasi, masturbasi
atau onani, sampai terjadinya proses kehamilan. Sebagian besar klien KTD berada
dalam kisaran usia 15-24 tahun dan pengetahuan tantang risiko melakukan hubungan
seks masih rendah.
Hasil survey di PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) Sumatera
Utara, Medan tahun 2004-2006, jumlah remaja yang konseling 126 orang dengan
umur 16-24 tahun. Masalah yang dikonsulkan tentang pacar dan masalah seksualitas.
Diantaranya 60 orang mengatakan sudah melakukan hubungan suami istri dan
diantaranya sudah ada yang pernah kandungannya digugurkan. Dikutip dari laporan
CMR (centra mitra remaja) (Tahun 2007).
Hasil survey di rumah sakit umum daerah Dr. Djasamen Saragih Pematang
Siantar, jumlah kasus abortus tahun 2002 sampai 2006 dikutip dari laporan RL.2a.
abortus spontan 29 orang abortus teraupetik medik 32 orang. Abortus lainnya 76
SMU Negeri I Pematang Siantar merupakan salah satu SMU Negeri kategori
Baik dan berprestasi, yang ada di Kabupaten Simalungun dimana rentang usia pada
sekolah ini berada pada usia 15-19 tahun atau masih tergolong kepada usia remaja.
Pada usia ini, remaja sangat rentan atau sensitif terhadap “hal-hal baru” yang
memungkinkan berpotensi terjadinya berbagai permasalahan termasuk hubungan seks
pranikah. Adanya budaya “cobacoba” dikalangan remaja merupakan trend remaja
saat ini supaya kelihatan “wah” dikalangan remaja itu sendiri, utamanya terjadi di
kalangan remaja yang tinggal di kota-kota seiring dengan semakin meningkatnya arus
informasi di Kabupaten Simalungun.
Banyaknya informasi yang berkonotasi pornografi yang bersumber dari
berbagai media seperti media cetak (misalnya; koran, majalah, tabloid, dan
sebagainya) dan juga media elektronik (misalnya; Internet, Short Message Sent/SMS,
VCD porno dan sebagainya) perlu disikapi dalam menerima informasi tersebut
khususnya para remaja yang masih rentan atau peka terhadap “hal-hal baru” tersebut.
Pengetahuan dan sikap para remaja putri di SMU Negeri I Pematang Siantar perlu
mendapat perhatian yang ekstra agar para remaja tersebut tidak terjerumus kepada
hal-hal yang tidak diinginkan akibat dampak dari seks bebas yang berkaitan dengan
informasi yang diterima melalui media dimaksud dengan melakukan budaya
Para siswa khususnya remaja putri di SMU Negeri I Pematang Siantar tentu
saja tidak luput dari arus informasi yang semakin gencar tersebut. Tanpa adanya atau
tanpa dibekalinya remaja dengan pengetahuan maupun sikap yang baik terhadap
informasi tersebut, hal ini tentu sangat berpeluang terjadinya hubungan seks pranikah
yang berlanjut kepada kejadian aborsi dari kehamilan yang tidak dikehendaki di
sekolah tersebut.
Berdasarkan paparan di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang
pengetahuan dan sikap remaja putri terhadap aborsi dari kehamilan tidak dikehendaki
di SMU Negeri I Pematang Siantar Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun.
1.2. Permasalahan
Bagaimana pengetahuan dan sikap remaja putri terhadap aborsi dari kehamilan
tidak dikehendaki di SMU Negeri I Pematang Siantar Kecamatan Siantar Kabupaten
Simalungun.
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum:
Untuk mengetahui pengetahuan dan sikap remaja putri terhadap aborsi dari
kehamilan tidak dikehendaki di SMU Negeri I Pematang Siantar Kecamatan Siantar
Kabupaten Simalungun tahun 2007.
1.3.2. Tujuan Khusus:
1. Untuk mengetahui pengetahuan remaja putri terhadap aborsi dari kehamilan
tidak dikehendaki di SMU Negeri I Siantar kecamatan Siantar Kabupaten
2. Untuk mengetahui sikap remaja putri terhadap aborsi dari kehamilan tidak
dikehendaki di SMU Negeri I Siantar kecamatan Siantar Kabupaten
Simalungun tahun 2007.
1.4. Manfaat Penelitian:
1. Sebagai bahan referensi dalam pengembangan keilmuan khususnya di
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Sebagai bahan masukan untuk Dinas Kesehatan Kabupaten dalam upaya
penyuluhan kesehatan dimasa yang akan datang.
3. Sebagai pedoman bagi remaja putri untuk pencegahan melakukan seks dini,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perilaku
Perilaku manusia pada hakekatnya adalah seluruh aktivitas manusia, baik
yang teramati maupun yang tidak teramati oleh pihak luar. Perilaku merupakan
respon terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku terjadi melalui proses
adanya stimulus terhadap organisme, lalu organisme tersebut meresponnya
(Notoatmodjo, 2003).
Notoadmojo (2003) juga menjelaskan bahwa dari bentuk respon terhadap
stimulus, perilaku dibedakan menjadi dua bagian yaitu :
1. Perilaku tertutup (convert behavior), respon terhadap stimulus yang terbatas pada
perhatian, persepsi, pengetahuan dan sikap.
2. Perilaku terbuka (overt behavior), respon terhadap stimulus dalam bentuk
tindakan nyata, jelas bentuk dan prakteknya serta dapat diamati oleh orang lain.
Menurut Ali (2003), secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu
respon organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek
tersebut. Respon ini berbentuk dua macam, yakni :
1. Bentuk pasif adalah respon internal, yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan
tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berfikir, tanggapan
atau sikap batin, dan pengetahuan. Misalnya seorang ibu tahu bahwa imunisasi itu
dapat mencegah suatu penyakit tertentu, meskipun ibu tersebut tidak membawa
menganjurkan orang lain untuk mengikuti keluarga berencana meskipun ia sendiri
tidak ikut keluarga berencana. Dari kedua contoh tersebut terlihat bahwa ibu telah
tahu gunanya imunisasi, dan contoh kedua orang tersebut telah mempunyai sikap
yang positif untuk mendukung keluarga berencana, meskipun mereka sendiri
belum melakukan secara konkrit terhadap kedua hal tersebut. Oleh sebab itu
perilaku mereka ini masih terselubung (covert behavior).
2. Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung.
Misalnya pada kedua contoh tersebut, si ibu sudah membawa anaknya ke
puskesmas atau fasilitas kesehatan lain untuk imunisasi, dan orang pada kasus
kedua sudah ikut keluarga berencana dalam arti sudah menjadi akseptor KB. Oleh
karena perilaku mereka ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata, maka
disebut overt behavior.
2.2. Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan
sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi
terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh diperoleh melalui
indra pendengaran (telinga), dan indra penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang
terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis
besarnya dibagi dalam enam tingkat pengetahuan, yaitu:
a. Tahu (know).
sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya tahu bahwa sebuah tomat
banyak mengandung vitamin C, jamban adalah tempat membuang air besar,
penyakit demam berdarah ditularkan oleh gigitan nyamuk Aedes Agepti, dan
sebagainya. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat
menggunakan pertanyaan-pertanyaan, misalnya: apa tanda-tanda anak yang
kurang gizi, apa penyebab penyakit TBC, bagaimana cara melakukan PSN
(pemberantasan sarang nyamuk), dan sebagainya.
b. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar
dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara
benar tentang objek yang diketahui tersebut. Misalnya, orang yang memahami cara
pemberantasan penyakit demam berdarah, bukan hanya sekedar menyebutkan 3M
(mengubur, menutup, dan menguras),tetapi harus dapat menjelaskan mengapa
harus menutup, menguras, dan sebagainya tempat-tempat penampungan air
tersebut.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat
menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi
yang lain. Misalnya, seseorang yang telah paham tentang proses
perencanaan,ia harus dapat membuat perencanaan,ia harus dapat membuat
yang telah paham metodologi penelitian, ia akan mudah membuat proposal
penelitian dimana saja, dan seterusnya.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan,
kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam
suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang
itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat
membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan)
terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya, dapat membedakan antara
nyamuk aedes agepty dengan nyamuk biasa, dapat membuat diagram (flow chart)
siklus hidup cacing kremi, dan sebagainya.
e.Sintesis (shyntesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau
meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen
pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan
untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya,
dapat membuat atau meringkas dengan kata-kata atau kalimat sendiri tentang
hal-hal yang telah dibaca atau didengar, dapat membuat kesimpulan tentang artikel
yang telah dibaca.
f.Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di
menderita malnutrisi atau tidak, seseorang dapat menilai manfaat ikut keluarga
berencana, dan sebagainya.
2.3. Sikap (attitude)
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu,
yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak
senang, setuju-tidak setuju, baik - tidak-baik, dan sebagainya). Champell (1950)
mendefenisikan sangat sederhana, yakni: ”An individual’s attitude is syndrome of
response consistency with regard to object.” jadi jelas, disini dikatakan bahwa sikap
itu suatu sindroma atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau objek,
sehingga sikap itu melibatkan pikiran,perasaan, perhatian,dan gejala kejiwaan yang
lain.
Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan, bahwa sikap
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan
pelakksanaan motif tertentu. Dalam kata lain, fungsi sikap belum merupakan tindakan
(reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan)
atau reaksi tertutup.
Komponen Pokok Sikap:
Menurut Allport (1954) sikap itu terdiri dari tiga komponen pokok, yaitu:
a. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek. Artinya, bagaimana
keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek. Sikap orang
terhadap penyakit kusta misalnya, berarti bagaimana pendapat atau keyakinan
orang tersebut terhadap penyakit kusta.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana
Seperti contoh butir a tersebut, berarti bagaimana orang menilai terhadap penyakit
kusta, apakah penyakit yang biasa saja atau penyakit yang membahayakan.
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah merupakan
komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah
ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan). Misalnya, tentang
contoh sikap terhadap terhadap penyakit kusta diatas, adalah apa yang dilakukan
seseorang bila ia menderita penyakit kusta.
Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang
utuh (total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran,
keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Contoh: Seseorang ibu mendengar
(tahu) penyakit demam berdarah (penyebabnya, cara penularannya, cara
pencegahannya, dan sebagainya). Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berpikir
dan berusaha supaya keluarganya, terutama anaknya tidak kena demam berdarah.
Dalam berpikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga ibu tersebut
berniat (kecendrungan bertindak) untuk melakukan 3M agar anaknya tidak terserang
demam berdarah. Ibu ini mempunyai sikap tertentu (berniat melakukan 3M) terhadap
objek tertentu yakni penyakit demam berdarah.
Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat-tingkat
berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut:
menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima (ante natal care),
dapat diketahui atau diukur dari kehadiran si ibu untuk mendengarkan penyuluhan
tentang ante natal care di lingkungannya.
b. Menanggapi (Responding)
Menanggapi disini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap
pertanyaan atau objek yang dihadapi. Misalnya, seorang ibu yang mengikuti
penyuluhan ante natal care tersebut ditanya dan diminta menanggapi oleh
penyuluh, kemudian ia menjawap atau menanggapinya.
c. Menghargai (Valuing)
Menghargai diartikan subjek, atau seseorang memberikan nilai yang positif
terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain dan
bahkan mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespons.
Contoh butir a diatas, ibu itu mendiskusikan ante natal care dengan suaminya, atau
bahkan mengajak tetangganya untuk mendengarkan ante natal care.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap apa
yang paling diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu
berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil resiko bila ada orang yang
mencemoohkan atau adanya resiko lain. Contoh tersebut diatas, ibu yang
sudah mau mengikuti penyuluhan ante natal care, ia harus berani untuk
mengorbankan waktunya, atau mungkin kehilangan penghasilannya, atau diomeli
sebagainya.(Notoatmojo,2005)
Menurut Notoadmodjo (1993), ada beberapa teori determinan perilaku, antara
lain sebagai berikut :
• Teori Lawrence Green :
Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok,
yaitu faktor perilaku dan faktor diluar perilaku. Faktor perilaku tersebut
terbentuk dari tiga faktor. Pertama , faktor-faktor predisposisi yang terwujud
dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan dan nilai-nilai. Kedua,
faktor-faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau
tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana kesehatan, misalnya
puskesmas, obat-obatan dan alat-alat kontrasepsi. Ketiga, faktor-faktor
pendorong yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan yang
merupakan kelompok pendukung dan perilaku masyarakat.
• Teori WHO :
Analisa dari tim kerja WHO menyatakan bahwa perilaku seseorang
disebabkan oleh empat alasan pokok. Pertama, pemikiran dan perasaan dalam
bentuk pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain,
sikap yang akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan mengacu pada
pengalaman orang lain, kepercayaan-kepercayaan yang biasanya diperoleh
dari orangtua meskipun kepercayaan tersebut diyakini tanpa ada pembuktian
terlebih dahulu dan penilaian-penilaian seseorang terhadap objek kesehatan.
Kedua, orang-orang yang dianggap penting dimana seseorang akan
mencakup fasilitas, uang, waktu dan tenaga. Keempat, kebudayaan yang
mempunyai pengaruh yang dalam terhadap perilaku.
Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai pada
domain kognitif, dalam arti subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang
berupa materi atau objek di luarnya, sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada
subjek tersebut. Ini selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap si
subjek terhadap objek yang diketahui itu. Akhirnya rangsangan yakni objek yang
telah diketahui dan disadari sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respon lebih jauh
lagi, yaitu berupa tindakan (action) terhadap atau sehubungan dengan stimulus atau
objek tadi. Namun demikian, di dalam kenyataan stimulus yang diterima subjek dapat
baru tanpa mengetahui terlebih dahulu makna stimulus yang diterimanya. Dengan
kata lain tindakan (practice) seseorang tidak harus didasari oleh pengetahuan atau
sikap (Ali, 2003).
2.4. Aborsi 2.4.1. Pengertian
Menurut Fact About Abortion, Info Kit on Women’s Health oleh Institute for
Social, Studies and Action, Maret 1991, dalam istilah kesehatan aborsi didefinisikan
dalam rahim (uterus), sebelum usia janin (fetus) mencapai 20 minggu
(http://www.nedstatbasic.net).
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia, gugur
kandungan atau aborsi (bahasa Latin: abortus) adalah berhentinya kehamilan sebelum
usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin. Apabila janin lahir
selamat (hidup) sebelum 38 minggu namon setelah 20 minggu, maka istilahnya
adalah kelahiran prematur (http://www.nedstatbasic.net).
Di Indonesia, belum ada batasan resmi mengenai aborsi. Dalam Kamus
Umum Bahasa Indonesia, abortus didefinisikan sebagai terjadi keguguran janin;
melakukan abortus sebagai melakukan pengguguran (dengan sengaja karena tak
menginginkan bakal bayi yang dikandung itu). Secara umum istilah aborsi diartikan
sebagai pengguguran kandungan, yaitu dikeluarkannya janin sebelum waktunya, baik
itu secara sengaja maupun tidak. Biasanya dilakukan saat janin masih berusia muda
atau sebelum bulan ke empat masa kehamilan (http://www.nedstatbasic.net).
2.4.2. Jenis Aborsi
Dalam ilmu kedokteran, istilah-istilah ini digunakan untuk membedakan aborsi
(http://www.nedstatbasic.net) :
1. Spontaneous abortion: gugur kandungan yang disebabkan oleh trauma
2. Induced abortion atau procured abortion: pengguguran kandungan yang
disengaja. Termasuk di dalamnya adalah:
• Therapeutic abortion: pengguguran yang dilakukan karena kehamilan
tersebut mengancam kesehatan jasmani atau rohani sang ibu, terkadang
dilakukan sesudah pemerkosaan.
• Eugenic abortion: pengguguran yang dilakukan terhadap janin yang cacat. • Elective abortion: pengguguran yang dilakukan untuk alasan-alasan lain.
Dalam bahasa sehari-hari, istilah “keguguran” biasanya digunakan untuk spontaneous
abortion, sementara “aborsi” digunakan untuk induced abortion.
Sedangkan jenis abortus menurut terjadinya dibagi menjadi dua yaitu
(http://www.nedstatbasic.net) :
1. Abortus spontanea (abortus yang berlangsung tanpa tindakan), yaitu :
• Abortus Imminens : Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada
kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan
tanpa adanya dilatasi serviks.
• Abortus insipiens : Peristiwa perdarahan uterus pads kehamilan sebelum 20
minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hash
konsepsi masih dalam uterus.
• Abortus inkompletus : Pengeluaran sebagian hash konsepsi pada kehamilan
sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
• Abortus kompletus : Semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan.
2. Abortus provokatus (abortus yang sengaja dibuat), yaitu : menghentikan
bayi belum dapat hidup diluar kandungan apabila kehamilan belum mencapai
umur 28 minggu, atau berat badan bayi belum 1000 gram, walaupun terdapat
kasus bahwa bayi dibawah 1000 gram dapat terus hidup. Abortus provokatus
dapat dibedakan menjadi :
• Abortus Provokatus Medisinalis/Artificialis/Therapeuticus
Di Indonesia yang dimaksud dengan indikasi medik adalah demi
menyelamatkan nyawa ibu. Syarat-syaratnya :
a. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan
untuk melakukannya (yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit
kandungan) sesuai dengan tanggung jawab profesi.
b. Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis lain, agama, hukum,
psikologi).
c. Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya atau keluarga
terdekat.
d. Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga/peralatan yang
memadai, yang ditunjuk oleh pemerintah.
e. Prosedur tidak dirahasiakan
f. Dokumen medik harus lengkap
• Abortus Provokatus Kriminalis
Abortus yang sengaja dilakukan dengan tanpa adanya indikasi medik (ilegal).
tertentu. Abortus Provokatus Kriminalis sering terjadi pada kehamilan yang tidak
dikehendaki (KTD). Ada beberapa alasan wanita tidak menginginkan kehamilannya :
a. Alasan kesehatan, di mana ibu tidak cukup sehat untuk hamil.
b. Alasan psikososial, di mana ibu sendiri sudah enggan/tidak mau untuk
punya anak lagi.
c. Kehamilan di luar nikah.
d. Masalah ekonomi, menambah anak berarti akan menambah beban ekonomi
keluarga.
e. Masalah sosial, misalnya khawatir adanya penyakit turunan, janin cacat
f. Kehamilan yang terjadi akibat perkosaan atau akibat incest (hubungan
antar keluarga). Selain itu tidak bisa dilupakan jugs bahwa kegagalan
kontrasepsi juga termasuk tindakan kehamilan yang tidak diinginkan.
g. Pelaku Abortus Provokatus Kriminalis biasanya adalah : pertama, wanita
bersangkutan. Kedua, dokter atau tenaga medis lain (demi keuntungan atau
demi rasa simpati). Ketiga, orang lain yang bukan tenaga medis yang
karena suatu alasan tidak menghendaki suatu kehamilan.
2.4.3. Aborsi Tidak Aman (Unsafe Abortion)
Yang dimaksud dengan aborsi tidak aman (Unsafe Abortion) adalah
penghentian kehamilan yang dilakukan oleh orang yang tidak terlatih/kompeten dan
menggunakan sarana yang tidak memadai, sehingga menimbulkan banyak komplikasi
pelayanan kesehatan yang memadai. Apalagi bila aborsi dikategorikan tanpa indikasi
medis, seperti korban perkosaan, hamil diluar nikah, kegagalan alat kontrasepsi dan
lain-lain. Ketakutan dari calon ibu dan pandangan negatif dari keluarga atau
masyarakat akhirnya menuntut calon ibu untuk melakukan pengguguran kandungan
secara diam-diam tanpa memperhatikan resikonya (http://www.nedstatbasic.net).
Sedangkan menurut batasan WHO dalam kutipan
http://www.nedstatbasic.net. diakses 2007 menyebutkan bahwa aborsi yang tidak
aman adalah penghentian kehamilan yang tidak diinginkan yang dilakukan oleh
tenaga yang tidak terlatih, atau tidak mengikuti prosedur kesehatan atau
kedua-duanya. Dari 46 juta aborsi/tahun, 20 juta dilakukan dengan tidak aman, 800 wanita
diantaranya meninggal karena komplikasi aborsi tidak aman dan sekurangnya 13
persen kontribusi Angka Kematian Ibu Global.
Aborsi mungkin sudah menjadi kebutuhan, namun karena adanya larangan
baik hukum maupun atas nama agama, menimbulkan praktek aborsi tidak aman
meluas. Penelitian pada 10 kota besar dan enam kabupaten memperlihatkan 53 %
Jumlah aborsi terjadi di kota, padahal penduduk kota 1,36 kali lebih kecil dari
pedesaan, dan pelayan aborsi dilakukan oleh tenaga yang tidak terlatih terdapat di 16
% titik pelayanan aborsi di kota oleh dukun bayi dan 57 % di Kabupaten. Kasus
aborsi yang ditangani dukun bayi sebesar 11 % di kota dan 70 % di Kabupaten dan
dari semua titik pelayanan 54 % di kota dan 85 % di Kabupaten dilakukan oleh
swasta/ pribadi (http://www.nedstatbasic.net).
Strategi untuk menurunkan risiko kematian karena aborsi tidak aman adalah
dengan menurunkan ‘demand’ perempuan terhadap aborsi tidak aman. Ini dapat
yang berkualitas dilengkapi dengan konseling. Konseling keluarga berencana
dimaksudkan untuk membimbing klien melalui komunikasi dan pemberian informasi
yang obyektif untuk membuat keputusan tentang penggunaan salah satu metode
kontrasepsi yang memadukan aspek kesehatan dan keinginan klien, tanpa
menghakimi.
Bagi remaja yang belum menikah, perlu dibekali dengan pendidikan seks
sedini mungkin sejak mereka mulai bertanya mengenai seks. Namun, perlu disadari
bahwa risiko terjadinya kehamilan selalu ada, sekalipun pasangan menggunakan
kontrasepsi. Bila akses terhadap pelayanan aborsi yang aman tetap tidak tersedia,
maka akan selalu ada ‘demand’ perempuan terhadap aborsi tidak aman (Susilo ,
2002).
2.4.4. Kehamilan Yang Tidak Dikehendaki (KTD)
Zahrotinisak (2002), menyatakan terjadinya kehamilan yang tidak dikehendaki
dapat berakibat buruk terhadap janin ibu, ataupun anak setelah lahir. Banyak wanita
(ibu) yang tidak menghendaki kehamilannya, berupaya menggugurkan janinnya
dengan meminum obat-obatan tertentu atau melakukan aborsi. Namun ada yang
menerimanya dengan pasrah dan menghendaki janinnya lahir walaupun di warnai
dengan rasa kekecewaan. Moralitas dan rasa keibuan nya yang sering mengusiknya
untuk kemudian menerima kehamilan itu. Kehadiran anak dari kehamilan tidak
dikehendaki secara emosi (kejiwaan) mempunyai hubungan batin yang kurang dekat
dengan ibu atau ayah, hal ini menimbulkan kesenjangan dalam memberi perhatian,
kasih sayang, dukungan, bahkan penyediaan fasilitas-fasilitas lahir/materil seperti
kehamilan yang memang dikehendaki
Dari hasil SDKI 1997, delapan dari sepuluh kelahiran (83%) memang
diinginkan sesuai rencana, sembilan persen diharapkan tetapi pada waktu kemudian
(ditunda), dan delapan persen tidak diinginkan sama sekali. Urutan kelahiran
mempunyai hubungan erat dengan perencanaan kehamilan. Hampir semua kelahiran
pertama diharapkan (95%), dan satu dari empat dari kelahiran ke empat dan
seterusnya tidak dikehendaki (32,1%).
Zahrotinisak (2002) juga mengatakan, kehamilan tidak dikehendaki dan
aborsi, merupakan dua hal yang erat kaitannya (terutama untuk aborsi yang sengaja
dilakukan tanpa alasan medis). Dalam sebuah penelitian yang dilakukan tahun 1997
di Jawa Barat, menunjukan bahwa aborsi (dari kehamilan tidak dikehendaki)
mempunyai alasan-alasan :
1. Karena malu, takut 15%
2. Sudah memiliki anak, tidak ingin, hamil lagi 40%
3. Belum ingin memiliki anak lima persen
4. Disuruh suami lima persen.
2.4.5. Kehamilan Remaja.
Bagus (1998) kurangnya pengetahuan tentang waktu yang aman untuk
melakukan hubungan seksual mengakibatkan tejadi kehamilan remaja, yang sebagian
besar tidak dikehendaki. Kehamilan telah menimbulkan posisi remaja dalam situasi
yang serba salah dan memberikan tekanan batin (stres) yang disebabkan oleh
beberapa faktor.
dengan ajaran agama dalam lingkungan dasar negara Pancasila. Sekalipun
pelaksanaan gugur kandung bertentangan moral agama tetap merupakan alternatif
yang paling ringan risikonya dan murah biayanya dibandingkan menerima cemoohan
masyarakat, keluarga dan temannya bila kehamilan diteruskan sampai pada
persalinan. Dalam pelaksanaan gugur kandung sering dilakukan secara tersembunyi
oleh tenaga tidak terlatih atau dukun, sehingga dapat berakibat buruk. Gugur kandung
yang ditangani orang yang kurang dapat dipertanggung jawabkan akan terjadi
perdarahan, kerusakan alat reproduksi remaja, dan infeksi yang mengakibatkan
kematian. Disamping itu kesembuhan yang kurang sempurna dapat mengakibatkan
kerusakan alat reproduksi dan infeksi menahun dan infertilitas. Kerusakan partial
saluran telur wanita dapat menimbulkan hamil ektopik makin meningkat yang
memerlukan tindakan darurat.
Bila kehamilan ini diteruskan dalam usia yang relatif muda dari sudut
kebidanan dapat mengakibatkan penyulit (komplikasi) kehamilan yang cukup besar
diantaranya persalinan belum cukup bulan (prematuritas), pertumbuhan janin dalam
rahim yang kurang sempurna, kehamilan dengan keracunan yang memerlukan
penanganan khusus, persalinan sering berlangsung dengan tindakan
operasi,perdarahan setelah melahirkan makin meningkat, kembalinya alat reproduksi
yang terlambat setelah persalinan mudah terjadi infeksi setelah persalinan,
pengeluaran ASI yang tidak cukup. Upaya demikian maka pemilihan gugur kandung
merupakan pilihan yang paling ringan resikonya, sekalipun masih tetap mempunyai
penyulit yang tidak sedikit.
revolusi kebebasan seksual pada remaja yang dapat mengakibatkan dua masalah
penting yaitu penyakit hubungan seks yang menjurus pada penyakit radang panggul
dan kehamilan yang tidak dikehendaki. Kejadian yang muncul kepermukaan sangat
kecil dibandingkan yang sebenarnya dalam masyarakat laksana gunung es.
Pelaksanaan praktis upaya preventif tersebut dapat dilakukan dengan
meningkatkan hubungan remaja dalam lingkungan keluarga, memberikan pendidikan
seksual yang sehat, mengikut sertakan dalam semua aktipitas yang produktif,
menganjurkan untuk menggunakan metode keluarga berencana. Untuk mengatasi
kehamilan yang tidak dikehendaki perlu di ikuti dengan tepat pelaksanaan
Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 tahun 1992 pasal 15 dalam melakukan tindakan
tertentu. Upaya preventif bertujuan untuk menyelamatkan alat reproduksi remaja,
sehingga tidak terjadi akibat yang buruk dan dapat meneruskan serta menurunkan
generasi yang tangguh pada waktunya berkeluarga nanti.
2.4.6. Pendidikan Seks Berbasis Sekolah
Remaja adalah seorang anak manusia yang berusia 14-21 tahun. Di dalam
keadaan ini mereka sangat rawan terhadap apapun, mereka selalu ingin mencoba
segala sesuatu yang ada di dunia ini tanpa memikirkan akibatnya di masa yang akan
datang. Untuk itu para remaja perlu mendapatat pendidikan atau bimbingan agar
dapat menjadi manusia yang berguna bagi nusa, bangsa masyarakat serta agamanya.
Hasil sebuah studi menyatakan bahwa lebih dari 500 juta usia 10-14 tahun
hidup di negara berkembang, dan rata-rata pernah melakukan hubungan suami-isteri
terjadi pada remaja di negara berkembang adalah tidak dikehendaki (unwanted
pregnancy) dan 15 juta remaja pernah melahirkan. Di Indonesia kasus-kasus tersebut
diperparah dengan kurang adanya komitmen dan dukungan pemerintah dalam bentuk
kebijakan yang mengatur tentang pendidikan seksual dan reproduksi bagi remaja
terutama di tiap sekolah, lemahnya kerjasama lintas sektor
(depkes-depdiknas-depsos) dan kecenderungan menganggap Lembaga Swadaya Masyarakat pesaing
sekaligus musuh pemerintah menjadi hambatan penyelenggaraan program tersebut.
Kita akui memang norma adat dan nilai budaya leluhur yang masih dianut sebagian
besar masyarakat Indonesia juga menjadi tantangan terbesar dalam
penyelenggaraan pendidikan seksual dan
reproduksi berbasis sekolah. Semisal masih banyaknya pendapat, permasalahan seks
itu tabu untuk dibicarakan kepada mereka yang belum menikah, dengan pendidikan
seks justru akan meningkatkan kasus-kasus seperti kehamilan di luar nikah, aborsi,
dan IMS termasuk HIV/AIDS (Suarta, 2007).
Defenisi yang diberikan WHO (1974) tentang remaja lebih bersifat
konseptual, defenisi tersebut dikemukakan dalam tiga kriteria, pertama, kriteria
biologi dengan ciri individu berkembang mulai saat pertama kali menunjukkan
tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual. Kedua
remaja sebagai individu mengalami perkembangan psikologi dan indentifikasi dari
ketergantungan yang penuh menjadi keadaan yang relatif lebih mandiri lebih mandiri,
(Sarlito, 2003)
SIECUS (Sexuality Information and Education Council United States)
menulis tentang materi pokok yang harus terdapat dalam pendidikan seksual dan
reproduksi (Suarta, 2007):
1. perkembangan manusia (anatomi dan fisiologi system reproduksi)
2. hubungan antar manusia (baik dengan keluarga, teman sejawat, dan pacaran
dengan pernikahan)
3. kemampuan personal (nilai, pengambilan keputusan, komunikasi, dan negosiasi)
4. perilaku seksual (kontrasepsi, IMS, dan pencegahan HIV/AIDS serta aborsi
maupun kejahatan atau pelecehan seksual)
5. budaya dan social (peran fender, agama, dan seksualitas).
Adapun komponen-komponen yang turut menentukan kesuksesan program
pendidikan seksual dan reproduksi berbasis sekolah, (Suarta,2007) yakni 1.
ketepatan identifikasi dan memahami karakter setiap kelompok
2. melibatkan remaja dalam perencanaan program
3. bekerjasama dengan tokoh masyarakat, tokoh agama, dan orang tua
4. komunikasi interpersonal
5. jejaring
6. sumber daya (baik sumber daya manusia dalam hal ini tenaga pengajar maupun
2.4.7. Hambatan Orang Tua Dalam Menyempaikan Masalah Kesehatan Reproduksi
Para ahli yang berkecipung dalam anak, pada umumnya sependapat bahwa
pendidik dalam bidang kesehatan reproduksi, termasuk dalam hal ini adalah pendidik
dalam bidang kesehatan reproduksi, ( Singgih, 1993). Kesulitan sering timbul karena
pengetahuan orang tua mengenai reproduksi mungkin ” kalah” jauh dibanding dengan
pengetahuan anak. Dalam hal demikian jelas orang tua mampu mengimbangi
pengetahuan anak, karena itu orang tua acap kali perlu belajar antara lain mengenai
bacaan atau kursus konsultasi dengan ahli yang memang mengetahui hal tersebut.
Hambatan lain juga sering timbul karena kurang terbukanya hubungan antara orang
tua dengan anak.
Untuk membicarakan masalah kesehatan reproduksi karena merupakan
sesuatu yang sifatnya sangat pribadi maka dibutuhkan suasana akrab, terbuka dari
hati kehati antara orang tua dengan anak. Sehingga keluhan seperti tidak tahu
bagaimana harus memulai, merasa kaku, kebingungan dan sebagaimana dapat
dikurangi dengan suasana seperti itu, ( Jamaluddin, 2001).
Pada umumnya orang tua menunggu sampai anaknya puber, terutama untuk
anak perempuan, bila membicarakan masalah tentang reproduksi. Padahal seharusnya
persiapan menghadapi masa puber dapat dilakukan sedini mungkin sebelum
tanda-tanda fisiknya nampak. Sedikitnya sebelum seorang anak menginjak dunia remaja,
dimana proses kematangan seks mulai timbul, harus sudah diberikan. Misalnya anak
perempuan sebelum mengalami haid pertama, dan anak-anak laki-laki sebelum
2.4.8. Persiapan Menghadapi Masa Puber
Persiapan mengalami masa puber ini sangat penting untuk memberikan,
(BKKBN./ Com, 2003):
1. Dasar bagi anak untuk mengetahuan tanggung jawabnya sebagai seorang yang
akan dewasa
2. dasar-dasar untuk memilih, menentukan atau mampu mengambil keputusan
tentang sesuatu itu baik atau buruk, benar atau salah, cepat atau tidak bagi
dirinya, keluarga dan agamanya.
3. mempunyai kesadaran tentang terjadinya gejala fisik yang berhubungan
dengan puber.
4. pemahaman tentang kehidupan seksual termasuk kewajiban agama dan beban
hukum.
2.5. Aborsi dan hukum
2.5.1. Hukum Pidana (KUHP) RI.
Pada pasal 346-349 KUHP tersebut mengkategorikan aborsi sebagai tindak
pidana, sebagaimana bunyi lengkap pasal-pasal tersebut dibawah ini:
Pasal 346
”Seorang wanita yang dengan sengaja menggugurkan kandungan atau mematikan
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana paling
Pasal 347
1.Barang siapa dengan sengaja menggugurkan kandungan atau mematikan
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan penjara pidana
paling lama dua belas tahun.
2.Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
1.Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan.
2.Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
”Jika seorang tabib, dukun beranak atau tukang obat membantu melakukan kejahatan
berdasarkan pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat
ditambah dengan sepertiga dan ia dapat dipecat dari jabatan yang digunakan untuk
melakukan kejahatan”.
2.5.2. Aborsi dan undang-undang kesehatan.
Ditegaskan juga dalam Undang-Undang tentang Kesehatan Nomor 23 Tahun
1992 Pasal 15 Ayat 1,2,3, berikut:
1. Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan
2. Tindakan medis tertentu sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat
dilakukan:
a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut.
b. Oleh tenaga kesehatan
2.6. Aborsi dari sudut pandang Agama. 2.6.1. Agama Islam.
Mainstream pandangan agama Islam yang dianut masyarakat Indonesia
mayoritas melarang aborsi. Adanya perdebatan yang terjadi dikalangan ulama fikih
adalah hal biasa dalam menentukan suatu pandangan termasuk didalamnya persoalan
fikih aborsi. Karena setiap ulama mewakili kondisi dan ruang dimana mereka hidup,
yang tentu saja berpengaruh pada metode dan hasil dari yang mereka kaji. Berkaitan
dengan fikih aborsi, pendapat para ulama sangat beragam, meskipun dengan
argumentasi yang sama-sama bersumber dari teks. Ulama dari madzab Hanafi
memperbolehkan pengguguran kandungan sebelum kehamilan berusia 120 hari
dengan alasan belum terjadi penciptaan. Mayoritas ulama Hanabilah membolehkan
pengguguran kandungan selama janin masih dalam bentuk segumpal darah (alaqah)
karena belum berbentuk manusia. Syafi’iyah melarang aborsi dengan alasan
kehidupan dimulai sejak konsepsi sebagaimana dikemukakan oleh Al-Ghazali dalam
Ihya Ulumuddin, tetapi sebagian lain dari mereka yaitu Abi Sad dan Al-Qurthubi
membolehkan.
2.6.2. Agama Kristen dan Katolik.
Dalam tradisi Katolik sikap terhadap aborsi sangat dipengaruhi oleh pemikiran
ditujukan untuk melindungi fetus.Dan ketentuan Undang-Undang melarang semua
hal yang menyebabkan kematian anak yang tidak dilahirkan. Namun, pada abad
kedua setelah kelahiran Yesus, Undang-Undang anti aborsi diberlakukan sebagai
bagian dari reformasi general. Penentangan aborsi disuarakan oleh para pendeta
Apostolik. Alasan yang diajukan bahwa aborsi bertentangan dengan ajaran cinta.
Ringkasnya dari kalangan agama Kristen yang sebagian besar menolak
tindakan aborsi berasal dari penganut gereja Katolik Roma, gereja Ortodok Yunani,
sedangkan pihak yang memperbolehkan aborsi secara ketat maupun longgar (sebagai
hak perempuan) di antaranya persatuan gereja kristen di Kanada, Amerika dan
Amerika Utara.
2.6.3. Agama Hindu dan Budha.
Perbedaan juga terdapat dalam ajaran agama Hindu dan Buddha. Sebagian
kalangan pemeluk agama Hindu memiliki perspektif bahwa jiwa diciptakan sejak
masa konsepsi, sehingga tindakan aborsi merupakan hal yang dilarang kecuali karena
tiga alasan, yang pertama yaitu untuk menyelamatkan ibu, untuk kasus perkosaan dan
incest. Hal yang sama juga terdapat dalam sebagian ajaran Buddha bahwa aborsi
dipercaya sebagai pembunuhan terhadap jiwa, namun tindakan aborsi juga
2.7. Kerangka Konsep
Berdasarkan uraian-uraian dan juga teori-teori yang telah disebutkan
sebelumnya, maka dapat disusun kerangka konsep sebagai berikut :
Faktor Internal:
• Umur • Pengetahuan. • Sikap
Aborsi dari kehamilan Tidak dikehendaki
Faktor Eksternal :
• Orang Tua • Kakak/Saudara • Guru
Skema diatas menjelaskan bahwa faktor Internal dan faktor eksternal dapat
mempengaruhi pengetahuan dan sikap remaja putri terhadap aborsi dari kehamilan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat deskriptif dengan metode analisa kuantitatif yaitu
untuk mengetahui pengetahuan dan sikap remaja putri terhadap aborsi dari kehamilan
tidak dikehendaki di SMU Negeri I Pematang Siantar Kecamatan Siantar Kabupaten
Simalungun.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian.
Lokasi penelitian di SMU Negeri I Siantar Kecamatan Siantar Kabupaten
Simalungun. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2007 sampai bulan
Nopember 2007. Alasan pemilihan lokasi penelitian adalah karena :
SMU Negeri I Siantar belum pernah dilakukan penelitian mengenai
pengetahuan dan sikap remaja putri terhadap aborsi dari kehamilan tidak
dikehendaki.
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh remaja putri kelas I sampai
dengan kelas III yang berjumlah 424 orang.
3.3.2. Sampel
Penentuan besar sampel secara Simple Random Sampling dengan
n =
p : proporsi dari populasi ditetapkan p=0,5
Berdasarkan hasil perhitungan diatas maka jumlah sampel dalam penelitian ini
adalah sebanyak 79 orang. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara
3.4. Metode Pengumpulan Data
a. Data primer
Data primer dikumpulkan dengan melakukan wawancara secara langsung kepada
remaja putri dengan menggunakan pedoman wawancara (kuesioner) tentang
persepsi dan sikap remaja putri terhadap aborsi dari kehamilan tidak dikehendaki
di SMU Negeri I Pematang Siantar Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun.
b. Data sekunder
Data sekunder dikumpulkan dari laporan-laporan Rumah Sakit Umum Daerah dr.
Djasamen Saragih Pematang Siantar dan dari laporan-laporan Dinas Kesehatan
Kabupaten Simalungun, data hasil laporan CNR PKBI Sumatera utara serta data
lain yang mendukung dalam penelitian ini.
3.5. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data adalah kuesioner, yang
berisi tentang data identitas diri responden dan pertanyaan tentang pengetahuan dan
sikap remaja putri terhadap aborsi dari kehamilan tidak dikehendaki.
3.6. Defenisi Operasional
1. Umur adalah lamanya waktu perjalanan hidup responden yang dihitung sejak ia
lahir sampai pada saat pelaksanaan wawancara yang dinyatakan dalam satuan
tahun
2. Pengetahuan adalah merupakan segala sesuatu yang diketahui responden tentang
3. Sikap adalah kecenderungan remaja putri untuk melakukan penilaian dan atau
bertindak sesuai dengan pengetahuannya berkaitan dengan aborsi dari kehamilan
tidak dikehendaki.
4. Orang Tua adalah Ayah atau Ibu (orang yang mengasuh) responden
5. Kakak/saudara adalah orang yang dianggap dapat bekerjasama dan saling bertukar
pikiran.
6. Guru adalah seorang yang mendidik dan memberikan pelajaran disekolah
khususnya berperan dalam menyampaikan informasi kesehatan roproduksi.
7. Teman sebaya adalah orang yang dianggap tempat mencurahkan perasaan dan
gejolak jiwa tentang perasaan cintanya.
8. Petugas kesehatan adalah orang yang bertugas dari puskesmas untuk penyuluhan
kesehatan di sekolah responden .
9. Tokoh agama adalah orang yang menyampaikan kotbah santapan rohani kepada
responden.
10. Media cetak / Elektronik adalah keterangan atau penjelasan tentang aborsi dari
kehamilan tidak dikehendaki. Juga informasi yang didapatkan responden, tentang
seks melalui media massa baik elektronik dan non elektronik (TV, vcd porno,
majalah, dan lain-lain).
11. Aborsi dari kehamilan yang tidak dikehendaki adalah pengguguran kandungan
dari kehamilan yang tidak diinginkan akibat dari hubungan seks pranikah atau
3.7. Aspek Pengukuran 3.7.1. Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan berdasarkan penilaian remaja putri terhadap aborsi
dari kehamilan tidak dikehendaki dengan kemampuan siswa menjawab pertanyaan
yang terdiri dari 16 pertanyaan, responden yang menjawab benar akan diberi skor 3,
sedangkan salah diberi nilai 1 sehingga skor tertinggi yang didapat responden adalah
48.
Selanjutnya dikategorikan atas baik, sedang, dan kurang, berdasarkan
Pratomo (1986) sebagai berikut :
a. Baik apabila menjawab pertanyaan yang diajukan dengan benar lebih besar
dari 75% atau memiliki nilai > 36.
b. sedang apabila menjawab pertanyaan yang diajukan dengan benar : 40%-75%
atau memiliki nilai 19-36.
c. kurang apabila menjawab pertanyaan yang diajukan dengan benar < 40%
atau memiliki nilai < 19.
3.7.2. Sikap
Sikap diukur melalui kuesioner yang telah diberi skor nilai. Jumlah
pertanyaan ada 12. Masing-masing pertanyaan dengan jawaban tidak setuju diberi
nilai 1 dan pertanyaan dengan jawaban setuju diberi nilai 2. Nilai tertinnggi dari
seluruh pertanyaan adalah 24. Berdasarkan jumlah nilai yang diperoleh responden,
maka dapat dikategorikan kedalam 3 kategori sikap, yaitu :
a. Baik apabila menjawab pertanyaan yang diajukan dengan setuju: > 75% atau
b. Sedang apabila menjawab pertanyaan yang diajukan dengan benar : 40%
-75% atau memiliki nilai antara 9 - 18
c. kurang apabila menjawab pertanyaan yang diajukan dengan benar < 40% atau
memiliki nilai < 9
3.8. Teknik Pengolahan data dan Analisa Data 3.8.1.Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan secara manual dan disajikan dalam bentuk
distribusi frekuensi.
3.8.2. Analisa Data
Data yang diperoleh dikumpulkan dan diolah secara manual dan disajikan
dalam bentuk distribusi frekuensi, kemudian dianalisa secara deskriptif untuk
mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap terhadap aborsi dari kehamilan tidak
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
SMU Negeri Siantar didirikan pada tahun 1993 dengan status SMU Negeri.
SMU Negeri Siantar ini terletak di jalan mahoni raya nomor 4 desa Sitalasari
kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun.
Luas sekolah ini yaitu 10000 M yang dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas yang
menunjang untuk proses belajar mengajar seperti ruang/lokal belajar, ruang
laboratorium, ruang perpustakaan, tempat/sarana olah raga dan ruang UKS. Tenaga
pengajar berjumlah 62 orang terdiri guru tetap serta tenaga tata usaha 8 orang. Jumlah
siswa seluruhnya 651 orang yang terdiri dari 16 lokal siswa kelas satu 6 lokal, siswa
kelas dua 5 lokal, dan kelas tiga 5 lokal.
4.2. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil pengumpulan data primer mengenai pengetahuan dan sikap
remaja putri terhadap aborsi dari kehamilan tidak dikehendaki pada siswi SMU
Negeri I Siantar, Tahun 2007, diperoleh data sampai berikut:
4.2.1. Data Umum Responden
Berdasarkan hasil penelitian distribusi frekuensi responden, Menurut umur
responden, dan sumber informasi aborsi dari kehamilan tidak dikehendaki dapat
Tabel 4.1. Distribusi Frekwensi Responden Berdasarkan Umur dan Sumber Informasi Aborsi Dari Kehamilan Tidak Dikehendaki di SMU Negeri I Siantar Kecamatan Siantar, Kabupaten Simalungun Tahun 2007
UMUR f %
14 Tahun 3 3,79
15 Tahun 24 30,3
16 Tahun 30 37,97
17 Tahun 17 21,5
18 Tahun 5 21,5
Jumlah 79 100
SUMBER INFORMASI
Orang Tua 9 11,39
Kakak/saudara 5 6,33
Guru 5 6,33
Teman sebaya 5 6,33
Petugas kesehatan 5 6,33
Tokoh agama 5 6,33
Media cetak 13 16,46
Media elektronik 32 40,5
jumlah 79 100
4.2.2. Data Khusus Responden
Dari tabel diatas diatas dapat diketahui umur responden 14 tahun 3,79%, 15
tahun 30,3%, umur 16 tahun 37,97%, 17 tahun 21,5%, 18 tahun 21,5%.
4.2.2.1. Data Pengetahuan Responden
Berdasarkan hasil penelitian diketahui distribusi frekuensi responden
menurut pengetahuan remaja putri terhadap aborsi dari kehamilan tidak dikehendaki
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Pernah Mendengar Aborsi di SMU Negeri I Siantar Tahun 2007
No. Apakah pernah mendengar aborsi f %
1 Ya 79 100
2 Tidak - -
Jumlah 79 100
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden yang pernah
mendengar aborsi sebesar 100%
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Mendengar Informasi Tentang Aborsi di SMU Negeri I Siantar Tahun 2007
No. Respon remaja putri mendengar informasi tentang aborsi
f %
1 Respon sekali, karena pengetahuan yang penting 36 45,57 2 Biasa saja, karena sudah banyak mengerti tentang aborsi 9 11,39 3 Asing sekali, karena merasa ngeri 34 43
Jumlah. 79 100
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa respon dari responden mendengar
aborsi dari kehamilan tidak dikehendaki adalah respon sekali, karena pengetahuan
yang penting 45,57%.
Tabel 4.4. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Pengertian Aborsi di SMU Negeri I Siantar Tahun 2007
No. Pengertian Aborsi f %
1 Penghentian kehamilan dengan usia kandungan <4 bulan disengaja ataupun tidak disengaja.
24 30,38
2 Penghentian kehamilan dengan memakan obat terlambat bulan
45 56,96
3 Penghentian kehamilan dengan memijit/mengusut perut wanita hamil
10 12,66
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pengetahuan responden tentang
pengertian aborsi adalah penghentian kehamilan dengan usia kandungan <4 bulan
disengaja ataupun tidak disengaja , 30,38%.
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Bahaya yang Timbul Bila Melakukan Aborsi Kepada Dukun (tukang pijit) di SMU Negeri I Siantar Tahun 2007
No. Bahaya yang timbul bila melakukan aborsi kepada dukun
f %
1 Shock/pingsan karena kesakitan berlebihan saat melakukan aborsi dan berdampak kematian
48 60,76
2 Perdarahan hebat saat melakukan kusut 27 34,18 3 Infeksi karena alat yang di pakai melakukan aborsi tidak
steril
4 5,1
Jumlah. 79 100
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pengetahuan responden tentang
bahaya yang timbul bila melakukan aborsi kepada dukun (tukang pijit) adalah
shock/pingsan karena kesakitan berlebihan saat melakukan aborsi dan berdampak
kematian 60,76%.
Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Bahaya Melakukan Aborsi Dengan Memakan Obat-obatan, Jamu-jamuan, Ramu-ramuan di SMU Negeri I Siantar Tahun 2007
No. Bahaya melakukan aborsi dengan memakan obat-obatan, jamu-jamuan, dan ramu-ramuan.
f %
1 Infeksi (rahim busuk karena janin mati) 48 60,76 2 Perdarahan hebat dari rahim karena demam 15 18,99 3 Kematian siperempuan yang melakukan aborsi 16 20,3
jumlah 79 100
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pengetahuan responden tentang
bahaya melakukan aborsi dengan memakan obat-obatan, jamu-jamuan, dan
Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Jenis Penyakit Berbahaya yang Dapat Tertular Dari Alat-alat Medis Pada Waktu Melakukan Aborsi Pada Petugas Kesehatan di SMU Negeri I Siantar Tahun 2007
No. Jenis penyakit berbahaya yang dapat tertular dari alat-alat medis saat melakukan aborsi kepada
petugas kesehatan.
f %
1 HIV/AIDS 15 18,99
2 TBC paru 24 30,38
3 Kudis-kudis 40 50,6
jumlah 79 100
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pengetahuan responden tentang
penyakit berbahaya yang dapat tertular melalui alat-alat medis yang dipakai aborsi
adalah HIV/AIDS 18,99%.
Tabel 4.8. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Kerusakan Alat Reproduksi Oleh karena Melakukan Aborsi di SMU Negeri I Siantar Tahun 2007
No. Kerusakan alat reproduksi oleh karena melakukan aborsi dapat mengakibatkan
f %
1 Kemandulan 51 64,56
2 Kegemukan 16 20,25
3 Kecacatan anak yang lahir 12 15,19
Jumlah 79 100
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pengetahuan responden tentang akibat
Tabel 4.9. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Bila Kehamilan Kemaja Diteruskan Sampai Melahirkan Dampak Kebidanan yang Terjadi di SMU Negeri I Siantar Tahun 2007
No. Dampak kebidanan yang terjadi bila kehamilan remaja diteruskan sampai melahirkan
f %
1 Mendapat penyulit saat melahirkan karena alat reproduksi masih muda.
48 60,76
2 Kurus dan lemah karena masih muda 16 20,15 3 Kurang giji karena masih muda 15 18,99
jumlah 79 100
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pengetahuan responden tentang
dampak kebidanan yang terjadi bila kehamilan remaja diteruskan sampai melahirkan
adalah mendapat penyulit saat melahirkan karena alat reproduksi masih muda
60,76%.
Tabel 4.10. Distribusi Pengetahuan Responden Terhadap Dampak Kehamilan Dini dan Berumah tangga Dini Pada Remaja yang Berpengaruh Pada Kesehatan Jiwa di SMU Negeri I Siantar Tahun 2007
No. Dampak psikologis akibat hamil dini dan berumah tangga dini pada remaja putri
f %
1 Tekanan jiwa (depresi), malu pada masyarakat karena melanggar norma/nilai di masyarakat
63 79,75
2 Membuat remaja putri tadi semakin liar 1 1,27 3 Remaja bisa bunuh diri 15 18,99
jumlah 79 100
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pengetahuan responden tentang
dampak hamil dini dan berumah tangga dini pada remaja putri adalah tekanan jiwa
(depresi), malu pada masyarakat karena melanggar norma/nilai di masyarakat