PEMANFAATAN CANGKANG RAJUNGAN (Portunus sp.)
SEBAGAI FLAVOR
Oleh :
Ismiwarti
C34101018
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
RINGKASAN
ISMIWARTI (C34101018). Pemanfaatan Cangkang Rajungan (Portunus sp.) sebagai Flavor. Dibimbing oleh PIPIH SUPTIJAH dan KOMARIAH TAMPUBOLON.
Penelitian ini bertujuan untuk menilai daya terima panelis terhadap bubuk flavor dari ekstrak cangkang rajungan (Portunus sp.) dengan perlakuan waktu ekstraksi dan mengevaluasi kandungan gizi bubuk flavor dari ekstrak cangkang rajungan (Portunus sp.) dengan perlakuan waktu ekstraksi terpilih.
Perlakuan yang diberikan pada penelitian tahap pertama adalah kontrol (tanpa ekstrak cangkang rajungan), waktu ekstraksi cangkang rajungan 30 menit, 60 menit, 90 menit dan 120 menit dengan perbandingan cangkang rajungan dan air (1 : 2). Kemudian pada kaldu (filtrat) hasil ekstraksi ditambahkan tepung terigu 8 % dan tepung tapioka 8 % dan bumbu 4 % sehingga dihasilkan pasta flavor. Setelah homogen pasta flavor tersebut dikeringkan dengan drum dryer sehingga menjadi bubuk flavor yang kemudian dikemas dengan plastik polietilen. Bubuk flavor dari lima perlakuan diuji dengan uji sensori untuk mengetahui waktu ekstraksi terpilih dan uji pH dengan pH meter. Pada penelitian tahap kedua perlakuan waktu ekstraksi terpilih dilanjutkan dengan uji proksimat dan dibandingkan dengan kontrol. Analisis data untuk uji organoleptik yaitu dengan uji statistik non parametrik Kruskall Wallis dan uji lanjut Multiple Comparison. Sedangkan uji proksimat dianalisis secara deskriptif.
Hasil uji sensori menunjukkan bahwa aroma khas rajungan pada bubuk flavor dapat diidentifikasi oleh panelis pada perlakuan waktu ekstraksi 90 menit dan 120 menit. Sedangkan rasa khas rajungan dapat diidentifikasi oleh panelis pada perlakuan waktu ekstraksi 60 menit, 90 menit dan 120 menit. Semakin lama waktu ekstraksi rendemen yang dihasilkan semakin tinggi. Berdasarkan uji pH adanya penambahan flavor rajungan menyebabkan bubuk flavor bersifat basa. Sedangkan bubuk flavor tanpa penambahan flavor rajungan bersifat asam.
PEMANFAATAN CANGKANG RAJUNGAN (Portunus sp.) SEBAGAI FLAVOR
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
Ismiwarti C34101018
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
Judul : PEMANFAATAN CANGKANG RAJUNGAN (Portunus sp.) SEBAGAI FLAVOR
Nama : Ismiwarti NRP : C34101018
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dra. Pipih Suptijah, MBA Ir. Komariah Tampubolon, MS NIP. 131 476 638 NIP. 130 355 555
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Dr. Ir. Kadarwan Soewardi NIP. 130 805 031
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 30 Agustus 1982 di Blitar,
Jawa Timur dari orang tua bernama Mislan dan Sumiati. Penulis
adalah anak pertama dari tiga bersaudara.
Tahun 2001, penulis lulus dari Sekolah Menengah Umum
Negeri 1 Talun. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan studi
di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB.
Selama duduk di jenjang pendidikan tinggi, penulis pernah mengikuti
Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) IPB bidang penelitian dengan judul
“Proses Polimerisasi Bioplastik dengan Bahan Dasar Khitosan sebagai Bahan
Kemasan Makanan” pada tahun 2003. Pada tahun 2004 penulis pernah mengikuti
Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional XVII bidang PKMI dengan judul yang sama.
Penulis telah menyelesaikan skripsi berjudul ”Pemanfaatan Cangkang
Rajungan (Portunus sp.) sebagai Flavor”, sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, dibawah bimbingan Ibu Dra. Pipih Suptijah, MBA dan
Ibu Ir. Komariah Tampubolon, MS.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada penulis sejak penelitian sampai dengan penyelesaian skripsi
yang berjudul ”Pemanfaatan Cangkang Rajungan (Portunus sp.) sebagai Flavor”. Penyusunan skripsi ini termasuk salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut
Pertanian Bogor.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Dra. Pipih Suptijah, MBA serta Ibu Ir. Hj Komariah Tampubolon, MS.
selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan banyak waktu untuk
memberikan arahan dan saran yang sangat berarti, saat penelitian hingga
penyelesaian skripsi ini.
2. Bpk Ir. Heru Sumaryanto, MSi dan Ibu Dra. Ella Salamah, MSi selaku dosen
penguji tamu yang telah meluangkan waktunya unruk memberikan arahan dan
saran yang berarti demi penyempurnaan skripsi ini.
3. Bpk Ir. Djoko Poernomo, Bsc yang telah meluangkan waktunya untuk
menjadi moderator seminar hasil penelitian ini.
4. Ayah, ibu dan adik yang telah mencurahkan kasih sayang, doa, perhatian,
nasehat dan dukungannya.
5. Dosen-dosen beserta seluruh staf di Program Studi Teknologi Hasil Perikanan
yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Lila, Nurul, Iis, Desi, Awan, Sobana, Ulum, Edoy, Nuno, Intan, teman-teman
THP angkatan 38, 39, 40, Kawah Kelud Pi dan Pa dan WBB atas
kebersamaan, bantuan, nasehat, pengertian, dorongan dan semangat. Serta
pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa di dalam skripsi ini masih terdapat banyak
kekurangan, sehingga penulis dengan tulus menerima saran dan kritik yang
membangun.
Bogor, Desember 2005
(1) Analisis kadar air... 21
(2) Analisis kadar abu ... 21
(3) Analisis kadar protein ... 22
(4) Analisis kadar lemak ... 22
(5) Perhitungan kadar karbohidrat ... 23
(6) Analisis derajat keasaman metode pH metri... 23
3.5 Analisis Data ... 23
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25
4.1 Penelitian Tahap Pertama ... 25
4.1.1 Rendemen... 25
4.1.2 Uji sensori... 26
4.1.2.1 Uji hedonik... 26
(1) Warna ... 26
(2) Penampakan... 28
(3) Tekstur... 29
4.1.3.2 Uji mutu hedonik... 30
(1) Aroma... 30
(2) Rasa ... 31
4.1.3 Derajat keasaman (pH)... 33
4.1.4 Penentuan produk terpilih ... 34
4.2 Penelitian Tahap Kedua ... 35
(1) Kadar air ... 35
(2) Kadar abu... 36
(3) Kadar protein ... 37
(4) Kadar lemak... 38
(5) Kadar karbohidrat ... 39
5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 41
5.1 Kesimpulan ... 41
5.2 Saran ... 42
DAFTAR PUSTAKA ... 43
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman 1. Komposisi kimia limbah cangkang rajungan
dan daging yang masih melekat pada cangkang ... 6
2. Komposisi kimia tepung tapioka dalam 100 gram bahan... 13
3. Rekapitulasi data pada penelitian pendahuluan ... 34
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Rajungan (Portunus sp.) ... 3
2. Lapisan penyusun pada cangkang rajungan... 5
3. Skema pembuatan bubuk flavor pandan... 10
4. Skema pembuatan bubuk flavor dari ekstrak cangkang rajungan (Portunus sp.) ... 19
5. Histogram nilai rendemen bubuk flavor ... 25
6. Bubuk flavor dari ekstrak cangkang rajungan (Portunus sp.) dengan waktu ekstraksi yang berbeda ... 26
7. Histogram nilai rata-rata warna bubuk flavor ... 27
8. Histogram nilai rata-rata penampakan bubuk flavor ... 28
9. Histogram nilai rata-rata tekstur bubuk flavor ... 29
10. Histogram nilai rata-rata aroma bubuk flavor... 31
11. Histogram nilai rata-rata rasa bubuk flavor ... 33
12. Histogram nilai derajat keasaman (pH) bubuk flavor ... 34
13. Histogram nilai rata-rata kadar air bubuk flavor ... 36
14. Histogram nilai rata-rata kadar abu bubuk flavor ... 37
15. Histogram nilai rata-rata kadar protein bubuk flavor ... 38
16. Histogram nilai rata-rata kadar lemak bubuk flavor... 39
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman 1. Format uji sensori bubuk flavor dari ekstrak cangkang rajungan
(Portunus sp.) ... 47 2. Rekapitulasi data penilaian sensori warna bubuk flavor
dari ekstrak cangkang rajungan... 48
3. Rekapitulasi data penilaian sensori penampakan bubuk flavor dari ekstrak cangkang rajungan 49
4. Rekapitulasi data penilaian sensori tekstur bubuk flavor dari ekstrak cangkang rajungan 50
5. Rekapitulasi data penilaian sensori aroma bubuk flavor
dari ekstrak cangkang rajungan... 51
6. Rekapitulasi data penilaian sensori rasa bubuk flavor
dari ekstrak cangkang rajungan... 52
7. Hasil uji Kruskal-Wallis dan uji lanjut Multiple Comparison pengaruh waktu ekstraksi terhadap warna, tekstur, penampakan,
aroma, dan rasa bubuk flavor dari ekstrak cangkang rajungan... 53
8. Rekapitulasi data pengaruh waktu ekstraksi terhadap
rendemen bubuk flavor dari ekstrak cangkang rajungan ... 57
9. Rekapitulasi data pengaruh waktu ekstraksi terhadap
nilai pH bubuk flavor dari ekstrak cangkang rajungan... 57
10.Rekapitulasi data uji proksimat bubuk flavor
dari ekstrak cangkang rajungan... 57
1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rajungan merupakan salah satu komoditas ekspor andalan Indonesia,
umumnya daging rajungan diekspor dalam bentuk segar, beku ataupun kaleng.
Menurut data DKP, ekspor rajungan tahun 2000 sebesar 3498 ton tanpa kulit.
Pemanfaatan rajungan tersebut hanya pada bagian yang dapat dikonsumsi yaitu
dagingnya saja. Hasil samping dari pengolahan rajungan ini berupa limbah cair,
padat dan gas. Salah satu limbah padat dari pengolahan rajungan yaitu cangkang
rajungan. Multazam (2002) menyatakan bahwa bobot tubuh rajungan yang
berkisar antara 100 – 350 gram, terdapat cangkang sekitar 51 – 177 gram. Hal ini
menunjukkan bahwa bobot cangkang rajungan kurang lebih 50 % atau setengah
dari bobot tubuh rajungan.
Pemanfaatan limbah cangkang rajungan ini, umumnya digunakan sebagai
pupuk organik. Sehingga dapat mengurangi terjadinya polusi terhadap lingkungan
yang disebabkan tumpukan cangkang rajungan ini. Selain sebagai pupuk organik,
limbah cangkang juga dapat dimanfaatkan sebagai pakan ikan, khitin dan
khitosan. Meskipun demikian pemanfaatan limbah cangkang rajungan ini belum
optimal. Ellis dan Mantel (1985) dan Multazam (2002) menyatakan bahwa dalam
limbah cangkang rajungan beserta sisa daging yang masih melekat pada cangkang
mengandung protein, lemak, pigmen, garam kalsium, kitin, serat kasar dan
mineral (fosfor, kalsium, magnesium, tembaga, besi, seng dan mangan).
Berdasarkan analisis Konosu dan Yamaguchi (1982), protein, polisakarida,
nitrogen non protein, pigmen dan vitamin merupakan komponen yang berperan
dalam pembentukan flavor. Oleh karena itu, limbah cangkang rajungan ini
potensial sebagai bahan baku produksi flavor.
Flavor, warna dan tekstur merupakan tiga atribut penting yang terdapat
pada makanan atau bahan pangan. Ketiga hal ini memegang peranan penting
dalam penerimaan suatu bahan pangan, yang mempunyai kedudukan sejajar
sehingga tidak dapat dikatakan bahwa satu diantara ketiga atribut tersebut
Menurut Meyer (1978), flavor merupakan kombinasi dari rasa, bau dan perasaan
yang dibangkitkan atau ditimbulkan oleh bahan dalam mulut.
Meningkatnya kebutuhan akan flavor sejalan dengan meningkatnya
industri pengolahan pangan yang banyak menggunakan flavor seperti flavor
ayam, flavor daging sapi, flavor ikan, flavor udang, flavor rajungan dan lainnya.
Sedangkan bahan-bahan pembentuk flavor tersebut sebagian besar diimpor dari
luar negeri. Oleh karena itu, pengembangan pemanfaatan cangkang rajungan
menjadi flavor diharapkan dapat meningkatkan nilai tambahnya. Disamping itu
mahalnya daging rajungan asli diharapkan dapat teratasi dengan pemanfaatan
flavor rajungan dari ekstrak cangkang rajungan dalam pembuatan daging rajungan
imitasi dan produk pangan seperti mi instan, kerupuk, produk ekstrusi, chiki,
kentang goreng, serta makanan camilan lainnya.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
1. Menilai daya terima panelis terhadap bubuk flavor dari ekstrak cangkang
rajungan (Portunus sp.) dengan perlakuan waktu ekstraksi.
2. Mengevaluasi kandungan gizi bubuk flavor dari ekstrak cangkang
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rajungan
Rajungan (Portunus sp.) merupakan salah satu komoditas perikanan yang mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi. Pada umumnya rajungan berbeda
dengan kepiting (Scyla serata). Rajungan memiliki berbagai warna yang menarik pada karapasnya, dan duri akhir pada kedua sisi karapas relatif lebih panjang dan
lebih runcing dari duri akhir pada kepiting. Rajungan bila tidak berada
dilingkungan air laut, hanya tahan hidup beberapa jam saja (Kasry, 1996).
2.1.1 Deskripsi dan klasifikasi rajungan
Klasifikasi rajungan menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut :
Filum : Arthropoda
Kelas : Crustacea
Sub Kelas : Malacostraca
Ordo : Eucaridae
Sub Ordo : Decapoda
Famili : Portunidae
Genus : Portunus
Gambar 1. Rajungan (Portunus sp.)
Rajungan jantan mempunyai ukuran tubuh lebih besar dan mempunyai sapit yang
lebih panjang dari rajungan betina. Warna karapas rajungan lebih indah daripada
kepiting dan berbeda diantara jenis kelaminnya. Rajungan jantan memiliki warna
dasar biru dengan bercak-bercak putih, sedangkan rajungan betina memiliki warna
dasar hijau dengan bercak-bercak putih. Rajungan mempunyai lima pasang kaki
jalan, yang pertama ukurannya cukup besar dan disebut capit, yang berfungsi
untuk memegang dan memasukkan makanan ke dalam mulutnya. Sepasang kaki
terakhir mengalami modifikasi menjadi alat renang yang ujungnya menjadi pipih
dan membundar seperti dayung. Oleh sebab itu rajungan digolongkan ke dalam
kepiting berenang (swimming crab). Sedangkan berdasarkan tempat hidupnya, rajungan umumnya hidup diair laut dan banyak terdapat di pantai dangkal dan di
dasar perairan (Nontji, 1986).
2.1.2 Karakteristik cangkang rajungan
Lapisan penyusun pada cangkang rajungan disebut kutikula. Lapisan paling luar dari kutikula disebut epikutikula. Lapisan epikutikula dicirikan adanya sedikit kandungan khitin. Lapisan dibawah epikutikula disebut prokutikula. Lapisan prokutikula tersusun dari khitin, protein dan garam kalsium. Dalam lapisan prokutikula terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan preecdysal procuticle dan
postecdysial procuticle. Sedangkan dalam lapisan postecdysial procuticle terdiri dari dua lapisan yaitu principal layer dan membranous layer. Lapisan dibawah
prokutikula disebut lapisan epidermis. Susunan umum cangkang rajungan dapat dilihat pada Gambar 2. Sedangkan komposisi lengkap susunan dari cangkang
rajungan berdasarkan (Green dan Neff 1972 diacu dalam Eliss dan Mantel, 1985) adalah :
a. Epikutikula
Epikutikula paling sedikit terdiri dari dua lapisan, yaitu sebuah membran
tipis yang terdapat pada bagian luar dan berupa lapisan yang lebih tebal berwarna
kekuningan yang terdapat pada bagian yang lebih dalam. Lapisan epikutikula ada
juga yang lebih dari dua lapisan, misalnya seperti yang ada pada kepiting
b. Preecdysal procuticle
Lapisan ini adalah bagian dari prokutikula yang dikeluarkan sebelum
berganti kulit. Sebagian besar lapisan preecdysal procuticle ini berwarna biru seperti anilin blue pada zat warna Mallory. Lapisan ini merupakan lapisan yang
mengandung kalsium.
c. Principal layer
Lapisan ini merupakan bagian dari lapisan postcdysial procuticle. Principal layer ini terdiri atas kristal kalsium yang tersusun parallel dengan
mikrofibril (matriks protein) khitin.
c. Membranous layer
Lapisan membran merupakan bagian dari lapisan postecdysial procuticle
yang terletak diatas lapisan epidermis. Lapisan ini merupakan lapisan yang tidak
mengandung kalsium sehingga disebut uncalsified layer.
Gambar 2. Lapisan penyusun pada cangkang rajungan (Ellis dan Mantel, 1985)
d. Epidermis
Epidermis merupakan lapisan sel tunggal yang ditunjukkan dengan semua
proses molting. Sebuah ruang membran terletak dibawah epidermis yang disebut
basement membrane. Sel epidermis tumbuh sejak premolt dan menyusut pada saat
postmolt. Sel pigmen dan jaringan sel menyatu dengan sel epidermis.
e. Tegumental glands
Tegumental glands merupakan kelenjar yang terletak dibawah epidermis.
Kelenjar ini terdiri atas satu sel yang berfungsi menghubungkan keseluruhan sel
dan sebuah pembuluh yang melalui kutikula.
2.1.3 Komposisi kimia limbah cangkang rajungan
Cangkang merupakan bagian terkeras dari semua komponen rajungan dan
selama ini baru dimanfaatkan sebagai pakan ternak atau pupuk organik mengingat
kandungan mineral, terutama kandungan kalsiumnya cukup tinggi. Cangkang
rajungan mengandung khitin, protein, CaCO3 serta sedikit MgCO3 dan pigmen
astaxanthin (Hirano, 1989 diacu dalam Hafiluddin, 2004). Komposisi kimia limbah cangkang rajungan beserta daging yang masih melekat pada cangkang
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia limbah cangkang rajungan dan daging yang masih
Angka dan Suhartono (2000) menjelaskan bahwa golongan krustase
seperti rajungan pada umumnya mengandung 25 % bahan padat yang sebagian
besar terdiri atas kitin, 20 – 25 % daging yang dapat dimakan, dan
sekitar 50 – 60 % berupa hasil buangan. Hasil pengolahan limbah rajungan pada
PT Philips Seafood menurut Anonymous (1994) terdiri dari 23 % daging yang
melekat pada cangkang dan organ pencernaan, 57 % cangkang dan 20 % sisanya
adalah whey.
Cangkang merupakan bagian terkeras dari semua komponen rajungan.
Whey merupakan air rebusan rajungan dan memiliki aroma rajungan yang cukup kuat sehingga air rebusan ini cukup potensial untuk dijadikan bahan dasar
pembuatan krupuk. Produksi hasil sampingan ini dapat mencapai 24.000 liter
dalam satu bulan. Menurut Aktani (1991) diacu dalam Sugihartini (2001), jenis rajungan yang umum dimakan adalah rajungan yang ukurannya cukup besar yaitu
rajungan yang termasuk dalam famili Portunidae dan Podopthalmine.
2.2 Flavor
Flavor adalah kombinasi dari rasa, bau, dan perasaan yang ditimbulkan
oleh adanya senyawa cita rasa (flavoring agents) yang biasanya terdapat dalam jumlah yang sangat kecil dalam bahan pangan. Protein, lemak, dan karbohidrat
adalah komponen struktural pada sel makhluk hidup yang merupakan sumber
terbesar pembentuk flavor (Supran, 1978). Di dalam mulut dan rongga mulut
banyak terdapat saraf rasa yang dapat mendeteksi manis, asam, asin, dan pahit.
Sedangkan dalam hidung terdapat saraf olfaktori yang mampu mendeteksi bau
yang berbeda-beda. Rasa adalah sensasi dalam mendeteksi kelarutan komponen
dalam saliva atau dalam campuran makanan dan kontak komponen dalam
saraf rasa. Bau adalah sensasi yang dikirimkan oleh impuls saraf ke otak. Hal
yang luar biasa adalah kemampuan kita untuk mengingat banyak bau dan
kemampuan otak untuk menerima dan mendeteksi bau yang berbeda pada saat
bersamaan. Perasaan adalah sensasi umum yang distimulasi oleh saraf trigeminal
dalam kulit muka, lidah dan gigi (Meyer, 1978).
Flavor dapat dibuat dari campuran berbagai komponen flavor, baik yang
alami maupun sintetik. Berdasarkan bentuk fisiknya flavor dapat diklasifikasikan
pasta (paste) (Furia dan Nicolo, 1970). Flavor kering atau bubuk berasal dari flavor cair yang diabsorbsi oleh bahan pembawa kering atau dienkapsulasi oleh
edible polimer yang bersifat inert seperti gum arab atau pati. Flavor kering atau bubuk banyak dipergunakan untuk produksi gelatin, minuman bubuk, adonan kue
dan adonan es krim (Heath dan Reineccius, 1986). Komponen pembentuk flavor
pada produk perikanan lebih banyak ditemukan pada daging moluska dan
krustase. Berdasarkan hasil penelitian daging remis, udang dan kepiting
mempunyai aroma dan cita rasa (flavorful) yang lebih tinggi daripada daging ikan. Demikian juga asam-asam amino bebas yang terkandung dalam krustase memiliki
jumlah yang lebih banyak jika dibandingkan dengan ikan. Taurin, prolin, glisin,
alanin, dan arginin dalam tingkat yang tinggi merupakan karakteristik umum yang
ditemukan pada setiap krustase (Konosu dan Yamaguchi, 1982).
Cung (1999) menyatakan bahwa komponen volatil penyebab aroma khas
daging rajungan karang (Charybdis feriatus) yang diekstraksi dengan destilasi uap dan diidentifikasi dengan kromatografi gas atau mass spektrometry telah terdeteksi sebanyak 177 komponen, 130 diantaranya telah dapat diidentifikasi.
3,5-dimethyl-1,2,4-trithiolane, 3-methyl-2-thiophencarboxaldehyde, 1,2,4-3,5-dimethyl-1,2,4-trithiolane, N,N-dimethylethanethioamide); golongan terpen (limone, camphor, β-ionone) dan golongan miscellaneous (trimethyllamine, trimethylazole, 2,3-dihydro-5-methyl-1H-indene, 2,3-dihydro-4-methyl-1H-indene).
Menurut Chung dan Cadwallader (1994) bahwa komponen volatil daging
pada capit rajungan jenis Callinectes sapidus yang diekstrak dengan menggunakan A-SDE dan V-SDE yaitu sebanyak 500 g sampel yang didestilasi
dengan air (1 : 2 w/v) selama 120 menit dengan menggunakan diclhloromethane
sebagai pengekstrak terdapat 14 komponen aroma yang terdekteksi oleh GC/O.
Komponen-komponen yang mendominasi yaitu 2,3-butanedion (sour, creamy);
(Z)-4-heptenal (potato-like); 2-acetyl-1-pyrroline (nutty, popcorn-like); dan
3-(methylthio)propanal (salty, soy sauce-like).
Konosu et al., (1978) menyatakan bahwa komponen penyebab rasa khas dari daging rajungan karang antara lain : taurin, asam aspartat, threonin, serin,
sarkosin, asam glutamat, prolin, glisin, alanin, asam α-aminobutyric, valin,
metionin, leusin, tirosin, fenilalanin, ornitin, lisin, histidin, τ-metilhistidin,
triptopan, arginin, CMP, AMP, GMP, IMP, ADP, adenosin, hypoxanthine, inosin,
guanin, citosin, TMAO, homarin, ribosa, asam laktat, asam suksinat, Na+, K+, Cl-,
dan PO43-.
Penghancuran bahan diperkirakan dapat meningkatkan efektivitas
ekstraksi karena kerusakan sel sehingga memudahkan keluarnya senyawa flavor.
Senyawa pembentuk flavor biasanya terdistribusi pada bahan yang sebagian
terikat dalam bentuk ikatan dengan lemak, protein atau air. Dengan penghancuran
maka permukaan bahan menjadi semakin luas sehingga rasio luas permukaan
terhadap volume bahan semakin besar. Dengan demikian kemampuan untuk
melepas komponen flavornya semakin besar sehingga filtrat yang dihasilkan dari
kepala udang yang dihancurkan mempunyai aroma yang lebih tajam
(Saleh et al., 1996).
Skema pembuatan bubuk flavor pandan menurut (Sadikin, 1993) dapat dilihat
Gambar 3. Skema pembuatan bubuk flavor pandan (Sadikin, 1993)
2.3 Pemanasan
Pemanasan dapat dilakukan dengan cara pengukusan, perebusan,
pemanggangan, atau penggorengan. Waktu pemanasan tergantung ukurannya,
biasanya 80 – 90 menit untuk ukuran besar dan 20 – 30 menit untuk ukuran kecil
(Ibrahim, 2002). Perebusan ikan dalam air merupakan salah satu jenis pengawetan
waktu pendek yang dipakai di banyak negara terutama di Asia Tenggara.
Keawetan produk ini bervariasi dari satu atau dua hari sampai beberapa bulan
tergantung pada metode pengolahan. Perebusan ikan dapat membunuh bakteri
yang ada pada ikan, pembusukan yang biasanya terjadi akan dapat dihentikan
akan tetapi perebusan tidak menghasilkan sterilisasi produk yang sempurna
(Ward dan Clucas, 1996).
Pemanasan dengan suhu tinggi selain dapat membunuh bakteri juga
diharapkan senyawa flavor akan lebih banyak terekstraksi. Namun demikian
suhu tinggi juga dapat berpengaruh buruk terhadap warna dan kualitas protein Daun pandan segar
Pencucian
Pengirisan 1 - 1,5 cm
Penumbukan
Ekstraksi
Penambahan bahan pengisi
Pengeringan dengan spray dryer
filtrat (Saleh et al., 1996). Berdasarkan analisis Hayashi et al., (1993) diacu dalam Cambero et al., (1997) dari penelitian dengan perlakuan konsentrasi ekstraksi komponen yang berbeda menyatakan bahwa komponen non volatil yang berperan
penting dalam formasi substansi volatil dapat melekat pada flavor rajungan
setelah dilakukan pemanasan pada suhu antara 85 oC dan 100 oC. Menurut
BBPMHP (2000), pada perebusan suhu 100 oC selama 15 menit, kulit dan
cangkang rajungan menjadi matang, warna berubah cerah dan bau menjadi harum
seperti bau udang rebus.
2.4 Bahan Pengisi dan Bumbu pada Pengolahan Flavor
Bahan pengisi pada pengolahan flavor yaitu bahan yang ditambahkan
dengan tujuan untuk memerangkap flavor dan meningkatkan kandungan
total padatan dalam larutan (Sadikin, 1993). Sedangkan penambahan bumbu pada
pengolahan flavor bertujuan sebagai pengawet dan penambah cita rasa.
2.4.1 Bawang putih
Bawang putih termasuk salah satu familia Liliaceae yang popular di dunia. Bawang putih yang nama ilmiahnya Allium sativum L. ini mempunyai nilai komersial yang tinggi dan tersebar diseluruh dunia (Wibowo, 1987). Manfaat
utama bawang putih adalah sebagai bumbu penyedap masakan yang membuat
masakan menjadi beraroma dan mengundang selera (Palungkun dan Budiarti
1992).
Untuk 100 gram umbi, mengandung mineral kalsium (Ca) sebesar
26 – 28 mg, fosfat (P2O5) 79 – 109 mg, zat besi (Fe) 1,4 – 1,5 mg, natrium (Na)
16 – 28 mg, kalium (K) 346 – 377 mg, dan beberapa mineral lain dalam jumlah
yang tidak besar. Beberapa vitamin juga terdapat dalam umbi bawang putih
seperti thiamin, riboflavin, niasin dan asam askorbat. Sementara itu â-karotennya
yang merupakan bentuk vitamin A dalam bahan nabati, sangat kecil sekali
jumlahnya. Senyawa lain yaitu allisin dan scordinin (Wibowo, 1987).
Allisin adalah komponen utama yang berperan memberi aroma bawang putih dan merupakan salah satu zat aditif yang diduga dapat membunuh
kuman-kuman penyakit (bersifat antibakteri, yaitu bakteri gram positif maupun
(Palungkun dan Budiarti, 1992). Sedangkan scordinin sendiri ternyata seperti enzim oksido-reduktase (Wibowo, 1987).
2.4.2 Bawang merah
Di kalangan ilmuwan, bawang merah diberi nama Allium cepa var ascalonium (Wibowo, 1987). Bawang merah termasuk salah satu sayuran umbi multiguna. Paling penting didayagunakan sebagai bahan bumbu dapur sehari-hari
dan penyedap berbagai masakan (Rukmana, 1994).
Dari 100 gram umbi, kandungan airnya saja dapat mencapai sekitar
80 – 85 gram atau 80 – 85 %. Proteinnya sekitar 1,5 %, lemak 0,3 % dan
karbohidrat 9,2 %. Komponen gizi lainnya diantaranya β-karoten (50 IU), thiamin
(30 mg), riboflavin 0,04 mg), niasin (20 mg) dan asam askorbat (9 mg). Dari
bahan yang sama didapati juga sekitar 334 mg mineral kalium dengan sekitar
30 kalori tenaga. Kandungan zat besinya sekitar 0,8 mg dan fosfornya 40 mg
(Wibowo, 1987).
Umbi bawang merah mempunyai efek antiseptik dari senyawa alliin atau
allisin. Senyawa alliin ataupun allisin oleh enzim liase diubah menjadi asam piruvat, ammonia dan allisin anti mikroba yang bersifat bakterisida (Rukmana, 1994).
2.4.3 Merica
Merica (Piper nigrum L.) merupakan rempah-rempah yang sering digunakan dalam pengolahan pangan. Merica biasanya ditambahkan pada bahan
makanan sebagai penyedap masakan sangat digemari karena memiliki 2 sifat
penting yaitu rasa dan aroma yang pedas. Kedua sifat tersebut disebabkan adanya
zat piperin dan piperanin (Rismunandar, 1993).
2.4.4 Garam
Garam dipergunakan manusia sebagai salah satu metode pengawetan
pangan yang pertama dan masih dipergunakan secara luas mengawetkan berbagai
macam makanan. Penggunaan garam dianjurkan tidak terlalu banyak karena akan
asin (Buckle et al., 1987). Garam pada konsentrasi tertentu berfungsi sebagai penambah cita rasa pada bahan pangan (Soeparno, 1994).
2.4.5 Tepung tapioka
Tepung tapioka merupakan endapan filtrat dari ubi kayu (Manihot esculenta) yang mengalami pencucian sempurna dan dilanjutkan dengan pengeringan. Pati merupakan komponen utama tepung tapioka dan merupakan
senyawa yang tidak mempunyai rasa dan bau sehingga modifikasi rasa
tepung tapioka mudah dilakukan (Rusmono, 1983).
Pati bersifat larut dalam air dingin, karena jaringan molekulnya terikat
dengan ikatan hidrogen yang banyak, tetapi apabila dipanaskan terjadi
peningkatan kekentalan dan terbentuklah pasta pati. Apabila konsentrasi pati
dalam suspensi pati ditingkatkan dan kemudian dipanaskan maka akan
terbentuklah gel pati. Proses pembentukan gel dari suspensi pati ini disebut
gelatinisasi pati (Meyer, 1978). Saat terjadinya gelatinisasi, terjadi peningkatan
viskositas suspensi pati yang drastis. Hal ini disebabkan oleh penyerapan air
disekeliling granula sehingga jumlah air diluar granula berkurang
(Winarno, 1997). Komposisi kimia tepung tapioka dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi kimia tepung tapioka dalam 100 gram bahan
Senyawa Kimia Jumlah (gram)
Air
Sumber : Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan (1981)
Tepung tapioka banyak digunakan dalam berbagai industri karena
kandungan patinya yang tinggi dan sifat patinya yang mudah membengkak dalam
air panas dengan membentuk kekentalan yang dikehendaki (Somaatmadja, 1984).
Selanjutnya Radley (1976) diacu dalam Syaferi (2001) mengemukakan bahwa penggunaan tepung tapioka lebih disukai karena memiliki larutan yang jernih,
daya gel yang baik, rasa yang netral, warna yang terang dan daya lekatnya yang
2.4.6 Tepung terigu
Tepung terigu diperoleh dari biji gandum (Triticum vulgare) yang digiling (Astawan, 2002). Terigu banyak digunakan sebagai bahan pengikat karena dapat
mengabsorbsi air dengan baik (Wilson, 1960). Keistimewaan terigu diantara
serealia lainnya adalah kemampuannya membentuk gluten pada saat terigu
dibasahi dengan air. Biasanya mutu terigu yang dikehendaki adalah terigu yang
memilki kadar air 14 %, kadar protein 8 – 12 %, kadar abu 0,25 – 0,60 %, dan
gluten basah 24 – 30 % (Astawan, 2002).
Gluten adalah komponen terpenting dalam terigu yang berupa protein
glutenin dan gliadin yang dapat bereaksi dengan air sehingga membentuk massa
yang elastis. Dengan penekanan-penekanan pada adonan yang terbuat dari terigu
dan air tersebut, gluten akan menangkap udara sehingga apabila dibiarkan adonan
akan mengembang. Hal ini memungkinkan terbentuknya tekstur yang lembut dan
elastis (Subana, 1993 diacu dalam Sari, 2003).
Berdasarkan kandungan gluten (protein), tepung terigu yang beredar
dipasaran dapat dibedakan menjadi 3 macam (Astawan, 2002) yaitu :
a. Hard flour. Tepung ini berkualitas paling baik. Kandungan proteinnya 12 – 13 %. Tepung ini biasanya digunakan untuk pembuatan roti dan mi
berkualitas tinggi. Contohnya, terigu Cakra Kembar.
b. Medium hard flour. Terigu jenis ini mengandung protein 9,5 – 11 %. Tepung ini banyak digunakan untuk pembuatan roti mi, dan
macam-macam kue, serta biskuit. Contohnya, terigu Segitiga Biru.
c. Soft flour. Terigu ini mengandung protein sebesar 7 – 8,5 %. Penggunaannya cocok sebagai bahan pembuatan kue dan biskuit.
Contohnya, terigu Kunci Biru.
2.5 Pengeringan
Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau
menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menggunakan energi panas.
Pada umumnya kandungan air bahan dikurangi sampai batas tertentu sehingga
pertumbuhan bakteri atau mikroorganisme dapat dihentikan (Winarno, 1997).
Selain itu pula pengeringan dapat didefinisikan sebagai perpindahan panas dan
kandungan air yang dipindahkan dari permukaan bahan yang dikeringkan oleh
media pengering yang biasanya berupa panas (Taib et al., 1988 diacu dalam
Roslim, 2001).
Salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengeringkan bahan pangan
adalah drum dryer. Alat ini terdiri dari satu atau dua rol atau drum kosong dimana medium panas (uap) disirkulasikan dalam drum tersebut dan bahan
berbentuk bubur dikeringkan pada permukaannya. Drum dipasang supaya
berputar pada poros simetris dan dapat digerakkan motor penggerak dengan
berbagai kecepatan. Pisau atau doctor blade dipasang sesuai dengan drum pada lokasi yang tepat. Bahan berbentuk bubur disebar sepanjang drum dan
dikeringkan pada saat drum yang telah dipanaskan berputar menuju pisau yang
akan mengeruk dan melepaskan lapisan atau lembaran tipis produk kering dari
permukaan drum (Wirakartakusumah et al., 1992).
2.6 Pengemasan
Pengemasan merupakan suatu cara dalam memberikan kondisi sekeliling
yang tepat bagi bahan pangan dan demikian membutuhkan pemikiran dan
perhatian yang lebih besar daripada biasanya. Secara nyata pengemasan akan
berperan sangat penting dalam mempertahankan bahan pangan dalam keadaan
bersih dan dalam keadaan higienis (Buckle et al., 1987).
Wadah pembungkus mempunyai peranan yang sangat penting pada
penyimpanan produk. Adanya wadah dan pembungkus dapat mencegah atau
mengurangi terjadinya kerusakan fisik dan kimiawi. Pada umumnya wadah dan
pembungkus berfungsi menempatkan hasil olahan atau produk industri sehingga
mempunyai bentuk yang memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan dan
distribusi. Wadah atau pembungkus juga dapat memberikan perlindungan
terhadap mutu produk yang ada didalamnya serta melindungi bahan terhadap
kontaminasi dari luar (Winarno dan Laksmi, 1982).
Pengemas yang fleksibel terbuat dari kertas, paper board, plastik tipis,
foils, laminant yang digunakan untuk membungkus, kantung, amplop, sachet,
pelapis luar dan lain-lain (Buckle et al., 1987). Salah satu jenis plastik yang digunakan sebagai bahan pengemas adalah plastik polietilen. Polietilen adalah
dibentuk, tahan terhadap berbagai bahan-bahan kimia, penampakan jernih dan
3. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni
tahun 2005, bertempat di Laboratorium Fisika Kimia Hasil Perikanan,
Laboratorium Mikrobiologi, Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan serta Laboratorium Kimia dan Gizi Masyarakat
PAU (Pusat Antar Universitas), Institut Pertanian Bogor, Bogor.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkang
rajungan (Portunus sp.) segar beserta daging yang masih melekat pada cangkang yang diperoleh dari TPI Gebang Cirebon. Bumbu yang digunakan adalah bumbu
yang dicobakan untuk pembuatan penyedap masakan yaitu garam, bawang merah,
bawang putih, merica. Sedangkan bahan pengisi yang digunakan adalah tepung
tapioka, tepung terigu. Bahan kimia yang digunakan adalah bahan-bahan kimia
untuk analisis proksimat.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan, pisau,
baskom, telenan, sendok, kompor listrik, panci alumunium, kain saring, pengemas
polietilen, kantung plastik 1 kg, toples, cool box, drum dryer, freezer, pH meter penggorengan dan alat-alat untuk analisis proksimat.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian yang dilakukan terdiri dari dua tahap yaitu penelitian
tahap pertama dan penelitian tahap kedua.
3.3.1 Penelitian tahap pertama
Penelitian tahap pertama bertujuan untuk mengetahui waktu ekstraksi yang
terpilih dalam pembuatan bubuk flavor dari ekstrak cangkang rajungan.
Perlakuan yang diberikan dalam penelitian tahap pertama yaitu waktu ekstraksi
30 menit, 60 menit, 90 menit dan 120 menit dan kontrol (tanpa ekstrak cangkang
warna, tekstur, penampakan dan skala mutu hedonik untuk aroma dan rasa dan uji
derajat keasaman (pH) dengan pH meter.
Tahap-tahap pembuatan bubuk flavor pada penelitian :
1. Cangkang rajungan segar dilakukan pengecilan ukuran dan dilakukan
pembersihan dari kotoran sampai bersih.
2. Cangkang yang sudah bersih kemudian dilakukan penyangraian, kemudian
dilakuan perebusan dalam air selama 30 menit, 60 menit, 90 menit, dan
120 menit dengan suhu perebusan yang digunakan yaitu 85 oC - 100 oC.
Perbandingan cangkang rajungan dengan air (1 : 2). Selain itu juga dibuat
kontrol yaitu tanpa penambahan flavor dari ekstrak cangkang rajungan.
3. Kaldu hasil rebusan disaring, kemudian pada kaldu (filtrat) ditambahkan
tepung tapioka 8 % dan tepung terigu 8 % sampai homogen
4. Pada campuran tersebut ditambahkan bumbu – bumbu (bawang merah,
bawang putih, garam, gula dan merica) sebesar 4 % sehingga dihasilkan
pasta flavor.
5. Pada pasta flavor dilakukan pengeringan dengan drum dryer, sehingga dihasilkan bubuk flavor.
6. Bubuk flavor tersebut kemudian dikemas dengan plastik polietilen.
Uji sensori (warna, penampakan, tekstur, aroma dan rasa) uji pH
Gambar 4. Skema pembuatan bubuk flavor dari ekstrak cangkang rajungan (Portunus sp.) Modifikasi (Sadikin, 1993) dan
Damuringrum (2002) Cangkang rajungan segar
Pengecilan ukuran
Pembersihan dari kotoran
Penimbangan
Penyangraian
Ekstraksi dengan perebusan pada suhu 85 oC – 100 oC Waktu ekstraksi (30 menit, 60 menit, 90 menit, 120 menit)
dan kontrol (tanpa ekstrak cangkang rajungan) Perbandingan cangkang rajungan dan air (1 : 2)
Penyaringan Residu
Kaldu (filtrat)
Penambahan tepung tapioka 8 %, tepung terigu 8 %, bumbu 4 %
Drum dryer
Pengemasan Bubuk flavor
3.3.2 Penelitian tahap kedua
Tujuan penelitian tahap kedua yaitu untuk mengevaluasi kandungan gizi
bubuk flavor dari ekstrak cangkang rajungan. Bubuk flavor terpilih dari hasil uji
sensori dan kontrol (tanpa ekstrak cangkang rajungan) sebagai pembanding diuji
kandungan proksimatnya. Parameter uji yang digunakan yaitu uji proksimat
(kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein dan kadar karbohidrat).
3.4 Analisis Produk
Analisis yang dilakukan pada penelitian tahap pertama adalah
uji sensori (skala hedonik/tingkat kesukaan dan skala mutu hedonik) dan uji pH.
Setelah didapatkan hasil terbaik maka dilanjutkan dengan penelitian tahap kedua.
Hasil terpilih dari uji sensori bubuk flavor dilakukan analisis lebih lanjut berupa
uji proksimat (kadar air, abu, lemak, protein, karbohidrat).
3.4.1 Rendemen bubuk flavor
Perhitungan rendemen menggunakan metode gravimetri, dilakukan untuk
mengetahui efisiensi proses pembuatan bubuk flavor
Rendemen (%) =
C B
A
+ x 100%
Keterangan : A = Berat konsentrat bubuk yang dihasilkan (g)
B = Berat ekstrak (g)
C = Berat bahan pengisi dan bumbu pada pengolahan flavor (g)
3.4.2 Uji sensori (Soekarto, 1992)
Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada
beberapa faktor diantaranya cita rasa, warna, tekstur, dan nilai gizinya disamping
faktor lain secara mikrobiologis. Uji sensori adalah uji kesegaran secara subyektif
yaitu dengan menggunakan panca indera. Uji sensori yang digunakan adalah uji
skala hedonik yang merupakan uji tingkat kesukaan terhadap warna, tekstur,
penampakan dan uji skala mutu hedonik untuk aroma dan rasa. Uji ini
menggunakan panelis semi terlatih sejumlah 30 orang. Pada uji sensori terhadap
aroma dan rasa sampel dilarutkan dalam air panas yaitu 1 g bubuk flavor dalam
3.4.3 Uji proksimat
Uji proksimat yang dilakukan meliputi penentuan kadar protein, air,
lemak, abu dan karbohidrat.
(1) Analisis kadar air ( AOAC, 1995)
Cawan kosong yang digunakan dikeringkan dalam oven
selama 15 menit atau sampai diperoleh berat tetap, kemudian didinginkan
dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. Sampel kira-kira
sebanyak 2 g ditimbang dan diletakkan dalam cawan kemudian dipanaskan
dalam oven sampai berat tetap pada suhu 105 - 110 º C. Cawan kemudian
didinginkan dalam desikator dan setelah dingin ditimbang kembali.
Persentase kadar air (berat basah) dapat dihitung dan setelah dingin
ditimbang kembali. Persentase kadar air dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut :
B2= Berat (sampel + cawan) setelah dikeringkan
(2) Analisis kadar abu (AOAC, 1995)
Pengukuran kadar abu ditentukan dengan gravimetri.
Cawan porselin dipanaskan dalam oven kemudian didinginkan dalam
desikator dan ditimbang. Sebanyak 3 - 5 g sampel dimasukkan dalam
cawan porselin lalu dibakar sampai tidak berasap lagi lalu diabukan dalam
tanur suhu 600 º C sampai berwarna putih (semua contoh menjadi abu) dan
berat konstan. Setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Perhitungan kadar abu adalah sebagai berikut :
(3) Analisis kadar protein (AOAC, 1995)
Ditimbang sejumlah kecil contoh (1 - 2 g) lalu dimasukkan
ke dalam labu kjeldahl. Setelah itu ditambahkan 1,9 g K2SO4, 40 mg HgO
dan 2,0 ± 0,1 ml H2SO4 dan kemudian contoh dididihkan sampai cairan
jernih. Larutan jernih ini lalu dipindahkan ke dalam alat destilasi.
Labu kjeldahl dicuci dengan air (1 - 2) ml kemudian air cucian
dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 8 - 10 ml larutan
NaOH-Na2S2O3
Di bawah kondensor diletakkan erlenmeyer yang berisi 5 ml
larutan H3BO3 dan 2 - 4 tetes indikator (campuran 2 bagian metil merah
0,2 % dan 1 bagian metilen biru 0,2 % dalam alkohol). Ujung tabung
kondensor harus terendam dalam larutan H3BO3. Setelah itu isi erlenmeyer
diencerkan sampai 50 ml dan dititrasi dengtan HCl 0,02 N sampai terjadi
perubahan warna menjadi abu-abu. Dilakukan pula terhadap blanko.
(4) Analisis kadar lemak(AOAC, 1995)
Metode yang digunakan dalam analisis lemak adalah metode
ekstraksi soxhlet. Pertama kali labu lemak yang akan digunakan dikeringkan di dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator dan
ditimbang beratnya. Contoh sebanyak 5 g dibungkus dengan kertas saring,
setelah itu kertas saring yang berisi contoh tersebut dimasukkan dalam
alat ekstraksi soxhlet. Alat kondensor diletakkan diatasnya dan abu lemak diletakkan dibawahnya. Pelarut heksana dimasukkan ke dalam labu lemak
secukupnya. Selanjutnya dilakukan refluks selama minimal 5 jam
sampai pelarut yang turun kembali ke dalam labu lemak berwarna jernih.
Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi, dan pelarut
kemudian dipanaskan di dalam oven pada suhu 105 º C hingga mencapai
berat tetap dan setelah itu didinginkan dalam desikator. Selanjutnya labu
beserta lemak didalamnya ditimbang dan berat lemak dapat diketahui.
(5) Perhitungan kadar karbohidrat by difference (AOAC, 1995)
Perhitungan kadar karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu dengan menggunakan rumus :
(6) Analisis derajat keasaman metode pH metri (AOAC, 1995)
Sampel dihaluskan, lalu ditimbang sebanyak 10 g dalam
gelas piala. Ditambahkan 50 ml akuades pH 7, lalu dilakukan pengadukan.
Setelah larut, dilakukan pengukuran pH dengan cara memasukkan
pH meter yang telah dikalibrasi dengan akuades pH 7 kedalam larutan
sampel. Didiamkan beberapa menit hingga didapat pH tetap.
3.5 Analisis Data
Data yang diperoleh berupa data uji sensori dan data pengujian lainnya
(proksimat dan pH). Data pengujian sensori dari penelitian tahap pertama
dianalisis menggunakan metode statistik non parametrik yaitu Kruskal-Wallis
(Steel dan Torrie, 1991). Sedangkan data hasil pengujian proksimat dianalisis
secara deskriptif menggunakan histogram.
(1) Penelitian tahap pertama
Pada penelitian tahap pertama diperoleh data dari uji sensori. Data
pengujian sensori dari penelitian pendahuluan dianalisis menggunakan
metode statistik non parametrik yaitu Kruskal Wallis (Steel dan Torrie, 1991). Hipotesis yang digunakan sebagai berikut :
H0 : Waktu ekstraksi tidak mempengaruhi daya terima panelis terhadap
H1 : Waktu ekstraksi mempengaruhi daya terima panelis terhadap
karakteristik mutu bubuk flavor dari ekstrak cangkang rajungan.
Rumus-rumus yang digunakan dalam uji ini adalah :
H = 3( 1) (< 0,05), maka dilanjutkan kedalam uji perbandingan (Multiple Comparisson), yaitu dengan rumus (Steel dan Torrie, 1991) :
Rj
Ri− >< Zá/2p (N+1)k/6;p = k(k – 1)/2
Keterangan :
Ri = rata – rata nilai rangking perlakuan ke-i Rj = rata – rata nilai rangking perlakuan ke-j k = banyaknya perlakuan
N = jumlah total data yang dibandingkan
(2) Penelitian tahap kedua
Pada penelitian tahap kedua data diperoleh dari data uji proksimat.
Data dari uji proksimat ini dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penelitian Tahap Pertama
Pada penelitian tahap pertama dilakukan perhitungan rendemen,
uji organoleptik dan uji pH bubuk flavor dengan perlakuan waktu ekstraksi yang
berbeda.
4.1.1 Rendemen
Perhitungan rendemen menggunakan metode gravimetri, dilakukan untuk
mengetahui efisiensi proses pembuatan bubuk flavor. Hasil analisis menunjukkan
bahwa kontrol memiliki rendemen sebesar 6,78 %, sedangkan bubuk flavor
dengan perlakuan waktu ekstraksi 30 menit, 60 menit, 90 menit dan 120 menit
memiliki rendemen sebesar 7,11 %, 7,11 %, 9,59 % dan 10,61 %. Tabel data
rendemen dapat dilihat pada Lampiran 8.
1 0 ,6 1
Gambar 5. Histogram nilai rendemen bubuk flavor
Histogram menunjukkan bahwa semakin lama waktu ekstraksi rendemen
bubuk flavor semakin besar dan kontrol memiliki rendemen terendah. Lamanya
waktu ekstraksi menyebabkan banyak dinding sel yang terbuka, dengan demikian
mineral dan komponen flavor yang keluar semakin banyak, sehingga rendemen
yang dihasilkan besar. Rendemen flavor bubuk juga dipengaruhi oleh bahan
pengisi dan bahan pengikat yang digunakan. Bahan pengisi dan bahan pengikat
yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung tapioka dan tepung terigu.
memperbesar volume, mempercepat proses pengeringan dan mengikat komponen
flavor.
4.1.2 Uji sensori
Uji sensori yaitu uji yang penilaiannya didasarkan pada rangsangan sensori
pada organ indra manusia (Soekarto, 1992). Uji sensori yang dilakukan pada
penelitian ini yaitu uji hedonik dan uji mutu hedonik. Untuk uji hedonik meliputi
warna, penampakan dan tekstur, sedangkan uji mutu hedonik meliputi aroma dan
rasa.
Gambar 6. Bubuk flavor dari ekstrak cangkang rajungan (Portunus sp.) dengan waktu ekstraksi yang berbeda
4.1.2.1 Uji hedonik
Uji hedonik disebut juga uji kesukaan. Pengujian ini bertujuan untuk
mengetahui tanggapan panelis terhadap semua produk yang telah dihasilkan dan
tingkat kesukaannya. Kriteria yang digunakan dalam uji ini yaitu dengan skala
nilai 1 sampai 7 yang terdiri dari : (7) sangat suka, (6) suka, (5) agak suka,
(4) biasa, (3) agak tidak suka, (2) tidak suka dan (1) sangat tidak suka.
(1) Warna
Warna penting bagi banyak makanan baik yang diproses maupun tidak
peranan penting dalam penerimaan makanan. Selain itu warna dapat
memberikan petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan seperti
pencoklatan dan karamelisasi (de Man, 1997).
Hasil pengujian sensori terhadap warna bubuk flavor dengan perlakuan
waktu ekstraksi 30 menit, 60 menit, 90 menit dan 120 menit menghasilkan
nilai rata-rata sebesar 5,00, 4,70, 5,03 dan 5,33 yang berarti agak suka.
Sedangkan kontrol (tanpa penambahan ekstrak cangkang rajungan)
menghasilkan nilai rata-rata sebesar 5,37 yang berarti agak suka.
Hasil uji statistik non parametrik Kruskall-Wallis (Lampiran 7) terhadap warna bubuk flavor menghasilkan Chi-Square (8,11) < Chi-Tabel
(9,49) maka gagal tolak H0 yaitu perlakuan kontrol dan keempat waktu
ekstraksi yang berbeda tidak berpengaruh terhadap warna bubuk flavor,
artinya perlakuan yang diberikan menghasilkan warna yang relatif sama yaitu
agak kecoklatan. Warna kecoklatan tersebut diduga terjadinya reaksi Maillard
selama proses pengolahan. Reaksi tersebut terbentuk akibat terlibatnya
senyawa amina, asam amino, atau protein dengan gula, aldehida atau keton
yang terkandung dalam flavor (Fahmida, 1995). Histogram nilai rata-rata
warna bubuk flavor dapat dilihat pada Gambar 7.
5 ,3 3
(2) Penampakan
Penampakan suatu produk makanan merupakan faktor penarik utama
sebelum konsumen mengenal atau menyukai sifat mutu sensori yang lainnya.
Penilaian sensori penampakan merupakan penilaian secara keseluruhan.
Hasil pengujian sensori terhadap penampakan bubuk flavor dengan
perlakuan waktu ekstraksi 30 menit, 60 menit, 90 menit dan 120 menit
menghasilkan nilai rata-rata sebesar 5,17, 5,07, 5,27 dan 5,20 yang berarti
agak suka. Sedangkan kontrol menghasilkan nilai rata-rata sebesar 5,40 yang
berarti agak suka.
Hasil uji statistik non parametrik Kruskall-Wallis (Lampiran 7) terhadap penampakan bubuk flavor menghasilkan Square (1,22) <
Chi-Tabel (9,49) maka gagal tolak H0 yaitu perlakuan kontrol dan keempat waktu
ekstraksi yang berbeda tidak berpengaruh terhadap penampakan bubuk flavor,
artinya perlakuan yang diberikan menghasilkan penampakan yang relatif
sama. Penampakan yang relatif sama tersebut diduga karena jumlah bahan
pengisi yang ditambahkan sama dan suhu pengeringan pada drum dryer sama yaitu 80 0C. Histogram nilai rata-rata penampakan bubuk flavor dapat dilihat
pada Gambar 8.
(3) Tekstur
Tekstur adalah penginderaan yang dihubungkan dengan rabaan atau
sentuhan. Kadang-kadang tekstur lebih penting dibandingkan dengan
penampakan, aroma dan rasa karena mempengaruhi citra makanan. Tekstur
penting pada makanan lunak dan renyah. Ciri yang paling diacu adalah
kekerasan, kekhohesifan dan kandungan air (de Man, 1997).
Hasil pengujian sensori terhadap tekstur bubuk flavor dengan
perlakuan waktu ekstraksi yang berbeda yaitu 30 menit, 60 menit, 90 menit
dan 120 menit menghasilkan nilai rata-rata sebesar 5,07, 5,13, 5,27 dan 5,40
yang berarti agak suka. Sedangkan kontrol menghasilkan nilai rata-rata
sebesar 5,23 yang berarti agak suka.
Hasil uji statistik non parametrik Kruskall-Wallis (Lampiran 7) terhadap tekstur bubuk flavor menghasilkan Chi-Square (2,07) < Chi-Tabel
(9,49) maka gagal tolak H0 yaitu perlakuan kontrol dan keempat waktu
ekstraksi yang berbeda tidak berpengaruh terhadap tekstur bubuk flavor,
artinya perlakuan yang diberikan menghasilkan tekstur yang relatif sama.
Tekstur yang relatif sama tersebut diduga karena pada bubuk flavor yang
dibuat memiliki kadar air yang masih dalam kisaran yang sama. Histogram
nilai rata-rata tekstur bubuk flavor dapat dilihat pada Gambar 9.
5 , 4 0
4.1.3.2 Uji mutu hedonik
Uji mutu hedonik bertujuan untuk memberi kesan terhadap mutu yang
bersifat lebih spesifik dari produk. Pada uji ini sampel dilarutkan dalam air panas
karena air panas dapat mengeluarkan flavor yang sangat kuat. Selain itu,
penggunaan air panas untuk uji rasa flavor bubuk lebih mudah dan cepat dalam
persiapan uji sensori.
(1) Aroma
Dalam banyak hal enaknya makanan ditentukan oleh aroma. Dalam
industri pangan menganggap sangat penting uji aroma karena dapat dengan
cepat memberikan hasil penilaian produksinya disukai atau tidak disukai
(Soekarto, 1992). Kriteria yang digunakan dalam uji ini yaitu dengan skala
nilai 1 sampai 7 yang terdiri dari : (7) aroma rajungan sangat pekat, (6) aroma
rajungan pekat, (5) aroma rajungan agak pekat, (4) biasa, (3) agak tidak
beraroma rajungan, (2) tidak beraroma rajungan dan (1) sangat tidak beraroma
rajungan.
Hasil pengujian sensori terhadap aroma bubuk flavor dengan perlakuan
waktu ekstraksi yang berbeda yaitu 30 menit, 60 menit, 90 menit dan
120 menit menghasilkan nilai rata-rata sebesar 4,30, 4,70, 4,80 dan 4,90 yang
berarti biasa. Sedangkan kontrol menghasilkan nilai rata-rata sebesar 3,83
yang berarti agak tidak beraroma rajungan. Waktu dan suhu pemanasan sangat
mempengaruhi pembentukan flavor dalam reaksi Maillard. Flavor yang sangat
berbeda dapat dihasilkan dari sistem reaksi yang sama dengan
bermacam-macam suhu dan waktu pemanasan (Cambero et al., 1997). Histogram nilai rata-rata aroma bubuk flavor menunjukkan nilai yang semakin meningkat
seiring dengan bertambahnya waktu ekstraksi. Peningkatan nilai tersebut
diduga bahwa komponen-komponen volatil khas rajungan dapat terekstrak
secara optimal seiring dengan peningkatan waktu ekstraksi.
Hasil uji statistik non parametrik Kruskall-Wallis (Lampiran 7) terhadap aroma bubuk flavor menghasilkan Chi-Square (17,08) > Chi-Tabel
(9,49) maka tolak H0, artinya perlakuan kontrol dan waktu ekstraksi yang
berbeda mempengaruhi aroma bubuk flavor yang dihasilkan. Berdasarkan
memberikan pengaruh nyata terhadap bubuk flavor dengan perlakuan
waktu ekstraksi 90 menit dan waktu ekstraksi 120 menit. Hal ini menunjukkan
bahwa aroma khas rajungan dapat diidentifikasi panelis pada perlakuan
waktu ekstraksi 90 menit dan 120 menit, dimana waktu ekstraksi 120 menit
menghasilkan aroma rajungan yang lebih pekat. Hal ini disebabkan limbah
cangkang rajungan mengandung gula dan asam amino yang terlibat dalam
reaksi Maillard waktu pemanasan sehingga menimbulkan aroma yang khas.
Sedangkan aroma pada bumbu disebabkan adanya kandungan minyak volatil
dan minyak oleoresin yang memberikan karakteristik aroma dan rasa. Chung
(1999) menyatakan bahwa aroma khas rajungan juga disebabkan oleh
komponen volatil yang terkandung dalam rajungan. Komponen volatil
tersebut antara lain alkana, keton, piridin, furan, komponen sulfur, aromatik,
aldehid, alkohol, terpen, dan napthalen. Komponen-komponen volatil
penyebab aroma khas rajungan tersebut diduga terdapat dalam jumlah yang
banyak pada waktu ekstraksi 120 menit, sehingga pada waktu ekstraksi ini
menghasilkan aroma rajungan yang lebih pekat. Histogram nilai rata-rata
aroma bubuk flavor dapat dilihat pada Gambar 10.
4 , 9 0
Gambar 10. Histogram nilai rata-rata aroma bubuk flavor
(2) Rasa
Rasa adalah respon lidah terhadap rangsangan yang diberikan oleh
suatu makanan. Penginderaan rasa terbagi menjadi empat rasa utama yaitu
terhadap rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain senyawa kimia,
suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. Rasa
merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan keputusan akhir
konsumen untuk dapat menerima atau menolak suatu produk walaupun
parameter penilaian yang lain baik, tetapi jika rasa tidak enak maka produk
akan segera ditolak oleh konsumen. Kriteria yang digunakan yaitu dengan
skala nilai 1 sampai 7 yang terdiri dari : (7) sangat berasa rajungan, (6) berasa
rajungan, (5) agak berasa rajungan, (4) biasa, (3) agak tidak berasa rajungan,
(2) tidak berasa rajungan, (1) sangat tidak berasa rajungan.
Hasil pengujian sensori terhadap rasa bubuk flavor dengan perlakuan
waktu ekstraksi yang berbeda yaitu 30 menit, 60 menit, 90 menit dan
120 menit menghasilkan nilai rata-rata sebesar 4,70, 4,87, 4,97 dan 4,80 yang
berarti biasa. Sedangkan kontrol menghasilkan nilai rata-rata sebesar 3,97
yang berarti agak tidak berasa rajungan.
Hasil uji statistik non parametrik Kruskall-Wallis (Lampiran 7) terhadap rasa bubuk flavor rajungan menghasilkan Square (14,72) >
Chi-Tabel (9,49) maka tolak H0, artinya bubuk flavor dengan perlakuan kontrol
dan waktu ekstraksi yang berbeda berpengaruh terhadap rasa bubuk flavor
yang dihasilkan. Berdasarkan uji lanjut Multiple Comparison bubuk flavor dengan perlakuan kontrol memberikan pengaruh nyata terhadap bubuk flavor
dengan perlakuan waktu ekstraksi 60 menit, 90 menit dan 120 menit. Hal ini
membuktikan bahwa flavor rajungan memiliki rasa yang khas yang dapat
diidentifikasi oleh panelis pada waktu ekstraksi 60 menit, 90 menit dan
120 menit, dimana waktu ekstraksi 90 menit menghasilkan rasa yang lebih
tinggi. Hal ini diduga dalam pembuatan ekstrak flavor pada suhu tinggi,
waktu 90 menit merupakan waktu ekstraksi optimum untuk meningkatkan dan
mempertahankan kandungan asam amino penyusun rasa khas dari rajungan.
Asam amino-asam amino tersebut merupakan penyusun protein daging
rajungan yang melekat pada cangkang rajungan. Kandungan protein dalam
daging rajungan lebih komplek jika dibandingkan dengan udang, sehingga
untuk mengekstraknya diperlukan waktu yang lama. Konosu et al., (1978)
prolin menyebabkan rasa khas rajungan masak. Selain itu berdasarkan analisis
Konosu dan Yamaguchi (1982) dan Hayashi et al., (1978) komponen rasa rajungan rebus juga disebabkan adanya asam amino glutamat dan aspartat
dalam jumlah besar selain asam amino arginin dan taurin. Histogram nilai
rata-rata rasa bubuk flavor dapat dilihat pada Gambar 11.
4 , 8 0
Gambar 11. Histogram nilai rata-rata rasa bubuk flavor
4.1.3 Derajat keasaman (pH)
Pengukuran pH adalah salah satu prosedur yang paling penting dan sering
digunakan di dalam biokimia, karena pH menentukan banyak peranan penting dari
struktur dan aktivitas makromolekul biologi. Nilai pH 7 bagi larutan yang
benar-benar netral bukan merupakan angka yang dibuat, tetapi diturunkan dari harga
absolut produk ion air pada 25 oC. Larutan yang mempunyai pH lebih besar dari 7
bersifat basa karena konsentrasi OH- lebih besar dari konsentrasi H+. Sebaliknya,
larutan yang mempunyai pH lebih kecil adalah asam (Lehninger, 1990).
Dari hasil uji pH, pada kontrol diperoleh nilai sebesar 6,06 yang berarti
asam. Sedangkan nilai pH yang dihasilkan pada bubuk flavor dengan perlakuan
waktu ekstraksi 30 menit, 60 menit, 90 menit dan 120 menit sebesar 8,66, 8,57,
8,20 dan 8,50. Apabila dibandingkan dengan kontrol, pH yang dihasilkan oleh
bubuk flavor dengan empat perlakuan waktu ekstraksi berbeda bersifat basa.
Nilai derajat keasaman (pH) pada kontrol diduga berasal dari
komponen-komponen yang terkandung dalam bumbu. Salah satu komponen-komponen tersebut adalah
(Wibowo, 1987). Sedangkan pH basa pada keempat perlakuan diduga berasal dari
kapur yang terkandung dalam cangkang rajungan. Histogram nilai derajat
keasaman (pH) bubuk flavor dapat dilihat pada Gambar 12.
8 , 5 0
Gambar 12. Histogram nilai derajat keasaman (pH) bubuk flavor
4.1.4 Penentuan produk terpilih
Produk terpilih dalam penelitian ini adalah bubuk flavor dengan perlakuan waktu ekstraksi terbaik. Penentuan produk terpilih ini berdasarkan uji sensori dan penghitungan rendemen terhadap bubuk flavor yang dihasilkan dalam penelitian pendahuluan.
Tabel 3. Rekapitulasi data pada penelitian pendahuluan Perlakuan
Tabel 3. menunjukkan bahwa produk terbaik adalah bubuk flavor dengan
perlakuan waktu ekstraksi 90 menit dan 120 menit dengan nilai rata-rata tertinggi
dimiliki oleh bubuk flavor dengan waktu ekstraksi 120 menit. Berdasarkan
nyata. Sehingga dengan pertimbangan dari efisiensi waktu proses pembuatan
flavor maka produk yang terpilih dalam penelitian tahap kedua adalah bubuk
flavor dengan waktu ekstraksi 90 menit.
4.2 Penelitian Tahap Kedua
Pada penelitian tahap kedua dilakukan uji proksimat untuk mengetahui
kandungan gizi bubuk flavor dari ekstrak cangkang rajungan. Uji ini dilakukan
terhadap kontrol (tanpa penambahan ekstrak cangkang rajungan) dan bubuk flavor
dari ekstrak cangkang rajungan terpilih yaitu bubuk flavor dengan perlakuan
waktu ekstraksi 90 menit.
(1) Kadar air
Kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan
(Winarno et al., 1980). Kadar air merupakan jumlah atau kandungan air yang hilang dari bahan jika bahan pangan dipanaskan pada suhu tertentu yang tidak
jauh lebih tinggi dari titik didih air (Ahza, 2001). Pengukuran kadar air
merupakan parameter yang penting bagi flavor bubuk. Kerusakan yang terjadi
akibat peningkatan kadar air berupa penggumpalan dan pengerasan.
Hasil uji proksimat terhadap kadar air bubuk flavor pada kontrol
menghasilkan nilai rata-rata sebesar 3,98 % dan pada waktu ekstraksi
90 menit menghasilkan nilai rata-rata sebesar 3,86 %. Hal ini menunjukkan
bahwa tingkat pengeringan bubuk flavor cukup baik. Dengan kadar air rendah
diharapkan masa simpan bubuk flavor pada penelitian ini dapat bertahan lebih
lama. Berdasarkan analisis secara deskriptif dengan menggunakan histogram,
bubuk flavor dengan perlakuan waktu ekstraksi 90 menit memiliki nilai
rata-rata kadar air yang masih dalam kisaran sama dengan kontrol. Hal ini
menunjukkan bahwa waktu ekstraksi 90 menit tidak menyebabkan perbedaan
penguapan air yang besar dengan kontrol pada bubuk flavor yang dibuat.
Namun pencegahan terhadap peningkatan kadar air perlu dilakukan mengingat
flavor bubuk bersifat higroskopis (menyerap air dari lingkungan) sehingga
mengakibatkan penggumpalan dan menurunkan kelarutan serta mempengaruhi
penampakan. Histogram nilai rata-rata kadar air bubuk flavor dapat dilihat
3,86
Gambar 13. Histogram nilai rata-rata kadar air bubuk flavor
(2) Kadar abu
Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan
organik. Nilai kadar abu sangat berhubungan dengan kandungan mineral suatu
bahan pangan (Sudarmadji et al., 1996). Mineral yang umum terdapat didalam bahan pangan diantaranya : kalsium, fosfor, magnesium, mangan, kobalt, besi,
tembaga, khlor, kalium, yodium dan fluor.
Hasil uji proksimat terhadap kadar abu bubuk flavor pada kontrol
menghasilkan nilai rata-rata sebesar 19,69 % dan pada perlakuan
waktu ekstraksi 90 menit menghasilkan nilai rata-rata sebesar 19,75 %.
Berdasarkan analisis secara deskriptif dengan menggunakan histogram, bubuk
flavor dengan perlakuan waktu ekstraksi 90 menit memiliki nilai rata-rata
kadar abu yang masih dalam kisaran sama dengan kontrol. Kadar abu ini
berasal dari bahan pengisi, bumbu dan dari ekstrak cangkang rajungan
misalnya Ca. Selain itu, rendahnya kadar air menyebabkan nilai kadar abu
19,75
Gambar 14. Histogram nilai rata-rata kadar abu bubuk flavor
(3) Kadar protein
Kadar protein didalam bahan pangan menentukan mutu bahan pangan
itu sendiri (Winarno et al., 1980). Sifat fisikokimia setiap protein tidak sama, tergantung pada jumlah dan jenis asam aminonya. Berat molekulnya yang
sangat besar, menyebabkan bila dilarutkan kedalam air akan membentuk
dispersi koloidal. Protein ada yang larut dalam air, namun ada pula yang tidak
larut, semua protein tidak larut dalam pelarut lemak seperti etil eter dan
petroleum eter (Winarno, 1997).
Hasil uji proksimat terhadap kadar protein bubuk flavor pada kontrol
menghasilkan nilai rata-rata sebesar 4,72 %. Sedang bubuk flavor dengan
waktu ekstraksi 90 menit menghasilkan nilai rata-rata sebesar 8,11 %.
Berdasarkan analisis deskripitf dengan menggunakan histogram, kandungan
protein pada bubuk flavor dengan perlakuan waktu ekstraksi 90 menit
menunjukkan nilai yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontrol. Hal ini
menunjukkan bahwa adanya penambahan ekstrak cangkang rajungan dapat
meningkatkan kandungan protein bubuk flavor. Protein merupakan salah satu
komponen penting pada pembentukan flavor. Protein dari ekstrak cangkang
rajungan ini terdiri dari asam amino-asam amino yang berperan sebagai
prekusor dalam menimbulkan rasa khas rajungan dan bermanfaat bagi
kesehatan konsumen. Histogram nilai rata-rata kadar protein bubuk flavor
8,11
Gambar 15. Histogram nilai rata-rata kadar protein bubuk flavor
(4) Kadar lemak
Lemak merupakan zat makanan yang penting karena dapat
menghasilkan energi bagi tubuh manusia (Winarno, 1997). Kerusakan lemak
di dalam bahan pangan dapat terjadi selama pengolahan dan penyimpanan.
Kerusakan lemak mengakibatkan bahan pangan menjadi bau dan mempunyai
rasa yang tidak enak, sehingga mutu dan nilai gizinya dapat turun
(Ketaren, 1986).
Hasil uji proksimat terhadap kadar lemak pada kontrol menghasilkan
nilai rata-rata sebesar 5,86 %. Sedangkan bubuk flavor dengan perlakuan
waktu ekstraksi 90 menit menghasilkan nilai rata-rata sebesar 6,49 %.
Berdasarkan analisis deskripitf dengan menggunakan histogram, kandungan
lemak pada bubuk flavor dengan perlakuan waktu ekstraksi 90 menit
menunjukkan nilai yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontrol. Hal ini
menunjukkan bahwa adanya penambahan ekstrak cangkang rajungan dapat
meningkatkan kandungan lemak bubuk flavor. Penggunaan prekusor flavor
yang lebih komplek (melibatkan tidak hanya satu jenis gula, sumber belerang,
dan hidrolisat) dapat memberikan flavor yang lebih lengkap. Lemak juga
dapat memberikan kesan khusus pada flavor yang tidak dapat dihasilkan
dengan menggunakan asam amino, gula dan sumber sulfur saja (Fahmidah,
1995). Lemak dari ekstrak cangkang rajungan ini umumnya terdiri dari