• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan MPASI berbasis Pupae Mulberry Efikasinya terhadap Pertumbuhan dan Motorik Bayi Gizi Kurang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan MPASI berbasis Pupae Mulberry Efikasinya terhadap Pertumbuhan dan Motorik Bayi Gizi Kurang"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN MPASI

BERBASIS PUPAE-MULBERRY (PURY):

EFIKASINYA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN

MOTORIK BAYI GIZI KURANG

TRINA ASTUTI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pengembangan MP-ASI Pupae-Mulberry (Pury): Efikasinya terhadap Pertumbuhan dan Motorik Bayi Gizi Kurang adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, November 2009

(3)

ABSTRACT

TRINA ASTUTI. Complementary food development based on pupae-mulberry (Pury): Efficacy on the response to growth and motor development among undernourished infants. Supervised by CLARA M. KUSHARTO, HARDINSYAH and AGUS FIRMANSYAH.

Proper complementary feeding is well recognized as necessary to ensure optimal growth and development during the early years. The aim of the study is to develop Pury-formula and to analyze the efficacy of it on physical growth and motor development of undernourished infants aged 6-to 12- months. The study was a randomized community controlled trial with an intervention period of 3 months. It was approved by Medical Research Ethics Committee, Faculty of Medicine, University of Indonesia. Seventy infants were randomly assigned to either the Pury Group (PG=36) or Commercial group (CG=34). Main outcome measures were mean changes in weight, length and head circumference; mean changes in WAZ, HAZ, WLZ and HCZ; change in fine and gross motor development scores. After 3 months supplementation, there were significant change within the two groups in weight and length. The effect of the intervention positively and statistically significant on the anthropometric indices (LAZ, WLZ, HCZ) but no signific ant effect on WAZ. The intervention also significantly effect on the change in motor development score (16.8±13.7 in PG and 15.7± 14.2 in CG; p<0.05). The logistic regression model showed that both Pury-formula and commercial-formula have the same effect on growth and motor development among undernourished infants. Pury-formula is effective to be used as an alternate complementary food.

(4)

RINGKASAN

TRINA ASTUTI. Pengembangan MPASI berbasis Pupae-Mulberry (Pury):

Efikasinya terhadap Pertumbuhan dan Motorik Bayi Gizi Kurang. Dibimbing oleh CLARA M KUSHARTO, HARDINSYAH, AGUS FIRMANSYAH.

Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang secara optimal (Myers,1992 dan Sentika, 2005). Keadaan gizi kurang pada awal kehidupan anak mempunyai konsekuensi yang serius yaitu tingginya angka kesakitan dan risiko kematian, yang berdampak pada perkembangan syaraf mental yang buruk, ketahanan dan kapasitas kerja (Gillespie and Haddad, 2001). Bayi yang kurang gizi khususnya wanita secara efektif menimbulkan kemiskinan, kelaparan dan kekurangan gizi dari generasi ke generasi dan dapat berkontribusi terhadap siklus intergenerasional (UNS-SCN, 2004).

Teluknaga merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Tangerang Banten dengan prevalensi gizi kurang pada anak balita sebesar 20.5%, anak pendek 31.6% dan anak kurus 17.2% (Puskesmas Teluknaga, 2009) yang dikategorikan sebagai daerah dengan masalah kesehatan masyarakat yang kritis yang harus segera ditangani (The World Bank, 2006). Penyebab langsung timbulnya masalah gizi karena tidak cukup asupan energi dan protein, adanya infeksi yang dipengaruhi oleh pola asuh yang tidak tepat (UNICEF, 1997) yang erat kaitannya dengan praktek pemberian makanan pendamping ASI yang buruk (Pojda and Kelley, 2000).

Pupae (selanjutnya disebut pupa) adalah bagian isi dari kokon yang merupakan produk samping dari industri pembudidayaan ulat sutera dan telah dimanfaatkan di Negara Asia Selatan (Singhal et al, 2001) namun masih belum berkembang pemanfaatannya di Indonesia. Pupa dari ulat sutera daun Mulberry yang diolah menjadi tepung selanjutnya disebut PURY sebagai pangan yang mempunyai keunggulan terutama protein dengan asam amino esensial maupun non-esensial, kandungan asam lemak tak jenuh, vitamin dan mineral yang sangat dibutuhkan bagi tumbuh kembang anak, dan berpotensi sebagai alternative bahan MPASI (Astuti dan Kusharto, 2009). Tujuan penelitian adalah untuk mengembangkan alternatif MPASI berbasis Pupae-Mulberry (PURY) dan menilai manfaat kesehatan terhadap laju pertumbuhan dan perkembangan motorik bayi gizi kurang usia 6-12 bulan.

(5)

digunakan adalah produk yang sudah dikenal dan biasa dikonsumsi masyarakat setempat.

Data yang diukur mencakup asupan energi dan protein, status zinc, T4 dan TSH serum, antropometri tubuh (berat dan panjang badan serta lingkar kepala) dan perkembangan motorik. Analisis perbedaan antar kelompok perlakuan dilakukan dengan ANOVA dan t-test, sedangkan untuk analisis faktor penentu pertumbuhan dan perkembangan motorik digunakan persamaan regresi logistik ganda.

Jumlah contoh bayi minimal ditetapkan dengan asumsi a=5%, power of test=80%, perubahan berat minimal yang diinginkan 350 gram dengan standar deviasi dari kelompok perlakuan dan kelompok kontrol masing-masing 490 gram dan 520 gram (Sunaryo, 2005). Dengan perkiraan drop-out 10%, maka diperoleh jumlah contoh sebanyak 36 bayi per perlakuan. Kriteria inklusi adalah bayi usia 6-7 bulan tinggal di wilayah Kecamatan Teluknaga, dengan status gizi kurang atau nyaris gizi kurang, tanpa komplikasi klinis dan orang tua bayi bersedia bayinya disertakan dalam penelitian sampai selesai dengan menandatangani formulir persetujuan (informed consent). Contoh dibagi dalam 2 kelompok berdasarkan random desa yaitu kelompok perlakuan MPASI- Pury (Pury Group,PG) dan kelompok komersial atau MPASI-komersial (Commercial Group,CG) yang masing-masing berjumlah 36 dan 34 bayi.

Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada karakteristik maupun status kesehatan dan imunisasi bayi, serta sosial ekonomi keluarga, kecuali usia pemberian MPASI lebih awal pada PG (3.8 ±1.8) dibanding CG (4.7 ± 1.8). MPASI-Pury termasuk makanan yang sehat, aman dikonsumsi dan mempunyai kelebihan dalam kandungan protein, lemak, vitamin dan mineral. Nilai protein efficiency ratio (PER) 3.14 mendekati nilai PER telur yaitu 3.92 (Brody, 1999). Kandungan asam amino pada formula Pury menguntungkan bagi tumbuh- kembang bayi, termasuk asam amino esensial yang umumnya terbatas pada makanan yaitu lysine, methionine, threonine dan tryptophan. Kandungan asam lemak linoleat dalam MPASI-Pury sebesar 1.8 gram menyumbang 3.8 % terhadap total asupan energi sehari dari MPASI dan sesuai dengan anjuran bagi bayi usia 6-24 bulan (Kim, 2000; WHO, 1998), yang tidak terdapat pada produk komersial. Studi percobaan pada hewan tikus strain Spraque dawley yang dibagi dalam 3 kelompok berdasarkan ransum makanan yang diberikan yaitu ransum formula: komersial, Pury dan standar, menunjukkan peningkatan berat badan, panjang badan dan panjang ekor pada tikus kelompok Pury cenderung lebih baik dibanding kelompok komersial.

(6)

Setelah 3 bulan periode pemberian MPASI, terdapat pertumbuhan fisik yang signifikan pada masing-masing kelompok (p < 0.01). Rata-rata perubahan berat badan pada PG lebih besar dari CG (228 vs 210g per bulan) namun secara statistik keduanya tidak berbeda nyata (p=0.59). Rata-rata perubahan berat badan per bulan masih jauh dari angka yang diharapkan dalam studi ini yaitu 350 g dan baru mencapai 52-57% dari yang seharusnya dicapai bayi normal 6-9 bulan yaitu sebesar 400 g per bulan (Thompson, 1998). Pertumbuhan linier khususnya panjang badan dan lingkar kepala sangat lamban, yaitu masing-masing baru mencapai 3.8-3.9 cm dan 1.75-1.79 cm. Namun dampak pemberian MPASI terhadap perubahan nilai z-skor sangat signifikan pada masing-masing kelompok khususnya untuk indeks BB/PB pada PG dan CG (0.46±0.89 vs 0.79±0.95), indeks LK/U pada CG (0.3±0.7; p=0.035). Peningkatan skor motorik juga signifikan pada masing-masing kelompok baik motorik total, motorik halus maupun motorik kasar, dengan peningkatan rata-rata skor nyata lebih besar pada PG dibanding CG, masing-masing 16.8; 6.95; 9.89 dan 15.7; 6.41; 9.32 . Kontribusi peubah bebas: perlakuan, asupan energi dan proein, zinc serum dan status kesehatan terhadap pertumbuhan fisik antara 6.4 – 12.0 %; sedangkan kontribusi peubah bebas: perlakuan, zinc serum, z-skor BB/U dan LK/U terhadap perkembangan motorik sebesar 2.9 – 11.5%.

Komposisi MPASI-Pury lebih baik dibanding MPASI-komersial dan aman digunakan sebagai alternatif MPASI. MPASI-Pury mempunyai efek terhadap pertumbuhan dan perkembangan motorik bayi serta lebih baik dari MPASI-komersial. Pengembangan MPASI-Pury, diharapkan dapat digunakan sebagai alternatif ketersediaan MPASI yang mendukung kelanjutan program pemerintah bagi keluarga yang mempunyai anak balita di sekitar sentra industri sutera. Kata kunci: Pury, MPASI, gizi kurang, pertumbuhan, perkembangan motorik.

(7)

© Hak Cipta milik Trina Astuti, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(8)

PENGEMBANGAN MPASI

BERBASIS PUPAE-MULBERRY (PURY):

EFIKASINYA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN

MOTORIK BAYI GIZI KURANG

TRINA ASTUTI

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Program Studi Gizi Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Ir. Sri Anna Marliati, M.S. Dr. Ir. Budi Setiawan, M.S.

(10)

Judul Disertasi : Pengembangan MPASI berbasis Pupae-Mulberry (Pury): Efikasinya terhadap Pertumbuhan dan Motorik Bayi Gizi Kurang

Nama : Trina Astuti Nomor Pokok : A561050021

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Clara M. Kusharto, M.Sc. Ketua

Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS. Prof. Agus Firmansyah, MD., PhD. Anggota Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Gizi Masyarakat Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. drh. M.Rizal Martua Damanik, M.Rep,Sc. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(11)

Tulisan ini kudedikasikan teruntuk

Orang tua, suami dan anak-anak tercinta serta

(12)

PRAKATA

Syukur Alhamdulilah atas ijin Allah SWT, akhirnya penelitian yang panjang melibatkan banyak pihak, waktu dan tempat, dapat terselesaikan sesuai jadwal dan atas RahmatNya disertasi dapat terwujud dengan baik. Pada kesempatan ini ijinkan Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Clara M. Kusharto, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing yang selalu memberikan waktu, fasilitas, arahan dan semangat kepada penulis untuk melakukan penelitian dan penulisan disertasi hingga selesai dengan tuntas sesuai jadwal.

2. Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS selaku anggota komisi pembimbing yang banyak member i arahan secara professional bidang disain penelitian, substansi disertasi dan teknis penyajian data.

3. Prof. Agus Firmansyah, MD, PhD selaku anggota komisi pembimbing yang banyak member i masukkan dan arahan tentang tumbuh-kembang anak, kemudahan pengurusan ethical clearance, tim pengukuran perkembangan motorik, dan diskusi dengan dokter spesialis terkait untuk kelengkapan penulisan disertasi.

4. Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MS dan Dr. Ir. Budi Setiawan selaku penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup; Prof dr H. Fasli Jalal, Phd., Sp.GK dan Prof Dr. Ali Khomsan, MS selaku penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka atas pertanyaan-pertanyaan profesioanl dan masukan untuk penyempurnaan disertasi.

5. Dekan FEMA, Ketua Departemen Gizi Masyarakat dan Ketua Program Studi Gizi Masyarakat serta seluruh civitas akademika di lingkungan FEMA, atas fasilitas dan perijinan selama proses belajar di IPB maupun selama penelitian berlangsung diluar kampus IPB.

(13)

Marks atas bimbingan selama 4 bulan mengikuti program sandwich di The University of Queensland, Brisbane Australia.

7. Direktur Poltekkes Depkes Jakarta II, Bp. Rosadi Nasir,MSc atas ijin tugas belajar dan pemberian beasiswa; Drs. Tugiman M.Kes, yang selalu membantu dalam realisasi perijinan dan dana tugas belajar.

8. Ketua Jurusan Gizi Poltekkes Depkes Jakarta II periode 2002-2006 Ibu Edith Sumedi, MSc dilanjutkan Bapak Nils Aria Zulfianto, M.Sc. periode 2006-2010, atas ijin tugas belajar, dukungan dan fasilitas yang diberikan selama penulis menimba ilmu di Sekolah Pascasarjana IPB.

9. Prof. Dr. Soekirman, Idrus Jus’at, PhD dan Dr.Ir.Drajat Martianto, MS. atas rekomendasinya sehingga penulis dapat diterima belajar di Sekolah Pascasarjana IPB.

10. Teman-teman di Jurusan Gizi, Dr. Moesijanti YES yang banyak memberi masukkan sehubungan dengan riset; Marzuki Iskandar, STP, MTP., Muntikah, AMG., dan Lisda yang banyak terlibat dalam pengadaan bahan MPASI, serta seluruh Civitas akademika Jurusan Gizi Poltekkes Depkes Jakarta II yang selalu memantau dan memberi semangat selama proses belajar.

11. Bapak Camat Kecamatan Teluknaga dan para Kepala Desa, atas ijin lokasi dan kunjungan ke warga.

12. Kepala Puskesmas Teluknaga dan Puskesmas Tegal Angus; paramedis (dokter: Indra, Bissi, Tuti dan Denny); para Bidan Desa (Bidan: Hanum, Dini, Ranti, Dahlia, Yerna, Ikhlima, Susi, Evi, Titin, Dewi, Ika, Imas, Desi, Mimin, Eka, Putri) dengan koordinator Bd. Hj. Kenny, M.Kes; Ibu Juliasih, AMG dan seluruh staf Puskesmas, atas ijin, fasilitas, waktu, kerja sama dan partisipasi aktif selama penelitian berlangsung.

13. Para kader gizi dan responden di 13 desa di wilayah Kecamatan Teluknaga atas partisipasi aktif dalam pelaksanaan studi MPASI.

(14)

15. Tim Prodia Jakarta Pusat, atas kerjasamanya dalam pengambilan dan analisis biokimia darah setiap peserta studi MPASI.

16. Tim Pury dan MPASI, Pak Arif dan Bu Cicih di Cianjur atas pengadaan liquid pupa, Ir. Andi Sadapotto, MS. yang memfasilitasi pertemuan dengan Bp Andi Hamzah, Bp Santi, Mama Santi di Enrekang atas pengadaan pupa dan pembuatan tepung Pury; Sdr.Mashudi dari laboratorium percobaan makanan Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB atas partisipasi aktif dalam persiapan, pengembangan, produksi dan analisis MPASI.

17. Empat sekawan, Juliasih, AMG., Nita Afriani, AMG., kader Tia yang setia dalam aktifitas skrining sampel dan pelaksanaan pengukuran bulanan di Puskesmas dan Sdr. Aan Marhamah. M.S., yang selalu menyediakan waktu untuk entri dan analisis data sampai tuntas.

18. Drh.Endi Ridwan, M.Sc. selaku supervisor dalam percobaan hewan di Pusat Penelit ian dan Pengembangan Gizi dan Makanan Depkes RI di Bogor.

19. Sahabatku Cesilia Meti Dwiriani yang banyak membantu dan selalu setia dalam suka maupun duka sepanjang waktu, Bu Diah Utari yang meluangkan waktu untuk koreksi redaksional, serta teman seangkatan Dr. Fatmah dan Pak Wasito.

20. Kedua orang tua Yth, Bapak (Alm) dan Ibu Wismadi, Saudara kandung mba Dena Ekawati dan adik-adik, atas dukungan moril dan spiritual sehingga penulis merasa tenang dan semangat dalam menyelesaikan studi. 21. Suami tercinta, Moelyono Utoyo atas ijin, pengertian dan dukungan penuh

dalam bentuk moril, materiil dan spiritual; serta Anak-anak tersayang, Ariesa Prima Wardhani dan Gian Dwinanda Utoyo atas pengertian dan dukungan selama proses belajar dan aktifitas penelitian berlangsung hingga selesai tepat waktu.

(15)

Akhirnya, Penulis sampaikan permohonan maaf apabila ada kekurangan dan ketidak sempurnaan dalam tulisan ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi civitas akademika dan para pembaca. Bogor, November 2009

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Temanggung Jawa Tengah tanggal 21 Mei 1958 sebagai anak ke tiga dari lima bersaudara pasangan Bapak Wismadi BA (Alm) dan Ibu Rr. Soepiatiah. Penulis mengenal pendidikan formal sejak tahun 1963 di TK Kota Magelang dan Tegal. Tamat SD Kanisius Klaten tahun 1970, SMP Pangudiluhur Putri Klaten tahun 1973, dan SMAN I Klaten tahun 1976.

Menyelesaikan B.Sc bidang Gizi Kesehatan tahun 1980 dari Akademi Gizi Departemen Kesehatan RI di Jakarta. Tahun 1981 ditempatkan di Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung sebagai tenaga pelaksana gizi selama dua tahun dan kembali ke Jakarta tahun 1983 untuk mengabdi sebagai staf pengajar di Akademi Gizi Jakarta yang sekarang menjadi Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Depkes Jakarata II. Pada tahun 1984 penulis menikah dengan Moelyono Utoyo, S.Sos dan dikaruniai dua anak yaitu Ariesa Prima Wardani dan Gian Dwinanda Utoyo yang sekarang sedang menimba ilmu di Malaysia.

Tahun 1985-1987 penulis mendapat kesempatan tugas belajar di IPB Jurusan GMSK dan tahun 1994-1995 mendapat beasiswa dari Bank Dunia untuk mengambil Master of Professional Study bidang Food and Nutrition Planning di University of the Philippines at Los Banos. Tahun 2005 kembali mendapat kesempatan melanjutkan studi ke jenjang S3 di IPB Bogor atas beasiswa dari Politeknik Kesehatan Depkes Jakarta II.

(17)

xvi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ………. xviii

DAFTAR GAMBAR ………. xx

DAFTAR LAMPIRAN ... xxi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 4

Tujuan Penelitian ... 5

Manfaat Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA ... 6

Tumbuh Kembang Anak ... 6

Pertumbuhan fisik ... 7

Metode penilaian perkembangan pada bayi dan anak ... 8

Masalah Gizi Kurang dan Faktor Penyebab ... 10

Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI) ... 13

Peran Zinc dalam Proses Metabolisme ……….. 16

Peran Iodin dalam Proses Metabolisme ………... 18

Tepung Pury dari Pupa Ulat Sutera Mulberry ..………... 19

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ……… 22

Kerangka Pemikiran ……… 22

Hipotesis ……….. 23

Batasan Operasional ……… 24

BAHAN DAN METODE ………... 26

Tempat dan Waktu Penelitian ……… . 26

Produk Makanan Pendamping Air Susu Ibu ……… 27

Populasi, Contoh dan Teknik Pengambilan Contoh ………. 27

Rancangan Penelitian ………... 29

Pengumpulan dan Pengukuran Data ……… 30

Pengolahan dan Analisis Data ……… 32

HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 34

Karakteristik bayi dan sosial ekonomi keluarga ………... 34

Mutu Gizi dan Keamanan Pangan Tepung Pupa Mulberry ……….. 37

Mutu Gizi dan Keamanan Pangan MPASI-Pury………….. ………. 42

Komposisi dan mutu gizi makro MPASI-Pury …... 42

Kandungan vitamin MPASI-Pury ……….. 44

Kandungan mineral MPASI-Pury ………..……… 45

Keamanan pangan ………. 46

(18)

xvii Dampak Pemberian MPASI terhadap Pertumbuhan Fisik pada

Hewan Percobaan………. 49

Kontribusi MPASI terhadap Asupan Energi dan Protein Sehari …. 52

Dampak MPASI terhadap Perubahan Status Biokimia Darah ……. 54

Dampak MPASI terhadap Pertumbuhan Fisk dan Status gizi Bayi… 57

Perubahan berat badan, panjang badan dan lingkar kepala …. 57

Perubahan nilai z-skor ………. 59

Perubahan status gizi bayi ……… 60

Dampak MPASI terhadap Perkembangan Motorik Bayi ………. 61

Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Fisk Bayi ……….. 62

Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Motorik Bayi …………. 64

KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

Kesimpulan ... 65

Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ……….. ... 68

(19)

xviii

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Jadwal dan kegiatan deteksi dini adanya penyimpangan tumbuh

kembang pada bayi ...……… 8

2. Contoh tugas perkembangan bayi dari skala Bayley ... 9

3. Tujuh kategori penilaian komposit menurut skala Bayley III ... 10

4. Angka kecukupan energi dan zat gizi bayi usia 0-24 Bulan ... 13

5. Perkiraan zat gizi yang diperlukan dari MPASI (berdasarkan taraf asupan ASI) ... 14

6. Kepadatan (Density) Zat Gizi yang Diinginkan dari MPASI (per 100 kcal) Berdasarkan taraf asupan ASI ... 15

7. Komposisi gizi dalam 100 gram MPASI bubuk instan untuk bayi 6-12 bulan ... 16

8. Komposisi zat gizi pupa ulat sutera ... 20

9. Komposisi asam amino dari pupa ulat sutera dan rujukan FAO untuk protein ... 21

10.Waktu dan tempat aktivitas penelitian ... 26

11.Komposisi produk MPASI dan spesifikasi Menkes 2007... 27

12. Jenis dan cara pengumpulan data ... 31

13. Karakteristik dasar bayi dan sosial ekonomi keluarga ... 35

14.Cakupan imunisasi hasil studi efikasi di Teluknaga dibanding angka nasional dan lokal ……….. 36

15. Test cemaran mikro organisme dalam tepung Pury ………. 39

16.Komposisi zat gizi dalam tepung Pury ………. 40

17. Komposisi asam lemak dan asam amino dalam tepung Pury ... 41

18. Kandungan energi dan zat gizi makro dalam 100 gram produk MPASI- Pury dan MPASI-komersial ………... 42

19.Nilai Protein Efficiency Ratio (PER) pada berbagai MPASI dibanding rujukan ………... 43

20.Kandungan asam amino per 100 gram produk MPASI-Pury………... 43

21.Kandungan asam lemak per 100 gram produk MPASI-Pury ………….. 44

(20)

xix 23.Kandungan mineral dalam 100 gram produk MPASI-Pury dan MPASI-

komersial ……… 46 24. Analisis beaya MPASI berdasarkan formula, teknik pengolahan dan

tempat penjualan ………. 49

25.Rata-rata pertumbuhan fisik pada tikus sebelum dan sesudah intervensi

Berdasarkan kelompok perlakuan ……….. 51 26.Rata-rata pertumbuhan fisik bayi sebelum dan sesudah intervensi

berdasarkan kelompok perlakuan ... 57

27.Rata-rata nilai z-skor (BB/U., PB/U, BB/PB, LK/U)

sebelum dan sesudah intervensi berdasarkan kelompok perlakuan ... 59

28.Prevalensi status gizi berdasarkan indeks antropometri (nilai z-skor)

sebelum dan setelah intervensi berdasarkan kelompok perlakuan ... 60 29.Rata-rata skor perkembangan motorik sebelum dan setelah intervensi

berdasarkan kelompok perlakuan ... 61 30.Frekuensi distribusi status perkembangan motorik

sebelum dan setelah intervensi berdasarkan kelompok perlakuan ... 62 31.Model faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bayi 9-10 bulan ... 63 32.Model faktor yang mempengaruhi perkembangan motorik

bayi 11-12 bulan ... 64

(21)

xx

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Faktor-faktor penyebab gizi buruk ... 12

2. Kerangka pemikiran efikasi ”MPASI-Pury” terhadap pertumbuhan fisik dan perkembangan motorik bayi gizi kurang 6-12 bulan ... 23

3. Skema cara pengambilan contoh ... 29

4. Profil studi ... ... 34

5. Skema pembuatan Pury ... 38

6. Grafik perrtumbuhan berat badan, panjang badan dan panjang ekor pada tikus percobaan berdasarkan pemberian ransum ... 50

7. Rata-rata perubahan pertumbuhan fisik pada tikus percobaan berdasarkan pemberian ransum ... 51

8. Asupan energi dan protein pada bayi sebelum dan setelah intervensi berdasarkan kelompok perlakuan (a=0.05) …..……….... 52

9. Rata-rata intik (asupan) energi dan protein setelah intervensi berdasarkan kelompok perlakuan ……… 53

10.Kadar Zinc dalam serum sebelum dan sesudah intervensi berdasarkan kelompok perlakuan (a=0.05) ………. 55

11.Kadar thyroxine dalam serum sebelum dan sesudah intervensi berdasarkan kelompok perlakuan (a=0.05) ………. 56

(22)

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

(23)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Hal ini sesuai dengan Hak Anak sebagai Hak Asasi pasal 28B ayat 2 (Myers, 1992; Sentika, 2005). Kelangsungan hidup bayi (infant survival) artinya tidak meninggal sebelum usia satu tahun, sedangkan kelangsungan hidup anak (child survival) adalah tidak meninggal sebelum usia 5 tahun.

Peristiwa tumbuh-kembang pada anak meliputi seluruh proses kejadian sejak terjadi pembuahan sampai masa dewasa. Ciri tumbuh-kembang yang utama adalah bahwa pada periode tertentu terdapat adanya masa percepatan atau masa perlambatan, serta laju tumbuh-kembang yang berlainan diantara organ tubuh. Istilah tumbuh-kembang sebetulnya mencakup dua peristiwa yang sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu. Perkembangan lebih menitik beratkan aspek perubahan bentuk atau fungsi pematangan organ ataupun individu, termasuk perubahan aspek sosial atau emosional akibat pengaruh lingkungan. Dengan demikian proses pertumbuhan mempunyi dampak terhadap aspek fisik, sedangkan proses perkembangan berkaitan dengan fungsi pematangan intelektual dan emosional organ atau individu.

(24)

2 Litbangkes, 2008). Menurut WHO, daerah tersebut termasuk kategori tinggi dengan masalah kesehatan masyarakat yang kritis (batas masalah bila prevalensi gizi kurang adalah lebih besar atau sama dengan 20%) yang harus segera ditangani.

Konsekuensi gizi kurang adalah tingginya angka kesakitan dan resiko kematian, yang berdampak pada perkembangan syaraf mental yang buruk, penurunan ketahanan dan kapasitas kerja, serta meningkat resiko penyakit kronik pada usia dewasa (Gillespie and Haddad, 2001). Bayi yang kurang gizi khususnya wanita secara efektif mengabadikan kemiskinan, kelaparan dan kekurangan gizi dari generasi ke generasi (UNS-SCN, 2004), maka bila bayi yang menderita gizi kurang tidak segera ditangani dapat berkontribusi terhadap siklus intergenerasional.

Banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya gizi kurang maupun gizi buruk yang saling berkaitan. Faktor penyebab langsung adalah asupan energi dan zat gizi yang tidak cukup serta adanya infeksi. Faktor penyebab tak langsung adalah pola asuh yang kurang tepat seperti pemberian ASI, MPASI, dan ada tidaknya makanan pantangan, jumlah anggota keluarga, ketersediaan pangan keluarga, dan kesehatan lingkungan. Akar permasalahan tersebut adalah tingkat pendapatan yang rendah serta kemiskinan yang berkaitan erat dengan rendahnya tingkat pendidikan orang tua (ACC/SCN-IFPRI, 2000). Kecamatan Teluk Naga termasuk dalam kuadran I di Kabupaten Tangerang, yang artinya mempunyai indek pembangunan manusia (IPM) rendah dan produk domestik rata-rata bruto (PDRB) per kapitan yang rendah (Harjatmo, 2005). Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI) adalah elemen penting dalam pemeliharaan bayi dan anak. Program pemberian makanan pendamping air susu ibu (MPASI) yang berasal dari pemerintah pusat baru mencakup 40% anak balita gizi kurang, selebihnya belum tersentuh. Untuk itu masih perlu pengadaan MPASI untuk memperbaiki semua anak balita gizi kurang dan buruk.

(25)

3 2000). Studi efikasi suplemen dengan vitamin A dan mineral menghasilkan dampak positif pada status gizi mikro (kenaikan Hb dan zinc plasma serta menurunkan prevalensi anemia) (Gibson et al, 2004) walau tidak menunjukkan dampak yang nyata pada pertumbuhan, namun pengaruh suplementasi gizi mikro lebih kuat terhadap peningkatan pertumbuhan bayi yang kurang gizi dibanding bayi yang cukup gizi (Sunawang, 2005). Jadi, pemberian MPASI yang tepat sangat penting bagi semua bayi dan terpenting bagi bayi dengan gizi kurang (karena BBLR atau faktor lain) agar dapat mengejar pertumbuhan fisik dan perkembangan motorik seperti bayi dengan riwayat berat lahir normal.

Ulat sutera termasuk golongan serangga yang merupakan sumber protein karena hampir 60% berat adalah protein. Beberapa daerah di Indonesia, serangga lazim dikonsumsi masyarakat seperti ulat sagu, belalang, tawon, laron dan pupa ulat sutera. Budidaya serangga termasuk ulat sutera sangat menguntungkan karena ramah lingkungan dan sangat kecil memberi dampak produksi gas rumah kaca. Dengan penanganan yang baik dan pemasakan yang benar, serangga merupakan makanan yang enak dan dapat digunakan sebagai sumber pangan masa depan (Maryoto, 2009).

(26)

4 kolesterol dan tekanan darah karena mengandung lebih dari 70% asam lemak tak jenuh ganda dan untuk obat hepatitis karena mengandung 36% asam amino esensial (Huang, 2001).

Melalui teknologi sederhana, limbah pupa hasil samping produksi sutera dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan yang mempunyai nilai gizi dan ekonomi serta ramah lingkungan. Setengah dari limbah pupa akan menghasilkan liquid pupa untuk tepung Pury dan setengahnya sebagai pakan ternak baik unggas maupun ikan, sehingga tidak ada limbah yang tersisa yang mencemari lingkungan. Pupa yang berasal dari ulat sutra Mulberry (Bombyx mori) yang dibuat tepung (powder) selanjutnya disebut ‘Pury’ berpotensi sebagai sumber pangan yang bergizi dengan keunggulan terutama pada mutu protein yang lebih baik dari protein kedele, ikan atau daging; kandungan asam lemak tak jenuh; vitamin dan mineral serta asam amino esensial maupun non-esensial yang sangat dibutuhkan bagi tumbuh kembang anak (Astuti dan Kusharto, 2009). Pury dapat digunakan sebagai alternatif bahan formula MPASI. Tujuan studi adalah untuk mengembangkan MPASI yang padat gizi berbasis tepung Pury dan menilai manfaat kesehatan (efikasi) pemberian MPASI formula-Pury pada bayi usia 6-12 bulan dengan status gizi kurang atau nyaris gizi kurang terhadap kemajuan pertumbuhan fisik dan perkembangan motorik.

Perumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang masalah tersebut diatas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana mutu gizi dan keamanan pangan pada MPASI-Pury? 2. Bagaimana asupan energi dan protein bayi yang diberi MPASI-Pury? 3. Bagaimana perubahan status biokimia (zinc, T4 dan TSH serum) bayi 6-12

bulan setelah diberi MPASI-Pury selama 3 bulan ?

4. Seberapa jauh pertumbuhan fisik (BB, PB, dan Lingkar Kepala) dan perkembangan motorik bayi setelah diberi MPASI-Pury selama 3 bulan ? 5. Adakah perubahan status gizi (nilai Z-skor BB/U, PB/U, BB/PB) setelah

(27)

5

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian adalah untuk mengembangkan alternatif MPASI berbasis pupae-mulberry (Pury) dan menilai manfaat kesehatan bagi laju pertumbuhan fisik dan perkembangan motorik bayi gizi kurang atau nyaris gizi kurang usia 6-12 bulan.

Tujuan Khusus untuk :

1. Menganalisis mutu gizi dan keamanan pangan dari MPASI-Pury.

2. Menilai mutu protein dan laju pertumbuhan fisik pada hewan percobaan yang diberi ransum Pury.

3. Menganalisis kontribusi MPASI terhadap asupan energi dan protein sehari, serta perubahan status biokimia (kadar zinc, T4 dan TSH serum) setelah 3 bulan pemberian MPASI.

4. Menilai laju pertumbuhan fisik (Berat badan, Panjang Badan, dan Lingkar Kepala) dan perubahan status gizi (z-score BB/U, PB/U, BB/PB dan LK/U) setelah 3 bulan pemberian MPASI.

5. Menilai laju perkembangan motorik (motorik halus dan motorik kasar) dua bulan setelah periode 3 bulan pemberian MPASI selesai.

Manfaat Penelitian

(28)

TINJAUAN PUSTAKA

Tumbuh-kembang Anak

Peristiwa tumbuh-kembang pada anak meliputi seluruh proses kejadian sejak terjadi pembuahan sampai masa dewasa. Ciri tumbuh-kembang yang utama adalah bahwa pada periode tertentu terdapat adanya masa percepatan atau masa perlambatan, serta laju tumbuh-kembang yang berlainan diantara organ tubuh. Istilah tumbuh-kembang sebetulnya mencakup dua peristiwa yang sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu. Perkembangan lebih menitik beratkan aspek perubahan bentuk atau fungsi pematangan organ ataupun individu, termasuk perubahan aspek sosial atau emosional akibat pengaruh lingkungan. Dengan demikian proses pertumbuhan mempunyi dampak terhadap aspek fisik, sedangkan proses perkembangan berkaitan dengan fungsi pematangan intelektual dan emosional organ atau individu. Secara garis besar, tumbuh-kembang dibedakan 3 jenis yaitu : tumbuh-kembang fisik, intelektual dan emosional (Markum, 1991).

(29)

faktor budaya dan turut membentuk tumbuh-kembang anak seperti dalam menentukan prioritas, kebijakan tindakan dan jumlah anggaran yang dialokasikan (Markum, 1991).

Tumbuh-kembang intelektual berkaitan dengan kepandaian berkomunikasi dan kemampuan menangani materi yang bersifat abstrak dan simbolik, seperti berbicara, bermain, berhitung atau membaca. Sementara proses tumbuh-kembang emosional bergantung pada kemampuan bayi untuk membentuk ikatan batin, kemampuan untuk bercinta dan berkasih sayang, kemampuan untuk mengelola rangsangan agresif. Berbagai kaitan emosional antara anak dan bayi tersebut akan berkembang dan meluas ke lingkungan keluarga lain dan akhirnya ke masyarakat luas (Markum, 1991).

Pertumbuhan fisik

Proses tumbuh-kembang merupakan proses yang berkesinambungan mulai dari konsepsi sampai dewasa, yang mengikuti pola tertentu yang khas untuk setiap anak, mencakup pencapaian kemampuan baru dan ketrampilan serta pertumbuhan fisik. Proses tersebut merupakan proses interaksi yang terus menerus serta rumit antar faktor genetik dan faktor lingkungan (Markum, 1991; Ming and Roach, 2007). Penilaian tumbuh-kembang perlu dilakukan untuk menentukan apakah tumbuh-kembang seorang anak berjalan normal atau tidak (WHO-MGRS, 2006b).

(30)

Metode penilaian perkembangan pada bayi dan anak

Berbagai metode deteksi dini untuk mengetahui gangguan perkembangan anak telah dibuat. Deteksi dini tumbuh-kembang anak merupakan suatu kegiatan / pemeriksaan untuk menemukan secara dini adanya penyimpangan tumbuh-kembang pada balita dan anak prasekolah (Depkes, 2005) Skrining hanyalah prosedur rutin dalam pemeriksaan tumbuh-kembang anak sehari-hari. Menurut Departemen Kesehatan RI (2005), terdapat 3 jenis deteksi dini tumbuh-kembang yang dapat dikerjakan oleh tenaga kesehatan di tingkat puskesmas dan jaringannya yaitu :1) Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan, untuk mengetahui atau menemukan status gizi kurang atau buruk dan mikro atau makrosefali; 2) Deteksi dini penyimpangan perkembangan, untuk mengetahui gangguan perkembangan anak (keterlambatan), gangguan daya lihat dan ganguan daya dengar; 3) Deteksi dini penyimpangan mental emosional, untuk mengetahui adanya masalah mental emosional, autisme dan gangguan pemusatan perhatian serta hiperaktivitas. Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan dan perkembangan yang digunakan Departemen Kesehatan RI tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1 Jadwal dan kegiatan deteksi dini

adanya penyimpangan tumbuh-kembang pada bayi

Umur Anak

Jenis Deteksi Tumbuh-kembang yang harus Dilakukan

Deteksi Dini Penyim-pangan Pertumbuhan

Deteksi Dini Penyimpangan Perkembangan

BB/TB LK KPSP TDD

0 bulan V V

3 Bulan V V V V

6 Bulan V V V V

9 Bulan V V V V

12 Bulan V V V V

Sumber: Depkes RI, 2005.

BB/TB : Berat Badan Terhadap Tinggi Badan; LK : Lingkar Kepala

KPSP: Kuesioner Pra Skrining Perkembangan; TDD : Tes Daya Dengar

(31)

dikerjakan untuk mengatasi kelainan ini, bahkan percaya bahwa kelainan ringan dapat menjadi normal dengan sendirinya (Depkes, 2005). Sikap seperti ini dapat menghambat pemulihan, bahkan pada kasus-kasus tertentu dapat mengakibatkan cacat yang permanen yang tidak dapat dihindari (Soetjiningsih, 1995).

Terdapat alasan mengapa perlu melakukan tes kecerdasan bayi, terutama jika orang tua merasa kuatir karena sang bayi tidak melakukan sesuatu seperti yang dilakukan bayi lain seusia. Masalah perkembangan motorik sering muncul pada tahun pertama (Ming and Roach, 2007 dan WHO-MGRS, 2006b). Tes perkembangan bertujuan untuk membandingkan prestasi bayi secara berurutan (tugas perkembangan) dengan norma-norma yang ada melalui pengamatan sejumlah tugas perkembangan dari bayi dan anak yang secara umum dapat mereka kerjakan. Instrumen yang biasa digunakan untuk melakukan tes perkembangan tersebut adalah Bayley Infants Scale of Development (skala Bayley) atau The Denver Developmental Screening Test (DDST). The WHO Multicentre Growth Reference Study juga telah memasukkan 6 unsur perkembangan motorik kasar dalam standart pertumbuhan anak usia 4-18 bulan yang mencakup kemampuan duduk tanpa bantuan, berdiri dengan bantuan, merangkak, berjalan dengan bantuan, duduk sendiri serta berjalan sendiri (WHO-MGRS, 2006b).

Tabel 2 Contoh tugas perkembangan bayi dari skala Bayley Usia

(bulan)

Skala Perkembangan Mental Skala Perkembangan Motorik 1

3

6

9 12

Gerakan mata mengikuti seseorang

Menggapai lonceng yang digantung.

Menggerakkanlonceng, menunjukkan ketertarikan yang mendalam.

Ocehan menyatakan perasaan. Meniru seolah mengelus mainan.

Mengangkat kepala ketika diletakkan di pundak

Berbalik dari belakang ke samping.

Berbalik dari belakang ke perut.

Mengangkat diri sendiri untuk berdiri. Berjalan sendiri

Sumber : Bayley, 1993 dalam Papalia et al, 2001.

(32)

dan expressif), dan cognitif dari bayi dan anak usia 0-3 tahun (Bayley, 2006). Pengukuran terdiri dari rangkaian tugas perkembangan yang memerlukan waktu antara 45-60 menit. Skor mentah dari pencapaian tugas yang dapat diselesaikan anak dikonversi kedalam skor skala dan skor komposit. Skor ini yang digunakan untuk menentukan prestasi anak dibanding prestasi anak normal sesuai usia yang tinggal di Negara berkembang. Terdapat 7 kategori untuk penilaian komposit seperti pada Tabel 3.

Tabel 3 Tujuh kategori penilaian komposit menurut skala Bayley III

Komposit Jumlah skor

Very superior Superior

High average Average Low average Borderline Extremely low

skor > 130 skor 120 s/d 129 skor 110 s/d 119 skor 90 s/d 109 skor 80 s/d 89 skor 69 s/d 79 skor < 69

Masalah Gizi Kurang dan Faktor Penyebab

(33)

Prevalensi di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Daerah tahun 2007 adalah 18.4% gizi kurang dan 36.8 balita pendek. Keadaan di Kabupaten Tangerang dibawah angka nasional untuk gizi kurang (12.9%) tetapi balita yang pendek sedikit diatas angka nasional (39.2%) (Badan Litbangkes, 2008). Keadaan gizi kurang di Kecamatan Teluknaga lebih buruk dari angka nasional yaitu 20.5%, sedangkan prevalensi balita pendek dibawah angka Kabupaten Tangerang maupun angka nasional yaitu 31.6% (Puskesmas Teluknaga, 2009) yang masih dikategorikan sebagai daerah dengan masalah kesehatan masyarakat yang kritis yang harus segera ditangani (The World Bank, 2006).

Kegagalan pertumbuhan yang terjadi pada periode awal masa anak-anak dinyatakan dengan tumbuhnya stunting (keadaan pertumbuhan tinggi badan yang lamban dibandingkan usia atau pendek). Pertumbuhan stunting pada masa anak-anak merupakan faktor resiko bagi meningkatnya mortalitas, pertumbuhan yang buruk dari kognitif dan motorik serta kegagalan lain secara fungsional. Anak-anak yang menderita gizi buruk pada awal masa Anak-anak-Anak-anak mengalami penurunan IQ sebesar 15 poin yang secara signifikan berpengaruh pada prestasi belajar dan meningkatkan resiko drop-out atau mengulang kelas. Lebih lanjut, stunting biasanya berlangsung lama atau tetap dan menghasilan penampilan yang lebih buruk di masa dewasa (Gillespie and Haddad, 2001).

(34)

Model UNICEF (Gambar 1) menjelaskan bahwa terjadinya gizi buruk di masyarakat disebabkan oleh beberapa faktor baik langsung maupun tidak langsung. Faktor penyebab tersebut saling kait mengkait dan diperberat dengan faktor rendahnya pendidikan yang tidak mendukung, sosial ekonomi dan politik yang tidak jelas (UNICEF, 1997). Walau laju pertumbuhan dan perkembangan pada bayi dengan keadaan gizi kurang mungkin sulit seperti yang dicapai pada bayi dengan status gizi baik, namun kegagalan pertumbuhan periode berikutnya mungkin dapat dicegah dengan pemberian ASI yang optimal dan MPASI yang tepat. Jadi, perbaikan gizi sedini mungkin adalah sangat diharapkan tidak hanya untuk memperoleh dampak positif pada pertumbuhan fisik tetapi juga menurunkan resiko dan komplikasi dari infeksi serta memaksimalkan perkembangan psikomotor dan prestasi sekolah (WHO, 1998).

KURANG GIZI

Makan Penyakit

Tidak seimbang infeksi

Pola asuh anak tidak memadai

Sanitasi dan air Bersih/Pelayanan Kesehatan dasar

Tdk memadai Tidak cukup

Persediaan pangan

Kurang pemberdayaan wanita Dan keluarga, kurang pemanfaatan

Sumberdaya masyarakat

Krisis ekonomi, Politik dan sosial

Kurang pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan

Pengangguran, inflasi, kurang pangan dan kemiskinan

Dampak

Penyebab langsung

Penyebab tidak langsung

Pokok masalah di masyarakat

Akar masalah nasional

(35)

Makanan Pendamping Air Susu ibu (MPASI)

Pengertian MPASI adalah makanan atau minuman selain ASI yang mengandung gizi diberikan pada bayi usia 6 bulan keatas untuk memenuhi kebutuhan gizinya (WHO, 1998; Menkes, 2007). MPASI merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga, yang pengenalan dan pemberian harus dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun jumlahnya, sesuai dengan kemampuan pencernaan bayi/anak (Ditzi, Depkes RI, 2000). Secara ideal usia bayi yang optimal untuk diperkenalkan MPASI harus ditentukan dengan membandingkan keuntungan dan kerugian dari penambahan makanan ke dalam diet sesuai usia anak yang berbeda-beda. MPASI yang diberikan lebih awal baik cair maupun padat mungkin mendorong penghentian pemberian ASI lebih awal.

Tabel 4 Angka kecukupan energi dan zat gizi bayi usia 0-24 bulan Kelompok Umur

0-6 bulan 7-11 bulan 1-3 tahun Berat Badan (Kg)

(36)

Angka kecukupan gizi (AKG) bagi bayi usia 0-3 tahun dapat dilihat pada table 4, sedangkan perkiraan zat gizi yang diperlukan dari MPASI berdasarkan rata-rata tingkat asupan ASI dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Perkiraan zat gizi yang diperlukan dari MPASI (berdasarkan taraf asupan ASI )

ZAT GIZI

6-8 bulan 9-11 bulan 12-23 bulan

asupan ASI asupan ASI asupan ASI

rendah sedang tinggi rendah sedang tinggi Rendah Sedang tinggi Protein (g/d)

Vit. A (µgRE/d) Folate (µg /d) Niacin (mg/d) Pantothenicacid(mg/d) Riboflavin (mg/d)

(37)

Tabel 6 Kepadatan (density) zat gizi yang diinginkan dari MP-ASI (per 100 kcal) berdasarkan taraf asupan ASI.

Zat Gizi

6-8 bulan 9-11 bulan 12-23 bulan asupan ASI asupan ASI asupan ASI rendah sedang tinggi rendah sedang tinggi rendah sedang tinggi

Protein (g/d) Vit. A (µ gRE/d) Folate (µ g /d) Niacin (mg/d) Pantothenicacid(mg/d)

Riboflavin (mg/d)

(38)

Tabel 7 Komposisi gizi dalam 100 gram MPASI bubuk instan untuk bayi 6-12 bulan

No. Zat Gizi sat uan Kadar

1. Energi kkal 400 – 440

2. Prot ein (kualit as prot ein t idak kurang dari 70% kualit as kasein)

g 15 – 22

3. Lem ak (kadar asam linoleat m inim al 300 m g per 100 kkal at au 1,4 gram per 100 gram produk

g 10 – 15

4. Karbohidrat : Gula (sukrosa) Ser at

g g

M aks 30 M aks 5

5. Vit amin A m cg 250 – 350

6. Vit am in D m cg 7 – 10

7. Vit amin E mg 4 – 6

8. Vit amin K m cg 7 – 10

9. Thiam in (B1) mg 0.3 – 0.4

10. Riboflavin mg 0.3 – 0.5

11. Niasin mg 2.5 – 4.0

12. Vit am in B12 m cg 0.3 – 0.6

13. Asam Folat m cg 40 – 100

14. Vit am in B6 mg 0.4 – 0.7

15. Asam Pant ot enat mg 1.3 – 2.1

16. Vit am in C mg 27 – 35

17. Besi mg 5 – 8

18. Kalsium mg 200 – 400

19. Nat rium mg 240 – 400

20. Seng mg 2.5 – 4.0

21. Io dium m cg 45 – 70

22. Fosfor mg perbandingan Ca:P

= 1.2 – 2.0

23. Selenium m cg 10 – 15

24. Ai r g M aks. 4

Sum ber : M enkes RI, 2007.

Peran Zinc dalam Proses Metabolisme

(39)

Zinc merupakan komponen penting dari sejumlah besar (>300) enzim yang berpartisipasi dalam pembentukan dan pemecahan karbohidrat, lemak, protein dan asam nukleat yang sama seperti metabolisme mikronutrien lain dengan Kadar normal dalam serum 10.7 – 20.0 µ mol/L. Zinc menstabilisasi struktur molekuler dari komponen dan membran seluler, dan ikut memelihara sel serta integritas organ. Zinc berperan penting dalam polynucleotide transcription dan proses ekskresi gen. Zinc mempunyai peran sentral dalam sistem imun, mempengaruhi sejumlah aspek imunitas seluler dan humoral. Defisiensi zinc yang menyebabkan penurunan dalam aktifitas hormon thymic telah disarankan bahwa lebih dari 80% dari thymic factor activity (TFA) diukur dengan assay yang tergantung pada zinc. Pada keadaan kekurangan zinc maka kemampuan untuk membentuk sel cytotoxin (Tc) dalam kelenjar limpa (spleen) akan terganggu. Pada sisi lain kelebihan intik zinc juga mengganggu respon zinc (Chandra, 1985).

Meerarani, et al (2000), mempelajari efek defisiensi zinc dan suplementasi pada induksi apoptosis dengan mengukur aktifitas caspase 3, cell binding of annexin V, serta fragmentasi DNA. Data menunjukkan bahwa zinc penting untuk integritas sel endothelial dalam system darah, barangkali dengan mengatur kejadian-kejadian signal untuk menghambat kematian sel apoptotic.

Gejala klinis yang tampak pada defisiensi zinc tingkat berat adalah pertumbuhan yang terhambat, tertundanya kematangan sex dan tulang, luka kulit, diare, gangguan nafsu makan, kekebalan tubuh menurun, dan perubahan perilaku. Dampak defisiensi zinc tingkat ringan dan sedang kurang jelas. Berkurangnya rata-rata pertumbuhan dan kerusakan pertahanan imum merupakan tanda kekurang zinc tingkat sedang. Dampak lain seperti rusaknya rasa dan penciuman, tertundanya penyembuhan luka yang dikatakan sebagai rendahnya intik zinc kurang dipantau secara konsisten (FAO-UN and WHO, 2001).

(40)

untuk ke dua kelompok. Hasil studi menunjukkan konsentrasi serum zinc meningkatkan pada kedua kelompok selama penyembuhan penyakit, dan suplementasi zinc menunjukkan efek yang signifikan. Respon perkembang biakan (proliferasi) lymphocyte pada kelompok zinc relatif meningkat dibanding kelompok kontrol (P=0,002), tetapi tidak terdapat efek yang signifikan yang terlihat pada konsentrasi cytokine (IL2 dan IFN ? ) yang dilepas dari sel mitogen-stimulated mononuclear atau konsentrasi cytokine (IL2, IFN ?, IFN 1ß ) dalam feces. Diantara antigen (LPS dan Ipa) – antibody specific, plasma Ipa-specif ic Immunoglobulin G pada hari ke 30 yang secara signifikan merespon lebih tinggi pada kelompok zinc daripada kontrol. Namun demikian, kedua kelompok tidak berbeda secara nyata dalam respon antigen-spesifik yang lain dalam plasma dan feses.

Peran Iodin dalam Proses Metabolisme

Peran fisiologi iodin dalam tubuh manusia adalah pembentukan hormon thyorid oleh kelenjar thyroid. Kebutuhan konsumsi iodium ditentukan oleh produksi T4 secara normal oleh kelenjar thyroid tanpa penekanan mekanisme trapping iodin thyroid atau meningkatnya kadar hormon stimulasi thyroid (TSH). Iodin digunakan kelenjar thyroid untuk sintesa hormon thyroid, dan pengeluaran iodin urine dari ginjal. Ekskresi iodin urine merupaka indikator yang baik bagi asupan iodin (Gibson, 2005). Pada kondisi normal dimana secara klinis tidak terjadi kekurangan iodin atau bentuk gondok endemik maupun kretinisme, maka ekskresi iodium urine menunjukkan rata-rata kebutuhan iodium per hari. Indeks yang penting untuk menentukan kebutuhan iodin adalah T4 dalam serum dan kadar TSH (menunjukkan status thyroid yang normal) serta ekskresi iodin urine.

(41)

perkembangan otak dan sistem syaraf pusat. Gangguan yang terjadi tidak dapat diperbaiki, dan hal yang serius akan terjadi kretinisme. Penanganan pada bayi yang menderita defisiensi iodin akan berhasil bila diberikan sedini mungkin yaitu sejak bayi memasuki usia 3 bulan (Widodo, 2009). Hasil observasi yang dilakukan Balai Penelitian GAKI Borobudur Magelang sejak tahun 2000 terhadap 20 bayi perineonatus, menunjukkan bahwa pemberian hormon thyroxine sejak usia 3 bulan mempunyai keberhasilan yang tinggi. Ssebesar 98% bayi mampu mencapai perkembangan normal dengan pemberian hormon thyroxine setiap hari dalam bentuk tablet hormon lypothyroxine dengan dosis 0.2 mg per kg berat (Widodo, 2009).

Peran fisiologi yang lain dari hormon thyroid adalah mengontrol beberapa proses metabolisme dalam tubuh. Termasuk karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral. Sebagai contoh hormon thyroid meningkatkan produksi energi. Lipolysis, dan mengatur neuglucogenesis dan glycolisis. Anjuran untuk usia 7-12 bulan sebesar 15 mcg/kgBB/hari, dengan batas anjuran maksimal sebesar 140 mcg/kgBB/hari (Shils et al., 2006).

Tepung Pury dari Pupa Ulat Sutera Mulberry

Pupa adalah bagian isi dari kokon yang merupakan produk sampingan dari industri pembudidayaan ulat sutera. Pupa telah dimanfaatkan sebagai pangan di negara-negara Asia dalam bentuk tepung. Di Hongkong, China, Korea dan Jepang dijual sebagai makanan komersial untuk sumber protein hewani dalam sup dan saus, yang merupakan makanan khusus bagi diet penderita jantung dan diabet karena kandungan kolesterol yang rendah (Singhal et al, 2001). Pupa jenis tussah digunakan sebagai obat penurun kolesterol dan tekanan darah karena mengandung lebih dari 70% asam lemak tak jenuh ganda dan untuk obat hepatitis karena mengandung 36% asam amino esensial (Huang, 2001).

(42)

menghasilkan 31.25 ton (12.5%) benang sutera (Kaomini, 2006a). Artinya bahwa hanya 12.5% dari total kokon yang dimanfaatkan, sedangkan sisanya 87.5% termasuk pupa merupakan limbah yang bila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan cemaran lingkungan (udara dan air) bagi penduduk sekitar sentra industri sutera. Melalui teknologi sederhana, limbah pupa hasil samping produksi sutera dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan yang mempunyai nilai gizi dan ekonomi serta ramah lingkungan. Setengah dari limbah pupa akan menghasilkan liquid pupa untuk tepung Pury dan setengahnya sebagai pakan ternak baik unggas maupun ikan, sehingga tidak ada limbah yang tersisa yang mencemari lingkungan.

Secara budaya, daya terima pupa Mulberry di India bagian Timur mencapai + 24.6% pada kelompok usia 21-30 tahun keatas (P>0.05). Alasan mengapa pupa diterima responden di India adalah karena memang secara tradisi sudah diterima (83.4%), alasan rasa (70.3%), menambah variasi dalam diet (55.0%) dan 43.9% karena alasan ketersediaan. Walau tidak biasa dimakan, adanya makanan dari pupa secara lokal dapat digunakan sebagai bahan pengganti yang secara budaya mempunyai daya terima dan nilai gizi tinggi serta dapat digunakan sebagai makanan alternatif yang berpotensi bagi penduduk yang kurang gizi (Mishra et al, 2006).

Tabel 8 Komposisi zat gizi pupa ulat sutera

Komposisi Berat kering (%)

Moisture Chitin Crude protein

Water soluble protein Carbohydrat

Amino Acid Minerals Potassium Sodium Calsium Phosporus Vitamin C

9.88 4.30 71.75 26.10 6.85 27.35

(43)

Bose dan Majunder (1990) dalam Singhal et al (2001) melaporkan bahwa tepung pupa terdiri dari air 7.18%; fat 29.57%; protein 48.98%; glycogen 4.65%; chitin 3.37%; abu 2.19% dan lainnya seperti vitamin 3.7% . Keunggulan dari pupa terutama adalah protein dan asam lemak tak jenuh, juga vitamin dan mineral serta asam amino esensial maupun non-esensial yang sangat dibutuhkan bagi tumbuh-kembang anak. Komposisi zat gizi secara lengkap dari pupa ulat sutera dapat dilihat pada Tabel 8 sedangkan komposisi asam amino pada Tabel 9.

Tabel 9 Komposisi Asam Amino dari pupa ulat sutera dan rujukan FAO untuk protein.

Sumber protein Pupa ulat sutera Rujukan FAO

Lysine

Leucine + isoleucine Valine + methionine Threonine

Cystine Tyrosine Histidine Arginine Glutamic acid Glycine Serine Alanine Proline Cysteic acid

2.60 6.73 4.95 1.46 0.21 1.53 1.46 2.47 0.25 4.60 2.33 4.90 4.40 0.28

4.30 9.30 6.60 2.90 2.10

Nilai dihitung dalam gram per 16 gram N

Sumber : Majumder et.al (1994) dalam Singhal et.al (2001).

(44)

22

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

Kerangka Pemikiran

Kualitas anak atau kelangsungan hidup anak yang baik tercermin dari pertumbuhan dan perkembangan yang normal yang merupakan dua proses atau peristiwa yang sifatnya berbeda tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan. Pertumbuhan dan perkembangan anak secara langsung dipengaruhi cukup tidaknya asupan energi dan zat gizi serta ada tidaknya penyakit infeksi. Asupan energi dan zat gizi yang kurang dalam waktu lama menyebabkan anak mudah terserang penyakit. Adanya infeksi menyebabkan kebutuhan tubuh akan zat gizi meningkat, sementara nafsu makan menurun sehingga kesehatan tubuh semakin memburuk. Perkembangan selanjutnya dapat berpengaruh pada kecerdasan dan produktivitas kerja dimasa dewasa. Faktor penyebab tak langsung adalah pola asuh yang kurang tepat seperti pemberian ASI, MPASI, dan perawatan kesehatan bayi, ketersediaan pangan keluarga, dan pelayanan kesehatan.

Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI) adalah elemen penting dalam pemeliharaan bayi dan anak. SK Menkes no 450/Menkes/IV/2004 sejalan dengan rekomendasi WHO/UNICEF adalah menyusui eksklusif sejak lahir untuk 6 bulan pertama dan meneruskan bersama MPASI. Pemberian MPASI yang tepat sangat penting bagi bayi apalagi bayi yang menderita gizi kurang, untuk menjamin dan bahkan mengejar pertumbuhan fisik dan perkembangan motorik seperti bayi dengan status gizi normal (Pojda and Kelley, 2000). Sehubungan dengan hal tersebut, intervensi MPASI-Pury selama 3 bulan bagi bayi mulai usia 6 atau 7 bulan dengan keadaan gizi kurang atau nyaris gizi kurang, diharapkan dapat meningkatkan secara langsung berat badan, panjang badan dan lingkar kepala serta status biokimia bayi sehingga berdampak positif pada peningkatan status gizi serta perkembangan motorik. Secara keseluruhan kerangka pikir dapat dilihat pada Gambar 2.

(45)

23 dalam darah adalah kadar zinc dalam serum dan konsentrai T4 dan TSH serum (Gibson, 2005; Benoist et al., 2007). Indikator perkembangan motorik anak khususnya pada usia dibawah satu tahun dapat diukur dengan milestone dasar menggunakan Skala Bayley III (Bayley, 2006).

KELANGSUNGAN HIDUP ANAK

INDEKS PERKEM BANGAN M OTORIK

-BB, PB, LK -Kadar T4 serum -Kadar TSH serum -Kadar Zn serum

INDEKS PERKEM BANGAN M OTORIK

-BB, PB, LK -Kadar T4 serum -Kadar TSH serum -Kadar Zn serum

Asupan Energi & Protein Asupan

Energi & Protein INFEKSI

Pola Asuh -M akanan -Kesehatan

M PASI-pury M PASI-komersial

Kualitasdan Kuantitas M PASI

Pelayanan-Gambar 2 Kerangka pemikiran efikasi MPASI-Pury terhadap pertumbuhan fisik dan perkembangan motorik bayi gizi kurang 6-12 bulan.

Hipotesis

1. Mutu gizi MPASI-Pury lebih baik dibanding MPASI-komersial. 2. Pemberian MPASI-Pury menghasilkan pertumbuhan fisik (Berat

(46)

24 3. Pemberian MPASI-Pury menghasilkan perkembangan motorik bayi

(gerakan kasar dan halus berdasarkan Skala Bayley III) lebih tinggi dibanding kelompok MPASI-komersial.

Batasan Operasional

1. Bayi gizi kurang adalah adalah bayi yang mempunyai indikator berat menurut umur dengan z-skor < -2SD s/d – 3SD standar WHO 2006.

2. Bayi nyaris gizi kurang adalah bayi yang mempunyai indikator berat badan menurut umur dengan nilai z-skor – 1.5 SD s/d – 2SD.

3. Pertumbuhan fisik bayi adalah perubahan ukuran tubuh yang diukur berdasar - kan pertambahan berat badan (gram), panjang badan (cm) dan lingkar kepala (cm) . Pertumbuhan fisik diukur dua kali yaitu pada bulan ke 6 atau ke 7 dan bulan ke 9 atau ke 10.

4. Perkembangan motorik bayi adalah kemampuan bayi melakukan gerakan kasar dan gerakan halus sesuai usianya diukur berdasarkan skala Bayley III.

Pengukuran dilakukan dua kali (oleh tenaga terlatih) pada bulan ke 6 atau ke 7 dan pada bulan ke 11 atau ke 12.

5. Status Gizi adalah pertumbuhan fisik bayi 6-11 bulan yang diukur secara antro- pometri berdasarkan indeks BB/U, PB/U, BB/PB dan LK/U menggunakan z- skor dengan standar WHO 2006.

6. Status kesehatan adalah informasi tentang jenis penyakit (malaria, kecacingan, saluran pencernaan diare, campak, polio, TB, ISPA) yang diderita bayi dalam periode satu bulan terakhir, yang diperoleh melalui wawancara dengan ibu bayi dan observasi (pemeriksaan) petugas medis sebelum dan sesudah intervensi. 7. Status biokimia adalah kadar zinc, T4 dan TSH dalam serum yang

(47)

25 9. Status sosial ekonomi Rumah Tangga : adalah keadaan keuangan rumah tangga dalam rupiah per kapita per bulan, yang diperoleh melalui wawancara berdasar- kan rata-rata pendapatan ayah per bulan dibagi jumlah anggota keluarga.

(48)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian berlangsung selama 2 tahun (Juli 2007 s/d Juli 2009) di Kabupaten tangerang. Lokasi penelitian (kecamatan) dipilih berdasarkan analisa BPS yang menyatakan bahwa Kecamatan Teluknaga termasuk wilayah kuadran I di Kabupaten Tangerang. Kuadran I menunjukkan bahwa indeks pembangunan manusia (IPM) rendah dan produk domestik rata-rata bruto (PDRB) per kapita juga rendah (Harjatmo, 2005). Waktu dan tempat kegiatan penelitian pada Tabel 10.

Tabel 10 Waktu dan tempat aktivitas penelitian No Waktu dan tempat Aktivitas 1.

2.

3.

4.

5.

6.

Juli – Desember 2007, laboratorium percobaan makanan GM-FEMA- IPB.

September 2007-September 2008, laboratorium percobaan makanan GM-FEMA-IPB.

Desember 2007 – Januari 2009, laboratorium percobaan makanan GM-FEMA-IPB dan laboratorium Puslitbang Gizi dan Makanan Bogor.

Maret 2008 s/d Februari 2009, wilayah Puskesmas Teluknaga, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang.

Juni-Juli 2009, laboratorium percobaan hewan, Puslitbang Gizi dan Makanan Depkes RI di Bogor.

Juni 2009, wilayah Puskesmas Teluknaga, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang.

Pembuatan tepung pupae-mulberry yang disebut Pury sebagai bahan dasar formula MPASI.

Pengembangan dan produksi MPASI formula-Pury.

Analisis mutu gizi dan keamanan pangan dari Pury dan MPASI formula-Pury.

Studi efikasi pada bayi 6-12 bulan dengan status gizi kurang atau nyaris gizi kurang.

Percobaan pada hewan tikus untuk mendapatkan data pendukung tentang mutu protein, keamanan pangan dan dampak MPASI formula-Pury terhadap pertumbuhan.

(49)

Produk Makanan Pendamping Air Susu Ibu

Dua macam produk MPASI yang diberikan untuk bayi berupa bubuk kering yang dikemas dengan ukuran 120 gram per hari dalam aluminium foil. Produk MPASI pertama adalah formula Pury dengan 3 rasa dan aroma yaitu rasa pisang, vanila dan kacang hijau. Produk kedua adalah formula komersial yang telah dikenal masyarakat dan tersedia di lokasi penelitian dengan 3 rasa yaitu rasa pisang, beras merah dan kacang hijau. Komposisi produk MPASI yang digunakan dalam penelitian dibandingkan dengan spesifikasi teknis MPASI SK Menteri Kesehatan tahun 2007 pada Tabel 11.

Tabel 11 Komposisi produk MPASI dan spesifikasi Menkes 2007 Aspek Spesifikasi teknis

SK Menkes 2007

Produk MPASI yang digunakan Formula Pury Formula komersial Komposisi dasar :

Diperkaya dengan:

Penyedap rasa

Aroma:

Beras dan atau be- ras merah

Kacang hijau dan atau kedele Susu Gula

Minyak nabati Vitamin dan mine- ral

Ada

Pisang, beras merah, dan kacang hijau

Tep. beras merah Tepung tempe Susu formula 2 Tep. Gula halus Tepung Pury Sumber alami dari bahan yang ada.

Tidak ada

Food grade: pisang , vanila dan kacang hijau.

Beras Jagung

Tep. Susu skim Gula

Minyak nabati Premix vitamin dan mineral, pre-biotik FOS, lisin, DHA.

Tidak ada kete - rangan

Tepung: pisang, beras merah, kacang hijau.

Populasi, Contoh dan Teknik pengambilan contoh

(50)

mampu, yang tinggal di wilayah Puskesmas Teluknaga Tangerang. Penentuan besaran contoh menggunakan dasar (analogi) penelitian ”Pengaruh Pemberian L-Glutamin pada MPASI Pemulih terhadap Mutu Protein, Profil Imunitas Seluler dan Pertumbuhan Bayi 6 bulan yang mengalami Berat Badan Kurang (Underweight)” (Sunaryo, 2004). Besar contoh yang diinginkan merupakan perubahan berat badan minimal yaitu 350 gram dengan standar deviasi (SD) dari kelompok perlakuann dan kelompok kontrol (490 gram vs 520 gram), selang kepercayaan 95%, dan kekuatan uji 80%. Penentuan besar contoh dihitung dengan formula (Madiyono dkk, 2002) :

{(Za + Zß )² (s 1 ² + s 2 ² )} n = --- (d)²

n = ukuran contoh

Za = sebaran normal dengan taraf nyata 95% (1,96). Zß = sebaran normal dengan kekuatan uji 80% (0,84)

s1 = standar deviasi perubahan berat pada kelompok percobaan = 490 gram (Kenaikan rata-rata berat badan = 780 + 490 gram)

s2 = standar deviasi perubahan berat pada kelompok kontrol = 520 gram (Kenaikan rata-rata berat badan = 720 + 520 gram)

d = harapan perbedaan rata-rata berat badan antara kedua kelompok 350 gram

Jumlah contoh yang diperlukan à N = {1.96 + 0.84) ² (0.49 ² + 0.52 ²)} / (0.35)² ( 2.8)

²

(0.2401 + 0.2704 ) / (0.1225)

7.84 (0.5105) / 0.1225

4.00232 /0.1225 = 32.672 Cadangan 10 % ... 3.26 --- + 35.9 à dibulatkan 36 contoh

(51)

Pemilihan contoh sebagai kelompok Pury maupun kelompok komersial ditetapkan berdasarkan random desa. Kelompok kontrol adalah bayi usia 9-10 bulan dengan status gizi kurang atau nyaris gizi kurang yang tidak termasuk dalam kelompok Pury maupun kelompok komersial. Jumlah bayi contoh pada kelompok kontrol sebanyak 16 bayi yang diambil secara sensus di 13 desa wilayah Puskesmas Kecamatan Teluknaga.

Kabupeten Tangerang (26 Kecamatan )

Dipilih beAKGsarkan kuadran à

Kecamatan Teluknaga ( 13 desa )

Sensus contoh sesuai kriteria à

Daftar 72 bayi contoh

Random à

36 bayi contoh (kelompok Pury) 36 bayi contoh (kelompok komersisal) (daftar bayi gizi kurang usia 6-7 bulan) (daftar bayi gizi kurang usia 6-7 bulan) Baseline Baseline

3 bulan (MPASI-Pury) 3 bulan (MPASI-komersial)

n = 36 n = 36 Endpoint ada bulan ke 9-10 Endpoint dan bulan ke 11-12

Gambar 3 Skema cara pengambilan contoh

Rancangan Penelitian

(52)

MPASI komersial (CG) yang masing-masing berjumlah 36 bayi sesuai kriteria inklusi. Kelompok PG diberi Pury dan kelompok CG diberi MPASI-komersial yang tersedia dan dikenal di lokasi penelitian. Pada akhir penelitian dilakukan survei konsumsi pada kelompok kontrol yaitu bayi dengan status gizi kurang atau nyaris gizi kurang usia 9-10 bulan yang tidak pernah mendapat intervensi MPASI dari studi efikasi maupun dari Puskesmas setempat.

Sebelum MPASI dibagikan, petugas menjelaskan dan mendemonstrasikan cara persiapan dan atau pemasakan MPASI, serta porsi setiap kali makan yang harus diberikan pada bayi. Pada periode dua minggu pertama, tim peneliti didampingi kader atau bidan desa mengunjungi setiap bayi untuk melakukan observasi dan menanyakan masalah yang ditemui ibu bayi dalam memberikan MPASI. Masalah dan kemungkinan pemecahannya langsung didiskusikan sekaligus memberikan penguatan pada ibu bayi untuk tetap melanjutkan memberikan MPASI pada bayi sesuai ketentuan.

Bayi dianjurkan untuk menghabiskan satu sachet (@ 120 gram per hari yang dikonsumsi secara bertahap sesuai usia dan kemampuan bayi. Paket MPASI dibungkus per minggu dengan isi 7 sachet dan diberikan 2 minggu sekali dimasukkan dalam kantong atau tas plastik warna hitam. Paket MPASI diberikan pertama kali di Puskesmas lengkap dengan penjelasan pada ibu bayi. Pemberian selanjutnya melalui kurir yaitu kader atau bidan desa setempat langsung kepada ibu bayi. Paket MPASI diberikan selama 3 bulan berturut-turut tanpa dipungut biaya.

Pengumpulan dan Pengukuran Data

(53)

(setelah 3 dan 5 bulan intervensi) diambil di Puskesmas oleh tenaga profesional. Tabel 12 menunjukkan jenis informasi dan metode yang digunakan.

Tabel 12 Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Aspek Peubah Cara Pengukuran

Sosial ekonomi keluarga

Pendapatan kepala rumah tangga (ayah) dalam rupiah perbulan.

Wawancara, menggunakan kuesioner

Intik energi dan protein sehari

Energi (kcal), Protein (gr), Menggunakan metode food recall 24 jam

Status biokimia Kadar zinc serum

Konsentrasi T4 dan TSH serum.

Metode AAS

Metode Chemillumine Scece

Pertumbuhan fisik bayi

Berat badan (BB)

Panjang badan (PB)

Lingkar kepala

Penimbangan bayi dilakukan di Puskesmas dengan alat timbang bayi ketelitian 0.05 kg.

Pengukuran panjang badan dilakukan dengan alat panjang badan (papan kayu yang diberi microtoise) dengan ketelitian 0.1 cm.

Pengukuran lingkar kepala dengan meterline ketelitian 0,1 cm.

Pengukuran BB, PB, LK dilakukan sebelum dan sesudah intervensi, serta 2 bulan setelah intervensi selesai.

Status

perkembangan

Perkembangan motorik (Skala Bayley III)

Pengukuran dilakukan oleh tenaga terlatih selama 2 kali yaitu sebelum intervensi (usia bayi 6-7 bln) dan 2 bulan setelah intervensi selesai (usia bayi 11-12 bulan) dengan instrumen Skala Bayley III. Status kesehatan Ada tidaknya penyakit yang

diderita bayi pada saat pemeriksaan.

Berdasarkan pemeriksaan klinis dan observasi pada bayi serta wawancara tenaga medis kepada orang tua bayi. Pemeriksaan dilakukan sebelum, selama dan sesudah intervensi.

Status gizi bayi Menggunakan indeks BB/U,

PB/U, BB/PB dan LK/U

Diukur berdasarkan perhitungan z-skor dengan standar WHO 2006. Kepatuhan

Pemberian MP-ASI

Tingkat kepatuhan : Jumlah MPASI yang dikonsumsi sampel dalam satuan bungkus perbulan.

(54)

Pengolahan dan Analisis Data

Data diolah dengan alat bantu komputer untuk asupan makanan (energi dan protein) dan nilai z-skor antropometri (BB/U, PB/U, BB/PB. LK/U) serta melalui laboratorium untuk status biokimia. Penghitungan nilai z-skor setiap indeks antropometri menggunakan standar WHO tahun 2007 dengan sofware WHO anthroplus fersion 02 tahun 2009 (WHO, 2009). Data perkembangan motorik diolah sesuai skala Bayley III. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan analitik.

Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan (kelompok Pury dan komersial) dilakukan uji pembedaan yaitu ANOVA dan t-test pada a 0.05. Uji korelasi bivariat dilakukan dengan uji Pearson dua arah pada level 0.01 dan 0.05. Sedangkan untuk mengetahui interaksi antar faktor penentu dampak pemberian MPASI-Pury terhadap pertumbuhan fisik dan perkembangan motorik bayi digunakan persamaan regresi logistik ganda.

Model Regresi Logistik untuk menganalisis pertumbuhan fisik : Y1234 = ßo+ß1X1+ß2X2+ß3X3+ß4X4+ß5X5+E dimana, Y1234 = Z-skor BB/U, PB/U, BB/PB, LK/U.

ßo = konstanta; ß1...ß5 = koefisien regresi; E = eror X1 = perlakuan MPASI à 0=formula komersial ; 1=formula Pury, X2 = intik energi sehari (% AKG)

0: defisiensi (< 80% AKG) 1: cukup (>=80% AKG) X3 = intik protein sehari (% AKG)

0: defisiensi (< 80% AKG) 1: cukup (>=80% AKG) X4 = kadar zinc dalam serum

0: defisiensi (< 10,7 µmkol/L) 1: normal (>= 10.7 µmkol/L X5 = status kesehatan à 0=tidak sehat ; 1=sehat

Model Regresi Logistik untuk menganalisis perkembangan motorik : Y123 = ßo+ß1X1+ß2X2+ß3X3+ß4X4+E dimana,

Y123 = Z-skor perkembangan motorik (1:motorik umum; 2:halus; 3:kasar) ßo = konstanta; ß1...ß4 = koefisien regresi; E = eror

(55)

X2 = kadar zinc dalam serum

0: defisiensi (< 10,7 µmkol/L) 1: normal (>= 10.7 µmkol/L X3 = Z-skor BB/U

0: < -2,32 SD; 1: > -2,32 SD X4 = Z-skor LK/U

Gambar

Tabel 3   Tujuh kategori penilaian komposit menurut skala Bayley III
Gambar 1   Faktor-faktor penyebab gizi buruk (UNICEF, 1997).
Tabel 4    Angka kecukupan energi dan zat gizi bayi usia 0-24 bulan
Tabel 5     Perkiraan zat gizi yang diperlukan dari MPASI                       (berdasarkan taraf asupan ASI )
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan : Mengetahui hubungan antara status gizi dengan perkembangan motorik kasar anak usia bayi dan balita (0-59 bulan) di Puskesmas Pandanwangi Malang.. Metode

Kesimpulan : Tidak ada perbedaan status gizi pada bayi umur 0-6 bulan antara bayi yang mendapatkan ASI dengan bayi yang mendapatkan ASI ditambah susu formula di Kelurahan

dan Susu dot dengan tambahan MPASI pada perkembangan bicara bayi usia

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan di Yogyakarta bahwa status pemberian ASI berpengaruh terhadap status gizi bayi usia 4-11 bulan dan bayi yang

Pengetahuan Ibu tentang pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) secara dini pada bayi 0-6 bulan di Ruang Anak Rumah Sakit Djatiroto di kategorikan memiliki

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pemberian MP-ASI dini dengan status gizi bayi usia 6-12 bulan di wilayah kerja Puskesmas Harapan

Status gizi bayi usia 0-6 bulan yang diberi ASI eksklusif di BPS Suratni Bantul Yogyakarta sebagian besar responden adalah gizi baik yaitu 12 orang (80%). Status gizi bayi usia

Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah apakah ada pengaruh pemberian MPASI sebelum usia 6 bulan terhadap pertumbuhan dan kejadian diare pada bayi..