• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perjanjian Pelayanan Kesehatan Pasien Kurang Mampu Antara Pihak Rumah Sakit Umum Dengan Pasien

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perjanjian Pelayanan Kesehatan Pasien Kurang Mampu Antara Pihak Rumah Sakit Umum Dengan Pasien"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

1

ANTARA PIHAK RUMAH SAKIT UMUM DENGAN PASIEN

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

OLEH :

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN BETARI KARLINA

NIM : 110200244

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

(2)

PERJANJIAN PELAYANAN KESEHATAN PASIEN KURANG MAMPU ANTARA PIHAK RUMAH SAKIT UMUM DENGAN PASIEN

SKRIPSI

OLEH :

NIM : 110200244

BETARI KARLINA GINTING

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

Disetujui Oleh :

NIP. 196603031985081001 Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Sunarto Adiwibowo, S.H.,M.Hum.

NIP. 195203301976011001

NIP. 195902051986012001

Rabiatul Syahriah, S.H.,M.Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

i

Rabiatul Syahriah, S.H., M.Hum.**) Sunarto Adiwibowo, S.H., M.Hum.*)

Jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana prosedur penanganan pasien, bagaimana tanggung jawab hukum pihak rumah sakit umum terhadap Peserta Jaminan Kesehatan Nasional yang menggunakan pelayanan kesehatan pada rumah sakit umum, apa kendala dan upaya dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi para peserta jaminan kesehatan nasional.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis normatif yaitu dengan melakukan analisis terhadap permasalahan dengan pendekatan asas-asas hukum serta mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan yuridis empiris dengan melakukan penelitian lapangan di RSU. Kabanjahe.

Prosedur penanganan pasien BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Umum Kabanjahe, yaitu : dalam pelayanan rawat jalan, pasien BPJS Kesehatan tiba di rumah sakit, pasien/ keluarga tidak langsung melakukan pendaftaran di loket pendaftaran (Rekam Medis), tetapi pasien harus menuju Tim Pengendali BPJS. Pelayanan rawat inap pasien BPJS terhadap pasien memiliki 2 cara yaitu, pasien BPJS bisa datang ke bagian BPJS Rumah Sakit atau pasien BPJS bisa langsung menuju tempat pendaftaran pasien rawat inap. Pasien yang memerlukan pelayanan gawat darurat dapat langsung memperoleh pelayanan di setiap fasilitas. RSU Kabanjahe bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di rumah sakit, jika RSU belum menyediakan fasilitas kesehatan yang memenuhi kebutuhan medis pasien BPJS wajib memberikan kompensasi dalam bentuk penggantian uang tunai, pengiriman tenaga kesehatan dan penyediaan fasilitas kesehatan tertentu. Untuk mengatasi setiap kendala pelayanan di rumah sakit, rumah sakit harus melakukan penataan kelembagaan yang berorientasi pada proses pelayanan kepada pasien.

Kata Kunci : Jaminan Kesehatan, Pasien Kurang Mampu, Rumah Sakit.

_____________________________________

*** Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Dosen Pembimbing II

(4)

ii

Pujian dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang

tetap setia dalam setiap perbuatanNya. Bersyukur untuk setiap pertolongan Tuhan

yang terus memelihara bahkan sampai selesainya skripsi ini, sungguh bukan

karena kuat dan hebat penulis, Dialah yang berkarya. Terpujilah Tuhan. Pada

kesempatan ini penulis dengan rendah hati mempersembahkan skripsi yang

berjudul “Perjanjian Pelayanan Kesehatan Pasien Kurang Mampu Antara Pihak

Rumah Sakit Umum Dengan Pasien

”.

Skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi

persyaratan kelulusan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

Tanpa bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak, tidak mudah

bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin

memberikanucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Runtung, S.H.,M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H.,MH., selaku Wakil Dekan I Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Syafruddin, S.H.,MH.,DFM selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Saidin, H., M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum

(5)

iii

Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Rabiatul Syahriah, S.H.,M.Hum, selaku sekretaris Departemen Hukum

Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai

Dosen Pembimbing II.

7. Ibu Dra. Zakiah, M.Pd., selaku Dosen Penasehat Akademik penulis selama

penulis duduk di bangku perndidikan S1 Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

8. Terimakasih untuk Bapak Sunarto Adi wibowo, S.H.,M.Hum selaku

Dosen Pembimbing I yang telah menolong penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini, bersyukur boleh menjadi mahasiswa bimbingan skripsi bapak.

9. Seluruh Dosen Pengajar yang mengabdikan diri di Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, terpujilah Tuhan untuk pelayanan Bapak dan

Ibu dalam mendidik calon pemimpin bagi bangsa ini.

10.Seluruh staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

untuk setiap pelayanan terbaik yang boleh diberikan.

11.Kedua orang tua penulis yang terkasih dan luar biasa Morris Ginting, S.H.

dan dr.Saberina Tarigan,MARSyang selalu memberikan doa,kasih sayang,

dukungan, perhatian dan bantuan yang sangat tak ternilai kepada penulis

selama menjalani masa perkuliahan di Universitas Sumatera Utara dan

dalam penyelesaian skripsi ini.

12.Abang, kakak, dan adik penulis Mazmur Eka Ulin,S.T., Orry

Giovanni,S.T., Nessya Callista,S.T.,MM, Joscelind,S.T., Elvara Regita dan

(6)

iv dan penyelesaian skripsi ini

14.Sahabat terkasih Margaretha Oktaviani, Ibreina Saulisa Agitha Pandia,

Dyna Sri Wahyuni Hasibuan, Fransisca Kosasih, Nathan Lumbanraja, dan

Tody Valery Marpaung yang merupakan teman belajar bersama,

berdiskusi, konsultasi, teman saat menghadapi berbagai kesulitan dan

kesenangan selama menjalani perkuliahan di Universitas Sumatera Utara

dan penyelesaian skripsi ini.Terima kasih banyak sahabat seperjuangan

15.Someone special,i do really thanks to God for i have you. Love and pray, still and always. Thanks for praying that much for me.(JK)

16.Adik terkasih penulis Fitty Friany Simamora yang merupakan adik di

kampus yang selalu memberikan doa, semangat, dan perhatian dalam

penyelesaian skripsi ini

17.Teman-teman seperjuangan stambuk 2011 di Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara, Maruli Sinaga, Frans Yoshua Sinuhaji, Tulus Pardamean

Nababan dan lainnya yang tidak tersebutkan satu per satu. Mari menjadi

Alumni berintegritas yang takut akan Tuhan.

18.Para penulis buku-buku dan artikel-artikel yang penulis jadikan referensi

data guna pengerjaan skripsi ini

19.Seluruh pihak yang telah membantu dan mendukung penulis yang tidak

dapat penulis sebutkan satu per satu selama menjalani perkuliahan di

Universitas Sumatera Utara dan penyelesaian skripsi ini. Terimakasih

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih perlu penyempurnaan.

(7)

v

kontribusi yang berarti bagi perkembangan ilmu hukum dan memberikan

manfaat bagi kita semua.

Medan, Maret 2015

Penulis

(8)

vi

ABSTRAK... ... i

KATA PENGANTAR...ii

DAFTAR ISI... vi

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang... 1

B.Permasalahan...5

C.Tujuan Penulisan...6

D.Manfaat Penulisan... 6

E. Metode Penelitian... 7

F. Keaslian Penulisan... 10

G.Sistematika Penulisan...11

BAB II HUKUM PERJANJIAN SECARA UMUM A.Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian... 13

2. Unsur-unsur Perjanjian... 15

3. Asas-asas Hukum Perjanjian... 17

4. Syarat Sah Perjanjian... 21

5. Wanprestasi... 23

6. Berakhirnya Perjanjian... 25

(9)

vii

c. Tujuan Jaminan Kesehatan Nasional... 29

d. Ruang Lingkup Peserta Jaminan Kesehatan Nasional... 30

e. Program Jaminan Kesehatan Nasional... 33

BAB III TINJAUAN TENTANG PELAYANAN KESEHATAN PASIEN KURANG MAMPU A.Pengertian Pelayanan Kesehatan,Pasien dan Rumah Sakit... 37

B.Ketentuan Kriteria Pasien Kurang Mampu... 47

C.Hubungan Dokter,Pasien dan Rumah Sakit... 50

D.Hak dan Kewajiban Pasien... 56

BAB IV PERJANJIAN PELAYANAN KESEHATAN PASIEN KURANG MAMPU ANTARA PIHAK RUMAH SAKIT UMUM DENGAN PASIEN A. Prosedur Penanganan Pasien... 70

B. Tanggungjawab Hukum Pihak Rumah Sakit Umum terhadap Peserta Jaminan Kesehatan Nasional yang Menggunakan Pelayanan Kesehatan Pada Rumah Sakit Umum...84

C. Kendala dan Upaya Dalam Memberikan Pelayanan Kesehatan bagi Para Peserta Jaminan Kesehatan Nasional...87

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 90

B. Saran... 91

DAFTAR PUSTAKA... 93

(10)

i

Rabiatul Syahriah, S.H., M.Hum.**) Sunarto Adiwibowo, S.H., M.Hum.*)

Jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana prosedur penanganan pasien, bagaimana tanggung jawab hukum pihak rumah sakit umum terhadap Peserta Jaminan Kesehatan Nasional yang menggunakan pelayanan kesehatan pada rumah sakit umum, apa kendala dan upaya dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi para peserta jaminan kesehatan nasional.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis normatif yaitu dengan melakukan analisis terhadap permasalahan dengan pendekatan asas-asas hukum serta mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan yuridis empiris dengan melakukan penelitian lapangan di RSU. Kabanjahe.

Prosedur penanganan pasien BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Umum Kabanjahe, yaitu : dalam pelayanan rawat jalan, pasien BPJS Kesehatan tiba di rumah sakit, pasien/ keluarga tidak langsung melakukan pendaftaran di loket pendaftaran (Rekam Medis), tetapi pasien harus menuju Tim Pengendali BPJS. Pelayanan rawat inap pasien BPJS terhadap pasien memiliki 2 cara yaitu, pasien BPJS bisa datang ke bagian BPJS Rumah Sakit atau pasien BPJS bisa langsung menuju tempat pendaftaran pasien rawat inap. Pasien yang memerlukan pelayanan gawat darurat dapat langsung memperoleh pelayanan di setiap fasilitas. RSU Kabanjahe bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di rumah sakit, jika RSU belum menyediakan fasilitas kesehatan yang memenuhi kebutuhan medis pasien BPJS wajib memberikan kompensasi dalam bentuk penggantian uang tunai, pengiriman tenaga kesehatan dan penyediaan fasilitas kesehatan tertentu. Untuk mengatasi setiap kendala pelayanan di rumah sakit, rumah sakit harus melakukan penataan kelembagaan yang berorientasi pada proses pelayanan kepada pasien.

Kata Kunci : Jaminan Kesehatan, Pasien Kurang Mampu, Rumah Sakit.

_____________________________________

*** Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Dosen Pembimbing II

(11)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan

kesejahteraandirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan

diakui oleh segenapbangsa-bangsa di dunia, termasuk Indonesia.

Pengakuan itu tercantum dalamDeklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa

tahun 1948 tentang Hak Azasi Manusia.Pasal 25 ayat (1) Deklarasi

menyatakan, setiap orang berhak atas derajat hidupyang memadai untuk

kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganyatermasuk hak atas

pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan sertapelayanan

sosial yang diperlukan dan berhak atas jaminan pada saat menganggur,

menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau

keadaanlainnya yang mengakibatkan kekurangan nafkah, yang berada di

luarkekuasaannya.1

Pada pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea empat

terdapat tujuan nasional bangsa Indonesia, yaitu melindungi segenap

bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,memajukan kesejahteraan

umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutmelaksanakan ketertiban

dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan

sosial. Untuk mencapai tujuan nasional tersebut diselenggarakanlah upaya

pembangunan yang merupakan suatu rangkaian

(12)

pembangunan yang menyeluruh dan terarah,termasuk diantaranya

pembangunan kesehatan.

Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan

perikemanusiaan,keseimbangan,manfaat,perlindungan,penghormatan

terhadap hak dan kewajiban,keadilan, gender dan nondiskriminatif dan

norma-norma agama.Serta pembangunan kesehatan bertujuan untuk

meningkatkan kesadaran,kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi

setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang

setinggi-tingginya,sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang

produktif secara sosial dan ekonomis.2

Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

mengamanatkan penyelenggaraan jaminan sosial bagi seluruh rakyat Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa

Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan

Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh

karena itu, setiap kegiatan dan upaya untuk meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan

prinsip nondiskriminatif,partisipatif,perlindungan, dan berkelanjutan yang

sangat penting artinya bagi pembentukan sumber daya manusia

Indonesia,peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa,serta

pembangunan nasional.

2

Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,

(13)

Indonesia terutama pada Pasal 34 ayat (2) yang berbunyi “Negara

mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan

memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan

martabat kemanusiaan”. Karena itu setiap individu, keluarga dan

masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan

negara bertanggung jawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi

penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu.

Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang

sistem jaminan sosial nasional juga menyatakan bahwa “Jaminan

kesehatan diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta

memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam

memenuhi kebutuhan dasar kesehatan”. Jadi jelas bahwa kesehatan

masyarakat benar-benar dilindungi oleh pemerintah dengan cara

membayarkan biaya kesehatan dengan uang anggaran dari pemerintah

yang diberikan kepada masing-masing rumah sakit maupun puskesmas

yang ditunjuk oleh pemerintah provinsi di daerah masing-masing.

Kemudian dilanjutkan dengan adanya Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 40 Tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional yang

berbunyi bahwa “peserta jaminan kesehatan adalah setiap orang yang telah

membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.

Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang

Sistem Jaminan Sosial Nasional menyatakan bahwa “Manfaat jaminan

kesehatan bersifat pelayanan perseorangan berupa pelayanan kesehatan

(14)

obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan”. Jadi, pemerintah

memberikan kepastian dalam jaminan kesehatan masyarakat kurang

mampu dengan cara membayarkan iuran-iuran tersebut melalui anggaran

yang dimiliki oleh pemerintah sehingga para warga yang kurang mampu

mendapatkan hak-haknya khususnya dalam hal kesehatan.

Sejalan dengan amanat Pasal 28 H ayat (1) Undang Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah ditegaskan bahwa setiap

orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan,kemudian dalam Pasal 34

ayat (3) dinyatakan negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas

pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang

Rumah Sakit, definisi Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan

yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna

yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.

Mengingat Rumah Sakit adalah salah satu upaya kesehatan yang

penting,penyelenggaraannya perlu diatur untuk mempermudah akses

masyarakat,meningkatkan keselamatan pasien, meningkatkan mutu

pelayanan rumah sakit, dan memberikan kepastian hukum kepada pasien,

masyarakat, sumber daya manusia rumah sakit,dan rumah sakit.

Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan

merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan

dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan yang bermutu.3

3

(15)

Pada artikel solidaritas.net terbitan 10 Januari 2015 dituliskan

bahwa masih banyak rumah sakit yang

sejumlah pasien di akhir tahun 2014 dan awal 2015 . Rokayah, pasien

bernomor BPJS 0000375768483, tidak diterima oleh Rumah Sakit Umum

Daerah (RSUD) Cengkareng. Pihak RSUD menolaknya dengan alasan

kamar telah penuh. Namun keluarga pasien memastikan hal itu dengan

memasuki kamar-kamar perawatan, dan ternyata ditemukan

delapan tempat tidur pasien yang masih kosong di RSUD itu.

Begitu juga yang telah dialami pasien yang ekonominya tidak

mampu, berumur 25 tahun, sebut saja Winda Sari. Mengalami luka-luka

pada kakinya karena ditabrak mobil. Pihak RSUD Abdul Moelok mengusir

pasien itu dari ruangan perawatan. Dengan penuh kesedihan, keluarganya

membawa pulang Winda dengan menggunakan gerobak sampah.4

B. Permasalahan

Hal ini membuktikan bahwa masih ada RSUD yang melanggar

etika dan disiplin profesi sebagai tenaga kesehatan, sebagaimana yang

telah jelas pada Pasal 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang

Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang mengamanatkan terciptanya

pelayanan kesehatan yang berasaskan kemanusiaan.

Berdasarkan dari latar belakang di atas maka permasalahan yang

diambil oleh peneliti adalah :

1. Mengenai prosedur penanganan kesehatan bagi pasien kurang mampu.

4

(16)

2. Bagaimana tanggungjawab hukum pihak rumah sakit umum terhadap

peserta jaminan kesehatan nasional yang menggunakan pelayanan

kesehatan pada rumah sakit umum?

3. Apa kendala serta upaya dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi

para peserta jaminan kesehatan nasional?

C. Tujuan Penulisan

Penulisan selalu mempunyai tujuan tertentu yang dapat

memberikan arah dalam pelaksanaan penulisan tersebut. Berdasarkan latar

belakang masalah dan permasalahan yang ada,maka tujuan yang ingin

dicapai adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan tentang

pelaksanaan pemberian pelayanan kesehatan kepada pasien kurang mampu

peserta jaminan kesehatan nasional yang menggunakan pelayanan

kesehatan pada Rumah Sakit Umum Kabanjahe.

D. Manfaat Penulisan

Setiap penulisan mempunyai manfaat yang dapat diberikan.

Adapun penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :

1. Manfaat Teoretis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada

umumnya serta Hukum Perdata mengenai perjanjian pelayanan

kesehatan antara rumah sakit dengan pasien

b. Menambah referensi dan literatur kepustakaan khususnya dalam

bidang Hukum Perdata dalam hal perjanjian pelayanan kesehatan

(17)

a. Bagi Pihak Rumah Sakit diharapkan agar dalam melaksanakan

tanggung jawab melayani kesehatan masyarakat lebih

memperhatikan etika dan hukum.

b. Bagi Penulis sebagai sarana agar dapat mengembangkan

penalaran,pemahaman serta menambah pengetahuan dalam hal

pelaksanaan perjanjian tindakan pelayanan kesehatan

c. Bagi Masyarakat Umum diharapkan dapat memberikan masukan

tentang pelayanan kesehatan sehingga mereka dapat lebih paham

mengenai Jaminan Kesehatan Nasional dan pelaksanaan pelayanan

kesehatan antara pasien dengan pihak rumah sakit.

E. Metode Penelitian

Menurut Sutrisno Hadi, Penelitian atau riset adalah suatu usaha untuk

menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu

pengetahuan,usaha mana dilakukan dengan metode-metode ilmiah.5

1. Jenis Penulisan

Untuk melengkapi tulisan ini dan agar penulisan skripsi ini lebih dapat

dipertanggungjawabkan maka akan dijelaskan mengenai metode penulisan

yang digunakan dalam penulisan skripsi ini. Adapun metode penulisan

skripsi ini adalah sebagai berikut :

Penulisan Skripsi ini dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan

yuridis normatif yaitu dengan melakukan analisis terhadap

permasalahan dengan pendekatan asas-asas hukum serta mengacu pada

norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan

5

(18)

undangan6

2. Data dan Sumber Data

dan yuridis empiris dengan melakukan penelitian lapangan

di RSU. Kabanjahe.

Data yang digunakan dalam skripsi adalah data sekunder. Datasekunder

yang dimaksud oleh penulis adalah sebagai berikut :

a. Bahan Hukum Primer : bahan hukum yang mengikat berupa

peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Yaitu : Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945,

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan

Sosial Nasional, Undang Kitab Hukum Perdata,

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan

Jaminan Sosial, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang

Praktik Kedokteran, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan, Undang, Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah

Sakit, PeraturanMenteriKesehatan Republik Indonesia Nomor 340 /

MENKES/PER/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit, Peraturan

Pemerintah No. 101 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan

Kesehatan (PP PBI JK), KeputusanMenteri Sosial nomor 146 /

HUK / 2013 tentang Penetapan Kriteria dan Pendataan Fakir Miskin

dan Orang Tidak Mampu, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

71 tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan

Kesehatan Nasional.

6

(19)

b. Bahan Hukum Sekunder : bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil

penelitian atau pendapat para pakar hukum.

c. Bahan Hukum Tersier atau bahan penunjang, yang mencakup

literature-literatur lain di luar cakupan bahan hukum primer dan

sekunder yang digunakan untuk memberi penjelasan tambahan

untuk memberi penjelasan tambahan untuk melengkapi data

penelitian.

Yaitu : Kamus, Ensiklopedia dan Internet

3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara : Penelitian

kepustakaan (Library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan

cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut dengan data

sekunder.Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi

ini antara

lain berasal dari peraturan perundang-undangan, dokumen – dokumen

pemerintah,buku – buku, dan artikel-artikel baik dari media cetak maupun

elektronik yang dinilai relevan dengan permasalahan yang akan dibahas

penulis dalam skripsi ini.

4. Analisis Data

Kegiatan yang dilakukan adalah melakukan pengumpulan data

dengan menggunakan pengamatan, wawancara (mengajukan pertanyaan),

dan menganalisis dokumen-dokumen yang bersifat pribadi. Dapat

(20)

mencari informasi sedalam-dalamnya dan sebanyak-banyaknya mengenai

aspek dan gejala yang diteliti.

Penarikan kesimpulan dalam skripsi ini dilakukan dengan metode

deduktif, yakni cara penarikan kesimpulan dengan membahas terlebih

dahulu tentang data secara umum yang sudah diketahui, diyakini, dan

dikumpulkan secara lengkap. Data atau gejala umum ini kemudian

dibandingkan serta dianalisis dengan data-data dan gejala-gejala yang

diteliti dalam lapangan yang bersifat khusus. Dengan begitu,

kesimpulandidapat berupa apakah data atau gejala di lapangan sesuai atau

tidak sesuai dengan data yang yang bersifat umum yang diyakini tersebut.

F. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran dan hasil pengamatan yang telah

dilakukan oleh penulis baik di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara, penulis menemukan judul skripsi Perlindungan Hukum

terhadap Pasien Kurang Mampu dalam Memperoleh Layanan Kesehatan di

Rumah Sakit Umum dr. Pringadi Medan Berdasarkan Program Jaminan

Kesehatan Masyarakat David Andrian Sembiring (2014).

Dalam penulisan skripsi ini penulis mengambil judul “Perjanjian

Pelayanan Kesehatan Pasien Kurang Mampu Antara Pihak Rumah Sakit

Umum Dengan Pasien”. Judul skripsi ini belum pernah ditulis sebelumnya

di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Ditulis dengan

menggunakan data-data yang diperoleh dari bahan kepustakaan berupa

buku-buku,media cetak lainnya,dan media elektronik sehingga keaslian

(21)

Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini dibagi dalam 5 (lima) bab yang disusun

sistematis untuk membahas tentang masalah yang yang diangkat, dengan

urutan sebagai berikut ini :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang, permasalahan, tujuan

penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian

penulisanserta sistematika penulisan.

BAB II HUKUM PERJANJIAN SECARA UMUM

Dalam bab ini dibahas tentang pengertian perjanjian, asas-

asas perjanjian, jenis-jenis perjanjian, syarat-syarat sahnya

perjanjian serta saat lahir dan berakhirnya perjanjian.

BAB III TINJAUAN TENTANG PELAYANAN KESEHATAN

PASIEN KURANG MAMPU

Bab ini membahas tentang pelayanan kesehatan,kriteria

pasien kurang mampu,hubungan dokter,pasien dan rumah

sakit,serta hak dan kewajiban pasien.

BAB IV PERJANJIAN PELAYANAN KESEHATAN PASIEN

KURANG MAMPU ANTARA PIHAK RUMAH

SAKIT UMUM DENGAN PASIEN

Bab ini membahas dan menjawab tentang permasalahan

yang diangkat pada bagian rumusan masalah di bab I, yaitu

tentang prosedur penanganan pasien, tanggungjawab

(22)

kesehatan nasional yang menggunakan pelayanan

kesehatan pada rumah sakit umum serta kendala dan

upaya dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi para

peserta jaminan kesehatan nasional.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan atas

pembahasan dari seluruh bab sebelumnya dan juga disertai

saran-saran dari hasil pemikiran penulis berkaitan dengan

(23)

13

HUKUM PERJANJIAN SECARA UMUM

A. Tinjauan Tentang Perjanjian

1. Pengertian Perjanjian

Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengawali

ketentuan yang diatur dalam Bab Kedua Buku III Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata, “tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan dari kontrak

atau perjanjian”, yang menyatakan bahwa “Suatu perjanjian adalah suatu

perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

terhadap satu orang lain atau lebih”. Rumusan yang diberikan tersebut

menyatakan, bahwa suatu perjanjian adalah :

1. Suatu perbuatan;

2. Antara sekurangnya dua orang (jadi dapat lebih dari dua orang);

3. Perbuatan tersebut melahirkan perikatan di antara pihak-pihak yang

berjanji tersebut.7

Dari peristiwa ini,timbullah suatu hubungan antara dua orang

tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu

perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya,

perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung

janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.8

Menurut Pasal 1233 KUH Perdata, hubungan hukum dalam

perikatan dapat lahir karena kehendak para pihak sebagai akibat dari

7

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang lahir dari perjanjian, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm. 7

8

(24)

persetujuan yang dicapai oleh para pihak dan sebagai akibat perintah

peraturan perundang-undangan. Dengan demikian berarti hubungan

hukum ini dapat lahir sebagai akibat perbuatan hukum, yang disengaja

ataupun tidak, serta dari suatu peristiwa hukum, atau bahkan dari suatu

keadaan hukum. Peristiwa hukum yang melahirkan perikatan misalnya

tampak dalam putusan pengadilan yang bersifat menghukum atau

kematian yang mewariskan harta kekayaan seseorang kepada ahli

warisnya.9

Menurut M.Yahya Harahap, “perjanjian mengandung suatu

pengertian tentang hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua

orang atau lebih,yang memberikan sesuatu hal pada suatu pihak untuk

memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk

menunaikan prestasi.10

Subekti mengatakan bahwa “perjanjian adalah suatu peristiwa

dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu

saling berjanji untuk melakukan sesuatu hal”.11

Dengan demikian perjanjian mengandung kata sepakat yang

diadakan antara dua orang atau lebih dalam melaksanakan sesuatu hal

tertentu. Perjanjian itu merupakan suatu ketentuan antara mereka untuk

melaksanakan prestasi. Pasal 1338 KUH Perdata menegaskan bahwa :

“semua perjanjian itu yang dibuat secara sah berlaku sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Akan tetapi hal tersebut harus

9

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, op. Cit. hlm. 17 10

M.Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hlm. 20

11

(25)

terlebih dahulu memenuhi ketentuan seperti yang disebutkan dalam Pasal

1320 KUH Perdata yang menegaskan bahwa untuk sahnya suatu

perjanjian, maka diperlukan 4(empat) syarat yaitu :

a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri;

b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;

c. Suatu hal tertentu;

d. Sesuatu sebab yang halal;

Perjanjian baru dapat dikatakan sah jika telah dipenuhinya semua

ketentuan yang telah diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Persyaratan

sepakat bagi mereka yang mengikatkan diri dan kecakapan untuk membuat

suatu perjanjian digolongkan ke dalam syarat subjektif (syarat mengenai

orang yang melakukan perjanjian). Apabila salah satu syarat subjektif ini

tidak dipenuhi maka akibat hukumnya perjanjian dapat dimintakan

pembatalannya. Sedangkan tentang suatu hal tertentu dan sebab halal

digolongkan kedalam syarat objektif (benda yang dijadikan objek

perjanjian). Jika salah satu syarat objektif ini tidak dipenuhi,maka akibat

hukumnya perjanjian batal demi hukum. Artinya perjanjian dengan

sendirinya menjadi batal dengan kata lain perjanjian telah batal sejak

dibuatnya perjanjian tersebut. Hal-hal inilah yang merupakan unsur-unsur

penting dalam mengadakan perjanjian.12

2. Unsur-Unsur Perjanjian

12

(26)

Suatu perjanjian lahir jika disepakati tentang hal yang pokok atau

unsur esensial dalam suatu perjanjian. Penekanan tentang unsur

yangesensial tersebut karena selain unsur yang esensial masih dikenal

unsur lain dalam suatu perjanjian.

Dalam suatu perjanjian dikenal tiga unsur,yaitu :

a. Unsur Esensialia, yaitu unsur yang harus ada dalam suatu kontrak

karena tanpa adanya kesepakatan tentang unsuresensialia ini maka

tidak ada kontrak. Sebagai contoh, dalam kontrak jual beli harus ada

kesepakatan mengenai barang dan harga karena tanpa kesepakatan

mengenai barang dan harga dalam kontrak jual beli, kontrak tersebut

batal demi hukum karena tidak ada hal yang diperjanjikan.

b. Unsur Naturalia, yaitu unsur yang telah diatur dalam undang-undang

sehingga apabila tidak diatur oleh para pihak dalam perjanjian,

undang-undang yang mengaturnya. Dengan demikian, unsur naturalia

ini merupakan unsur yang selalu dianggap ada dalam kontrak. Sebagai

contoh, jika dalam kontrak tidak diperjanjikan tentang cacat

tersembunyi, secara otomatis berlaku ketentuan dalam KUH Perdata

bahwa penjual harus menanggung cacat tersembunyi.

c. Unsur Aksidentalia, yaitu unsur yang nanti ada atau mengikat para

pihak jika para pihak memperjanjikannya.Sebagai contoh, dalam

kontrak jual beli dengan angsuran diperjanjikan bahwa apabila pihak

debitur lalai membayar selama tiga bulan berturut-turut, barang yang

sudah dibeli dapat ditarik kembali oleh kreditor tanpa melalui

(27)

ditentukan dalam suatu kontrak, yang bukan merupakan unsur yang

esensialia dalam kontrak tersebut.13

3. Asas-Asas Hukum Perjanjian

Dari sekian banyak asas hukum yang ada,fokus perhatian harus

diberikan pada tiga asas pokok. Asas-asas pokok tersebut yang dipandang

sebagai tiang penyangga hukum kontrak akan mengungkap latar belakang

pola pikir yang melandasi hukum kontrak. Mengingat sifat dasariah dari

asas-asas pokok (utama) tersebut,sering disebut juga sebagai asas-asas

dasar (grondbeginselen).14

a. Asas Konsensualisme

Asas-asas pokok yang melingkupi hukum kontrak adalah :

Arti asas konsensualisme ialah pada dasarnya perjanjian dan

perikatan yang timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik

tercapainya kesepakatan. Dengan perkataan lain,perjanjian itu sudah

sah apabila sudah sepakat mengenai hal-hal yang pokok dan tidaklah

diperlukan sesuatu formalitas.15

1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;

Ketentuan yang mengatur mengenai konsesualitas ini dapat kita

temui dalam rumusan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata,yang berbunyi :

“Untuk sahnya perjanjian-perjanjian,diperlukan empat syarat :

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

13

Ahmadi Miru, Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 31-32

14

Herlien Budiono, Asas-asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm. 95

15

(28)

3. Suatu pokok persoalan tertentu;

4. Suatu sebab yang tidak terlarang”.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak memberikan rumusan

lebih jauh mengenai formalitas kesepakatan yang harus

dipenuhi,kecuali dalam berbagai ketentuan khusus,seperti misalnya

mengenai hibah yang diatur dalam Pasal 1683 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata16

b. Asas Kekuatan Mengikat Perjanjian (verbindende Kracht der

Overeenkomst)

Bahwa para pihak harus memenuhi apa yang mereka sepakati

dalam perjanjian yang mereka buat.17

Asas yang menyatakan bahwa suatu perjanjian mengakibatkan

suatu kewajiban hukum dan para pihak terikat untuk melaksanakan

kesepakatan kontraktual, serta bahwa suatu kesepakatan harus

dipenuhi, dianggap sudah terberi dan kita tidak mempertanyakannya

kembali. Kehidupan kemasyarakatan hanya mungkin berjalan dengan

baik jika seseorang dapat mempercayai perkataan orang lain. Ilmu Di dalam ketentuan Pasal 1339 KUH Perdata ditemukan

pengungkapan dari asas kekuatan mengikat:

“Persetujuan-persetujuan tidak (hanya) mengikat untuk apa-apa yang

dengan tegas dinyatakan di dalamnya,(tetapi juga untuk segala sesuatu

yang menurut sifat persetujuan,diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan

atau undang-undang).

16

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, op. Cit. hlm. 35 17

(29)

pengetahuan kiranya tidak mungkin dapat memberikan penjelasan

lebih,terkecuali bahwa kontrak memang mengikat karena merupakan

suatu janji,serupa dengan undang-undang karena undang-undang

tersebut dipandang sebagai perintah pembuat undang-undang. Jika

kepastian terpenuhinya kesepakatan kontraktual ditiadakan, hal itu

akan sekaligus menghancurkan seluruh sistem pertukaran (benda-jasa)

yang ada dalam masyarakat. Oleh sebab itu, “kesetiaan pada janji yang

diberikan merupakan bagian dari persyaratan yang dituntut akal budi

alamiah”.18

c. Asas Kebebasan berkontrak

Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal

1338 ayat (1) KUH Perdata,yang berbunyi: “Semua perjanjian yang

dibuat secara sah berlaku sebagai UU bagi mereka yang membuatnya”.

Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan

kebebasan kepada para pihak untuk: (1) membuat atau tidak membuat

perjanjian; (2) mengadakan perjanjian dengan siapa pun; (3)

menentukan isi perjanjan, pelaksanaan dan persyaratannya; (4)

menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.19

d. Bentuk Perjanjian Bebas

Bentuk perjanjian bebas,artinya perjanjian tidak terikat pada

bentuk tertentu. Jadi boleh diadakan secara tertulis, boleh dengan lisan

dan sebagainya. Terhadap asas bentuk perjanjian bebas ini terdapat

18

Ibid., hlm. 101 19

(30)

kekecualian, yakni adanya perjanjian formil, misalnya: pendirian PT,

perjanjian jual beli tanah, dan sebagainya.20

e. Asas Personalia

Asas ini diatur dan dapat kita temukan dalam ketentuan Pasal 1315

KUH Perdata, yang berbunyi “Pada umumnya tak seorangpun dapat

mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu

janji selain untuk dirinya sendiri”. Dari rumusan ini dapat diketahui

bahwa pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat oleh seseorang

dalam kapasitasnya sebagai individu,subjek hukum pribadi,hanya akan

berlaku dan mengikat untuk dirinya sendiri.21

f. Asas Pacta Sunt Servanda

Asas pacta sunt servanda berhubungan dengan akibat perjanjian.

Hal ini dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata,

yang berbunyi: “Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai

undang-undang”.22

Dari ketentuan tersebut terkandung beberapa istilah.

Pertama,istilah ‘semua perjanjian’ berarti bahwa pembentuk

undang-undang menunjukkan bahwa perjanjian dimaksud bukanlah

semata-mata perjanjian bernama, tetapi juga perjanjian yang tidak bernama.

Selain itu, juga mengandung suatu asas partij autonomie. Kedua,

istilah ‘secara sah’, artinya bahwa pembentuk undang-undang

menunjukkan bahwa pembuatan perjanjian harus memenuhi

20

Komariah, Hukum Perdata, UMM Press, Malang, 2010, hlm. 173 21

Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, op. Cit. hlm. 15 22

(31)

persyaratan yang telah ditentukan dan bersifat mengikat sebagai

undang-undang terhadap para pihak sehingga terealisasi asas kepastian

hukum. Ketiga, istilah “itikad baik” hal ini berarti memberi

perlindungan hukum pada debitor dan kedudukan antara kreditor dan

debitor menjadi seimbang.23

4. Syarat Sahnya Perjanjian

Syarat-syarat sahnya perjanjian dapat ditemukan dalam ketentuan

Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi:

“Untuk sahnya perjanjian-perjanjian, diperlukan empat syarat:

a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

c. Adanya suatu pokok persoalan tertentu;

d. Suatu sebab yang tidak terlarang;

Ke empat unsur tersebut selanjutnya, dalam doktrin ilmu hukum

yang berkembang,digolongkan ke dalam:

1) Dua unsur pokok yang menyangkut subyek (pihak) yang mengadakan

perjanjian (unsur subyektif),dan

2) Dua unsur pokok lainnya yang berhubungan langsung dengan obyek

perjanjian (unsur obyektif).24

Syarat subjektif adalah syarat yang berkaitan dengan subjek

perjanjian. Syarat subjektif perjanjian meliputi, antara lain:

a) Adanya kesepakatan/izin (toesteming) kedua belah pihak

23

Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, Kencana, Jakarta, 2008, hlm. 228

24

(32)

Dalam suatu perjanjian harus ada kesepakatan antara para pihak,yaitu

persesuaian pernyataan kehendak antara kedua belah pihak; tidak ada

paksaan dan lainnya.25

Kesepakatan dalam perjanjian merupakan perwujudan dari kehendak

dua atau lebih pihak dalam perjanjian mengenai apa yang mereka

kehendaki untuk dilaksanakan,bagaimana cara

melaksanakannya,kapan harus dilaksanakan, dan siapa yang harus

melaksanakan. Pada dasarnya sebelum para pihak sampai pada

kesepakatan mengenai hal-hal tersebut, maka salah satu atau lebih

pihak dalam perjanjian tersebut akan menyampaikan terlebih dahulu

suatu bentuk pernyataan mengenai apa yang dikehendaki.26

b) Kedua belah pihak harus cakap bertindak

Cakap bertindak,yaitu kecakapan atau kemampuan kedua belah pihak

untuk melakuan perbuatan hukum. Orang yang cakap atau wenang

adalah orang dewasa (berumur 21 tahun atau sudah menikah).

Sedangkan orang yang tidak berwenang melakukan perbuatan hukum

menurut pasal 1330 KUH Perdata,meliputi: (a) anak di bawah umur,

(b) orang dalam pengampuan (curandus), (c) orang-orang perempuan

[istri]27

c) Adanya suatu pokok persoalan tertentu

Selanjutnya Syarat objektif adalah syarat yang berkaitan dengan objek

perjanjian, yang terdiri dari :

25

Titik Triwulan Tutik, op. Cit. hlm. 225 26

Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, op. Cit. hlm. 95 27

(33)

Yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian,haruslah suatu hal atau

suatu barang yang cukup jelas atau tertentu, syarat ini perlu untuk

dapat menetapkan kewajiban si berhutang,jika terjadi perselisihan.

Barang yang dimaksud dalam perjanjian, paling sedikit harus

ditentukan jenisnya. Bahwa barang itu harus ada atau sudah ada di

tangan si berhutang pada waktu perjanjian dibuat,tidak diharuskan

oleh undang-undang.28

d)Adanya sebab yang halal(geoorloofde oorzaak)

Undang-undang tidak memberikan pengertian mengenai ‘sebab’

[oorzaak, causa].29 Pengertian kausa atau sebab (oorzaak) dalam Pasal 1320 harus dihubungkan dalam konteks Pasal 1335 dan 1337

BW.30

5. Wanprestasi

Dalam Pasal 1335 BW ditegaskan bahwa,” suatu perjanjian

yang dibuat tanpa sebab atau dibuat dengan sebab yang palsu atau

terlarang tidak mempunyai kekuatan.”. Adapun sebab yang

diperbolehkan maksudnya adalah bahwa apa yang hendak dicapai para

pihak dalam perjanjian atau kontrak tersebut harus disertai itikad baik

dan tidak bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan,ketertiban umum,dan kesusilaan. Dalam Pasal 1337 BW

ditegaskan bahwa, “suatu sebab adalah terlarang,apabila dilarang oleh

undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau

ketertiban umum.”

28

Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Intermassa, Jakarta, 2001, hlm. 136 29

Titik Triwulan Tutik, op. Cit. hlm. 226 30

(34)

Wanprestasi atau pun yang disebut juga dengan istilah breach of contract adalah tidak dilaksanakan prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu

seperti yang disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan.

Tindakan wanprestasi membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak

pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi

untuk memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak

ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi tersebut.

Wanprestasi dapat berupa 4 (empat) macam, yaitu:

1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;

2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana

dijanjikan;

3. Melakukan apa yang dijanjikannya, tetapi terlambat;

4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh

dilakukannya;31

6. Berakhirnya Perjanjian

Dalam undang-undang telah ditentukan bahwa semua persetujuan

yang sah mempunyai kekuatan sebagai undang-undang bagi para pihak

yang membuatnya, persetujuan dalam perjanjian tidak dapat ditarik

kembali kecuali atas kesepakatan diantara kedua belah pihak atau karena

alasan-alasan yang oleh undang-undang cukup untuk itu, karena itu

perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.

31

(35)

Menurut ketentuan Pasal 1381 KUH Perdata sesuatu perikatan baik yang

lahir dari perjanjian maupun undang-undang dapat berakhir karena, beberapa

hal antara lain :

a. Pembayaran (betaling), yaitu jika kewajibannya terhadap perikatan itu

telah dipenuhi (pasal 1382 KUH Perdata);

b. Penawaran bayar tunai diikuti penyimpanan/penitipan (consignatie), yaitu

pembayaran tunai yang diberikan oleh debitor, namun tidak diterima

kreditor kemudian oleh debitor disimpan pada pengadilan (Pasal 1404

KUH Perdata);

c. Pembaruan utang (novasi), yaitu apabila utang yang lama digantikan oleh

utang yang baru (Pasal 1416 dan 1417 KUH Perdata);

d. Kompensasi atau imbalan (vergelijking), yaitu apabila kedua belah pihak

saling berutang, maka utang mereka masing-masing diperhitungkan;

e. Percampuran utang (schuldvermenging), yaitu apabila pada suatu

perikatan kedudukan kreditor dan debitor ada di satu tangan seperti pada

warisan (Pasal 1436 dan 1437 KUH Perdata);

f. Pembebasan utang (kwijtschelding der schuld), yaitu apabila kreditor

membebaskan segala utang-utang dan kewajiban pihak debitor

(Pasal1438-1441 KUH Perdata);

g. Batal dan Pembatalan (nietigheid ot te niet doening), yaitu apabila

perikatan itu batal atau dibatalkan; misalnya terdapat paksaan (Pasal 1446

(36)

h. Hilangnya benda yang diperjanjikan (het vergaan der verschul digde zaak), yaitu apabila benda yang diperjanjikan binasa, hilang atau menjadi tidak dapat diperdagangkan (Pasal 1444 – 1445 KUH Perdata);

i. Timbul syarat yang membatalkan (door werking en ontbindende

voorwaarde), yaitu ketentuan isi perjanjian yang disetujui kedua belah pihak;

j. Kedaluarsa (verjaring).32

B. Perjanjian Jaminan Kesehatan Nasional

Dasar Hukum

a. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 H ayat (3) dan Pasal 34

i. Pasal 28 H ayat (3) setiap orang berhak atas jaminan sosial yang

memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia

yang bermartabat.

ii. Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945ayat (1) Fakir miskin dan

anak-anak terlantar dipelihara oleh negara

iii. Ayat (2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh

rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu

sesuai dengan martabat kemanusiaan

iv. Ayat (3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas

pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak

b. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial

Nasional

32

(37)

c. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan

Jaminan Sosial

d. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

e. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

f. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

g. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional

h. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

i. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

j. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Pertimbangan Keuangan

antara Pusat dan Pemerintah Daerah

k. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

l. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian

Kewenangan Pusat dan Daerah33

A. Pembentukan Jaminan Kesehatan Nasional

Setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi

kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabatnya menuju

terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera,adil, dan makmur.

Untuk memberikan jaminan sosial yang menyeluruh, Negara

mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional bagi seluruh rakyat

Indonesia.

33

Mundiharno dan Hasbullah Thabrany, Peta Jalan Menuju Jaminan

(38)

Pada tanggal 19 Oktober 2004, Pemerintah mengundangkan

Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial

(UU SJSN). Dalam Pasal 5 ayat (1) UU SJSN mengatur pembentukan

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), yaitu: “Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial harus dibentuk dengan Undang-Undang”.

Pada tanggal 25 November 2011, Pemerintah mengundangkan

Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial (BPJS). Undang-Undang BPJS merupakan pelaksanaan

Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 UU SJSN pasca putusan Mahkamah

Konstitusi atas Perkara Nomor 007/PUU-III/2005, guna memberikan

kepastian hukum bagi pembentukan BPJS untuk melaksanakan program

Jaminan Sosial di seluruh Indonesia.

UU BPJS membentuk BPJS dan mengubah kelembagaan PT

ASKES (Persero), PT JAMSOSTEK (Persero). Transformasi kelembagaan

diikuti adanya pengalihan peserta,program,aset, dan liabilitas, serta hak

dan kewajiban. UU Nomor 24 tahun 2011 tentang BPJS membentuk dua

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS

Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan

kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia termasuk pekerja asing yang

bekerja di Indonesia sekurang-kurangnya enam bulan (Pasal 6 ayat (1) UU

BPJS). BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan

kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian

(39)

Pada tanggal 1 Januari 2014, PT ASKES (Persero) dinyatakan

bubar tanpa likuidasi. Semua aset dan liabilitas serta hak dan kewajiban

hukum PT ASKES (Persero) menjadi aset dan liabilitas serta hak dan

kewajiban hukum BPJS Kesehatan. Semua pegawai PT ASKES (Persero)

menjadi pegawai BPJS Kesehatan. Menteri Badan Usaha Milik Negara

selaku Rapat Umum Pemegang Saham mengesahkan laporan posisi

keuangan penutup PT ASKES (Persero) setelah dilakukan audit oleh

kantor akuntan publik. Menteri Keuangan mengesahkan laporan posisi

keuangan pembuka BPJS Kesehatan dan laporan posisi keuangan pembuka

dana jaminan kesehatan.

BPJS Kesehatan mulai beroperasi menyelenggarakan program

jaminan kesehatan sesuai dengan ketentuan UU SJSN. Program Jaminan

Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) yang diselenggarakan oleh

Kementrian Kesehatan, program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan yang

diselenggarakan oleh PT JAMSOSTEK, serta program pelayanan

kesehatan Tentara Republik Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia

dialihkan kepada BPJS Kesehatan (Pasal 60 ayat (1), ayat (2), ayat(3) UU

BPJS).34

B. Tujuan Jaminan Kesehatan Nasional

Tujuan Jaminan Kesehatan Nasional untuk memberikan arah dan

langkah-langkah yang perlu dilakukan secara sistematis, konsisten,

koheren, terpadu dan terukur dari waktu ke waktu dalam rangka :

1. Mempersiapkan beroperasinya BPJS Kesehatan pada 1 Januari 2014

(40)

2. Tercapainya jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia

3. Terselenggaranya jaminan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang

tertera dalam UU No 40 Tahun 2004 tentang SJSN, UU No 24 Tahun

2011 tentang BPJS, serta peraturan pelaksananya.35

Dalam Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004

tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional mengatakan “Jaminan kesehatan

diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh

manfaat dan pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi

kebutuhan dasar kesehatan”.

C. Ruang Lingkup Peserta Jaminan Kesehatan Nasional

Salah satu prinsip penyelenggaraan jaminan sosial, termasuk

didalamnya jaminan kesehatan, adalah kepesertaan bersifat wajib. Pasal 4

Undang-Undang SJSN menyatakan bahwa “Sistem Jaminan Sosial

Nasional diselenggarakan berdasarkan pada prinsip : 1. Gotong-royong; 2.

Nirlaba; 3. Keterbukaan; 4. Kehati-hatian; 5. Akuntabilitas; 6. Portabilitas;

7. Kepesertaan bersifat wajib; 8. Dana amanat; dan 9. Hasil pengelolaan

Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan

program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta”.

Penjelasan Pasal 4 UU SJSN butir (g) menyatakan bahwa prinsip

kepesertaan wajib dalam ketentuan ini adalah prinsip yang mengharuskan

seluruh penduduk menjadi peserta jaminan sosial, yang dilaksanakan

secara bertahap. Sedangkan yang dimaksud penduduk adalah WNI yang

berada di dalam maupun di luar negeri dan Warga Negara Asing (WNA)

35

(41)

yang tinggal di Indonesia untuk masa paling sedikit 6 (enam) bulan. Untuk

program jangka pendek seperti Jaminan Kesehatan, WNA yang bekerja di

Indonesia wajib membayaar iuran atau menjadi peserta.36

a. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI) : fakir miskin dan

orang tidak mampu, dengan penetapan peserta sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6

(enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran, meliputi :

b. Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI), terdiri

dari :

1. Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya

a. Pegawai Negeri Sipil;

b. Anggota TNI;

c. Anggota Polri;

d. Pejabat Negara;

e. Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri;

f. Pegawai Swasta; dan

g. Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan f yang

menerima upah.

Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat (enam)

bulan.

2. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya

a. Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri; dan

36

(42)

b. Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima upah.

Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam)

bulan.

3. Bukan pekerja dan anggota keluarganya

a. Investor;

b. Pemberi Kerja;

c. Penerima Pensiun, terdiri dari :

1.1 Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;

1.2 Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak

pensiun;

1.3 Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;

1.4 Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun

yang mendapat hak pensiun;

1.5 Penerima pensiun lain; dan

1.6 Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun

lain yang mendapat hak pensiun.

d. Veteran;

e. Perintis Kemerdekaan;

f. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis

Kemerdekaan; dan

g. Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan e

yang mampu membayar iuran.37

Cakupan Kepesertaan Untuk Penduduk Miskin dan Tidak Mampu

37

(43)

Sejak ditetapkannya Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang

Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), Pemerintah menyelenggarakan

jaminan kesehatan untuk penduduk miskin dan tidak mampu melalui

program yang kini dikenal dengan Jaminan Kesehatan Masyarakat

(Jamkesmas). Dengan adanya Program Jamkesmas dan Keputusan

Mahkamah Konstitusi atas Perkara Nomor 007/PUU-III/2005, berbagai

Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) menyelenggarakan

program serupa yang dikenal dengan nama Jamkesda (Jaminan Kesehatan

Daerah). Pengelolaan program Jamkesda juga menggunakan skema

bantuan sosial, dimana dana penyelenggaraan Jamkesda sepenuhnya

berasal dari APBD. Namun perlu dicatat bahwa Ketetapan Mahkamah

Konstitusi diatas mengatur BPJS di Daerah, bukan program Jamkesda,

yang tidak selalu dikelola oleh BPJS di Daerah.

Sebagian besar program Jamkesda menjamin penduduk tidak

mampu yang tidak tercakup dalam kuota program Jamkesmas. Jumlah

penduduk yang tercakup dalam skema Jamkesda/PJKMU (nama Program

Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Umum-PJKMU-digunakan

oleh PT Askes yang dikontrak Pemda untuk menjalankan program

Jamkesda) diperkirakan mencapai 31,6 juta jiwa. Saat ini diperkirakan

setidaknya 350 Kabupaten/Kota menyelenggarakan program jaminan

kesehatan daerah (dengan berbagai variasi nama, layanan yang dijamin,

besar dana APBD per kapita,dan pola pengelolaannya).38

D. Program Jaminan Kesehatan Nasional

38

(44)

Di Indonesia sebenarnya telah ada beberapa program jaminan

sosial yang diselenggarakan dengan mekanisme asuransi sosial dan

tabungan sosial, namun kepesertaan program tersebut baru mencakup

sebagian dari masyarakat yang bekerja di sektor formal. Sebagian besar

lainnya, terutama yang bekerja di sektor informal, belum memperoleh

perlindungan sosial. Selain itu, program-program tersebut belum

sepenuhnya mampu memberikan perlindungan yang adil pada peserta dan

manfaat yang diberikan kepada peserta masih belum memadai untuk

menjamin kesejahteraan mereka.

Berdasarkan kesadaran akan keterbatasan tersebut dan adanya

mandat Ketetapan MPR RI nomor X/MPR/2001 kepada Presiden RI untuk

mengembangkan SJSN dalam rangka memberikan perlindungan sosial

yang menyeluruh dan terpadu. Presiden mengambil inisiatif menyusun

SJSN. SJSN disusun berlandaskan prinsip-prinsip yang mampu memenuhi

keadilan, keberpihakan pada masyarakat banyak (equity egaliter),

transparansi, akuntabilitas, kehati-hatian (prudentiality) dan layak.

Berdasarkan identifikasi kebutuhan dasar rakyat, SJSN akan

mengembangkan dan memperluas jaminan melalui 6 (enam) program,

sebagai berikut:

1. Jaminan Kesehatan (JK)

Program Jaminan Kesehatan adalah program yang memberikan

manfaat berupa pelayanan kesehatan yang komprehensif, sesuai

(45)

memulihkan dan meningkatkan kesehatan peserta dan anggota

keluarganya.

2. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)

Program Jaminan Kecelakaan Kerja merupakan manfaat pelayanan

pemulihan kesehatan yang terjadi akibat dari suatu kecelakaan yang

berhubungan dengan pekerjaan seseorang. Selain itu, program ini juga

memberikan manfaat dalam bentuk santunan uang baikpembayaran

yang dilakukan sekaligus

(

lump-sum) ataupun secara berkala bagi

peserta yang mengalami cacat atau meninggal dunia yang diakibatkan

oleh kecelakaan kerja.

3. Jaminan Pemutusan Hubungan Kerja (JPHK)

Program Jaminan Pemutusan Hubungan Kerja merupakan dana tunai

yang dibayarkan oleh badan penyelenggara kepada tenaga kerja yang

minimal bekerja telah 6 bulan, sesuai dengan perhitungan masa

kerjanya. Pembayaran dilakukan sekaligus atau dibagi selama

maksimal 6 bulan untuk menjamin kebutuhan hidup minimal

sehari-hari setelah putus hubungan kerja. Dana ini berasal dari iuran peserta

dan pemberi kerja yang dipungut selama peserta masih bekerja.

Namun program JPHK ini tidak dimasukkan kedalam RUU SJSN ini

karena telah diatur dalam UU Nomor 13 tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan.

4. Jaminan Hari Tua (JHT)

Program Jaminan Hari Tua merupakan program yang membayarkan

(46)

pensiun. Pemberian uang tunai lump-sum ini dimaksudkan untuk membekali peserta dengan uang tunai dalam memasuki usia pensiun

yang dapat digunakan untuk membeli rumah atau modal untuk

berusaha. Apabila peserta meninggal dunia sebelum memasuki masa

pensiun, maka manfaat program dibayarkan kepada janda/duda, anak

atau ahli waris peserta yang sah.

5. Jaminan Pensiun (JP)

Program Pensiun merupakan program yang membayaran uang secara

berkala untuk jangka waktu tertentu atau sampai peserta meninggal

dunia sebagai substitusi dari penurunan/hilangnya penghasilan setelah

peserta memasuki usia pensiun atau menderita cacat total tetap yang

menyebabkan ia tidak mampu lagi bekerja. Apabila peserta meninggal

dunia sebelum ia memasuki usia pensiun, maka manfaat dibayarkan

kepada ahli warisnya.

6. Jaminan Kematian (JKm)

Program Jaminan Kematian membayarkan sejumlah uang tunai

kepada ahli waris yang sah setelah peserta meninggal dunia secara

alamiah atau kecelakaan yang tidak berhubungan dengan pekerjaan.

Manfaat jaminan kematian ini diharapkan dapat meringankan beban

ahli waris peserta yang ditinggalkan yang dapat digunakan untuk

membiayai penguburan atau keperluan lain yang terkait dengan

kematian peserta.39

(47)

37

TINJAUAN TENTANG PELAYANAN KESEHATAN PASIEN KURANG

MAMPU

A. Pengertian Pelayanan Kesehatan,Pasien dan Rumah Sakit

1. Pelayanan Kesehatan

Kesehatan yang dimiliki seseorang tidak hanya ditinjau dari segi

kesehatan fisik semata. Kesehatan seseorang bersifat menyeluruh, yaitu

kesehatan jasmani dan rohani. Kesehatan juga merupakan salah satu faktor

penentu tingkat kesejahteraan seseorang. Hal tersebut dapat dilihat pada

Undang-undang Dasar 1945 Pasal 28 H ayat (1) : “setiap orang berhak

hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan

kesehatan”.

Bentuk dari peraturan pelaksanaan pelayanan kesehatan adalah

Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan

Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, walaupun di

dalam kedua Undang-Undang tersebut tidak ditemukan perumusan

mengenai pelayanan kesehatan, namun dalam ketentuan umum Pasal 1

butir 11 hanya dirumuskan pengertian mengenai upaya kesehatan, yang

menentukan bahwa: “upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau

serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan

berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan

(48)

pengobatan penyakit, dan pemilihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau

masyarakat”.

Pasal 46 menentukan bahwa, “Untuk mewujudkan derajat

kesehatan yang setinggi–tingginya bagi masyarakat, diselenggarakan

upaya kesehatan terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan

perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat”. Kemudian Pasal 47

menentukan bahwa, “Upaya kesehatan diselenggarakan dalam bentuk

kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif

yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh dan berkesinambungan”.

Dari ketentuan tersebut, pada dasarnya masalah pelayanan

kesehatan telah jelas diatur dalam Undang-Undang Kesehatan, oleh karena

pelayanan kesehatan merupakan bagian integral dari upaya kesehatan,

yang diarahkan untuk mewujudkan kesehatan secara perseorangan

maupun kelompok atau masyarakat dengan berbagai pendekatan upaya

kesehatan. Hal ini tercermin dalam ketentuan Pasal 48 ayat (1) huruf a,

yang menyatakan bahwa, “Penyelenggaraan upaya kesehatan sebagaimana

yang dimaksud dalam Pasal 47 dilaksanakan melalui kegiatan pelayanan

kesehatan”.

Selanjutnya, menurut Abdul Bari Syaifudin, “pelayanan kesehatan

adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau

bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan

(49)

memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, dan/atau

masyarakat”.40

Menurut Soerjono Soekanto, “Pelayanan Kesehatan merupakan

suatu usaha profesi kesehatan untuk mewujudkan dan meningkatkan

derajat kesehatan pada setiap orang atau masyarakat yang lebih baik dari

keadaan kesehatan sebelumnya, secara terus menerus dan

berkesinambungan agar dapat hidup sejahtera serta produktif secara sosial

maupun ekonomis sesuai dengan kondisi, situasi dan kemampuan yang

nyata dari setiap orang ataupun masyarakat”.41

Menurut Wiku Adisasmito dalam studinya tentang analisis

kebijakan kesehatan berpendapat bahwa, “Pelayanan kesehatan adalah

segala bentuk kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan derajat suatu

masyarakat yang mencakup kegiatan penyuluhan, peningkatan kesehatan,

pencegahan penyakit, penyembuhan dan pemulihan kesehatan yang

diselenggarakan secara terpadu dan berkesinambungan yang secara

sinergis berhasil guna dan berdaya guna sehingga tercapai derajat

kesehatan masyarakat setinggi-tingginya”.42

40

Abdul Bari Syaifudin, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta, 2002, hlm. 17

41

Soerjono Soekanto, Segi-segi Hukum Hak dan Kewajiban Pasien Dalam Kerangka Hukum Kesehatan, CV.Mandar Maju, Bandung, 1990, hlm. 12

42

Wiku Adisasmito, Kebijakan Standar Pelayanan Medik dan Diagnosis Related Group (DRG),Kelayakan Penerapannya di Indonesia, Fakultas Kesehatan

Masyarakat,Universitas Indonesia, Jakarta, 2008, hlm. 9

Dilihat dari segi bentuk dan jenis pelayanan kesehatan, Hodgetts

dan Cascio sebagaimana dikutip oleh Azrul Anwar menjabarkan

(50)

a. Pelayanan kesehatan masyarakat, yakni bagian dari pelayanan

kesehatan yang tujuan utamanya memelihara dan meningkatkan

kesehatan dan mencegah penyakit serta sasaran utamanya adalah

kelompok dan masyarakat;

b. Pelayanan medis, yakni bagian dari pelayanan kesehatan yang tujuan

utamanya menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan serta

sasaran utamanya adalah perseorangan dan keluarga”.43

2. Pasien

Kata pasien dari bahasa Indonesia analog dengan kata patient dari

bahasa Inggris. Patient diturunkan dari bahasa Latin yaitu patiens yang

memiliki kesamaan arti dengan kata kerja pati yang artinya “menderita”.44

Pasien/klien adalah fokus dari upaya asuhan keperawatan yang

diberikan oleh perawat, sebagai salah satu komponen tenaga kesehatan.45

Dalam kamus kesehatan, pasien adalah seorang individu yang

mencari atau menerima perawatan medis.46

Pasien adalah orang yang berdasarkan pemerikasaan dokter

dinyatakan menderita mengidap penyakit baik di dalam tubuh maupun di

dalam jiwanya. Dalam perkembangannya maka pasien juga diartikan

secara luas yaitu termasuk juga orang yang datang kepada dokter hanya

43

Azrul Anwar, Kebijakan dan Sistem Kesehatan, Materi Kuliah Kebijakan dan Sistem Kesehatan, Program Studi Magister Ilmu Hukum, Pascasarjana UNSOED, Purwokerto, 2008, hlm. 2

44

Sunarto Adiwibowo, Hukum Kontrak Terapeutik di Indonesia, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2009, hlm. 47

45

Ermawati Dalami,Etika Keperawatan, Trans Info Media, Jakarta, 2010, hlm.41

(51)

untuk chek-up, untuk konsultasi tentang sesuatu masalah kesehatan dan lain-lain.47

a. Setiap orang yang melakukan konsultasi kesehatan

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun

2004 tentang Praktik Kedokteran menyebutkan bahwa pasien adalah setiap

orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk

memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung

maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi.

Dari keterangan isi pasal tersebut,pasien mempunyai ciri sebagai

berikut :

b. Untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan

c. Dilakukan secara langsung maupun tidak langsung

d. Yang melakukan pelayanan kesehatan itu ialah dokter atau dokter

gigi.48

Dilihat dari cara perawatannya maka pasien dapat dibedakan atas

dua yaitu pasien opname dan pasien berobat jalan. Pasien opname adalah

pasien yang memerlukan perawatan khusus dan terus menerus secara

teratur serta harus terhindar dari gangguan situasi dan keadaan dari luar

yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan penyakitnya, bahkan

dapat menghambat kesembuhan pasien. Sedangkan pasien berobat jalan

adalah pasien yang tidak memerlukan perawatan secara khusus di rumah

sakit seperti pasien opname. Hal ini dikarenakan pasien yang berobat jalan

47

Husein Kerbala, Segi-segi Etis dan Yuridis Informed Consent, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1967, hlm. 36

48

Referensi

Dokumen terkait

Pada Departemen Teknik Industri FT USU terdapat beberapa laboratorium yang memiliki resiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang tinggi terutama

Jika vulva hygiene dilakukan dengan benar akan mempercepat kesembuhan luka jahitan, karena perawatan yang baik akan menghambat terjadinya infeksi.. Bila luka kotor, maka

Tujuan pembuatan Tugas Akhir ini adalah merancang dan mengimplementasikan sistem pakar untuk memprediksi masalah kesehatan sehari-hari dengan acupressur e menggunakan metode

Sub-kriteria harga lahan dengan melihat orientasi perkembangan dan pertumbuhan wilayah perkotaan dengan segala aktivitas yang berkembang mempengaruhi harga lahan,

cause broken capillaries). 3) Make sure to remove eye makeup with a proper makeup remover. The area around the eye is delicate so don't pull or rub too hard. 4) You can also use

Untuk dapat menggunakan buku petunjuk ini dengan baik tentu harus disertai dengan materi praktikum yang telah tersedia dalam CD, materi praktikum multimedia ilmu

Jika dilihat secara utuh keberadaannya bersama dengan tanda kehormatan lain, berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 DRT Tahun 1959 tentang Ketentuan- Ketentuan Umum

(4) Permohonan keberatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal