BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Analisis Kemampuan
Kemampuan menyimak manusia sangat terbatas. Manusia yang sudah terlatih baik dan
sering melaksanakan tugas-tugas menyimak, disertai kondisi fisik dan mental yang prima,
hanya dapat menangkap isi simakan maksimal 50%. Kemampuan menyimak pun sangat
penting dimiliki dalam upaya mereka menyerap informasi.
Kemampuan Adalah kata yang juga mendapat imbuhan ke-an, dengan kata dasar mampu
yang berarti sanggup. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamisa ( 1977: 523 ) bahwa ‘
Kemampuan adalah kesanggupan atau kekuatan yang dimiliki untuk melakukan sesuatu.
Dalam kaitan dengan kemampuan menyimak ini, Chamdiah dkk. (1987:3) menyatakan
bahwa siswa harus mampu mengingat fakta-fakta sederhana, mampu menghubungkan
serangkaian fakta dari pesan yang didengarnya, dan menafsirkan makna yang terkandung
dalam pesan lisan yang didiengarnya. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Tarigan
(1990:58) menyimak bukan hanya sebatas mendengar (hearing) saja, tetapi memerlukan
kegiatan lainnya yakni memahami (understanding) isi pembicaraan yang disampaikan oleh si
pembicara. Lebih jauh lagi diharapkan dalam menafsirkan (interpreting) butir-butir pendapat
yang disimaknya baik tersurat maupun yang tersirat. Kegiatan selanjutnya dalam proses
menyimak adalah kegiatan mengevaluasi (evaluating). Pada kegiatan ini si penyimak menilai
gagasan baik dari segi keunggulan maupun dari segi kelemahannya. Kegiatan akhir yakni
menanggapi (responding). Pada tahap akhir ini penyimak menyembut, mencamkan,
menyerap, serta menerima gagasan yang dikemukakan oleh sipembicara.
Keterampilan menyimak merupakan bagian dari keterampilan berbahasa yang sangat
Anak kecil yang mulai belajar berbahasa dimulai dengan menyimak rentetan bunyi yang
didengarnya,belajar menirukan,kemudian mencoba untuk menerapkannya dalam
pembicaraan. Setelah masuk sekolah,anak tersebut belajar membaca dari mengenal huruf atau
bunyi bahasa yang diperlihatkan oleh guru sampai pada mengucapkan bunyi-bunyi bahasa
atau kegiatan menirukan bunyi-bunyi bahasa tersebut. Pada situasi ini,anak sudah mulai
menulis. Demikian seterusnya sampai anak bisa mengutarakan isi pikiran melalui bahasa
lisan maupun bahasa tulisan,dan mampu memahami isi pikiran orang lain yang diungkapkan
melalui bahasa lisan maupun bahasa tulisan.
2.2 Pengertian Menyimak
Kemampuan menyimak manusia sangat terbatas. Manusia yang sudah terlatih baik dan
sering melaksanakan tugas-tugas menyimak, disertai kondisi fisik dan mental yang prima,
hanya dapat menangkap isi simakan maksimal 50%. Kemampuan menyimak pun sangat
penting dimiliki dalam upaya mereka menyerap informasi.
Dalam kaitan dengan kemampuan menyimak ini, Chamdiah dkk. (1987:3) menyatakan
bahwa siswa harus mampu mengingat fakta-fakta sederhana, mampu menghubungkan
serangkaian fakta dari pesan yang didengarnya, dan menafsirkan makna yang terkandung
dalam pesan lisan yang didengarnya. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Tarigan (1990:58)
menyimak bukan hanya sebatas mendengar (hearing) saja, tetapi memerlukan kegiatan
lainnya yakni memahami (understanding) isi pembicaraan yang disampaikan oleh si
pembicara. Lebih jauh lagi diharapkan dalam menafsirkan (interpreting) butir-butir pendapat
yang disimaknya baik tersurat maupun yang tersirat. Kegiatan selanjutnya dalam proses
menyimak adalah kegiatan mengevaluasi (evaluating). Pada kegiatan ini si penyimak menilai
menanggapi (responding). Pada tahap akhir ini penyimak menyembut, mencamkan,
menyerap, serta menerima gagasan yang dikemukakan oleh sipembicara.
Keterampilan menyimak merupakan bagian dari keterampilan berbahasa yang sangat
esensial,sebab keterampilan menyimak merupakan dasar untuk menguasai suatu bahasa.
Anak kecil yang mulai belajar berbahasa dimulai dengan menyimak rentetan bunyi yang
didengarnya,belajar menirukan,kemudian mencoba untuk menerapkannya dalam
pembicaraan. Setelah masuk sekolah,anak tersebut belajar membaca dari mengenal huruf atau
bunyi bahasa yang diperlihatkan oleh guru sampai pada mengucapkan bunyi-bunyi bahasa
atau kegiatan menirukan bunyi-bunyi bahasa tersebut. Pada situasi ini,anak sudah mulai
menulis. Demikian seterusnya sampai anak bisa mengutarakan isi pikiran melalui bahasa
lisan maupun bahasa tulisan,dan mampu memahami isi pikiran orang lain yang diungkapkan
melalui bahasa lisan maupun bahasa tulisan.
Pengertian menyimak menurut Tarigan (1987:28) Menyimak adalah suatu proses
kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh
perhatian,pemahaman,apresiasi,serta interpretasi untuk memperoleh informasi,menangkap isi
atau pesan serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan oleh sang pembicara
melalui ujaran atau bahasa lisan. Dan pengertian menyimak menurut Djago Tarigan (1986)
Menyimak dapat dikatakan mencakup menden gar,
mendengarkan dan disertai usaha pemahaman. Pada peristiwa menyimak ada unsur
kesengajaan, direncanakan dan disertai dengan penuh perhatian dan minat. Dalam kehidupan
sehari-hari kegiatan menyimak tak pernah terlewati. Secara sadar atau tidak sadar perbuatan
menyimak yang dilakukan mempunyai tujuan tertentu. Menyimak dilakukan untuk
memperoleh informasi,menangkap isi atau pesan,dan memahami komunikasi
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia ( 1988: 840 ) “ Menyimak adalah
Menurut Achsin ( 1981 : 3 ) mengatakan :
Menyimak tergolong kegiatan mental yang kreatif lebih aktif daripada mendengar. Di
dalamnya terdapat proses mental ( psikis ) dalam strata, Mulai dari Proses mengidentifikasi
bunyi, proses penyusunan pemahaman dan penafsiran sampai ke proses penggunaan dan
penyimpanan bunyi yang diterima itu.
Menyimak pada hakikatnya adalah mendengarkan atau memahami bahan simakan.
Karena itu dapatlah disimpulkan bahwa“tujuan utama menyimak adalah
menangkap,memahami,atau menghayati pesan, ide, gagasan yang tersirat dalam bahan
simakan (Tarigan,1991:4). Seperti yang diketahui bahwa tujuan menyimak adalah untuk
memperoleh informasi,menangkap isi,serta memahami makna komunikasi yang hendak
disampaikan sang pembicara melalui ujaran. Inilah yang merupakan tujuan
umum.Disamping tujuan umum itu terdapat pula berbagai tujuan khusus,yang menyebabkan
adanya aneka ragam menyimak.
Berdasarkan Pendapat para ahli tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa menyimak
adalah suatu proses kegiatan mendengarkan dengan penuh perhatian apa yang diucapkan
oleh si penutur untuk memperoleh ide, atau pesan yang akan disampaikan kepada si
pendengar. Selama ini mungkin orang beranggapan bahwa proses mendengar dengan
mendengarkan mungkin sama saja yaitu sama-sama untuk mendengarkan pembicaraan
orang lain. Tetapi dalam hal ini dibedakan proses mendengar dan mendengarkan.
Perlu diketahui sebagai penambah cakrawala pengetahuan bahwa para pakar
mengkatkan atau memperkirakan 85% dari apa yang diketahui insan manusia berasal dari
hasil menyimak. Tetapi yang diingat bahwa menyimak hanya kira-kira 20% dari yang
didengar. Banyak orang yang tidak memahami bahwa menyimak itu sama aktifnya dengan
berbicara dalam beberapa hal menyimak itu jauh lebih rumit dan sulit.
Menyimak berarti mendengarkan (memperhatikan) baik-baik apa yang diucapkan atau
mendengar. Didalamnya terdapat proses mental (psikis) dalam berbagai strata, mulai dari
proses mengidentifikasi bbunyi, proses penyusunan pemahaman dan penafsiran sampai ke
proses penggunaan dan penyimpanan bunyi yang diterima itu.
Menyimak menuntut perhatian, pikiran, penalaran, penafsiran serta imajinasi dari sang
penyimak. Sang penyimak tidak hanyak memusatkan perhaiannya pada kata-kata yang
diucapkan itu sendiri teapi juga pada nada-nada ucapan sang pembicara. Pola-pola Infleksi
bahasa yang dipakai, dan lambang-lambang non verbal seperti ekspresi wajah, gerakan atau
mimik. Para penyimak yang dianggap akan hal-hal seperti itu jelas akan lebih mudah
menangkap dan memahami ide-ide si pembicara.
2.2.1 Jenis – Jenis Menyimak
Secara garis besar Tarigan (1983;22) membagi menyimak menjadi dua jenis yakni:
A. Menyimak Ekstensif
Menyimak ekstensif adalah proses menyimak yang dilakukan dalam kehidupan
sehari-hari, seperti: menyimak radio, televisi, percakapan orang di pasar, pengumuman, dan
sebagainya. Menyimak siperti ini sering pula diartikan sebagai kegiatan menyimak yang
berhubungan dengan hal-hal yang umum dan bebas terhadap suatu bahasa. Dalam prosesnya
di sekolah tidak perlu langsung di bawah bimbingan guru. Pelaksanaannya tidak terlalu
dituntut untuk memahami isi bahan simakan. Bahan simakan perlu dipahami secara sepintas,
umum, garis besarnya saja atau butir-butir yang penting saja. Jenis menyimak ekstensif dapat
dibagi menjadi empat
1. Menyimak sekunder
Menyimak sekunder adalah sejenis mendengar secara kebetulan, maksudnya
Contoh : Achank sedang mencuci motor tanpa sadar ia mendengar Ibunya bercerita di
teras dengan tetangganya.
2. Menyimak estetik
Menyimak estetik penyimak duduk terpaku menikmati suatu pertunjukkan misalnya,
lakon drama, cerita, puisi, baik secara langsung maupun melalui radio. Secara
imajinatif penyimak ikut mengalami, merasakan karakter dari setiap pelaku
3. Menyimak pasif
Menyimak pasif merupakan penyerapan suatu bahasa tanpa upaya sadar yang
biasanya menandai upaya penyimak.
Contoh : Tukang Becak yang biasa mengantar turis secara tidak langsung pandai
berkomunikasi menggunakan bahasa asing.
4. Menyimak sosial
Menyimak ini berlangsung dalam situasi sosial, misalnya orang mengobrol,
bercengkrama mengenai hal-hal menarik perhatian semua orang dan saling menyimak
satu dengan yang lainnya, untuk merespon yang pantas, mengikuti bagian-bagian
yang menarik dan memperlihatkan perhatian yang wajar terhadap apa yang
dikemukakan atau dikatakan orang.
B.Menyimak Intensif
Menyimak intensif adalah kegiatan menyimak dengan penuh perhatian, ketentuan dan
ketelitian sehingga penyimak memahami secara mendalam. Jenis menyimak seperti ini
dibagi atas beberapa jenis, yaitu :
1. Menyimak kritis
Menyimak dengan cara ini bertujuan untuk memperoleh fakta yang diperlukan.
Penyimak menilai gagasan, ide, informasi dari pembicara.
2. Menyimak introgatif
selektivitas, pemusatan perhatian karena penyimak akan mengajukan pertanyaan
setelah selesai menyimak.
3. Menyimak penyelidikan
Menyimak eksploratori atau menyimak penyelidikan adalah sejenis menyimak dengan
tujuan menemukan;
• Hal-hal baru yang menarik,
• Informasi tambahan mengenai suatu topik,
• Isu, pergunjingan atau buah bibir yang menarik
4. Menyimak kreatif
Menyimak kreatif mempunyai hubungan erat dengan imajinasi seseorang. Penyimak
dapat menangkap makna yang terkandung dalam puisi dengan baik karena ia
berimajinasi dan berapresiasi terhadap puisi itu.
5. Menyimak konsentratif
Menyimak konsentratif merupakan kegiatan untuk menelaah pembicaraan/hal yang
disimaknya. Hal ini diperlukan konsentrasi penuh dari penyimak agar ide dari
pembicara dapat diterima dengan baik.
6. Menyimak selektif
Menyimak selektif adalah kegiatan menyimak yang dilakukan dengan menampung
aspirasi dari penutur / pembicara dengan menyeleksi dan membandingkan hasil
simakan dengan hal yang relevan.
2.3 Drama
Jenis (genre) sastra adalah mata rantai yang menghubungkan karya sastra individual
dengan kesemestaan. Akibatnya, pembaca sering memberi makna pada sebuah teks menurut
harapannya dan pemahaman tentang sistem konvensi yang dianggap ada pada karya tertentu”
(Scholes, 1974:128). Menurut Waluyo (2006:2) “drama berasal dari bahasa yunani draomai
menyebutkan bahwa drama adalah semua bentuk tontonan yang mengandung cerita yang
dipertunjukan didepan orang banyak.
Pengarang menulis drama itu dengan membayangkan action dan ucapan para aktor di atas
panggung. Jadi, dialog dan action itu adalah bagian yang sangat penting. Dengan demikian,
setiap usaha analisis drama harus dilandasi kesadaran bahwa sebuah karya drama memang
ditulis untuk dipentaskan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Tambayong (Addin 2009: 9)
menyatakan bahwa “drama adalah cerita yang unik. Ia bukan hanya untuk dibaca, melainkan
untuk dipertunjukkan sebagai tontonan”.
Tarigan(1984:71) Mengatakan bahwa
prosa disusun buat pertunjukan dan dimaksimalkan untuk memotret kehidupan atau tokoh
suatu cerita dengan gerak dan biasanya dengan dialog yang bermaksud memetik beberapa hal
berdasarkan cerita dan sebagainya yaitu lakon. Direncanakan atau disusun sedemikian rupa
untuk dipertunjukkan oleh pelaku di atas pentas.
2.3.1 Unsur Intristik
1.
sebagai dasar untuk dipentaskan. Dengan demikian tujuan drama bukanlah untuk dibaca
seperti orang membaca novel atau puisi. Pokok drama ialah cerita yang membawakan
tema tertentu, diungkapkan oleh dialog dan perbuatan para pelakunya. Dialog dalam
drama ini dapat berbentuk bahasa prosa. Adapun drama terdiri dari Unsur Instrinstik dan
unsur ekstrinstik. Unsur Intristik adalah unsur-unsur pembangun karya sastra yang dapat
ditemukan didalam karya sastra itu sendiri. Adapun unsur-unsur Intristik drama yaitu
A. Tema
Adapun unsur yang paling penting yang harus diinterpretasi dalam analisis sebuah
diartikan pula sebagai dasar cerita yang ingin disampaikan oleh penulisnya ( Lutters,
2006:41). Tema drama harus disesuaikan dengan penonton. Jika drama ditujukan kepada
pelajar, maka tema ceritanya harus sarat dengan pendidikan. Jangan sampai tema yang
disajikan justru menjerumuskan pelajar sebagai penonton pada hal-hal yang tidak edukatif.
Sebuah karya sastra yang diciptakan haruslah memiliki dasar atau tema yang merupakan
sasaran utama dalam karya sastra. Tanpa adanya tema dalam sebuah cerita maka belum
dikatakan sempurna dan tidak jelas akan maknanya. Meskipun pengarang dalam
penceritaannya tidaklah menjelaskan apa tema ceritanya secara jelas.
“Menurut Tarigan (Delursman, 1996:9) tema adalah pandangan hidup yang tertentu atau
peranan tertentu yang mengenai kehidupan atau rangkaian nilai-nilai tertentu yang
membentuk serta membangun dasar atau gagasan utama dari suatu karya sastra”. Selanjutnya
“Waluyo (2006:26) menyebutkan bahwa tema merupakan struktur dalam dari sebuah karya
sastra”. Dengan demikian pada saat menyusun sebuah tema atau pada saat menentukan
sebuah tema untuk sebuah karangan ada dua unsur yang paling dasar perlu diketahui yaitu
topik atau pokok pembicaraan dan tujuan yang akan dicapai melalui topik.
B.Alur Cerita ( plot )
Plot atau alur adalah pola dasar dari kejadian-kejadian yang membangun aksi yang
penting dalam sebuah drama. Plot drama harus dibangun mulai dari awal, lalu terdapat
kemajuan-kemajuan dan penyelesaian masalah yang diberikan kepada penonton. Plot
menjelaskan bagaimana sebuah kejadian mempengaruhi kejadian yang lain dan mengapa
orang-orang yang ada didalamnya berlaku seperti itu ( Suban,2009 :79 ).
Somad ( 2008: 149 ) menjabarkan alur menjadi beberapa bagian berikut.
1. Eksposisi / introduksi merupakan pergerakan terhadap konflik melalui dialog-dialog
pelaku.
3. Klimaks merupakan pergumulan konflik atau ketegangan yang telah mencapai
puncaknya dalam cerita.
4. Antiklimaks merupakan konflik mulai menurun atau masalah dapat diselesaikan.
5. Konklusi merupakan akhir peristiwa atau penentuan terhadap nasib pelaku utama.
C.Latar cerita ( setting )
Lutters (2006: 56 ) menjelaskan bahwa setting cerita adalah lokasi tempat cerita ini
ingin ditempatkan atau diwadahi. Setting dibagi menjaadi dua, yaitu media/ tempat dan
budaya. Latar Suatu peristiwa kejadian yang terjadi dalam kehidupan selalu terjadi di
suatu tempat tertentu sesuai dengan kejadian atau peristiwa tertentu, dalam waktu
tertentu, serta latar belakan situasi tertentu. Demikian pula halnya peristiwa-peristiwa yang
terdapat dalam teks drama akan terjadi di suatu tempat, dalam waktu tertentu, yang
diistilahkan dengan latar. Hal ini sesuai dengan dengan pendapat yang dikemukakan oleh
“Abrams (Esten, 1990:90) menyebutkan bahwa latar karya cerita atau karya drama adalah
tempat secara umum dan waktu (masa) di mana saksi-saksi terjadi”. Menurut Esten
(1990:92) juga mengatakan bahwa “latar adalah lingkungan, terutama lingkungan rumah
tangga, dapat merupakan menotomi, atau metafora, pernyataan dan perwujudan dari
watak”. Latar merupakan salah satu unsur yang penting dalam struktur karya sastra fiksi
seperti dalam struktur novel, roman, cerpen dan drama yang memperlihatkan suatu
hubungan yang saling berkaitan dengan unsur-unsur struktur lainnya. Latar berfungsi
untuk mengembangkan cerita dalam rangka mewujudkan alur atau tema dan unsur lainnya
dalam suatu karya sastra fiksi.
D.Tokoh dan Penokohan
Terjadinya konflik atau peristiwa dalam sebuah drama, seperti halnya peristiwa dalam
kehidupan sebenarnya, selalu ditimbulkan oleh pelaku-pelaku tertentu, baik berupa
memerankan karakter yang berbeda-beda sesuai dengan karakter yang ada di dalam
karya fiksi. Hal ini untuk menunjukan adanya perbedaan sikap atau perwatakan antara
pelaku yang satu dengan yang lainnya. Pelaku-pelaku dalam sebuah karya fiksi
khususnya drama juga memiliki perwatakan yang berbeda hal ini dapat diistilahkan
dengan tokoh. Menurut Wiyatmi (2009:30) “tokoh adalah para pelaku yang terdapat
dalam sebuah fiksi”.
Penokohan/ karakter pelaku utama adalah pelukisan karakter/ kepribadian pelaku
utama. Lutters ( 2006 : 81 ) membagi tokoh / peran menurut sifatnya dalam tiga hal
berikut.
1. Peran protagonis
Peran protagonis adalah peran yang harus mewakili hal-hal yang positif dalam kebutuhan
cerita. Peran ini biasanya cenderung menjadi tokoh yang disakiti, baik, dan menderita
sehingga akan menilbulkan simpati bagi penontonnya. Peran protagonis ini biasanya
menjadi tokoh sentral, yaitu tokoh yang menentukan gerak adegan.
2. Peran Antagonis
Peran antagonis adalah kebalikan dari peran protagonis. Peran ini adalah peran yang
harus mewakili hal-hal negatif dalam kebutuhan cerita. Peran ini biasanya cenderung
menjadi tokoh yang menyakiti tokoh protagonis. Dia adalah tokoh yang jahat sehingga
akan menimbulkan rasa benci atau antipasi penonton.
3. Peran Tritagonis
Peran tritagonis adalah peran pendamping, baik untuk peran protagonis maupun
antagonis. Peran ini bisa menjadi pendukung atau penentang tokoh sentral, tetapi juga
bisa menjadi penengah atau perantara tokoh sentral. Posisinya menjadi pembela tokoh
4. Amanat
Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan penulis cerita kepada penonton atau
penikmat drama. Amanat yang hendak disampaikan pengarang melalui cerita harus dicari
oleh pembaca. Menurut Sumardjo dan Saini (1997:56) “menyatakan bahwa amanat adalah
ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui karyanya”.
Seorang pengarang cerita ada atau tidak sadar pasti akan menyampaikan amanat dalam
karyanya itu. Pembaca cukup teliti akan menangkap apa yang tersirat dalam yang tersurat.
Jika tema karya sastra berhubungan dengan arti dari karya sastra itu, maka amanat
berhubungan dengan makna dari karya itu.
5. Sudut pandang
Sudut pandang adalah tempat dimana seorang pengarang melihat sesuatu. Sudut
pandang ini tidak diartikan sebagai penglihatan atas sesuatu barang dari atas atau dari
bawah, tetapi bagaimana kita melihat barang itu dengan mengambil suatu posisi
tertentu. Wiyanto ( 2002 : 29 ) membagi sudut pandang sebagai berikut.
a. Sudut pandang orang pertama, sudut pandang ini biasanya menggunakan kata
ganti aku atau saya. Dalam hal ini pengarang seakan-akan terlibat dalam cerita
dan bertindak sebagai tokoh cerita.
b. Sudut pandang orang ketiga, sudut pandang ini biasanya menggunakan kata
ganti orang ketiga seperti dia, ia atau nama orang yang dijadikan sebagai titik
berat cerita.
c. Sudut pandang pengamat serba tahu, Dalam hal ini pengarang bertindak
seolah-olah mengetahui segala peristiwa yang dialami tokoh dan tingkah laku
tokoh
2.3.2 Unsur Ekstrinstik
a. Biografi Pengarang
Seorang pengarang karya sastra, harus dapat menjiwai isi karangan yang dibuat.
b. Psikologi
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dan binatang. Psikologi juga
dikatakan ilmu berkaitan dengan proses-proses mental yang normal maupun yang tidak
normal dan pengaruhnya pada perilaku atau ilmu pengetahuan tentang gejala dan berbagai
kegiatan jiwa. Jadi seorang pengarang harus mampu menguasai psikologi karangan sastra
yang dibuatnya.
c. Sosiologi
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari berbagai struktur sosial dan
proses-proses sosial. Pengarang menulis drama juga dipengaharui oleh status lapisan masyarakat