STRATEGI PENGEMBANGAN KOMODITAS KOPI
MANDAILING
SKRIPSI
OLEH :
NOVA ROHANI TOGURIA 090304003
AGRIBISNIS
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
STRATEGI PENGEMBANGAN KOMODITAS KOPI
MANDAILING
SKRIPSI
Oleh :
NOVA ROHANI TOGURIA 090304003
AGRIBISNIS
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
Disetujui oleh : Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
(Ir. Diana Chalil, M.Si., Ph.D) (Ir. Sinar Indra Kesuma, M.Si) NIP : 19670303199802001 NIP : 196509261993031002
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
NOVA ROHANI TOGURIA : Strategi Pengembangan Kopi Mandailing, dibimbing oleh Ibu Ir. Diana Chalil, M.Si, Ph.D dan Bapak Ir. Sinar Indra Kesuma, M.Si.
Kopi Mandailing merupakan salah satu kopi Arabika spesialti dari Provinsi Sumatera Utara dengan ciri khas aroma yang harum (bold), rasa yang lebih enak, dan memiliki kadar kafein lebih rendah yang terkenal hingga ke luar negeri. Namun meskipun kopi Mandailing terkenal dan harganya mahal di luar negeri, harga jual kopi Mandailing di tingkat petani dan kesejahteraan petani kopi Mandailing umumnya masih rendah. Oleh karena itu, penelitian ini telah dilakukan di Desa Simpang Banyak Julu, Kecamatan Ulu Pungkut, Kabupaten Mandailing Natal yang bertujuan untuk menganalisis strategi pengembangan kopi Mandailing. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Metode analisis data menggunakan analisis kuantitatif yaitu matriks SWOT.
Dari penelitian yang dilakukan diperoleh : (1) Faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi pengembangan Kopi Mandailing, (2) Selisih faktor-faktor internal (kekuatan-kelemahan) adalah 1,54 dan selisih faktor-faktor eksternal (peluang-ancaman) adalah 0,47 dan 3) Strategi pengembangan Kopi Mandailing.
RIWAYAT HIDUP
Nova Rohani Toguria, lahir pada tanggal 15 November 1991 di
Padangsidimpuan, merupakan anak dari Ayah Advendi Dongoran (Alm.) dan Ibu
Rosmawati Sianipar. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis adalah sebagai berikut :
Tahun 1996 masuk di Taman Kanak-kanak St. Bernadetta Padangsidimpuan dan
tamat tahun 1997. Tahun 1997 mengikuti pendidikan Sekolah Dasar di SD. St.
Xaverius Padangsidimpuan dan tamat tahun 2003. Tahun 2003 melanjutkan
pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Kesuma Indah Padangsidimpuan dan
tamat tahun 2006. Tahun 2006 masuk di Sekolah Menengah Atas Kesuma Indah
Padangsidimpuan dan tamat tahun 2009. Pada tahun 2009 diterima di Program
Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Sumatera Utara Medan melalui jalur PMDK.
Selama menjalani masa perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan
organisasi IMASEP (Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian) di bidang
Informasi dan Komunikasi (Infokom). Penulis melaksanakan Praktek Kerja
Lapangan (PKL) di Desa Sei Kari, Kecamatan Kotarih, Kabupaten Serdang
Bedagai pada bulan Juli s/d Agustus 2013. Dan pada bulan September 2013,
penulis melaksanakan penelitian skripsi di Desa Simpang Banyak Julu,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul skripsi ini
adalah “Strategi Pengembangan Kopi Mandailing”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Program
Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Ir. Diana Chalil, M.Si., Ph.D selaku Ketua Komisi Pembimbing dan
Bapak Ir. Sinar Indra Kesuma, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing,
yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing, memotivasi
dan membantu penulis dalam penyelesaian skripsi dan selama mengikuti
perkuliahan di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara
2. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS selaku Ketua Program Studi Agribisnis, FP-USU dan
Bapak Dr. Ir. Satya Negara Lubis, M.Ec, selaku Sekretaris Program Studi
Agribisnis, FP-USU yang telah banyak membantu dan memberikan
kemudahan selama masa perkuliahan.
3. Seluruh Dosen Program Studi Agribisnis FP-USU, yang telah membekali ilmu
pengetahuan kepada penulis selama masa perkuliahan.
4. Seluruh Pegawai dan Staff Program Studi Agribisnis FP-USU, yang telah
banyak membantu penulis dalam administrasi perkuliahan.
5. Dinas Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal, khususnya Bapak A. Yasir
Banyak Julu, Bapak / Ibu Petani kopi Mandailing di Desa Simpang Banyak
Julu yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini dan telah
banyak membantu penulis dalam penulisan skripsi ini.
6. Orangtua dan keluarga tercinta yang selalu meberikan motivasi, doa, kasih
sayang dan dukungan baik berupa materi maupun non-materi selama masa
perkuliahan penulis. Terima kasih kepada Kakak Lely Roselina dan Adik
Christian Hajopan, Bou dan Opung yang selalu memberikan dorongan
semangat kepada penulis.
7. Teman-teman Agribisnis FP-USU Stambuk 2009, terutama Aiva Viforit,
Debbie Febrina, Feby Tita, Indri Pratiwi, Reny Marissa, Rizky Amelia, Dede
Prasetya, Michael Surbakti, Ahmad Fauzi, Rekan PKP 2009 (khususnya
Ewin, Bebe, Angga, Ibal), Rekan PKL Kotarih 2013, terima kasih untuk
motivasi, doa, semangat, kritik dan persahabatan selama masa perkuliahan dan
di masa mendatang.
8. Keluarga besar MSI Medan dan Every Nation Medan, terutama Ingrid
Saskita, Dina Tambunan, Fanny Claudia, Alleli Fajardo dan Johannes Bastian.
Kepada Christine dan Yunita Chia. Terima kasih telah menjadi rumah kepada
penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu
sumbangan saran dan kritik yang membangun sangat diperlukan demi
perbaikan dan penyempurnaan selanjutnya. Penulis berharap skripsi ini dapat
berguna bagi kita semua.
Medan, Desember 2013
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
RIWAYAT HIDUP ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix I. PENDAHULUAN ...
1.1 Latar Belakang ...
1.2 Identifikasi Masalah ...
1.3 Tujuan Penelitian ...
1.4 Kegunaan Penelitian ...
II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN ...
2.1 Tinjauan Pustaka... ...
2.2 Landasan Teori ...
2.3 Penelitian Terdahulu ...
2.4 Kerangka Pemikiran ...
III. METODE PENELITIAN ... 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ...
3.2 Metode Penentuan Penarikan Sampel ...
3.3 Metode Pengumpulan Data ...
3.4 Metode Analisis Data ...
3.5 Defenisi dan Batasan Operasional ...
3.5.1 Defenisi ...
IV. DESKRIPSI WILAYAH DAN KARAKTERISTIK SAMPEL ... 4.1 Deskripsi Wilayah ...
4.2 Kegiatan Pengusahaan Kopi ...
4.3 Karakteristik Sampel ...
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 5.1 Analisis Faktor-faktor Internal dan Faktor Eksternal dalam
Pengembangan Kopi Mandailing ...
5.1.1 Faktor Internal ... 5.1.2 Faktor Eksternal ...
5.2. Strategi Pengembangan Kopi Mandailing ...
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 6.1 Kesimpulan... ...
6.2 Saran ...
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
1 Luas Areal Kopi Mandailing di Kabupaten Mandailing Natal tahun 2012
2 Skala Teknik Komparasi Berpasangan (Pairwise Comparison)
3 Luas Lahan Tanaman Perkebunan Menurut Komoditi di Kecamatan Ulu Pungkut Tahun 2013
4 Karakteristik Petani dan Usahatani
5 Faktor- Faktor Internal dalam Pengembangan Kopi Mandailing Tahun 2013
6 Matriks IFAS
7 Faktor- Faktor Eksternal dalam Pengembangan Kopi Mandailing Tahun 2013
8 Matriks EFAS
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
1 Luas Tanam/Areal Kopi Mandailing Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2006-2012
2 Produksi Kopi Mandailing Tahun 2006-2012
3 Kerangka Pemikiran Strategi Pengembangan Kopi Mandailing 4 Matriks Posisi SWOT
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul
1
Indikator dan Parameter Penilaian SWOT Kopi Mandailing2
Karakteristik Petani dan Usahatani Sampel3
Faktor-faktor Internal4
Faktor-faktor Eksternal5
Parameter Penilaian Skor Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman Perkembangan Kopi Mandailing6
Penentuan Faktor Internal (Kekuatan dan Kelemahan) Kopi Mandailing7
Penentuan Faktor Eksternal (Peluang dan Ancaman) Kopi Mandailing8
Hasil Penilaian Faktor Internal (IFAS)9
Hasil Penilaian Faktor Eksternal (EFAS)10
Hasil Perhitungan Nilai Rata-rata Geometris Faktor Internal (IFAS)11
Hasil Perhitungan Nilai Rata-rata Geometris Faktor Eksternal (EFAS)12
Normalisasi Faktor Internal (IFAS)ABSTRAK
NOVA ROHANI TOGURIA : Strategi Pengembangan Kopi Mandailing, dibimbing oleh Ibu Ir. Diana Chalil, M.Si, Ph.D dan Bapak Ir. Sinar Indra Kesuma, M.Si.
Kopi Mandailing merupakan salah satu kopi Arabika spesialti dari Provinsi Sumatera Utara dengan ciri khas aroma yang harum (bold), rasa yang lebih enak, dan memiliki kadar kafein lebih rendah yang terkenal hingga ke luar negeri. Namun meskipun kopi Mandailing terkenal dan harganya mahal di luar negeri, harga jual kopi Mandailing di tingkat petani dan kesejahteraan petani kopi Mandailing umumnya masih rendah. Oleh karena itu, penelitian ini telah dilakukan di Desa Simpang Banyak Julu, Kecamatan Ulu Pungkut, Kabupaten Mandailing Natal yang bertujuan untuk menganalisis strategi pengembangan kopi Mandailing. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Metode analisis data menggunakan analisis kuantitatif yaitu matriks SWOT.
Dari penelitian yang dilakukan diperoleh : (1) Faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi pengembangan Kopi Mandailing, (2) Selisih faktor-faktor internal (kekuatan-kelemahan) adalah 1,54 dan selisih faktor-faktor eksternal (peluang-ancaman) adalah 0,47 dan 3) Strategi pengembangan Kopi Mandailing.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kopi Mandailing adalah sebutan dagang untuk kopi spesialti jenis Arabika
yang tumbuh di daerah dataran tinggi Mandailing Natal. Kopi ini memiliki ciri
khas beraroma harum dan kental sehingga peminum kopi tak perlu mencampur
kopi Mandailing dengan kopi lain agar mendapat kekentalan yang tinggi. Cita rasa
sedikit asam namun pekat dengan aroma yang kuat menjadikannya popular di
mancanegara (Dinas Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal, 2012).
Kopi Mandailing sebagai salah satu kopi spesialti dari Provinsi Sumatera
Utara memiliki harga yang cukup mahal dibandingkan dengan Kopi Robusta.
Menurut Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI) tahun 2012 harga
kopi Mandailing di tingkat eksportir mencapai 6 - 7 dolar AS atau sekitar Rp
70.000/kg, bandingkan dengan harga kopi Robusta yang diekspor dengan harga
2-3 dolar AS atau sekitar Rp 20.000/kg. Sementara menurut data Dinas
Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal pada tahun 2012 harga biji kopi basah
Mandailing di tingkat petani sekitar Rp 20.000/kg. Kopi Mandailing juga di jual
di supermarket atau toko-toko dan kedai kopi di Tokyo dalam bentuk biji kopi
siap giling sebanyak 200 gram per kemasan. Bahkan nama Mandheling pada
kemasannya dicetak dengan huruf berukuran lebih besar dari pada nama
Indonesia. (Anonimus1, 2012; AEKI, 2012; Lubis1, 2013).
Selain Jepang, Amerika Serikat, Australia dan Eropa menjadi tujuan
ekspor utama kopi Mandailing , dimana 40% diantaranya diekspor ke Amerika
tahun 2011, 75% diantaranya merupakan kopi Robusta dan 25% sisanya
merupakan kopi Arabika. Pranoto Soenarto, Wakil Ketua Umum Asosiasi
Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Bidang Spesialis dan Industri Kopi, menyatakan
60% dari kopi Arabika yang diekspor merupakan kopi spesialti, dimana produksi
kopi spesialti ini mencapai 150.000 ton/tahun. Pertumbuhan ekspor kopi spesialti
mencapai 10-15% pada tahun 2012 (Anonimus1, 2012).
Harga kopi spesialti seperti kopi Mandailing cenderung lebih tinggi
dibandingkan dengan kopi Arabika non-spesialti dan Kopi Robusta. Pada tahun
2011, harga kopi Arabika tingkat provinsi (Sumatera Utara) dan internasional
berturut-turut sebesar Rp 50.326/kg dan Rp 53.331/kg. Perkembangan harga kopi
Arabika tingkat provinsi dan i nternasional meningkat signifikan dari tahun 2010
ke tahun 2011 yaitu dari Rp 27.961/kg menjadi Rp 50.326 untuk harga tingkat
provinsi dan Rp 30.863/kg menjadi Rp 53.331/kg untuk harga kopi Arabika
tingkat internasional (Purba, 2013).
Usahatani kopi di Indonesia melibatkan petani kopi rakyat sebagai
penghasil utama kopi Indonesia (96,2%) dimana luas lahan perkebunan rakyat
pada tahun 2007 mencapai 1.243.429 hektar. Pada tahun 2010 luas lahan tanaman
kopi di Indonesia berada pada peringkat ketiga sebesar 1,29 juta ha, setelah
peringkat kedua pada tanaman karet seluas 3,45 juta ha dan peringkat pertama
pada kelapa sawit dengan luas lahan 9,27 ha (Arifin, 2011 ; Suwarto dkk, 2010).
Produksi kopi Arabika Mandailing meningkat dari tahun ke tahun
Gambar 1. Luas Tanam/Areal Kopi Mandailing Kabupaten Mandailing Natal tahun 2006- 2012
Sumber : Badan Pusat Statistik, Kabupaten Mandailing Natal Dalam Angka, 2012
Gambar 2. Produksi Kopi Mandailing Tahun 2006-2012
Sumber : Badan Pusat Statistik, Kabupaten Mandailing Natal Dalam Angka, 2012
Dari Gambar 1 dapat dilihat tahun 2006-2009 terjadi peningkatan luas
tanam Kopi Mandailing di Kabupaten Mandailing Natal, namun pada tahun 2010
terjadi penurunan dan pada tahun 2011 luas tanam Kopi Mandailing kembali
meningkat. Demikian halnya dengan produksi Kopi Mandailing yang juga 686.5
855.78
1244.99
1653.96 1642.55 1741.72 1741.71
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Tahun Lu a s Ar e a (H a )
Luas Areal (Ha)
315.62 324.55 348.67
205.21 708.93 1142.77 1422.27 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
mengalami pasang surut. Pada tahun 2006-2008 produksi Kopi Mandailing relatif
stabil dan cenderung meningkat meskipun terjadi penurunan produksi Kopi
Mandailing di tahun 2009, namun di tahun 2010-2012 terjadi peningkatan
produksi Kopi Mandailing (lihat Gambar 2).
Namun peningkatan produksi Kopi Mandailing kelihatannya belum dapat
memenuhi permintaan di pasar kopi internasional. Amerika Serikat, Jepang,
Australia dan negara-negara Eropa merupakan tujuan ekspor Kopi Mandailing.
Permintaan kopi dari Singapura saja mencapai 2 juta ton per tahun sementara dari
Gambar 2 dapat dilihat produksi rata-rata kopi Mandailing tahun 2012 sebesar
1422,27 ton/ha , belum lagi permintan kopi dari negara lain (Lubis2, 2013).
Desa Simpang Banyak Julu merupakan sentra produksi kopi Mandailing di
Kecamatan Ulu Pungkut, Kabupaten Mandailing Natal. Sebagian besar penduduk
Desa Simpang Banyak Julu memiliki mata pencaharian sebagai petani atau buruh
tani dimana kopi Mandailing adalah komoditas utama selain kayu manis dan padi
sawah. Meskipun demikian Desa Simpang Banyak Julu masih tergolong ”Desa
Merah” atau desa miskin. Hal ini dapat dilihat dari total jumlah penduduk desa
sebanyak 236 jiwa yang tergabung dalam 52 Kepala Keluarga (KK), sebanyak 46
KK merupakan keluarga miskin dan 6 KK lainnya merupakan keluarga dengan
tingkat kesejahteraan sedang (Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal, 2011).
Kopi Mandailing sebagai komoditi utama diharapkan menjadi alternatif
pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan petani kopi di Desa
mempengaruhi perkembangan kopi Mandailing tersebut dan menyusun strategi
untuk pengembangannya .
1. 2. Identifikasi Masalah
1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan komoditas kopi
Mandailing di Kabupaten Mandailing Natal?
2. Bagaimana strategi pengembangan komoditas kopi Mandailing di Kabupaten
Mandailing Natal?
1. 3. Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisis strategi pengembangan komoditas kopi Mandailing di
Kabupaten Mandailing Natal.
2. Untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan
komoditas kopi Mandailing di Kabupaten Mandailing Natal.
1. 4. Kegunaan Penelitian
1. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi petani dan pihak-pihak yang
terkait dalam usaha tani kopi Mandailing.
2. Sebagai bahan pemasukan bagi pemerintah dan instansi terkait dalam
menetapkan kebijakan dan pengembangan komoditi kopi Mandailing.
3. Sebagai bahan pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti serta salah satu cara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA
PEMIKIRAN
2. 1. Tinjauan Pustaka
Istilah kopi spesial atau kopi spesialti pertama kali dikemukakan oleh Ema
Knutsen pada tahun 1974 dalam Tea and Coffee Trade Journal. Istilah tersebut
digunakan untuk menyebut biji dengan rasa terbaik yang dihasilkan di daerah
beriklim mikro istimewa. Kopi spesial adalah sebutan yang umum dipakai untuk
menyebut kopi "gourmet" atau "premium". Menurut Specialty Coffee Association
of America (SCAA), kopi bernilai 80 atau lebih pada skala 100 poin dianggap
"spesial". Kopi spesial tumbuh di iklim istimewa dan ideal, serta berbeda karena
rasanya yang lengkap dan memiliki sedikit kecacatan atau bahkan tidak ada sama
sekali. Rasa yang unik ini adalah hasil dari karakteristik dan komposisi tanah
tempat kopi-kopi tersebut ditanam (Anonimus3, 2013).
Kopi spesialti asal Indonesia semakin popular mulai akhir tahun 1980-an
terutama di kalangan masyarakat Amerika Serikat dan Eropa Barat. Mandailing
Natal merupakan salah satu dari daerah pengembangan kopi pertama di Indonesia
di luar pulau Jawa. Tanaman kopi masuk ke Mandailing Natal pada pertengahan
tahun 1800-an. Sejak saat itu budidaya kopi di Mandailing Natal mengalami
pasang surut (Herman, 2003).
Kopi Mandailing merupakan kopi Arabika Spesialti yang hanya terdapat
di Kabupaten Mandailing Natal. Kopi Mandailing tumbuh pada ketinggian 600 –
1700 meter dpl, tergantung topografi wilayah. Di Kecamatan Pakantan, kopi dapat
tumbuh pada ketinggian 1000 meter dpl. Meskipun ketinggian daerah sangat
mempengaruhi pertumbuhan kopi namun alasan mengapa kopi Mandailing
memiliki kualitas tinggi adalah tanah volkanik yang subur mulai dari ketinggian
1000 meter dpl (Napitupulu, 2006).
Kopi Mandailing membutuhkan curah hujan sebesar 2000-3000 mm/tahun
dengan suhu rata-rata 18 – 28° Celcius dan tingkat keasaman (pH) tanah 5,5 –
6,5. Rata-rata produksi kopi Mandailing 4,5 - 5,0 kuintal (ku) per hektar per
tahun, namun jika dikelola secara intensif bisa berproduksi 20 kuintal per hektar
per tahun. Keunggulan kopi Mandailing dibandingkan kopi Robusta diantaranya
adalah : aroma yang lebih sedap (bold), rasa yang lebih enak, dan memiliki kadar
kafein yang lebih rendah (Dinas Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal, 2013).
Kopi Mandailing berbuah sepanjang tahun namun masa panen kopi
Mandailing di masing-masing kecamatan berbeda-beda. Di Kecamatan Ulu
Pungkut (Huta Godang), puncak panen kopi Mandailing dimulai pada bulan Juni
hingga September. Sedangkan di kecamatan Pakantan dan Muara Sipongi, kopi
Mandailing dipanen pada bulan April hingga bulan Juli (Napitupulu, 2006).
Karena kopi berbuah tidak serentak maka masa panen kopi tidak dapat
dilakukan sekali saja. Pemetikan dilakukan pada buah yang masak berwarna
merah, dipetik satu persatu dari tiap dongkolan. Ada tiga tahap pemetikan pada
tanaman kopi, yaitu :
1. Pemetikan pertama atau petik pendahuluan, yaitu pemetikan pada
buah-buah yang terserang bubuk buah-buah, biasanya dilakukan pada buah-buah kopi yang
2. Panen raya yakni pemetikan buah yang sebenarnya, yang disebut juga
petik merah. Pemetikan ini berlangsung selama empat sampai lima bulan yang
dilakukan selang 10-14 hari.
3. Pemetikan terakhir atau rajutan, yaitu pemetikan terakhir tanpa dipilih.
Pemetikan ini dilakukan bila sisa kopi di pohon masih berkisar 10 persen.
Setelah tahap pemetikan, biji kopi kemudian melalui tahap penggilingan
kemudian tahap penjemuran selamakira-kira 36 jam (Tjokrowinoto, 2002).
2. 2. Landasan Teori
Rangkuti (2008) mengemukakan strategi sebagai alat untuk mencapai
tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program
tindak lanjut, serta prioritas alokasi sumber daya. Strategi merupakan respon
secara terus-menerus maupun adiktif terhadap peluang dan ancaman eksternal
serta kekuatan dan kelemahan internal yang dapat mempengaruhi organisasi.
Menurut Umar (2008), strategi merupakan tindakan yang bersifat senantiasa
meningkat dan terus-menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang
apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa mendatang.
Tujuan utama strategi dalam setiap kegiatan adalah mencapai
keberhasilan. Dalam mencapai tujuan yaitu keberhasilan, ada beberapa elemen
strategi yang harus dipenuhi. Pertama, tujuan yang diformulasikan secara
sederhana, konsisten dan berjangka panjang. Kedua, pengertian mendalam
terhadap lingkungan persaingan. Ketiga, penilaian objektif terhadap sumberdaya
Analisis SWOT dapat digunakan secara deskriptif dan secara kuantitatif.
Penggunaan analisis SWOT secara deskriptif yaitu hanya menjelaskan bagaimana
pengembangan suatu organisasi tanpa menjelaskan strategi faktor-faktor internal
dan eksternalnya. Sedangkan penggunaan analisis SWOT secara kuantitatif yaitu
menjelaskan dengan terperinci faktor-faktor internal dan eksternalnya dengan
menggunakan bobot dan bagaimana strategi pengembangan tersebut bermamfaat
bagi suatu usaha atau organisasi. Analisis SWOT ditujukan untuk
mengidentifikasi berbagai faktor internal dan faktor eksternal untuk merumuskan
strategi (Pearce dkk, 2009).
2. 3. Penelitian Terdahulu
Penelitian Pascaria Dewi Lorent Purba (2013) mengenai Strategi
Pengembangan Ekspor Kopi Arabika Sumatera Utara menyatakan ada enam
faktor-faktor internal yang mempengaruhi pengembangan ekspor Kopi Arabika
Sumatera Utara yaitu : 1) Kondisi fisik dan mutu Kopi Arabika Sumatera Utara,
2) Jumlah modal yang dimiliki eksportir, 3) Potensi eksportir dalam menjangkau
negara impor, 4) Waktu pengiriman Kopi Arabika Sumatera Utara, 5) Promosi
Kopi Arabika Sumatera Utara yang dilakukan eksportir. Faktor-faktor eksternal
yang mempengaruhi pengembangan ekspor Kopi Arabika Sumatera Utara yaitu :
1) Permintaan Kopi Sumatera Utara, 2) Adanya pesaing dari negara produsen
Kopi Arabika lain, 3) Peranan pemerintah dalam mendukung kegiatan ekspor,
4)Adanya konsumen tetap yang mengkonsumsi Kopi Arabika Sumatera Utara, 5)
Adanya surat izin untuk melakukan kegiatan ekspor, 6) Penetapan tariff ekspor
dan 7) Harga jual Kopi Arabika Sumatera Utara. Dari penelitian yang dilakukan
artinya pengaruh kekuatan lebih besar dibandingkan pengaruh kelemahan pada
pengembangan ekspor kopi Arabika Sumatera Utara. Selisih faktor eksternal
(peluang-ancaman) sebesar 0,09 artinya pengaruh peluang lebih besar
dibandingkan pengaruh ancaman pada pengembangan ekspor kopi Arabika
Sumatera Utara. Adapun 14 strategi pengembangan ekspor kopi Arabika
Sumatera Utara yaitu : 1) Mempertahankan konsumen tetap dengan memperoleh
fisik dan mutu yang baik, 2) Memanfaatkan surat izin yang ada dan free trade
untuk memudahkan eksportir menjangkau negara importir, 3) Memanfaatkan
waktu pengiriman dengan tepat waktu untuk mempertahankan konsumen tetap, 4)
Meningkakan kerjasama dan hubungan baik dengan konsumen tetap, 5)
Meningkatkan promosi dengan memanfaatkan konsumen tetap, izin dari
pemerintah dan free trade, 6) Meningkatkan modal dengan mengoptimalkan
permintaan dari konsumen tetap dan adanya free trade, 7) Mencari alternatif akses
permodalan untuk perkembangan usaha, 8) Memanfaatkan potensi eksportir
untuk meningkatkan permintaan di luar negeri, 9) Meningkatkan kuantitas kopi
Arabika dengan mutu yang baik untuk meningkatkan permintaan dan harga jual,
10) Menjalin kerjasama dengan negara pesaing untuk meningkatkan permintaan
dengan mengandalkan kondisi fisik dan mutu kopi yang baik, 11) Melakukan
riset pasar untuk memantau perkembangan produk, harga dan tingkat persaingan,
12) Meningkatkan peranan pemerintah dalam mendukung pelaksanaan promosi
dan akses bantuan permodalan, 13) Melaksanakan kegiatan promosi secara
efisisen dan efektif di negara pesaing guna meningkatkan permintaan dan 14)
Meningkatkan permodalan untuk merencanakan pelaksanaan konferensi dengan
Amossius Rompolemba (2010) dalam Analisis Strategi Pengembangan
Agribisnis Komoditas Sayuran di Kabupaten Poso memperoleh faktor-faktor
internal yang mempengaruhi agribisnis komoditas sayuran di Kabupaten Poso
yaitu : 1) Motivasi petani, 2) Kelembagaan tani, 3) Lahan potensial, 4) Adopsi
teknologi, 5) Visi dan misi organisasi, 6) Struktur organisasi, 7) Anggaran rutin,
8) Kompetensi aparatur, 9) Pengetahuan petani, 10) Modal petani, 11) Sarana dan
prasarana, 12) Manajemen usaha tani, 13) Manajemen lembaga tani dan 14)
Jangkauan kebijakan. Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi agribisnis
komoditas sayuran di Kabupaten Poso yaitu : 1) Kebijakan pemerintah daerah, 2)
Peluang pasar, 3) Peningkatan jumlah penduduk, 4) Peningkatan konsumsi
perkapita, 5) Kondisi politik dan keamanan, 6) Iklim spesifik, 7) Letak geografis,
8) Harga input produksi, 9) Perkembangan teknologi, 10) Fluktuasi harga, 11)
Sistem pemasaran, 12) Isu keamanan pangan, 13) Tekanan harga pesaing, 14)
Kekuatan tawar-menawar pemasok dan 15) Kekuatan tawar-menawar pembeli.
Dari hasil penelitian diperoleh selisih kekuatan - kelemahan sebesar 2,52 dan
selisih peluang - ancaman sebesar 2,39. Alternatif strategi yang diperoleh yaitu :
1) Penguatan kapasitas kelembagaan tani untuk membangun sistim kemitraan
dengan pemasok dan pembeli, 2) Meningkatkan layanan informasi pasar yang
dapat diakses oleh pelaku agribisnis, 3) Meningkatkan kapasitas produksi untuk
memenuhi peningkatan permintaan pasar, 4) Mengintensifkan pendampingan
terhadap kelompok tani sebagai sarana inovasi teknologi agribisnis, 5) Melakukan
perluasan pasar untuk mendorong penyerapan hasil produksi, 6) Meningkatkan
pelatihan dan pengembangan Sumber Daya Manusia aparatur dan petani yang
pembiayaan, 8) Meningkatkan sarana dan prasarana penunjang di lokasi sentra
produksi, 9) Membangun kerjasama yang terarah dan terpadu lintas asuransi dan
10) Rekrutmen aparatur teknis yang berkualifikasi agribisnis.
2. 4. Kerangka Pemikiran
Kopi Mandailing sebagai salah satu kopi spesialti unggulan dari Indonesia
masih memiliki produksi rendah yaitu 1,42 ton/ha dibandingkan dengan kopi
spesialti lainnya seperti kopi Sidikalang 9,44 ton/ha pada tahun 2007. Padahal
dari segi harga, di luar negeri kopi Mandailing tidak kalah saing dengan kopi
Sidikalang dan kopi spesialti lainnya dari Indonesia. Harga jual Kopi Mandailing
di luar negeri mencapai $ 6-7 per kilogram, tidak jauh berbeda dengan harga jual
kopi Sidikalang. Apabila ditinjau dari segi sumber daya alam dan keadaan
wilayah Kabupaten Mandailing sangat memungkinkan bagi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman kopi (BPS, 2012; Anonimus1, 2012; Anonimus3, 2012).
Meskipun kopi Mandailing popular di mancanegara dan dijual dengan
harga tinggi namun nyatanya harga biji kopi di tingkat petani masih rendah yaitu
Rp 20.000,-/kilogram. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi pengembangan kopi
Mandailing dan strategi apa yang dapat mengembangkan produksi dan
produktivitas kopi Mandailing.
Perkembangan kopi Mandailing tidak terlepas dari faktor-faktor keragaan
sumber daya, yakni sumber daya alam dan lingkungan, sumber daya manusia,
sumber daya sosial dan kelembagaan serta sumber daya buatan. Setelah dilakukan
pengumpulan data keragaan sumber daya di Kabupaten Mandailing Natal maka
kopi Mandailing. Faktor strategis internal adalah kekuatan dan kelemahan yang
dimiliki oleh daerah. Faktor strategis eksternal adalah peluang dan ancaman yang
mungkin dihadapi oleh daerah penelitian. Faktor eksternal dan faktor internal
tersebut kemudian dianalisis dengan analisis SWOT.
Analisis SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, threats) merupakan
salah satu alat analisis strategi pengembangan. Analisis SWOT mengidentifikasi
berbagai faktor untuk merumuskan strategi. Analisis ini didasarkan pada logika
yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities),
namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan
ancaman (threats). Kemudian dapat ditentukan strategi apa yang dapat
mengembangkan produktivitas kopi Mandailing.
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Strategi Pengembangan Kopi Mandailing
Keterangan : : Ada Hubungan
Pengembangan Kopi Mandailing
Strategi Pengembangan Kopi Mandailing Faktor Internal
1. Kondisi fisik dan mutu kopi
2. Produksi kopi
3. Pengalaman petani dalam usaha tani kopi
Mandailing
4. Penguasaan petani terhadap teknik budidaya 5. Luas Lahan
6. Jumlah input
Faktor Eksternal
1. Permintaan kopi Mandailing 2. Harga input rata-rata
3. Harga jual kopi Mandailing di tingkat petani
4. Lembaga pendukung permodalan
5. Bantuan pemerintah 6. Tenaga Pendamping 7. Sarana Pendukung dan
infrastruktur
8. Tenaga kerja yang digunakan 9. Posisi tawar
10. Akses pasar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA
PEMIKIRAN
2. 1. Tinjauan Pustaka
Istilah kopi spesial atau kopi spesialti pertama kali dikemukakan oleh Ema
Knutsen pada tahun 1974 dalam Tea and Coffee Trade Journal. Istilah tersebut
digunakan untuk menyebut biji dengan rasa terbaik yang dihasilkan di daerah
beriklim mikro istimewa. Kopi spesial adalah sebutan yang umum dipakai untuk
menyebut kopi "gourmet" atau "premium". Menurut Specialty Coffee Association
of America (SCAA), kopi bernilai 80 atau lebih pada skala 100 poin dianggap
"spesial". Kopi spesial tumbuh di iklim istimewa dan ideal, serta berbeda karena
rasanya yang lengkap dan memiliki sedikit kecacatan atau bahkan tidak ada sama
sekali. Rasa yang unik ini adalah hasil dari karakteristik dan komposisi tanah
tempat kopi-kopi tersebut ditanam (Anonimus3, 2013).
Kopi spesialti asal Indonesia semakin popular mulai akhir tahun 1980-an
terutama di kalangan masyarakat Amerika Serikat dan Eropa Barat. Mandailing
Natal merupakan salah satu dari daerah pengembangan kopi pertama di Indonesia
di luar pulau Jawa. Tanaman kopi masuk ke Mandailing Natal pada pertengahan
tahun 1800-an. Sejak saat itu budidaya kopi di Mandailing Natal mengalami
pasang surut (Herman, 2003).
Kopi Mandailing merupakan kopi Arabika Spesialti yang hanya terdapat
di Kabupaten Mandailing Natal. Kopi Mandailing tumbuh pada ketinggian 600 –
1700 meter dpl, tergantung topografi wilayah. Di Kecamatan Pakantan, kopi dapat
tumbuh pada ketinggian 1000 meter dpl. Meskipun ketinggian daerah sangat
mempengaruhi pertumbuhan kopi namun alasan mengapa kopi Mandailing
memiliki kualitas tinggi adalah tanah volkanik yang subur mulai dari ketinggian
1000 meter dpl (Napitupulu, 2006).
Kopi Mandailing membutuhkan curah hujan sebesar 2000-3000 mm/tahun
dengan suhu rata-rata 18 – 28° Celcius dan tingkat keasaman (pH) tanah 5,5 –
6,5. Rata-rata produksi kopi Mandailing 4,5 - 5,0 kuintal (ku) per hektar per
tahun, namun jika dikelola secara intensif bisa berproduksi 20 kuintal per hektar
per tahun. Keunggulan kopi Mandailing dibandingkan kopi Robusta diantaranya
adalah : aroma yang lebih sedap (bold), rasa yang lebih enak, dan memiliki kadar
kafein yang lebih rendah (Dinas Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal, 2013).
Kopi Mandailing berbuah sepanjang tahun namun masa panen kopi
Mandailing di masing-masing kecamatan berbeda-beda. Di Kecamatan Ulu
Pungkut (Huta Godang), puncak panen kopi Mandailing dimulai pada bulan Juni
hingga September. Sedangkan di kecamatan Pakantan dan Muara Sipongi, kopi
Mandailing dipanen pada bulan April hingga bulan Juli (Napitupulu, 2006).
Karena kopi berbuah tidak serentak maka masa panen kopi tidak dapat
dilakukan sekali saja. Pemetikan dilakukan pada buah yang masak berwarna
merah, dipetik satu persatu dari tiap dongkolan. Ada tiga tahap pemetikan pada
tanaman kopi, yaitu :
1. Pemetikan pertama atau petik pendahuluan, yaitu pemetikan pada
buah-buah yang terserang bubuk buah-buah, biasanya dilakukan pada buah-buah kopi yang
2. Panen raya yakni pemetikan buah yang sebenarnya, yang disebut juga
petik merah. Pemetikan ini berlangsung selama empat sampai lima bulan yang
dilakukan selang 10-14 hari.
3. Pemetikan terakhir atau rajutan, yaitu pemetikan terakhir tanpa dipilih.
Pemetikan ini dilakukan bila sisa kopi di pohon masih berkisar 10 persen.
Setelah tahap pemetikan, biji kopi kemudian melalui tahap penggilingan
kemudian tahap penjemuran selamakira-kira 36 jam (Tjokrowinoto, 2002).
2. 2. Landasan Teori
Rangkuti (2008) mengemukakan strategi sebagai alat untuk mencapai
tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program
tindak lanjut, serta prioritas alokasi sumber daya. Strategi merupakan respon
secara terus-menerus maupun adiktif terhadap peluang dan ancaman eksternal
serta kekuatan dan kelemahan internal yang dapat mempengaruhi organisasi.
Menurut Umar (2008), strategi merupakan tindakan yang bersifat senantiasa
meningkat dan terus-menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang
apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa mendatang.
Tujuan utama strategi dalam setiap kegiatan adalah mencapai
keberhasilan. Dalam mencapai tujuan yaitu keberhasilan, ada beberapa elemen
strategi yang harus dipenuhi. Pertama, tujuan yang diformulasikan secara
sederhana, konsisten dan berjangka panjang. Kedua, pengertian mendalam
terhadap lingkungan persaingan. Ketiga, penilaian objektif terhadap sumberdaya
Analisis SWOT dapat digunakan secara deskriptif dan secara kuantitatif.
Penggunaan analisis SWOT secara deskriptif yaitu hanya menjelaskan bagaimana
pengembangan suatu organisasi tanpa menjelaskan strategi faktor-faktor internal
dan eksternalnya. Sedangkan penggunaan analisis SWOT secara kuantitatif yaitu
menjelaskan dengan terperinci faktor-faktor internal dan eksternalnya dengan
menggunakan bobot dan bagaimana strategi pengembangan tersebut bermamfaat
bagi suatu usaha atau organisasi. Analisis SWOT ditujukan untuk
mengidentifikasi berbagai faktor internal dan faktor eksternal untuk merumuskan
strategi (Pearce dkk, 2009).
2. 3. Penelitian Terdahulu
Penelitian Pascaria Dewi Lorent Purba (2013) mengenai Strategi
Pengembangan Ekspor Kopi Arabika Sumatera Utara menyatakan ada enam
faktor-faktor internal yang mempengaruhi pengembangan ekspor Kopi Arabika
Sumatera Utara yaitu : 1) Kondisi fisik dan mutu Kopi Arabika Sumatera Utara,
2) Jumlah modal yang dimiliki eksportir, 3) Potensi eksportir dalam menjangkau
negara impor, 4) Waktu pengiriman Kopi Arabika Sumatera Utara, 5) Promosi
Kopi Arabika Sumatera Utara yang dilakukan eksportir. Faktor-faktor eksternal
yang mempengaruhi pengembangan ekspor Kopi Arabika Sumatera Utara yaitu :
1) Permintaan Kopi Sumatera Utara, 2) Adanya pesaing dari negara produsen
Kopi Arabika lain, 3) Peranan pemerintah dalam mendukung kegiatan ekspor,
4)Adanya konsumen tetap yang mengkonsumsi Kopi Arabika Sumatera Utara, 5)
Adanya surat izin untuk melakukan kegiatan ekspor, 6) Penetapan tariff ekspor
dan 7) Harga jual Kopi Arabika Sumatera Utara. Dari penelitian yang dilakukan
artinya pengaruh kekuatan lebih besar dibandingkan pengaruh kelemahan pada
pengembangan ekspor kopi Arabika Sumatera Utara. Selisih faktor eksternal
(peluang-ancaman) sebesar 0,09 artinya pengaruh peluang lebih besar
dibandingkan pengaruh ancaman pada pengembangan ekspor kopi Arabika
Sumatera Utara. Adapun 14 strategi pengembangan ekspor kopi Arabika
Sumatera Utara yaitu : 1) Mempertahankan konsumen tetap dengan memperoleh
fisik dan mutu yang baik, 2) Memanfaatkan surat izin yang ada dan free trade
untuk memudahkan eksportir menjangkau negara importir, 3) Memanfaatkan
waktu pengiriman dengan tepat waktu untuk mempertahankan konsumen tetap, 4)
Meningkakan kerjasama dan hubungan baik dengan konsumen tetap, 5)
Meningkatkan promosi dengan memanfaatkan konsumen tetap, izin dari
pemerintah dan free trade, 6) Meningkatkan modal dengan mengoptimalkan
permintaan dari konsumen tetap dan adanya free trade, 7) Mencari alternatif akses
permodalan untuk perkembangan usaha, 8) Memanfaatkan potensi eksportir
untuk meningkatkan permintaan di luar negeri, 9) Meningkatkan kuantitas kopi
Arabika dengan mutu yang baik untuk meningkatkan permintaan dan harga jual,
10) Menjalin kerjasama dengan negara pesaing untuk meningkatkan permintaan
dengan mengandalkan kondisi fisik dan mutu kopi yang baik, 11) Melakukan
riset pasar untuk memantau perkembangan produk, harga dan tingkat persaingan,
12) Meningkatkan peranan pemerintah dalam mendukung pelaksanaan promosi
dan akses bantuan permodalan, 13) Melaksanakan kegiatan promosi secara
efisisen dan efektif di negara pesaing guna meningkatkan permintaan dan 14)
Meningkatkan permodalan untuk merencanakan pelaksanaan konferensi dengan
Amossius Rompolemba (2010) dalam Analisis Strategi Pengembangan
Agribisnis Komoditas Sayuran di Kabupaten Poso memperoleh faktor-faktor
internal yang mempengaruhi agribisnis komoditas sayuran di Kabupaten Poso
yaitu : 1) Motivasi petani, 2) Kelembagaan tani, 3) Lahan potensial, 4) Adopsi
teknologi, 5) Visi dan misi organisasi, 6) Struktur organisasi, 7) Anggaran rutin,
8) Kompetensi aparatur, 9) Pengetahuan petani, 10) Modal petani, 11) Sarana dan
prasarana, 12) Manajemen usaha tani, 13) Manajemen lembaga tani dan 14)
Jangkauan kebijakan. Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi agribisnis
komoditas sayuran di Kabupaten Poso yaitu : 1) Kebijakan pemerintah daerah, 2)
Peluang pasar, 3) Peningkatan jumlah penduduk, 4) Peningkatan konsumsi
perkapita, 5) Kondisi politik dan keamanan, 6) Iklim spesifik, 7) Letak geografis,
8) Harga input produksi, 9) Perkembangan teknologi, 10) Fluktuasi harga, 11)
Sistem pemasaran, 12) Isu keamanan pangan, 13) Tekanan harga pesaing, 14)
Kekuatan tawar-menawar pemasok dan 15) Kekuatan tawar-menawar pembeli.
Dari hasil penelitian diperoleh selisih kekuatan - kelemahan sebesar 2,52 dan
selisih peluang - ancaman sebesar 2,39. Alternatif strategi yang diperoleh yaitu :
1) Penguatan kapasitas kelembagaan tani untuk membangun sistim kemitraan
dengan pemasok dan pembeli, 2) Meningkatkan layanan informasi pasar yang
dapat diakses oleh pelaku agribisnis, 3) Meningkatkan kapasitas produksi untuk
memenuhi peningkatan permintaan pasar, 4) Mengintensifkan pendampingan
terhadap kelompok tani sebagai sarana inovasi teknologi agribisnis, 5) Melakukan
perluasan pasar untuk mendorong penyerapan hasil produksi, 6) Meningkatkan
pelatihan dan pengembangan Sumber Daya Manusia aparatur dan petani yang
pembiayaan, 8) Meningkatkan sarana dan prasarana penunjang di lokasi sentra
produksi, 9) Membangun kerjasama yang terarah dan terpadu lintas asuransi dan
10) Rekrutmen aparatur teknis yang berkualifikasi agribisnis.
2. 4. Kerangka Pemikiran
Kopi Mandailing sebagai salah satu kopi spesialti unggulan dari Indonesia
masih memiliki produksi rendah yaitu 1,42 ton/ha dibandingkan dengan kopi
spesialti lainnya seperti kopi Sidikalang 9,44 ton/ha pada tahun 2007. Padahal
dari segi harga, di luar negeri kopi Mandailing tidak kalah saing dengan kopi
Sidikalang dan kopi spesialti lainnya dari Indonesia. Harga jual Kopi Mandailing
di luar negeri mencapai $ 6-7 per kilogram, tidak jauh berbeda dengan harga jual
kopi Sidikalang. Apabila ditinjau dari segi sumber daya alam dan keadaan
wilayah Kabupaten Mandailing sangat memungkinkan bagi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman kopi (BPS, 2012; Anonimus1, 2012; Anonimus3, 2012).
Meskipun kopi Mandailing popular di mancanegara dan dijual dengan
harga tinggi namun nyatanya harga biji kopi di tingkat petani masih rendah yaitu
Rp 20.000,-/kilogram. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi pengembangan kopi
Mandailing dan strategi apa yang dapat mengembangkan produksi dan
produktivitas kopi Mandailing.
Perkembangan kopi Mandailing tidak terlepas dari faktor-faktor keragaan
sumber daya, yakni sumber daya alam dan lingkungan, sumber daya manusia,
sumber daya sosial dan kelembagaan serta sumber daya buatan. Setelah dilakukan
pengumpulan data keragaan sumber daya di Kabupaten Mandailing Natal maka
kopi Mandailing. Faktor strategis internal adalah kekuatan dan kelemahan yang
dimiliki oleh daerah. Faktor strategis eksternal adalah peluang dan ancaman yang
mungkin dihadapi oleh daerah penelitian. Faktor eksternal dan faktor internal
tersebut kemudian dianalisis dengan analisis SWOT.
Analisis SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, threats) merupakan
salah satu alat analisis strategi pengembangan. Analisis SWOT mengidentifikasi
berbagai faktor untuk merumuskan strategi. Analisis ini didasarkan pada logika
yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities),
namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan
ancaman (threats). Kemudian dapat ditentukan strategi apa yang dapat
mengembangkan produktivitas kopi Mandailing.
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Strategi Pengembangan Kopi Mandailing
Keterangan : : Ada Hubungan
Pengembangan Kopi Mandailing
Strategi Pengembangan Kopi Mandailing Faktor Internal
1. Kondisi fisik dan mutu kopi
2. Produksi kopi
3. Pengalaman petani dalam usaha tani kopi
Mandailing
4. Penguasaan petani terhadap teknik budidaya 5. Luas Lahan
6. Jumlah input
Faktor Eksternal
1. Permintaan kopi Mandailing 2. Harga input rata-rata
3. Harga jual kopi Mandailing di tingkat petani
4. Lembaga pendukung permodalan
5. Bantuan pemerintah 6. Tenaga Pendamping 7. Sarana Pendukung dan
infrastruktur
8. Tenaga kerja yang digunakan 9. Posisi tawar
10. Akses pasar
BAB III
METODE PENELITIAN
3. 1. Metode Penentuan Daerah Penelitian.
Penentuan daerah penelitian adalah secara sengaja (purposive) di Desa
Simpang Banyak, Kecamatan Ulu Pungkut, Kabupaten Mandailing Natal. Hal ini
berdasarkan pertimbangan kopi Mandailing berasal dari Kabupaten Mandailing
Natal dan Kecamatan Ulu Pungkut adalah sentra penghasil kopi terbesar kedua di
[image:36.595.129.499.369.717.2]Kabupaten Mandailing Natal, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Luas areal kopi Mandailing di Kabupaten Mandailing Natal tahun 2012
No Kecamatan Luas Areal (Ha) Total
(Ha) TBM TM TTM
1 Siabu 0.00 8.89 1.11 10.00
2 Bukit Malintang 0.00 4.83 0.17 5.00
3 Naga Juang 0.00 0.00 0.00 0.00
4 Panyabungan Utara 0.00 0.00 1.30 1.30 5 Panyabungan Kota 1.64 10.94 1.05 13.63 6 Panyabungan Timur 75.00 131.75 3.25 210.00 7 Panyabungan Barat 0.00 5.16 0.18 5.33
8 Huta Bargot 0.00 1.93 0.07 2.00
9 Panyabungan Selatan 3.53 29.61 3.46 36.60 10 Lembah Sorik Marapi 12.58 43.15 1.27 57.00 11 Puncak Sorik Marapi 185.33 330.13 8.19 523.65
12 Tambangan 0.71 68.21 2.34 71.27
13 Kotanopan 18.75 94.76 12.14 125.66
14 Ulu Pungkut 89.71 179.32 10.31 279.34
15 Muarasipongi 11.53 59.13 2.94 73.60
16 Pakantan 89.33 149.29 3.71 242.33
17 Batang Natal 12.15 31.04 1.36 44.55
18 Lingga Bayu 5.92 29.79 4.73 40.44
19 Ranto Baek 0.00 0.00 0.00 0.00
20 Batahan 0.00 0.00 0.00 0.00
21 Sinunukan 0.00 0.00 0.00 0.00
22 Natal 0.00 0.00 0.00 0.00
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa hampir semua kecamatan di
Kabupaten Mandailing Natal mengusahakan kopi Mandailing. Meskipun
Kecamatan Puncak Sorik Marapi memiliki lahan kopi Mandailing terluas (523,65
ha) di Kabupaten Mandailing Natal tetapi Petani di Kecamatan Ulu Pungkut
tepatnya di Desa Simpang Banyak Julu fokus bertanam Kopi Mandailing, Desa
Simpang Banyak Julu merupakan sentra penghasil kopi Mandailing di Kecamatan
Ulu Pungkut dan adanya rencana agroforestri Pemerintah Kabupaten Mandailing
Natal tahun 2013 terkait tanaman kopi Arabika di Kecamatan Ulu Pungkut
menjadi pertimbangan dalam penentuan daerah penelitian.
3. 2. Metode Penentuan dan Penarikan Sampel
Sampel merupakan petani yang membudidayakan kopi Mandailing
sebagai tanaman utama dalam usaha tani miliknya yang berada di Desa Simpang
Banyak, Kecamatan Ulu Pungkut, Kabupaten Mandailing Natal beserta Penyuluh
Pertanian Lapang (PPL) setempat, Kepala Desa Simpang Banyak dan Dinas
Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Mandailing Natal.
Dari hasil pra survey diketahui jumlah petani kopi Mandailing di daerah
penelitian berjumlah 42 orang. Untuk menentukan jumlah petani yang akan
dijadikan sampel maka metode penentuan besar sampel menggunakan Rumus
Slovin (dalam Supranto, 2000) dimana jumlah populasi telah diketahui dengan
pasti, sehingga :
dimana :
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
Dengan menggunakan rumus di atas, maka diperoleh ukuran sampel (n)
sebesar 38,009 (dibulatkan 38). Namun setelah penelitian dilakukan, jumlah
petani yang memiliki tanaman kopi Mandailing yang pada saat penelitian
dilakukan sedang produktif dan dirawat dan bersedia menjadi responden
sebanyak 20 orang, sedangkan lahan milik petani lainnya tidak terawat. Jadi
sampel yang mewakili penelitian ini sebanyak 20 orang.
3. 3. Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
data sekunder. Data primer yaitu data keadaan usaha tani dan latar belakang petani
diperoleh dari hasil pengamatan, sensus, serta wawancara langsung dengan
responden, yaitu petani yang membudidayakan kopi Mandailing dan Penyuluh
Pertanian Lapang (PPL) setempat, dengan menggunakan daftar
pertanyaan/kuisioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Data sekunder
seperti topografi wilayah dan data kependudukan (demografi) diperoleh dari
Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal, Badan Penyuluh
Pertanian Kabupaten Mandailing Natal, Badan Pusat Statistik dan dari berbagai
sumber referensi seperti buku dan internet.
3. 4. Metode Analisis Data
Untuk menganalisis masalah (1) dan (2), digunakan analisis deskriptif
dengan menggunakan matriks SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat).
Analisis SWOT didasarkan pada asumsi bahwa strategi yang efektif adalah
memaksimalkan kekuatan dan peluang, meminimalkan kelemahan dan ancaman.
dan Threat) dan empat sel alternatif strategi (Strategi SO, Strategi WO, Strategi
ST dan Strategi WT).
Perumusan strategi pengembangan kopi Mandailing dilakukan melalui tiga
tahap, yaitu tahap pengumpulan data, tahap analisis dan tahap pengambilan
keputusan. Pada tahap pengumpulan data dikumpulkan informasi dasar yang
diperlukan untuk merumuskan strategi dengan menggunakan matriks IFE
(Internal Factor Evaluation) dan EFE (External Factor Evaluation). Informasi
dasar ini diperoleh dari data primer dan data sekunder. Tahap analisis merupakan
tahap perumusan strategi yang dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT.
Kemudian dilanjutkan dengan tahap pengambilan keputusan.
Adapun tahapan pembuatan matriks SWOT adalah sebagai berikut :
1. Menentukan tujuan penelitian, yaitu untuk mengetahui seberapa besar
perkembangan usaha tani kopi Mandailing.
2. Mendaftar faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan usaha tani kopi
Mandailing. Sehingga dapat diidentifikasi variabel-variabel yang akan
menentukan perkembangan kopi Mandailing tersebut. Faktor-faktor ini diperoleh
dari pengamatan langsung di lapangan (pra survey) dan dari penelitian
sebelumnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan usaha tani kopi
Mandailing antara lain :
a. Kondisi fisik dan mutu kopi Mandailing
b. Kekhasan kopi Mandailing
c. Produksi kopi Mandailing
d. Pengalaman petani dalam mengusahakan kopi Mandailing
f. Biaya produksi (Harga input rata-rata yang diterima petani)
g. Harga jual kopi Mandailing
h. Permintaan kopi Mandailing
i. Luas lahan
j. Akses Pasar
k. Posisi tawar
l. Sarana pendukung dan infrastruktur
m. Penguasaan Petani terhadap teknik budidaya kopi Mandailing
n. Tenaga kerja yang digunakan
o. Adanya lembaga pendukung permodalan yang menyediakan bantuan seperti
kredit simpan pinjam, pupuk, pestisida, mesin serta peralatan.
p. Adanya bantuan atau dukungan pemerintah.
q. Adanya tenaga pendamping (Penyuluh Pertanian)
r. Promosi kopi Mandailing
s. Adanya saingan kopi spesialti daerah lain
t. Tingkat pendidikan petani
Faktor-faktor strategis yang mempengaruhi perkembangan usaha tani kopi
Mandailing yaitu :
a. Kondisi fisik dan mutu kopi Mandailing
b. Produksi kopi Mandailing
c. Pengalaman Petani dalam mengusahakan kopi Mandailing
d. Penguasaan Petani terhadap teknik budidaya kopi
e. Luas lahan
g. Permintaan kopi Mandailing
h. Biaya produksi (Harga input rata-rata)
i. Harga jual kopi Mandailing
j. Adanya lembaga pendukung permodalan yang menyediakan bantuan seperti
kredit simpan pinjam, pupuk, pestisida, mesin serta peralatan
k. Adanya bantuan atau dukungan pemerintah
l. Adanya tenaga pendamping (Penyuluh Pertanian)
m. Sarana pendukung dan infrastruktur
n. Tenaga kerja yang digunakan
o. Posisi tawar
p. Akses pasar
3. Setelah diperoleh faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kopi
Mandailing kemudian faktor-faktor tersebut dikelompokkan menjadi faktor
eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal adalah faktor yang tidak dapat
dikendalikan oleh petani atau pengusaha kopi Mandailing. Sedangkan faktor
internal adalah faktor yang dapat dikendalikan oleh petani atau pengusaha kopi
Mandailing.
4. Apabila faktor-faktor eksternal dan internal selesai dikelompokkan maka dapat
disusun kuisioner untuk menentukan skor (rating) setiap faktor. Dari besarnya
skor (rating) dapat diketahui apakah faktor tersebut merupakan faktor internal
(kekuatan dan kelemahan) atau faktor eksternal (peluang dan ancaman).
a. Skor masing-masing faktor dapat dihitung dengan memberikan skala mulai
dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor tersebut
faktor peluang (opportunity) bersifat positif, skor +4 dengan kategori semakin
besar sampai dengan skor +1 dengan kategori semakin kecil, serta sebaliknya
untuk nilai skor ancaman (threat). Untuk faktor kekuatan (strength) diberi skor +1
dengan kategori sangat kecil sampai dengan +4 dengan kategori sangat besar, dan
sebaliknya untuk nilai skor kelemahan (weakness).
b. Untuk menentukan apakah faktor tersebut merupakan faktor eksternal atau
faktor internal dilakukan dengan cara menghitung rata-rata skor tiap faktor. Pada
faktor internal, skala 1 dan 2 menunjukkan kelemahan, skala 3 dan 4
menunjukkan kekuatan. Pada faktor eksternal, skala 1 dan 2 menunjukkan
ancaman, sedangkan skala 3 dan 4 menunjukkan peluang.
5. Setelah skor setiap faktor selesai dihitung, kemudian dilakukan pembobotan
dalam setiap faktor. Pembobotan dapat dilakukan dengan menggunakan teknik
komparasi berpasangan (pairwise comparison), yaitu membandingkan antara
faktor yang satu dengan faktor yang lainnya dalam satu tingkat hierarki secara
[image:42.595.101.517.527.743.2]berpasangan sehingga diperoleh nilai kepentingan dari masing-masing faktor.
Tabel 2. Skala Teknik Komparasi Berpasangan (Pairwise Comparison)
Tingkat
Kepentingan Defenisi Keterangan
1 Kedua elemen sama penting
Dua elemen yang mempunyai pengaruh yang sama terhadap tujuan.
3
Satu elemen sedikit lebih penting daripada elemen lainnya
Pengalaman dan penilaian sangat memihak satu elemen dibandingkan dengan elemen lainnya.
2
Nilai-nilai diantara dan pertimbangan yang berdekatan
Nilai yang diberikan bila ada dua komponen diantara dua pilihan.
Respirokal
Jika aktivitas I memiliki salah satu angka diatas dibandingkan aktivitas j, maka j memiliki kebalikannya ketika dibandingkan dengan aktivitas i.
6. Setelah memperoleh nilai kepentingan masing-masing faktor dari setiap
responden, kemudian dibuat matriks penilaian tiap responden yang akan menjadi
bobot dari tiap faktor.
7. Apabila penilaian tiap faktor dari seluruh responden telah selesai diperoleh,
kemudian dicari rata-rata perbandingan dari seluruh responden yang disebut
dengan rata-rata geometris. Nilai rata-rata geometris dapat dicari dengan
menggunakan rumus :
G = n x1 x2 x3 …… xn
dimana :
x1 = Nilai sel i untuk responden 1
x2 = Nilai sel i untuk responden 2
x3 = Nilai sel i untuk responden 3
xn = Nilai sel i untuk responden n
8. Setelah mendapatkan nilai rata-rata geometris, kemudian nilai rata-rata
tersebut dinormalisasi untuk mendapatkan nilai dari masing-masing faktor
strategis. Nilai inilah yang menjadi bobot faktor-faktor strategis perkembangan
kopi Mandailing.
9. Jika bobot tiap faktor strategis telah selesai diperoleh, kemudian dicari skor
terbobot dengan cara mengalikan skor dari tiap faktor dengan bobot yang
diperoleh dalam tiap faktor. Hasil perhitungan skor terbobot ini digunakan untuk
mengetahui bagaimana perkembangan kopi Mandailing terhadap faktor-faktor
10. Setelah itu dilanjutkan dengan menyusun faktor-faktor strategis menggunakan
matriks SWOT, sehingga akan menghasilkan empat set kemungkinan alternatif
strategis, yaitu strategi SO, strategi ST, strategi WO dan strategi WT. Hasil
analisis pada tabel matriks faktor strategi internal dan faktor strategi eksternal
dipetakan pada matriks posisi dengan cara sebagai berikut :
a. Sumbu horizontal (x) menunjukkan kekuatan dan kelemahan, sedangkan
sumbu (y) menunjukkan peluang dan ancaman.
b. Posisi perusahaan ditentukan dengan hasil sebagai berikut ;
- Kalau peluang lebih besar daripada ancaman nilai y > 0 dan
sebaliknya kalau ancaman lebih besar daripada peluang maka
nilainya y <0.
- Kalau kekuatan lebih besar daripada kelemahan maka nilai x > 0
dan sebaliknya kalau kelemahan lebih besar daripada kekuatan
maka nilainya x<0.
Y (+)
Kuadran III Kuadran I
Strategi Turn-around Strategi agresif
X (-) X(+)
Kuadran IV Kuadran II
Strategi Defensif Strategi Diversifikasi
[image:44.595.115.542.457.684.2]Y (-)
Gambar 4. Matriks Posisi SWOT
Sumber : David, 2006
EKSTERNAL FAKTOR
I N T E R N A L
Kuadran I;
- Merupakan posisi yang menguntungkan
- Perusahaan mempunyai peluang dan kekuatan sehingga ia dapat
memanfaatkan peluang secara maksimal
- Seyogyanya menerapkan strategi yang mendukung kebijakan
pertumbuhan yang agresif.
Kuadran II :
- Meskipun menghadapi berbagai macam ancaman, perusahaan
mempunyai keunggulan sumberdaya.
- Perusahaan-perusahaan dalam posisi seperti ini menggunakan
kekuatannya untuk memanfaatkan peluang jangka panjang.
- Dilakukan dengan penggunaan diversifikasi produk atau pasar.
Kuadran III :
- Perusahaan menghadapi peluang besar tetapi sumberdayanya lemah,
karena itu dapat memanfaatkan peluang tersebut secara optimal, fokus
strategi perusahaan pada posisi seperti inilah meminimalkan
kendala-kendala internal perusahaan.
Kuadran IV :
- Merupakan kondisi yang serba tidak menguntungkan
- Perusahaan menghadapi berbagai ancaman eksternal sementara
sumberdaya yang dimiliki mempunyai banyak kelemahan.
3. 5. Defenisi dan Batasan Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman dan kekeliruan dalam penafsiran
penelitian ini, maka perlu dibuat defenisi dan batasan operasional sebagai berikut :
3. 5. 1. Defenisi
1. Kopi Mandailing adalah kopi Arabika spesialti yang tumbuh di Kabupaten
Mandailing Natal.
2. Usahatani kopi Mandailing adalah kegiatan mengusahakan (mengelola)
komoditi kopi Arabika Spesialti Mandailing.
3. Strategi pengembangan kopi Mandailing adalah cara-cara yang efisien dan
sistematis untuk mengembangkan komoditi kopi Mandailing di masa yang akan
datang.
4. Kekuatan adalah faktor internal yang mendukung usahatani kopi Mandailing.
5. Kelemahan adalah masalah atau kekurangan yang perlu diminimalkan dalam
usahatani kopi Mandailing yang berasal dari dalam atau internal.
6. Ancaman adalah masalah-masalah yang perlu dihindari dalam usahatani kopi
Mandailing yang berasal dari luar atau eksternal.
7. Peluang adalah kesempatan-kesempatan yang mendukung usahatani kopi
Mandailing.
8. Kondisi fisik dan mutu kopi Mandailing adalah keadaan fisik dan mutu
biji Kopi Mandailing yang dijual Petani kepada Pedagang Pengumpul.
9. Produksi kopi Mandailing adalah produksi biji kopi Mandailing dalam satuan
kilogram per hektar per tahun.
10.Pengalaman Petani dalam mengusahakan kopi Mandailing adalah pengalaman
11.Penguasaan Petani terhadap teknik budidaya kopi adalah ukuran penguasaan
petani menerapkan teknik budidaya kopi Mandailing dalam usaha taninya yang
dilihat dari empat poin penilaian, yaitu penggunaan bibit unggul, pemupukan,
pemberantasan hama dan penyakit tanaman dan pemetikan.
12.Luas lahan adalah luas usaha tani kopi Mandailing yang dimiliki petani dalam
satuan hektar.
13.Jumlah input adalah ukuran penggunaan input usahatani yang digunakan
(bibit, pupuk, pestisida) dilihat dari kesesuaian rekomendasi dosis dan ketepatan
waktu.
14.Permintaan kopi Mandailing adalah permintaan biji kopi kopi Mandailing
dalam satuan kilogram per hektar per tahun.
15.Harga input rata-rata adalah harga input usahatani (bibit, pupuk dan pestisida
atau obat-obatan) yang diterima petani.
16.Harga jual kopi Mandailing adalah harga jual biji kopi Mandailing di tingkat
Petani.
17.Lembaga pendukung permodalan adalah lembaga yang menyediakan bantuan
pendukung permodalan seperti kredit simpan pinjam, pupuk, pestisida ataupun
mesin-mesin pertanian.
18.Bantuan pemerintah adalah bantuan yang diberikan Pemerintah setempat
kepada Petani kopi Mandailing atau yang terkait dengan usahatani kopi
Mandailing.
19.Tenaga pendamping adalah Penyuluh Pertanian yang bertugas mendampingi
20.Sarana pendukung dan infrastruktur adalah fasilitas – fasilitas pendukung
usahatani kopi Mandailing di daerah penelitian.
21.Tenaga kerja yang digunakan, yaitu kecukupan tenaga kerja yang digunakan
dilihat dari segi jumlah tenaga kerja dan jenis tenaga kerja apakah merupakan
tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) ataukah tenaga kerja luar keluarga (TKLK).
22.Posisi tawar adalah siapa yang menentukan harga dalam jual-beli kopi
Mandailing di daerah penelitian.
23.Akses pasar adalah jarak antara usahatani kopi Mandailing dengan pasar
Kabupaten.
3.5.2 Batasan Operasional
1. Daerah penelitian adalah Desa Simpang Banyak Julu, Kecamatan Ulu
Pungkut, Kabupaten Mandailing Natal.
2. Responden adalah Petani yang fokus membudidayakan Kopi Mandailing,
Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) setempat, Kepala Desa Simpang Banyak
dan Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Mandailing Natal.
BAB IV
DESKRIPSI WILAYAH DAN KARAKTERISTIK SAMPEL
4.1 Deskripsi Wilayah
Kecamatan Ulu Pungkut merupakan pemekaran dari Kecamatan
Kotanopan sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Mandailing Natal
Nomor : 7 Tahun 2002. Kecamatan Ulu Pungkut mempunyai luas 29.519,06 Ha
yang meliputi 12 Desa dan 1 Kelurahan yaitu Desa Hutarimbaru, Desa Tolang,
Desa Patahajang, Desa Muara Saladi, Desa Simpang Duhu Lombang, Desa
Simpang Duhu Dolok, Desa Simpang Pining, Desa Alahankae, Kelurahan
Hutagodang, Desa Habincaran, Desa Hutapadang, Desa Simpang Banyak Jae dan
Desa Simpang Banyak Julu.
Secara geografis Kecamatan Ulu Pungkut mempunyai batas-batas wilayah
yaitu: sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Kotanopan, sebelah selatan
berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat, sebelah barat berbatasan dengan
Kecamatan Kotanopan, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Muara
Sipongi.
Kondisi jalan di 13 Desa Kecamatan Ulu Pungkut umumnya sudah di
aspal kecuali Desa Simpang Pining dan Desa Simpang Duhu Dolok. Namun
demikian akses jalan menuju Kecamatan Ulu Pungkut sering mengalami
gangguan. Penyebab tingginya kerusakan jalan adalah adanya beberapa ruas jalan
tertentu yang rawan genangan air di musim penghujan dan bencana longsor yang
Kecamatan Ulu Pungkut pada tahun 2012 memiliki jumlah penduduk
sebanyak 5.056 jiwa yaitu laki-laki 2.520 orang dan perempuan 2.536 orang,
yang tergabung dalam 1.165 KK. Sebagian besar penduduk memiliki mata
pencaharian sebagai petani. Tanaman pertanian yang paling dominan diusahakan
oleh masyarakat mencakup tanaman padi, palawija, hortikultura dan tanaman
perkebunan seperti karet, kopi, coklat, kulit manis, kemiri dan durian. Luas
tanaman perkebunan pada tahun 2013 mencapai 601,6 Ha yang tersebar di
[image:50.595.109.492.351.492.2]seluruh desa.
Tabel 3. Luas Lahan Tanaman Perkebunan Menurut Komoditi di Kecamatan Ulu Pungkut Tahun 2013
NO Tanaman Perkebunan Luas Lahan (Ha)
1 Karet 242,4
2 Kopi 139,9
3 Coklat 72,9
4 Kulit Manis 75,6
5 Kemiri 40,2
6 Durian 30,6
Jumlah 6 01, 6
Sumber : Dinas Perkebunan Kecamatan Ulu Pungkut, 2013
Tabel 3 menunjukkan bahwa kopi merupakan salah komoditi unggulan di
Kecamatan Ulu Pungkut dengan luas lahan 139,9 Ha.
Dari tigabelas desa/kelurahan yang ada, hampir semua desa/kelurahan
memproduksi kopi, kecuali Desa Tolang.
Desa Simpang Banyak Julu adalah salah satu desa di Kecamatan Ulu
Pungkut yang hampir seluruh penduduknya mengusahakan tanaman kopi Arabika.
Desa Simpang Banyak Julu terletak pada ketinggian 1.300 meter dari permukaan
laut yaitu di kaki pegunungan Bukit Barisan. Desa ini memiliki luas wilayah
[image:50.595.111.491.353.492.2]tara berbatasan dengan Kecamatan Muarasipongi, sebelah selatan berbatasan
dengan Desa Batahan, sebelah barat berbatasan dengan Desa Simpang Banyak Jae
dan sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat.
Kondisi iklim di Desa Simpang Banyak Julu adalah beriklim hujan tropis
dengan suhu udara berkisar antara 230C – 320C dan kelembaban udara antara
80-85%. Jumlah curah hujan rata-rata yaitu ± 2.728,5 mm/tahun. Topografi wilayah
merupakan dataran tinggi dan pegunungan serta tanah yang subur sehingga sangat
sesuai untuk budidaya kopi Arabika.
Jumlah penduduk Desa Simpang Banyak Julu pada tahun 2012 sebanyak
236 jiwa yang tergabung dalam 52 KK (Kepala Keluarga). Hampir semua
penduduk bekerja sebagai petani atau buruh tani. Hal ini disebabkan masyarakat
sudah turun-temurun menjadi petani dan minimnya tingkat pendidikan
menyebabkan masyarakat tidak memiliki keahlian lain.
4.2 Kegiatan Pengusahaan Kopi
Kopi Arabika merupakan komoditi unggulan Desa Simpang Banyak Julu.
Kegiatan budidaya yang dilakukan petani kopi meliputi pembibitan, penanaman,
hingga panen. Kebanyakan petani tidak melakukan pemupukan dan tidak
menggunakan pestisida. Hal ini disebabkan karena tingginya harga pupuk dan
obat-obatan pemberantas hama.
Varietas kopi Arabika yang ditanam oleh petani kopi di Desa Simpang
Banyak Julu adalah kopi Ateng. Disebut kopi Ateng karena kopinya pendek dan
cepat berbuah (Ateng adalah nama pelawak yang berbadan pendek). Varietas ini
hasil kopi dapat membayar utang (Sigarar Utang merupakan bahasa daerah
setempat yang artinya membayar utang).
Kopi Mandailing mulai berbunga pada umur 1,5 tahun dan dapat dipanen
mulai umur 2,5 tahun. Selang waktu mulai dari kopi berbunga sampai bisa
dipanen sekitar 7-8 bulan. Pada umumnya kopi Mandailing berbuah setiap bulan
namun volumenya sedikit. Panen kopi biasanya dilakukan pada bulan
September-Desember dan Maret-Mei dimana puncak panen terjadi sekitar pertengahan
bulan November dan pertengahan bulan April. Petani menjual kopi kepada
pedagang pengumpul dalam bentuk beras kopi atau biji kopi yang sudah dijemur.
Kegiatan pemasaran kopi Mandailing terjadi setiap hari karena di Desa
Simpang Banyak Julu tidak ada pekan raya. Petani menjual biji kopi yang sudah
dijemur (beras kopi) kepada Pedagang Pengumpul yang ada di desa, kemudian
Pedagang Pengumpul yang di desa menjual kopi kepada Pedagang Besar. Hampir
semua Pedagang Pengumpul di Desa Simpang Banyak Julu menjual kopi kepada
Pedagang Besar yang sama yang berdomisili di Siborong-borong, Kabupaten
Tapanuli Utara. Pedagang Besar ini datang ke desa setiap bulan untuk membeli
biji kopi dari Pedagang Pengumpul kemudian menjualnya ke pihak eksportir
yang ada di Medan.
4.3 Karakteristik Petani dan Usahatani
Karakteristik sampel dalam penelitian dapat dijelaskan secara rinci dalam
Tabel 4. Karakteristik Petani dan Usahatani Sampel Umur Petani (tahun) Tingkat Pendidikan Pengalaman petani (tahun) Produksi Kopi (kg/ha/thn) Frekuensi Panen (dalam 1 bulan)
Umur tanaman kopi (thn) Luas Lahan (ha)
Penguasaan Petani terhadap teknik budidaya
1 32 SD (6 tahun) 6 975 2 6 1 Bibit unggul, pemetikan
2 35 SD (6 tahun) 3 900 3 2 1 Bibit unggul, pemetikan
3 35 SMP (9 tahun) 2 675 3 2 2 Bibit unggul, pemetikan, pemupukan (kompos)
4 45 SD (6 tahun) 17 600 2 8 2 Bibit unggul lokal, pemetikan
5 43 S-1 (16 tahun) 23 1733 2 6 3 Bibit unggul, pemetikan, pemupukan (urea)
6 41 SD (6 tahun) 15 640 2 9 2 Bibit unggul, pemetikan
7 45 SMA (12 tahun) 17 853 4 6 3 Bibit unggul, pemetikan, pemberantasan hama
8 50 SD (6 tahun) 23 1760 4 3 1 Bibit unggul, pemetikan
9 40 SMP (9 tahun) 6 2000 4 6 1 B