• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Nilai-Nilai Religius Yang Terkandung Dalam Kitab Al-Barzanji

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Nilai-Nilai Religius Yang Terkandung Dalam Kitab Al-Barzanji"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Terdahulu

Penelitian tentang Barzanji sudah beberapa kali dikaji, diantaranya sebagai

berikut:

1. Penelitian yang berbentuk jurnal teknologi ini dilakukan oleh Samat dkk

dari Universitas Negeri Malaysia (2014) berjudul “Tahap pengetahuan dan

minat remaja terhadap seni barzanji dan marhaban dikalangan SMKA

negeri Johor (Malaysia)”. Kajian ini melibatkan responden seramai 328

orang pelajar tingkatan empat Sekolah Menengah Agama seluruh negeri

Johor (SMKA) iaitu SMKA Maahad Muar, SMKA Segamat, SMKA Johor

Jaya dan SMKA Bandar Penawar. Data yang diperolehi dari soal selidik

dianalisis menggunakan perisian Statistical Package for Social Sciences

windows version 20.0 (SPSS). Hasil kajian mendapati tahap pengetahuan

remaja terhadap seni barzanji dan marhaban adalah tinggi iaitu min yang

dicatatkan ialah 3.93. Tahap yang sederhana didapati pada aspek minat di

mana diperolehi min sebanyak 3.43. sedangkan peneliti mengkaji barzanji

dari sudut nilai-nilai religius yang terkandung didalamnya yang merupakan

salah satu cabang ilmu sastra.

2. Kajian terdahulu selanjutnya yang peneliti gunakan adalah skripsi Makenun

(2011) jurusan tarbiyah Program studi pendidikan agama Islam Sekolah

tinggi agama Islam negeri Salatiga dengan judul “nilai-nilai pendidikan

kepribadian generasi muda dalam kitab al-barzanji karya Ja’far bin

hasan”. Penelitian ini dilatar belakangi keinginan penulis untuk

mengungkap nilai-nilai pendidikan kepribadian yang ada pada

Rasulullah SAW. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kitab Al-Barzanji

berisi tentang puji-pujian dan penceritaan riwayat Nabi Muhammad SAW

yang biasa dilantunkan dengan irama atau nada. Sistematika kitab

(2)

rasul. Di dalamnya juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi

Muhammad serta berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan umat manusia.

Sedangkan nilai-nilai pendidikan kepribadian yang terdapat dalam kitab

tersebut adalah kesabaran menghadapi cobaan, amanah, tawadhu’,

kesederhanaan, pemaaf, bermusyawarah, menyayangi dan mengasihi orang

yang lemah, Sedangkan peneliti tidak mengkaji nilai-nilai pendidikan

melainkan mengkaji tentang nilai-nilai religius yang terkandung dalam kitab

tersebut.

3. Kajian terdahulu selanjutnya berasal dari tesis Suaibatul Aslamiyah

mahasiswi program Magister Universitas Sumatera Utara (2016) dengan

judul “Konteks Sosial dalam Teks al-Barzanji: Pendekatan Linguistik

Sistemik Fungsional”, merupakan sebuah kajian yang berupaya

menjelaskan unsur sosial apa saja yang terkandung di dalam teks al-Barzanji

tersebut. Dalam memahami konteks sosial teks al-Barzanji ini digunakan

pendekatan linguistik sistemik fungsional untuk memahami sistem arti dan

sistem bentuk ekspresi yang ada dalam teks al-Barzanji, Penelitian ini

berkaitan tentang konteks sosial teks Al-Barzanji merupakan sebuah kajian

yang berupaya menjelaskan unsur sosial apa saja yang ada di dalam teks

al-Barzanji tersebut. Dalam memahami konteks sosial teks Al-al-Barzanji ini

digunakan pendekatan linguistik sistemik fungsional untuk memahami

sistem arti dan sistem bentuk ekspresi yang ada di ada dalam teks

Al-Barzanji. Pilihan penelitian ini berkaitan dengan teks Al-Barzanji itu sendiri

yang tidak hanya sebuah “teks mati”, tetapi merupakan sebuah “teks hidup”,

yang sepenuhnya tergantung pada cara pembacaanya. Untuk memfokuskan

penelitian ini diajukan tiga pertanyaan, yaitu bagaimana konteks situasi

dalam teks Al-Barzanji, bagaimana konteks budaya dalam teks Al-Barzanji

dan bagaimana konteks ideologi dalam teks Al-Barzanji tentu saja berbeda

dengan kajian yang peneliti bahassaat ini meskipun memiliki objek yang

sama yaitu buku atau teks al-Barzanji, akan tetapi peniliti disini fokus

(3)

2.2 Landasan Teori

a. Unsur-Unsur Dalam Karya Sastra

Unsur-unsur yang membentuk karya sastra termasuk prosa terdiri dari

unsur ekstrinsik dan instrinsik.

Unsur ekstrinsik adalah isi suatu karya sastra yang berkaita dengan

kenyataan-kenyataan di luar karya sastra itu.Sedang unsur instrinsik adalah unsur

yang membangun karya sastra itu sendiri yang menyebabkan karya itu hadir.

Unsur instrinsik terdiri dari tema, alur, penokohan, latar, setting, gaya bercerita,

sudut pandang, amanat, dan lain-lain (Nurgiyantoro, 1998:23).

1. Tema

Sumardjo dan Saini mengemukakan defenisi tema adalah ide sebuah cerita

(1991:56).Sedang Hartoko dan Rachmanto mendefenisikan tema sebagai

anggapan asar umum yang menopang sebuah karya sastra, dan yang terkandung

dalam teks sebagai unsur sematis (dalam Nurgiyantoro, 1998:68).

2. Alur

Alur adalah struktur naratif bagi seluruh cerita dan harus dapat

menjalankan tugasnya dalam menyelesaikan gagasan sehingga menjadi satu

kesatuan cerita yang utuh di dalam pengesahan cerita (Sudjirman,

1991:31).Selanjutnya menurut Sudjirman, pengaluran dalam suatu cerita adalah

pengeluaran urutan penampilan peristiwa untuk memenuhi berbagai tuntutan

sehingga peristiwa itu dapat tersusun dalam hubungan sebab akibat.

3. Penokohan

Nurgiyantoro mengemukakan bahwa penokohan adalah gambaran yang

jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro,

1998:165), atau penokohan karakter adalah bagaimana cara pengarang

(4)

4. Latar / Setting

Latar atau setting mengarah pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan

lingkungan sosial tempat erjadinya peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam

Nurgiyantoro, 1998:216). Latar bukan hanya menunjukan tempat dalam waktu

tertentu, tetapi juga ada ha;-hal lainnya (Sumardjo, 1981:30). Latar meliputi

penggambaran lokasi geografis, termasuk topografi pemandangan, sampai pada

rincian perlengkapan sebuah ruangan, pekerjaan atau kesibukan sehari-hari

tokoh-tokoh, waktu berlakunya kejadian, sejarahnya, musim terjadinya, lingkungan

agama, moral, emosional para tokoh.

5. Gaya Bercerita

Gaya adalah cara khas pengungkapan seseorang dalam menyampaikan

cerita, bukan gaya bahasa. Setiap pengarang memiliki gaya yang khas dan berbeda

dengan pengarang lainnya. Gaya erat kaitannya dengan cara pandang dan berfikir

pengarang. Hal itu tercemin dalam bagaimana seseorang memilih tema, kata-kata,

persoalan, dan meninjau persoalan hingga bisa menceritakannya dalam sebuah

cerita (Sumardjo dan Saini, 1991:92).

6. Gaya Bahasa

Sudut pandang adalah hbungan ang ada diantara pengarang dengan fiktif

rekaannya, atau pengarang dengan pikiran dan perasaan para tokoh.Sudut pandang

adalah cara atau pandangan yang digunakan pengarang sebagai sarana untuk

menyajikan tokoh, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam

sebuah fiksi, kepada pembaca.

7. Amanat

Amanat adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan pengarang

pada pembaca. Akhir permasalahan ataupun jalan keluar dari permasalahan yang

timbul dalam sebuah cerita, keduanya bisa disebut amanat. Rusyana

(5)

kembali pada pembaca, moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai moral

atau pesan.

Moral menurut Nurgiyantoro terbagi atas pesan religius dan kritik sosial,

pesan religius atau nilai religius merupakan suatu nilai yang melihat aspek dari

dalam lubuk hati, riak getaran nurani pribadi, totalitas kedalaman pribadi manusia.

Dengan demikian, religius bersifat lebih mengatasi lebih dalam dan lebih luas dari

agama yang tampak formal dan resmi (Mangunwijaya, 1982: 11-2). Moral

menurut Nurgiyantoro terbagi dalam dua wujud atau bentuk, yaitu bentuk

penyampaian langsung dan penyampaian tak langsung (Nurgiyantoro, 1998:335).

Dari pendapat para pakar sastra diatas, peneliti menyimpulkan dalam

menyampaikan amanat atau pesan, pengarang prosa atau cerita rekaan

menggunakan cara penyampaian langsung (eksplisit), atau tak langsung (implisit),

kedua bentuk penyampaian itu dapat dijelaskan sebagai berikut

1. Penyampaian langsung

Penyampaian langsung identik dengan cara pelukisan watak pelaku yang

bersifat uraian, atau penjelasan (Nurgiyantoro, 1998:335). Pengarang secara

langsung mendeskripsikan perwatakan tokoh-tokoh dalam cerita dengan

“memberitahukan”. Hal itu bertujuan untuk memudahkan pembaca memahami

alur atau jalan cerita. Pengarang seakan-akan menguraikan pembaca, karena

secara langsung memberikan nasehat, tetapi sebenarnya tujuan pengarang

melakukan hal itu adalah untuk memudahkan pembaca. Pembaca tidak lagi

bersusah payah menafsirkan pesan yang ingin disampaikan pengarang, karena

bagaimanapun penafsiran pembaca tenu berlainan dengan maksud pengarang.

Karya sastra yang demikian kurang mengasah kemampuan intelektual

pembaca. Nilai-nilai yang ingin disampaikan pun kurang pada jiwa pembaca.

Oleh karena itu, pada umumnya pembaca kurang menyukai cerita dengan bentuk

penyampaian pesan demikian ini. Pembaca lebih menyukai cerita yang menuntut,

dan memaksakannya mengeluarkan kemampuan intelektualnya.

2. Penyampaian tak langsung

(6)

tidak serta merta, hanya menyiratkan, dan pembaca bebas menafsirkan pesan

tersebut melalui teks yang dibaca. Hasilnya, nilai-nilai yang ingin ditafsirkan

pengarang lebih erserap karena daya fikir kritisnya, lebih memuaskan batinnya,

dan lebih mengendap dalam jiwanya.Teknik ini menampilkan peristiwa-peristiwa,

konflik, dan tingkah laku para tokoh dalam menyisiasati hidupnya, baik yang

tampak dalam keseharian ataupun dalam fikirannya dan perasaannya. Cara ini

mungkin kurang komunikatif, pembaca belum tentu dapat menangkap apa yang

sesungguhnya dimaksud oleh pembaca. Banyaknya kemungkinan terjadinya

penafsiran pembaca terhadap karya-karya sastra dipandang sebagai suatu

kelebihan dari karya itu (Nurgiyantoro, 1998:339). Hal itu pulalah yang

menyebabkan suatu karya sastra tidak pernah ketinggalan zaman.

Karya sastra adalah karya estetis yang memiliki fungsi menghibur,

memberikan kenikmatan emosional, dan intelektual kepada pembacanya.Untuk

mampu berperan seperti itu, karya sastra harus memiliki kepaduan yang utuh

diantara semua unsur penyusunannya.

a. Nilai-Nilai Religius dan Religiusitas Dalam Karya Sastra 1) Nilai-Nilai religius

Religion atau agama, menurut (Koentjaraningrat, 1984:65) adalah salah

satu sistem religi. Sebagai contoh system religi adalah Shinto dan Konfusianisme.

Tetapi di Indonesia religion atau agama atau agama hanya dipakai bila orang

menyebut salah satu sistem religir yang keberadaannya sudah diakui secara sah

oleh pemerintah sebagai suatu agama system religi itu adalah Islam, Kristen,

Khatolik, Hindu, dan Budha. Menurut KBBI religi ialah kepercayaan akan adanya

kekuatan adi kodrati diatas manusia, sedangkan religius ialah bersifat religi,

bersifat keagamaan yang bersangkut paut degan religi (KBBI, 1995:830).

Sosiolog memandang Agama sebagai alat wadah alamiah yang megatur

pernyataan iman diforum terbuka atau dalam system sosial masyarakat dan

manifestasinya dapat disaksikan dalam bentuk khotbah-khotbah, doa-doa dan

(7)

Sudut femologis, (Mangunwidjaya, 1984:82) menjelaskan bahwa agama

lebih menitikberatkan pada kelembagaan yang mengatur tata cara penyembuhan

manusia kepada penciptaanya dan mengarah pada aspek kuantitas sedangkan

religiusitas lebih menekankan pada kualitas manusia beragama. Masih menurut

Mangunwidjaja, Agama dan religiusitas merupakan kesatuan yang saling

mendukung dan melengkapi, karena keduanya merupakan kesatuan yang saling

mendukung dan melengkapi, karena keduanya merupakan konsekuensi logis

kehidupan manusia yang diibaratkan selalu mempunyai dua kutub, yaitu

kehidupan pribadi dan kebersamaannya di tengah masyarakat.

Sebagai suatu kritik, religiusitas dimaksudkan sebagai pembuka jalan agar

kehidupan orang beragama menjadi semakin intens. Bagi orang yang beragama,

intensitas itu tidak dapat dipisahkan dari keberhasilannya untuk membuka diri

terus menerus terhadap pusat kehidupan. Inilah yang disebut dengan religiusitas

sebagai inti kualitas hidup manusia, karena ia adalah dimensi yang berada dalam

lubuk hati dan sebagai getaran murni pribadi (Mangunwidjaja, 1982:11-15).

Dari pendapat-pendapat di atas, religiusitas sama pentingnya dengan

ajaran agama tertentu, religiusitas mencakup seluruh hubungan dan konsekuensi,

yaitu antara manusia dengan penciptanya dan dengan sesamanya di dalam

kehidupan sehari-hari.

2) Jenis Dan Wujud Religiusitas

Tujuan mengapresiasikan prosa adalah unuk menemukan pesan yang ingin

disampaikan pengarang. Jika suatu karya rekaan mengandung pesan religius,

sebenarnya di situ terkandung lebih dari satu ajaran religius yang bisa

diamalkan.Jenis dan wujud religiusitas yang bisa diamalkan. Jenis dan wujud

religiusitas yang terdapat dalam karya sastra, bergantung pada keyakinan, minat

pengarang, religiusitas dapat mencakup masalah yang cukup luas, meliputi

masalah hidup dan kehidupan, menyangkut masalah harkat dan martabat manusia,

(8)

Masalah religiusitas yang akan dikaji dalam penelitian ini meliputi

berbagai macam hubungan. Menurut (Pujiono, 2006:17-18) hubungan-hubungan

tersebut meliputi:

1. Hubungan manusia dengan tuhan.

Manusia sebagai makhluk ciptaan, pastilah sangat erat kaitannya dengan

penciptanya, wujud dari hubungan itu bisa berubah do’a-do’a ataupun

upacara-upacara. Doa dan upacara tersebut dilakukan oleh manusia, karena suatu

kesadaran atau rasa sadar bahwa semua yang ada di alam raya ini ada yang

menciptakan.

2. Hubungan manusia dengan lingkungan dan masyarakat.

Nilai kehidupan dalam hubungan manusia dengan lingkungan dan

masyarakatnya, menampilkan nilai-nilai sebagai berikut, 1) gotong-royong, 2)

musyawarah, 3) kepatuhan pada adab dan kebiasaan, 4) cinta tanah kelahiran, atau

lingkungan tempat menjalani kehidupan. Keempat nilai itu memperhatikan

bagaimana individu-individu akan selalu berhubungan satu sama lain nya dalam

suatu kelompok. Kelompok tersebut adalah masyarakat, dan individu sebagai

anggotanya akan selalu mematuhi dan mentaati segala aturan yang berlaku di

dalamnya. Hal itu dilakukan sebagai bentuk pengikatan diri, dan sebagai sarana

pertahanan diri.

3. Hubungan sesama manusia.

Manusia adalah makhluk sosial. Kehidupan manusia dimuka bumi tidak

akan pernah lepas dari manusianya lainnya. Dalam hubungan dengan sesama

manusia, kedua belah pihak saling membutuhkan, saling bekerja sama, tolong

menolong, hormat menghormati, dan menghargai. Walaupun sesama manusia

dapat terjadi karena adanya benturan kepentingan atau perbedaan kepentingan

diantara mereka.

4. Hubungan manusia dengan dirinya

Selain sebagai makhluk sosial, manusia juga makhluk pribadi yang telah

mengutamakan kepentingannya sendiri, sebagai makhluk pribadi, manusia

mempunyai hak untuk menentukan sikap, pandangan hidup, perilaku sesuai

(9)

untuk menentukan keinginan sendiri itulah yang mencerminkan hubungan

manusia dengan dirinya sendiri.

Jenis-jenis hubungan itu masing-masing dapat dirinci lebih detail lagi

dalam bentuk yang lebih khusus. Sebuah prosa atau karya sastra lainnya dapat

mengandung lebih dari satu hubungan tersebut bahkan keempat-empatnya dapat

terangkum dalam satu prosa.

Dalam menjelaskan hubungan-hubungan di atas, Nurgiyantoro (1998:335)

membaginya dalam dua wujud hubungan atau bentuk hubungan, yaitu bentuk

penyampaian langsung, penyampaian tak langsung. Pemilihan tersebut hanya

untuk praktisnya saja, karena pada prosa atau karya sastra lainnya, ada pesan yang

tidak bisa dikategorikan pada salah satu bentuk hubungan itu.

Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup

pengarang yang bersangkutan dan pandangan tentang nilai-nilai kebenaran.

Melalui cerita, sikap, dan tingkah laku para tokoh itu pembaca diharapkan dapat

mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan. Moral dalam karya

sastra dapat dipandang sebagai amanat, pesan, message. Bahkan unsur amanat

itulah sebenarnya merupakan gagasan yang mendasari diciptakannya karya sastra

sebagai pendukung pesan (Nurgiyantoro, 1995:321).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 856) pesan adalah

perintah, nasihat, permintaan, amanat yang disampaikan lewat orang lain. Moral

adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap,

kewajiban, akhlak, budi pekerti dan lain-lain.

Dalam sastra, pesan moral dipandang sebagai amanat yang disisipkan

dalam cerita yang biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan

dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis dan dapat dilihat dari cerita.

Beberapa bagian dalam cerita sengaja diberikan pengarang kepada pembaca

dengan tujuan pembaca mengetahui amanat dalam cerita. Beberapa bagian ini

pada umumnya berisi tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah

kehidupan, seperti tingkah laku, sikap dan kesopanan dalam kehidupan.

(10)

yang lainnya. Oleh karena itu, kehadiran karya sastra yang merupakan

representase kehidupan masyarakat tentunya membawa pesan-pesan moral

sebagai salah satu amanat yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca.

Melalui karya sastra pengarang mengungkapkan gagasan tertentu berdasarkan

lingkungan, budaya, pendidikan, dalam situasi tertentu yang mempengaruhi

pikirannya. Prosa sebagai salah satu genre sastra merupakan alat untuk

menyampaikan reaksi pengarang terhadap sesuatu yang dilihat, dirasa dan

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian skripsi ini adalah untuk mengetahui pesan moral, pesan religius, dan kritik sosial serta tujuan yang ingin disampaikan pengarang melalui pesan tersebut..

Ajaran moral yang disampaikan secara langsung, ajaran moral yang ingin disampaikan, atau diajarkan kepada pembaca secara langsung dan eksplisit (bersifat komunikatif) sehingga

Nilai (amanat) = pesan atau nasihat yang ingin disampaikan pengarang melalui

Melalui amanat, pengarang dapat menyampaikan sesuatu, baik hal yang bersifat positif maupun negatif. Dengan kata lain, amanat adalah pesan yang ingin disampaikan

Pesan moral dalam karya sastra adalah amanat yang ingin disampaikan kepada pembaca mengenai baik buruk perilaku manusia yang hidup dalam masyarakat dengan tujuan memberikan

Jenis atau wujud nilai moral terdapa dalam karya sastra bergantung pada keyakinan,keinginan,dan pesan yang mau disampaikan oleh pengarang yang mau disampaikan oleh

Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan penulis cerita kepada penonton atau.

Adalah pesan moral yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Abstrak adalah ringkasan atau inti cerita yang akan dikembangkan menjadi rangkaian peristiwa. Orientasi