PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH BERBASIS BUDAYA ACEH UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP NEGERI 5 LHOKSEUMAWE
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
OLEH: AINSYAH NIM : 8146171002
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
P R O G R A M P A S C A S A R J A N A
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berdasarkan Masalah Berbasis Budaya Aceh untuk Meningkatkan Komunikasi Matematis Siswa SMP Negeri 5 Lhokseumawe”. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa risalah umat.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dengan keikhlasan dan ketulusan, baik langsung maupun tidak langsung sampai terselesainya tesis ini. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal atas kebaikan tersebut. Terima kasih dan penghargaan khususnya peneliti sampaikan kepada:
1. Teristimewa kepada kepada kedua orang tua saya Ayahanda H. Ismail Manaf (Alm), Ibunda Saudah Badai serta abang-abang, kakak dan keponakan-keponakan ku tersayang yang senantiasa memberikan perhatian, kasih sayang,
nasihat, motivasi, do’a dan dukungan baik moril maupun materi yang tak
terhingga.
2. Bapak Prof. Sahat Saragih, M.Pd selaku dosen pembimbing I dan Bapak Prof. Dr. Asmin, M.Pd selaku dosen pemimbing II yang telah meluangkan waktu disela-sela kesibukannya untuk memberikan bimbingan, arahan dan saran-saran yang sangat berarti bagi penulisan tesis ini sampai dengan selesai. 3. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd, Bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd,
serta Ibu Dr. Izweta Dewi, M.Pd selaku nara sumber yang telah banyak memberikan saran dan masukan dalam penyempurnaan tesis ini.
iv
5. Direktur, Asisten Direktur I, dan II beserta Staf Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan yang telah memberikan bantuan dan kesempatan kepada penulis menyelesaikan tesis ini.
6. Ibu Dra. Nursidah selaku kepala SMP Negeri 5 Lhoksemawe yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian lapangan.
7. Rekan-rekan tercinta dari keluarga besar Dikmat A-1 Stambuk 2014 serta semua pihak dari rekan-rekan satu angkatan Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana UNIMED yang telah banyak memberikan semangat, bantuan, motivasi serta dorongan dalam penyelesaian tesis ini. 8. Semua pihak lainnya yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang
telah memberikan dukungan do’a dan motivasi yang diberikan selama ini.
Dengan segala kekurangan dan keterbatasan, penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan masukan dan manfaat bagi para pembaca, sehingga dapat memperkaya khasanan penelitian-penelitian sebelumnya, dan dapat memberi inspirasi untuk penelitian lebih lanjut.
v 2.1 Kemampuan Komunikasi Matematis ... 26
2.2 Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (PBM) ... 32
2.3 Budaya ... 42
2.4 Budaya Aceh ... 44
2.5 Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah Berbasis Budaya Aceh (PBM-BBA) ... 48
2.6 Keterkaitan Budaya dan Pembelajaran Matematika ... 52
2.7 Teori Belajar Pendukung Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah Berbasis Budaya Aceh (PBM-BBA) ... 55
2.8 Pengembangan Perangkat Pembelajaran ... 61
2.9 Kualitas Perangkat Pembelajaran ... 67
2.10 Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran ... 76
2.11 Respon Siswa ... 82
2.12 Analisis Kesalahan Jawaban Siswa ... 83
2.13 Hasil Penelitian yang Relevan ... 85
2.14 Kerangka Konseptual ... 89
2.15 Pertanyaan Penelitian ... 95
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian... 97
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 97
3.3 Subjek dan Objek Penelitian ... 97
vi
3.5 Prosedur Pengembangan Perangkat Pembelajaran ... 100
3.6 Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data ... 109
3.7 Teknik Analisis Data... 113
3.8 Indikator Keberhasilan Perangkat Pembelajaran Berdasarkan Masalah Berbasis Budaya Aceh yang dikembangkan ... 122
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1Hasil Penelitian ... 123
4.1.1 Deskripsi Tahap Pengembangan Perangkat Pembelajaran .... 124
4.1.1.1Deskripsi Tahap Pendefinisian (Define) ... 124
4.1.1.2Deskripsi Tahap Perancangan (Design) ... 133
4.1.1.3Deskripsi Tahap Pengembangan (Develop) ... 143
4.1.1.4Deskripsi Tahap Penyebaran ... 159
4.1.2 Deskripsi Efektivitas Perangkat PBM-BBA yang dikembangkan ... .. 159
4.1.2.1Analisis Efektivitas Perangkat PBM-BBA pada Uji Coba I ... .. 160
4.1.2.2Analisis Efektivitas Perangkat PBM-BBA pada Uji Coba II ... 168
4.1.3 Deskripsi Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa menggunakan Perangkat PBM-BBA yang dikembangkan ... 176
4.1.4 Deskripsi Analisis kesalahan Jawaban Siswa dalam Menyelesaikan Soal-Soal Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 178
4.2Pembahasan Hasil Penelitian ... 195
4.2.1 Validitas Perangkat PBM-BKBA yang dikembangkan Terhadap Peningkatan Komunikasi Matematis ... 196
4.2.2 Efektivitas Perangkat PBM-BKBA yang dikembangkan Terhadap Peningkatan Komunikasi Matematis ... 198
4.2.3 Peningkatan Kemampuan komunikasi Matematis dengan Menggunakan Perangkat PBM-BKBA ... 209
4.2.4 Analisis kesalahan Jawaban Siswa dalam Menyelesaikan Soal-Soal Tes Kemampuan Komunikasi Matematis... 211
4.3Keterbatasan Penelitian ... 213
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan ... 215
5.2Saran ... 216
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah ... 38
Tabel 2.2 Criteria for High Quality Interventions ... 68
Tabel 3.1 Rancangan Penelitian One Shot Case Study ... 107
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 111
Tabel 3.3 Penyekoran Kemampuan Komunikasi Matematis ... 111
Tabel 3.4 Kriteria Tingkat Kevalidan ... 115
Tabel 3.5 Interpretasi Koefisien korelasi Validitas ... 116
Tabel 3.6 Interpretasi Reliabilitas Instrumen Tes ... 118
Tabel 3.7 Tingkat peguasaan Kemampuan Komunikasi Matematis ... 119
Tabel 3.8 Kriteria Kesalahan Jawaban Siswa ... 121
Tabel 4.1 Analisis Tugas Materi Operasi Aljabar pada LAS ... 131
Tabel 4.2 Analisis Materi Operasi Aljabar pada RPP dan Buku Siswa ... 131
Tabel 4.3 Sub Topik dan Tujuan Pembelajaran Setiap Pertemuan ... 133
Tabel 4.4 Kisi-kisi Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 134
Tabel 4.5 Media dan Alat Bantu Pembelajaran Materi Operasi Aljabar ... 137
Tabel 4.6 Hasil Validasi RencanaPelaksanaanPembelajaran ... 144
Tabel 4.7 Revisi RPP Berdasarkan Hasil Validasi Oleh Tim Ahli ... 145
Tabel 4.8 Hasil Validasi Buku Siswa ... 147
Tabel 4.9 Revisi Buku Siswa Berdasarkan Hasil Validasi Oleh Tim Ahli . 148 Tabel 4.10 Hasil Validasi Lembar Aktivitas Siswa ... 150
Tabel 4.11 Revisi LAS Berdasarkan Hasil Validasi Oleh Tim Ahli ... 151
Tabel 412 Rangkuman Anava Analisis Hoyt ... 153
Tabel 4.13 Hasil Validasi Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 153
Tabel 4.14 Validitas Butir Soal Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 154
Tabel 4.15 Revisi Buku Siswa ... 157
Tabel 4.16 Deskripsi Hasil Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Uji Coba I ... 160
Tabel 4.17 Tingkat Penguasaan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Hasil Posttest Uji Coba I... 161
Tabel 4.18 Tingkat Ketuntasan Klasikal Kemampuan Komunikasi Matematis pada Uji Coba I ... 162
Tabel 4.19 Ketercapaian Tujuan Pembelajaran terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis pada Uji Coba I ... 163
Tabel 4.20 Hasil Analisis Respon Siswa Uji Coba I ... 166
Tabel 4.21 Deskripsi Hasil Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Uji Coba II ... 168
Tabel 4.22 Tingkat Penguasaan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Hasil Posttest Uji Coba II ... 169
Tabel 4.23 Tingkat Ketuntasan Klasikal Kemampuan Komunikasi Matematis pada Uji Coba II ... 170
viii
Tabel 4.25 Hasil Analisis Respon Siswa Uji Coba II ... 174 Tabel 4.26 Deskripsi Hasil Kemampuan Komunikasi Matematis ... 176 Tabel 4.27 Rata-rata Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa untuk
Setiap Indikator ... 177 Tabel 4.28 Kesalahan yang Dilakukan Siswa dalam Menjawab Soal
ix
Gambar 3.1 Skema Operasional Pengembangan Perangkat Pembelajaran dari Model 4-D ... 101
Gambar 3.2 Prosedur Penelitian Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berdasarkan Masalah Berbasis Budaya Aceh ... 108
Gambar 4.1 Hasil Analisis Konsep untuk Materi Operasi Aljabar ... 130
Gambar 4.2 Cover Buku Siswa ... 139
Gambar 4.3 Kompetensi Dasar dan Pengalaman Belajar ... 140
Gambar 4.4 Peta Konsep Operasi Aljabar ... 141
Gambar 4.5 Materi Operasi Aljabar ... 141
Gambar 4.6 Lembar Aktivitas Siswa ... 142
Gambar 4.7 Tingkat Kemampuan Komunikasi Matematis Hasil Posttest Uji Coba I ... 161
Gambar 4.8 Persentase Ketuntasan Klasikal Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa pada Uji Coba I ... 162
Gambar 4.9 Ketercapaian Tujuan Pembelajaran Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis pada Uji Coba I ... 164
Gambar 4.10 Tingkat Kemampuan Komunikasi Matematis Hasil Posttest Uji Coba II ... 169
Gambar 4.11 Persentase Ketuntasan Klasikal Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa pada Uji Coba II... 170
Gambar 4.12 Ketercapaian Tujuan Pembelajaran Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis pada Uji Coba II... 172
Gambar 4.13 Rata-Rata Kemampuan Komunikasi Matematis untuk Setiap Indikator ... 178
Gambar 4.14 Kesalahan Jawaban Siswa Butir soal 1a Indikator ke-3 Uji Coba I ... 179
Gambar 4.15 Kesalahan Jawaban Siswa Butir soal 1a Indikator ke-3 Uji Coba II ... 180
Gambar 4.16 Kesalahan Jawaban Siswa Butir soal 1b Indikator ke-1 Uji Coba I ... 181
x
Gambar 4.18 Kesalahan Jawaban Siswa Butir soal 1c Indikator ke-1 Uji
Coba I ... 182 Gambar 4.19 Kesalahan Jawaban Siswa Butir soal 1c Indikator ke-1 Uji
Coba II ... 183 Gambar 4.20 Kesalahan Jawaban Siswa Butir soal 2a Indikator ke-2 Uji
Coba I ... 183 Gambar 4.21 Kesalahan Jawaban Siswa Butir soal 2a Indikator ke-2 Uji
Coba II ... 184 Gambar 4.22 Kesalahan Jawaban Siswa Butir soal 2b Indikator ke-3 Uji
Coba I ... 185 Gambar 4.23 Kesalahan Jawaban Siswa Butir soal 2b Indikator ke-2 Uji
Coba II ... 185 Gambar 4.24 Kesalahan Jawaban Siswa Butir soal 2c Indikator ke-3 Uji
Coba I ... 186 Gambar 4.25 Kesalahan Jawaban Siswa Butir soal 2c Indikator ke-2 Uji
Coba II ... 186 Gambar 4.26 Kesalahan Jawaban Siswa Butir soal 3a Indikator ke-1 Uji
Coba I ... 187 Gambar 4.27 Letak Kesalahan Jawaban Siswa Butir soal 3a Indikator
ke-2 Uji coba II ... 187 Gambar 4.28 Kesalahan Jawaban Siswa Butir soal 3b Indikator ke-1 Uji
Coba I ... 188 Gambar 4.29 Kesalahan Jawaban Siswa Butir soal 3b Indikator ke-2 Uji
Coba II ... 188 Gambar 4.30 Kesalahan Jawaban Siswa Butir soal 3b Indikator ke-1 Uji
Coba I ... 189 Gambar 4.31 Kesalahan Jawaban Siswa Butir soal 3c Indikator ke-2 Uji
Coba II ... 190 Gambar 4.32 Kesalahan Jawaban Siswa Butir soal 4a Indikator ke-2
Uji coba I ... 191 Gambar 4.33 Kesalahan Jawaban Siswa Butir soal 4a Indikator ke-2 Uji
Coba II ... 191 Gambar 4.34 Kesalahan Jawaban Siswa Butir soal 4b Indikatorke-3 Uji
Coba I ... 192 Gambar 4.35 Kesalahan Jawaban Siswa Butir soal 4b Indikator ke-3 Uji
Coba II ... 192 Gambar 4.36 Kesalahan Jawaban Siswa Butir soal 4c Indikatorke-1 Uji
Coba I ... 193 Gambar 4.37 Kesalahan Jawaban Siswa Butir soal 4c Indikatorke1Uji
xi
4. Lembar Validasi Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 231
Lampiran B ... 233
1. Silabus ... 234
2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 242
3. Buku Siswa ... 275
4. Lembar Aktivitas Siswa ... 298
Lampiran C ... 311
1. Kisi-kisi Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 312
2. Penyekoran Kemampuan Komunikasi Matematis ... 313
3. Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 314
4. Angket Respon Siswa ... 320
Lampiran D ... 322
1. Deskripsi Hasil Validasi Perangkat dan Uji Coba Instrumen Penelitian .... 323
2. Deskripsi Hasil Posttest Kemampuan Komunikasi Matematis pada Uji coba I ... 352
3. Deskripsi Hasil Posttest untuk setiap Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis pada Uji coba I ... 354
4. Deskripsi Hasil Posttest Kemampuan Komunikasi Matematis padaUji coba II ... 356
5. Deskripsi Hasil Posttest untuk setiap Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis pada Uji coba II ... 358
6. Deskripsi Hasil Posttest Kemampuan komunikasi Matematis Berdasarkan Pencapaian Tujuan Pembelajaran pada Uji Coba I ... 360
7. Deskripsi Hasil Posttest Kemampuan komunikasi Matematis Berdasarkan Pencapaian Tujuan Pembelajaran pada Uji Coba II ... 362
8. Deskripsi Hasil Analisis Angket Respon Siswa Uji Coba I ... 363
9. Deskripsi Hasil Analisis Angket Respon Siswa Uji Coba II ... 364
Lampiran E ... 365
1. Dokumentasi Penelitian ... 366
2. Surat SK pembimbing ... 371
3. Surat Undangan Seminar Proposal Tesis ... 372
4. Surat Izin Penelitian dari Pascasarjana UNIMED ... 373
5. Surat Balasan Izin Penelitian dari Sekolah ... 374
6. Surat Undangan Sidang Tesis ... 375
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan kunci utama dan menduduki posisi sentral dalam
pembangunan dan peningkatan sumber daya manusia (SDM). Kemajuan era
globalisasi harus diiringi dengan peningkatan mutu dan kualitas sumber daya
manusia yang mampu bersaing dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK). Dunia pendidikan mempunyai andil yang cukup besar dalam
menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dengan cara meningkatkan
kompetensi. Dengan adanya perkembangan tersebut maka pemerintah perlu
meningkatkan pembangunan di bidang pendidikan baik dari segi kualitas maupun
kuantitas. Untuk itu pemerintah terus melakukan upaya perbaikan mutu
pendidikan Indonesia dengan melakukan perubahan kurikulum.
Kurikulum Indonesia terus berubah dan berkembang dari sejak
kemerdekaan Indonesia, yaitu pada tahun 1947 sampai dengan tahun 2013.
Kebijakan pengembangan kurikulum dengan tujuan kompetensi lulusan
merupakan suatu solusi dalam menyelesaikan persoalan peningkatan kualitas
pendidikan. Pengembangan kurikulum menjadi sangat penting sejalan dengan
keberlanjutan kemajuan pendidikan dalam IPTEK, seni budaya serta perubahan
masyarakat pada tataran lokal, nasional, regional, dan global di masa depan.
Mulyasa (2013:2) menambahkan bahwa dalam kehidupan era global
menuntut berbagai perubahan pendidikan yang bersifat mendasar. Pendidikan di
2
pendidikan desentralisasi daerah. Implementasi desentralisasi pendidikan ini
terlihat dari UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
mengarahkan layanan pendidikan dan satuan pendidikan menjadi lebih otonom,
sesuai dengan semangat kebijakan otonomi daerah. Dimana daerah mempunyai
kewenangan dan kewajiban untuk mengembangkan pendidikan sesuai dengan
karakteristik budaya daerahnya masing-masing. Lebih lanjut Trianto (2011:1)
mengatakan “pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan
manusia yang dinamis dan sarat perkembangan”. Maka dari itu dibutuhkan suatu
lembaga pendidikan yang menjadi wadah menuntut ilmu untuk mencetak sumber
daya manusia yang handal.
Pentingnya lembaga pendidikan bagi manusia menjadi pemicu dalam
usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Dalam pendidikan dibagi atas tiga
lembaga pendidikan, yaitu pendidikan formal, nonformal dan informal. Sekolah
merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang berperan penting dalam
mencapai tujuan pendidikan yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, berilmu, cakap, berpikir kritis, kreatif, mandiri, bertanggung
jawab serta mengembangkan nilai-nilai budaya secara intensif, inovatif dan
ekstensif. Sekolah juga sebagai salah satu lembaga pendidikan yang bertujuan
untuk mewujudkan sarana pendidikan dan melaksanakan pendidikan dalam
bentuk pembelajaran salah satunya pembelajaran matematika.
Matematika merupakan salah satu pelajaran yang diajarkan di setiap
3
mendasari perkembangan kemajuan sains dan teknologi, sehingga matematika
dipandang sebagai suatu ilmu yang terstruktur dan terpadu, ilmu tentang pola dan
hubungan, dan ilmu tentang cara berpikir untuk memahami dunia sekitar.
Mengingat peranan matematika sangat penting dalam kehidupan maka Depdiknas
memuat tujuan pembelajaran matematika di sekolah pada PERMENDIKNAS No.
22 Tahun 2006 (BSNP, 2006:346), mata pelajaran matematika untuk Sekolah
Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) bertujuan agar peserta
didik memiliki kemampuan berikut:
(1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat dan tepat dalam pemecahan masalah, (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas masalah, dan (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Berdasarkan uraian tujuan pembelajaran matematika di atas dapat dilihat
bahwa dari butir 1 sampai dengan 4 menggambarkan kompetensi atau
kemampuan berpikir matematik, sedangkan untuk butir ke 5 melukiskan ranah
afektif yang harus dimiliki siswa. Pada poin ke-4 diketahui bahwa kemampuan
komunikasi matematis merupakan salah satu kecakapan atau kemahiran
matematika yang sangat penting dalam mencapai tujuan pembelajaran
matematika. Kemampuan komunikasi matematis yang baik akan turut
mempengaruhi daya matematika siswa, jika siswa memiliki kemampuan
4
permasalahan dan mengekspresikan ide-idenya ke dalam bentuk simbol
matematika sehingga mampu untuk menyelesaikan masalahnya.
Namun, hasil TIMSS tahun 2007 dan 2011 bidang matematika untuk
siswa kelas 2 SMP ialah lebih dari 95% peserta didik Indonesia hanya mampu
mencapai level menengah, sementara misalnya di Taiwan hampir 50% peserta
didiknya mampu mencapai level tinggi dan advance (kemendikbud, 2013:6). Dari
hasil ini dapat disimpulkan bahwa yang diajarkan di Indonesia berbeda dengan
apa yang diujikan atau yang distandarkan di tingkat internasional.
Berdasarkan kondisi tersebut, untuk menghadapi berbagai masalah dan
tantangan masa depan yang berkaitan dengan globalisasi serta materi TIMSS yang
harus dimiliki oleh siswa, maka dengan diharapkan mampu membekali siswa
dengan berbagai kompetensi, salah satunya adalah kemampuan komunikasi
matematis. Hal ini bertujuan untuk menjamin bahwa siswa berada pada jalur yang
benar dalam mengkomunikasikan ide-ide ke dalam simbol, grafik atau gambar
dalam memecahkan persoalan matematika yang dihadapi atau materi matematika
yang sedang dipelajarinya. Disamping itu komunikasi matematis diperlukan untuk
mengeksplorkan ide-ide ataupun pengaplikasian dalam kehidupan sehari-hari.
Hal ini senada dengan National Council of Teacher of Mathematics
(2000:29) telah menetapkan beberapa standar proses yang harus dikuasai peserta
didik dalam pembelajaran matematika, meliputi: (1) pemecahan masalah (problem
solving); (2) penalaran dan bukti (reasoning and proof); (3) komunikasi
(communication); (4) mengaitkan ide (connections); dan (5) representasi
5
dikuasai peserta didik adalah kemampuan komunikasi matematis. Kemampuan
komunikasi matematis perlu menjadi fokus perhatian dalam pembelajaran
matematika, sebab melalui komunikasi, siswa dapat mengorganisasi dan
mengonsolidasi berpikir matematikanya dan mengeksplorasi ide-ide matematika.
Berdasarkan karakteristiknya, Wahyudin (Yonandi, 2011: 133)
mengatakan bahwa matematika merupakan ilmu yang bernilai guna, yang
tercermin dalam peran matematika sebagai bahasa simbolik serta alat komunikasi
yang tangguh, singkat, padat, cermat, tepat, dan tidak memiliki makna ganda.
Kemampuan komunikasi matematis merupakan kemampuan dan sikap esensial
yang harus dimiliki siswa sekolah menengah. Menurut Hendriana dan Sumarmo
(2014: 29) komunikasi matematis merupakan keterampilan menyampaikan ide
atau pesan matematik dalam bahasa sehari-hari ke dalam bahasa simbol
matematik. Menurut Janvier (Bistari, 2010: 15), salah satu bentuk aktivitas untuk
meningkatkan kemampuan komunikasi matematis yaitu memberikan kesempatan
seluas-luasnya kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengintegrasikan
keterampilan berkomunikasi melalui berbagai repesentasi eksternal, seperti
deskripsi verbal, grafik (visual), tabel ataupun formula. Aktivitas tersebut
disamping memberi peran matematika sebagai bahasa dan menekankan
matematika sebagai aktivitas (doing mathematics) dimana dalam bermatematika
tidak hanya fokus pada solusi akhir tetapi pada prosesnya mencakup proses
translasi seperti interpretasi, pengukuran, pensketsaan, pemodelan dan lain-lain.
National Council of Teachers of Mathematics (Ansari, 2009:9)
6
communication) merupakan pengembangan bahasa dan simbol untuk
mengkomunikasikan ide matematika, sehingga siswa dapat: (1) mengungkapkan
dan menjelaskan pemikiran mereka tentang ide matematik dan hubungannya, (2)
merumuskan definisi matematik dan membuat generalisasi yang diperoleh melalui
investigasi, (3) mengungkapkan ide matematika secara lisan dan tulisan, (4)
membaca wacana matematika dengan pemahaman, (5) menjelaskan dan
mengajukan serta memperluas pertanyaan terhadap matematika yang telah
dipelajarinya, dan (6) menghargai keindahan dan kekuatan notasi matematik, serta
perannnya dalam mengembangkan ide/gagasan matematik.
Selanjutnya Baroody (Saragih, 2007:5) juga menyebutkan sedikitnya dua
alasan penting kemampuan komunikasi matematis perlu ditumbuh kembangkan
pada siswa. Pertama, mathematics as language, artinya matematika tidak hanya
sekedar alat bantu berfikir (a tool to aid thinking), alat untuk menemukan pola,
menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, tetapi matematika juga
sebagai suatu alat yang berharga untuk mengkomunikasikan berbagai ide secara
jelas, tepat, dan cermat. Kedua, mathematics learning as social activity, artinya
sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika, matematika juga sebagai
wahana interaksi antar siswa dan juga komunikasi antara guru dan siswa. Seorang
siswa yang memiliki kemampuan komunikasi yang baik dapat dengan mudah
mengambil suatu langkah untuk menyelesaikan sebuah persoalan.
Kemampuan komunikasi sangat diperlukan untuk merunutkan dan
menjabarkan konstruksi solusi hasil analisis atau penjabaran logis dari
7
menambahkan, apabila siswa memiliki kemampuan komunikasi tentunya akan
membuat pemahaman mendalam tentang konsep matematika yang dipelajari.
Oleh sebab itu untuk menumbuhkembangkan kemampuan komunikasi matematis
dalam pembelajaran matematika maka pendidik selayaknya mengupayakan
pembelajaran dengan model-model pembelajaran yang dapat memberikan peluang
dan mendorong siswa untuk melatih kemampuan komunikasi matematika.
Namun Fakta yang ditemukan dilapangan pada sekolah SMP Negeri 5
Lhokseumawe adalah masih minimnya kemampuan komunikasi matematis siswa.
Siswa di sekolah ini masih sulit menjembatani pengetahuan formal kedalam
matematika. Hal ini bisa dilihat dari kasus kesalahan siswa dalam mengerjakan
permasalahan pada materi operasi aljabar, siswa di SMP kelas VIII yang terbiasa
berpikir rutin. Berikut adalah soal yang diberikan :
Pada acara adat di Aceh wajib ada timphan sebagai menu pembuka. Bu Aminah
membuat timphan pada selembar daun pisang dengan ukuran panjang daun
(3 +2) dan lebar daun (2 - 3). Jika diketahui keliling daun pisang adalah 38 cm.
a. Nyatakan situasi di atas ke dalam bentuk lengkap dengan ukurannya!
b. Susun model matematis untuk menghitung untuk menghitung panjang dan
lebar daun pisang tersebut! (selesaikan dengan pendekatan bentuk aljabar)!
Dari pertanyaan di atas, salah satu jawaban siswa dapat dilihat sebagai berikut:
Gambar 1.1 Lembar jawaban siswa tes komunikasi matematis point a.
8
Gambar 1.2 : Lembar jawaban siswa tes komunikasi matematis point b.
Berdasarkan jawaban siswa di atas, menunjukkan bahwa siswa belum
mampu menyelesaikan soal kemampuan komunikasi matematis dengan baik. Dari
25 orang siswa yang hadir pada saat tes berlangsung untuk jawaban pada point a
(menggambar) rata-rata siswa mampu mengilustrasikan gambar dengan benar,
akan siswa tetapi lupa menulis ukuran yang diketahui pada soal. Namun kesalahan
banyak dijumpai pada point b dimana jawaban siswa yang diperoleh hanya 3
orang atau 12% yang mampu menjawab dan membuat model matematika dengan
lengkap dan benar , 6 orang atau 24% belum lengkap dan benar, dan 16 orang
atau 64% lainnya masih belum mampu menjawab dengan benar.
Analisis letak kesalahan siswa berada pada kesalahan konsep dan
prosedural. Kesalahan konsep siswa diperoleh dari kesalahan menerjemahkan soal
ke dalam kalimat matematika dengan benar. ini dapat dilihat pada saat siswa
menetapkan rumus keliling persegi panjang. Rumus yang dibuat iswa adalah
Keliling= panjang + lebar, seharusnya rumus yang benar adalah . Siswa belum mampu menerjemahkan soal ke dalam kalimat matematika dengan benar. ini dapat dilihat pada saat siswa menetapkan rumus keliling persegi panjang (kesalahan konseptual).
Siswa salah dalam menentukan hasil dari operasi hitung penjumlahan, sehingga hasil yang di dapat keliru (kesalahan Prosedural).
9
2 ( )
Keliling panjang lebar . Kesalahan prosedural siswa dapat dilihat pada
kesalahan siswa kurang teliti dalam menghitung, dimana siswa salah dalam
menentukan hasil operasi dari penjumlahan aljabar dan konstanta. Salah satu hasil
jawaban diatas, dapat kita lihat bahwa kemampuan siswa dalam menyelesaikan
soal komunikasi matematis masih minim, dimana siswa mengalami kesulitan
dalam menyatakan sebuah situasi kedalam model matematika (ekspresi
matematika). Dari jawaban siswa tersebut dapat dikatakan bahwa kemampuan
komunikasi siswa masih rendah.
Rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa terungkap dalam
penelitian oleh penelitian yang telah diteliti terlebih dahulu yaitu hasil penelitian
Ansari (2009: 62) menujukkan hasil observasi dilapangan yang dilakukan
terhadap siswa kelas X dibeberapa SMA Negeri NAD juga menunjukkan bahwa
rata-rata siswa terlihat kurang terampil berkomunikasi untuk menyampaikan
informasi seperti menyatakan ide, mengajukan pertanyaan dan menaggapi
pendapat orang lain. Mereka cenderung bersifat pasif atau pendiam ketika guru
mengajukan pertanyaan untuk mengecek pemahaman siswa dan siswa juga masih
terlihat malu-malu atau segan untuk bertanya ketika guru menyediakan waktu
untuk bertanya. Diperkuat oleh hasil penelitian Nufus (2012: 10) hasil observasi
beberapa sekolah di Lhokseumawe ditingkat SMP di kelas VII menunjukkan
bahwa siswa mengalami kesulitan dalam mengemukakan ide matematikanya
secara tertulis ke dalam kata-kata sendiri, siswa mengalami kesulitan merubah
soal tersebut ke dalam model matematika, ditemukannya kesalahan siswa dalam
10
Berdasarkan pengamatan peneliti, banyak faktor penyebab rendahnya
kemampuan komunikasi matematis siswa salah satunya dipengaruhi oleh model
pembelajaran yang digunakan oleh pengajar yang belum tepat sasaran.
Pembelajaran matematika selama ini di sekolah lebih menekankan pada
pembelajaran konvensional sehingga siswa cendrung pasif, mengutamakan drill
dan mekanistik, berpusat pada guru (teacher oriented), chalk and talk, sehingga
berpengaruh terhadap motivasi dan respon negatif siswa pada saat pembelajaran
dikelas. Guru sebagai salah satu pusat dalam proses pembelajaran di kelas masih
memandang bahwa belajar adalah suatu proses transfer ilmu pengetahuan
(transfer of knowledge) dari pengajar kepada siswa, seharusnya pembelajaran
lebih diarahkan berpusat pada siswa dengan adanya kelompok belajar diskusi.
Selain itu, kebanyakan siswa terbiasa melakukan kegiatan belajar berupa
menghafal tanpa dibarengi pengembangan keterampilan berpikir matematis dan
siswa dibiasakan mengerjakan soal-soal latihan di buku paket maupun soal tes
yang masi rutin dan belum sesuai dengan indikator untuk mengukur kemampuan
komunikasi matematis.
Faktor penyebab yang signifikan lainnya adalah guru tidak menjembatani
antara matematika dalam dunia sehari-hari yang berbasis pada budaya lokal
(budaya Aceh) dengan matematika sekolah. Padahal siswa akan lebih mudah
memahaminya jika konteks soal dan pembahasan matematika dikaitkan dengan
lingkungan dan budaya lokal, karena matematika seseorang dipengaruhi oleh latar
budayanya dan mereka lakukan berdasarkan apa yang mereka lihat dan rasakan.
11
sesuatu termasuk dalam memahami suatu materi matematika. Ketika suatu materi
begitu jauh dari skema budaya yang mereka miliki materi tersebut sulit untuk
dipahami. Supaya pembelajaran efektif, guru harus membangun komunitas berupa
belajar berkelompok dan memberikan soal-soal komunikasi matematis berkonteks
budaya lokal (budaya Aceh) untu membantu siswa dalam memecahkan masalah
sehingga para siswa merasa bebas untuk mengekspresikan pemikirannya.
Persoalan matematika yang disajikan dengan konteks budaya lokal (budayaAceh)
akan menambah semangat dan kecintaan siswa terhadap budayanya sendiri dari
pengaruh budaya luar (budaya barat dan korea) yang sedang menjadi tren remaja
saat ini. Disamping itu, masalah tersebut dikarenakan perangkat pembelajaran
yang digunakan dalam proses pembelajaran tidak efektif terhadap pencapaian
tujuan pembelajaran yang diinginkan.
Berdasarkan wawancara peneliti dengan beberapa guru matematika,
diperoleh informasi bahwa selama ini adalah guru jarang membuat rencana
pembelajaran tetapi sering menggunakan RPP siap pakai. Perangkat pembelajaran
yang digunakan guru selama ini adalah Silabus, RPP, dan buku pegangan, dan
LAS. Guru menyiapkan RPP dengan model atau pendekatan-pendekatan
pembelajaran yang inovatif (yang tertulis di RPP) namun belum di
implementasikan dengan baik dan benar, seringkali RPP yang disiapkan tidak
sesuai dengan proses pembelajaran yang dilaksanakan, buku pegangan yang
digunakan dalam proses pembelajaran tidak mengarah kepada
permasalahan-permasalah yang kontekstual dan soal-soal yang digunakan dalam buku pegangan
12
komunikasi matematis, dan LAS yang digunakan cenderung pada LAS siap pakai
yang isinya mengarah pada kesimpulan materi dan tidak sinkron dengan buku
pegangan yang digunakan. Dari hal ini kita dapat melihat bahwa perangkat yang
digunakan di sekolah masih jauh dari harapan serta belum ada integrasi budaya
Aceh yang mengarah ke peningkatan komunikasi matematis. Maka dari itu perlu
adanya pengembangan perangkat yang mengarah kepeningkatan kemampuan
komunikasi matematis dengan integrasi budaya Aceh di dalam perangkat.
Bertolak dari fenomena di atas, perangkat pembelajaran menempati posisi
penting dalam mencapai tujuan pembelajaran, seperti yang dijelaskan oleh
Haggarty dan Keynes (Muchayat, 2011: 201) bahwa dalam rangka memperbaiki
pengajaran dan pembelajaran matematika di kelas maka diperlukan usaha untuk
memperbaiki pemahaman guru, siswa, bahan yang digunakan untuk pembelajaran
dan interaksi antara mereka. Agar tujuan pembelajaran mencapai sasaran yang
baik, serta perlu adanya pemilihan metode dan strategi pembelajaran yang sesuai,
juga diperlukan adanya pengembangan perangkat pembelajaran yang sesuai pula
dengan metode dan strategi pembelajaran yang digunakan.
Dalam Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses
Pendidikan Dasar dan Menengah disebutkan bahwa penyusunan perangkat
pembelajaran merupakan bagian dari perencanaan pembelajaran. Perangkat
pembelajaran tersebut berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Buku
Siswa (BS), Lembar Aktivitas Siswa (LAS), instrumen evaluasi atau tes hasil
belajar serta media pembelajaran. Selanjutnya menurut Permendikbud Nomor
13
Pembelajaran, tahapan pertama dalam pembelajaran menurut standar proses
adalah perencanaan pembelajaran yang diwujudkan dengan kegiatan peyusunan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. RPP adalah rencana pembelajaran yang
dikembangkan secara rinci dari suatu materi pokok yang mengacu pada silabus.
Rusman (2011:5) mengatakan setiap guru pada suatu pendidikan
berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran
berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, efisien,
memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup
bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologi siswa. RPP harus disusun secara sistemik dan
sistematis, utuh dan menyeluruh, dengan beberapa kemungkinan penyesuaian
dalam situasi pembelajaran yang aktual. RPP hendaknya disusun secara sederhana
dan fleksibel, serta dapat dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran, dan
pembentukan kompetensi siswa. RPP yang dikembangkan oleh guru harus
memiliki validitas yang tinggi. Kriteria validitas RPP yang tinggi menurut
pedoman penilaian RPP (Akbar, 2013:144) yaitu:
(1) Ada rumusan pembelajaran yang jelas, lengkap, disusun secara
14
pembelajaran, ada instrumen penilaian yang bervariasi (test dan non-test),
rubrik penilaian.
Selain RPP, buku juga merupakan perangkat yang mendukung
pembelajaran. Akbar (2013:33) mendefinisikan buku ajar merupakan buku teks
yang digunakan sebagai rujukan standar pada mata pelajaran tertentu.
Pengembangan buku ajar yang baik harus memenuhi kriteria valid dan efektif.
Menurut Akbar (2013:34) buku ajar yang baik adalah:
(1) akurat (akurasi); (2) sesuai (relevansi); (3) komunikatif; (4) lengkap
dan sistematis; (5) berorientasi pada student centered; (6) berpihak pada
ideologi bangsa dan negara, (7) kaidah bahasa benar, buku ajar yang ditulis menggunakan ejaan, istilah dan struktur kalimat yang tepat; (8) terbaca, nuku ajar yang keterbacaannya tinggi mengandung panjang kalimat dan struktur kalimat sesuai pemahaman pembaca.
Agar buku ajar yang dikembangkan lebih menarik bagi siswa maupun
guru, maka buku ajar tersebut perlu menyertakan kompetensi inti, kompetensi
dasar, indikator dan pengalaman belajar serta peta konsep terkait materi, kegiatan
penemuan konsep melalui masalah otentik yang berkaitan dengan materi, masalah
nyata, dan kegiatan latihan menyelesaikan masalah. Buku ajar yang
dikembangkan perlu dilengkapi dengan lembar aktivitas yang berisi kegiatan –
kegiatan siswa yang berkaitan dengan materi, kolom diskusi, dan kolom
kesimpulan yang mengarah kepada peningkatan komunikasi matematis. Masalah
–masalah yang disajikan dalam buku tersebut harus sesuai dengan karakteristik
dan budaya lokal (budaya Aceh) disekitar siswa. Dengan memuat unsur budaya
akan membuat siswa lebih cepat tanggap untuk penyelesaian masalah.
Dari hasil pengamatan, buku ajar yang digunakan di SMP Negeri 5
Lhokseumawe memiliki beberapa kelemahan, yaitu: (1) belum adanya unsur
15
buku teks mudah dipahami siswa tetapi belum mengarah untuk meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis, dan (3) masih kurangnya penyajian masalah
tidak rutin pada buku teks.
Gambar 1.3 Buku Teks Sekolah
Selain buku teks pada bahan ajar, diperlukan pula perangkat lain yang
membantu siswa memahami materi yang diberikan, salah satunya adalah Lembar
Aktivitas Siswa (LAS). Trianto (2011:222) mendefinisikan bahwa lembar
aktivitas siswa adalah panduan siswa yang digunakan untuk melakukan kegiatan
penyelidikan dan pemecahan masalah. Selanjutnya Widyantini (2013:3) lembar Masalah yang disajikan masih bersifat umum dan belum ada dimasukkan unsur budaya pada teks soal yang diberikan pada siswa.
16
aktivitas siswa adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh
siswa. Lembar aktivitas siswa berisi aktivitas berfikir siswa untuk menemukan
rumus, menemukan konsep dan menghubungkan konsep yang telah ada. Lembar
aktivitas siswa (LAS) berisi langkah-langkah terurut yang dilakukan siswa untuk
menemukan rumus dan konsep yang akan akan dipelajari oleh siswa.
Lembar aktivitas siswa (LAS) sebagai salah satu perangkat pembelajaran
yang mendukung buku. LAS yang digunakan di SMP Negeri 5 Lhokseumawe
cenderung pada LAS siap pakai yang isinya mengarah pada kesimpulan materi
dan tidak sinkron dengan buku pegangan yang digunakan. Hal ini menyebabkan
siswa kurang terlatih dalam mengasah kemampuan-kemampuan matematika,
khususnya kemampuan komunikasi matematis siswa. Untuk itu diharapkan guru
dapat membuat dan mengembangkan Lembar aktivitas siswa (LAS) yang
mendukung buku ajar dengan mengaitkankannya pada permasalahan-permsalahan
budaya Aceh yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.
Pentingnya pengembangan perangkat pembelajaran dilandasi oleh
beberapa alasan antara lain: ketersediaan bahan sesuai tuntutan kurikulum,
karakteristik sasaran, dan tuntutan pemecahan masalah belajar (Fitriani, 2014:4).
Pengembangan perangkat pembelajaran harus memperhatikan tuntutan kurikulum,
artinya perangkat pembelajaran yang akan dikembangkan harus sesuai dengan
kurikulum. Pertimbangan yang lain adalah karakteristik sasaran. Perangkat
pembelajaran yang dikembangkan orang lain seringkali tidak cocok dengan
siswanya. Dengan beberapa alasan diataranya lingkungan sosial, geografis,
17
belakang keluarga, dan lain sebagainya. Untuk itu maka perangkat pembalajaran
yang dikembangkan sendiri dapat disesuaikan dengan karakteristik siswa sebagai
sasaran.
Tujuan diadakannya pengembangan perangkat pembelajaran adalah untuk
menghasilkan sebuah produk baru atau menyempurnakan produk yang sudah ada
yang dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu bertujuann untuk menghasilkan
perangkat pembelajaran yang mampu memecahkan masalah pembelajaran di
kelas. Dimana produk tersebut disempurnakan karena dianggap kurang tepat
dalam menjalankan fungsinya dalam mencapai tujuan pembelajaran yang
diinginkan. Terutama dalam meningkatkan kemampuan matematika siswa,
khususnya dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.
Menyingkapi permasalahan yang timbul dalam pendidikan matematika
sekolah tersebut hal ini terjadi karena perangkat pembelajaran yang seharusnya
menjadi sumber pedoman guru kurang diperhatikan dan seringkali diabaikan
sehingga proses pembelajaran tidak berjalan sesuai sasaran ketercapaian
pendidikan yang diinginkan. Pengembangan perangkat pembelajaran matematika
tentu tidak bisa lepas dari model pembelajaran yang digunakan. Salah satu model
pembelajaran yang cocok untuk meningkatkan komunikasi matematis siswa agar
belajar lebih efektif adalah melakukan variasi pembelajaran matematika yaitu
dengan melaksanakan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran
berdasarkan masalah (Problem Based Instruction). Pernyataan ini diperkuat oleh
Rusman (2011: 230) “pembelajaran berdasarkan masalah memfasilitasi
18
keterampilan interpersonal dengan lebih baik dari pada pendekatan lain. PBM
akan mengakomodasi siswa untuk mengonstruksi pengetahuannya sendiri
berdasarkan suatu masalah, serta turut aktif untuk membuat suatu hasil karya atau
produk setelah proses pembelajaran yang mereka lalui. Selanjutnya Nufus (2012:
49) menambahkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah (PBM) menuntut
siswa aktif untuk mengkontruksi konsep-konsep matematika, siswa dapat
mengkomunikasikan dalam bahasa matematik dengan baik sehingga
menumbuhkan rasa percaya diri siswa terhadap potensi yang diberikan dan
meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Pembelajaran
berdasarkan masalah terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang
autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada peserta didik
untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri.
Pembelajaran berdasarkan masalah (PBM) atau Problem Based Instruction
(PBI) adalah metode pembelajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata
yang tidak terstruktur dengan baik sebagai konteks untuk para peserta didik
belajar berpikir dan keterampilan memecahkan masalah untuk memperoleh
pengetahuan. PBM dimulai dengan asumsi bahwa pembelajaran merupakan
proses yang aktif, kolaboratif, terintegrasi, dan konstruktif yang dipengaruhi oleh
faktor-faktor sosial dan kontekstual. PBM ditandai juga oleh pendekatan yang
berpusat pada siswa (students’-centered), guru sebagai fasilitator, dan soal terbuka
atau kurang terstruktur (ill-structured) yang digunakan sebagai rangsangan awal
untuk belajar. Soal terbuka maksudnya adalah soal yang memiliki banyak solusi
19
tertentu. Masalah yang kurang terstruktur akan mendorong siswa untuk
melakukan investigasi, melakukan diskusi, dan mendapat pengalaman
memecahkan masalah.
Pengembangan perangkat pembelajaran menggunakan model
Pembelajaran Berdasarkan Masalah (PBM) akan lebih efektif jika adanya
integrasi budaya lokal ke dalam pembelajaran di sekolah-sekolah. Memasukkan
pendekatan budaya dalam pembelajaran disekolah dapat menjadi solusi untuk
membuat pembelajaran lebih bermakna dan konstektual dengan lingkungan
dimana siswa berada. Pengintegrasian budaya ke dalam pembelajaran matematika
di dukung oleh pemerintah melalui otonomi daerah. Kartasasmita (Depdiknas,
2007:4) mengatakan bahwa otonomi daerah akan menuntut agar kurikulum
matematika dan pelaksanaannya di satu daerah menyerap ciri-ciri dan praktek
budaya dan kehidupan masyarakatnya. Pelaksanaan matematika yang berbasis
budaya akan menciptakan interaksi dan komunikasi dengan orang lain. Hal ini
sejalan dengan Bishop (Tandililing, 2013:194) yang mengatakan bahwa
matematika merupakan suatu bentuk budaya. Matematika sebagai bentuk budaya,
sesungguhnya telah terintegrasi pada seluruh aspek kehidupan masyarakat
dimanapun berada.
Selanjutnya Pinxten (Tandililing, 2013:194) menyatakan bahwa pada
hakekatnya matematika merupakan teknologi simbolis yang tumbuh pada
keterampilan atau aktivitas lingkungan yang bersifat budaya. Dengan demikian
matematika seseorang dipengaruhi oleh latar budayanya, karena yang mereka
20
bersosialisasi dan berkomunikasi dalam konteks matematika dengan teman lainnya.
Pannen (Setyawati, 2013:5), mengatakan bahwa pembelajaran berbasis budaya
merupakan strategi penciptaan lingkungan belajar dan perancangan pengalaman
belajar yang mengintegrasikan budaya sebagai bagian dari proses pembelajaran.
Model pembelajaran berbasis masalah berbasis budaya yang dimaksud disini
adalah budaya lokal (budaya Aceh). Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah
(PBM) Berbasis Budaya Aceh adalah pembelajaran dengan mengintegrasikan
nilai-nilai kearifan dan keberagaman budaya dalam masyarakat (baik dalam
konteks permasalahan, cara berdiskusi masyarakat dan benda-benda budaya).
Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (PBM) Berbasis Budaya Aceh
dapat menjadi alternatif dalam menumbuhkan kepercayaan diri, menyenangkan,
dan meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Hasil penelitian
Simbolon (2013: 140) menunjukkan bahwa penerapan model Pembelajaran
Berdasarkan Masalah Berbasis Budaya Batak (PBM-B3) dapat meningkatkan
aktivitas belajar aktif siswa. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Sinaga
(2007:318), Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Berdasarkan
Masalah Berbasis Budaya Batak (PBM-B3) menghasilkan (i) prosentase
ketercapaian ketuntasan belajar siswa secara klasikal, (ii) prosentase waktu ideal
untuk setiap kategori aktivitas siswa dan guru sudah dipenuhi, (iii) rata-rata nilai
kategori kemampuan guru mengelola pembelajaran adalah 3,51, termasuk
kategori cukup baik, dan (iv) respon siswa dan guru terhadap komponen dan
kegiatan pembelajaran adalah positif. Diharapkan dengan melaksanakan
21
menyenangkan dan efektif serta menciptakan generasi penerus yang mencintai
budayanya.
Ditinjau dari kerangka pengembangan pembaharuan sistem pendidikan,
penerapan model Pembelajaran Berdasarkan Masalah berbasis budaya lokal
(budaya Aceh) adalah sesuai dengan ide desentralisasi pendidikan yang sedang
dikumandangkan saat ini. Bahwa desentralisasi merupakan upaya perbaikan
efektivitas dan efisiensi pendidikan dan diharapkan dapat menumbuhkembangkan
kemampuan daerah untuk meningkatkan potensinya secara mandiri. Oleh karena
itu, pengembangan perangkat Pembelajaran Berdasarkan Masalah berbasis budaya
Aceh sangat diperlukan untuk memperkaya pengetahuan matematika siswa,
meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dalam menghadapi tantangan
global dan membuat siswa lebih mencintai lingkungan budayanya.
Dengan melihat paparan yang diatas dan kelemahan-kelemahan perangkat
pembelajaran di SMP Negeri 5 Lhokseumawe menunjukkan bahwa kualitas
perangkat pembelajaran yang tersedia belum tergolong baik serta kemampuan
komunikasi matematis siswa yang masih rendah dan pentingnya PBM berbasis
budaya lokal (budaya Aceh) dalam proses pembelajaran maka peneliti
mengajukan studi dengan judul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran
Berdasarkan Masalah Berbasis Budaya Aceh Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP Negeri 5 Lhokseumawe”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat didefinisikan
22
1. Kemampuan komunikasi matematis siswa masih rendah;
2. Kemampuan komunikasi matematis siswa dalam menyusun model
matematika (ekspresi matematis) masih rendah;
3. Masih terdapat letak kesalahan jawaban siswa dalam mengalisis oal-soal
kemampuan komunikasi matematis;
4. Model pembelajaran yang digunakan oleh guru yang belum tepat sasaran
dan proses pembelajaran yang cenderung berpusat pada guru sehingga
siswa cenderung pasif;
5. Belum adanya unsur budaya yang dimasukkan dalam pembelajaran
matematika sekolah;
6. Guru menggunakan RPP siap pakai yang belum di implementasikan
dengan baik dan benar dan seringkali RPP yang disiapkan tidak sesuai
dengan proses pembelajaran yang dilaksanakan;
7. Buku pegangan yang digunakan dalam proses pembelajaran tidak
mengarah kepada permasalahan-permasalah yang kontekstual dan soal-soal
yang digunakan dalam buku pegangan tersebut adalah soal-soal yang rutin;
8. Lembar aktivitas siswa (LAS) yang digunakan cenderung LAS siap pakai
yang isinya mengarah pada kesimpulan materi dan tidak sinkron dengan
23
1.3 Batasan Masalah
Berbagai masalah yang teridentifikasi di atas merupakan masalah yang
cukup luas dan kompleks, agar penelitian ini lebih fokus dan mencapai tujuan,
maka peneliti membatasi masalah penelitian ini pada :
1. Kemampuan komunikasi matematis siswa masih rendah.
2. Guru belum mampu mengembangkan perangkat dengan baik, maka
dikembangkan perangkat pembelajaran berdasarkan masalah berbasis
budaya Aceh meliputi rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), buku
siswa (BS), lembar aktivitas siswa (LAS) serta tes kemampuan
komunikasi matematis.
3. Analisis kesalahan jawaban siswa pada soa-soal kemampuan komunikasi
matematis.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, identifikasi masalah,
pembatasan masalah, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Bagaimana validitas perangkat pembelajaran berdasarkan masalah berbasis
budaya Aceh (PBM-BBA) yang dikembangkan terhadap peningkatan
kemampuan komunikasi matematis siswa SMP Negeri 5 Lhokseumawe?
2. Bagaimana efektivitas perangkat pembelajaran berdasarkan masalah berbasis
budaya Aceh (PBM-BBA) yang dikembangkan terhadap peningkatan
24
3. Bagaimana peningkatan komunikasi matematis siswa dengan menggunakan
perangkat pembelajaran berdasarkan masalah berbasis budaya Aceh
(PBM-BBA)?
4. Apa saja kesalahan jawaban yang dibuat siswa dalam menyelesaikan
soal-soal kemampuan komunikasi matematis siswa?
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah mengembangkan perangkat
pembelajaran berdasarkan masalah berbasis budaya Aceh untuk meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis siswa. Adapun tujuan khusus penelitian ini
adalah:
1. Menganalisis validitas perangkat pembelajaran berdasarkan masalah berbasis
budaya Aceh (PBM-BBA) yangdikembangkan terhadap peningkatan
kemampuan komunikasi matematis siswa SMP Negeri 5 Lhokseumawe.
2. Menganalisis efektivitas perangkat pembelajaran berdasarkan masalah
berbasis budaya Aceh (PBM-BBA) yangdikembangkan terhadap peningkatan
kemampuan komunikasi matematis siswa SMP Negeri 5 Lhokseumawe.
3. Menganalisis peningkatan komunikasi matematis siswa dengan menggunakan
perangkat pembelajaran berdasarkan masalah berbasis budaya Aceh
(PBM-BBA).
4. Menganalisis kesalahan jawaban yang dibuat siswa dalam menyelesaikan
25
1.6 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan menghasilkan temuan-temuan yang merupakan
masukan berarti bagi pembaruan kegiatan pembelajaran, khususnya dalam
meningkatkan kemampuan komunikasi matematik. Manfaat yang diperoleh
sebagai berikut:
1. Bagi siswa, dapat memperoleh pengalaman mengkomunikasikan masalah
matematika pada pembelajaran matematika menggunakan perangkat
pembelajaran berdasarkan masalah berbasis budaya Aceh;
2. Bagi guru, perangkat dari hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
upaya meningkatkan kemampuan komunikasi matematis iswa;
3. Bagi kepala sekolah, dapat menjadi bahan pertimbangan kepada tenaga
pendidik untuk menerapkan perangkat pembelajaran berbasis masalah
dengan budaya Aceh dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah tersebut;
4. Bagi peneliti, dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam pengembangan
perangkat pembelajaran berdasarkan masalah berbasis budaya Aceh lebih
lanjut; dan
5. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi dan
perbandingan bagi pembaca maupun penulis lain yang berkeinginan
215 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam penelitian ini, dikemukakan beberapa simpulan sebagai berikut:
1. Validitas perangkat pembelajaran yang dikembangkan termasuk dalam kategori valid dengan nilai rata-rata total validitas RPP sebesar 4,30, buku siswa sebesar 4,40, LAS sebesar 4,42, butir soal tes kemampuan komunikasi matematis juga telah berada pada kategori valid.
2. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan melalui model pembelajaran berdasarkan masalah berbasis budaya Aceh telah memenuhi kriteria efektif. Kriteria efektif ditinjau dari: (1) ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai pada uji coba II; (2) ketercapaian tujuan pembelajaran minimal 75%; (3) ketercapaian waktu pembelajaran minimal sama dengan pembelajaran biasa; dan (4) respon siswa positif terhadap komponen-komponen perangkat pembelajaran dan kegiatan pembelajaran yang dikembangkan.
216
4. Analisis kesalahan siswa kategori konseptual pada uji coba I sebesar 34% dan pada uji coba II sebesar 26%, sedangkan kesalahan siswa pada kategori prosedural pada uji coba I sebesar 22% dan pada uji coba II sebesar 18%.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, maka dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut:
1. Perangkat pembelajaran berdasarkan masalah berbasis budaya Aceh yang dikembangkan telah memenuhi aspek keefektivan, maka disarankan kepada guru untuk dapat menggunakan perangkat pembelajaran ini guna menumbuhkembangkan kemampuan komunikasi matematik siswa khususnya siswa kelas VIII SMP/MTs.
2. Bagi peneliti lain yang hendak melakukan penelitian untuk mengukur kemampuan komunikasi matematik agar dapat lebih memperhatikan kemampuan siswa pada setiap indikator komunikasi matematis, karena pada penelitian ini rata-rata indikator komunikasi matematis baik pada uji cobia maupun uji coba II yang paling rendah diantara semua indikator adalah indikator menjelaskan ide atau situasi dari suatu gambar yang dijelaskan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk tulisan.
217
218
DAFTAR PUSTAKA
Afgani, J.D. (2011). Analisis Kurikulum Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka.
Akbar, S. (2013). Instrumen Perangkat Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Akker, V.D. (1999). Social Work Research and Evaluation. Third Edition. Illionis: F.E Peacock Publishers, Inc.
Ansari, B. (2009). Komunikasi Matematika Konsep dan Aplikasi. Banda Aceh: Yayasan Pena.
---. (2012). Komunikasi Matematik dan Politik Suatu Perbandingan Konsep dan Aplikasi. Banda Aceh: Yayasan Pena.
Arends R.I. (2008). Learning To Teach.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arikunto, S. ( 2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Arisetyawan, dkk. (2014). Study of Ethnomathematics: A Lesson From the Baduy
Culture. International Journal of Education and Research vol.2 No.10 Oktober 2014.
Asmara, B.Y. (2013). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Model Kooperatif dengan Strategi Peta Konsep Pada Standar Kompetensi Memperbaiki Sistem Penerima Televisi di SMKN 1 Sidoarjo. Jurnal Pendidikan Teknik Elektro, Vol. 2 No. 2 2013. hal. 105-114.
Asmin & Abil, M. (2014). Pengukuran dan Penilaian Hasil Belajar dengan Analisis Klasik dan Modern. Medan: LARISPA.
Aufa, M., dkk. (2016). Development of Learning Devices trought Problem Based Learning Model Based on the Context of Aceh Cultural Improve Mathematical Communication Skill and Social Skills of SMPN 1 Muara Batu Students. Journal of Education and Practice, Volume 7 No.2 2016. Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Standar Isi Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar Menengah. Jakarta: BNSP.
Bistari, B. (2010). Pengembangan Kemandirian Belajar Berbasis Nilai untuk Meningkatkan Komunikasi Matematik. Jurnal Pendidikan Matematika dan IPA, Vol. 1 No. 1 Januari 2010.
219
Choridah, D.T. (2013). Peran Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Berpikir Kreatif Serta Disposisi Matematis Siswa SMA. Jurnal Infinity, Vol. 2 No. 2 September 2013.
Creswell, J.W. (2014). Educational Research Planning, Conducting and Evaluating Quantitative and Qualitative Research. Boston : Pearson.
Dahar, R.W. (2006). Teori-Teori Belajar & Pembelajaran. Jakarta: Erlangga. Darkasyi. (2014). Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Motivasi
Siswa dengan Pembelajaran Pendekatan Quantum Learning pada Siswa SMP Negeri 5 LHokseumawe. Jurnal Didaktik Matematika, Vol.1No. 1 April 2014.
Daryanto. (2013). Inovasi pembelajaran Efektif. Bandung: Yrama Widya
Depdiknas. (2007). Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: BPPPK.
Dewi, S.I. K & Kusrini. (2014). Analisis Kesalahan Siswa Kelas VIII dalam Menyelesaikan Soal Pada Materi Faktorisasi Benuk Aljabar SMP Negeri 1 Kamal Semester GASAL TAhun Ajaran 2013?2014. Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika, Vol. 3 No. 2 Tahun 2014.
D‟Ambrosio, U. (2016). The Ethnomathematics Program and Culture of Peace.
The Journal of Mathematics and Culture, Vol 10 No.2 September
2016.
Fachrurazi. (2011). Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Edisi Khusus, No. 1 Agustus 2013 ISSN 1412- 565X.
Fajri, dkk. (2013). Peningkatan Kemampuan Koneksi dan Komunikasi Matematis Siswa dengan Menggunakan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL). Jurnal Pendidikan Matematika PARADIKMA, Vol. 6 No. 2 Desember 2013.
Fitriani. (2014). Pengemabangan Perangkat Pembelajaran Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa di SMP kelas VIII. Jurnal Pendidikan Matematika PARADIKMA, Vol. 7 No.2 Agustus 2014.
Fatimah, F. (2012). Kemampuan Komunikasi Matematis dan Pemecahan Masalah Melalui Problem Based-Learning. Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, Vo. 6 No. 2Tahun 2012.
220
Teorema Phytagoras Untuk Siswa Kelas VIII SMP. Jurnal Kadikma ,Vol. 4 No.3.
Hendriana & Soemarmo, U. (2014). Penilaian Pembelajaran Matematika.Bandung: PT Refika Aditama.
Herman. (2012). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Model Pengajaran Langsung untuk Mengajarkan Materi Kesetimbangan Benda Tegar. Jurnal Sains dan Pendidikan Fisika, Jilid 8 Nomor 1.
Husna, dkk. (2013). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (TPS). Jurnal Peluang, Vol 1 No.2.
Kemendikbud, 2013. Materi Pelatihan Guru implementasi kurikulum 2013 SMP/MTs Matematika. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Majid & Rochman. (2014). Pendekatan Ilmiah Dalam Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Muchayat. (2011). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika dengan Strategi Ideal Problem Solving Bermuatan Pendidikan Karakter. Jurnal PP (Online), Vol 1, No. 2, (http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jpppasca/ article/ download/1545/1721, diakses 2 Maret 2015).
Mudrikah, A. (2016). Problem Based Learning Associated by Action Process Object Scema (APOS) Theory Enhance Student High Order Mathematical Thinking Ability. International Journal of Research in Education and Science Vol. 2 No. 1 2016.
Mulyana & Rakhmat, J. (2006). Komunikasi Antar budaya: Panduan Berkomunikasi dengan Orang-Orang Berbeda Budaya. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mulyana, S. dkk. (2013). Pembelajaran Matematika Siswa Kelas V dengan Model Cooperatif Learning Bermuatan Pendidikan Karakter. Journal of Primary Educatio, 2(1) :134-140.
Mulyasa, H.E. (2013). Pengembangan dan Implementasi Kurikuum 2013. Bandung: Remaja Rosdakarya.
National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). (2000). Principles and Standard for School mathematics. Reaston, VA : NTCM.
Nieveen, N. (2007). Educational Design Research. Netherland: Colophon.
221
Masalah di Sekolah Menengah Pertama: Tesis tidak dipublikasikan. Medan: Program Pascasarjana UNIMED.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A Tahun 2013. Implementasi Kurikulum. Jakarta: Permendikbud.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2013 Standar Proses Dasar dan Menengah. Jakarta: Permendikbud Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 103
Tahun 2014. Pembelajaran Pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Jakarta: Permendikbud.
Puteh, M. J. (2013). Sistem Sosial dan Budaya Masyarakat Aceh. Islamic Studies Journal, Vol.1 No. 2 Juli-Desember 2013.
Qohar & Sumarmo. (2013). Improving Mathematical Communication Ability and Self Regulation Learning of Yunior High Student by Using Reciprocal Teaching. Jurnal Indo.Ms. J.M.E volume 4 No.1 2013.
Rathje, S. (2009). The Definition of Culture: An application-oriented overhaul. Inter Culture Journal, Vol. 8 No. 8 August 2009.
Rochmad. (2012). Desain Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran. Jurnal Kreano, Volume 3 Nomor 1 : 59-72.
Rusman. (2011). Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Saragih, S. (2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi tidak dipublikasikan. Bandung: Sekolah Pascasarjana UPI Bandung.
Sani, R. A. (2013). Inovasi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Sanjaya, W. (2010). Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Setyawati, M. S, dkk. (2013). Pengaruh Model problem Solving Berbasis Budaya Lokal Terhadap Motivasi Berprestasi dan Prestasi Belajar IPS. E- Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, Vol. 3 Tahun 2013.
Setyosary, P. 2010. Metode Penelitian dan Pengembangan. Jakarta : Kencana Pranada Media Group.
222
Sinaga, B. (2007). Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Berdasarkan
Masalah Berbasis Budaya Batak (PBM-B3). Disertasi tidak
dipublikasikan. Surabaya: Program Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya.
Slavin, R. E. 2006. Educational Psychology, Theories and Practice. Eighth Edition. Masschusetts: Allyn and Bacon Publishers.
Subanindro. 2012. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Trigonometri Berorientasikan Kemampuan penalaran dan Komunikasi Matemati Siswa SMA. Yogyakarta: Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan matematika FMIPA, UNY, 10 November. (Online), (http://ris. uksw.edu/download/makalah/kode/M00676, diakses 26 Oktober 2015). Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif
Kualitatif, dan R&D). Bandung : Alfabeta.
Suherman, et al. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung : Jika Common Text Book UPI.
Suprapto. (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Pendidikan dan Ilmu-ilmu Pengetahuan Sosial. Yogyakarta: CAPS (Center for Academic Publishing Service.
Suprijono, A. (2012). Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Syahbana, A. (2012). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis Kontekstual untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP. Edumatica, (Online), Vol. 02 No. 02, Oktober 2012, ISSN:2088-2157.
Syahputra, E & Surya, E. (2016). The Development of Problem Based Learning Model to Construct High Order Thinking Skill Students’ on Mathematical Learning in SMA/MA. Journal of Education and Practice, Volume 5 No.39 2016.
Tandililing, E. (2013). Pengembangan Pembelajaran Matematika Sekolah Dengan Pendekatan Etnomatematika Berbasis Budaya Lokal Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Matematika Di Sekolah. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika: Penguatan Peran Matematika dan Pendidikan Matematika untuk Indonesia yang Lebih Baik, tgl 9 Nopember 2013, Yogyakarta: Tidak Diterbitkan.