• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kemampuan Pasien Mengontrol Halusinasi di Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. M. Ildrem Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kemampuan Pasien Mengontrol Halusinasi di Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. M. Ildrem Medan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Halusinasi

2.1.1 Pengertian Halusinasi

Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya

rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2001). Halusinasi merupakan

gangguan persepsi saat pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak

terjadi. Suatu penyerapan panca indera tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu

penghayatan yang dialami seperti suatu persepsi melalui panca indera tanpa

stimulus eksternal; persepsi palsu. Berbeda dengan ilusi yaitu pasien mengalami

persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa

adanya stimulus eksternal yang terjadi. Stimulus internal dipersepsikan sebagai

sesuatu yang nyata oleh pasien.

2.1.2 Jenis-Jenis Halusinasi

Pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi dengan

karakteristik tertentu, menurut Erlinafsiah (2010) diantaranya adalah :

1. Halusinasi Pendengaran : ditandai dengan mendengar suara, terutama

suara-suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang

membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk

(2)

2. Halusinasi Penglihatan : ditandai dengan adanya stimulus pengelihatan

dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun atau

panorama yang luas dan kompleks. Pengelihatan bisa menyenangkan atau

menakutkan.

3. Halusinasi Penghidu : ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan

bau yang menjijikkan seperti darah, urin atau feses. Kadang-kadang terhirup bau

harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan demensia.

4. Halusinasi Peraba : ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak

tanpa stimulus yang terlihat. Contoh: merasakan sensasi listrik yang datang dari

tanah, benda mati atau orang lain.

5. Halusinasi Pengecap : ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk,

amis dan menjijikkan.

6. Halusinasi Sinestetik : ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti

darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau

pembentukan urin.

Halusinasi dapat berwujud penginderaan kelima indera yang keliru, tetapi

yang paling sering adalah halusinasi pendengaran (auditory) dan halusinasi

pengelihatan (visual) seperti merasa mendengar suara-suara yang mengajaknya

bicara padahal tidak ada atau melihat sesuatu yang pada kenyataan tidak ada (Arif,

(3)

2.1.3 Faktor-Faktor Penyebab Halusinasi

Menurut Erlinafsiah (2010) ada dua faktor penyebab munculnya

halusinasi, yaitu faktor predisposisi dan faktor presipitasi.

2.1.3.1 Faktor Predisposisi

1. Biologis

Gangguan perkembangan dan fungsi otak, susunan syaraf-syaraf

pusat dapat menimbulkan gangguan realita. Gangguan yang mungkin

timbul adalah hambatan dalam belajar, berbicara, daya ingat dan muncul

perilaku menarik diri.

2. Psikologis

Keluarga pengasuh yang tidak mendukung (broken home,

overprotektif, dictator dan lainnya) serta lingkungan klien sangat

mempengaruhi respon psikologis klien, sikap atau keadaan yang dapat

mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah: penolakan atau

tindakan kekerasan dalam rentang kehidupan klien.

3. Sosial Budaya

Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita:

dimana terjadi kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, dan

(4)

2.1.3.2 Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi dikelompokan sebagai berikut :

1. Stress Biologis

Yaitu yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang

maladaptif termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang

mengatur proses informasi. Abnormalitas pada mekanisme pintu masuk

dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan melakukan secara

selektif menanggapi rangsangan.

2. Stres Lingkungan

Secara biologis menetapkan ambang toleransi stress yang

berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya

gangguan perilaku.

2.1.4 Tahapan Halusinasi

Halusinasi dapat dibagi menjadi beberapa tahapan (Dalami, et al, 2009),

yaitu :

Tahap Halusinasi Karakteristik Perilaku

Sleep Disorder Klien merasa banyak masalah,

ingin menghindar dari

lingkungan, takut diketahui

orang lain bahwa dirinya

Klien susah tidur dan

berlangsung secara

terus-menerus sehingga

(5)

banyak masalah. Masalah

Comforting Klien mengalami perasaan yang

(6)

dan terkadang sulit

membedakan halusinasi

dengan realita.

Controlling Klien menyerah pada halusinasi

tersebut, isi halusinasi menjadi

menarik dan klien akan merasa

kesepian jika sensori halusinasi

berhenti.

Terjadi penurunan berat badan karena klien asyik dengan halusinasinya,

terlebih jika halusinasi sudah ke tahap lanjut, maka kebutuhan nutrisi klien akan

terganggu karena halusinasi telah menguasai sehingga klien sulit untuk

(7)

b. Istirahat tidur

Klien akan mengalmi gangguan dalam kebutuhan istirahat tidur karena

klien sangat terfokus pada halusinasinya. Halusinasi akan menguasai klien dan

klien akan mengalami kecemasan dan ketegangan dan merangsang RAS

(Retikular Activating System), sehingga klien akan sulit tidur.

c. Aktivitas Sehari-hari

Klien dengan halusinasi penglihatan sulit untuk melakukan aktivitas, baik

yang berkaitan dengan perawatan diri maupun aktivitas sehari-hari karena

perhatiannya terganggu oleh halusinasi, baik pada tahap awal maupun lanjut

ketika halusinasinya telah menguasainya.

2. Kebutuhan rasa aman dan keselamatan

Tahap awal halusinasi klien merasa aman dan nyaman dengan

halusinasinya, karena klien beranggapan bahwa halusinasi dapat mengurangi

ketegangan yang dihadapinya. Namun pada tahap lanjut klien akan merasa

ketakutan karena halusinasi menguasainya.

3. Kebutuhan rasa cinta dan memiliki

Klien mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan ini yaitu dengan

membina hubungan interpersonal yang baik termasuk hubungan untuk mencintai

dan dicintai karena adanya perasaan curiga dan tidak percaya diri.

4. Kebutuhan harga diri

Klien dengan halusinasi cenderung tidak mampu melaksanakan fungsi

(8)

tidak percaya mengakibatkan klien merasa tidak berharga, tidak berguna sehingga

harga diri kien rendah.

5. Kebutuhan aktualisasi diri

Umumnya klien dengan halusinasi lihat acuh tak acuh terhadap diri sendiri

maupun lingkungan. Ini dikarenakan klien tidak dapat berhubungan dengan realita

sehingga kebutuhan aktualisasi diri tidak terpenuhi.

2.1.6 Cara Mengontrol Halusinasi

Menurut Dalami, et al (2009), untuk membantu pasien agar mampu

mengontrol halusinasi, perawat dapat melatih pasien dengan empat cara yang

sudah terbukti dapat mengendalikan halusinasi. Keempat cara mengontrol

halusinasi adalah sebagai berikut :

1. Menghardik halusinasi

Menghardik halusinasi adalah cara mengendalikan diri terhadap halusinasi

dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien dapat dilatih untuk

mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak memperdulikan

halusinasinya. Jika ini dapat dilakukan, pasien akan mampu mengendalikan diri

dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul. Ini dapat diajarkan pula oleh

keluarga dirumah untuk membantu pasien melatih menghardik halusinasinya.

2. Berbicara dengan orang lain

Berbicara dengan orang lain dapat membantu mengalihkan halusinasi.

Ketika pasien berbicara dengan orang lain, terjadi distraksi fokus perhatian pasien

(9)

Keluargalah yang sangat berperan penting dalam hal ini, keluarga dapat senantiasa

meluangkan waktunya untuk dapat berbicara dengan anggota keluarga yang

mengalami halusinasi serta sekaligus memberikan dukungan upaya mengalihkan

fokus pasien.

3. Melakukan aktivitas yang terjadwal

Untuk mengurangi resiko halusinasi muncul lagi adalah dengan

menyibukan diri melakukan aktivitas yang teratur. Dengan beraktifitas secara

terjadwal, pasien tidak akan mengalami banyak waktu luang sendiri yang sering

kali mencetuskan halusinasi. Oleh karena itu, halusinasi dapat dikontrol dengan

cara beraktifitas secara teratur dari bangun pagi sampai tidur malam. Dalam hal

ini salah satu anggota keluarga dapat membantu membuat jadwal kegiatan pada

pasien dan ikut memantau kegiatan yang dilakukan pasien tersebut. Keluarga

hendaknya menjelaskan beberapa hal seperti :

a. Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi

halusinasi.

b. Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan pasien.

c. Melatih pasien melakukan aktivitas.

d. Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang

telah dilatih. Upayakan pasien mempunyai aktivitas mulai dari bangun

pagi sampai tidur malam.

e. Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan memberikan penguatan

(10)

4. Minum obat secara teratur

Minum obat secara teratur dapat mengontrol halusinasi. Pasien juga harus

dilatih untuk minum obat secara teratur sesuai dengan program terapi dokter

sesuai penjelasan aturan minum obat yang telah dijelaskan perawat saat berobat

jalan ke rumah sakit. Pasien gangguan jiwa yang dirawat dirumah sering

mengalami putus obat sehingga pasien mengalami kekambuhan. Jika kekambuhan

terjadi, untuk mencapai kondisi seperti semula akan membutuhkan waktu. Oleh

karena itu, pasien harus dilatih dan dipandu untuk minum obat saat dirumah.

2.2 Konsep Dukungan Keluarga

2.2.1 Pengertian Dukungan Keluarga

Menurut Setiadi (2008) dalam bukunya yang berjudul “Konsep dan

Proses Keperawatan Keluarga” mendefinisikan keluarga adalah bagian dari

masyarakat yang peranannya sangat penting untuk membentuk kebudayaan yang

sehat. Menurut Sarwono (2003) dukungan adalah suatu upaya yang diberikan

kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut

dalam melaksanakan kegiatan. Dukungan keluarga didefinisikan sebagai

informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku

yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam

lingkungannya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan

keuntungan emosional dan berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dalam

(11)

karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya

(Smet, 1994).

Dukungan keluarga sangat dibutuhkan dalam perkembangan

penyembuhan halusinasi seseorang, jika dukungan keluarga diberikan pada pasien

halusinasi maka akan memotivasi pasien tersebut untuk dapat mengontrol

halusinasinya. Friedman (2012) berpendapat orang yang hidup dalam lingkungan

yang bersifat suportif, kondisinya jauh lebih baik daripada mereka yang tidak

memiliki lingkungan suportif. Dalam hal ini penting sekali bagi penderita

halusinasi untuk berada dalam lingkungan keluarga yang mendukung

kesehatannya, sehingga penderita halusinasi akan selalu terpantau kesehatannya.

2.2.2 Komponen Dukungan Keluarga

Cara untuk meningkatkan efektivitas keberadaan atau sumber potensial

terdapatnya dukungan dari keluarga yang menjadi prioritas penelitian. Keluarga

cenderung terlibat dalam pembuatan keputusan atau proses terapeutik dalam

setiap tahap sehat dan sakit para anggota keluarga yang sakit. Proses ini

menjadikan seorang pasien mendapatkan pelayanan kesehatan meliputi

serangkaian keputusan dan peristiwa yang terlibat dalam interaksi antara sejumlah

orang, termasuk keluarga, teman-teman dan para profesional yang menyediakan

jasa pelayanan kesehatan. Setiadi (2008) mengelompokkan empat jenis dukungan

(12)

1. Dukungan Emosional (Emotional Support)

Keluarga berfungsi sebagai tempat yang aman dan damai untuk

beristirahat dan memulihkan serta membantu penguasaan terhadap ketenangan

emosional. Dengan demikian seseorang yang menghadapi persoalan merasa

dirinya tidak menanggung beban sendiri, tetapi masih ada orang lain yang

memperhatikan, mau mendengar segala keluhannya, bersimpati dan empati

terhadap persoalan yang dihadapinya. Keluarga bersifat sebagai tempat

berteduh, beristirahat dan membuat seseorang merasa lebih diperhatikan dan

diurus. Dalam kaitannya dengan halusinasi, dukungan emisonal adalah bentuk

dukungan yang membuat kita merasa sangat berharga dan dapat meningkatkan

percaya diri meliputi rasa cinta dan kasih yang diungkapkan anggota keluarga

kita, perhatian dan rasa percaya bahwa pasien halusinasi akan segera sembuh

dengan kemampuan dan rasa percaya dirinya. Keluarga dapat menanyakan

bagaimana perasaan yang sedang dialami pasien pada saat ini, apakah sudah

ada perubahan lebih nyaman setelah pasien mengkonsumsi obat, dan serta

dengan memberikan perhatian, pendapat atas masalah yang sedang

dihadapinya dan keluarga pun mendampingi pasien dalam menjalani

perawatan.

2. Dukungan Penghargaan (Esteem Support)

Keluarga berfungsi sebagai umpan balik yang positif mengenai

pemecahan masalah yang merupakan suatu sumber dan pengakuan identitas

keluarga. Bentuk penghargaan yang diberikan seseorang kepada pihak lain

(13)

hubungan dukungan sosial keluarga, memberikan penilaian yang sangat

membantu dengan penilaian yang positif. Contohnya keluarga dapat

menyisihkan waktunya untuk bercerita memberikan semangat, memberikan

pujian dan penghargaan untuk setiap perkembangan penyembuhannya,

memberikan motivasi untuk kesembuhannya, dan menghargai pendapatnya

setiap kali ia berargumen agar pasien tidak merasa diacuhkan.

3. Dukungan Instrumental (Instrumental)

Keluarga merupakan sumber bantuan yang praktis dan konkrit.

Bantuan mencakup pemberian bantuan yang nyata dan pelayanan yang

diberikan secara langsung bisa membantu orang lain yang membutuhkannya.

Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan jasmaniah seperti pelayanan,

bantuan finansial dan material berupa bantuan nyata (instrumental support),

suatu kondisi benda atau jasa akan membantu memecahkan masalah praktis,

termasuk didalamnya bantuan langsung, seperti saat seseorang memberi atau

meminjamkan uang, membantu pekerjaan sehari-hari, menyampaikan pesan,

menyediakan transportasi, menjaga dan merawat saat sakit ataupun

mengalami depresi yang dapat membantu memecahkan masalah. Dukungan

nyata paling efektif bila dihargai oleh individu dan mengurangi depresi

individu. Contohnya seperti membantu pasien halusinasi dalam memenuhi

kebutuhan makan dan minum, biaya berobat dan konsultasi serta

(14)

4. Dukungan Informasi (Information Support)

Untuk dukungan informasi, keluarga dapat memberikan suatu

informasi atau penjelasan tentang situasi dan segala sesuatu yang

berhubungan dengan masalah yang sedang dihadapi oleh seseorang. Untuk

mengatasi masalah dapat dilakukan dengan cara memberikan nasehat,

anjuran, petunjuk dan masukan. Pada dukungan informasi ini keluarga dapat

bercerita tentang informasi yang diberikan dokter terkait perkembangan

penyakit pasien serta dapat menjelaskan kepada pasien setiap pasien bertanya

hal-hal yang tidak jelas tentang penyakitnya.

2.2.3 Peran Keluarga

Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh

seseorang dalam konteks keluarga yang menggambarkan seperangkat perilaku

interpersonal, sifat, kegiatan, yang berhubungan dengan individu (Setiadi, 2008).

Dalam UU kesehatan nomor 23 tahun 1992 pasal 5 menyebutkan ”Setiap orang

berkewajiban untuk ikut serta dalam memelihara dan meningkatkan derajat

kesehatan perorangan, keluarga dan lingkungan”. Dari pasal di atas jelas bahwa

keluarga berkewajiban menciptakan dan memelihara kesehatan dalam upaya

meningkatkan derajat kesehatan yang optimal. Untuk itu dalam upaya mengontrol

halusinasi pasien, peran keluarga sangatlah penting bagi pasien untuk dapat

meningkatkan kemampuannya mengontrol halusinasi. Dalam penelitian saya ini

(15)

mengontrol halusinasi dari data yang saya peroleh pada pasien rawat jalan RSJ

Referensi

Dokumen terkait

Sistem pengelolaan pendidikan, penelitian, pelayanan/ pengabdian kepada masyarakat, dan kerjasama harus terintegrasi dengan penjaminan mutu program studi untuk

Dalam pernyat aan di at as berart i, m engupdat e t abel Buku, dim ana kolom St ok y ang baru m erupakan hasil pengurangan kolom St ok yang lam a dengan kolom Kuant it as pada

[r]

Menurut Indriyo (1998:120), promosi adalah merupakan kegiatan yang ditujukan untuk mempengaruhi konsumen agar mereka dapat menjadi kenal akan produk yang ditawarkan oleh

Ashari, Hasyim (2012), “Tradisi “Berzanjen” Masyarakat Banyuwangi: Kajian.. Resepsi Sastra terhadap Teks Al-Barzanji”, Jurnal

Wardani, “Fungsionalisasi Teo ri Penganuliran ( Naskh ) dalam Tafsir al-Quran dan Hukum Islam: Sebuah Catatan Kritis”, dalam Teologia , Vo.. Wardani, “Tren -tren

Amanat adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan pengarang.

Berdasarkan survey pendahuluan untuk sistem informasi kesehatan yang ada di Puskesmas Birobuli Palu belum melakukan sistem komputerisasi sepenuhnya karena program aplikasi yang