• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Distraksi Terhadap Frekuensi dan Durasi Halusinasi Pendengaran Klien Skizofrenia di RSJD Provsu Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Distraksi Terhadap Frekuensi dan Durasi Halusinasi Pendengaran Klien Skizofrenia di RSJD Provsu Medan"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH DISTRAKSI TERHADAPFREKUENSI DAN

DURASI HALUSINASI PENDENGARAN KLIEN

SKIZOFRENIA DI RSJD PROVSU MEDAN

SKRIPSI

Oleh

Febe Dian Marpaung 101101042

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih karunia, penyertaan dan pertolonganNya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Distraksi Terhadap Frekuensi dan Durasi Halusinasi Pendengaran Klien Skizofrenia Di RSJD Provsu Medan”.

Penulis berterima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, dan dukungan selama proses penyusunan skripsi ini, sebagai berikut:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp., MNS selaku Pembantu Dekan I, Ibu Evi Karota, S.Kp., MNS selaku pembantu dekan II, dan Bapak Ikhsanuddin A. Harahap, S.Kp.,MNS selaku pembantu dekan III Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Mahnum Lailan Nasution, S.Kep., Ns., M.Kep selaku dosen penguji I dan Ibu Yesi Ariani, S.Kep., Ns., M.Kep selaku dosen penguji II yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun pada penulis. 5. Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara, yang telah

memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian.

6. Ibu Lince Herawati, S.Kep, Ners selaku Ketua Pendidikan Keperawatan RS Jiwa Daerah Provsu, juga kepala ruangan rawat inap serta semua pihak rumah sakit jiwa yang telah membimbing dan membantu peneliti selama melakukan penelitian di rumah sakit.

(4)

keluarga yang sangat menyanyangi penulis, yang tiada henti mendoakan, memberikan perhatian, semangat, serta dukungan kepada saya.

8. Saudara/i seiman, keluarga besar UKM-KMK USU khususnya UP. F.kep, teman-teman satu KTB KK Kairos yang selalu mendoakan, menyemangati dan memotivasi saya.

9. Seluruh teman-teman di Keperawatan dan buat saudara satu dosen bimbingan (Tantri Mawarni, Siti eni, dan Syahrul rezeki).

10.Kepada teman- teman terbaik serta seluruh pihak yang tidak disebutkan yang turut membantu dan memberikan dukungan dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan baik isi maupun penulisan. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaan skripsi ini. Semoga hasil penelitian saya ini bermanfaat bagi ilmu keperawatan khususnya keperawatan jiwa.

Medan, Juli 2014 Penulis,

(5)

Judul Penelitian : Pengaruh Distraksi Terhadap Frekuensi Dan Durasi Halusinasi Pendengaran Klien Skizofrenia Di RSJD Provsu Medan

Peneliti : Febe Dian Marpaung

NIM : 101101042

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun : 2014

ABSTRAK

Halusinasi pendengaran merupakan gejala yang sering muncul pada penderita skizofrenia, sehingga pasien perlu dilatih untuk mengontrol halusinasinya. Selain terapi generalis terdapat berbagai cara lain untuk mengurangi halusinasi pasien, salah satunya dengan melakukan distraksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh distraksi terhadap frekuensi dan durasi halusinasi pendengaran klien skizofrenia di RSJD Provsu Medan. Desain penelitian quasi eksperimen dengan 16 responden dengan tehnik sampling Accidentalsampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari data demografi dan pertanyaan frekuensi dan durasi halusinasi. Hasil uji statistik paired sample t test diperoleh nilai signifikan pada kelompok intervensi adalah 0.004 dan pada kelompok kontrol nilai signifikan adalah 0.033 (α 0.05), berarti ada perbedaan frekuensi dan durasi halusinasi pendengaran yang bermakna sebelum dan sesudah intervensi. Hasil uji independen sampel t test diperoleh nilai signifikan 0.035, berarti terdapat perbedaan selisih penurunan frekuensi dan durasi halusinasi yang bermakna antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh distraksi terhadap frekuensi dan durasi halusinasi pendengaran klien skizofrenia. Sehingga distraksi disarankan untuk diberikan kepada pasien halusinasi sebagai terapi tambahan setelah mendapatkan terapi generalis.

(6)

Title : The Influences of distractions to Hearing Hallucinations Frequency and Duration of Schizophrenia Clients in Provincial Local Mental Hospital Medan

Name of Students : Febe Dian Marpaung Student Number : 101101042

Program : Bacelor of Nursing

Year : 2014

ABSTRACT

Hearing hallucination is a symptom that often appears to schizophrenia clients so that patients need to be trained to control it. Besides general therapy, there are several other ways to reduce patient’s hallucination, one of the ways is by doing distraction. This research aims to find out the influencesof distractions to hearing hallucination frequency and duration of schizophrenia clients in Procincial Local Mental Hospital Medan. The research used quasi experiment design with16 respondents with Accidental Sampling technique. The data collected by using questionnaires consist of demography data and questions about frequency and duration of hallucination. The statistic test result of paired sample t test obtained significant values on intervention group namely 0.004 and on control group the significant values is 0.033 (α 0.05), meaning there is a significant difference between the frequency and the duration of hearing hallucination both before and after the intervention. The independent test result of sample t test obtained significant values namely 0.035 meaning there is a significant different difference the declined of frequencyand duration of hearing hallucination between intervention group and control group. It can be concluded that there are infuences of distractions to the frequency and the duration of hearing hallucinationof schizophrenia clients. So, distraction is suggested to be given to hallucination patients as additional therapy after giving general therapy.

(7)

DAFTAR ISI

1.2Rumusan Masalah Penelitian ... 6

1.3Tujuan Penelitian ... 6

1.4Manfaat penelitian ... 7

BAB II. TinjauanPustaka ... 8

2.1 Skizofrenia ... 8

2.1.1Pengertian Skizofrenia ... 8

2.1.2Gejala Klinis Skizofrenia ... 8

2.1.3Tipe Skizofrenia ... 11

2.1.4Etiologi Skizofrenia ... 13

2.1.5Terapi (Pengobatan) ... 14

2.2 Halusinasi Pendengaran ... 19

2.2.1 Pengertian Halusinasi Pendengaran ... 19

2.2.2 Tanda dan Gejala Halusinasi Pendengaran ... 20

2.2.3 Proses Terjadinya Halusinasi Pendengaran ... 21

2.2.4 Tahapan Halusinasi Pendengaran ... 21

2.2.5 Intervensi Keperawatan pada Halusinasi ... 23

2.3 Distraksi pada Halusinasi ... 25

2.3.1 Tujuan dan Manfaat Distraksi ... 26

2.3.2 Jenis Tehnik Distraksi ... 26

4.2 Populasi, Sampel Penelitian ... 33

4.3 Lokasi danWaktu Penelitian ... 34

4.4 Pertimbangan Etik ... 35

4.5 Instrumen Penelitian ... 36

4.6 Pengumpulan Data ... 37

(8)

BAB V. Hasil Dan Pembahasan ... 41

1. Hasil ... 41

1.1 Karakteristik Responden ... 41

1.2 Frekuensi dan Durasi Halusinasi Pendengaran ... 44

1.2.1 Frekuensi Dan Durasi Halusinasi Sebelum Dilakukan Distraksi ... 44

1.2.2 Frekuensi Dan Durasi Halusinasi Sesudah Dilakukan Distraksi ... 45

1.2.3 Perbedaan Frekuensi Dan Durasi Halusinasi Sebelum dan Sesudah Dilakukan Distraksi ... 46

1.2.4 Selisih Perbedaan Frekuensi dan Durasi HalusinasiSebelum dan Sesudah Distraksi antara Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol ... 47

2. Pembahasan ... 47

2.1 Frekuensi dan Durasi Halusinasi Sebelum Dilakukan Distraksi... 48

2.2 Frekuensi dan Durasi Halusinasi Sesudah Dilakukan Distraksi ... 50

2.3 Pengaruh Distraksi Terhadap Frekuensi dan Durasi Halusinasi ... 52

BAB VI. Kesimpulan dan Saran ... 54

6.1Kesimpulan ... 54

6.2Saran ... 55

6.3Keterbatasan Penelitian ... 56

Daftar Pustaka ... 57 Lampiran- lampiran ...

1. Lampiran output SPSS 2. Inform Consent

3. Instrument Penelitian

4. Modul Pelaksanaan Distraksi 5. Jadwal Intervensi

6. Jadwal kegiatan harian (membaca dengan suara keras) 7. Bahan bacaan

8. Jadwal Tentatif Penelitian 9. Taksasi Dana

(9)

DAFTAR SKEMA

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tahapan Halusinasi……….. 21 Tabel 3.1 Defenisi Operasional………... 30 Tabel 5.1 Analisis usia responden pada kelompok intervensi dan

kelompok kontrol di RSJD Provsu Medan Tahun 2014… 42 Tabel 5.2 Analisis karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin,

status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, terapi, lama rawat, dan lama sakit pada kelompok intervensi dan kelompok

kontrol di RSJD Provsu Medan tahun 2014……….. 43 Tabel 5.3 Analisis nilai rata-rata frekuensi dan durasi halusinasi

Pendengaran sebelum distraksi pada kelompok intervensi

dan kelompok kontrol di RSJD Provsu Medan tahun 201... 44 Tabel 5.4 Analisis perbedaan frekuensi dan durasi halusinasi sesudah

dilakukan distraksi antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol di RSJD Provsu Medan………. 45 Tabel 5.5 Analisis frekuensi dan durasi halusinasi pendengaran sebelum

dan sesudah diberikan distraksi pada kelompok intervensi

dan kelompok kontrol di RSJD Provsu Medan…..……….. 46 Tabel 5.6 Analisis selisih perbedaan frekuensi dan durasi halusinasi

pendengaran sebelum dan sesudah diberikan distraksi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol

(11)

Judul Penelitian : Pengaruh Distraksi Terhadap Frekuensi Dan Durasi Halusinasi Pendengaran Klien Skizofrenia Di RSJD Provsu Medan

Peneliti : Febe Dian Marpaung

NIM : 101101042

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun : 2014

ABSTRAK

Halusinasi pendengaran merupakan gejala yang sering muncul pada penderita skizofrenia, sehingga pasien perlu dilatih untuk mengontrol halusinasinya. Selain terapi generalis terdapat berbagai cara lain untuk mengurangi halusinasi pasien, salah satunya dengan melakukan distraksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh distraksi terhadap frekuensi dan durasi halusinasi pendengaran klien skizofrenia di RSJD Provsu Medan. Desain penelitian quasi eksperimen dengan 16 responden dengan tehnik sampling Accidentalsampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari data demografi dan pertanyaan frekuensi dan durasi halusinasi. Hasil uji statistik paired sample t test diperoleh nilai signifikan pada kelompok intervensi adalah 0.004 dan pada kelompok kontrol nilai signifikan adalah 0.033 (α 0.05), berarti ada perbedaan frekuensi dan durasi halusinasi pendengaran yang bermakna sebelum dan sesudah intervensi. Hasil uji independen sampel t test diperoleh nilai signifikan 0.035, berarti terdapat perbedaan selisih penurunan frekuensi dan durasi halusinasi yang bermakna antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh distraksi terhadap frekuensi dan durasi halusinasi pendengaran klien skizofrenia. Sehingga distraksi disarankan untuk diberikan kepada pasien halusinasi sebagai terapi tambahan setelah mendapatkan terapi generalis.

(12)

Title : The Influences of distractions to Hearing Hallucinations Frequency and Duration of Schizophrenia Clients in Provincial Local Mental Hospital Medan

Name of Students : Febe Dian Marpaung Student Number : 101101042

Program : Bacelor of Nursing

Year : 2014

ABSTRACT

Hearing hallucination is a symptom that often appears to schizophrenia clients so that patients need to be trained to control it. Besides general therapy, there are several other ways to reduce patient’s hallucination, one of the ways is by doing distraction. This research aims to find out the influencesof distractions to hearing hallucination frequency and duration of schizophrenia clients in Procincial Local Mental Hospital Medan. The research used quasi experiment design with16 respondents with Accidental Sampling technique. The data collected by using questionnaires consist of demography data and questions about frequency and duration of hallucination. The statistic test result of paired sample t test obtained significant values on intervention group namely 0.004 and on control group the significant values is 0.033 (α 0.05), meaning there is a significant difference between the frequency and the duration of hearing hallucination both before and after the intervention. The independent test result of sample t test obtained significant values namely 0.035 meaning there is a significant different difference the declined of frequencyand duration of hearing hallucination between intervention group and control group. It can be concluded that there are infuences of distractions to the frequency and the duration of hearing hallucinationof schizophrenia clients. So, distraction is suggested to be given to hallucination patients as additional therapy after giving general therapy.

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan Jiwa menurut Rancangan Undang-Undang Kesehatan Jiwa tahun 2012(RUU KESWA,2012) adalah kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, mental, dan spiritual seseorang secara optimal serta selaras dengan perkembangan orang lain, yang memungkinkan orang tersebut hidup produktif secara sosial dan ekonomis.Menurut Johnson (1997 dalam Nasir, Abdul, 2011), dikatakan sehat jiwajika individu dalam keadaan sehat baik emosional, psikologis, dan sosial yang dapat dilihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif, konsep diri yang positif, serta kestabilan emosional. Selain itu, kesehatan jiwa juga dapat diartikan sebagai kondisi jiwa seseorang yang terus tumbuh berkembang dan mempertahankan kesehatan dalam pengendalian diri serta terbebas dari stres yang serius (Rosdahl, 1999 dalam Nasir, Abdul, 2011). Maka seseorang dikatakan sehat jiwa apabila mampu mengendalikan diri dalam menghadapi stresor di lingkungan sekitar dengan selalu berpikir positif dalam keselarasan tanpa adanya tekanan fisik dan psikologis, baik secara internal maupun eksternal yang mengarah pada kestabilan emosional.

(14)

atau hambatan dalam menjalankan fungsiorang tersebut sebagai manusia (RUU KESWA,2012).Adanya kelompok gejala atau perilaku yang ditemukan secara klinis yang disertai adanya penderitaan disstres pada kebanyakan kasus dan berkaitan dengan terganggunya fungsi seseorang (Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa/PPDGJ III, 1993). Keadaan adanya gangguan pada fungsi kejiwaan. Fungsi kejiwaan meliputi: proses berpikir, emosi, kemauan, dan perilaku psikomotorik, termasuk bicara (Undang- Undang No.3 Tahun 1966).

Salah satu bentuk gangguan jiwa adalah skizofrenia, merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab dan perjalanan penyakit yang luas, serta sejumlah akibat tergantung pada pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya (PPDGJ, 1993). Skizofrenia merupakan kumpulan dari beberapa gejala klinis yang penderitanya akan mengalami gangguan dalam kognitif, emosional, persepsi serta gangguan dalam tingkah laku. Penderita gangguan jiwa akan mengalami menunjukkan gejala gangguan persepsi, seperti waham dan halusinasi (Kaplan & Sadock’s, 2007).

(15)

akan terdapat gangguan jiwa dengan skizofrenia kurang lebih 660 ribu sampai satu juta orang. Hal ini merupakan angka yang cukup besar dan perlu penanganan serius (Sulistyowati dkk, 2006).

Halusinasi dapat terjadi pada pasien skizofrenia, pasien yang mengkonsumsi zat halusinogen seperti ganja dan LSD, dan pasien yang mengalami gangguan tidur narkolepsi yaitu mengalami halusinasi hipnagogik (Durand, 2007).

Halusinasi merupakan gejala yang paling sering muncul pada klien skizofrenia, dimana sekitar 70% dari penderita skizofrenia mengalami halusinasi (Mansjoer 1999, p.196 dalam Upoyo dan Suryanto, 2008). Menurut Stuart dan Sundeen (1995), 70% pasien mengalami halusinasi audiotorik, 20% halusinasi visual, 10% halusinasi pengecapan, taktil dan penciuman.Halusinasi pendengaran merupakan salah satu gejala utama dalam diagnosis skizofrenia dan merupakan faktor penting untuk mengevaluasi status klinis penyakit. Apalagi, keberadaannya atau keparahan memiliki pengaruh besar dalam menentukan dosis, jenis, dan durasi obat psikotropika (Nam, 2005).

(16)

pasien untuk mau mematuhiaturan pengobatannya (American Psycchiatric Association, 2000). Intervensi biologis dengan pemberian obat antipsikotik, dan intervensi psikososial terapi perilaku kognitif, terapi rehabilitasi, terapi psikoedukasi.

Penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa tanpa obat, orang dengan skizofrenia kambuh pada tingkat 60% sampai 70% dalam tahun pertama diagnosis. Bagi mereka yang patuh pada terapi pengobatan, tingkat kambuh sekitar 40%, namun turun menjadi 15,7% dengan kombinasi obat-obatan, pendidikan kelompok, dan dukungan (Olfson et al, 2000 dalam Stuart dan Laraia, 2001).

(17)

kebisingan dan distraksi membantu menghilangkan halusinasi. Itu penting untuk mengetahui bagaimana pasien sebelumnya dalam mengelola halusinasi.

Buccheri et al., dalam Mandal (2004) mengemukakan beberapa tehnik distraksi yang dapat dilakukan meliputi: pemantauan diri, membaca dengan suara keras dan meringkas, mendengarkan kaset relaksasi, memakai plug telinga unilateral, berbicara dengan orang lain, menonton dan mendengarkan TV, mengatakan ‘berhenti’ dan penamaan benda, mengatakan ‘berhenti dan pergi’, mendengarkan musik, dan bersenandung catatan. Dalam penelitian ini tehnik yang dilakukan adalah “membaca dengan suara keras dan meringkas”karena beberapa tehnik yang lain kemungkinan besar telah pasien dapatkan pada saat perawat melakukan Strategi Pertemuan (SP) 1-4 halusinasi seperti menghardik, bercakap-cakap, dan melakukan kegiatan. Margo et al., (1981 dalam Mandal, 2004) melaporkan efektivitas ‘membaca dengan suara keras dan meringkas’ dalam mengurangi durasi, kenyaringan, dan kejelasan dari halusinasi pendengaran dibandingkan dengan berbagai strategi lainnya.

(18)

Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan juga merupakan rumah sakit jiwa tipe A yang mempunyai kapasitas sejumlah 450 tempat tidur (medical record RSJD Provsu, 2012). Dengan jumlah pasien rawat inap 1783 orang. Dari jumlah pasien yang di rawat inap tersebut 1398 (78,4%) pasien dengan diagnosa skizofrenia gangguan skizotipal dan gangguan waham (medical record RSJD Provsu, 2012).

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh distraksi terhadap frekuensi dan durasi halusinasi pendengaran klien skizofrenia Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara.

1.2Rumusan Masalah Penelitian

1. Bagaimanafrekuensi dan durasi halusinasipendengaran sebelum dilakukan distraksi klien skizofrenia di RSJ Provsu Medan?

2. Bagaimanafrekuensi dan durasi halusinasi pendengaran sesudah dilakukan distraksi klien skizofrenia di RSJ Provsu Medan?

3. Apakahdistraksi berpengaruh terhadap frekuensi dan durasi halusinasi pendengaran klien skizofrenia di RSJ Provsu Medan?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui pengaruhdistraksi terhadap frekuensi dan durasi halusinasi pendengaranklien skizofrenia di RSJ Provsu Medan.

(19)

a. Mengetahui frekuensi dan durasi halusinasi pendengaran sebelum dilakukan distraksipada kelompok intervensi dan kelompok kontrol klien skizofrenia di RSJD Provsu Medan.

b. Mengetahui frekuensi dan durasihalusinasi pendengaran sesudah dilakukan distraksipada kelompok intervensi dan kelompok kontrol klien skizofrenia di RSJD Provsu Medan.

c. Menganalisis perbedaanfrekuensi dan durasi halusinasi pendengaran sebelum dan sesudah dilakukan distraksi klien Skizofrenia di RSJD Provsu Medan.

1.4Manfaat Penelitian

1.4.1 Praktek Keperawatan

Penelitian ini diharapkan menjadi bahan acuan untuk peningkatan mutu pelayanan kesehatan terutama dalam pelaksanaan asuhan keperawatanbagi klien skizofrenia. 1.4.2 Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk tambahan materi dalam mata kuliah psikososial pada topik pembelajaran tentang halusinasi dan skizofrenia

1.4.3 Penelitian Keperawatan

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Skizofrenia

2.1.1 Pengertian Skizofrenia

Skizofrenia adalah suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan dan perilaku yang aneh dan terganggu. Skizofrenia merupakan sebuah sindroma kompleks yang mau tak mau menimbulkan efek merusak pada kehidupan penderita maupun anggota-anggota keluarganya. Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang merusak yang dapat melibatkan gangguan yang khas dalam berpikir (delusi), persepsi (halusinasi) pembicaraan, emosi dan perilaku.Skizofrenia merupakan kumpulan dari beberapa gejala klinis yang penderitanya akan mengalami gangguan dalam kognitif, emosional, persepsi serta gangguan dalam tingkah laku. Penderita gangguan jiwa akan mengalami menunjukkan gejala gangguan persepsi, seperti waham dan halusinasi (Kaplan & Sadock’s, 2007).

2.1.2 Gejala Klinis Skizofrenia

Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang penderitanya tidak mampu menilai realitas (Reality Testing Ability/RTA) dengan baik dan pemahaman diri (self insight) buruk. Gejala-gejala Skizofrenia dapat dibagi dalam 2 kelompok yaitu

GejalaPositif dan GejalaNegatif (Hawari, 2001).

(21)

Gejala-gejala positif yang diperlihatkan pada penderita Skizofrenia adalah sebagai berikut (Hawari, 2001):

a. Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal). Meskipun telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinannya itu tidak rasional, namun penderita tetap meyakini kebenarannya.

b. Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan (stimulus). Misalnya penderita mendengar suara-suara/bisikan-bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari suara/bisikan itu.

c. Kekacauan alam pikir, yang dapat dilihat danisi pembicaraannya. Misalnya bicaranya kacau, sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya. d. Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan

semangat dan gembira berlebihan.

e. Merasa dirinya “Orang Besar”, merasa serba mampu, serba hebat dan sejenisnya.

f. Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman terhadap dirinya.

g. Menyimpan rasa permusuhan.

Gejala-gejala positif Skizofrenia sebagaimana diuraikan diatas amat mengganggu lingkungan (keluarga) dan merupakan salah satu motivasi keluarga untuk membawa penderita berobat.

(22)

Gejala-gejala negatif yang diperlihatkan pada penderita Skizofrenia adalah sebagai berikut (Hawari, 2001):

a. Alam perasaan (afect) “tumpul” dan “mendatar”. Gambaran alam perasaan ini dapat terlihat dari wajahnya yang menunjukkan ekspresi.

b. Menarik diri atau mengasingkan diri (withdrawl) tidak mau bergaul atau kontak dengan orang lain, suka melamun (day dreaming).

c. Kontak emosional amat “miskin”, sukar diajak bicara, pendiam. d. Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan social.

e. Sulit dalam berpikir abstrak. f. Pola pikir stereotip.

g. Tidak ada/kehilangan dorongan kehendak (avolition) dan tidak ada inisiatif, tidak ada upaya, tidak ada spontanitas, monoton, serta tidak ingin apa-apa dan serta tidak ingin apa-apa dan serta malas (kehilangan nafsu). Gejala-gejala negatif skizofrenia sebagaimana diuraikan di atas seringkali tidak disadari atau kurang diperhatikan oleh pihak keluarga, karena dianggap tidak “mengganggu” sebagaimana halnya pada penderita skizofrenia yang menunjukkan gejala-gejala positif. Oleh karenanya pihak keluarga seringkali terlambat membawa penderita berobat (Hawari, 2001).

2.1.3 Tipe skizofrenia

Tipe skizofrenia dari DSM-IV-TR(Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder 4th edition, Text Revision) 2000, diagnosis ditegakkan

(23)

Tipe ini ditandai dengan waham kejar (rasa menjadi korban atau dimata-matai) atau waham kebesaran, halusinasi, dan kadang kadang-kadang keagamaan yang berlebihan (fokus waham agama), atau perilaku agresif dan bermusuhan. Para penderita skizofrenia tipe paranoid secara mencolok tampak berbeda karena delusi dan halusinasinya, sementara keterampilan kognitif dan afek mereka relative utuh. Mereka pada umumnya tidak mengalami disorganisasi dalam pembicaraan atau afek datar.

b. Tipe Tidak Terorganisasi

Tipe ini ditandai dengan afek datar atau afek tidak sesuai secara nyata, inkoherensi, asosiasi longgar, dan disorganisasi perilaku yang ekstrem. Kontras dengan tipe paranoid, para penderita tipe ini memperlihatkan disrupsi yang tampak nyata dalam pembicaraan dan perilakunya. Mereka juga memperlihatkan afek datar atau tidak pas, seperti tertawa dungu pada saat yang tidak tepat (American Psychiatric Association dalam Durand,2007).

c. Tipe Katatonik

(24)

posisinya, individu-individu dengan tipe ini kadang-kadang memperlihatkan tingkah ganjil dengan tubuh dan wajahnya, termasuk grimacing (menyeringai) (American Psychiatric Association dalam Durand,2007). Mereka sering mengulangi atau meniru kata-kata orang lain (echolalia) atau gerakan orang lain (echopraxia).

Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan bersifat suatu petunjuk diagnostik untuk skizofrenia. Suatu gejala atau gejala-gejala katatonik dapat juga diprovokasikan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan suasana perasaan (mood) (PPDGJ III dalam Butarbutar, 2012).

d. Tipe Tak Terbedakan

Orang-orang yang tidak pas benar dengan subtipe-subtipe di atas diklasifikasikan mengalami skizofrenia tipe tak terbedakan. Mereka meliputi orang-orang yang memilikigejala-gejala utama skizofrenia tetapi tidak memenuhi kriteria tipe paranoid, terdisorganisasi/hebefrenik, atau katatonik. Tipe ini ditandai dengan gejala-gejala skizofrenia campuran (atau tipe lain) disertai gangguan pikiran, afek, dan perilaku.

e. Tipe Residual

(25)

“sisa”, seperti keyakinan-keyakinan negatif, atau mungkin masih memiliki ide-ide tidak wajar yang tidak sepenuhnya delusional. Gejala-gejala residual itu dapatmeliputi menarik diri secara sosial, pikiran-pikiran ganjil, inaktivitas, dan afek datar.

2.1.4 Etiologi Skizofrenia

Skizofrenia tidak diduga sebagai penyakit tunggal tetapi sebagai sekelompok penyakit dengan ciri-ciri klinik umum. Banyak teori penting telah diajukan mengenai etiologi dan ekspresi gangguan ini, antara lain (Hawari, 2001):

1. Teori biologi dan genetik

Penelitian keluarga (termasuk penelitian kembar dan adopsi) sangat mendukung teori bahwa faktor genetik mempunyai peran penting dalam transmisi skizofrenia atau paling tidak memberi suatu sifat kerawanan dan juga dapat menjadi penyebab peningkatan insiden dari sindrom mirip-skizofrenik (gangguan kepribadian skizoafektif, skizotipik, dan lainnya) yang terjadi dalam keluarga.

2. Hipotesis neurotransmitter

(26)

berlawanan dengan teori bahwa temuan ini malah berhubungan dengan pemberian neuroleptik.

3. Pencetus Psikososial

Stessor sosiolingkungan sering berkorelasi sementara dengan serangan awal dan kekambuhan dan dapat diduga sebagai suatu terobosan kekuatan protektif, dengantetap mempertahankan kerawanan psikobiologik dalam pengendalian. Peningkatan angka kekambuhan berhubungan secara bermakna dengan tiga tindakan emosi yang dinyatakan (EE) di lingkungan rumah: komentar kritis, permusuhan, dan keterlibatan emosional yang berlebihan. Penelitian menunjukkan bahwa pemisahan pasien dari keluarga dengan EE tinggi (atau malah suatu penurunan dalam jumlah kontak) memperbaiki angka kekambuhan.

2.1.5 Terapi (Pengobatan)

Gangguan jiwa Skizofrenia adalah salah satu penyakit yang cenderung berlanjut (kronis, menahun). Oleh karenanya terapi pada Skizofrenia memerlukan waktu relative lama berbulan bahkan bertahun, hal ini dimaksudkan untuk menekan sekecil mungkin kekambuhan (relapse). Menurut Hawari 2001, terapi yang dilakukan pada pasien skizofrenia meliputi: terapi psikofarmaka, psikoterapi, terapi psikososial, dan terapi psikoreligius.

1. Psikofarmaka

(27)

gangguan pada alam pikir, alam perasaan dan perilaku (gejala-gejala klinis). Oleh karena itu obat psikofarmaka yang akan diberikan ditujukan pada gangguan fungsi neurotransmitter tadisehingga gejala-gejala klinis tadi dapat dihilangkan atau

dengan kata lain penderita skizofrenia dapat diobati.

Obat psikofarmaka dapat dibagi dalam dua golongan yaitu golongan generasi pertama (typical) dan golongan generasi kedua (atypical). Yang termasuk golongan typical misalnya: Chlorpromazine HCL, Trifluoperazine HCL, Thioridazine HCL, Haloperidol. Dan golongan atypical misalnya: Risperidone, Clozapine, Quetiapine, Zotetine, Aripiprazole.

Golongan obat anti Skozofrenia baik typical maupun atypical pada pemakaian jangka panjang umumnya menyebabkan pertambahan berat badan. Obat golongan typical khususnya berkhasiat dalam mengatasi gejala-gejala positif Skizofrenia, sehingga meninggalkan gejala-gejala negatif skizofrenia. Sementara itu pada penderita skizofrenia dengan gejala negatif pemakaian typical kurang memberikan respons. Selain daripada itu obat golongan typical tidakmemberikanefek yang baikpada pemulihan fungsi kognitif (kemampuan berpikir dan mengingat) penderita. Selain itu juga sering menimbulkan efek samping berupa gejala ekstra pyramidal (extrapyramidalsymptoms/EPS).

(28)

2. Psikoterapi

Psikoterapi inibanyak macam ragamnya tergantung dari kebutuhan dan latar belakang penderita sebelum sakit (premorbid), sebagai contoh misalnya (Hawari, 2001):

a. PsikoterapiSuportif

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memberikan dorongan semangat dan motivasi agar penderita tidak merasa putus asa dan semangat juangnya (fightingspirit) dalam menghadapi hidup ini tidak kendur dan menurun.

b. PsikoterapiRe-edukatif

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memberikan pendidikan ulang yang maksudnya memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu lalu dan juga dengan pendidikan ini dimaksudkan untuk mengubah pola pendidikan lama dengan yang baru sehingga penderita lebih adaptif terhadap dunia luar.

c. PsikoterapiRe-konstruktif

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memperbaiki kembali (re-konstruksi) kepribadian yang telah mengalami keretakan menjadi kepribadian utuh seperti semula sebelum sakit.

d. PsikoterapiKognitif

(29)

boleh dan tidak, mana yang halal dn haram dan lain sebagainya (discriminative judgment). Menurut Susan,salah satu tehnik dalam terapi kognitif yang dapat dilakukan adalah distraksi.

e. PsikoterapiPsiko-dinamik

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan seseorang jatuh sakit dan mencari jalan keluarnya. Dengan psikoterapi ini diharapkan penderita dapat memahami kelebihan dan kelemahan dirinya atau mampu menggunakan mekanisme pertahanan diri (defense mechanism) dengan baik.

f. PsikoterapiPerilaku

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memulihkan gangguan perilaku yang terganggu (maladaptif) menjadi perilaku yang adaptif (mampu menyesuaikan diri). Kemampuan adaptasi penderita perlu dipulihkan agar penderita dapat berfungsi kembali secara wajar dalam kehidupannya sehari-hari baik di rumah, di sekolah/kampus, di tempat kerja dan lingkungan spasialnya.

g. Psikoterapi Keluarga

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memulihkan hubungan penderita dengan keluarganya. Dengan psikoterapi ini diharapkan keluarga dapat memahami mengenai gangguan jiwa skizofrenia dan dapat membantu mempercepat penyembuhan penderita.

(30)

personality), memperkuat ego (ego strength), meningkatkan citra diri (self

esteem), memulihkan kepercayaan diri (self confidence), yang kesemuanya itu

untuk mencapai kehidupan yang berarti dan bermanfaat (meaningfulness of life).

3. Terapi Psikososial

Dengan terapi psikososial dimaksudkan penderita agar mampu kembeli beradaptasi dengan lingkungan social sekitarnya dan mampu merawat diri dengan limgkungan social sekitarnya dan mampu mandiri dan tidak bergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat. Penderita selama menjalani terapi psikososial ini hendaknya masih tetap mengkonsumsi obat psikofarmaka sebagaimana juga waktu menjalani psikoterapi. Kepada penderita diupayakan untuk tidak menyendiri, tidak melamun, banyak kegiatan dan banyak kesibukan dan banyak bergaul (silaturahmi/sosialisasi).

4. Terapi Psikoreligius

(31)

2.2Halusinasi Pendengaran

2.2.1 Pengertian

Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori tentang suatu objek atau gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua system penginderaan (Dalami,dkk 2009). Halusinasi terjadi pada berbagai kondisi, tetapi yang paling umum pada gangguan psikotik. Pada skizofrenia biasanya dijumpai halusinasi audiotorik, sedangkan halusinasi visual lebih umum dijumpai pada kondisi organik. Halusinasi taktil sering terdapat pada keadaan putus zat alkohol dan hipnotik-sedatif (Tomb, 2004).

Halusinasi pendengaran adalah halusinasi yang seolah-olah mendengar suara, paling sering suara orang. Suara dapat berkisar dari suara yang sederhana sampai suara orang berbicara mengenai klien, klien mendengar orang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkan oleh klien dan memerintah untuk melakukan sesuatu dan kadang-kadang melakukan hal yang berbahaya (Dalami,dkk 2009).

2.2.2 Tanda dan Gejala

(32)

Halusinasi pendengaran harus menjadi fokus perhatian untuk segera ditangani karena kalau tidak ditangani secara baik dapat menimbulkan resiko terhadap keamanan diri pasien sendiri, orang lain dan juga lingkungan sekitar. Pasien halusinasi mengalami distress oleh karena isi halusinasi yang didengarnya, juga karena frekuensi halusinasi muncul sedikitnya 5 kali dalam sehari dan dengan durasi yang lebih dari 3 jam perhari (Nayani dan Davis, 1996 dalam Birchwood, 2009 dalam Wahyuni, 2010).

Menurut penelitian Wong (2008 dalam Wahyuni, 2010) tentang karakteristik halusinasi pendengaran didapatkan bahwa frekuensi terjadinya halusinasi, 27% terjadi beberapa kali dalam satu jam, pada 18% pasien terjadi satu kali dalam setiap jam, 41% terjadi setiap hari dan 14% terjadi setiap minggu. Dan durasi halusinasi pendengaran didapatkan 63% terjadi selama lebih kurang 10 menit, dan 27% melaporkan bahwa durasi terjadinya halusinasi selama kurang dari satu jam dan 9% mengatakan bahwa halusinasi terjadi sepanjang hari.

2.2.3 Proses Terjadinya

(33)

terjadi pada gangguan jiwa (Schizoprenia). Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara ribut-ribut dan dengung. Tetapi paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang memperngaruhi tingkah laku klien, sehingga menghasilkan respon tertentu, seperti: bicara sendiri, atau respon lain yang membahayakan membuat klien bertengkar sehingga dapat mencederai orang lain atau diri klien sendiri. Bisa juga klien bersikap mendengarkan suara halusinasi tersebut dengan mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang tidak bicara atau pada benda mati. Halusinasi pendengaran merupakan suatu tanda mayor yang terjadi pada gangguan skizofrenia dan satu syarat diagnostik minor untuk melankonia involusi, psikosa mania depresi dan syndrome otak organik (Erlinafsiah, 2010).

2.2.4 Tahapan Halusinasi

Stage I: Sleep disorder

Fase awal seseorang sebelum muncul halusinasi

Klien merasa banyak masalah, ingin menghidar dari lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah. Masalah makin terasa sulit karena berbagai stressor terakumulasi. Masalah terasa menekan karena terakumulasi sedangkan support system kurang dan persepsi terhadap masalah sangat buruk. Sulit tidur berlangsung terus menerus sehingga terbiasa menghayal. Klien menganggap lamunan-lamunan awal tersebut sebagai pemecahan masalah.

Stage II: comforting moderate level of anxiety

Halusinasi secara umum ia terima sebagai sesuatu yang alami

(34)

ini ada kecenderungan klien merasa nyaman dengan halusinasinya.

Stage III: Condemning severe level of anxiety

Secara umum halusinasi sering mendatangi pasien

Pengalaman sensori klien menjadi sering dating dan mengalami bias. Klien mulai merasa tidak mampu lagi mengontrolnya dan berupaya menjaga jarak antara dirinya dengan objek yang dipersepsikan klien mulai menarik diri dari orang lain dengan intensitas waktu yang lama.

Stage IV: Controlling severe level anxiety

Fungsi sensori tidak relevan dengan kenyataan

Klien mencoba melawan suara-suara atau sensory abnormal yang datang. Klien mulai merasakan kesepian bila halusinasinya berakhir. Dari sinilah mulai fase gangguan psychotic.

Stage V: Conquering Panic level of anxiety

Klien mengalami gangguan dalam menilai lingkungannya

Pengalaman sensorinya terganggu, klien mulai merasa terancam dengan datagnya suara-suara terutamabilaklientidakdapat menuruti ancaman atau perintah yang ia dengar dari halusinasinya. Halusinasi dapat berlangsung selama minimal 4 jam atau seharian bila tidak mendapatkan komunikasi terapeautik. Terjadi gangguan psikotik berat

(Yosep, 2009)

2.2.5 Intervensi keperawatan Pada Halusinasi

Perencanaan disusun berdasarkan masalah utamanya adalah halusinasi pendengaran. Tujuan umum adalah klien dapat mengontrol halusinasi. Tujuan khususnya antara lain:

(35)

menerima klien apa adanya, f). berikan perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien, g). buat kontrak interaksi yang jelas, h). dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan perasaan klien

2. Klien dapat mengenal halusinasinya dengan cara: a). adakan kontak sering dan singkat secara bertahap, b). observasi: tingkah laku klien yang terkait dengan halusinasinya, dengar, lihat, penghidung, raba, dan pengecapan, jika menemukan klien yang sedang halusinasi maka:tanyakan apakah klien mengalami halusinasi dengar. Jika klien menjawab ya, tanyakan apa yang sedang didengarnya. Katakana bahwa perawat percaya klien mengalami hal tersebut, namun perawat sendiri tidak mengalaminya (dengan nada bersahabat tanpa menuduh dan menghakimi). Katakan bahwa ada klien lain yang mengalami hal yang sama. Katakan bahwa perawat akan membantu. c). Jikaklien tidak sedang berhalusinasi, klarifikasi tentang adanya pengalaman halusinasi, diskusikan dengan klien tentang isi, waktu, dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, malam) atau sering dan kadang-kadang. Juga situasi dan kondisi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi dan beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya. Kemudian diskusikan dengan klien apa yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut. Diskusikan tentang dampak yang akan dialaminya bila klien berhalusinasi

(36)

marah, menyibukkan diri dan lain-lain). b) diskusikan cara yang biasa digunakan. Jika cara yang dilakukan klien adaptif, maka berikan pujian, dan jika cara yang digunakan maladaptive, diskusikan dengan klien kerugian cara tersebut. c). diskusikan cara baru untuk memutuskan atau mengontrol timbulnya halusinasi dengan cara menghardik, menemui orang lain atau perawat teman ataupun anggota keluarga untuk menceritakan halusinasinya. Ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain, terjadi distraksi; fokus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan orang lain (Keliat, 2010). Kemudian dengan membuat dan melaksanakan jadwal kegiatan harian yang telah disusun.Cara lain dengan meminta keluarga, teman, perawat menyapa klien jika sedang berhalusinasi. d). Bantu klien memilih cara yang sudah dianjurkan dan latih untuk mencobanya. e). Beri kesempatan pada klien untuk melakukan cara yang dipilih dan dilatih. f). Pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih, jika berhasil beri pujian. g).Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realitas stimulasi persepsi. 4. Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya,

(37)

untuk mengatasi halusinasi. Dan juga berikan informasi waktu kontrol ke rumah sakit dan bagaimana cara mencari bantuan jika halusinasi tidak dapat diatasi di rumah.

5. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik: a). diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian bila tidak minum obat, nama, warna, dosis, cara, efek terapi dan efek samping penggunaan obat, b). pantau klien saat penggunaan obat, c). berikan pujian bila klien menggunakan obat dengan benar, d). diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter, e).anjurkan klien untuk konsultasi kepada dokter/perawatjika hal yang tidak diinginkan terjadi (Dalami,dkk, 2009).

2.3 Distraksi Pada Halusinasi

Distraksi adalah mengalihkan perhatian klien ke hal yang lain sehingga dapat menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri, bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Stimulus sensori yang menyenangkan akan merangsang sekresi endorphin. Perawat dapat mengkaji aktivitas-aktivitas yang dinikmati klien sehingga dapat dimanfaatkan sebagai distraksi. Aktivitas tersebut dapat meliputi kegiatan menyanyi, berdoa, menceritakan foto atau gambar dengan suara keras, mendengarkan musik, dan bermain (Young & Koopsen (2007).

2.3.1 Tujuan dan Manfaat Distraksi

(38)

merasa berada pada situasi yang lebih menyenangkan dan nyaman selama mungkin (Young & Koopsen (2007).

2.3.2 Jenis tehnik distraksi

Beberapa jenis distraksi menurut Young & Koopsen (2007) antara lain: 1) Distraksivisual

Melihat pertandingan, menonton televisi, membaca koran, melihat pemandangan,dan gambar termasuk distraksi visual.

2) Distraksipendengaran

Mendengarkan musik yang disukai, suara burung, atau gemercik air. Kliendianjurkan untuk memilih musik yang disukai dan musik yang tenang, sepertimusik klasik. Klien diminta untuk berkonsentrasi pada lirik dan irama lagu. Klien juga diperbolehkan untuk menggerakkan tubuh mengikuti irama lagu, seperti bergoyang, mengetukkan jari atau kaki.

3) Distraksi bernafas ritmik

(39)

tubuh yang mengalami nyeri dengan melakukan pijatan atau gerakan memutar di area nyeri.

4) Distraksi intelektual

Antara lain dengan mengisi teka-teki silang, bermain kartu, melakukan kegemaran (ditempat tidur) seperti mengumpulkan perangko, menulis cerita.

5) Distraksi imajinasi terbimbing

Adalah kegiatan klien membuat suatu bayangan yang menyenangkan dan mengonsentrasikan diri pada bayangan tersebut serta berangsur-angsur membebaskan diri dari perhatian terhadap nyeri.

Menurut Stuart dan Laraia(2001), Modulasi stimulasi sensori ke tingkat yang optimal merupakan tehnik yang berguna untuk membantu mengurangi kebingungan persepsi klien. Beberapa pasien skizofrenia dengan halusinasi menggunakan dengan baik stimulasi lingkungan yang minimal, sedangkan yang lain menemukan bahwa kebisingan dan distraksi membantu menghilangkan halusinasi.Buccheri et al.,(1996 dalam Mandal, 2004) berbagai tehnik yang dapat dilakukan meliputi: pemantauan diri, membaca dengan suara keras dan meringkas, mendengarkan kaset relaksasi, memakai plug telinga unilateral, berbicara dengan orang lain, menonton dan mendengarkan TV,mengataka ‘berhenti’ dan penamaan benda, mengataka ‘berhenti dan pergi’, mendengarkan music, dan bersenandung catatan.

(40)

pengurangan jangka pendek dalam keparahan halusinasi dan tidak mengatasi deficit moitoring realitas yang mungkin menggarisbawahi halusinasi (Margo et al.,1981; Nelson et al.,1991 dalam Mandal, 2004).

Pada penelitian ini distraksi yang dilakukan adalah membaca dengan suara keras dan meringkas karena beberapa tehnik distraksi yang lain telah didapatkan pada saat asuhan keperawatan generalis yaitu pada SP 1-4. Dan juga tidak memungkinkan bagi peneliti untuk melakukan semua tehnik distraksi tersebut.

(41)

BAB III

KERANGKA PENELITIAN

3.1Kerangka Penelitian

Halusinasi pendengaran merupakan gejala yang paling sering ditemukan pada pasien skizofrenia. Hal ini memberikan dampak tidak hanya terhadap penderita dan tetapi juga pada keluarga dan orang lain yang ada di sekitar pasien. Untuk itu pasien harus dilatih untuk mengontrol halusinasi yang dialami, salah satu caranya dengan distraksi. untuk melihat pengaruh distraksi terhadap halusinasi pendengaran klien, maka dilakukan pengkajian sebelum dan sesudah dilakukan distraksi.

Kerangka penelitian digambarkan sebagai berikut:

Pre-test intervensi post-test

Halusinasi pendengaran halusinasi pendengaran

3.2Defenisi Operasional

Variable penelitian

Defenisi operasional Alat ukur Hasil ukur

distraksi - Frekuensi

(42)

halusinasi

Berdasarkan tinjauan pustaka, maka muncul hipotesis penelitian sebagai berikut:

3.3.1 H0 : Tidakada pengaruh distraksi terhadap frekuensi dan durasi halusinasi pendengaran pada klien skizofrenia di RSJD Provsu Medan.

(43)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasyexperimental pre dan post test with control group yaitu untuk mengetahui pengaruh distraksi terhadap frekuensi dan durasi halusinasi pendengaran klien skizofrenia.

Skema 4.1

Rancangan Penelitian

Kelompok Pre Test Post test

X

Intervensi O1 O2

Kontrol O3 O4

Keterangan:

X : intervensi (perlakuan) distraksi membaca dengan suara keras dan meringkas O1 : halusinasi pendengaran (frekuensi dan durasi halusinasi) responden pada

kelompokintervensi sebelum dilakukan distraksi

O2 : halusinasi pendengaran (frekuensi dan durasi halusinasi) responden pada kelompok intervensi setelah diberikan intervensi (perlakuan) distraksi O3 : halusinasi pendengaran (frekuensi dan durasi halusinasi) responden pada

kelompok kontrol sebelum diberikan intervensi (perlakuan) distraksi O4 : halusinasi pendengaran (frekuensi dan durasi halusinasi) responden pada

(44)

4.2 populasi dan sampel penelitian

4.2.1 Populasi

Populasi penelitian adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti tersebut(Notoatmodjo, 2010). Populasi penelitian ini adalah semua klien skizofrenia dengan halusinasi pendengaran yang sedang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Jiwa daerah Provinsi Sumatera Utara. Jumlah penderita skizofrenia gg. Skizotipal& gg. Waham yang dirawat inap pada bulan Januari-Oktober 2012 adalah 1.398 orang (sumber data: Medical Record RSJD Provsu, 2012). Sehingga rata-rata tiap bulannya adalah sebanyak 140 orang.

4.2.2 Sampel

Sampel penelitian adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi(Notoatmodjo, 2010). Sampeldalam penelitian ini adalah pasien yang mengalami halusinasi pendengaran yang memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut:

a. klien berumur 20 tahun sampai dengan 55 tahun b. dapat membaca, menulis dan berkomunikasi c. bersedia menjadi responden

d. pasien dengan diagnosa medis skizofrenia paranoid dan masalah keperawatan utama halusinasi pendengaran.

e. Pasien sudah koperatif, dan menyadari bahwa halusinasi adalah sesuatu yang tidak nyata baginya serta sudah mendapat SP halusinasi.

f. Tidak menderita penyakit fisik dan penurunan kesadaran

(45)

Jumlah sampel ditentukan dengan estimasi proporsi menggunakan rumus (Notoatmodjo,2010):

Keterangan:

n = besar sampel

Z1-a/2= nilai Z pada derajat kemaknaan (biasanya 95%= 1,96) P = Proporsi suatu kasus tertentu terhadap populasi

d = derajat penyimpangan terhadap populasi yang diinginkan: 10% (0,10), 5% (0,05), atau 1% (0,01).

Sehingga didapat;

n= [1,96x0,70(0,30)]/0,05

n= 8,232 dibulatkan 8

Maka besar sampel untuk penelitian ini adalah 8 responden untuk masing-masing kelompok.

4.3 Waktu dan lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanaknan pada minggu kedua bulan September 2013- Juli 2014. Dimulai dengan penyusunan proposal penelitian hingga pengolahan data dan pengumpulan hasil penelitian.

Lokasi penelitian merupakan komponen yang penting dalam mendukung terlaksananya penelitian dan harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian itu sendiri. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi

�=�1−�/2�(1− �)

(46)

Sumatera Utara dengan alasan merupakan rumah sakit rujukan, lebih strategis, mudah dilakukan dari segi waktu lebih efektif dan efisien.

Hasil survey awal yang dilakukan peneliti didapatkan jumlah rata-rata perbulan pasien dengan diagnosa skizofrenia, gangguan skizotipal, & gangguan. Waham sebanyak 140 orang.Berdasarkan data tersebut disimpulkan bahwa jumlah tersebut telah memenuhi jumlah kebutuhan responden dalam penelitian ini.

4.4 Pertimbangan Etik

Untuk melindungi hak-hak responden yang menjadi subyek penelitian ini, maka peneliti akan mengikuti prosedur penelitian yang dimulai dengan melakukan ethical clearenceyang dilakukan oleh komite etik penelitian kesehatan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara. Peneliti mendapatkan surat rekomendasi dari Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Selanjutnya menyampaikan surat permohonan penelitian pada Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan. Setelah mendapat persetujuan, Peneliti mengkoordinasikan pelaksanaan intervensi dengan ruangan rawat inap.Peneliti menentukancalon responden yang sesuai dengan kriteriayang telah ditentukan. Peneliti memberi penjelasan kepada responden tentang rencana, tujuan, prosedur, manfaat serta total durasi partisipasi responden dalam penelitian.

(47)

responden, maka peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data yang diisi oleh responden. Lembar tersebut hanya diberi inisial atau nomor kode tertentu. Kerahasiaan informasi yang deberikan responden dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok data tertentu saja yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.

4.5Instrumen penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner terdiri dari dua bagian yaitu data demografi pasien (inisial, usia, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan terakhir, pekerjaan terakhir, lama rawat saat ini, terapi medik saat ini, dan lama sakit) dan dua item pertanyaan tentang frekuensi dan durasi halusinasi pendengaran yang diadopsi dari kuisioner tanda dan gejala halusinasi dalam Wahyuni (2010), yang diadopsi dari Psychotic Syndrome Rating Scale (PSYRAT) yang dibuat oleh Huddock dkk (1991, dalam Kingdon & Turkington, 2008). Dua item pertanyaan tersebut diisi oleh peneliti dengan menanyakan pertanyaan langsung kepada responden. Masing- masing item diberi skor 0-4 maka akan diperoleh rentang nilai antara 0-8.

Sebelum digunakan dalam penelitian instrument harus diuji kevalidan atau kesahihannya dan juga reliabelitas apakah alat ukurdapat diguakan atau tidak.Uji validitas telah dilakukan oleh dosen ahli dibidangnya yaitu dosen Fakultas Keperawatan Departemen Keperawatan Jiwa.

(48)

pada kelompok subjek yang sama (Azwar, 2003 dalam Butarbutar, 2012). Uji reliabilitas dilakukan pada 20 responden yang memenuhi kriteria sampel penelitian di RSJD Provsu Medan. Sesuai dengan Notoatmodjo (2010), yang menyatakan bahwa untuk memperoleh distribusi nilai hasil pengukuran mendekati normal maka sebaiknya jumlah responden untuk uji coba paling sedikit 20 orang. Dari hasil uji reliabilitas instrument diperoleh nilai CronbachAlpha 0.802, yang artinya kuisioner reliable sehingga kuisioner dapat digunakan untuk penelitian ini. Karena, suatu instrument dikatakan reliabel jika dalam uji reliable diperoleh nilai Cronbach Alpha 0,70 (Polit & Hungler, 1999 dalam Butarbutar, 2012).

4.6 Pengumpulan Data

(49)

bersediaberpartisipasi, responden menandatangani lembar persetujuan (informedconsent) menjadi responden penelitian.

Langkah selanjutnya, peneliti mengelompokkan responden untuk kelompok intervensi dan kelompok kontrol masing-masing sebanyak 8 orang. Peneliti melakukan pre testpada kedua kelompok untuk mengetahui frekuensi dan durasi halusinasi responden.

Pemberian asuhan keperawatan generalis halusinasi dilakukan oleh peneliti dengan dibantu oleh perawat ruangan. Dilakukan pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol pada minggu pertama setelah pre-test selesai. Namun, kelompok kontrol hanya mendapat asuhan keperawatan generalis sedangkan kelompok intervensi diberi intervensi tambahan yaitu distraksi membaca dengan suara keras dan meringkas yang dilaksanakan berdasarkan modul yang telah disusun sebelumnya oleh peneliti dan telah disetujui oleh dosen keperawatan jiwa Fakultas Keperawatan.

Peneliti melakukan intervensi pada kelompok intervensi yaitu distraksi membaca dengan suara keraskemudian meringkasdilakukan oleh peneliti dalam satu minggu. Pelaksanaan intervensi distraksi dilakukan sebanyak 3 kali pertemuan dengan interval dua hari dan masing-masing pertemuan dilaksanakan kurang lebih 20-30 menit. Waktu pelaksanaan intervensi disesuaikan dengan jadwal perkuliahan peneliti.

(50)

4.7 Analisa Data

Setelah data terkumpul, dilakukan pengolahan data yang dimulai dengan editing yaitu upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh kemudian peneliti memberikan kode numeric (coding) terhadap data yang terdiri dari beberapa kategori. Selanjutnya entri data yaitu kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam tabel, kemudian membuat distribusifrekuensisederhana. Setelah itu dilakukan analisa data dengan melakukan analisa univariat dan bivariat.

Analisis univariat dilakukan pada data demografi responden untuk meganalisis karakteristik respoden dengan menggunakan distribusi frekuensi dan proporsi pada data kategorik, dan menggunakan mean dan standar deviasi, nilai minimal, dan nilai maksimal pada data numerik. Analisis uivariat juga dilakukan untuk menganalisis frekuensi dan durasi.

(51)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini peneliti akan menguraikan hasil dan pembahasan penelitian mengenai pengaruh distraksi terhadap frekuensi dan durasi halusinasi pendengaran klien skizofrenia di RSJD Provsu Medan yang telah dilaksanakan pada tanggal 26 Mei – 9 Juni 2014.

1. Hasil Penelitian

1.1Karakteristik Responden

Data demografi dan karakteristik responden meliputi usia, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, lama rawat, terapi medis, lama sakit.

1.1.1 Karakteristik Usia Responden

Tabel 5.1 Analisis Usia Responden Pada Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol Di RSJD Provsu Medan Tahun 2014 (n=16)

Berdasarkan Tabel 5.1 diketahui rata-rata usia responden secara keseluruhan berumur 30.81 tahun dengan usia termuda 25 tahun dan usia tertua 38 tahun. Berdasarkan Tabel 5.1 juga diketahui rata-rata usia responden pada masing- masing kelompok yaitu pada kelompok intervensi rata-rata berumur 31.50 tahun dan pada kelompok kontrol rata-rata berumur 30.12 tahun.

Variabel Jenis kelompok N Mean SD Min-Maks

Usia Responden Intervensi Kontrol

8 8

31.50 30.12

4.504 2.997

25-38 25-34

(52)

1.1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Status

Perkawinan, Pendidikan, Pekerjaan, Terapi, Lama Rawat, dan Lama

Sakit Pada Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol

Tabel 5.2 Analisis Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Status Perkawinan, Pendidikan, Pekerjaan, Terapi, Lama Rawat, dan Lama Sakit Pada Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol Di RSJD Provsu Medan Tahun 2014 (n=16)

Karakteristik K. Intervensi (n=8) K. Kontrol (n=8) Jumlah (n=16)

N % N % N %

Berdasarkan Tabel 5.2 karakteristik responden 10 orang (62.5%) berjenis kelamin laki-laki, berdasarkan status perkawinan, belum kawin sebanyak 11 orang (68.8%). Berdasarkan pendidikan, responden dengan pendidikan tinggi sebanyak 12 orang (75%). Berdasarkan pekerjaan hanya 1 orang (6,2%) yang tidak bekerja sedangkan 15 orang (93.8%) lainnya bekerja.

(53)

(12 orang) lama sakit kurang dari atau sama dengan setahun. Berdasarkan terapi medik diperoleh bahwa semua pasien mendapatkan terapi obat-obatan antipsikotik tipikal seperti chloropromazine, trihexyphenidile, dan halloperidol.

1.2. Frekuensi dan Durasi Halusinasi Pendengaran Klien

Pada bagian ini akan diuraikan distribusi rata-rata frekuensi dan durasi halusinasi pendengaran klien sebelum distraksi, kesetaraan antar kelompok dan perbedaan frekuensi dan durasi halusinasi sebelum dan sesudah distraksi antara kedua kelompok, selisih perbedaan frekuensi dan durasi halusinasi sebelum dan sesudah pada kedua kelompok, dan perbedaan rata-rata frekuensi dan durasi halusinasi sesudah distraksi antara kedua kelompok.

1.2.1 Frekuensi Dan Durasi Halusinasi Pendengaran Sebelum dilakukan

Distraksi Antara Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol

Distribusi rata-rata nilai frekuensi dan durasi halusinasi klien sebelum intervensi dianalisis menggunakan mean, standar deviasi, nilai minimal-maksimal.

Tabel 5.3 Analisis Nilai Rata-rata Frekuensi dan Durasi halusinasi Pendengaran Sebelum Distraksi Pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Di RSJD Provsu Medan Tahun 2014

Variable Kelompok N Mean SD SE

(54)

mean 3.75, dan nilai minimal 1, nilai maksimal 5. Hal ini menunjukkan kelompok intervensi memiliki rata-rata frekuensi dan durasi yang sama dengan kelompok kontrol sebelum dilakukan distraksi.

1.2.2Perbedaan Frekuensi dan Durasi Halusinasi Sesudah Distraksi Pada

Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol Di RSJD Provsu Medan

Perbedaan frekuensi dan durasi Halusinasi sesudah distraksi antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol dianalisis menggunakan uji independent sample t test, hasil yang diperoleh dicantumkan pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4 Analisis Perbedaan Frekuensi Dan Durasi Halusinasi Sesudah Dilakukan Distraksi Antara Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol Di RSJD Provsu Medan Tahun 2014 (n=16)

Variabel Kelompok N Mean SD SE

Min-Berdasarkan Tabel 5.4 diketahui frekuensi dan durasi halusinasi sesudah dilakukan distraksi pada kelompok intervensi rata-rata 2.38, sedangkan pada kelompok kontrol rata-rata 3.25. Dan hasil uji statistik diperoleh nilai signifikan 0.314> α 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan rata-rata frekuensi dan durasi halusinasi sesudah dilakukan distraksi antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

1.2.3 PerbedaanFrekuensi Dan Durasi Halusinasi Pendengaran Sebelum Dan

(55)

Distribusi rata-rata nilai frekuensi dan durasi halusinasi klien sebelum dan sesudah intervensi dianalisis menggunakan mean, standar deviasi, nilai minimal-maksimal. Sedangkan kesetaraan antara kedua kelompok dengan menggunakan uji dependent sample t-test, dan hasilnya dicantumkan pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5 Analisis Frekuensi Dan Durasi Halusinasi Pendengaran Sebelum Dan Sesudah Diberikan Distraksi Pada Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol Di RSJD Provsu Medan Tahun 2014 (n=16)

Kelompok Variabel N Me an

SD SE t P value

1. Intervensi Frekuensi dan durasi

a. sebelum

Berdasarkan Tabel 5.5 diketahui ada perbedaan frekuensi dan durasi halusinasi pendengaran sebelum dan sesudah distraksi pada kelompok intervensi dengan nilai signifikan 0.004 < α 0.05, artinya ada pengaruh distraksi terhadap

frekuensi dan durasi halusinasi pendengaran. Berdasarkan Tabel 5.5, juga diketahui ada perbedaan frekuensi dan durasi halusinasi sebelum dan sesudah distraksi pada kelompok kontrol dengan nilai signifikan 0.033 < α 0.05. Namun

rata-rata penurunan frekuensi dan durasi pada kelompok intervensi lebih besar yaitu terlihat dari rata-rata sebelum 3.75 dan sesudah distraksi menjadi 2.38, sedangkan pada kelompok kontrol rata-rata sebelum 3.75 dan sesudah distraksi menjadi 3.25.

1.2.4 Selisih Perbedaan Frekuensi Dan Durasi Halusinasi Sebelum Dan

(56)

Selisih perbedaan frekuensi dan durasi halusinasi sebelum dan sesudah dilakukan distraksi antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol dianalisis menggunakan uji independent sample t-test dengan hasil seperti pada Tabel 5.6.

Tabel 5.6 Analisis Selisih Perbedaan Frekuensi Dan Durasi Halusinasi Sebelum Dan Sesudah Distraksi antara Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol Di RSJD Provsu Medan Tahun 2014

Variable Kelompok N Mean SD SE t p

Berdasarkan Tabel 5.6 didapatkan rata-rata selisih penurunan frekuensi dan durasi halusinasi sebelum dan sesudah distraksi pada kelompok intervensi adalah 1.38, dan pada kelompok kontrol sebesar 0.50. Dan dari hasil uji statistik diperoleh nilai signifikan 0.035 < α 0.05, sehingga disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata selisih penurunan frekuensi dan durasi halusinasi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

2. Pembahasan

Pada bagian ini peneliti akan membahas hasil penelitian terkait masalah penelitian yaitu bagaimana frekuensi dan durasi halusinasi pendengaran sebelum distraksi, bagaimana frekuensi dan durasi halusinasi sesudah dilakukan distraksi, dan bagaimana pengaruh distraksi terhadap frekuensi dan durasi halusinasi pendengaran klien.

2.1 Frekuensi Dan Durasi Halusinasi Pendengaran Klien Sebelum Dilakukan

(57)

Hasil penelitian menunjukkan frekuensi dan durasi halusinasi sebelum distraksi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol mean 3.75, hal ini berarti bahwa halusinasi pasien masih aktif dirasakan pasien. Hal ini kemungkinan karena responden berusia 25-38 tahun atau usia dewasa muda. Menurut Dadang Hawari gangguan jiwa skizofrenia biasanya mulai muncul dalam masa remaja atau dewasa muda (sebelum usia 45 tahun).

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui lama rawat pasien mayoritas lebih dari dua bulan, dengan demikian diasumsikan pasien telah memiliki kemampuan yang baik dalam mengontrol halusinasinya dengan terapi generalis halusinasi. Senada dengan hal ini, hasil penelitian Noviandi (2008 dalam Wahyuni,dkk 2011) yang mengatakan bahwa semakin lama klien dirawat maka semakin banyak klien tersebut mendapatkan terapi pengobatan dan perawatan, sehingga klien akan mampu mengontrol halusinasinya. Namun tidak sesuai dengan hasil penelitian Carolina (2008) yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan kemampuan kognitif dan psikomotor dalam mengontrol halusinasi antara pasien dengan lama rawat < 2 minggu dengan lama rawat > 2 minggu.

2.2 Frekuensi Dan Durasi Halusinasi Pendengaran Klien Sesudah Dilakukan

Distraksi

(58)

rata-rata 3.25. Hal ini menunjukan penurunan rata-rata frekuensi dan durasi terjadi pada kelompok intervensi maupun kelompok kontrol. Sesuai dengan Carrolina (2008) yang menyatakan bahwa secara kognitif kemampuan klien halusinasi untuk mengenal dan mengontrol halusinasi dapat ditingkatkan dengan adanya intervensi keperawatan. Dengan pemberian terapi generalis untuk mengontrol halusinasi, efektif untuk menurunkan halusinasi pasien.

Penurunan frekuensi dan durasi halusinasi lebih besar pada kelompok intervensi dibanding kelompok kontrol. Sebelum dilakukan distraksi rata-rata frekuensi dan durasi halusinasi pada kelompok intervensi dan keolmpok kontrol sama. Namun sesudah dilakukan distraksi rata-rata frekuensi dan durasi halusinasi pada kelompok intervensi jauh lebih rendah dibanding dengan kelompok kontrol. Hal ini kemungkinan disebabkan terjadinya pengalihan perhatian pasien dari suara halusinasinya kepada suaranya sendiri ketika pasien melakukan distraksi membaca dengan suara keras. Sesuai dengan Smith (2003 dalam Wahyuni 2010), keyakinan tentang kekuatan dan kekuasaan halusinasi akan melemah ketika pasien dilatih strategi koping untuk mengontrol halusinasi secara konsisten.

(59)

Distraksi juga secara alternatif dapat melibatkan aktivitas seperti menulis, menbaca, memainkan musik dan semua pengalihan perhatian (distraksi) berhubungan dengan perhatian (Carr, 1988 dalam Walker, King, Chan 2010). Aktivitas yang dilakukan pasien akan bermanfaat untuk mengurangi resiko halusinasi muncul lagi. Dengan beraktivitas secara terjadwal, pasien tidak akan mengalami banyak waktu luang sendiri yang seringkali mencetuskan halusinasi (Purba, Wahyuni, Daulay, Nasution 2012)

Hasil penelitian juga menunjukkan tidak ada perbedaan frekuensi dan durasi halusinasi yang bermakna antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol sesudah dilakukan distraksi (nilai signifikan 0.314> α 0.05). Hal ini diasumsikan waktu pemberian distraksi dan penilaian kembali hanya dalam waktu satu minggu sehingga belum terlihat jelas perbedaannya. Sehingga diperlukan waktu yang lebih lama untuk menjadikan distraksi menjadi suatu kebiasaan klien dalam mengontrol halusinasinya. Selain itu responden pada kelompok kontrol juga mendapat penatalaksanaan generalis halusinasi.

(60)

mendapat cognitive behavior therapy. Begitu juga hasil penelitian ini, diperoleh selisih penurunan frekuensi dan durasi lebih besar secara bermakna pada kelompok intervensi dibanding kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa distraksi sangat bermanfaat untuk menurunkan halusinasi pasien.

2.3 Pengaruh Distraksi Terhadap Frekuensi dan Durasi Halusinasi

Pendengaran

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna antara frekuensi dan durasi halusinasi pendengaran sebelum dan sesudah dilakukan distraksi pada kelompok intervensi dan juga pada kelompok kontrol. Hasil penelitian sesuai dengan penelitian Carolina (2008) yang menyatakan bahwa secara kognitif kemampuan klien halusinasi untuk mengenal dan mengontrol halusinasi dapat ditingkatkan dengan adanya intervensi keperawatan.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil uji t dependen dengan nilai signifikan 0.004 pada kelompok intervensi, sedangkan pada kelompok kontrol nilai signifikan 0.033. nilai signifikan masing-masing kelompok berada dibawah atau lebih kecil dari batas signifikan (α= 0.05). Semakin kecil nilai yang diperoleh hasilnya semakin signifikan atau semakin baik.

(61)

lainnya. Pada penelitian ini diperoleh selisih penurunan pada kelompok yang diberikan terapi generalis dan distraksi rata-rata sebesar 1.38, sedangkan pada kelompok yang hanya diberikan terapi generalis penurunannya hanya 0.50.

Hasil penelitian sesuai dengan penelitian Wahyuni (2010) dengan judul pengaruh cognitive behaviour herapy terhadap halusinasi pasien di Rumah Sakit Jiwa Pempovsu Medan, didapatkan ada perbedaan halusinasi yang bermakna sebelum dan sesudah cognitive behavior therapy. Senada dengan hal ini Slade’s dalam Ditman dan Kuperberg (2005), menemukan hasil yang menunjukkan bahwa membaca dengan suara keras menyebabkan penurunan terbesar dalam halusinasi.

Hasil penelitian yang dilakukan Nyoman, NLK, dan Wayan (2013) menunjukkan ada perbedaan yang sangat signifikan tingkat halusinasi sebelum dan setelah dilakukan TAK Stimulasi Persepsi sesi menghardik dengan nilai p= 0.005, dan juga sebelum dan setelah dilakukan TAK Stimulasi Persepsi sesi melakukan aktivitas dengan nilai p= 0.004.

(62)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

6.1.1 Karakteristik pasien berdasarkan usia rata-rata berusia 30.81 tahun, mayoritas berjenis kelamin laki-laki, dan status perkawinan tidak kawin serta tinggat pendidikan tinggi, sebagian besar bekerja, dan lebih dari setengah responden dengan lama rawat kurang dari lima bulan serta lama sakit kurang dari satu tahun.

6.1.2 Frekuensi dan durasi halusinasi pasien sebelum dilakukan distraksi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol diperoleh rata-rata yang sama yaitu 3.75.

6.1.3 Frekuensi dan durasi halusinasi pasien setelah dilakukan distraksi terdapat penurunan yang bermakna pada kedua kelompok. Namun terjadi penurunan yang lebih besar pada kelompok intervensi dari mean 3.75 menjadi 2.38 sedangkan pada kelompok kontrol dari mean 3.73 menjadi 3.25.

(63)

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, ada beberapa saran yang dapat peneliti sampaikan, sebagai berikut:

6.2.1 Aplikasi Keperawatan

6.2.1.1 Rumah Sakit hendaknya membuat program penerapan distraksi sebagai terapi tambahan bagi pasien halusinasi guna peningkatan pelaksanaan asuhan keperawatan.

6.2.1.2 Perawat jiwa sebaiknya menerapkan distraksi sebagai salah satu cara tambahan untuk mengontrol halusinasi setelah terapi generalis sehingga penanganan halusinasi lebih baik.

6.2.2 Institusi pendidikan Keperawatan

6.2.2.1 Pihak pendidikan keperawatan hendaknya menjadikan pelaksanaan distraksi menjadi salah satu kompetensi yang harus dikuasai dalam memberikan asuhan keperawatan jiwa.

(64)

6.2.3 Penelitian selanjutnya

6.2.3.1 Perlu diakukan penelitian lebih lanjut dengan memperhatikan karakteristik responden dan mengkombinasikan beberapa distraksi serta pengamatan beberapa kali.

6.3 Keterbatasan Penelitian

6.3.1 Pada penelitian ini tidak dilakukan penjaringan pasien pada semua ruang rawat inap sehingga tidak diketatui jumlah populasi sesuai kriteia penelitian.

6.3.2 Waktu pelaksanaan intervensi terlalu singkat sehingga intervensi yang diberikan belum menjadi kebiasaan pasien.

Gambar

Tabel 2.1   Tahapan Halusinasi………………………………………..
Tabel 5.1 Analisis Usia Responden Pada Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol Di RSJD Provsu Medan Tahun 2014 (n=16)
Tabel 5.2 Analisis Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Status Perkawinan, Pendidikan, Pekerjaan, Terapi, Lama Rawat, dan Lama Sakit Pada Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol Di RSJD Provsu Medan Tahun 2014 (n=16)
Tabel 5.4 Analisis Perbedaan Frekuensi Dan Durasi Halusinasi Sesudah Dilakukan Distraksi Antara Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol Di RSJD Provsu Medan Tahun 2014 (n=16)
+3

Referensi

Dokumen terkait

a) Terapis meminta pasien menceritakan apa yang dilakukan pada saat mengalami halusinasi, dan bagaimana hasilnya. Ulangi sampai semua pasien mendapat giliran. b) Berikan pujian

Bagi institusi keperawatan, penelitian ini dapat memberikan masukan berupa gambaran pengaruh terapi musik terhadap tanda dan gejala halusinasi pendengaran pada pasien

dalam bentuk kalimat. Bisa juga klien bersikap mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang yang tidak berbicara atau pada benda mati. Halusinasi dapat mempengaruhi

Pengaruh Terapi Musik Terhadap Tanda Dan Gejala halusinasi Pendengaran Pada Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Pemprovsu.. Saya Siti Eni Sahpitri, mahasiswa S1

Sedangkan menurut Keliat (1998), Isolasi sosial merupakan upaya pasien untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain maupun