PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN
CONCEPTUAL UNDERSTANDING PROCEDURES
(CUPs)
UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN
CURIOSITY
SISWA PADA PELAJARAN FISIKA
skripsi
disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
oleh Fera Ismawati
4201409105
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
ii
Understanding Procedures (CUPs) untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Curiosity Siswa pada Pelajaran Fisika” telah disetujui pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam pada:
Hari : Selasa Tanggal : 23 Juli 2013
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
iii
hari terbukti terdapat plagiat dalam skripsi ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Semarang, 29 Juli 2013
iv
Penerapan Model Pembelajaran Conceptual Understanding Procedures (CUPs) untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Curiosity Siswa pada Pelajaran Fisika
disusun oleh
Fera Ismawati 4201409105
telah dipertahankan di hadapan siding Panitia Ujian Skripsi FMIPA UNNES pada tanggal 29 Juli 2013.
Panitia :
Ketua Sekretaris
Prof. Dr. Wiyanto, M. Si. Dr. Khumaedi, M.Si. NIP 19631012 198803 1 001 NIP 19630610 198901 1 002
Ketua Penguji
Sunarno, S. Si, M. Si.
NIP 19720112 199903 1 003
Anggota Penguji/ Anggota Penguji/
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
v
Barang siapa menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga (H.R. Muslim).
Jangan mudah pasrah dan menyerah dengan alasan semua adalah kehendakNya, sebelum ada ikhtiar dan do’a yang maksimal.
Persembahan
Skripsi ini saya persembahkan untuk
Bapak dan Almarhum Ibu yang selalu menjadi motivasi saya, terimakasih atas do’a dan nasihat yang selalu mendampingi setiap langkah saya.
Adek saya tersayang, terimakasih atas semangatnya.
Segenap keluarga besar, terimakasih untuk semangat dan dukungannya. Para dosen dan guru saya.
Sahabat-sahabat saya dan teman-teman fisika angkatan 2009 yang berjuang bersama saya.
vi
melimpahkan rahmat, hidayah dan nikmat-Nya sehingga penulis diberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Conceptual Understanding Procedures (CUPs) untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Curiosity Siswa pada Pelajaran Fisika”. Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada suri tauladan kita Nabi Muhammad saw.
Selama penyusunan skripsi ini, penulis juga banyak memperoleh bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih kepada.
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M. Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang. 2. Prof. Dr. Wiyanto, M. Si., Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Negeri Semarang.
3. Dr. Khumaedi, M.Si., Ketua Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.
4. Dr. Sunyoto Eko Nugroho, M.Si., Dosen Pembimbing Utama yang penuh kesabaran dan pengertian dalam memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
vii kepada penulis.
8. H. Muhammad Taufiq, S. Pd, Kepala SMP Negeri 2 Kudus yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian di SMP Negeri 2 Kudus.
9. H. Suwarti, S.Pd., guru mata pelajaran IPA kelas 7A-7D yang telah memberikan bantuan dan kerjasamanya dalam pelaksanaan penelitian di SMP Negeri 2 Kudus.
10.Pak Agib Setiawan, yang telah memberikan motivasi dan semangat belajar untuk belajar fisika.
11.Pak Wawan dan Pak Selamet, yang banyak membantu saya demi kelancaran penelitian di SMP Negeri 2 Kudus
12.Seluruh siswa kelas 7B dan 7B SMP Negeri Negeri 2 Kudus tahun ajaran 2012/2013 yang telah menjadi subyek penelitian.
13.Sahabat, teman-teman, dan semua pihak yang telah membantu, terimakasih untuk bantuan dan semangatnya.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Kritik dan saran dari pembaca yang membangun akan penulis terima untuk perbaikan penulis di masa mendatang.
Semarang, Juli 2013
viii
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Dr. Sunyoto Eko Nugroho, M.Si. dan Pembimbing Pendamping Dra. Pratiwi Dwijananti, M.Si.
Kata kunci : model pembelajaran CUPs, pemahaman konsep, curiosity.
Observasi langsung terhadap proses pembelajaran di SMP Negeri 2 Kudus, menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran masih menggunakan metode ceramah dan jarang melakukan eksperimen. Kegiatan ceramah membuat siswa kurang aktif dan kurang tertarik pada pembelajaran, karena siswa hanya menerima transfer ilmu dan informasi. Siswa akan lebih mengingat pemahaman konsep yang diperoleh dari hasil mengkonstruksi pemahamannya sendiri dibandingkan secara informatif. Curiosity (rasa ingin tahu yang mendalam) siswa harus ditingkatkan saat kegiatan pembelajaran, agar siswa tertarik pada pelajaran, aktif, komunikatif, dan lebih mudah memahami konsep. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui apakah model pembelajaran Conceptual Understanding Procedures (CUPs) dapat meningkatkan pemahaman konsep dan curiosity siswa, dan keefektifan model pembelajaran CUPs dibandingkan model pembelajaran eksperimen verifikasi untuk meningkatkan pemahaman konsep dan curiosity siswa pada pelajaran fisika.
Sampel penelitian adalah kelas 7B sebagai kelas eksperimen, dan kelas 7D sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen mendapat model pembelajaran CUPs, dan kelas kontrol mendapat model pembelajaran eksperimen verifikasi. Pengambilan data untuk mengetahui peningkatan pemahaman konsep dan curiosity menggunakan metode tes, angket, dan observasi. Teknik analisis data menggunakan uji gain dan uji-t pihak kiri. Hasil uji gain pemahaman konsep pada kelas eksperimen diperoleh sebesar 0,67 dan kelas kontrol sebesar 0,58. Hasil uji gain curiosity pada kelas eksperimen diperoleh sebesar 0,21 dan kelas kontrol sebesar 0,20. Hasil pengujian hipotesis peningkatan pemahaman konsep dan curiosity siswa menunjukkan bahwa ℎ� � > − , artinya Ho diterima dan Ha ditolak.
ix
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN KELULUSAN ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv
MOTTO... v
KATA PENGANTAR ... vi
ABSTRAK ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 6
1.3 Pembatasan Masalah ... 7
1.4 Tujuan Penelitian ... 8
1.5 Manfaat Penelitian ... 8
1.6 Penegasan Istilah ... 9
x
2.5 Materi Pemuaian ... 26
2.6 Kerangka Berpikir ... 28
2.7 Hipotesis ... 31
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Populasi ... 32
3.2 Sampel ... 32
3.3 Variabel Penelitian ... 32
3.4 Desain Penelitian ... 33
3.5 Langkah-langkah Penelitian ... 33
3.6 Metode Pengumpulan Data ... 38
3.7 Instrumen Penelitian ... 39
3.8 Analisis Instrumen Penelitian ... 41
3.9 Metode Analisis Data ... 45
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1Hasil Pretest dan Posttest Pemahaman Konsep ... 54
4.2Perbandingan Tingkat Curiosity Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 55
4.3Hasil Observasi Peningkatan Curiosity Siswa Selama Kegiatan Pembelajaran ... 56
4.4Uji Peningkatan Pemahaman Konsep ... 57
xi
4.9Kendala dan Keterbatasan ... 82 BAB V PENUTUP
xii
2.2 Pengelompokkan Sikap Ilmiah Siswa ... 20
2.3 Indikator Rasa Ingin Tahu ... 22
2.4 Indikator Curiosity Menurut Harlen ... 22
2.5 Indikator Pembelajaran Materi Pemuaian ... 24
3.1 Desain Penelitian ... 33
3.2 Hasil Analisis Validitas Soal Uji Coba ... 42
3.3 Hasil Analisis Taraf Kesukaran Soal Uji Coba ... 43
3.4 Hasil Analisis Daya Pembeda Soal Uji Coba ... 45
3.5 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Tes Pemahaman Konsep ... 47
3.6 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Angket Curiosity ... 48
3.7 Hasil Perhitungan Uji Varians Tes Pemahaman Konsep ... 49
3.8 Hasil Perhitungan Uji Varians Angket Curiosity ... 49
3.9 Deskripsi kualitatif koefisien korelasi ... 53
4.1 Peningkatan Curiosity Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Selama Kegiatan Pembelajaran ... 57
4.2 Hasil Perhitungan Uji Gain Tes Pemahaman Konsep ... 58
4.3 Hasil Perhitungan Uji Uji Peningkatan Curiosity ... 60
4.4 Hasil Uji Hipotesis Peningkatan Pemahaman Konsep ... 62
4.5 Hasil Uji Hipotesis Peningkatan Curiosity ... 63
xiii
2.2 Pelaksanaan Diskusi Kelas ... 15
2.3 Curiosity sebagai Pondasi Tiga Tingkatan Berpikir Siswa ... 21
2.4 Model Atom Mekanik ... 26
2.5 Kerangka Berpikir ... 30
3.1 Alur Penelitian ... 36
4.1 Diagram Hasil Pretest Pemahaman Konsep ... 54
4.2 Diagram Hasil Posttest Pemahaman Konsep ... 55
4.3 Diagram Perbandingan Tingkat Curiosity Siswa Sebelum Pembelajaran ... 55
4.4 Diagram Perbandingan Tingkat Curiosity Siswa Setelah Pembelajaran ... 56
4.5 Diagram Hasil Uji Gain Tes Pemahaman Konsep ditinjau dari Setiap Aspek Kognitif ... 59
4.6 Diagram Perbandingan Peningkatan Curiosity Hasil Observasi pada Pertemuan Pertama dan Ketiga ... 61
xiv
2. Hasil Analisis Soal Uji Coba ... 92
3. Kisi-kisi Soal Pretest dan Posttest ... 96
4. Soal Pretest dan Posttest ... 98
5. Kunci Jawaban Soal Pretest dan Posttest ... 102
6. Indikator Curiosity ... 107
7. Kisi-kisi Angket Curiosity ... 108
8. Pendoman Penilaian Lembar Observasi ... 109
9. Angket Curiosity ... 112
10.Nilai Ulangan Akhir Semester Gasal Kelas 7A-7D ... 114
11.Uji Normalitas Nilai UAS ... 115
12.Uji Homogenitas Populasi ... 119
13.Lembar Kerja Individu Kelas Eksperimen ... 120
14.Lembar Kerja Kelompok Kelas Eksperimen ... 126
15.Lembar Kerja Kelompok Kelas Kontrol ... 133
16.Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen ... 139
17.Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Kontrol ... 156
18.Hasil Tes Pemahaman Konsep ... 172
19.Hasil Uji Normalitas Pretest Pemahaman Konsep Kelas Eksperimen ... 173
20.Hasil Uji Normalitas Posttest Pemahaman Konsep Kelas Eksperimen ... 174
xv
25.Hasil Uji Gain Pemahaman Konsep ... 179
26.Hasil Uji Hipotesis Peningkatan Pemahaman Konsep ... 182
27.Hasil Analisis Tingkat Curiosity Sebelum Pembelajaran ... 183
28.Hasil Analisis Tingkat Curiosity Setelah Pembelajaran ... 185
29.Hasil Analisis Observasi Peningkatan Curiosity Kelas Eksperimen ... 187
30.Hasil Analisis Observasi Peningkatan Curiosity Kelas Kontrol ... 188
31.Hasil Uji Hipotesis Peningkatan Curiosity dari Hasil Observasi ... 189
32.Hasil Uji Normalitas Skor Angket Curiosity Sebelum Pembelajaran ... 190
33.Hasil Uji Normalitas Skor Angket Curiosity Setelah Pembelajaran ... 192
34.Hasil Uji Varians Skor Angket Curiosity Sebelum Pembelajaran ... 194
35.Hasil Uji Varians Skor Angket Curiosity Setelah Pembelajaran ... 195
36.Hasil Uji Gain Curiosity ... 196
37.Hasil Uji Hipotesis Peningkatan Curiosity ... 199
38.Hasil Analisis Korelasi Curiosity dan Pemahaman Konsep ... 200
39.Surat Keterangan Ijin Observasi ... 201
40.Surat Keterangan Ijin Penelitian ... 202
41.Surat Keputusan Penentuan Dosen Pembimbing ... 203
42.Surat Keterangan Penelitian ... 204
1
1.1
Latar Belakang
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah mata pelajaran yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang fenomena yang terdapat di alam sekitar secara sistematis, sehingga IPA tidak hanya berupa kumpulan serangkaian fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga suatu proses penemuan konsep. IPA merupakan ilmu dasar yang dikembangkan berdasarkan hasil penemuan ilmiah terkait peristiwa alam yang terjadi dalam keseharian. Sesuai dengan sifatnya maka orientasi pembelajaran IPA lebih ke arah penanaman pengetahuan tentang konsep-konsep dasar, pengembangan keterampilan sains, dan pengembangan keterampilan berpikir, sebagaimana para saintis merumuskan hukum-hukum dan prinsip-prinsip.
bermanfaat serta dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu proses pembelajaran harus lebih ditekankan pada pemahaman konsep.
memperhatikan isi materi supaya siswa dapat mengkonstruksi pemahamannya lebih baik daripada pemahaman yang diperoleh dari pemberian ceramah.
Proses pembelajaran fisika dengan metode konvensional masih terjadi di sekolah lokasi penelitian. Pengamatan oleh penulis saat melakukan observasi langsung terhadap proses pembelajaran di kelas 7, menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran masih menggunakan metode ceramah. Kegiatan ceramah membuat siswa kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran, karena siswa hanya menerima transfer ilmu dan informasi dari guru. Metode pembelajaran konvensional kurang memfasilitasi siswa untuk mengembangkan kemampuan bertanya dan berpendapat. Hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan guru mata pelajaran, diperoleh informasi bahwa kemampuan siswa untuk bertanya masih sangat rendah, siswa hanya memperoleh informasi dari guru. Saat guru memberikan kesempatan bertanya, siswa menjawab sudah paham dan masih jarang yang mengajukan pertanyaan kepada guru. Berdasarkan informasi tersebut penulis menyimpulkan bahwa menumbuhkan curiosity (rasa ingin tahu yang mendalam) siswa dapat meningkatkan kemampuan bertanya siswa, sehingga siswa dapat menjadi lebih aktif dan komunikatif dalam kegiatan pembelajaran.
penyampaian konsep. Pengorganisasian proses pembelajaran yang baik dapat menggunakan model pembelajaran yang baik dan sesuai dengan materi pelajaran.
Cakir (2008) menyatakan bahwa pemahaman konsep merupakan hal yang sangat penting, dan harus menjadi fokus perhatian dalam proses pembelajaran sains, serta lebih diutamakan dibandingkan menghafal. Apabila proses pembelajaran fisika hanya menekankan pada menghafal, siswa dapat memiliki anggapan bahwa pelajaran fisika tidak ada keberkaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Minat siswa terhadap pelajaran fisika cenderung rendah, untuk itu yang harus dilakukan oleh guru adalah membangkitkan motivasi siswa dalam pelajaran fisika. Motivasi siswa akan timbul apabila ditingkatkannya curiosity dalam diri siswa, karena curiosity adalah pondasi untuk melakukan proses pembelajaran. Binson (2009) menyatakan bahwa curiosity adalah bahan bakar yang dapat membangkitkan energi motivasi internal yang berguna dalam proses pembelajaran dan pemahaman. Ketika siswa tahu bahwa konsep fisika yang mereka pelajari sangat berguna dan memiliki peranan penting dalam perkembangan berbagai produk teknologi, maka minat belajar siswa dapat meningkat. Curiosity siswa terhadap pelajaran dapat membuat siswa akan lebih termotivasi dan antusias untuk belajar sains, khususnya fisika.
Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa pada mata pelajaran fisika adalah Conceptual Understanding Procedures (CUPs). Gunstone et al., (2009) menyatakan bahwa CUPs merupakan
pembelajaran CUPs adalah, fase kerja individu, fase kerja kelompok, dan fase presentasi hasil kerja kelompok. Fase pertama diawali dengan penyajian demonstrasi sederhana oleh guru untuk menumbuhkan curiosity siswa. Salah satu contoh demonstrasi sederhana yang bisa dilakukan adalah pembuatan roket alkohol untuk menjelaskan konsep pemuaian gas. Selanjutnya masing-masing siswa diberi lembar kerja individu. Siswa ditugaskan untuk menjawab dan memberikan pendapat tentang hasil demonstrasi dan materi yang akan disampaikan. Fase kedua adalah fase kerja kelompok, siswa bekerja secara berkelompok dalam kegiatan eksperimen dan dilanjutkan dengan kegiatan diskusi kelompok, siswa membahas hasil kegiatan eksperimen kelompok dan mengerjakan lembar kerja kelompok. Pada fase ketiga, masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi, guru bertindak sebagai fasilitator dan mengevaluasi hasil kerja kelompok. Hasil kerja kelompok siswa ditempel di papan tulis, siswa perwakilan kelompok mempresentasikan hasil dan siswa yang lainnya diberi kesempatan untuk memberikan pendapat.
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang implementasi model pembelajaran CUPs untuk meningkatkan pemahaman konsep dan curiosity siswa pada pelajaran fisika. Penelitian dilakukan dengan mengangkat judul "Penerapan Model Pembelajaran Conceptual Understanding Procedures (CUPs) untuk meningkatkan Pemahaman
Konsep dan Curiosity Siswa pada Pelajaran Fisika".
Materi fisika yang ditinjau dalam penelitian ini adalah materi pemuaian. Peristiwa pemuaian banyak terjadi di lingkungan sekitar, dan banyak aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari, baik manfaat dan dampak negatif. Pembelajaran materi pemuaian biasanya berupa penyampaian materi dan pemberian contoh, jarang pembelajaran yang menjelaskan proses penemuan konsep pemuaian dengan memperlihatkan bagaimana pemuaian terjadi. Pemahaman konsep yang diperoleh siswa secara informatif kurang maksimal dibandingkan pemahaman konsep yang diperoleh dengan mengkonstruksi pemahamannya sendiri. Penyampaian materi pemuaian dengan model pembelajaran CUPs, bertujuan untuk menyampaikan konsep pemuaian agar lebih mudah dipahami siswa dan membuat siswa menikmati kegiatan pembelajaran.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka masalah yang ingin dipecahkan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah penerapan model pembelajaran Conceptual Understanding Procedures (CUPs) dapat meningkatkan pemahaman konsep dan
2. Apakah model pembelajaran Conceptual Understanding Procedures (CUPs) lebih efektif dibandingkan model pembelajaran eksperimen verifikasi dalam meningkatkan pemahaman konsep dan curiosity siswa?
1.3
Pembatasan Masalah
Untuk menghindari kesalahan penafsiran terhadap permasalahan dalam penelitian ini, maka perlu diberikan batasan-batasan masalah seagai berikut:
1. Dalam penelitian ini yang dikaji adalah keefektifan model pembelajaran Conceptual Understanding Procedures (CUPs) untuk meningkatkan pemahaman konsep dan curiosity siswa pada pelajaran fisika yang diberikan pada kelas eksperimen, dan pada kelas kontrol akan diberikan model pembelajaran eksperimen veirifikasi.
2. Penguasaan konsep dalam penelitian ini hanya mencakup hasil belajar kognitif siswa.
3. Curiosity dibedakan menjadi tiga aspek curiosity yaitu physical curiosity, social curiosity, dan intellectual curiosity, dalam penelitian ini yang akan
1.4
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui adanya peningkatan pemahaman konsep dan curiosity siswa pada pelajaran fisika setelah diberi model pembelajaran Conceptual Understanding Procedure (CUPs).
2. Untuk mengetahui keefektifan model pembelajaran Conceptual Understanding Procedure (CUPs) dibandingkan model pembelajaran eksperimen verifikasi untuk meningkatkan pemahaman konsep dan curiosity siswa.
1.5
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: Bagi Siswa:
1. Membantu siswa untuk meningkatkan curiosity dan pemahaman konsep pada mata pelajaran fisika
2. Memberikan pengalaman belajar yang menarik 3. Meningkatkan motivasi belajar siswa
Bagi Guru:
1. Memberikan informasi tentang alternatif model pembelajaran yang bisa diterapkan guna meningkatkan pemahaman konsep dan curiosity siswa
Bagi Peneliti:
1. Mendapatkan pengalaman langsung dalam proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran Conceptual Understanding Procedure.
1.6
Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalahan penafsiran tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dilakukan penegasan istilah sebagai berikut:
1. Model Pembelajaran Concetual Understanding Procedures (CUPs) merupakan model pembelajaran yang bertujuan untuk membantu meningkatkan pemahaman konsep yang memiliki prosedur pembelajaran CUPs meliputi tiga tahapan yaitu, fase kerja individu, fase kerja kelompok, dan diskusi kelas (persentasi hasil).
2. Pemahaman konsep dalam penelitian ini adalah pemahaman konsep materi yang telah diberikan pada proses pembelajaran. Peningkatan pemahaman konsep diukur berdasarkan hasil belajar kognitif siswa. Aspek hasil belajar kognitif diukur menggunakan instrument test yang berpedoman pada taksonomi Bloom, dalam hal ini hanya dibatasi dari tahap pengetahuan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), dan analisis (C4). Peningkatan pemahaman konsep diukur dengan hasil belajar kognitif yang berbentuk tes tulis jenis pilihan ganda.
11
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Model Pembelajaran
Concetual Understanding Procedures
(CUPs)
Conceptual Understanding Procedures atau (CUPs) adalah suatu prosedur
pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan siswa memahami konsep-konsep sains (Gunstone et al., 1999). Cakir (2008) menyatakan bahwa setiap kegiatan pembelajaran sains harus mengutamakan pemahaman. Pembelajaran IPA harus mengutamakan pemahaman konsep, bukan hanya menghafal teori. Pemahaman konsep yang baik dapat membantu siswa dalam hal pemecahan masalah (problem solving).
menghubungkan pengetahuan yang baru diperoleh dengan pengetahuan yang telah dimiliki. Pengetahuan awal siswa mungkin dapat menumbuhkan miskonsepsi yang dapat mengganggu pembelajaran selanjutnya. Siswa membangun pemahamannya sendiri, sedangkan guru tidak dapat mengawasi seluruh siswa dalam kelas. Solusi yang dapat dilakukan oleh guru untuk membuat setiap siswa membangun pengetahuan yang benar adalah dengan memperhatikan prosedur pembelajaran. Model pembelajaran CUPs dapat membantu mengembangkan pemahaman konsep sains dengan menggunakan pendekatan pembelajaran konstruktivisme dan kegiatan diskusi.
guru, sesuai dengan faktor kedua. Tahap berikutnya siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil, sesuai dengan faktor ketiga. Kegiatan terakhir siswa melakukan diskusi kelas untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok, sesuai dengan faktor keempat.
Model pembelajaran CUPs juga memperkuat nilai pembelajarn kooperatif karena terdapat fase kerja kelompok. Indrawati dan Setiawan (2009: 78) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi pembelajaran yang mengembangkan hubungan kerjasama di antara peserta didik dalam mengerjakan tugas-tugas akademik di dalam kelas. Johnson & Johnson (1999) sebagaimana dikutip oleh Johnson et al., (2000) menyatakan bahwa cooperative learning dapat dilakukan dengan membagi siswa dalam
kelompok-kelompok untuk bekerja sama menyelesaikan suatu permasalahan atau bertukar pikiran dalam proses belajar. Setiap siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran apabila kelompok telah mencapai tujuan belajar yang diharapkan. Salah satu faktor pendukung keberhasilan pembelajaran kooperatif adalah menekankan pemahaman konsep pada setiap variasi pembelajaran. Johnson et al., (2000) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif pada dasarnya adalah bentuk umun dari pengorganisasian siswa dalam kelas saat proses pembelajaran. Guru dapat menerapkan pembelajarn kooperatif, dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan kelas.
kelompok dilakukan secara heterogen, artinya setiap kelompok harus beranggotakan minimal satu siswa putra. Kemampuan kognitif siswa dalam satu kelompok juga harus konvergen (rendah-sedang-tinggi) (Mariana dan Praginda, 2009: 52). Sintaks model pembelajaran CUPs dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Sintaks model pembelajaran CUPs Tahap
Pembelajaran Aktivitas Guru Aktivitas Siswa
Fase 1
Siswa bekerja secara
individu
Melakukan demonstrasi sederhana mengenai materi yang akan dipelajari
Membagikan lembar kerja individu
Memperhatikan demonstrasi yang dilakukan oleh guru Mengerjakan lembar kerja
individu Fase 2
Siswa bekerja secara
berkelompok
Membagi siswa dalam kelompok-kelompok kecil Membagikan lembar kerja
kelompok
Membagikan alat dan bahan untuk kegiatan eksperimen
Melakukan kegiatan eksperimen secara berkelompok
Membuat laporan hasil eksperimen sederhana
Fase 3 Diskusi kelas
Memfasilitasi siswa dalam mempresentasikan hasil kerja kelompok
Mempresentasikan hasil kerja kelompok
pada Gambar 2.1. Kegiatan kelompok meliputi eksperimen dan diskusi hasil eksperimen. Hasil diskusi kelompok dibahas pada kegiatan diskusi kelas. Gambar 2.2. menunjukka kondisi kelas saat kegiatan presentasi hasil eksperimen.
[image:30.595.154.457.190.729.2]Siswa Guru
Gambar 2.1. Model Triplet
Siswa Guru jawaban LKS
Kelompok Gambar 2.2. Pelaksanaan Diskusi Kelas
2 1
5 3
6 4
7
1 2 3 4
5 6 7
1
2
1
5
3
6
Saat kegiatan diskusi kelompok, guru memeriksa hasil diskusi kelompok, membandingkan persamaan dan perbedaan jawaban masing-masing kelompok. Diskusi kelas dimulai dengan memilih salah satu jawaban yang jawabannya dianggap mewakili seluruh jawaban yang ada. Guru meminta salah satu anggota kelompok yang jawabannya diambil untuk menjelaskan jawaban mereka. Jawaban kelompok lain yang berbeda dengan jawaban kelompok yang dipilih sebelumnya diminta untuk menjelaskan jawabannya. Berdasarkan kedua jawaban tersebut, maka diskusi kelas akan berlangsung dan guru harus memperhatikan waktu pelaksanaannya.
2.2
Pemahaman Konsep
Pemahaman konsep siswa dapat diketahui dari hasil belajar kognitif siswa. Hasil belajar kognitif siswa diukur dengan menggunakan teknik tes. Penentuan tes harus menyesuaikan indikator yang telah ditetapkan dalam SK dan KD. Bloom berpendapat bahwa tingkah laku dapat dibedakan menjadi tiga ranah (domain) yaitu pengetahuan (cognitive), sikap (afektive), dan psikomotorik (psychomotoric). Bloom juga membedakan tingkah laku atas tingkatan-tingkatan kategori yang dikenal dengan istilah Taksonomi Bloom (Bloom’s Taxonomy). Ranah kognitif berkaitan dengan hasil berupa pengetahuan, kemampuan, dan kemahiran intelektual. Ranah kognitif mencakup kategori pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan penilaian (evaluation) (Anni & Rifa’i, 2009: 86). Tingkatan ini dapat dijadikan sebagai pedoman dalam menetapkan SK dan KD yang akan dicapai melalui kegiatan belajar dan pembelajaran yang akan dilakukan. Hasil belajar siswa dapat digunakan untuk mengetahui apakah pembelajaran yang dilakukan sudah sesuai dengan SK dan KD yang telah ditetapkan.
2.3
Curiosity
suatu pendidikan. Carin (1997: 15) dalam bukunya yang berjudul Teaching Modern Science menyatakan bahwa
“Human urges and needs are the forces that drive all of us to seek answers (some rational, some irrational) to questions about our world. These force are the catalysts for development of science”.
Keinginan yang tinggi atau antusias seseorang untuk mencari jawaban dari suatu pertanyaan, adalah katalis untuk mengembangkan kemampuan sains seseorang. Litmann & Spielberger (2003) sebagaimana dikutip oleh Reio et al., (2006) menyatakan bahwa curiosity adalah keinginan untuk memperoleh informasi dan pengetahuan baru, serta pengalaman sensori baru yang dapat memotivasi perilaku untuk mencari tahu. Litmann & Spielberger membedakan curiosity menjadi dua tipe, yaitu: (a) information seeking, atau cognitive curiosity yang dapat distimulasi dengan informasi visual dan kegiatan eksplorasi, (b) sensory curiosity, yaitu curiosity yang dapat distimulasi dari kerja indra manusia melalui kegiatan
eksplorasi.
Dewey sebagaimana dikutip oleh Reio, et al., (2006) membedakan curiosity dalam tiga tipe, yaitu: (a) physical curiosity, merupakan sikap ingin tahu
karena adanya dorongan dari dalam diri sendiri, (b) social curiosity, pada sikap ingin tahu tipe sosial adalah rasa ingin tahu ditimbulkan karena stimulus dari lingkungan sosial, dan (c) intellectual curiosity, adalah sikap ingin tahu yang timbul karena diperolehnya informasi yang dilihat atau didengar. Tipe intellectual curiosity adalah tipe yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan minat dalam
belajar siswa. Curiosity sangat penting, karena curiosity dapat menimbulkan motivasi intrinsik untuk mencari informasi yang lebih mendalam, sehingga dapat mengembangkan passion for learning atau keinginan untuk belajar.
Curiosity atau rasa ingin tahu merupakan salah satu sikap ilmiah yang
harus dikembangkan dalam pembelajaran sain (Anwar, 2010). Pengelompokan sikap ilmiah oleh para ahli cukup bervariasi, meskipun kalau ditelaah lebih jauh hampir tidak ada perbedaan yang berarti. Variasi pengelompokan terdapat pada penempatan dan penamaan sikap ilmiah yang diutamakan. Misalnya, Gega (1977) memasukkan inventiveness (sikap penemuan) sebagai salah satu sikap ilmiah utama, sedangkan AAAS (1993) tidak menyebut inventiveness tetapi memasukkan open minded ( sikap terbuka) sebagai salah satu sikap ilmiah utama. Gega ( 1977) mengemukakan empat sikap pokok yang harus dikembangkan dalam Sains yaitu: (a) curiosity, (b) inventiveness, (c) critical thinking, dan (d) persistence. Keempat sikap ini sebenarnya tidak dapat dipisahkan antara satu
pengelompokkan yang telah dikemukakan. Berikut adalah pengelompokan sikap ilmiah siswa menurut para ahli yang disajikan dalam Tabel 2.2. (Anwar, 2010):
Tabel 2.2. Pengelompokan Sikap Ilmiah Siswa
Berdasarkan pengelompokan sikap ilmiah tersebut, curiosity menjadi fokus utama dalam pembelajaran sains, yang harus dikembangkan dalam diri siswa. Curiosity adalah pondasi dalam proses pembelajaran sains, sebagaimana ditunjukkan pada diagram tingkatan berpikir (Binson, 2009). Curiosity sebagai pondasi belajar siswa agar siswa dapat mengembangkan kemampuan membaca dan mengdengar dengan baik, berpikir dengan baik, dan berkomunikasi dengan baik untuk mengeksplorasi pengalaman yang diperoleh. Curiosity sebagai pondasi tingkatan berpikir dijunjukkan pada Gambar 2.3.
Gegga (1977) Harlen (1996) AAAS (1993)
Curiosity (sikap
ingin tahu) Curiosity (sikap ingin tahu) Honesty (sika jujur) Inventiveness (sikap
penemuan)
Respect for evidence (sikap peduli terhadap data)
Curiosity (sikap ingin tahu)
Critical Thinking (berpikir kritis)
Critical reflection (sikap refleksi kritis)
Open mindedness (sikap pemikiran terbuka) Presistence (sikap
teguh pendirian)
Perserverance (sikap ketekunan)
Skepticism (sikap keragu-raguan) Creativity and inventiveness
(sikap kreatif dan penemuan) Open mindedness (sikap pemikiran terbuka)
Gambar 2.3. Curiosity sebagai pondasi tiga tingkatan berpikir siswa (Binson, 2009) Kegiatan menyimak didukung dengan input read dan listen well. Siswa dapat menyimak dengan baik jika informasi yang diperoleh dari membaca atau mendengar dilakukan dengan baik. Hal yang disimak oleh siswa dapat membuat siswa berpikir dengan baik atau terjadi process think well. Hasil pemikiran yang baik akan mendukung siswa untuk mengkomunikasikannya dengan baik, atau output communicating well. Curiosity menjadi landasan dari ketiga tingkat berpikir siswa untuk memahami objek yang diamati, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.3. Indikator rasa ingin tahu (curiosity) untuk jenjang SMP dan SMA berdasarkan buku Panduan Budaya dan Karakter Bangsa disajikan pada Tabel 2.3. sebagai berikut (Kemendiknas, 2010).
Curiosity
Input Read & listen well Process think well
Table 2.3. Indikator Rasa Ingin Tahu (Kemendiknas, 2010)
Sumber lain menyebutkan beberapa indikator yang berbeda. Berikut adalah indikator curiosity oleh Harlen (1996) sebagaimana dikutip oleh Anwar (2010) yang disajikan dalam Tabel 2.4.
Tabel 2.4. Indikator curiosity menurut Harlen
Sikap Indikator Curiosity menurut Harlen Rasa ingin tahu (curiosity) - Antusias mencari jawaban
- Fokus pada objek yang diamati - Antusias pada proses sains
- Menanyakan setiap langkah kegiatan
Sikap antusias mencari jawaban dapat diamati saat siswa menjawab LKS. Semakin banyak referensi yang digunakan menunjukkan antusias mencari jawaban semakin tinggi. Sikap fokus pada objek yang diamati dapat ditunjukkan pada saat siswa melakukan kegiatan eksperimen. Pengamatan objek yang baik
NILAI INDIKATOR
Kelas 7-9 SMP Kelas 10-12 SMA Rasa ingin tahu:
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar.
Bertanya kepada guru dan teman tentang materi pelajaran.
Bertanya atau membaca sumber di luar buku teks tentang materi yang terkait dengan pelajaran.
Bertanya kepada sesuatu tentang gejala alam yang baru terjadi.
Membaca atau mendiskusikan gejala alam yang baru terjadi.
Bertanya kepada guru tentang sesuatu yang didengar dari ibu, bapak, teman, radio, atau televisi.
[image:37.595.105.518.521.619.2]dapat mempengaruhi hasil eksperimen yang diperoleh siswa. Sikap antusias pada proses sains ditunjukkan ketika siswa dapat fokus saat kegiatan eksperimen. Siswa yang fokus akan memperhatikan prosedur kerja dengan baik dan tidak banyak bermain-main saat kegiatan eksperimen. Sikap menanyakan setiap langkah kegiatan dapat diamati ketika siswa dapat mengajukan pertanyaan tentang hal yang berhubungan kegiatan yang dilakukan siswa.
Pemilihan indikator curiosity disesuaikan dengan materi pelajaran yang disampaikan. Indikator curiosity yang digunakan adalah perpaduan indikator curiosity oleh Harlen dan indikator rasa ingin tahu yang terdapat pada buku Panduan Budaya dan Karakter Bangsa, sebagaimana terdapat pada Tabel 2.3. dan 2.4. Empat indikator curiosity oleh Harlen digunakan semua. Indikator curiosity pada buku Panduan Budaya dan Karakter Bangsa yang digunakan adalah bertanya kepada guru dan teman tentang materi pelajaran, dan bertanya kepada guru tentang sesuatu yang didengar dari ibu, bapak, teman, radio, atau televise Kemendiknas (2010).
2.4
Tinjauan Materi Pemuaian di SMP
berupa penyampaian materi dan pemberian contoh, jarang pembelajaran yang menjelaskan konsep pemuaian dengan memperlihatkan bagaimana pemuaian terjadi. Proses pembelajaran IPA di SMP seharusnya mengutamakan pemahaman konsep dan proses penemuan konsep. Penelitian yang dilakukan adalah penerapan model pembelajaran Conceptual Understanding Procedures (CUPs) pada pokok bahasan pemuaian. Alasannya adalah model pembelajaran CUPs dikembangkan dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme dan pembelajaran kooperatif yang sesuai dengan karakteristik materi pemuaian di SMP. Indikator pembelajaran materi pemuain dibuat dengan mengacu SK dan KD disajikan dalam Tabel 2.5.
Tabel 2.5. Indikator pembelajaran materi pemuaian Standar
Kompetensi
Kompetensi
Dasar Indikator
3. Memahami wujud zat dan perubahannya
3.3 Melakukan percobaan yang berkaitan dengan pemuain dalam kehidupan sehari-hari
1.Mengamati proses pemuaian zat padat 2.Mengamati proses pemuaian zat cair 3.Mengamati proses pemuaian gas 4.Melakukan percobaan sederhana untuk
menunjukkan terjadinya pemuaian zat padat 5.Melakukan percobaan sederhana untuk
menunjukkan terjadinya pemuaian cair 6.Melakukan percobaan sederhana untuk menunjukkan terjadinya pemuaian gas 7.Mengamati perbedaan proses pemuaian
volume pada pemuaian beberapa jenis zat cair 8.Menerapan prinsip pemuaian zat padat dalam
kehidupan sehari-hari
9.Menunjukkan penerapan prinsip pemuaian zat cair dalam kehidupan sehari-hari
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan, model pembelajaran CUPs terdiri atas tiga fase kegiatan. Fase pertama adalah kerja individu, pada fase ini pembelajaran yang dilakukan menggunakan pendekatan konstruktivisme. Hubungan materi pemuaian dengan pembelajaran konstruktivisme, dapat ditunjukkan dengan menggunakan indikator pertama, yaitu mengamati proses pemuaian zat padat, seperti yang terdapat pada Tabel 2.5. Proses pemuaian zat pada banyak terjadi di lingkungan sekitar, namun untuk mengamati prosesnya dibutuhkan waktu yang lama. Demonstrasi sederhana yang menjelaskan konsep pemuaian, membantu menjelaskan konsep pemuaian dengan lebih mudah. Siswa dapat menghubungkan antara pengetahuan yang sudah dimiliki, dengan informasi yang diperoleh dari demonstrasi pemuaian zat padat. Pembangunan pemahaman siswa difasilitasi dengan LKS individu. Siswa diarahkan untuk memberikan jawaban yang dapat membangun pemahaman konsep. Kegiatan demonstrasi juga dapat meningkatkan curiosity siswa. Curiosity sangat penting dalam suatu proses belajar, karena dapat menimbulkan motivasi internal siswa untuk lebih mendalami materi pemuaian.
SMP memiliki karakteristik yang bisa disampaikan dengan model pembelajaran CUPs.
2.5
Materi Pemuaian
[image:41.595.263.398.353.484.2]Hampir semua benda akan mengalami pertambahan volume ketika dipanaskan. Pertambahan volume benda akibat dipanaskan disebut dengan pemuaian termal (thermal expansion). Pemuaian termal adalah suatu akibat dari berubahnya jarak rata-rata antar atom pada suatu benda. Model atom penyusun zat padat dapat diilustrasikan pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4. Model atom mekanik.
Sebuah benda memiliki panjang awal � pada temperature . Apabila suhu benda berubah sebesar ∆ , perubahan panjang sebesar ∆ sebanding dengan ∆ dan panjang awal �, maka persamaan yang dapat dituliskan sebagai berikut ∆ = �∆ , dengan adalah koefisien muai linier. Besaran ini adalah rasio perubahan panjang terhadap perubahan temperature atau dapat dituliskan dalam bentuk persamaan sebagai berikut (Tippler, 1998: 568).
=∆ / �
∆
Koefisien muai linier pada suatu temperature tertentu dapat diperoleh dengan mengambil limit ∆ mendekati nol.
= lim
∆ →0
∆ / �
∆ =
1
�
Dimensi linier suatu benda dapat mengalami pemuaian jika dipanaskan, hal ini juga diikuti dengan perubahan luas dan volume benda ketika dipanaskan. Perubahan volume pada tekanan tetap sebanding dengan volume awal ��. maka persamaan yang dapat dituliskan sebagai berikut ∆� = �� ∆ , dengan adalah koefisien muai volume.
= lim
∆ →0
∆�/��
∆ =
1
�� ��
Apabila �� = 1 2 3, dapat ditunjukkan bahwa untuk bahan tertentu koefisien
muai volume sama dengan tiga kali koefisien muai panjang. Laju perubahan volume terhadap temperature adalah,
�� = 1 2 3
= 1 2
3
+ 1 3
2
+ 2 3
= 1
��
�� = 1
3 3
+ 1
2 2
+ 1
1 1
Setiap suku menunjukkan besarnya , maka dapat disimpulkan bahwa = 3 . Terdapat zat yang mengalami penyusutan kerika temperaturnya bertambah. Zat seperti air mengalami penyusutan pada suhu tertentu ketika dipanaskan. Pada suhu 4oC volume air minimum dan kerapatannya maksimum. Jadi, bila air dipanaskan dari suhu 0 sampai 4oC air menyusut. Pada temperatur di atas 4oC air menjadi lebih rapat jika mengalami pendinginan, sehingga mudah tenggelam. Pada temperatur di bawah 4oC air menjadi kurang rapat saat mengalami pendinginan, sehingga tetap berada di permukaan saat mengalami pendinginan. Oleh sebab itu es akan terbentuk mula-mula di bagian atas danau es (Tippler, 1998: 570).
2.6
Kerangka Berpikir
proses pembelajaran. Ketertarikan pada materi pelajaran dapat membantu siswa dalam proses belajar dan siswa lebih mudah memahami konsep.
Pengorganisasian proses pembelajaran dapat menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran. Sebelum menentukan desain pembelajaran yang sesuai, terlebih dahulu dilakukan peninjauan masalah. Materi pelajaran yang disampaikan juga harus ditinjau dengan mengacu pada SK dan KD. Materi pelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah materi pemuaian. Karakteristik materi pemuaian di SMP dapat disampaikan dengan pendekatan pembelajaran konstruktivisme dan pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran yang menggunakan pendekatan pembelajaran konstruktivisme dan memperkuat nilai pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran Conceptual Understanding Procedures (CUPs).
Peristiwa pemuaian banyak terjadi di lingkungan sekitar, dan banyak aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari, baik manfaat dan dampak negatif. Pembelajaran materi pemuaian biasanya berupa penyampaian materi dan pemberian contoh, jarang pembelajaran yang menjelaskan proses penemuan konsep pemuaian dengan memperlihatkan bagaimana pemuaian terjadi. Penyampaian materi pemuaian dengan model pembelajaran CUPs, bertujuan untuk menyampaikan konsep pemuaian agar lebih mudah dipahami siswa dan membuat siswa menikmati kegiatan pembelajaran.
pembelajaran CUPs terdiri atas dua macam, yaitu LKS individu dan LKS kelompok. Kerangka berpikir penelitian ini disajikan dalam Gambar 2.5. sebagai berikut.
Gambar 2.5. Kerangka Berpikir Model Pembelajaran CUPs Pemahaman Konsep Pemuaian
Pemahaman Konsep Materi Pemuaian SMP
Analisis SK dan KD Pembelajaran
Konstruktivisme
Pembelajaran Kooperatif
Pelaksanaan Pembelajaran Meningkatkan
Curiosity Siswa
Penyusunan Perangkat dan Instrumen
Pembelajaran Model Pembelajaran
Conceptual Understanding Procedures (CUPs)
Disain Pembelajaran
Pembuatan Indikator Indikator
Curiosity
2.7
Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Penerapan model pembelajaran Concetual Understanding Procedures (CUPs) dapat meningkatkan pemahaman konsep dan curiosity siswa. 2. Penerapan model pembelajaran Concetual Understanding Procedures
32
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas 7A-7D SMP negeri 2 Kudus tahun pelajaran 2012/ 2013. Pemilihan populasi penelitian di sekolah tersebut disebabkan karena proses pembelajaran fisika di kelas 7A-7D mewakili rata-rata pelaksanaan pembelajaran fisika di SMP pada umumnya.
3.2
Sampel
Sampel penelitian dalam penelitian ini adalah siswa kelas 7B dan kelas 7D SMP Negeri 2 Kudus yang diambil dengan teknik simple random sampling. Setelah dilakukan uji homogenitas pada hasil UAS semester ganjil, sampel dipilih secara acak. Hasil uji homogenitas menunjukkan bahwa kelas 7A-7D memiliki varians yang sama atau homogen. Berdasarkan hasil observasi dan informasi yang diperoleh dari guru mata pelajaran fisika, maka dipilih kelas 7B sebagai kelas eksperimen yaitu kelas yang diberi model pembelajaran Conceptual Understanding Procedures (CUPs), dan kelas 7D sebagai kelas kontrol yaitu kelas yang diberi model pembelajaran eksperimen verifikasi.
3.3
Variabel Penelitian
(CUPs) dan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran eksperimen verifikasi. Variabel terikat penelitian ini adalah pemahaman konsep siswa yang ditinjau dari hasil belajar secara kognitif dan peningkatan curiosity siswa.
3.4
Desain Penelitian
Desai penelitian yang digunakan adalah Pretest-Posttest Control Group Design. Terdapat dua kelompok yang dipilih secara random, kemudian diberi
pretest untuk mengetahui keadaan awal adakah perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelas eksperimen diberi perlakuan dengan menerapkan model pembelajaran CUPs dan kelas kontrol diberi perlakuan dengan menerapkan model pembelajaran eksperimen verifikasi. Tabel 3.1. menunjukkan desain penelitian yang akan dilakukan.
Tabel 3.1. Desain penelitian pretest-posttest control group Sampel Kondisi Awal Perlakuan Kondisi Akhir
Kelas Eksperimen O1 X O2
Kelas Kontrol O2 Y O4
Keterangan:
O1 dan O3 : pre-test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol O2 dan O4 : post-test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol X : Perlakuan dengan model pembelajaran CUPs Y : Perlakuan dengan model Eksperimen verifikasi
3.5
Langkah-langkah Penelitian
instrumen pembelajaran, uji coba instrumen, implementasi, teknik pengumpulan data, dan diakhiri dengan analisis hasil dan penyusunan laporan.
1. Studi Pendahuluan
Studi pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kegiatan pembelajaran fisika di salah satu SMP negeri di kabupaten Kudus. Studi pendahuluan dilaksanakan dengan mengobservasi pelaksanaan pembelajaran dan wawancara dengan guru fisika. Hasil yang ditemukan, saat proses pembelajaran siswa masih kurang aktif dan hanya menerima informasi dari guru. Proses pembelajaran kurang komunikatif dan masih berpusat pada guru, kegiatan eksperimen juga jarang dilakukan. Diperlukan model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan bertanya siswa agar pembelajaran lebih komunikatif dan siswa bisa memahami konsep yang disampaikan. Minat bertanya siswa dapat ditumbuhkan dengan cara meningkatkan curiosity siswa.
2. Studi Literatur
3. Penyusunan Perangkat dan Instrumen Pembelajaran
Peneliti menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) kelas eksperimen dan kelas kontrol, lembar kerja siswa (LKS) kelas eksperimen dan kelas kontrol. RPP dan LKS yang telah dibuat dikonsultasikan dengan dosen pembimbing dan guru mata pelajaran fisika. Selanjutnya dari indikator-indikator hasil belajar kognitif dan curiosity siswa dibuat instrumen penilaian. Instrumen penilaian pemahaman konsep menggunakan tes pilihan ganda, dan penilaian curiosity siswa dengan menggunakan angket dan lembar observasi.
4. Uji Coba Instrumen Tes
Instrumen tes sebelum digunakan, dilakukan uji validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan taraf kesukaran. Pengujian Instrumen penelitian berupa tes pilihan ganda dilakukan uji coba pada siswa kelas 8F SMP negeri 2 kudus. Kelas 8F dipilih sebagai kelas untuk uji coba soal karena siswa kelas tersebut sudah pernah menerima materi pemuaian. Berdasarkan hasil uji coba butir soal diambil 20 soal yang selanjutnya akan digunakan untuk mengambil data.
5. Implementasi
pelajaran melakukan observasi pada semua kegiatan pembelajaran. Peneliti melakukan observasi saat kegiatan eksperimen, sehingga peneliti dapat mengetahui siswa yang aktif bertanya saat kegiatan eksperimen.
6. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan pretest dan posttest untuk mengetahui peningkatan pemahaman konsep pemuaian sebelum
dan sesudah pembelajaran. Angket pretest dan posttest untuk mengetahui peningkatan curiosity siswa sebelum dan sesudah pembelajaran. Teknik yang ketiga adalah lembar observasi yang digunakan pada setiap proses pembelajaran untuk mengamati peningkatan curiosity siswa.
7. Analisis Hasil dan Penyusunan Laporan
Gambar 3.1. Alur Penelitian Kelas Kontrol
Penyusunan Perangkat Pembelajaran
Pretest Uji Coba dan Analisis: validitas, reliabilitas, daya
beda, dan taraf kesukaran Studi Pendahuluan
Studi Literatur
Model Pembelajaran CUPs, Pemahaman Konsep, dan Curiosity siswa
Perumusan Masalah
Kelas Eksperimen
Angket Penyusunan Instrumen
Tes Kognitif
Model Pembelajaran CUPs (Lembar Observasi Curiosity) Model Pembelajaran
Eksperimen Verifikasi (Lembar Observasi Curiosity)
Posttest Analisis Data
3.6
Metode Pengumpulan Data
3.6.1 Metode Wawancara
Metode wawancara dilakukan peneliti saat melakukan observasi awal. Narasumber pada kegiatan wawancara adalah guru mata pelajaran fisika. Kegiatan wawancara bertujuan untuk memperoleh informasi tentang respon siswa pada saat pembelajaran fisika. Wawancara yang dilakukan berupa wawancara tidak terstruktur. Peneliti memberikan pertanyaan-pertanyaan lisan kepada narasumber tentang hal yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran dan penelitian.
3.6.2 Metode Angket
Angket diberikan kepada siswa untuk mengetahui seberapa besar peningkatan curiosity siswa pada pelajaran fisika setelah pembelajaran. Angket diberikan bersamaan dengan pretest dan posttest pemahaman konsep. Hasil angket dihitung gain untuk mengetahui peningkatan curiosity siswa.
3.6.3 Metode Observasi
Metode observasi dalam penelitian ini menggunakan lembar observasi pada setiap pelaksanaan pembelajaran. Lembar observasi digunakan untuk mengamati paningkatan curiosity siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pelaksanaan pembelajaran dilakukan selama tiga kali pertemuan, pada setiap pertemuan aktivitas siswa diamati menggunakan lembar observasi.
3.6.4 Metode Tes
(C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), dan analisis (C4). Pemberian tes dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pretest untuk mengetahui kondisi awal subjek penelitian, dan posttest untuk mengetahui peningkatan pemahaman konsep materi pemuaian. Hasil tes dihitung gain agar diperoleh informasi peningkatan pemahaman konsep siswa.
3.7
Instrumen Penelitian
3.7.1 Angket
Angket digunakan untuk mengetahui peningkatan curiosity siswa. Isi angket mencakup beberapa indikator curiosity, yaitu: (a) antusias mencari jawaban; (b) perhatian (fokus) pada objek yang diamati; (c) antusias pada proses sains; (d) menanyakan setiap langkah kegiatan; (e) bertanya kepada guru dan teman tentang materi pelajaranl; dan (f) mengajukan pertanyaan kepada guru mengenai peristiwa yang pernah diamati yang berhubungan dengan materi pemuaian. Angket diberikan setelah pretest dan posttest pemahaman konsep. Angket awal digunakan untuk mengetahui kondisi awal subjek penelitian, dan angket akhir digunakan untuk mengetahui peningkatan curiosity siswa. Hasil angket akan dihitung gain agar diperoleh informasi peningkatan curiosity siswa.
3.7.2 Lembar Observasi
Lembar observasi digunakan sebagai instrumen untuk mengetahui peningkatan curiosity siswa selama kegiatan pembelajaran. Lembar observasi yang digunakan terdapat sejumlah daftar kegiatan yang dapat diamati selama proses pembelajaran. Kriteria penilaian observasi peningkatan curiosity terdapat pada Lampiran 8.
3.7.3 Soal Tes
Tes digunakan untuk mengetahui adanya peningkatan pemahaman konsep setelah pembelajaran. Gain hasil belajar kognitif siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol, digunakan untuk mengetahui adanya peningkatan pemahaman konsep siswa. Nilai posttest digunakan untuk uji hipotesis keefektifan model pembelajaran Concetual Understanding Procedures (CUPs) dibandingkan dengan model pembelajaran eksperimen verifikasi, dalam meningkatkan pemahaman konsep.
3.8
Analisis Instrumen Penelitian
3.8.1 Validitas
Untuk mengetahui validitas isi digunakan rumus korelasi product moment dengan angka kasar (Arikunto, 2002: 72):
= NXY− X Y
NX2− X 2 NY2− Y 2
dengan :
= koefisien korelasi antara variabel dan variabel
= jumlah siswa
= skor butir soal (item)
= skor total butir soal
Apabila > maka butir soal tersebut valid. Kriteria valid atau tidaknya butir soal dibandingkan dengan harga r pada table product moment dengan taraf signifikansi 5% .
Kriteria validitas butir soal (Arikunto, 2002: 75): a. Antara 0,80 < rxy≤1,00 : sangat tinggi
b. Antara 0,60 < rxy≤ 0,80 : tinggi c. Antara 0,40 < rxy≤ 0,60 : cukup d. Antara 0,20 < rxy≤ 0,40 : rendah
e. Antara 0,00 < rxy≤ 0,20 : sangat rendah
Perhitungan validitas soal uji coba dengan menggunakan rumus korelasi product moment, diperoleh 29 soal valid dari total 40 soal. Hasil uji validitas
Perhitungan validitas ini dilakukan pada setiap butir soal. Hasil analisis validitas dapat dilihat pada Tabel 3.2. sebagai berikut.
Tabel 3.2. Hasil analisis validitas soal uji coba
Uji Validitas Nomor Soal Jumlah Soal
Valid 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10, 12, 14, 16, 17, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 26, 27, 28, 29, 31, 32, 34, 37, 38, 40
29
Tidak Valid 7, 11, 13, 15, 18, 25, 30, 33, 35, 36, 39
11
Jumlah 40
3.8.2 Reliabilitas
Reliabilitas adalah ketetapan suatu tes apabila diujikan pada subyek yang sama. Suatu tes dikatakan reliabel jika tes tersebut dapat dipercaya dan konsisten. Untuk menghitung reliabilitas soal, digunakan rumus KR 21 (Arikunto, 2002: 103):
11 = −
1 1−
−
2
dengan :
11 = reliabilitas instrument
= jumlah butir soal
= rata-rata skor total
2 = varians skor total
r11 > rtabel maka item tes yang diujicobakan reliabel. Hasil perhitungan reliabilitas soal uji coba dapat dilihat pada Lampiran 7.
3.8.3 Taraf Kesukaran
Untuk mencari daya pembeda dapat digunakan rumus berikut(Arikunto, 2007 : 208):
� =
�
dengan:
P = indeks kesukaran
= banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar � = jumlah seluruh siswa peserta tes
Klasifikasi taraf kesukaran sebagai berikut (Arikunto, 2002 : 210): a. soal dengan P= 0,00 sampai P= 0,30 adalah soal sukar
b. soal dengan P= 0,31 sampai P= 0,70 adalah soal sedang c. soal dengan P= 0,71 sampai P= 1,00 adalah soal mudah
Tingkat kesukaran soal uji coba dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3. Hasil analisis taraf kesukaran soal uji coba
Taraf Kesukaran Nomor Soal Jumlah Soal
Mudah 2, 23, 24, 31, 37, 38 6
Sedang 1, 3, 4, 6, 9, 12, 14, 16, 20, 21, 22, 26, 27, 28, 32, 34
16
Sukar 5, 8, 10, 17, 19, 29, 40 7
3.8.4 Daya Pembeda
Daya pembeda soal diperlukan untuk mengetahui seberapa akurat soal tersebut dalam membedakan siswa yang pandai dengan siswa yang tidak pandai. Soal dianggap baik apabila siswa yang menjawab benar pada kelompok siswa pandai lebih banyak dari siswa yang menjawab benar pada kelompok siswa kurang pandai.
Rumus yang digunakan untuk menghitung daya pembeda soal yaitu:
� =
� − � =� − �
dengan :
J = Jumlah peserta tes
JA = Banyaknya peserta kelompok atas JB = Banyaknya peserta kelompok bawah
BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal benar BB= Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal benar PA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab dengan benar PB = Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab dengan benar. Indeks diskriminasi negatif berarti peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar lebih baik dibandingkan kelompok atas. Berikut ini klasifikasi daya pembeda (Arikunto, 2002: 218).
Soal yang mempunyai nilai negatif sebaiknya dibuang saja. Hasil analisis dapat dilihat pada tabel 3.4. sebagai berikut.
Tabel 3.4. Hasil analisis daya pembeda soal uji coba
Taraf Kesukaran Nomor Soal Jumlah Soal
Jelek 7, 11, 13, 15, 18, 25, 30, 33, 35, 36, 39
11 Cukup 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10,
12, 14, 17, 19, 20, 23, 26, 27, 29, 37, 38, 40
21
Baik 16, 21, 22, 24, 28, 31, 32, 34,
8
Jumlah 40
3.9
Metode Analisis Data
3.9.1 Analisis Data Awal (Uji Homogenitas)
Uji homogenitas dilakukan untuk memperoleh asumsi bahwa sampel penelitian berawal dari kondisi yang sama atau homogen. Uji homogenitas dilakukan dengan menyelidiki apakah populasi mempunyai varians (σ2) yang sama atau tidak. Untuk menguji homogenitas populasi, digunakan uji Bartlett dengan rumus sebagai berikut (Sudjana, 2005: 263):
2 =( � −1) � 2
( �−1)
B = (log 2) ( � −1)
2 = ln 10 B−
� −1 log 2
dengan:
2 = chi kuadrat
2 = varians gabungan dari semua sampel
� = sampel
B = koefisien Bartlett
Untuk menguji apakah varians tersebut sama atau tidak maka x2hitung
dikonsultasikan dengan x2tabel dengan = 5% dengan derajat kebebasan (dk)
banyaknya kelas dikurangi 1. Jika ℎ�2 � < 2 maka H0 diterima. Hal ini
berarti sampel tersebut mempunyai varians yang sama atau dikatakan homogen. Data yang di uji homogenitasnya adalah nilai UAS semester ganjil kelas 7A sampai 7D. Uji homogenitas menggunakan uji Bartlett. Apabila kelas 7A-7D dinyatakan homogen, maka peneliti dapat mengambil kelas manapun yang akan dipilih sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasil perhitungan dengan rumus Bartlett diperoleh nilai chi kuadrat hitung 0,809 dan dk = 4 1 = 3 dengan = 5%, chi kuadrat tabel adalah 7,815. Diperoleh ℎ�2 � < 2 maka Ho
diterima. Populasi mempunyai varians yang sama atau homogen. Penentuan kelas kontrol dan kelas eksperimen dengan teknik simple random sampling. Diperoleh kelas 7B dan 7D sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol.
3.9.2 Analisis Data Akhir 3.9.2.1 Uji Normalitas
Hipotesis :
Ho = data berdistribusi normal Ha = data tidak berdistribusi normal
Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji chi kuadrat. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut (Sudjana, 2005: 280) :
2 = Oi−Ei 2
Ei
dengan:
Oi = banyak data hasil penelitian
Ei = banyak data yang diharapkan
Pengujian hipotesis dengan menggunakan nilai 2, apabila nilai 2
hitung < 2
tabel , maka Ho diterima, data berdistribusi normal. Data yang diuji
normalitasnya dalah nilai pretest dan posttest pemahaman konsep serta angket pretest dan posttest. Hasil uji normalitas nilai tes pemahaman konsep dan angket
kelas eksperimen dan kelas kontrol ditunjukkan pada Tabel 3.5. dan 3.6. Tabel 3.5. Hasil perhitungan uji normalitas tes pemahaman konsep
Sumber variasi
Nilai Pretest Nilai Posttest
Kelas
Eksperimen Kelas Kontrol
Kelas
Eksperimen Kelas Kontrol
2
hitung 8,59 10,70 3,33 2,61
2
tabel 11,07 11,07 11,07 11,07
Kriteria
Data berdistribusi
normal
Data berdistribusi
normal
Data berdistribusi
normal
Data berdistribusi
Tabel 3.6. Hasil perhitungan uji normalitas angket curiosity
Sumber variasi
Skor Pretest Angket Skor Posttest Angket Kelas
Eksperimen Kelas Kontrol
Kelas
Eksperimen Kelas Kontrol
2
hitung 4,28 2,48 7,40 8,28
2
tabel 11,07 11,07 11,07 11,07
Kriteria
Data berdistribusi
normal
Data berdistribusi
normal
Data berdistribusi
normal
Data berdistribusi
normal
Hasil uji normalitas diperoleh bahwa data tes pemahaman konsep siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal seperti ditunjukkan pada Tabel 3.2. Angket pretest dan posttest juga berdistribusi normal, seperti ditujkukkan pada Tabel 3.3.
3.9.2.2 Uji Varians
Uji varians dilakukan untuk mengetahui apakah keadaan kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki varians yang sama atau tidak. Rumus yang digunakan dalam uji varians adalah.
� = �
� �
Tabel 3.7. Hasil perhitungan uji varians tes pemahaman konsep
Sumber variasi Nilai Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Nilai Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
2
hitung 1,12 1,01
2
tabel 1,96 1,96
Kriteria Varians sama Varians sama
Tabel 3.8. Hasil perhitungan uji varians angket curiosity
Sumber variasi Skor Pretest Angket Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Skor Posttest Angket Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
2
hitung 1,26 1,40
2
tabel 1,96 1,96
Kriteria Varians sama Varians sama
3.9.2.3 Uji Hipotesis
Untuk mengetahui peningkatan pemahaman konsep dan curiosity siswa kelas eksperimen lebih baik daripada siswa kelas kontrol, maka dilakukan pengujian dengan menggunakan uji t satu pihak. Hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut.
Ho : μ1 μ2 (Penerapan model pembelajaran Concetual Understanding Procedures (CUPs) lebih efektif dibandingkan dengan model pembelajaran eksperimen verifikasi dalam meningkatkan pemahaman konsep dan curiosity siswa)
pembelajaran eksperimen verifikasi dalam meningkatkan pemahaman konsep dan curiosity siswa.)
Rumus yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah (Sugiyono, 2010: 138):
= 1− 2
12 1+
22 2
dengan :
1
X = rata-rata kelas eksperimen
2
X = rata-rata kelas kontrol n1 = jumlah siswa kelas kontrol n2 = jumlah siswa kelas kontrol s12 = varians kelas eksperimen s22 = varians kelas kontrol
Uji pihak kiri berlaku ketentuan bila harga thitung dengan dk = n1 + n2 2 dan taraf kesalahan 5% jatuh pada daerah penerimaan Ho atau ℎ� � >− , maka Ho diterima dan Ha ditolak.
3.9.2.4 Uji Gain
Untuk melihat peningkatan pemahaman konsep dan curiosity, dilakukan uji gain pada hasil belajar kognitif dan angket curiosity. Persamaan yang digunakan adalah (Hake, 1998):
dengan:
� = gain normalisasi (gain normal)
Spost = nilai rata-rata pada hasil posttest
Spost = nilai rata-rata pada hasil pretest Besarnya faktor <�> dikategorikan sebagai berikut :
Tinggi = g > 0,7 atau dinyatakan dalam persen g > 70%
Sedang = 0,3 ≤ g ≤ 0,7 atau dinyatakan dalam persen 30%≤ g ≤ 70% Rendah = g < 0,3 atau dinyatakan dalam persen � < 30%
3.9.2.5 Analisis Angket dan Lembar Observasi
Perhitungan data curiosity siswa dilakukan dengan menganalisis lembar observasi dan angket dengan persamaan:
�= 100%
dengan:
P = persentase
S = skor yang diperoleh untuk seluruh aspek
N = skor total
Hasil tersebut ditafsirkan dengan rentang kualitatif sebagai berikut (Arikunto, 2002: 245):
80% ≤ P ≤ 100% = baik sekali 66% ≤ P ≤ 79% = baik 56% ≤ P ≤ 65% = cukup 40% ≤ P ≤ 55% = kurang
3.9.2.6 Korelasi Product Moment
Uji korelasi product moment digunakan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara peningkatan curiosity dengan peningkatan pemahaman konsep. Curiosity sebagai variabel bebas, dan pemahaman konsep sebagai variabel terikat.
Peningkatan curiosity diperoleh dari angket yang diberikan setelah siswa mengerjakan soal posttest. Peningkatan pemahaman konsep diperoleh dari nilai posttest. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut (Sugiyono, 2010:
228).
= � − � �
�2−
� 2 �2 − � 2 dengan:
= korelasi antara variabel x dan variabel y
= skor peningkatan curiosity
= nilai tes pemahaman konsep
Hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut.
Ho = tidak terdapat hubungan antara curiosity dan pemahaman konsep Ha = terdapat hubungan antara curiosity dan pemahaman konsep
Tabel 3.9. Deskripsi kualitatif koefisien korelasi Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 0,199 0,20 0,399 0,40 0,599 0,60 0,799 0,80 1,000
54
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Pretest dan Posttest Pemahaman Konsep
Sebelum pelaksanaan pembelajaran, kelas eksperimen dan kelas kontrol diberi pretest pemahaman konsep pemuaian, untuk mengetahui pemahaman konsep awal siswa. Pada saat pelaksanaan pembelajaran, kedua kelas diberi perlakuan yang berbeda, kelas eksperimen diberi model pembelajaran CUPs dan kelas kontrol diberi model pembelajaran eksperimen verifikasi. Posttest diberikan setelah materi selesai disampaikan, tujuannya untuk mengetahui adanya peningkatan pemahaman konsep siswa pada materi pemuaian. Hasil pretest dan posttest siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol disajikan dalam bentuk diagram, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.1. dan 4.2.
Gambar 4.1. Diagram hasil pretest pemahaman konsep pemuaian siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol
70.0
20.0
46.3 85.0
20.0
45.2
0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0
Nilai Maks Milai Min Rata-rata
N
il
ai
P