• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Persentase Bubuk Perlit Terhadap Waktu Ikat Semen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Persentase Bubuk Perlit Terhadap Waktu Ikat Semen"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG AKIBAT

HUKUM SUKSESI NEGARA TIMOR LESTE TERHADAP

NEGARA INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas dan memenuhi syarat – syarat untuk mencapai gelar

Sarjana Hukum

Oleh :

T

T

I

I

F

F

F

F

A

A

N

N

Y

Y

Y

Y

E

E

S

S

S

S

A

A

NIM. 100200332

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(2)

TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG AKIBAT

HUKUM SUKSESI NEGARA TIMOR LESTE TERHADAP

NEGARA INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas dan memenuhi syarat – syarat untuk mencapai gelar

Sarjana Hukum

Oleh :

T

T

I

I

F

F

F

F

A

A

N

N

Y

Y

Y

Y

E

E

S

S

S

S

A

A

NIM. 100200332

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

Disetujui oleh:

Ketua Departemen Hukum Internasional

NIP. 196408301993031002 Arif, SH, M.Hum

Pembimbing I

NIP. 194712281979031001 Prof. Sulaiman, SH

Pembimbing II

NIP. 196408301993031002 Arif, SH, M.Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(3)

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim

Puji dan syukur kehadhirat Allah SWT atas limpahan rahmad, nikmat dan

karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai

tugas akhir untuk menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar Sarjana Hukum

pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dan tidak lupa shalawat

beriring salam saya sampaikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah

menuntun umatnya kejalan yang di ridhoi Allah SWT.

Adapun skripsi ini berjudul : “TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL

TENTANG AKIBAT HUKUM SUKSESI NEGARA TIMOR LESTE

TERHADAP NEGARA INDONESIA”

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih mempunyai banyak kekurangan

di dalam penulisannya, oleh karena itu penulis berharap adanya masukan dan

saran yang bersifat membangun untuk dimasa yang akan datang.

Pelaksanaan penulisan skripsi ini diakui banyak mengalami kesulitan dan

hambatan, namun berkat bimbingan, arahan, serta petunjuk dari dosen

pembimbing, maka penulisan ini dapat diselesaikan dengan baik Dalam

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan

setinggi-tingginya kepada semua pihak yang banyak membantu, membimbing,

dan memberikan motivasi. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Prof. Dr. Runtung, SH.M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

(4)

Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Bapak Syafruddin,

SH.MH.DFM selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara dan Bapak Muhammad Husni, SH.M.Hum selaku

Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Arif, S.H., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Internasional

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku Dosen

Pembimbing II yang telah banyak membantu penulis, dalam memberikan

masukan, arahan-arahan, serta bimbingan didalam pelaksanaan penulisan

skripsi ini.

3. Prof. Sulaiman, SH, selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak

membantu penulis, dalam memberikan masukan, arahan-arahan, serta

bimbingan didalam pelaksanaan penulisan skripsi ini

4. Kepada Ayahanda Tersayang Naswin Yessa dan Ibunda Tersayang Ermina

Satina Waruwu, atas segala perhatian, dukungan, doa dan kasih sayangnya

sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum USU dan

yang telah memberikan dukungan kepada penulis.

5. Seluruh Bapak dan Ibu staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

6. Kepada Mahasiswa/i Fakultas Hukum USU stambuk 2010, selama

menjalani perkuliahan..

7. Dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini

baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan

(5)

Demikianlah yang dapat saya sampaikan, atas segala kesalahan dan

kekurangan saya mohon maaf. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Medan, Maret 2014

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAK ... vi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

D. Keaslian Penulisan ... 5

E. Tinjauan Kepustakaan ... 5

F. Metodologi Penelitian ... 11

G. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG SUKSESI NEGARA ... 14

A. Negara dan Suksesi Negara ... 14

B. Akibat Suksesi Negara... 34

C. Sekilas Sejarah Timor Leste... 36

BAB III AKIBAT HUKUM SUKSESI NEGARA TIMOR LESTE TERHADAP NEGARA INDONESIA ... 39

A. Yurisdiksi/ Kedaulatan Negara Terhadap Suatu Wilayah .... 39

B. Aset-Aset Indonesia di Timor Leste ... 41

(7)

D. Akibat Hukum Pemisahan Negara Timor Leste Terhadap

Indonesia ... 51

BAB IV PENYELESAIAN TERHADAP ASET-ASET INDONESIA DI WILAYAH TIMOR SETELAH PEMISAHAN ... 69

A. Permasalahan Akibat Suksesi Negara Timor Leste ... 69

B. Penyelesaian Terhadap Aset-Aset Indonesia di Wilayah Timor Setelah Pemisahan ... 70

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

A. Kesimpulan ... 73

B. Saran ... 74

(8)

ABSTRAK

Hukum internasional positif yang mengatur bidang suksesi negara masih belum ada. Belum ada aturan baku yang menjadi acuan atau mengikat bagi negara-negara. Praktek telah pula menunjukkan bahwa tidak ada aturan yang dapat diterima umum sebagai hukum internasional. Hal ini agak mengherankan, mengingat hukum internasional telah lama berupaya mengatur bidang ini. Hukum yang ada dari sejak awal perkembangan di bidang hukum ini adalah berbagai perjanjian bilateral antara negara baru dan lama. Kajian skripsi ini membahas suksesi negara timor Leste.

Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah bagaimana akibat hukum suksesi negaraTimor Leste terhadap Indonesia, bagaimana keberadaan aset-aset Indonesia di wilayah Timor Leste setelah pemisahan dan bagaimana penyelesaian terhadap aset-aset Indonesia di wilayah Timor Leste setelah pemisahan.

Hasil penelitian dan pembahasan menjelaskan akibat hukum suksesi negara Timor Leste terhadap Indonesia adalah terciptanya negara baru. Sedangkan akibat-akibat yang berhubungan dengan hukum internasional baik itu mengenai wilayah negara maupun hal-hal lainnya yang berhubungan dengan hukum internasional dinamakan suksesi negara. Suksesi negara merupakan bagian dari suksesi negara. Keberadaan aset-aset Indonesia di wilayah Timor Leste setelah pemisahan merupakan hak kepada negara yang baru merdeka untuk mengklaim dirinya sebagai pemilik baru atas aset negara lama. Dalam hal ini, Timor Leste sebagai negara baru merdeka menjadi pemilik atas aset negara RI yang berada di sana. Penyelesaian terhadap aset-aset Indonesia di wilayah Timor Leste setelah

pemisahan adalah adalah win-win solution karena memang sukar memberikan

kategorisasi aset untuk ganti rugi. Indonesia memahami kondisi ekonomi Timor Lerte sehingga kedua negara telah bersepakat sejak awal, penyelesaian masalah aset Indonesia tersebut diselesaikan melalui jalur perundingan. Karena (masalah) aset ini merupakan residual issues akibat pemisahan Timor dari Indonesia.

(9)

ABSTRAK

Hukum internasional positif yang mengatur bidang suksesi negara masih belum ada. Belum ada aturan baku yang menjadi acuan atau mengikat bagi negara-negara. Praktek telah pula menunjukkan bahwa tidak ada aturan yang dapat diterima umum sebagai hukum internasional. Hal ini agak mengherankan, mengingat hukum internasional telah lama berupaya mengatur bidang ini. Hukum yang ada dari sejak awal perkembangan di bidang hukum ini adalah berbagai perjanjian bilateral antara negara baru dan lama. Kajian skripsi ini membahas suksesi negara timor Leste.

Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah bagaimana akibat hukum suksesi negaraTimor Leste terhadap Indonesia, bagaimana keberadaan aset-aset Indonesia di wilayah Timor Leste setelah pemisahan dan bagaimana penyelesaian terhadap aset-aset Indonesia di wilayah Timor Leste setelah pemisahan.

Hasil penelitian dan pembahasan menjelaskan akibat hukum suksesi negara Timor Leste terhadap Indonesia adalah terciptanya negara baru. Sedangkan akibat-akibat yang berhubungan dengan hukum internasional baik itu mengenai wilayah negara maupun hal-hal lainnya yang berhubungan dengan hukum internasional dinamakan suksesi negara. Suksesi negara merupakan bagian dari suksesi negara. Keberadaan aset-aset Indonesia di wilayah Timor Leste setelah pemisahan merupakan hak kepada negara yang baru merdeka untuk mengklaim dirinya sebagai pemilik baru atas aset negara lama. Dalam hal ini, Timor Leste sebagai negara baru merdeka menjadi pemilik atas aset negara RI yang berada di sana. Penyelesaian terhadap aset-aset Indonesia di wilayah Timor Leste setelah

pemisahan adalah adalah win-win solution karena memang sukar memberikan

kategorisasi aset untuk ganti rugi. Indonesia memahami kondisi ekonomi Timor Lerte sehingga kedua negara telah bersepakat sejak awal, penyelesaian masalah aset Indonesia tersebut diselesaikan melalui jalur perundingan. Karena (masalah) aset ini merupakan residual issues akibat pemisahan Timor dari Indonesia.

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Suksesi negara adalah suatu keadaan di mana terjadi perubahan atau

penggantian kedaulatan dalam suatu negara sehingga terjadi semacam pergantian

negara yang membawa akibat-akibat hukum yang sangat kompleks.

Secara harfiah, istilah Suksesi negara (State Succession atau Succession of

State) berarti penggantian atau pergantian negara. Namun istilah penggantian atau

pergantian negara itu tidak mencerminkan keseluruhan maksud maupun

kompleksitas persoalan yang terkandung di dalam subjek bahasan state succession

itu. Memang sulit untuk membuat suatu definisi yang mampu menggambarkan

keseluruhan persoalan suksesi negara. 1

Pemisahan menjadikan negara yang lama atau negara yang digantikan

disebut dengan istilah Predecessor State, sedangkan negara yang menggantikan

disebut Successor State. 2

Contohnya: sebuah wilayah yang tadinya merupakan wilayah jajahan dari

suatu negara kemudian memerdekakan diri. Predecessor state-nya adalah negara

yang menguasai atau menjajah wilayah tersebut, sedangkan successor state-nya

adalah negara yang baru merdeka itu. Contoh lain, suatu negara terpecah-pecah

menjadi beberapa negara baru, sedangkan negara yang lama lenyap. Predecessor

1

Materi Pelajaran FH, “Konsepsi Suksesi negara Dalam Hukum Internasional”,

Diakses tanggal 22 Pebruari 2014

2

(11)

state-nya adalah negara yang hilang atau lenyap itu, sedangkan successor state

-nya adalah negara-negara baru hasil pecahan itu.

Indonesia sendiri juga menghadapi masalah ini. Pertama adalah lepasnya

Timor Timur dari Indonesia dan kemudian menyatakan kemerdekaannya (dengan

bantuan masyarakat internasional yang tergabung dalam PBB). Kedua, adalah

masalah suksesi negara yang terkait dengan perjanjian internasional ketika

Mahkamah Internasional memeriksa sengketa pulau Sipadan- Ligitan antara

Indonesia melawan Malaysia (1997-2002).3

Masalah utama dalam pembahasan mengenai suksesi negara adalah:

apakah dengan terjadinya suksesi negara itu keseluruhan hak dan kewajiban

negara yang lama atau negara yang digantikan (predecessor state) otomatis

beralih kepada negara yang baru atau negara yang menggantikan (sucessor state).

Sebagaimana yang dikatakan oleh Starke,

Dalam hal istilah suksesi negara (state succession) terutama bersangkut

paut dengan peralihan hak-hak dan kewajiban-kewajiban negara-negara yang telah berubah atau kehilangan identitasnya kepada negara-negara atau kesatuan-kesatuan lain, perubahan atau kehilangan identitas demikian terjadi terutama apabila berlangsung perubahan baik secara keseluruhan

atau sebagian kedaulatan atas bagian-bagain wilayahnya.4

Hukum internasional positif yang mengatur bidang ini masih belum ada.

Belum ada aturan baku yang menjadi acuan atau mengikat bagi negara-negara.

Praktek telah pula menunjukkan bahwa tidak ada aturan yang dapat diterima

umum sebagai hukum internasional. Hal ini agak mengherankan, mengingat

3

No Gain Without Pain, “Perspektif Hukum International Mengenai Suksesi negara

Dalam Menginterpretasi Kasus Timor-Timur”,

4

(12)

hukum internasional telah lama berupaya mengatur bidang ini. Hukum yang ada

dari sejak awal perkembangan di bidang hukum ini adalah berbagai perjanjian

bilateral antara negara baru dan lama. Contoh klasik mengenai perjanjian bilateral

ini adalah Perjanjian tahun 1919 yakni the Treaty of Paris yang mengatur

utang-utang publik (negara lama) yang beralih kepada negara baru, yaitu Hungaria.

Upaya pembentukan hukum atau perjanjian internasional mengenai hal ini

bukannya tidak ada. Kekosongan hukum mengenai bidang hukum ini telah

mendorong Komisi Hukum Internasional PBB (International Law Commission

atau ILC) untuk mengkodifikasi hukum internasional di bidang hukum ini. Tahun

1978, ILC mengesahkan Konvensi Wina mengenai suksesi negara dalam

kaitannya dengan perjanjian. Lalu pada tahun 1983, ILC juga mengesahkan

Konvensi Wina mengenai Suksesi negara dalam kaitannya dengan Harta Benda,

Arsip-arsip dan Utang-utang Negara. Khususnya untuk Konvensi Wina 1983,

Konvensi ini mensyaratkan ratifikasi agar Konvensi dapat berlaku efektif.

Hingga ini baru diketahui hanya 5 negara saja yang meratifikasi Hal ini

begitu sulit untuk mendapat pengaturan hukum internasional karena Masalahnya

adalah, di dalam suksesi negara terkait di dalamnya berbagai faktor hukum dan

factor-faktor non-hukum lainnya yang melekat. Faktor-faktor ini tampak cukup

banyak mengingat kasus-kasus yang menyangkut lahirnya suksesi negara ini satu

sama lainnya tidak sama.

Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini mengambil judul penelitian

tentang “Tinjauan Hukum Internasional Tentang Akibat Hukum Suksesi

(13)

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa

permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini. Adapun yang menjadi

permasalahan tersebut adalah :

a. Bagaimana akibat hukum suksesi negara Timor Leste terhadap Indonesia?

b. Bagaimana keberadaan aset-aset Indonesia di wilayah Timor Leste setelah

pemisahan?

c. Bagaimana penyelesaian terhadap aset-aset Indonesia di wilayah Timor Leste

setelah pemisahan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penelitian dalam skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui akibat hukum suksesi negara Timor Leste terhadap

Indonesia.

2. Untuk mengetahui keberadaan aset-aset Indonesia di wilayah Timor Leste

setelah pemisahan.

3. Untuk mengetahui penyelesaian terhadap aset-aset Indonesia di wilayah Timor

Leste setelah pemisahan.

Manfaat penelitian di dalam pembahasan skripsi ini ditujukan kepada

berbagai pihak terutama :

a. Secara teoritis untuk menambah literatur tentang Hukum Internasional

(14)

b. Secara praktis sebagai sumbangan pemikiran dan masukan mengenai

permasalahan suksesi negara.

D. Keaslian Penulisan

Adapun penulisan skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum

Internasional Tentang Akibat Hukum Suksesi Negara Timor Leste Terhadap

Negara Indonesia” ini merupakan luapan dari hasil pemikiran penulis sendiri.

Penlisan skripsi yang bertemakan mengenai hukum internasional memang sudah

cukup banyak diangkat dan dibahas, namun skripsi dengan masalah suksesi

negara Timor Leste ini belum pernah ditulis sebagai skripsi. Dan penulisan skripsi

ini tidak sama dengan penulisan skripsi lainnya. Sehingga penulisan skripsi ini

masih asli serta dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan akademik.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Negara

Negara adalah persekutuan hukum yang letaknya dalam suatu daerah

tertentu dan mempunyai kekuasaan tertinggi guna menyelenggarakan kepentingan

umum dan kemakmuran bersama.5

Negara adalah sebuah organisasi atau badan tertinggi yang memiliki

kewenangan untuk mengatur perihal yang berhubungan dengan kepentingan

masyarakat luas serta memiliki kewajiban untuk mensejahterakan, melindungi dan

mencerdaskan kehidupan bangsa.

5

(15)

Unsur-unsur Negara meliputi

1. Penduduk

Penduduk merupakan warga negara yang memiliki tempat tinggal dan juga

memiliki kesepakatan diri untuk bersatu. Warga negara adalah pribumi atau

penduduk asli Indonesia dan penduduk negara lain yang sedang berada di

Indonesia untuk tujuan tertentu.

2. Wilayah

Wilayah adalah daerah tertentu yang dikuasai atau menjadi teritorial dari

sebuah kedaulatan. Wilayah adalah salah satu unsur pembentuk negara yang

paling utama. Wilaya terdiri dari darat, udara dan juga laut*.

3. Pemerintah

Pemerintah merupakan unsur yang memegang kekuasaan untuk menjalankan

roda pemerintahan.

2. Pengertian Suksesi

Secara harfiah, istilah Suksesi Negara (State Succession atau Succession of

State) berarti “penggantian atau pergantian negara”. Namun istilah penggantian

atau pergantian negara itu tidak mencerminkan keseluruhan maksud maupun

kompleksitas persoalan yang terkandung di dalam subjek bahasan state succession

itu.

Suksesi negara didefinisikan sebagai Pengalihan hak-hak dan

kewajiban-kewajiban negara-negara yang telah berubah atau kehilangan identitasnya kepada

negara-negara atau kesatuan-kesatuan lain. Suksesi negara terjadi karena adanya

(16)

kedaulatan atas bagian-bagian wilayahnya negara yang bersangkutan. Jadi,

Suksesi negara ini berawal dari adanya kondisi perubahan pada negara yang

bersangkutan.6

Memang sulit untuk membuat suatu definisi yang mampu menggambarkan

keseluruhan persoalan suksesi negara. Tetapi untuk memberikan gambaran

sederhana, suksesi negara adalah suatu keadaan di mana terjadi perubahan atau

penggantian kedaulatan dalam suatu negara sehingga terjadi semacam “pergantian

negara” yang membawa akibat-akibat hukum yang sangat kompleks. Negara yang

lama atau negara yang “digantikan” disebut dengan istilah Predecessor State,

sedangkan negara yang “menggantikan” disebut Successor State. Contohnya :

sebuah wilayah yang tadinya merupakan wilayah jajahan dari suatu negara

kemudian memerdekakan diri.

Predecessor state-nya adalah negara yang menguasai atau menjajah

wilayah tersebut, sedangkan successor state-nya adalah negara yang baru merdeka

itu. Contoh lain, suatu negara terpecah-pecah menjadi beberapa negara baru,

sedangkan negara yang lama lenyap. Predecessor state-nya adalah negara yang

hilang atau lenyap itu, sedangkan successor state-nya adalah negara-negara baru

hasil pecahan itu.

3. Pengertian Hukum Internasional

Hukum Internasional adalah hukum yang berlaku antara negara-negara

yang satu dengan yang lain, hukum mana menimbulkan hak-hak dan

kewajiban-6

The Angga Fantasy, “Suksesi negara”,

(17)

kewajiban terhadap negara-negara yang bersangkutan itu.7

J.G Starke menyatakan bahwa hukum internasional dapat didefenisikan

sebagai keseluruhan hukum-hukum yang untuk sebahagian besar terdiri dari

prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah perilaku yang terhadapnya negara-negara

merasa dirinya terikat untuk menaati, dan karenanya benar-benar ditaati secara

umum dalam hubungan mereka secara umum dalam

hubungan-hubungan mereka satu sama lain.8

Definisi ini melampaui batasan tradisional hukum internasional sebagai

suatu sistem yang semata-mata terdiri dari kaidah-kaidah yang mengatur

hubungan-hubungan sistem negara-negara saja. Definisi tradisional mengenai

pokok permasalahan ini, yaitu dengan pembatasan pada perilaku negara-negara

inter se, dapat dijumpai dalam sebagian besar karya standar hukum internasional

yang lebih tua usianya, tetapi mengingat perkembangan-perkembangan yang

terjadi selama empat dekade yang lampau, definisi tersebut tidak dapat berjalan

sebagai suatu deskripsi komprehensif mengenai semua kaidah yang saat ini diakui

merupakan bagian dari hukum internasional.9

Selanjutnya peraturan-peraturan hukum internasional tertentu diperluas

kepada orang-perorangan dan satuan-satuan bukan negara sepanjang hak dan

kewajiban mereka berkaitan dengan masyarakat internasional dari negara-negara.

Hukum internasional antara lain menetapkan aturan-aturan tentang hak-hak

wilayah dari negara (berkaitan dengan darat, laut, dan ruang angkasa),

7

JCT Simorangkir, dkk, Op.Cit., hal. 67.

8

J. G. Starke, 2008, Pengantar Hukum Internasional 1, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 3

9

(18)

perlindungan lingkungan internasional, perdagangan dann hubungan komersial

internasional, penggunaan kekerasan oleh negara, dan hukum hak asasi manusia

serta hukum humaniter.

Meskipun mengakui bahwa hukum internasional saat ini tidak hanya

mengatur hubungan antar negara, tetapi John O’Brien mengemukakan bahwa

hukum internasional adalah sistem hukum yang terutama berkaitan dengan

hubungan antar negara. Apa yang dikemukakan oleh Brien ini dapat dipahami

mengingat sampai saat ini negara adalah subjek yang paling utama. Adapun

subjek-subjek yang lain dapat dikatakan sebagai subjek derivatif atau turunan dari

negara. Negalah yang menghendaki pengakuan mereka sebagai subyek hukum

internasional.10

Selain istilah hukum internasional, orang juga mempergunakan istilah

hukum bangsa-bangsa, hukum antar bangsa atau hukum antar negara untuk

lpangan hukum internasional. Aneka ragam istilah ini tidak saja terdapat dalam

bahasa Indonesia, tetapi terdapat pula dalam bahasa berbagai bangsa yang telah

lama mempelajari hukum internasional sebagai suatu cabang ilmu hukum

tersendiri.11

Perbedaaan pendapat para sarjana ini disebabkan oleh cara pandang yang

berbeda dalam melihat kedudukan hukum internasional. Hukum internasional

selalu diasosiasikan dengan pemerintahan dalam arti nasional, sehingga ketiadaan

alat-alat atau sistem yang sama seperti negara akan menyebabkan hukum

10

Sefriani, 2011, Hukum Internasional Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali Persada, hal. 3.

11

Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, 2003, Pengantar Hukum Internasional,

(19)

internasional selalu dipandang tidak mempunyai dasar serta selalu diperdebatkan.

Hukum internasional terdiri dari:

1. Hukum perdata internasional, yakni hukum yang mengatur hubungan hukum

antara warganegara sesuatu negara dengan

warganegara-warganegara dari negara lain dalam hubungan internasional (hubungan antar

bangsa)

2. Hukum publik Internasional (hukum antar negara), ialah hukum yang

mengatur hubungan antara negara yang satu dengan negara-negara yang lain

dalam hubungan internasional.12

Hukum internasional mengikat secara hukum. Kekuatan mengikat hukum

internasional ditegaskan dalam dalam Piagam Pembentukan Organisasi

Perserikatan Bangsa-bangsa, yang dirumuskan di San Fransisco tahun 1945.

Piagam ini baik secara tegas maupun implisit didasarkan atas legalitas yang

sebenarnya dari hukum internasional. Hal ini juga secara tegas dinyatakan dalam

ketentuan-ketentuan Statuta Mahkamah Internasional yang dilampirkan pada

piagam, dimana fungsi Mahkamah dalam Pasal 38 dinyatakan untuk memutuskan

sesuai dengan hukum internasional sengketa-sengketa demikian yang diajukan

kepadanya. Salah satu manifestasi multipartit yang paling akhir yang mendukung

legalitas hukum internasional adalah Deklarasi Helsinki pada 1 Agustus 1975.

12

(20)

F. Metodologi Penelitian

Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Sifat/materi penelitian

Sifat penelitian ini adalah normatif, yaitu merupakan suatu bentuk

penulisan hukum yang mendasarkan pada karekteristik ilmu hukum yang

normatif.13

2. Sumber data

Adapun sumber data penelitian ini didapatkan melalui:

a. Bahan hukum primer, dalam penelitian ini dipakai konvensi internasional

yang mengatur masalah suksesi negara.

b. Bahan hukum sekunder, berupa bacaan yang relevan dengan materi yang

diteliti.

c. Bahan hukum tertier, yaitu dengan menggunakan kamus hukum maupun

kamus umum dan website internet baik itu melalui Google maupun Yahoo.

3. Alat pengumpul data

Alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini

adalah melalui studi dokumen dan penelusuran kepustakaan.

4. Analisis data

Untuk mengolah data yang didapatkan dari penelusuran kepustakaan,

studi dokumen, maka hasil penelitian ini menggunakan analisa kualitatif. Analisis

13

(21)

kualitatif ini pada dasarnya merupakan pemaparan tentang teori-teori yang

dikemukakan, sehingga dari teori-teori tersebut dapat ditarik beberapa hal yang

dapat dijadikan kesimpulan dalam pembahasan skripsi ini.

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab yang masing-masing bab terdiri dari

beberapa bab yang akan diuraikan di bawah ini.

Bab pertama yang merupakan Bab Pendahuluan. Bab ini pada dasarnya

membahas tentang: Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat

Penelitian, Keaslian Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, serta

Sistematika Penulisan.

Bab Kedua, yang berjudul Tinjauan Hukum Internasional Tentang suksesi

Negara. Bab kedua ini membahas tentang: Negara dan Suksesi Negara,

Jenis-Jenis Suksesi Negara, Akibat Suksesi Negara serta Sekilas Sejarah Timor Leste.

Bab Ketiga yang berjudul: Akibat Hukum Suksesi Negara Timor Leste

Terhadap Negara Indonesia. Bab ini membahas tentang: Yurisdiksi Kedaulatan

Negara Suatu WIlayah, Aset Indonesia di Timor Leste, Keberadaan Aset-Aset

Indonesia di Wilayah Timor Leste Setelah Pemisahan serta Akibat Hukum

Pemisahan Negara Timor Leste Terhadap Indonesia.

Bab Keempat Berjudul: Penyelesaian Terhadap Aset-Aset Indonesia di

Wilayah Timor Leste Setelah Pemisahan. Bab ini membahas tentang:

Permasalahan Akibat Suksesi Negara Timor Leste serta Penyelesaian Terhadap

(22)

Bab Kelima berjudul Kesimpulan dan Saran. Bab ini merupakan bab

(23)

BAB II

TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG SUKSESI NEGARA

A. Negara dan Suksesi Negara

1. Pengertian Negara

Negara merupakan subyek hukum yang terpenting (par excelence),

dibanding dengan subyek-subyek hukum internasional lainnya. Sebagai subyek

hukum internasional negara memiliki hak-hak dan kewajiban menurut hukum

internasional. 14 Negara adalah subyek hukum ekonomi internasional yang

utama.15

Fenwick sebagaimana dikutip oleh Huala Adolf mendefinisikan sebagai

suatu masyarakat politik yang diorganisir secara tetap, menduduki suatu daerah

tertentu dan hidup dalam batas-batas daerah tersebut, bebas dari pengawasan

negara lain, sehingga dapat bertindak sebagai badan yang merdeka di muka

bumi”.16

Negara adalah subjek hukum internasional dalam arti yang klasik dan telah

demikian halnya sejak lahirnya hukum internasional. Bahkan hingga sekarangpun

masih ada anggapan bahwa hukum internasional itu pada hakikatnya adalah

hukum antar negara.17

Negara adalah subjek hukum yang paling utama, terpenting dan memiliki

14

Huala Adolf, 2002, Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal. 1.

15

Huala Adolf, 2003, Hukum Ekonomi Internasional, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal. 62

16

Ibid., hal. 1-2.

17

(24)

kewenangan terbesar sebagai subjek hukum internasional. Negara memiliki semua

kecakapan hukum. 18

Berdasarkan definisi mengenai negara seperti yang telah dikemukakan di

atas dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk dapat dikatakan sebagai sebuah negara

haruslah memenuhi 4 unsur yaitu:

a. Penduduk yang tetap.

b. Wilayah tertentu.

c. Pemerintah.

d. Kedaulatan.19

Untuk lebih memperjelas permasalahan mengenai pengertian negara ini,

ada baiknya mengenai keempat unsur dari negara seperti yang telah disebut di atas

diuraikan yaitu:

a. Rakyat.

Dalam suatu negara mutlak harus ada rakyatnya. Rakyat yaitu sekumpulan manusia yang dipersatukan oleh suatu perasaan dan bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu.Rakyat merupakan unsur yang utama berdirinya suatu negara, karena rakyatlah yang pertama memiliki kehendak untuk mendirikan negara, melindunginya serta mempertahankan kelangsungan berdirinya negara.

b. Wilayah.

Wilayah dalam suatu negara adalah tempat bagi rakyat untuk menjalani kehidupannya. Bagi pemerintah merupakan tempat untuk mengatur dan menjalankan pemerintahan. Wilayah suatu negara terdiri dari wilayah darat, laut, udara dan dasar laut dan tanah dibawahnya. c. Pemerintahan yang berdaulat.

Pemerintahan dalam arti luas yaitu seluruh lembaga negara yang terdiri dari lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Pemerintahan dalam arti sempit yaitu kekuasaan eksekutif yang terdiri dari Presiden, Wakil Presiden Dan Menteri-Menteri. Pemerintah yang berdaulat yaitu pemerintah yang syah yang diberi wewenang oleh rakyat sebagai pemegang kedaulatan berdasarkan undang-undang.

18

Sefriani, Op.Cit., hal. 103.

19

(25)

d. Pengakuan dari negara lain.

Suatu negara syah berdiri manakala ada pengakuan dari negara lain,

baik secara de facto maupun secara de yure. Pengakuan secara nyata

(de facto) memang telah berdiri, mendapat banyak dukungan dari

negara internasional. Pengakuan secara de yure maknanya secara

hukum international telah memenuhi syarat untuk berdiri sebuah

negara. Misalnya Negara Republik Indonesia secara de facto telah

berdiri sejak tanggal 17 Agustus 1945, sedangkan secara de yure

berdiri sejak taggal 18 Agustus 1945.20

Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan di atas dapat diambil

pengertian bahwa suatu daerah baru dapat dimasukkan kedalam kategori negara

apabila telah memenuhi keempat unsur, seperti yang telah diijelaskan di atas.

Sementara itu secara yuridis ada dikenal kategori mengenai timbulnya

negara yaitu :

a. Pembentukan negara di atas daerah yang belum diduduki contohnya :

Transvaal (1837), Liberia (1847), dan konggo (1876).

b. Pembentukan negara didaerah dimana telah berjalan kekuasaan dari lain

negara.21

Dengan cara ini ada 2 kemungkinan yaitu :

a. Pernyataan merdeka dari sebagian wilayah negara, dari suatu daerah

mendapat atau trust. Contoh : Indonesia dari Nederland, India, Pakistan dan

Birma dari Inggris, Philipina dari Amerika Serikat.

b. Pembentukan negara diatas daerah suatu negara yang tenggelam. Contoh :

Colombia tahun 1837 pecah menjadi negara-negara Venezuela, Equator dan

Colombia sehabis perang dunia I kerajaan Danau pecah menjadi Hongoria

20

Shvoong.com, “Syarat Berdiri Suatu Negara”,

Diakses tanggal 28 Pebruari 2014.

21

(26)

yang menganggap dirinya lanjutan dari negara lama, Chechoslovakia yang

menganggap dirinya negara baru dan Austira yang menganggap pula dirinya

sebagai negara baru. Negara Serikat Soviet yang menyatakan dirinya bukan

lanjutan dari kerajaan Rusia, Pendirian mana banyak ditentang oleh lain-lain

negara.22

Berangkat dari uraian-uraian yang dikemukakan di atas dapat dikatakan

bahwa kesamaan titik pandang diantara para sarjana tersebut bahwa untuk suatu

eksistensi dari negara disyaratkan oleh hukum internasional, adanya suatu wilayah

tertentu dipermukaan bumi yang didiami oleh bangsa yang menjadi penduduk

tetap.

Ideologi yang dianut suatu Negara akan banyak mempengaruhi fungsi yang

harus dilaksanakan oleh Negara tersebut. Oleh karena itu, lahirlah beberapa teori

fungsi Negara, antara lain:23

1. Teori Individualisme: suatu paham yang menempatkan kepentingan individu

sebagai pusat perhatian dalam berbagai hal, sehingga individualism lebih

menekankan pada kebebasan perseorangan, baik dalam bidang politik maupun

ekonomi.

Menurut paham ini konsep Negara hanyalah sebagai pemelihara dan penjaga

ketertiban serta keamanan individu dan masyarakat. Negara tidak perlu turut

campur dalam urusan di luar hal-hal yang berkaitan dengan ketertiban dan

keamanan. Dalam hal ini Negara bersifat pasif, dan baru aktif atau bertindak

22

Ibid.

23

White Lilies Nawulan, “Teori Terbentuknya Negara Serta Hubungan Negara Dan

Warga Negara”,

(27)

apabila ada pelanggaran terhadap individu dan masyarakat. Fungsi Negara

menurut paham individualisme sering pula disebut sebagai penjaga malam.

2. Teori Sosialisme: sebagai semua gerakan sosial yang menghendaki campur

tangan pemerintah yang seluas mungkin dalam bidang perekonomian.

Menurut paham ini semua alat-alat produksi harus dikuasai bersama. Negara

harus turut campur tangan dalam bidang perekonomian untuk

mensejahterakan umat manusia. Sosialisme menganggap Negara sebagai

organisasi yang mewujudkan cita-cita sosialistis. Negara dipandang pula

sebagai faktor positif dalam menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat.

Dalam masyarakat atau Negara sosialisme, hak milik perseorangan diakui

tetapi dalam batas-batas tertentu. Atas dasar itu sosialisme berpandangan

bahwa fungsi Negara bukan hanya sebagai pemelihara ketertiban dan

keamanan (penjaga malam), tetapi harus diperluas sedemikian rupa hingga

tiada lagi aktivitas sosial yang tidak diselenggarakan oleh negara. Semua

aktivitas Negara ditujukan pada pemenuhan kesejahteraan bersama.

3. Teori Komunisme: salah satu bentuk ajaran sosialisme yang diajarkan oleh

peletak dasarnya Karl Marx, dengan bantuan Friedrich Engels, dan pertama

kali dipraktekkan oleh Lenin di Rusia pada 1917.

Hak milik perseorangan atas segala macam alat produksi dan capital dalam

masyarakat/ Negara komunis tidak diakui. Dalam masyarakat/ Negara

tersebut, semua alat produksi dan capital dimiliki oleh Negara. Bahkan semua

benda lainnya yang tidak termasuk alat produksi dijadikan milik bersama atau

(28)

kelas, yaitu kelas pemilik alat produksi dan kelas bukan pemilik alat produksi.

Atas dasar hal tersebut, fungsi Negara menurut komunisme adalah sebagai alat

pemaksa oleh kelas pemilik alat produksi terhadap kelas lainnya sebagai

upaya untuk mempertahankan alat produksi yang dimilikinya.

4. Teori Anarkisme: suatu paham yang menolak adanya pemerintahan. Mereka

menginginkan masyarakat yang bebas tanpa organisasi paksaan. Paham ini

didasarkan pada anggapan bahwa secara kodrat manusia itu adalah baik dan

bijaksana.

Kaum anarkis berpendapat bahwa manusia tidak memerlukan negara dan

pemerintah yang dilengkapi dengan alat-alat paksaan untuk menjamin

ketertiban dan keamanan masyarakat. Sedangkan fungsi-fungsi Negara dan

pemerintah dapat dilaksanakan pula oleh kelompok atau perhimpunan yang

dibentuk secara sukarela, tanpa alat-alat paksaan, tanpa polisi, dan terutama

tanpa hukum serta pengadilan.

Sebagaimana diterangkan bahwa wilayah suatu negara meliputi :

a. Wilayah darat

b. Wilayah perairan

c. Wilayah udara.

ad. a. Wilayah Darat

Wilayah daratan adalah bagian dari daratan yang merupakan tempat

permukiman atau kediaman dari warga negara atau penduduk negara yang

bersangkutan. Di wilayah daratan itu jugalah pemerintah negara melaksanakan

(29)

yang satu dengan negara yang lain haruslah tegas batas-batasnya.24

ad. b. Wilayah Perairan

Wilayah perairan atau disebut juga perairan teritorial adalah bagian

perairan yang merupakan wilayah suatu negara. Ini berarti bahwa di samping

perairan yang tunduk pada kedaulatan negara karena merupakan bagian

wilayahnya ada pula bagian perairan yang berada di luar wilayahnya atau tidak

tunduk pada kedaulatan negara. Perairan seperti ini misalnya adalah laut lepas

(high sea).25

Untuk lebih memperjelasnya bahwa wilayah perairan ini maka akan

dibahas secara terperinci mengenai bagian-bagian yang termasuk wilayah perairan

suatu negara yaitu sungai, dimana apabila suatu sungai seluruhnya dari mata air

kehulu sampai ke hilir dan muaranya berada di bawah wilayah suatu negara, maka

sungai itu termasuk ke dalam wilayah dimana sungai itu berada. Akan tetapi ada

sungai yang tidak berada di suatu wilayah negara saja, tetapi mengalir melewati

beberapa negara. Jika suatu sungai mengalir melalui beberapa negara, maka setiap

negara menguasai bagian sungai yang mengalir melalui wilayahnya.26

Sehingga sungai-sungai itu dapat juga disebut sebagai sungai

internasional. Misalnya Sungai Rijn dan Maas di Eropa Barat, Donow di Eropa

Timur serta Sungai Nil di Afrika.

Sungai internasional ini banyak terdapat perbedaan pendapat diantara para

24

Suryo Sakti Hadiwijoyo, 2011, Perbatasan Negara Dalam Dimensi Hukum Internasional.Yogyakarta: Graha Ilmu, hal. 12.

25

Ibid. hal. 24.

26

(30)

sarjana tentang apakah semua negara berhak menggunakan sungai itu. Grotius dan

beberapa sarjana hukum internasional lain berpendapat bahwa semua negara

berhak menggunakan sungai-sungai internasional itu, tetapi pendapat itu tidak

pernah diterima umum dalam praktek dan juga tidak merupakan azas hukum

kebiasaan internasional”.27

Ketidaksamaan pendapat diantara para sarjana internasional ini juga terjadi

dalam hal penafsiran mengenai luas hak kebebasan navigasi di sungai

internasional tersebut.

1) Ada yang menyatakan bahwa hal itu hanya berlaku dalam waktu damai.

2) Hanya negara-negara yang wilayahnya dilalui sungai internasional itu berhak

melayari sungai. Mahkamah Internasional Permanet menandaskan

Persekutuan Kepentingan (Community of Interest) dari negara-negara yang

berbatas dengan sungai dalam perkara River Order Cas (P.C.I.J. 1929).

3) Kebebasan melayari sungai tidak terbatas, namun setiap negara takluk pada

aturan-aturan mengenai pemakaian sungai yang ditentukan oleh negara yang

dilalui sungai.28

Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendapat sub

b lah yang paling baik, dengan demikian negara-negara yang berada di bagian

hulu sungai itu tidak terhalang untuk menuju atau mencapai lautan. Hal ini juga

dikatakan oleh Starke sebagaimana dikutip oleh Huala Adolf, bahwa pandangan

kelompok kedualah yang dapat diterima dan masuk akal. Alasannya, yaitu bahwa

27

Ibid, hal. 26.

28

(31)

negara-negara yang berada di bagian hulu sungai seyogyanya tidak boleh

dihalangi untuk melewati sungai itu menuju laut.29

Tetapi untuk kebebasan pelayaran di sungai-sungai internasional

seluruhnya ditetapkan dalam traktat-traktat di mulai dengan traktat Paris 1814

dan dalam Konvensi 1922 Statuta Definitif Danube disetujui serta dibentuk dua

komisi, masing-masing untuk mengatur pelayaran disebelah atas dan bawah

sungai Danube.

Selanjutnya mengenai selat dasar-dasar yang dipakai adalah sama dengan

dasar-dasar umum yang berlaku untuk perairan teritorial. Selat yang lebarnya

kurang dari 6 mil adalah teritorial, dan apabila selat itu memisahkan dua negara

maka garis pemisah terletak di tengah-tengah selat tersebut. Apabila lebar dari

selat itu lebih 6 mil maka aturan yang dipakai adalah aturan-aturan untuk laut

terbuka

Dalam hal ini ada pengecualian yaitu Selat Juan de Fuka yang mempunyai

lebar kira-kira 15 mil dianggap sebagai daerah teritorial, dan selain ini

memisahkan Kanada dan Amerika Serikat.

Perlintasan inoffrensife mengenai selat yang merupakan perairan

internasional diperkenankan baik bagi kapal niaga maupun bagi kapal-kapal

perang asing. Selat yang menghubungkan dua bagian lautan adalah perairan

internasional, di samping penggunaannya bagi pelayaran internasional. Selat yang

menghubungkan laut lepas dengan teluk teritorial, contoh : Selat Juan De Fuca

tidak dianggap sebagai perairan internasional. Beberapa selat secara istimewa

29

(32)

takluk pada aturan-aturan setempat, seperti Selat Bosphorus dan Dardanella sesuai

Montreux Stzaits Convention, 1936. Konvensi ini berusaha mempertemukan

kepentingan-kepentingan negara pantai seperti Turki, dengan negara-negara

maritim asing. Azas umum yang disetujui dalam konvensi itu ialah bahwa

kebebasan pelayaran diperkenankan bagi semua kapal niaga baik diwaktu damai

maupun di waktu perang, dan harus tunduk atas hak-hak Turki untuk melarang

kapal-kapal negara yang berperang dengan Turki. Juga terdapat

ketentuan-ketentuan khusus bagi perlintasan kapal perang asing, misalnya pembatasan

Tonase dan sebagainya “.

Mengenai danau, semua ahli-ahli hukum internasional berpendapat bahwa

danau yang terletak dalam batas-batas wilayah suatu negara adalah merupakan

wilayah perairan dari negara tersebut.

Wilayah perairan yang lain adalah teluk, dimana keadaan hukum dari pada

teluk ini sejak lama telah menjadi persoalan. Sejak dahulu kala Inggeris menuntut

kekuasaan teritorial atas teluk-teluknya di pantai Inggeris dan Scotlandia,

terhitung dari tanjung sampai tanjung. Tuntutan ini akhirnya dilepaskan. Pendapat

sekarang adalah bahwa teluk dapat dipandang sebagai perairan teritorial. Artinya

perairan dalam, jika negara yang bersangkutan melaksanakan kekuasaan di

seluruh pantainya sedang lebarnya tempat masuk tidak melebihi sesuatu angka.

Inilah yang menjadi persoalan. Umumnya orang mengambil sebagai minimum,

jika ini lebih dari 6 mil maka ada aliran yang mengatakan bahwa teluk itu adalah

perairan teritorial jika pintu masuk dapat dikuasai oleh meriam-meriam yang

(33)

Pendirian sekarang yang dianut ialah maximal 10 mil, pendirian mana diterima

juga oleh Komisi ke II dari Konfrensi Kodifikasi (1930). Jika lebarnya lebih dari

10 mil, tetapi dimukanya ada pulau-pulau sehingga jarak antara pulau-pulau dan

pantai tidak melebihi 10 mil maka teluk itu dianggap juga perairan teritorial.

Pengukuran garis pangkal teluk, tergantung pada jenis teluk bersangkutan.

Terkait dengan hal ini, ada beberapa macam teluk, yaitu:5

a. Teluk yang seluruh tepinya berada di bawah kedaulatan satu negara. Menurut Konvensi Jenewa 1958 tentang Laut Wilayah, teluk adalah suatu lekukan pantai yang lebih dari setengah lingkaran garis tengahnya adalah garis lurus yang ditarik melintasi mulutnya (pasal 7 (2)). Jika lebar mulutnya melebihi 24 mil, maka dapat ditarik garis pangkal lurus dari garis mulut teluk tersebut, dan perairan yang terletak di sebelah garis pantai dari garis pangkal lurus adalah perairan pedalaman, dan laut wilayah dapat ditarik dari garis pangkal lurus tersebut ke arah laut.

b. Teluk yang tepi-tepinya dimiliki oleh beberapa negara

Teluk jenis ini tidak diatur dalam Konvensi Jenewa 1958 tetapi diatur oleh hokum kebiasaan internasional. Berdasarkan ketentuan hokum kebiasaan ini, garis pangkal untuk penentuan laut wilayah diteluk tersebut biasanya mengikuti arah lekukan pantai kecuali ada perjanjian-perjanjian lain di antara negara-negara pemilik teluk tersebut.

c. Teluk Sejarah (historical bays)

Dalam kasus teluk sejarah, ketentuan batas maksimal 24 mil tidak berlaku. Dalam hal ini beraapun lebar mulut telluk tersebut (kadang-kadang lebih dari 100 mil) dianggap sebagai milik negara pantai bersangkutan jika menurut sejarah negara pantai ini telah memperlakukan teluk sebagai miliknya, atau diletakkan di bawah kedaulatannya dan telah melaksanakan kedaulatannya secar efektif. Di

antara teluk-teluk sejarah yang terkenal adalah: Chesapeake Bay dan

Delaware Bay di Amerika Serikat, Peter the Great Bay (dekat

Vladivostok di Rusia, Pohay Bay (RRC), Spencer Bay, Shark Bay dan

Vincent Bay (Australia).30

30

Supardan's Blog, “Hukum Laut Internasional dan Perkembangannya”, Melalui

Diakses

(34)

Keputusan Mahkamah Internasional ini jelas kelihatan bahwa teluk harus

berada di bawah kekuasaan negara pantai karena berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan intgritas nasional ataupun perdagangan. Hal ini menentukan konsep

teluk-teluk historis yaitu teluk-teluk yang sudah sejak lama dianggap sebagai

wilayah teritorial dari suatu negara dan diakui oleh negara-negara lainnya.

Di samping hal-hal tersebut di atas terdapat lagi suatu wilayah yang

merupakan wilayah perairan suatu negara, wilayah ini disebut dengan laut

teritorial yaitu daerah laut dengan luas yang tertentu dan berbatasan langsung

dengan daratan.

Mengenai luas dari laut teritorial banyak terjadi ketidaksamaan pandangan

di antara negara-negara. Pada mulanya banyak negara-negara yang mengkalim

jarak 3 mil di hitung dari garis pantai menjadi wilayah teritorialnya. Jarak 3 mil

ini berasal dari sarjana hukum internasional bahwa negara-negara pantai hanya

dapat menguasai perairan sejauh tembakan meriam, dan jatuhnya tembakan

meriam pada waktu itu hanya berkisar 3 mil.

Pendapat ini sekarang tidak diikuti lagi oleh banyak negara disebabkan

oleh perkembangan kemajuan teknologi. Indonesia pada saat sekarang ini

mengkalim jarak 12 mil dan ini diakui oleh Konvensi Hukum Laut III Tahun 1982

yang dalam Pasal 3 dari Konvensi tersebut menyatakan bahwa setiap negara

berhak untuk menetapkan lebar laut teritorialnya sampai suatu batas yang tidak

melebihi 12 mil.

Apabila kita perhatikan redaksi Pasal 3 ini maka terlihatlah bahwa pasal

(35)

dari 12 mil, tetapi maksimum adalah 12 mil. Walaupun demikian setidaknya telah

terdapat kepastian hukum mengenai lebar laut teritorial ini sehingga telah

mempunyai kekuatan secara hukum internasional.

Selanjutnya disamping laut teritorial ini juga termasuk menjadi wilayah

dari suatu negara tanah yang berada dibawah laut yaitu Continental Shelf

(landasan benua). Yang dimaksud dengan Continental Shelf ini adalah lanjutan

dari daerah Continental dibawah laut sampai pinggir Continental plateau. Karena

batas ini tidak sama di bawah permukaan air maka umumnya dalamnya diambil

rata-rata 200m di bawah permukaan air.

Mengenai batas dari Continental Shelf ini oleh konvensi laut yang ke 3

telah ditetapkan bahwa Continental Shelf tidak lagi diukur berdasarkan kedalaman

yaitu 200 mil seperti yang diatur oleh Konvensi Hukum Laut II tahun 1954, akan

tetapi diukur sejauh 200 mil dan boleh jauh lagi akan tetapi tidak boleh melebihi

batas 350 mil (Pasal 76 ayat 6). Dengan demikian pengukurannya tidak lagi

berdasarkan kedalaman akan tetapi berdasarkan jarak dari pinggir pantai.

Dengan memperhatikan penjelasan-penjelasan seperti yang telah

dikemukakan diatas, maka secara yuridis laut dapat dilihat secara horizontal dan

secara vertikal. Jika laut dilihat secara horizontal, yaitu dengan menganalisa dari

darat secara mendatar sampai ketengah laut, maka kedudukan dari hukum laut

tersebut dapatlah dibagi menjadi Perairan perdalaman (Internal Waters), laut

wilayah (teritorial Seas), dan laut bebas (high seas). Sebaliknya jika laut tersebut

dianalisa secara vertikal, maka kedudukan hukumnya dapatlah dibicarakan dari

(36)

dibawahnya (Seabed and subsoil).

Perlunya pembagian tersebut untuk lebih menentukan wilayah perairan

suatu negara dan hubungannya dengan batas-batas serta yuridiksi suatu negara

terhadap wilayahnya. Sebagaimana diketahui bahwa pengertian perairan

pedalaman ini termasuk pula danau-danau, sungai-sungai, teluk-teluk, dan laut

pedalaman yaitu laut-laut yang menjadi terkurung oleh selat-selat tersebut.

Sedangkan laut wilayah adalah lajur laut yang terletak disebelah luar dari perairan

pedalaman.

ad. c. Wilayah Udara.

Wilayah udara suatu negara adalah ruang udara yang ada di atas wilayah

daratan, wilayah laut pedalaman, laut teritorial dan juga wilayah laut negara

kepulauan. Kedaulatan negara di ruang udaranya berdasarkan adagium Romawi

adalah sampai ketinggian tidak terbatas (cujus est olum eust ad coelum). Prinsip

sampai ketinggian tidak terbatas ini sudah tidak dapat dipertahankan lagi seiring

dengan kemajuan teknologi seperti peluncuran dan penempatan satelit di ruang

angkasa. Peluncuran pesawat ruang angkasa yang melintasi ruang udara suatu

negara tidak pernah minta izin dari negara yang bersangkutan demikian pula

penempatannya pada orbit tertentu. Namun demikian sampai pada ketinggian

berapa kedaulatan negara atas ruang udaranya belum ada kesepakatan. 31

Di atas kapal-kapal atau di tempat-tempat perwakilan diplomatik tersebut

berlaku hukum dari negar yang memiliki kapal atau daerah perwakilan diplomatik

31

(37)

tersebut. Dan ditempat itu negara-negara itu bebas mengibarkan benderanya

sebagai lambang dari kedaulatannya ditempat tersebut.

Seperti telah diuraikan diatas yang termasuk wilayah suatu negara terdiri

dari wilayah darat, wilayah perairan dan wilayah udara. Walaupun demikian

tindakan semua negara memiliki ketiga unsur tersebut, misalnya ada negara yang

tidak mempunyai wilayah perairan yang disebut dengan “Landlocket Countries”,

seperti antara lain : Cekoslovakia, Hongaria,Laos, Loxembourg, San Marino,

Swiss, Bolovia dan lainnya.

Wilayah selain berfungsi sebagai unsur yang essensial dari suatu negara,

juga dapat berfungsi sebagai tapal batas dengan negara lain. Tapal batas ini

merupkan salah satu manifestasi penting dalam kedaulatan teritorial negara,

“perbatasan bukan hanya suatu garis imagener dipermukaan bumi melainkan

suatu garis yang memisahkan satu daerah lainnya”.

Selanjutnya dapat dijelaskan bahwa pada hakekatnya garis perbatasan, merupakan tempat kedudukan (BLD. Meetkundige plaatsen) dari pada titik-titik yang memisahkan suatu wilayah kedalam dua rejim hukum yang berbeda. Perbatasan mempunyai sifat ganda, artinya bahwa garis batas mengukat dua belah pihak pada sebelah menyebelah perbatasan. Perubahan atas garis batas akan mempengaruhi sekaligus dua pihak, oleh karenanya

garis batas adalah milik bersama (Res Comunis).32

Penjelasan yang telah dikemukakan diatas terlihat betapa pentingnya

penentuan tapal batas diantara negara-negara karena perbatasan itu memisahkan

suatu kedalam rejin-rejin hukum yang berbeda maka unsur terpenting dalam

menentukan tapal batas adalah kepastian hukum. Kepastian hukum ini memcakup

dua hal yakni peraturannya serta kedudukan fisik dari pada tapal batas tersebut

32

(38)

yaitu jelas tegas (tidak meragukan) serta dapat di ukur.

Keragu-raguan terhadap suatu tapal batas dapat terjadi karena dua hal

yaitu tidak tegangnya isi perjanjian yang dengan kenyataan dilapangan, ini dapat

menyebabkan munculnya berbagai masalah dikemudian dari.

Wilayah teritorial perbatasan merupakan manivestasi dari kedaulatan suatu

wilayah, baik itu wilayah negara, maupun wilayah yang cakupannya lebih sempit.

Karena pada dasarnya, eksistensi suatu wilayah teritorial dapat ditunjukkan

dengan bagaimana negara wilayah tersebut menata dan mengelola

perbatasannya33

Menurut pendapat ahli geografi pengertian perbatasan dapat dibedakan

menjadi 2 (dua), yaitu boundaries dan frontier. Kedua definisi ini mempunyai arti

dan makna yang berbeda meskipun keduanya saling melengkapi dan mempunyai

nilai yang strategis bagi kedaulatan wilayah negara. Perbatasan disebut frontier

karena posisinya yang terletak di depan (front) atau di belakang (hinterland) dari

suatu negara. .

34

Mengingat betapa pentingnya penentuan garis perbatasan ini dalam hukum

internasional ada dikenal dalam dua bentuk perbatasan yaitu perbatasan “alam”

dan perbatasan buatan. Yang dimaksud dengan perbatasan alam ialah terdiri

dari pegunungan-pegunungan, sungai, pantai, hutan, danau dan gurun pasir. dalam

arti politis “perbatasan alam” luas maknanya yaitu sebagai garis yang ditentukan

oleh alam, garis mana memperluas atau membatasi kedaulatan negara.

33

Suryo Sakti Hadiwijoyo, 2011, Perbatasan Negara Dalam Dimensi Hukum Internasional.Yogyakarta: Graha Ilmu, hal. 68.

34

(39)

Perbatasan buatan dapat terdiri dari tanda-tanda yang diadakan dengan

sengaja untuk menunjukkan garis perbatasan yang imaginer atau dengan garis

bujur atau dengan garis lintang.

Selanjutnya bagaimana menentukan garis yang membatasi atau garis batas

yang membagi suatu negara dengan negara lain, misalnya garis batas itu sungai

dalam Traktat perdamaian 1919-1920 telah ditentukan bahwa wilayah itu tidak

dapat dilayari, maka garis perbatasan terletak ditengah sungai atau pada

pembengkokan utama sungai jika bengkokan itu meliputi kedua tepi sungai.

Namun sebaliknya jika sungai dapat dilayari, maka garis perbatasan terletak pada

garis tengah dari saluran yang paling dalam yang dapat dilayari, secara teknis

disebut Thalweg. Thalweg secara linguistik berasal dari bahasa Jerman, Thal

berarti lembah atau valley sedang weg berarti jalan, sedang Thalweg kurang lebih

berarti jalan lembah.35

Kaedah Hukum Thalweg ini dalam praktek telah dipergunakan dalam

perjanjian perbatasan antara Belanda dan Inggeris pada tahun 1895 di daratan

Irian yang telah dipertegas oleh perjanjian perbetasan Indonesia – Papua New

Guinea pada tahun 1973, yang melibatkan sungai Fli. Dalam perjanjian 1895

disebutkan From that point the water way (Thalweg) of the fly river forms the

boundary. Menurut perjanjian tahun 1973 “ to the point of the most : northerly

inter section with the waterway (Thalweg) the fly river. Kemudian kaedah hukum

Thalweg ini juga dipergunakan dalam perjanjian perbatasan antara Amerika

dengan Canada pada tahun 1908 yang melibatkan Sungai St, Croix. Perjanjian

35

(40)

Perjanjian perbatasan tersebut menyebutkan : “ The line should follow the centre

of the main channel of Thalweg as naturally existing“.

Danau dan perairan-perairan tertutup oleh darat, maka garis perbatasan

bergantung pada bentuk dan penggunaan danau dan perairan itu. Dan penggunaan

danau dan perairan itu. Dan pada umumnya garis tengah menjadi garis perbatasan.

Kemudian apabila perbatasan itu merupakan perbatasan buatan, seperti

misalnya perbatasan antara Republik Indonesia dengan Kalimantan Utara, maka

garis yang membatasi kedua negara itu adalah tanda-tanda berupa

pancang-pancang.

Dalam menentukan garis perbatasan ini sering kali terjadi

persengketaan-persengketaan internasional, hal ini disebabkan karena atau bersumber pada

keadaan tapal batas yang tidak jelas yang diakibatkan peninggalan pemerintah

kolonial. Misalnya sengketa perbatasan India dan RRC terjadi karena yang

tersebut belakangan tidak menerima garis MC. Mahon yang ditetapkan dalam

perjanjian SIMLA sebagai penyelesaian final. USSR dan RRC bersengketa karena

tidak ada kesepakatan tentang batas alam yang ditetapkan (Sungai Ussuri).

Sengketa antara Kamboja dan Muangthai diselesaikan oleh Mahkamah

Internasional dalam keputusannya mengenai Perkara Candi Preah Vihar.36

Selain itu apabila suatu negara mempunyai wilayah laut bagaimana cara

menentukan garis perbatasannya dengan negara lain. Seperti yang telah

dikemukakan bahwa kedudukan hukum dari wilayah laut tersebut dapat dibagi

menjadi perairan pedalaman (internal waters), laut wilayah (teritorial seas) dan

36

(41)

laut bebas. Mengenai perairan pedalaman termasuk pula danau-danau,

sungai-sungai, teluk-teluk. Untuk menentukan tapal batas wilayah suatu negara adalah

garis tengahnya, dan mengenai laut wilayahnya adalah di dalam Konvensi Jenewa

1958 tidak ditetapkan berapa lebar laut wilayah dari suatu negara. Tetapi ada

ketentaun pasal dari kovensi itu, laut wilayah ini dapat diukur dari garis air rendah

di sepanjang pantai ataupun dari garis-garis dasar yang lurus (straight baseline)

yang ditarik dengan cara-cara yang telah ditentukan tersebut.

Sementara itu dengan telah disetujuinya Konvensi Hukum Laut III Tahun

1982, maka dengan sendirinya mengenai ketentuan-ketentuan dalam bidang

hukum laut konvensi inilah yang dipergunakan, dimana untuk mengatur garis

pangkal laut teritorial ini ditetapkan dengan dua cara yaitu :

a. Dengan normal baseline yang diatur dalam Pasal 5 yaitu lebar laut teritorial itu

dikur dari garis air di waktu surut.

b. Dengan cara straight baseline yang diatur dalam Pasal 7 yaitu garis pangkal

lurus yang menghubungkan dua titik dari ujung ke ujung, sebagai cara

penarikan garis pangkal yang dapat dilakukan dalam keadaan tertentu.

2. Suksesi Negara

Suksesi Negara didefinisikan sebagai Pengalihan hak-hak dan

kewajiban-kewajiban negara-negara yang telah berubah atau kehilangan identitasnya kepada

negara-negara atau kesatuan-kesatuan lain. Suksesi negara terjadi karena adanya

latar belakang yaitu adanya perubahan baik secara keseluruhan atau sebagian

kedaulatan atas bagian-bagian wilayahnya negara yang bersangkutan. Jadi,

(42)

bersangkutan.37

Menurut Pasal 2 Konvensi Wina mengenai suksesi negara berkaitan

dengan Harta Benda, Arsip-Arsip dan Utang-Utang negara tanggal 7 April 1983,

Suksesi negara Didefinisikan sebagai “Penggantian kedudukan satu negara oleh

negara lainnya dalam hal tanggung jawab bagi hubungan-hubungan internasional

wilayah itu”.38

Suksesi Pemerintahan lebih cenderung berdasarkan

permasalahan-permasalahan internal. Secara garis besar pengertian Suksesi negara dan suksesi

Pemerintahan tidak jauh berbeda, hanya saja suksesi Pemerintahan, terjadi melaui

proses konstitusional atau proses revolusi. Pemerintah yang baru memegang

kendali pemerintahan.

Persoalan-persoalan Internasional yang berkenaan dengan masalah suksesi

ini adalah sebagai berikut :

a. Sampai sejauh mana hak-hak dan kewajiban negara atau pemerintahan yang

digantikan akan terhapus.

b. Sampai sejauh mana Negara atau Pemerintahan yang diserahi seluruh atau

sebagian kedaulatan tersebut, berhak atas hak-hak atau tunduk pada

kewajiban-kewajiban demikian.

Ada dua cara terjadinya suksesi negara, yakni :

a. Tanpa kekerasan. Dalam hal ini yang terjadi adalah perubahan wilayah secara

damai. Misalnya beberapa negara secara sukarela menyatakan bergabung

37

The Angga Fantasy, Op.Cit.

38

(43)

dengan suatu negara lain dan menjadi bagian daripadanya. Atau sebaliknya,

suatu negara tanpa melalui kekerasan (misalnya perang saudara) secara

sukarela memecah dirinya menjadi beberapa negara yang masing-masing

berdiri sendiri.

b. Dengan kekerasan. Cara terjadinya suksesi negara yang melalui kekerasan

dapat berupa perang ataupun revolusi.

B. Akibat Suksesi Negara

Suksesi negara biasanya membawa beberapa implikasi yang sering terjadi

dalam masyarakat internasional, yaitu:

1. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban negara pengganti.

2. Keterikatan negara pengganti pada perjanjian interna-sional maupun kontrak

yang dibuat oleh negara pendahulu dan eksistensi berlakunya perjanjian antara

negara pendahulu dengan negara ketiga;

3. Nasionalitas;

4. Segala sesuatu yang berkaitan dengan hak milik, termasuk dana negara dan

arsip negara;

5. Tanggung jawab negara pengganti atas hutang negara pendahulu.39

Sebagaimana yang telah disebutkan di atas bahwa salah satu bentuk

implikasi dari terjadinya suksesi negara adalah mengenai sejauh mana keterikatan

negara pengganti pada perjanjian internasional maupun kontrak yang dibuat oleh

39

El Hikmah.com, “Timor Gap Treaty 1989 dan Implikasinya bagi Timor Timur”,

(44)

negara pendahulu dan eksistensi berlakunya perjanjian antara negara pendahulu

dengan negara ketiga.

Terdapat dua pendapat yang dapat dikemukakan mengenai keterikatan

negara pengganti terhadap kontrak-kontrak atau perjanjian-perjanjian

internasional dalam terjadinya suksesi negara.

1. Kewajiban-kewajiban kontraktual dengan negara ketiga atau dengan warga

negara sendiri, seperti konsesi untuk tambang atau kereta api pada umumnya

diterima negara pengganti.

2. Negara pengganti dapat mengahapuskan atau mengubah kewajibannya

terhadap kontrak tersebut dengan memperhitungkan hak ganti rugi bagi

pemilik konsesi.40

Berbeda dengan itu, Boer Mauna mengemukakan pendapatnya dengan

mendasarkan pada ketentuan-ketentuan yang mencerminkan prinsip-prinsip yang

berlaku dalam hukum kebiasaan dan ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam

konvensi.

1. Menurut hukum kebiasaan internasional; bahwa di dalam praktek

internasional telah diterima sebuah prinsip tidak dapat dipindahkannya

perjanjian-perjanjian politik, seperti perjanjian-perjanjian aliansi militer,

konvensi-konvensi mengenai status netralitas atau mengenai bantuan timbal

balik dua negara. Dengan kata lain, perjanjian atau kontrak politik yang telah

dibuat oleh negara lama dengan negara lain tidak beralih kepada negara baru

karena terjadinya suksesi negara. Sebaliknya, sejumlah perjanjian

40

(45)

internasional yang dianggap mempunyai nilai hukum kebiasaan, tetap berlaku

terhadap negara baru. Sebagai contoh perjanjian-perjanjian territorial yang

berkaitan dengan penetapan tapal batas atau jalur komunikasi.

Selain itu, perjanjian-perjanjian yang dibuat untuk kepentingan umum

masarakat internasional, yang biasanya disebut law making treaty dapat

dipindahkan dari negara sebelumnya kepada negara pengganti atau negara

baru.

2. Menurut konvensi Wina 1978 tentang suksesi negara; bahwa pada prinsipnya

konvensi Wina 1978 mengkodifikasikan sebagian besar dari prinsip-prinsip

hukum kebiasaan (vide : Pasal 11 dan 12 Konvensi Wina 1978). Bahwa

pemisahan tidak merubah tapal batas dan status teritorial lainnya. Sebaliknya

Konvensi Wina 1978 memberikan kebebasan kepada negara-negara yang baru

merdeka untuk terikat atau tidak terikat terhadap kewajiban-kewajiban

konvensional yang dibuat oleh negara sebelumnya, dengan lebih memberikan

solusi kepada negara baru untuk tidak terikat pada konvensi-konvensi tersebut.

Dengan demikian maka konvensi-konvensi multilateral secara prinsip tidak

dapat dipindahkan kepada negara baru, kecuali negara baru tersebut

menghendakinya.41

C. Sekilas Sejarah Timor Leste

Republik Demokratik Timor Leste (juga disebut Timor Lorosa'e), yang

sebelum merdeka bernama Timor Timur, adalah sebuah negara kecil di sebelah

41

(46)

utara Australia dan bagian timur pulau Timor. Selain itu wilayah negara ini juga

meliputi pulau Kambing atau Atauro, Jaco, dan enklave Oecussi-Ambeno di

Timor Barat.42

Timor Leste dulu adalah salah satu provinsi di Indonesia, Timor Leste

secara resmi merdeka pada tanggal 20 Mei 2002. Sebelumnya bernama Provinsi

Timor Timur, ketika menjadi anggota PBB, mereka memutuskan untuk memakai

nama Portugis "Timor Leste" sebagai nama resmi negara mereka.

Adapun sejarah dari Timor Leste adalah:

1. Abad ke-16: Kedatangan kaum Portugis

2. 1902: Pembagian Timor antara kaum Portugis dan Belanda secara definitif

3. 1975: Timor Portugis ditelantarkan Portugal yang dilanda Revolusi Anyelir

4. 1976: Bergabung dengan Indonesia, menjadi Provinsi Timor Timur

5. 1976 - 1980: Perang saudara; konon sekitar 100.000 - 250.000 orang tewas

6. 1991: Insiden Santa Cruz

7. 1999: Referendum pemisahan diri Timor Timur diizinkan presiden B. J.

Habibie

8. 1999: Kerusuhan besar-besaran antara pro dan anti-kemerdekaan dan

pengungsian warga Timor Timur

9. 2002: Terbentuknya negara Timor Leste

10. 2006: Sepertiga mantan tentara nasional Timor Leste memberontak menuntut

keadilan; pecah konflik antara pihak polisi yang mendukung pemerintah

42

Wikipedia Indonesia, “Timor Leste”, Diakses

(47)

dengan pihak militer.43

Kepala Negara Republik Timor Leste adalah seorang presiden, yang

dipilih secara langsung dengan masa bakti selama 5 tahun. Meskipun fungsinya

hanya seremonial saja, ia juga memiliki hak veto undang-undang. Perdana

Menteri dipilih dari pemilihan multi partai dan diangkat/ditunjuk dari partai

mayoritas sebuah koalisi mayoritas. Sebagai kepala pemerintahan, Perdana

Menteri mengepalai Dewan Menteri atau Kabinet dalam Kabinet Pemerintahan.

Parlemen Timor Leste hanya terdiri dari satu kamar saja dan disebut

Parlamento Nacional. Anggotanya dipilih untuk masa jabatan selama lima tahun.

Jumlah kursi di parlemen antara 52 dan 65 tetapi saat ini berjumlah 65.

Undang-Undang Dasar Timor Leste didasarkan konstitusi Portugal. Angkatan Bersenjata

Timor Leste adalah FALINTIL-FDTL (F-FDTL), sedangkan angkatan

kepolisiannya adalah PNTL (Polícia Nacional Timor-Leste).

43

(48)

BAB III

AKIBAT HUKUM SUKSESI NEGARA TIMOR LESTE TERHADAP

NEGARA INDONESIA

A. Yurisdiksi / Kedaulatan Negara Terhadap Suatu Wilayah

Yurisdiksi/kedaulatan negara atas wilayah dipandang dan

diinterprestasikan di dalam hukum Romawi sebagai milik. Di dalam praktek

internasional adanya kaitan yang erat antara kedaulatan (sovereignty) dan milik

(property) dipakai menetapkan keabsahan dari hak suatu negara terhadap wilayah

tertentu dan rakyatnya. Dalam aspek hukumnya kedaulatan meliputi suatu

konsepsi yang lebih luas dan fundamentil yakni : hak berdasarkan hukum dan hak

yang melekat pada seseorang raja atau bangsa atas suatu wilayah.

Parthiana sebagaimana dikutip oleh Suryo Sakti Hadiwijoyo mengatakan

kedaulatan dapat diartikan sebagai kekuasaan yang tertinggi yang mutlak, utuh

dan bulat dan tidak dapat dibagi-bagi dan oleh karena itu tidak dapat ditempatkan

di bawah kekuasan lain.44

Mochtar Kusumaatmadja sebagaimana dikutip oleh Suryo Sakti

Hadiwijoyo mengatakan bahwa kedaulatan merupakan suatu sifat atau ciri hakiki

dari negara, dimana negara tersebut berdaulat, tetapi mempunyai batas-batasnya

yaitu ruang berlakunya kekuasaan tertinggi ini dibatasi oleh batas-batas wilayah

negara itu, di luar wilayahnya negara tersebut tidak lagi memiliki kekuasaan

demikian. Berkenaan dengan hal tersebut, kedaulatan tidak dipandang sebagai

44

(49)

sesuatu yang bulat dan utuh, melainkan dalam batas-batas tertentu sudah tunduk

pada pembatasan-pembatasan yang berupa hukum internasional maupun

kedaulatan dari sesama negara lainnya. Dengan demikian suatu negara yang

berdaulat tetap saja tunduk pada hukum internasional serta tidak boleh melanggar

atau merugikan kedaulatan negara lain. Sehubungan dengan hal tersebut maka

dapat dikatakan pula bahwa pada masa kini kedaulatan negara merupakan sisa

dari kekuasaan yang dimiliki dalam batas-batas yang ditetapkan melalui hukum

internasional.45

Namun demikian suatu negara mempunyai kekuatan untuk menjalankan

jurisdiksinya di dalam wilayahnya sendiri. Jurisdiksi tersebut antara lain meliputi :

a. Yurisdiksi teritorial.

Yurisdiksi teritorial adalah yurisdiksi suatu negara untuk megatur,

menerapkan dan memaksakan hukum nasional negara tersebut terhadap segala

sesuatu yang terjadi dalam lingkup wilayah negara bersangkutan.

b. Yurisdiksiquasi teritorial.

Yurisdiksi ini disebut dengan quasi teritorial karena ruang atau tempat dimana

yurisdiksi negara tersebut diterapkan, sebenarnya bukanlah wilayah negara.

c. Yurisdiksi ekstrateritorial.

Kepentingan suatu negara tidak hanya cukup di dalam batas-batas wilayahnya

atau pada area di dekat wilayahnya, akan tetapi dapat juga meluas sampai pada

area yang jauh di luarnya.

45

(50)

d. Yurisdiksi Universal.

Yurisdiksi universal merupakan yurisdiksi negara yang tidak semata-mata

didasarkan pada tempat, waktu maupun pelaku dari peristiwa hukum tersebut,

akan tetapi lebih dititikberatkan pada kepentingan umat manusia yang

universal.

e. Yurisdiksi eksklusif.

Yurisdiksi eksklusif muncul sebagai akibat adanya keinginan dari kemampuan

negara-negara untuk mengeksploitasi dasar laut dan tanah di bawahnya serta

mengeksploitasi sumber daya alamnya.46

B. Aset-Aset Indonesia di Timor Leste

Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama waktu penyeduhan terhadap kadar kafein dari Kopi bubuk Sidikalang dan Kopi Bali Dancer, dan

Menentukan interaksi pengaruh konsentrasi tributil fosfat dan lama waktu pengadukan selama proses ekstraksi terhadap persen perolehan pada pemisahan ion Cd 2+ dengan

Hasil menunjukan waktu perendaman berpengaruh signifikan dibandingkan jumlah pelarut pada tahap homogenasi ektraksi protein daun kelor ( Moringa oleifera).. Semakin lama waktu

Berdasarkan tabel di atas, nilai waktu ikat awal semen dengan penambahan limbah karbit 30% adalah yaitu terjadi pada menit ke 22,5 dan waktu ikat akhir atau

Abu sawit yang dihasilkan dari sisa pembakaran mempunyai kandungan silika yang sangat tinggi (PT.Semen Padang, 1990). Pengujian karakteristik abu sawit bertujuan untuk

Perlakuan lama penyimpanan bahan tanam berpenagruh nyata terhadap kecepatan bertunas, persentase bertunas, jumlah daun, bobot basah akar, dan bobot kering akar.. Lama penyimpanan

Globalisasi di bidang kontrak-kontrak perdagangan internasional sudah lama terjadi, karena negara-negara maju membawa transaksi baru ke negara berkembang, maka mitra

Dari hasil penelitian didapat nilai CBR terbesar terjadi pada variasi penambahan kapur 15 % dengan lama waktu pemeraman 14 hari dengan benda uji tanah dipadatkan terlebih dahulu baru