• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Notaris Dalam Perjanjian Jual Beli Tanah dan Jaminan Perlindungan Hak Bagi Para Pihak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Notaris Dalam Perjanjian Jual Beli Tanah dan Jaminan Perlindungan Hak Bagi Para Pihak"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Boediarto, M. Ali, “Kompilasi Kaidah Hukum Putusan Pengadilan Mahkamah Agung Acara

Perdata Setengah Abad”, (Jakarta: Swa Justitia, 2005), hlm. 150. 1

Subekti, R., Hukum Acara Perdata, (Bandung: Bina Cipta, 1989) hlm. 93‐94. G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris (Notaris Reglement),

Erlangga, Jakarta, 1999, h. 41. G.H.S. Lumban Tobing, op.cit, h. 20.

Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung, 2008 (selanjutnya disingkat Habib Adjie I), h. 13.

Herlien Budiono, Notaris dan Kode Etiknya, Upgrading dan Refreshing Course Nasional Ikatan Notaris Indonesia, Medan, 2007 (selanjutnya disingkat Herlien Budiono I), h. 3.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008, h. 1224.

Soetandyo Wignyosoebroto dalam Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 1998, hal 43

Soeryono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, 1986, hal 50 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta, Sinar Grafika,

1996, hal 8-9

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum: Edisi Revisi, Jakarta, Kencana, 2011, hal 13

Zainuddin Ali, Penelitian Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 2009, hal 106

I.P.M. Ranuhandoko, 2000, Terminologi Hukum Inggris-Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan Kedua, hal. 487

Urip Santoso, 2009, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hal 359-360.

(2)

BAB III

PERAN NOTARIS DALAM MELAKUKAN PERALIHAN HAK ATAS

TANAH

A. PROSES PERALIHAN HAK ATAS TANAH

Dilihat dari sudut pandang konsep kepemilikan, maka bagi pihak yang

secara hukum memiliki hak atas tanah, baik yang telah didaftarkan maupun belum

didaftarkan dapat mengalihkan hak atas tanah yang dimilikinya. Mengalihkan hak

atas tanah, maksudnya memindahkan hak atas tanah yang dimiliki kepada pihak

lain, dengan pemindahan dimaksud, maka haknya akan berpindah. Hak (right)

yang dimaksud, adalah hubungan hukum yang melekat sebagai pihak yang

berwenang atau berkuasa untuk melakukan tindakan hukum. Di dalam

terminologi hukum kata-kata “right” diartikan hak yang legal, atau dasar untuk

melakukan sesuatu tindakan secara hukum.29 Secara yuridis, peralihan hak atas

tanah dapat dilakukan melalui beberapa proses, antara lain30

1. Jual beli;

:

2. Hibah;

3. Tukar menukar;

4. Pemisahan dan pembagian harta warisan;

5. Penyerahan hibah wasiat;

6. Hipotik;

29

I.P.M. Ranuhandoko, 2000, Terminologi Hukum Inggris-Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan Kedua, hal. 487

30

(3)

7. Credit verband.

Di dalam perkembangannya dapat terjadi karena adanya hak tanggungan

dan wakaf. Menurut Peraturan Menteri Agraria No.14 Tahun 1961 pasal 1

menentukan, bahwa: “Pemindahan hak, ialah jual beli termasuk pelelangan di

muka umum, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian

menurut adat dan perbuatan lain yang dimaksudkan untuk mengalihkan sesuatu

hak atas tanah kepada pihak lain”.

Terkait dengan pemindahan atau peralihan hak atas tanah, dilihat dari

karakteristik hak dan proses peralihan haknya, memiliki unsur hukum berbeda,

terutama yang terkait dengan syarat formil dan materiil, prosedur, maupun

mekanisme yang sangat ditentukan oleh sifat atau keadaan subjek dan objek hak.

Namun demikian syarat utama adalah harus adanya alat bukti hak atas tanah,

yakni bukti kepemilikan secara tertulis (formil) yang berupa “Sertifikat” (untuk

tanah yang telah didaftarkan), maupun “bukti pendukung” (untuk tanah yang

belum didaftarkan atau belum bersertifikat). Bukti yang dimaksud dapat berupa:

akta jual beli, hibah, fatwa waris, surat keputusan pemberian hak atas tanah dan

bangunan, dan lain-lain. Hal tersebut untuk memberikan kepastian dan kekuatan

hukum atas kepemilikan tanah, sehingga peralihan hak atas tanah tersebut

memenuhi syarat legalitas menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Peralihan hak atas tanah menurut yuridis dilakukan secara tertulis dengan

akta yang dibuat oleh pejabat yang berwenang dan didaftarkan pada Badan

Pertanahan Nasional (Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota). Langkah tersebut

terkait erat dengan prosedur peralihan hak atas tanah, karena prosedur

(4)

atas tanah sangat ditentukan oleh syarat formil maupun materiil, prosedur dan

kewenangan bagi pihak-pihak terkait, baik kewenangan mengalihkan maupun

kewenangan pejabat untuk bertindak. Prosedur hukum beralihnya suatu hak atas

tanah dapat ditelusuri baik sebelum maupun setelah berlakunya Undang-Undang

Pokok Agraria (UUPA).

Di dalam pasal 19 PP No. 10 Tahun 1961 sebagai aturan pelaksanaan

UUPA disebutkan, bahwa “Setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan hak

atas tanah atau meminjam uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan,

harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan Pejabat

yang ditunjuk oleh Menteri Agraria”. Menurut ketentuan tersebut terlihat jelas

bahwa peralihan hak atas tanah harus dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh

Pejabat Pembuat Akta Tanah yang selanjutnya disingkat PPAT. Dengan demikian

ada unsur absolute yang harus dipenuhi dalam mengalihkan hak atas tanah, yakni

adanya akte peralihan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT.

B. WEWENANG NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA JUAL BELI

Berdasarkan dari ketentuan yang termuat dalam Pasal 15 UU Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, khususnya ayat (2) huruf f, secara yuridis formal notaris berwenang untuk membuat akta jual beli tanah. Wewenang notaris dalam membuat akta jual beli tanah tersebut memiliki kekuatan hukum yang kuat karena wewenang tersebut adalah berdasarkan pada Undang-Undang.

(5)

memenuhi syarat sebagai suatu akta otentik yang ditentukan undang-undang. Sehingga akta bersangkutan (dalam hal ini perjanjian pengikatan jual beli tanah) dapat dipergunakan sebagai alas bukti otentik oleh para pihak apabila di kemudian hari terjadi sengketa mengenai objek perjanjian. Sedangkan apabila syarat untuk menjadi akta otentik tidak dipenuhi, maka tetap saja akta tidak menjadi akta otentik melainkan menjadi akta di bawah tangan baik akta dibuat oleh notaris maupun notaris merangkap PPAT sebagaimana yang diwacanakan oleh Pasal 15 ayat (2) huruf f UUJN.

Pembuatan Perjanjian Pengikatan untuk Jual Beli (PPJB) dalam perbuatan hukum peralihan hak atas tanah mempunyai kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi para pihak yang akan melakukan transaksi jual beli yang belum memenuhi syarat untuk dibuatkannya Akta Jual Beli sebagai instrumen hukum guna melakukan proses balik nama pada Kantor Pertanahan, karena dengan dibuatkannya Perjanjian Pengikatan untuk Jual Beli (PPJB) sebagai dokumen otentik dihadapan pejabat yang berwenang, untuk itu yaitu Notaris, secara yuridis telah terjadi hubungan hukum antara pihak calon penjual dan pihak calon pembeli yang akan mengikat kedua belah pihak dan akan berakibat hukum apabila terjadi pelanggaran atas isi perjanjian. Jadi dengan dibuatkannya Akta Pengikatan untuk Jual Beli oleh Notaris, telah meletakkan hak dan kewajiban antara pihak calon penjual dan pihak calon pembeli berdasarkan kesepakatan para pihak yang dimuat dan diterangkan oleh notaries kedalam akta itu, dengan mengacu Pasal 1320 juncto Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

(6)

terlaksana apakah merupakan hal yang dapat dikategor ikan sebagai hal yang merugikan kl ien, adalah tidak terlaksananya jual beli yang tentunya akan merugikan klien yang beritikad baik, sehingga tidak terlaksananya jual beli dikemudian hari dapat dikategorikan sebagai hal yang merugikan klien.

Implementasi Pasal 15 ayat (2) huruf f tentang Kewenangan Notaris membuat akta dibidang pertanahan perlu dipikirkan bersama guna mencari solusi dalam menyelesaikan permasalahannya. Meskipun dalam terminologi hukum bahwa Pasal tersebut telah bersifat final yang tidak perlu mendapat penjelasan, terkecuali hanya dilaksanakan sesuai diamanatkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris. Berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, telah memunculkan berbagai macam tanggapan, baik yang datang dari kalangan Notaris sendiri, maupun dari pihak lain yang merasa Undang-Undang tersebut telah “memangkas” kewenangan yang selama ini merupakan kewenangannya.

(7)

dan peranan Notaris dalam masyarakat khususnya dalam bidang hukum. Tidak sedikit pula masyarakat yang menganggap bahwa notaris hanya “tukang stempel” yang “kalah pintar” dari advokat/pengacara, sehingga mereka sering membawa draft dari pengacara atau advokat mereka dan meminta notaris untuk menyalinnya dalam bentuk akta otentik,

a) Kedudukan Seorang Notaris

(8)

memperhatikan kepentingan semua pihak yang terlibat. Itu sebabnya seorang notaris dalam menjalankan tugasnya tidak bisa didikte oleh kemauan salah satu pihak sehingga mengabaikan kepentingan pihak lainnya (meskipun sungguh sangat disesalkan bahwa sekarang banyak notaris yang mau didikte oleh pelanggannya sekalipun harus bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan/atau kode etik profesi).

b) Fungsi Seorang Notaris

Setiap masyarakat membutuhkan seseorang (figur) yang keteranganketerangannya dapat diandalkan, dapat dipercayai, yang tandatangannya serta segelnya (capnya) memberi jaminan dan bukti kuat, seorang ahli yang tidak memihak dan penasihat yang tidak ada cacatnya (onkreukbaar atau unimpeachable), yang tutup mulut, dan membuat suatu perjanjian yang dapat melindunginya di hari-hari yang akan datang. Selain itu terdapat karakter yuridis Notaris yang ada, yaitu :

1) Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 702 K/Sip/1973, tanggal 5 September 1973 :

(9)

2) Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 3199 K/Pdt/1992, tanggal 27 Oktober 1994 :

Akta otentik menurut ketentuan ex Pasal 165 HIR jo 265 Rbg jo 1868 BW merupakan bukti yang sempurna bagi kedua belah pihak, para ahli warisnya dan orang yang mendapat hak darinya.

3) Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 1140 K/Pdt/1996, tanggal 30 Juni 1998 :

Suatu akta notaris sebagai akta otentik yang isinya memuat 2 (dua) perbuatan hukum, yaitu :(1) Pengakuan hutang, dan (2) kuasa mutlak untuk menjual tanah, maka akta notaris ini telah melanggar adagium. Bahwa satu akta otentik hanya berisi satu perbuatan hukum saja. Akta Notaris yang demikian itu tidak memiliki executorial titel ex Pasal 224 HIR dan tidak sah.

Berdasarkan yurisprudensi Mahkamah Agung tersebut, maka karakter yuridis Notaris dan akta Notaris, yaitu :

1. Pembatalan akta Notaris oleh hakim tidak dapat dibenarkan, karena akta tersebut merupakan kehendak para penghadap;

2. Fungsi Notaris hanya mencatatkan keinginan penghadap yang dikemukakan di hadapan Notaris;

3. Notaris tidak mempunyai kewajiban materil atas hal-hal yang dikemukakan di hadapan Notaris;

4. Akta Notaris mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna bagi para pihak, para ahli warisnya dan siapa saja yang mendapat hak dari akta tersebut;

(10)

hukum, maka akta tersebut tidak mempunyai kekuatan title eksekutorial dan tidak sah.

C. KEKUATAN AKTA NOTARIS DALAM MENGIKAT PARA PIHAK

Apabila Kekuatan pembuktian Akta Otentik diatur dalam Pasal 1870 KUHPerdata yang mengatakan bahwa; Suatu akta otentik memberikan di antara para pihak beserta ahli waris-ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya. Kekuatan yang melekat pada akta otentik yaitu; Sempurna (volledig bewijskracht) dan Mengikat (bindende bewijskracht), yang berarti apabila alat bukti Akta Otentik diajukan memenuhi syarat formil dan materil dan bukti lawan yang dikemukakan tergugat tidak mengurangi keberadaanya, pada dirinya sekaligus melekat kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat (volledig en bindende bewijskracht), dengan demikian kebenaran isi dan pernyataan yang tercantum didalamnya menjadi sempurna dan mengikat kepada para pihak mengenai apa yang disebut dalam akta. Sempurna dan mengikat kepada hakim sehingga hakim harus menjadikannya sebagai dasar fakta yang sempurna dan cukup untuk mengambil putusan atas penyelesaian perkara yang disengketakan31

Akta otentik menurut Pasal 1868 KUHPerdata, yaitu suatu akta yang di dalam bentuk yang ditetapkan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan Pegawai Umum yang berkuasa untuk itu, di tempat di mana akta dibuatnya. Akta otentik mempunyai tiga macam kekuatan, oleh karena itu dalam pembuatan suatu

.

31

(11)

akta otentik oleh Notaris, hendaknya diperhatikan 3 (tiga) aspek, Akta Notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan nilai pembuktian yaitu :

1. Lahiriah (uitwendige bewijskracht)

Kemampuan lahiriah akta Notaris, merupakan kemampuan akta itu sendiri untuk membuktikan keabsahannya, sebagai akta otentik (acta publica probant sese ipsa).Jika dilihat dari luar (lahirnya) sebagai akta otentik serta sesuai dengan aturan hukum yang sudah ditentukan mengenai syarat akta otentik, artinya sampai ada yang dapat membuktikan bahwa akta tersebut bukan akta otentik secara lahiriah.Dalam hal ini beban pembuktian ada pihak yang menyangkalnya keotentikan akta Notaris.

Parameter untuk menentukan akta Notaris sebagai akta otentik, yaitu dengan adanya tanda tangan dari Notaris yang bersangkutan, baik yang ada pada Minuta dan salinan dan adanya awal akta mulai dari judul sampai dengan akhir akta32

Penyangkalan atau pengingkaran secara lahiriah akta Notaris sebagai akta otentik, bukan akta otentik, maka penilaian pembuktiannya harus didasarkan pada syarat-syarat akta Notaris sebagai akta otentik.Pembuktian semacam ini harus

.

Nilai pembuktian akta Notaris dari aspek lahiriah, akta tersebut harus dilihat apa adanya, bukan dilihat ada apa. Secara lahiriah tidak perlu dipertentangkan dengan alat bukti lainnya. Jika ada yang menilai bhwa suatu akta Notaris tidak memenuhi syarat sebagai akta, maka yang bersangkutan wajib membuktikan bahwa akta tersebut secara lahiriah bukan akta otentik.

32

(12)

dilakukan melalui upaya gugatan ke pengadilan. Penggugat harus dapat membuktikan bahwa secara lahiriah akta yang menjadi objek gugatan bukan akta Notaris.33

Jika aspek formal dipermasalahkan oleh para pihak, maka harus dapat dibuktikan dari formalitas dari akta, yaitu harus dapat membuktikan ketidakbenaran hari, tanggal, bulan, tahun, dan pukul menghadap, membuktikan ketidakbenaran mereka yang menghadap, membuktikan ketidakbenaran apa yang dilihat, disaksikan dan didengar oleh Notaris, juga harus dapat membuktikan ketidakbenaran pernyataan atau keterangan para pihak yang diberikan atau disampaikan dihadapan Notaris, dan ketidakbenaran tanda-tangan para pihak, saksi dan Notaris ataupun ada prosedur pembuatan akta yang tidak dilakukan. 2. Formal (formele bewijskracht)

Akta Notaris harus memberikan kepastian bahwa suatu kejadian dan fakta tersebut dalam akta betul-betul dilakukan oleh Notaris atau diterangkan oleh pihak pihak yang menghadap pada saat yang tercantum dalam akta sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan dalam pembuatan akta. Secara formal untuk membuktikan kebenaran dan kepastian tentang hari, tanggal, bulan, tahun, pukul (waktu) menghadap, dan para pihak yang menghadap, paraf dan tanda tangan para pihak atau penghadap, saksi dan Notaris, serta membuktikan apa yang dilihat, disaksikan, didengar oleh Notaris, (pada akta pejabat/berita acara), dan mencatatkan keterangan atau pernyataan para pihak atau penghadap (pada akta pihak).

33

(13)

Pihak yang mempermasalahkan akta tersebut harus melakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek formal dari akta Notaris. Jika tidak mampu membuktikan ketidakbenaran tersebut, maka akta tersebut harus diterima oleh siapa pun.

Tidak dilarang siapa pun untuk melakukan pengingkaran atau penyangkalan atas aspek formal akta Notaris, jika yang bersangkutan merasa dirugikan atas akta yang dibuat di hadapan atau oleh Notaris. Pengingkaran atau penyangkalan tersebut harus dilakukan dengan suatu gugatan ke pengadilan umum, dan penggugat harus dapat membuktikan bahwa ada aspek formal yang dilanggar atau tidak sesuai dalam akta yang bersangkutan, misalnya, bahwa yang bersangkutan tidak pernah merasa menghadap Notaris pada hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul yang tersebut dalam awal akta, atau merasa tanda-tangan dalam akta bukan tanda-tangan dirinya. Jika hal ini terjadi bersangkutan atau penghadap tersebut untuk menggugat Notaris, penggugat harus dapat membuktikan ketidakbenaran aspek formal tersebut.34

Merupakan kepastian tentang meteri suatu akta, karena apa yang tersebut dalam akta merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum, kecuali ada pembuktian sebaliknya. Keterangan atau pernyataan yang dituangkan atau dimuat dalam akta pejabat atau akta berita acara, atau keterangan para pihak yang diberikan atau disampaikan dihadapan Notaris akta pihak dan para pihak harus 3. Materil (meteriele bewijskracht)

34

(14)

dinilai berkata benar dan kemudian dituangkan atau dimuat dalam akta berlaku sebagai yang benar atau setiap orang yang datang menghadap Notaris yang kemudian keterangannya dituangkan atau dimuat dalam akta harus dinilai telah berkata benar. Jika ternyata pernyataan atau keterangan para penghadap tersebut menjadi tidak benar, maka hal tersebut menjadi tanggung jawab para pihak itu sendiri.Notaris terlepas dari hal semacam itu, dengan demikian isi akta Notaris mempunyai kepastian sebagai yang sebenarnya, dan menjadi bukti yang sah untuk atau di antara para pihak dan para ahli waris serta para penerima hak mereka. Jika akan membuktikan aspek materil dari akta, maka yang bersangkutan harus dapat membuktikan bahwa Notaris tidak menerangkan atau menyatakan yang sebenarnya dalam akta pejabat, atau para pihak yang telah berkata benar di hadapan Notaris menjadi tidak benar dan harus dilakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek materil dari akta Notaris.

Ketiga aspek tersebut diatas merupakan kesempurnaan akta Notaris sebagai akta otentik dan siapa pun terikat oleh akta tersebut.Jika dapat dibuktikan dalam suatu persidangan pengadilan, bahwa ada salah satu aspek tersebut tidak benar, maka akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau akta tersebut didegradasikan dalam kekuatan pembuktiannya hanya sebagai akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan.35

35

Ibid, hlm, 21

(15)

1. Akta otentik mempunyai tanggal yang pasti, Pasal 15 ayat (1) UUJN, sedangkan mengenai tanggal pembuatan akta dibawah tangan tidak ada jaminan tanggal pembuatannya.

2. Grosse dari akta otentik untuk pengakuan hutang dengan frasa dikepala akta demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, mempunyai kekuatan eksekutorial seperti halnya keputusan Hakim, Pasal 1 angka 11 UUJN, sedangkan akta yang dibuat di bawah tangan tidak mempunyai kekuatan eksekutorial.36

4. Akta otentik adalah alat bukti yang sempurna tentang yang termuat didalamnya (volledig bewijs), Pasl 1870 KUHPerdata artinya apabila satu pihak mengajukan suatu akta otentik, Hakim harus menerimanya dan menanggap apa yang dituliskan didalam akta tersebut sungguh telah terjadi sesuatu yang besar, sehingga Hakim tidak boleh memerintahkan menambah bukti yang lain. Sedangkan akta dibawah tangan dalam hal ini perjanjian, apabila pihak yang menandatangani tidak menyangkal atau mengakui tanda tangannya, maka akta dibawah tangan tersebut memperoleh kekuatan pembuktian yang sama dengan akta otentik yaitu sebagai bukti yang sempurna. Pasal 1875 KUHPerdata. Tetapi apabila tanda tangan tersebut disangkal, maka pihak yang mengajukan perjanjian tersebut wajib 3. Minuta akta otentik adalah merupakan arsip Negara, Pasal 15 ayat (1) UUJN, kewenangan Notaris menyimpan akta, karena akta Notaris adalah arsip Negara, maka tidak boleh hilang, sedangkan akta dibawah tangan kemungkinan hilang sangat besar.

36

(16)

membuktikan kebenaran tanda tangan tersebut, hal tersebut merupakan sebaliknya dari yang berlaku pada akta otentik.37

Nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada akta otentik, apabila terpenuh syarat formil dan materil maka pada akta tersebut langsung mencukupi batas minimal pembuktian tanpa bantuan alat bukti lain. Langsung sah sebagai alat bukti akta otentik, pada Akta tersebut langsung melekat nilai kekuatan pembuktian yaitu sempurna (volledig) dan mengikat (bindende).38

Apabila terhadapnya diajukan bukti lawan maka, derajat kualitasnya merosot menjadi bukti permulaan tulisan (begin van schriftelijke), dalam keadaan yang demikian, tidak dapat berdiri sendiri mencukupi batas minimal pembuktian, oleh karena itu harus dibantu dengan salah satu alat bukti yang lain.

Hakim wajib dan terikat menganggap akta otentik tersebut benar dan sempurna, harus menganggap apa yang didalilkan atau dikemukakan cukup terbukti. Hakim terikat atas kebenaran yang dibuktikan akta tersebut, sehingga harus dijadikan dasar pertimbangan mengambil putusan penyelesaian sengketa.

(17)

D. LARANGAN NOTARIS DALAM MEMBUAT AKTA TERTENTU

Pada dasarnya, semua jenis akta yang terletak dalam bidang perdata boleh dibuat oleh notaris. Namun, dalam hal tertentu ada larangan khusus bagi notaris untuk membuat akta bagi orang orang tertentu. Larangan tersebut diatur dalam pasal 20 ayat 1 P.J.N yang berbunyi :

“Notaris tidak boleh membuat akta dalam mana ia sendiri, istrinya, keluarga sedarahnya atau keluarga semendanya dalam garis lurus tanpa pembatasan derajat dan dalam garis kesamping sampai dengan derajat ketiga baik untuk dirinya sendiri maupun melalui kuasa adalah merupakan pihak”.

Jikalau pasal tersebut kita perinci maka dapat dikatakan bahwa larangan itu berlaku jika dalam suatu akta ternyata bahwa :

1. Notaris itu sendiri, 2. Istri notaris itu,

3.Keluarga sedarah dan keluarga semenda notaris itu, dalam garis lurus tanpa pembatasan derajat, dalam garis kesamping sampai dengan derajat ketiga, adalah:

a.merupakan pihak karena dirinya sendiri atau

b. merupakan pihak melalui seseorang yang dikuasakannya (door gemachtigde).

(18)

pasal yang mengatur tentang persyaratan pengangkatan notaris menetapkan bahwa yang boleh diangkat menjadi notaris (hanyalah) pria.

1. Menjadi Pihak Karena Dirinya Sendiri.

Yang dimaksud dengan menjadi pihak karena dirinya sendiri ialah jika hak dan kewajiban yang timbul dari akta tersebut adalah untuk dan atas tanggungan diri pribadi penghadap itu sendiri.

2. Menjadi Pihak Melalui Orang Yang Dikuasakan

Menjadi pihak dalam akta melalui seseorang yang dikuasakan artinya ialah bahwa si penghadap bertindak bukan untuk kepentingannya sendiri melainkan untuk dan atas tanggungan orang lain yang diwakilinya berdasarkan pemberian kuasa. Segala akibat hukum perbuatan dari yang diberi kuasa bertalian dengan akta untuk mana ia menghadap adalah untuk dan atas tanggungan pihak yang memberi kuasa. Bukan menjadi hak dan kewajiban orang yang diberi kuasa (yang menghadap)

Sebagai contoh ialah si A memberi kuasa kepada si B untuk mempersewakan rumah kepunyaan si A kepada si C. Maka untuk keperluan pembuatan akta sewa menyewa, yang menghadap kepada notaris adalah si B yang bertindak sebagai kuasa si A juga menghadap si C. Dalam hal ini yang menjadi pihak perjanjian sewa menyewa ialah si A sebagai pihak melalui kuasanya yang bernama B, sedangkan si C juga merupakan pihak kareana dirinya sendiri.

(19)

- Kuasa lisan

Artinya kuasa itu diberikan secara lisan atau dengan omongan saja tanpa didukung satu tulisan atau surat.

- Kuasa dibawah tangan

Kuasa ini diberikan dengan satu tulisan atau akta akan tetapi pembuatan akta itu dilakukan tanpa campur tangan atau bantuan pejabat umum melainkan dibuat oleh hanya yang berkepentingan saja (pasal 1874 KUH Perdata)

Ada kalanya pembuatan surat kuasa ini terjadi dengan melibatkan pejabat umum secara terbatas yakni yang membuat surat kuasa itu adalah orang yang bersangkutan saja akan tetapi penandatangannya dilakukan dihadapan pejabat umum. Dengan perkataan lain penandatangannya disaksikan oleh pejabat umum. Surat kuasa demikian dinamakan surat kuasa dibawah tangan yang dilegalisir.

- Kuasa otentik

Kuasa otentik adalah kuasa yang diberikan dengan akta yang diperbuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang undang oleh pejabat umum yang berwenang seperti yang diuraikan lebih jelas dalam pasal 1868 KUH Perdata. Pada umumnya pejabat umum yang bertindak dalam pembuatan akta otentik itu adalah notaris karena itu jika tidak ternyata sebaliknya maka akta otentik sama dengan akta notaris.

(20)

dengan notaris. Sebab dalam hal ini keluarganya itulah yang menjadi pihak melalui kuasa.

- Menjadi Pihak Melalui Wakil Yang Bertindak Dalam Kedudukan ( In Hoedanigheid).

Menjadi pihak melalui yang diberi kuasa (door gemachtigde) maknanya adalah menjadi pihak melalui seorang wakil. Si wakil mewakili melalui lembaga kuasa. Seseorang mungkin pula mewakili orang lain bukan melalui lembaga kuasa akan tetapi melalui lembaga (institusi) lain yaitu lembaga kedudukan atau lembaga jabatan (in hoedanigheid).

Kedudukan sebagai wali mengandung arti bahwa si wali berhak, bahkan dalam hal tertentu berkewajiban, mewakili anak dibawah umur yang berada dibawah perwaliannya melakukan suatu perbuatan hukum. Dalam hal ini jika dibuatkan aktanya dimuka notaris maka yang menghadap adalah si wali, bukan si anak namun yang menjadi pihak yang terikat pada perjanjian itu adalah si anak.

Jika dalam pembuatan suatu akta seorang penghadap itu bertindak dalam kedudukannya sebagai wali dari seorang anak dibawah umur maka yang terikat mengenai isi akta bukanlah si wali melainkan si anak dibawah umur. Seandainya orang tadi bertindak dalam kedudukannya sebagai kurator (pengampu) maka yang terikat bukanlah pengampu itu tapi kurandus (yang terampu).

(21)

- Larangan Tidak Berlaku.

Larangan tersebut diatas tidak berlaku dalam hal hal yang diuraikan dalam pasal 20 ayat 2.

- Sanksi

Pelanggaran terhadap larangan pembuatan akta akta yang tersebut diatas diatur dalam pasal 20 ayat 3 P.J.N yang menentukan :

“Akta itu hanya mempunyai kekuatan sebagai akta dibawah tangan asal saja akta itu ditandatangani oleh para penghadap dan notaris pembuat akta itu berkewajiban membayar ongkos, kerugian dan bunga kepada yang berkepentingan”.

Akibat hukum dari sanksi tersebut berbeda-beda tergantung dari jenis perbuatan atau perjanjian yang dimuat dalam akta tersebut yakni :

Jika perbuatan itu adalah perbuatan yang bebas bentuk (vormvrij) dalam arti kata adanya akta notaris bukan merupakan keharusan maka perbuatan itu tetap sah secara yuridis namun kekuatan pembuktian akta tersebut meskipun dibuat dihadapan notaris hanya kekuatan pembuktian akta dibawah tangan.

(22)

BAB IV

JAMINAN PERLINDUNGAN HAK BAGI PARA PIHAK DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH MELALUI JUAL BELI

A. SIFAT JUAL BELI MENURUT HUKUM TANAH NASIONAL

Penggunaan istilah jual beli tanah adalah untuk keperluan praktis, tetapi sebenarnya diperjualbelikan atau yang menjadi objek jual beli adalah hak atas tanah bukan tanahnya. Tujuan jual beli hak atas tanah adalah agar supaya pembeli dapat secara sah menguasai dan menggunakan hak atas tanah tersebut.

Dalam perkembangannya, yang diperjualbelikan tidak hanya hak atas tanah, tetapi juga Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. Hal ini terkait dengan adanya hak milik yang terletak di atas tanah pihak lain, baik berupa hak milik, hak guna bangunan, hak pakai, hak pengelolaan maupun hak milik negara atau lazim disebut tanah negara. Perkembangan lain jual beli hak atas tanah saat ini juga meliputi bangunan yang ada di atasnya serta tanaman atau pepohonan yang ada/ tumbuh di atas tanah tersebut.

Pengertian jual beli tanah menurut UUPA didasarkan pada konsep dan pengertian jual beli menurut hukum adat. Dalam hukum adat tentang jual beli tanah dikenal tiga macam yaitu :

a. Adol Plas (Jual Lepas)

(23)

b. Adol Gadai (Jual Gadai)

Pada adol gadai, pemilik tanah pertanian (pembeli gadai) menyerahkan tanahnya untuk digarap kepada pihak lain (pemegang gadai) dengan menerima sejumlah uang dari pihak lain (pemegang gadai) sebagai uang gadai dan tanah dapat kembali kepada pemiliknya apabila pemilik tanah menebus uang gadai.

c. Adol Tahunan (Jual Tahunan)

Pada adol tahunan, pemilik tanah pertanian menyerahkan tanahnya untuk digarap dalam beberapa kali masa panen kepada pihak lain (pembeli) dengan pembayaran sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan antar pemilik tanah dengan pembeli. Setelah beberapa kali masa panen sesuai kesepakatan kedua belah pihak, tanah pertanian diserahkan kembali oleh pembeli kepada pemilik tanah.40

Menurut Boedi Hars Harsono pengertian jual beli tanah adalah perbuatan hukum yang berupa penyerahan hak milik (penyerahan tanah untuk selama-lamanya) oleh penjual kepada pembeli, yang pada saat itu juga pembeli membayar harganya kepada penjual. Jual beli yang mengakibatkan beralihnya hak milik atas tanah dari penjual kepada pembeli itu masuk dalam hukum agrarian atau hukum tanah.41

40

Urip Santoso, 2009, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hal 359‐360.

41

Boedi Harsono 11, Op.Cit, hal.135.

(24)

namun juga Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, maupun Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.

Sifat jual beli tanah berdasarkan konsep Hukum Adat menurut Effendi Perangin, adalah:42

Terang, artinya jual beli tanah tersebut dilakukan di hadapan kepala desa (kepala adat) yang tidak hanya bertindak sebagai saksi tetapi juga dalam kedudukannya sebagai pihak yang menanggung bahwa jual beli tanah tersebut tidak melanggar hukum yang berlaku. Jual beli tanah yang dilakukan di hadapan kepala desa menjadi “terang” dan bukan perbuatan hukum yang “gelap”. Artinya pembeli mendapatkan pengakuan dari masyarakat yang bersangkutan sebagai pemilik tanah yang baru dan mendapatkan perlindungan hukum jika pada a. Contant atau Tunai

Contant atau tunai, artinya harga tanah yang dibayar itu seluruhnya, tetapi bisa juga sebagian. Akan tetapi biarpun dibayar sebagian, menurut hukum dianggap telah dibayar penuh. Pembayaran harga dan penyerahan haknya dilakukan pada saat yang bersamaan. Pada saat itu, jual beli menurut hukum telah selesai. Sisa harga yang belum dibayar dianggap sebagai utang pembeli kepada bekas pembeli tanah (penjual). Hal ini berarti, jika kemudian pembeli tidak membayar sisa harganya, maka bekas pemilik tanah tidak dapat membatalkan jual beli tanah tersebut. Penyelesaian pembayaran sisa harga tersebut dilakukan menurut hukum perjanjian utang piutang.

b. Terang

42

(25)

kemudian hari ada gugatan terhadapnya dari pihak yang menggangap jual beli tanah tersebut tidak sah.

Sebagai perbandingan, berikut ini diuraikan tentang jual beli tanah menurut Burgerlijk Wetboek (BW). Pengertian jual beli dimuat dalam Pasal 1457 BW, yaitu suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah diperjanjikan. Selanjutnya, dalam Pasal menurut 1458 BW, dinyatakan bahwa jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya para pihak mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya meskipun kebendaan itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar.

Khusus jual beli tanah pada masa berlakunya Hukum Agraria Kolonial diatur dalam Overschrijving Ordonnantie Stb. 1934 Nomor 27. Dalam perjanjian jual beli tanah menurut ketentuan tersebut terdapat dua perbuatan hukum, yaitu : a. Perjanjian jual beli tanah yang dibuat dengan akta notaris atau akta di bawah tangan. Mengenai perjanjian jual beli pengaturannya termasuk hukum perjanjian yang merupakan bagian dari Hukum Perikatan dalam Buku III BW. Pada saat dilakukan perjanjian jual beli belum terjadi pemindahan hak atas tanah dari penjual kepada pembeli.

(26)

Berbeda dengan konsep jual beli menurut BW dan Overschrijving Ordonnantie Staatsblad Tahun 1934 Nomor 27, pada jual beli tanah menurut hukum adat terdapat satu perbuatan hukum, yaitu hak atas tanah berpindah dari penjual kepada pembeli pada saat dibayarnya harga tanah secara tunai oleh pembeli kepada penjual. Menurut Hukum Adat jual beli tanah bukan merupakan perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1457 BW, melainkan suatu perbuatan hukum yang bertujuan untuk memindahkan hak atas tanah dari pemegang hak (penjual) kepada pihak lain (pembeli) dengan pembayaran sejumlah uang secara tunai dan dilakukan di hadapan kepala desa/ kepala adat setempat sehingga bersifat terang.

Dengan mengadopsi pengertian jual beli menurut Hukum Adat, maka dalam Hukum Tanah Nasional (vide UUPA) dinyatakan bahwa jual beli hak atas tanah adalah merupakan suatu perbuatan hukum berupa penyerahan hak atas tanah untuk selama-lamanya oleh pemegang haknya sebagai penjual kepada pihak lain sebagai pembeli, dan secara bersamaan pihak pembeli menyerahkan sejumlah uang yang disepakati oleh kedua belah pihak sebagai harga kepada penjual. Pengertian ini adalah sesuai dengan unsur kontan yang terdapat dalam Hukum Adat. Sedangkan jika pada proses jual beli tersebut ternyata pihak pembeli belum membayar lunas seluruh harga tanah, maka kekurangannya dianggap sebagai hutang yang tunduk pada hukum hutang piutang.

B. OBJEK DAN SYARAT-SYARAT JUAL BELI HAK ATAS TANAH

(27)

pejabat yang berwenang, dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. Tidak semua hak atas tanah dapat dijadikan objek jual beli. Hak atas tanah yang tidak dapat diperjualbelikan adalah hak pakai atas tanah negara yang diberikan untuk waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya digunakan untuk keperluan tertentu. Misalnya, Hak Pakai yang dimiliki oleh lembaga/ instansi Pemerintah, Perwakilan Negara Asing atau Badan/ Organisasi Internasional, dan Badan Sosial (Penjelasan Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996).

Peralihan hak atas tanah dalam bentuk jual beli harus memenuhi beberapa syarat yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila syarat-syarat yang telah ditentukan tidak terpenuhi maka akan membawa konsekuensi pada legalitas jual beli hak atas tanah tersebut. Di samping itu apabila suatu perbuatan jual beli hak atas tanah tidak memenuhi syarat, juga dapat berkonsekuensi tidak dapat didaftarkannya peralihan hak atas tanah melalui jual beli tersebut. Syarat-syarat jual beli hak atas tanah ada yang merupakan syarat materiil dan syarat formil.

1. Syarat Materiil

(28)

menjadi objek jual beli. Uraian tentang syarat materiil dalam jual beli hak atas tanah adalah sebagai berikut :

1. Syarat Penjual

Untuk dapat melakukan transaksi jual beli hak atas tanah maka penjual harus mempunyai hak dan wewenang untuk menjual hak atas tanah dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Penjual adalah orang yang namanya tercantum dalam sertifikat atau alat bukti lain selain sertifikat.

b. Penjual harus sudah dewasa menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Apabila penjual masih belum dewasa atau masih berada di bawah umur (minderjarig) maka untuk melakukan jual beli harus diwakili oleh walinya.

d. Apabila penjual berada di dalam pengampuan (curatale), maka untuk melakukan transaksi jual beli harus diwakili oleh pengampu atau kuratornya.

(29)

f. Apabila hak atas tanah yang akan dijual merupakan harta bersama dalam perkawinan maka penjual harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari suami/istri yang dituangkan dalam akta jual beli.

2. Syarat Pembeli

Selaku calon pemegang hak baru, maka pembeli hak atas tanah harus memenuhi syarat syarat sebagai subjek hak atas tanah dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Apabila objek jual beli tersebut merupakan tanah Hak Milik, maka subjek yang dapat membeli tanah adalah perseorangan warga negara Indonesia, bank pemerintah, badan keagamaan, dan badan sosial.

b. Apabila objek jual beli tersebut merupakan tanah Hak Guna Usaha, maka subjek yang dapat membeli tanah adalah perseorangan warga negara Indonesia, dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

c. Apabila objek jual beli tanah tersebut merupakan tanah Hak Guna Bangunan, maka subjek yang dapat membeli tanah adalah perseorangan warga negara Indonesia, dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

(30)

didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, dan badan hukum asing yang mempuyai perwakilan di Indonesia.

2. Syarat Formil

Syarat formil dalam jual beli hak atas tanah adalah meliputi formalitas transaksi jual beli tersebut. Formalitas tersebut meliputi akta yang menjadi bukti perjanjian jual beli serta pejabat yang berwenang membuat akta tersebut. Dalam rangka pendaftaran pemindahan hak, maka syarat formil jual beli hak atas tanah harus dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Akta yang dibuat oleh PPAT tersebut merupakan atau dikualifikasikan sebagai akta otentik.

Syarat bahwa jual beli harus dibuktikan dengan akta PPAT ditegaskan dalam Pasal 37 Ayat (1) Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997, yang menyatakan: “Peralihan hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun melalui jual beli, tukar-menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

(31)

menteri, Kepala Kantor Pertanahan dapat mendaftarkan pemindahan hak atas bidang tanah Hak Milik, yang dilakukan di antara perorangan warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan akta yang tidak dibuat oleh PPAT, tetapi yang menurut Kepala Kantor Pertanahan tersebut kadar kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar pemindahan hak yang bersangkutan”.

Atas dasar ketentuan Pasal 37 Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 menunjukkan bahwa untuk kepentingan pemindahan kepada Kantor Pertanahan, jual beli hak atas tanah harus dibuktikan dengan akta PPAT. Namun dalam keadaan tertentu, Kepala Kantor Pertanahan dapat mendaftar pemindahan hak atas tanah bidang tanah Hak Milik, jika para pihaknya (penjual dan pembeli) perseorangan warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan akta yang tidak dibuat oleh PPAT, tetapi kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar pemindahan hak yang bersangkutan.

(32)

Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3696).

Menurut ketentuan tersebut, jual beli tanah harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah atau PPAT. Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam jual beli tanah, proses jual beli tanah hanya dapat dilakukan di atas tanah yang dimiliki berdasarkan hak-hak atas tanah, artinya objek tanah yang disahkan dengan bukti kepemilikan hak-hak atas tanah. Dengan demikian dapat diketahui bahwa penjual adalah sebagai orang atau pihak yang berhak dan sah menurut hukum untuk menjual.

Proses jual beli hak atas tanah yang telah didaftarkan atau telah bersertifikat memiliki resiko hukum yang rendah, karena hak kepemilikan dan subjek hukum penjual telah jelas dan terang, namun demikian bagi tanah yang belum didaftarkan hak kepemilikannya atau belum bersertifikat, memiliki resiko hukum dan kerawanan yang lebih tinggi. Oleh karena itu terhadap objek jual beli hak atas tanah yang belum didaftarkan atau belum bersertifikat lebih menekankan kejelian dan kehati-hatian, agar jelas dan terang penjual adalah sebagai pihak yang sah dan berhak untuk menjual. Hal ini dapat dicermati dari persyaratan-persyaratan formil yang melekat sebagai alas hak. Di sisi lain mekanisme dan prosedur jual beli tanah juga berbeda dengan hak atas tanah yang telah didaftarkan atau yang memiliki sertifikat.

Peralihan hak atas tanah dengan cara jual beli dapat dikuasakan kepada orang lain dengan cara pemberian kuasa untuk menjual.43

43

Pemberian Kuasa yang dimaksud adalah suatu persetujuan dengan mana seseorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain yang menerimanya untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan (vide: pasal 1792 KUH Perdata (Burgerlijk Wetboek)).

(33)

pemberian kuasa diberikan secara formil sesuai dengan ketentuan yang tunduk pada hukum perdata, baik yang dibuat oleh dan atau dihadapan Notaris maupun di bawah tangan, sebagaimana dirumuskan dalam pasal 1793 KUH Perdata (Burgerlijk Wetboek) yang substansinya menyatakan bahwa : “Kuasa dapat diberikan dan diterima dalam suatu akta umum, dalam suatu tulisan di bawah tangan, bahkan dalam sepucuk surat maupun dengan lisan”.

Di sini antara pemberi dan penerima kuasa terbentuk suatu ikatan dan hubungan hukum, sehingga penerima kuasa bertindak untuk mewakili pemberi kuasa, namun demikian hak pemberi kuasa tidak beralih secara mutlak, karena kuasa yang diberikan dapat dicabut atau ditarik kembali oleh pemberi kuasa. Selama pemberian kuasa berlangsung, maka penerima kuasa berhak untuk bertindak atau berbuat atas nama pemberi kuasa yang terbatas pada substansi yang dikuasakan.

(34)
(35)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dari uraian di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Konsep dasar Peran Notaris adalah berbagai hak dan kewajiban notaris sebagai pihak tengah dalam hubungan hukum antara dua pihak yang terikat dalam suatu perjanjian. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 yang kemudian diperbaharui menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris.

2. Peran notaris dalam melakukan peralihan hak atas tanah adalah penjelasan-penjelasan bagaimana fungsi seorang notaris dalam melakukan pemindahan hak atas tanah dari pihak satu ke pihak lainnya serta dijelaskan pula kewenangan notaris dalam membuat akta jual beli dan kekuatan hukum yang dibuatnya, sesuai dengan Pasal 15 ayat 2 huruf f Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 dan Pasal 19 PP No. 10 Tahun 1961

(36)

B. SARAN

1. Dikarenakan notaris merupakan pihak tengah dalam suatu perjanjian, hendaknya ia bersifat netral dengan tidak memihak kepada salah satu pihak dan melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai dengan akhlak dan martabatnya.

2. Walaupun notaris berwenang membuat akta dibawah tangan, namun penulis dalam hal ini tidak menyarankan hal tersebut, dikarenakan pada zaman sekarang banyak terjadi kasus-kasus penipuan yang tidak sesuai dengan perjanjian.

3. Notaris yang hendak melakukan peralihan hak atas tanah melalui jual beli hendaknya senantiasa jeli dan kritis dalam menganalisa problematika-problematika hukum jual beli tanah agar tidak terjadi sengketa di kemudian hari.

(37)

BAB II

KONSEP DASAR PERAN NOTARIS

A. DASAR HUKUM NOTARIS

I. UMUM

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang mengutamakan kebenaran dan keadilan.

Kepastian, ketertiban,-dan perlindungan hukum menuntut, antara lain, bahwa lalu lintas hukum dalam kehidupan masyarakat memerlukan adanya alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat.

(38)

bukti tertulis terkuat dan terpenuh memberi sumbangan nyata bagi penyelesaian perkara secara murah dan cepat.

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang antuk membuat akta otentik sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Pembuatan akta otentik ada yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum. Selain akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris, bukan saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga karena dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus, bagi masyarakat secara keseluruhan.

Akta otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan para pihak kepada Notaris. Namun, Notaris mempunyai kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang termuat dalam Akta Notaris sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak, yaitu dengan cara membacakannya sehingga menjadi jelas isi Akta Notaris, serta memberikan akses terhadap informasi, termasuk akses terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait bagi para pihak penanda tangan akta. Dengan demikian, para pihak dapat menentukan dengan bebas untuk menyetujui atau tidak menyetujui isi Akta Notaris yang akan ditandatanganinya.

(39)

peninggalan zaman kolonial Hindia Belanda dan sebagian lagi merupakan peraturan perundang-undangan nasional, yaitu:

1. Reglement Op Het Notaris Ambt in Indonesie (Stb.1860:3) sebagaimana telah diubah terakhir dalam Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 101;

2. Ordonantie 16 September 1931 tentang Honorarium Notaris;

3. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1954. tentang Wakil Notaris dan Wakil Notaris Sementara (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Nomor 700);

4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 34, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4379); dan

5. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1949 tentang Sumpah/Janji Jabatan Notaris.

(40)

mewujudkan unifikasi hukum di bidang kenotariatan tersebut, dibentuk Undang-Undang tentang Jabatan Notaris.

Dalam Undang-Undang ini diatur secara rinci tentang jabatan umum yang dijabat oleh Notaris, sehingga diharapkan bahwa akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris mampu menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum. Mengingat Akta Notaris sebagai akta otentik merupakan alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh, dalam Undang-Undang ini diatur tentang bentuk dan sifat Akta Notaris, serta tentang Minuta Akta, Grosse Akta, dan Salinan Akta, maupun Kutipan Akta Notaris.

Sebagai alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh, apa yang dinyatakan dalam Akta Notaris harus diterima, kecuali pihak yang berkepentingan dapat membuktikan hal yang sebaliknya secara memuaskan di hadapan persidangan pengadilan. Fungsi Notaris di luar pembuatan akta otentik diatur untuk pertama kalinya secara komprehensif dalam Undang-Undang ini. Demikian pula ketentuan tentang pengawasan terhadap pelaksanaan jabatan Notaris dilakukan dengan mengikutsertakan pihak ahli/akademisi, di samping Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenotariatan serta Organisasi Notaris. Ketentuan ini dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan dan perlindungan hukum yang lebih baik bagi masyarakat.

B. PENGERTIAN NOTARIS

(41)

pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.

Menurut Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI No. M.01-HT.03.01 Tahun 2006, tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan dan Pemindahan, dan Pemberhentian Notaris, dalam Pasal 1 ayat (1), yang dimaksud dengan Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Jabatan Notaris.

(42)

C. JENIS-JENIS NOTARIS

1. Notaris civil law

Notaris civil law yaitu lembaga notariat berasal dari italia utara dan juga

dianut oleh Indonesia. Ciri-cirinya ialah:

- Diangkat oleh penguasa yang berwenang;

- tujuan melayani kepentingan masyarakat umum;

- mendapatkan honorarium dari masyarakat umum.

2. Notaris common law

Notaris common law yaitu notaris yang ada di negara Inggris dan

Skandinavia. Ciri-cirinya ialah:

- Akta tidak dalam bentuk tertentu;

- Tidak diangkat oleh pejabat penguasa.

Sekitar abad ke 5, notaris dianggap sebagai pejabat istana. Di Italia utara

sebagai daerah perdagangan utama pada abad ke 11 - 12, dikenal Latijnse

Notariat, yaitu orang yang diangkat oleh penguasa umum, dengan tujuan

melayani kepentingan masyarakat umum, dan boleh mendapatkan honorarium

atas jasanya oleh masyarakat umum.

Latijnse notariat ini murni berasal dari Italia Utara, bukan sebagai pengaruh

hukum romawi kuno. Pada tahun 1888, terbitlah buku Formularium Tabellionum

oleh Imerius, pendiri sekolah Bologna, dalam rangka peringatan 8 abad sekolah

hukum Bologna. Berturut-turut seratus tahun kemudian ditebitkan Summa Artis

(43)

yang sama diterbitkan oleh Rolandinus Passegeri. Ronaldinus Passegeri kemudian

juga menerbitkan Flos Tamentorum. Buku-buku tersebuut menjelaskan definisi

notaris, fungsi, kewenangan dan kewajiban-kewajibannya.

Empat istilah notaris pada zaman Italia Utara:

1. Notarii: pejabat istana melakukan pekerjaan administratif;

2. Tabeliones: sekelompok orang yang melakukan pekerjaan tulis menulis,

mereka diangkat tidak sebagai pemerintah/kekaisaran dan diatur oleh

undang-undang tersebut;

3. Tabularii: pegawai negeri, ditugaskan untuk memelihara pembukuan

keuangan kota dan diberi kewenangan untuk membuat akta;Ketiganya

belum membentuk sebuah bentuk akta otentik,

4. Notaris: pejabat yang membuat akta otentik.

Karel de Grote mengadakan perubahan-perubahan dalam hukum peradilan

notaris, dia membagi notaris menjadi:

1. Notarii untuk konselor raja dan kanselarij paus;

2. Tabelio dan clericus untuk gereja induk dan pejabat-pejabat agama yang kedudukannya lebih rendah dari paus.

Pada abad ke 14, profesi notaris mengalami kemunduran dikarenakan

penjualan jabatan notaris oleh penguasa demi uang di mana ketidaksiapan notaris

dadakan tersebut mengakibatkan kerugian kepada masyarakat banyak.

Sementara itu, kebutuhan atas profesi notaris telah sampai di Perancis. Pada

(44)

pertama kali diundangkan undang-undang di bidang notariat, yang hanya

mengenal 1 macam notaris. Pada tanggal 16 maret 1803 diganti dengan

Ventosewet yang memperkenalkan pelembagaan notaris yang bertujuan

memberikan jaminan yang lebih baik bagi kepentingan masyarakat umum. Pada

abad itu penjajahan pemerintah kolonial Belanda telah dimulai di Indonesia.

Secara bersamaan pula, Belanda mengadaptasi Ventosewet dari Perancis dan

menamainya Notariswet. Dan sesuai dengan asas konkordasi, undang-undang itu

juga berlaku di Hindia Belanda/ Indonesia.

Notaris pertama yang diangkat di Indonesia adalah Melchior Kelchem,

sekretaris dari College van Schenpenen di jakarta pada tanggal 27 agustus 1620.

Selanjutnya berturut turut diangkat beberapa notaris lainnya, yang kebanyakan

adalah keturunan Belanda atau timur asing lainnya.

Pada tanggal 26 januari 1860, diterbitkannya peraturan Notaris Reglement

yang selanjutnya dikenal sebagai Peraturan Jabatan Notaris. Reglement atau

ketentuan ini bisa dibilang adalah kopian dari Notariswet yang berlaku di

Belanda. Peraturan jabatan notaris terdiri dari 66 pasal. Peraturan jabatan notaries

ini masih berlaku sampai dengan diundangkannya undang-undang nomor 30 tahun

2004 tentang jabatan notaris.

Setelah Indonesia merdeka pada tanggal 17 agustus 1945, terjadi kekosongan

pejabat notaris dikarenakan mereka memilih untuk pulang ke negeri Belanda.

Untuk mengisi kekosongan ini, pemerintah menyelenggarakan kursus-kursus bagi

warga negara Indonesia yang memiliki pengalaman di bidang hukum (biasanya

wakil notaris). Jadi, walaupun tidak berpredikat sarjana hukum saat itu, mereka

(45)

Selanjutnya pada tahun 1954, diadakan kursus-kursus independen di

universitas Indonesia. Dilanjutkan dengan kursus notariat dengan menempel di

fakultas hukum, sampai tahun 1970 diadakan program studi spesialis notariat,

sebuah program yang mengajarkan keterampilan (membuat perjanjian, kontrak

dll) yang memberikan gelar sarjana hukum (bukan CN – candidate notaris/calon notaris) pada lulusannya.

Pada tahun 2000, dikeluarkan sebuah peraturan pemerintah nomor 60 yang membolehkan penyelenggaraan spesialis notariat. PP ini mengubah program studi

spesialis notarist menjadi program magister yang bersifat keilmuan, dengan gelar

akhir magister kenotariatan.

Yang mengkhendaki profesi notaris di Indonesia adalah pasal 1868 Kitab

undang-undang hukum perdata yang berbunyi: “Suatu akta otentik ialah suatu

akta di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, yang dibuat oleh atau

dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat di mana

akta dibuatnya.” Sebagai pelaksanaan pasal tersebut, diundangkanlah

undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan notaris (sebagai pengganti statbald

1860 nomor 30).

Menurut pengertian undang undang no 30 tahun 2004 dalam pasal 1

disebutkan definisi notaris, yaitu: “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang

untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana maksud dalam

undang-undang ini.” Pejabat umum adalah orang yang menjalankan sebagian

fungsi publik dari negara, khususnya di bidang hukum perdata.

(46)

1. Berjiwa pancasila;

2. Taat kepada hukum, sumpah jabatan, kode etik notaris;

3. Berbahasa Indonesia yang baik;

Sebagai profesional notaris:

1. Memiliki perilaku notaris;

2. Ikut serta pembangunan nasional di bidang hukum;

3. Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat.

Notaris menertibkan diri sesuai dengan fungsi, kewenangan dan kewajiban

sebagaimana ditentukan di dalam undang-undang jabatan notaris.

Sejarah Perkumpulan Notaris dan Dasar Hukum Perkumpulan Notaris di Indonesia

Jaman Hindia Belanda sampai Sekarang:

1. Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I) yang merupakan wadah

perkumpulan/organisasi bagi para notaris, berdiri semenjak tanggal 01 Juli

1908, diakui sebagai badan hukum (rechtpersoon) berdasarkan

Gouvernements Besluit (Penetapan Pemerintah) tanggal 05 September

1908 Nomor 9, merupakan satu-satunya wadah pemersatu bagi semua dan

setiap orang yang memangku dan menjalankan tugas jabatannya sebagai

Pejabat Umum. Sebagai Tindak Lanjut dari Sejarah Perkumpulan Notaris.

(47)

2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang telah

disahkan dan diundangkan serta mulai berlaku pada tanggal 6 Oktober

2004;

3. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Notaris;

4. Berdasarkan ketentuan Anggaran Perkumpulan Notaris yang terakhir telah

disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia tanggal 23 Januari

1995 Nomor C2-10221.HT.01.06 Tahun 1995 dan telah diumumkan

dalam Berita Negara Republik Indonesia tanggal 7 April 1995 Nomor 28

Tambahan No.1/P-1995, Ikatan Notaris Indonesia (INI) merupakan

satu-satunya wadah organisasi bagi segenap Notaris di seluruh Indonesia yang

berbentuk Perkumpulan yang berbadan Hukum dari Peraturan

Perundang-undangan Hindia Belanda yakni Gouvernements Besluit (Penetapan

Pemerintah) tanggal 05 September 1908 Nomor 9 Tentang Keberadaan

Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I) yang merupakan wadah

perkumpulan/organisasi bagi para notaris; ("" 25 September 2013 13.02

(UTC)).

D. SYARAT-SYARAT NOTARIS

Syarat diangkat menjadi notaris sesuai dengan Undang-Undang Jabatan

Notaris pasal 3 adalah :

1. Warga Negara Indonesia

Karena notaris adalah pejabat umum yang menjalankan sebagian dari

(48)

tidak dapat diberikan kepada warga negara asing, karena menyangkut dengan

menyimpan rahasia negara, notaris harus bersumpah setia atas Negara Republik

Indonesia, sesuatu yang tidak mungkin bisa ditaati sepenuhnya oleh warga negara

asing.

2. Berusia minimal 27 Tahun

Umur 27 tahun dianggap sudah stabil secara mental dan emosional.

3. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

Diharapkan notaris tidak akan melakukan perbuatan asusila, amoral dll.

4. Berpengalaman

Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan

notaris dalam waktu 2 tahun berturut-turut pada kantor notaris, atas prakarsa

sendiri atau rekomendasi organisasi notaris setelah lulus magister kenotariatan;

Supaya telah mengetahui praktik notaris, mengetahui struktur hukum yang dipakai

dalam pembuatan aktanya, baik otentik ataupun di bawah tangan, dan mengetahui

administrasi notaris.

5. Memiliki Ijazah

Berijazah sarjana hukum dan lulusan strata dua kenotariatan dan juga telah

mengerti dasar-dasar hukum Indonesia.

(49)

Tidak berstatus pegawai negeri, pejabat negara, advokat, pemimpin maupun

karyawan BUMN, BUMD, dan perusahaan swasta atau jabatan lain yang oleh

undang-undang dilarang untuk dirangkap dengan jabatan notaris. Notaris tidak

boleh merangkap jabatan karena notaris dilarang memihak dalam kaitannya

sebagai pihak netral supaya tidak terjadi benturan kepentingan.

Prosedur pengangkatan Notaris sesuai dengan Undang-Undang Jabatan

Notaris pasal 4 sampai dengan pasal 7 adalah :

1. Mengajukan permintaan ke Departemen Hukum dan HAM untuk pengangkatan

sebagai notaris, dengan melampirkan:

a. Nama Notaris yang akan dipakai

b. Ijazah-ijazah yang diperlukan

2. Surat Pernyataan tidak memiliki jabatan rangkap

Apabila semua dokumen tersebut sudah lengkap dan telah diterima oleh

departemen Hukum dan HAM, maka si calon notaris menunggu turunnya surat

keputusan menteri Hukum dan HAM. Baru setelah surat keputusannya turun, si

calon notaris akan ditempatkan di wilayah tertentu.

Notaris harus bersedia disumpah sebagaimana disebutkan dalam pasal 4

dalam waktu maksimal 2 bulan sejak tanggal surat keputusan pengangkatan

sebagai notaris. Notaris mengucapkan sumpah sesuai dengan agamanya

(50)

Sumpah jabatan yaitu: Melaksanakan jabatan dengan amanah, jujur, saksama,

mandiri dan tidak berpihak. Kelima sifat ini adalah dasar karakter seorang pejabat

notaris” :

• Amanah: dapat dipercaya melaksanakan tugasnya yaitu melaksanakan

perintah dari para pihak/orang yang mengkhendaki notaris untuk menuangkan

maksud dan keinginannya dalam suatu akta dan para pihak membubuhkan

tanda tangannya pada akhir akta.

• Jujur: tidak berbohong atau menutup-nutupi segala sesuatunya.

• Saksama: yaitu berhati-hati dan teliti dalam menyusun redaksi akta agar tidak

merugikan para pihak.

• Mandiri: notaris memutuskan sendiri akta yang dibuat itu bersruktur hukum

yang tepat serta dapat memberikan penyuluhan hukum kepada klien.

• Tak berpihak: netral, tidak memihak pada satu pihak.

• Menjaga sikap, tingkah laku dan menjalankan kewajiban sesuai dengan kode

etik profesi, kehormatan, martabat dan tanggung jawab sebagai notaris” :

• Menjaga sikap dan tingkah laku: maksudnya harus mempunyai sifat

profesional baik dalam atau di luar kantor.

• Menjalankan kewajiban sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan,

martabat dan tanggung jawab sebagai notaris: menjaga kehormatan martabat

profesi notaris, termasuk tidak menjelekkan sesama kolega notaris atau perang

tarif.

• Akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan

(51)

• Merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh, maksudnya notaris

harus mendengarakan keterangan dan keinginan klien sebelum

menuangkannya dalam bentuk akta. Notaris berkewajiban untuk

merahasiakan seluruh isi akta dan seluruh keterangan yang didengarnya.

Hal ini berkaitan dengan “hak ingkar” yaitu hak yang dimiliki oleh

notaris, notaris berhak untuk tidak menjawab pertanyaan hakim bila

terjadi masalah atas akta notariil yang dibuatnya. Keterangan/kesaksian

yang diberikan oelh notaris adalah sesuai dengan yang dituangkannya

dalam akta tersebut. Hak ini gugur apabila berhadapan dengan

undang-undang tindak pidana korupsi (pasal 16 UUJN)

• Tidak memberikan janji atau mejanjikan sesuatu kepada siapapun beik secara

langsung atau tidak langsung dengan nama atau dalih apapun”:

• yaitu berkaitan dengan hal pemberian uang untuk pengangkatan di

wilayah tertentu.

Pada saat disumpah, notaris sudah menyiapkan segala suatu untuk melaksanakan

jabatannya seperti kantor, pegawai, saksi, protokol notaris, plang nama, dll.

Setelah disumpah, notaris hendaknya menyampaikan alamat kantor, nama kantor

notarisnya, cap, paraf, tanda tangan dll kepada meteri Hukum dan HAM.,

organisasi notaris dan majelis pengawas.

E. KEWENANGAN DAN LARANGAN NOTARIS

Kewenangan notaris menurut Undang-Undang Jabatan Notaris pasal 15

(52)

1. Membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan

ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundangan dan/atau yag

dikhendaki oleh yang berkepentingan, untuk dinyatakan dalam akta

otentik, menajmin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta,

memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya sepanjang

pembuatan akta tersebut tidak ditugaskan atau dikecualikan kepada

pejabat atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

2. Mengesahkan tanda tangan dan menetapakan kepastian tanggal

pembuatan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus

(legalisasi).

Legalisasi adalah tindakan mengesahkan tanda tangan dan menetapkan

kepastian tanggal surat dibawah tangan yang dibuat sendiri oleh orang

perseorangan atau oleh para pihak diatas kertas yang bermaterai cukup yang

di tanda tangani di hadapan notaris dan didaftarkan dalam buku khusus yang

disediakan oleh notaris.

1. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku

khusus (waarmerking).

2. Membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat

uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang

bersangkutan.

3. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya

(legalisir).

(53)

5. Membuat akta yang berhubungan dengan pertanahan.

6. Membuat akta risalah lelang.

7. Membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan ketik yang terdapat pada

minuta akta yang telah di tanda tangan, dengan membuat berita acara

(BA) dan memberikan catatan tentang hal tersebut padaminuta akta asli

yang menyebutkan tanggal dan nomor BA pembetulan, dan salinan

tersebut dikirimkan ke para pihak (pasal 51 UUJN).

Kewenangan Notaris menurut Pasal 16 Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2014 tentang Jabatan Notaris adalah :

1. Bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga

kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;

2. Membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai

bagian dari protokol notaris, dan notaris menjamin kebenarannya; Notaris

tidak wajib menyimpan minuta akta apabila akta dibuat dalam bentuk akta

originali.

3. Mengeluarkan grosse akta, salinan akta dan kutipan akta berdasarkan

minuta akta;

4. Wajib memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam UUJN,

kecuali ada alasan untuk menolaknya.

5. Yang dimaksud dengan alasan menolaknya adalah alasan:

• Yang membuat notaris berpihak,

(54)

• Notaris memiliki hubungan darah dengan para pihak;

• Akta yang dimintakan para pihak melanggar asusila atau moral.

1. Merahasiakan segala suatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala

keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah \

jabatan.

2. Kewajiban merahasiakan yaitu merahasiakan segala suatu yang

berhubungan dengan akta dan surat-surat lainnya adalah untuk melindungi

kepentingan semua pihak yang terkait.

3. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 bulan menjadi 1 buku/bundel yang

memuat tidak lebih dari 50 akta, dan jika jumlahnya lebih maka dapat

dijilid dalam buku lainnya, mencatat jumlah minuta akta, bulan dan tahun

pembuatannya pada sampul setiap buku;Hal ini dimaksudkan bahwa

dokumen-dokumen resmi bersifat otentik tersebut memerlukan

pengamanan baik terhadap aktanya sendiri maupun terhadap isinya untuk

mencegah penyalahgunaan secara tidak bertanggung jawab.

4. Membuat daftar dan akta protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak

diterimanya surat berharga;

5. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut uraian waktu

pembuatan akta setiap bulan dan mengirimkan daftar akta yang dimaksud

atau daftar akta nihil ke Daftar Pusat Wasiat Departemen Hukum Dan

HAM paling lambat tanggal 5 tiap bulannya dan melaporkan ke majelis

pengawas daerah selambat-lambatnya tanggal 15 tiap bulannya;

6. Mencatat dalam repotrorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada seiap

(55)

7. Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara republik indonesia

dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat

kedudukan yang bersangkutan;

8. Membacakan akta di hadapan pengahadap dengan dihadiri minimal 2

orang saksi dan ditanda tangani pada saat itu juga oleh para penghadap,

notaris dan para saksi;

9. Menerima magang calon notaris;

Larangan jabatan Notaris menurut Pasal 17 Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris adalah:

1. Menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;

2. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 hari kerja berturut-turut

tanpa alasan yang sah;

3. Merangkap sebagai pegawai negeri;

4. Merangkap sebagai pejabat negara;

5. Merangkap sebagai advokat;

6. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai BUMN, BUMD, atau

badan usaha swasta;

7. Merangkap sebagai pejabat pembuat akta tanah di luar wialayah jabatan

notaris;

8. Menjadi notaris pengganti;

9. Melakukan profesi lain yang bertentangan dengan norma agama,

kesusilaan atau kepatutan yang dapat memengaruhi kehoramatan dan

(56)

Notaris hanya berkedudukan di satu tempat di kota/kabupaten, dan memiliki kewenangan wilayah jabatan seluruh wilayah provinsi dari tempat kedudukannya.

Notaris hanya memiliki 1 kantor, tidak boleh membuka cabang atau perwakilan

dan tidak berwenang secara teratur menjalankan jabatan dari luar tempat

kedudukannya, yang artinya seluruh pembuatan akta harus sebisa mungkin

dlaksanakan di kantor notaris kecuali pembuatan akta-akta tertentu. Notaris dapat

membuat perserikatan perdata, dalam hal ini mendirikan kantor bersama notaris,

dengan tetap memperhatikan kemadirian dan kenetralannya dalam menjalankan

jabatan notaris.

Setiap notaris ditempatkan di suatu daerah berdasarkan formasi notaris.

Formasi notaris ditentukan oleh menteri Hukum dan HAM. dengan

mempertimbangkan usul dari organisasi notaris.

Formasi notaris ditentukan berdasarkan:

• Kegiatan dunia usaha;

• Jumlah penduduk;

• Rata-rata jumlah akta yang dibuat oleh dan/atau di hadapan notaris setiap

bulannya.

Sebagai pejabat umum, notaris memiliki jam kerja yang tidak terbatas. Untuk

itu notaris memiliki hak cuti. Ketentuan mengenai cuti notaris menurut UUJN

(pasal 25-32):

1. Hak cuti bisa diambil setelah notaris menjalankan jabatannya secara

efektif selam 2 tahun;

(57)

3. Cuti bisa diambil setiap tahun atau diambil sekaligus untuk beberapa

tahun;

4. Setiap pengambilan cuti maksimal 5 tahun sudh termasuk

perpanjangannya;

5. Selama masa jabatan notaris, jumlah waktu cuti paling lama ialah 12

tahun;

6. Permohonan cuti diajukan ke:

• Majelis pengawas daerah, untuk cuti tidak lebih dari 6 bulan;

• Majelis pengawas wilayah, untuk cuti 6 bulan sampai dengan 1 tahun;

• Majelis pengawas pusat, untuk cuti lebih dari 1 tahun.

1. Selain notaris itu sendiri, dalam keadaan terdesak, suami/istri atau

keluarga sedarah dalam garis lurus dari notaris dapat memohonkan

permohonan cuti kepada majelis pengawas;

2. Apabila permohonan cuti diterima maka akan dikeluarkan sertifikat cuti

yang dikeluarkan oleh pejabat yang ditunjuk;

3. Apabila permohonan cuti ditolak oleh pejabat yang berwenang

memberikan cuti, maka penolakan itu harus disertai oleh alasan

penolakan;

4. Notaris yang cuti wajib menyerahkan protokol notaris ke notaris

pengganti.

• Apabila pada saat cuti, notaris meninggal dunia, maka notaris yang

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai manusia yang beragama, penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena dengan izin-Nya maka penulis dapat

Penguat (amplifier) adalah peralatan elektronika yang berfungsi menguatkan sinyal input yang amplitudonya relatif kecil menjadi sinyal output yang amplitudonya lebih besar

– Thomas Alva Edison 1847-1931.. Permasalahan terjadi dalam pelaksanaan pengelolaan hutan di Indonesia antara lain : Tingkat pembalakan melampaui tingkat pembalakan

Judul Skripsi : Analisis Penentuan Sektor Unggulan Dan Perubahan Struktur Ekonomi Kabupaten Jeneponto Tahun 2011-2015 Untuk melaksanakan pembangunan dengan sumber daya yang

(2008: 154) juga menyatakan bahwa pembelajaran yang melibatkan aktivitas Problem Posing dapat menimbulkan ketertarikan peserta didik terhadap matematika, meningkatkan

Implikasi dari memandang sejarah sebagai landasan diturunkannya pesan langit adalah bahwa semua agama, dalam satu hal atau lainnya, menurut mereka saling terikat dan

Ketiga adalah Refers other atau menarik pelanggan baru untuk perusahaan atau menciptakan prospek bagi perusahaan dengan merekomendasikan produk atau jasa kepada orang

Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hidup dan kehidupan manusia. Pendidikan sebagai salah satu kebutuhan, fungsi sosial, pencerahan, bimbingan,