Lampiran 2. Rata-Rata Penggunaan Benih, Pupuk dan Biaya Usahatani Jagung Sebelum SLPTT (2009-2010)
Kebutuhan Pupuk Biaya Pupuk (Rp) Total
No
Kebutuhan Pupuk Biaya Pupuk (Rp) Total
(Rp)
TKDK TKLK TKDK TKLK TKDK TKLK TKDK TKLK
1 3.80 0.00 3.00 0.00 3.28 0.00 10.26 0.00
Lampiran 6. Rata-Rata Total Biaya Tenaga Kerja Pada Usahatani Sebelum SLPTT (2009-2010)
1 130.000 0 0 437.500 0 462.500 195.000 0 206.000 0 313.500 0 0 17.44.500
Lampiran 7. Rata-Rata Total Biaya Tenaga Kerja Pada Usahatani Sesudah SLPTT (2011-2012)
407.000
Lampiran 8. Rata-Rata Total Biaya Penyusutan Pada Usahatani Sebelum SLPTT (2009-2010) dan Sesudah SLPTT (2011-2012)
23 2 4 50.000 10.000 1 5 30.000 3.000 1 5 30.000 3.000
Pompa Penyemprot Goni Garu
23 1 15 350.000 11.500 60 1 2.000 60.000 1 7 30.000 2.100
24 1 15 350.000 11.500 45 1 2.000 45.000 1 7 30.000 2.100
25 1 15 350.000 11.500 100 1 2.000 100.000 1 5 30.000 3.000
26 1 15 350.000 11.500 52 1 2.000 52.000 1 5 25.000 2.500
27 1 15 350.000 11.500 80 1 2.000 80.000 1 7 30.000 2.100
28 1 15 350.000 11.500 61 1 2.000 61.000 1 5 25.000 2.500
29 1 15 350.000 11.500 52 1 2.000 52.000 1 5 25.000 2.500
30 1 15 350.000 11.500 110 1 2.000 110.000 1 6 30.000 2.500
Lampiran 9. Rata-Rata Total Biaya-Biaya Lainnya Pada Usahatani Sebelum SLPTT (2009-2010) dan Sesudah SLPTT (2011-2012)
No
Lampiran 10. Rata-Rata Total Biaya Sarana Produksi Pada Usahatani Sebelum SLPTT (2009-2010)
No Sampel
Benih (Rp) Pupuk (Rp) Obat-Obatan (Rp)
Total (Rp)
2 840.000 830.000 130.000 1.800.000
Total 27.980.000 28.195.000 28.295.000 61.060.000
Lampiran 11. Rata-Rata Total Biaya Sarana Produksi Pada Usahatani Sesudah SLPTT (2011-2012)
No Sampel
8 1.960.000 1.555.000 430.000 3.945.000
Total 31.800.000 26.424.500 5.495.000 64.129.000
Lampiran 12. Rata-Rata Total Biaya Produksi Pada Usahatani Sebelum SLPTT (2011-2012)
11 6.295.000 5.380.500 119.600 2.610.500 14.405.600
13 660.000 2.810.400 76.600 205.000 3.752.000
14 2.215.000 5.414.500 133.500 158.000 7.921.000
15 2.985.000 6.991.000 171.000 205.000 10.352.000
16 2.845.000 6.542.000 163.500 130.000 9.680.500
Total 60.440.000 136.600.200 3.318.200 12.567.500 23.0849.500
Lampiran 13. Rata-Rata Total Biaya Produksi Pada Usahatani Sesudah SLPTT (2011-2012)
11 5.415.000 5.230.400 119.600 2.610.500 13.375.500
12 2.390.000 3.287.500 116.500 165.000 2.959.000
13 874.000 3.747.500 76.500 205.000 4.903.000
14 2.395.000 5.272.500 133.500 158.000 7.959.000
15 3.150.000 6.838.000 171.000 205.000 10.364.000
18 1.365.000 3.015.000 79.000 115.500 4.574.500
Total 64.129.000 123.605.800 3.317.300 12.567.500 206.773.500
Lampiran 14. Penerimaan Petani Sampel Pada Usahatani Sebelum SLPTT (2009-2010) dan Sesudah SLPTT (2011-2012)
No Sampel
23 3.9 4.7 2.800 10.920.000 13.160.000
24 4.1 5 2.800 11.480.000 14.000.000
25 7.8 9.4 2.800 21.840.000 26.320.000
26 3.4 4.1 2.800 9.520.000 11.480.000
27 5.2 6.3 2.800 14.560.000 17.640.000
28 3.9 4.7 2.800 10.920.000 13.160.000
29 3.4 4.1 2.800 9.520.000 11.480.000
30 6.5 7.8 2.800 18.200.000 21.840.000
Lampiran 15. Pendapatan Bersih Petani Sampel Pada Usahatani Sebelum SLPTT (2009-2010) dan Sesudah SLPTT (2011-2012)
No. Sampel Penerimaan (Rp) Biaya Produksi (Rp) Pendapatan Bersih (Rp)
Sebelum SLPTT Sesudah SLPTT Sebelum SLPTT Sesudah SLPTT Sebelum SLPTT Sesudah SLPTT
1 5.600.000 7.000.000 4.022.000 4.148.000 1.578.000 2.852.000
2 12.320.000 15.120.000 8.434.500 8.760.500 3.885.500 6.359.500
3 21.840.000 26.320.000 9.013.000 8.868.000 12.827.000 17.452.000
4 8.680.000 10.640.000 6.544.500 5.679.500 2.135.500 4.960.500
5 10.920.000 13.160.000 4.066.000 4.104.000 6.854.000 9.056.000
6 5.040.000 6.160.000 2.615.000 2.633.000 2.425.000 3.527.000
7 11.760.000 14.000.000 6.327.500 6.427.000 5.432.500 7.573.000
8 29.120.000 35.280.000 12.098.000 11.174.000 17.022.000 24.106.000
9 19.600.000 23.800.000 8.538.000 8.827.500 11.062.000 14.972.500
10 12.320.000 15.120.000 4.908.000 6.682.000 7.412.000 8.438.000
11 36.400.000 43.960.000 14.405.000 13.375.500 21.995.400 30.585.000
12 18.200.000 21.840.000 7.906.500 5.958.500 10.293.500 15.881.500
13 5.600.000 7.000.000 3.751.000 4.903.000 1.849.000 2.097.000
14 18.200.000 21.840.000 7.921.500 7.959.000 10.278.500 15.881.500
15 25.980.000 30.800.000 10.353.000 10.364.000 15.627.000 20.436.000
16 23.240.000 28.000.000 9.680.500 9.523.500 13.559.500 18.476.500
17 20.440.000 24.640.000 8.501.500 8.769.000 11.938.500 15.871.000
18 8.120.000 9.800.000 4.323.500 4.574.300 3.796.500 5.225.700
19 12.320.000 15.120.000 6.835.000 6.874.000 5.485.000 8.246.000
20 14.560.000 17.640.000 7.572.500 7.643.000 6.987.500 9.997.000
21 10.920.000 13.160.000 6.548.500 6.694.000 4.371.500 6.466.000
22 10.920.000 13.160.000 5.382.500 5.505.500 5.537.500 7.654.500
23 10.920.000 13.160.000 5.436.000 5.536.000 5.484.000 7.624.000
24 11.480.000 14.000.000 5.956.500 5.976.000 5.523.500 8.024.000
25 21.840.000 26.320.000 9.058.500 8.926.400 12.781.500 17.393.600
26 9.520.000 11.480.000 5.367.000 4.494.000 4.153.000 6.986.000
27 14.560.000 17.640.000 6.774.000 6.835.000 7.786.000 10.805.000
28 10.920.000 13.160.000 5.373.000 6.112.000 5.547.000 7.048.000
29 9.520.000 11.480.000 3.976.000 4.171.000 5.544.000 7.309.000
30 18.200.000 21.840.000 6.059.000 8.277.000 12.141.000 13.563.000
Lampiran 16. Rata-Rata Produktivitas Petani Sampel Pada Usahatani Sebelum SLPTT (2009-2010) dan Sesudah SLPTT (2011-2012)
No Sampel Luas Lahan (Ha)
Produktivitas (ton/Ha)
Sebelum SLPTT Sesudah SLPTT
1 0.32 6.2 7.8
Lampiran 17. Korelasi Rank Spearman antara Tingkat Partisipasi Petani dalam Program SLPTT dengan Pendapatan
2 28 12.32 15.12 2.8 7.84
Lampiran 18. Korelasi Rank Spearman antara Tingkat Partisipasi Petani dalam Program SLPTT dengan Produktivitas
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita, R. 2006. Membangun Desa Partisipatif. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Direktorat Jendral Tanaman Pangan. 2011. Pedoman Pelaksanaan Sekolah
Lapang Tanaman Terpadu (SLPTT) padi, jagung dan kedelai.
Ginting, Meneth. 2011. Community Development (CD). Medan : USU Press.
Kartasapoetra, A.G. 1994. Teknologi Penyuluhan Pertanian. Jakarta : Bumi Aksara.
Mar. 2010. SLPTT 2012.
Mubyarto. 1994. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.
Murtiyanto, Nawa. 2011. Partisipasi Masyarakat.
Ndraha, Taliziduhu. 1987. Pembangunan Masyarakat. Jakarta : PT Bina Aksara.
Negara, S. 2000. Difusi Inovasi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.
Priyono. 2009. Penyusunan Program Penyuluhan. Diakses 25 Oktober 2012.
Sastraatmada, E. 1993. Penyuluhan Pertanian : Falsafah, Masalah Dan Strategi. Alumni Bandung.
Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori Dan Aplikasi. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Siegel, Sidney. 1994. Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Gramedia. Pustaka Umum : Jakarta.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian
Daerah yang menjadi lokasi penelitian adalah Nagori Pulo Bayu Kecamatan
Hutabayuraja Kabupaten Simalungun. Nagori (Desa) Pulo Bayu dipilih sebagai
daerah penelitian dengan pertimbangan merupakan salah satu desa peserta
program SLPTT, dan memiliki gabungan kelompok tani. Dan merupakan desa
yang memiliki luas lahan jagung terbesar di Kabupaten Simalungun.
Tabel 3. Nama Desa, Kelompok Tani, Luas Lahan (Ha) dan Produksi di Kecamatan Hutabayuraja Kabupaten Simalungun Tahun 2012
Nama Desa Kelompok Tani Luas Lahan (Ha) Produksi (ton)
Pulo Bayu Ingin Maju 12 78
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Simalungun Tahun 2012
3.2 Metode Penentuan Sampel
Dalam penelitian ini, sampel yang digunakan adalah para petani yang merupakan
anggota kelompok-kelompok tani di Nagori Pulo Bayu Kecamatan Hutabayuraja
Kabupaten Simalungun dan mengikuti kegiatan SLPTT. Jumlah kelompok tani di
desa tersebut berjumlah sebanyak 16 kelompok tani. Dalam hal ini penulis
(secara acak). Cara pemilihan sampel dimana anggota dari populasi dipilih satu
persatu secara random dengan jumlah yang sama per kelompok tani (semua
mendapatkan kesempatan yang sama untuk dipilih) dimana jika sudah dipilih
tidak dapat dipilih lagi. Dari jumlah populasi pada kelompok-kelompok tani di
Nagori Pulo Bayu Kecamatan Hutabayuraja Kabupaten Simalungun dianggap
homogen. Maka jumlah responden yang diambil sebanyak 30 sampel karena
menurut Teori Bailey (Hasan, 2002) menyatakan ukuran sampel minimum adalah
30 sampel dari satu populasi.
Tabel 4. Nama Kelompok Tani yang Mengikuti Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu, Luas Lahan (Ha) dan Produksi di Nagori Pulo Bayu Kecamatan Hutabayuraja Kabupaten Simalungun
No Kelompok Tani Luas Lahan (Ha) Produksi (ton)
1 Indah 13 84
2 Uli Tani 18 130
3 Karya Tani 19 125
4 Saurdut 18 130
5 Jujur 19 126
6 Murni 19 132
Sumber : Kantor Kepala Nagori Pulo Bayu Kecamatan Hutabayuraja Kabupaten Simalungun Tahun 2012
3.3 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah metode survey dan observasi langsung dengan
menggunakan daftar pertanyaan dan pedoman wawancara yang telah dipersiapkan
terlebih dahulu. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data
primer dan data sekunder. Data primer dilakukan dari hasil wawancara langsung
dengan petani selaku responden sedangkan data sekunder merupakan data
pelengkap yang diperoleh dari Dinas Pertanian atau berbagai instansi (lembaga
lainnya) yang terkait dengan penelitian ini. Data yang dikumpulkan dalam
Tabel 5. Sumber Data
No Jenis Data/Informasi Sumber Data
1 Luas areal, produksi, dan produktivitas Kabupaten Simalungun
BPS Kabupaten Simalungun
2 Jumlah kelompok tani yang mengikuti SLPTT Dinas Pertanian Simalungun
PPL
3 Identitas petani Petani
4 Produksitivitas sebelum dan sesudah mengikuti SLPTT Petani
5 Deskripsi daerah penelitian Kantor Kecamatan
Hutabayuraja dan PPL
6 Deskripsi bentuk SLPTT yang diterapkan Dinas Pertanian Simalungun
Sumber : Analisis Wilayah
3.4 Metode Analisis Data
Untuk identifikasi masalah 1, yaitu bagaimana tingkat partisipasi petani dalam
mengikuti SLPTT di daerah penelitian menggunakan analisis deskriptif dengan
menjumlahkan dan menskor data-data yang diperoleh dari Tabel 6 tentang
Tabel 6. Parameter Tingkat Partisipasi Petani Jagung dalam Program SLPTT
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Simalungun Tahun 2012
Menurut Irianto (2004) mengukur range dari dua variable digunakan rumus :
Range = Data Terbesar - Data terkecil Jumlah Kriteria Range :
30−10
10 = 7
Jumlah skor tingkat keputusan antara lain 30-10 dengan range 7 sehingga dapat
dikategorikan sebagai berikut :
No Parameter Pernyataan Skor
1 Varietas unggul • Selalu 2 Benih bermutu dan berlabel • Selalu
• Kadang-kadang • Tidak pernah
3 2 1 3 Pemberian bahan organik melalui
pemanfaatan sisa panen atau dalam bentuk kompos 4 Pemupukan berdasarkan kebutuhan
tanaman • 5 Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
sesuai Organisme Pengganggu Tanaman •
Selalu
6 Pengendalian Gulma • Selalu
• Kadang-kadang • Tidak pernah
3 2 1 7 Pengelolaan tanah sesuai dengan musim • Selalu
• Kadang-kadang • Tidak pernah
3 2 1 8 Pennyiraman secara efektif dan efisien • Selalu
10-16 = Tingkat partisipasi petani rendah
17-23 = Tingkat partisipasi petani sedang
23-30 = Tingkat partisipasi petani tinggi
Untuk identifikasi maslah 2 dan 3 tentang produktivitas usaha tani, rumus yang
digunakan :
Produktivitas = �������������
������ℎ��
Untuk identifikasi masalah 4 dan 5, yaitu bagaimana pendapatan petani jagung
sebelum dan sesudah mengikuti SLPTT di daerah penelitian menggunakan
analisis dengan menggunakan rumus pendapatan
Pd=TR-TC
Keterangan :
Pd=Pendapatan (Rp)
TR=Total Revenue (total penerimaan) (Rp)
TC=Total Cost (total biaya) (Rp) (Mubyarto, 1994)
Sedangkan untuk mencari hubungan SLPTT terhadap pendapatan petani jagung
dengan metode analisis korelasi Rank Sperman dengan rumus :
Rs=1-6 ∑��=1��2
�3−�
Keterangan :
Rs = Nilai koefisian korelasi Rank Sperman
di = Perbedaan atau selisih pendapatan sebelum mengikuti SLPTT
dengan sesudah mengikuti SLPTT
N = Jumlah petani sampel
Th=Rs
√
�−21−��²
Keterangan :
Th
= T hitung
Rs
= Nilai koefisien korelasi Rank Spearman
N
= Jumlah petani sampel
Dengan uji kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut :
Jika th < tα berarti H0 diterima dan H1
Jika th > t
ditolak (tidak ada hubungan antara
tingkat partisipasi petani dalam program SLPTT dengan
pendapatan dan produktivitas petani jagung di daerah penelitian).
α berarti H1 diterima dan H0
3.5 Definisi dan Batasan Operasional
ditolak (ada hubungan antara tingkat
partisipasi petani dalam program SLPTT dengan pendapatan dan
produktivitas petani jagung di daerah penelitian ) (Siegel, 1994).
Agar tidak terjadi kesalahpahaman atas pengertian dan penafsiran dalam
penelitian ini, maka digunakan definisi dan batasan operasional sebagai beikut :
3.5.1 Definisi
1. Partisipasi adalah keikutsertaan seseorang ataupun sekelompok
masyarakat dalam suatu kegiatan secara sadar.
2. Produksi adalah jumlah produktivitas (kw/ha) dikali luas areal (ha) dan
dibagi sepuluh dalam satuan ton.
3. Produktivitas adalah perbandingan antara hasil dari produksi (ton) per luas
areal (ha).
4. Pendapatan adalah selisih antara total penerimaan (Rp) dengan total biaya
5. Program adalah suatu perubahan yang direncanakan untuk suatu keadaan
tertentu.
6. Meningkat adalah bertambahnya suatu produksi dari produksi sebelumnya.
7. Hubungan yang signifikan adalah hubungan yang erat, jelas atau benar
anatara pelaksanaan SLPTT terhadap pendapatan petani.
8. Karakteristik sosial ekonomi petani yang diteliti adalah umur, pendidikan,
lamanya berusaha tani, frekuensi mengikuti penyuluhan, luas lahan,
jumlah tanggungan, produksi.
9. Umur adalah lama waktu hidup responden dari lahir hingga ketika
dilakukan pennelitian.
10.Tingkat pendidikan adalah tingkat jenjang pendidikan yang telah ditempuh
oleh petani untuk memperoleh pengajaran di bangku sekolah (tahun).
11.Tingkat pendapatan adalah tingkat jenjang selisih antara total penerimaan
(Rp) dengan total biaya produksi (Rp).
12.Tingkat partisipasi adalah tingkat jenjang keikutsertaan seseorang ataupun
sekelompok masyarakat dalam suatu kegiatan secara sadar.
13.Lama berusahatani adalah lamanya petani bekerja sebagai petani padi
sawah (tahun).
14.Frekuensi mengikuti penyuluhan adalah jumlah keikutsertaan petani dalam
mengikuti kegiatan penyuluhan.
15.Luas lahan adalah luasnya areal pertanaman yang diusahakan oleh petani.
16.Jumlah tanggungan adalah semua orang yang berada di dalam keluarga
3.5.2 Batasan Operasional
1. Daerah penelitian adalah Desa Pulo Bayu Kecamatan Hutabayuraja
Kabupaten Simalungun.
2. Waktu penelitian Januari s/d Maret 2013.
3. Sampel adalah petani yang mengikuti program penyuluhan pertanian
Sekolah Lapangan Tanaman Terpadu (SLPTT) di kelompok-kelompok
BAB IV
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN
4.1 Luas dan Letak Geografis
Nagori Pulo Bayu memiliki luas wilayah 920 Ha. Terbagi atas luas lahan sawah
potensi 50 Ha dan fungsional 870 Ha. Nagori terbagi atas 4 dusun. Nagori Pulo
Bayu ini terletak pada ketinggian 230 mdpl. Memiliki temperatur 300
Ditinjau dari letak geografisnya, nagori ini mempunyai batas-batas wilayah
sebagai berikut :
C dengan
curah hujan rata-rata 2379,75 mm/tahun. Nagori ini berjarak lebih kurang 7 Km
dari Ibukota Kecamatan Hutabayuraja, terletak di pinggir jalan Kecamatan Tanah
Jawa.
• Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Hatonduhan • Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Jawa Maraja
• Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Bosar Maligas
• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tanah Jawa
4.2 Sejarah Desa
Nagori Pulo Bayu pada masa dahulu merupakan hutan belantara, kemudian
Pemerintah Belanda membuka areal perkebunan di daerah sekitar Nagori Pulo
Bayu, maka banyak rakyat yang dating ke daerah ini untuk bekerja membuka
lahan sekaligus menetap dan juga membuka lahan untuk mereka sendiri untuk
ditanami tanaman pangan. Adapun nama Nagori Pulo Bayu berasal dari kata Pulo
yang berarti Pulau dan Bayu yang berarti air. Maka Pulo Bayu mengandung arti
4.3 Keadaan Penduduk
Penduduk di Nagori Pulo Bayu Kecamatan Hutabayuraja, mayoritas bersuku
Batak dan minoritas bersuku Jawa serta mayoritas beragama Kristen Protestan dan
Katolik dan minoritas beragama Islam. Mereka selalu hidup rukun dan saling
menghormati antar suku dan agama yang disatukan dalam tali persaudaraan dan
kekeluargaan sehingga tidak ada perselisihan antar kelompok atau etnis. Jumlah
penduduk di Nagori Pulo Bayu Kecamatan Hutabayuraja 2.989 Jiwa (602 KK)
dengan jumlah penduduk pria sebanyak 1709 jiwa dan wanita sebanyak 1280
jiwa.
Tabel 6. Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur Di Nagori Pulo Bayu Kecamatan Hutabayu Raja Kabupaten Simalungun 2012
No Kelompok Umur (Tahun) Jumlah Penduduk (Jiwa) Persentase (%)
1 0-15 925 30,95
2 16-55 1.676 56,07
3 >56 388 12,98
Jumlah 2989 100,00
Sumber : Kantor Kepala Desa Pulo Bayu 2012
Tabel 6 memperlihatkan bahwa jumlah penduduk ynag terbesar terdapat pada
kelompok umur 16-55 tahun sebanyak 1.676 jiwa dengan persentase 56,07%,
sedangkan penduduk yang terendah terdapat pada kelompok umur >56 tahun
sebanyak 388 jiwa dengan persentase sebesar 12,98%. Dengan demikian,
perbandingan persentasenya adalah sebesar 43,09% atau 1288 jiwa.
Mata pencaharian ataupun jenis pekerjaan penduduk di Nagori Pulo Bayu,
mayoritas pengusaha perkebunan dan buruh tani. Untuk lebih jelasnya dapat
Tabel 7. Disrtibusi Penduduk Menurut Jenis Mata Pencaharian di Nagori Pulo Bayu Kecamatan Hutabayuraja Kabupaten Simalungun 2012
No Uraian Jumlah Penduduk (Jiwa) Persentase (%)
1 Pedagang 50 10,42
2 Pengusaha Ternak 76 15,83
3 Pengusaha Perkebunan 102 21,25
4 Buruh Tani 217 45,2
5 Pegawai Negeri Sipil (PNS) 35 7,3
Jumlah 480 100,00
Sumber : Kantor Kepala Desa Pulo Bayu 2012
Tabel 7 menunjukkan bahwa penduduk Nagori Pulo Bayu Kecamatan
Hutabayuraja Kabupaten Simalungun memiliki beragam pekerjaan. Sebagian
besar penduduk Nagori Pulo Bayu adalah petani. Penduduk yang bermata
pencaharian terbesar adalah sebagai buruh tani sebanyak 217 jiwa dengan
persentase sebesar 45,2 %, sedangkan yang bermata pencaharian terkecil asalah
sebagai PNS sebanyak 35 jiwa dengan persentase sebesar 7,3 %. Dengan
demikian dapat diketahui bahwa persentase perbandingan antara penduduk yang
bermata pencaharian sebagai buruh tani dengan PNS sebesar 37,93 % atau 182
jiwa.
Tingkat pendidikan formal merupakan salah satu kunci utama dalam membangun
dan mengembangkan masyarakat, karena pendidikan merupakan fundamental
dasar dalam pembentukan pola pikir dan pandangan masyarakat di tengah-tengah
lingkungannya. Gambaran tingkat pendidikan di Nagori Pulo Bayu Kecamatan
Tabel 8. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Formal di Nagori Pulo Bayu Kecamatan Hutabayuraja Kabupaten Simalungun 2012
No Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk (Jiwa) Persentase (%)
1 Belum Sekolah 485 16,28
2 SD 1150 39,01
3 SLTP 620 21,74
4 SLTA 395 13,22
5 Akademi/D1,2,3 12 1,42
6 S1 3 0,13
7 Tidak Sekolah 245 8,2
Total 2989 100,00
Sumber : Kantor Kepala Desa Pulo Bayu 2012
Tabel 8 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang dijalani penduduk di Nagori
Pulo Bayu pada umumnya di tingkat SD, yaitu sebesar 1.150 jiwa (30,01%), tetapi
masih ada penduduk yang tidak menduduki bangku sekolah, yaitu sebanyak 245
jiwa (8,2%).
4.4 Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana merupakan infrastruktur yang sangat penting dalam
kehidupan bermasyarakat dapat dilakukan. Perkembangan suatu daerah sangat
membutuhkan suatu alat yang dapat mempercepat akses masuknya arus informasi
bagi perkembangan daerah tersebut. Sarana dan prasarana yang terdapat di Nagori
Tabel 9. Sarana dan Prasarana di Nagori Pulo Bayu Kecamatan Hutabayuraja Kabupaten simalungun 2012
No Fasilitas Sarana dan Prasarana Jumlah
1 Pendidikan TK 3 Sosial Ekonomi Pertanian Kios Sarana Produksi
Pasar Tradisional
Sumber : Kantor Kepala Desa Pulo Bayu 2012
Tabel 9 menunjukkan ketersediaan sarana dan prasarana di Nagori Pulo Bayu
Kecamatan Hutabayuraja Kabupaten Simalungun cukup baik dan dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat baik di bidang pendidikan, pertanian, sosial ekonomi
pertanian, maupun lembaga-lembaga desa yang ada.
4.5 Organisasi Sosial Kemasyarakatan
Organisasi sosial kemasyarakatan ini merupakan suatu wadah diskusi dan
berkumpul bagi para masyarakat pedesaan yang dibentuk atau didirikan atas
kebutuhan seluruh warga masyarakat di Nagori Pulo Bayu Kecamatan
Hutabayuraja Kabupaten Simalungun.
Tabel 10. Organisasi Sosial Kemasyarakatan di Nagori Pulo Bayu Kecamatan Hutabayuraja Kabupaten Simalungun Tahun 2012
No Organisasi Sosial Kemasyarakatan Jumlah
1 Kelompok Tani 16
2 Gabungan Kelompok Tani 1
Tabel 10 menunjukkan organisasi social kemasyarakatan di Nagori Pulo
Bayu Kecamatan Hutabayuraja Kabupaten Simalungun sudah cukup baik dan
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Kegiatan Usahatani Petani Jagung 5.1.1 Pembenihan
Benih yang akan digunakan sebaiknya bermutu tinggi, baik mutu genetik, fisik
maupun fisiologinya. Berasal dari varietas unggul (daya tumbuh besar, tidak
tercampur benih/varietas lain, tidak mengandung kotoran, tidak tercemar hama
dan penyakit). Benih yang demikian dapat diperoleh bila menggunakan benih
bersertifikat. Pada umumnya benih yang dibutuhkan sangat bergantung pada
kesehatan benih, kemurnian benih dan daya tumbuh benih. Varietas benih yang
digunakan yaitu Nusantara 1.
5.1.2 Pengolahan Lahan
Pengolahan lahan untuk tanaman jagung sudah disiapkan sebelulan sebelum
penanaman. Bibit dipindahkan langsung ke lahan yang telah siap. Pelaksanaan
pengolahan lahan dibantu dengan peralatan mesin yaitu dengan mesin traktor,
pembajakan dilakukan dua kali.
5.1.3 Penanaman
Dahulu orang menanam jagung belum menggunakan aturan atau teknik tertentu.
Jagung asal saja ditanam menggunakan jarak tanam antara bibit yang satu dengan
bibit yang lainnya. Jadi, ada bibit yang terlalu dekat dengan bibit yang lain dan
juga ada yang terlalu jauh dengan bibit yang lain. Hal ini dapat menyebabkan
pembagian zat makanan tidak merata. Tetapi, setelah adanya Sekolah Lapang
Pengelolaan Tanaman Terpadu, para petani sudah menggunakan aturan-aturan
lembab dan dilakukan secara manual atau dengan cara ditugal. Bibit dimasukkan
ke dalam lubang dengan tugal sebanyak 1-2 biji dengan dalam ± 3cm.
5.1.4 Pemupukan
Pemupukan dimaksudkan untuk menambah hara yang dibutuhkan tanaman karena
hara yang tersedia didalam tanah tidak mencukupi. Pupuk pertama (sebelum/saat
tanam) ditugalkan sejauh 7cm dari lubang benih dengan kedalaman 10 cm.
Pemupukan kedua dilakukan pada umur 4-5 minggu setelah penyiangan dengan
ditugalkan seperti pemupukan yang pertama. Pemakaian pupuk berimbang yaitu
urea = 200-300 Kg/Ha, SP36 100-150 Kg/Ha, Kcl = 100 Kg/Ha dan Za =
50-75 Kg/Ha. Pemakaian pupuk tersebut dapat dicampurkan bersamaan dan harus
disesuaikan dengan kondisi perkembangan tanaman dan keadaan fisik tanah.
5.1.5 Penyiangan
Penyiangan dilakukan dengan tujuan membersihkan gulma-gulma di sekitar
tanaman jagung agar unsur hara di dalam tanah dapat sepenuhnya diserap oleh
tanaman jagung. Penyiangan yang dilakukan pada petani sampel dengan
mencabut rumput-rumput liar di sekitar tanaman jagung yang dilakukan setelah
jagung berumur 3 minggu setelah tanam dan 45 hari setelah tanam. Penyiangan
dapat dilakukan dengan menggunakan cangkul dan mencabut rumput secara
manual.
5.1.6 Penyemprotan
Penyemprotan dilakukan untuk memberantas hama dan penyakit tanaman jagung
dengan menggunakan obat-obatan. Hama dan penyakit tanaman yang sering
batang, wereng jagung, busuk biji dan busuk tongkol. Penyemprotan dilakukan
sesuai dosis, cara dan waktu yang tepat.
5.1.7 Panen
Jagung yang sudah matang siap untuk dipanen dan biasanya berumur 86-96 hari
sesuai dengan varietas yang ditanam. Sebenarnya menentukan saat memanen
jagung hanya didasarkan pada umur jagung tersebut adalah kurang tepat. Hal
tersebut karena masaknya buah jagung tergantung pada jenisnya juga sangat
dipengaruhi keadaan tanah dan cuaca. Panen petani sampel dilakukan dengan
menggunakan tenaga manusia atau sistem borongan.
5.2 Tingkat Partisipasi Patani Sampel dalam Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT)
Berdasarkan observasi dan wawancara di lapangan, tingkat partisipasi petani
dalam program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) pada
komoditi jagung dari hasil penelitian dengan 30 orang sampel dapat diketahui
tingkat partisipasi mana yang tinggi, sedang dan rendah. Untuk mengukur tingkat
partisipasi menggunakan 10 parameter yang digunakan dalam metode scoring,
berdasarkan lampiran 1, hasil penelitian yang dilakukan untuk mengevaluasi
tingkat partisipasi petani sampel dalam program SLPTT pada komoditi jagung
Tabel 11. Indikator Tingkat Partisipasi Petani Dalam SLPTT Komoditi Jagung
No Parameter Rata-Rata Skor
1 Penggunaan variaetas unggul 2.76
2 Penggunaan benih bermutu dan berlabel 3
3 Pemberian bahan organik melalui pemanfaatan sisa panen atau dalam bentuk kompos
2
4 Pemupukan berdasarkan tanaman 2.56
5 Pengendalian Hama Terpadu (PHT) sesuai
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)
3
6 Pengendalian gulma secara teratur 3
7 Pengelolaan tanah sesuai musim 3
8 Penyiraman secara efektif dan efisien 1.73
9 Penyiangan secara teratur 3
10 Panen tepat waktu 3
Jumlah 27.05
Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 1
Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa skor tingkat partisipasi yang
diperoleh adalah 27,05 atau 90,16 % dari hasil pelaksanaan Sekolah Lapang
Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) tersebut dapat dinilai bahwa partisipasi
petani sampel tinggi karena nilai 23-30 merupakan kategori tinggi. Tingkat
partisipasi petani dalam Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT)
dari 10 parameter pada komoditi jagung yaitu :
5.2.1 Varietas Unggul
Varietas unggul adalah jenis benih yang memiliki banyak keunggulan diantara
jenis varietas-varietas yang lain. Misalnya produksi tinggi, tahan terhadap hama
dan penyakit. Tingkat partisipasi pada pemilihan varietas unggul dapat dilihat
Tabel 12. Jumlah Petani Sampel dan Skor yang Diperoleh Terhadap Penggunaan Varietas Unggul
Uraian Skor Penerapan Total
1 2 3
Jumlah Petani/KK - 7 23 30
Persentase (%) - 23,33 76,67 100,00
Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 1
Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa jumlah petani sampel yang menggunakan
varietas unggul adalah 23 orang atau 76,67 %. Jumlah petani sampel yang
menggunakan varietas unggul adalah 7 orang atau 23,33 %. Jadi dapat
dikategorikan bahwa tingkat partisipasi petani dalam penggunaan varietas di
daerah penelitian tinggi.
5.2.2 Benih Bermutu dan Berlabel
Benih yang bermutu adalah benih yang mempunyai kualitas unggul diantaranya
mempunyai kecambah yang tinggi, tahan hama dan mampu meningkatkan
pendapatan petani jagung. Benih bermutu biasanya ditandai dengan label bukan
benih yang tidak berlabel atau tanpa merk sehingga petani tidak tertipu didalam
pemilihan benih. Tingkat partisipasi pada penggunan benih bermutu dan berlabel
dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Jumlah Petani Sampel dan Skor yang Diperoleh Terhadap Penggunaan Benih Bermutu dan Berlabel
Uraian Skor Penerapan Total
1 2 3
Jumlah Petani/KK - - 30 30
Persentase (%) - - 100 100,00
Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 1
Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa jumlah petani sampel yang menggunakan benih
tingkat partisipasi penggunaan benih bermutu dan berlabel di daerah penelitian
tinggi.
5.2.3 Pemberian Bahan Organik Melalui Pemanfaatan Sisa Panen atau Dalam Bentuk Kompos
Pemberian bahan organik adalah kegiatan pemberian bahan yang berasal dari
bahan alami bukan dari bahan kimiawi misalnya pemanfaatan sisa panen atau
pemanfaatan dari kotoran hewan dalam bentuk kompos. Sehingga unsur hara di
dalam tanah tidak cepat jenuh dikarenakan penggunaan bahan-bahan kimiawi
yang terus menerus. Tingkat partisipasi pemberian bahan organik melalui
pemanfaatan sisa panen dalam bentuk kompos dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Jumlah Petani Sampel dan Skor yang Diperoleh Terhadap Pemberian Bahan Organik Melalui Pemanfaatan Sisa Panen atau Dalam Bentuk Kompos
Uraian Skor Penerapan Total
1 2 3
Jumlah Petani/KK - 30 - 30
Persentase (%) - 100 - 100,00
Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 1
Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa jumlah petani sampel yang memberikan bahan
organik melalui pemanfaatan sisa panen atau dalam bentuk kompos adalah 30
orang atau 100 %. Jadi dapat dikategorikan bahwa tingkat partisipasi pemberian
bahan organik melalui pemanfaatan sisa panen atau dalam bentuk kompos di
daerah penelitian sedang.
5.2.4 Pemupukan Berdasarkan Kebutuhan Tanaman
Pemupukan adalah kegiatan pemberian pupuk yang mengandung N, P, K sesuai
dengan kebutuhan tanaman di daerah penelitian. Tingkat partisipasi dalam
Tabel 15. Jumlah Petani Sampel dan Skor yang Diperoleh Terhadap Pemupukan Berdasarkan Kebutuhan
Uraian Skor Penerapan Total
1 2 3
Jumlah Petani/KK - 13 17 30
Persentase (%) - 43,33 56,67 100,00
Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 1
Dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa jumlah petani sampel yang melakukan
pemupukan berdasarkan kebutuhan adalah 17 orang atau 56,67 %. Jumlah petani
sampel yang sebagian melakukan pemupukan berdasarkan kebutuhan adalah 13
orang atau 43,33 %. Jadi dapat dikategorikan bahwa tingkat partisipasi petani
dalam pemberian pupuk berdasarkan kebutuhan di daerah penelitian tinggi.
5.2.5 Pengendalian Hama Terpadu (PHT) sesuai Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)
Pengendalian hama terpadu adalah kegiatan mengendalikan hama yang ada pada
tanaman sehingga tidak mengganggu pertumbuhan tanaman. Dapat dilakukan
secara teknis atau menggunakan insektisida sesuai dengan organisme pengganggu
tanaman. Tingkat partisipasi pada pengendalian hama terpadu (PHT) sesuai
organisme pengganggu tanaman (OPT) dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Jumlah Petani Sampel dan Skor yang Diperoleh Terhadap Pengendalian Hama Terpadu (PHT) sesuai Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)
Uraian Skor Penerapan Total
1 2 3
Jumlah Petani/KK - - 30 30
Persentase (%) - - 100 100,00
Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 1
Dari Tabel 16 dapat dilihat bahwa jumlah petani sampel yang melakukan
pengendalian hama terpadu sesuai organisme pengganggu tanaman adalah 30
pengendalian hama terpadu sesuai organisme pengganggu tanaman di daerah
penelitian tinggi.
5.2.6 Pengendalian Gulma
Pengendalian gulma yang dilakukan petani sampel di daerah penelitian adalah
dengan cara mekanis atau mencabut dan dengan penggunaan herbisida yang
sesuai dengan dosis dan waktunya. Tingkat partisipasi pada pengendalian gulma
dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Jumlah Petani Sampel dan Skor yang Diperoleh Terhadap Pengendalian Gulma
Uraian Skor Penerapan Total
1 2 3
Jumlah Petani/KK - - 30 30
Persentase (%) - - 100 100,00
Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 1
Dari Tabel 17 dapat dilihat bahwa jumlah petani sampel yang melakukan
pengendalian gulma adalah 30 orang atau 100 %. Jadi dapat dikategorikan bahwa
tingkat partisipasi pengendalian gulma di daerah penelitian tinggi.
5.2.7 Pengelolaan Tanah Sesuai Musim
Pengelolaan tanah yang dilakukan petani sampel di daerah penelitian dilakukan
sesuai musim. Jadi petani di dalam mengelola tanah sesuai musim sehingga pada
saat penanaman dilakukan secara serentak sehingga dapat mengurangi
pertumbuhan hama dan penyakit yang akan menyerang tanaman jagung. Tingkat
Tabel 18. Jumlah Petani Sampel dan Skor yang Diperoleh Terhadap Pengelolaan Tanah sesuai Musim
Uraian Skor Penerapan Total
1 2 3
Jumlah Petani/KK - - 30 30
Persentase (%) - - 100 100,00
Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 1
Dari Tabel 18 dapat dilihat bahwa jumlah petani sampel yang melakukan
pengelolaan tanah sesuai musim adalah 30 orang atau 100 %. Jadi dapat
dikategorikan bahwa tingkat partisipasi pengelolaan tanah sesuai musim di daerah
penelitian tinggi.
5.2.8 Penyiraman secara Efektif dan Efisien
Penyiraman yang dilakukan petani sampel di daerah penelitian tergantung
dilakukan dengan menggunakan aliran sungai yang terdapat di pinggir lahan.
Tetapi, untuk petani yang memiliki lahan jauh dari aliran sungai harus
mengeluarkan biaya produksi yang lebih untuk membuat saluran air ke lahan
pertaniannya. Tingkat partisipasi dalam penyiraman secara efektif dan efisien
dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Jumlah Petani Sampel dan Skor yang Diperoleh Terhadap Penyiraman secara Efektif dan Efisien
Uraian Skor Penerapan Total
1 2 3
Jumlah Petani/KK 10 8 12 30
Persentase (%) 33,33 26,67 40 100,00
Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 1
Dari Tabel 19 dapat dilihat bahwa jumlah petani sampel yang melakukan
penyiraman secara efektif dan efisien adalah 12 orang atau 40 %. Jumlah petani
orang atau 26,67 %. Jumlah petani yang tidak pernah melakukan penyiraman
secara efektif dan efisien adalah 10 orang atau 33,33 %. Jadi dapat dikategorikan
bahwa tingkat partisipasi petani dalam penyiraman secara efektif dan efisien di
daerah penelitian sedang.
5.2.9 Penyiangan
Penyiangan dilakukan dengan tujuan membersihkan gulma-gulma di sekitar
tanaman jagung agar unsur hara di dalam tanah dapat sepenuhnya diserap oleh
tanaman jagung. Penyiangan yang dilakukan pada petani sampel dengan
mencabut atau mencabut rumput-rumput liar di sekitar tanaman jagung. Tingkat
partisipasi pada penyiangan dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Jumlah Petani Sampel dan Skor yang Diperoleh Terhadap Penyiangan
Uraian Skor Penerapan Total
1 2 3
Jumlah Petani/KK - - 30 30
Persentase (%) - - 100 100,00
Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 1
Dari Tabel 20 dapat dilihat bahwa jumlah petani sampel yang melakukan
penyiangan adalah 30 orang atau 100 %. Jadi dapat dikategorikan bahwa tingkat
partisipasi didalam melakukan penyiangan di daerah penelitian tinggi.
5.2.10 Panen Tepat Waktu
Dalam hal ini, petani tidak terlalu mempunyai kendala asalkan cuaca yang
mendukung serta tersedianya tenaga kerja pada saat akan dilakukan pemanenan.
Tabel 21. Jumlah Petani Sampel dan Skor yang Diperoleh Terhadap Panen Tepat Waktu
Uraian Skor Penerapan Total
1 2 3
Jumlah Petani/KK - - 30 30
Persentase (%) - - 100 100,00
Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 1
Dari Tabel 21 dapat dilihat bahwa jumlah petani sampel yang melakukan panen
tepat waktu adalah 30 orang atau 100 %. Jadi dapat dikategorikan bahwa tingkat
partisipasi melakukan penen tepat waktu di daerah penelitian tinggi.
5.3 Komponen Biaya Produksi Petani Jagung
Biaya produksi adalah nilai dari semua input produksi yang digunakan baik dalam
bentuk benda maupun jasa selama proses produksi. Biaya produksi yang
digunakan meliputi biaya benih, biaya pupuk, obat-obatan, tenaga kerja,
penyusutan alat, sewa lahan dan pajak bumi dan bangunan.
5.3.1 Biaya Benih
Benih yang digunakan oleh petani sampel dibeli dari toko sarana produksi
terdekat di daerah penelitian. Jumlah benih dan biaya benih yang digunakan
petani sampel per musim tanam di Nagori Pulo Bayu dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22. Rata-Rata Biaya Benih yang Digunakan Petani Sampel Per Petani di Nagori Pulo Bayu
No Uraian Biaya (Rp/Petani) Persentase (%)
1 Sebelum SLPTT (2009-2010) 932.666 46,81
2 Sesudah SLPTT (2011-2012) 1.060.000 53,19
Total 1.992.666 100,00
Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 2 dan 3
Dari Tabel 22 dapat dilihat bahwa rata-rata biaya benih petani sampel sebelum
petani sampel sesudah mengikuti SLPTT adalah Rp. 1.060.000/petani atau 53,19
%.
5.3.2 Biaya Pupuk
Pupuk yang digunakan petani adalah Urea, SP 36, KCL dan ZA dengan dosis
yang berbeda-beda. Jumlah pupuk dan biaya pupuk yang digunakan petani sampel
per musim tanam di Nagori Pulo Bayu dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23. Rata-Rata Biaya Pupuk yang Digunakan Petani Sampel Per Petani di Nagori Pulo Bayu
No Uraian Biaya (Rp/Petani) Persentase (%)
1 Sebelum SLPTT (2009-2010) 943.166 51,70
2 Sesudah SLPTT (2011-2012) 880.816 48,30
Total 1.833.982 100,00
Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 2 dan 3
Dari Tabel 23 dapat dilihat bahwa rata-rata biaya pupuk petani sampel sebelum
mengikuti SLPTT adalah Rp. 943.166/petani atau 51,70 %. Rata-rata biaya pupuk
petani sampel sesudah mengikuti SLPTT adalah Rp. 880.816/petani atau 53,19 %.
5.3.3 Obat-Obatan
Obat-obatan digunakan petani sampel untuk mengendalikan dan memberantas
hama dan penyakit pada tanaman jagung. Obat-obatan yang digunakan biasanya
skor, spontan, bestrok dan jenis-jenis lainnya. Jumlah obat-obatan yang digunakan
petani sampel per musim tanam di Nagori Pulo Bayu dapat dilihat pada Tabel 24.
Tabel 24. Rata-Rata Biaya Obat-Obatan yang Digunakan Petani Sampel Per Petani di Nagori Pulo Bayu
No Uraian Biaya (Rp/Petani) Persentase (%)
1 Sebelum SLPTT (2009-2010) 159.500 46,54
2 Sesudah SLPTT (2011-2012) 183.166 53,46
Total 342.666 100,00
Dari Tabel 24 dapat dilihat bahwa rata-rata biaya obat-obatan petani sampel
sebelum mengikuti SLPTT adalah Rp. 159.500/petani atau 46,54 %. Rata-rata
biaya obat-obatan petani sampel sesudah mengikuti SLPTT adalah Rp.
183.166/petani atau 53,46 %.
5.3.4 Biaya Tenaga Kerja
Proses produksi tidak akan berjalan tanpa adanya tenaga kerja. Tenaga kerja yang
digunakan di Nagori Pulo Bayu berasal dari tenaga kerja dalam keluarga dan
tenaga kerja luar keluarga. Ketersediaan tenaga kerja dalam usahatani petani
sampel dapat dilihat pada Tabel 25.
Tabel 25. Rata-Rata Biaya Tenaga Kerja yang Digunakan Petani Sampel Per Petani di Nagori Pulo Bayu
No Uraian Sebelum SLPTT
206.293 228.746 435.039
2 Pemupukan (Rp/Petani)
168.500 241.366 409.866
3 Penyiangan (Rp/Petani)
468.900 483.906 952.806
4 Penyemprotan (Rp/Petani)
306.533 239.316 545.849
Total 1.150.226 1.193.334 2.343.560
Persentase (%) 49,08 50,92 100,00
Sumber : analisis Data Primer Lampiran 6 dan 7
Dari Tabel 25 dapat dilihat bahwa rata-rata biaya tenaga kerja petani sampel baik
dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga sebelum SLPTT yaitu pembibitan
Rp. 206.293, pemupukan Rp. 168.500, penyiangan Rp. 468.900 dan
penyemprotan Rp. 306.533. Rata-rata biaya tenaga kerja petani sampel baik dalam
keluarga dan tenaga kerja luar keluarga sesudah SLPTT yaitu pembibitan Rp.
228.746, pemupukan Rp. 241.366, penyiangan Rp. 483.906 dan penyemprotan
alat seperti traktor dengan biaya Rp. 875.000 atau Rp. 35.000/rante. Tenaga kerja
yang digunakan untuk penanaman menggunakan tenaga kerja borongan dengan
biaya Rp. 925.000 atau Rp. 37.000/rante. Tenaga kerja yang digunakan untuk
panen dan pascapanen menggunakan mesin perontok atau tenaga kerja borongan
dengan biaya Rp. 2.375.000 atau Rp.95.000/rante. Tidak ada perubahan tenaga
kerja sebelum dan sesudah SLPTT pada pengolahan lahan, penanaman, panen dan
pasca panen.
5.3.5 Biaya Penyusutan Peralatan
Biaya penyusutan merupakan salah satu biaya dalam proses produksi yang
dibebani terhadap alat-alat pertanian yang digunakan petani dalam usahataninya.
Alat-alat yang digunakan petani sampel di daerah penelitian adalah cangkul,
parang, arit, pompa penyemprot, goni dan garu. Biaya penyusutan adalah harga
suatu unit barang dibagi dengan umur ekonomis atau ketahanan suatu barang.
Biaya penyusutan petani sampel per musim tanam di Nagori Pulo Bayu dapat
dilihat pada Tabel 26.
Tabel 26. Rata-Rata Biaya Penyusutan Peralatan yang Digunakan Petani Sampel Per Petani di Nagori Pulo Bayu
No Uraian Sebelum SLPTT
(2009-2010)
Sesudah SLPTT (2011-2012)
1 Cangkul (Rp/Petani) 10.833,33 10.833,33
2 Pompa Penyemprot (Rp/Petani) 11.833,33 11.833,33
3 Parang (Rp/Petani) 3.433,33 3.433,33
4 Arit (Rp/Petani) 3.200 3.200
5 Goni (Rp/Petani) 77.933,33 77.933,33
6 Garu (Rp/Petani) 2.323,33 2.323,33
Total 109.556,7 109.566,7
Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 8
Dari Tabel 26 dapat dilihat bahwa rata-rata biaya penyusutan petani sampel per
musim sebelum SLPTT dan sesudah SLPTT tidak mengalami perubahan karena
Biaya rata-rata penyusutan peralatan cangkul nilai ekonomisnya 4,5 tahun dengan
biaya Rp. 10.833,33/musim, pompa penyemprot nilai ekonomisnya 15 tahun
dengan biaya Rp. 11.833,33/musim, parang nilai ekonomisnya 4 tahun denagn
biaya Rp. 3.433,33/musim, arit nilai ekonomisnya 5 tahun dengan biaya Rp.
3.200, goni nilai ekonomisnya 1 tahun dengan biaya Rp. 77.933,33/musim, dan
garu nilai ekonomisnya 5,2 tahun dengan biaya Rp. 2.333,33/musim.
5.3.6 Biaya Lain-Lain
Tabel 27. Rata-Rata Biaya Pajak Bumi dan Bangunan, Pemakaian Air dan Transportasi Petani Sampel Per Petani di Nagori Pulo Bayu
No Uraian Pajak Bumi
Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 9 dan 10
Dari Tabel 27 dapat dilihat bahwa rata-rata biaya petani sampel per musim
sebelum mengikuti SLPTT dan sesudah mengikuti SLPTT tidak mengalami
perubahan. Biaya rata-rata PBB adalah Rp. 32.900/musim, pemakaian air Rp.
94.750/musim dan transportasi Rp. 26.166/musim.
5.4 Pendapatan Bersih Petani Jagung
Pendapatan bersih adalah pendapatan yang diperoleh petani dari usahataninya atau
selisih antara peneimaan dengan total biaya produksi. Penerimaan merupakan
produksi dikali harga jual. Besarnya pendapatan bersih petani dipengaruhi oleh
produksi yang dihasilkan, harga jual dan total biaya produksi. Rataan pendapatan
Tabel 28. Rata-Rata Pendapatan Usahatani Jagung Per Petani
No Uraian Sebelum SLPTT
(2009-2010)
Sesudah SLPTT (2011-2012)
1 Produksi (ton) 5,34 6,46
2 Penerimaan (Rp) 14.968.666 18.088.000
3 Biaya Produksi (Rp) 7.694.983 6.892.450
4 Pendapatan Bersih (Rp) 7.647.900 10.878.630
Total 30.311.554,34 35.859.086,46
Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 14 dan 15
Dari Tabel 28 dapat dilihat bahwa rata-rata produksi jagung petani sampel per
petani per musim tanam sebelum mengikuti SLPTT adalah 5,34 ton, penerimaan
sebesar Rp. 14. 968.666/musim, biaya produksi sebesar Rp. 7.694.983/musim dan
pendapatan bersih Rp. 7.647.900/musim. Rata-rata produksi jagung petani sampel
per petani per musim tanam sesudah mengikuti SLPTT adalah 6,46 ton,
penerimaan sebesar Rp. 18.088.000/musim, biaya produksi sebesar Rp.
6.892.450/musim dan pendapatan bersih Rp. 10.878.630/musim. Disini dapat kita
lihat bahwa ada kenaikan dalam produksi dan penerimaan petani sampel setelah
mengikuti SLPTT sehingga pendapatan bersih petani sampel pun ikut meningkat
pula.
5.5 Produktivitas Petani jagung
Produktivitas merupakan perbandingan antara hasil produksi dengan luas lahan.
Produktivitas sangat dipengaruhi oleh keadaan lahan usahatani baik lama waktu
penggunaannya, unsur hara, serta pemeliharaan untuk komoditi usahatani itu
Tabel 29. Rata-Rata Produktivitas Usahatani Jagung Per Petani
Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 16
Dari Tabel 29 dapat dilihat bahwa rata-rata produktivitas jagung petani sampel per
petani sebelum mengikuti SLPTT adalah 6,47 ton/Ha. Rata-rata produktivitas
jagung petani sampel per petani sesudah mengikuti SLPTT adalah 7,81 ton/Ha.
Disini dapat kita lihat bahwa ada kenaikan dalam produktivitas petani sampel
setelah mengikuti SLPTT.
5.6 Hubungan SLPTT dengan Pendapatan Petani Jagung
Sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu merupakan program Pemerintah
guna meningkatkan pengetahuan, keterampilan dalam mengenali potensi,
menyusun rencana usahatani, mengatasi permasalahan, mengambil keputusan dan
menerapkan teknologi yang sesuai dengan kondisi sumber daya setempat sehingga
meningkatkan suatu produksi dan meningkat pula pendapatan petani jagung.
Adapun rata-rata pendapatan jagung yang ada di daerah penelitian dapat dilihat
pada Tabel 30.
Tabel 30. Hubungan SLPTT dengan Pendapatan Petani Jagung di Nagori Pulo Bayu
Uraian Sebelum SLPTT
(2009-2010) (Rp)
Sesudah SLPTT (2011-2012) (Rp)
Range 1.847.200-21.994.000 2.096.900-30.584.500
Rataan 7.647.900 10.878.630
rs = 0,921
thit = 12,519
α = 0,05
Berdasarkan Tabel 30 dapat diketahui bahwa rata-rata pendapatan petani sampel
sebelum SLPTT dengan sesudah SLPTT mengalami peningkatan. Dengan rataan
pendapatan sebelum SLPTT adalah Rp. 7.647.900 dan rataan pendapatan sesudah
SLPTT adalah Rp. 10.878.630.
Berdasarkan analisis korelasi Rank Spearman pada lampiran 17, diperoleh
koefisien korelasi (rs) = 0,921 dan nilai thit = 12,519. Menurut tabel, nilai t
(α;0,05) dengan db (n-2) = 28 adalah 1,701. Oleh karena thit (12,519) > tα
(1,701), maka H0 ditolak dan H1
5.7 Hubungan SLPTT dengan Produktivitas Petani Jagung
diterima. Artinya, ada hubungan antara tingkat
partisipasi petani dalam program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu
(SLPTT) dengan pendapatan petani jagung di daerah penelitian.
Tabel 31. Hubungan SLPTT dengan Produktivitas Petani Jagung di Nagori Pulo Bayu
Uraian Sebelum SLPTT
(2009-2010) (ton/Ha)
Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 18
Berdasarkan Tabel 31 dapat diketahui bahwa rata-rata produktivitas petani sampel
sebelum SLPTT dengan sesudah SLPTT mengalami peningkatan. Dengan rataan
produktivitas sebelum SLPTT adalah 6,47 ton/Ha dan rataan produktivitas
sesudah SLPTT adalah 7,81 ton/Ha.
Berdasarkan analisis korelasi Rank Spearman pada lampiran 18, diperoleh
koefisien korelasi (rs) = 0,987 dan nilai thit = 33,686. Menurut tabel, nilai t
(α;0,05) dengan db (n-2) = 28 adalah 1,701. Oleh karena thit (33,686) > tα
partisipasi petani dalam program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Tingkat partisipasi petani jagung didalam mengikuti SLPTT di daerah
penelitian tergolong tinggi dengan nilai yang diperoleh sebesar 27,05
dengan persentase 90,16 % dan dengan hasil capaian terletak di antara
nilai 23 – 30.
2. Tingkat produktivitas petani jagung sebelum mengikuti SLPTT di daerah
penelitian per musim tanam rata-rata adalah 6,47 ton/Ha.
3. Tingkat produktivitas petani jagung sesudah mengikuti SLPTT di daerah
penelitian mengalami peningkatan yaitu dengan rata-rata produktivitas per
musim tanam adalah 7,81 ton/Ha.
4. Tingkat pendapatan petani jagung sebelum mengikuti SLPTT selama 2
tahun (2009-2010) di daerah penelitian per petani rata-rata adalah Rp.
7.647.900.
5. Tingkat pendapatan petani jagung sesudah mengikuti SLPTT selama 2
tahun (2011-2012) di daerah penelitian mengalami peningkatan dengan
rata-rata per petani adalah Rp. 10.878.630.
6. Terdapat hubungan antara tingkat partisipasi petani dalam program
Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) dengan
produktivitas dan pendapatan. Dimana untuk produktivitas nilai thit
(33,686) > tα (1,701), maka H0 ditolak dan H1 diterima dan untuk
pendapatan nilai thit (12,519) > tα (1,701), maka H0 ditolak dan H1
6.2 Saran
6.2.1 Kepada Pemerintah
Diharapkan dapat melakukan pendekatan dan menyediakan bantuan yang lebih
konsen kepada petani kurang mamapu dalam program sekolah lapang pengelolaan
tanaman terpadu khususnya yang belum memiliki lahan sendiri. Sehingga petani
bukan hanya sebagai buruh tani tetapi sebagai petani seutuhnya.
6.2.2 Kepada Petani Jagung
Diharapkan petani lebih aktif lagi di dalam mengikuti kegiatan sekolah lapang
pengelolaan tanaman terpadu ini dan lebih mengintensifkan lahan pertaniannya
sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani dan keluarganya.
6.2.3 Kepada Peneliti Selanjutnya
Kepada peniliti selanjutnya hendaknya membahas megenai tingkat partisipasi
petani terhadap program-program dari Dinas Pertanian yang lain untuk menambah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN
KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Tinjauan Pustaka
Program adalah pernyataan tertulis tentang keadaan, masalah, tujuan dan cara
mencapai tujuan yang disusun dalam bentuk dan sistematika yang teratur.
Program dapat dihasilkan melalui proses perencanaan program yang
diorganisasikan secara sadar dan terus menerus, untuk memilih alternatif yang
terbaik dalam mencapai tujuan (Priyono, 2009).
Manfaat dari disusunnya program dan rencana kerja penyuluhan adalah sebagai
berikut:
1. Menjamin adanya pertimbangan yang mantap tentang apa dan mengapa
hal itu harus dilakukan.
2. Adanya pernyataan tertulis (dokumen) yang dapat digunakan setiap saat
sebagai pedoman kerja bagi pelaksana penyuluhan, sehingga dapat
mencegah terjadinya salah pengertian, serta memberikan pedoman bagi
evaluator dalam pelaksanaan evaluasi penyuluhan.
3. Memberikan pedoman dalam pengambilan keputusan terhadap adanya
usul atau saran penyempurnaan. Dengan adanya tujuan yang dapat
digunakan sebagai tolak ukur untuk mengukur kemajuan, maka dapat
dikaji seberapa jauh saran penyempurnaan dapat diterima atau ditolak agar
tujuan yang diinginkan tetap dapat tercapai.
4. Memantapkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dan harus dicapai yang
5. Memberikan jaminan kelangsungan pelaksanaan program meskipun ada
pergantian personalia.
6. Ikut sertanya petani dalam kegiatan perencanaan akan membantu
meningkatkan kepercayaan diri petani dan kepemimpinannya.
7. Ikut sertanya petani dalam kegiatan perencanaan penyuluhan merupakan
pengalaman yang bersifat pendidikan
8. Membantu mengembangkan kepemimpinan, yaitu dalam menggerakkan
semua pihak yang terlibat untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
9. Meningkatkan efisiensi pelaksanaan penyuluhan secara keseluruhan,
seperti sumber daya, waktu dan tenaga (Priyono, 2009).
Program SLPTT merupakan program dari Departemen Pertanian (Deptan) dengan
cara memberi pengajaran kepada para petani mengenai pengendalian hama
terpadu, sekolah lapang iklim, dan teknologi budidaya. Petani diajarkan
melakukan pertanian terpadu meliputi pemberian benih, pengendalian hama,
penyediaan teknologi budidaya, dan pupuk secara terpadu (Mar, 2010).
2.2 Landasan Teori 2.2.1 Partisipasi
Anggota masyarakat bukan merupakan objek pembangunan. Anggota masyarakat
pedesaan sebagian besar terdiri dari petani yang sebagian besar dari padanya
merupakan petani kecil dan bahkan sebagai buruh tani. Kedudukan petani yang
lemah ini harus dirubah menjadi kuat, maju dan mandiri, sehingga peranannya
dalam pembangunan menjadi subjek pembangunan. Bertambah pentingnya
masyarakat diajak untuk untuk berperan secara lebih aktif dan didorong untuk
berpartisipasi, namun pemerintah tetap perlu dilibatkan (Adisasmita, 2006).
Pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah tentunya bertujuan untuk
mencapai masyarakat yang sejahtera sehingga posisi masyarakat merupakan
posisi yang penting dalam proses pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan
oleh pemerintah. Oleh karena itu dalam pelaksanaan pembangunan, partisipasi
masyarakat merupakan hal yang sangat mempengaruhi keberhasilan proses
pembangunan itu sendiri. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan mutlak
diperlukan, tanpa adanya partisipasi masyarakat pembangunan hanyalah
menjadikan masyarakat sebagai objek semata (Murtiyanto, 2011).
Menurut Umboh dalam Ndraha (1987), pembangunan masyarakat desa
merupakan gerakan pembangunan yang didasarkan atas peran serta dan swadaya
gotong-royong masyarakat. Atas dasar hal tersebut maka kesadaran, peran serta
dan swadaya masyarakat perlu ditingkatkan agar partisipasi masyarakat dalam
pembangunan akan dirasakan sebagai suatu kewajiban bersama. Dengan
pastisipasi dan peran serta di sini bukan berarti masyarakat itu hanya berfungsi
untuk memberikan dukungan dan keikutsertaan dalam proses pembangunan atau
ikut berpartisipasi secara aktif (sense of participation), tetapi juga menikmati
hasil-hasil pembangunan itu sendiri. Dengan demikian akan tercipta rasa memiliki
(sense of belonging) dan rasa tanggung jawab (sense of responsibility) dalam
proses pembangunan menuju tercapainya peningkatan kesejahteraan masyarakat
secara keseluruhan.
Partisipasi berarti keikutsertaan seseorang ataupun sekelompok masyarakat dalam
(1987) mengartikan partisipasi sebagai pengambilan bagian dalam kegiatan
bersama. Partisipasi masyarakat yang idealnya terjadi apabila masyarakat
memang mau secara sukarela mendukung kegiatan tersebut. Kegiatan mendukung
suatu kegiatan memang berkembang dari masyarakat di tingkat bawah sampai
pada proses pengambilan keputusan.
Partisipasi menjadi salah satu faktor pendukung keberhasilan pembangunan,
dilain pihak, juga dapat dikatakan bahwa pembangunan berarti kalau dapat
meningkatkan kapasitas masyarakat termasuk dalam berpartisipasi. Secara
harafiah, partisipasi berarti “turut berperan serta dalam suatu kegiatan”,
“keikutsertaan atau peran serta dalam suatu kegiatan”, “peran serta aktif atau
proaktif dalam suatu kegiatan”. Partisipasi dapat didefinisikan secara luas sebagai
bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat secara aktif dan sukarela, baik
karena alasan-alasan dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya dalam
keseluruhan proses kegiatan yang bersangkutan (Ginting, 2011).
Menurut Davis (2005) yang dikutip oleh Stepan (2011), ada tiga unsur penting
partisipasi, yaitu:
1. Bahwa partisipasi atau keikutsertaan sesungguhnya merupakan suatu
keterlibatan mental dan perasaan, tidak hanya semata-mata keterlibatan
secara jasmaniah;
2. Kesediaan memberi sesuatu sumbangan kepada usaha mencapai tujuan
kelompok. Ini berarti, bahwa terdapat rasa senang, kesukarelaan untuk
membantu kelompok;
3. Unsur tanggung jawab. Unsur tersebut merupakan segi yang menonjol dari
Bentuk partisipasi yaitu :
1. Partisipasi uang adalah bentuk partisipasi untuk memperlancar
usaha-usaha bagi pencapaian kebutuhan masyarakat yang memerlukan bantuan;
2. Partisipasi waktu adalah partisipasi dalam hal memberikan waktunya
untuk menghadiri suatu kegiatan.
3. Partisipasi tenaga adalah partisipasi yang diberikan dalam bentuk tenaga
untuk pelaksanaan usaha-usaha yang dapat menunjang keberhasilan suatu
program;
4. Partisipasi ide lebih merupakan partisipasi berupa sumbangan ide,
pendapat (Murtiyanto, 2011).
Untuk mengukur skala partisipasi dapat diketahui dari kriteria penilaian tingkat
partisipasi untuk setiap individu (anggota kelompok) yang dikemukakan oleh
Chapin dalam Surotinijo (2009) yaitu :
1. Keanggotaan dalam organisasi atau lembaga tersebut;
2. Frekuensi kehadiran (attendence) dalam pertemuan-pertemuan yang
diadakan;
3. Sumbangan atau iuran yang diberikan;
4. Keanggotaan dalam kepengurusan;
5. Kegiatan yang diikuti dalam tahap program yang direncanakan;
6. Keaktifan dalam diskusi pada setiap pertemuan yang diadakan;
Menurut Slamet dan Kusumaningtyas (2003), tumbuh kembangnya
partisipasi masyarakat dalam pembangunan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu:
1. Adanya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk
2. Adanya kemauan untuk berpartisipasi;
3. Adanya kemampuan untuk berpartisipasi;
Masyarakat tergerak untuk berpartisipasi jika:
1. Partisipasi itu dilakukan melalui organisasi yang sudah dikenal atau yang
sudah ada di tengah-tengah masyarakat yang bersangkutan;
2. Partisipasi itu memberikan manfaat langsung kepada masyarakat yang
bersangkutan;
3. Manfaat yang diperoleh melalui partisipasi itu dapat memenuhi
kepentingan masyarakat setempat;
4. Dalam proses partisipasi itu terjamin adanya kontrol yang dilakukan oleh
masyarakat (Ndraha, 1987).
2.2.2 Penyuluhan Pertanian
Penyuluhan merupakan salah satu pendidikan non formal yang ditujukan kepada
petani beserta keluarganya yang hidup di pedesaan, dengan membawa dua tujuan
utama yang diharapkan. Untuk jangka pendek adalah menciptakan perubahan
perilaku termasuk di dalamnya sikap, tindakan dan pengetahuan dan untuk jangka
panjang adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat dengan jalan
meningkatkan taraf hidup mereka (Sastraatmadja, 1993).
Dalam kegiatan usaha tani. Petugas penyuluh seringkali hanya memiliki setengah
dari pengetahuan yang diperlukan untuk mengambil keputusan, sedangkan petani
dan keluarganya melengkapi kekurangan tersebut. Para petanilah yang
mengetahui tujuan mereka, jumlah modal yang dimiliki, hubungan yang dimiliki
dengan petani lain, kualitas lahan serta hal-hal lain yang tidak diketahui oleh
keluarganya dengan petugas penyuluh harus disatukan untuk menggambarkan
sistem usaha tani yang paling produktif bagi keluarga petani
(Van Den Ban dan Hawkins, 1999).
2.2.3 Program Penyuluhan Pertanian
Program adalah pernyataan tertulis tentang keadaan, masalah, tujuan dan cara
mencapai tujuan yang disusun dalam bentuk dan sisitematika yang teratur.
Program dapat dihasilkan melalui proses perencanaan program yang
diorganisasikan secara sadar dan terus menerus, untuk memilih alternatif yang
terbaik dalam mencapai tujuan (Priyono, 2009).
Program penyuluhan pertanian seringkali tidak dilaksanakan sesuai dengan
rencana, mungkin terbentur karena masalah pengangkutan, keruskan peralatan,
keterlambatan penyerahan bahan-bahan penyuluhan, atau akibat sistem
penghargaan yang mendorong penyuluh berprilaku tidak selayaknya (Priyono,
2009).
2.2.4 Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT)
Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) adalah suatu tempat
pendidikan non formal bagi petani untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan dalam mengenali potensi, menyususn rencana usaha tani, mengatasi
permasalahan, mengambil keputusan dan menerapkan teknologi yang sesuai
dengan kondisi sumber daya setempat sehingga usaha taninya menjadi efisien,
berproduktivitas tinggi dan berkelanjutan. Dalam SLPTT diperlukan pemandu
lapangan yaitu penyuluh pertanian sebagai pengamat organisme pengganggu
tanaman (POPT) dan pengawas benih tanaman (PBT) yang telah mengikuti
Pembelajaran dalam program SLPTT, secara langsung dilaksanakan di lapangan,
sehingga ilmu yang didapatkan langsung dapat diterapkan dan mudah dimengerti
oleh para petani. Karena dalam program tersebut selain dapat meningkatkan cara
bertani melalui ilmu yang disampaikan penyuluh, antar petani pun dapat saling
bertukar pengalaman, baik dalam tata cara pembenihan, pemeberantasan hama
yang efektif, hingga pada pemberian pupuk untuk produkivitas pertanian petani
(Mar, 2010).
2.2.5 Karekteristik Sosial Ekonomi Petani
1. Umur
Petani yang berusia lanjut berumur sekitar 50 tahun ke atas, biasanya fanatik
terhadap tradisi dan sulit untuk diberikan pengertian-pengertian yang dapat
mengubah cara berpikir, cara kerja, dan cara hidupnya. Mereka ini bersikap apatis
terhadap adanya teknologi baru. Kondisi seperti ini dipandang sangat
menghambat proses pengambilan keputusan atas inovasi yang ditawarkan
(Kartasapoetra, 1994).
2. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan manusia umumnya menunjukkan daya kreativitas dan
bertindak. Pendidikan rendah mengakibatkan berkurangnya pengetahuan dan
memanfaatkan sumber-sumber daya alam yang tersedia. Usaha-usaha penduduk
berakibat hanya mampu menghasilkan pendapatan rendah (Kartasapoetra, 2001).
Tingkat pendidikan petani sering disebut sebagai faktor penyebab rendahnya
tingkat produktivitas usaha tani. Dengan tingkat pendidikan yang rendah maka
kebiasaan-kebiasaan lama, sedangkan seseorang yang berpendidikan tinggi tergolong lebih
cepat dalam mengadopsi inovasi baru (Soekartawi, 2002).
3. Lamanya Usaha Tani
Petani yang sudah lebih lama bertani akan lebih mudah menerapkan inovasi
daripada petani pemula. Karena pengalaman yang lebih banyak sehingga dapat
membuat perbandingan dalam mengambil keputusan yang tepat dan benar.
Lamanya berusaha tani untuk setiap orang berbeda-beda, oleh karena itu lamanya
berusaha tani dapat dijadikan bahan pertimbangan agar tidak melakukan
kesalahan yang sama sehingga dapat melakukan hal-hal yang baik untuk
waktu-waktu berikutnya (Soekartawi, 2002).
4. Frekuensi Mengikuti Penyuluhan
Petani yang aktif atau sering melakukan kunjungan aktifitas penyuluhan akan
semakin tanggap untuk dapat menerapkan suatu inovasi terhadap lahan
pertaniannya. Semakin tinggi frekuensi mengikuti penyuluhan maka keberhasilan
penyuluhan pertanian yang disampaikan semakin tinggi pula. Frekuensi petani
dalam mengikuti penyuluhan yang meningkat disebabkan karena penyampaian
yang menarik dan tidak membosankan serta yang disampaikan benar-benar
bermanfaat bagi petani untuk usahataninya (Soekartawi, 2002).
5. Jumlah Tanggungan Keluarga
Petani yang memiliki jumlah tanggungan keluarga yang banyak akan lebih sulit
dalam menerapkan teknologi baru karena biaya untuk mencukupi kebutuhan
kelurga sangat tinggi, sehingga mereka sulit menerima resiko yang besar jika