• Tidak ada hasil yang ditemukan

SASTRA LISAN “AEK SIPITU MATA” DI DESA PANGIRINGAN KECAMATAN PARBULUAN KABUPATEN DAIRI (KAJIAN ANTROPOLOGI SASTRA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SASTRA LISAN “AEK SIPITU MATA” DI DESA PANGIRINGAN KECAMATAN PARBULUAN KABUPATEN DAIRI (KAJIAN ANTROPOLOGI SASTRA."

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

(KAJIAN ANTROPOLOGI SASTRA)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

OLEH:

WEMMY SIHOMBING

NIM 2122210010

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

i ABSTRAK

Wemmy Sihombing. Nim. 2122210010. Sastra Lisan “Aek Sipitu Mata” di Desa Pangiringan Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi. Skripsi Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Fakultas Bahasa dan Seni. Universitas Negeri Medan, 2016.

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan kebudayaan tradisional kuno yang dilakukan, kebiasaan mengadakan ritual-ritual, kepercayaan terhadap berhala, dan simbol-simbol yang diyakini dalam cerita Aek Sipitu Mata serta mengetahui apakah kebudayaan tradisional kuno yang dilakukan, kebiasaan mengadakan ritual-ritual, kepercayaan terhadap berhala, dan simbol-simbol yang diyakini dalam cerita Aek Sipitu Mata masih dilakukan masyarakat sekarang melalui penelitian antropologi sastra.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Adapun langkah analisis antropologi sastra ditetapkan sebagai berikut: (1) Peneliti menentukan karya yang menampilkan aspek-aspek etnografis (2) Yang diteliti adalah gagasan, persoalan pemikiran, falsafah dan premis-premis masyarakat yang terpantul dalam karya sastra (3) Memperhatikan struktur cerita. (4) Selanjutnya analisis ditujukan pada simbol-simbol ritual serta hal-hal yang berbau tradisi yang mewarnai masyarakat dalam sastra.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kebudayaan tradisional kuno masih dilakukan oleh masyarakat sekarang diantaranya penamaan tempat, panggilan Ompung, parhombanan (air sumber kehidupan) dan ritual marpangir. Kebiasaan mengadakan ritual-ritual yang masih dilakukan oleh masyarakat Desa Pangiringan adalah ritual marpangir, ritual ini dilakukan sebagai pembersihan diri dari sial-sial badan. Masyarakat Desa Pangiringan masih percaya kepada berhala yaitu kepercayaan animisme (roh) dan dinamisme (benda). Simbol-simbol yang diyakini diantaranya: simbol jeruk purut dan ular.

(7)

ii

KATA PENGANTAR

Puji Tuhan dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

atas berkat dan rahmatNyalah, Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi

ini berjudul “Sastra Lisan “Aek Sipitu Mata” Di Desa Pangiringan

Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi (Kajian Antropologi Sastra)” Skripsi

ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan Skripsi ini banyak

mengalami kendala, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari berbagai

pihak, kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi. Untuk itu, dengan

segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Syawal Gultom M.Pd., Rektor Universitas Negeri Medan

2. Dr. Isda Pramuniati, M.Hum., Dekan Fakultas Bahasa dan Seni

3. Drs. Syamsul Arif, M.Pd., Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dan

Dosen Pengarah.

4. Trisnawaty Hutagalung S.Pd., M.Pd., Sekretaris Jurusan Bahasa dan Sastra

Indonesia.

5. Dr. Wisman Hadi, S.Pd., M.Hum., Ketua Program Studi Sastra Indonesia dan

Dosen Pengarah

6. Dra. Rosdiana Siregar, M.Pd., Dosen Pembimbing Skripsi.

7. Drs.Haserepan, M.Pd., Dosen Pembimbing Akademik.

8. Bapak/Ibu Dosen dan Staf Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia.

9. Bapak/Ibu serta Pegawai di lokasi penelitian Desa Pangiringan, Kec. Parbuluan,

(8)

iii

10. Kedua orang tua penulis, Pontas Sihombing dan Nurmasi Sagala yang tidak

pernah lelah berdoa dan memberikan dukungan, dan kasih sayang selama ini

sehingga penulis dapat menyelesaikan studi S1.

11. Kebanggaan hati abang-abang tercinta Jinto S, Joster S, Gomgom S, Welpon

S, kakak tersayang Betni S, adik sikecil Solina S, juga eda-eda Edita S, Lomo

Uli S, Damaris S, dan Hombing junior (Zoe, Hiskia, Theand) yang selalu

memberi semangat dan dukungan selama penyelesaian Skripsi ini.

14. Teman terdekat di hati yang selalu menyemangati dan mendukung penulis

Koordinasi 2015, Koordinasi HUHA 2016, PKK B’Bernard dan B’Hasian,

satu KTB (Riana, Lamtiur, K’Ana, Marbet, dan Aguni). AKK (Trya, Desi,

Jelita, dan Nelly), Parbada P.O, dan Steady P, Keluarga sejati sejak kuliah

sampai akhir hayat, Mery Krista Sitinjak dan Isrin Evawanti Nadeak.

15. Teman-teman Nondik 2012 seperjuangan yang telah mendukung dan

memberikan semangat kepada penulis, Romi, Dosma, Dian, Heny, Ayu, Umi.

16. Semua pihak yang ikut berperan dalam penyelesaian Skripsi ini yang tidak

dapat disebutkan namanya satu persatu.

Biarlah kiranya Tuhan Yang Maha Esa yang membalas kebaikan berupa berkat

kemudahan. Semoga Skripsi ini memberikan manfaat bagi pembaca.

Medan, Januari 2017

Penulis,

(9)

iv

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Batasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KERANGKA TEORETIS DAN PERTANYAAN PENELITIAN ... 9

A. Kerangka Teoretis ... 9

1. Pengertian Sastra ... 9

2. Sastra Lisan ... 10

3. Bentuk Sastra Lisan ... 11

4. Sastra Lisan Aek Sipitu Mata (ASM) ... 13

5. Kepercayaan Masyarakat Batak ... 14

a. Tondi ... 14

b. Sahala ... 14

c. Begu ... 15

d. Agama Budaya (Animisme dan Dinamisme) ... 15

6. Upacara Masyarakat Batak Toba. ... 16

a. Upacara Ritual Hahomion Sastra Lisan ASM ... 18

b. Upacara Ritual Mandi Pangir Sastra Lisan ASM ... 19

(10)

v

a. Kebudayaan Menurut Ilmu Antropologi ... 20

b.Wujud Kebudayaan ... 21

c. Sastra Lokal Sebagai Realitas Sosial Budaya ... 23

8. Antropologi Sastra ... 24

a. Pengertian Antropologi Sastra ... 24

b.Hakikat Antropologi Sastra ... 25

c. Fokus dan Proses Analisis Antropologi Sastra ... 26

B. Pertanyaan Penelitian ... 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 29

A. Metodologi Penelitian ... 31

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31

C. Sumber Data dan Objek Penelitian ... 32

D. Instrumen Penelitian ... 32

E. Teknik Pengumpulan Data ... 32

F. Teknik Analisis Data ... 33

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 35

A. Hasil Penelitian ... 35

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 37

1. Kajian Antropologi Sastra ... 37

a. Kebudayaan Tradisional Kuno Cerita Aek Sipitu Mata ... 37

b. Kebiasaan Mengadakan Ritual-Ritual ... 49

c. Kepercayaan Terhadap Berhala ... 55

d. Simbol-Simbol yang Diyakini ... 62

2. Relevansi Budaya Masa Lalu dalam Cerita Aek Sipitu Mata dengan Budaya Masyarakat Desa Pangiringan Dewasa ini ... 65

a. Relevansi Kebudayaan Tradisional Kuno dalam cerita ASM dengan masyarakat sekarang ... 65

(11)

vi

c. Relevansi Kepercayaan Terhadap Berhala dalam cerita ASM

dengan masyarakat Sekarang... 68

d. Relevansi Simbol-Simbol yang diyakini dalam cerita ASM dengan masyarakat Sekarang... 69

BAB V PENUTUP ... 70

A. Simpulan ... 70

B. Saran ... 71

(12)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Antropologi Sastra dalam Cerita Aek Sipitu Mata ... 77

Lampiran 2. Cerita Lisan ASM (Bahasa Batak Toba) ... 81

Lampiran 3. Cerita Lisan ASM (Bahasa Indonesia) ... 91

Lampiran 4. Biodata Informan ... 102

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sastra lisan merupakan karya sastra yang dimiliki oleh sekelompok

masyarakat, beredar di masyarakat dan diwariskan secara turun-temurun dalam

bentuk lisan (mulut ke mulut). Keberadaannya diakui bahkan sangat dekat dengan

kelompok masyarakat yang memilikinya. Dalam sastra lisan, isi cerita

mengungkapkan keadaan sosial budaya yang berisi gambaran latar sosial, budaya,

serta sistem kepercayaan masyarakat.

Istilah sastra lisan dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Inggris

yakni oral literature. Sastra lisan (oral literature) adalah karya yang

penyebarannya disampaikan dari mulut ke mulut secara turun-temurun

(Endraswara, 2003:151). H. Martono (2010:1) dalam jurnalnya yang berjudul

“Nilai-Nilai Religi dalam Sastra Lisan Dayak Keninjal,” Mengatakan, “Sastra

lisan adalah salah satu gejala kebudayaan yang terdapat dalam masyarakat

terpelajar dan yang belum terpelajar”. Isinya mengenai berbagai kebudayaan

masyarakat pemilik sastra tersebut.

Sastra lisan yang disampaikan dari mulut ke mulut yang mengandung

kebudayaan, baik genre prosa maupun puisi, dapat dijumpai hampir diseluruh

daerah seperti; Batak, Aceh, Jawa, Sunda, Bali, Toraja, dan sebagainya. Namun,

dewasa ini sastra lisan beberapa daerah, khususnya Batak Toba mulai

menunjukkan gejala perubahan yang mengkhawatirkan, yaitu ketidakpedulian

masyarakat Toba terhadap sastra lisan. Sigalingging (2013:1) dalam jurnalnya

(14)

yang berjudul “Struktur dan Nilai Budaya Batak Toba Dalam Sastra Lisan Huta

Silahisabungan,” mengatakan, “Sastra lisan Batak Toba dipandang sebagai

kisah-kisah yang tidak masuk akal dan berada di luar jangkauan akal sehat”. Hal inilah

yang menjadi sebuah ancaman terhadap esksistensi sastra lisan itu sendiri.

Hal yang sama juga dikatakan oleh Nurelide dalam jurnal Sinaga (2012:3)

jurnal tersebut berjudul “Analisis Nilai Budaya Sastra Lisan Batak Toba” Pada

jurnal tersebut mengatakan bahwa “Sastra lisan Batak Toba lebih banyak

terpendam dan tidak jarang hanya sebagian individu yang mengetahui

kesusastraan tersebut”. Padahal sastra lisan Batak Toba merupakan aset budaya

yang penting dan berharga yang layak untuk dikaji dan dilestarikan.

Salah satu sastra lisan masyarakat Batak Toba yang terpendam dan layak

untuk dikaji dan dilestarikan adalah “Aek Sipitu Mata”, disebut Aek si pitu mata

karena berasal dari tujuh mata air (muara). Aek Sipitu Mata bermula karena

sekelompok marga Sagala (Ompung Goroloan, Ompung Sohotan, Ompung

Baritalan, Ompung Kampung Passiun) datang dari Huta Sagala manombang huta

(membuka kampung baru). Aek Sipitu Mata mereka sebut Tiak Habonaron,

artinya tiang kebenaran (sumber dari segala kebenaran). Mereka memilki

kepercayaan terhadap berhala dan roh-roh gaib. Ritual untuk menaikkan

permohonan dengan gondang kerap dilakukan leluhur. Dalam ritual tersebut akan

dikorbankan Ayam Merah yang digantung ditangan yang memiliki kekuatan sakti

(dukun) dan Babi yang sudah disembelih (Penutur cerita, Thomas Sagala). Namun

(15)

daya ingat penutur yang mengubah keaslian cerita, ditambah juga dengan jumlah

penutur yang sudah berkurang.

Sastra lisan “Aek Sipitu Mata” merupakan sebuah karya sastra yang

memiliki aneka budaya tersembunyi, yang kental makna. Aek Sipitu Mata ini juga

memiliki kebudayaan serta kebiasaan leluhur di masa lampau yang sudah

terlupakan. Ketertarikan penulis dalam mengambil sastra lisan Aek Sipitu Mata

karena penulis ingin memahami sastra lisan Aek Sipitu Mata lewat latar belakang

budayanya. Sastra lisan“Aek Sipitu Mata” selain memiliki nilai dan pesan yang

ingin disampaikan kepada masyarakat Batak Toba, sastra lisan ini tidak semua

individu atau masyarakat Batak Toba mengenal cerita lisan tersebut, untuk itu

peneliti ingin memperkenalkannya serta mendokumentasikan agar sastra lisan

tersebut tidak punah dan diketahui masyarakat banyak, khususnya masyarakat

Batak Toba.

Sebenarnya penelitian sebelumnya tentang sastra lisan (sudah ada), oleh

Enjelina Sinaga, jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia tahun 2012, yakni tentang

Analisis Nilai Budaya Sastra Lisan Batak Toba ”Batu Sigadap”. Adapun

penelitian tersebut meneliti tentang nilai-nilai budaya nonmaterial yang

terkandung dalam cerita lisan legenda “Batu Sigadap”. Berbeda dari penelitian ini

yaitu mengkaji antropologi sastra dalam sastra lisan Aek Sipitu Mata.

Kajian antropologi sastra merupakan disiplin baru dalam ilmu sastra.

Sudewa (2014:1) dalam jurnalnya yang berjudul “Sastra Lisan Ke Dalam Seni

Pertunjukan di Bali: Perspektif Pendidikan” mengatakan bahwa, “Pembicaraan

(16)

penelitian karya sastra”. Sebagaimana asal-usul dari antropologi yaitu berasal

dari kata Yunani, anthropo yang berarti “manusia” dan logos yang berarti ilmu

pengetahuan”. Dengan demikian, antropologi khususnya antropologi budaya

adalah ilmu yang mempelajari manusia dan kebudayaan. Kebudayaan dalam arti

“Keseluruhan sistem gagasan-gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam

rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar”.

(Koentjaraningrat, 2009: 144).

Dalam konteks antropologi sastra, antropologi diartikan sebagai suatu

pengetahuan atau penelitian terhadap sikap dan perilaku manusia, sedangkan

sastra adalah karya yang merefleksikan budaya tertentu. Endraswara (2013:1)

mengatakan, “Antropologi sastra adalah suatu kajian yang berupaya meneliti

sikap dan perilaku manusia yang muncul sebagai budaya dalam karya sastra”.

Purba (2009:27) mengatakan, “Antropologi sastra adalah kajian antropologi

terhadap karya sastra”. Sedangkan Poyatos (dalam Endraswara, 2013:3)

mengatakan, “Antropologi sastra adalah ilmu yang mempelajari sastra

berdasarkan penelitian antarbudaya”. Penelitian budaya dalam karya sastra

diyakini sebagai sebuah refleksi kehidupan. Dapat disimpulkan bahwa antropologi

sastra adalah kajian yang mempelajari kebudayaan manusia dalam suatu karya

sastra.

Menurut Endraswara (2013:60), analisis antropologi sastra semestinya

akan mengungkap berbagai hal, antara lain sebagai berikut. (1)

Kebiasaan-kebiasaan masa lampau yang berulang-ulang masih dilakukan dalam sebuah cipta

(17)

terpantul dalam karya sastra, (3) Penelitian dapat diarahkan pada aspek penikmat

sastra etnografis, mengapa mereka sangat taat menjalankan pesan-pesan yang ada

dalam karya sastra, (4) Peneliti memperhatikan bagaimana proses pewarisan

sastra tradisional dari waktu ke waktu, (5) Penelitian diarahkan pada unsur-unsur

etnografis atau budaya masyarakat yang mengitari karya sastra, (6) Penelitian

terhadap simbol-simbol mitologi dan pola pikir masyarakat.

Dari uraian di atas, penulis mengkaji sastra lisan “Aek Sipitu Mata”

menggunakan antropologi sastra, yang mengungkapkan kebiasaan-kebiasaan masa

lampau yang berulang-ulang dilakukan dalam sastra lisan “Aek Sipitu Mata”,

mengungkapkan tradisi dan kepercayaan yang terdapat dalam sastra lisan“Aek

Sipitu Mata”, dan mengungkapkan simbol-simbol mitologi dan pola pikir

masyarakat dalam sastra lisan“Aek Sipitu Mata”.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik mengamati sastra lisan Aek

Sipitu Mata yang dikaji dalam antropologi sastra, dengan judul penelitian: Sastra

Lisan “Aek Sipitu Mata” di Desa Pangiringan, Kecamatan Parbuluan,

Kabupaten Dairi (Kajian Antropologi Sastra).

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan Latar Belakang Masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan

masalah sebagai berikut:

(1) Sastra lisan Aek Sipitu Mata memiliki budaya yang tersembunyi dan kaya

makna.

(2) Sastra lisan Aek Sipitu Mata memiliki kebudayaan serta kebiasaan leluhur

(18)

(3) Sastra lisan Aek Sipitu Mata semakin memudar karena hanya berdasarkan

daya ingat penuturnya sehingga mengubah keaslian suatu cerita Aek Sipitu

Mata.

(4) Sastra lisan Aek Sipitu Mata memiliki nilai/pesan kepada masyarakat Batak

Toba.

(5) Sastra lisan Aek Sipitu Mata adalah sastra lisan yang terpendam sehingga tidak

semua individu atau masyarakat Batak Toba mengenal cerita lisan tersebut.

C. Batasan Masalah

Pembatasan masalah dilakukan untuk membatasi cakupan masalah yang

akan diteliti. Agar penelitian dapat dilakukan dengan baik dan terarah, maka

penelitian ini dibatasi pada kebudayaan serta kebiasaan pada sastra lisan Aek

Sipitu Mata. Pembahasan melalui kajian antropologi sastra akan membantu untuk

memahami kajian dalam penelitian ini.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka masalah dalam penelitian

dapat dirumuskan sebagai berikut.

(1) Apakah kebudayaan tradisional kuno dalam sastra lisan Aek Sipitu Mata masih

dilakukan oleh masyarakat sekarang?

(2) Apakah kebiasaan mengadakan ritual-ritual dalam sastra lisan Aek Sipitu Mata

masih dilakukan oleh masyarakat sekarang?

(3) Apakah kepercayaan masyarakat Desa Pangiringan terhadap berhala masih

(19)

(4) Apakah simbol-simbol yang ada pada sastra lisan Aek Sipitu Mata masih

diyakini oleh masyarakat sekarang?

E. Tujuan Penelitian

Setiap penelitian memiliki tujuan penelitian yang didasari pada rumusan

masalah. Tujuan penelitian ini harus dinyatakan dalam bentuk perumusan karena

perumusan tujuan sangat membantu peneliti dalam memecahkan masalah.

Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut.

(1) Mengungkap kebudayaan masyarakat dalam sastra lisan Aek Sipitu Mata yang

masih dilakukan oleh masyarakat sekarang.

(2) Mengungkap kebiasaan dalam sastra lisan Aek Sipitu Mata yang masih

dilakukan oleh masyarakat sekarang.

(3) Mengungkap kepercayaan dan tradisi subkultur masyarakat dalam sastra lisan

Aek Sipitu Mata yang masih dilakukan oleh masyarakat sekarang.

(4) Mengungkap simbol-simbol mitologi dalam sastra lisan Aek Sipitu Mata yang

masih dilakukan oleh masyarakat sekarang.

F. Manfaat Penelitian

Dengan mengadakan penelitian ini, peneliti berharap agar penelitian ini

dapat bermanfaat. Maka, setelah penelitian ini selesai diharapkan hasilnya

memberi manfaat. Manfaat ini bertujuan:

(1) memperkaya perbendaharaan kesusastraann Indonesia melalui sastra

Indonesia yang multikultural yang selama ini tampak kurang diminati.

(2) mengenal lebih luas dan dalam tentang khasanah sastra yang terpencil dan

(20)

(3) meningkatkan kepedulian generasi muda terhadap kebudayaan dan sastra

(4) sebagai referensi dalam kegiatan penelitian bidang sastra, khususnya yang

meneliti sastra lisan.

(5) mempertahankan dan melestarikan keberadaan sastra lisan khususnya yang

(21)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut.

1. Kebudayaan tradisional kuno masih dilakukan oleh masyarakat sekarang,

namun hanya sebatas kebudayaan atau tradisi masyarakat Desa Pangiringan.

Adapun kebudayaan yang dilakukan yaitu penamaan tempat, Panggilan

“Ompung”, Parhobanon ‘Air Sumber Kehidupan’ dan Ritual Marpangir.

2. Kebiasaan mengadakan ritual masih dilakukan oleh masyarakat Desa

Pangiringan, yaitu ritual marpangir. Ritual ini dilakukan sebagai pembersihan

diri dari sial-sial badan yang menjadi tradisi secara turun-temurun. Ritual

Hahomion dilakukan oleh masyarakat Huta Pangiringan pada zaman dahulu

sebagai penghormatan dan meminta berkat (rejeki), kesejahtraan dan kepada

“Ompung Tiak Habonaron”.

3. Kepercayaan masyarakat Desa Pangiringan terhadap berhala masih diyakini

oleh masyarakat sekarang, yaitu kepercayaan animisme (roh) dan

dinamisme (benda). Hal ini masih tetap diyakini meskipun masyarakat Desa

Pangiringan sekarang sudah hampir menganut agama Kristen.

4. Simbol-simbol yang ada pada cerita Aek sipitu Mata sebagian masih diyakini

oleh masyarakat Desa Pangiringan, diantaranya; simbol jeruk purut dan ular.

Mereka beranggapan bahwa leluhur masih memantau kehidupan masyarakat

sekarang.

(22)

B. Saran

Saran-saran yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini:

1. Diharapkan kepada masyarakat khususnya kaum muda untuk lebih peduli

terhadap kebudayaan yang pernah ada di masing-masing daerah, sehingga

kebudayaan ini tidak punah.

2. Diharapkan kepada para mahasiswa, terkhusus jurusan Sastra Indonesia

mengkaji lebih dalam sastra daerah yang selama ini kurang diminati.

3. Kepada mahasiswa mulai sekarang hendaknya meneliti tentang sastra lisan,

mengingat selama ini sedikit penelitian tentang sastra lisan yang dilakukan.

4. Diharapkan penelitian ini dapat menjai acuan atau referensi untuk penelitian

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Alam, Bachtiar. 1998. “Globalisasi dan Perubahan Budaya: Perspektif Teori Kebudayaan”. Jurnal Antropologi Indonesia 54.1-11.

Antilan. 2009. Sastra dan Manusia. Medan: USU Press.

Antilan. 2010. Sastra Indonesia Kontemporer. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Danandjaja, James. 1984. Foklor Indonesia Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-Lain. Jakarta: Percetakan PT. Temprint.

Endraswara. 2003. Metode Penelitian Sastra Epistemologi, Model, Teori dan Aplikasi. Universitas Negeri Yogyakarta: Pustaka Widyatama.

Endraswara, Suwardi. 2013. Metodologi Penelitian Antropologi Sastra.Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Hadi, Y. Sumandiyo.2000. Seni dalam Ritual Agama. Yogyakarta: Yayasan untuk Indonesia.

H. Martono (2010) “Nilai-Nilai Religi dalam Sastra Lisan Dayak Keninjal”. Jurnal Pendidikan Sosiologi dan Humaniora. 1 (2), 148-164.

Koentjaraningrat. 2007. Manusia dan Kebudayaan. Jakarta: Penerbit Djambatan.

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Maleong, Lexy J. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Prasetiani, Dyah. 2014. “Kajian Antropologi Sastra: Aspek Budaya pada Minwa Sebagai Indentitas Sosial Budaya Masyarakat Jepang’”. Jurnal Jurusan Bahasa dan Sastra Asing, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas. Negeri Semarang Lingua. 10 (1), 28-35.

(24)

Sagala, Joel. 2012. 7 Mata Air Unik Desa Pangiringan. Unknown.com http://unknown-

joelsagala.blogspot.com/p/7-mata-air-unik-pangiringan city_18.html?m%3D1&ei=R (11 Februari 2016)

Sigalingging, Sarmaida T.R. 2013. “Struktur dan Nilai Budaya Batak Toba dalam Sastra Lisan Huta Silahisabungan”. Jurnal Basastra . 2(2), 1-11.

Sinaga, Enjelina. 2012. “Analisis Nilai Budaya Sastra Lisan Batak Toba. Dalam Jurnal online. Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Medan”.1 -17.

Sudewa, I. Ketut . 2014. “Transformasi Sastra Lisan Ke Dalam Seni Pertunjukan di Bali: Perspektif Pendidikan”. Jurnal Humaniora. 26 (1), 65-73.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Referensi

Dokumen terkait

Simbol yang ada pada rumah tradisional karo yaitu pada bagian ayo-ayo,. derpih atau dinding dan

Penggunaan media air suci atau tirtha dalam ritual penglukatan pada hari tumpek wayang di desa pakraman Banjarangkan merupakan simbol bahwa Tuhan turun dalam wujud air

Purba, dermawan, 2004.”Musik Tradisional Simalungun,” dalam Ben Pasaribu (ed), Pluralitas Musik Etnik.. Medan: Pusat Dokumentasi dan Pengkajian

Puji dan syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkatdanrahmat-Nya serta kasih dan karuniaNya sehingga

Dalam hal ini interaksi yang terjadi adalah interaksi antar kelompok satu dengan kelompok lainnya, yaitu suku Batak Toba dan suku Batak Pakpak dalam kegiatan sehari-hari yang

banyak pengrajin alat pengupas kulit buah kopi yang dapat di temui di Desa

Keterangan : Bahan baku pembuatan gilingan kopi adalah kayu (papan) sepanjang 5 meter, yang kemudian papan ini akan dipotong sesuai pola yang dibutuhkan untuk

“folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar diwariskan secara turun-temurun, diantara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi