(Studi Kasus : Kecamatan Jatitujuh Kabupaten Majalengka)
TUGAS AKHIR
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menempuh Gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Pada Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota
Disusun Oleh :
Shidik Surachman
1.06.05.005
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
ANALISIS STRUKTUR RUANG
KOTA KECAMATAN
(Studi Kasus : Kecamatan Jatitujuh Kabupaten Majalengka)
Disusun Oleh :
Shidik Surachman
1.06.05.005
Menyetujui Bandung, Maret 2012
Pembimbing I
Rifiati Safariah, ST.,MT.
NIP : 4127 70 17 002
Pembimbing II
Tatang Suheri, ST.,MT.
NIP : 4127 70 17 005
Mengetahui,
Ketua Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota
Romeiza Syafriharti, Ir.,MT.
i ABSTRAK
Struktur terbentuk berdasarkan persebaran kegiatan secara spasial (Schnore, 1971). Dalam konteks Indonesia struktur ruang terbentuk berdasarkan susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai kegiatan pendukung sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional (UU No. 26/2007). Kecamatan Jatitujuh memiliki perkembangan kawasan yang cenderung lambat dengan area tumbuh hanya pada perkotaan saja. Struktur kota ini mempunyai beberapa pusat kegiatan yang sudah berkembang maupun yang akan dikembangkan. Masing-masing pusat kegiatan tersebut memiliki karakteristik pemanfaatan ruang yang berbeda.
Pengembangan Kecamatan Jatitujuh akan mempengaruhi pengembangan wilayah lain yang berbatasan, antara lain Kabupaten Indramayu. Hal ini dikarenakan adanya perubahan tata guna lahan dapat berimplikasi pada perubahan baik secara sektoral maupun keseluruhan. Hal ini didasarkan pada keberadaan Kecamatan Jatitujuh sebagai hinterland Kawasan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB). Selain itu menurut Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Majalengka, kecamatan ini merupakan bagian dari Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Bandara Internasional Jawa Barat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan konsep struktur ruang kota Kecamatan Jatitujuh yang sesuai dengan kondisi eksisting di atas. Untuk mencapai tujuan tersebut, sasaran yang akan dicapai yaitu mengidentifikasi struktur ruang Kecamatan Jatitujuh, mengetahui isu-isu strategis terkait struktur ruang, dan bagaimana konsep struktur ruang Kecamatan Jatitujuh.
Dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif ditemukan hasil dari analisis mengenai identifikasi struktur ruang terkait kependudukan, pusat pelayanan kegiatan, guna lahan, jaringan transportasi dan jaringan infrastruktur. Selain itu didapat mengenai isu-isu strategis terkait struktur ruang kota dan bagaimana arahan konsep struktur kota yang baik untuk Kecamatan Jatitujuh.
ii
KATA PENGANTAR
Assalamualaukum Warooh Matullahi Wabarokattuh.
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah S.W.T, karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan penelitian Tugas Akhir. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjunan alam Nabi Besar Muhammad S.A.W, yang senantiasa menjadi ilham dalam tiap arah pekerjaan. Laporan penelitian Tugas Akhir dengan judul Analisis Struktur Ruang Kota Kecamatan (Studi Kasus: Kecamatan Jatitujuh Kabupaten
Majalengka), merupakan salah satu syarat kelulusan Jurusan Perencanaan
Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Komputer Indonesia.
Dengan selesainya penyusunan tugas akhir ini, tentunya tidak terlepas kebersediaan dari bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak. Keikhlasan dan ketulusan hati, penulis “ucapkan terima kasih” kepada semua pihak yang telah memberikan do’a, bimbingan, masukan, pemikiran, dorongan semangat dan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung, serta tenaga maupun materi, dalam proses penyelesaian tugas akhir ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada :
1. Secara khusus penulis ucapkan terima kasih kepada Mamah dan Bapa selaku orang tua yang telah memberikan dorongan, semangat, kasih sayang serta doa yang tiada henti, dengan penuh kesabaran dan keikhlasan juga kepada Bapa dan Bunda. Tugas akhir ini saya persembahkan sebagai salah satu pembuktian keseriusan dalam mencari ilmu dan salah satu tanda bakti kepada beliau.
2. Bapak Dr.Ir. Eddy Suryanto Soegoto, M.Sc., selaku Rektor UNIKOM. 3. Bapak Prof. Dr. H. Denny Kurniadie, Ir., M.Sc., selaku Dekan Fakultas
Teknik dan Ilmu Komputer UNIKOM
iii
5. Ibu Rifiati Safariah, ST., MT, dan Bapak Tatang Suheri, ST.,MT selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan serta saran yang sangat berharga selama proses penyusunan tugas akhir ini.
6. Dr. Ir. Lia Warlina, M.Si. dan Bapak Harry Wibowo, ST.,MT selaku dosen pembahas yang sangat membantu dalam memberikan masukan sumbangan pemikiran yang berarti bagi materi tugas akhir ini pada saat sidang pembahasan.
7. Ir. Romeiza Syafriharti, MT. dan Dr. Ir. Lia Warlina, M.Si., selaku dosen penguji yang sangat membantu dalam memberikan masukan sumbangan pemikiran yang berarti bagi materi tugas akhir ini pada saat sidang ujian. 8. Teh Vitri, dan Bang Muis, terima kasih telah memberikan kemudahan
dalam setiap kebutuhan perkuliahan, semangat, dan dorongan selama menjalankan kuliah di UNIKOM.
9. Staf Perpustakaan UNIKOM yang telah membantu penulis dalam mendapatkan referensi yang terkait dengan materi tugas akhir ini.
10.Adikku tercinta Ella Suliawati, keluarga besar Subang dan Lembang, serta orang tersayang (Hardiyanti) atas segala dukungan semangatnya hingga laporan penelitian ini selesai.
11.Sahabat penulis angkatan 2005; Feredy, Destiany, Waode Wathy, Widya (akhirnya dapat nyusul juga nih!!), Aris dan Richard, terima kasih atas persahabatannya dan kebersamaan yang indah selama ini dan tidak akan pernah penulis lupakan.
12.Semua alumni dan mahasiswa angkatan 2000 hingga angkatan 2011 Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota UNIKOM, terima kasih atas kebersamaannya selama masa kuliah dan segala dukungan moral serta doanya.
iv
Semoga Allah SWT akan membalas kebaikan dan bantuan yang telah bapak/ibu, keluarga dan teman-teman berikan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa hasil studi ini jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis hargai. Penulis berharap semoga Tugas Akhir ini dapat memberi manfaat yang berarti bagi kita semua, Amin.
Bandung 2012
v
ABSTRAK .……… i
KATA PENGANTAR .……….. ii
DAFTAR ISI………..……… v
DAFTAR TABEL……….. ix
DAFTAR GAMBAR………. xi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ………... 1
1.2 Rumusan Persoalan ……… 2
1.3 Tujuan dan Sasaran ……… 2
1.4 Ruang Lingkup ……….. 3
1.4.1 Wilayah Studi ……… 3
1.4.2 Ruang Lingkup Pembahasan ……… 3
1.5 Metodologi Penelitian ……… 5
1.5.1 Teknik Pengumpulan Data ……… 5
1.5.2 Metoda Analisis …………...………. 7
1.5.2.1 Metoda Penelitian Deskriptif ...……… 7
1.5.2.2 Metoda Analisis Proyeksi ………....……… 7
1.6 Kerangka Pemikiran ……….. 10
1.7 Sistematika Penulisan ……… 11
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Struktur Ruang ………... 12
2.2 Teori Struktur Ruang ………... 17
2.2.1 Bentuk dan Model Struktur Ruang ……….. 19
2.2.2 Pengertian Pusat dan Sub Pusat Pelayanan Kota ……… 22
2.2.3 Faktor-Faktor Timbulnya Pusat Pelayanan ………. 23
2.2.4 Perkembangan Kota dan Struktur Ruang ……… 24
2.3 Kebijakan terkait Struktur Ruang ……….. 27
2.3.1 Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Nasional ……… 27
vi
2.3.3.2 Rencana Struktur Tata Ruang Wilayah ...…………... 30
2.3.3.3 Rencana Bandara Internasional Jawa Barat ...………. 38
BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH 3.1 Gambaran Umum Kecamatan Jatitujuh ……… 41
vii
3.1.6.2 Pelayanan Fasilitas Peribadatan ………. 73
3.1.6.3 Pelayanan Fasilitas Kesehatan ………. 75
3.1.6.4 Pelayanan Fasilitas Perdagangan dan Jasa ………….. 76
3.1.6.1 Sektor Industri ……….. 77
3.1.7 Identifikasi Kawasan Rawan Bencana di Kecamatan Jatitujuh 79 BAB 4 ANALISIS STRUKTUR RUANG KOTA KECAMATAN 4.1 Identifikasi Struktur Ruang …….………... 81
4.2 Identifikasi Isu-isu Strategis yang terkait Struktur Ruang Kecamatan Jatitujuh ………... 135
viii
5.2 Rekomendasi …….……….……... 144
5.3 Kelemahan Studi ………... 144
5.4 Saran Untuk Studi Lanjutan …….……….……... 144
DAFTAR PUSTAKA
ix
Tabel 1.1 Data tentang jenis data primer & sekunder yang
diperlukan ……… 6
Tabel 1.2 Variabel Penelitian ……… 9
Tabel 2.1 Kawasan Andalan Cirebon - Indramayu dan Sekitarnya
Menurut RTRW Nasional ………. 28
Tabel 2.2 Rencana Pengembangan Pusat Kegiatan dan Fungsinya
di Kabupaten Majalengka ………. 34
Tabel 2.3 Struktur Tata Ruang Kabupaten Majalengka ... 37 Tabel 3.1 Luas Wilayah Kecamatan Jatitujuh (Km2) ……….. 41 Tabel 3.2 Ketinggian Kecamatan Jatitujuh Terhadap Permukaan
Laut ………... 43
Tabel 3.3 Banyaknya Hari Hujan dan Curah Hujan Dirinci Per
Bulan Tahun 2009 ……… 45
Tabel 3.4 Kriteria Kelas Kelerengan Lahan ………. 47
Tabel 3.5 Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan
Penduduk Kecamatan Jatitujuh Tahun 2010 ……… 48
Tabel 3.6 Laju Pertumbuhan Peduduk Kecamatan Jatitujuh Tahun
2008 - 2010 ……… 49
Tabel 3.7 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian Kecamatan Jatitijuh Tahun 2010 ………... 50 Tabel 3.8 Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan Kecamatan
Jatitujuh Tahun 2010 ………... 51 Tabel 3.9 Jumlah Penduduk Menurut Agama Kecamatan Jatitujuh
Tahun 2010 ………... 52 Tabel 3.10 Luas Baku Lahan Sawah dan Luas Sawah Berkelanjutan
di Kecamatan Jatitujuh Tahun 2010 ……….. 55
Tabel 3.11 Luas dan Hasil Panen Tanaman Pangan Kecamatan
Jatitujuh Tahun 2010 ………... 56
Tabel 3.12 Luas dan Hasil Panen Buah-Buahan Kecamatan Jatitujuh
Tahun 2010 ………. 58
Tabel 3.13 Populasi Ternak dan Uunggas Menurut Jenis Ternak di
Kecamatan Jatitujuh Tahun 2010 ……….. 59
Tabel 3.14 Produksi Ikan Menurut Jenis Ikan Kecamatan Jatitujuh
Tahun 2010 ………. 60
Tabel 3.15 Panjang Jalan Menurut Jenis Permukaan Dirinci Per Desa
x
Tabel 3.18 Jembatan di Kecamatan Jatitiujuh ……….. 64
Tabel 3.19 Jumlah Sarana Transportasi Menurut Jenisnya Tahun 2010 ………. 65 Tabel 3.20 Peningkatan Terminal Kecamatan Jatitujuh ... 67
Tabel 3.21 Jaringan Trayek Angkutan Umum Dalam Wilayah Kecamatan Jatitujuh ... 67
Tabel 3.22 Penyediaan Air Minum Kecamatan Jatitujuh Tahun 2010 68 Tabel 3.23 Sungai di Kecamatan Jatitujuh Tahun 2010 ………. 69
Tabel 3.24 Bendungan/Waduk di Kecamatan Jatitujuh Tahun 2010 70 Tabel 3.25 Jumlah Pelanggan Listrik Menurut Jenisnya Kecamatan Jatitujuh Tahun 2010……… 71
Tabel 3.26 Jumlah Sarana Komunikasi Tahun 2010 ……… 72
Tabel 3.27 Jumlah Sarana Pendidikan Tahun 2010 ………. 73
Tabel 3.28 Jumlah Sarana Peribadatan Tahun 2010 ……… 74
Tabel 3.29 Jumlah Sarana Kesehatan Tahun 2010 ……….. 75
Tabel 3.30 Jumlah Sarana Ekonomi Tahun 2010 ……… 76
Tabel 3.31 Jumlah Industri Menurut Klasifikasinya Tahun 2010 ….. 77
Tabel 3.32 Sektor Industri Pengolahan (Industri dan Home Industri) 78 Tabel 4.1 Jumlah Sebaran Penduduk di Kecamatan Jatitujuh ……. 83
Tabel 4.2 Rencana Peningkatan Jalan Lokal Kecamatan Jatitujuh 105 Tabel 4.3 Proyeksi Kebutuhan Listrik di Kecamatan Jatitujuh Tahun 2012 – 2032 ……… 110
Tabel 4.4 Proyeksi Kebutuhan Telepon di Kecamatan Jatitujuh Tahun 2012 – 2032 ……… 117
Tabel 4.5 Proyeksi Kebutuhan Air Bersih di Kecamatan Jatitujuh Tahun 2012 – 2032 ……… 121
Tabel 4.6 Kebutuhan Sarana Pengangkutan Sanitasi Kecamatan Jatitujuh Tahun 2012 – 2032 ……… 123
xi
Gambar 1.1 Peta Kabupaten Majalengka ……… 4
Gambar 1.2 Macam-Macam Teknik Pengumpulan Data ……… 5
Gambar 2.1 Model Struktur Ruang ………... 22
Gambar 2.2 Tipologi Struktur Ruang ………... 22
Gambar 2.3 Pola Umum Perkembangan Perkotaan ……… 25
Gambar 2.4 Beberapa Alternatif Bentuk Kota ……… 26
Gambar 2.5 Peta Rencana Struktur Ruang Kabupaten Majalengka ... 36
Gambar 2.6 Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan ……… 39
Gambar 2.7 Orientasi Pertumbuhan Ruang Berdasarkan Struktur Kawasan Perbatasan Kabupaten Majalengka ……… 40
Gambar 3.1 Peta Administrasi Kecamatan Jatitujuh ………. 42
Gambar 3.2 Peta Topografi Kecamatan Jatitujuh ……….. 44
Gambar 3.3 Peta Jenis Tanah Kecamatan Jatitujuh ………... 46
Gambar 3.4 Kemiringan Lereng Kecamatan Jatitujuh ……….. 47
Gambar 3.5 Diagram Kepadatan Penduduk Kecamatan Jatitujuh Tahun 2010 ……….. 49
Gambar 3.6 Diagram Penduduk Menurut Mata PencaharianKecamatan Jatitujuh Tahun 2010 ………. 51
Gambar 3.7 Penduduk Menurut Pendidikan Kecamatan Jatitujuh Tahun 2010 ……… 52
Gambar 3.8 Peta Kepadatan Penduduk Kecamatan Jatitujuh ………… 53
Gambar 3.9 Peta Jaringan Jalan Kecamatan Jatitujuh ……… 63
Gambar 3.10 Salah Satu Ruas di Kecamatan Jatitujuh yang dilalui Moda Angkutan ……… 65
Gambar 3.11 Pangkalan Angkutan Kota, Desa Jatitujuh ……… 66
Gambar 3.12 Sarana Pendidikan ………. 73
Gambar 3.13 Sarana Peribadatan ……… 74
Gambar 3.14 Sarana Kesehatan ……….. 76
Gambar 3.15 Sarana Perokonomian ……… 77
Gambar 3.16 Beberapa industri yang ada di Kecamatan Jatitujuh …… 78
Gambar 3.19 Peta Rawan Bencana Kecamatan Jatitujuh ……….. 80
xii
Gambar 4.4 Peta Sebaran Pelayanan Fasilitas Pendidikan Kecamatan
Jatitujuh ……… 90
Gambar 4.5 Peta Sebaran Pelayanan Fasilitas Peribadatan Kecamatan
Jatitujuh ……… 92
Gambar 4.6 Peta Sebaran Pelayanan Fasilitas Perdagangan dan Jasa
Kecamatan Jatitujuh ……… 94
Gambar 4.7 Peta Sebaran Pelayanan Fasilitas Kesehatan Kecamatan
Jatitujuh ……… 96
Gambar 4.8 Peta Sebaran Pelayanan Fasilitas Perkantoran Kecamatan
Jatitujuh ……… 98
Gambar 4.9 Peta Sebaran Pelayanan Fasilitas Pariwisata Kecamatan
Jatitujuh ……… 100
Gambar 4.10 Proses Analisis Pelayanan Fasilitas Kegiatan ………. 101 Gambar 4.11 Peta Sebaran Pelayanan Fasilitas Kecamatan Jatitujuh ….. 103 Gambar 4.12 Peta Arah Pergerakan Kecamatan Jatitujuh ……… 108 Gambar 4.13 Konsep Jaringan Jalan Kecamatan Jatitujuh ……….. 109 Gambar 4.14 Peta Konsep Jaringan Listrik Kecamatan Jatitujuh ……… 116
Gambar 4.15 Skema Pelayanan Persampahan ……….. 128
Gambar 4.16 Peta Konsep Sistem Persampahan Kecamatan Jatitujuh … 134 Gambar 4.17 Isu Strategis terkait Rencana Sistem Jaringan Transportasi
Udara dengan BIJB dan KKOP ……….. 136
Gambar 4.18 Isu Strategis terkait Kondisi Eksisting Kecamatan Jatitujuh
dengan Struktur Pelayanan ……….. 137
Gambar 4.19 Isu Strategis terkait Rencana Sistem Pariwisata dengan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Struktur ruang merupakan bagian dari organisasi keruangan sebuah kota dan mencirikan penggunaan lahan tertentu di kota (Bourne, 1971). Struktur ruang mempresentasikan ragam aktivitas yang dilakukan oleh manusia di perkotaan, semakin kompleks struktur ruang mencirikan aktivitas yang semakin bervariasi dan dinamis. Struktur kota akan selalu berubah seiring dengan pertumbuhan kota secara sosial-ekonomi, dan membentuk suatu organisasi keruangan tertentu yang merupakan representasi penggunaan ruang oleh manusia (Schnore, 1971). Struktur terbentuk berdasarkan persebaran kegiatan secara spasial (Schnore, 1971). Dalam konteks Indonesia struktur ruang terbentuk berdasarkan susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai kegiatan pendukung sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional (UU No. 26/2007).
kecamatan ini merupakan bagian dari Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Bandara Internasional Jawa Barat. Kondisi ini dapat dilihat dari struktur ruang Kecamatan Jatitujuh agar tidak berdampak pada konflik kepentingan yang beragam.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini dilakukan agar dapat menganalisis struktur ruang kota Kecamatan Jatitujuh di Kabupaten Majalengka. Kajian ini menitikberatkan pada identifikasi Kecamatan Jatitujuh berdasarkan aspek struktur ruang. Dalam sudut pandang ilmu perencanaan wilayah dan kota, kajian mengenai analisis struktur ruang kota Kecamatan Jatitujuh di Kabupaten Majalengka penting untuk dibahas, karena struktur ruang mempengaruhi Kecamatan Jatitujuh serta konsep apa nantinya yang cocok untuk Kecamatan Jatitujuh ini. Hal tersebut juga didasarkan atas teori-teori yang dikumpulkan.
1.2 Rumusan Pesoalan
Dalam penelitian ini, isu yang muncul dalam praktek perkembangan Kecamatan Jatitujuh di Kabupaten Majalengka merupakan dasar dalam mengidentifikasi profil Kecamatan Jatitujuh berdasarkan struktur ruang. Isu-isu tersebut dianggap representatif untuk menggambarkan profil Kecamatan Jatitujuh karena dapat menggambarkan bagaimana karakteristik kawasan berdasarkan struktur ruang. Perlu srtuktur ruang yang baik untuk dapat meningkatkan pelayanan Kecamatan Jatitujuh. Berdasarkan hal tersebut, dalam penelitian ini terdapat beberapa pertanyaan penelitian untuk mengidentifikasi struktur ruang Kecamatan Jatitujuh antara lain :
a) Bagaimana struktur ruang eksisting di Kecamatan Jatitujuh ?
b) Apa isu-isu yang terkait dengan struktur ruang Kecamatan Jatitujuh ? c) Bagaimana konsep struktur ruang yang dibutuhkan di Kecamatan Jatitujuh ?
1.3 Tujuan dan Sasaran
yang dalam hal ini Kecamatan Jatitujuh adalah untuk menganalisis struktur ruang kota Kecamatan Jatitujuh.
Sasaran yang ingin dicapai dalam tujuan tersebut adalah : 1. Mengidentifikasi struktur ruang eksisting Kecamatan Jatitujuh.
2. Mengidentifikasi isu-isu strategis yang menggambarkan struktur ruang Kecamatan Jatitujuh.
3. Merumuskan konsep struktur ruang terkait isu strategis yang telah dipilih dengan struktur ruang Kecamatan Jatitujuh.
1.4 Ruang Lingkup
Ruang lingkup yang dibahas dalam penelitian ini terdiri dari ruang lingkup wilayah studi dan ruang lingkup pembahasan.
1.4.1 Wilayah Studi
Lingkup wilayah yang menjadi studi adalah Kecamatan Jatitujuh di Kabupaten Majalengka. Secara geografis Kecamatan Jatitujuh terletak di Sebelah Utara Kabupaten Majalengka. Luas Wilayah Kecamatan Jatitujuh adalah 73,66 Km² yang berarti Kecamatan Jatitujuh hanya sekitar 6,12 % dari luas Wilayah Kabupaten Majalengka (± 1.204,24 Km²). Batas Administrasi Kecamatan Jatitujuh, sebagai berikut :
1.4.2 Ruang Lingkup Pembahasan
Dalam hal ini konsep yang akan dibahas dalam penelitian ini ialah bagaimana struktur ruang yang ada di Kecamatan Jatitujuh.
Sebelah Utara : Kabupaten Indramayu
Sebelah Selatan : Kecamatan Dawuan
Sebelah Barat : Kecamatan Kertajati
Gambar 1.1
Peta Kabupaten Majalengka
ANALISIS STRUKTUR RUANG KOTA KECAMATAN Studi Kasus : Kec. Jatitujuh kab. Majalengka
PERENCANAAN WLAYAH DAN KOTA
1.5 Metodologi Penelitian
Untuk mencapai tujuan penelitian diperlukan metode dan pendekatan yang tepat agar dapat memperoleh data yang relevan serta pelaksanaan penelitian yang tepat. Oleh karena itu, pelaksanaan penelitian menggunakan beberapa teknik metode penelitian. Penelitian ini termasuk kedalam kategori penelitian deskriptif karena tujuan dari penelitian ini ialah melihat gambaran fisik, artinya substansi yang dibahas dalam penelitian ini didasarkan kepada karakteristik fisik yang dalam hal ini ialah aspek struktur ruang Kecamatan Jatitujuh.
1.5.1 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu dengan survei data sekunder dan survei data primer. Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Dalam penelitian ini peneliti akan melakukan beberapa teknik pengumpulan data, diantaranya yaitu observasi, wawancara, dokumentasi dan gabungan. Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada kondisi yang alamiah, sumber data primer dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperan serta, wawancara mendalam dan dokumentasi.
Gambar 1.2
Macam-Macam Teknik Pengumpulan Data
a) Survei data primer terdiri dari observasi lapangan.
Observasi lapangan untuk mengamati secara visual terhadap objek/persoalan dalam wilayah dimana observator langsung terlibat dalam menilai kondisi Kecamatan Jatitujuh. Observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Sanafiah Faisal (1990) mengklasifikasikan observasi menjadi observasi
Macam Teknik
berpartisipasi, observasi secara terang-terangan dan tersamar, dan observasi tak berstruktur.
Wawancara untuk menggali informasi dari instansi terkait maupun para ahli terkait kebijakan struktur ruang Kecamatan Jatitujuh. Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang atau lebih untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin menemukan permasalahan yang diteliti, tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam.
b) Teknik Pengumpulan Data dengan Dokumen.
Hasil penelitian dari observasi atau wawancara akan lebih kredibel/dapat dipercaya ketika didukung oleh sejarah objek, kondisi objek penelitian dan dapat didapatkan juga melalui dokumen-dukumen/literatur yang berkaitan dengan objek penelitian. Hasil penelitian juga akan semakin kredibel apabila didukung oleh foto-foto atau karya tulis akademik yang telah ada.
Triangulasi/gabungan
Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Bila peneliti melakukan pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data.
Tabel 1.1
Data tentang jenis data primer & sekunder yang diperlukan
No Jenis data Aspek Instansi/sumber
No Jenis data Aspek Instansi/sumber Wawancara:
ekspolorasi lebih rinci mengenai kebijakan-kebijakan yang terkait
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang memberikan gambaran terhadap fenomena-fenomena, menerangkan hubungan, menguji hipotesis-hipotesis, membuat prediksi serta mendapatkan makna dan implikasi dari suatu masalah yang ingin dipecahkan (Nazir, 1988:64). Dalam penelitian ini penulis merangkum dari beberapa teori maupun kebijakan terkait struktur ruang untuk dijadikan variabel penelitan yang dapat mewakili konsep struktur ruang. Berikut beberapa sumber kajian dari undang-undang dan pedoman serta dari beberapa ahli (Tabel 1.2).
tersebut dapat mewakili dalam pembentukan struktur ruang perkotaan dalam penelitian ini.
1.5.2.2 Metode Analisis Proyeksi
Prosentase rata-rata laju pertumbuhan penduduk adalah prioritas pertambahan penduduk rata-rata tiap tahun. Pertumbuhan penduduk wilayah perencanaan dihasilkan oleh berubahnya jumlah secara alamiah yaitu kelahiran dan kematian serta perubahan jumlah penduduk akibat migrasi (penduduk datang dan pergi). Dalam memperkirakan jmlah penduduk wilayah perencanaan selama 20 tahun yang akan datang digunakan metode proyeksi penduduk dengan meode bungan berganda. Dalam metode ini diperkirakan jumlah didasarkan atas adanya tingkat pertambahan penduduk pada tahun sebelumnya yang relatif berganda dengan sendirinya. Perhitungan proyeksi penduduk menurut metode bungan berganda dengan rumusan sebagai berikut :
Dimana :
Pt : Jumlah penduduk di daerah yang diselidiki pada tahun t. Pt + U : Jumlah penduduk di daerah yang diselidiki pada tahun t+U.
R : Tingkat (prosentase) pertambahan penduduk rata-rata setiap tahun (diperoleh dari data masa lalu).
1.7 Sistematika Penulisan
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini berisikan mengenai Latar Belakang, Rumusan Persoalan, Maksud Tujuan dan Sasaran, Ruang Lingkup terdiri dari Ruang Lingkup Wilayah dan Ruang Lingkup Pembahasan, Metodologi Penelitian, Kerangka Pemikiran dan Sistematika Penulisan.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan mengenai definisi/teori struktur ruang dan kebijakan terkait struktur ruang yang terdiri dari Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Nasional, Kebijakan Penataan Ruang Provinsi Jawa Barat, Kebijakan Penataan Ruang Kabupaten Majalengka dan kebijakan lainnya.
BAB 3 GAMBARAN UMUM
Bab ini berisikan mengenai gambaran umum wilayah penelitian dalam hal ini Kecamatan Jatitujuh Kabupaten Majalengka.
BAB 4 ANALISIS & PEMBAHASAN
Bab ini berisikan mengenai sistematika analisis dan pembahasan.
BAB 5 PENUTUP
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Sruktur Ruang
Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan serta meliharan kelangsungan hidupnya. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman, sistem jaringan serta sistem prasarana maupun sarana. Semua hal itu berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial-ekonomi yang secara hirarki berhubungan fungsional. Tata ruang merupakan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan ataupun tidak. Wujud struktural pemanfaatan ruang adalah susunan unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan buatan yang secara hirarkis dan struktural berhubungan satu dengan yang lainnya membentuk tata ruang.
Menurut Nia K. Pontoh & Iwan Setiawan (2008), unsur pembentuk struktur tata ruang kota terdiri dari pusat kegiatan, kawasan fungsional, dan jaringan jalan. Kota atau kawasan perkotaan pada dasarnya dapat dipandang sebagai suatu sistem spasial, yang secara internal mempunyai unsur-unsur yang menjadi pembentuknya serta keterkaitannya satu sama lain. Kota sebagai suatu sistem/tata ruang merupakan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak, yang mencirikan kawasan dengan kegiatan utama bukan pertanian. Wujud struktural pemanfaatan ruang kota adalah unsur-unsur pembentuk kawasan perkotaan secara hierarkis dan struktural berhubungan satu dengan yang lainnya membentuk tata ruang kota. Wujud struktural pemanfaatan ruang kota di antaranya meliputi hierarki pusat pelayanan kegiatan perkotaan, seperti pusat kota, pusat bagian wilayah kota, dan pusat lingkungan; yang ditunjang dengan sistem prasarana jalan seperti jalan arteri, kolektor, dan lokal.
Selain pusat-pusat pelayanan kegiatan perkotaan dan kawasan fungsional perkotaan, unsur pembentuk struktur tata ruang kota adalah sistem prasarana dan sarana. Prasarana perkotaan adalah kelengkapan dasar fisik yang memungkinkan kawasan permukiman perkotaan dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Jenis prasarana : Transportasi, Air bersih, Air limbah, Drainase, Persampahan, Listrik, dan Telekomunikasi. Sarana perkotaan adalah kelengkapan kawasan permukiman perkotaan, yaitu : Pendidikan, Kesehatan, Peribadatan, Pemerintahan dan Pelayanan umum, Perdagangan dan Industri, dan sarana olahraga serta ruang terbuka hijau.
Menurut Doxiadis (1968), permukiman atau perkotaan merupakan totalitas lingkungan yang terbentuk oleh 5 unsur :
a. Alam (nature)
tetapi, perumahan yang dibangun sekarang, atau perumahan-perumahan besar di masa lalu, membutuhkan dataran yang luas dan kedekatan dengan jalur utama komunikasi untuk tetap bertahan.
b. Individu manusia (Antropos) dan Masyarakat (Society)
Perumahan perkotaan berbeda dengan perumahan perdesaan, dan sebagian besar dikarenakan perbedaan karakteristik dan perilaku. Semakin besar perubahan perumahan dari desa ke kota, dan semakin besar kepadatan dan ukuran dari perumahan perkotaan, semakin besar perbedaan di antara orang-orang. Dimensi dan karakteristik baru dalam pola hidup perkotaan membutuhkan suatu mekanisme adaptasi dalam usaha untuk mencapai atau melakukan penyesuaian terhadap sumberdaya baru dan kondisi tempat tinggal. Di kota besar dengan kepadatan tinggi, terdapat perbedaan komposisi umur dan jenis kelamin, dala struktur pekerjaan, dalam pembagian tenaga buruh dan struktur sosial. Hal ini memaksa manusia untuk mengembangkan karakteristik yang berbeda sebagai individual, kelompok, unt, dan komunitas. Manusia di perumahan perkotaan adalah anggota dari komunitas yang lebih besar, masyarakat luas, dan jangkauan interaksi sosialnya meningkat. Anggota keluarganya mendapat dampak dari institusi sosial yang berbeda pada akhirnya mengambil alih fungsi tertentu dari keluarga.
c. Ruang Kehidupan (Shells)
Ruang kehidupan dari perumahan perkotaan memiliki banyak karakteristik meskipun ukurannya bervariasi. Semakin besar ukuran perumahan, semakin internasional karakteristiknya; sementara semakin kecil ukurannya, semakin dipengaruhi oleh faktor lokal. Hal ini terjadi karena sebagian besar perumahan kecil masih dipengaruhi oleh budaya lokal di masa lalu, dan sebagian lagi karena intervensi ekonomi yang ada lebih kecil bila dibandingkan dengan perumahan skala besar dan hal ini memperkuat kekuatan lokal.
d. Jaringan (Network)
bentuk mulai dari yang alami hingga geometrik. Jika populasi telah tumbuh lebih dar beberapa ribu jiwa, sebuah titik pertemuan bisa tumbuh mengikuti sepanjang jalan utama atau terpecah menjadi dua atau lebih titik pertemuan lainnya. Pecahan titk pertemuan ini lebih kecil bila dibandingkan titik pertemuan utama. Bila titik pertemuan semacam ini terbentuk, hal ini agak mengurangi kepentingan nodal utama.
Dalam perspektif yang berbeda, menurut Patrick Geddes, karakteristik permukiman sebagai suatu kawasan memiliki unsur: Place (tempat tinggal); Work
(tempat kerja); Folk (tempat bermasyarakat). Di Indonesia, Kus Hadinoto (1970-an) mengadaptasinya menjadi 5 unsur pokok, yaitu :
Wisma : tempat tinggal (perumahan)
Karya : Tempat bekerja (kegiatan usaha)
Marga : Jaringan pergerakan, jalan
Suka : Tempat rekreasi/hiburan
Penyempurna : Prasarana – sarana
Menurut Kevin Lynch dalam The image of the city (1960) ada lima unsur dalam gambaran mengenai kota yaitu :
1. Path, Jalur yang biasa, sering atau potensial dilalui oleh pengamat, misalnya: jalan, lintasan angkutan umum, kanal, rel kereta api. Manusia mengamati kota ketika bergerak dalam “path”.
2. Edge, Batas antara dua kawasan yang memisahkan kesinambungan, elemen linier yang tidak dianggap/digunakan sebagai “path” oleh pengamat. Misalnya : pantai, lintasan rel kereta api, dinding, sungai.
3. District, Bagian kota berukuran sedang sampai besar, tersusun sampai dua
dimensi yang dapat dimasuki pengamat (secara mental), dan dapat diknali dari karakter umumnya.
4. Node/core, Titik/lokasi strategis yang dapat dimasuki pengamat. Dapat berupa
konsentrasi pengguanaan/cirri fisik yang penting. Misalnya : persimpangan, tempat perhentian, ruang terbuka, penggantian moda angkutan, dan lain-lain.
5. Landmark, Titik acuan bersifat eksternal yang tidak dapat dimasuki
jauh, dari berbagai sudut pandang dan jarak, di atas elemen lainnya, dijadikan acuan.
Menurut Eko Budiharjo, Kota merupakan hasil cipta, rasa, karsa dan karya manusia yang paling rumit dan muskil sepanjang peradaban. Struktur merupakan bentuk dan wajah serta penampilan kota, merupakan hasil dari penyelesaian konflik perkotaan yang selalu terjadi, dan mencerminkan perkembangan peradaban warga kota maupun pengelolanya.
Adapun elemen-elemen yang membentuk struktur ruang kota (Sinulingga, 2005: 97, yaitu:
Kumpulan dari pelayanan jasa termasuk di dalamnya perdagangan, pemerintahan, keuangan yang cenderung terdistribusi secara berkelompok dalam pusat pelayanan.
Kumpulan dari industri sekunder (manufaktur) pergudangan dan perdagangan grosir yang cenderung untuk berkumpul pada suatu tempat. Lingkungan permukiman sebagai tempat tinggal dari manusia dan ruang terbuka hijau.
Jaringan transportasi yang menghubungkan ketiga tempat di atas.
Struktur ruang wilayah kabupaten merupakan gambaran sistem perkotaan wilayah kabupaten dan jaringan prasarana wilayah kabupaten yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kabupaten selain untuk melayani kegiatan skala kabupaten yang meliputi sistem jaringan transportasi, sistem jaringan energi dan kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi, dan sistem jaringan sumber daya air, termasuk seluruh daerah hulu bendungan atau waduk dari daerah aliran sungai. (UU Penataan Ruang, 2007)
Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan disebutkan bahwa Struktur dan pola pemanfaatan ruang Kawasan Perkotaan Metropolitan berisi :
a. Arahan pengembangan dan distribusi penduduk;
c. Arahan pengembangan kawasan permukiman, perindustrian, pariwisata, jasa perniagaan, dan kawasan lainnya;
d. Arahan pengembangan sistem prasarana dan sarana primer yang meliputi prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, pengairan, dan prasarana pengelolaan lingkungan.
2.2 Teori Struktur Ruang
Teori-teori yang melandasi struktur ruang kota yang paling dikenal yaitu : 1. Teori Konsentris (Burgess,1925) yang menyatakan bahwa Daerah Pusat Kota
(DPK) atau Central Bussiness District (CBD) adalah pusat kota yang letaknya tepat di tengah kota dan berbentuk bundar yang merupakan pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik, serta merupakan zona dengan derajat aksesibilitas tinggi dalam suatu kota. Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central Bussiness District (CBD) tersebut terbagi atas dua bagian, yaitu: pertama, bagian paling inti atau RBD (Retail Business District) dengan kegiatan dominan pertokoan, perkantoran dan jasa; kedua, bagian di luarnya atau WBD (Wholesale Business District) yang ditempati oleh bangunan dengan peruntukan kegiatan ekonomi skala besar, seperti pasar, pergudangan (warehouse), dan gedung penyimpanan barang supaya tahan lama (storage buildings).
2. Teori Sektoral (Hoyt,1939) menyatakan bahwa Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central Bussiness District (CBD) memiliki pengertian yang sama dengan yang diungkapkan oleh Teori Konsentris.
Teori lainnya yang mendasari struktur ruang kota adalah Teori Ketinggian Bangunan; Teori Konsektoral; dan Teori Historis. Dikaitkan dengan perkembangan Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central Bussiness District (CBD), maka berikut ini adalah penjelasan masing-masing teori mengenai pandangannya terhadap Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central Bussiness District (CBD) :
Teori Ketinggian Bangunan (Bergel, 1955). Teori ini menyatakan bahwa perkembangan struktur kota dapat dilihat dari variabel ketinggian bangunan. Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central Bussiness District (CBD) secara garis besar merupakan daerah dengan harga lahan yang tinggi, aksesibilitas sangat tinggi dan ada kecenderungan membangun struktur perkotaan secara vertikal. Dalam hal ini, maka di Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central Bussiness District (CBD) paling sesuai dengan kegiatan perdagangan (retail activities), karena semakin tinggi aksesibilitas suatu ruang maka ruang tersebut akan ditempati oleh fungsi yang paling kuat ekonominya.
Teori Konsektoral (Griffin dan Ford, 1980). Teori Konsektoral dilandasi oleh struktur ruang kota di Amerika Latin. Dalam teori ini disebutkan bahwa Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central Bussiness District (CBD) merupakan tempat utama dari perdagangan, hiburan dan lapangan pekerjaan. Di daerah ini terjadi proses perubahan yang cepat sehingga mengancam nilai historis dari daerah tersebut. Pada daerah – daerah yang berbatasan dengan Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central Bussiness District (CBD) di kota-kota Amerika Latin masih banyak tempat yang digunakan untuk kegiatan ekonomi, antara lain pasar lokal, daerah-daerah pertokoan untuk golongan ekonomi lemah dan sebagian lain dipergunakan untuk tempat tinggal sementara para imigran.
Teori Historis (Alonso, 1964). Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central Bussiness District (CBD) dalam teori ini merupakan pusat segala fasilitas kota dan merupakan daerah dengan daya tarik tersendiri dan aksesibilitas yang tinggi.
2.2.1 Bentuk dan Model Struktur Ruang
Bentuk struktur ruang kota apabila ditinjau dari pusat pelayanan (retail) terbagi menjadi tiga, yaitu (Sinulingga, 2005:103-105)
1. Monocentric city
Monocentric city adalah kota yang belum berkembang pesat, jumlah penduduknya belum banyak, dan hanya mempunyai satu pusat pelayanan yang sekaligus berfungsi sebagai CBD (Central Bussines District).
2. Polycentric city
Perkembangan kota mengakibatkan pelayanan oleh satu pusat pelayanan tidak efisien lagi. Kota-kota yang bertambah besar membutuhkan lebih dari satu pusat pelayanan yang jumlahnya tergantung pada jumlah penduduk kota. Fungsi pelayanan CBD diambil alih oleh pusat pelayanan baru yang dinamakan sub pusat kota (regional centre) atau pusat bagian wilayah kota. Sementara itu, CBD secara berangsur-angsur berubah dari pusat pelayanan retail (eceran) menjadi kompleks kegiatan perkantoran komersial yang daya jangkauan pelayanannya dapat mencakup bukan wilayah kota saja, tetapi wilayah sekeliling kota yang disebut juga wilayah pengaruh kota.
CBD dan beberapa sub pusat kota atau pusat bagian wilayah kota
(regional centre) akan membentuk kota menjadi polycentric city atau
cenderung seperti multiple nuclei city yang terdiri dari:
a. CBD, yaitu pusat kota lama yang telah menjadi kompleks perkantoran b. Inner suburb (kawasan sekeliling CBD), yaitu bagian kota yang tadinya
dilayani oleh CBD waktu kota belum berkembang dan setelah berkembang sebagian masih dilayani oleh CBD tetapi sebagian lagi dilayani oleh sub pusat kota
c. Sub pusat kota, yaitu pusat pelayanan yang kemudian tumbuh sesuai perkembangan kota
e. Urban fringe (kawasan perbatasan kota), yaitu pinggiran kota yang secara berangsur-angsur tidak menunjukkan bentuk kota lagi, melainkan mengarah ke bentuk pedesaan (rural area)
3. Kota metropolitan
Kota metropolitan adalah kota besar yang dikelilingi oleh kota-kota satelit yang terpisah cukup jauh dengan urban fringe dari kota tersebut, tetapi semuanya membentuk satu kesatuan sistem dalam pelayanan penduduk wilayah metropolitan.
Adapun model struktur ruang apabila dilihat berdasarkan pusat – pusat pelayanannya diantaranya:
1. Mono centered
Terdiri dari satu pusat dan beberapa sub pusat yang tidak saling terhubung antara sub pusat yang satu dengan sub pusat yang lain.
2. Multi nodal
Terdiri dari satu pusat dan beberapa sub pusat dan sub sub pusat yang saling terhubung satu sama lain. Sub sub pusat selain terhubung langsung dengan sub pusat juga terhubung langsung dengan pusat.
3. Multi centered
Terdiri dari beberapa pusat dan sub pusat yang saling terhubung satu sama lainnya.
4. Non centered
Gambar 2.1 Model Struktur Ruang
Sumber : Sinulingga 2005
Selain itu beberapa penulis juga menggolongkan tipologi struktur sebagai gambar berikut:
Gambar 2.2 Tipologi Struktur Ruang
2.2.2 Pengertian Pusat dan Sub Pusat Pelayanan Kota
Pusat kota merupakan pusat dari segala kegiatan kota antara lain politik, sosial budaya, ekonomi, dan teknologi. Jika dilihat dari fungsinya, pusat kota merupakan tempat sentral yang bertindak sebagai pusat pelayanan bagi daerah-daerah di belakngnya, mensuplainya dengan barang-barang dan jasa-jasa pelayanan, jasa-jasa ini dapat disusun menurut urutan menaik dan menurun tergantung pada ambang batas barang permintaan. Pusat kota terbagi dalam dua bagian:
1. Bagian paling inti (The Heart of The Area) disebut RBD (Retail Business
District)
Kegiatan dominan pada bagian ini antara lain department store, smartshop, office building, clubs, hotel, headquarter of economic, civic, political.
2. Bagian diluarnya disebut WBD (Whole Business District) yang ditempati oleh bangunan yang diperuntukkan untuk kegiatan ekonomi dalam jumlah yang besar antara lain pasar dan pergudangan.
Sedangkan menurut Arthur dan Simon (1973), pusat kota adalah pusat keruangan dan administrasi dari wilayahnya yang memiliki beberapa ciri, yaitu 1. Pusat kota merupakan tempat dari generasi ke generasi menyaksikan
perubahan-perubahan waktu.
2. Pusat kota merupakan tempat vitalitas kota memperoleh makanan dan energi, dengan tersebarnya pusat-pusat aktivitas seperti pemerintahan, lokasi untuk balai kota, toko-toko besar, dan bioskop.
3. Pusat kota merupakan tempat kemana orang pergi bekerja, tempat ke mana mereka ”pergi ke luar”.
4. Pusat kota merupakan terminal dari pusat jaringan, jalan kereta api, dan kendaraan umum.
5. Pusat kota merupakan kawasan di mana kita menemukan kegiatan usaha, kantor pemerintahan, pelayanan, gudang dan industri pengolahan, pusat lapangan kerja, wilayah ekonomis metropolitan.
segala keseluruhan kota, karena pusat kota memiliki prasarana yang diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi.
7. Pusat kota merupakan pusat-pusat fungsi administratif dan perdagangan besar, mengandung rangkaian toko-toko eceran, kantor-kantor profesional, perusahaan jasa, gedung bioskop, cabang-cabang bank dan bursa saham. Dalam kota kecil yang swasembada, kawasan ini juga menyediakan fasilitas perdagangan besar mencakup pusat-pusat administratif dan transportasi yang diperlukan.
Sedangkan pengertian sub pusat pelayanan kota adalah suatu pusat yang memberikan pelayanan kepada penduduk dan aktivitas sebagian wilayah kota, dimana ia memiliki hirarki, fungsi, skala, serta wilayah pelayanan yang lebih rendah dari pusat kota, tetapi lebih tinggi dari pusat lingkungan.
2.2.3 Faktor-Faktor Timbulnya Pusat Pelayanan
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya suatu pusat-pusat pelayanan, yaitu
1. Faktor Lokasi
Letak suatu wilayah yang strategis menyebabkan suatu wilayah dapat menjadi suatu pusat pelayanan.
2. Faktor Ketersediaan Sumber Daya
Ketersediaan sumber daya dapat menyebabkan suatu wilayah menjadi pusat pelayanan.
3. Kekuatan Aglomerasi
Kekuatan aglomerasi terjadi karena ada sesuatu yang mendorong kegiatan ekonomi sejenis untuk mengelompok pada suatu lokasi karena adanya suatu keuntungan, yang selanjutnya akan menyebabkan timbulnya pusat-pusat kegiatan.
4. Faktor Investasi Pemerintah
2.2.4 Perkembangan Kota dan Struktur Ruang
Perkembangan perkotaan adalah suatu proses perubahan keadaan perkotaan dari suatu keadaan ke keadaan yang lain dalam waktu yang berbeda. Sorotan perubahan keadaan tersebut biasanya didasarkan pada waktu yang berbeda dan untuk menganalisis ruang yang sama. Menurut J.H.Goode dalam Daldjoeni (1996: 87), perkembangan kota dipandang sebagai fungsi dari pada faktor-faktor jumlah penduduk, penguasaan alat atau lingkungan, kemajuan teknologi dan kemajuan dalam organisasi sosial.
Sedangkan menurut Bintarto (1989), perkembangan kota dapat dilihat dari aspek zone-zone yang berada di dalam wilayah perkotaan. Dalam konsep ini Bintarto menjelaskan perkembangan kota tersebut terlihat dari penggunaan lahan yang membentuk zone-zone tertentu di dalam ruang perkotaaan sedangkan menurut Branch (1995), bentuk kota secara keseluruhan mencerminkan posisinya secara geografis dan karakteristik tempatnya. Branch juga mengemukakan contoh pola-pola perkembangan kota pada medan datar dalam bentuk ilustrasi seperti : a) topografi,
b) bangunan, c) jalur transportasi, d) ruang terbuka, e) kepadatan bangunan, f) iklim lokal,
g) vegetasi tutupan dan h) kualitas estetika.
Gambar 2.3 Pola Umum Perkembangan Perkotaan
Sumber : Branch, 1996
Berdasarkan pada penampakan morfologi kota serta jenis penyebaran areal perkotaan yang ada, Hudson dalam Yunus (1999), mengemukakan beberapa alternatif model bentuk kota. Secara garis besar ada 7 (tujuh) buah model bentuk kota yang disarankan, yaitu;
(a) bentuk satelit dan pusat-pusat baru (satelite and neighbourhood plans), kota utama dengan kota-kota kecil akan dijalin hubungan pertalian fungsional yang efektif dan efisien;
(b) bentuk stellar atau radial (stellar or radial plans), tiap lidah dibentuk pusat kegiatan kedua yang berfungsi memberi pelayanan pada areal perkotaan dan yang menjorok ke dalam direncanakan sebagai jalur hijau dan berfungsi sebagai paru-paru kota, tempat rekreasi dan tempat olah raga bagi penduduk kota;
(c) bentuk cincin (circuit linier or ring plans), kota berkembang di sepanjang jalan utama yang melingkar, di bagian tengah wilayah dipertahankan sebagai daerah hijau terbuka;
linier, dipinggir jalan biasanya ditempati bangunan komersial dan dibelakangnya ditempati permukiman penduduk;
(e) bentuk inti/kompak (the core or compact plans), perkembangan kota biasanya lebih didominasi oleh perkembangan vertikal sehingga memungkinkan terciptanya konsentrasi banyak bangunan pada areal kecil; (f) bentuk memencar (dispersed city plans), dalam kesatuan morfologi yang
besar dan kompak terdapat beberapa urban center , dimana masing-masing pusat mempunyai grup fungsi-fungsi yang khusus dan berbeda satu sama lain; dan
(g) bentuk kota bawah tanah (under ground city plans), struktur perkotaannya dibangun di bawah permukaan bumi sehingga kenampakan morfologinya tidak dapat diamati pada permukaan bumi, di daerah atasnya berfungsi sebagai jalur hijau atau daerah pertanian yang tetap hijau.
bentuk kota: satelit, kota bintang, cincin, linear, memancar, kompak dan bawah
tanah
Gambar 2.4 Beberapa Alternatif Bentuk Kota
Dalam perencanaan fungsional yang dikemukakan Anthony J. Catanese bahwa bentuk kota terbentuk dari (1) tata guna lahan, (2) pembangunan perumahan (real estate), (3) infrastruktur, (4) lingkungan, (5) transportasi, (6) perumahan, (7) pelestarian benda-benda bersejarah, (8) teknologi.
Melville mengemukakan bahwa secara fisik unsur-unsur perkotaan terbentuk dari bangunan-bangunan, bangunan yang lain yang bukan berupa bangunan gedung, jalur-jalur tranportasi dan utilitas kota, ruang terbuka, kepadatan perkotaan, pengaruh iklim, vegetasi, kulaitas estetika, dan perancangan perkotaan. Sedangkan secara sosial unsur perkotaan dipengaruhi oleh besaran jumlah penduduk, komposisi penduduk, dan penduduk lanjut usia.
2.3 Kebijakan terkait Struktur Ruang
2.3.1 Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Nasional
Dalam Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan dalam arahan kebijakan bahwa muatan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota mencakup :
Tujuan, Kebijakan dan Strategi Penataan Rencana Wilayah Kota;
Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota;
Rencana Pola Ruang Wilayah Kota;
Penetapan Kawasan Strategis Kota;
Arahan Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota (Penyediaan dan Pemanfaatan RTH, Non Hijau, Sarana Prasarana); dan
Ketentuan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang RTRW Nasional, Kabupaten Majalengka difungsikan sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Dalam Pasal 1 PP No. 26/2008 pengertian dari PKL adalah Pusat Kegiatan Lokal adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan.
sektor unggulan perikanan, pertambangan dan pariwisata. Untuk lebih jelasnya Kawasan Cirebon - Indramayu dan Sekitarnya dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 2.1
Kawasan Andalan Cirebon - Indramayu dan Sekitarnya Menurut RTRW Nasional
Sumber : Peraturan Pemerintah No.P 26 Tahun 2008 Tentang RTRW Nasional
2.3.2 Kebijakan Penataan Ruang Provinsi Jawa Barat
Tinjauan kebijakan RTRW Provinsi Jawa Barat secara hierarki akan melandasi penyusunan RTRW Kabupaten Majalengka, yaitu melalui kebijakan pengembangan struktur tata ruang dan kebijakan pola pemanfaatan ruang. Penataan ruang wilayah di Daerah bertujuan untuk mewujudkan tata ruang wilayah yang efisien, berkelanjutan dan berdaya saing menuju Provinsi Jawa
Barat Termaju di Indonesia. Dengan sasaran penataan ruang di Daerah adalah:
a. tercapainya ruang untuk kawasan lindung seluas 45% dari wilayah Jawa Barat dan tersedianya ruang untuk ketahanan pangan;
b. terwujudnya ruang investasi melalui dukungan infrastruktur strategis; c. terwujudnya ruang untuk kawasan perkotaan dan perdesaan dalam sistem
wilayah yang terintegrasi; dan
d. terlaksananya prinsip mitigasi bencana dalam penataan ruang.
Kebijakan pengembangan wilayah diwujudkan melalui pembagian 6 (enam) WP serta keterkaitan fungsional antarwilayah dan antarpusat pengembangan.
Penetapan WP dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan pembangunan. merupakan penjabaran dari Kawasan Strategis Nasional dan Kawasan Andalan pada sistem nasional.
2.3.3 Kebijakan Penataan Ruang Kabupaten Majalengka
Kebijakan tata ruang wilayah provinsi secara hierarki akan melandasi penyusunan rencana tata ruang wilayah Kabupaten Majalengka, yaitu melalui kebijakan pengembangan struktur tata ruang dan kebijakan pola pemanfaatan ruang. Berdasarkan RTRW Propinsi Jawa Barat menyangkut kepentingan Kabupaten Majalengka kebijakan tersebut adalah :
2.3.3.1 Kebijakan Pengembangan Struktur Tata Ruang
Dalam sistem perencanaan struktur tata ruang Provinsi Jawa Barat, Majalengka berada diantara PKN Bandung dan PKN Cirebon, serta PKW Tasikmalaya dan PKW Pangandaran. Sementara itu, Majalengka sendiri merupakan PKW (Kadipaten), Kec. Majalengka sebagai PKL Perkotaan sedangkan Kertajati, Jatiwangi, Rajagaluh, Cikijing, dan Talaga sebagai PKL Perdesaan. Rencana struktur ruang Provinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa Kabupaten Majalengka memiliki lokasi yang strategis dan penataannya lebih diprioritaskan. Hal ini tentunya akan sangat membantu dalam rangka mendorong perkembangan wilayah, dan menciptakan satu kesatuan sistem pembangunan Provinsi Jawa Barat.
Dalam rencana struktur dan tata ruang wilayah Kabupaten Majalengka terdapat tujuan dan rencana yang sudah ditetapkan. Adapun tujuan dan rencana struktur ruang tersebut adalah :
1. Mewujudkan Visi dan Misi Pembangunan Kabupaten Majalengka;
3. Mengoptimalkan keterbatasan ketersediaan sumber daya yang ada, baik sumber daya manusia, alam, sumber daya binaan, maupun sumber daya pembiayaan;
4. Pemecahan persoalan pengembangan wilayah; 5. Mewujudkan aspirasi masyarakat.
Pertimbangan Rencana struktur tata ruang yang ditetapkan adalah : a. RTRWP Jawa Barat dan RTRW Nasional.
b. Visi dan Misi Pembangunan Kabupaten Majalengka.
c. Perkembangan penduduk dan kelengkapan sarana dan prasarana pada tiap wilayah.
d. Keterbatasan ketersediaan sumber daya yang ada, baik sumber daya manusia, alam, sumber daya binaan, maupun sumber daya pembiayaan. e. Persoalan teknis Pengembangan Wilayah.
f. Hasil-hasil dialog.
g. Usaha pengembangan wilayah yang mungkin (perlu) dikembangkan. h. Pembangunan Jalan Tembus Majalengka – Lemahsugih.
i. Rencana Pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat di Kertajati.
j. Rencana Pembangunaan Jalan TOL CISUMDAWU dan TOL CIKAPA.
k. Pembangunan Waduk Jatigede di Sumedang, Kabupaten Majalengka sebagai salah satu daerah penerima manfaat.
Pertimbangan rencana baru yang akan berkaitan dengan struktur ruang : a. Rencana Pembangunan Jalan Lingkar Majalengka – Kadipaten.
b. Rencana Pengembangan Kawitwangi (Kawasan Wisata Sindangwangi). c. Rencana Pengembangan Wisata Situs Prabu Siliwangi.
d. Rencana Pengaturan tentang kebencanaan.
e. Rencana Pembangunan Jalur Kereta Api Bandung-Cirebon (Rancaekek-Tanjungsari-Kertajati-Arjawinangun-Cirebon) dan Kadipaten-Kertajati. f. Rencana Pembangunan Jalur Kereta Api Super Cepat
Cirebon-Kertajati-Bandung-Jakarta.
2.3.3.2 Rencana Struktur Tata Ruang Wilayah
A. Sistem Perkotaan
Rencana Sistem Perkotaan di wilayah Kabupaten adalah rencana susunan Kawasan Perkotaan sebagai pusat kegiatan di dalam wilayah Kabupaten yang menunjukkan keterkaitan saat ini maupun rencana yang membentuk hirarki pelayanan dengan cakupan dan dominasi fungsi tertentu dalam wilayah Kabupaten. Mengacu pada Pedoman Penyusunan RTRW Kabupaten (Permen PU No. 16 Tahun 2009), Pusat Kegiatan di wilayah Kabupaten merupakan simpul pelayanan sosial, budaya, ekonomi dan/atau administrasi masyarakat di wilayah Kabupaten, terdiri atas:
1. Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yang berada di wilayah Kabupaten; 2. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) yang berada di wilayah Kabupaten; 3. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yang berada di wilayah Kabupaten;
4. Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) yang berada di wilayah Kabupaten;
5. Pusat – pusat lain di dalam wilayah Kabupaten yang wewenang penentuannya ada pada Pemerintah Daerah Kabupaten, yaitu:
a. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) merupakan Kawasan Perkotaan yang berfungsi untuk melayani Kegiatan Skala Kecamatan atau beberapa Desa;
b. Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) merupakan Pusat Permukiman yang berfungsi untuk melayani Kegiatan Skala antar Desa.
Dengan menggunakan ketentuan tersebut, maka pengembangan Sistem Perkotaan di Kabupaten Majalengka dan juga mengacu pada RTRWN dan RTRW Provinsi Jawa Barat adalah sebagai berikut:
tinggi dibandingkan dengan pusat kecamatan lainnya. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota. Kinerja PKW sebagai pusat-pusat pertumbuhan di setiap kawasan andalan perlu ditingkatkan. Berdasarkan hasil kajian, keberadaan kawasan andalan belum cukup efektif dalam pengembangan kawasan, sehingga upaya untuk mendorong sinergitas antar-pengembangan PKW perlu ditingkatkan. Pengembangan infrastruktur dan pelayanan yang bersifat lokal diharapkan dapat dipenuhi oleh PKW sebagai pusat koleksi dan distribusi yang dapat melayani kebutuhan kawasan andalan terkait.
Fasilitas minimum yang tersedia di PKW adalah:
a. Perhubungan : Pelabuhan udara dan atau pelabuhan laut dan atau administrasi saja, akan tetapi mencakup sekitar simpul jalur utama antara koridor Bandung – Cirebon dan koridor Utara – Selatan, sehingga ruang kecamatan yang termasuk ke dalam PKW Kadipaten adalah Wilayah Kecamatan Kadipaten dan Kecamatan Dawuan.
2. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) merupakan pusat kegiatan yang memiliki potensi sebagai pusat jasa, pusat pengolahan dan simpul transportasi yang mempunyai pelayanan satu kabupaten atau beberapa kecamatan. Pusat Kegiatan Lokal (PKL) diharapkan dapat berfungsi sebagai pusat koleksi dan distribusi lokal di setiap kabupaten dan atau beberapa kecamatan terdekat. Untuk itu, setiap Pusat Kegiatan Lokal (PKL) akan dilengkapi dengan fasilitas minimum yang perlu ada untuk mendorong berfungsinya Pusat Kegiatan Lokal (PKL).
kegiatan lokal perdesaan. Pusat kegiatan lokal perkotaan adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan. Sedangkan pusat kegiatan lokal perdesaan adalah kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai pusat koleksi dan distribusi lokal yang menghubungkan desa sentra produksi dengan PKL perkotaan.
Penetapan PKL perkotaan diarahkan pada pertimbangan teknis bahwa kota-kota yang ditetapkan memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai kawasan perkotaan dengan kegiatan-kegiatan yang berciri perkotaan, seperti industri, permukiman perkotaan, perdagangan dan jasa, dan lainnya.
Adapun kecamatan yang termasuk kedalam PKL Perkotaan adalah sebagai berikut :
a. PKL Perkotaan, merupakan kawasan perkotaan dan atau pusat kecamatan dengan kemampuan pelayanan dan kelengkapan fasilitas dan utilitas lebih rendah dari PKW. Adapun fungsi yang dikembangkan pada pusat kecamatan tersebut adalah sebagai pusat distribusi dan koleksi barang atau orang dan merupakan pusat pelayanan kabupaten. Dalam RTRW Provinsi Jawa Barat, Kecamatan Majalengka ditetapkan menjadi PKL Perkotaan, sesuai dengan perkembangan yang ada, maka kabupaten perlu meningkatkan atau mempromosikan status kecamatan lain menjadi PKL Perkotaan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan di atas dan rencana kecamatan ke depan. Adapun kecamatan yang dipromosikan menjadi PKL Perkotaan, selain Kecamatan Majalengka, juga Kecamatan Kertajati, Jatiwangi, Ligung, Cikijing dan Talaga.
4. PPL (Pusat Pelayanan Lingkungan) adalah pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa. Kecamatan yang ditetapkan sebagai PPL adalah Kecamatan Sindang, Cingambul dan Malausma.
Tabel 2.2
Rencana Pengembangan Pusat Kegiatan dan Fungsinya di Kabupaten Majalengka
No Struktur Ruang Kecamatan Fungsi
1 PKW Kadipaten Sebagai Simpul Transportasi Regional; Pusat Komersial (Perdagangan dan Jasa); Pusat Pelayanan Sosial serta Pendukung Kegiatan Industri
(Dawuan) Sebagai Kawasan Pengembangan Perumahan; Pelayanan Sosial dan Jasa; Industri Sedang dan Kawasan Perdagangan serta Pertanian dan Perikanan 2 PKL Majalengka Fungsi utama sebagai Pusat Pemerintahan; Pusat
Pendidikan; Pelayanan Sosial; Komersial (Perdagangan dan Jasa) serta Pengembangan Perumahan; Pariwisata; Pertanian; Perikanan dan Peternakan
(Cigasong) Sebagai Pusat Pelayanan Sosial dan Umum; Pelayanan Perdagangan danJasa; Pengembangan Pariwisata; Terminal Regional serta Pendukung Kawasan Perumahan, Pertanian, Perikanan dan Peternakan (Panyingkiran) Sebagai Pusat Pelayanan Sosial dan Umum serta
Pendukung Kawasan Komersial; Perumahan serta Pertanian/Perkebunan; Perikanan dan Peternakan Kertajati Sebagai Kawasan Komersial dan Jasa;Kawasan
Industri Terpadu (Sedang – Besar); Kawasan BIJB serta Pengembangan Kawasan Perkotaan “aerocity” dan Pertanian serta Perikanan
Jatiwangi Sebagai Kawasan Pengembangan Industri (termasuk Industri Kreatif); Kawasan Komersial (Perdagangan dan Jasa) dan Pelayanan Sosial termasuk
Pengembangan Perumahan serta Pertanian dan Perikanan
Talaga Sebagai Pusat Pelayanan Sosial dan Umum; Pengembangan Pertanian (Tanaman Pangan, Perkebunan dan Peternakan); Pengembangan Kawasan Perkotaan, Komersial, Pengembangan Pariwisata dan Terminal Regional
Cikijing Sebagai Pusat Pelayanan Sosial dan Umum; Pengembangan Pertanian dan Peternakan (Agribisnis); Komersial; Pengembangan Pariwisata; Pengembangan Kawasan Perkotaan dan Terminal Regional serta Industri Kecil
Rajagaluh Sebagai Pusat Pelayanan Sosial dan Umum; Pengembangan Kawasan Perkotaan; Komersial; Pengembangan Pariwisata dan Terminal Regional; serta Pertanian; Perikanan dan Peternakan
3 PPK Jatitujuh Sebagai Kawasan Pengembangan Perumahan; Jasa; Industri Sedang dan Pendukung Komersial dan Pertanian/ Peternakan serta Perikanan
Kasokandel Sebagai Kawasan Pengembangan Perumahan; Pelayanan Sosial dan Jasa; Industri dan Kawasan Perdagangan serta Pertanian dan Perikanan Ligung Sebagai Kawasan Pertahanan Keamanan (Lanud
No Struktur Ruang Kecamatan Fungsi
Sosial serta Pertanian dan Perikanan
Sumberjaya Sebagai Kawasan Pengembangan Industri; Kawasan Perdagangan dan Pelayanan Sosial serta Pertanian dan Perikanan
Leuwimunding Sebagai Pusat Pelayanan Sosial dan Umum; Pengembangan Pertanian Tanaman Pangan; Pengembangan Kawasan Perkotaan; Industri serta Pendukung Kawasan Perumahan serta Pertanian dan Perikanan
Palasah Sebagai Pusat Pelayanan Sosial dan Umum; Pengembangan Perkotaan; Industri serta Pendukung Kawasan Perumahan serta Pertanian dan Perikanan Argapura Sebagai Pusat Pelayanan Sosial dan Umum; Komersial;
Pengembangan Pertanian (Tanaman Pangan, Perkebunan dan peternakan); Pengembangan Pariwisata
Sukahaji Sebagai Pusat Pelayanan Sosial dan Umum; Komersial, Pendukung Kawasan Perumahan dan Pengembangan Pariwisata serta Pertanian, Perikanan dan Peternakan Sindangwangi Sebagai Pusat Pelayanan Sosial dan Umum;Komersial
dan Pengembangan Pariwisata dan Sarana Pendukung Pariwisata serta Pertanian; Perikanan dan Peternakan Bantarujeg Sebagai Pusat Pelayanan Sosial dan Umum; Komersial;
Pengembangan Pertanian (Tanaman Pangan, Perkebunan dan Peternakan); Pengembangan Pariwisata dan Terminal Regional
Lemahsugih Sebagai Pusat Pelayanan Sosial dan Umum; Komersial; Pengembangan Pertanian (Tanaman Pangan, Perkebunan dan Peternakan); Pengembangan Pariwisata
Banjaran Sebagai Pusat Pelayanan Sosial dan Umum; Komersial; Pengembangan Pertanian (Tanaman Pangan, Perkebunan dan Peternakan); Pengembangan Pariwisata
Maja Sebagai Pusat Pelayanan Sosial dan Umum; Komersial; Pengembangan Pertanian (Tanaman Pangan, Perkebunan dan Peternakan); Pengembangan Pariwisata; Pengembangan Terminal Regional
4 PPL Sindang Sebagai Pusat Pelayanan Sosial dan Umum; Komersial; Pendukung Kawasan Perumahan dan Pengembangan Pariwisata serta Pertanian, Perikanan dan Peternakan Cingambul Sebagai Pusat Pelayanan Sosial dan Umum; Komersial,
Pengembangan Pertanian (Tanaman Pangan, Perkebunan dan Peternakan); Pengembangan Pariwisata, Pengembangan “Home Industry”
Malausma Sebagai Pusat Pelayanan Sosial dan Umum; Komersial; Pengembangan Pertanian (Tanaman Pangan, Perkebunan dan Peternakan); Pengembangan Kawasan Perbatasan
Sumber : RTRW Kabupaten Majalengka Tahun 2011 – 2031
Catatan : Di setiap Kecamatan diupayakan ada Pusat – pusat Komersial, Pusat Komersial ini didasarkan
Gambar 2.5
Peta Rencana Struktur Ruang Kabupaten Majalengka
ANALISIS STRUKTUR RUANG KOTA KECAMATAN Studi Kasus : Kec Jatitujuh Kab. Majalengka
B. Sistem Perdesaan
1. PKL Perdesaan (PKL-pd) diarahkan untuk menjadi pusat kegiatan koleksi dan distribusi bagi wilayah-wilayah belakangnya dan ditetapkan sebagai kawasan yang dapat dikembangkan secara terbatas untuk kegiatan industri berbasis pertanian. Adapun kecamatan yang termasuk PKL Perdesaan adalah sebagai berikut :
PKL Perdesaan (PKL-pd), dalam arahan RTRW Provinsi Jawa Barat yang termasuk dalam PKL Perdesaan di Kabupaten Majalengka adalah Kecamatan Kertajati, Jatiwangi, Rajagaluh, Cikijing, dan Talaga. Mengingat kecenderungan perkembangan yang ada saat ini, maka dalam Revisi RTRW Kabupaten Majalengka, Kecamatan Kertajati, Jatiwangi, Cikijing dan Talaga telah dipromosikan menjadi PKL Perkotaan Kabupaten, sedangkan kecamatan yang menjadi PKL Perdesaan adalah Kecamatan Rajagaluh, Leuwimunding dan Bantarujeg.
2. PPL adalah pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa. Kecamatan yang ditetapkan sebagai PPL adalah Kecamatan Sindang, Cingambul, dan Malausma.
Tabel 2.3
Struktur Tata Ruang Kabupaten Majalengka
WP PKW PKL - p PKL - pd PPK PPL
WP Utara Kadipaten Kertajati Leuwimunding Kasokandel (Dawuan) Jatiwangi Palasah
Ligung Jatitujuh
Sumberjaya
WP Tengah
Majalengka Rajagaluh Sindangwangi Sindang (Cigasong) Panyingkiran
Sukahaji
WP Selatan
Talaga Bantarujeg Lemahsugih Cingambul
Cikijing Maja Malausma
Argapura Banjaran
Sumber: RTRW Kabupaten Majalengka Tahun 2011 – 2031
Keterangan:
2.3.3.3 Rencana Bandara Internasional Jawa Barat
Rencana Sistem Jaringan Transportasi Udara di Kabupaten Majalengka terdiri atas tatanan kebandarudaraan dan ruang udara untuk penerbangan. Tatanan kebandarudaraan berupa Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) berada di Kecamatan Kertajati sebagai pengumpul skala sekunder. Sedangkan ruang udara untuk penerbangan meliputi penentuan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) yaitu Kecamatan Kertajati, Kecamatan Jatitujuh dan Kecamatan Dawuan. Penetapan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) oleh Menteri Perhubungan dan pengaturan lebih lanjut diatur dalam Peraturan Bupati.
Pengembangan Sistem Transportasi Udara di Kabupaten Majalengka diarahkan pada pengembangan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) yang berlokasi di Kecamatan Kertajati untuk kepentingan penerbangan sipil dan komersial serta penerbangan militer dan dinas terbatas di Kecamatan Jatiwangi. Adanya sistem transportasi udara berupa Rencana Pembangunan BIJB tersebut menyebabkan adanya pembatasan pengembangan wilayah yang terkait dengan pembangunan BIJB tersebut. Pembatasan pengembangan wilayah didasarkan pada Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) yang bepusat pada landas pacu pesawat terbang dari Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) sampai dengan radius 15 km dari landas pacu tersebut.
Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) adalah wilayah daratan dan/atau perairan dan ruang udara di sekitar bandar udara yang dipergunakan untuk kegiatan operasi penerbangan dalam rangka menjamin keselamatan penerbangan.
Pada KKOP tidak dibenarkan adanya bangunan atau benda tumbuh, baik yang tetap (fixed) maupun dapat berpindah (mobile), yang lebih tinggi dari batas ketinggian yang diperkenankan sesuai dengan Aerodrome Reference Code (Kode Referensi Landas Pacu) dan Runway Classification (Klasifikasi Landas Pacu) dari suatu Bandar Udara.