• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Kemampuan Menyimak ( Unsur Instrinstik ) Cerita Film ‘Sinbad: The Legend Of Seven Seas سنباد اسطوزة البحر السبعة / SYNBĀD ASṭŪZATU AL-BAḥRI AL-SAB’ATI / Pada Mahasiswa Program Studi Bahasa Arab Tahun Ajaran 2011 Universi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Kemampuan Menyimak ( Unsur Instrinstik ) Cerita Film ‘Sinbad: The Legend Of Seven Seas سنباد اسطوزة البحر السبعة / SYNBĀD ASṭŪZATU AL-BAḥRI AL-SAB’ATI / Pada Mahasiswa Program Studi Bahasa Arab Tahun Ajaran 2011 Universi"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Analisis Kemampuan

Kemampuan menyimak manusia sangat terbatas. Manusia yang sudah terlatih baik dan

sering melaksanakan tugas-tugas menyimak, disertai kondisi fisik dan mental yang prima,

hanya dapat menangkap isi simakan maksimal 50%. Kemampuan menyimak pun sangat

penting dimiliki dalam upaya mereka menyerap informasi.

Kemampuan Adalah kata yang juga mendapat imbuhan ke-an, dengan kata dasar mampu

yang berarti sanggup. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamisa ( 1977: 523 ) bahwa ‘

Kemampuan adalah kesanggupan atau kekuatan yang dimiliki untuk melakukan sesuatu.

Dalam kaitan dengan kemampuan menyimak ini, Chamdiah dkk. (1987:3) menyatakan

bahwa siswa harus mampu mengingat fakta-fakta sederhana, mampu menghubungkan

serangkaian fakta dari pesan yang didengarnya, dan menafsirkan makna yang terkandung

dalam pesan lisan yang didiengarnya. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Tarigan

(1990:58) menyimak bukan hanya sebatas mendengar (hearing) saja, tetapi memerlukan

kegiatan lainnya yakni memahami (understanding) isi pembicaraan yang disampaikan oleh si

pembicara. Lebih jauh lagi diharapkan dalam menafsirkan (interpreting) butir-butir pendapat

yang disimaknya baik tersurat maupun yang tersirat. Kegiatan selanjutnya dalam proses

menyimak adalah kegiatan mengevaluasi (evaluating). Pada kegiatan ini si penyimak menilai

gagasan baik dari segi keunggulan maupun dari segi kelemahannya. Kegiatan akhir yakni

menanggapi (responding). Pada tahap akhir ini penyimak menyembut, mencamkan,

menyerap, serta menerima gagasan yang dikemukakan oleh sipembicara.

Keterampilan menyimak merupakan bagian dari keterampilan berbahasa yang sangat

(2)

Anak kecil yang mulai belajar berbahasa dimulai dengan menyimak rentetan bunyi yang

didengarnya,belajar menirukan,kemudian mencoba untuk menerapkannya dalam

pembicaraan. Setelah masuk sekolah,anak tersebut belajar membaca dari mengenal huruf atau

bunyi bahasa yang diperlihatkan oleh guru sampai pada mengucapkan bunyi-bunyi bahasa

atau kegiatan menirukan bunyi-bunyi bahasa tersebut. Pada situasi ini,anak sudah mulai

menulis. Demikian seterusnya sampai anak bisa mengutarakan isi pikiran melalui bahasa

lisan maupun bahasa tulisan,dan mampu memahami isi pikiran orang lain yang diungkapkan

melalui bahasa lisan maupun bahasa tulisan.

2.2 Pengertian Menyimak

Kemampuan menyimak manusia sangat terbatas. Manusia yang sudah terlatih baik dan

sering melaksanakan tugas-tugas menyimak, disertai kondisi fisik dan mental yang prima,

hanya dapat menangkap isi simakan maksimal 50%. Kemampuan menyimak pun sangat

penting dimiliki dalam upaya mereka menyerap informasi.

Dalam kaitan dengan kemampuan menyimak ini, Chamdiah dkk. (1987:3) menyatakan

bahwa siswa harus mampu mengingat fakta-fakta sederhana, mampu menghubungkan

serangkaian fakta dari pesan yang didengarnya, dan menafsirkan makna yang terkandung

dalam pesan lisan yang didengarnya. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Tarigan (1990:58)

menyimak bukan hanya sebatas mendengar (hearing) saja, tetapi memerlukan kegiatan

lainnya yakni memahami (understanding) isi pembicaraan yang disampaikan oleh si

pembicara. Lebih jauh lagi diharapkan dalam menafsirkan (interpreting) butir-butir pendapat

yang disimaknya baik tersurat maupun yang tersirat. Kegiatan selanjutnya dalam proses

menyimak adalah kegiatan mengevaluasi (evaluating). Pada kegiatan ini si penyimak menilai

(3)

menanggapi (responding). Pada tahap akhir ini penyimak menyembut, mencamkan,

menyerap, serta menerima gagasan yang dikemukakan oleh sipembicara.

Keterampilan menyimak merupakan bagian dari keterampilan berbahasa yang sangat

esensial,sebab keterampilan menyimak merupakan dasar untuk menguasai suatu bahasa.

Anak kecil yang mulai belajar berbahasa dimulai dengan menyimak rentetan bunyi yang

didengarnya,belajar menirukan,kemudian mencoba untuk menerapkannya dalam

pembicaraan. Setelah masuk sekolah,anak tersebut belajar membaca dari mengenal huruf atau

bunyi bahasa yang diperlihatkan oleh guru sampai pada mengucapkan bunyi-bunyi bahasa

atau kegiatan menirukan bunyi-bunyi bahasa tersebut. Pada situasi ini,anak sudah mulai

menulis. Demikian seterusnya sampai anak bisa mengutarakan isi pikiran melalui bahasa

lisan maupun bahasa tulisan,dan mampu memahami isi pikiran orang lain yang diungkapkan

melalui bahasa lisan maupun bahasa tulisan.

Pengertian menyimak menurut Tarigan (1987:28) Menyimak adalah suatu proses

kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh

perhatian,pemahaman,apresiasi,serta interpretasi untuk memperoleh informasi,menangkap isi

atau pesan serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan oleh sang pembicara

melalui ujaran atau bahasa lisan. Dan pengertian menyimak menurut Djago Tarigan (1986)

Menyimak dapat dikatakan mencakup menden gar,

mendengarkan dan disertai usaha pemahaman. Pada peristiwa menyimak ada unsur

kesengajaan, direncanakan dan disertai dengan penuh perhatian dan minat. Dalam kehidupan

sehari-hari kegiatan menyimak tak pernah terlewati. Secara sadar atau tidak sadar perbuatan

menyimak yang dilakukan mempunyai tujuan tertentu. Menyimak dilakukan untuk

memperoleh informasi,menangkap isi atau pesan,dan memahami komunikasi

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia ( 1988: 840 ) “ Menyimak adalah

(4)

Menurut Achsin ( 1981 : 3 ) mengatakan :

Menyimak tergolong kegiatan mental yang kreatif lebih aktif daripada mendengar. Di

dalamnya terdapat proses mental ( psikis ) dalam strata, Mulai dari Proses mengidentifikasi

bunyi, proses penyusunan pemahaman dan penafsiran sampai ke proses penggunaan dan

penyimpanan bunyi yang diterima itu.

Menyimak pada hakikatnya adalah mendengarkan atau memahami bahan simakan.

Karena itu dapatlah disimpulkan bahwa“tujuan utama menyimak adalah

menangkap,memahami,atau menghayati pesan, ide, gagasan yang tersirat dalam bahan

simakan (Tarigan,1991:4). Seperti yang diketahui bahwa tujuan menyimak adalah untuk

memperoleh informasi,menangkap isi,serta memahami makna komunikasi yang hendak

disampaikan sang pembicara melalui ujaran. Inilah yang merupakan tujuan

umum.Disamping tujuan umum itu terdapat pula berbagai tujuan khusus,yang menyebabkan

adanya aneka ragam menyimak.

Berdasarkan Pendapat para ahli tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa menyimak

adalah suatu proses kegiatan mendengarkan dengan penuh perhatian apa yang diucapkan

oleh si penutur untuk memperoleh ide, atau pesan yang akan disampaikan kepada si

pendengar. Selama ini mungkin orang beranggapan bahwa proses mendengar dengan

mendengarkan mungkin sama saja yaitu sama-sama untuk mendengarkan pembicaraan

orang lain. Tetapi dalam hal ini dibedakan proses mendengar dan mendengarkan.

Perlu diketahui sebagai penambah cakrawala pengetahuan bahwa para pakar

mengkatkan atau memperkirakan 85% dari apa yang diketahui insan manusia berasal dari

hasil menyimak. Tetapi yang diingat bahwa menyimak hanya kira-kira 20% dari yang

didengar. Banyak orang yang tidak memahami bahwa menyimak itu sama aktifnya dengan

berbicara dalam beberapa hal menyimak itu jauh lebih rumit dan sulit.

Menyimak berarti mendengarkan (memperhatikan) baik-baik apa yang diucapkan atau

(5)

mendengar. Didalamnya terdapat proses mental (psikis) dalam berbagai strata, mulai dari

proses mengidentifikasi bbunyi, proses penyusunan pemahaman dan penafsiran sampai ke

proses penggunaan dan penyimpanan bunyi yang diterima itu.

Menyimak menuntut perhatian, pikiran, penalaran, penafsiran serta imajinasi dari sang

penyimak. Sang penyimak tidak hanyak memusatkan perhaiannya pada kata-kata yang

diucapkan itu sendiri teapi juga pada nada-nada ucapan sang pembicara. Pola-pola Infleksi

bahasa yang dipakai, dan lambang-lambang non verbal seperti ekspresi wajah, gerakan atau

mimik. Para penyimak yang dianggap akan hal-hal seperti itu jelas akan lebih mudah

menangkap dan memahami ide-ide si pembicara.

2.2.1 Jenis – Jenis Menyimak

Secara garis besar Tarigan (1983;22) membagi menyimak menjadi dua jenis yakni:

A. Menyimak Ekstensif

Menyimak ekstensif adalah proses menyimak yang dilakukan dalam kehidupan

sehari-hari, seperti: menyimak radio, televisi, percakapan orang di pasar, pengumuman, dan

sebagainya. Menyimak siperti ini sering pula diartikan sebagai kegiatan menyimak yang

berhubungan dengan hal-hal yang umum dan bebas terhadap suatu bahasa. Dalam prosesnya

di sekolah tidak perlu langsung di bawah bimbingan guru. Pelaksanaannya tidak terlalu

dituntut untuk memahami isi bahan simakan. Bahan simakan perlu dipahami secara sepintas,

umum, garis besarnya saja atau butir-butir yang penting saja. Jenis menyimak ekstensif dapat

dibagi menjadi empat

1. Menyimak sekunder

Menyimak sekunder adalah sejenis mendengar secara kebetulan, maksudnya

(6)

Contoh : Achank sedang mencuci motor tanpa sadar ia mendengar Ibunya bercerita di

teras dengan tetangganya.

2. Menyimak estetik

Menyimak estetik penyimak duduk terpaku menikmati suatu pertunjukkan misalnya,

lakon drama, cerita, puisi, baik secara langsung maupun melalui radio. Secara

imajinatif penyimak ikut mengalami, merasakan karakter dari setiap pelaku

3. Menyimak pasif

Menyimak pasif merupakan penyerapan suatu bahasa tanpa upaya sadar yang

biasanya menandai upaya penyimak.

Contoh : Tukang Becak yang biasa mengantar turis secara tidak langsung pandai

berkomunikasi menggunakan bahasa asing.

4. Menyimak sosial

Menyimak ini berlangsung dalam situasi sosial, misalnya orang mengobrol,

bercengkrama mengenai hal-hal menarik perhatian semua orang dan saling menyimak

satu dengan yang lainnya, untuk merespon yang pantas, mengikuti bagian-bagian

yang menarik dan memperlihatkan perhatian yang wajar terhadap apa yang

dikemukakan atau dikatakan orang.

B.Menyimak Intensif

Menyimak intensif adalah kegiatan menyimak dengan penuh perhatian, ketentuan dan

ketelitian sehingga penyimak memahami secara mendalam. Jenis menyimak seperti ini

dibagi atas beberapa jenis, yaitu :

1. Menyimak kritis

Menyimak dengan cara ini bertujuan untuk memperoleh fakta yang diperlukan.

Penyimak menilai gagasan, ide, informasi dari pembicara.

2. Menyimak introgatif

(7)

selektivitas, pemusatan perhatian karena penyimak akan mengajukan pertanyaan

setelah selesai menyimak.

3. Menyimak penyelidikan

Menyimak eksploratori atau menyimak penyelidikan adalah sejenis menyimak dengan

tujuan menemukan;

• Hal-hal baru yang menarik,

• Informasi tambahan mengenai suatu topik,

• Isu, pergunjingan atau buah bibir yang menarik

4. Menyimak kreatif

Menyimak kreatif mempunyai hubungan erat dengan imajinasi seseorang. Penyimak

dapat menangkap makna yang terkandung dalam puisi dengan baik karena ia

berimajinasi dan berapresiasi terhadap puisi itu.

5. Menyimak konsentratif

Menyimak konsentratif merupakan kegiatan untuk menelaah pembicaraan/hal yang

disimaknya. Hal ini diperlukan konsentrasi penuh dari penyimak agar ide dari

pembicara dapat diterima dengan baik.

6. Menyimak selektif

Menyimak selektif adalah kegiatan menyimak yang dilakukan dengan menampung

aspirasi dari penutur / pembicara dengan menyeleksi dan membandingkan hasil

simakan dengan hal yang relevan.

2.3 Drama

Jenis (genre) sastra adalah mata rantai yang menghubungkan karya sastra individual

dengan kesemestaan. Akibatnya, pembaca sering memberi makna pada sebuah teks menurut

harapannya dan pemahaman tentang sistem konvensi yang dianggap ada pada karya tertentu”

(Scholes, 1974:128). Menurut Waluyo (2006:2) “drama berasal dari bahasa yunani draomai

(8)

menyebutkan bahwa drama adalah semua bentuk tontonan yang mengandung cerita yang

dipertunjukan didepan orang banyak.

Pengarang menulis drama itu dengan membayangkan action dan ucapan para aktor di atas

panggung. Jadi, dialog dan action itu adalah bagian yang sangat penting. Dengan demikian,

setiap usaha analisis drama harus dilandasi kesadaran bahwa sebuah karya drama memang

ditulis untuk dipentaskan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Tambayong (Addin 2009: 9)

menyatakan bahwa “drama adalah cerita yang unik. Ia bukan hanya untuk dibaca, melainkan

untuk dipertunjukkan sebagai tontonan”.

Tarigan(1984:71) Mengatakan bahwa

prosa disusun buat pertunjukan dan dimaksimalkan untuk memotret kehidupan atau tokoh

suatu cerita dengan gerak dan biasanya dengan dialog yang bermaksud memetik beberapa hal

berdasarkan cerita dan sebagainya yaitu lakon. Direncanakan atau disusun sedemikian rupa

untuk dipertunjukkan oleh pelaku di atas pentas.

2.3.1 Unsur Intristik

1.

sebagai dasar untuk dipentaskan. Dengan demikian tujuan drama bukanlah untuk dibaca

seperti orang membaca novel atau puisi. Pokok drama ialah cerita yang membawakan

tema tertentu, diungkapkan oleh dialog dan perbuatan para pelakunya. Dialog dalam

drama ini dapat berbentuk bahasa prosa. Adapun drama terdiri dari Unsur Instrinstik dan

unsur ekstrinstik. Unsur Intristik adalah unsur-unsur pembangun karya sastra yang dapat

ditemukan didalam karya sastra itu sendiri. Adapun unsur-unsur Intristik drama yaitu

A. Tema

Adapun unsur yang paling penting yang harus diinterpretasi dalam analisis sebuah

(9)

diartikan pula sebagai dasar cerita yang ingin disampaikan oleh penulisnya ( Lutters,

2006:41). Tema drama harus disesuaikan dengan penonton. Jika drama ditujukan kepada

pelajar, maka tema ceritanya harus sarat dengan pendidikan. Jangan sampai tema yang

disajikan justru menjerumuskan pelajar sebagai penonton pada hal-hal yang tidak edukatif.

Sebuah karya sastra yang diciptakan haruslah memiliki dasar atau tema yang merupakan

sasaran utama dalam karya sastra. Tanpa adanya tema dalam sebuah cerita maka belum

dikatakan sempurna dan tidak jelas akan maknanya. Meskipun pengarang dalam

penceritaannya tidaklah menjelaskan apa tema ceritanya secara jelas.

“Menurut Tarigan (Delursman, 1996:9) tema adalah pandangan hidup yang tertentu atau

peranan tertentu yang mengenai kehidupan atau rangkaian nilai-nilai tertentu yang

membentuk serta membangun dasar atau gagasan utama dari suatu karya sastra”. Selanjutnya

“Waluyo (2006:26) menyebutkan bahwa tema merupakan struktur dalam dari sebuah karya

sastra”. Dengan demikian pada saat menyusun sebuah tema atau pada saat menentukan

sebuah tema untuk sebuah karangan ada dua unsur yang paling dasar perlu diketahui yaitu

topik atau pokok pembicaraan dan tujuan yang akan dicapai melalui topik.

B.Alur Cerita ( plot )

Plot atau alur adalah pola dasar dari kejadian-kejadian yang membangun aksi yang

penting dalam sebuah drama. Plot drama harus dibangun mulai dari awal, lalu terdapat

kemajuan-kemajuan dan penyelesaian masalah yang diberikan kepada penonton. Plot

menjelaskan bagaimana sebuah kejadian mempengaruhi kejadian yang lain dan mengapa

orang-orang yang ada didalamnya berlaku seperti itu ( Suban,2009 :79 ).

Somad ( 2008: 149 ) menjabarkan alur menjadi beberapa bagian berikut.

1. Eksposisi / introduksi merupakan pergerakan terhadap konflik melalui dialog-dialog

pelaku.

(10)

3. Klimaks merupakan pergumulan konflik atau ketegangan yang telah mencapai

puncaknya dalam cerita.

4. Antiklimaks merupakan konflik mulai menurun atau masalah dapat diselesaikan.

5. Konklusi merupakan akhir peristiwa atau penentuan terhadap nasib pelaku utama.

C.Latar cerita ( setting )

Lutters (2006: 56 ) menjelaskan bahwa setting cerita adalah lokasi tempat cerita ini

ingin ditempatkan atau diwadahi. Setting dibagi menjaadi dua, yaitu media/ tempat dan

budaya. Latar Suatu peristiwa kejadian yang terjadi dalam kehidupan selalu terjadi di

suatu tempat tertentu sesuai dengan kejadian atau peristiwa tertentu, dalam waktu

tertentu, serta latar belakan situasi tertentu. Demikian pula halnya peristiwa-peristiwa yang

terdapat dalam teks drama akan terjadi di suatu tempat, dalam waktu tertentu, yang

diistilahkan dengan latar. Hal ini sesuai dengan dengan pendapat yang dikemukakan oleh

“Abrams (Esten, 1990:90) menyebutkan bahwa latar karya cerita atau karya drama adalah

tempat secara umum dan waktu (masa) di mana saksi-saksi terjadi”. Menurut Esten

(1990:92) juga mengatakan bahwa “latar adalah lingkungan, terutama lingkungan rumah

tangga, dapat merupakan menotomi, atau metafora, pernyataan dan perwujudan dari

watak”. Latar merupakan salah satu unsur yang penting dalam struktur karya sastra fiksi

seperti dalam struktur novel, roman, cerpen dan drama yang memperlihatkan suatu

hubungan yang saling berkaitan dengan unsur-unsur struktur lainnya. Latar berfungsi

untuk mengembangkan cerita dalam rangka mewujudkan alur atau tema dan unsur lainnya

dalam suatu karya sastra fiksi.

D.Tokoh dan Penokohan

Terjadinya konflik atau peristiwa dalam sebuah drama, seperti halnya peristiwa dalam

kehidupan sebenarnya, selalu ditimbulkan oleh pelaku-pelaku tertentu, baik berupa

(11)

memerankan karakter yang berbeda-beda sesuai dengan karakter yang ada di dalam

karya fiksi. Hal ini untuk menunjukan adanya perbedaan sikap atau perwatakan antara

pelaku yang satu dengan yang lainnya. Pelaku-pelaku dalam sebuah karya fiksi

khususnya drama juga memiliki perwatakan yang berbeda hal ini dapat diistilahkan

dengan tokoh. Menurut Wiyatmi (2009:30) “tokoh adalah para pelaku yang terdapat

dalam sebuah fiksi”.

Penokohan/ karakter pelaku utama adalah pelukisan karakter/ kepribadian pelaku

utama. Lutters ( 2006 : 81 ) membagi tokoh / peran menurut sifatnya dalam tiga hal

berikut.

1. Peran protagonis

Peran protagonis adalah peran yang harus mewakili hal-hal yang positif dalam kebutuhan

cerita. Peran ini biasanya cenderung menjadi tokoh yang disakiti, baik, dan menderita

sehingga akan menilbulkan simpati bagi penontonnya. Peran protagonis ini biasanya

menjadi tokoh sentral, yaitu tokoh yang menentukan gerak adegan.

2. Peran Antagonis

Peran antagonis adalah kebalikan dari peran protagonis. Peran ini adalah peran yang

harus mewakili hal-hal negatif dalam kebutuhan cerita. Peran ini biasanya cenderung

menjadi tokoh yang menyakiti tokoh protagonis. Dia adalah tokoh yang jahat sehingga

akan menimbulkan rasa benci atau antipasi penonton.

3. Peran Tritagonis

Peran tritagonis adalah peran pendamping, baik untuk peran protagonis maupun

antagonis. Peran ini bisa menjadi pendukung atau penentang tokoh sentral, tetapi juga

bisa menjadi penengah atau perantara tokoh sentral. Posisinya menjadi pembela tokoh

(12)

4. Amanat

Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan penulis cerita kepada penonton atau

penikmat drama. Amanat yang hendak disampaikan pengarang melalui cerita harus dicari

oleh pembaca. Menurut Sumardjo dan Saini (1997:56) “menyatakan bahwa amanat adalah

ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui karyanya”.

Seorang pengarang cerita ada atau tidak sadar pasti akan menyampaikan amanat dalam

karyanya itu. Pembaca cukup teliti akan menangkap apa yang tersirat dalam yang tersurat.

Jika tema karya sastra berhubungan dengan arti dari karya sastra itu, maka amanat

berhubungan dengan makna dari karya itu.

5. Sudut pandang

Sudut pandang adalah tempat dimana seorang pengarang melihat sesuatu. Sudut

pandang ini tidak diartikan sebagai penglihatan atas sesuatu barang dari atas atau dari

bawah, tetapi bagaimana kita melihat barang itu dengan mengambil suatu posisi

tertentu. Wiyanto ( 2002 : 29 ) membagi sudut pandang sebagai berikut.

a. Sudut pandang orang pertama, sudut pandang ini biasanya menggunakan kata

ganti aku atau saya. Dalam hal ini pengarang seakan-akan terlibat dalam cerita

dan bertindak sebagai tokoh cerita.

b. Sudut pandang orang ketiga, sudut pandang ini biasanya menggunakan kata

ganti orang ketiga seperti dia, ia atau nama orang yang dijadikan sebagai titik

berat cerita.

c. Sudut pandang pengamat serba tahu, Dalam hal ini pengarang bertindak

seolah-olah mengetahui segala peristiwa yang dialami tokoh dan tingkah laku

tokoh

2.3.2 Unsur Ekstrinstik

(13)

a. Biografi Pengarang

Seorang pengarang karya sastra, harus dapat menjiwai isi karangan yang dibuat.

b. Psikologi

Psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dan binatang. Psikologi juga

dikatakan ilmu berkaitan dengan proses-proses mental yang normal maupun yang tidak

normal dan pengaruhnya pada perilaku atau ilmu pengetahuan tentang gejala dan berbagai

kegiatan jiwa. Jadi seorang pengarang harus mampu menguasai psikologi karangan sastra

yang dibuatnya.

c. Sosiologi

Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari berbagai struktur sosial dan

proses-proses sosial. Pengarang menulis drama juga dipengaharui oleh status lapisan masyarakat

Referensi

Dokumen terkait

 Pada bulan Juni 2014, kontribusi nilai ekspor produk-produk DKI Jakarta terhadap total nilai ekspor yang melalui DKI Jakarta mencapai 23,57 persen, naik 1,15 poin

Universitas Kristen Maranatha Sedangkan spiritualitas kerja yang rendah adalah Cleaning service ISS kurang mengakui adanya inner life dalam diri yaitu individu

asosiasi berdasarkan kepemilikan dari unit tersebut (MUKISI, PERDHAKI, PELKESI). Sebagian besar BP dan klinik merupakan milik perorangan,dan tidak ber- himpun dalam

Tujuan penelitian ini adalah: (1) untuk menganalisis pengaruh antara karakter dan jenis pekerjaan anggota terhadap pengembalian pinjaman pada KSU Barokah Mandiri

Identifikasi dengan spektrofotometer ultra lembayung menun­ jukkan bahwa senyawa E merupakan senyawa glikosida flavono­ id golongan flavonol yang mempunyai gugus OH pada atom

Franco Modigliani, Michael G Ferry, 2003, Foundations of Financial Market and Institution, New Jersey, Printice Hall Inc, hlm 76.. 1998 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan

Program pensiun iuran pasti adalah program pensiun dimana Perusahaan akan membayar iuran tetap kepada sebuah entitas yang terpisah (Dana Pensiun Astra Dua) dan tidak memiliki

Secara konsep, asosiasi bisnis memiliki peran pengawasan dan penilaian terhadap perusahaan anggotanya, sehingga dengan adanya upaya pengawasan maupun