• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Partisipasi Petani Dalam Program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) Dengan Produktivitas Dan Pendapatan Usaha Tani Jagung ( Kasus: Desa Pulo Bayu, Kecamatan Hutabayuraja, Kabupaten Simalungun)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Antara Partisipasi Petani Dalam Program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) Dengan Produktivitas Dan Pendapatan Usaha Tani Jagung ( Kasus: Desa Pulo Bayu, Kecamatan Hutabayuraja, Kabupaten Simalungun)"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Lampiran 2. Rata-Rata Penggunaan Benih, Pupuk dan Biaya Usahatani Jagung Sebelum SLPTT (2009-2010)

Kebutuhan Pupuk Biaya Pupuk (Rp) Total

(3)

No

Kebutuhan Pupuk Biaya Pupuk (Rp) Total

(Rp)

(4)

TKDK TKLK TKDK TKLK TKDK TKLK TKDK TKLK

(5)

1 3.80 0.00 3.00 0.00 3.28 0.00 10.26 0.00

Lampiran 6. Rata-Rata Total Biaya Tenaga Kerja Pada Usahatani Sebelum SLPTT (2009-2010)

(6)

1 130.000 0 0 437.500 0 462.500 195.000 0 206.000 0 313.500 0 0 17.44.500

Lampiran 7. Rata-Rata Total Biaya Tenaga Kerja Pada Usahatani Sesudah SLPTT (2011-2012)

(7)
(8)

407.000

Lampiran 8. Rata-Rata Total Biaya Penyusutan Pada Usahatani Sebelum SLPTT (2009-2010) dan Sesudah SLPTT (2011-2012)

(9)

23 2 4 50.000 10.000 1 5 30.000 3.000 1 5 30.000 3.000

Pompa Penyemprot Goni Garu

(10)

23 1 15 350.000 11.500 60 1 2.000 60.000 1 7 30.000 2.100

24 1 15 350.000 11.500 45 1 2.000 45.000 1 7 30.000 2.100

25 1 15 350.000 11.500 100 1 2.000 100.000 1 5 30.000 3.000

26 1 15 350.000 11.500 52 1 2.000 52.000 1 5 25.000 2.500

27 1 15 350.000 11.500 80 1 2.000 80.000 1 7 30.000 2.100

28 1 15 350.000 11.500 61 1 2.000 61.000 1 5 25.000 2.500

29 1 15 350.000 11.500 52 1 2.000 52.000 1 5 25.000 2.500

30 1 15 350.000 11.500 110 1 2.000 110.000 1 6 30.000 2.500

(11)

Lampiran 9. Rata-Rata Total Biaya-Biaya Lainnya Pada Usahatani Sebelum SLPTT (2009-2010) dan Sesudah SLPTT (2011-2012)

No

Lampiran 10. Rata-Rata Total Biaya Sarana Produksi Pada Usahatani Sebelum SLPTT (2009-2010)

No Sampel

Benih (Rp) Pupuk (Rp) Obat-Obatan (Rp)

Total (Rp)

(12)

2 840.000 830.000 130.000 1.800.000

Total 27.980.000 28.195.000 28.295.000 61.060.000

Lampiran 11. Rata-Rata Total Biaya Sarana Produksi Pada Usahatani Sesudah SLPTT (2011-2012)

No Sampel

(13)

8 1.960.000 1.555.000 430.000 3.945.000

Total 31.800.000 26.424.500 5.495.000 64.129.000

Lampiran 12. Rata-Rata Total Biaya Produksi Pada Usahatani Sebelum SLPTT (2011-2012)

11 6.295.000 5.380.500 119.600 2.610.500 14.405.600

(14)

13 660.000 2.810.400 76.600 205.000 3.752.000

14 2.215.000 5.414.500 133.500 158.000 7.921.000

15 2.985.000 6.991.000 171.000 205.000 10.352.000

16 2.845.000 6.542.000 163.500 130.000 9.680.500

Total 60.440.000 136.600.200 3.318.200 12.567.500 23.0849.500

Lampiran 13. Rata-Rata Total Biaya Produksi Pada Usahatani Sesudah SLPTT (2011-2012)

11 5.415.000 5.230.400 119.600 2.610.500 13.375.500

12 2.390.000 3.287.500 116.500 165.000 2.959.000

13 874.000 3.747.500 76.500 205.000 4.903.000

14 2.395.000 5.272.500 133.500 158.000 7.959.000

15 3.150.000 6.838.000 171.000 205.000 10.364.000

(15)

18 1.365.000 3.015.000 79.000 115.500 4.574.500

Total 64.129.000 123.605.800 3.317.300 12.567.500 206.773.500

Lampiran 14. Penerimaan Petani Sampel Pada Usahatani Sebelum SLPTT (2009-2010) dan Sesudah SLPTT (2011-2012)

No Sampel

(16)

23 3.9 4.7 2.800 10.920.000 13.160.000

24 4.1 5 2.800 11.480.000 14.000.000

25 7.8 9.4 2.800 21.840.000 26.320.000

26 3.4 4.1 2.800 9.520.000 11.480.000

27 5.2 6.3 2.800 14.560.000 17.640.000

28 3.9 4.7 2.800 10.920.000 13.160.000

29 3.4 4.1 2.800 9.520.000 11.480.000

30 6.5 7.8 2.800 18.200.000 21.840.000

(17)

Lampiran 15. Pendapatan Bersih Petani Sampel Pada Usahatani Sebelum SLPTT (2009-2010) dan Sesudah SLPTT (2011-2012)

No. Sampel Penerimaan (Rp) Biaya Produksi (Rp) Pendapatan Bersih (Rp)

Sebelum SLPTT Sesudah SLPTT Sebelum SLPTT Sesudah SLPTT Sebelum SLPTT Sesudah SLPTT

1 5.600.000 7.000.000 4.022.000 4.148.000 1.578.000 2.852.000

2 12.320.000 15.120.000 8.434.500 8.760.500 3.885.500 6.359.500

3 21.840.000 26.320.000 9.013.000 8.868.000 12.827.000 17.452.000

4 8.680.000 10.640.000 6.544.500 5.679.500 2.135.500 4.960.500

5 10.920.000 13.160.000 4.066.000 4.104.000 6.854.000 9.056.000

6 5.040.000 6.160.000 2.615.000 2.633.000 2.425.000 3.527.000

7 11.760.000 14.000.000 6.327.500 6.427.000 5.432.500 7.573.000

8 29.120.000 35.280.000 12.098.000 11.174.000 17.022.000 24.106.000

9 19.600.000 23.800.000 8.538.000 8.827.500 11.062.000 14.972.500

10 12.320.000 15.120.000 4.908.000 6.682.000 7.412.000 8.438.000

11 36.400.000 43.960.000 14.405.000 13.375.500 21.995.400 30.585.000

12 18.200.000 21.840.000 7.906.500 5.958.500 10.293.500 15.881.500

13 5.600.000 7.000.000 3.751.000 4.903.000 1.849.000 2.097.000

14 18.200.000 21.840.000 7.921.500 7.959.000 10.278.500 15.881.500

15 25.980.000 30.800.000 10.353.000 10.364.000 15.627.000 20.436.000

16 23.240.000 28.000.000 9.680.500 9.523.500 13.559.500 18.476.500

17 20.440.000 24.640.000 8.501.500 8.769.000 11.938.500 15.871.000

18 8.120.000 9.800.000 4.323.500 4.574.300 3.796.500 5.225.700

19 12.320.000 15.120.000 6.835.000 6.874.000 5.485.000 8.246.000

20 14.560.000 17.640.000 7.572.500 7.643.000 6.987.500 9.997.000

21 10.920.000 13.160.000 6.548.500 6.694.000 4.371.500 6.466.000

22 10.920.000 13.160.000 5.382.500 5.505.500 5.537.500 7.654.500

23 10.920.000 13.160.000 5.436.000 5.536.000 5.484.000 7.624.000

24 11.480.000 14.000.000 5.956.500 5.976.000 5.523.500 8.024.000

25 21.840.000 26.320.000 9.058.500 8.926.400 12.781.500 17.393.600

26 9.520.000 11.480.000 5.367.000 4.494.000 4.153.000 6.986.000

27 14.560.000 17.640.000 6.774.000 6.835.000 7.786.000 10.805.000

28 10.920.000 13.160.000 5.373.000 6.112.000 5.547.000 7.048.000

29 9.520.000 11.480.000 3.976.000 4.171.000 5.544.000 7.309.000

30 18.200.000 21.840.000 6.059.000 8.277.000 12.141.000 13.563.000

(18)

Lampiran 16. Rata-Rata Produktivitas Petani Sampel Pada Usahatani Sebelum SLPTT (2009-2010) dan Sesudah SLPTT (2011-2012)

No Sampel Luas Lahan (Ha)

Produktivitas (ton/Ha)

Sebelum SLPTT Sesudah SLPTT

1 0.32 6.2 7.8

Lampiran 17. Korelasi Rank Spearman antara Tingkat Partisipasi Petani dalam Program SLPTT dengan Pendapatan

(19)

2 28 12.32 15.12 2.8 7.84

Lampiran 18. Korelasi Rank Spearman antara Tingkat Partisipasi Petani dalam Program SLPTT dengan Produktivitas

(20)
(21)

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, R. 2006. Membangun Desa Partisipatif. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Direktorat Jendral Tanaman Pangan. 2011. Pedoman Pelaksanaan Sekolah

Lapang Tanaman Terpadu (SLPTT) padi, jagung dan kedelai.

Ginting, Meneth. 2011. Community Development (CD). Medan : USU Press.

Kartasapoetra, A.G. 1994. Teknologi Penyuluhan Pertanian. Jakarta : Bumi Aksara.

Mar. 2010. SLPTT 2012.

Mubyarto. 1994. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.

Murtiyanto, Nawa. 2011. Partisipasi Masyarakat.

Ndraha, Taliziduhu. 1987. Pembangunan Masyarakat. Jakarta : PT Bina Aksara.

Negara, S. 2000. Difusi Inovasi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.

Priyono. 2009. Penyusunan Program Penyuluhan. Diakses 25 Oktober 2012.

Sastraatmada, E. 1993. Penyuluhan Pertanian : Falsafah, Masalah Dan Strategi. Alumni Bandung.

Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori Dan Aplikasi. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Siegel, Sidney. 1994. Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Gramedia. Pustaka Umum : Jakarta.

(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah yang menjadi lokasi penelitian adalah Nagori Pulo Bayu Kecamatan

Hutabayuraja Kabupaten Simalungun. Nagori (Desa) Pulo Bayu dipilih sebagai

daerah penelitian dengan pertimbangan merupakan salah satu desa peserta

program SLPTT, dan memiliki gabungan kelompok tani. Dan merupakan desa

yang memiliki luas lahan jagung terbesar di Kabupaten Simalungun.

Tabel 3. Nama Desa, Kelompok Tani, Luas Lahan (Ha) dan Produksi di Kecamatan Hutabayuraja Kabupaten Simalungun Tahun 2012

Nama Desa Kelompok Tani Luas Lahan (Ha) Produksi (ton)

Pulo Bayu Ingin Maju 12 78

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Simalungun Tahun 2012

3.2 Metode Penentuan Sampel

Dalam penelitian ini, sampel yang digunakan adalah para petani yang merupakan

anggota kelompok-kelompok tani di Nagori Pulo Bayu Kecamatan Hutabayuraja

Kabupaten Simalungun dan mengikuti kegiatan SLPTT. Jumlah kelompok tani di

desa tersebut berjumlah sebanyak 16 kelompok tani. Dalam hal ini penulis

(23)

(secara acak). Cara pemilihan sampel dimana anggota dari populasi dipilih satu

persatu secara random dengan jumlah yang sama per kelompok tani (semua

mendapatkan kesempatan yang sama untuk dipilih) dimana jika sudah dipilih

tidak dapat dipilih lagi. Dari jumlah populasi pada kelompok-kelompok tani di

Nagori Pulo Bayu Kecamatan Hutabayuraja Kabupaten Simalungun dianggap

homogen. Maka jumlah responden yang diambil sebanyak 30 sampel karena

menurut Teori Bailey (Hasan, 2002) menyatakan ukuran sampel minimum adalah

30 sampel dari satu populasi.

Tabel 4. Nama Kelompok Tani yang Mengikuti Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu, Luas Lahan (Ha) dan Produksi di Nagori Pulo Bayu Kecamatan Hutabayuraja Kabupaten Simalungun

No Kelompok Tani Luas Lahan (Ha) Produksi (ton)

1 Indah 13 84

2 Uli Tani 18 130

3 Karya Tani 19 125

4 Saurdut 18 130

5 Jujur 19 126

6 Murni 19 132

Sumber : Kantor Kepala Nagori Pulo Bayu Kecamatan Hutabayuraja Kabupaten Simalungun Tahun 2012

3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah metode survey dan observasi langsung dengan

menggunakan daftar pertanyaan dan pedoman wawancara yang telah dipersiapkan

terlebih dahulu. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data

primer dan data sekunder. Data primer dilakukan dari hasil wawancara langsung

dengan petani selaku responden sedangkan data sekunder merupakan data

pelengkap yang diperoleh dari Dinas Pertanian atau berbagai instansi (lembaga

lainnya) yang terkait dengan penelitian ini. Data yang dikumpulkan dalam

(24)

Tabel 5. Sumber Data

No Jenis Data/Informasi Sumber Data

1 Luas areal, produksi, dan produktivitas Kabupaten Simalungun

BPS Kabupaten Simalungun

2 Jumlah kelompok tani yang mengikuti SLPTT Dinas Pertanian Simalungun

PPL

3 Identitas petani Petani

4 Produksitivitas sebelum dan sesudah mengikuti SLPTT Petani

5 Deskripsi daerah penelitian Kantor Kecamatan

Hutabayuraja dan PPL

6 Deskripsi bentuk SLPTT yang diterapkan Dinas Pertanian Simalungun

Sumber : Analisis Wilayah

3.4 Metode Analisis Data

Untuk identifikasi masalah 1, yaitu bagaimana tingkat partisipasi petani dalam

mengikuti SLPTT di daerah penelitian menggunakan analisis deskriptif dengan

menjumlahkan dan menskor data-data yang diperoleh dari Tabel 6 tentang

(25)

Tabel 6. Parameter Tingkat Partisipasi Petani Jagung dalam Program SLPTT

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Simalungun Tahun 2012

Menurut Irianto (2004) mengukur range dari dua variable digunakan rumus :

Range = Data Terbesar - Data terkecil Jumlah Kriteria Range :

30−10

10 = 7

Jumlah skor tingkat keputusan antara lain 30-10 dengan range 7 sehingga dapat

dikategorikan sebagai berikut :

No Parameter Pernyataan Skor

1 Varietas unggul • Selalu 2 Benih bermutu dan berlabel • Selalu

• Kadang-kadang • Tidak pernah

3 2 1 3 Pemberian bahan organik melalui

pemanfaatan sisa panen atau dalam bentuk kompos 4 Pemupukan berdasarkan kebutuhan

tanaman • 5 Pengendalian Hama Terpadu (PHT)

sesuai Organisme Pengganggu Tanaman •

Selalu

6 Pengendalian Gulma • Selalu

• Kadang-kadang • Tidak pernah

3 2 1 7 Pengelolaan tanah sesuai dengan musim • Selalu

• Kadang-kadang • Tidak pernah

3 2 1 8 Pennyiraman secara efektif dan efisien • Selalu

(26)

10-16 = Tingkat partisipasi petani rendah

17-23 = Tingkat partisipasi petani sedang

23-30 = Tingkat partisipasi petani tinggi

Untuk identifikasi maslah 2 dan 3 tentang produktivitas usaha tani, rumus yang

digunakan :

Produktivitas = �������������

������ℎ��

Untuk identifikasi masalah 4 dan 5, yaitu bagaimana pendapatan petani jagung

sebelum dan sesudah mengikuti SLPTT di daerah penelitian menggunakan

analisis dengan menggunakan rumus pendapatan

Pd=TR-TC

Keterangan :

Pd=Pendapatan (Rp)

TR=Total Revenue (total penerimaan) (Rp)

TC=Total Cost (total biaya) (Rp) (Mubyarto, 1994)

Sedangkan untuk mencari hubungan SLPTT terhadap pendapatan petani jagung

dengan metode analisis korelasi Rank Sperman dengan rumus :

Rs=1-6 ∑��=1��2

�3−�

Keterangan :

Rs = Nilai koefisian korelasi Rank Sperman

di = Perbedaan atau selisih pendapatan sebelum mengikuti SLPTT

dengan sesudah mengikuti SLPTT

N = Jumlah petani sampel

(27)

Th=Rs

�−2

1−��²

Keterangan :

Th

= T hitung

Rs

= Nilai koefisien korelasi Rank Spearman

N

= Jumlah petani sampel

Dengan uji kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut :

Jika th < tα berarti H0 diterima dan H1

Jika th > t

ditolak (tidak ada hubungan antara

tingkat partisipasi petani dalam program SLPTT dengan

pendapatan dan produktivitas petani jagung di daerah penelitian).

α berarti H1 diterima dan H0

3.5 Definisi dan Batasan Operasional

ditolak (ada hubungan antara tingkat

partisipasi petani dalam program SLPTT dengan pendapatan dan

produktivitas petani jagung di daerah penelitian ) (Siegel, 1994).

Agar tidak terjadi kesalahpahaman atas pengertian dan penafsiran dalam

penelitian ini, maka digunakan definisi dan batasan operasional sebagai beikut :

3.5.1 Definisi

1. Partisipasi adalah keikutsertaan seseorang ataupun sekelompok

masyarakat dalam suatu kegiatan secara sadar.

2. Produksi adalah jumlah produktivitas (kw/ha) dikali luas areal (ha) dan

dibagi sepuluh dalam satuan ton.

3. Produktivitas adalah perbandingan antara hasil dari produksi (ton) per luas

areal (ha).

4. Pendapatan adalah selisih antara total penerimaan (Rp) dengan total biaya

(28)

5. Program adalah suatu perubahan yang direncanakan untuk suatu keadaan

tertentu.

6. Meningkat adalah bertambahnya suatu produksi dari produksi sebelumnya.

7. Hubungan yang signifikan adalah hubungan yang erat, jelas atau benar

anatara pelaksanaan SLPTT terhadap pendapatan petani.

8. Karakteristik sosial ekonomi petani yang diteliti adalah umur, pendidikan,

lamanya berusaha tani, frekuensi mengikuti penyuluhan, luas lahan,

jumlah tanggungan, produksi.

9. Umur adalah lama waktu hidup responden dari lahir hingga ketika

dilakukan pennelitian.

10.Tingkat pendidikan adalah tingkat jenjang pendidikan yang telah ditempuh

oleh petani untuk memperoleh pengajaran di bangku sekolah (tahun).

11.Tingkat pendapatan adalah tingkat jenjang selisih antara total penerimaan

(Rp) dengan total biaya produksi (Rp).

12.Tingkat partisipasi adalah tingkat jenjang keikutsertaan seseorang ataupun

sekelompok masyarakat dalam suatu kegiatan secara sadar.

13.Lama berusahatani adalah lamanya petani bekerja sebagai petani padi

sawah (tahun).

14.Frekuensi mengikuti penyuluhan adalah jumlah keikutsertaan petani dalam

mengikuti kegiatan penyuluhan.

15.Luas lahan adalah luasnya areal pertanaman yang diusahakan oleh petani.

16.Jumlah tanggungan adalah semua orang yang berada di dalam keluarga

(29)

3.5.2 Batasan Operasional

1. Daerah penelitian adalah Desa Pulo Bayu Kecamatan Hutabayuraja

Kabupaten Simalungun.

2. Waktu penelitian Januari s/d Maret 2013.

3. Sampel adalah petani yang mengikuti program penyuluhan pertanian

Sekolah Lapangan Tanaman Terpadu (SLPTT) di kelompok-kelompok

(30)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

4.1 Luas dan Letak Geografis

Nagori Pulo Bayu memiliki luas wilayah 920 Ha. Terbagi atas luas lahan sawah

potensi 50 Ha dan fungsional 870 Ha. Nagori terbagi atas 4 dusun. Nagori Pulo

Bayu ini terletak pada ketinggian 230 mdpl. Memiliki temperatur 300

Ditinjau dari letak geografisnya, nagori ini mempunyai batas-batas wilayah

sebagai berikut :

C dengan

curah hujan rata-rata 2379,75 mm/tahun. Nagori ini berjarak lebih kurang 7 Km

dari Ibukota Kecamatan Hutabayuraja, terletak di pinggir jalan Kecamatan Tanah

Jawa.

• Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Hatonduhan • Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Jawa Maraja

• Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Bosar Maligas

• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tanah Jawa

4.2 Sejarah Desa

Nagori Pulo Bayu pada masa dahulu merupakan hutan belantara, kemudian

Pemerintah Belanda membuka areal perkebunan di daerah sekitar Nagori Pulo

Bayu, maka banyak rakyat yang dating ke daerah ini untuk bekerja membuka

lahan sekaligus menetap dan juga membuka lahan untuk mereka sendiri untuk

ditanami tanaman pangan. Adapun nama Nagori Pulo Bayu berasal dari kata Pulo

yang berarti Pulau dan Bayu yang berarti air. Maka Pulo Bayu mengandung arti

(31)

4.3 Keadaan Penduduk

Penduduk di Nagori Pulo Bayu Kecamatan Hutabayuraja, mayoritas bersuku

Batak dan minoritas bersuku Jawa serta mayoritas beragama Kristen Protestan dan

Katolik dan minoritas beragama Islam. Mereka selalu hidup rukun dan saling

menghormati antar suku dan agama yang disatukan dalam tali persaudaraan dan

kekeluargaan sehingga tidak ada perselisihan antar kelompok atau etnis. Jumlah

penduduk di Nagori Pulo Bayu Kecamatan Hutabayuraja 2.989 Jiwa (602 KK)

dengan jumlah penduduk pria sebanyak 1709 jiwa dan wanita sebanyak 1280

jiwa.

Tabel 6. Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur Di Nagori Pulo Bayu Kecamatan Hutabayu Raja Kabupaten Simalungun 2012

No Kelompok Umur (Tahun) Jumlah Penduduk (Jiwa) Persentase (%)

1 0-15 925 30,95

2 16-55 1.676 56,07

3 >56 388 12,98

Jumlah 2989 100,00

Sumber : Kantor Kepala Desa Pulo Bayu 2012

Tabel 6 memperlihatkan bahwa jumlah penduduk ynag terbesar terdapat pada

kelompok umur 16-55 tahun sebanyak 1.676 jiwa dengan persentase 56,07%,

sedangkan penduduk yang terendah terdapat pada kelompok umur >56 tahun

sebanyak 388 jiwa dengan persentase sebesar 12,98%. Dengan demikian,

perbandingan persentasenya adalah sebesar 43,09% atau 1288 jiwa.

Mata pencaharian ataupun jenis pekerjaan penduduk di Nagori Pulo Bayu,

mayoritas pengusaha perkebunan dan buruh tani. Untuk lebih jelasnya dapat

(32)

Tabel 7. Disrtibusi Penduduk Menurut Jenis Mata Pencaharian di Nagori Pulo Bayu Kecamatan Hutabayuraja Kabupaten Simalungun 2012

No Uraian Jumlah Penduduk (Jiwa) Persentase (%)

1 Pedagang 50 10,42

2 Pengusaha Ternak 76 15,83

3 Pengusaha Perkebunan 102 21,25

4 Buruh Tani 217 45,2

5 Pegawai Negeri Sipil (PNS) 35 7,3

Jumlah 480 100,00

Sumber : Kantor Kepala Desa Pulo Bayu 2012

Tabel 7 menunjukkan bahwa penduduk Nagori Pulo Bayu Kecamatan

Hutabayuraja Kabupaten Simalungun memiliki beragam pekerjaan. Sebagian

besar penduduk Nagori Pulo Bayu adalah petani. Penduduk yang bermata

pencaharian terbesar adalah sebagai buruh tani sebanyak 217 jiwa dengan

persentase sebesar 45,2 %, sedangkan yang bermata pencaharian terkecil asalah

sebagai PNS sebanyak 35 jiwa dengan persentase sebesar 7,3 %. Dengan

demikian dapat diketahui bahwa persentase perbandingan antara penduduk yang

bermata pencaharian sebagai buruh tani dengan PNS sebesar 37,93 % atau 182

jiwa.

Tingkat pendidikan formal merupakan salah satu kunci utama dalam membangun

dan mengembangkan masyarakat, karena pendidikan merupakan fundamental

dasar dalam pembentukan pola pikir dan pandangan masyarakat di tengah-tengah

lingkungannya. Gambaran tingkat pendidikan di Nagori Pulo Bayu Kecamatan

(33)

Tabel 8. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Formal di Nagori Pulo Bayu Kecamatan Hutabayuraja Kabupaten Simalungun 2012

No Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk (Jiwa) Persentase (%)

1 Belum Sekolah 485 16,28

2 SD 1150 39,01

3 SLTP 620 21,74

4 SLTA 395 13,22

5 Akademi/D1,2,3 12 1,42

6 S1 3 0,13

7 Tidak Sekolah 245 8,2

Total 2989 100,00

Sumber : Kantor Kepala Desa Pulo Bayu 2012

Tabel 8 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang dijalani penduduk di Nagori

Pulo Bayu pada umumnya di tingkat SD, yaitu sebesar 1.150 jiwa (30,01%), tetapi

masih ada penduduk yang tidak menduduki bangku sekolah, yaitu sebanyak 245

jiwa (8,2%).

4.4 Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana merupakan infrastruktur yang sangat penting dalam

kehidupan bermasyarakat dapat dilakukan. Perkembangan suatu daerah sangat

membutuhkan suatu alat yang dapat mempercepat akses masuknya arus informasi

bagi perkembangan daerah tersebut. Sarana dan prasarana yang terdapat di Nagori

(34)

Tabel 9. Sarana dan Prasarana di Nagori Pulo Bayu Kecamatan Hutabayuraja Kabupaten simalungun 2012

No Fasilitas Sarana dan Prasarana Jumlah

1 Pendidikan TK 3 Sosial Ekonomi Pertanian Kios Sarana Produksi

Pasar Tradisional

Sumber : Kantor Kepala Desa Pulo Bayu 2012

Tabel 9 menunjukkan ketersediaan sarana dan prasarana di Nagori Pulo Bayu

Kecamatan Hutabayuraja Kabupaten Simalungun cukup baik dan dapat memenuhi

kebutuhan masyarakat baik di bidang pendidikan, pertanian, sosial ekonomi

pertanian, maupun lembaga-lembaga desa yang ada.

4.5 Organisasi Sosial Kemasyarakatan

Organisasi sosial kemasyarakatan ini merupakan suatu wadah diskusi dan

berkumpul bagi para masyarakat pedesaan yang dibentuk atau didirikan atas

kebutuhan seluruh warga masyarakat di Nagori Pulo Bayu Kecamatan

Hutabayuraja Kabupaten Simalungun.

Tabel 10. Organisasi Sosial Kemasyarakatan di Nagori Pulo Bayu Kecamatan Hutabayuraja Kabupaten Simalungun Tahun 2012

No Organisasi Sosial Kemasyarakatan Jumlah

1 Kelompok Tani 16

2 Gabungan Kelompok Tani 1

(35)

Tabel 10 menunjukkan organisasi social kemasyarakatan di Nagori Pulo

Bayu Kecamatan Hutabayuraja Kabupaten Simalungun sudah cukup baik dan

(36)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Kegiatan Usahatani Petani Jagung 5.1.1 Pembenihan

Benih yang akan digunakan sebaiknya bermutu tinggi, baik mutu genetik, fisik

maupun fisiologinya. Berasal dari varietas unggul (daya tumbuh besar, tidak

tercampur benih/varietas lain, tidak mengandung kotoran, tidak tercemar hama

dan penyakit). Benih yang demikian dapat diperoleh bila menggunakan benih

bersertifikat. Pada umumnya benih yang dibutuhkan sangat bergantung pada

kesehatan benih, kemurnian benih dan daya tumbuh benih. Varietas benih yang

digunakan yaitu Nusantara 1.

5.1.2 Pengolahan Lahan

Pengolahan lahan untuk tanaman jagung sudah disiapkan sebelulan sebelum

penanaman. Bibit dipindahkan langsung ke lahan yang telah siap. Pelaksanaan

pengolahan lahan dibantu dengan peralatan mesin yaitu dengan mesin traktor,

pembajakan dilakukan dua kali.

5.1.3 Penanaman

Dahulu orang menanam jagung belum menggunakan aturan atau teknik tertentu.

Jagung asal saja ditanam menggunakan jarak tanam antara bibit yang satu dengan

bibit yang lainnya. Jadi, ada bibit yang terlalu dekat dengan bibit yang lain dan

juga ada yang terlalu jauh dengan bibit yang lain. Hal ini dapat menyebabkan

pembagian zat makanan tidak merata. Tetapi, setelah adanya Sekolah Lapang

Pengelolaan Tanaman Terpadu, para petani sudah menggunakan aturan-aturan

(37)

lembab dan dilakukan secara manual atau dengan cara ditugal. Bibit dimasukkan

ke dalam lubang dengan tugal sebanyak 1-2 biji dengan dalam ± 3cm.

5.1.4 Pemupukan

Pemupukan dimaksudkan untuk menambah hara yang dibutuhkan tanaman karena

hara yang tersedia didalam tanah tidak mencukupi. Pupuk pertama (sebelum/saat

tanam) ditugalkan sejauh 7cm dari lubang benih dengan kedalaman 10 cm.

Pemupukan kedua dilakukan pada umur 4-5 minggu setelah penyiangan dengan

ditugalkan seperti pemupukan yang pertama. Pemakaian pupuk berimbang yaitu

urea = 200-300 Kg/Ha, SP36 100-150 Kg/Ha, Kcl = 100 Kg/Ha dan Za =

50-75 Kg/Ha. Pemakaian pupuk tersebut dapat dicampurkan bersamaan dan harus

disesuaikan dengan kondisi perkembangan tanaman dan keadaan fisik tanah.

5.1.5 Penyiangan

Penyiangan dilakukan dengan tujuan membersihkan gulma-gulma di sekitar

tanaman jagung agar unsur hara di dalam tanah dapat sepenuhnya diserap oleh

tanaman jagung. Penyiangan yang dilakukan pada petani sampel dengan

mencabut rumput-rumput liar di sekitar tanaman jagung yang dilakukan setelah

jagung berumur 3 minggu setelah tanam dan 45 hari setelah tanam. Penyiangan

dapat dilakukan dengan menggunakan cangkul dan mencabut rumput secara

manual.

5.1.6 Penyemprotan

Penyemprotan dilakukan untuk memberantas hama dan penyakit tanaman jagung

dengan menggunakan obat-obatan. Hama dan penyakit tanaman yang sering

(38)

batang, wereng jagung, busuk biji dan busuk tongkol. Penyemprotan dilakukan

sesuai dosis, cara dan waktu yang tepat.

5.1.7 Panen

Jagung yang sudah matang siap untuk dipanen dan biasanya berumur 86-96 hari

sesuai dengan varietas yang ditanam. Sebenarnya menentukan saat memanen

jagung hanya didasarkan pada umur jagung tersebut adalah kurang tepat. Hal

tersebut karena masaknya buah jagung tergantung pada jenisnya juga sangat

dipengaruhi keadaan tanah dan cuaca. Panen petani sampel dilakukan dengan

menggunakan tenaga manusia atau sistem borongan.

5.2 Tingkat Partisipasi Patani Sampel dalam Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT)

Berdasarkan observasi dan wawancara di lapangan, tingkat partisipasi petani

dalam program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) pada

komoditi jagung dari hasil penelitian dengan 30 orang sampel dapat diketahui

tingkat partisipasi mana yang tinggi, sedang dan rendah. Untuk mengukur tingkat

partisipasi menggunakan 10 parameter yang digunakan dalam metode scoring,

berdasarkan lampiran 1, hasil penelitian yang dilakukan untuk mengevaluasi

tingkat partisipasi petani sampel dalam program SLPTT pada komoditi jagung

(39)

Tabel 11. Indikator Tingkat Partisipasi Petani Dalam SLPTT Komoditi Jagung

No Parameter Rata-Rata Skor

1 Penggunaan variaetas unggul 2.76

2 Penggunaan benih bermutu dan berlabel 3

3 Pemberian bahan organik melalui pemanfaatan sisa panen atau dalam bentuk kompos

2

4 Pemupukan berdasarkan tanaman 2.56

5 Pengendalian Hama Terpadu (PHT) sesuai

Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)

3

6 Pengendalian gulma secara teratur 3

7 Pengelolaan tanah sesuai musim 3

8 Penyiraman secara efektif dan efisien 1.73

9 Penyiangan secara teratur 3

10 Panen tepat waktu 3

Jumlah 27.05

Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 1

Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa skor tingkat partisipasi yang

diperoleh adalah 27,05 atau 90,16 % dari hasil pelaksanaan Sekolah Lapang

Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) tersebut dapat dinilai bahwa partisipasi

petani sampel tinggi karena nilai 23-30 merupakan kategori tinggi. Tingkat

partisipasi petani dalam Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT)

dari 10 parameter pada komoditi jagung yaitu :

5.2.1 Varietas Unggul

Varietas unggul adalah jenis benih yang memiliki banyak keunggulan diantara

jenis varietas-varietas yang lain. Misalnya produksi tinggi, tahan terhadap hama

dan penyakit. Tingkat partisipasi pada pemilihan varietas unggul dapat dilihat

(40)

Tabel 12. Jumlah Petani Sampel dan Skor yang Diperoleh Terhadap Penggunaan Varietas Unggul

Uraian Skor Penerapan Total

1 2 3

Jumlah Petani/KK - 7 23 30

Persentase (%) - 23,33 76,67 100,00

Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 1

Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa jumlah petani sampel yang menggunakan

varietas unggul adalah 23 orang atau 76,67 %. Jumlah petani sampel yang

menggunakan varietas unggul adalah 7 orang atau 23,33 %. Jadi dapat

dikategorikan bahwa tingkat partisipasi petani dalam penggunaan varietas di

daerah penelitian tinggi.

5.2.2 Benih Bermutu dan Berlabel

Benih yang bermutu adalah benih yang mempunyai kualitas unggul diantaranya

mempunyai kecambah yang tinggi, tahan hama dan mampu meningkatkan

pendapatan petani jagung. Benih bermutu biasanya ditandai dengan label bukan

benih yang tidak berlabel atau tanpa merk sehingga petani tidak tertipu didalam

pemilihan benih. Tingkat partisipasi pada penggunan benih bermutu dan berlabel

dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Jumlah Petani Sampel dan Skor yang Diperoleh Terhadap Penggunaan Benih Bermutu dan Berlabel

Uraian Skor Penerapan Total

1 2 3

Jumlah Petani/KK - - 30 30

Persentase (%) - - 100 100,00

Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 1

Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa jumlah petani sampel yang menggunakan benih

(41)

tingkat partisipasi penggunaan benih bermutu dan berlabel di daerah penelitian

tinggi.

5.2.3 Pemberian Bahan Organik Melalui Pemanfaatan Sisa Panen atau Dalam Bentuk Kompos

Pemberian bahan organik adalah kegiatan pemberian bahan yang berasal dari

bahan alami bukan dari bahan kimiawi misalnya pemanfaatan sisa panen atau

pemanfaatan dari kotoran hewan dalam bentuk kompos. Sehingga unsur hara di

dalam tanah tidak cepat jenuh dikarenakan penggunaan bahan-bahan kimiawi

yang terus menerus. Tingkat partisipasi pemberian bahan organik melalui

pemanfaatan sisa panen dalam bentuk kompos dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Jumlah Petani Sampel dan Skor yang Diperoleh Terhadap Pemberian Bahan Organik Melalui Pemanfaatan Sisa Panen atau Dalam Bentuk Kompos

Uraian Skor Penerapan Total

1 2 3

Jumlah Petani/KK - 30 - 30

Persentase (%) - 100 - 100,00

Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 1

Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa jumlah petani sampel yang memberikan bahan

organik melalui pemanfaatan sisa panen atau dalam bentuk kompos adalah 30

orang atau 100 %. Jadi dapat dikategorikan bahwa tingkat partisipasi pemberian

bahan organik melalui pemanfaatan sisa panen atau dalam bentuk kompos di

daerah penelitian sedang.

5.2.4 Pemupukan Berdasarkan Kebutuhan Tanaman

Pemupukan adalah kegiatan pemberian pupuk yang mengandung N, P, K sesuai

dengan kebutuhan tanaman di daerah penelitian. Tingkat partisipasi dalam

(42)

Tabel 15. Jumlah Petani Sampel dan Skor yang Diperoleh Terhadap Pemupukan Berdasarkan Kebutuhan

Uraian Skor Penerapan Total

1 2 3

Jumlah Petani/KK - 13 17 30

Persentase (%) - 43,33 56,67 100,00

Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 1

Dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa jumlah petani sampel yang melakukan

pemupukan berdasarkan kebutuhan adalah 17 orang atau 56,67 %. Jumlah petani

sampel yang sebagian melakukan pemupukan berdasarkan kebutuhan adalah 13

orang atau 43,33 %. Jadi dapat dikategorikan bahwa tingkat partisipasi petani

dalam pemberian pupuk berdasarkan kebutuhan di daerah penelitian tinggi.

5.2.5 Pengendalian Hama Terpadu (PHT) sesuai Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)

Pengendalian hama terpadu adalah kegiatan mengendalikan hama yang ada pada

tanaman sehingga tidak mengganggu pertumbuhan tanaman. Dapat dilakukan

secara teknis atau menggunakan insektisida sesuai dengan organisme pengganggu

tanaman. Tingkat partisipasi pada pengendalian hama terpadu (PHT) sesuai

organisme pengganggu tanaman (OPT) dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Jumlah Petani Sampel dan Skor yang Diperoleh Terhadap Pengendalian Hama Terpadu (PHT) sesuai Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)

Uraian Skor Penerapan Total

1 2 3

Jumlah Petani/KK - - 30 30

Persentase (%) - - 100 100,00

Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 1

Dari Tabel 16 dapat dilihat bahwa jumlah petani sampel yang melakukan

pengendalian hama terpadu sesuai organisme pengganggu tanaman adalah 30

(43)

pengendalian hama terpadu sesuai organisme pengganggu tanaman di daerah

penelitian tinggi.

5.2.6 Pengendalian Gulma

Pengendalian gulma yang dilakukan petani sampel di daerah penelitian adalah

dengan cara mekanis atau mencabut dan dengan penggunaan herbisida yang

sesuai dengan dosis dan waktunya. Tingkat partisipasi pada pengendalian gulma

dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Jumlah Petani Sampel dan Skor yang Diperoleh Terhadap Pengendalian Gulma

Uraian Skor Penerapan Total

1 2 3

Jumlah Petani/KK - - 30 30

Persentase (%) - - 100 100,00

Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 1

Dari Tabel 17 dapat dilihat bahwa jumlah petani sampel yang melakukan

pengendalian gulma adalah 30 orang atau 100 %. Jadi dapat dikategorikan bahwa

tingkat partisipasi pengendalian gulma di daerah penelitian tinggi.

5.2.7 Pengelolaan Tanah Sesuai Musim

Pengelolaan tanah yang dilakukan petani sampel di daerah penelitian dilakukan

sesuai musim. Jadi petani di dalam mengelola tanah sesuai musim sehingga pada

saat penanaman dilakukan secara serentak sehingga dapat mengurangi

pertumbuhan hama dan penyakit yang akan menyerang tanaman jagung. Tingkat

(44)

Tabel 18. Jumlah Petani Sampel dan Skor yang Diperoleh Terhadap Pengelolaan Tanah sesuai Musim

Uraian Skor Penerapan Total

1 2 3

Jumlah Petani/KK - - 30 30

Persentase (%) - - 100 100,00

Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 1

Dari Tabel 18 dapat dilihat bahwa jumlah petani sampel yang melakukan

pengelolaan tanah sesuai musim adalah 30 orang atau 100 %. Jadi dapat

dikategorikan bahwa tingkat partisipasi pengelolaan tanah sesuai musim di daerah

penelitian tinggi.

5.2.8 Penyiraman secara Efektif dan Efisien

Penyiraman yang dilakukan petani sampel di daerah penelitian tergantung

dilakukan dengan menggunakan aliran sungai yang terdapat di pinggir lahan.

Tetapi, untuk petani yang memiliki lahan jauh dari aliran sungai harus

mengeluarkan biaya produksi yang lebih untuk membuat saluran air ke lahan

pertaniannya. Tingkat partisipasi dalam penyiraman secara efektif dan efisien

dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Jumlah Petani Sampel dan Skor yang Diperoleh Terhadap Penyiraman secara Efektif dan Efisien

Uraian Skor Penerapan Total

1 2 3

Jumlah Petani/KK 10 8 12 30

Persentase (%) 33,33 26,67 40 100,00

Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 1

Dari Tabel 19 dapat dilihat bahwa jumlah petani sampel yang melakukan

penyiraman secara efektif dan efisien adalah 12 orang atau 40 %. Jumlah petani

(45)

orang atau 26,67 %. Jumlah petani yang tidak pernah melakukan penyiraman

secara efektif dan efisien adalah 10 orang atau 33,33 %. Jadi dapat dikategorikan

bahwa tingkat partisipasi petani dalam penyiraman secara efektif dan efisien di

daerah penelitian sedang.

5.2.9 Penyiangan

Penyiangan dilakukan dengan tujuan membersihkan gulma-gulma di sekitar

tanaman jagung agar unsur hara di dalam tanah dapat sepenuhnya diserap oleh

tanaman jagung. Penyiangan yang dilakukan pada petani sampel dengan

mencabut atau mencabut rumput-rumput liar di sekitar tanaman jagung. Tingkat

partisipasi pada penyiangan dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Jumlah Petani Sampel dan Skor yang Diperoleh Terhadap Penyiangan

Uraian Skor Penerapan Total

1 2 3

Jumlah Petani/KK - - 30 30

Persentase (%) - - 100 100,00

Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 1

Dari Tabel 20 dapat dilihat bahwa jumlah petani sampel yang melakukan

penyiangan adalah 30 orang atau 100 %. Jadi dapat dikategorikan bahwa tingkat

partisipasi didalam melakukan penyiangan di daerah penelitian tinggi.

5.2.10 Panen Tepat Waktu

Dalam hal ini, petani tidak terlalu mempunyai kendala asalkan cuaca yang

mendukung serta tersedianya tenaga kerja pada saat akan dilakukan pemanenan.

(46)

Tabel 21. Jumlah Petani Sampel dan Skor yang Diperoleh Terhadap Panen Tepat Waktu

Uraian Skor Penerapan Total

1 2 3

Jumlah Petani/KK - - 30 30

Persentase (%) - - 100 100,00

Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 1

Dari Tabel 21 dapat dilihat bahwa jumlah petani sampel yang melakukan panen

tepat waktu adalah 30 orang atau 100 %. Jadi dapat dikategorikan bahwa tingkat

partisipasi melakukan penen tepat waktu di daerah penelitian tinggi.

5.3 Komponen Biaya Produksi Petani Jagung

Biaya produksi adalah nilai dari semua input produksi yang digunakan baik dalam

bentuk benda maupun jasa selama proses produksi. Biaya produksi yang

digunakan meliputi biaya benih, biaya pupuk, obat-obatan, tenaga kerja,

penyusutan alat, sewa lahan dan pajak bumi dan bangunan.

5.3.1 Biaya Benih

Benih yang digunakan oleh petani sampel dibeli dari toko sarana produksi

terdekat di daerah penelitian. Jumlah benih dan biaya benih yang digunakan

petani sampel per musim tanam di Nagori Pulo Bayu dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22. Rata-Rata Biaya Benih yang Digunakan Petani Sampel Per Petani di Nagori Pulo Bayu

No Uraian Biaya (Rp/Petani) Persentase (%)

1 Sebelum SLPTT (2009-2010) 932.666 46,81

2 Sesudah SLPTT (2011-2012) 1.060.000 53,19

Total 1.992.666 100,00

Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 2 dan 3

Dari Tabel 22 dapat dilihat bahwa rata-rata biaya benih petani sampel sebelum

(47)

petani sampel sesudah mengikuti SLPTT adalah Rp. 1.060.000/petani atau 53,19

%.

5.3.2 Biaya Pupuk

Pupuk yang digunakan petani adalah Urea, SP 36, KCL dan ZA dengan dosis

yang berbeda-beda. Jumlah pupuk dan biaya pupuk yang digunakan petani sampel

per musim tanam di Nagori Pulo Bayu dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23. Rata-Rata Biaya Pupuk yang Digunakan Petani Sampel Per Petani di Nagori Pulo Bayu

No Uraian Biaya (Rp/Petani) Persentase (%)

1 Sebelum SLPTT (2009-2010) 943.166 51,70

2 Sesudah SLPTT (2011-2012) 880.816 48,30

Total 1.833.982 100,00

Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 2 dan 3

Dari Tabel 23 dapat dilihat bahwa rata-rata biaya pupuk petani sampel sebelum

mengikuti SLPTT adalah Rp. 943.166/petani atau 51,70 %. Rata-rata biaya pupuk

petani sampel sesudah mengikuti SLPTT adalah Rp. 880.816/petani atau 53,19 %.

5.3.3 Obat-Obatan

Obat-obatan digunakan petani sampel untuk mengendalikan dan memberantas

hama dan penyakit pada tanaman jagung. Obat-obatan yang digunakan biasanya

skor, spontan, bestrok dan jenis-jenis lainnya. Jumlah obat-obatan yang digunakan

petani sampel per musim tanam di Nagori Pulo Bayu dapat dilihat pada Tabel 24.

Tabel 24. Rata-Rata Biaya Obat-Obatan yang Digunakan Petani Sampel Per Petani di Nagori Pulo Bayu

No Uraian Biaya (Rp/Petani) Persentase (%)

1 Sebelum SLPTT (2009-2010) 159.500 46,54

2 Sesudah SLPTT (2011-2012) 183.166 53,46

Total 342.666 100,00

(48)

Dari Tabel 24 dapat dilihat bahwa rata-rata biaya obat-obatan petani sampel

sebelum mengikuti SLPTT adalah Rp. 159.500/petani atau 46,54 %. Rata-rata

biaya obat-obatan petani sampel sesudah mengikuti SLPTT adalah Rp.

183.166/petani atau 53,46 %.

5.3.4 Biaya Tenaga Kerja

Proses produksi tidak akan berjalan tanpa adanya tenaga kerja. Tenaga kerja yang

digunakan di Nagori Pulo Bayu berasal dari tenaga kerja dalam keluarga dan

tenaga kerja luar keluarga. Ketersediaan tenaga kerja dalam usahatani petani

sampel dapat dilihat pada Tabel 25.

Tabel 25. Rata-Rata Biaya Tenaga Kerja yang Digunakan Petani Sampel Per Petani di Nagori Pulo Bayu

No Uraian Sebelum SLPTT

206.293 228.746 435.039

2 Pemupukan (Rp/Petani)

168.500 241.366 409.866

3 Penyiangan (Rp/Petani)

468.900 483.906 952.806

4 Penyemprotan (Rp/Petani)

306.533 239.316 545.849

Total 1.150.226 1.193.334 2.343.560

Persentase (%) 49,08 50,92 100,00

Sumber : analisis Data Primer Lampiran 6 dan 7

Dari Tabel 25 dapat dilihat bahwa rata-rata biaya tenaga kerja petani sampel baik

dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga sebelum SLPTT yaitu pembibitan

Rp. 206.293, pemupukan Rp. 168.500, penyiangan Rp. 468.900 dan

penyemprotan Rp. 306.533. Rata-rata biaya tenaga kerja petani sampel baik dalam

keluarga dan tenaga kerja luar keluarga sesudah SLPTT yaitu pembibitan Rp.

228.746, pemupukan Rp. 241.366, penyiangan Rp. 483.906 dan penyemprotan

(49)

alat seperti traktor dengan biaya Rp. 875.000 atau Rp. 35.000/rante. Tenaga kerja

yang digunakan untuk penanaman menggunakan tenaga kerja borongan dengan

biaya Rp. 925.000 atau Rp. 37.000/rante. Tenaga kerja yang digunakan untuk

panen dan pascapanen menggunakan mesin perontok atau tenaga kerja borongan

dengan biaya Rp. 2.375.000 atau Rp.95.000/rante. Tidak ada perubahan tenaga

kerja sebelum dan sesudah SLPTT pada pengolahan lahan, penanaman, panen dan

pasca panen.

5.3.5 Biaya Penyusutan Peralatan

Biaya penyusutan merupakan salah satu biaya dalam proses produksi yang

dibebani terhadap alat-alat pertanian yang digunakan petani dalam usahataninya.

Alat-alat yang digunakan petani sampel di daerah penelitian adalah cangkul,

parang, arit, pompa penyemprot, goni dan garu. Biaya penyusutan adalah harga

suatu unit barang dibagi dengan umur ekonomis atau ketahanan suatu barang.

Biaya penyusutan petani sampel per musim tanam di Nagori Pulo Bayu dapat

dilihat pada Tabel 26.

Tabel 26. Rata-Rata Biaya Penyusutan Peralatan yang Digunakan Petani Sampel Per Petani di Nagori Pulo Bayu

No Uraian Sebelum SLPTT

(2009-2010)

Sesudah SLPTT (2011-2012)

1 Cangkul (Rp/Petani) 10.833,33 10.833,33

2 Pompa Penyemprot (Rp/Petani) 11.833,33 11.833,33

3 Parang (Rp/Petani) 3.433,33 3.433,33

4 Arit (Rp/Petani) 3.200 3.200

5 Goni (Rp/Petani) 77.933,33 77.933,33

6 Garu (Rp/Petani) 2.323,33 2.323,33

Total 109.556,7 109.566,7

Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 8

Dari Tabel 26 dapat dilihat bahwa rata-rata biaya penyusutan petani sampel per

musim sebelum SLPTT dan sesudah SLPTT tidak mengalami perubahan karena

(50)

Biaya rata-rata penyusutan peralatan cangkul nilai ekonomisnya 4,5 tahun dengan

biaya Rp. 10.833,33/musim, pompa penyemprot nilai ekonomisnya 15 tahun

dengan biaya Rp. 11.833,33/musim, parang nilai ekonomisnya 4 tahun denagn

biaya Rp. 3.433,33/musim, arit nilai ekonomisnya 5 tahun dengan biaya Rp.

3.200, goni nilai ekonomisnya 1 tahun dengan biaya Rp. 77.933,33/musim, dan

garu nilai ekonomisnya 5,2 tahun dengan biaya Rp. 2.333,33/musim.

5.3.6 Biaya Lain-Lain

Tabel 27. Rata-Rata Biaya Pajak Bumi dan Bangunan, Pemakaian Air dan Transportasi Petani Sampel Per Petani di Nagori Pulo Bayu

No Uraian Pajak Bumi

Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 9 dan 10

Dari Tabel 27 dapat dilihat bahwa rata-rata biaya petani sampel per musim

sebelum mengikuti SLPTT dan sesudah mengikuti SLPTT tidak mengalami

perubahan. Biaya rata-rata PBB adalah Rp. 32.900/musim, pemakaian air Rp.

94.750/musim dan transportasi Rp. 26.166/musim.

5.4 Pendapatan Bersih Petani Jagung

Pendapatan bersih adalah pendapatan yang diperoleh petani dari usahataninya atau

selisih antara peneimaan dengan total biaya produksi. Penerimaan merupakan

produksi dikali harga jual. Besarnya pendapatan bersih petani dipengaruhi oleh

produksi yang dihasilkan, harga jual dan total biaya produksi. Rataan pendapatan

(51)

Tabel 28. Rata-Rata Pendapatan Usahatani Jagung Per Petani

No Uraian Sebelum SLPTT

(2009-2010)

Sesudah SLPTT (2011-2012)

1 Produksi (ton) 5,34 6,46

2 Penerimaan (Rp) 14.968.666 18.088.000

3 Biaya Produksi (Rp) 7.694.983 6.892.450

4 Pendapatan Bersih (Rp) 7.647.900 10.878.630

Total 30.311.554,34 35.859.086,46

Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 14 dan 15

Dari Tabel 28 dapat dilihat bahwa rata-rata produksi jagung petani sampel per

petani per musim tanam sebelum mengikuti SLPTT adalah 5,34 ton, penerimaan

sebesar Rp. 14. 968.666/musim, biaya produksi sebesar Rp. 7.694.983/musim dan

pendapatan bersih Rp. 7.647.900/musim. Rata-rata produksi jagung petani sampel

per petani per musim tanam sesudah mengikuti SLPTT adalah 6,46 ton,

penerimaan sebesar Rp. 18.088.000/musim, biaya produksi sebesar Rp.

6.892.450/musim dan pendapatan bersih Rp. 10.878.630/musim. Disini dapat kita

lihat bahwa ada kenaikan dalam produksi dan penerimaan petani sampel setelah

mengikuti SLPTT sehingga pendapatan bersih petani sampel pun ikut meningkat

pula.

5.5 Produktivitas Petani jagung

Produktivitas merupakan perbandingan antara hasil produksi dengan luas lahan.

Produktivitas sangat dipengaruhi oleh keadaan lahan usahatani baik lama waktu

penggunaannya, unsur hara, serta pemeliharaan untuk komoditi usahatani itu

(52)

Tabel 29. Rata-Rata Produktivitas Usahatani Jagung Per Petani

Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 16

Dari Tabel 29 dapat dilihat bahwa rata-rata produktivitas jagung petani sampel per

petani sebelum mengikuti SLPTT adalah 6,47 ton/Ha. Rata-rata produktivitas

jagung petani sampel per petani sesudah mengikuti SLPTT adalah 7,81 ton/Ha.

Disini dapat kita lihat bahwa ada kenaikan dalam produktivitas petani sampel

setelah mengikuti SLPTT.

5.6 Hubungan SLPTT dengan Pendapatan Petani Jagung

Sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu merupakan program Pemerintah

guna meningkatkan pengetahuan, keterampilan dalam mengenali potensi,

menyusun rencana usahatani, mengatasi permasalahan, mengambil keputusan dan

menerapkan teknologi yang sesuai dengan kondisi sumber daya setempat sehingga

meningkatkan suatu produksi dan meningkat pula pendapatan petani jagung.

Adapun rata-rata pendapatan jagung yang ada di daerah penelitian dapat dilihat

pada Tabel 30.

Tabel 30. Hubungan SLPTT dengan Pendapatan Petani Jagung di Nagori Pulo Bayu

Uraian Sebelum SLPTT

(2009-2010) (Rp)

Sesudah SLPTT (2011-2012) (Rp)

Range 1.847.200-21.994.000 2.096.900-30.584.500

Rataan 7.647.900 10.878.630

rs = 0,921

thit = 12,519

α = 0,05

(53)

Berdasarkan Tabel 30 dapat diketahui bahwa rata-rata pendapatan petani sampel

sebelum SLPTT dengan sesudah SLPTT mengalami peningkatan. Dengan rataan

pendapatan sebelum SLPTT adalah Rp. 7.647.900 dan rataan pendapatan sesudah

SLPTT adalah Rp. 10.878.630.

Berdasarkan analisis korelasi Rank Spearman pada lampiran 17, diperoleh

koefisien korelasi (rs) = 0,921 dan nilai thit = 12,519. Menurut tabel, nilai t

(α;0,05) dengan db (n-2) = 28 adalah 1,701. Oleh karena thit (12,519) > tα

(1,701), maka H0 ditolak dan H1

5.7 Hubungan SLPTT dengan Produktivitas Petani Jagung

diterima. Artinya, ada hubungan antara tingkat

partisipasi petani dalam program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu

(SLPTT) dengan pendapatan petani jagung di daerah penelitian.

Tabel 31. Hubungan SLPTT dengan Produktivitas Petani Jagung di Nagori Pulo Bayu

Uraian Sebelum SLPTT

(2009-2010) (ton/Ha)

Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 18

Berdasarkan Tabel 31 dapat diketahui bahwa rata-rata produktivitas petani sampel

sebelum SLPTT dengan sesudah SLPTT mengalami peningkatan. Dengan rataan

produktivitas sebelum SLPTT adalah 6,47 ton/Ha dan rataan produktivitas

sesudah SLPTT adalah 7,81 ton/Ha.

Berdasarkan analisis korelasi Rank Spearman pada lampiran 18, diperoleh

koefisien korelasi (rs) = 0,987 dan nilai thit = 33,686. Menurut tabel, nilai t

(α;0,05) dengan db (n-2) = 28 adalah 1,701. Oleh karena thit (33,686) > tα

(54)

partisipasi petani dalam program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu

(55)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Tingkat partisipasi petani jagung didalam mengikuti SLPTT di daerah

penelitian tergolong tinggi dengan nilai yang diperoleh sebesar 27,05

dengan persentase 90,16 % dan dengan hasil capaian terletak di antara

nilai 23 – 30.

2. Tingkat produktivitas petani jagung sebelum mengikuti SLPTT di daerah

penelitian per musim tanam rata-rata adalah 6,47 ton/Ha.

3. Tingkat produktivitas petani jagung sesudah mengikuti SLPTT di daerah

penelitian mengalami peningkatan yaitu dengan rata-rata produktivitas per

musim tanam adalah 7,81 ton/Ha.

4. Tingkat pendapatan petani jagung sebelum mengikuti SLPTT selama 2

tahun (2009-2010) di daerah penelitian per petani rata-rata adalah Rp.

7.647.900.

5. Tingkat pendapatan petani jagung sesudah mengikuti SLPTT selama 2

tahun (2011-2012) di daerah penelitian mengalami peningkatan dengan

rata-rata per petani adalah Rp. 10.878.630.

6. Terdapat hubungan antara tingkat partisipasi petani dalam program

Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) dengan

produktivitas dan pendapatan. Dimana untuk produktivitas nilai thit

(33,686) > tα (1,701), maka H0 ditolak dan H1 diterima dan untuk

pendapatan nilai thit (12,519) > tα (1,701), maka H0 ditolak dan H1

(56)

6.2 Saran

6.2.1 Kepada Pemerintah

Diharapkan dapat melakukan pendekatan dan menyediakan bantuan yang lebih

konsen kepada petani kurang mamapu dalam program sekolah lapang pengelolaan

tanaman terpadu khususnya yang belum memiliki lahan sendiri. Sehingga petani

bukan hanya sebagai buruh tani tetapi sebagai petani seutuhnya.

6.2.2 Kepada Petani Jagung

Diharapkan petani lebih aktif lagi di dalam mengikuti kegiatan sekolah lapang

pengelolaan tanaman terpadu ini dan lebih mengintensifkan lahan pertaniannya

sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani dan keluarganya.

6.2.3 Kepada Peneliti Selanjutnya

Kepada peniliti selanjutnya hendaknya membahas megenai tingkat partisipasi

petani terhadap program-program dari Dinas Pertanian yang lain untuk menambah

(57)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN

KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

Program adalah pernyataan tertulis tentang keadaan, masalah, tujuan dan cara

mencapai tujuan yang disusun dalam bentuk dan sistematika yang teratur.

Program dapat dihasilkan melalui proses perencanaan program yang

diorganisasikan secara sadar dan terus menerus, untuk memilih alternatif yang

terbaik dalam mencapai tujuan (Priyono, 2009).

Manfaat dari disusunnya program dan rencana kerja penyuluhan adalah sebagai

berikut:

1. Menjamin adanya pertimbangan yang mantap tentang apa dan mengapa

hal itu harus dilakukan.

2. Adanya pernyataan tertulis (dokumen) yang dapat digunakan setiap saat

sebagai pedoman kerja bagi pelaksana penyuluhan, sehingga dapat

mencegah terjadinya salah pengertian, serta memberikan pedoman bagi

evaluator dalam pelaksanaan evaluasi penyuluhan.

3. Memberikan pedoman dalam pengambilan keputusan terhadap adanya

usul atau saran penyempurnaan. Dengan adanya tujuan yang dapat

digunakan sebagai tolak ukur untuk mengukur kemajuan, maka dapat

dikaji seberapa jauh saran penyempurnaan dapat diterima atau ditolak agar

tujuan yang diinginkan tetap dapat tercapai.

4. Memantapkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dan harus dicapai yang

(58)

5. Memberikan jaminan kelangsungan pelaksanaan program meskipun ada

pergantian personalia.

6. Ikut sertanya petani dalam kegiatan perencanaan akan membantu

meningkatkan kepercayaan diri petani dan kepemimpinannya.

7. Ikut sertanya petani dalam kegiatan perencanaan penyuluhan merupakan

pengalaman yang bersifat pendidikan

8. Membantu mengembangkan kepemimpinan, yaitu dalam menggerakkan

semua pihak yang terlibat untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

9. Meningkatkan efisiensi pelaksanaan penyuluhan secara keseluruhan,

seperti sumber daya, waktu dan tenaga (Priyono, 2009).

Program SLPTT merupakan program dari Departemen Pertanian (Deptan) dengan

cara memberi pengajaran kepada para petani mengenai pengendalian hama

terpadu, sekolah lapang iklim, dan teknologi budidaya. Petani diajarkan

melakukan pertanian terpadu meliputi pemberian benih, pengendalian hama,

penyediaan teknologi budidaya, dan pupuk secara terpadu (Mar, 2010).

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Partisipasi

Anggota masyarakat bukan merupakan objek pembangunan. Anggota masyarakat

pedesaan sebagian besar terdiri dari petani yang sebagian besar dari padanya

merupakan petani kecil dan bahkan sebagai buruh tani. Kedudukan petani yang

lemah ini harus dirubah menjadi kuat, maju dan mandiri, sehingga peranannya

dalam pembangunan menjadi subjek pembangunan. Bertambah pentingnya

(59)

masyarakat diajak untuk untuk berperan secara lebih aktif dan didorong untuk

berpartisipasi, namun pemerintah tetap perlu dilibatkan (Adisasmita, 2006).

Pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah tentunya bertujuan untuk

mencapai masyarakat yang sejahtera sehingga posisi masyarakat merupakan

posisi yang penting dalam proses pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan

oleh pemerintah. Oleh karena itu dalam pelaksanaan pembangunan, partisipasi

masyarakat merupakan hal yang sangat mempengaruhi keberhasilan proses

pembangunan itu sendiri. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan mutlak

diperlukan, tanpa adanya partisipasi masyarakat pembangunan hanyalah

menjadikan masyarakat sebagai objek semata (Murtiyanto, 2011).

Menurut Umboh dalam Ndraha (1987), pembangunan masyarakat desa

merupakan gerakan pembangunan yang didasarkan atas peran serta dan swadaya

gotong-royong masyarakat. Atas dasar hal tersebut maka kesadaran, peran serta

dan swadaya masyarakat perlu ditingkatkan agar partisipasi masyarakat dalam

pembangunan akan dirasakan sebagai suatu kewajiban bersama. Dengan

pastisipasi dan peran serta di sini bukan berarti masyarakat itu hanya berfungsi

untuk memberikan dukungan dan keikutsertaan dalam proses pembangunan atau

ikut berpartisipasi secara aktif (sense of participation), tetapi juga menikmati

hasil-hasil pembangunan itu sendiri. Dengan demikian akan tercipta rasa memiliki

(sense of belonging) dan rasa tanggung jawab (sense of responsibility) dalam

proses pembangunan menuju tercapainya peningkatan kesejahteraan masyarakat

secara keseluruhan.

Partisipasi berarti keikutsertaan seseorang ataupun sekelompok masyarakat dalam

(60)

(1987) mengartikan partisipasi sebagai pengambilan bagian dalam kegiatan

bersama. Partisipasi masyarakat yang idealnya terjadi apabila masyarakat

memang mau secara sukarela mendukung kegiatan tersebut. Kegiatan mendukung

suatu kegiatan memang berkembang dari masyarakat di tingkat bawah sampai

pada proses pengambilan keputusan.

Partisipasi menjadi salah satu faktor pendukung keberhasilan pembangunan,

dilain pihak, juga dapat dikatakan bahwa pembangunan berarti kalau dapat

meningkatkan kapasitas masyarakat termasuk dalam berpartisipasi. Secara

harafiah, partisipasi berarti “turut berperan serta dalam suatu kegiatan”,

“keikutsertaan atau peran serta dalam suatu kegiatan”, “peran serta aktif atau

proaktif dalam suatu kegiatan”. Partisipasi dapat didefinisikan secara luas sebagai

bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat secara aktif dan sukarela, baik

karena alasan-alasan dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya dalam

keseluruhan proses kegiatan yang bersangkutan (Ginting, 2011).

Menurut Davis (2005) yang dikutip oleh Stepan (2011), ada tiga unsur penting

partisipasi, yaitu:

1. Bahwa partisipasi atau keikutsertaan sesungguhnya merupakan suatu

keterlibatan mental dan perasaan, tidak hanya semata-mata keterlibatan

secara jasmaniah;

2. Kesediaan memberi sesuatu sumbangan kepada usaha mencapai tujuan

kelompok. Ini berarti, bahwa terdapat rasa senang, kesukarelaan untuk

membantu kelompok;

3. Unsur tanggung jawab. Unsur tersebut merupakan segi yang menonjol dari

(61)

Bentuk partisipasi yaitu :

1. Partisipasi uang adalah bentuk partisipasi untuk memperlancar

usaha-usaha bagi pencapaian kebutuhan masyarakat yang memerlukan bantuan;

2. Partisipasi waktu adalah partisipasi dalam hal memberikan waktunya

untuk menghadiri suatu kegiatan.

3. Partisipasi tenaga adalah partisipasi yang diberikan dalam bentuk tenaga

untuk pelaksanaan usaha-usaha yang dapat menunjang keberhasilan suatu

program;

4. Partisipasi ide lebih merupakan partisipasi berupa sumbangan ide,

pendapat (Murtiyanto, 2011).

Untuk mengukur skala partisipasi dapat diketahui dari kriteria penilaian tingkat

partisipasi untuk setiap individu (anggota kelompok) yang dikemukakan oleh

Chapin dalam Surotinijo (2009) yaitu :

1. Keanggotaan dalam organisasi atau lembaga tersebut;

2. Frekuensi kehadiran (attendence) dalam pertemuan-pertemuan yang

diadakan;

3. Sumbangan atau iuran yang diberikan;

4. Keanggotaan dalam kepengurusan;

5. Kegiatan yang diikuti dalam tahap program yang direncanakan;

6. Keaktifan dalam diskusi pada setiap pertemuan yang diadakan;

Menurut Slamet dan Kusumaningtyas (2003), tumbuh kembangnya

partisipasi masyarakat dalam pembangunan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu:

1. Adanya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk

(62)

2. Adanya kemauan untuk berpartisipasi;

3. Adanya kemampuan untuk berpartisipasi;

Masyarakat tergerak untuk berpartisipasi jika:

1. Partisipasi itu dilakukan melalui organisasi yang sudah dikenal atau yang

sudah ada di tengah-tengah masyarakat yang bersangkutan;

2. Partisipasi itu memberikan manfaat langsung kepada masyarakat yang

bersangkutan;

3. Manfaat yang diperoleh melalui partisipasi itu dapat memenuhi

kepentingan masyarakat setempat;

4. Dalam proses partisipasi itu terjamin adanya kontrol yang dilakukan oleh

masyarakat (Ndraha, 1987).

2.2.2 Penyuluhan Pertanian

Penyuluhan merupakan salah satu pendidikan non formal yang ditujukan kepada

petani beserta keluarganya yang hidup di pedesaan, dengan membawa dua tujuan

utama yang diharapkan. Untuk jangka pendek adalah menciptakan perubahan

perilaku termasuk di dalamnya sikap, tindakan dan pengetahuan dan untuk jangka

panjang adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat dengan jalan

meningkatkan taraf hidup mereka (Sastraatmadja, 1993).

Dalam kegiatan usaha tani. Petugas penyuluh seringkali hanya memiliki setengah

dari pengetahuan yang diperlukan untuk mengambil keputusan, sedangkan petani

dan keluarganya melengkapi kekurangan tersebut. Para petanilah yang

mengetahui tujuan mereka, jumlah modal yang dimiliki, hubungan yang dimiliki

dengan petani lain, kualitas lahan serta hal-hal lain yang tidak diketahui oleh

(63)

keluarganya dengan petugas penyuluh harus disatukan untuk menggambarkan

sistem usaha tani yang paling produktif bagi keluarga petani

(Van Den Ban dan Hawkins, 1999).

2.2.3 Program Penyuluhan Pertanian

Program adalah pernyataan tertulis tentang keadaan, masalah, tujuan dan cara

mencapai tujuan yang disusun dalam bentuk dan sisitematika yang teratur.

Program dapat dihasilkan melalui proses perencanaan program yang

diorganisasikan secara sadar dan terus menerus, untuk memilih alternatif yang

terbaik dalam mencapai tujuan (Priyono, 2009).

Program penyuluhan pertanian seringkali tidak dilaksanakan sesuai dengan

rencana, mungkin terbentur karena masalah pengangkutan, keruskan peralatan,

keterlambatan penyerahan bahan-bahan penyuluhan, atau akibat sistem

penghargaan yang mendorong penyuluh berprilaku tidak selayaknya (Priyono,

2009).

2.2.4 Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT)

Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) adalah suatu tempat

pendidikan non formal bagi petani untuk meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan dalam mengenali potensi, menyususn rencana usaha tani, mengatasi

permasalahan, mengambil keputusan dan menerapkan teknologi yang sesuai

dengan kondisi sumber daya setempat sehingga usaha taninya menjadi efisien,

berproduktivitas tinggi dan berkelanjutan. Dalam SLPTT diperlukan pemandu

lapangan yaitu penyuluh pertanian sebagai pengamat organisme pengganggu

tanaman (POPT) dan pengawas benih tanaman (PBT) yang telah mengikuti

(64)

Pembelajaran dalam program SLPTT, secara langsung dilaksanakan di lapangan,

sehingga ilmu yang didapatkan langsung dapat diterapkan dan mudah dimengerti

oleh para petani. Karena dalam program tersebut selain dapat meningkatkan cara

bertani melalui ilmu yang disampaikan penyuluh, antar petani pun dapat saling

bertukar pengalaman, baik dalam tata cara pembenihan, pemeberantasan hama

yang efektif, hingga pada pemberian pupuk untuk produkivitas pertanian petani

(Mar, 2010).

2.2.5 Karekteristik Sosial Ekonomi Petani

1. Umur

Petani yang berusia lanjut berumur sekitar 50 tahun ke atas, biasanya fanatik

terhadap tradisi dan sulit untuk diberikan pengertian-pengertian yang dapat

mengubah cara berpikir, cara kerja, dan cara hidupnya. Mereka ini bersikap apatis

terhadap adanya teknologi baru. Kondisi seperti ini dipandang sangat

menghambat proses pengambilan keputusan atas inovasi yang ditawarkan

(Kartasapoetra, 1994).

2. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan manusia umumnya menunjukkan daya kreativitas dan

bertindak. Pendidikan rendah mengakibatkan berkurangnya pengetahuan dan

memanfaatkan sumber-sumber daya alam yang tersedia. Usaha-usaha penduduk

berakibat hanya mampu menghasilkan pendapatan rendah (Kartasapoetra, 2001).

Tingkat pendidikan petani sering disebut sebagai faktor penyebab rendahnya

tingkat produktivitas usaha tani. Dengan tingkat pendidikan yang rendah maka

(65)

kebiasaan-kebiasaan lama, sedangkan seseorang yang berpendidikan tinggi tergolong lebih

cepat dalam mengadopsi inovasi baru (Soekartawi, 2002).

3. Lamanya Usaha Tani

Petani yang sudah lebih lama bertani akan lebih mudah menerapkan inovasi

daripada petani pemula. Karena pengalaman yang lebih banyak sehingga dapat

membuat perbandingan dalam mengambil keputusan yang tepat dan benar.

Lamanya berusaha tani untuk setiap orang berbeda-beda, oleh karena itu lamanya

berusaha tani dapat dijadikan bahan pertimbangan agar tidak melakukan

kesalahan yang sama sehingga dapat melakukan hal-hal yang baik untuk

waktu-waktu berikutnya (Soekartawi, 2002).

4. Frekuensi Mengikuti Penyuluhan

Petani yang aktif atau sering melakukan kunjungan aktifitas penyuluhan akan

semakin tanggap untuk dapat menerapkan suatu inovasi terhadap lahan

pertaniannya. Semakin tinggi frekuensi mengikuti penyuluhan maka keberhasilan

penyuluhan pertanian yang disampaikan semakin tinggi pula. Frekuensi petani

dalam mengikuti penyuluhan yang meningkat disebabkan karena penyampaian

yang menarik dan tidak membosankan serta yang disampaikan benar-benar

bermanfaat bagi petani untuk usahataninya (Soekartawi, 2002).

5. Jumlah Tanggungan Keluarga

Petani yang memiliki jumlah tanggungan keluarga yang banyak akan lebih sulit

dalam menerapkan teknologi baru karena biaya untuk mencukupi kebutuhan

kelurga sangat tinggi, sehingga mereka sulit menerima resiko yang besar jika

Gambar

Tabel 3. Nama Desa, Kelompok Tani, Luas Lahan (Ha) dan Produksi di Kecamatan Hutabayuraja Kabupaten Simalungun Tahun 2012 Nama Desa Kelompok Tani Luas Lahan (Ha) Produksi (ton)
Tabel 5. Sumber Data
Tabel 6. Parameter Tingkat Partisipasi Petani Jagung dalam Program SLPTT
Tabel 7. Disrtibusi Penduduk Menurut Jenis Mata Pencaharian di Nagori  Pulo Bayu Kecamatan Hutabayuraja Kabupaten Simalungun 2012
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini dengan tegas disebutkan dalam Pasal 128 ayat (1) dan ayat (4) Undang-undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh yang menentukan kewenangan Mahkamah

Dari wawancara yang dilakukan dengan pengurus pondok pesantren Santriwati tersebut dituturkan beberapa hal yang dikeluhkan, secara umum para santri pondok pesantren yang baru

Metode yang dilakukan ialah mengambil data pada beberapa kategori dan kondisi serta menghitung perbandingan selisih nilai antara Radial, Cortoid, termometer dan

Merancang dan mengimplementasikan seni gamelan jawa ke dalam sajian desain multimedia dan mengimplementasikan sebagai media informasi dan pembelajaran interaktif

Pada Penulisan Ilmiah ini mengunakan dua macam diagram yaitu DFD (Data Flow Diagram) dan ERD (Entity Relationship Diagram) dan berikut

Makalah ini menampilkan kegiatan penelitian dan pengembangan suatu mesin pengolah minyak jarak berkapasitas 40 kg/jam yang bisa dengan mudah dipindah-pindahkan, kompor MPS, arang

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi proses pembuatan film tipis ZnO dengan menggunakan metoda Sol-Gel Spincoating yang ditumbuhkan disubtrat

Tujuan penelitian ini ialah mengetahui faktor- faktor yang dianggap penting oleh konsumen, tingkat kepuasan konsumen, keung- gulan dan kelemahan dibanding travel lain,