• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontribusi Buruh Tani (Aron) Perempuan Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Keluarga di Desa Beganding Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kontribusi Buruh Tani (Aron) Perempuan Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Keluarga di Desa Beganding Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo"

Copied!
204
0
0

Teks penuh

(1)

PEDOMAN WAWANCAR INFORMAN KUNCI

I. DATA DASAR

1. Apa pekerjaan yang anda lakukan sebelum menjadi aron? ... 2. Apa yang mendorong anda untuk bekerja sebagai aron? ... ... 3. Sudah berapa lama anda bekerja sebagai aron? ... 4. Berapa jumlah anggota keluarga yag masih menjadi

tanggungan? ...

5. Berapa jumlah anak yang sudah

bekerja? ... 6. Apa pekerjaan suami anda? ... 7. Sudah berapa lama anda tinggal di tempat yang anda tinggali

sekarang? ... 8. Bagaimana status kependudukan anda di desa

(2)

i. Kontribusi Buruh Aron Perempuan

9. Berapa jam rata-rata anda bekerja sebagai aron dalam sehari? ... 10. Berapa hari rata-rata anda bekerja dalam

seminggu? ... 11. Bagaimana sistem pemberian upah yang anda peroleh sebagai

aron? ...

12. Berapa pendapatan yang anda

terima? ... 13. Apakah menurut anda upah yang adan terima sudah sesuai dengan jumlah jam

kerja anda? Apa alasan

anda? ... ... 14. Apakah jumlah pendapatan yang anda terima sudah dapat memenuhi kebutuhan

keluarga anda? Apa alasan

anda? ... ... 15. Apakah ada pekerjaan lain yang anda lakukan untuk menambah penghasilan anda? ...

16. Jenis pekerjaan lain apa yang anda

kerjakan? ... 17. Dari pukul berapa biasanya anda melakukan pekerjaan lain

(3)

18. Berapa penghasilan yang anda dapatkan dari pekerjaan lain yang anda lakukan? ... 19. Bagaimana cara anda mengatur keuangan dalam keluarga

anda? ... ... 20. Apakah anda menyisihkan pendapatan anda untuk disimpan atau ditabung? ... 21. Berapa kali anda menabung dalam sebulan/

setahun? ... 22. Dimana anda menabung pendapatan yang anda sisihkan

tersebut? ... 23. Apakah ada anak yang anda titipkan pada sanak saudara

anda? ... 24. Apa alasan anda menitipkan anak pada sanak saudara

anda?... ... 25. Pernahkan anda melakukan peminjaman uang ketika mengalami kesulitan dalam keuangan?... 26. Dimana anda meminjam uang? ... 27. Apakah anda memanfaatkan pekarangan rumah anda untuk ditanami tanaman

(4)

ii. Kehidupan Sosial dan Ekonomi a. Kebutuhan Sandang

28.Berapa kali anda membeli pakaian dalam setahun? ... ...

29.Bagaimana cara anda dan keluarga dalam hal membeli pakaian? ... ...

30.Pernahkan anda menerima pemberian pakaian bekas layak pakai oleh

sanak saudara atau orang

lain? ...

b. Kebutuhan Pangan

31.Berapa kali keluarga anda makan dalam sehari? ...

32.Dari mana anda memperoleh bahan makanan untuk keluarga anda? ... ...

33.Bagaimana pola konsumsi keluarga

anda? ... ...

34.Apakah makanan yang keluarga anda konsumsi sudah memenuhi

kebutuhan gizi keluarga

(5)

c. Tempat Tinggal/ Rumah

35.Bagaimana status kepemilikan rumah yang keluarga anda tempati saat ini? ... ...

36.Bagaimana kondisi bangunan rumah yang keluarga anda tempati? ... ...

37.Berapa luas rumah

anda? ...

38.Apakah sumber air bersih yang anda gunakan di rumah anda? ... ...

39.Apakah sudah tersedia fasilitas MCK di rumah anda? ... ...

40.Apa sumber penerangan yang anda gunakan di rumah anda? ... ...

41.Bagaimana sistem ventilasi untuk tempat masuknya udara dan sinar

matahari di rumah

anda? ...

(6)

42.Bagaimana frekuensi keluarga anda mengalami sakit? ... ...

43.Keluhan penyakit apa yang sering keluarga anda alami? ... ...

44.Dimana keluarga anda melakukan pengobatan ketika sakit? ... ...

45.Bagaimana frekuensi keluarga anda melakukan pemeriksaan kesehatan? ... ...

46.Apakah anda menyisihkan sebagian pendapatan anda untuk biaya kesehatan? ... ...

47.Apakah keluarga anda memperoleh pelayanan kesehatan gratis? ... ...

e. Pendidikan

(7)

49.Berapa jumlah anak anda yang sedang anda sekolahkan? ... ...

50.Adakah anak anda yang putus sekolah? Jika ada, apa alasannya? ... ...

51.Apakah anda membimbing anak anda dalam belajar? ... ...

52.Apakah anda mengikutsertakan anak anda dalam pendidikan informal, seperti kursus bahasa asing, kursus matematika, dsb? ... ...

53.Apakah anda menyisihkan sebagian dari pendapatan anda untuk biaya pendidikan? ... ...

f. Interaksi Sosial

54.Adakah organisasi sosial yang keluarga anda ikuti di lingkungan tempat tinggal

anda? ... 55.Kegiatan sosial apa yang anda ikuti di sekitar lingkungan tempat tinggal

(8)

56.Seberapa sering anda mengikuti kegiatan sosial tersebut? ... ...

57.Bagaimana interaksi anda dengan anggota keluarga anda? ... ...

58.Seberapa sering anda dilibatkan dalam pengambilan keputusan di dalam keluarga

anda? ... 59.Bagaimana interaksi anda dengan masyarakat di sekitar lingkungan

tempat tinggal

anda? ... 60.Seberapa sering anda dilibatkan dalam pengambilan keputusan di dalam

(9)

PEDOMAN WAWANCARA INFORMAN UTAMA

1. Apa pekerjaan anda? ... 2. Sudah berapa lama anda menggeluti pekerjaan

anda? ... 3. Berapa jam rata-rata anda bekerja dalam

sehari? ... 4. Berapa hari rata-rata anda bekerja dalam

seminggu? ...

5. Berapa pendapatan yang anda

terima? ... 6. Apakah menurut anda jumlah pendapatan yang anda terima sudah dapat

memenuhi kebutuhan keluarga

anda? ... 7. Apakah anda mendukung isteri anda untuk bekerja sebagai aron? ... 8. Apakah anda juga mendukung isteri anda untuk melakukan pekerjaan selain sebagai aron? ... 9. Melihat beban yang dilakukan oleh isteri anda, apakah isteri anda tetap

menjalankan perannya sebagai ibu rumah tangga yang mengurus segala

kebutuhan keluarga dengan

baik? ... 10. Seberapa sering anda melibatkan isteri anda dalam pengambilan keputusan di

(10)

11. Setelah isteri anda bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga, apakah

perekonomian keluarga bapak semakin

meningkat? ... 12. Apakah menurut anda, isteri anda sudah mengatur keuangan rumah tangga anda

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Astarhadi.1995.Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta

Bungin, B. 2001. Metodologi Penelitian Sosial: Format-Format Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup

Danim, Sudarman. 1995. Transformasi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara

Depdikbud. 1993. Garis-Garis Besar Haluan Negara. (TAP MPR no. 23/MPR/1993). Jakarta

Dumairy.1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga Kartono, Kartini. 1992. Psikologi Wanita. Bandung: Mandar Maju

Moleong, Lexy. J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya

Sadli, Saparinah.2010. Berbeda Tetapi Setara-Pemikiran Tentang Kajian Perempuan. Jakarta: Kompas

Sajogyo, Pudjiwati. 1985. Peranan Wanita dalam Pembangunan Masyarakat Desa. CV. Rajawali, Jakarta

Shadily, Hassan. 1983. Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia. Jakarta: Bina Aksara Siagian, Matias.2011. Metode Penelitian Sosial. Medan: Grafindo Monoratama Silalahi, Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Rafika Aditama Soetrisno, Loekman. 1997. Kemiskinan, Perempuan, dan Pemberdayaan.

Yogyakarta: Kanisius

Irawan, Soehartono. 1999. Metode Penelitian Sosial: Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya

Sumardi, MD. 1997. Koperasi Dalam Orde Ekonomi Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Suryawati, Chriswardani. 2005. “Memahami Kemiskinan Secara Multidimensional”, Jurnal Management Pembangunan dan Kebijakan. Universitas Diponegoro. Semarang. Jawa Tengah.

(12)

Sumber lain:

Badan Pusat Statistik, Keadaan Ketenagakerjaan di Indonesia Februari 2009, diakses 20 November 2015 (http://www.bps.go.id/brs_file/tenaker-15mei09.pdf) Badan Pusat Statistik, Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2009, diakses 2

Desember 2010 (http://www.bps.go.id/brs_file/kemiskinan-01jul09.pdf)

Chambers. R. 1983. Pembangunan Desa Mulai dari Belakang. LP3ES. Jakarta http://repository.ung.ac.id/get/simlit_res/1/318/Kemiskinan_dan_Konsep_T eoritisnya.pdf diakses 4 Maret 2016.

Dany, H. 2006. Kamus Ilmiah Populer. http://a-research.upi.edu/operator/upload/bab-ii(12).pdf, diakses pada tanggal 1 Maret 2016).

Ken Suratiah, Sunarru Samsi. Dampak PembangunanPertanian Terhadap Wanita Desa. http://download.portalgaruda.org/article.php?article=83271&val=933, diakses pada tanggal 8 April 2016).

Soeratno.1996. Ekonomi Pertanian. Jakarta. Universitas Terbuka. http://ilmuandinformasi.blogspot.co.id/2013/06/teori-pendapatan.html, diakses pada tanggal 9 April 2016

Suhartono, Edi. 2007. Coping Strategies.

http://www.policy.hu/suharto/modula/makindo07.htm diakses pada tanggal 20 November 2015

Yandianto. 2000. Kamus Umum Bahasa Indonesia. http://a-research.upi.edu/operator/upload/bab-ii(12).pdf, diakses pada tanggal 1 Maret 2016).

(http://povertyinindonesia.blogspot.co.id/2015/05/buruh-tani-yang-tetap-miskin.html, diakses pada tanggal 22 November 2015)

(http://text.123dok.com/document/11509-woman-farmers-on-social-contribution-of-economic-family.html, diakses pda tanggal 22 November 2015)

(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/52473/4/Chapter%20I.pdf, diakses pada tanggal 22 November 2015).

(https://id.wikipedia.org/wiki/Aron, diakses pada tanggal 1 Maret 2016).

(http://reprository.usu.ac.id/bitstream/123456789/7430/1/09E00430.pdf, diakses pada tanggal 2 Maret 2016).

(13)

(http://e-journal.uajy.ac.id/1756/3/2EP15294.pdf, diakses pada tanggal 4 Maret 2016).

(http://www.bps.go.id/Subjek/view/id/23, diakses pada tanggal 5 Maret 2016)

(http://www.gajimu.com/main/pekerjaan-yanglayak/kompensasi/jam

kerja/pertanyaan-mengenai-jam-kerja-di-indonesia, diakses pada tanggal 8 April 2016).

(http://ilmuandinformasi.blogspot.co.id/2013/06/teori-pendapatan.html, diakses pada tanggal 10 April 2016).

(http://megapolitan.kompas.com/read/2010/08/13/16080024/bagaimana.cara.mening katkan.pendapatan, diakses pada tanggal 11 April 2016).

(http://repository.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/3579/bab%201 .pdf.sequence=6, diakses pada tanggal 13 April 2016).

(http://www.kompasiana.com/unionkredit.wordpress.com/mengenal_creditunion_55 2c97996ea834d47c8b4567, diakses pada tanggal 13 April 2016).

(14)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan dengan tujuan menggambarkan dan mendeskripsikan objek dan fenomena yang diteliti. Termasuk didalamnya bagaimana unsur-unsur yang ada dalam variabel penelitian itu berinteraksi satu sama lain dan apa pula produk interaksi yang berlangsung (Siagian, 2011: 52).

Penelitian deskriptif bersifat menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi atau berbagai variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian itu berdasarkan apa yang terjadi. Kemudian menarik ke permukaan sebagai suatu ciri atau gambaran tentang kondisi, situasi ataupun variabel tertentu (Bungin, 2001: 48). Melalui penelitian deskriptif, penulis ingin menggambarkan secara jelas dan mendalam tentang kontribusi buruh aron perempuan terhadap kehidupan sosial dan ekonomi keluarga di desa Beganding Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo.

3.2. Lokasi Penelitian

(15)

keluarga di desa ini. Hal lain yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di tempat ini adalah karena masih sedikit yang melakukan penelitian mengenai buruh harian lepas (aron), khususnya buruh aron perempuan di Tanah Karo.

3.3. Informan Penelitian

Pada penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari hasil penelitian. Pada penelitian kualitatif tidak dikenal adanya populasi dan sampel. Subjek penelitian pada penelitian kualitatif disebut informan. Informan adalah orang-orang yang dipilih untuk diobservasi dan diwawancarai sesuai dengan tujuan peneliti untuk memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian (Suyanto & Sutinah, 2005: 171-172). Orang-orang yang dapat dijadikan sebagai informan adalah orang-orang yang memiliki pengalaman sesuai dengan penelitian. Adapun informan dalam penelitian ini meliputi informan kunci dan informan utama.

3.3.1. Informan Kunci

Informan kunci adalah orang yang mengetahui dan memiliki informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian (Suyanto & Sutinah, 2005: 171-172). Adapun yang menjadi karakteristik informan kunci dalam penelitian ini adalah:

- Perempuan yang bekerja sebagi aron. - Sudah menikah dan memiliki anak.

- Lahan yang dikerjakan adalah lahan dengan jenis tanaman sayur-sayuran dan buah-buahan.

(16)

Berdasarkan karakteristik informan di atas, maka ditentukanlah informan kunci dalam penelitian ini yaitu sebanyak 10 orang.

3.3.2. Informan Utama

Informan utama adalah orang yang terlibat secara langsung dalam interaksi sosial dengan memberikan dampak terhadap permasalahan tersebut (Suyanto & Sutinah, 2005: 171-172). Informan utama dalam penelitian ini adalah 10 orang suami dari perempuan yang bekerja sebagai buruh aron.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknk pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data-data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Studi kepustakaan (library research) yaitu pengumpulan data atau informasi menyangkut masalah yang akan diteliti dengan mempelajari dan menelaah buku serta tulisan yang ada kaitannya terhadap masalah yang diteliti. Studi pustaka dilakukan di berbagai tempat, seperti di Perpustakaan FISIP USU, Perpustakan Pusat USU, serta mengumpulkan berbagai macam sumber dan referensi yang mendukung dan berkaitan dengan kontribusi buruh tani (aron) perempuan terhadap kehidupan sosial ekonomi keluarga.

2. Studi lapangan yaitu pengumpulan data atau informasi yang diperoleh melalui kegiatan penelitian langsung turun ke lokasi penelitian untuk mencari fakta-fakta yang berkaitan dengan masalah yang diteliti melalui:

(17)

mendapatkan gambaran yang tepat mengenai objek penelitian (Siagian, 2011: 211).

Selama penelitian berlangsung, pengumpulan data juga dilakukan dengan teknik pengamatan pada aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh buruh tani (aron) perempuan, serta mengamati berbagai kondisi, seperti:

a) Kondisi rumah yang menjadi tempat tinggal keluarga buruh tani (aron) perempuan.

b) Kondisi rumah tangga, seperti komunikasi dan interaksi yang terjalin antar anggota keluarga.

c) Aktivitas yang dilakukan oleh para buruh tani (aron) perempuan dalam rutinitas kehidupan sehari-hari, seperti melakukan pekerjaan ibu rumah tangga, berdagang kecil-kecilan, melakukan pekerjaan sampingan, dan lain sebagainya.

d) Hubungan sosial buruh tani (aron) perempuan dengan para tetangga dan masyarakat sekitarnya.

Dengan melakukan teknik ini, peneliti dapat menjalin hubungan yang baik dengan para buruh tani (aron) perempuan serta dapat menggambarkan secara langsung kehidupan para buruh tani (aron) perempuan yang sebenarnya. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan juga dapat digunakan untuk mengkonfirmasi data yang nantinya akan diperoleh dari hasil wawancara. Demi mendukung hasil pengamatan yang dilakukan, peneliti melakukan dokumentasi pada saat observasi. b. Wawancara yaitu mengumpulkan data atau informasi dengam melakukan

(18)

diperlukan dalam penelitian (Siagian, 2011: 211). Wawancara yang dilakukan oleh peneliti dipandu dengan pedoman wawancara.

Wawancara mendalam yang dilakukan pada informan kunci yaitu buruh tani (aron) perempuan untuk memperoleh informasi tentang:

a) Alasan mereka akhirnya memutuskan bekerja sebagai buruh tani (aron).

b) Durasi waktu mereka dalam bekerja.

c) Besarnya pendapatan yang mereka peroleh dari pekerjaan mereka sebagai buruh tani (aron), serta besarnya pengeluaran untuk kebutuhan hidup keluarga sehari-hari.

d) Upaya-upaya yang mereka lakukan untuk menambah penghasilan keluarga, yang juga merupakan bentuk dari kontribusi mereka dalam menyiasati kesulitan ekonomi keluarga.

e) Cara para buruh tani (aron) perempuan dalam memenuhi kebutuhan keluarga akan sandang, pangan, tempat tinggal, kesehatan, pendidikan, dan interaksi sosial keluarga mereka dengan masyarakat.

(19)

3.5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu dengan mengkaji data yang dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber data yang terkumpul, mempelajari data, menelaah, menyusun dalam satu satuan, yang kemudian dikategorikan pada tahap berikutnya dan memeriksa keabsahan data serta mendefinisikannya dengan analisis sesuai dengan kemampuan daya peneliti untuk memberi kesimpulan penelitian (Moleong, 2004).

(20)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1. Profil Desa Beganding 4.1.1. Sejarah Desa Beganding

Pada awalnya sebelum Beganding ditetapkan menjadi nama desa yang sah desa terbagi atas tiga bagian atau kelompok. Adapun nama ketiga kelompok yaitu: Ganding Julu, Ganding Taduken, dan Tanjung Karo. Ketiga nama tersebut dikatakan dengan kelompok perkebunan, tetapi telah dihuni oleh beberapa orang penduduk dan masing-masing telah ditetapkan oleh seorang pemimpin yang mengatur penduduk. Masing-masing kelompok memiliki penduduk atau penghuni yang sama marga antara lain: Ganding Julu dipimpin oleh Sitepu Jambur Tanduk, Ganding Taduken dipimpin oleh Sitepu Rumah Gugung/ Rumah nangka.

Setelah beberapa tahun kemudian ketiga kelompok tersebut saling menonjolkan kemampuan masing-masing dalam memperebutkan tanah hunian dari kelompok tersebut. Masing-masing kepala kelompok saling mempertahankan tanah yang dihuninya, namun kalah dan menang dalam sengketa tersebut tidak jelas dan tidak diketahui. Pada akhirnya karena sengketa ketiga kelompok tidak selesai juga maka diambil suatu keputusan dari pada anak beru kelompok tersebut. Adapun nama anak beru yang menyelesaikan masalah tersebut adalah “PULU BUNUHAJI”, yang disebut

(21)

ketiga pemimpin tersebut harus berdamai. Beberapa tahun kemudian nama bergandeng tidak dapat berperan secara utuh sesuai dengan keputusan anak beru dan akhirnya nama “BERGANDENG” diganti menjadi “BEGANDING”. Desa Beganding terbagi atas empat kesain marga yakni:

1. Kesain Jambur Tanduk 2. Kesain Rumah Gugung 3. Kesain Ganding Parik

4. Kesain Bunuhaji (yang disebut sebagai anak beru).

Pada zaman pemerintahan Belanda, pemerintahan di Desa Beganding terbagi dua bagian yaotu:

1. Rukun Ketangga Kolonial 2. Rukun Ketangga Pribumi.

Pada zaman pemerintahan Jepang, pemimpin desa disebut dengan

“PENGULU”. Adapun pengulu pada zaman pemerintahan Jepang di Desa

Beganding, adalah sebagai berikut: 1. Kelat Sitepu (Bapa Samin Sitepu) 2. Nampat Sitepu (Bapa Keras Sitepu) 3. Pintar Bana Sitepu (Bapa Muli Sitepu).

Ketiga pengulu diatas memerintah pada saat mengungsi dan sepulang mengungsi. Setelah pulang dari pengungsian nama pengulu berubah menjadi Kepala Kampung. Adapun nama kepala kampung yang memerintah di Desa Beganding adalah:

(22)

Beberapa tahun kemudian setelah dua kali pergantian nama pemimpin maka diganti lagi menjadi Kepala Desa hingga sekarang ini (Sumber: Kantor Camat Simpang Empat 2015).

4.1.2 Visi Desa Beganding

Terwujudnya Desa Beganding yang Sehat dan Sejahtera 4.1.3 Misi Desa Beganding

1. Meningkatkan sumber daya manusia.

2. Meningkatkan dan mengembangkan sarana dan prasarana Desa Beganding.

3. Menjalin kerjasama antara pemerintah desa dengan masyarakat dalam membina kebersamaan untuk memajukan desa.

4. Mengembangkan sektor pertanian dan sektor usaha industri kecil yang berwawasan lingkungan.

5. Mengembangkan pentingnya peningkatan sumber daya manusia melalui dukungan program wajib belajar 9 tahun.

6. Menghidupkan dan meningkatkan kembali kegiatan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang ada di desa.

(Sumber: Kantor Camat Simpang Empat 2015).

4.2 Keadaan Geografis

(23)

perbukitan/dataran tinggi dengan jarak ±1.100 s/d 1.300 m diatas permukaan laut dengan titik koordinat 2°50°LU 31°19°LS, 97°55°BB, 98°38°BT.

4.2.1 Keadaan Alam

Batas wilayah Desa Beganding adalah :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Tiga Pancur Kec. Simpang Empat 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Surmbia Kec. Kabanjahe

3. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Surbakti Kec. Simpang Empat 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Ujung Payung Kec. Payung.

4.3Keadaan Demografis

4.3.1 Luas dan Wilayah Penggunaan Lahan

Luas wilayah Desa Beganding Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo adalah 350 Ha. Luas ini digunakan penduduk dalam berbagai fungsi seperti pemukiman, pertanian sawah, hutan rakyat, tempat ibadah dan lain sebagainya. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat dari table berikut:

Table 4.1

Penggunaan Wilayah Lahan

No Penggunaan Lahan Luas (Ha)

1 Pemukiman 56

2 Tegalan 10

3 Kebun Campuran 20

4 Perladangan 200

5 Hutan lebat 30

(24)

7 Perkebunan 5 8 Dll (Pekarangan yang ditanami tanaman

pertanian, dll)

3

Jumlah 350

Sumber: Kantor Kepala Desa 2015

4.3.2 Jumlah Kepala Keluarga dan Distribusi Penduduk Bedasarkan Jenis Kelamin

Desa Beganding didiami oleh 1531 jiwa, terdiri dari 347 kepala keluarga. Jenis kelamin yang mendominasi di desa ini adalah perempuan yaitu sebanyak 773 jiwa atau sebesar 50,48%, dan sebanyak 758 jiwa laki-laki atau sebesar 49,52%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table dibawah ini:

Table 4.2

Distribusi Frekuensi Penduduk Bedasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1 Laki-laki 758 49,52

2 Perempuan 773 50,48

Jumlah 1531 100

Sumber: Badan Pusat Statistik Tanah Karo 2014

4.3.3 Komposisi Penduduk Bedasarkan Agama

Komposisi penduduk bedasarkan agama di Desa Beganding dapat dilihat pada table berikut:

Table 4.3

(25)

No Agama Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 Islam 473 30,89

2 Protestan 729 47,62

3 Katholik 329 21,49

Jumlah 1531 100

Sumber: Badan Pusat Statistik Tanah Karo 2014

Ditinjau dari sudut keagamaan, maka dapat diketahui bahwa masyarakat desa Beganding mayoritas menganut agama Kristen. Kendatipun penduduk di desa tersebut mayoritas beragama Kristen, masyarakat tetap hidup berdampingan dengan damai dan saling menghormati, sebagai contoh saling menghormati dan menghargai perayaan hari besar keagamaan.

4.3.4. Banyaknya Tenaga Kerja yang Bekerja Berdasarkan Lapangan Pekerjaan

Banyaknya masyarakat di desa Beganding yang merupakan tenaga kerja yang bekerja berdasarkan lapangan pekerjaan, dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.4.

Distribusi Frekuensi Tenaga Kerja Berdasarkan Lapangan Pekerjaan

No. Lapangan Pekerjaan Jumlah (Jiwa)

1. Pertanian 998

2. Industri Rumah Tangga 45

3. PNS/ABRI 50

(26)

Jumlah Total 1105

Sumber: Badan Pusat Statistik Tanah Karo 2014

4.4Sarana dan Prasarana Desa Beganding 4.4.1 Sarana Rumah Ibadah

Berikut ini adalah sarana sarana rumah ibadah yang terdapat di Desa Beganding:

Tabel 4.5

Sarana Rumah Ibadah Desa Beganding

No Rumah Ibadah Jumlah (Unit)

1 Mesjid 1

2 Gereja 2

Jumlah 3

Sumber: Kantor Kepala Desa Beganding 2015

Karena agama mayoritas dari Desa Beganding adalah Kristen, maka sarana peribadatan yang paling banyak adalah Gereja. Kendatipun penduduk beragama Islam lebih sedikit sama sekali tidak mempengaruhi kerukunan antar umat beragama dalam kehidupan masyarakat Desa Beganding.

4.4.2 Sarana Pendidikan

Sarana pendidikan yang terdapat di Desa Beganding dapat dilihat dari tabel dibawah ini:

Tabel 4.6

Sarana Pendidikan di Desa Beganding

(27)

1 TK 2

2 SD 2

Jumlah 4

Sumber: Kantor Kepala Desa Beganding 2015

Sarana pendidikan bagi masyarakat Desa Beganding sudah cukup memadai, hal ini terlihat dari jumlah sekolah, yaitu 2 unit Taman Kanak-kanak dan 2 unit Sekolah Dasar, akan tetapi belum ada terdapat Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah atas, sehingga anak-anak yang mau melanjutkan pendidikannya biasanya pergi keluar desa.

4.4.3 Sarana Kesehatan

Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan, tersedia sarana kesehatan seperti terlihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.7

Sarana Kesehatan Desa Beganding

No Sarana Kesehatan Jumlah (Unit)

1 Puskesmas 1

2 Praktek Swasta (bidan, dokter, perawat) 1

Jumlah 2

(28)

4.4.4 Sarana Air Bersih

Beberapa sarana umum yang terdapat di Desa Beganding antara lain sarana air bersih yang berasal dari mata air yang digunakan oleh masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari, seperti yang terlihat pada table berikut:

Table 4.8

Sarana Air Bersih Desa Beganding

No Sumber Air Bersih Jumlah (Unit)

1 Mata air 8

2 Sumur bor 6

Jumlah 14

Sumber: Kantor Kepala Desa Beganding 2015

Di Desa Beganding terdapat banyak sumber mata air yang digunakan oleh masyarakat desa tisp rumah tangga. Air dari sumber mata air dialirkan kerumah-rumah warga melalui selang. Hanya ada enam unit sumur bor yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan di sarana umum seperti gereja, mesjid dan sekolah. Hal ini menjelaskan bahwa di Desa Beganding sudah memiliki air yang berlimpah sehingga kebutuhan akan air bersih senantiasa terpenuhi.

4.4.5 Sarana Jalan

Adapun pembagian sarana jalan dimana jalan sudah diaspal dan lainsebagainya yakni:

1. Jumalah panjang jalan yang diaspal adalah 3 Km. 2. Jumlah panjang jalan yang berbatu adalah 2 Km. 3. Jumalah jalan tanah adalah 4 Km.

(29)
(30)

BAB V ANALISIS DATA 5.1. Pengantar

Melalui wawancara dan observasi, peneliti berhasil mengumpulkan data mengenai kontribusi buruh aron perempuan terhadap kehidupan sosial ekonomi keluarga. Pengumpulan data dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu:

1. Penelitian dilakukan atau diawali dengan melakukan observasi ke lokasi penelitian. Adapun lokasi yang telah diobservasi peneliti adalah di Desa Beganding Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo.

2. Melakukan wawancara mendalam dengan 10 informan kunci yaitu buruh aron perempuan, dan 10 informan utama yaitu suami dari buruh aron perempuan. 3. Studi kepustakaan (library research) yaitu pengumpulan data atau informasi

menyangkut masalah yang diteliti dengan mempelajari dan menelaah buku serta tulisan yang ada kaitannya terhadap masalah yang diteliti.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di lapangan diperoleh berbagai data. Untuk melihat gambaran yang lebih jelas dan rinci, maka peneliti mencoba menguraikan petikan wawancara dengan informan serta narasi penulis tentang data-data tersebut, diteliti, ditelaah, maka selanjutnya adalah mengadakan kategorisasi perbandingan-perbandingan sebelum akhirnya menarik kesimpulan.

5.2. Hasil Temuan

Informan Kunci I

(31)

Suryani memiliki tiga orang anak, dimana ketiga anaknya tersebut sedang mengenyam pendidikan di bangku Sekolah Dasar (SD) di Desa Beganding. Suami ibu Suryani memiliki pekerjaan yang sama dengan beliau, yaitu sebagai aron. Keluarga ibu Suryani sudah tinggal di Desa Beganding selama 7 tahun dan sudah bekerja sebagai aron selama 5 tahun (sejak tahun 2010).

Sebelum menjadi aron, ibu Suryani hanya mengelola lahan ladang yang tidak begitu luas yang dimiliki mertuanya di desa Kandibata. Setelah pindah ke Desa Beganding dan menjadi penduduk tetap di desa itu, Ibu Suryani akhirnya memutuskan untuk bekerja sebagai aron karena hanya itu yang menjadi satu-satunya lapangan pekerjaan bagi dirinya. Selain itu, ibu Suryani juga mengatakan alasan lain mengapa beliau menjadi aron, yaitu karena beliau hanya mengenyam bangku pendidikan sampai tingkat SMA dan merasa tidak punya kemampuan untuk mengerjakan hal lain. Beliau juga menyebutkan bahwa keluarga mereka tidak mempunyai modal untuk membuka usaha kecil-kecilan.

“Dulu bibik tinggal di Kandibata sama mertua bibik. Setelah pindah ke

Beganding ini ya cuma jadi aron lah yang bisa bibik kerjakan. Tidak ada

kerjaan yang lain. Lagian bibik kan cuma lulus SMA. Bisa kerja apalah

nak kalau enggak jadi aron. Nanti kalau enggak kerja ya enggak ada gaji

bibik, enggak bisa nambah penghasilan kami. Mau buka usaha, mau

jualan ya bibik mana ada modal. Mau pinjam uang untuk modal ya takut

enggak bisa ngembalikan”

(32)

Rp. 70.000, dan dalam satu bulan pendapatan yang beliau terima dari pekerjaannya sebagai aron sekitar Rp.1.400.000 – Rp. 1.600.000. Menurut ibu Suryani, pendapatan yang beliau terima belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka karena harga bahan-bahan pokok semakin hari semakin mahal.

“Bibik berangkat kerja jam 8 pagi. Jam 9 lah itu mulai kerja di ladang.

Jam 12 sampai jam 1 itu istirahat, baru mulai lah lagi kerja sampai

jam 5 sore lah bibik siap kerja. Kadang-kadang juga jam-jam 6 bibik

baru siap. Kalau upahnya ya Rp. 70.000 satu hari nak. Kalau

dihitung-hitung sebulan ya Rp. 1400.000 lah sampai Rp. 1.600.000 gitu. Kalau

dibilang banyak, ya enggak banyak lah nak. Apalagi sekarang

semua-semua serba mahal. Kalau cuma ngandalkan yang Rp. 70.000 per hari

itu aja yaa enggak bisa lah keluarga bibik ini bertahan.”

Selain bekerja sebagai aron, untuk menambah pendapatan demi memenuhi kebutuhan keluarganya, ibu Suryani juga melakukan pekerjaan lain yaitu menjadi seorang tukang urut. Pekerjaan ini ia lakukan di malam hari sepulangnya beliau dari berladang. Namun, ketika sedang tidak ada panggilan untuk mengerjakan lahan perladangan, ia melakukan pekerjaan sebagai tukang urut itu mulai dari siang hari sampai malam hari. Beliau mengerjakan pekerjaan sampingan ini dengan datang ke rumah-rumah warga yang memintanya untuk mengurut.

(33)

Selain bekerja sebagai aron dan melakukan pekerjaan sampingan sebagai tukang urut, untuk menambah pendapatan dan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, ibu Suryani mengikuti kegiatan jula-jula yang dilakukan oleh sekelompok ibu rumah tangga di Desa Beganding. Ibu Suryani bergabung dengan dua kelompok jula-jula. Kelompok jula-jula yang pertama memiliki anggota 21 orang dengan iuran Rp. 20.000 per minggunya dan akan dilakukan penarikan sekali dalam seminggu. Kelompok jula-jula yang kedua memiliki anggota 24 orang dengan iuran Rp. 5000 per harinya dan akan dilakukan penarikan sekali dalam 10 hari. Menurut ibu Suryani, kegiatan ini beliau anggap sebagai kegiatan menabung. Namun ketika ibu Suryani mengalami kesulitan keuangan dalam keluarganya, dimana pendapatannya benar-benar tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka, atau terdapat pengeluaran tertentu yang cukup besar, ibu Suryani biasanya melakukan peminjaman uang pada sanak saudara mereka.

“Ya namanya penghasilan bibik enggak seberapa ya, kerja-kerja yang

bisa dikerjakan lah nak. Kebetulan bibik bisa ngurut, yaa jadi tukang

urut lah malam-malam. Keliling-keliling ke rumah-rumah, kadang ada

juga yang nelefon bibik suruh ke rumahnya ngurut. Tapi ya enggak tiap

hari lah dapat pelanggan gitu. Kalau lagi gak banyak, ya paling satu

orang itu pun enggak tiap hari ya nak. Kalau lagi rame mau kadang satu

hari itu 4 orang, 5 orang gitu. Tapi kalau udah rame gitu ya pas gak ke

ladang lah bibik bisa ngurutnya. Bayarannya ya Rp. 40.000 lah satu

orang. Bibik pun ikut jula-jula juga nakku. Ya hitung-hitung nabung lah

biar ada simpanan keluarga bibik.”

(34)

dengan istilah “monja”. Mereka hanya membeli pakaian baru pada saat lebaran. Hal

itu juga mereka lakukan ketika pendapatan mereka dirasa cukup untuk membeli pakaian baru untuk keluarga mereka. Dalam setahun tidak jarang keluarga ibu Suryani tidak membeli pakaian. Selain membeli pakaian, keluarga ibu Suryani juga mendapat pemberian pakaian bekas layak pakai dari sanak saudara mereka.

“Kalau beli baju ya seringan beli monja lah nak. Mana ada lah uang

kami beli baju baru sering-sering. Paling kalau mau lebaran aja beli

baju baru, itupun kalau ada uang ya. Kalau enggak ada ya baju

lebarannya baju monja juga lah tapi yang agak bagus gitu.”

Kebutuhan pangan keluarga ibu Suryani dibeli dengan biaya sendiri. Beberapa kali ketika lahan yang beliau kerjakan sedang panen, beliau juga mendapatkan sayur-sayuran atau buah-buahan dari pemilik lahan. Ibu Suryani dan suami lebih sering makan dua kali dalam sehari, yaitu siang dan malam saja. Namun anak-anak mereka harus makan tiga kali sehari, yaitu pagi, siang, dan malam. Pola konsumsi keluarga ibu Suryani masih tergolong baik, yaitu mengkonsumsi ikan, sayur-sayuran, telur, dan sesekali mengkonsumsi buah-buahan. Namun keluarga ibu Suryani sangat jarang mengkonsumsi daging. Ibu Suryani menyebutkan bahwa keluarga ibu Suryani bisa mengkonsumsi daging jika mendapat undangan pesta di Desa Beganding atau di luar Desa Beganding.

“Kalau untuk makan sehari-hari ya bibik beli sendiri lah semua, beras,

sayur, ikan. Kadang-kadang kalau ladang yang bibik kerjakan itu

panen, mau juga bibik di kasih sayur, di kasih jeruk sama yang punya

(35)

daging ya jarang kali lah nak. Harga daging aja udah berapa. Kalau

ada pesta lah baru kami makan daging.”

Rumah yang ditempati oleh keluarga ibu Suryani di Desa Beganding bukan merupakan rumah milik keluarga mereka sendiri melainkan rumah yang dikontrak. Rumah ini sudah dikontrak oleh keluarga ibu Suryani sejak mereka pindah dan mulai menetap di Desa Beganding 7 tahun yang lalu. Rumah ibu Suryani hanya memiliki 3 ruangan, yaitu ruangan depan sebagai ruang tamu, ruangan dapur, dan ruangan yang digunakan sebagai gudang. Keadaan bangunan rumah yang mereka tempati ini tergolong kurang layak. Rumah tersebut tidak permanen melainkan masih berdindingkan papan dan triplek. Rumah tersebut tidak memiliki kamar dan tidak memiliki langit-langit. Di dalam rumah tersebut juga hanya terdapat satu lemari pakaian dan satu tempat tidur tanpa matras, dan tidak terdapat barang-barang elektronik seperti televisi, kulkas, dan lain sebagainya.

Bagian dapur dari rumah tersebut hanya berlantaikan tanah, dan tidak terdapat fasilitas MCK. Keluarga ibu Suryani menggunakan kamar mandi umum untuk keperluan mandi dan mencuci serta memanfaatkan mata air yang sudah dikelola warga desa untuk memenuhi kebutuhan air keluarga mereka. Ibu Suryani juga memiliki pekarangan rumah yang cukup lebar yang beliau manfaatkan untuk ditanami tanaman cabai. Jika cabai yang ditanamnya sudah panen, maka sebagian besar hasil panennya beliau jual langsung pada warga Desa Beganding, dan sebagian kecil lainnya digunakan untuk kebutuhan sendiri. Ibu Suryani menyebutkan bahwa hal ini ia lakukan untuk menambah penghasilannya walaupun hanya sedikit.

(36)

penyakit yang berat. Keluhan penyakit yang biasa mereka alami hanya keluhan penyakit-penyakit ringan seperti demam, flu, batuk, kepala pusing, dan lain sebagainya. Jika keluarga ibu Suryani mengalami sakit, mereka melakukan pengobatan di Balai Puskesmas Desa atau hanya melakukan pengobatan tradisional. Frekwensi keluarga ibu Suryani dalam melakukan pemeriksaan kesehatan sangat jarang, bahkan hampir tidak pernah. Ibu Suryani sendiri tidak menyisihkan atau menyediakan biaya khusus untuk kesehatan. Keluarga ibu Suryani juga tidak memiliki asuransi kesehatan, namun mereka mendapatkan bantuan dari pemerintah yaitu Karti Indonesia Sehat (KIS).

Ibu Suryani memiliki 3 orang anak laki-laki. Ketiga anak beliau sedang duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) di Desa Beganding. Anak pertama berada di kelas VI, anak kedua berada di kelas IV, dan anak ketiga berada di kelas I. Dalam hal belajar, ibu Suryani dan suaminya selalu membimbing anak-anak mereka. Setiap malam mereka diwajibkan untuk belajar walaupun sedang tidak ada tugas. Keluarga ibu Suryani juga tidak menyediakan biaya khusus untuk pendidikan, karena anak-anak mereka membayar uang sekolah dan biaya untuk buku pelajaran (gratis). Ibu Suryani menyebutkan bahwa ia hanya perlu mengeluarkan biaya untuk seragam sekolah dan alat-alat tulis saja.

“Anak bibik tiga-tiganya sekolah nak, masih SD. Ya walaupun kita

miskin tapi anak-anak kita janganlah sampai bodoh, janganlah sampai

enggak sekolah. Lagian kan uang sekolah juga enggak bayar nya, jadi

tinggal belajar ajanya anak-anak itu. Tiap malam pun bibik wajibkan

anak-anak bibik belajar walaupun enggak ada tugasnya dari sekolah.

Bibik periksain buku-buku nya, bibik lihat belajar apa orang itu, terus

(37)

baik-baik pulak semua, disuruh belajar ya belajar. Tiap malam gantian bibik

sama bapak ngajarinya. Yang masih kelas satu ini nya yang agak

susah.”

Keluarga ibu Suryani memiliki interaksi yang baik, antara istri dengan suami dan antara anak dengan orangtua. Dalam hal pengambilan keputusan-keputusan penting dalam keluarga mereka, ibu Suryani mengaku bahwa beliau selalu dilibatkan oleh suami. Sebelum keputusan-keputusan itu diambil, suami beliau selalu mengajaknya untuk berdiskusi terlebih dahulu. Di masyarakat juga terdapat interaksi yang cukup baik antara keluarga ibu Suryani dengan warga Desa Beganding. Keluarga ibu Suryani hampir tidak pernah mengalami konflik yang serius dengan warga desa. Mereka juga cukup sering terlibat dalam kegiatan-kegiatan sosial yang ada di Desa Beganding, seperti melakukan gotong royong, membantu warga desa yang sedang mengadakan acara besar atau pesta adat, juga ikut membantu warga desa yang sedang mengalami musibah atau berdukacita. Keadaan ekonomi keluarga ibu Suryani tidak membuat mereka dipandang rendah oleh masyarakat Desa Beganding.

Informan Kunci II

(38)

Sebelum bekerja sebagai aron, ibu Dewi bekerja mengelola ladang kopi milik keluarganya. Pada awalnya hanya suami dari ibu Dewi lah yang bekerja sebagai aron. Merasa pendapatan dari hasil ladang kopi dan dari pendapatan yang diperoleh suami beliau tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga mereka, ibu Dewi akhirnya juga ikut bekerja sebagai aron. Ibu Dewi juga menyebutkan alasan lain mengapa beliau memilih aron sebagai pekerjaannya, yaitu karena beliau mengenyam bangku pendidikan hanya sampai pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan beliau merasa tidak punya kemampuan atau keterampilan khusus untuk bekerja di bidang lain selain bertani atau berladang.

Dalam satu hari, ibu Dewi bekerja selama rata-rata 7 jam, dan dalam satu minggu ibu Dewi bekerja selama 5 sampai 6 hari. Sistem pemberian upah yang diterima oleh ibu Dewi diberikan per hari, yaitu sebesar Rp. 70.000. Menurut ibu Dewi upah yang diterimanya ini sangat pas-pasan bahkan dinilai belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka. Ibu Dewi menyebutkan bahwa beliau harus mengelola keuangannya dengan sangat hati-hati agar kebutuhan keluarga mereka setiap hari bisa terpenuhi.

Ladang kopi yang dimiliki oleh keluarga ibu Dewi masih tetap beliau kelola. Pekerjaan ini beliau lakukan setiap akhir pekan. Pendapatan yang beliau peroleh dari hasil panen ladang kopi yang luasnya sekitar 135 meter persegi ini adalah rata-rata Rp. 400.000 untuk sekali panennya. Ibu Dewi menyebutkan bahwa pendapatan yang beliau terima dari bekerja sebagai aron tidak besar, maka ia tetap mengelola ladang kopi milik keluarganya tersebut.

“Dulunya suami bibik aja yang jadi aron, bibik cuma berladang di

(39)

nak, penghasilan bibik dari ladang kopi pun gak banyak. Kalau cuma

ngandalkan itu aja ya pas-pasan kali lah uang kita nak, sementara

kebutuhan kita kan banyak, gak cuma makan aja. Jadi ya bibik ikut

juga lah jadi aron. Tapi ladang kopi itu juga masih bibik kerjakan.

Biar tambah pemasukan. Bibik pun cuma tamat SMP nya, jadi ya

enggak apa-apalah jadi aron aja.

Selain memperoleh pendapatan dari pekerjaannya sebagai aron dan mengelola ladang kopi milik keluarganya, untuk membantu keuangan keluarganya ibu Dewi bergabung menjadi anggota sebuah koperasi yang ada di Desa Beganding, yaitu CU. Rudang Mayang. Satu kali dalam sebulan ibu Dewi membayar Rp. 30.000 sebagai iuran wajib. Selain untuk menabung, ibu Dewi juga dapat melakukan peminjaman uang jika sewaktu-waktu keluarga beliau tidak mempunyai dana yang cukup besar untuk pengeluaran tertentu.

“Bibik ikut gabung jadi anggota CU nak, CU. Rudang Mayang. Iuran

wajibnya Rp. 30.000 per bulan. Ya bisa dibilang nabung lah itu ya,

untuk jaga-jaga siapa tau ada keperluan mendadak, butuh biaya besar.

Di CU pun kan bibik jadi bisa juga minjam uang.”

(40)

Kebutuhan pangan keluarga ibu Dewi dibeli dengan biaya sendiri dari penghasilan yang mereka peroleh. Jika lahan yang dikerjakan ibu Dewi sedang panen, beberapa kali beliau mendapatkan sayur-sayuran yang diberikan oleh pemilik lahan. Meskipun menurut ibu Dewi penghasilan mereka tidak besar, keluarga mereka masih bisa makan sesuai kebutuhan yaitu 3 kali dalam sehari. Pola konsumsi keluarga ibu Dewi juga cukup baik, yaitu mengkonsumsi ikan, sayur-sayuran, telur, dan sesekali mengkonsumsi buah-buahan, meskipun mereka sangat jarang mengkonsumsi daging.

“Kalau beli baju, lebih sering lah beli baju bekas nak. Taip yang agak

bagus-bagus lah bibik pilih. Kalau beli baju baru, paling kalau udah

dekat natal atau udah dekat tahun baru aja lah. Itupun setahun sekali

belum tentu kami beli baju nak. Kalau bajunya masih cantik, masih

bagus bibik rasa, ya enggak usah lah beli baju baru lagi. Sayang

uangnya nak, mending di simpan. Kalau untuk makan keluarga bibik ya

dibeli sendiri lah nak beras-berasnya, ikan-ikannya, sayurnya, semua

lah bibik beli sendiri. Kadang kalau lagi panen ya mau juga yang

punya ladang itu ngasih sedikit, entah sayur gitu.”

Keluarga ibu Dewi tinggal di sebuah rumah yang bukan merupakan rumah yang biasa disebut oleh masyarakat Karo “Si Sepuluh Dua Jabu”, dimana di dalam

(41)

itu, seperti kursi/sofa, meja, tempat tidur, dan lain sebagainya. Hanya ada dua buah lemari pakaian. Si Sepuluh Dua Jabu tidak memiliki dapur, namun kegiatan memasak tetap dilakukan di dalam rumah dengan menggunakan tungku dan kayu bakar. Tidak tersedia fasilitas MCK (kamar mandi) di rumah ibu Dewi. Keluarga mereka menggunakan kamar mandi umum untuk mandi dan mencuci. Beliau juga memanfaatkan mata air yang sudah di kelola warga desa untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka akan air. Rumah keluarga ibu Dewi sudah dialiri listrik.

Dalam hal kesehatan, ibu Dewi menyebutkan bahwa keluarga beliau tidak mempunyai biaya khusus yang mereka sisihkan dari penghasilan mereka. Hal ini karena keluarga beliau jarang mengalami sakit. Keluhan penyakit yang pada umumnya mereka alami hanya keluhan penyakit-penyakit ringan, seperti demam, flu, batuk, sakit kepala, dan lain sebagainya. Dalam keluarga mereka juga tidak ada yang mempunya riwayat penyakit berat. Selain itu, keluarga ibu Dewi jarang bahkan hampir tidak pernaah melakukan pemeriksaan kesehatan. Apabila kelurga beliau sakit, beliau melakukan pengobatan di balai Puskesmas desa. Keluarga ibu Dewi mendapatkan bantuan kesehatan dari pemerintah, yaitu Kartu Indonesia Sehat (KIS).

(42)

“Untuk biaya pendidikan enggak ada nak bibik siapkan khusus gitu.

Karena kan sekolah juga enggak bayar, buku juga enggak bayar.

Paling biaya keluar cuma untuk buku-buku tulisnya, alat-alat tulisnya

gitu lah. Seragam sama sepatu, kalau masih muat, masih bagus ya

enggak tiap naik kelas bibik beli. Kalau belajar yaa bibik bantu lah

anak bibik ini. Lagian kan masih kelas 2 SD nya jadi enggak banyak

kali yang mau diajarkan sama dia. Enggak susah lah ngajarinya.”

Keluarga ibu Dewi memiliki interaksi dan komunikasi yang baik antara anggota keluarga. Dalam hal pengambilan keputusan, suami ibu Dewi sering melibatkan beliau dan sering mengajak beliau berdiskusi tentang hal-hal penting yang menyangkut kehidupan keluarga mereka. Begitu juga interaksi dan komunikasi keluarga ibu Dewi dengan warga yang lainnya. Ibu Dewi menyebutkan bahwa beliau cukup sering berkumpul dengan beberapa ibu-ibu lainnya di rumah beliau maupun di rumah ibu-ibu yang lain pada malam hari untuk sekedar berbincang-bincang. Di Desa Beganding sendiri, keluarga ibu Dewi tidak ikut bergabung dalam organisasi sosial, namun ibu Dewi menyebutkan bahwa sebisa mungkin mereka ikut berpartisipasi dalam kegiatan sosial yang dilaksanakan di Desa Beganding. Dalam pengambilan keputusan dalam masyarakat, ibu Dewi dan keluarga tidak terlalu sering melibatkan diri. Ibu Dewi menyebutkan bahwa alasan mereka tidak terlalu sering melibatkan diri dalam pengambilan keputusan dalam masyarakat adalah karena keluarga beliau hanya masyarakat biasa dan tidak memiliki jabatan serta peran yang cukup penting dalam masyarakat di Desa Beganding.

“Bibik sering gitu nak, kumpul-kumpul sama bibik yang lain

malam-malam. Cerita-cerita gitu, buang suntuk lah karena udah capek kerja kan.

(43)

tentang kerjaan, tentang ladang, pokoknya semua lah yang

penting-penting yang ada hubungannya sama keluarga bibik.”

Informan Kunci III

Ibu Piyama Br. Tarigan, berusia 50 tahun dan beragama Kristen Protestan. Beliau mengenyam pendidikan sampai pada tingkat Sekolah Menengah Pertama. Ibu Piyama memiliki 3 orang anak, yaitu 2 orang anak perempuan dan 1 orang anak laki-laki. Anak pertama beliau saat ini bekerja di bagian elektronik di negara Malaysia, anak kedua beliau masih menganggur, dan anak ketiga beliau sedang duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) dan berada di kelas XII. Suami beliau bekerja mengelola lahan sawah warisan keluarga. Keluarga ibu Piyama sudah tinggal di Desa Beganding selama lebih kurang 22 tahun dan sudah bekerja sebagai aron selama lebih kurang 10 tahun.

Sebelum bekerja sebagai aron, ibu Piyama bekerja sebagai penjahit pakaian. Pendapatan yang beliau peroleh sangat rendah dan tidak setiap hari beliau menerima jahitan dan mendapatkan pemasukan. Ibu Piyama menyebutkan bahwa pendapatan dari menjahit saja tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Oleh karena itu, akhirnya beliau memutuskan untuk melakukan pekerjaan lain, yaitu menjadi aron.

(44)

Malaysia, beliau mengatakan bahwa tidak setiap bulan anak beliau memberikan kiriman uang untuk keluarga beliau karena ia juga harus memenuhi kebutuhan hidupnya di Malaysia. Maka untuk menambah penghasilannya, ibu Piyama masih tetap melanjutkan pekerjaannya sebagai penjahit pakaian. Menjahit menjadi pekerjaan sampingannya setelah menjadi aron. Jika sedang mendapatkan jahitan ibu Piyama melakukannya dari sore hari sampai malam hari. Pendapatan yang beliau terima dari menjahit pakaian ini adalah Rp. 60.000- Rp. 120.000 untuk 1 pakaian. Ibu Piyama menyebutkan bahwa hal ini dapat membantu keuangan beliau.

“Berapalah pendapatan dari jahit nak.Untuk makan pun bibik rasa

enggak cukup, karena kan enggak tiap hari bibik dapat bayaran dari

jahitan. Tunggu siap bajunya ya baru dibayar. Paling enggak 2 minggu

dulu, baru siap. Kadang sebulan baru siap. Terus pun kadang ada yang

nyicil. Jadi gak tentu dia. Jadi ya bibik cari kerja yang bisa dapat

pemasukan tiap hari lah, tapi menjahitnya tetap bibik kerjakan. Memang

ada anak bibik yang udah kerja di Malaysia. Cuma kan ya enggak pula

dia tiap bulan ngirim uang sama kami. Biaya hidup dia disana kan juga

harus dipikiri. Ya lebih baik kerja aja lah bibik.”

(45)

bayaran per harinya adalah Rp. 5.000. Penarikan jula-jula akan dilakukan satu kali setiap 10 hari.

Dalam hal memenuhi kebutuhan sandang (pakaian), keluarga ibu Piyama lebih sering membeli pakaian bekas layak pakai dan sesekali membeli pakaian baru. Pembelian pakaian baru biasanya dilakukan pada saat mendekati natal atau tahun baru. Pada saat itu, keluarga ibu Piyama selalu mendapat kiriman uang dari anak beliau yang bekerja di Malaysia, sehingga mereka bisa membeli pakaian baru, baik untuk keperluan perayaan natal atau tahun baru maupun untuk keperluan pakaian sehari-hari. Keluarga ibu Piyama juga pernah mendapatkan pakain bekas layak pakai dari sanak keluarga dan sanak saudara mereka.

“Kalau udah bulan 12 nak, biasanya anak bibik yang di Malaysia itu

ngirim uang. Katanya biar ada beli baju natal mamak sama bapak, sama

baju adek-adeknya. Kalau enggak gitu, ya enggak beli baju baru lah

kami. Dari mana uang nak, beli baju bibik, baju bapak lagi, baju

anak-anak bibik lagi. Banyak biaya habis ke situ aja. Beli monja lah jadi nya.”

Kebutuhan pangan keluarga ibu Piyama dibeli dengan biaya sendiri dari penghasilan beliau. Pada saat lahan yang beliau kerjakan sedang panen, ibu Piyama beberapa kali mendapatkan sayur-sayuran dari pemilik lahan. Selain itu, ibu Piyama juga mendapat bantuan Raskin dari pemerintah. Pola konsumsi keluarga ibu Piyama bisa dikatakan baik, yaitu dengan mengkonsumsi ikan, sayur-sayuran, telur, tahu, tempe, namun sangat jarang mengkonsumsi daging.

(46)

Ibu Piyama juga memiliki barang elektronik di rumah beliau yaitu televisi dan rice cooker (alat pemasak nasi). Rumah ibu Piyama tidak memiliki fasilitas MCK (kamar

mandi). Keluarga beliau menggunakan kamar mandi umum untuk mandi dan mencuci. Untuk memenuhi kebutuhan air, keluarga ibu Piyama memanfaatkan mata air yang sudah dikelola oleh warga Desa Beganding. Rumah keluarga ibu Piyama sendiri sudah dialiri oleh listrik.

Dalam hal kesehatan, ibu Piyama mengaku sering mengalami keluhan sakit, yaitu sesak nafas. Penyakit ini sudah diderita ibu Piyama selama 4 tahun. Namun selain ibu Piyama, anggota keluarga yang lain tidak ada yang memiliki penyakit yang berat. Keluhan penyakit yang pada umumnya dialami adalah keluhan penyakit-penyakit ringan, seperti flu, demam, batuk, kepala pusing, dan sebagainya. Ketika penyakit ibu Piyama kambuh, beliau melakukan pengobatan di Rumah Sakit Umum di kota Kabanjahe. Namun jika hanya penyakit ringan, keluarga ibu Piyama sendiri melakukan pengobatan di balai Puskesmas desa. Ibu Piyama sesekali melakukan pemeriksaan kesehatan, baik di Puskesmas desa maupun di Rumah Sakit Umum mengingat penyakit sesak nafas yang beliau miliki. Keluargaa ibu Piyama juga mendapatkan bantuan kesehatan dari Pemerintah, yaitu Kartu Indonesia Sehat (KIS). Hal ini sangat membantu keluarga beliau dalam hal biaya pengobatan.

“Bibik ada sakit nak, sesak nafas udah 4 tahun. Tapi bapak sama

anak-anak bibik enggak ada penyakitnya. Sakit pun jarang lah gitu. Cuma

sakit-sakit demam, pilek, batuk, gitu-gitu lah. Kalau sakit bibik kambuh,

terus agak parah bibik rasa, bibik ke Rumah Sakit Umum nak di

Kabanjahe. Kalau ke Puskesmas, nanti di suruhnya kesana juga nya.

(47)

Ibu Piyama mempunyai 3 orang anak, dan ketiga anak beliau mengenyam bangku pendidikan. Dua orang anak beliau bersekolah sampai pada tingkat Sekolah Menengah Atas, dan anak bungsu beliau juga sedang bersekolah di tingkat SMA, pada saat ini berada di kelas XII. Ibu Piyama menyebutkan bahwa beliau sangat jarang membantu dan membimbing anak mereka dalam hal belajar. Beliau beralasan bahwa pengetahuan anak beliau lebih banyak dibandingkan pengetahuan beliau, mengingat beliau hanya bersekolah sampai pada tingkat SMP. Namun ibu Piyama selalu mendukung anak beliau dalam hal sekolah atau pendidikan. Bahkan beliau menyebutkan bahwa beliau menginginkan anaknya tersebut untuk melanjutkan pendidikannya sampai tingkat perguruan tinggi.

Keluarga ibu Piyama memiliki komunikasi yang baik antara anggota keluarganya, bahkan dengan anak beliau yang berada di Malaysia. Suami beliau sering berdiskusi dengan beliau mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan keluarga mereka. Tidak jarang mereka juga melibatkan anak-anak mereka. Sama halnya dengan pengambilan keputusan dalam keluarga, dimana suami ibu Piyama selalu melibatkan beliau dan tidak mengambil keputusan secara sepihak.

(48)

dengan warga lainnya tetap baik. Keluarga ibu Piyama tidak pernah dilibatkan dalam pengambilan keputusan dalam masyarakat dikarenakan keluarga beliau juga tidak terlalu sering melibatkan dirinya didalam hal-hal yang menyangkut Desa Beganding.

“Bibik jarang nak, malam-malam gitu kumpul-kumpul, cerita-cerita.

Mungkin karena udah tua itu bibik, jadi pulang kerja,beres-beres rumah,

masak, nyuci, terus menjahit lagi, jadi capek bibik rasa ya mending

istirahat lah bibik, tidur. Besoknya kan harus kerja lagi, biar ada tenaga.”

Informan Kunci IV

Ibu Verawita Br. Milala, berusia 45 tahun dan beragama Kristen Khatolik. Beliau mengenyam pendidikan sampai pada tingkat Sekolah Menengah Atas. Beliau memiliki 3 orang anak dan memiliki suami yang bekerja sebagai petani. Keluarga ibu Verawita sudah tinggal di Desa Beganding selama 20 tahun, dan beliau sudah menggeluti profesinya sebagai aron selama 13 tahun.

(49)

pada waktu itu. Akhirnya beliau memutuskan untuk bekerja menjadi seorang aron supaya beliau juga bisa mengurus keluarga.

Dalam satu hari ibu Verawita bekerja selama rata-rata 7 jam, dan dalam seminggu beliau bekerja selama 5 hari. Sistem pemberian upah yang diterima oleh ibu Verawita diberikan per hari, yaitu sebesar Rp. 70.000. Ibu Verawita mengatakan bahwa bagi dirinya penghasilan yang beliau terima dari pekerjaan ini sangat pas-pasan dalam memenuhi kebutuhan keluarga beliau. Beberapa kali keluarga ibu Verawita bahkan mengalami kesulitan dalam keuangan sehingga harus melakukan pinjaman. Ditambah lagi beliau tidak memiliki pekerjaan lain atau pekerjaan sampingan untuk menambah penghasilan beliau.

Demi mambantu keadaan ekonomi keluarga agar bisa memenuhi kebutuhan hidup, Ibu Verawita bergabung dengan salah satu CU yang ada di desa Begandinng, yaitu CU. Merdeka. Setiap bulannya beliau membayar Rp. 20.000 sebagai iuran wajib. Hal ini dianggap ibu Verawita sebagai kegiatan menabung untuk membantu keadaan ekonomi keluarga beliau yang tergolong rendah. Beliau juga mengatakan bahwa bergabung dengan CU. Merdeka ini keluarga beliau bisa mendapatkan pinjaman uang jika sedang membutuhkan dana yang besar untuk keperluan tertentu.

“Bibik Cuma kerja jadi aron nak, enggak ada kerjaan lain, kerjaan

sampingan gitu. Jadi ya harus hati-hati lah menggunakan uang dari

penghasilan bibik sama dari penghasilan bapak biar bisa makan, bisa

cukup kebutuhan sehari-hari. Bibik pun ikut CU nak, CU. Merdeka biar

bisa nabung, terus kalau lagi betul-betul enggak punya uang bibik bisa

minjam ke CU itu. Kadang-kadang juga bibik minjam ke keluarga kalau

(50)

Dalam memenuhi kebutuhan akan sandang (pakaian), keluarga ibu Verawita lebih sering membeli pakaian bekas layak pakai yang harganya jauh lebih murah dibandingkan pakaian baru. Dengan begitu beliau dapat cukup sering membeli pakaian. Namun bukan berarti keluarga beliau tidak pernah membeli pakaian baru. Ibu Verawita menyebutkan, membeli pakaian baru biasanya dilakukan keluarga beliau pada saat mendekati natal atau tahun baru.

Bahan-bahan pangan keluarga Ibu Verawati dibeli dengan biaya sendiri yaitu dari penghasilan beliau bekerja sebagai aron dan dari penghasilan suami beliau dari bertani. Pola konsumsi keluarga ibu Verawita sama dengan pola konsumsi pada umumnya, yaitu mengkonsumsi nasi, ikan, sayur-sayuran, telur, tahu dan tempe, dan lain-lain. Ibu Verawati menyebutkan bahwa keluarga beliau jarang mengkonsumsi daging karena harganya yang relatif mahal. Beliau menyebutkan bahwa biaya untuk membeli daging lebih baik digunakan untuk membeli kebutuhan yang lain, misalnya membeli persediaan ikan untuk beberapa hari.

(51)

Dalam hal kesehatan, keluarga ibu Verawita jarang mengalami sakit. Keluhan penyakit yang biasa keluarga beliau alami pada umumnya hanya keluahan penyakit-penyakit ringan, seperti sakit kepala, flu, demam, batuk, dan lain-lain. Namun, ibu mertua beliau mengalami struk dan sudah lumpuh. Ketika sakit, keluarga ibu Verawita biasanya melakukan pengobatan di balai Puskesmas desa. Namun ketika sakit yang dialami dirasa cukup parah dan membutuhkan penanganan medis yang lebih baik, beliau menyebutkan bahwa keluarga beliau melakukan pengobatan di Rumah Sakit Umum yang ada di kota Kabanjahe. Keluarga beliau juga mendapat bantuan kesehatan dari pemerintah berupa Kartu Indonesia Sehat.

Ibu Verwita memiliki 3 orang anak. Dua orang anak beliau sudah lulus dari pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA), dan anak bungsu beliau juga sedang mengenyam pendidikan di tingkat SMA dan berada di kelas XI. Anak pertama beliau belum memiliki pekerjaan, sementara anak kedua beliau ikut bekerja sebagai aron bersama dengan beliau. Beliau menyebutkan bahwa anak sulung beliau sedang mencari pekerjaan, namun sangat susah mendapatkannya karena hanya lulus SMA. Sementara itu, anak sulung beliau tidak ingin bekerja sebagai aron mengikuti ibu Verawita.

“Anak bibik yang sekolah tinggal satu, di SMA. Dua lagi udah lulus, tapi

yang sulung belum kerja. Ini lah lagi nyari-nyari kerja tapi enggak

dapat-dapat. Susah katanya nyari kerja cuma tamat SMA. Bibik suruh

ikut jadi aron aja, dia enggak mau. Anak kedua bibik lah yang sekarang

juga jadi aron sama bibik.”

(52)

keluarganya, atau hanya sekedar berbincang-bincang ketika semua anggota keluarga berada di rumah. Hal-hal penting yang menyangkut kehidupan keluarga mereka juga sering beliau diskusikan dengan suami dan anak-anak mereka. Beliau menyebutkan bahwa suami beliau tidak pernah mengambil keputusan apapun tanpa melibatkan beliau. Dalam masyarakat, keluarga ibu Verawita juga memiliki interaksi dan komunikasi yang baik dengan warga desa yang lainnya. Ibu Verawita menyebutkan bahwa beliau sesekali ikut berkumpul dengan ibu-ibu rumah tangga yang lain untuk berbincang-bincang. Apabila terdapat warga desa yang sedang mengadakan acara adat (pernikahan, duka cita, dll), ibu Verawita bersama ibu-ibu yang lain sering ikut membantu. Hal ini disebutkan ibu Verawita sebagai cara untuk menjaga rasa dan hubungan kekeluargaan beliau dengan warga desa yang lain tetap baik.

Informan Kunci V

Ibu Herita Br. Tarigan, berusia 38 tahun dan beragama muslim. Beliau mengenyam pendidikan hanya sampai pada tingkat Sekolah Dasar (SD). Beliau memiliki 3 orang anak yang masih bersekolah. Suami ibu Herita juga menggelutipekerjaan yang sama dengan beliau, yaitu sebagai aron. Ibu Herita sudah menjadi penduduk di Desa Beganding sejak beliau masih kecil, begitu juga dengan suami beliau. Ibu Herita sudah menggeluti pekerjaannya sebagai aron selama 14 tahun.

(53)

lakukan untuk memberinya penghasilan. Aron menjadi satu-satunya pekerjaan yang memungkinkan ibu Herita untuk mempunyai penghasilan demi memenuhi kebutuhan hidup beliau dan keluarganya.

Dalam satu hari, ibu Herita bekerja selama rata-rata 7 jam, dan dalam satu minggu beliau bekerja selama 5 hari. Pendapatan yang beliau terima dari pekerjaannya sebagai aron diberikan per hari, yaitu sebesar Rp. 70.000. Ibu Herita menyebutkan bahwa penghasilannya tersebut rendah dan belum cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga beliau. Di tambah lagi untuk memenuhi kebutuhan sekolah ketiga anak beliau. Untuk membantu keuangan kelaurga beliau, selain bekerja sebagai aron, ibu Herita juga mengelola ladang milik keluarga mereka. Pekerjaan ini beliau lakukan setiap akhir pekan. Tanaman yang beliau budidayakan adalah kopi. Penghasilan yang beliau dapatkan dari hasil panen kopi hanya sebesar Rp. 200.000 – Rp. 300.000 setiap panen. Masa panen kopi dua kali dalam satu bulan. Beliau menyebutkan bahwa meskipun pendapata dari kopi tidak besar, namun itu sangat dibutuhkan untuk sedikit membantu keadaan keuangan keluarga beliau.

“Selain jadi aron, bibik kerja juga di ladang kopi punya orang tua bibik.

Lumayan lah nak buat nambah-nambah penghasilan. Lagian kan kalau

ke ladang kopi cuma sekali seminggu, jadi enggak terganggu kerja

aronnya. Bibik dapat Rp. 200.000 sampai Rp. 300.000 lah kalau lagi

panen. Dua minggu sekali itu biasanya panen. Kalau cuma penghasilan

dari aron aja, ya enggak bisa makanlah keluarga bibik nak.”

(54)

jula yang diikuti oleh ibu Herita memiliki anggota 40 orang. Iuran untuk jula-jula tersebut adalah sebesar Rp. 10.000 per minggu. Penarikan jula-jula-jula-jula akan dilakukan sekali dalam seminggu. Ibu Herita juga bergabung menjadi anggota sebuah CU di Desa Beganding, yaitu CU. Kopdit Merdeka. Setiap bulannya beliau membayar sebesar Rp. 20.000 sebagai iuran wajib. Ibu Herita menyebutkan bahwa hal ini beliau lakukan sebagai kegiatan menabung untuk mengantisipasi apabila keluarga beliau membutuhkan dana besar untuk keperluan tertentu.

Dalam hal memenuhi kebutuhan keluarga ibu Herita akan sandang (pakaian), ibu Herita membeli pakaian baru dan juga pakaian bekas layak pakai. Namun, ibu Herita menyebutkan bahwa beliau lebih sering membeli pakaian bekas layak pakai yang harganya jauh lebih murah dibanding pakaian baru. Membeli pakaian baru dilakukan satu kali dalam setahun, yaitu hanya pada saat menjelang lebaran. Hal ini pun beliau lakukan dengan cara menyicil. Keluarga ibu Herita juga pernah mendapatkan pemberian pakaian, baik pakaian baru ataupun pakaian bekas layak pakai dari saudara-saudara beliau.

“Kami lebih sering beli baju monja nak. Baju monja pun banyak kok

yang bagus-bagus. Tapi kalau udah mau lebaran ya disitulah baru beli

baju baru. Itu pun bibik nyicil bayarnya, karena udah langganan itu.

Kalau bayar langsung lunas enggak sanggup lah bibik nak. Karena

enggak cuma satu baju yang di beli. Baju bibik, baju bapak, baju

anak-anak lagi. Pasti agak banyak habis uang kalau langsung dilunasi semua.”

(55)

atau dari sanak saudara beliau. Ibu Herita juga mendapatkan bantuan pangan dari pemerintah, yaitu Raskin. Pola konsumsi keluarga ibu Herita sudah tergolong baik, yaitu mengkonsumsi sayur-sayuran, ikan, telur, tahu dan tempe, dan lain-lain.

Rumah yang menjadi tempat tinggal ibu Herita dan keluarganya bukan rumah milik mereka sendiri melainkan rumah kontrak. Rumah tersebut sudah mereka kontrak selama 7 tahun. Bangunan rumah tersebut semi permanen dan sudah diisi dengan beberapa perabot, seperti lemari, tampat tidur, meja, kursi, dan televisi. Rumah ibu Herita memiliki ruangan utama (ruang tamu), sebuah kamar tidur, dan dapur. Rumah beliau juga sudah dilengkapi dengan fasilitas MCK atau kamar mandi. Keperluan mandi dan mencuci tidak mereka lakukan di kamar mandi umum. Sumber air di rumah ibu Herita berasal dari penampungan mata air yang dikelola warga desa. Sementara sumeber penerangan yang digunakan oleh keluarga ibu Herita adala listrik yang diambil (menumpang) dari rumah tetangga beliau.

Dalam hal kesehatan, ibu Herita menyebutkan bahwa keluarga beliau jarang mengalami sakit. Keluhan penyakit yang pada umumnya dialami hanya keluhan penyakit-penyakit ringan, seperti sakit kepala, batuk, flu, demam, dan lain-lain. Ketika sakit, keluarga ibu Herita melakukan pengobatan di balai Puskesmas desa. Namun, beliau juga menyebutkan bahwa tidak jarang keluarga beliau menggunakan pengobatan dan obat-obatan tradisonal, bahkan hanya beristirahat saja tanpa melakukan pengobatan jika sakit yang dialami dirasa tidak begitu parah. Keluarga ibu Herita mendapatkan bantuan kesehatan dari pemerintah, yaitu berupa Kartu Indonesia Sehat (KIS).

(56)

bahwa beliau sangat jarang membimbing atau membantu anak-anaknya dalam belajar. Beliau merasa dirinya tidak mampu membantu anak-anaknya dalam belajar karena keterbatasan ilmu pengetahuan yang dimilikinya, mengingat beliau hanya lulus dari Sekolah Dasar. Anak sulung beliau lah yang selalu membantu adik-adiknya dalam belajar.

“Anak-anak bibik kalau belajar ya belajar sendiri nak. Kadang belajar

sama teman-temannya gitu. Bibik jarang kali lah ngajarin anak-anak

bibik. Bibik cuma tamat SD ya mana bisa bibik ngajarin anak SMP.

Nanti anak bibik yang paling besar lah yang ngajarin adeknya.”

(57)

Informan Kunci VI

Ibu Asyanta Br. Tarigan, berusi 42 tahun dan beragama Kristen Katholik. Beliau mengenyam pendidikan sampai pada tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Ibu Asyanta memiliki 3 orang anak. Ketiga anak beliau sedang bersekolah di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Dasar (SD). Suami ibu Asyanta bekerja mengelola ladang milik keluarga beliau sendiri. Keluarga ibu Asyanta sudah menjadi penduduk tetap di Desa Beganding selama 17 tahun, dan beliau sudah menggeluti pekerjaan sebagai aron selama 10 tahun.

Sebelum bekerja sebagai aron, ibu Asyanta pernah menggeluti beberapa pekerjaan. Beliau pernah bekerja sebagai seorang kasir di sebuah hotel di kota Berastagi. Profesi tersebut beliau jalani hanya selama 1 tahun. Beliau terpaksa berhenti dari pekerjaannya tersebut karena hotel tempat beliau beerja mengalami kebangkrutan dan ditutup. Kemudian, ibu Asyanta mencoba membuka usaha. Beliau membuka toko pakaian di pasar Kabanjahe. Namun pekerjaan beliau berdagang pakaian ini juga tidak berjalan lancar dan tidak bertahan lama. Keuntungan dari toko pakaian beliau semakin lama semakin menurun. Akhirnya ibu Asyanta menutup toko pakaian tersebut dan mencoba mencari pekerjaan lain dan akhirnya bekerja sebagai aron. Ibu Asyanta bekerja sebagai aron atas saran dari keluarga dan ajakan dari teman-teman beliau di Desa Beganding.

“Sebelum jadi aron, dulu bibik pernah kerja jadi kasir di hotel di

Berastagi. Tapi cuma setahun aja bibik kerja disitu. Hotelnya tutup nak,

bangkrut. Terus bibik nyoba jualan baju di pajak Kabanjahe. Itu pun

juga enggak lancar nak, makin lama makin sedikit untung bibik,

(58)

lah, disuruh sama keluarga bibik, sama tetangga-tetangga juga diajak

dari pada enggak ada kerja.”

Dalam satu hari, ibu Asyanta bekerja selama rata-rata 7 jam, dan dalam satu minggu beliau bekerja selama 6 hari. Upah yang beliau peroleh dari pekerjaannya sebagai aron diberikan per hari, yaitu sebesar Rp. 70.000. Menurut beliau, penghasilanya dari pekerjaan ini sangat pas-pasan untuk memenuhi k

Gambar

Table 4.1
Table 4.3
Tabel 4.4.
Tabel 4.5
+6

Referensi

Dokumen terkait

Kontribusi pendapatan perempuan buruh tani yang dihitung dalam penelitian ini adalah sumbangan pendapatan yang diperoleh dari penghasilan perempuan buruh tani terhadap

Alasan ibu tunggal bekerja sebagai buruh tani karena sorang suami sudah tiada dan harus mengambil peran suami untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang semakin hari semakin

menyelesaikan skripi ini yang berjudul “ Tinjauan Sosial Ekonomi Buruh Harian Lepas (Aron) di Desa Jaranguda Kecamatan Merdeka Kabupaten Karo ”. Skripsi ini disusun sebagai salah

Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, disimpulkan bahwa buruh harian lepas (aron) di desa Jaranguda, Kecamatan Merdeka, Kabupaten Karo adalah pekerjaan utama yang

memulai kehidupan yang lebih baik sebagai buruh harian lepas (aron).. 2.5.3Upah Pekerja

Pertanyaan yang peneliti ajukan selanjutnya untuk data seputar kondisi pendidikan para buruh harian lepas (aron) adalah dengan bertanya apakah anak Ibu ada yang masih

Gambar 1& Gambar 2 Menampilkan tentang kondisi rumah para buruh harian lepas (aron) di Desa Jaranguda Kecamatan Merdeka Kabupaten Karo...

Alasan ibu tunggal bekerja sebagai buruh tani karena sorang suami sudah tiada dan harus mengambil peran suami untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang semakin hari semakin