• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORI ABSE BARTOLINI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB II TINJAUAN TEORI ABSE BARTOLINI"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II TINJAUAN TEORI

A. ABSES BARTOLINI 1. Definisi

Abses Bartolini adalah penumpukan nanah yang membentuk benjolan (pembengkakan) di salah satu kelenjar Bartholin yang terletak di setiap sisi lubang vagina (Endang, 2012).

Abses Bartolini didefinisikan sebagai penghasilan pus yang membentuk bengkak pada satu dari kelenjar Bartolini yang terletak di samping labia pada alat kelamin wanita (Manuba, 2008).

Abses Vagina adalah suatu penimbunan nanah yang terjadi di sekitar kemaluan ataupun didalam vagina, biasanya terjadi akibat suatu infeksi bakteri (Baradero, 2006).

Bartolinitis adalah sumbatan duktus utama kalenjar bartolin menyebabkan retensi sekresi dan dilatasi kistik.

Bartolinitis adalah Infeksi pada kelenjar bartolin atau bartolinitis juga dapat menimbulkan pembengkakan pada alat kelamin luar wanita. Biasanya, pembengkakan disertai dengan rasa nyeri hebat bahkan sampai tak bisa berjalan. Juga dapat disertai demam, seiring pembengkakan pada kelamin yang memerah (Amiruddin, 2004).

2. Anatomi Kelenjar Bartolini

(2)

Kelenjar bartholini terletak posterolateral dari vestibulum arah jam 4 & 8, mukosa kelenjar dilapisi oleh sel-sel epitel kubus, panjang saluran pembuangannya sekitar 2,5 cm dan dilapisi oleh sel-sel epitel transisional. Saluran pembuangan ini berakhir diantara labia minor dan hymen dan dilapisi sel epitel skuamus (Amiruddin, 2004)

3. Fisiologi

Pada introitus vagina terdapat kelenjar bartholini yang berfungsi untuk membasahi mengeluarkan lendir untuk menberikan pelumas vagina saat melakukan hubungan seksual, kira-kira spertiga dari introitus vagina kanan dan kiri yang terletak posterolateral. Dalam keadaan normal kelenjar ini tidak teraba pada palpasi (Manuba, 2008).

4. Etioligi

Infeksi kelenjar bartholini terjadi oleh infeksi gonokokus, pada bartholinitis kelenjar ini akan membesar, merah, dam nyeri kemudian isinya akan menjadi nanah dam keluar pada duktusnya, karena adanya cairan tersebut maka dapat terjadi sumbatanpada salah satu duktus yang dihasilkan oleh kelenjar dan terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan menbentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi. Abses bartholini dapat disebabkan oleh sejumlah bakteri. Ini termasuk orgasme yang menyebabkan penyakit menular seksual seperti Klamidia dan Gonoreserta. Umumnya abses ini melibatkan lebih dari lebih dari satu jenis organisme. Obstruksi distal saluran bartolini bisa mengakibatkan retensi cairan, dengan dihasilkannya dilatasi dari duktus dan pembentukan kista. Kista dapat terinfeksi, dan abses dapat berkembang dalam kelenjar. Kista bartolini tidak selalu harus terjadi sebelum abses kalenjar (Setyadeng, 2010).

5. Patofisiologi

(3)

terinfeksi dan dapat membentuk kista atau abses pada wanita usia reproduksi. Kista dan abses bartholin seringkali dibedakan secara klinis.

Kista Bartholin terbentuk ketika ostium dari duktus tersumbat, sehingga menyebabkan distensi dari kelenjar dan tuba yang berisi cairan. Sumbatan ini biasanya merupakan akibat sekunder dari peradangan nonspesifik atau trauma. Kista bartholin dengan diameter 1-3 cm seringkali asimptomatik. Sedangkan kista yang berukuran lebih besar, kadang menyebabkan nyeri dan dispareunia. Abses Bartholin merupakan akibat dari infeksi primer dari kelenjar, atau kista yang terinfeksi. Pasien dengan abses Bartholin umumnya mengeluhkan nyeri vulva yang akut dan bertambah secara cepat dan progresif. Abses kelenjar Bartholin disebakan oleh polymicrobial (Amiruddin, 2004)

6. Gejala Klinis

Pada saat kelenjar bartholini terjadi peradangan maka akan membengkak, merah dan nyeri tekan. Kelenjar bartholini membengkak dan terasa nyeri bila penderita berjalan dan sukar duduk (Djuanda, 2007). Kista bartholini tidak selalu menyebabkan keluhan akan tetapi kadang dirasakan sebagai benda yang berat dan menimbulkan kesulitan pada waktu koitus. Bila kista bartholini berukuran besar dapat menyebabkan rasa kurang nyaman saat berjalan atau duduk. Tanda kista bartholini yang tidak terinfeksi berupa penonjolan yang tidak nyeri pada salah satu sisi vulva disertai kemerahan atau pambengkakan pada daerah vulva disertai kemerahan atau pembengkakan pada daerah vulva (Amiruddin, 2004).

Adapun jika kista terinfeksi maka dapat berkenbang menjadi abses bartholini dengan gajala klinik berupa (Amiruddin, 2004) :

a. Nyeri saat berjalan, duduk, beraktifitas fisik atau berhubungan seksual.

b. Umunnya tidak diserati demam kecuali jika terifeksi dengan organisem yang ditularkan melaui hubungan seksual.

(4)

e. Dapat terjadi rupture spontan.

Menurut Revina (2012) tanda dan gejala yang muncul disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adanya peradangan atau trauma sehingga mengakibatkan adanya dilatasi kistik dukus. Kista ini biasanya tidak berbahaya dan tidak memerlukan pengobatan. Pada ukuran yang membesar akan menimbulkan dispareunia sehingga penderita akan mengeluhkan sakit. Abses kelenjar bartholin yang disertai dengan adanya dispareunia sehingga mengakibatkan anda nyeri vulva sampai mengakibatkan sakit ketika berjalan. Abses ini akan kambuh dengan adanya sederhana dan drainase. Hal ini terjadi karena adanya inflamasi. Gejala yang sering diderita oleh pasien adalah adanya rasa sakit, unilateral dan ditandai dengan adanya tanda-tanda kemunculan selulitas. Kemudian ukuran akan berubah membesar dan akan pecah dan bersifat nonpurulent

7. Penatalaksanaan

Abses Bartolini terapi definitifnya berupa operasi kecil (marsupialisasi). Marsupialisasi yaitu sayatan dan pengeluaran isi kista diikuti penjahitan dinding kista yang terbuka pada kulit vulva yang terbuka. Tindakan ini terbukti tidak beresiko dan hasilnya memuaskan. Insisi dilakukan vertical pada vestibulum sampai tengah kista dan daerah luar cincin hymen. Lebar insisi sekitar 1,5 – 3 cm, tergantung besarnya kista kemudian kavitas segera dikeringkan. Kemudian dilakukan penjahitan pada bekas irisan. Bedrest total dimulai pada hari pertama post operatif (Arief Mansjoer dkk, 2006).

B. MENEJEMEN KEBIDANAN HELLEN VARNEY

Tujuh langkah manajemen asuhan kebidanan menurut Varney (2007), antara lain:

1. Pengumpulan Data Dasar

Data yang harus di kaji adalah data subyektif dan obyektif

(5)

1) Biodata pasien / klien

a) Nama : Nama jelas dan lengkap perlu di kaji agar tidak salah dalam memberikan penanganan b

)

Umur : Dicatat dalam tahun untuk mengetahui apakah pasien dalam masa reproduksi apa tidak

c) Agama : Untuk mengetahui keyainan pasien tersebut untuk membimbing atau mengarahkan pasien dalam berdoa

d )

Pendidikan : Berpengaruh dalam tindakan kebidanan dan untuk mengetahui sejauh mana tingkat intelektuanya sehingga bidan dapat memberikan konseling sesuai dengan pendidikkannya

e) Suku / bangsa

: Berpengaruh pada adat istiadat atau kebiasaan sehari – hari

f) Pekerjaan : Untuk mengetahui dan mengukur tingkat social ekonominya karena ini juga mempengaruhi dalam gizi pasien tersebut g

)

Alamat : Ditanyakan untuk mempermudah kunjungan rumah bila di perlukan

2) Keluhan Utama

Keluhan yang paling dominan dirasakan oleh Ibu pada kehamilan trimester III ini biasanya adalah Ibu mengeluh sering kencing, nyeri punggung, kram pada kaki, pusing, cemas menghadapi persalinan atau hanya ingin memeriksakan kehamilannya.

3) Riwayat Menstruasi

a) Menarche : Untuk mengetahui saat usia berapa mendapat haid

b )

(6)

c) Lama : Berapa hari biasanya haid. d

)

Jumlah : Berapa kali ganti pembalut, adakah perdarahan yang berlebihan.

e) Keluhan : Adakah keluhan yang dirasakan selama menstruasi.

4) Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas yang lalu

Beberapa kali ibu hamil, apakah ada komplikasi dalam kehamilan, persalinan/ nifas, jenis persalinan, penolong persalinan dan keadaan anak.

5) Riwayat Kesehatan.

a) Riwayat Kesehatan Sekarang

Keluhan apa yang dirasakan oleh ibu sehingga ia datang ke tenaga kesehatan

b) Riwayat Kesehatan yang dahulu

Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya riwayat penyakit akut atau kronik, seperti jantung, Diabetes Melitus, asma, hipertensi, Tuberculosis, HIV, Hepatitis yang dapat berpengaruh pada kehamilan

c) Riwayat Kesehatan Keluarga.

Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit menular/ menurun dalam keluarga pasien yang dapat mempengaruhi kehamilan.

6) Riwayat Perkawinan a) Status

Perkawinan

: Untuk mengetahui apakah perkawinan ibu sah atau tidak

b )

Perkawinan ke

: Dikaji untuk mengetahui apakah pasien sudah menikah apa belum dan berapa kali menikah

c) Umur menikah

: Apakah ibu dalam usia produktif saat menikah

d )

Lama : Sudah berapa lama ibu menikah

(7)

Adalah apakah pasien pernah ikut KB, dengan jenis komplikasi sudah lama, ada keluhan apa, alas an lepas KB. 8) Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari

a) Nutrisi : Ibu hamil membutuhkan nutiris yang lebih banyak daripada Ibu yang tidak hamil, sehingga ibu harus menambah porsi makanannya lebih banyak yang mengandung menu seimbang

b )

Eliminasi : Pada kehamilan TM III biasanya Ibu akan mengeluh sering kencing sehingga perlu dikaji untuk menentukan jika ada masakah c) Aktivitas : Aktifitas Ibu yang mempengarui selama

kehamilan d

)

Personal hygiene

: Kebersihan ibu selama hamil

e) Pola istirahat

: Ibu hamil membutuhkan istirahat yang cukup.

9) Data Psikologis-sosial-spiritual

a) Perasaan ibu terhadap kondisi penyakitnya

Bagaiman respon ibu terhadap penyakitnya saat ini b) Riwayat Sosial

Hubungan ibu dan keluarga serta tetangga c) Riwayat Spiritual

Berhubungan dengan keyakinan dan ibadah yang dijalani Ibu

d) Pengambilan keputusan dalam keluarga

Siapa pengambil keputusan jika terjadi kegawatdaruratan yang membutuhkan penanganan segera.

10) Pengetahuan ibu

a) Pengetahuan ibu tentang gangguan/ penyakit yang diderita saat ini

(8)

b) Pengetahuan ibu tentang kesehatan reproduksi

Sejau mana ibu mengerti tentang kesehatan reproduksI b. Data Obyektif : Data yang didapat oleh tenaga kesehatan dari hasil

pemeriksaan.

1) Pemeriksaan Umum

a) Nilai Keadaan Umum dan Kesadaran Ibu

Untuk mengetahui keadaan umum pasien dalam keadaan baik/ tidak dan kesadaran ibu apakah Compos Mentis/ Apatis/ Sopor/ Coporo Comatus/ Coma.

b) Tanda Vital

Tekanan darah : Normalnya 120/80 mmHg

Suhu : Normalnya 36-37,5oC

Nadi : 60-100 x/menit

RR : 16-24 x/menit

c) Pemeriksaan Antoprometri

Tinggi Badan : Untuk mendeteksi indeks masa tubuh BB : Untuk mengkaji status gizi Ibu

2) Pemeriksaan Status Present

a) Kepala : Bentuk kepala normalnya adalah mesosepal Rambut : Warna, kebersihan dan mudah rontok atau

tidak

Mata : Untuk Ibu yang normal konjunctiva akan berwarna merah muda karena tidak terjadi anemia

Hidung : Kesimetrisan, kebersihan, kelainan bentuk, ada polip atau tidak

Telinga : Kesimetrisan, kebersihan, lubang dan pendengaran

Mulut : Kebersihan dan stomatitis dan ada caries gigi/ tidak

b) Leher : Ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe/ tidak

(9)

Cor/ pulmo : Irama denyut jantung teratur

Mammae : Ada nyeri tekan/ tidak, bentuk dan ada massa atau tidak

d) Perut : Pada perut normal tidak ada nyeri tekan pada lien, gaster, ginjal kanan, adneksa kanan, kandung kemih, adneksa kiri, ginjal kiri, pembesaran hepar.

e) Genetalia luar

: Kebersihan, ada kelainan/ tidak, ada hemoroid/ tidak.

f) Ekstremitas

Atas : Kesimetrisan, ada oedema/ tidak Bawah : Kesimetrisan, ada oedema/ tidak 3) Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium (catatan terbaru dan sebelumnya), diagnosis lain adalah dengan Radiologi.

b. Interpretasi Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian diinterpretasikan untuk menegakkan diagnosis, mengidentifikasi masalah/ kebutuhan klien: Ny....P..A…umur..tahun dengan...

Data dasar meliputi :

a. Data subyektif : pernyataan tentang keterangan alasan datang/ keluhan utama serta umur.

b. Data obyektif : pemeriksaan yang di lakukan bidan salah satunya adalah observasi gangguan reproduksi seperti adanya perdarahan Masalah yaitu permasalahan yang mencul berdasarkan pernyatan pasien.

c. Identifikasi Diagnosis Atau Masalah Potensial

(10)

d. Menetapkan Kebutuhan Tindakan Segera Berdasarkan Kebutuhan Klien

Diperlukan untuk melakukan konsultasi, kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain berdasarkan kondisi klien.

e. Merencanakan Asuhan yang Menyeluruh

Langkah ini di lakukan oleh hasil pengkajian data pada langkah sebelumnya. Rencana asuhan yang umum yang menyeluruh dan harus diberikan pada ibu hamil antara lain sebagai berikut :

1) Jelaskan kondisi kehamilan dan rencana asuhan yang akan di laksanakan

2) Diskusikan jadwal pemeriksaan dan hasil yang di harapkan

3) Jelaskan kepada ibu bila di perlukan pemeriksaan khusus / knsultasi ke tenaga kesehatan lain, bila perlu dapat di lakukan rujukan ke tenaga ahli / fasilitas kesehatan lain yang lebih lengkap 4) Beritahu beberapa hal atau gejala klinis penting dalam kehamilan yang menyebabkan ibu harus segera melakukan kunjungan ulang 5) Beri tahu ibu tentang fasilitas kesehatan dan system yang ada

untuk melakukan rujukan

6) Pastikan ibu mengerti informasi dan hasil pemeriksaan serta penatalaksanaannya

f. Melaksanakan Rencana yang telah Ditetapkan

Pada langkah ini bidan mengarahkan atau melaksanakan rencana asuhan secara aman dan efektif, pelaksanaan asuhan ini sebagian di lakukan oleh bidan, sebagian oleh klien atau oleh petugas kesehatan lainnya.

g. Evaluasi

Pada langkah ini evaluasi keefektifan asuhan yang telah di berikan apakah telah memenuhi kebutuhan yang telah teridentifikasi dalam diagnose atau masalah

C. PERAN DAN FUNGSI BIDAN 1. Peran Fungsi Bidan

(11)

a. Peran bidan dalam hal ini sebagai pelaksana adalah menjalankan dan memberikan asuhan kebidanan pada klien secara menyeluruh dan efektif sesuai kebutuhan klien. Sebagai pelaksana bidan mempunyai tiga kategori tugas atau fungsi kebidanan yakni: tugas mandiri, kolaborasi dan rujukan (ketergantungan). Ke 3 tugas tersebut adalah sebagai berikut:

1). Tugas Mandiri

Bidan memberikan asuahan kebidana kepada ibu hamil normal diantaranya adalah mengkaji status, menetukan diagnose, menyusun rencana tindakan sesuai masalah, melaksanakan tindakan sesuai masalah, mengevaluasi tindakan dan lain – lain. 2). Tugas Kolaborasi

Bidan memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil normal dengan resiko tinggi dan mengalami kegawatdaruratan dan memerlukan pertolongan pertama dan tindakan kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga.

3). Tugas Rujukan

Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada ibu hamil normal dengan kelainan tertentu dan kegawatdaruratan dengan melibatkan klien dan keluarga.

b. Peran bidan sebagaai pengelola adalah sebagai pengelola bidan mengembangkan pelayanan dasar kesehatan terutama pelayanan kebidanan untuk individu, keluarga, kelompok khusus dan masyarakat di wilayah kerja dengan melibatkan klien dan masyarakat. Berpartisipasi dalam tim untuk melaksanakan program kesehatan dan sektor lain diwilayah kerjanya melalui peningkatan kemampuan dukun bayi, kader kesehatan, dan tenaga kesehatan lain yang berada di bawah bimbingan dalam wilayah kerjanya.

(12)

termasuk siswa bidan dan keperawatan serta membina dukun wilayah atau tempat kerjanya.

d. Peran bidan sebagai peneliti

Referensi

Dokumen terkait

Lama haid :untuk mengetahui perubahan yang mungkin terjadi selama atau setelah menjadi akseptor KB IUD (efek samping di kemudian hari dari pemasangan IUD, salah satunya perdarahan

Plak lendir deseklresi serviks sebagai hasil proliferasi kelenjar lendir serviks pada awal kehamilan. Plak ini menjadi sawar pelindung dan menutup jalan lahir

Pada kasus yang disebut terakhir, masalahnya dapat terjadi akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau

terjadi Infeksi Bila ada abses Infeksi tanpa nanah konseling Implant harus diambil ◦Beri pil kombinasi siklus 3 x 800 mg untuk 5hari. ◦ Apabil a perdarahan

Infeksi bakteri stafilokokkus pada kelenjar yang sempit dan kecil, biasanya menyerang kelenjar minyak (meibomian) dan akan mengakibatkan pembentukan abses (kantong nanah)

Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh makanan yang dimakan ibu, apabila ibu makan secara teratur dan cukup mengandung gizi yang diperlukan akan mempengaruhi produksi ASI, karena

Cara infeksi langsung terjadi bila telur yang matang tertelan oleh manusia (hospes), kemudian larva akan keluar dari dinding telur dan masuk ke dalam usus halus sesudah menjadi

hal ini dimaksud agar tali pusat benar-benar bersih dan setelah dibersihkan, tali pusat harus dalam keadaan kering agar tidak terjadi kelembaban yang dapat menimbulkan infeksi,