• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Organizational Dynanuc Pesantren in West Java (Cases of Six Pesantren in West Java).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The Organizational Dynanuc Pesantren in West Java (Cases of Six Pesantren in West Java)."

Copied!
696
0
0

Teks penuh

(1)

DINAMIKA ORGANISASI

PESANTREN

DI PROPINSI JAWA BARAT

(Kasus Pada Enam Pesantren

di Propinsi

Jawa Barat)

OLEN

:

TUBAGUS

HASANUDDIN

SEKOLAH

PASCASARJANA

(2)

ABSTRAK

TUBAGUS HASANUDDIN. Dinamika Organisasi Pesantren di Propinsi lawa Barat (Kasus pada Enam Pesantren di Propinsi Jawa Barat). Dibimbing oleh PANG S. ASNGARI, MAKGONO SLAMET, PRABOWO TJITROPRANOTO; dan MASTUHU.

Pesantren memiliki posisi strategis dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pesantren telah banyak memberikan konstribusi dalam bidang pendidikan dan pembangunan masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, peningkatan dinamika organisasi ,

efektivitas organisasi, kualitas, dan keberdayaan pesantren sangat penting.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Penelitian dilakukan di wilayah Propinsi Jawa Barat sejak bulan Desember 2001 sampai dengan bulan September 2002. Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 160 orang yang terdiri dari 90 orang dari pesantren yang mempunyai pondokan dan 70 orang dari pesantren yang tidak mempunyai pondokan. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis statistik' Uji Beda Dua Sampel Bebas Mcrnn-

Wi~ilizey dan Analisis Lintasan (Putl~ Analysis).

Hasil penelitian yang dilakukan adalah: (1) dinatnika organisasi, efektivitas organisasi, kualitas organisasi, dan keberdayaan pesantren berada pada kategori sedang, (2) dinamika organisasi, efektivitas organisasi, kualitas organisasi, dan keberdayaan pesantren yang mempunyai pondokan lebih tinggi dibandingkan dengan pesantren yang tidak mempunyai pondokan, (3) dinamika organisasi, efektivitas organisasi, kualitas organisasi, dan keberdayaan pesantren yang mempunyai pondokan berbeda secara nyata dengan pesantren yang tidak mempunyai pondokan, (4) dinamika organisasi pesantren berpengaruh sangat nyata terhadap keberdayaan pesantren, (5) dinamika organisasi pesantren mempunyai hubungan yang sangat nyata dengan efektivitas organisasi, kualitas organisasi, dan keberdayaan pesantren, (6) proses organisasi, individu dalam organisasi, teknologi organisasi, dan inovasi dala~n organisasi pesantren berpengaruh sangat nyata terhadap dinamika organisasi, efektivitas organisasi, kualitas organisasi, dan keberdayaan pesantren yang mempunyai pondokan, sedangkan pada pesantren yang tidak mempunyai pondokan peubah struktur organisasi, individu dalam organisasi, dan inovasi dalam organisasi pesantren berpengaruh sangat nyata terhadap dinamika organisasi, efektivitas organisasi, kualitas organisasi, dan keberdayaan pesantren tersebut, (7) kualitas anggota organisasi pesantren yang mempunyai pondokan lebih baik dibandingkan dengan kualitas anggota organisasi pesantren yang tidak mempunyai pondokan, (8) kepemimpinan dalam organisasi pesantren bersifat patemalistik dan belum efektif, (9) pengelolaan organisasi pesantren belum seluruhnya rnenerapkan prinsip-prinsip organisasi, (10) pesantren yang terletak lebih dekat dengan pusat kegiatan ekonomi (pasar dan industri) mendapat tekanan yang lebih berat dibandingkan dengan pesantren yang terletak lebih jauh dari pusat kegiatan ekonomi, ( I I ) struktur organisasi pesantren bersifat masih mekanik,

(3)
(4)

ABSTRACT

TUBAGUS HASANUDDLN. The Organizational Dynanuc Pesantren in West Java (Cases of Six Pesantren in West Java). Under Advisory Teaill of : PANG S. ASNGARI, MARGONO SLAhET, PRABOWO TJITROPRANOTO, and MASTUHU.

The position of pesantren in Indonesia is important. For a long time, pesantren constributed in education and development of society. However, the organizational dynamic, effectiveness, quality, and enlpowen~lent of pesantren still need to be studied.

The objectives of the research were quantitative and qualitative approach were implemented in study of organizational dynanuc, effectiveness, quality, and pesantren empowemlent. The data collection was carried out in West Java Province, since December 2001 until September 2002. The sample number of 160 people, consist of two strata, stratum 1: 90 persons studying in pesantren with doniutory, and stratum II: 70 persons studying in pesantreli without donnitory. The quantitative data had been analyzed by statistical M ~ M - Whltney Test and Path Analysis.

(5)

PBRNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yanz berjudul: DINAMIKA

ORGANISASI PESANTREN Dl PROPINSI JAWA RARAT (Kasus Pada Enaln

Pesantren di Propinsi Jawa Barat) adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri

dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan

telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

(6)

DINAMlKA ORGANISASI PESANTREN

DI PROPINSI JAWA B W T

(Kasus Pada Enam Pesantren di Propinsi Jawa ~ a r a t )

OLEH:

TUBAGUS HASANUDDIN

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Prograin Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul Disertasi : Dina~nika Organisasi Pesantren di Propinsi Jawa Barat

(Kasus Pada Enam Pesantren di Propinsi Jawa Barat)

Nama Mahasiswa : Tubagus Hasanuddin

Nomor Mahasiswa : PPN 985052

Program Studi : Ilmu Penyuluhan Pernbangunan

1. Komisi Pembimbing

Ketua

Prof. Dr. H. Mastuhu, M. Ed Dr. H. Prabowo Tiitro~ranoto, M.Sc

Anggota Anggota

Mengetahui,

Ketua Program Studi ekolah Pascasarjana

Ilmu Penyuluhan Peinbanpn

p*

Dr.Ir.Amri Jahi

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cirebon pada tanggal 21 Maret 1959 dari Ayah Tubagus

Mohamad Imang Arief dan Ibu Susmini. Penulis lnerupakan anak keenam dari

sebelas bersaudara.

Tahun 1971 penulis inenyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD

Lab.School IKIP Bandung; pada tahun 1974 menyelesaikan pendidikan SLTP di

SMPN 1 Babakan-Ciledug, Cirebon; pada tahun 1977 menyelesaikan pendidikan

SLTA di SMA PPSP IKIP Bandung; dan pada tahun 1984 menpelesaikan pendidikan

Sarjana di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Bogor. Pada tahun 1986, penulis diterima pada Jurusan Sosiologi Pedesaan, Progam

Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor dan menyelesaikannya pada tahun 1989.

Kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke program doktor di Program Studi Ilmu

Penyuluhan Pembangunan, Program Pascasajana, Institut Pertanian Bogor diperoleh

pada tahun 1998. Pada tahun 2000, penulis lnemperoleh bantuan beasiswa BPPS dari

Departemen Pendidikan Nasional.

Sejak tahun 1984, penulis beke j a sebagai pengajar di Jurusan Sosial Ekonomi

Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lainpung. Pada tahun 1986, penulis

menikah dengan Suskandini Ratih Dirmawati, dan saat irll telah dikaruniai dua orang

putra (Tubagus Arya Abdurachman dan T u b a g s Aditya Syarief Hidayat) dan dua

(9)

PRAKATA

Peranan pondok pesantren ditengah-tengah rnasyarakat Indonesia sangat

penting dan berarti dalarn mempercepat proses perubahan yang terjadi dalarn

masyarakat. Ole11 karena itu, peningkatan dinamika, efektivitas, kualitas, dan

keberdayaan pesantren sangat diperlukan. Atas dasar ha1 ini, inaka telaahan terhadap

beberapa faktor yang berpengaruh terhadap dinamika, efektivitas, kualitas, dan

keberdayaan pesantren di atas dirasakan penting.

Dalarn kesempatan ini penulis menyampaikan terilna kasih dan penghargaan

yang setinggi-tingginya kepada Bapak Pr0f.Dr.H. Pang S. Asngari selaku Ketua

Komisi Pembimbing, Bapak Prof. Dr. H.R. Margono Slamet, Pr0f.Dr.H. Mastuhu

M.Ed, dan Dr. H. Prabowo Tjitropranoto, M.Sc selaku Anggota Komisi Pembimbing

atas bimbingannya yang penuh kesabaran dan ketelitian dalam proses penyusunan

disertasi ini. Ucapan yang sama juga disampaikan kepada Bapak Prof.Dr.1r.H.

Darwis S. Gani, M.A, Dr. Ir. KH. Didin Hafidudin, M.S, dan Dr. Ir. Soemarjo, M.S

atas masukannya untuk perbaikan disertasi ini. Terima kasih yang sebesar-besamya

juga disampaikan kepada Ir. Suskandini Ratih Dinnawaty dan anak-anaku tercinta

atas pengertian dan pengorbanannya selama penulis menempuh pendidikan di IPB.

Mudah-mudahan semua amal baik yang telah dilakukan oleh mereka semua

rnendapat balasan yang melimpah dari Allah SWT. Amiln.

Bogor, Desember 2003

(10)

DAFTAR TSI

...

ABSTRACT

...

lu

PERNYATAAN ... iv

W A Y A T HLDUP

...

vii

...

PRAIWTA

...

m DAFTAR TABEL

...

xi

...

DAFTAR GAMBAR xv

...

DAFTAR LAMPIRAN xv PENDAHULUAN

...

1

Latar Belakang

...

1

Masalah Penelitian

...

12

Tujuan Penelitian

...

13

Manfaat Penelitian

...

13

TINJAUAN PUSTAKA ... 14

Pesantreii dan Perkembangamya

...

14

Teoii Organisasi

.

...

. 30 Kepempman ... 44

hovasi dalam Organisasi

...

58

...

Kualitas Sumberdaya Manusia 67

...

KERANGIW BERPIKIR 8 1 HIPOTESIS PENELITIAN

...

92

METODE PENELITIAN

...

93

...

Populasi dan Sampel

...

Waktu dan Tempat Penelitian

Unit Analisis

...

Desain Penelitian

...

...

Peubah dan Definisi Peubah

...

Pengukuran Peubah

. .

...

Metode Penehtian

...

(11)

Data dau h~strume~~tasi

...

Jellis dau Peugumpulau Data ...

Validitas dan Reliabilitas

...

Aualisis Data ...

...

HASIL DAN PEMBAHASAN

...

Validitas dan Reliabelitas Iustmmeu Penelitian

...

Karaktelistik Respotldeu dau Pesautreu

...

Diuarnika Orga~lisasi Pesautrel~

...

Taksonoiui Orgallisasi Pesantren

...

Stluktur Orgallisasi Pesantreu

...

Proses Orgallisasi Pesautreu

ludividu/Auggota Pesautren

...

...

Kepemimpinau Pesantreu

...

Tekuologi dau hovasi dalaln Organisasi

...

Liugkuugau Pesantreu

DINAMIKA ORGANISASI. EFEKTlVITAS ORGANISASI.

...

KUALITAS DAN KEBERDAYAAN PESANTREN

...

KESLMPULAN

DAN SARAN

...

...

Keshpulan !

...

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

...

1 . Julnlah Pondok Pesantren dan Santri di Indonesia

... 2 . Validitas dan Reliabelitas Instruinen Penelitian

3 . Karakteristik Responden dan Pesantren Penelitian . . .

. . . .

4 Keragaan Dinamika Organisasi Pesantren Penelitian

5 . Klasifikasi dan Juinlah Skore Indeks Unsur-unsur Dinamika Orga- ... nisasi Enam Pesantren Penelitian

6 . Keragaan Taksonolni Organisasi Enam Pesantren Penelitian . . .

7 . Hasil Analisis Lintasan Pengaruh Peubah Dinamika Organisasi

...

Pesantren

8 . Keragaan Struktur Organisasi Enam Pesantren Penelitian ...

...

9 . Keragaan Proses Organisasi Enam Pesantren Penelitian

10 . Hasil Analisis Lintasan Pengaruh Peubah Dinamika Organisasi

...

Pesantren terhadap Efektivitas Organisasi Pesantren

I I . Keragaan Individu dalam Organisasi Enam Pesantren Penelitian .

12 . I-Iasil Analisis Lintasan Pengamh Peubah Dinamika Organisasi

...

Pesantren terhadap Kualitas Pesantren

13 . Keragaan Kepelnimpinan dalam Organisasi Enam Pesantren . .

Penellt~an ...

...

14 . Keragaan Teknologi Organisasi Enam Pesantren Penelitian

... .

15 Fasilitas dan Bentuk Teknologi di Pesantren Penelitian

. . . .

16 Keragaan Inovasi dalam Organisasi Enam Pesantren Penelitian

. . .

17

.

Keragaan Lingkungan Organisasi Enam Pesantren Penelitian

18 . Hasil Analisis Lintasan Pengaruh Peubah Dinamika Organisasi

...

Pesantren terhadap Keberdayaan Pesantren

19 . Keragaan Efektivitas Organisasi Enam Pesantren Penelitian ...

. . . 20 . Keragaan Kualitas Enam Pesantren Penelitia r.

(13)

22. I-Iasil Analisis Uji Beda Munn-W/zi!ney terhadap Dinamika Organisasi, Efektivitas Organisasi, Kualitas, dan Keberdayaan

Pesantren . . . 262

23. Hasil Analisis Lintasan Pengaruh Dinamika Organisasi Pesantren . . .

terhadap Keberdayaan Pesantren 266

24. Pengaruh langsung Peubah Dina~nika Organisasi Pesantren terhadap Dinamika Organisasi, Efektivitas Organisasi, Kualitas, dan Keberda-

. . .

yaan Pesantren Penelitian 268

25. Hubungan Dinamika Organisasi Pesantren dengan Efektivitas Orga- . . .

(14)

DAFTAR GAMBAR

l lalaman

1. Dasar Siste~n 1-erbuka . . . 3 3

2. Klasitikasi l'eknologi dari Thompson . . . 39 . .

3. Keterkaitan Unsur-unsur Organ~san . . . 33

4. Kaitan antara Kecerdasan Ruhani, Kcccrdasan Fisik, Kecerdasan

Intelektual, Kecerdasan Emosional, dan Kecerdasan Sosial ... 70

5. Keterkaitan antara Individu, Masyarakat, dan Lingkungan Global

Dalarn Pembangunan Sumberdaya Manusia . . . 72

6 . Kerangka Teoritis Dinamika Organisasi Pesantren di Propinsi Jawa

Barat . . . 9 1

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Peubah, Indikator, dan Parameter Dinalnika Organisasi Pesantren

di Propinsi Jawa Barat . . . 287

2. Keragaan Taksonomi Organisasi Pesantren Penelitian . . . 296

3. Keragaan Struktur Organisasi Pesantren Penelitian ... 298

4. Keragaan Proses Organisasi Pesantren Penelitian . . . 3 00 5. Keragaan lndividu dalam Organisasi Pesantren Penelitian ... 302

6. Keragaan Kepemimpinan Organisasi Pesantren Penelitian ... 304

7. Keragaan Teknologi Organisasi Pesan en Penelitian ... 305

8. Keragaan Inovasi dalam Organisasi Pesantren Penelitian ... 306

9. Keragaan Lingkungan Organisasi Pesantren Penelitian ... 307

10. Keragaan Efektivitas Organisasi Pesantren Penelitian ... 308

11. Keragaan Kualitas Pesantren Penelitian ... 309

12. Keragaan Keberdayaan Pesantren Penelitian ... 3 10 13. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Peubah Taksonomi Organisasi Pesantren terhadap Dinamika Organisasi, Efektivitas Organisasi, Kualitas, dan Keberdayaan Pesantren yang Mempunyai Pondokan ... 312

14. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Peubah Struktur Organisasi Pesantren terhadap Dinamika Organisasi, Efektivitas Organisasi, Kualitas, dan Keberdayaan Pesantren yang Mempunyai Pondokan ... 313

(16)

17. Pengaruh 1,angsung dan Tidak Langsung Peubah Kepemimpinan Organisasi Pesantren terhadap Dinarnika Organisasi, Efektivitas

Organisasi, Kualitas, dan Keberdayaan Pesantren yang Mempunyai Pondokan . . . .... . .

18. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Peubah Teknologi dalam Organisasi Pesantren terhadap Dinamika Organisasi, Efektivitas Organisasi, Kualitas, dan Keberdayaan Pesantren yang Mempunyai Pondokan . . .

19. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Peubah Inovasi dalam Organisasi Pesantren terhadap Dinamika Organisasi, Efektivitas organ is as^, Kualitas, dan Keberdayaan Pesantren yang Mempunyai Pondokan ...

20. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Peubah Lingkungan Organisasi Pesantren terhadap Dinamika Organisasi, Efektivitas Organisasi, Kualitas, dan Keberdayaan Pesantren yang Mempunyai Pondokan ...

2 1. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Peubah Taksonomi Organisasi Pesantren terhadap Dinarnika Organisasi, Efektivitas Organisasi, Kualitas, dan Keberdayaan Pesantren yang Tidak

. . . ...

Mempunyai Pondokan ..

22. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Peubah Struktur Organisasi Pesantren terhadap Dinamika Organisasi, Efektivitas Organisasi, Kualitas, dan Keberdayaan Pzsantren yang Tidak Mempunyai Pondokan ...

23. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Peubah Proses

Organisasi Pesantren terhadap Dinamika Organisasi, Efektivitas Organisasi, Kualitas, dan Keberdayaan Pesantren yang Tidak Melnpunyai Pondokan ...

24. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Peubah Individu dalam Organisasi Pesantren terhadap Dinamika Organisasi, Efektivitas Organisasi, Kualitas, dan Keberdayaan Pesantren yang Tidak

Mempunyai Pondokan ... ... . .

25. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Peubah Kepemimpinan Organisasi Pesantren terhadap Dinamika Organisasi, Efektivitas Organisasi, Kualitas, dan Keberdayaan Pesantren yang Tidak

Mempunyai Pondokan . . .

.

.

...

26. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Peubah Teknologi dalam Organisasi Pesantren terhadap Dinamika Organisasi, Efektivitas Organisasi, Kualitas, dan Keberdayaan Pesantren yang Tidak

. . . . . .

(17)

27. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Peubah Inovas~ dalam Organ~sasi Pesantren terhadap Dinalnika Organisasi, Efektivitas Organisasi, Kualitas, dan Keberdayaan Pesantren yang Tidak

Me~npunyal Pondokan ... . . .. .. . . .. ... ... .. . . .. . . .. . . 326

28. Pengaruh Langsung dan Tidak 1,angsung Peubah Lingkungan Organisasi Pesantren terhadap Dinamika Organisasi, Efektivitas Organisasi, Kualitas, dan Keberdayaan Fcsantren yang Tidak

(18)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum bahwa tujuan

nasional negara Indonesia adalah:

"melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial."

Tujuan nasional sebagaimana ditegaskan dalam pembukaan Undang-Undang

Dasar 1945 seperti tersebut di atas diwujudkan lnelalui pelaksanaan penyelenggaraan

negara yang berkedaulatan rakyat dan demokratis dengan mengutamakan persatuan

dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1 945. Adapun penyelenggaraan

negara dilakukan dengan melakukan pembangunan nasional dalam segala aspek

kehidupan bangsa.

Pembangunan nasional merupakan suatu rangkaian usaha yang terus menerus

dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan kualitas manusia Indonesia. Peningkatan

kualitas manusia Indonesia tersebut pada hakekatnya merupakan usaha untuk

meningkatkan kecerdasan masyarakat seperti yang diisyaratkan dalam pembukaan

Undang-Undang Dasar 1945. Peningkatan kualitas manusia ini sangat diperlukan

karena hanya manusia dan masyarakat yang cerdas sajalah yang dapat melaksanakan

pembangunan yang berkesinambungan dan bermutu serta dapat hidup dalam persa-

ingan global. Salah satu upaya dalam peningkatan kualitas manusia di atas adalah

(19)

merupakan proses pemberdayaan, yaitu suatu proses untuk mengungkapkan potensi

yang ada pada diri manusia sebagai individu yang selanjutnya dapat memberikan

sumbangan kepada keberdayaan masyarakat, baik masyarakat lokal, bangsa, dan pada

akhirnya kepada masyarakat global (Tilaar 1999).

Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (2003) tercantum bahwa

pendidikan nasional Indonesia bertujuan untuk berkembangnya potensi anak didik

agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa ,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara

yang demokratis serta bertanggungjawab. Dalam kaitannya dengan pendidikan di

atas, pesantren merupakan salah satu lembaga yang telah cukup lama terlibat dalam

pendidikan tersebut, khususnya dalam pendidikan Agama Islam. Mastuhu (1994)

menyatakan bahwa pesantren telah mulai dikenal di Indonesia dalam periode abad ke

13- 17 M, sedangkan Bruinessen (1999) menyatakan bahwa lembaga yang layak

disebut pesantren belum berdiri sebelum abad ke-18. Hasbullah (1999) menyatakan

bahwa secara historis maupun sosiologis, pendidikan pesantren telah lama dimiliki

oleh bangsa Indonesia, khususnya umat Islam, sejak berabad-abad yang lalu

bersamaan dengan masuknya agama Islam ke Indonesia.

Pesantren di Indonesia tumbuh dan berkembang sangat pesat. Pada abad ke 19

terdapat tidak kurang dari 1853 buah pesantren, sedangkan pada tahun 1978, jumlah

pesantren tersebut telah mencapai 3.745 buah pesantren (Hasbullah, 1999). Jumlah

pesantren di atas terus memperlihatkan peningkatan sehingga pada tahun 2002 telah

mencapai 12.783 buah (Ditjen Kelembagaan Agama Islam, Departemen Agama, RI,

(20)

Perkembangan jumlah pesantren yang cukup pesat serta cukup besarnya

jumlah pondok pesantren yang terdapat di Indonesia tentu sangat berarti dalam

rnenun.jang kelangsungan pelaksanaan pembangunan yang sedang dilaksanakan. Hal

ini antara lain disebabkan oleh kedudukan pesantren yang cukup strategis dalam

kehidupan sebagian besar inasyarakat yang ada di Indonesia, yaitu meinpunyai

legitimasi tradisional pada sebagan besar masyarakat yang menjadikannya sebagai

simbol budaya dan sarana yang efektif untuk menggerakkan pentbahan (Wahid

2001). Oleh karena itu, usaha-usaha untuk meningkatkan dinamika, efektivitas, dan

kualitas pesantren di atas sangat diperlukan agar pesantren dapat lebih berdaya dalam

membantu meningkatkan kualitas manusia Indonesia secara keseluruhan.

Dalam realitasnya, penyelenggaraan sistem pendidikan dan pengajaran di

pesantren dewasa ini dapat digolongkan ke dalam beberapa bentuk. Menurut Ditjen

Kelembagaan Agama Islam, Departemen Agama, RI (2002), terdapat tiga bentuk

pesantren, yaitu: (1) pesantren Salaf, (2) pesantren Khalaf, dan (3) pesantren

kombinasi, sedangkan Rahim (2001) mengklasifikasikan jenis pesantren ke dalam

enam ciri antara lain berdasarkan atas sistem pengajaran yang dilakukan

(tradisionalisalaf-modemikhalaf), jenis santri yang sedang belajar (mukiiitinggal di

lingkungan pesantren-kalongitinggal di luar lingkungan pesantren), dan lokasi tempat

pesantren tersebut berada (pedesaan-perkotaan).

Dalam perjalanan sejarahnya, peranan pesantren dalam kehidupan bangsa dan

negara Indonesia tidak dapat diabaikan. Pada masa penjajahan Belanda, pesantren

banyak berperan dalam mempersiapkan kader-kader pejuang bangsa, sedangkan pada

(21)

pelaksanaan prob~am-program pembangunan, seperti program keluarga berencana,

pendidikan, dan lain-lain. Tokoh-tokoh nasional seperti Mohamad Natsir, Tuanku

Imam Bonjol, Buya Hamka, KH. Abdurachman Wahid, dan lain-lain adalah tokoh-

tokoh yang tidak dapat dilepaskan dari dunia pesantren. Oleh karena itu, kehadiran

pesantren ditengah-tengah masyarakat tidak terbatas hanya sebagai lembaga

pendidikan dan penyiaran Agama Islam saja, tetapi juga sebagai pusat gerakan

pengembangan Islam dan sosial keagamaan, sehingga tidaklah mengherankan jika

pesantren mempunyai nilai tersendiri dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

Pada masa silam, pondok pesantren di Indonesia dapat inerespon tantangan-

tantar~gan zamannya dengan sukses. Namun pada zaman perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi serta perubahan-perubahan yang tejadi pada hampir

semua sektor kehidupan dewasa ini, tampalmya pesantren agak tertatih-tatih dalam

merespon dan mengikuti perkembangan yang ada (Fadjar 1999). Hal ini antara lain

disebabkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di atas juga disertai

dengan perubahan-perubahan nilai yang menyertainya yang menuntut masyarakat-

tidak terkecuali pesantren- untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan yang ada.

Oleh karena itu, Fuad Hassan (Mastuhu 1994) menyatakan bahwa pendidikan Islain

pada umumnya dan pondok pesantren pada khususnya perlu untuk menyesuaikan

diri dengan tantangan zamannya.

Dalam hubungannya dengan usaha-usaha menghadapi pembahan seperti

telah diuraikan di muka, Al Qur'an sebenamya telah menegaskannya dalam Surat Ar

Ra'ad ayat 11 yang berbunyi sebagai berikut: " Sesungguhnya Allah tidak mengubah

(22)

sendiri . . . ." Dengan demikian, ayat ini mengandung nilai yang sangat signifikan

dan memotivasi umat Islam (tidak terkecuali pondok pesantren) untuk seialu berpacu

dengan segala perubahan.

Belum besarnya minat masyarakat terhadap pesantren yang terjadi pada akhir-

akhir ini karena pesantren sering dinilai terlalu berorientasi atau mementingkan

kepada kehidupan akhirat, sedangkan perhatiannya terhadap perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi masih relatif kurang. Keadaan seperti ini menyebabkan

pesantren hanya menghasilkan sumberdaya manusia (SDM) keluarannya yang

dianggap kurang mampu bersaing dalam kehidupan masyarakat yang seinakin

berkembang (Muslih Usa 1991). Oleh karena itu, peningkatan kualitas pesantren

serta sumberdaya manusianya (terrnasuk keluaran yang dihasilkannya) perlu

ditingkatkan, yaitu tidak hanya menguasai dan mendalami dalam ha1 pemahaman dan

pendalarnan Agama Islam saja, tetapi juga menyangkut peningkatan dalam ha1 ilmu

pengetahuan dan teknologi maupun yang menyangkut sikap dan keterampilannya.

Dengan demikian, kualitas sumberdaya manusia yang terdapat di pesantren pada

masa yang akan datang diharapkan tidak hanya berorientasi pada kehidupan akhirat

saja, tetapi juga mempunyai kemampuan dalam hal-ha1 yang bersifat keduniawian,

baik dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, keterampilan, dan lain-lain.

Mengingat ha1 di atas, maka pesantren sebagai sebuah organisasi juga

diharapkan mampu merespon perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta

perubahan-perubah yang terjadi, sehingga dalam pelaksanaan proses pendidikannya

hendaknya juga memperhatikan inovasi-inovasi yang ada. Dengan demikian, untuk

(23)

pula memperbaiki dan meningkatkan kualitas pesantren itu sendiri, baik yang

berhubungan dengan faktor internal pesantren sebagai sebuah organisasi maupun

yang berhubungan dengan faktor eksternal yang berada di luar pesantren yang

bersangkutan. Sehubungan dengan ha1 terakhir ini, rnaka kajian terhadap dinamika

organisasi pesantren, yaitu kajian terhadap kekuatan-kekuatan dan kelemahan yang

terdapat dalam organisasi pesantren yang dapat mempengaruhi perilaku anggota

organisasi pesantren maupun organisasi pesantren itu sendiri untuk menentukan

tindakan dan kegiatan-kegiatan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan perlu

dilakukan. Bagaimanakah dinamika organisasi pesantren dalam mencapai tujuan

yang telah ditetapkan oleh pesantren yang bersangkutan ? Apakah pesantren telah

memanfaatkan kekuatan-kekuatan yang dimilikinya dan peluang-peluang yang ada

dalam mencapai tujuan pesantren di atas ? Bagaimanakah pesantren mengatasi

kelemahan-kelemahan dan ancaman-ancaman yang dihadapinya ? Apakah dinamika

organisasi pesantren mempunyai pengaruh terhadap efektivitas organisasi, kualitas,

dan keberdayaan pesantren tersebut ?

Dalam kaitannya dengan kualitas sumberdaya manusia, Dahlan (1996)

menyatakan bahwa kualitas manusia tersebut mencakup: (1) kualitas kepribadian, (2)

kualitas bermasyarakat, (3) kualitas berbangsa, (4) kualitas spiritual, (5) wawasan

lingkungan, dan ( 6 ) kualitas kekaryaan. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia

dalam beberapa hal/aspek di atas-tidak terkecuali pesantren-sangat diperlukan

mengingat kehidupan di dunia saat ini sudah sangat berkembang dan tidak dapat

terhindar dari arus globalisasi yang sedang terjadi. Jika dikaitkan dengan kriteria-

(24)

manusia yang ada di pesantren saat ini ? Apakah kualitas sulnberdaya manusia yang

ada di pesantren saat ini cukup siap dalam menghadapi persaingan global yang akan

datang ?

Usaha-usaha peningkatan kualitas sumberdaya manusia (tidak terkecuali

sumberdaya manusia di pesantren) terasa sangat penting karena selain merupakan

penvujudan pelaksanaan amanat UUD 1945 dan pengamalan Pancasila, peningkatan

kualitas sumberdaya manusia tersebut juga merupakan tuntutan yang tumbuh dengan

perkembangan pembangunan yang semakin cepat dan lebih kompleks. Hal ini karena

perkembangan ekonomi, industrialisasi, arus informasi, dan ilmu pengetahuan serta

teknologi yang pesat akhir-akhir ini semakin menuntut sumberdaya manusia yang

juga tinggi kualitasnya. Dengan demikian, peningkatan kualitas sumberdaya manusia

menjadi tuntutan yang sangat mendesak, baik dalam jangka pendek maupun jangka

panjang. Oleh karena itu, salah satu upaya untuk menunjang tercapainya tujuan di

atas adalah dengan diadakamya program peningkatan Ilmu Pengetahuan dan

Teknologi (IPTEK) di beberapa pesanten antara lain melalui ke rjasama antara Badan

Penerapan dan Pengkajian Teknologi (BPPT) clan Islamic Developmen Bank (IDB)

(Daulay, Hotmatua, dan Mulyanto 2001). Namun demikian, hasil ke jasama dengan

instansi-instansi di atas sampai saat ini belum dikaji ulang tentang keberhasilamya

(Mastuhu 1994).

Mengingat pentingnya kualitas sumberdaya manusia di atas, maka pesantren

sebagai salah satu organisasi yang bergerak di bidang pendidikan tidak dapat terlepas

dari usaha-usaha peningkatan kualitas sumberdaya manusia tersebut. Oleh karena itu,

(25)

dapat mengatasi kelemahan-kelernahannya. Mcnurut Fadjar (1999), dalam jaman

yang ditandai dengan cepatnya perubahan hampir pada semua scktor dewasa ini,

pesantren menyimpan cukup banyak persoalan dalam merespon perkembangan

jaman. Hal ini antara lain disebabkan oleh beberapa pesantren yang ada saat ini

masih tampak enggan untuk melakukan perubahan-perubahan, baik yang

berhubungan dengan perbaikan-perbaikan dalam ha1 internal organisasi maupun yang

berhubungan dengan faktor-faktor ekstemal organisasi. Padahal sebagai sebuah

institusi pendidikan keagamaan dan sosial, pesantren dituntut melakukan

kontekstualisasi tanpa hams mengorbankan watak aslinya. Beberapa kelemahan

pesantren dalam kaitannya dengan ha1 di atas adalah dalam hal: (1) kepemimpinan,

(2) metodologi, dan (3) terjadinya disorientasi pesantren itu sendiri, yaitu pesantren

kehilangan kemampuan mendefinisikan clan memposisikan dirinya ditengah realitas

sosial yang demikian cepat.

Dalam ha1 kepemimpinan misalnya, Zarkasyi (1996) menyatakan bahwa salah

satu faktor penyebab ketertinggalan pondok pesantren adalah karena pesantren

tersebut terlalu tergantung pada kharisma pemimpinnya (Kyai), sedangkan Mulkhan

(2000) menyatakan bahwa modemisasi pesantren (apabila istilah ini dapat diterima),

temyata lebih bersifat instrumental kesediaan Kyai membuka sekolah atau madrasah

tanpa mengubah sistem pesantrennya sendiri. Mujahidin (1997) mengungkapkan

bahwa berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukamya di beberapa pesantren

ternyata partisipasi pimpinan pondok pesantren dalam program pembangunan pada

umumnya relatif sangat kecil. Oleh karena itu, Wahid (2001) mengungkapkan bahwa

(26)

regenerasi yang sehat pada pimpinannya. Sehubungan dengan ha1 yang terakhir ini,

maka kajian terhadap kepemimpinan yang ada di pesantren juga terasa penting.

Apakah kepernimpinan yang ada di pesantren sampai saat ini belum juga berubah ?

Bagaimanakah gaya kepemimpinan yang dilakukan oleh pemimpin pesantren ?

Apakah gaya kepemimpinan yang dilakukan oleh pemiinpin pesantren tersebut telah

efektif ? Apakah pemimpin pesantren di atas telah dapat menjalankan fungsi-fungsi

kepernimpinannya dengan baik ? Apakah kepelnimpinan yang ada di pondok

pesantren sangat menentukan terhadap dinarnika organisasi pesantren tersebut ?

Sebagai sebuah organisasi yang bergerak di bidang pendidikan agama dan

sosia! seperti telah diketengahkan di muka, pesantren sering dilihat sebagai suatu

sistem pendidikan yang bersifat "isolasionis," yaitu terpisah dari "aliran utama"

pendidikan nasional. Sifat isolasionis (tertutup) dari pesantren di atas tampaknya

berhubungan dengan pendidikan yang dilakukan di luar pesantren terlalu banyak

bersifat sekuler. Selain itu, sistem pendidikan pesantren kadang-kadang dianggap

"konservatif' dalam arti kurang peka terhadap perubahan tuntutan zaman dan

masyarakat, serta pernah dianggap "kurang produktif' (Abdullah 1996). Artinya,

pesantren yang ada selama ini dirasakan kurang memberikan respon terhadzp inovasi-

inovasi yang ada di sekitarnya, padahal ajaran Agama Islam menganjurkan agar para

penganutnya berjiwa progresif clan inovatif (Nata 2001). Oleh karena itu, dalam

rangka meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang ada di pesantren, maka

pesantren hams tanggap terhadap pembahan-perubahan yang terjadi dalam

(27)

kualitatif secara menyeluruh (termasuk dalam ha1 kepemimpinannya) terutaina dalam

sikap hidupnya (Wahid 200 1).

Perubahan-perubahan yang demikian cepat yang te Qadi akhir-akhir ini dalam

rnasyarakat inenuntut pesantren untuk menyesuaikan diri. Hal ini berarti pula bahwa

pesantren tersebut juga hams dapat bersifat terbuka terhadap inovasi-inovasi yang

ada, sehlngga dalam rangka peningkatan kuaiitasnya dapat inenggunakan inovasi-

inovasi tersebut. Robbins (1996) menyatakan bahwa inovasi yang terdapat &lam

suatu organisasi temyata berpengaruh terhadap perkembangan organisasi yang

bersangkutan. Dengan demikian, apabila ha1 ini dikaitkan dengan keberdayaan

pesantren, maka dalam rangka meningkatkan keberdayaan suatu pesantren berarti

tidak dapat terlepas pula dari dinamika organisasi pesantren itu sendiri &lam

hubungannya dengan inovasi dan kualitas pesantren yang bersangkutan. Oleh karena

itu, Mahfudh (1999) mengungkapkan bahwa karakter ke depan dari pesantren hams

selalu mengikuti perkembangan yang tejadi dalam masyarakat, baik dari aspek

sosial, budaya, politik maupun ekonomi. Sehubungan dengan ha1 di atas,

bagaimanakah respon pesantren terhadap inovasi-inovasi yang ada di sekitarnya ?

Jenis-jenis inovasi apakah yang lebih cepat diadopsi oleh organisasi pesantren ?

Bagaimanakah pengaruh inovasi tersebut terhadap dinamika organisasi pesantren

yang bersangkutan ?

Sebagai sebuah organisasi, kajian terhadap pesantren memang tidak cukup

jika hanya ditinjau dari salah satu aspek saja. Hal ini karena sejak dahulu pesantren

merupakan sebuah kehidupan yang unik, yaitu sebuah kompleks kehidupan manusia

(28)

yang ada pada kehidupan masyarakat sekitarnya, sehingga pesantren dapat dianggap

sebagai sebuah "Subkultur" (Wahid 2001). Oleh karena itu, untuk mengkaji perihal

pesantren diperlukan pengenalan yang cukup mendalam terhadap kehidupan di

pesantren itu sendiri.

Berkaitan dengan ha1 yang terakhir ini, maka pendekatan terhadap pesantren

tidak cukup hanya dilakukan melalui pendekatan sejarah dan psikologi saja, tetapi

juga diperlukan pendekatan lain, yaitu pendekatan sosiologi. Hal ini penting

mengingat sifat pesantren yang dianggap sebagai "subkultur "seperti disebutkan di

atas memerlukan pendekatan lain dalam melihat kerangka hubungan di dalamnya,

baik antara sesama anggota pesantren itu sendiri maupun antara masyarakat pesantren

dengan masyarakat di luar lingkungan pesantren tersebut. Oleh karena itu,

pendekatan organisasi secara sosiologis dipandang tepat dalam menganalisis

organisasi pesantren karena melalui pendekatan organisasi di atas tinjauan detail dan

strategis yang terkandung dalam organisasi pesantren akan lebih tajam dikenali,

termasuk aspek-aspek individu dalam organisasi sehingga pengenalan terhadap

organisasi yang bersangkutan dapat lebih tepat (Ruwiyanto 1999). Pengkajian

terhadap dinarnika organisasi pesantren di atas terasa penting mengingat hanya

pesantren yang dinamis dan progresif sajalah yang memungkinkan memiliki peluang

yang besar dalam mencapai tujuan-tujuannya.

Tercapainya tujuan yang ditetapkan pesantren akan memungkinkan pesantren

yang bersangkutan menjadi lebih efektif dan berdaya sehingga dapat lebih terlibat

aktif atau berperan dalam mengantar clan mengiringi perubahan-perubahan yang

(29)

pesantren akan dapat berperan lebih besar dalam pelaksanaan program-program

pembangunan. Oleh karena itu kajian terhadap dinamika organisasi pesantren dan

mengetahui faktor-faktor yang sangat menentukan terhadap dinamika organisasi

pesantren tersebut, baik faktor internal organisasi maupun ekstemal organisasi sangat

diperlukan. Untuk mengetahui jawaban terhadap beberapa ha1 seperti telah

diketengahkan di muka itulah penelitian ini dilakukan.

Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian-uraian yang telah diketengahkan di muka, maka masalah

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(1) Bagaimanakah dinamika organisasi, efektivitas organisasi, kualitas dan

keberdayaan pesantren yang ada saat ini ?

(2) Apakah dinamika organisasi, efektivitas organisasi, kualitas, dan keberdayaan

pesantren yang mempunyai pondokan berbeda dengan pesantren yang tidak

mempunyai pondokan ?

(3) Faktor-faktor apakah yang sangat berpengaruh terhadap dinamika organisasi,

efektivitas organisasi, kualitas, dan keberdayaan kedua jenis pesantren di atas ?

(4) Bagaimanakah pengaruh unsur-unsur dinamika organisasi pesantren terhadap

efektivitas organisasi, kualitas, dan keberdayaan pesantren tersebut ?

(5) Apakah kepemimpinan yang ada pada kedua jenis pesantren di atas telah efektif ?

(6) Bagaimanakah respon organisasi pesantren terhadap inovasi-inovasi yang ada di

(30)

(7) Apakah organisasi pesantren dapat beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan-

perubahan pesat yang terjadi pada masyarakat dewasa ini ?

(8) Bagaimanakah arah atau gerak perubahan organisasi pesantren pada masa yang

akan datang?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk: ( 1 ) mendeskripsikan dinamika organisasi

pesantren, efektivitas organisasi pesantren, kualitas pesantren, dan keberdayaan

pesantren, (2) menganalisis pengaruh unsur-unsur dinamika organisasi terhadap

dinamika organisasi pesantren, efektivitas organisasi pesantren, kualitas pesantren

dan keberdayaan pesantren, (3) mengidentifikasi kepemimpinan organisasi pesantren,

(4) menguraikan perbedaan dinarnika organisasi pesantren, efektivitas organisasi

pesantren, kualitas pesantren, dan keberdayaan pesantren, (5) menerangkan respon

dan adaptasi organisasi pesantren terhadap inovasi dan perubahan, dan (6) menduga

arah atau gerak perubahan organisasi pesantren pada masa yang akan datang.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dan memberikan masukan bagi

pengambil kebijakanlinstansi yang terkait dengan pengembangan organisasi

pesantren atau lembaga pendidikan secara umum. Selain itu, hasil penelitian ini juga

diharapkan dapat membcrikan arah atau petunjuk bagi usaha-usaha peningkatan

(31)

TINJAUAN PUSTAKA

Pesantren dan Perkembangannya

Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam dan sosial keagamaan

d~

Indonesia mempunyai sejarah yang panjang dan cukup lama. Menurut Manfred

Ziemek (Wahjoetomo 1997), kata pondok berasal dari kata "funduq" (bahasa Arab)

yang berarti ruang tidur atau wisma sederhana, sedangkan kata pesantren berasal

dari kata santri yang diberi awalan pe- dan akhiran -an yang berarti tempat para

santri. Geertz (Wahjoetomo 1997) menyatakan bahwa pengertian pesantren

diturunkan dari bahasa India, yaitu "shastri" yang berarti tempat bagi orang-orang

yang pandai membaca dan menulis. Berdirinya pondok pesantren di atas dimulai

bersamaan dengan zaman Walisongo, dan pondok pesantren yang pertama didirikan

adalah pondok pesantren yang didirikan oleh Syech Maulana Malik Ibrahim atau

Syech Maulana Maghribi (Hasbullah 1999).

Zarkasyi (1996) menyatakan bahwa pondok pesantren berasal dari dua kata

yang membentuk satu pengertian yang sama. Pondok berarti tempat menurnpang

sementara, pesantren berarti tempat santri, sedangkan santri berarti pelajar yang

menuntut ilmu agama Islam. Di Jawa, tempat ini disebut sebagai pondok atau

pesantren atau pondok pesantren. Wahid (2001) inenyatakan bahwa pesantren

merupakan sebuah kompleks dengan lokasi yang umurnnya terpisah dari kehidupan

(32)

ruinah kediainan pengasuh (Kiyailajengan), sebuah surau atau mesjid ternpat

pengajaran diberikan, dan asrarna tempat tinggal para siswalsantri pesantren dan

~neinpunyai sistern nilai tersendiri sebagai sebuah "subkultur". Artinya, siste~n nilai

yang terdapat di pesantren sering berbeda dengan sistem nilai yang terdapat di

lingkungan masyarakat sekitarnya. Sebagai contoh perbedaan sistein nilai di atas

adalah dalam ha1 konsep terhadap kebersihan dan waktu dimana nilai kedua konsep

tersebut di pesantren didasarkan atas ajaran fikih, sedangkan nilai-nilai dalam

masyarakat didasarkan atas realitas sosial.

Menurut sejarah berdirinya, suatu pondok atau pesantren didahului dengan

adanya seorang Kiyai atau seorang yang alim, kemudian datang beberapa orang

santri yang ingin menuntut ilmu pengetahuan dari Kiyai tadi dan para santri

kemudian ditampung di rurnah Kiyai. Sejalan dengan pertumbuhan jumlah santn

yang datang, maka rurnah Kiyai pada akhirnya tidak dapat lagi menainpung para

santri, sehingga timbul inisiatif dari para santri untuk mendirikan pondok di sekitar

inasjid dan di sekitar ruinah Kiyai tersebut. Dengan demikian, secara teknis yang

membuat pondok itu sendiri adalah para santri.

Tahap-tahap pendirian sebuah pesantren seperti di atas tampaknya sudah

jarang ditemui dewasa ini. Hal ini karena pada saat ini justru pesantren sebagai

wadah (organisasi) terlebih dahulu didinkan baru kemudian inencari calon santri

yang ingin belajar di pesantren yang bersangkutan. Proses pendirian pesantren

(33)

"Al Qur'an wal Hadist" dl Bogor. Dengan demikian, keterikatan antara santri

dengan Kiyai yang pada zaman dahulu lebih dahulu terbentuk sebeium mendirikan

pesantren, maka pada saat ini keterikatan santri dengan Kiyai baru terbentuk setelah

santri mendaftar atau menjadi anggota pesantren tersebut.

Sebagai lembaga pendidikan Islam yang tertua, sejarah perkembangan

pondok pesantren memiliki model-model pengajaran yang bersifat non klasikai, yaitu

model sistem pendidikan dengan metode pengajaran wetonan dan sorogan. Di Jawa

Barat dikenal pula metode pengajaran dengan istilah "Bandungan" (mendengarkan)

dan di Sumatra dikenal istilah "Halaqah" (diskusi). Di dalam metode wetonan, pada

saat seorang Kiyai

(guru)

membaca suatu kitab dalam waktu tertentu, maka santrinya

(anak didik) membawa kitab yang sama, kemudian santri tersebut mendengarkan d m

menyimak bacaan Kiyai, sedangkan pada metode sorogan, maka seorang santri men

"sorog" kan (menyodorkan) atau mengajukan sebuah kitab kepada Kiyai untuk

dibaca dihadapannya, dan kesalahan &lam bacaan itu langsung dibenarkan oleh

Kiyai (Mastuhu 1994).

Tujuan umum pondok pesantren di atas adalah membimbing anak didik untuk

menjadi manusia yang berkepribadian Islam, sedangkan tujuan khusus yang ingin

dicapai adalah mempersiapkan anak didik menjadi orang alim dalam ilmu agama

serta mengamalkannya dalam masyarakat (Hasbullah 1999). Secara lebih rinci,

Feisal (1995) menyatakan bahwa tujuan pendidikan pesantren adalah: (I) mencetak

(34)

melalisanakan syariat agama, dan (3) mendidik ii~uslirn inemiliki ketera~npilan-

keterampilan dasar yang relevan atau sesuai dengan terbentuknya masyarakat

beragama, sedangkan menurut Ditjen Kelembagaan Agama Islam, Departemen

Agama,

RI

(2002), tujuan utama penyelenggaran pondok pesantren di atas adalah

sebagai berikut:

" Menyiapkan para santri mendalami dan menguasai ilnu pengetahuan Islam

(tafaqqultfiddm), yang diharapkan dapat mencetak kader-kader ulama dan turut mencerdaskan masyarakat Indonesia."

Zarkasyi (Sasono et al. 1998) menyatakan bahwa pesantren sebagai silatu

lembaga pendidikan yang tumbuh dan berkembang ditengah-tengah masyarakat

memadukan unsur-unsur pendidikan yang sangat penting. Pertama, ibadah untuk

menanarnkan iman dan takwa terhadap Allah SWT. Kedua, tablig untuk penyebaran

ilmu, dan ketiga, yaitu amal untuk mewujudkan kemasyarakatan dalam kehidupan

sehari-hari. Pondok pesantren sebagai lembaga keagamaan atau

-

tafaqqult fiddin

(mengenalkan, mendalami, dan mengamalkan ajaran Agama Islam)- mempunyai

fungsi pemeliharaan, pengembangan, penyiaran, dan pelestarian Islam. Selain itu,

pesantren pada saat ini juga merupakan penggerak lembaga-leinbaga kemasyarakatan

dan ekonomi umat seperti mendirikan lembaga Bazis, koperasi pesantren, pusat

informasi keagamaan, dan klinik psikiater berdasarkan pandangan Islam.

Pada masa silam, pondok pesantren di Indonesia dapat merespon tantangan

zamannya dengan sukses (Mastuhu 1994). Oleh karena itu, tidaklah mengherankan

(35)

untuk dididik di pesantren. Namun demikian, pada era perkeinbangan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat yang terjadi pada akhir-akhir ini

tampaknya pesantren lnasih tertinggal dalarn merespon perkeinbangan dan

perubahan-perubahan di atas sehingga rasa bangga dan minat masyarakat yang tinggi

terhadap pesantren seperti pada zaman dahulu menjadi berkurang. Beberapa ha1

yang menyebabkan pesantren agak tertatih-tatih dalam merespon perkembangan

yang ada antara lain karena pesantren sebagai sebuah organisasi masih sangat

bergantung kepada figur pimpinannya. Selain itu, metodologi, wacana keilmuan,

ketersediaan fasilitas, sumber dana, dan orientasi pesantren itu sendiri juga

menyebabkan perkembangan pesantren menjadi terbatas.

Pesantren di Indonesia turnbuh dan berkembang sangat pesat. Pada tahun

1978, Departemen Agama

RI

menyatakan bahwa di Jawa telah terdapat 3.745 buah pesantren dengan jumlah santri sebanyak 675.364 orang (Hasbullah 19991,

sedangkan Wahid (1999) menyatakan bahwa pada tahun 1987 sudah terdapat 5.000

buah pondok pesantren yang tersebar di 68.000 desa di Indonesia, dan pada tahun

1997 jumlah pesantren tersebut di Indonesia telah mencapai 9.4 15 buah dengan

jumlah siswa/santri yang mondok di asrama sebanyak 1.63 1.727 orang. Jumlah

pesantren di atas tiap tahun menunjukkan peningkatan, bahkan pada tahun 2002 yang

lalu jumlah pesantren tersebut telah inencapai 12.783 buah (Ditjen Kelembagaan

(36)

tahun 1978 - 2002 teiah terjadi peningkatan jumlah pesantren sebesar 241 persen.

Jumlah pesantren dan s2ntri di Indonesia pada tahun 2002 tampak pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Pondok Pesantren dan Santn di Indonesia, 2002

Propinsi - -D 1 Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sunatera Selatan Bangka Belitung Benglculu Lampung DKI.Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah Dl. Yogyakarta Jawa Timur Bali

Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo I Sulawesi Tengah

1 Sulawesi Selatan

1

Sulawesi Tenggara

Maluku Maluku Utara

30

1

lrian Jaya

1

24

Jumlah 12.783

J ulnlah

Suinber: Ditjen Kelembagaan Agarna Islam, Depag. Kl, 2002 Ponpes 369 178 149 6 1 69 % 15 23 230 72 4.388 1.296 1.837 139 2.953 86 224 Santi 96.769 50.807 32.995 15.355 25.276 32.849 2.898 6.526 48.763 29.673 886.197 207.847 412.816 29.098 844.589 9.817

I

97.084

11

i

1.171

56 44 146 75 10 16 36 139 2 1 10

I

10
(37)

Berdasarkan Tabel 1 tampak bahwa jumlah pesantren terbanyak dijumpai di

Propinsi Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, sedangkan di Propinsi

Bali yang sebagian besar masyarakatnya menganut Agama non Islam juga ditemui

jumlah pesantren yang cukup besar. Selain itu, berdasarkan data perkembangan

jumlah pesantren di atas tampak bahwa pesantren mempunyai eksistensi di tengah-

tengah masyarakat dan dapat dijadikan sebagai potensi yang signifikan untuk

pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu, agar pesantren dapat lebih berperan

dalam pemberdayaan masyarakat, maka pesantren tersebut juga hams mempunyai

keberdayaan untuk dapat menggerakan perubahan. Hal ini penting mengingat

pesantren sebsgai agen perubahan

-

(dengan meminjam rincian yang dikemukakan

oleh Pyzdek (2002)-akan berhubungan dengan beberapa usaba untuk: (1) inengubah

cara orang berpikir dalam organisasi, (2) mengubah norma organisasi, dan (3)

mengubah sistem atau proses organisasi.

Salah satu faktor penting dalam usaha meningkatkan keberdayaan pesantren

di atas adalah melalui penerapan inovasi-inovasi dalam pesantren yang bersangkutan,

baik inovasi yang berhubungan dengan ide-ide baru maupun inovasi dalam bentuk

teknologi maupun administratif. Penerapan inovasi-inovasi baru dalam pesantren ini

akan sangat banyak membantu dalam proses organisasi pesantren yang berlangsung

sehingga pencapaian tujuan yang diharapkan juga dapat lebih dtingkatkan. Oleh

karena itu, perkembangan pesantren di masa depan akan sangat ditentukan oleh

(38)

Menurut Sudirman l'ebba (Ismail 2000), beberapa alasan yang mendasar

yang menjadikan pesantren terasa urgen dan mendesak dalam pengembangan

inasyarakat adalah karena: (1) pesantren sebagai lembaga atzu organisasi yang

bergerak di bidang pendidikan, dakwah dan sosial dirasakan oleh banyak pihak

memiliki potensi yang besar untuk memberikan sumbangan pemikiran dalam bidang

pendidikan dan pengembangan masyarakat, (2) jumlah pesantren potensial t e r b u h

telah melaksanakan usaha kreatif yang bersifat rintisan, dan (3) usaha ini perlu

dikembangkan sambil terus melakukan upaya pembenahan terhadap masalah utama

yang dihadapi pesantren, baik yang bersifat internal organisasi maupun yang bersifat

ekstemal organisasi. Oleh karena itu, menilrut Mastuhu (1999), pesantren sebagai

lembaga pendidikan hams mampu menumbuhkembangkan sikap para znak didiknya

sebagai berikut: (1) kemampuan memahami gejala atau fenomena, inforrnasi d m

makna dari setiap peristiwa yang dihadapi atau dialaminya, (2) kemampuan

menerima pendapat dari luar yang benar dan melepaskan pendapat sendiri apabila

ternyata keliru, (3) kemampuan untuk mengantisipasi apa yang akan terjadi

berdasarkan fakta, data, dan pengalaman empiris menurut kaidah-kaidah keilmuan,

(4) kemauan dan kemampuan dalam mendefinisikan kembali atau memperbaiki

orientasi, sesuai dengan tantangan zaman dan berdasarkan bukti-bukti yang ada serta

alasan-alasan yang rasional, (5) kemampuan memilah-milah dan memilih yang

terbenar, terbaik, dan paling mungkin diwujudkan sesuai dengan kebutuhan d m

(39)

ketnampuan mengambil keputusan, (7) kemampuan mengembangkan pelajaran dan

pengalaman yang telah diperolehnya sehingga menjadi cara baru yang menjadi milik

atau penemuannya untvk inenghadapi suatu masalah; dan (8) untuk menjamin

ketujuh ha1 di atas dan agar tetap berada di alur yang benar, maka diperlukan

kemampuan berijtihad, memahami ajaran agalna secara benar, mendalam dan utuh

sehingga perilakunya sebagai manusia modem tetap berada dalam panduan iman dan

taqwa.

Di dalam perkembangannya, dunia pesantren telah mengalami beberapa

perubahan, baik sebagai akibat dari dinamika internal maupun sebagai penyeimbang

dari "dunia llxr", sedangkan peranatmya &lam perkembangan masyarakat juga

sangat diperlukan. Sebagai lembaga pendidikan Islam (dimana guru dan murid

menciptakan suatu suasana kekeluargaan dalam usaha mencari, menggali, dan

menyebarkan berbagai ilmu keagamaan), pesantren merupakan salah satu

lembaga/organisasi yang diharapkan dapat mempertahankan nilai-nilai ahklak bagi

generasi yang mendatang (Rasyid 1998), dan tidak terlepas dari masyarakat yang

mengitarinya. Artinya, keberadaan dan keberlangsungan hidup dari pesantren juga

ditentukan oleh komunitas sosial dimana pesantren tersebut berada.

Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia, pesantren mempunyai peranan

yang cukup penting. Peranan yang paling sederhana dari pesantren tersebut ialah: (1)

pelayanan keagamaan kepada masyarakat sekitar, sedangkan peranan yang lainnya

(40)

(dari situasi remaja ke situasi dewasa), (4) wadah sosialisasi bagi anak-anak, (5)

tempat mengaji dan mempelajari kitab-kitab (agama Islam), (6) tempat intensifikasi

peribadatan, (7) "kancah latihan" pejuang, dan bahkan (8) ~nenjadi suinber dari

pendukung dan pemimpin dari organisasi yang bernafaskan Islam. Selain itu, saat ini

pesantren iuga cukup banyak berperan dalam mendirikan lembaga-lernbaga

kemasyarakatan dan pemberdayaan ekonomi umat, seperti mendirikan lembaga

Bazis, koperasi, pusat informasi keagamaan, klinik psikiater, dan lain-lain.

Masuknya sistem sekolah ke Indonesia membawa pengaruh kepada pesantren

yang ingin maju. Oleh karena itu, timbullah madrasah-madrasah di pesantren yang

mengajarkan ilmu pengetahuan agama dilengkapi dengan ilmu pengetahuan umum

dengan tidak meninggalkan dasar seinula, yaitu ibadah dan keikhlasan menjalankan

perintah agarna (Zarkasyi 1996).

Dalam mekanisme kerjanya, sistem yang ditampilkan oleh pondok pesantren

mempunyai beberapa keunikan dibandingkan dengan sistem yang diterapkan dalam

pendidikan pada umumnya (Hasbullah 1999). Beberapa keunikan yang dapat

dijumpai di pesantren di atas, yaitu: (1) memakai sistem tradisional yang mempunyai

kebebasan penuh dibandingkan dengan sekolah modem, sehingga terjadi hubungan

dua arah antara santri dan kyai, (2) kehidupan di pesantren menampakkan semangat

demokrasi karena mereka praktis bekerjasama mengatasi problema nonkurikuler

mereka, (3) para santri tidak bertujuan memperoleh gelar atau ijazah, karena

(41)

~nereka hanya ingin ~nencari keridhoan Allah, (4) sistem pondok pesantren

mengutamakan kesederhanaac, idealisme, persaudaraan, persamaan, rasa percaya

diri dan keberanian hidup, dan (5) alumni pondok pesantren tidak ingin menduduki

jabatan pemerintahan, sehingga mereka hampir tidak dapat dikuasai oleh pemerintah

(Hasbullah 1999). Namun demikian, berdasarkan hasil penelitian Mastuhu (1994)

tampak bahwa beberapa ha1 di atas tidak sepenuhnya dapat dijumpai, karena pada

beberapa pesantren yang ditelitinya hubungan dua arah serta suasana demokratis

seperti dikemukakan di atas memperlihatkan kenyataan yang berbeda. Selain itu,

berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mastuhu (1994) tampak pula bahwa

cukup banyak dari para santri yang ditelitinya yang ingin menjadi pegawai negeri.

Zarkasyi (1996) menyatakan bahwa kehidupan dalam pondok pesantren

dijiwai oleh suasana-suasana yang disebut sebagai "Panca Jiwa", yaitu: (1) jiwa

keikhlasan, (2) jiwa kesederhanaan, (3) jiwa kesanggupan menolong diri sendiri, (4)

jiwa ukhuwah dinniyah yang demokratis, dan (5) jiwa bebas ( artinya bebas di dalam

garis-garis disiplin yang positif dengan penuh tanggungjawab, baik di dalam

kehidupan pondok pesantren itu sendiri maupun di dalam kehidupan masyarakat).

Namun demikian, apabila panca jiwa di atas dihubungkan dengan keadaan pada

sebuah pesantren seperti pesantren A1 Zaitun di Indramayu (Jawa Barat) misalnya, maka jiwa kesederhanaan dan jiwa kesanggupan menolong diri sendiri pun perlu

dipertanyakan kembali. Hal ini karena pada jenis pesantren seperti A1 Zaitun

(42)

semua kegiatan yang ditujukan untuk ke dua ha1 di atas (sederhana dan mandiri)

sudah ditanggulangi oleh pihak pengelola pesantren yzng bersangkutan, sehingga

kegiatan mencuci dan melnasak sendiri yang sebelumnya menjadi ciri khas santri

yang belajar di pesantren dan ditujukan untuk menurnbuhkan jiwa sanggup

menolong din sendiri praktis menjadi berubah.

Ilmu yang dipelajari di pesantren pada umurnnya diberikan secara bertahap.

Selain itu, kurikulum pesantren juga pada umumnya tidak mempunyai standarisasi.

Dengan demikian, setiap pesantren hampir semuanya mengajarkan kombinasi kitab

yang berbeda-beda (Bruinessen 1999). Pada tahap pertama, biasanya para santri

memulai pelajarannya dengan rukun Islam dan rukun Iman serta pengajian A1

Qur'an, dan setelah itu baru dimulai dengan pengajian kitab-kitab yang terdiri dari

beberapa tingkat. Tingkat pertama ialah pengajian nahu, sorof, dan fiqih dengan

kitab-kitab A/-Ajrumiyyah, Matan Bina, Fathul Qorib dan lain-lain, sedangkan pada

tingkat ke dua adalah pengajian nahu, sorof, dan fiqih dengan kitab yang berbeda

seperti Al-Sanusi, A1 Kailani, dun Futhul Muin. Selanjutnya, pada tingkat ke tiga

dilakukan pengajian Tauhid, nahu, sorof, fiqih, tafsir dan lain-lain dengan kitab-kitab

Kijayatul Awwanz, Ummul Barahim, Ibnu Aqil, Al-Jalaluin, dan sebagainya. Pada

tingkat terakhir ini diajarkan pula ilmu mantiq, ilmu balagah, ilmu tasawuf dan

sebagainya dengan kitab-kitab seperti As-Sullam, Bidayatul Hiduyuh; dan Ihyu

Ulumuddin. Dengan sistem pondok/asrarna, pesantren juga marnpu menanamkan

(43)

kernudian hari. Selain itu, di pesantren pemberian pendidikan keirnanan, ketaqwaan,

dan ahlak dapat dilakukan secara efektif. (Zarkasyi 1996).

Dikaitkan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

terjadi akhir-akhir ini, Suteja (Wahid 1999) mengemukakan beberapa ha1 yang perlu

diperhatikan oleh pesantren, yaitu pesantren hendaknya mengadakan perbaikan

kurikulum yang ada, pengadaan wacana keilmuan yang lebih variatif d m

komprehensif, serta melakukan metodologi pengajaran yang lebih baik. Oleh karena

itu, pesantren diharapkan dapat membuka diri dalam memahami kebutuhan dan

tuntutan para santri sebagai generasi penerus yang akan terlibat langsung dalaln

kancah sosial masyarakat bangsanya.

Dalam realitasnya, penyelenggaraan sistem pendidikan dan pengajaran di

pondok pesantren dewasa ini dapat digolongkan kepada beberapa bentuk. Narnun

demikian, dalam pengklasifikasian pesantren di atas masih dirasakan adanya

kesulitan. Kesulitan yang dihadapi dalam mendeskripsikan pondok pesantren yang

terjadi selama ini disebabkan oleh kemajemukan pesantren itu sendiri, baik yang

ditunjukkan oleh kekhususan motif dan sejarah berdirinya, maupun ruh, isi serta cara

penyelenggaraan masing-masing pesantren tersebut (Daulay, Hotmatua, dan

Mulyanto 2001).

Zuhairini (Hasbullah 1999) membedakan pesantren dalam dua jenis, yaitu:

( 1 ) pesantren tradisional, yaitu pesantren yang masih mempertahankan sistem

(44)

lnengintegrasikan secara penuh sistem klasikal dan sekolah ke dalam pondok

pesantren, sedangkan Rahim (2C01) mengklasifikasikan jenis pesantren berdasarkan

enam ciri, yaitu (1) sistern pengajarannya (tradisional-modern), (2) jalur pendidikan

formal, (3) jumlah santri yang ada, (4) afiliasi dengan organisasi tertentu (M,

Muhamadiyah, NU: Persis, dan lain-lain), (5) jenis santri yang belajar (mukim-

kalong), dan 6) lokasi tempat pesantren berada (pedesaan-perkotaan). Di pihak lain,

Ditjen Kelembagaan Agama Islam, Departemen Agama,

RI

(2002) mengelompokan

jenis pesantren di atas ke dalam tiga jenis, yaitu: (1) pesantren Salaf, (2) pesantren

Khalaf. dan (3) pesantren Kombinasi. Namun demikian, apabila dilihat berdasarkan

kenyataan yang dijumpai di lapangan tampaknya klasifikasi pesantren atas dasar ada

tidaknya pondokan di pesantren perlu pula dipertimbangkan. Hal in: penting

mengingat pada saat ini tidak semua pesantren (bahkan cukup banyak dijumpai)

mampu memiliki fasilitas pondokan. Pengklasifikasian pesantren seperti di atas

terasa penting jika dikaitkan dengan usaha-usaha pembinaan yang hams dilakukan

terhadap pesantren yang bersangkutan. Oleh karena itu, pengklasifikasian pesantren

tidak cukup hanya berdasarkan sistem pengajaran yang dilakukan saja, tetapi juga

perlu ditinjau atas dasar jalur pendidikan formal yang diadakan, induk organisasi

yang diikuti, jenis santri yang belajar, letak lokasi pesantren berada, jumlah santri

yang ada, kitab rujukan utama yang digunakan, dan tersedia tidaknya pondokan pada

(45)

Dalam konteks pernbentukan manusia seutuhnya, pendidikan di pesantren

dalam prakteknya lebih menitikberatkan pada aspek keagamaan, sementara aspek

intelektualitas kurang mendapatkan tempat yang proporsional. Keadaan dernikian

rnenuntut keterbukaan pendidikan pesantren untuk mengakomodasikan rnetodologi

pengajaran yang dapat membawa para peserta didiknya untuk dapat dan mampu

mengembangkan wawzsan dan pemikirannya secara bebas. Materi pendidikan

pesantren dan berbagai pendekatan yang dilakukan hendaknya dikaji dari relevansi

kemasyarakatan dengan kecenderungan perubahannya. Dengan demikian, menurut

Rahardjo (Wahid 1999), mernbuat pesantren hidup tidaklah berarti mengubah

pendidikan pesantren dari corak agama, melainkan membawa persoalan nyata

rnasyarakat ke dalam pesantren, mencoba memahami persoalan itu, dan mencari

kemungkinan-kemungkinan pernecahamya melalui pendasaran pada aspirasi-

aspirasi ajaran agama dengan pedoman-pedoman keil~nuan dan kemasyarakatan.

Oleh karena itu, menurut Zarkasyi (Sasono 1998), pendidikan pesantren hendaknya

ditujukan kepada pembentukan manusia yang dapat memenuhi beberapa kriteria,

yaitu: (1) bertaqwa kepada Allah dan taat menjalankan syariat Islam, (2) berperangai

manusia Indonesia yang terpuji, (3) berbudi luhur, berbadan sehat, berpengetahuan

luas, dan berpikiran bebas, (4) berguna bagi masyarakat, dan (5) berbahagia lahir dan

bathin, baik di dunia maupun di akhirat. Selain ke lima ha1 di atas, tampaknya perlu

pula dipertimbangkan aspek memiliki kemampuan dan keterampilan untuk bekal

(46)

Mastuhu (1999) inenyatakan bahwa agar kemampuan-kemampuan seperti

telah diketengahkan di muka dapat tercapai atau dapat diwujudkan, maka perlu

dilakukan pembahan dan pengembangan metode belajar dan mengajar pada proses

pendidikan yang sedang berlangsung. Perubahan-perubahan yang dimaksud adalah

antara lain: ( 1 ) mengubah cara belajar dari model warisan menjadi cara belajar

pemecahan masalah, (2) dari hafalan ke dialog, (3) dari pasif ke heuristic, (4) dari

memiliki ke menjadi, (5) dari mekanis ke kreatif, (6) dari strategi menguasai materi

sebanyak-banyaknya menjadi menguasai metodologi yang kuat, (7) dari memandang

dan menerima ilmu sebagai hasil final yang mapan menjadi memandang dan

menerima ilmu dalam dimensi proses, dan (8) fungsi pendidikan bukan hanya

mengasah dan mengembangkan akal, tetapi juga mengolah dan mengembangkan hati

(moral) dan keterampilan.

Untuk melengkapi ke delapan ha1 di atas, maka perlu diberikan dasar-dasar

yang utuh dan kuat kepada anak didik sebelum yang bersangkutan memiliki dunia

spesialisasi sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Dasardasar tersebut adalah

menanarnkan penguasaan beberapa ilmu dasar antara lain Dirasah Islamiyah, Ilmu

Alam Dasar, Ilmu Sosial-Budaya-Humanisme dan Seni Dasar, serta Matematika

Dasar. Oleh karena itu, apabila pondok pesantren ingin bertahan dan mencapai

kemajuan, maka beberapa pembahan hams segera dilakukan baik yang menyangkut

sistem tradisionalnya (dianggap ketinggalan zaman dan hanya mementingkan ilmu

(47)

keseluruhan. Hal ini terasa penting karena perubahan-perubahan yang terjadi dalam

masyarakat yang demikian cepat pada akhir-akhir ini memerlukan pula usaha-usaha

penyesuaiannya, baik yang berhubungan dengan sumberdaya lnanusia yang ada di

dalamnya maupun yang berhubungan dengan unsur-unsur organisasi yang lainnya

seperti teknologi yang digunakan, fasilitas yang tersedia, proses organisasi yang

berlangsung, kepemimpinan yang diterapkan, pemanfaatan inovasi yang ada serta

adaptasi terhadap lingkungan yang berubah. Artinya, pesantren saat ini selayaknya

tidak hanya berorientasi pada kehidupan akhirat saja, tetapi juga berorientasi pada

penguasaan ilmu dan dan teknologi serta keterampilan yang dimiliki. Dengan

demikian, ha1 ini berarti pula bahwa pesantren hams mengadakan perubahan yang

relatif besar jika ingin tetap memenuhi keinginan pelanggannya (santri dan

masyarakat luas), baik perubahan dalam ha1 yang berhubungan dengan internal

organisasi pesantren itu sendiri maupun perubahan dalam ha1 yang berhubungan

dengan eksternal organisasi pesantren yang bersangkutan.

Teori Organisasi

Dalam proses kehidupannya, manusia tidak dapat hidup berdiri sendiri me-

lainkan membutuhkan manusia lain dan alam sehtarnya. Dengan demikian dalam

diri manusia pada dasarnya telah terdapat keinginan, yaitu keinginan untuk

berhubungan dengan alam sekitamya. Atas dasar keinginan ini, terutama keinginan

(48)

diwujudkan, maka manusia haruslah melakukan hubungan atau interaksi dengan

manusia lannya. Dengan adanya hubungan atau interaksi di atas, maka akan tercipta

suatu pergaulan hidup. Hidup dalam pergaulan ini, inenurut Raymond Firth (Taneko

1984) dapat diartikan sebagai organisasi-organisasi dari kepcntingan-kepentingan

perorangan, pernyataan sikap orang yang satu dengan yang lainnnya, dan pelnusatan

orang-orang dalam kelompok-kelompok tertentu untuk kepentingan bersama. Setiap

bentuk kerjasama manusia untuk mencapai tujuan bersarna di atas dikenal dengan

sebutan organisasi (Sanvoto 1983). Blake dan Mouton (Thoha 1983)

mengemukakan ciri-ciri sebuah organisasi sebagai berikut: (1) mempunyai tujuan,

(2) mempunyai kerangkalstruktur; (3) mempunyai cara untuk mencapai tujuan, (4) di

dalamnya terdapat proses interaksi hubungan kerja antara orang yang bekerja sama

untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, (5) mempunyai pola kebudayaan, dan

(6) mempunyai hasil-hasil yang diinginkan.

Dalam teori organisasi dikenal bermacam-macam cara pandang terhadap

organisasi tersebut. Beberapa cara pandang organisasi di atas antara lain cara

pandang hubungan kerja kemanusiaadperilaku, cara pandang biologi, dan cara

pandang sistem. Pada cara pandang hubungan kerja kemanusiaadperilaku, cara

pandang ini menekankan pentingnya hubungan antar pribadi yang serasi dalam

organisasi sehingga organisasi dapat diurus dengan mudah dan lancar menuju tujuan

(49)

organisme hidup, yaitu mulai dari lahir, kemudian tumbuh, berkembang, mencapai

pu~cak, dan akhimya mati.

Di pihak lain, cara pandang sistem memandang organisasi sebagai suatu

sistem yang terdiri dari subsistem-subsistem yang saling berhubungan dan saling

terikat oleh asas-asas tertentu dalam rangka pencapaian tujuan.

Gambar

Tabel  1. Jumlah Pondok Pesantren dan Santn di Indonesia, 2002
Gambar 1. Dasar Sistem Terbuka  Sumber : Robbins (1994)
Gambar 2.  Klasifikasi Teknologi dari Thompson  Sumber: Robbins,  1994
Gambar  3.  Keterkaitan Unsur-Unsur Organisasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

(2) Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat melakukan evaluasi terhadap rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana dimaksud

(1) Seksi Kerjasama dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang dalam melaksanakan tugasnya berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Bidang Ketertiban Umum

Sebuah benda bermassa M digantung pada sistem katrol yang massa dan gesekan diabaikan seperti pada gambar di bawah ini.. Sang Raja memesan mahkota kepada tukang emas terkenal

Tujuan jangka panjang dari pembangunan ekonomi pada masa Orde Baru : meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui suatu proses industrialisasi dalam skala besar, yang pada saat

Hasil dari aplikasi sistem rekomendasi topik skripsi adalah dapat membantu mahasiswa tingkat akhir dalam menentukan topik skripsi yang akan diambilnya.. Aplikasi

IDENTIFIKASI POTENSI DESA VOKASI BIDANG ARSITEKTUR DESA SUDALARANG KABUPATEN GARUT JAWA BARAT.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Gambar 4.16 Perbandingan Daya saat Pembebanan Terhadap Rugi TD 2 pada Beban Terendah Malam.. Grafik diatas menampilkan data-data saat terjadi pembebanan, maka dilihat