ABSTRAK
Otonomi daerah lahir memberikan ruang akan kebebasan ekonomi kepada daerah dalam menggali dan memanfaatkan potensi ekonomi dalam upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh hal itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi ekonomi dan mengidentifikasi sektor-sektor ekonomi potensial di berbagai daerah otonomi baru di Provinsi Lampung sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam melakukan perencanaan pembangunan ekonomi. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari Produk Domestik Regional Bruto berbagai Daerah Otonomi Baru dan Provinsi Lampung Tahun 2008-2013. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis LQ,
Shift Share, Model Rasio Pertumbuhan (MRP) serta Tipologi Sektoral. Hasil penelitian dari alat analisis LQ, shift share, MRP, dan Tipologi Sektoral menggambarkan bahwa di setiap deerah memiliki sektor ekonomi unggulan yang menjadi kegiatan spesialisasi ekonomi di masing-masing daerah, ini menunjukan karakteristik ekonomi yang berbeda antara berbagai daerah.
by
DICKI RIEFALDI
ABSTRACT
Regional autonomy has given an economic authority to local governance in exploring and exploiting the economic potency as efforts to improve the welfare of the society. Therefore, this study aims to analyze the economic potency and identify potential sector of economy in new autonomous region in the province of Lampung for considerate option in doing economic development plan. This study uses secondary data from Gross Regional Domestic Product of new autonomous regions and the province of Lampung in 2008-2013. Analyzing tools which are used in this research are LQ, Shift Share, Growth Ratio Model and Sectoral Typology. The results from those analyzing tools show that in each regency has own potential economic sector which become economic specialization in each area, it shows the different economic characteristics between the various regions.
Penulis mengawali pendidikan formal di SD Negeri 3 Sukajadi dan lulus pada tahun
2003. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 51 Palembang dan
selesai pada tahun 2006, lalu melanjutkan kejenjang selanjutnya di SMA Negeri 21
Palembang hingga tahun 2009.
Pada tahun 2010 penulis diterima di Universitas Lampung, Fakultas Ekonomi Dan
Bisnis, Jurusan Ekonomi Pembangunan dengan Jalur SPMB. Penulis melaksanakan
Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada tahun 2014 di Kecamatan Palas, Kabupaten Lampung
Selatan.
Selama menempuh pendidikan, penulis telah mengikuti beberapa organisasi baik
internal maupun eksternal kampus, antara lain:
Brigadir Muda BEM FE Masa bakti 2010 -2011.
Ketua Panitia Khusus Pemira HIMEPA di Tahun 2011
Sekretaris Bidang III Kaderisasi dan Hubungan luar HIMEPA FEB 2011-2012
Sekretaris Komisi I Perundang-undangan dan pengawasan Internal DPM FEB
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bandar Lampung Komisariat
Ekonomi Unila masa bakti 2012–2013.
Sekarang penulis mendapatkan amanah menjabat sebagai Kepala Departemen
Pemberdayaan Umat Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bandar
Rekan-rekan seperjuangan Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Bandarlampung
“Jangan sekali-kali melupakan sejarah”
(Ir.Soekarno)
“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan
yang ada pada diri mereka sendiri”
(Q.S. Ar-Ra’d:11)
“Yakin Usaha Sampai”
Universitas Lampung.
Penulisan skripsi ini dapat diselesaikan karena adanya bimbingan, dukungan serta
saran dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini dengan ketulusan hati
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Satria Bangsawan, S.E, M.Si., Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Lampung.
2. Bapak Muhammad Husaini, S.E., M.Si., Ketua Jurusan Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
3. Ibu Asih Murwiati, S.E., M.EP., Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
4. Bapak Yourni Atmaja, S.E, M.Si. selaku Dosen Pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, arahan, dan masukan dalam menyelesaikan skripsi
ini.
5. Bapak M.A.Irsan Dalimunthe, S.E, M.Si selaku Dosen Penguji pada ujian
skripsi. Terima kasih untuk masukan dan saran-sarannya.
6. Bapak Muhiddin Sirat, S.E., M.EP.selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
8. Seluruh Staf Universitas Lampung khususnya Staf Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Lampung yang telah banyak membantu penulis.
9. Papa Hermasyah dan Mama Agustini yang telah memberikan Kasih Sayang,
Motivasi serta Doa dan kepada penulis semoga Skripsi ini menjadi awal atas
keberhasilan Hidup di masa yang akan datang.
10. Adik-adikku Chintia Dwi Tania, dan Sisca Pratiwi
11. Seluruh Keluarga Besar Hoesin Pokok Ratoe (Alm) dan M.Arief Madjid
(Alm.).
12. Saudara Sepupu Ciko, Dendy, Alan, Naira, Araz, Fira, Putri, Zara dan
semuanya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
13. Sahabat serta Rekan Perkuliahan, Chairman, Dede, Dimas, Fany, dan Darus
Dania, Sonia, Nova, Ajeng. Sukses untuk kita semua.
14. Keluarga besar Kanda dan Adinda HmI Cabang Bandarlampung Komisariat
Ekonomi Unila, Kanda Entol, Kanda Indra Jantana, Kanda Hadi, Kanda
Macro, Kanda Jalal, Kanda Fadhli, Bowo, Agung, Zulianri, Beni, Ali, Ari,
Febi, Denis, Faiz, Fera, Wahyu, Jevri, Roy, Yuda, Ario ,Anas, Satria, Viras,
Doy, Sufyan, Teja, Adinda Apriansyah, Adrian Gumelar, Gita,Vetty, Aulia,
Yusmitha, Yuni, dan Acil, serta yang lain yang tidak bisa disebut satu persatu
15. Kawan-kawan Ekonomi Pembangunan 2010, Febri, Adi, Danny C, Ardan,
Ridwan, Beni, Hasby, Bolang, Abi, Abah, Andika, Irvan, Agus, Fischa, Shinta,
Enny, Via, Citra, Devy, Tetiek, Wuri, Desta, Lathifa, Fida, Hana, Diah, dan
Semoga penelitian yang telah penulis lakukan ini dapat berguna dan bermanfaat
bagi semua pihak khususnya penulis. Penulis mengucapkan terimakasih banyak
atas segala bantuannya, semoga Allah SWT memberikan kebahagiaan atas semua
yang telah kalian berikan.
Bandar Lampung, Februari 2015 Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI... i
DAFTAR TABEL... ii
DAFTAR GAMBAR... iv
DAFTAR LAMPIRAN... v
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian... 1
B. Rumusan Masalah... 7
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Kerangka Pemikiran ... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Pembangunan Dan Pertumbuhan Ekonomi Wilayah... 10
B. Otonomi Daerah... 13
C. Strategi Pengembangan Potensi Ekonomi Daerah... 14
D. Sektor Potensial Dalam Pengembangan Wilayah ... 16
E. Teori Basis Kegiatan Ekonomi ... 17
F. Analisis Shift-Share... 21
G. Tipologi Ekonomi Regional ... 26
H. Model Rasio Pertumbuhan ... 28
III.METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Variabel ... 30
B. Jenis Dan Sumber Data... 32
C. Metode Pengumpulan Data... 32
D. Metode Analisis ... 33
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Perekonomian Provinsi Lampung... 42
B. Identifikasi Sektor-Sekstor Unggulan Kabupaten Pemekaran Provinsi Lampung ... 45
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 81
B. Saran ... 84
Tabel Halaman
1 Pemekaran Daerah Di Indonesia 1999-2012... 3
2. PDRB Atas Harga Konstan Kabupaten Induk dan Kabupaten Pemekaran di Provinsi Lampung ... 6
3 Tipologi Daerah ... 27
4. Ringkasan Analisis MRP ... 29
5 Klasifikasi Sektor PDRB Menurut Tipologi Klassen ... 41
6 Struktur Ekonomi Provinsi Lampung Menurut Lapangan Usaha... 42
7 Laju Pertumbuhan Sektor Ekonomi Provinsi Lampung ... 43
8 Kontribusi Sektor Ekonomi Provinsi Lampung... 44
9 Analisis LQ Sektor Ekonomi di Kabupaten Waykanan... 45
10 Rasio PDRB Kabupaten Way Kanan dan Provinsi Lampung ... 46
11 Analisis Shift Share Kabupaten Way Kanan 2008-2013 ... 47
12 Hasil Overlay Kabupaten Way Kanan Tahun 2008-2013... 49
13 Petumbuhan Ekonomi dan Kontribusi Sektor Ekonomi Provinsi Lampung Dan Kabupaten Way Kanan Periode 2008-2013... 50
14 Analisis LQ Sektor Ekonomi di Kabupaten Lampung Timur ... 52
15 Rasio PDRB Kabupaten Lampung Timur dan Provinsi Lampung ... 53
16 Analisis Shift Share Kabupaten Lampung Timur 2008-2013... 54
17 Hasil Overlay Kabupaten Lampung Timur Tahun 2008-2013 ... 56
18 Petumbuhan Ekonomi dan Kontribusi Sektor Ekonomi Provinsi Lampung Dan Kabupaten Lampung Timur Periode 2008-2013... 57
19 Analisis LQ Sektor Ekonomi di Kabupaten Tulang Bawang Barat... 59
20 Rasio PDRB Kabupaten Tulang Bawang Barat dan Provinsi Lampung ... 60
21 Analisis Shift Share Kabupaten Tulang Bawang Barat 2008-2013 ... 61
23 Petumbuhan Ekonomi dan Kontribusi Sektor Ekonomi Provinsi
Lampung Dan Kabupaten Tulang Bawang Barat Periode 2008-2013. 64
24 Analisis LQ Sektor Ekonomi di Kabupaten Pesawaran... 66
25 Rasio PDRB Kabupaten Pesawaran dan Provinsi Lampung ... 67
26 Analisis Shift Share Kabupaten Pesawaran 2008-2013 ... 68
27 Hasil Overlay Kabupaten Pesawaran Tahun 2008-2013 ... 69
28 Petumbuhan Ekonomi dan Kontribusi Sektor Ekonomi Provinsi Lampung Dan Kabupaten Pesawaran Periode 2008-2013... 70
29 Analisis LQ Sektor Ekonomi di Kabupaten Pringsewu ... 73
30 Rasio PDRB Kabupaten Pringsewu dan Provinsi Lampung... 74
31 Hasil Analisis Shift Share Kabupaten Pringsewu 2008-2013... 75
32 Hasil Overlay Kabupaten Pringsewu Tahun 2008-2013... 76
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Lampiran 1 PDRB Atas Harga Konstan Kabupaten Induk dan
Kabupaten Pemekaran Di Provinsi Lampung... L-1 2. Struktur Ekonomi Provinsi Lampung Menurut Lapangan Usaha
periode 2008-2013 ... L-1 3. Perhitungan Location Quotient Kabupaten Pringsewu 2008-2013 ... L-2 4. Rasio PDRB Kabupaten Pringsewu dan PDRB Provinsi Lampung
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 9 2. Klasifikasi Ekonomi Kabupaten Way Kanan periode 2008-2013 ... 51 3. Klasifikasi Ekonomi Kabupaten Lampung Timur periode
2008-2013 ... 58 4. Klasifikasi Ekonomi Kabupaten Tulang Bawang Barat periode
I.PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konsep pembangunan ekonomi mulai diperkenalkan secara global oleh Amerika
Serikat dan sekutunya dengan membentuk sebuah Lembaga Bretton Wood.
Lembaga ini dibentuk untuk memberikan pinjaman kepada negara-untuk
melakukan proses pembangunan.Pengenalan konsep ini dirasakan penting bagi
Amerika Serikat demi untuk mengembangkan negaranya, dengan memajukan
negara-negara yang berkembang agar dapat menopang kemajuan perekonomian
negaranya.
Presiden Soeharto dengan konsep Repelitanya, menjalankan proses pembangunan
secara bertahap di segala sektor, baik itu sektor pertanian, perkebunan, industri
dsb. Proses bertahap yang menyita banyak waktu akhirnya memberikan hasil
yang menggembirakan yakni adanya sebuah ketahanan pangan yang ditunjukan
dengan adanya swasembada pangan sehingga menjadikan negara Indonesia
sebagai Macan Asia di era 90an, yang akhirnya memberikan eksistensi Indonesia
di mata dunia.
Pembangunan secara bertahap tersebut mengharuskan adanya sebuah konsukensi
membutuhkan dana yang besar yang telah di ambil dari APBN setiap tahunnya
serta pinjaman dana dari pihak asing sebesar US$ 171,5 Milyar, namun
pendanaan yang besar untuk sebuah proses pembangunan tersebut harus berhenti
di pertengahan 1998 yang disebabkan adanya sebuah krisis.
Kegagalan pemerintah dalam melakukan stabilisasi harga harus dibayar oleh
pemerintah dengan bermuaranya krisis pada bidang kehidupan lain, yakni bidang
ekonomi, sosial dan politik. Kekecewaan masyarakat terhadap pemerintah dalam
mensejahterakan rakyatnya, menimbulkan gejolak di beberapa wilayah Indonesia
yang berencana untuk memisahkan diri dari NKRI.
Lahirnya Orde Refomasi merupakan salah bentuk manifestasi kegagalan
pemerintah dalam melakukan pemberian hakikat pembangunan ekonomi
seutuhnya. Pembangunan yang menekankan akan gaya sentralistik memberikan
rasa kecemburuan di daerah lain yang merasakan tidak adanya sebuah rasa
keadilan yang dilakukan oleh pemerintah pusat dalam melakukan proses
pembangunan.
Gaya sentralisasi yang memusatkan pembangunan pada sebuah wilayah
menyebabkan wilayah lain terabaikan proses pembangunannya, sehingga
berakibat adanya sebuah proses ketidakmerataan dan ketimpangan dalam
menikmati proses pembangunan ekonomi.
Ketidakmerataan dalam menerima hasil pembangunan terjadi karena potensi
ruang yang di miliki oleh daerah tidak dapat dinikmati untuk kesejahteraan
Berdasarkan alasan tersebut, beberapa daerah mulai tertarik untuk mengajukan
pembentukan daerah otonom baru bagi wilayahnya. Studi yang dilakukan oleh
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional bekerja sama denganUnited Nation
Development Programme(2008) menemukan bahwa terjadi peningkatan daerah otonom yang cukup signifikan sejak tahun 1999.
Pemerintah Provinsi telah bertambah dari 26 menjadi 34 provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota meningkat dari 303 menjadi 517 kabupaten/kota . rentang waktu
13 tahun, yang telah menghasilkan 222 daerah otonom baru.
Tabel 1 Pemekaran Daerah di Indonesia Periode 1999–2012 Tahun Bulan Jumlah Provinsi
Baru
Jumlah Kabupaten
Baru
Jumlah
Kota Baru Total
1999 Oktober - 26 1 27
2000 Juni Oktober Desember 2 1 2 -1 -2 1 3
2001 Juni - - 12 12
2002 April
Aktober 1
19 3 22
1 2003 Februari April Mei Desember -9 -17 12 23 3 -12 17 12 23
2004 Oktober 1 - - 1
2007 Januari Maret Agustus -14 1 6 2 -2 16 1 8 2008 Januari Juli -6 5 -6 5
2009 30 11 41
2012 Oktober Desember 1 -4 12 -5 12
Total 8 180 34 222
Besarnya keinginan daerah untuk membentuk daerah otonom baru pasca
dibentuknya Undang-Undang No.22/1999 disebabkan oleh keinginan daerah
untuk ikut serta dalam memajukan dan mengembangkan potensi wilayahnya
berdasarkan prakasa dan aspirasi sendiri.
Widjoyokusumo (2011) mengatakan bahwa secara teoritis, awal dari semangat
pemekaran ini adalah merupakan suatu upaya untuk mencapai pemerataan
pembangunan dan kesejahteraan rakyat serta demi mempercepat perwujudan
masyarakat Indonesia yang sejahtera.
Alasan diatas jugalah yang melatarbelakangi adanya sebuah semangat pemekaran
daerah di Provinsi Lampung, tercatat sebelum adanya otonomi daerah, Provinsi
Lampung memiliki 7 kabupaten/kota Kini sejak adanya era otonomi daerah telah
bertambah 7 daerah otonomi baru (DOB) dari 7 kabupaten /kota induk
Berikut 6 kabupaten induk yang mengalami pemekaran daerah yakni
a. Kabupaten Lampung Tengah yang menjadi induk adanya pemekaran daerah
otonomi baru Kabupaten Lampung Timur, dan Kota Metro di tahun 1999
b. Kabupaten Lampung Utara yang menjadi induk adanya pemekaran daerah
otonomi baru di Kabupaten Tulang Bawang tahun 1997, dan Way Kanan pada
tahun 1999
c. Kabupaten Tulang Bawang yang menjadi induk adanya pemekaran daerah
otonomi baru yakni Kabupaten Tulang Bawang Barat dan Kabupaten Mesuji di
tahun 2008.
d. Kabupaten Lampung Barat yang menjadi induk adanya pemekaran daerah
otonomi baru Kabupaten Pesawaran di Tahun 2007
Peraturan Pemerintah No 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan,
Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. Memberikan sebuah kajian yang tidak
hanya mengetahui potensi rill yang dimiliki kabupaten pemekaran tetapi juga
dapat dipergunakan untuk menganalisis dampak yang terjadi dari timbulnya
pemekaran daerah tidak hanya bagi daerah otonomi baru maupun bagi daerah
induknya.
Daerah Otonomi Baru (DOB) dituntut meningkatkan pendapatan daerah secara
mandiri oleh karena itu penggalian potensi ekonomi daerah dan penggunaan
potensi yang tepat harus dilakukan, karena tanpa memperhitungkan potensi yang
dimiliki oleh masing-masing daerahmaka pengembangan pembangunan dan
pendapatan daerah tidak akan mencapai hasilyang optimal atau sesuai dengan
yang diharapkan.
Potensi ekonomi daerah merupakan kemampuan ekonomi yang ada di daerah
yang mungkin dan layak dikembangkan sehingga akan terus berkembang menjadi
sumber kehidupan rakyat setempat bahkandapat menolong perekonomian daerah
Propinsi lampung dengan adanya 7 daerah otonomi baru dari hasil pemekaran
memiliki potensi ekonomi yang khas sesuai karakteristik daerahnya
masing-masing sehingga akan mempunyai PDRB yang berbeda-beda pula.
Tabel 2 PDRB Atas Harga Konstan Kabupaten Induk dan Kabupaten Pemekaran Di Provinsi Lampung
No Kabupaten induk/kabupaten pemekaran PDRB Tahun 2009(Juta) PDRB Tahun 2012(Juta) PDRB /kapita 2009(Juta) PDRB /kapita 2012(juta) Laju Pertumbuhan (%) 1 Lampung selatan
Tanggamus* Pesawaran* 4.114.980 2.218.815 1.572.794 4.906.298 2.667.036 1.887.427 4,563 4,198 3,592 5,261 4,860 4,320 6.30 6.49 6.42 2 Lampung tengah
Lampung timur* Metro* 5.883.047 4.119.786 531.202 7.006.637 4.811.393 634.245 5,068 4,302 3,720 5,873 4,970 4,250 6.37 5.30 5.90 3 Lampung utara
Tulang bawang* Way kanan* 3.194.205 2.129.602 1.340.230 3.781.781 2.548.776 1.570.458 5,470 5,363 3,339 6,359 6,205 3,783 6.03 6.93 5.67 4 Lampung barat
Pesisir barat**
1.427.754 1.682.894 3,443 3,934 6.65
5 Tulang Bawang Tulang Bawang Barat* Mesuji* 2,129,602 1.064.633 1,180,841 2.512.465 1,272,176 1,405,733. 5.477 4.290 6.365 5.857 4.972 7.245 5.50 6.10 6.12 6 Tanggamus Pringsewu* 2,224,935 1,262,944 2,667,036 1,546,087 4.186 3.735 4.735 4.350 6.41 6.88
Sumber Data : BPS Lampung 2013 *kabupaten pemekaran
* mengalami pemekaran pada tahun 2012
Perbandingan regional antara kabupaten induk dan kabupaten pemekaran tahun
2009-2012 yang menunjukan laju pertumbuhan ekonomi positif, namun dari sisi
aspek perkembangan PDRB kabupaten pemekaran mengalami kegagalan,
rendahnya nilai PDRB kabupaten pemekaran dibandingkan dengan kabupaten
induknya dengan kata lain pemaksimalan potensi ekonomi tidak berjalan dengan
optimal.
Peraturan Daerah No 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
mengetahui daerah kabupaten pemekaran yang direkomendasikan menjadi Pusat
Kegiatan Wilayah yakni (Kabupaten Pesawaran, Waykanan, Lampung
Timur,Tulang Bawang Barat, Pringsewu) untuk dianalisis potensi ekonominya
serta melakukan indentifikasi sektor-sektor ekonomi kabupaten pemekaran
sebagai pedoman dalam merumuskan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah otonomi baru
tersebut .
B. Rumusan Masalah
Dengan melihat latarbelakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka
masalah yang akan dikaji adalah :
1 Di tiap kabupaten pemekaran sektor mana yang mempunyai potensi sebagai
sektor basis dengan bantuan alat analisislocation quetion(LQ)
2. Di tiap kabupaten pemekaran sektor mana yang mempunyai keunggulan
kompetitif atau daya saing dan spesialisasi dengan bantuan alat analisisshiftshare
dan Model Rasio Pertumbuhan (MRP)?
2. Sektor mana yang dapat digunakan untuk memacu pengembangan
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi ekonomi dan mengidentifikasi
sektor-sektor ekonomi di masing-masing Kabupaten/Kota di wilayah
lampungdengan cara :
1. Mengetahui sektor-sektor basis/unggulan ditiap Kabupaten pemekaran (LQ)
2. Mengidentifikasi dan menganalisis kinerja sektor-sektor ekonomi di
masing-masing daerah terutama untuk mengetahui sektor-sektor yang mempunyai daya
saing kompetitif dan spesialisasishift sharedan Model Rasio Pertumbuhan (MRP)
3. Menganalisis tipologi sektoral di tiap daerah berdasarkan potensi yang
dimilikinya.()
D.Kerangka Pemikiran
Suatu daerah memiliki potensi ekonomi dapat terlihat dari besarnya PDRB yang
dihasilkan, pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita. Dari PDRB akan
dapat diketahui output yang dihasilkan tiap sektor serta digunakan untuk
menentukan sektorbasis dan sektor yang mempunyai keunggulan kompetitif dan
spesialisasi. Dari pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita dapat diketahui
Tipologi daerah.
Untuk menentukan sektor basis dalam perencanaan pengembangan pembangunan
daerah digunakan pengaruh variabel keunggulan kompetitif, spesialisasi dan
pertumbuhan ekonomi persektor terhadap sektor basis yang signifikan dan
mempertimbangkan sumberdaya yang dapat dikembangkan tidak hanya sektor
basis akan tetapi juga mempunyai keunggulan kompetitif dan spesialisasi
sehingga mampu bersaing dengan daerah lain sekitarnya. Variabel lain yang perlu
dipertimbangkan adalah tipologi daerah itu sendiri.
A. Teori Pembangunan Dan Pertumbuhan Ekonomi Wilayah
Secara tradisional pembangunan memiliki arti peningkatan yang terus menerus
padaGross Domestic Product(GNP) atau Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara. Untuk daerah, makna pembangunan yang tradisional difokuskan pada
peningkatan ProdukDomestik Regional Bruto (PDRB) suatu Propinsi, Kabupaten
atau Kota. Definisi pembangunan tradisional ini sering dikaitkan dengan sebuah
strategi mengubah struktursuatu negara menjadi negara industrialisasi. Kontribusi
sektor pertanian mulai digantikan dengan kontribusi industri.
Paradigma pembangunan modern memandang suatu pola yang berbeda dengan
pembangunan ekonomi tradisional. Beberapa ekonom modern mulai
mengedepankanDethronement of GNP(penurunan tahta pertumbuhan ekonomi), pengentasan garis kemiskinan, pengurangan distribusi pendapatan yang semakin
timpang, dan penurunan tingkat pengangguran (Mudrajat, 2003). Beberapa ahli
menganjurkan bahwa pembangunan daerah dari suatu daerah haruslah mencakup
tiga inti nilai (Todaro,2000;Mudrajat, 2000;)
Rahardjo Adisasmita (2005), menyatakan bahwa Pembangunan wilayah(regional)
merupakan fungsi dari sumber daya alam, tenaga kerja dan sumber daya manusia,
dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi disebabkan karena faktor kemajuan
teknologi dan perkembangan jumlah penduduk. Sumbangan pemikiran aliran Neo
Klasik tentang teori pertumbuhan ekonomi yaitu sebagai berikut :
1. Akumulasi modal merupakan faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi
2. Pertumbuhan ekonomi merupakan proses yang gradual
3. Pertumbuhan ekonomi merupakan proses yang harmonis dan kumulatif
4 Aliran Neo Klasik merasa optimis terhadap pertumbuhan (perkembangan).
Selanjutnya Todaro (1997) menyatakan bahwa, terdapat beberapa sumber
strategis dan dominan yang menentukan pertumbuhan ekonomi. Salah satu
klasifikasinya adalah faktor fisik dan manajemen. Secara spesifik disebutkan
terdapat tiga faktor atau komponen utama pertumbuhan ekonomi yaitu, akumulasi
modal, pertumbuhan penduduk dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan
jumlah angkatan kerja yang dianggap secara positif merangsang pertumbuhan
ekonomi. Semakin banyak angkatan kerja berarti semakin produktif, sedangkan
semakin banyak penduduk akan meningkatkan potensi pasar domestik. Namun ini
tergantung pada kemampuan sistem perekonomian untuk menyerap dan
mempekerjakan tambahan pekerja itu secara produktif. Faktor utama lainnya
Menurut Boediono (1985), pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikanoutput
perkapita dalam jangka panjang. Di sini, proses mendapat penekanan karena
mengandung unsur dinamis.
Perroux yang terkenal dengan teori kutub pertumbuhan menyatakan bahwa
pertumbuhan tidak muncul di berbagai daerah pada waktu yang bersamaan.
Pertumbuhan hanya terjadi di beberapa tempat yang merupakan pusat (kutub)
pertumbuhan dengan intensitas yang berbeda (Perroux, 1988 dalam Mudraja
2002).
Selanjutnya Kuznets (Todaro, 2000), yang telah berjasa dalam memelopori
analisis pola-pola pertumbuhan historis di negara-negara maju mengemukakan
bahwa, pada tahap-tahap pertumbuhan awal, distribusi pendapatan cenderung
memburuk, namun pada tahapan berikutnya hal itu akan membaik. Observasi
inilah yang kemudian terkenal secara luas sebagai konsep kurva U- terbalik dari
Kuznets.
Di sisi lain Hoover (1977), menerangkan bahwa teori pertumbuhan regional
berbasis ekspor merupakan beberapa aktivitas di suatu daerah adalahbasic, dengan kata lain pertumbuhannya menimbulkan serta menentukan pembangunan
menyeluruh daerah tersebut. Sedangkan aktivitas-aktivitas lain (non-basic)
merupakan konsekwensi dari pembangunan menyeluruhnya.
Demikian pula menurut Bendavid-Val (1991),menyatakan bahwa semua
pertumbuhan regional ditentukan oleh sektorbasic, sedangkan sektornon-basic
Menurut Bachrul (2004), dikatakatan bahwa kegiatan-kegiatan basis adalah
kegiatan yang mengekspor barang dan jasa di luar batas perekonomian
masyarakat yang bersangkutan, sedangkan kegiatan bukan basis adalah kegiatan
yang menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh orang yang bertempat
tinggal dalam batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Menurut model
inimultiplierbasis ekonomi dihitung menurut banyaknya tenaga kerja yang
dipekerjakan.
B. Otonomi Daerah
Van der Pot (dikutip oleh Riani, 2012) mengungkapkan bahwa otonomi daerah
adalah pemberian hak kepada daerah untuk mengatur sendiri daerahnya dalam
proses penyelenggaraan rumah tangga dan pemerintahan di daerah. Otonomi
daerah dimaknai sebagai kebebasan dan kemandirian yang merupakan hakikat
dari otonomi itu sendiri.
Sementara itu Marzuki (1999) berpendapat bahwa kebebasan dan kemandirian
daerah belumlah cukup sehingga harus diwujudkan dalam format otonomi yang
seluas-luasnya. Yang dimaksud dengan format otonomi seluas-luasnya adalah
penyerahan sebanyak-banyaknya wewenang yang menyangkut urusan daerah agar
Pada dasarnya, prinsip otonomi daerah harus mencerminkan tiga hal, yaitu (1)
harus serasi dengan pembinaan politik dan kesatuan bangsa, (2) dapat menjamin
hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan daerah atas dasar keutuhan
negara kesatuan, (3) harus dapat menjamin perkembangan dan pembangunan
daerah (Andi, 2007). Jadi dalam konteks otonomi daerah, hubungan antara
pemerintah pusat dan daerah harus sesuai dengan peraturan negara yang berlaku.
Artinya daerah otonom tetap berhak menjalankan wewenang dan mengurus
urusannya tanpa mengabaikan kepentingan negara atau merusak bingkai dasar
kesatuan negara. Untuk menghindari perbedaan penafsiran dalam memahami
otonomi daerah maka perlu ada perundang-undangan yang mengatur definisi serta
cakupan otonomi daerah secara jelas dan sah. Undang-undang yang ada tidak
hanya menjelaskan tentang makna dan arti otonomi saja melainkan mampu
memberi batasan kewenangan dan urusan daerah.
C. Strategi Pengembangan Potensi Ekonomi Daerah
Potensi ekonomi suatu daerah adalah kemampuan ekonomi yang ada di daerah
yang mungkin dan layak dikembangkan sehingga akan terus berkembang menjadi
sumber penghidupan rakyat setempat bahkan dapat menolong perekonomian
daerah secara keseluruhan untuk berkembang dengan sendirinya dan
berkesinambungan(Soeparmoko, 2002).Telah diketahui bersama bahwa tujuan
pembangunan ekonomi pada umumnya adalah peningkatan pendapatan riel
perkapita serta adanya unsur keadilan atau pemerataan dalam penghasilan dan
kesempatan berusaha. Dengan mengetahui tujuan dansasaran pembangunan, serta
mempersiapkan strategi pengembangan potensi yang ada didaerah, sebagai
berikut :
1. Mengidentifikasi sektor-sektor kegiatan mana yang mempunyai potensi untuk
dikembangkan dengan memperhatikan kekuatan dan kelemahan masing-masing
sektor
2. Mengidentifikasi sektor-sektor yang potensinya rendah untuk dikembangkan
serta mencari faktor-faktor penyebab rendahnya potensi sektor tersebut untuk
dikembangkan.
3. Mengidentifikasi sumber daya (faktor-faktor produksi) yang ada termasuk
sumber daya manusia yang siap digunakan untuk mendukung perkembangan
setiap sektor yang bersangkutan.
4. Dengan model pembobotan terhadap variabel-variabel kekuatan dan kelemahan
untuk setiap sektor dan sub-sektor, maka akan ditemukan sektor-sektor andalan
yang selanjutnya dianggap sebagai potensi ekonomi yang patut dikembangkan di
daerah yang bersangkutan.
5. Menentukan strategi yang akan ditempuh untuk pengembangan sektor-sektor
andalan yang diharapkan dapat menarik sektor-sektor lain untuk tumbuh sehingga
perekonomian akan dapat berkembang dengan sendirinya (self propelling) secara
D Sektor Potensial Dalam Pengembangan Wilayah
Persoalan pokok dalam pembangunan daerah sering terletak pada sumber daya
dan potensi yang dimiliki guna menciptakan peningkatan jumlah dan jenis
peluang kerja untuk masyarakat daerah. Untuk mewujudkan tujuan tersebut ada
kerjasama Pemerintahdan masyarakat untuk dapat mengidentifikasi
potensi-potensi yang tersedia dalam daerah dan diperlukan sebagai kekuatan untuk
pembangunan perekonomian wilayah. Pengembangan wilayah diartikan sebagai
semua upaya yang dilakukan untuk menciptakan pertumbuhan wilayah yang
ditandai dengan pemerataan pembangunan dalam semua sektor dan pada seluruh
bagian wilayah. Pertumbuhan ekonomi dapat terjadi secara serentak pada semua
tempat dan semua sektor perekonomian, tetapi hanya pada titik-titik tertentu dan
pada sektor-sektor tertentu pula. Disebutkan juga bahwa investasi diprioritaskan
pada sektor-sektor utama yang berpotensi dan dapat meningkatkan pendapatan
wilayah dalam jangka waktu relatif singkat (Glasson, 1990).
Dari definisi tersebut diatas dimaksudkan bahwa wilayah yang memiliki potensi
berkembang lebih besar akan berkembang lebih pesat, kemudian pengembangan
wilayah tersebut akan merangsang wilayah sekitarnya. Bagi sektor yang memiliki
potensi berkembang lebih besar cenderung dikembangkan lebih awal yang
kemudian diikuti oleh perkembangan sektor lain yang kurang potensial.Dalam
pengembangan wilayah, pengembangan tidak dapat dilakukan serentak pada
semua sektor perekonomian akan tetapi diprioritaskan pada pengembangan sektor
sektor perekonomian yang potensi berkembangnya cukup besar. Karena sektor ini
sektor-yang mampu tumbuh dengan pesat dan memiliki keterkaitan sektor-yang tinggi dengan
sektor lain sehingga membentukforward linkagedanbackward linkage.
Pertumbuhan yang cepat dari sektor potensial tersebut akan mendorong polarisasi
dari unit-unit ekonomi lainnya yang pada akhirnya secara tidak langsung sektor
perekonomian lainnya akan mengalami perkembangan. Jadi disimpulkan bahwa
pengembangan suatu sektor ekonomi potensial dapat menciptakan peluang bagi
berkembangnya sektor lain yang terkait, baik sebagai input bagi sektor potensial
maupun sebagai imbas dari meningkatnya kebutuhan tenaga kerja sektor potensial
yang mengalami peningkatan pendapatan. Hal inilah yang memungkinkan
pengembangan sektor potensial dilakukan sebagai langkah awal dalam
pengembangan perekonomian wilayah dan pengembangan wilayah secara
keseluruhan.
E. Teori Basis Kegiatan Ekonomi
Dalam perekonomian regional terdapat -kegiatan basis dan kegiatan kegiatan
bukan basis. Menurut Glasson (1990) kegiatan-kegiatan Basis (Basic activities)
adalah kegiatan mengekspor barang-barang dan jasa keluar batas perekonomian
masyarakatnya atau memasarkan barang dan jasa mereka kepada orang yang
datang dari luar perbatasan perekonomian masyarakat yang bersangkutan.
Sedangkan kegiatan bukan basis (Non basic activities) adalah kegiatan
batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Kegiatan-kegiatan ini tidak
mengekspor barang jadi, luas lingkup produksi dan daerah pasar yang terutama
bersifat lokal. Implisit di dalam pembagian kegiatan- kegiatan ini terdapat
hubungan sebab akibat yang membentuk teori basis ekonomi.
Bertambah banyaknya kegiatan basis dalam suatu daerah akan menambah arus
pendapatan ke dalam daerah yang bersangkutan, menambah permintaan barang
dan jasa sehingga akan menimbulkan kenaikan volume kegiatan. Sebaliknya
berkurangnya kegiatan basis akan mengurangi pendapatan suatu daerah dan
turunnya permintaan terhadap barang dan jasa dan akan menurunkan volume
kegiatan (Richardson, 1977).Kegiatan basis mempunyai peranan penggerak
pertama (Prime mover role) di mana setiap perubahan mempunyai efekmultiplier
terhadap perekonomian regional.
Pendekatan secara tidak langsung mengenai pemisahan antara kegiatan basis dan
kegiatan bukan basis dapat menggunakan salah satu ataupun gabungan dari tiga
metode yaitu :
1. Menggunakan Asumsi-Asumsi Atau Metode Arbetrer Sederhana
Mengasumsikan bahwa semua industri primer dan manufakturing adalah Basis,
dan semua industri Jasa adalah bukan basis, metode tidak memperhitungkan
adanya kenyataan bahwa dalam sesuatu kelompok industri bisa terdapat
industri-industri yang menghasilkan barang yang sebagian diekspor atau dijual kepada
(Prasetyo, 2001 : 41-53; Lincolyn, 1997: 290). Analisis LQ dimaksudkan untuk
mengidentifikasi dan merumuskan komposisi dan pergeseran sektor-sektor basis
suatu wilayah dengan menggunakan produk domestik regional bruto (PDRB)
sebagai indikator pertumbuhan wilayah.
Dengan dasar pemikiraneconomic basekemampuan suatu sektor dalam suatu
daerah dapat dihitung dari rasio berikut :
(2.1)
Keterangan:
Lij = Nilai tambah sektor i di daerah j (Kabupaten/Kota)
Lj = Total nilai tambah sektor di daerah j
Nip = Nilai tambah sektor i di daerah p (Provinsi/ Nasional) Np = Total nilai tambah sektor di p
P = Provinsi /Nasional
Lij/Lj = Prosentasi employment regional dalam sektor i Nip/Np = Prosentase employment nasional dalam sektor
Atau melalui formulasi berikut:
(2.2) LQ = ( Lij/LJ ) / (Nip/Np)
Di mana :
V1R = Jumlah PDRB suatu sektor kabupaten / kota VR = Jumlah PDRB seluruh sektor kabupaten/kota
V1 = Jumlah PDRB suatu sektor tingkat provinsi
V = Jumlah PDRB seluruh sektor tingkat provinsi
Berdasarkan hasil perhitungan LQ tersebut dapat dianalisis dan disimpulkan
sebagai berikut :
Jika LQ > 1, merupakan sektor basis, artinya tingkat spesialisasi Kabupaten /kota
lebih tinggi dari tingkat provinsi
Jika LQ = 1 , berarti tingkat spesialisasi kabupaten / kota sama dengan di tingkat
provinsi
Jika LQ <1, adalah merupakan sektor non basis, yaitu sektor yang tingkat
Spesialisasi kabupaten/kota lebih rendah dari tingkat provinsi.
Penggunaan LQ ini sangat sederhana dan banyak digunakan dalam analisis
sektor-sektor basis dalam suatu daerah. Namun teknik ini mempunyai suatu
kelemahan karena berasumsi bahwa permintaan di setiap daerah adalah identik
dengan pola permintaan nasional, bahwa produktivitas tiap tenaga kerja di setiap
daerah sektor regional adalah sama dengan produktivitas tiap tenaga kerja dalam
industri nasional,dan bahwa perekonomian nasional merupakan suatu
perekonomian tertutup. Sehingga perlu disadari bahwa: [a] Selera atau pola
konsumsi dan anggota masyarakat itu berbeda–beda baik antar daerah maupun
dalam suatu daerah. [b] Tingkat konsumsi rata-rata untuk suatu jenis barang untuk
menjelaskan struktur perekonomian suatu daerah dan dampak umum dari
perubahan-perubahanjangka pendek. Keterbatasan teori ini tidak terlalu ketat dan
dapat menjadi landasan yang sangat bermanfaat bagi peramalan jangka pendek .
F. AnalisisShift-Share
Pada dasarnya analisis ini membahas hubungan antara pertumbuhan wilayah dan
struktur ekonomi wilayah, untuk mengetahui perubahan struktur perekonomian
dan pertumbuhan ekonomi di daerah dibandingkan dengan perekonomian daerah
yang lebih tinggi digunakan analisisShift- Share.
Menurut Bendavid - Val (1983), Hoover (1984) (Lihat Prasetyo, 1993: 44) teknik
ini menggambarkanperformance(kinerja) sektor-sektor di suatu wilayah
dibandingkan kinerja sektor-sektor perekonomian nasional.
Dengan demikian dapat temukan adanyashift(pergeseran) hasil pembangunan perekonomian daerah, bila daerah itu memperoleh kemajuan lebih lambat atau
lebih cepat dari kemajuan nasional. Lincolyn Arsyad (1997: 290) dan Latif Adam
(1994), mengemukakan bahwa analisisshift-sharemerupakan teknik yang sangat berguna dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah dibandingkan
dengan perekonomian nasional. Teknik ini membandingkan laju pertumbuhan
sektor-sektor di suatu wilayah dengan laju pertumbuhan perekonomian nasional
perbandingan-perbandingan itu. Bila penyimpangan itu positif, hal itu disebut
keunggulan kompetitif dari suatu sektor dalam wilayah tersebut.
Teknikshift–shareini membagi pertumbuhan sebagi perubahan (D) suatu variabel
wilayah, seperti kesempatan kerja, nilai tambah, pendapatan atau output,
selamakurun waktu tertentu menjadi pengaruh-pengaruh pertumbuhan nasional
(N), bauranindustri M dan keunggulan kompetitif (C) (Bendavid-Val, 1991).
Pengaruh pertumbuhan nasional disebut pengaruh pangsa (share), pengaruh bauran industri disebut proporsional shift atau bauran komposisi, dan akhirnya
pengaruh keunggulan kompetitif dinamakan puladifferential shiftatau regional share. Itulah sebabnya disebut teknikshift–share.
Berikut terdapat beberapa rumusan analisashift shareantara lain teknik analisa
shift–shareKlasik dengan formulasi sebagai berikut :
Untuk industri atau sektor i di wilayah j :
Dij = Nij + Mij + Cij (2.1)
Bila analisis itu diterapkan kepada kesempatan kerja (employment), E, maka :
Dij = E*ij–Eij (2.2)
Nij = Eij.rn (2.3)
Mij = Eij ( rin–rn ) (2.4)
Cij = Eij (rij–rin ) (2.5)
Di mana :rin , rn dan rij mewakili laju pertumbuhan wilayah dan laju
pertumbuhan nasional yang masing-masing didefinisikan sebagai :
rij = (E*ij - Eij ) / Eij (2.6)
rin = ( E*in–Ein ) / Ein (2.7)
En = kesempatan kerja nasional, semuanya diukur pada suatu tahun dasar.
Untuk suatu wilayah, pertumbuhan nasional (3), bauran industri (4) dan
keunggulan kompetitif (5) dapat ditentukan bagi sesuatu sektor i atau dijumlah
untuksemua sektor sebagai keseluruhan wilayah. Persamaanshift-shareuntuk
sektor i di wilayah j adalah :
Dij = Eijrn + Eij (rin–rn ) + Eij (rij–rin) (2.9)
Dari persamaan di atas membebankan tiap sektor wilayah dengan laju
pertumbuhan yang setara dengan laju yang dicapai oleh perekonomian nasional
selama kurun waktu analisis.
Dalam penggunaan analisisshift-sharedi atas (model Klasik) harus mempertimbangkan keterbatasan teoritik yang ada. Menururt Prasetyo
Soepono(1993) mencatat empat keterbatasan teoritik dari analisisshift-shareini yaitu:
1 Persamaanshift-shareadalah suatu persamaan identitas sehingga tidak mempunyai implikasi- implikasi keperilakuan. Karena itu metode bukan untuk
menjelaskan dan tidak analitik tetapi hanya mencerminkan suatu sistem akunting.
2 Pertumbuhan industri pada suatu wilayah dibebani laju pertumbuhan yang
ekuivalen dengan laju pertumbuhan tingkat nasional. Gagasan ini sangat
3 Arti ekonomi dari dua komponenshifttidak dikembangkan dengan baik, sehingga tidak mudah dibedakan /dipisahkan.
4 Analisisshift-sharemengasumsikan bahwa semua barang yang dijual secara
nasional. Asumsi ini kurang realistis karena suatu barang yang bersifat lokal tidak
bersaing dengan barang sejenis yang dihasilkan wilayah lain sehingga barang
yang bersangkutan tidak memperoleh bagian dari permintaan agregat.
Selanjutnya Estaban Marquillas (E-M) tahun 1972 ( Prasetyo, 1993) berusaha
memodifikasi analisisshift-shareini sehingga terlihat pengaruh persaingan yang
meliputi pengaruh persaingan dan pengaruh alokasi yang pada nantinya dapat
menunjukkan keunggulan kompetitif dan sektor spesialisasi. Persamaan S-S yang
direvisi itu mengandung suatu unsur baru, yaituhomothetic employmentdi sektor
i diwilayah j, diberi notasi E’ij dan dirumuskan sebagai berikut :
(E’ij= Ej ( Ein / En ) (2.10)
E’ij di definisikan sebagaiemploymentatauoutputatau pendapatan atau nilai tambah yang dicapai sektor i diwilayah j bila struktur kesempatan kerja diwilayah
itu sama dengan struktur nasional. Dengan mengganti kesempatan kerja nyata,
Eij,denganhomothetic employment, E’ij, persamaan (5) diubah menjadi :
C’ij = E’ij ( rij- rin ) (2.11)
C’ij mengukur keunggulan atau ketidak-unggulan kompetitif di sektor i di
(perekonomian suatu wilayah. Selanjutnya pengaruh alokasi atauallocation effect
keunggulan kompetitif yang lebih baik. Maksudnya efek alokasi, Aij itu dapat
positif atau negatif. Efek alokasi positif mempunyai dua kemungkinan: pertama,
Eij -E’ij <0 dan rij- rin < 0 dan kedua, Eij -E’ij > 0 dan rij- rin > 0. sebaliknya
efek alokasi yang negatif mempunyai dua kemungkinan yang berkebalikan
dengan efek alokasi positif tersebut diatas.
Jadi modifikasi E-M terhadap analisisshift-shareadalah :
Dij= Eij (rn) + Eij (rij - rn ) + E’ij ( rij- rin ) + ( Eij -E’ij ) ( rij–rin (2.13)
Modifikasi selanjutnya terhadap analisis S-S adalah dikemukakan oleh Arcelus
(1984) adalah dengan memasukkan sebuah komponen yang merupakan dampak
pertumbuhan inheren suatu wilayah atas perubahan (kesempatan kerja) wilayah.
Modifikasi ini mengganti Cij dengan sebuah komponen yang disebabkan oleh
pertumbuhan wilayah dan sebuah komponen bauran industri regional sebagai
sisanya. Penekanan Arcelus terletak pada komponen kedua yang mencerminkan
adanyaaglomeration economies(penghematan biaya persatuan karena
kebersamaan lokasi satuan-satuan usaha).
Untuk menjelaskan regionalgrowth effectberikut ini dirumuskan sebagai berikut
Di mana :
E’ij=homothetic employmentsektor i di wilayah j Eij =employmentdisektor i di wilayah j
rj = laju pertumbuhan wilayah j rn = laju pertumbuhan nasional
Selanjutnya rumus berikut :
Rij =E’ij (rij- rj) - (rin - rn ) + ( Eij -E’ij ) [( rij- rj ) - (rin- rn)] (2.15)
Menggambarkan komponen bauran industri regional yang dimodifikasi oleh
Arcelus.
G. Tipologi Ekonomi Regional
Tipologi klassen merupakan sebuah alat analisis ekonomi regional yang dapat
digunakan untuk mengetahui klasifikasi sektor perekonomian kabupaten
pemekaran di Provinsi Lampung. Analisis tipologi klassen menghasilkan empat
klasifikasi sektor dengan karakteristik yang berbeda sebagai berikut
(Sjafrizal:2008) :
a. Kuadran I : Sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat (developed sector) adalah sektor yang mempunyai laju pertumbuhan sektor dalam PDRB kabupaten
pemekaran (si) di atas laju pertumbuhan sektor dalam PDRB Provinsi Lampung
(s) dan Nilai kontribusi sektor terhadap PDRB kabupaten pemekaran (ski) lebih
besar dari nilai kontribusi sektor dalam PDRB Provinsi Lampung (sk). Klasifikasi
tetapi memiliki Nilai kontribusi sektor terhadap PDRB kabupaten pemekaran (ski)
lebih besar dari nilai kontribusi sektor dalam PDRB Provinsi Lampung (sk).
Klasifikasi ini digambarkan dengan si<s dan ski > sk
c. Kuadran III : Sektor potensial atau masih dapat berkembang (developing sector) adalah sektor yang mempunyai laju pertumbuhan sektor dalam PDRB kabupaten
pemekaran (si) lebih besar daripada laju pertumbuhan sektor dalam PDRB
provinsi Lampung (s) namun memiliki nilai kontribusi sektor terhadap PDRB
kabupaten pemekaran (ski) lebih kecil dari nilai kontribusi sektor dalam PDRB
Provinsi Lampung (sk). Klasifikasi ini digambarkan dengan si>s dan ski < sk
d. Kuadran IV : Sektor relatif tertinggal (underdeveloped sector) adalah sektor
yang mempunyai laju pertumbuhan sektor dalam PDRB kabupaten pemekaran (si)
lebih rendah daripada laju pertumbuhan sektor dalam PDRB Provinsi Lampung
(s) sekaligus memiliki Nilai kontribusi sektor terhadap PDRB kabupaten
pemekaran (ski) lebih rendah pula dari nilai kontribusi sektor dalam PDRB
[image:45.595.113.513.631.704.2]Provinsi Lampung (sk). si<s dan ski > sk
Tabel 3 Tipologi Daerah Kontribusi sektor (sk)
Laju pertumbuhan(s)
( ski > sk ) ( ski < sk )
( si > s ) Kontribusi tinggi dan Pertumbuhan sektor tinggi
Kontribusi rendah dan pertumbuhan sektor tinggi ( si < s ) Kontribusi tinggi dan
pertumbuhan rendah
Keterangan :
s = Rata-rata pertumbuhan sektor ekonomi Provinsi Lampung sk = Rata -rata kontribusi sektor Provinsi Lampung
si = Pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota yang diamati (i) ski = Kontribusi sektor kabupaten/kota yang diamati (i)
H. Model Rasio Pertumbuhan ( MRP ).
Dalam perencanaan Wilayah dan Kota terutama untuk melihat deskripsi kegiatan
ekonomi yang potensial alat analisis yang sering digunakan antara lain: analisis
Location Quotientdigunakan untuk melihat seberapa besar kontribusi suatu kegiatan dalam wilayah studi dibandingkan dengan wilayah referensinya, dan
analisisShift–Shareadalah melihat pertumbuhan dari suatu kegiatan terutama
melihat perbedaan pertumbuhan, baik dalam skala yang lebih luas (wilayah
referensi) maupun skala yang kecil (wilayah studi).
Kedua alat tersebut sangat dibutuhkan untuk melihat deskripsi kegiatan ekonomi
wilayah yang potensial, meskipun dalam melakukan analisis dengan kedua alat
tersebut harus mempunyai pola yang sama terutama dalam melakukanoverlay.
Dalam analisis tersebut terdapat dua rasio pertumbuhan yaitu :
1. Pertumbuhan Wilayah Studi (RPS), dengan formulasi matematis yang
digunakan adalah = ÷ (2.1)
2. Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi (RPR), Formulasi yang digunakan
DEiR = Perubahan pendapatan kegiatan I di Propinsi Lampung EiR(t) = Perubahan pendapatan kegiatan I di Kabupaten pemekaran ER = PDRB wilayah referensi
Identifikasi kegiatan-kegiatan unggulan tersebut ditunjukkan melaluioverlay
antara Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi (RPr), Rasio Pertumbuhan Wilayah
Studi(RPs) danLocation Quotient(LQ). Koefisien dari ketiga komponen tersebut kemudian disamakan satuannya dengan diberikan notasi positif (+) yang berarti
koefisien komponen bernilai lebih dari satu dan Negatif (-) berarti kurang dari
satu. RPR bernotasi positif berarti pertumbuhan sektor i lebih tinggi dibanding
pertumbuhan total diwilayah referensi. RPs bernotasi positif berarti pertumbuhan
sektor i lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan sektor yang sama diwilayah
referensi. Sedangkan LQ bernotasi positif berarti kontribusi sektor i terhadap
PDRB di wilayah studi lebih tinggi dibanding kontribusi sektor yang sama
terhadap PDRB di wilayah referensi.
Tabel 4 Ringkasan Analisis MRP
Notasi Keterangan Analisis
RPr + Bermakna bahwa pertumbuhan sektor i lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan total di wilayah referensi
RPS + Bermakna bahwa pertumbuhan sektor i lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan sektor yang sama di wilayah referensi.
A. Definisi Operasional Variabel
1. Potensi Ekonomi
Merupakan kemampuan ekonomi yang dimiliki daerah yang mungkin atau layak
dikembangkan sehingga akan terus berkembang menjadi sumber penghidupan
rakyat setempat bahkan dapat menolong perekonomian daerah secara keseluruhan
untuk berkembang dengan sendirinya dan berkesinambungan (Soeparmoko,
2002).
2.Produk Domestik Regional Bruto( PDRB )
Merupakan indikator untuk mengetahui kondisi perekonomian suatu wilayah,
yang dapat dilihat berdasarkan harga berlaku atau atas dasar harga konstan. PDRB
dimaksudkan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha
yang ada dalam suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu biasanya satu tahun.
3.Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan yang dimaksudkan adalah pertumbuhan PDRB rata-rata sejak tahun
2008–2013 yang dihitung dengan menggunakan rumus :
a. Untuk pertumbuhan menurut lapangan usaha digunakan ( E*ij-Eij ) / Eij
j = Kabupaten pemekaran
* adalah tahun terakhir
4. Pendapatan Perkapita
Merupakan perkiraan pendapatan perorangan yang dihasilkan dari PDRB
pertahun dibagi dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun atau dengan
kata lain pendapatan perkapita merupakan hasil bagi pendapatan regional dengan
jumlah penduduk pertengahan tahun.
5. Sektor–Sektor Ekonomi
Terdapat sembilan sektor ekonomi di masing-masing Kabupaten/Kota Pemekaran
. Adapun sektor -sektor perekonomian dimaksud yakni :
a) Pertanian
b) Penggalian
c) Industri Pengolahan
d) Listrik dan Air Minum
e) Bangunan
f) Perdagangan, Hotel dan Restoran
g) Angkutan dan Komunikasi
h) Keuangan Perusahaan dan Jasa Perusahaan
6. Kegiatan Ekonomi
Dalam perekonomian regional terdapat kegiatan-kegiatan ekonomi yang
digolongkan kedalam 2 bagian yakni : Kegiatan basis /unggulan dan kegiatan
Nonbasis.
B. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang sering terpakai dalam penelitian adalah data kualitatif dan
kuantitatif di mana keduanya dapat digabungkan, dan jenis data yang terpakai
dalam penelitian ini adalah penggabungan kedua jenis data tersebut. Adapun
sumber data yang digunakan adalah memanfaatkan sumber data sekunder yang
dipublikasikan oleh berbagai instansi atau lembaga terkait antara lain :
1. Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung (Lampung Dalam Angka 2008–2013).
2. Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten pemekaran di Propinsi Lampung
(Kabupaten Dalam Angka).
3. Buku Statistik Tahunan Indonesia serta berbagai jurnal ilmiah lainnya
C Metode Pengumpulan Data :
Pengumpulan data diperoleh melalui telaah kepustakaan dan hasil publikasi.
Adapun data yang dibutuhkan adalah :
1. Data PDRB menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun 2000 per
tahun 2008–2013.
4. Data PDRB Lampung menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan tahun
2000 sejak tahun 2008–2013.
5. Laju pertumbuhan PDRB Lampung menurut lapangan usaha atas dasar harga
konstan tahun 2000 sejak tahun 2008–2013.
6. Pendapatan perkapita Lampung sejak tahun 2008–2013
D. Metode Analisis
1. MetodeLocation Quotient( LQ )
Identifikasi untuk menentukan sektor-sektor basis dilakukan dengan
menggunakan Rumus LQ dimana tehnik ini menyajikan perbandingan relatif
antara kemampuan suatu sektor di Kabupaten pemekaran dengan sektor yang
sama di daerah yang lebih luas yaitu Lampung.
Melalui data PDRB atas dasar harga konstan analisis yang digunakan
denganrumus sbb. :
Keterangan :
LQ adalahlocation quotient
Qij adalah output sektor I daerah j ( kabupaten pemekaran ) Qj adalah total output daerah j ( kabupaten pemekaran )
Qin adalah output sektor i di n ( Lampung )
Qn adalah total output di n ( Lampung )
Dari analisa ini diharapkan didapat sektor-sektor basis di masing kabupaten
pemekaran di Provinsi Lampung yang pertumbuhannya dapat dipacu guna
meningkatkan pertumbuhan PDRB kabupaten pemekaran yang bersangkutan.
2. Analisis Model Rasio Pertumbuhan ( MRP )
Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) dilakukan untuk melihat deskripsi
kegiatan ekonomi, terutama struktur ekonomi kabupaten pemekaran maupun
Provinsi Lampung.yang lebih menekankan pada kriteria pertumbuhan. Analisis
Model Rasio Pertumbuhan (MRP) merupakan kegiatan membandingkan
pertumbuhan suatu kegiatan baik dalam skala yang lebih kecil maupun dalam
skala yang lebih luas
Terdapat dua rasio pertumbuhan dalam analisis tersebut, yaitu (a) rasio
pertumbuhan wilayah studi ( RPs) dan (b) rasio pertumbuhan wilayah referensi (
RPr ).Formulasi yang digunakan adalah :
(3.1)
(3.2)
RPs= DEj/EiR(t) DEiR/EiR(t)
DEiR = Perubahan pendapatan kegiatan i di Propinsi Lampung
EiR (t) = Perubahan pendapatan kegiatan i di Kabupaten pemekaran ER = PDRB wilayah referensi
Pada dasarnya alat analisis ini sama dengan LQ, namun perbedaannya terletak
pada kriteria perhitungan dimana LQ menggunakan kriteria distribusi sedangkan
MRP menggunakan kriteria pertumbuhan.
Pendekatan alat analisis MRP ini kemudian akan digabungkan dengan hasil
analisis menggunakan pendekatan LQ (overlay). Penggabungan kedua pendekatan
ini digunakan untuk memperoleh hasil identifikasi kegiatan sektoral yang unggul,
baik darisegi kontribusi maupun pertumbuhannya. Selain itu juga dapat diketahui
bagaimana peran sektor ekonomi dalam pembentukan PDRB pada tingkat
Provinsi.
Identifikasi kegiatan-kegiatan unggulan tersebut ditunjukkan melaluioverlay
antara Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi (RPR), Rasio Pertumbuhan
Wilayah Studi(RPs) danLocation Quotient(LQ). Koefisien dari ketiga komponen tersebut kemudian Terdapat dua rasio pertumbuhan dalam analisis tersebut, yaitu
(a) rasio pertumbuhan wilayah studi ( RPs) dan (b) rasio pertumbuhan wilayah
Koefisien dari ketiga komponen tersebut kemudian disamakan satuannya dengan
diberikan notasi positif (+) yang berarti koefisienkomponen bernilai lebih dari
satu. Bernotasi negatif (-) berarti kurang dari satu. RPr bernotasi positif berarti
pertumbuhan sektor i lebih tinggi dibanding pertumbuhan total di wilayah
referensi. RPs bernotasi positif berarti pertumbuhan sektor i lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan sektor yang sama di wilayah referensi. Sedangkan LQ
bernotasi positif berarti kontribusi sektor i terhadap PDRB di wilayah studi lebih
tinggi dibanding kontribusi sektor yang sama terhadap PDRB di wilayah
referensi.
Identifikasi unggulan dari hasil overlay dibedakan dalam dua kriteria yaitu:
a. Hasiloverlayyang menunjukkan ketiganya bertanda positif, berarti kegiatan tersebut mempunyai pertumbuhan sektoral di tingkat Provinsi Lampung tinggi.
Pertumbuhan sektoral Kabupaten pemekaran lebih tinggi dari Provinsi Lampung
dan kontribusi sektoral Kabupaten pemekaran lebih tinggi pula di Propinsi
Lampung. Artinya sektor ekonomi tersebut mempunyai potensi daya saing
kompetitif maupun komparatif yang lebih unggul dibandingkan dengan kegiatan
yang sama pada tingkat Provinsi Lampung, dan di Provinsi Lampung sendiri
kegiatan tersebut mempunyai prospek yang bagus ditunjukkan dengan
pertumbuhan sektor tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan total
kegiatan ekonomi.
b. Hasiloverlayyang menunjukkan notasi positif pada PRs dan LQ berarti bahwa kegiatan sektoral di Kabupaten pemekaran lebih unggul dari kegiatan yang sama
Teknik analisis S–S digunakan untuk mengidentifikasi dan menganalis
menganalisis kinerja sektor-sektor ekonomi masing-masing kabupaten pemekaran
dalam wilayah Lampung serta menentukan sektor-sektor yang mempunyai
keunggulan kompetitif dan spesialisasi, di mana keunggulan kompetitif
merupakan kemampuan suatu daerah untuk memasarkan produknya diluar
daerah/luar negeri/pasar global. (Robinson,2005).
Teknik ini memilih pertumbuhan sebagai perubahan (D) suatu variabel wilayah
dalam kurun waktu tertentu yang terdiri atas perubahan sebagai akibat dari
pengaruh pertumbuhan wilayah diatasnya (N), bauran industri (M) serta
keunggulan kompetitif atau persaingan (C). Pengaruh pertumbuhan dari daerah di
atasnya disebut pangsa (share),pengaruh bauran industri disebut proporsionalshift
dan pengaruh keunggulan kompetitif (persaingan) disebutdifferentional shift atau
regional share.
Jika suatu wilayah mempunyai industri-industri yang menguntungkan yang
tumbuh lebih cepat daripada laju pertumbuhan daerah di atasnya disebut sebagai
pengaruh bauran industri (Mij). Sedangkan untuk pengaruh persaingan adalah jika
suatu industri tertentu di wilayah tertentu tumbuh lebih cepat di suatu wilayah
daripada industri yang sama di tingkat yang lebih tinggi, maka untuk sektor
Dij = Nij + Mij + Cij ( 3.1 )
Keterangan :
Nij = Eij ( rn ) adalah pertumbuhan nasional sektor I di wilayah j
Mij= Eij ( rin–rn ) adalah bauran industri sektor I di wilayah j
Cij = Eij ( rij–rin ) adalah keunggulan kompetitif sektor I di wilayah j rn dan rin adalah laju pertumbuhan nasional persektor sedangkan rij adalah laju
pertumbuhan wilayah persektor yang masing-masing diformulasikan sebagai berikut :
Rn = ( E*n - En ) / En
Rin = ( E*in - Ein ) / Ein
rij = ( E*ij - Eij ) / Eij
Keterangan :
Eij adalah Nilai tambah sektor i diwilayah j ( Kabupaten pemekaran)
Ein adalah Nilai tambah sektor i diwilayah nasional ( Lampung )
En adalah Nilai tambah Nasional
Tanda * menunjukkan tahun akhir analisis.
Maka analisis S-S dapat dirumuskan sebagai berikuit :
Dij = Eij (rn + Eij ( rin–rn ) ) + Eijh ( rij–rn ) ( 3.2)
Untuk mengetahui keunggulan kompetitif dan spesialisasi maka analisis S S yang
terpakai adalah analisis S-S yang telah dimodifikasi dari Estaban Marquillas
C ‘ij= E’ij (rij –rn ) ( 3.3)
Keterangan :
C’ij adalah persaingan atau ketidak unggulan kompetitif disektor i pada
perekonomian suatu wilayah menurut analisis S-S tradisional.
E’ij adalah Eij yang diharapkan dan diperoleh dari :
E’ij = Ej ( Ein / En ) ( 3.4 )
Sedangkan pengaruh alokasi sebagai bagian yang belum dijelaskan dari suatu
variabel wilayah ( Aij ) dapat dirumuskan sebagai :
Aij = ( Eij– E’ij ) ( rij –rin ) (3.5 )
Keterangan :
Aij = Pengaruh alokasi dibagi menjadi dua bagian yaitu adanya tingkat spesialisasi sektor i diwilayah j dikalikan dengan keunggulan kompetitif.
( Eij– E’ij )= Tingkat spesialisasi terjadi apabila variabel wilayah nyata
( Eij ) lebih besar dari variabel yang diharapkan ( Eij )
( rij–rin ) = Keunggulan kompetitif terjadi bila laju pertumbuhan sektor di
Maka pengaruh alokasi ini disubtitusikan dalam analisis S-S tradisional menjadi
persamaan S-S yang dimodifikasi oleh Estaban Marquillas ( E-M) menjadi
persamaan
Dij =Eij (rn) + Eij (rin)– rn) + E’ij (rij –rin) + (Eij -E’ij) (rij –rin) (3.6)
Berdasarkan analisa ini diharapkan dimasing–masing Kabupaten pemekaran dapat
ditentukan sektor-sektor yang mempunyai keunggulan kompetitif dan spesilaisasi.
4 Analisis Tipologi Daerah
Tipologi klassen merupakan sebuah alat analisis ekonomi regional yang dapat
digunakan untuk mengetahui klasifikasi sektor perekonomian kabupaten
pemekaran di provinsi lampung. Analisis tipologi klassen menghasilkan empat
klasifikasi sektor dengan karakteristik yang berbeda sebagai berikut
(sjafrizal:2008) :
a. Kuadran I : Sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat (developed sector)
adalah sektor yang mempunyai laju pertumbuhan sektor dalam PDRB kabupaten
pemekaran (si) di atas laju pertumbuhan sektor dalam PDRB Provinsi Lampung
(s) dan Nilai kontribusi sektor terhadap PDRB kabupaten pemekaran (ski) lebih
besar dari nilai kontribusi sektor dalam PDRB Provinsi Lampung (sk). Klasifikasi
ini digambarkan dengan si>s dan ski > sk
b. Kuadran II : Sektor yang maju tapi tertekan (stagnant sector) adalah sektor yang mempunyai laju pertumbuhan sektor dalam PDRB kabupaten pemekaran (si)
lebih kecil daripada laju pertumbuhan sektor dalam PDRB Provinsi Lampung (s)
adalah sektor yang mempunyai laju pertumbuhan sektor dalam PDRB kabupaten
pemekaran (si) lebih besar daripada laju pertumbuhan sektor dalam PDRB
Provinsi Lampung (s) namun memiliki nilai kontribusi sektor terhadap PDRB
kabupaten pemekaran (ski) lebih kecil dari nilai kontribusi sektor dalam PDRB
Provinsi Lampung (sk). Klasifikasi ini digambarkan dengan si>s dan ski < sk
d. Kuadran IV : Sektor relatif tertinggal (underdeveloped sector) adalah sektor yang mempunyai laju pertumbuhan sektor dalam PDRB kabupaten pemekaran (si)
lebih rendah daripada laju pertumbuhan sektor dalam PDRB Provinsi Lampung
(s) sekaligus memiliki Nilai kontribusi sektor terhadap PDRB kabupaten
pemekaran (ski) lebih rendah pula dari nilai kontribusi sektor dalam PDRB
[image:59.595.112.514.537.701.2]Provinsi Lampung (sk). Klasifikasi ini digambarkan dengan si<s dan ski < sk.
Tabel. 5 Klasifikasi Sektor PDRB Menurut Tipologi Klassen
Klasifikasi II
Sektor yang maju tapi tertekan
si<s dan ski > sk
Klasifikasi I
Sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat
si>s dan ski > sk
Klasifikasi IV
Sektor relatif tertinggal
si<s dan ski < sk
Klasifikasi III
Sektor potensial atau masih dapat berkembang
A. Kesimpulan
1. Hasil analisis LQ menunjukkan bahwa sektor Pertanian merupakan sektor
basis yang dominan di semua Kabupaten Pemekaran di Provinsi Lampung ;
Sektor pertambangan dan penggalian terdapat di 2 kabupaten pemekaran ;
industri pengolahan hanya terdapat di Kabupaten Tulang Bawang Barat, sektor
listrik , gas dan air bersih hanya terdapat di kabupaten pemekaran
Pringsewu.;Sektor konstruksi hanya terdapat di Kabupaten Pesawaran , sektor
perdagangan, hotel dan restoran terdapat di tiga kabupaten pemekaran yakni
Lampung Timur, Pesawaran dan Pringsewu. Sektor jasa-jasa terdapat di tiga
kabupaten pemekaran yakni Lampung Timur, Pesawaran Dan Pringsewu.
Sedangkan untuk sektor pengangkutan dan telekomunikasi serta sektor
keuangan,real estate, dan jasa perusahaan tidak terdapat satu pun di kabupaten pemekaran yang menjadi sektor basis untuk pertumbuhan ekonomi di tiap-tiap
daerah.
Kabupaten Pringsewu mempunyai sektor basis terbanyak dari semua kabupaten
pemekaran di Provinsi Lampung dengan lima sektor basis, sedangkan
Kabupaten Tulang Bawang Barat merupakan kabupaten yang mempunyai
Timur, Tulang Bawang Barat, serta Kabupaten Pesawaran; sektor
pertambangan hanya terdapat di Kabupaten Way Kanan; sektor industri
pengolahan hanya terdapat di Kabupaten Tulang Bawang Barat, sektor
kontruksi hanya Kabupaten Pringsewu yang memiliki spesialisasi kegiatan
ekonomi, sektor perdagangan hotel dan restoran menjadi spesialisasi kegiatan
di 3 kabupaten pemekaran yakni Kabupaten Lampung Timur, Pesawaran dan
Pringsewu.
Untuk analisis MRP yang masuk pada kriteria kedua yakni bernotasi negatif
untuk ketiga komponen( RPr, RPs, dan LQ), di sektor pertambangan terdapat
dua kabupaten yakni Kabupaten Tulang Bawang Barat, dan Kabupaten
Pesawaran. Sektor kontruksi yakni kabupaten Way Kanan, Lampung Timur,
dan Tulang Bawang Barat. Sektor perdagangan ,hotel dan restoran hanya di
Kabupaten Tulang Bawang Barat.
Untuk hasil analisis MRP sesuai kriteria pertama yang memiliki notasi positif
untuk ketiga komponen (RPr, RPs, dan LQ) hanya sektor Jasa-jasa terdapat di
Kabupaten Pringsewu dan Pesawaran artinya sektor jasa-jasa merupakan sektor
yang memiliki keunggulan daya saing kompetitif dan komparatif di tingkat
3. Hasil AnalisisShift-Sharedi kabupaten pemekaran hanya sektor jasa-jasa yang memiliki keunggulan kompetitif yakni terdapat di kabupaten pringsewu dan
pesawaran, sedangkan sektor-sektor ekononomi lain memiliki spesialisasi
kegiatan ekonomi sebagai berikut :
Sektor Pertanian , mempunyai spesialisasi di 4 Kabupaten pemekaran;
Industri Pengolahan, mempunyai spesialisasi kegiatan di Kabupaten
Tulang Bawang Barat.
Sektor Pertambangan dan penggalian di kabupaten Way Kanan
Sektor Bangunan; mempunyai spesialisasi di Kabupaten Pringsewu .
Sektor perdagangan, hotel, dan restoran memiliki spesialisasi kegiatan di 3
kabupaten yakni Lampung timur, Pringsewu, dan Pesawaran.
4. Hasil analisis tipologi sektoral di kabupaten pemekaran terdapat karakteristik
sektor ekonomi unggulan tersendiri diantaranya :
Kabupaten Way Kanan memiliki potensi ekonomi unggulan di sektor
pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian.
Kabupaten Lampung timur memiliki potensi ekonomi unggulan di sektor
pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian
Kabupaten Tulang bawang barat memiliki potensi ekonomi unggulan di
sektor pertanian dan sektor industri pengolahan
Kabupaten Pesawaran memiliki potensi ekonomi unggulan di sektor
pertanian, sektor perdagangan, hotel, dan restoran serta sektor jasa-jasa.
Kabupaten Pringsewu memiliki potensi ekonomi unggulan di Kontruksi,
produktivitas dengan menetapkan kebijakan pembangunan yang tetap
memperhatikan secara khusus bagi pengembangan sektor basis maupun tidak
basis terkhusus sektor pertanian, dan sektor perdagangan hotel dan restoran
yang menjadi spesialisasi kegiatan ekonomi agar dapat menjadi sektor ekonomi
yang memiliki daya saing. di masing-masing kabupaten sehingga wacana
Pemerintah Provinsi menetapkan kabupaten tersebut sebagai Pusat Kegiatan
Wilayah dapat terealisasikan dengan baik.
2. Sektor-sektor ekonomi di Kabupaten Tulang Bawang Barat yakni sektor
pertambangan, kontruksi, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran perlu
mendapat perhatian khusus bagi pemerintah maupun dinas terkait untuk terus
melakukan peningkatan produktivitas sektoral agar kedepannya sektor tersebut
dapat memberikan pertumbuhan maupun kontribusi yang positif baik itu
peningkatan perekonomian di tingkat kabupaten maupun di Provinsi lampung.
3. Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten di Pringsewu dan
Pesawaran perlu untuk memacu produktivitas dan profesionalitas dalam
mengelola sektor potensial di masing-masing kabupaten agar dapat memiliki
sektor-sektor lain yang memiliki keungulan daya saing.
4. Diharapkan Pemerintah Provinsi fokus dalam pembangunan sarana dan
prasarana tiap-tiap wilayah seperti infrastruktur dan sebagainya karena tanpa
Bachrul Elmi (2004). Studi Pembiayaan Pembangunan Perkotaan (urban
development finance) Kota Prabumulih, Kajian Ekonomi dan Keuangan.,
Vol.8, No.1.Maret.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) dan United Nations Development Programme (UNDP), 2008. Studi Evaluasi Dampak Pemekaran Daerah 2001-2007.
Badan Pusat Statistik (2001).Lampung Dalam Angka. Provinsi Sulawesi Tengah.
Bendavid-Val., Avrom (1991).Regional and Local Economic Analysis for Practitioners, Fourth edition, New York: Prager Publisher.
Boediono (1985).Teori Pertumbuhan Ekonomi., Yogyakarta, BPFE-UGM
Glasson John (1990).Pengenalan Perancangan Wilayah Konsep dan Amalan(alih bahasa Ahris Yaakup). Dewan bahasa dan Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia Kualalumpur
Hairul Aswandi dan Mudrajat Kuncoro (2002).Evaluasi Penetapan Kawasan Andalan:Studi Empiris di Kalimantan Selatan1993-1999. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia.Vol. 17. No 1. 2002.
Hoover., E.M. (1971).An Introduction to Rergional Economics. (1 st ed.). New York: Alfred A.Knopf, Inc.
Krugman.,P. (1998).Space : The Final Frontier. Journal of Economic Perspectivee,12 (2)
Kustiawan dan Iwan (1997).Permasalahan Konvensi Lahan Pertanian dan Implikasinya Terhadap Penataan Ruang Wilayah(Studi Kasus Wilayah Pantura Jawa Barat). Jurnal PWK. Vol.8. No.1.
Rahardjo Adisasmita (2005).Dasar-Dasar Ekonomi Wilayah. Graha Ilmu. Yogyakarta
Riachardson Harry.,W. (1977).Dasar-Dasar Ilmu Ekonomi Regional. (terjemahan: Paul Sitohang). LPFE-UI. Jakarta.
Robinson T (2005). Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Bumi Aksara. Jakarta. Sjafrizal (2008).Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional Wilayah
Indonesia Bagian Barat. Prisma. LP3ES No.3 Tahun XXVI. Jakarta. Soeparmoko (2002). Ekonomi Publik Untuk Keuangan dan Pembangunan
Daerah.Edisi pertama. Andi. Yogyakarta. .
Todaro.,M.P (1997).Economic Development. Six Edition. Edinbourg Gate Harlow Addition Wesley Longman. New York University.
Todaro.,M.P. (2000).Economic Development(7thed.) New York; Addition Wesley