• Tidak ada hasil yang ditemukan

In Upper Catchment Area (Case Study in Upper Catchment of Cikapundung, North Bandung).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "In Upper Catchment Area (Case Study in Upper Catchment of Cikapundung, North Bandung)."

Copied!
364
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENOAHULUAN

1 -1. Latar Belakang

Oaerah hulu sungai merupakan upland, biasanya mempunyai ciri : topcgra- finya krbukii sampai bergunung, aliran aimya deras, aimya jernih dan krsih, dasar sungainya brpasir sampai b e M u , curah hujannya tinggi, beriklirn sejuk, dan merniliki estetika dan panorama yang indah. Daerah tersebut merupakan bagian dari suatu ekosistem daerah aliran sungai (DAS) yang didalamnya te rjadi interaksi antara unsur-unsur biotik (terutama vegetasi) dan unsur-unsur a b i i k (tenrtama

tanah

dan iklim). Interaksi ini dinyatakan dalam bentuk keseimbangan antara rnasukan dan keluaran benrpa air dan sedimen (Mustari, 1985).

Pemanfaatan lahan di daerah hulu sungai awalnya didominasi oleh tanaman hu-tan, kemudian banyak terdesak atau dialihfungsikan oleh masyarakat untuk kegiatan pertanian (tanaman say uran), tempat rekreasi (istirahat), dan pemu- kiman (vila).

Hal

ini tejadi sebagai akibat dari tidak terkendalinya tata ruang (Adimihardja, 2002) dan semakin sernpitnya lahan pertanian di daemh pedatar- an karena dialihfungsikan untuk kegiatan lain seperti : industri, perurnahanlpe- mukiman baru, dan jalan (Kiamura dan Rustiadi, 1999; Sinukaban, 2002). Dengan adanya pemanfaatan

tahan

oleh manusia, maka akan tejadi interaksi antara subsistem biofisik dan subsistem sosial. Pada kedua subsistem tersebut banyak sekali unsur lingkungan yang berperan

antara

lain :

tanah, air,

vegetasi alam, suhu udara, tanaman,

margasatwa,

temak dan manusia. Unsur-unsur tersebut perlu dikelola dengan baik agar dapat diperoleh manfaat yang optimum

bagi pernbangunan.

(2)

cara rnenyeluruh sebagai suatu ekosistem, karena daerah h u h sungai mew- pakan suatu ekosistem yang sangat kompleks. Untuk mengetahui keadaan dan interaksi ber-bagai unsur lingkungan di &lam ekosistem tersebut dapat digun* kan pendekatan analisis sistem yang terdiri dari pernodelan dan sirnulasi.

Daerah hulu sungai terdapat dua proses alami yang sangat penting yaitu aliran permukaan dan e m i . Aliran permukaan yang terlalu k s a r akan meng- akibatkan tejadinya banjir di daerah hilir (lowland) yang dapat menyebabkan kerugian harta benda bahkan jiwa manusia. Selain itu, erosi yang terjadi dapat menyebabkan adanya kememtan produktivitas tanah atau bahkan tidak dapat digunakan untuk berprduksi, sehingga terbentuk lahan marginal karena

tanpa

rnasukan yang tinggi akan menghasilkan produksi yang rendah dan pendapatan yang rendah (Sitorus, 2002), sedangkan di lain pihak, erosi dapat pula menye babkan te jadinya pelumpuran dan pendangkalan : waduk, sungai, saluran dan badan air lainnya (Arsyad, 2000).

Proses erosi, banjir, dan sedimentasi di suatu daerah sangat erat kaitannya dengan pola pemanfaatan lahan dan tindakan konservasi di bagian hulu, sehing- ga untuk mencegah tejadinya proses tersebut pedu diperbaiki pola tata guna lahan dan dilakukan usahwsaha konservasi.

Sampai sad ini belum banyak diketahui pda tata guna iahan yang sesuai untuk daerah hulu sungai, yang selain dapat mengurangi tejadinya banjir dan erosi juga tetap dapat rnendukung kehidupan s&l ekonomi yang layak bagi masyarakat di daerah huh sungai. Oleh sebab du, perlu dicari suatu model tata guna lahan yang ommum baik dihnjau dari segi hidrologi (aliran permukaan),

(3)

iahan dan mdakukan penelifian yang seksama yang biasanya akan menghabis- kan waktu dan biaya yang tidak sediki (Hamilton dan Kng, 1988). Oleh karena itu pendekatan yang dipakai

untuk

rnelakukan perbandingan-perbandingan tersebut adalah dengan pendekatan analisis ststem.

Pendekatan analisis sistem dapat dilakukan dengan eksperimentasi atau simulasi untuk mengetahui apa yang akan te qadi bila diadakan perubahan pola

tata guna lahan di daerah hulu sungai, sehingga dengan demikian dapat diban- dingkan pola

tata

guna

lahan yang satu dengan pola tab guna lahan yang lainnya. Untuk dapat melakukan eksperimentasi atau simulasi, maka pedu dim- muskan model ekosistem daerah hulu sungai yang merupakan gambaran abstraks. Dengan model ini nantinya dapat dilakukan simulasi dan

bedasarkan

hasil ini dapat disusun rencana pengelolaan daerah hulu sungat.

Berdasarkan pertim bangan tersebut di atas, maka peditian ini menitik berat-

kan

pada tingkal bahaya erosi dan aliran permukaan pada berbagai pota penggunaan

lahan.

Daerah hulu sungai yang dipilih pada peneliian ini adalah sungai Cikapundung yang

terletak

di Bandung Utara Provinsi Jawa Barat.
(4)

rnemperhatikan pembangunan pertaniannya dan mdindungi petani dan perta- niannya sehingga mereka tidak pemah mengimpor pangan, bahkan justru mereka mengekspor pangan ke negara berkembang (Sinukaban, 2002; Ubur, 2003). Indonesia ke depan mungkin akan membangun perbnian menjadi indus- tri yang

lestari

sebagai paradigma haru dakm rnembangun perekonornian nasi-

onal, sehingga ketahanan pangan menjadi mantap secara lestari. Program ter-

sebut akan berdampak pada masyarakat petani tenrtama di pedesaan yang

jurnlahnya lebih dari 60 %

akan

menggarap dan mengdah kembali lahan-lahan yang potensial untuk lahan pertanian.

Wilayah Indonesia yang luasnya sekitar 190.944.000

helrtar,

terdapat

tahan

kering dengan kemiringan lebih dari 15 % di empat pulau &ma (Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, irian Jaya) s e k i r 88,3 juta hektar (Sitorus, 1989). Menu-

rut Adimihaja (2002), terdapat sekitar 98 juta helrtar lahan yang berpotensi untuk tanaman pangan dan dari luas tersebut sekitar 57 juta hektar untuk per- tanian lahan kering dengan kerniringan kbih dari 16 %, sedangkan berdasarkan perkembangan luas lahan pertanian (lahan kering) di Indonesia pada tahun 1986 sekitar 1 1,27 juta hektar dan pada tahun 1999 sekitar 12,23 juta hektar. Oleh karena itu masih ada sekir 4477 juta hektar lahan

kering

yang belum dimanfaaikan.
(5)

tinggi, evapotramspirasi rendah, gradien hidroliknya tajam, alran air sungainya cepet,

tanah

selalu lernbab, dan jaranq ditemukan dataran banjir (Knapp, 1979).

Daerah hulu sungai di Indonesia umumnya

termasuk

pada iklirn tropika basah yang mudah tererosi air (Arsyad, 2000). Menurut Rauschkolb (1971), di daerah tropika basah terrnasuk dalarn kerusakan kategori 1, yaitu

jenis

kerusakan yang rnernerlukan penanganan segera dengan menggunakan teknobgi yang

telah

dikuasai dan pengembangan teknologi baru untuk mencegah agar kerusakan tanah tidak berlanjut mencapai tingkat yang gawat.

Pada saat perekonornian membaik, daerah hulu sungai

tenrtama

yang memi- liki aksesibilitas yang tinggi dengan daerah perkotaan, akan rnenjadi

sasaran

pembangunan vila atau tempat bedstirahat dan rekreasi, karena -lain

udaranya

sejuk juga memiliki pemandangan yang menarik, sehingga akan menggeser fungsi khan yang telah ditetapkan s&elumnya. Kejadian tersebut, haws diantii sipasi dalarn bentuk perencanaan pemanfaatan lahan, agar rnasyarakat dalam memanfaaikan lahan mendapatkan hasil yang optimum, dengan tingkat kenrsak- an lahan yang minimum, sehingga terbentuk kehidupan rnasyarakat yang

sejah-

tera dan krtanggung jawab &lam membangun bangsa yang kbih baik

secara

krkesinam bu ngan (susfainabie development) , yaitu pem bangunan yang dalarn pelaksanaannya dapat melestarikan sumberdaya a h

dan

ekosistern dari Eng- kungannya, serta dapat memenuhi kebutuhan generasi sekarang dan yang akan

datang berdasarkan potensinya dalam asp& fisbkimia, biologi, dan sosiai ekonomi (Gilpin, t 996).

Daerah hulu sungai yang dipilih pada penelitian ini adalah Sungai Cikapun- dung yang terletak di Bandung Utara Provinsi Jawa Barai. Pemilihan daerah

(6)

a. Cikapundung merupakan sungai paling k s a r yang rndewati tengah-tengah kota Bandung, karena Kota Bandung berdasarkan pertumbuhannya merup- kan kota organik yang awalnya berkmbang di sekitar sungai dan kemudian meluas seperti sekarang ini.

b. Cikapundung merupakan sabh satu sungai yang digunakan untuk memasdr penyediaan air bersih yang diusahakan oleh pemerintah Kota Bandung (Effendy, 1997).

c. Daerah huh sungai Cikapundung yang secara geomorfologis merupakan da- erah vulkanik yaitu Tangkuban Prahu dan Bukit Tunggul telah dijadikan daerah konsenrasi yang seharusnya menjadi daerah htjau.

d. Cikapundung aliran aimya mengalir melewati Kota Bandung yang berupa

ce-

kungan (Cekungan Bandung), air tersebut akan terakumulasi brupa genang- an yang dapat menyebabkan banjir dan sedimentasi tenrtama di

daerah

Bandung Selatan. Hal ini seiain merusak lahan pertanian juga menggenangi

areal pemu kiman yang

ierjadi

hampir setiap tahun.
(7)

1.2. Masalah

Pemanfaatan khan di daerah hulu sungai

terns

meningkat dan mendesak sarnpai pada lahanlahan yang seharusnya sebagai hutan lindung (konsemi), akibat semakin berkurangnya luas pernilikan lahan dan terbatasnya ahematif lahan yang dapat diolah, sehingga pengendalian

tata

nrang di daerah hulu sungai

sangat

sulit. Sementara kebutuhan akan pangan dan pemukiman bagi masyarakat yang ada di sekitamya terus mendesak. Akibatnya tejadi degradasi sumberdaya lahan berupa meningkatnya aliran permukaan dan tingginya tingkat erost permukaan.

Masalahnya adalah bagaimanakah bentuk pernanfaatan lahan yang selain mempunyai manfaat dapat mempertahankan fungsi lahannya, juga dapat mem- berikan manfaat ekonomi yang optimum bagi masyarakat dalam menghla

lahan yang ada di sekitarnya semra berkelanjutan.

1.3. Kemngka Pemikiran Pemecahan Masalah

Pemanfaatan lahan ofeh masyarakat di daerah hulu sungai pada dasamya adalah akibat

desakan

kebutuhan akan pangan dan tempat tinggal, sementara

altematif

keglatan di tempat lain atau di luar bidang pertanian memerlukan ke- mampuan dan keahlian tersendiri, sehingga terpaksa mengoiah lahan

yang

ada walaupun tidak

direkomendasikan

untuk kegiatan pertanian.
(8)

pemilikan khan yang diolah yang krdampak pada kehdupan sosial ekonomk nya yang masih memprihatinkan. Akibatnya deg radasi sum berdaya lahan tenrs berlanjut dengan intensitas yang semakin tinggi.

Daerah hulu sungai menrpakan suatu ekosistem dimana antara unsur b i i k

dan abiotik saling krintemksi mernbentuk suatu sistem yang saling pengaruh mempengaruhi, sehingga daerah ini sangat peka terhadap unsur masukan dan perubahan dalam sistern pemanfaatan lahan. Hal ini dapat diarnati dari erosi yang terjadi, aliran permuban, dan kondisi sosial ekonomi masyarakatnya, oleh karena itu dalam perencanaan pemanfaatan khan di daerah hulu sungai hams dapat mengintegrasikan kondisi biofisik lahan dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat agar keputusan yang tehh disepakati dapat dipatuhi bersama, sehingga fungsi daerah hulu sungai sekgai derah penyangga dapat diperta- hankan dengan ciri tingkat erosi yang rendah. aliran permuksan

yang

terkendali, serta kondisi sosiai ekonomi rnasyarakatnya yang lebih baik.

Pemikiran tersebut lebih lengkapnya &pat dilihat pada Gambar 1.

t .4. Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam peditian ini adalah :

a. Mengevaluasi kesesuaian penggunaan khan sekarang dengan kese suaian lahannya.

b. Menyusun model pemanfaatan lahan berkelanjutan di daerah hdu sungai. c. Meiakukan sirnulasi krdasarkan model pemanfaatan lahan yang tdah di-

(9)

Daerah Hulu Sungai

+

+

Masyarakat

-

Vegetasi

-

Tanaman

-

Tanah

v

-

Lahan Non-hutan

+

Petani

-

Hutan lindung

-

Pemukiman

+

C

-

Hutan produksi -Tegalan

-

Biaya Produksi Biaya Hidup

-

Sawah

Kesesuaian

-

t

T

-

Tindakan Pendapatan

-

Penrntukan A

1

4 Kondisi Sosial

Erosi yang Aliran Ekonomi

Erosi yang masih

-

terjadi I Permukaan Masyara kat

dapat dibiarkan

I

.. .-

+

v

Rencana

Fungsi Pemanfaatan

[image:9.860.87.755.52.496.2]

lahan Lahan

(10)

1.5. Manfaat

Manfaat

yang

diharapkan dari peneliian ini adalah :

a. Dapat digunakan o k h para pengambii keputusan di daetah dakm rnerenm

nakan

usaha-usaha perbaikan pemanfaatan iahan dan pengembangan daerah hulu

sungai.

b. Model pemanfaatan lahan berkelanjutan yang dapat dimmuskan dari hasl penelitkn ini dapat dijadikan model pemanfaatan khan berkelanjutan di

daerah hulu sungai yang lainnya,

tenrtama

daerah yang memiliki kondisi lahan yang hampir sama.

c. Sebagai k h a n pembanding dan sumber data bagi peneliti-peneliti selan-

jutnya terutama yang bekenam dengan Bandung Utam maupun daerah hulu

(11)

3.1. Lokasi Penelitian

Daerah hulu sungai yang dipilih pada penelitian ini adalah huh sungai Cika- pundung. Daerah tersebut termasuk wilayah Bandung Utara yang

terletak

pada ketinggian antara 5 800 sampai 2 2.000 meter di atas perrnukaan

lad.

Menurut

Legowo

(1 995), daerah ini meliputi daerah Kota Bandung bagian utara (Cidadap, Coblong) dan Kabupaten Bandung (Lembang, Cilengkrang, dan Cimenyan).

Secara astronomis daerah penelhian terletak antara 1 0 7 45' 8,42" dan 107" 36' 22,2Iw Bujur Timur, dan antara 6" 52'

12,W

dan 6" 56'46,45" Lintang Selatan.

Sungai Cikapundung pada bagian hilirnya mengalir ke Sungai Citarurn yang merupakan sungai terbesar di Jawa Barat. Sungai Cikapundung slain dibutu h- kan dan mernpengaruhi kehidupan Kota Bandung, juga krpenganrh pada ke- hidupan masyarakat Jakarta

{sebagai

bahan baku air minum) dan pada kegiatan pertanian (air irigasi) di Pantura Jawa Barat melalut Bendungan Jatiluhur.

Huh sungai Cikapundung berada antara lereng Gunung Tang kuban Prahu sebelah Tenggara dan Gunung Bukii Tunggul sebdah Barat Daya (Jantop,

1984). Pada daerah ini, terdapat Gunung Putri dan Patahan Lernhng yang mernbentang dari timur ke barat, sehingga pada siang atau malam hari dari

ternpat tersebut dapat rnelihat Kota Bandung.

(12)

Tujuan Wisata, dengan beberapa obyek wisata seperti : Ciater, Tangkukn

Prahu, Jayagiri, Curug Cimahi, Maribaya, Guha Pakar, dan Curug Dago.

Untuk lebih jelasnya mengenai lokasi penelitian, dapat dilihat pada Gambar lokasi daerah penelitian (Gambar 3).

3.2.

Data

Yang Dikumpulkan

Data yang dikumpulkan meliputi data biofisik dan data sosial ekonomi

masya-

ra kat .

3.2.1. Data bioiisik

a. Untu k menentukan tingkat emsi yang terjadi, data

yang

dikurnpulkan adalah : curah hujan bulanan, jumlah hari hujan bulanan,

curah

hujan maksimum bu- lanan selarna 24 jam, tanah (struktur, tekstur, permeabilitas, dan kandungan bahan organik), lereng (panjang dan kemiringan), jenis tanaman, dan tindakan konservasi (Arsyad, 2000).

b. Untuk menentukan emsi yang masih terbolehkan, data yang dikumpulkan adalah : kedalaman tanah, permeabilitas, berat volume tanah, dan kondisi substrata (Atsyad, 2000).

c. untuk menentukan kesesuaian lahan data yang dikumpulkan adalah : tem-

pratur, curah hujan, drainase, tekstur, bahan kasar, kedalaman tanah, KTK

liat , kejenuhan basa, pH,

C

organik, alkalinitas, kedalaman sumditc, lereng, bahaya erosi, genangan, M u a n di permuban,

dan

singkapan batuan (Deptan, 1997).

d. Untu k menentu kan koefisien dan debit aliran, data yang dikumpulkan adalah :

(13)

minimum bulanan:

(14)

substrata.

f. Untuk menghitung luas pemanfaatan lahan, diperoleh dengan menggunakan komputer pakef program Maplnfo Professional V e d n 7.0 yang diolah dari Peta Rupa Bumi Digital Indonesia skala 1 : 25.000 lembar j209-314 Lem- bang dan lembar 1209-31 3 Cimahi, Edisi I tahun 2001, dan Citra Landsat 2002.

g. Untuk membuat Peta Unit tahan sebagai satuan analisis, data yang dikumpulkan adalah

peta :

geomorfologi, lereng, geologi, tanah, curah hujan, dan penggunaan lahan. [image:14.612.82.507.342.704.2]

Data tersebut dapat dikelompokkan seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Data biofisik yang dikumpulkan

. .

(15)

3.2.2. Data

sosial ekonorni

a. Untuk menghitung biaya yang dikeluarkan dalam mengolah lahan data yang dikumpulkan adalah : lamanya mengolah, jumlah

tenaga

yang terlibat, upah kerja, peralatan yang digunakan, jumtah pupuk dan obat4batan yang dipakai, dan biaya transportasi (pengangkutan).

b. Untuk menghitung biaya hidup petani data yang dikumpulkan adalah : biaya makan dan rninum, kesehatan, pendidikan, transportasi, rekreasi, perurnah- an, sandang, dan kegiatan sosial.

(8)

4

4

.I

d

d

d

(11 18 3

4

4

d

4

4

(2) Kedalaman sulfidik

(4) ,

4

4

19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41

Bahan

kasar

Bahaya erosi Genangan

Batuan diperrnukaan Singkapan batuan Kondisi substrata Kestabitan lsreng Panjang lereng

Kemiringan lerenglrelief Jenis tanamanlpenutup lahan Tindakan konservasi

Simpanan permukaan sungai dan timbunan permukaan

'

lnfiltrssi Debit rerata Debit maksimum

Debit minimum

Luas lahan

Peta Geomorfologi Peta Lereng Peta Geologi

-

-?eta Tanah Peta Curah hujan Peta Penggunaan Lahan

( 5 )

4

4

d

4

\I

4

d

I

( 6 )

4

4

4

\I

v'

4

(7)

d

4

4 ' 4

(16)

c. Untuk menentukan kondisi sosial ekonomi rnasyarakat data yang dikumpuk kan adalah : jumlah anggota keluarga, pendidikan,

kesehatan,

pendapatan, pernilikan lahan,

samna

perurnahan,

sarana

transportasi, dan kegiatan sosial. Data tersebut dapat dikelornpokkan seperti pada Tabel 3.

Tabei 3. Data sosiai ekonomi yang dikumpulkan

3.3. Sumber Data Yang Digunakan

a. Data tanah sebagian diamati di lapangan seperh : drainasel kedalaman, pH, kedalaman sulfidik, lereng (panjang dan kemiringan), genangan, h h a n ka-

sar, batuan di permukaan, sing kapan

batuan,

infiltrasi, struktur, ketebalan lapisan tanah, kondisi substrata, kestabilan breng , jenis tanaman (vegetasi),

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16- 17 18 19

Data yang diambil

Lamanya mengolah

Jumlsh tenaga keqa yang terl~bat Upah keqa

Peralatan yang digunakan

Pupuk yang digunakan Obat yang dipakai 8iaya transpoiUangkutan Makan dan mlnurn Pendidikan Kesehatan Perurnahan Sandang Rekreasi Kegiatan sosial

Jurnlah anggota keluarga Pendapatan

Pernilikan lahan Sarana perurnahan Sarana transportasi

Kondisi sos~al ekonom~ petani

(17)

dan tindakan konservasi, sedangkan yang dianalisis di hboratorium meliputi : tekstur, KTK liat, kejenuhan basa, C organik, alkalinitas, berat volume, dan permeabititas.

b. Data curah hujan (curah hujan bulanan, hari hujan bulanan;

wrah

hujan

maksimum

seiama 24 jam, temperafur, dan intensitas hujan) diperoleh dari

data

stasiun

meteorologi dan g d s i k a .

c. Data r e F i dibuat dari Peta Rupa Bumi

Digital

Indonesia skala 1 : 25.000 lembar 1209-314 Lembeng dan lemhr 120931 3 Cimahi, Edisi 1 tahun 2001.

kemudian dicek di lapangan sesuai dengan sampel penelitin.

d. Data debit alimn (aliran rerata, maksimum dan minimum bulanan), diperdeh dari data DPMA Bandung.

e. Data kondisi

sosial

ekonomi diambil berdasarkan hasil sunrai dan wawanmra dengan pimpinan pemerintah setempat, toko masyamkat, dan petani sampel, serta data peneliian yang mendukung.

Cara

pengumpulan data tersebut, dapat dirangkum seperti pada Tabel 4.

Tabel 4. Cara pengumpulan data

[image:17.618.85.515.458.708.2]
(18)
(19)

3.4. Bahan dan Mat

a. Bahan yang diperlukan : Peta (geomorfologi,

lereng,

geologi, tanah, curah hujan, penggunaan lahan, wiiayah penelhian, pala aliran sungai, dan rupa bumi digital Indonesia); dan Citra

landsat.

b. Alat yang diperlukan : GPS, altimeter, infihrometer, rol meter, pH meter, bor tanah, kantong plaak, ring sampel, laboratorium tanah, kompas geologi, Hinometer, kamera, perangkat

komputer,

pedoman wawancara, dan pedoman observasi.

Tabel 4. (Lanjutan)

3.5. feknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dalam penditian ini, terbagi menjadi dua yaitu sampel

M s i k

dan sampel sosial ekonomi, dengan cara seperti berikut ini.

3.5.1. Cam pengambibn sampel biofisik.

a. Lokasi pengambikn sampel didasarkan pada peta unit iahan, yaitu peta yang dihasilkan dari tumpang susun antara peta tanah, peta curah hujan, peta kemiringan kreng, peta gedogi, peta geomorfologi, dan peta penggunaan la han (vegetasi)

.

(7)

d

4

4

4

4

4

- - - -

4

1

4

]

(1)

53 54

55

56 57

( 2 )

Sandang R e h s i Kegiatan sosial

Jumlah anggota keluarga Pendapatan

(3)

-.

(5)

(4)

58 59

60

(6)

Pemilikan lahan .- - - - - ..- -- Sarana perurnahan

(20)

b. Data hujan didasarkan pada data yang diperdeh dari stasiun Meteorologi dan Geofisika yang ada di

sekitar

daerah penelhian.

c. Data tanah (fisik dan kimia), diperoleh dengan cam

mengamati

dan mengam- bil conioh tanah s a r a

acak

pada setiap satuan lahan yang berbeda dan dianaiisis di laboratonurn.

d. Data lereng, diperoleh dengan cara mengukur kemiringan dan panjang (ereng pada

setiap

kelas kemiringan yang berbeda secara acak daiam stratifikasi. e.

Penggunaan

lahan, diperoleh dari Peta Rupa Bumi Digital Indonesia skala I :

25.000 kmhar 1209-314 ternbang dan lembar 1204313 Cimahi, Edisi I tahun 2001. kmudian dicek di lapangan untuk tiaptiap penggunaan

lahan

yang krbeda secara acak.

f. Tindakan konservasi, diperoleh dengan cara rnengeek di lapangan untuk tiap penggunaan lahan

dan

kerniringan

lereng

yang berbeda

secara

acak.

3.5.2. Cara pengambilan sampel soshl ekanomi

Lokasi pengambhn sampelnya adalah rnasyarakat petani yang mengelola lahan dan bertempat tinggal di daerah peneliian dengan ketenfuan petani res- ponden diterrtukan -pa acak menurut luas lahan yang diusahakan, dari

masing-masing strata ditentukan

sebanyak 10

YO.

Dengan demikian jumlah

responden

yang diwawancarai sebanyak 480 petani.

3.6. Model Yang

Digunakan

Pa&

penelitian ini digunakan trga submodel, yang

nantinya

akan diintegrasi- kan menjadi satu model pengelohan lahan di daerah hulu sungai yang clapat diunakan untuk menentukan atternatif penggunm khan optrmum.
(21)

-

Sobmodel erosi.

-

Submodel aliran permukaan.

-

Submodel sosial ekonomi.

3.6.1. Submodel emsi

Submodel erosi

digunakan

untuk melakukan pendugaan erosi yang terjadi pada berbagai ahematif penggunaan lahan sehingga dengan menggunakan submodel erosi, dapat diduga erosi yang tejadi pada keadaan penggunaan tertentu

.

Submodel erosi yang digunakan adalah model erosi yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith {1978), yang juga dikenal dengan istilah USLE. Pada p nelitian ini model erosi

tersebut

dimcdifikasi agar dapat digunahn untuk mendu-

ga emi

yang mungkin terjadi

pada

suatu wilayah tertentu pada berbagai alter- natif penggunaan lahan.

Persamaan yang akan digunakan pada submodel erosi U S E adalah sebagai

a. Faktor erosivitas hujan, dihitung dengan menggunakan persarnaan yang dikembangkan oleh Bols (1 9781, sehagai berikut :

Keterangan :

Rn

=

erosivitas hujan bukn ke n. CH = jumlah curah hujan (cm).

HH

=

jumlah hari hujan rerata bulanan.

CHm

=

curah hujan maksimurn selama 24 jam rerata bulanan

(cm).

b. FaMor erodibilitas tanah; data

yang

diperlukan adalah: persentase kandungan
(22)

lempung (< 0,002 mm); pemntase kandungan bahan organik; kelas

permea-

bilitas tanah (lihat Tabel 5); dan kelas stnrktur tanah (lihat Tabd 6). Data

ter-

sebut dihitung dengan menggunakan persatman yang dikmbangkan oleh Arsyad (2000), sebagai brikut :

Keterangan :

Kc

=

faktor erodibilitas tanah pada

unit

lahan tertentu.

M

=

indeks

tekstur tanah.

M

=

( O h pasir

sangat

halus dan debu) (100

-

% lempung). a

=

kandungan bahan organik.

b

=

kelas strukur tanah (lihat Tabel 5). c =kelaspemeabilitastanah(lihatTabel6).

Tabel 5. Kelas struktur tanah

Sumber : Arsyad (2000).

Tabel 6. Kelas permeahlitas profil tanah Stnrktur tanah (ukuran diameter)

Granuler sangat halus (< 1 mm) Granuler halus ( 1 - 2 mm)

Granuler sedang sampai kassr ( 2 - 10 mm) Bentuk Mok, blocky, plat, masif

Uelas 1 2

3

4

Sumber : Arsyad (2000).

Permeabilitas tanah

Sangat lambat Lambat

Lambat sampai sedang Sedang

Sedang sarnpai cepat Cepat

Kecepatan (cmljam)

< 0,5

0,5 - 2,O 2,O - 6,3

6,3 - 12,7 12,7

-

25,4

> 25,4

Kelas

6

5

4

3

(23)

Analisis selanjutnya

niiai

erodibilitas tanah yang diunakan adalah nilai erodi- bilitas tanah rerata tertimbang. Persamaan untuk menghitung nitai erodibilitas tanah tertimbang dengan cam sebagai berikut

Keterangan :

K

=

nilai erodibilitas tanah rataan tertrrnbang. Kc1

=

nilai K contoh tanah ke 1.

Kc2

=

nilai K tanah contoh ke 2. Kcn

=

nilai K tanah contoh ke n.

Akl

=

luas wiiayah yang diwakili oleh contoh tanah ke 1. Ak2

=

has

wilayah yang d i k i l i oleh mntoh tanah

Ire

2. Akn = luas wilayah yang diwakiii oieh contoh tanah ke n. As = luas wilayah keselumhan.

c. Falrtor lereng; dihitung dengan menggunakan persarnaan Arsyad (2000), sebagai berikut :

S

=

(S1 * AmllAs)

+

(S2 * Am2lAs) + ... (Sn *Amn/As)

Keterangan :

LS

=

faktor lereng.

S

=

faktor kemiringan lereng. L

=

faktor panjang lereng

.

S1

=

kemiringan lereng daerah 1 dalam %.

52

=

kemiringan lereng daerah 2 dalam 94.

Sn

=

kemiringan iereng dasrah n

daiam

%. Am1

=

luas wilayah kemiringan lereng 1.

Am2

=

luas wilayah kemiringan lereng 2. Amn

=

luas

wilayah kemiringan lereng ke

n.

(24)

L1 = panjang lereng daerah 1 dalam meter. L2 = panjang lereng daerah 2 dalam meter. Ln

=

panjang lereng daerah ke n dalam mater. All = luas wilayah panjang lereng 1.

A12

=

luas

wilayah panjang lereng 2. Aln

=

luas wilayah panjang lereng

ke

n.

d. F aktor tanaman; dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

C

=

( C I * AtllAs) + (C2 * At21As) + . . . (Cn * AtniAs) Keterangan :

C

= f a h

tanaman.

C1 =faktortanarnanl (lihatTabel7). C2

=

faktor tanaman 2.

Cn

=

faMor tanaman ke n.

At1

=

luas

wilayah

fanaman

1.

At2

=

luas wilayah tanaman 2.

Atn = luas wilayah tanaman ke n. As

=

luas wilayah keseluruhan

Tabel 7. Nilai faktor C pada bebrapa jenis tanaman di Indonesia Nilai faktar C

(3) 1

,o

0 , O l

0,7 0,8 0,7 0,399 0,4 0'2 0,565 0 2 0,6 0,4

. 0,287 A

0,002

No.

, 11) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

14-

Macam penggunaan (2)

Tanah terbukaltanpa tanaman Sawah

Tegalan tidak dispesifikasi Ubikayu

Jagung Kedelai Kentang Kacang tanah Padi

Tebu

Pisang

Akar wangi (sere wangi)

Rumput bede (tahun pertama) . - . - - - -. - - - - . . .

[image:24.616.85.513.359.699.2]
(25)

T a k l 7 . (Lanjutan)

Sumkr : Arsyad (2000).

Keterangan : *) pda tanam turnpang gilir : jagung + padi + ubkayu sefelah panen padi ditanam kacang tanah.

") pola tanam berurutan : padi - jagung - kawng tanah.

e. Faktor tindakan konsewasi; dihitung dengan persamaan sebagai berikut : (3) 0,2 0,85 0,3 0 2 0 s 0,4 0,001 0,005 0,s 0 2 0 3 0,181 0,195 0,345 0,417 0,495 0,571 0,049 0,096 0,128 0,136 0,259 0,377 0,387 0,079 0,357 0,001

1

(11

1

(2)

P = (PI ApllAs) + (P2

"

Ap2iAs) + . ..(Pn * ApnlAs)

15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37

Keterangan :

P

=

faktor tindakan konsewasi.

P I =faktortindakankonservasil (lihatTabel8).

P2

= faktor tindakan konservasi 2.

Kopi dengan penutup tanah buruk Taias

Kebun ampuran : - geerapatan tinggi - kerapatan sedang - kerapatan Rendah Perladangan

Hutan alam : - serasah banyak - serasah kurang

Hutan prduksi : - tebang habis - tebang pilih Semak belukarlpadang rumput Ubikayu + kedelai

Ubikayu + kacang tanah Padi

-

sorghum

7--

-Padl

-

kedelai

Kacang tanah + gude

Uacang tanah + kacang tunggak

Kacang tanah + mulsa jerami 4 tonha

Padi + mulsa jerarni 4 tonlha

Kaang tanah + rnulsa jagung 4 ton/ha Kacang tanah + mulsa crotalaria 3 tonlha

Kacang tanah + mufsa kacang tmggak

Kacang tanah

+

mulsa jerami 2 tonlha Padi + mulsa crotalaria 3 tonlha
(26)

Tabel 8. Nilai faktor P pada bebempa teknik konservasi

tanah

Sumber : Hammer (1980) dan Arsyad (2000).

e. Fairtor tindakan konservasi; dihitung dengan persarnaan

sebagai

beflkut :

Nilai faktor P

0,m 0,15 0,35 0,40 0,04 0,40 0,w 0,75 0,m 0,30 0,m 0,80 0,10 0-50

1 ,OO

No. I

2

3

i

4

- 5

6

Keterangan :

P

=

faktor tindakan konservasi.

P I

=

faktor

tindakan konsewasi 1 (fihatTabel8). P2

=

faktor tindakan konservasi 2.

A p l

=

luas

wilayah tindakan konservasi ke I. Ap2

=

luas wilayah findakan konservasi ke 2. Pn

=

faktor tindakan konservasi ke n. As = luas wilayah keseluruhan.

Jenis teknik konsmsi tanah Teras bangku :

- Kontruksi baik - Konstruksi sedang

-

Konstruksi kurang baik

- Teras tradisional Strip tanaman rumput bahia

-

Keadaan baik - Keadaan tidak baik

Pengolahan tanah dan penanaman menurut garis kontur - Kerniringan 0

-

8 %

- Kemiringan 9

-

20 %

- Kemiringan > 20 %

Penggunaan rnulsa : - ljerami 6 tonhabhun) - (jerami 3 tonlhdtahun) - (jerami 3 tonlhaltahun)

Penanaman tanaman penulup tanah rendah pada tanaman

perkebunan

-

Kerapatan tinggi

- Kerapatan sedang Tanpa tindakan konservasi

[image:26.620.91.512.92.486.2]
(27)

Keterangan :

A

=

total erosi tahunan yang terjadi. R1

=

erosivrtas hujan bulan ke 1.

R2 = erosivitas hujan bulan

ke

2. Rf 2 = erostvitas hujan bulan ke 12.

K

=

nilai erodibiiitas

tanah

rataan

tertimbang. LS

=

faktor lereng.

C

=

faktor tanaman.

P

=

faktor pengeloiaan.

3.6.2. Submodel aliran permukaan

Submodel aliran permukaan dirumuskan berdasarkan besamya nilai k-sien aliran permukaan. Koefisien tersebut diduga dengan cara penentuan tabel

meto-

de Bransby dan William. Faktor-faktor yang dipertirnhanglran dalam pendugaan antara lain : inlensitas hujan, relief, cekungan permukaan, infiltrasi, dan penutup lahan.

a. Untuk menghitung k&sien intensitas hujan dengan menggunakan

persarna-

Keterangan :

INH

=

koefisien intensitas hujan. Ail

=

luas wilayah kelas

intensitas

1.

Ai2

=

luas wiiayah kelas intensitas 2. Ai3 = Luas wilayah kelas intensitas 3. Ai4 =

luas

wilayah

kelas

intensitas

4. As

=

luas wilayah keselunrhan.
(28)

b. Untuk menghaung k d s i e n relief dengan menggunakan persamaan : RLF

=

((Arl/As)*RLFl) + ((AWAs)* RLF2) + ((Ar3/As)*RLF3) + ((Ar4/As)'

Keterangan :

RLF

=

koefisien

relief.

Ar1 =luaswilayahkelasrelief1. At2

=

luas wilayah

kelas

relief

2.

Ar3

=

luas

wilayah kelas relief 3. Ar4

=

has

wilayah kelas

relief

4. As

=

luas wilayah keseiunrhan. RLFl

=

koefisien kelas

relief

1 . RLF2

=

koefisien kelas relief 2. RLF3 = k h s i s n kelas relief 3. RLF4

=

koefisien kelas relief 4.

c. Untuk menghitung koefisien cekungan permukaan dengan menggunakan per- samaan :

TMP

=

((Aa1lAS)TMPl)

+

((Aa21AS)"TMP2)

+

((Aa3fAS)TMP3) + ((Aa41As)TMP4)

Keterangan :

TMP

=

koefisiencekungan perrnukaan. Aal = luas wilayah cekungan permukaan 1. Aa2

=

luas wilayah cekungan pemukaan 2. Aa3

=

luas wilayah cekungan permukaan 3. Aa4

=

luas

witayah cekungan permukaan 4. As =

luas

wilayah keseluruhan.

TMP 1

=

koefisien kelas cekungan permuban 1. TMP2

=

k&sien kdas cekungan perrnukaan 2. TMP3

=

koefisien kelas cekungan permukaan 3.

TMP4

=

koefisien kelas cekungan pemukaan 4.
(29)

INF

=

({AfllAs)*INFl) + ((Af21As)*INF2) + (Af31As)"lNF3) + ((Af41As)*lNF4) Keterangan :

INF

=

koefisien infiftrasi.

Afl

=

luas wilayah kelas infittrasi 1

.

Af2

=

luas wilayah kelas infiltrasi 2. Af3

=

has wilayah

kelas

infiltrasi 3. Af4 = luas witayah kelas infiltrasi 4. As = luas wilayah keseluruhan. INFI

=

koefisien kelas infihrasi 1

.

INF2

=

koefisien kelas inf Hrasi 2. INF3

=

koefisien kdas infittrasi 3. INF4

=

koefisien kelas infittrasi 4.

e. Untuk menduga kcdsien

penutup

lahan dengan menggunakan pewmaan : PLH = ((Ah1 lAs)*PLHI ) + ((AhZAs)*PLH2) + ((Ah3IAs)*PLH3) + ((Ah41As)*

PLH4) Keterangan :

PLH = koefisien penutup lahan.

Ah1

=

luas wilayah kelas penutup lahan 1. Ah2

=

luas wilayah kelas penutup lahan 2.

Ah3

=

iuas wilayah kelas penutup

lahan

3.

Ah4

=

luas wiiayah kelas penutup khan 4. As

=

luas wilayah keseluruhan.

PtHl

=

koefisien kelas penutup lahan 1.

P

tH2 = k d s i e n ketas penutup lahan 2.

PLH3

=

koeftsien kelas penutup lahan 3. PLH4

=

koefisien kelas penutup lahan 4.

Pehitungan dugaan besaran aiiran pemultaan dengan menggunakan p e w

LP

=

(CH As * (INH

+

RLF + TMP

+

INF + PLH)) 1 100
(30)

LP CH As

INH RLF TMP 1NF

PLH

= atiran permukaan.

=

curah hujan.

=

luas

wilayah keseluruhan.

=

koefisien intensitas hujan.

=

kmfisien relief.

=

koefisien cekungan permukaan

=

koeftsien infiltrasi.

=

koefisien penutup lahan.

3.6.3. Submodel sosial ekonomi

Submodel sosial ekonomi dimmuskan untuk meng hitung dugaan BC-ratio dan nilai tunai bersih (net pment value) dari setiap atternatif penggunaan khan yang layak dari segi erosi yang

masih

dapat dibiarkan dan koefisien

aliran

per- mukaan yang krada pada batas minimum. Nilai BC-ratio dan

nilat

tunai bersih dihitung dengan menggunakan persarnaan seperti berikut ini :

NPV

=

(SPG1 - CPGl)*PGI + (BPG2

-

CPG2)*PGZ + ... (BPGn

-

CPGn)*

PGn

Keterangan :

BC =BC-ratiowitayah.

NPV = nilai tunai bersih wilayah.

BPGI

=

jumlah

manfaat

penggunaan lahan 1.

BPG2

=

jumlah manfaat penggunaan lahan 2. BPGn

=

jumlah manfaat penggunaan lahan ke

n.

CPG 1

=

jumlah biaya penggunaan lahan 1. CPG2

=

jumlah biaya penggunaan lahan 2. CPGn

=

jumlah biaya penggunaan lahan ke n. PG1

=

luas

penggunaan lahan 1.
(31)

Ketiga submodel tersebut (submodel

emi,

subrnodd aliran permukaan, dan submodel sosial ekonomi) kem udian diintqrasikan menjadi satu m d e l pman- faatan lahan berkdanjutan di daerah hulu sungai dengan menggunakan sistem dinamik.

Caranya

adalah dengan rnenghubungkan (link) antara auxiliary jenis tanaman ( C ) dan level

ketebalan

tanah pada submdel erosi dengan auxiliary penutup lahan (PLH) pada submodei aliran permukaan, dan auxiliary penyiapan

dan hasil pada submodel susiai

ekonorni.

Menghubunghn (link) antara auxiliary

biaya konservasi dengan laju perbaikan kemiringan (S) pada submodel erosi dan auxiliary perbalkan relief (RLF) pada submdel aliran permukaan. Menghu-

bungkn level laju kenaikan k M s i e n limpasan pada submalel limpasan dengan

auxiliary pemeliharaan tanaman pada submdel sosial ekonorni.

Penghubung (link) yang digunakan dalam pembuatan model adalah dengan menggunakan fungsi I%

Perurnusan

submodel dan pengintegrasiannya dtsusun berdasarkan langkah-langkah sebagai berikut :

a. ldentfikasi dan batasan model

Pemanfaatan lahan di daerah hulu sungai rnerupakan suatu sistem, karena di dalamnya terdapat salu atau beberapa sistem kegiatan, dimana antara satu kegiatan dengan kegiatan yang lain saling terkait, berhubungan dan saling mem- pengarwhi. Seperti menanam jenis tanaman tertent u akan mempengaruhi proses erosi, aliran permu kaan, dan pendapatm petani, serta jenis tanaman yang diusahakan dan luas tanam pada setiap musim tanam selalu berubah sesuai

dengan

pembahan kebutuhan dan kondisi iklimlcuaca yang ada di sekiimya.

6. Konseptualtsasi model

(32)

sun daiam

bentuk bagan

alir pada

Gambar

1 (hat halaman 9) terdahulu. Dan bagan alir tersebut kemudian dibuat diagram lingkar sebab akibat untuk memu- dahkan penyusunan model formulasi atau model simulasi

ke

dalam bahasa komputer.

c. Penyusunan model simulasi

Pada tahap ini, membuat diagram alir ketiga submodel (submodd erosi, sub m a i d aliran permukaan, dan submodel sosial ekonomi) kemudian diintegrasi- kan menjadi suatu diagram alir model pemanfaatan lahan berkelanjutan, yaitu sudu pemanfaatan khan yang &pat memenuhi kebutuhan manusia atau m* syarakat dalam aspek sosial, ekonomi, dan biofisik tan pa rnengurangi potensi untuk generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhannya (Suratmo, 1999).

Hasil pengintegrasian ketsga submodel tersebut sebagai bahan acuan dalam mempertimbangkan atau pemilihan bentuk pengelohan lahan. Sehingga dalam memanfaatkan lahan diharapkan dapat mernenuhi kebutuhan penduduk saat ini

tanper mengorbankan kebutuhan penduduk di masa yang akan datang, tidak melampaui daya dukung lingkungan (ekosistem), dan mengoptimalkan peman- faatan sumberdaya alam dengan menyelaraskan manusia dan pembangunan dengan sumberdaya dam (Sitorus, 2004).

Setela h ketiga submodel tersebut diintegrasikan kemudian

menyusun

dan membuat kode-Me yang dapat dimasukkan ke dalam perangirat lunak kom-

puter,

dalam ha1 ini berupa bahasa program

Powewm

V e M 2 . 5 ~ . Bebrapa simhl dan persarnaan dasar yang digunakan dalam pemcdelan dan simulasi
(33)

(i) Persamaan aliran, level dan laju

Penggunaan persarnaan aliran,

level,

dan laju pada dinamika pemanfaatan lahan di daerah hulu sungai akan menguhah

secara

dinamis berbagai aspek produksi, biaya dan pendapatan

M r a

keseluruhan.

Di dunia nyata dengan sistem dinamik, tercakup di dalamnya suaiu aliran atau flow, misalnya adanya penambahan ketebalan tanah sebagai akibat aliran dari proses pemkntukan tanah. Dengan menggunaltan simbd-simbol bahasa program, dapat dibuat gambaran tejadinya suatu aliran dalam

suatu sistem.

Selain itu juga terdapat

suatu

ternpat penampungan.

Dalam dunia

nyata

biasanya tejadi p a m a a n antara aliran masuk dengan aliran keluar, sehingga akan te Qadi perubahan daiam penampungan. Niiai dari suatu aliran disebut m k (laju), sedangkan tingkat atau jumlah bahan di dalam penampungan disebut

level.

Aliran,

level,

dan laju

merupakan

tiga ha1 penting

dalarn

sistem dinamik, Dalam bahasa program komputer aliran, level, dan laju dapat digambadcan sebagai berikut.

Persamaan powersim untuk gambar aliran, level, dan laju tersebut adalah : LEV

=

kondisi awal

Flow LEV

=

dt

(RK)

+ dt

(RM)

Keterang

an

: LEV = level (unit)

R M

= rate (laju) masukan RK

=

mte (laju) keluaran
(34)

Init

=

initial

=

nilai

awal

Flow

=

Flow (aliran) untuk variabel level Dengan menggunakan :

I (t)

=

aliran masuk pada saat t

0

(t)

=

aliran keluar pada saat t

L (t)

=

level pada saat t

L (0)

=

lev4 pada sad mulamula

Maka level dapat dinyatakan secara sistematik sebagai berikut :

Persamaan tersebut menyatakan hahwa level pada saat t merupakan level saat mula-mula dan hasil integrasi dari perbedaan masukan dan lreluaran dari saai

0

sampai t

sehingga persamaan 1 dapat dinyatakan juga

dalam

:

Persamaan

2 merupakan persarnaan dasar untuk level, tetapi belum sesuai untuk perhitungan menggunakan komputer, sehingga untuk

menyatakan

ink- grasi, perlu dilakukan perubahan dengan memasukkan persamaan berikut :

F (z)

=

I (z)

-

0

(z)

...

(3) Karena dahm

penelitian

ini menggunakan metade Euier, maka bagian integrasi pada persamaan 3

dam

diubah menjadi :
(35)

Dan persamaan 4 dan 5 diperoleh

persamaan

: t t A t

f

(I(z) - O(Z)

=

A

t I(t)

-

0

(t)

...

t (6)

Dengan demikian persamaan 1 dapat dinyatakan sebagai hrikut :

L ( t + A t ) = L j t ) + A t ( I ( t ) - O ( t )

...

( 7 )

Persamaan 7 menyatakan bahwa level pada saat (t + A t) dapat dihitung dengan menggunakan level pada saat t dan parbedaan antara masukan dan keluaran selama A t. Persamaan ini seknjutnya dapat digunakan untuk program komputer.

Laju aliran rnenentukan laju perubahan yang te jadi pada level, atau pew bah- an level tergantung dari nilai masukan dan keiuaran. Masukan dan keluaran adalah laju dan pubah kendali dari aliran sehingga t(t) dan O(t) pada persa- maan 7 adalah peubah

laju.

(ii)

Persamaan

auxiliary dan konstanta

Auxiliary adala h variabel yang besamya tergantung pada link (peng hu bung)

yang mengarah langsung ke auxiliary tersebut, rnisatnya dari suatu konstanta atau auxiliary lain.

(iii) Persamaan tabel

Persamaaan tabd rnenrpakan auxiliary juga yang ntiainya ditentukan melaiui

suatu tabel atau grafik. Di daiam pernodelan sistem dmamik sering dihadapkan pada pernyataan suatu peubah yang mempunyai hubungan pengamh

yang

tidak

tetap dengan peubah lain. Untuk itu diperiukan suatu fungsi tabel untuk mp

(36)

Dengan menggunakan simbd dan persamaan tersebut, maka model pengelolaan daerah hulu sungai dapat disusun.

3.7. Asumsi Yang Digunakan

Untuk rnenggunakn

m d e l

yang akan dimmuskan dipakai beberapa asumsi yang akan membatasi keberhasihn model. Asurnsi-asumsi tersebut adalah : a. Penggunaan lahan di daerah penetitian dianggap

tetap

selama proses pen*

litian krlangsung

.

b. Pembahan penggunaan lahan dapat diubah menjadi penggunaan yang lain tanpa mempenganrhi macam penggunaan lahan yang lain.

c. Perubahan macam penggunaan lahan tidak memperhitungkan biaya Peru- bahan.

d. Proses aliran permukaan pada erosi yang te jadi di suatu tempat tidak ber- irrteraksi dengan proses aliran permukaan dan emsi di tempat lain.

e. Jenis tanaman yang dianalisis adalah jenis tanaman yang paling

banyak

ditanam pada setiap macam penggunaan lahan.

f. Harga yang digunakan pada submodel sosial ekonomi diasumsikan tidak dipenganrhi

oleh jumlah

keluaran dan pemintaan pasar.

g. Analisis yang digunakan dalam submodel

sosial

ekonmi adalah analisis finansial dengan asumsi bahwa Airan permukaan dan erosi tidak menjadi

biaya eksternaliis.

fi. Data tanah, hidrologi, iklim, dan harga dianggap konstan dan sahih pada petiade analisis.

(37)

3.8.

Program Komputer Vang

Oigunakan

Untuk mengolah data biofisik dan sosial ekonomi yang dikumpulkan kemu- d i n dibuat menjadi b k r a p a submodel, lalu dihtegrasikan menjadi satu modd yaitu model pemanfaatan lahan berkelanjutan di daerah hutu sungai dengan mengg unakan pemng kat k m puter. Alaf yang digunakan untuk rnemhng un

model

dan

beberapa submodelnya dengan menggunakan pemmaan seperti yang telah dijelaskan sebdumnya. Persamaan-pesamaan tersebut ada pada

paket program

"Powenim

version Z.Sc"(Byrknes dan Cover, 1996).

Mdel yang telah disusun kemudin dilakukan uji

kepekaan

dan anaiisis postopt~malisasi terhadap hasil-hasil anatisis dengan cara rnencocokkannya de- ngan keadaan dan data nyata (Nasendi dan Anwar, 1985; Toha, 1996). Setelah dicocokkan dengan data dan keadaan nyata tersebut, dan

temyata

model ini cocok karena mendekati kenyataan, maka mcdel yang bersangkutan dianggap
(38)

II.

TINJAUAN

PUSTAKA

2.1. Daerah Hulu Sungai

2.1 .l. Karakteristik daerah hulu sungai

Daerah aliran sungai yang biasa disingkat DAS

dalam

beberapa literatur

menggunakan istilah yang berbeda dengan arti yang sama, diantamnya meng- gunakan istilah : watershed1 river basin, catchment atau

dminage

baslh. lstiiah watershed digunakan karena hubungannya dengan batas aliran, sedangkan is- tilah

river

basin, catchment atau drainage basin digunakan karma h ubungannya dengan daerah aliran (Wijayaratna, 2000).

DAS dapal diartikan sebagai kawasan yang dibatasi d e h pemisah topografi yang menarnpung, meyimpan dan mengalirkan air hujan yang jatuh di atasnya ke sungai yang akhirnya bennuara ke danau atau hut (Manan, 1979; Gilpin, 19961, sedangkan Sarwoko (I 999) menggunakan istilah Daerah Pengaliran Su- ngai (DPS) yaitu suatu kesatuan wilayah tata air yang terbentuk secara alamiah, dimana air meresap dan atau

rnengalir

melalui sungai dan anak-anak sungai yang bemngkutan.

Berdasarkan karakteristik motfologi dan aliran sungainya, DAS dapat dibagi

(39)

daerah yang curah hujannya agak kurang maka banjir jarang te jadi

dan

secara umum pemukirnan dan pengolahan lahan lebih intensif, pepohonan jarang, gradien sungai

dan

energi emsi rendah

(Knapp,

1979).

Daerah hulu sungai merupakan bagian dari suatu ekosistem DAS yang di

dalamnya

tejadi interaksi antara unsur-unsur biotik (terutama vegetasi) dan

unsur-unsur abiotik (tenrtama tanah dan iklim). lnteraksi ini dinyatakan dalam bentuk keseimbangan

antara

masukan dan keluaran benrpa air dan sedimenb- si (Mustari, 1985; Suripin, 2002).

2.1.2. Komponen yang mernpengaruhi daemh hulu sungai

Komponen yang mempengaruhi daerah hulu sungai diantaranya : arrah hu- jan, suhu udara, luas daerah hulu sungai, vegebi, tanah, relief (topografi), dan batuan. Uraian untuk tiap kornponen

adalah

sebagai berikut.

a. Curah hujan, berkakn dengan jumlah

atau

banyaknya air hujan yang jatuh di daerah hulu sungai. Hal ini krkenaan

dengan

debit air

atau

air yang tersedia yang dapat dimanfaatkan di daerah tersebut. Intensitas hujan behitan dengan kekuatan tenaga tetes hujan pada daerah aliran sungai, sebab serna- kin tinggi intensitas hujan maka tenaga penrsaknya akan semakn tinggi.

b.

Suhu udara, behitan dengan jumlah air yang dievapotranspirasikan, yang sifatnya dapat mengurangi jumlah air yang teFsedia untuk dimanfaatkan di daerah tersebut.

c. Luas daerah hulu sungai, berkain dengan jumlah air

yang

dapat ditampung di daerah tersebut, karsna semakin luas daerahnya maka akan sernakin ba- nyak air yang dapat drtampung.
(40)

tanaman yang tumbuh di daerah tersebut. Fungsi utama dari vegetasi adalah mengatur tata air dan melindungi tanah. Perlindungan ini berlangsung dengan cam : rndindungi tanah tedmdap daya perusak butir-butir hujan yang

jatuh; melindungi tanah terhadap daya perusak aliran air di atas permukaan fanah; dan memperbaiki kapasitas infiitrasi tanah dan daya

absohsi

air yang secara langsung dapat mempengaruhi cadangan air tanah (Mustari, 1985; Asdak, 2002).

e. Tanah, adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen- komponen padat, cair, dan gas, dan mempunyai sifal serta perilaku yang dinamik. Benda alarni ini tehentuk oleh hasil kerja inieraksi antara iklirn (i) dan jasad hdup ( 0 ) terbadap suatu bahan induk (b)

yang

dipengaruhi oleh

relief tempatnya terbentuk (r) dan waku (w), yang dapat digambarkan dakm

hubungan

fungsi : T

=

f

(i, o, b,

r,

w), dimana T adalah

tanah

dan masing- masing peubah adalah faktor pemkn-tu k tanah tersebut. Sebagai produk alami

yang

heterogen dan dinamik, maka ciri dan periiaku tanah berbeda dari satu ternpat ke tempat lain, dan berubah dari waktu ke waktu (Arsyad, 2000). f. Relief (topografi), addah bentuk pemukaan bumi yang krupa tinggi, rendah,

miring, dan datar. Unsur-unsur tersebut mdiputi morfometri (kaitannya de- ngan ukuran) dan morfografi (kaitannya dengan deskripsi bntuk khan). kit-

annya dengan daerah hulu sungai, hal yang penting adalah kerniringan le-

reng karena ada hu-bungannya dengan keepatan aliran air permukaan, dan bentuk

lereng

karena ada hu bungannya dengan sebaran bentuk material. g. Batuan, merupakan material dasar maupun material hasil

proses

pelapukan
(41)

meng-albedo energi matahari dalam proses pelapukan), kekompakan batuan (hubungannya dengan kemampuan batuan untuk rneloloskan air dalam kntuk infiltrasi), dan struktur M u a n (hubungannya

dengan

gerakan massa batuan dan rawan longsor).

2.2. Pengeldan Daerah Huh Sungai

S a r a umum dapat dikatakan bahwa pengelohan daerah huh

sungai

adaiah pengeiolaan surnberdaya alam yang dapat pulih seperti air, tanah, dan vegetasi yang tujuannya untuk memperbeiki, memelihara dan meiindungi keada- an daerah hulu sungai agar dapat menghasilkan air untuk kepentingan pettani- an, kehutanan, perkebunan, petemakan, perikanan dan masyarakat yaitu air mi-

num, industri, irigasi, tenaga listrik,

rekreasi

dan sebagainya (Manan, 1 979). Ada tiga unsur pokok dalam pengeidaan daerah aliran sungai yaitu air, la- hanhnah, dan manajemen. Unsur M a n (tanah)

d i p u t i

semua kmnponen dari

satu unit geografi dan atmosfer tertentu, air dan batuan, vegetasi dan kehidupan hewan, manusia dan perkembangannya. Oleh karena itu pengelohan daerah aliran sungai dapat didefinisikan sebegai pengeioban lahan untuk produksi air dengan kualis yang optimum dan pengaturannya yang maksimum, sehingga dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya secara lestari

bagi

manusia di dalam memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupan serta kesejahteraannya (Sarwoko, 1999). Menurut Kuhmann (2000), pengeldaan tersebut hams dapat meningkatkan kualitas hidup s e e rnempertahankan keseimbangan lingkungan dan ekosistem.
(42)

a. Aspek f ~ i k teknis, yaitu penetapan

tata

guna lahan sebagai prakondisi dalam mengusahakan dan menerapkan teknik-teknik perlakuan atas

sumberdaya

slam daerah aliran sungai sehingga di satu pihak dapat rnemberikan hasil dan manfaat yang maksimum dan dilain pihak sumberdaya alam yang ada di dalamnya

dapat

diperbhankan.

b. Aspek manusia, yaitu mengusahakan adanya pengertian, kesadaran, sikap dan kemampuan agar tindskan dan pengaruh terhadap sumberdaya alam di daerah aliran sungai dapai memenuhi kepentingannya dan dapat mendukung usaha dan tujuan pengelohan.

c. Aspek institusi,

yaitu

menggerakkan aparaiur sehingga stmktur dan prosdur- nya dapat mewadahi penyelenggaraan pengelohan daerah atiran sungai s-ra efektii dan efisien, tennasuk khrnpok-kebmpok organisasi masyara-

kat setempat, l e m m a swadaya masyarakat (LSM), wanita dan generasi mudanya.

d. Aspek hukum, yaitu adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur segala sesuatu bagi kernantapan hukum dalam menplenggarakan pengeb laan daerah alilrtn sungai (Barrow,

t

991; Kartodihardjo

ef

al., 2000;

Sheng,

2000).

2.3.

Pemanfaaian

Lahan di herah Hulu Sungai
(43)

bangan selanjutnya akibat pertumbuhan penduduk

yang semakin

padat dan kebutuhan hidup yang semakin rneningkat maka larangan dan mitos-mitos ten- tang daerah huh sungai muiai diting-gaikan, sehingga dirarnbah dan dimanfaat- kan seaira langsung, bahlran pada beberapa tempat daerah huiu sungai sudah mengalami kerusakan yang lehh parah bahkan te jadi penggundulan sehingga tanpa tanaman sedikit pun.

Di Indonesia kerusakan tanah dan air terus meningkat, terutarna di daerah

hulu sungai yang dijadikan daerah pertanian (Nugroho, 1999; Kumia, 2000). Hal ini akibat masih rendahnya peran serta masyarakat ptani untuk ikut memelihara dan mencegah terjadinya kenrsakan bnah, karma para petani umumnya miskin dengan luas lahan yang diolahnya sangat sempit, sehingga tingkat pendapatan- nya rendah. Petani miskin

yang

kemampuan modalnya

sangat

rendah mengel* la lahan pertanian yang pmduktivitasnya sudah sangat rendah akan tenrs

salng

(44)

2.4. Proses Erosi di Daerah Hulu Sungai

Erosi adalah peristiwa pindahnya atau temngkutnya tanah atau bagian- bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami (Suhara, 1991).

Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat terkikis dan terangkut yang kemudian diendapkan pada tempat lain. Pengangkutan atau

pemindahan tanah tersebut te jadi

a4eh

media alami yaitu air atau angin (Arsyad, 2000). Di daerah tropika basah erosi yang tejadi lebih banyak disebabkan oleh air daripada yang disebabkan

deh

angin. Jadi pengertian erosi dalam uraian s e lanjutnya adalah erosi oleh air hujan dan alirannya di atas permukaan tanah.

Bedasarkan kejadiannya ada dua macam erosi yaitu : erosi normal dan erosi diprcepat. Erosi normal juga disetxrt erosi geologi atau erosi alami, erosi

t e m

but merupakan proses pengangkutan tanah yang terjadi di bawah keadaan vegetasi alami. Biasanya terjadi dengan

laju

yang lambat yang memungkinkan terbentuknya tanah yang tebal yang mampu mendukung perturnbuhan vegetasi secara normal.

Proses

erosi geologi menyebalkan iejadinya sebagian bentuk pemukaan bumi yang terdapat di alam. Erosi dipercepat adalah pengangkutan tanah yang menimbulkan

kenrsakan

tanah sehagai akihat perbuatan manusia yang mengganggu keseimbangan antara proses pem bentukan dan pengangkut- an tanah (Arsyad, 2000).

Pada dasamya proses erosi yang terjadi akibat dari interaksi antam faktor- faktor iklim, topografi, vegetasl, tanah, dan aktivitas manusia (Morgan, 1979).

Faktor-fairtor tersebut dapat ditulis dalam k n t u k persamaan sebagai berikut :

E

=

f

(c, t, v, s, h)

Keterangan : E

=

erosi yang terjadi. c

=

iklim.
(45)

v

=

vegetaw. s

=

tanah.

h

=

aMivhs manusia.

Persamaan tersebut mengandung dua jenis faktor yaitu : (1) faktor yang da- pat dimanipulasi oleh

manusia

seperti vegetasi, semian sifat tanah (kesuburan dan kapsitas infiltmsi), serta satu unsur topogmf~ (panjang lereng); dan (2) faktor yang tidak dapat dimanipulasi oleh manusia yaitu kondisi ikiim, tipe tanah dan kecuraman lereng.

Untuk menduga erosi tenrtama

emi

yang tejadi di lahan olah dapat digu- nakan rumus pendugaan

erosi

Universal Soil Loss Equafion (USLE) yang dikemukakan okh Wischmeier dan Smith (1978) yang berlaku untuk tanah- tanah di Amerika Serikat. Wahupun demikin rumus ini juga banyak digunakan

di negara lain diantaranya di Indonesia (Hardjawigeno, 1995).

Rumus

pendug*

an

emsi rnenunrt USLE adalah sebagai berikut :

A

=

R.K.L.S.C.P.

Keterangan : A = jumlah tanah yang hilang rerata setimp tahun (ton per hektar per tahun).

R

=

indeks daya erosi curah hujan (erosivitas hujan).

K

=

indeks kepekaan tanah terhadap emsi (erodibilitas tanah). LS= faktor panjang (L) dan curamnya (S)

lereng.

C

=

faktor

tanaman

(vegetasi).

P

=

faktor usaha-usaha pencegahan erosi.
(46)

Pada

dasamya USLE menghendaki topgrafi dan jenis tanaman yang tumbuh di suatu lahan yang relatif homogen. karena keadaan

lahan

yang demikian akan memudahkan untuk menentukan

nilai

faktor-faktor penduga USLE (Noeralam,

1990).

Persamaan USLE jika diterapkan secara langsung di lndonesia banyak kelb

mahannya, karma persamaan tersebut berlaku untu k tanah-tanah di Amen'ka Sefikat. Agus et a/., (1992), rnengernukakan bahwa kecocokan model untuk suatu lokasi di-tentukan juga oleh lingkungan di mana model tersebut diciptakan. USLE misalnya dikembangkan deh Soil Conservation Society di Amerika

Se-

rikat. Waiaupun menggunakan data dari bertwgai penjuru dunia. namun dukung- an data terbanyak untuk menciptakan model tersebut berasal dari Amerika Serikat. Okh hrena itu untuk rnengatasi

kelemahan

tersebut rnaka faktor-faktor yang diperhitungkan dalam

erd

pedu dimodifikasi dan disesuaikan dengan kondisi di daerah penelitian.

Metode pengukuran

emi

yang lain adalah metode pengukuran

erosi

mehlui
(47)

ringan yang sama.

Selanjutnya kelas-kelas erosi dibagi bedasarkan banyaknya honson permu- kaan yang hilang secara relatif, yaitu persen dari horison A yang ash, atau pet-

sen dari 20 sentimeter lapisan tanah teratas biia tebal hodson A kurang dari 20

sentimeter. Kelas emsi tidak didasarkan pada jumlah absolut tanah yang ter- erosi, karena horison A mempunyai ketebalan yang beragam. Kelas erosi berikut ini berlaku baik untuk emsi air alaupun erosi angin, te&pi tidak berlaku untuk

membedakan erosi karena longsor (landslide) yaitu : (1)

kdas

1, ringan, kehi- langan tanah sedikit,

rerata

kurang

dari 25 % dari horison A; (2) kdas 2, sedang, kehilangan tanah rerata 25 sarnpai 75 %

Gambar

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian.
Tabel 2. Data biofisik yang dikumpulkan
Tabel 4. Cara pengumpulan data
Tabel 7. Nilai faktor C pada bebrapa jenis tanaman di Indonesia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jarak Catchment area Jarak Catchment area (daerah tangkapan air) terhadap titik pengukuran lama genangan atau kedalaman genangan dalam satuan meter. Jarak drainase

Manfaat penelitian ini bagi perusahaan adalah agar manajemen dapat mengetahui sejauh mana efektivitas sumber daya manusia pada PT. Pinago Utama Palembang, serta

sebagai bukti implementasi dari riset yang telah dilakukan. Tahun 2016 jumlah prototype yang dihasilkan oleh BPIPI sebanyak 24 prototype diaman prototype ini dapat

Bagaimana tinjauan Siyasah Maliyah terhadap Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 17 Tahun 2017 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah

Memahami, menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi tentang pengetahuan faktual, konseptual, operasional dasar, dan metakognitif sesuai dengan bidang dan lingkup kerja pada

 Mnganalisis dan menafsirkan penyelesaian persoalan dual program linier yang dilakukan dengan metode dua fase dan dual simpleks  Menyimpulkan dan mengambil keputusan. dari

Tahap pelaksanaan merupakan tahap paling penting dalam proses belajaran. Sebab pada tahap inilah akan terlihat aktivitas-aktivitas belajar mengajar yang dilakukan oleh guru

Adapun skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat mencapai gelar sarjana di bidang kimia.Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan kasih sayang yang