• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Konsentrasi BAP dan Umur Plantlet terhadap Pertumbuhan Plantlet Nenas (Ananas comosus L. Merr) Varietas Smooth Cayenne Hasil Kultur In Vitro.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Konsentrasi BAP dan Umur Plantlet terhadap Pertumbuhan Plantlet Nenas (Ananas comosus L. Merr) Varietas Smooth Cayenne Hasil Kultur In Vitro."

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KONSENTRASI BAP DAN UMUR PLANTLET

TERHADAP PERTUMBUHAN PLANTLET NENAS

(

Ananas comosus

L. Merr) VARIETAS

SMOOTH CAYENNE

HASIL KULTUR

IN VITRO

RAMADHANI DWI SANTOSO

A24070176

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

THE EFFECTS OF BAP CONCENTRATIONS

AND AGE GROUPING ON THE GROWTH OF

IN VITRO CULTURED

SMOOTH CAYENNE

PINEAPPLE (

Ananas comosus

L. MERR) PLANTLETS

Ramadhani Dwi Santoso1, Sobir2

Abstract

The aim of this research is to study the effects of synthetic cytokinin

(6-benzylaminopurine/ BAP) treatments on two groups of pineapple (Ananas

comosus L.Merr) plantlets differentiated by plantlet ages. The research used the

Factorial Experiment on Randomized Complete Block Design with two factors,

which are BAP concentrations (0 ppm, 25 ppm, 50 ppm, and 75 ppm) and plantlet

division by age grouping (52 days and 69 days), with three replications. It was

then followed by Tukey’s Honestly Significant Difference Test at error level of

5%.

The results show that BAP treatments with the concentration used in this

research significantly inhibits the growth of pineapple plantlets observed on four

parameters (number of leaves, leave length, plantlet height, and plantlet diameter),

while age grouping tratments didn’t show any significant effects, except on the

plantlet height at 8 and 14 weeks after treatment. There are also tratment-related

interactions which significantly affects the values of the number of leaves and

plantlet height. It was then suggested that lower concentrations of cytokinin are

required if similar research is to be conducted in the future.

Keywords : pinapple, post-acclimatization, propagation, 6-benzylaminopurine

1

Student at Department of Agronomy and Horticulture, Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural University

2

(3)

RINGKASAN

RAMADHANI DWI SANTOSO. Pengaruh Konsentrasi BAP dan

Umur Plantlet terhadap Pertumbuhan Plantlet Nenas (

Ananas

comosus

L. Merr) Varietas

Smooth Cayenne

Hasil Kultur

In Vitro

.

(Dibimbing oleh SOBIR)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai konsentrasi

zat pengatur tumbuh (ZPT) sitokinin buatan (6-benzylaminopurine, BAP) pada

dua kelompok umur plantlet nenas (Ananas comosus L. Merr). Rancangan percobaan yang digunakan adalah percobaan faktorial dalam Rancangan

Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan dua faktor dan tiga ulangan. Faktor

pertama adalah pemberian BAP yang terdiri atas empat taraf konsentrasi (0 ppm,

25 ppm, 50 ppm, dan 75 ppm). Faktor kedua adalah pengelompokan berdasarkan

umur plantlet. Taraf perlakuan pengelompokan umur plantlet terdiri atas 52 hari

dan 69 hari, dihitung sejak aklimatisasi selesai dilakukan.

Plantlet direndam dalam larutan BAP sesuai dengan taraf yang ditetapkan,

dikeringanginkan, lalu ditanam pada bak tanam dengan jarak tanam 5 cm x 5 cm.

Pengamatan dilakukan terhadap kondisi umum pertanaman dan variabel

pertumbuhan vegetatif, yang terdiri atas jumlah daun, panjang daun, tinggi

plantlet, dan diameter tajuk.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian BAP dalam konsentrasi

yang digunakan secara sangat nyata menekan pertumbuhan plantlet nenas pada

semua variabel yang diamati. Pengelompokan plantlet berdasarkan umur tidak

berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan plantlet secara vegetatif, kecuali

terhadap tinggi plantlet pada 8 dan 14 MSA. Interaksi antara faktor pemberian

BAP dan pengelompokan umur berpengaruh nyata untuk tinggi plantlet dan

jumlah daun, sedangkan untuk jumlah daun dan diameter tajuk tidak berpengaruh

(4)

PENGARUH KONSENTRASI BAP DAN UMUR PLANTLET

TERHADAP PERTUMBUHAN PLANTLET NENAS

(

Ananas comosus

L. Merr) VARIETAS

SMOOTH CAYENNE

HASIL KULTUR

IN VITRO

Skripsi sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

RAMADHANI DWI SANTOSO

A24070176

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(5)

Judul :

PENGARUH KONSENTRASI BAP DAN UMUR

PLANTLET

TERHADAP

PERTUMBUHAN

PLANTLET NENAS (

Ananas comosus

L. Merr)

VARIETAS

SMOOTH CAYENNE

HASIL KULTUR

IN VITRO

Nama :

RAMADHANI DWI SANTOSO

NIM :

A24070176

Menyetujui:

Pembimbing

Dr. Ir. Sobir, MSi NIP 19640512 198903 1 002

Mengetahui:

Ketua Departemen

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr. NIP 19611101 198703 1 003

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, Provinsi Jawa Barat, pada tanggal 30 April

1989. Penulis merupakan anak kedua dari Prof. Dr. Drs. Adi Santoso, MSi dan

Nina Wiyantina, SSi. Penulis lulus dari SDN Panaragan II Bogor pada tahun

2001, kemudian melanjutkan ke SLTPN IV Bogor dan lulus pada tahun 2004.

Tahun 2007, penulis lulus dari SMAN 5 Bogor, dan diterima di Institut Pertanian

Bogor melalui jalur SPMB. Penulis menjalani studi sebagai mahasiswa IPB

dengan program mayor Agronomi dan Hortikultura, Departemen Agronomi dan

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur ke hadirat Allah Tuhan Semesta Alam yang atas

petunjuk dan rahmat-Nya penulis dapat menyusun skripsi penelitian dengan judul

”Pengaruh Konsentrasi BAP dan Umur Plantlet terhadap Pertumbuhan Plantlet

Nenas (Ananas comosus L. Merr) Varietas Smooth Cayenne Hasil Kultur In Vitro”. Skripsi ini ditulis sebagai tugas akhir penulis dalam menjalani studi sebagai mahasiswa program studi Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Sobir, MSi selaku dosen pembimbing atas waktu, tenaga, pikiran dan

kesabaran beliau selama membimbing penulis dalam menyelesaikan

penelitian ini, juga menekankan dalam diri penulis untuk menjadi manusia

yang bermanfaat bagi orang lain.

2. Dr. Dewi Sukma, Sp. Msi dan Ir. Megayani S. Rahayu, MS selaku dosen

penguji, atas waktu, kerjasama dan masukan yang diberikan kepada penulis,

baik dalam hal pembuatan karya ilmiah, maupun pola pikir dan sikap yang

harus dimiliki penulis sebagai bagian dari masyarakat ilmiah.

3. Ayahanda Prof. Dr. Drs. Adi Santoso, MSi dan Ibunda Nina Wiyantina, SSi,

yang telah merawat penulis sejak dalam kandungan hingga saat ini, untuk

semua doa dan kebaikan yang tidak akan pernah cukup dituliskan dengan

kata-kata. Penulis juga berterima kasih kepada Dina Alva Prastiwi, S.P. dan

Dini Ratu Fitria, yang merupakan kakak dan adik kandung penulis yang

selalu mewarnai kehidupan sehari-hari penulis di rumah.

4. Mizana Chaerunnisa, untuk doa, motivasi dan dukungannya baik sebagai

sahabat, saudari, maupun belahan jiwa penulis. Kimi no koto, daisuki.

5. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Agronomi dan Hortikultura angkatan

44, teman-teman di program studi lain, maupun di luar kampus. Thanks for the company, It’s been a very wonderful years, you guys are awesome!

6. Staf pengajar dan segenap keluarga besar Departemen Agronomi dan

Hortikultura IPB, atas ilmu pengetahuan dan ilmu kehidupan yang diajarkan

(8)

ii

7. Bapak Baisuni sebagai penanggung jawab Kebun Percobaan Pusat Kajian

Buah Tropika, Pasirkuda Bogor, beserta rekan-rekan di Pusat Kajian Buah

Tropika atas kerjasama selama penelitian berjalan.

Penulis juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga

penelitian dan penyusunan skripsi ini dapat berjalan dengan baik. Semoga hasil

penelitian ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Bogor, 24 Februari 2011

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Hipotesis ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Nenas (Ananas comossus L. Merr) ... 3

Perbanyakan Nenas ... 6

Sitokinin ... 7

BAHAN DAN METODE ... 10

Tempat dan Waktu ... 10

Bahan dan Alat ... 10

Rancangan Percobaan ... 10

Pelaksanaan Penelitian ... 11

Pengamatan ... 12

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 13

Kondisi Umum ... 13

Jumlah Daun ... 17

Panjang Daun ... 19

Tinggi Plantlet... 21

Diameter Tajuk ... 24

KESIMPULAN DAN SARAN ... 27

Kesimpulan ... 27

Saran ... 27

DAFTAR PUSTAKA ... 28

(10)

DAFTAR TABEL

Teks

Nomor Halaman

1. Kode Perlakuan Beserta Konsentrasi BAP dan Umur Plantlet yang Diujikan ... 10

2. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan terhadap Jumlah Daun pada 2-16 MSA ... 17

3. Rataan Jumlah Daun Plantlet dengan Berbagai Taraf Konsentrasi BAP pada 2, 6, dan 8-16 MSA ... 18

4. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan terhadap Panjang Daun pada 2-16 MSA ... 19

5. Rataan Panjang Daun Plantlet dengan Berbagai Taraf Konsentrasi BAP pada 2, 8, 10, dan 16 MSA ... 20

6. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan terhadap Tinggi

Plantlet pada 2-16 MSA ... 22

7. Rataan Tinggi Plantlet Plantlet dengan Berbagai Taraf Konsentrasi BAP pada 2, 6, 10, dan 16 MSA ... 23

8. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan terhadap Diameter Tajuk pada 2-16 MSA ... 24

9. Rataan Diameter Tajuk Plantlet dengan Berbagai Taraf Konsentrasi BAP pada 2, 6, 10, 14, dan 16 MSA ... 25

Lampiran

10. Sidik Ragam pengaruh perlakuan terhadap jumlah daun plantlet pada 2-16 MSA ... 33

11. Sidik Ragam pengaruh perlakuan terhadap panjang daun plantlet pada 2-16 MSA ... 33

12. Sidik Ragam pengaruh perlakuan terhadap tinggi plantlet pada 2-16 MSA ... 34

13. Sidik Ragam pengaruh perlakuan terhadap diameter tajuk plantlet pada 2-16 MSA ... 35

(11)

v

15. Rataan Panjang Daun Plantlet pada 2-16 MSA ... 37

16. Rataan Tinggi Plantlet pada 2-16 MSA... 37

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Struktur sitokinin (Harjadi, 2009) ... 8

2. Ilustrasi Plantlet Sampel dan Variabel Pengamatan yang Diukur pada Plantlet Tersebut... 12

3. Keracunan pada Plantlet Akibat Perlakuan BAP. ... 13

4. Perbandingan Keragaan Plantlet Kontrol dan Perlakuan. ... 14

5. Timbulnya Garis Merah pada Plantlet C3U2 (4 MSA) akibat

perlakuan BAP ... 15

6. Perkembangan Tunas Pada Plantlet C3U1(1):10 ... 16

7. Grafik Perubahan Jumlah Daun dengan Berbagai Konsentrasi BAP pada 2-16 MSA ... 18

8. Grafik Perubahan Panjang Daun (cm) dengan Berbagai Konsentrasi BAP pada 2-16 MSA ... 20

9. Grafik Perubahan Tinggi Plantlet dengan Berbagai Konsentrasi BAP pada 2-16 MSA ... 22

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Denah Lahan Penelitian ... 32

2. Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan terhadap Pertumbuhan

Vegetatif ... 33

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perbanyakan bibit merupakan tahapan yang penting dalam pengembangan

varietas baru. Varietas baru yang telah dikembangkan dari penelitian para ahli

dapat dirasakan manfaatnya apabila diperbanyak dan didistribusikan kepada

masyarakat. Varietas baru tersebut harus diperbanyak sedemikian rupa sehingga

mampu memenuhi tiga syarat, yaitu kualitas prima, harga yang bersaing, dan

ketersediaan yang konsisten, dalam arti produk dapat tersedia tepat waktu dan

jumlahnya sesuai dengan yang diinginkan. Ketiga syarat tersebut memungkinkan

untuk dicapai apabila produksi dilakukan dalam skala komersial.

Bahan tanam untuk produksi benih nenas varietas baru yang

dikembangkan, tersedia hanya dalam jumlah yang terbatas, padahal produksi

nenas dalam skala komersial membutuhkan bahan tanam 29 000 hingga 86 000

tanaman per hektar (Hepton, 2003). Kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi

dengan metode perbanyakan konvensional, karena membutuhkan waktu yang

lama dan jumlah bahan tanam yang dihasilkan juga sedikit.

Kultur jaringan merupakan metode untuk menghasilkan plantlet nenas

yang bebas penyakit, seragam, dengan jumlah yang besar dan dalam waktu

singkat (Khan et.al, 2004). Penerapan teknologi kultur jaringan di banyak negara berkembang, masih menemui kendala yang disebabkan oleh tingginya biaya yang

diperlukan untuk penerapan teknologi tersebut (Savangikar, 2004). Hal tersebut

berimbas kepada tingginya harga plantlet hasil kultur jaringan.

Perbanyakan konvensional terhadap bahan tanam kultur jaringan

merupakan alternatif yang dapat dijadikan solusi untuk masalah tersebut. Semua

bibit kentang bersertifikat di Irlandia dan Skotlandia saat ini berasal dari tanaman

kultur jaringan yang menghasilkan umbi mikro. Umbi-umbi tersebut ditanam

bukan untuk menghasilkan kentang untuk dipanen, namun diperbanyak dengan

sebanyak 2-4 kali untuk dijadikan bahan tanam. Selain harga yang lebih murah

dan kualitas bibit yang tinggi, petani mendapatkan tipe umbi kentang yang sama

dengan yang sudah biasa mereka tanam. Para petani tebu di Punjab, India pun saat

(15)

2

tanaman kultur jaringan yang diperbanyak dengan stek sebanyak 3-4 kali.

Departemen Pertanian di Thailand memproduksi tanaman krisan untuk dijual

kepada para petani, yang kemudian oleh petani diperbanyak dengan stek untuk

keperluan produksi bunga potong. Tanaman ubi dan singkong hasil kultur

jaringan di Cina dan Vietnam didistribusikan secara langsung kepada para petani.

Para petani kemudian memperbanyak tanaman tersebut untuk menghasilkan

bahan tanam sehat untuk ditanam di lahan mereka (Ahloowalia, 2004).

Penelitian ini merupakan upaya untuk mengamati pengaruh pemberian

sitokinin buatan (6-benzylaminopurine, BAP) terhadap plantlet nenas hasil kultur

jaringan. Sitokinin, menurut Ashari (1995) merupakan zat pengatur tumbuh (ZPT)

yang berperan dalam proses pembelahan sel, pembentukan organ, dan

pembentukan mata tunas pada tumbuhan.

Pemberian sitokinin diharapkan dapat memicu pertumbuhan tunas pada

plantlet, sehingga perbanyakan plantlet nenas secara vegetatif dapat dilaksanakan

lebih awal, bahkan sebelum plantlet tumbuh menjadi tanaman dewasa. Pengaruh

sitokinin terhadap pertumbuhan vegetatif plantlet nenas juga dipelajari melalui

pengamatan terhadap variabel pertumbuhan vegetatif, sehingga kelayakan metode

yang digunakan dalam penelitian ini dapat dipertimbangkan untuk penelitian

selanjutnya.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemberian berbagai

konsentrasi BAP pada dua kelompok umur plantlet terhadap pertumbuhan plantlet

nenas (Ananas comosus L. Merr) hasil kultur in vitro.

Hipotesis

1. Perbedaan konsentrasi BAP berpengaruh terhadap pertumbuhan plantlet

nenas hasil kultur in vitro.

2. Perbedaan umur plantlet berpengaruh terhadap pertumbuhan plantlet nenas

hasil kultur in vitro.

3. Terdapat interaksi antara konsentrasi BAP dan umur plantlet yang

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Nenas (Ananas comossus L. Merr)

Nenas (Ananas comosus L. Merr) adalah tumbuhan yang berasal dari Amerika Selatan. Bangsa Indian diduga mengadakan seleksi dari tumbuhan nenas

liar sehingga diperoleh A.comosus yang enak dimakan dan banyak dibudidayakan di dunia saat ini (Ashari, 1995).

Nenas saat ini merupakan komoditas buah terpenting ke-3 setelah pisang

dan jeruk. Produk utama yang diperjualbelikan di pasar internasional adalah buah

segar dan olahannya, seperti buah kalengan dan jus. Pasar internasional nenas

didominasi oleh perusahaan-perusahaan multinasional yang mengembangkan

infrastruktur untuk pemrosesan maupun pemasaran nenas. Thailand dan Indonesia

dapat tergolong pengecualian, di mana komoditas nenas dikembangkan dalam

kegiatan prosesing kecil dan bersifat lokal. Walaupun nenas dalam kemasan

kaleng sangat diminati, 70% nenas di pasar internasional diperdagangkan dalam

bentuk buah segar dan dipasarkan di negara penghasilnya. Negara produsen nenas

yang penting seperti Brazil, India, Cina, Nigeria, Meksiko dan Kolumbia

memproduksi nenas untuk konsumsi buah segar di dalam negeri (Rohrbach et al., 2003).

Indonesia menempati urutan ketiga sebagai negara pengekspor nenas

terbesar di dunia setelah Thailand dan Filipina (Purba, 2008). Produksi nenas

segar Indonesia selama tahun 2006-2010 rata-rata sebesar 1 612 682,6 ton dengan

sedikit fluktuasi. Produksi tertinggi nenas Indonesia adalah sebesar 2 237 858 ton

pada tahun 2007, namun pada tahun-tahun berikutnya terjadi penurunan nilai

produksi, hingga mencapai 1 406 445 ton pada tahun 2010 (Deptan, 2011).

Ekspor nenas segar Indonesia berdasarkan pangsa pasarnya relatif masih kecil

dibandingkan negara produsen dan eksportir nenas lainnya. Suprehatin (2006)

dalam penelitiannya mengenai analisis daya saing ekspor nenas segar Indonesia

menyatakan bahwa pangsa pasar nenas Indonesia hanya mencapai rata-rata 0,21

persen per tahun pada tahun 2000 hingga 2004.

Nenas merupakan tanaman herba monokotil tahunan yang buah

(17)

4

pertama, tunas-tunas baru pada tumbuhan ini berkembang dan menumbuhkan

tegakan yang mampu memproduksi buah baru. Tumbuhan yang sama mampu

mengalami serangkaian siklus produksi buah, namun di banyak pertanaman

komersial, satu tanaman tidak dibiarkan tumbuh menjadi dua atau tiga tegakan

sekaligus karena ukuran dan keseragaman buahnya dapat berkurang. Oleh karena

itu, pertanaman secara teratur dibongkar kemudian ditanami kembali setiap

musim tanam. Bahan tanam yang digunakan dapat berasal dari tunas

tanaman-tanaman sebelumnya, atau menggunakan bahan lain, seperti mahkota buah, atau

tunas yang tumbuh di bagian dasar buah.

Tumbuhan nenas dewasa memiliki ukuran tinggi 1-2 m dengan lebar 1-2

m. Tinggi batangnya 25-50 cm dan lebarnya 2-5 cm pada bagian dasar dan 5-8 cm

di bagian atasnya. Bagian atas batang tumbuh tegak, sedangkan bentuk batang

bagian bawahnya ditentukan oleh jenis bahan tanam yang digunakan. Bentuknya

sangat melengkung apabila berasal dari tunas yang tumbuh dari dasar buah (slip), agak melengkung jika berasal dari tunas samping, dan tegak apabila berasal dari

mahkota.

Daun nenas tumbuh mengitari 2/3 bagian dari tinggi batangnya. Filotaksis

daun bervariasi, yaitu 5/13 pada tanaman berbuah besar yang dibudidayakan dan

3/8 pada tumbuhan liar yang berbuah kecil (Kerns et al., 1936 dalam

d’Eeckenbrugge dan Leal, 2003). Jumlah daun nenas bervariasi untuk tiap

kultivarnya, namun berkisar antara 40-80 helai. Daun-daun yang tumbuh di

bagian bawah batang berukuran kecil (5-20 cm) dibandingkan dengan daun-daun

yang lebih muda yang tumbuh di bagian atas, di mana panjangnya dapat me1ebihi

1.6 m dan lebarnya mencapai 7 cm. Ukuran daun ditentukan oleh jenis kultivar

dan kondisi lingkungan. Daunnya kaku dengan irisan tegak berbentuk menyerupai

bulan sabit. Daun tumbuhan nenas berwarna hijau atau hijau tua, atau merah tua

dan ungu jika mengandung pigmen antosianin. Permukaan tepi daun berduri,

namun ada beberapa kultivar yang durinya sedikit atau tidak berduri sama sekali.

Akar primer nenas ditemukan hanya pada nenas yang baru memasuki

tahap perkecambahan. Akar-akar tersebut mati dan kemudian digantikan oleh

akar-akar adventif, yang membentuk perakaran yang pendek namun padat di

(18)

5

dengan kedalaman mencapai 0.85 m. Jumlah akar yang tumbuh ditentukan oleh

bobot tunas yang digunakan sebagai bahan tanam. Mahkota buah diketahui

menghasilkan lebih banyak akar dibandingkan dengan tunas

Bagian dasar buah dan pembungaan berkembang dari meristem apikal.

Bunga tunggal yang tumbuh dapat berjumlah di bawah 50 hingga di atas 200. Di

atas bunga tumbuh bagian mahkota yang terdiri atas batang pendek yang

ditumbuhi dedaunan (jumlah daun dapat mencapai 150 helai). Bagian buah yang

dapat dimakan merupakan ovarium, dasar kelopak bunga dan bagian korteks

batang. Kulit buahnya merupakan jaringan kelopak bunga dan ujung dari ovarium

(Okimoto, 1948 dalam d’Eeckenbrugge dan Leal, 2003). Pembungaan biasanya memerlukan waktu satu hari, dan bunga dapat bertahan 10-15 hari, hingga dalam

waktu yang tidak teratur, tergantung dari jenis kultivar yang ditanam. Bunga

nenas adalah hermaphrodit, dengan tiga mahkota dan tiga kelopak bunga. Stamen

–nya berjumlah enam buah, sedangkan putiknya terdiri atas satu pistil

tricarpellate. Mahkota bunganya berwarna putih di dasarnya dan biru keunguan di bagian ujungnya (d’Eeckenbrugge dan Leal, 2003).

Nenas dapat tumbuh di sekitar daerah khatulistiwa antara 250 LU/LS. Tumbuhan ini tidak tahan terhadap temperatur dingin. Jenis Cayenne tumbuh di

ketinggian 100 hingga 1 100 m diatas permukaan laut. Buahnya lebih kecil dan

kandungan asamnya lebih tinggi, apabila ditanam pada tempat yang lebih tinggi.

Tanaman ini tahan kekeringan, karena memiliki sel penyimpan air yang efektif

(sukulenta). Curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhan nenas adalah 500 – 2000

mm/tahun, namun produksi optimal terjadi di daerah dengan curah hujan 1000 –

1100 mm/tahun. Nenas dapat tumbuh di segala jenis tanah, asalkan memiliki

drainase yang baik, karena tanaman ini tidak toleran terhadap genangan air. Nilai

pH tanah yang baik untuk penanaman nenas adalah antara 5-6,5 (Ashari, 1995).

Varietas nenas yang dikenal dan biasa dibudidayakan petani di Indonesia

adalah Smooth Cayenne dan Queen. Terdapat varietas nenas lain yang jarang

ditanam, yaitu Spanish (Red Spanish dan Green Spanish). Smooth Cayenne

mempunyai ciri tepi daun tidak berduri atau duri hanya terletak pada bagian ujung

daun, mata lebar, daging buah berwarna kuning pucat dan tembus cahaya

(19)

6

menjadi buah kalengan. Nenas varietas Queen umumnya dikonsumsi dalam

bentuk segar, mempunyai ciri tepi daun berduri, buah berukuran kecil, mata kecil

dan menonjol, daging buah kuning keemasan, renyah, dan tidak transparan. Nenas

varietas Spanish mempunyai ciri daun berduri dengan warna duri merah dan hijau,

mata datar dan lebih lebar dibandingkan dengan Smooth Cayenne, daging buah

mengandung banyak air, berserat, dan transparan, serta rasa kurang manis

dibanding Smooth Cayenne dan Queen (Indriyani dan Hadiati, 2010)

Perbanyakan Nenas

Tanaman nenas secara konvensional dapat diperbanyak dengan

menggunakan bibit vegetatif seperti tunas anakan yang tumbuh di bagian batang

di bawah tanah, tunas samping yang tumbuh pada batang, tunas mahkota di atas

buah, dan tunas-tunas yang tumbuh di tangkai buah (slip) (Ashari, 1995).

Penelitian mengenai metode perbanyakan makro (macropropagation) secara efektif telah beberapa kali dilakukan. Weerasinghe dan Siriwardana (2006)

menyatakan bahwa perbanyakan nenas menggunakan irisan batang yang

diperbanyak sebanyak dua kali siklus perbanyakan dapat menghasilkan 1050

tunas dalam waktu 16 bulan.

Agogbua dan Osuji (2011) melakukan penelitian mengenai pengaruh

perusakan meristem apikal pada mahkota buah terhadap pertumbuhan tunas

aksilar nenas Smooth Cayenne yang diperbanyak dengan metode SCT (Splitted Crown Technique). Ditemukan bahwa terdapat dominansi apikal tinggi pada mahkota dengan meristem utuh (tidak tumbuh tunas), sedangkan mahkota yang

telah dipotong memiliki laju pertumbuhan tunas yang bervariasi. Mahkota yang

dibagi menjadi empat memiliki jumlah tunas terbesar (543), dibandingkan dengan

mahkota yang dibagi menjadi dua bagian (375), dan mahkota yang hanya dirusak

jaringan meristemnya (166).

Perbanyakan nenas secara konvensional memiliki kelebihan menghasilkan

tanaman klon dengan mutu yang sama, akan tetapi bukan merupakan metode yang

sesuai apabila bahan tanam dibutuhkan dalam jumlah besar. Solusi untuk masalah

(20)

7

Kiss et al. (1995) menyatakan bahwa satu plantlet nenas yang diperbanyak secara in vitro dengan metode perpanjangan tunas dapat menghasilkan kira-kira 80 000 plantlet per tahun. Almeida et al. (2002) menyatakan bahwa perbanyakan

in vitro nenas dengan eksplan potongan melintang mata tunas, yang dikulturkan dalam media cair yang mengandung 1.5 mg/l BAP dapat memaksimalkan laju

proliferasi tunas. Diperkirakan dengan metode tersebut, jumlah plantlet yang

diproduksi dapat mencapai 161 080 plantlet dalam waktu 8 bulan, dari

perbanyakan mata tunas satu tanaman yang memiliki delapan slip dan jumlah mata tunas 10 buah tiap slip.

Perbanyakan nenas secara in vitro dapat dilakukan melalui dua jalur, yaitu organogenesis dan embriogenesis. Kedua teknik tersebut dapat dimanfaatkan

untuk berbagai kebutuhan seperti perbanyakan bibit, konservasi plasma nutfah,

perbaikan tanaman melalui variasi somaklonal ataupun manipulasi genetik, hingga

pemisahan tanaman khimera, serta pemeliharaan tanaman mutan yang

menguntungkan (Roostika dan Mariska, 2003).

Akbar et al., (2003) mengemukakan bahwa kalus yang tumbuh pada plantlet nenas yang berasal dari meristem mahkota buah, setelah melalui

serangkaian proses tertentu dapat meregenerasi tunas yang ketika ditanam di

lapangan, memiliki keseragaman morfologi dengan bentuk daun dan pola

pertumbuhan normal.

Pemberian kolkisin pada media juga dapat dilakukan untuk menghasilkan

variasi morfologis pada kultur tanaman nenas. Sebanyak 5% dari kalus yang

diberikan kolkisin menunjukkan gejala albino, mengindikasikan rendahnya

kandungan klorofil a dan b. Potensi regenerasi tunas dan akar dan pertumbuhan

kalus yang diberi perlakuan kolkisin lebih rendah dibandingkan dengan plantlet

normal. Kultur ujung tunas dan kalus dari sumber yang sama secara terus menerus

menghasilkan keturunan yang bervariasi dalam 4-5 siklus perbanyakan in vitro

(Mujib, 2005).

Sitokinin

(21)

8

perkembangan tumbuhan. Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) dapat merupakan

golongan hormon tumbuhan (fitohormon) maupun zat kimia sintetik yang

memiliki pengaruh hormonal ketika secara eksogen diaplikasikan kepada

tanaman. Sitokinin merupakan golongan hormon yang penting dalam

pertumbuhan karena bersifat esensial dalam pembelahan sel. Sitokinin juga

berperan dalam mengurangi atau menunda senescence, dan memperlambat kerusakan klorofil dan protein seluler (Hartmann et al., 1997). Aktivitas biologis dan kimia dari sitokinin telah diketahui dengan baik, akan tetapi cara kerjanya

belum banyak diketahui, dan baru belum lama ini gen sitokinin dalam tumbuhan

berhasil teridentifikasi (Mok et al. , 2000).

Sitokinin merupakan senyawa pengganti adenin yang meningkatkan

pembelahan sel dan fungsi pengaturan pertumbuhan. Cara kerjanya sama dengan

kinetin (6-furfurylaminopurine). Sitokinin alami yang pertama diisolasi adalah

zeatin dalam biji jagung muda. Zeatin merupakan sitokinin yang paling sering

ditemukan pada hampir semua tumbuhan tinggi, lumut, cendawan patogenik dan

nonpatogenik, bakteri, serta tRNA sel mikroorganisme dan sel hewan. Dewasa ini

ada lebih dari 200 sitokinin alami dan sintetik.

Gambar 1. Struktur sitokinin (Harjadi, 2009)

Peran sitokinin bagi tumbuhan adalah mengatur pembelahan sel,

pembentukan organ, pembesaran sel dan organ, pencegahan kerusakan klorofil,

pembentukan kloroplas, penundaan senesens, pembukaan dan penutupan stomata,

serta perkembangan mata tunas dan pucuk (Harjadi, 2009).

Zat kimia sintetik yang memiliki efek menyerupai sitokinin salah satunya

(22)

9

tumbuh sudah banyak diteliti. Mullins (1967) mengemukakan bahwa aplikasi

pemberian BAP dapat meningkatkan keberhasilan infloresens pada stek anggur

(Vitis vinifera). Rangsangan pertumbuhan infloresens oleh BAP diikuti oleh penurunan pertumbuhan vegetatif, dan perkembangan pigmen merah pada

infloresens dan daun.

Williams dan Cartwright (1980) menyatakan bahwa BAP yang

diaplikasikan pada tanaman gandum yang sudah mencapai fase primordium glume

pada batang utamanya dapat meningkatkan hasil panen sebesar 57 persen, akan

tetapi hasil serupa tidak ditemukan pada gandum yang telah mencapai fase

primordium bunga, saat mengalami perpanjangan batang. Sitokinin juga diketahui

meningkatkan keseragaman ukuran dan bobot biji di antara batang utama dan

anakan pada tanaman gandum.

Media kultur jaringan yang mengandung auksin dan sitokinin dapat

merangsang terjadinya organogenesis. Menurut Heylen dan Vendrig (1988),

media kultur jaringan tembakau (Nicotiana tabacum) yang diberikan auksin dan sitokinin dapat merangsang infloresens. Aktivitas organogenesis akibat sitokinin

dan auksin sangat tergantung kepada struktur molekuler zat pengatur tumbuh yang

diberikan. Naqvi (1995) menyatakan bahwa pada media dengan konsentrasi

auksin dan sitokinin tinggi, sel membelah secara amorf tanpa mengalami

diferensiasi. Konsentrasi sitokinin yang lebih tinggi daripada auksin menginduksi

pembentukan tajuk, sedangkan apabila sebaliknya maka akan memicu

pertumbuhan akar.

Danso et al. (2008) mengemukakan bahwa pemberian BAP dengan konsentrasi 5 mg/l pada media cair kultur jaringan nenas varietas MD2 dapat

meningkatkan laju multiplikasi sebesar 2 atau 5 kali lipat, dibandingkan dengan

(23)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di rumah plastik Kebun Percobaan Pusat Kajian

Buah Tropika IPB, Pasir Kuda Bogor, pada bulan Februari hingga Mei 2011.

Bahan dan Alat

Bahan tanam yang digunakan adalah plantlet nenas varietas Smooth Cayenne yang telah melewati proses hardening dan sedang dalam proses pertumbuhan di pembibitan sebelum ditanam di lapang. Zat pengatur tumbuh

yang digunakan adalah 6-benzylaminopurine (BAP) dalam bentuk serbuk. Bahan

lain yang digunakan adalah NaOH sebagai pelarut BAP. Media tanam yang

digunakan adalah arang sekam. Peralatan yang digunakan adalah batu bata, hand sprayer (kapasitas 2 liter), penggaris, alat-alat tulis, kertas label, kamera digital, dan alat-alat pertanian umum.

Rancangan Percobaan

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah percobaan

faktorial dalam Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT). Terdapat dua

faktor yang diujikan, yaitu taraf konsentrasi BAP dan umur plantlet. Perlakuan

BAP diterapkan dalam empat taraf konsentrasi, yaitu 0 ppm (C0), 25 ppm (C1),

50 ppm (C2), dan 75 ppm (C3), sedangkan umur diuji dalam dua taraf, yaitu 52

hari (U1) dan 69 hari (U2) sejak aklimatisasi selesai dilakukan.

Tabel 1. Kode Perlakuan Beserta Konsentrasi BAP dan Umur Plantlet yang Diujikan

Kode Perlakuan Konsentrasi BAP (ppm) Umur Plantlet (hari)

C0U1 (kontrol) 0 52

C0U2(kontrol) 0 69

C1U1 25 52

C2U1 50 52

C3U1 75 52

C1U2 25 69

C2U2 50 69

(24)

11

Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga terdapat 24 satuan

percobaan. Satu unit percobaan terdiri atas 50 plantlet nenas, dengan sampel

pengamatan setiap unitnya berjumlah 10 plantlet, sehingga jumlah plantlet yang

diamati adalah sebanyak 240 plantlet.

Model rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Yijk =  + Ki + Cj + Uk + (C*U)jk + ijk

Keterangan :

Yijk : Nilai pengamatan pada perlakuan kelompok ulangan ke-i,

perlakuan BAP ke-j, dan ulangan ke-k  : Nilai rataan umum

Ki : Pengaruh ulangan ke-i (i : 1,2,3)

Cj : Pengaruh taraf konsentrasi BAP ke-j (j : 1,2,3,4)

Uk : Pengaruh umur ke-k (k : 1,2)

(C*U)jk : Interaksi antara taraf konsentrasi BAP ke-j dengan umur ke-k ijk : Galat percobaan

Hasil pengamatan yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam, dan

dilanjutkan dengan uji beda nyata jujur Tukey (Tukey’s Honestly Significant Difference Test) apabila hasil menunjukkan nilai yang berbeda nyata. Taraf kesalahan yang digunakan untuk uji BNJ adalah 5%.

Pelaksanaan Penelitian

Bak tanam berukuran 13 m x 1 m dibuat menggunakan batu bata yang

disusun di lantai rumah plastik. Media tanam arang sekam kemudian diisikan ke

dalam bak tanam secara merata. Larutan BAP disiapkan dengan konsentrasi 25

ppm, 50 ppm, dan 75 ppm. Volume larutan BAP adalah sebanyak 2 liter untuk

setiap konsentrasinya. Aplikasi BAP dilakukan dengan merendam plantlet nenas

ke dalam larutan BAP selama 30 menit. Plantlet kemudian dikeringanginkan, lalu

ditanam pada bak tanam dengan jarak tanam 5 cm x 5 cm. Aplikasi dilakukan

pada tanggal 31 Januari 2011 pukul 19.00 WIB

Perawatan plantlet terdiri atas pemupukan dan pengendalian gulma dan

organisme pengganggu tanaman (OPT). Pemupukan dilakukan dengan

(25)

12

volume semprot 2 L. Pemupukan dilakukan pada 2, 6, 10, dan 14 minggu setelah

aplikasi (MSA), mengikuti aturan pemakaian pada kemasan pupuk (4 minggu

sekali). Pengendalian gulma dan OPT dilakukan apabila dibutuhkan.

Pengamatan

Aspek-aspek yang diamati beserta teknik pengamatan yang dilakukan

adalah sebagai berikut:

1. Jumlah daun, dihitung dari banyaknya daun yang ada pada setiap ruas.

Daun yang dihitung hanya yang sudah terbuka sempurna.

2. Panjang daun, diukur dari pangkal hingga ujung daun terpanjang.

3. Tinggi plantlet, diukur dari permukaan tanah sampai ujung daun

terpanjang pada tanaman.

4. Diameter tajuk tanaman, diukur berdasarkan garis tengah tanaman dari

ujung daun terluar melewati titik tumbuh tanaman.

Pengamatan untuk semua variabel dilakukan setiap dua minggu sekali

pada 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, dan 16 MSA.

Keterangan : 1-6 daun yang terbuka sempurna a tinggi plantlet

a + b panjang daun plantlet c diameter tajuk plantlet d batas media

(26)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Berdasarkan pengamatan secara visual, diketahui bahwa pemberian BAP

menekan pertumbuhan plantlet nenas. Hal ini terlihat pada 1-3 MSA, di mana

plantlet menunjukkan gejala keracunan dan mengalami kematian. Kematian

plantlet terbanyak ditemukan pada kelompok dengan perlakuan BAP 75 ppm dan

umur plantlet 52 hari, sebesar 15% dari keseluruhan kelompok perlakuan.

(a) (b)

Gambar 3. Keracunan pada Plantlet Akibat Perlakuan BAP. Gejala keracunan berupa daun yang mengering pada 1 MSA (a). Kematian plantlet pada kelompok plantlet C3U1 pada 2 MSA (b).

Gejala keracunan pada seluruh plantlet yang diberi perlakuan BAP mulai

berkurang pada umur 4 MSA, akan tetapi keragaan plantlet yang diberi perlakuan

BAP tidak sebaik kontrol (BAP 0 ppm). Kondisi tersebut berlangsung hingga

periode pengamatan berakhir pada 16 MSA. Pertumbuhan yang terhambat

menunjukkan bahwa konsentrasi sitokinin di dalam jaringan terlalu tinggi, di

mana hal tersebut menghambat pertumbuhan akar, sehingga pertumbuhan plantlet

juga menjadi terhambat (Ashari, 1995).

Mullins (1967) dalam penelitiannya mengenai pengaruh BAP terhadap

pertumbuhan stek batang anggur mengemukakan bahwa BAP bersifat toksik pada

konsentrasi diatas 20 mg/l. Efek toksik yang ditimbulkan pada stek batang anggur

(27)

14

pengaruh BAP terhadap pertumbuhan vegetatif plantlet nenas kultivar Queen di lapangan juga menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi BAP yang

digunakan, ukuran tanaman menjadi lebih kecil akibat terhambatnya pertumbuhan

tanaman. Konsentrasi optimum BAP untuk pertumbuhan tanaman adalah 0.5-1

mg/l.

0 MSA 2 MSA 16 MSA

Kontrol (BAP 0 ppm, umur plantlet 69 hari)

Perlakuan (BAP 50 ppm, umur plantlet 69 hari))

Gambar 4. Perbandingan Keragaan Plantlet Kontrol dan Perlakuan; terlihat plantlet kontrol menunjukkan keragaan yang lebih baik daripada plantlet yang diberikan perlakuan.

Terdapat perubahan warna pada daun plantlet yang diberi perlakuan BAP.

Perubahan warna tersebut berupa timbulnya garis merah di sekitar garis tengah

daun. Perubahan tersebut tidak terjadi pada semua plantlet yang diberikan

perlakuan, tetapi hanya terdapat pada sebagian kecil plantlet C3U2 (konsentrasi

BAP 75 ppm, umur 69 hari). Gejala serupa sebelumnya ditemukan oleh Mullins

(1967) pada stek batang tanaman anggur. Stek yang ditumbuhkan dalam media

yang mengandung 10 mg/l atau lebih BAP, daunnya berwarna merah-hijau,

sedangkan daun pada stek yang ditumbuhkan dalam media air berwarna hijau

normal. Agustina (2005) juga menemukan bahwa terdapat variasi pada tanaman

yang diberi perlakuan BAP dalam konsentrasi tinggi (2 dan 4 mg/l). Salah satu

jenis variasi tersebut adalah berupa variegasi pada warna daun. Semakin tinggi

konsentrasi BAP yang diberikan, maka kemungkinan munculnya keragaman atau

(28)

15

Gambar 5. Timbulnya Garis Merah pada Plantlet C3U2 (4 MSA) akibat perlakuan BAP

Terdapat cekaman lingkungan yang dialami kelompok plantlet C1U2

(BAP 25 ppm, umur plantlet 69 hari). Cekaman tersebut adalah kelembaban

tinggi, yang disebabkan oleh dekatnya lokasi penanaman dengan sumber air.

Akibatnya kelompok plantlet tersebut mengalami penghambatan pertumbuhan

yang signifikan, yang diketahui dari nilai rataan semua variabel pengamatan yang

paling paling rendah dibandingkan dengan kelompok plantlet yang lain.

Kelembaban yang tinggi mengakibatkan proses pertukaran gas di dalam

media terganggu, kadar CO2 dalam media meningkat, sementara kadar O2 menurun. Hal ini mengakibatkan akar tanaman kekurangan oksigen dan

pertumbuhan tanaman menjadi terhambat (Malézieux et al., 2003). Laju difusi oksigen dalam air adalah 10-4 kali lebih rendah dibandingkan di udara, sehingga laju pencukupan kebutuhan oksigen dari dalam media bagi tanaman yang berada

di media dengan kadar air tinggi menjadi jauh lebih rendah (Hale dan Orcutt,

1987).

Aplikasi BAP dalam penelitian ini tidak memicu pembentukan tunas. Hal

ini disebabkan oleh konsentrasi yang terlalu tinggi, umur plantlet yang terlalu

muda, atau keduanya. Hanya satu plantlet yang menumbuhkan tunas baru dari 240

plantlet yang dijadikan tanaman sampel. Tunas baru tersebut diamati pada 4 MSA

hingga akhir periode pengamatan. Tunas tersebut diketahui memiliki tinggi sekitar

1-1.50 cm pada akhir periode pengamatan.

(29)

16

pertumbuhan akar pada stek daun Begonia. Konsentrasi yang tinggi tersebut memaksimalkan pembentukan tunas adventif, namun mengurangi kualitasnya.

Tidak terjadinya pembentukan tunas tersebut pada penelitian ini disebabkan oleh

konsentrasi sitokinin yang terlalu tinggi (25, 50, dan 75 ppm). Konsentrasi

sitokinin yang tinggi pada tanaman menghambat pertumbuhan akar, sehingga

tanaman tidak dapat menyerap nutrisi dari media dengan baik. Penyerapan nutrisi

yang tidak baik dapat menghambat pertumbuhan, dan apabila dikaitkan dengan

kemampuan plantlet yang terbatas untuk menyediakan energi melalui fotosintesis,

maka hal ini dapat menjelaskan mengapa plantlet tidak menghasilkan tunas

walaupun diberikan tambahan sitokinin.

Gambar 6. Perkembangan tunas pada plantlet C3U1(1):10. Tanda panah dan lingkaran kuning menunjukkan letak tunas; (a) 4 MSA, (b) 10 MSA, (c) 16 MSA

Umur plantlet yang terlalu muda tidak memungkinkan plantlet

menghasilkan energi yang cukup untuk proses pembentukan tunas baru. Walau

diketahui BAP dapat meningkatkan laju proliferasi tunas pada plantlet nenas

dalam media kultur jaringan (Almeida et al., 2002), hal ini tidak berlaku pada penelitian ini, karena plantlet yang tumbuh di lapangan harus berfotosintesis

untuk menyediakan energinya sendiri, tidak seperti plantlet in vitro yang mendapatkan sebagian besar energi dari media tumbuhnya.

Pembentukan tunas pada plantlet nenas yang dikulturkan dalam media in vitro yang mengandung BAP telah beberapa kali diteliti. Enggaringati (2006) menyatakan bahwa eksplan pangkal batang nenas yang dikulturkan dalam media

(30)

17

sebanyak 13.9 tunas per eksplan dalam waktu 6 minggu. Saif et al. (2011) mengemukakan bahwa tunas dapat tumbuh pada plantlet nenas yang ditanam

dalam kondisi in vitro. Plantlet ditanam pada media MS yang diberi tambahan 2 mg/l BAP. Tunas tumbuh dengan laju pertumbuhan 23 tunas per 60 hari inkubasi

untuk setiap plantlet.

Jumlah Daun

Pengamatan jumlah daun dilakukan untuk setiap daun baru yang tumbuh.

Sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian BAP berpengaruh sangat nyata,

kecuali pada 6 MSA, di mana perlakuan tersebut berpengaruh nyata.

Pengelompokan umur plantlet tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun

selama periode pengamatan. Interaksi antar dua faktor perlakuan tidak

berpengaruh nyata terhadap nilai rataan jumlah daun, kecuali pada 6 MSA, di

mana interaksi berpengaruh nyata.

Tabel 2. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan terhadap Jumlah Daun pada 2-16 MSA

MSA Konsentrasi (C)

Umur (U)

Interaksi C x U

Koefisien keragaman (%)

2 ** tn tn 12.45

4 ** tn tn 8.53

6 * tn * 7.45

8 ** tn tn 7.63

10 ** tn tn 7.06

12 ** tn tn 5.30

14 ** tn tn 6.28

16 ** tn tn 6.25

(31)
[image:31.595.122.485.91.292.2]

18

Gambar 7. Grafik Perubahan Jumlah Daun dengan Berbagai Konsentrasi BAP pada 2-16 MSA

Jumlah daun mengalami peningkatan seiring pertumbuhan helai-helai daun

baru selama periode pengamatan (Gambar 7). Plantlet kontrol memiliki jumlah

daun berbeda nyata dibandingkan dengan plantlet yang diberi perlakuan pada 2, 8,

14 dan 16 MSA (Tabel 3).

Tabel 3. Rataan Jumlah Daun Plantlet dengan Berbagai Taraf Konsentrasi BAP pada 2, 6, dan 8-16 MSA

Konsentrasi

Jumlah Daun (helai) 2

MSA

6 MSA 8 MSA

12 MSA

14 MSA

16 MSA U1 U2

0 ppm 8.72a* 7.47a 7.42a 8.27a 10.97a 11.63a 12.37a 25 ppm 5.91b 7.03a 5.98c 6.33b 8.82c 9.40b 10.08b 50 ppm 5.95b 6.46a 7.26ab 6.95b 9.78b 10.27b 10.92b 75 ppm 4.99b 6.86a 6.16bc 6.08b 9.00bc 9.52b 10.30b Keterangan : U1 umur plantlet 52 hari

U2 umur plantlet 69 hari

* Huruf yang sama di belakang angka pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf 5%.

Pengaruh interaksi dapat dilihat pada Tabel 3. Interaksi pada 6 MSA

menghasilkan nilai rataan jumlah daun yang berbeda untuk kedua kelompok umur

plantlet yang diujikan. Pada kelompok umur U1(umur plantlet 52 hari), tidak

terdapat beda nyata baik di antara kontrol maupun semua perlakuan, namun pada

kelompok U2 (umur plantlet 69 hari), terlihat perlakuan 50 ppm memiliki nilai

rataan jumlah daun yang tidak berbeda nyata baik dengan kontrol maupun dengan

(32)

19

Perlakuan BAP 75 ppm menghasilkan nilai rataan yang tidak berbeda nyata

dengan 25 ppm, namun berbeda nyata dengan kontrol. Perlakuan BAP

memberikan hasil yang berbeda nyata di antara semua taraf konsentrasi pada 12

MSA, kecuali pada plantlet dengan perlakuan BAP 75 ppm, di mana jumlah

daunnya tidak berbeda nyata dengan 50 ppm.

Nilai rataan jumlah daun tertinggi dihasilkan oleh plantlet kontrol, yaitu

sebesar 12.37 helai, dan nilai rataan terendah dihasilkan kelompok plantlet dengan

taraf konsentrasi 25 ppm, yaitu sebesar 10.08 helai.

Panjang Daun

Berdasarkan sidik ragam, perlakuan BAP diketahui memberikan pengaruh

sangat nyata terhadap panjang daun. Pengelompokan plantlet berdasarkan umur

tidak berpengaruh nyata terhadap panjang daun plantlet selama periode

pengamatan. Interaksi antara pengelompokan plantlet berdasarkan umur dan

pemberian BAP memberikan pengaruh nyata pada 4, 10, dan 16 MSA. Interaksi

tersebut berpengaruh sangat nyata pada 8 MSA, sedangkan pada 2,6, dan 12-14

MSA, interaksi tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap nilai rataan panjang

daun.

Tabel 4. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan terhadap Panjang Daun pada 2-16 MSA

MSA Konsentrasi (C)

Umur Plantlet

(U)

Interaksi C x U

Koefisien keragaman (%)

2 ** tn tn 7.34

4 ** tn * 6.72

6 ** tn tn 6.37

8 ** tn ** 6.32

10 ** tn * 6.49

12 ** tn tn 6.85

14 ** tn tn 6.85

16 ** tn * 5.66

(33)
[image:33.595.124.482.88.292.2]

20

Gambar 8. Grafik Perubahan Panjang Daun (cm) dengan Berbagai Konsentrasi BAP pada 2-16 MSA

Panjang daun plantlet kontrol cenderung tetap selama periode pengamatan

(Gambar 8). Plantlet yang diberi BAP mengalami penurunan nilai rataan panjang

daun selama periode tersebut. Hal ini menunjukkan pemberian BAP dalam

konsentrasi tinggi berpengaruh negatif terhadap nilai rataan panjang daun

maksimal plantlet nenas, sejalan dengan pernyataan Mullins (1967) dan Agustina

(2005) mengenai penghambatan pertumbuhan tanaman akibat perlakuan BAP.

Nilai pengaruh tersebut bisa terlihat pada Tabel 5, di mana nilai rataan jumlah

daun pada plantlet yang diberikan perlakuan BAP cenderung lebih rendah pada 8

hingga 16 MSA dibandingkan pada 2 MSA.

Tabel 5. Rataan Panjang Daun Plantlet dengan Berbagai Taraf Konsentrasi BAP pada 2, 8, 10, dan 16 MSA

Konsentrasi

Panjang Daun (cm)

2 MSA 8 MSA 10 MSA 16 MSA

U1 U2 U1 U2 U1 U2

0 ppm 8.73a* 8.46a 8.76a 8.64a 9.08a 8.40a 9.22a 25 ppm 8.53a 7.84ab 5.65c 7.52ab 6.45c 7.34b 6.57c 50 ppm 8.00ab 7.25b 7.79ab 7.10b 7.73b 7.30b 7.88b 75 ppm 7.27b 7.49ab 6.89b 7.41ab 6.89bc 7.15b 6.83c

Keterangan : U1 umur plantlet 52 hari U2 umur plantlet 69 hari

(34)

21

Taraf BAP 25 ppm pada 2 MSA menghasilkan nilai rataan lebih tinggi

dibandingkan dengan 2 taraf lainnya. Nilai rataan panjang daun dipengaruhi oleh

interaksi antara konsentrasi BAP dan umur plantlet. Interaksi tersebut

memberikan pengaruh yang berbeda pada dua kelompok umur. Pada kelompok

U1, nilai rataan panjang daun plantlet dengan konsentrasi BAP 25 dan 75 ppm

tidak menunjukkan perbedaan nyata baik terhadap kontrol maupun kelompok

plantlet dengan perlakuan BAP 50 ppm. Perlakuan BAP 50 ppm memiliki nilai

rataan panjang daun lebih rendah secara nyata dari kontrol. Hal ini terjadi pada 8

dan 10 MSA, sedangkan pada 16 MSA, ketiga perlakuan menunjukkan nilai

berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol, namun tidak berbeda nyata satu sama

lain.

Perlakuan 50 ppm menunjukkan nilai rataan yang lebih tinggi

dibandingkan dua perlakuan lainnya pada kelompok umur U2. Nilai tersebut tidak

berbeda nyata dengan nilai rataan panjang daun plantlet dengan perlakuan 75 ppm

pada 8 MSA, namun berbeda nyata dengan perlakuan lainnya pada 10 dan 16

MSA.

Diketahui bahwa pada 16 MSA plantlet kontrol dengan umur plantlet 69

hari memiliki nilai rataan panjang daun terbesar (9.22 cm), sedangkan plantlet

yang diberi perlakuan konsentrasi BAP 25 ppm dengan umur plantlet 69 hari

memiliki nilai rataan panjang daun terkecil (6.57 cm).

Tinggi Plantlet

Sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian BAP pada plantlet

mempengaruhi tinggi plantlet secara sangat nyata pada 2 dan 8-16 MSA,

sedangkan pada 4 hingga 6 MSA, perlakuan BAP mempengaruhi tinggi plantlet

secara nyata. Pengelompokan berdasarkan umur plantlet tidak berpengaruh nyata

terhadap tinggi plantlet, kecuali pada 8 dan 14 MSA, di mana hal tersebut

berpengaruh nyata. Terdapat interaksi antara pengelompokan umur plantlet dan

perlakuan konsentrasi BAP terhadap tinggi plantlet. Diketahui interaksi tersebut

mempengaruhi tinggi plantlet secara nyata selama periode pengamatan, kecuali

(35)

22

Tabel 6. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan terhadap Tinggi Plantlet pada 2-16 MSA

MSA Konsentrasi (C)

Umur Plantlet (U)

Interaksi C x U

Koefisien keragaman (%)

2 ** tn tn 8.39

4 * tn tn 7.35

6 * tn * 6.97

8 ** * tn 5.66

10 ** tn * 6.39

12 ** tn * 6.12

14 ** * * 7.22

16 ** tn * 5.58

[image:35.595.111.492.117.540.2]

Keterangan : * berbeda nyata pada taraf 5% ** berbeda nyata pada taraf 1% tn tidak berbeda nyata

Gambar 9. Grafik Perubahan Tinggi Plantlet dengan Berbagai Konsentrasi BAP pada 2-16 MSA

Tinggi plantlet cenderung tetap selama periode pengamatan. Hal ini

disebabkan tinggi plantlet diukur mengikuti panjang daun terpanjang, sehingga

nilainya cenderung mengikuti nilai variabel panjang daun. Plantlet dengan

perlakuan BAP memiliki ukuran tinggi berbeda nyata dibandingkan dengan

kontrol. Hal ini secara konsisten terlihat mulai periode 2 hingga 16 MSA (Tabel

(36)

23

Tabel 7. Rataan Tinggi Plantlet Plantlet dengan Berbagai Taraf Konsentrasi BAP pada 2, 6, 10, dan 16 MSA

Konsentrasi

Tinggi Plantlet (cm)

2 MSA 6 MSA 10 MSA 16 MSA

U1 U2 U1 U2 U1 U2

0 ppm 7.90a 7.47a* 7.42a 7.37a 7.59a 7.40a 8.03a 25 ppm 7.12ab 7.03a 6.08c 6.75ab 5.67c 6.37b 5.81c 50 ppm 6.95ab 6.46a 7.26ab 6.33b 6.81ab 6.30b 7.07b 75 ppm 6.46b 6.86a 6.16bc 6.57ab 5.91bc 6.17b 6.20bc Keterangan : U1 umur plantlet 52 hari

U2 umur plantlet 69 hari

* Huruf yang sama di belakang angka pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf 5%.

Pemberian BAP memberikan pengaruh negatif terhadap nilai rataan tinggi

tanaman. Hal ini dapat dilihat dari nilai rataan yang menurun, misal di antara 2,

10, dan 16 MSA (Tabel 7). Konsentrasi perlakuan 25 ppm menghasilkan nilai

rataan lebih tinggi dibandingkan 2 konsentrasi lainnya pada 2 MSA.

Interaksi antara konsentrasi BAP dan pengelompokan berdasarkan umur

plantlet dapat diamati pada Tabel 7. Interaksi tersebut memberikan pengaruh yang

berbeda pada dua kelompok umur yang diujikan. Nilai rataan plantlet pada

kelompok umur U1 tidak berbeda nyata untuk semua konsentrasi yang diujikan,

namun pada 10 MSA terlihat perbedaan, di mana perlakuan 50 ppm berbeda nyata

dibandingkan kontrol, namun tidak berbeda nyata dibandingkan dengan dua

perlakuan BAP lainnya. Plantlet yang diberi perlakuan BAP memiliki nilai tinggi

plantlet yang berbeda nyata dengan kontrol pada 16 MSA, namun tidak berbeda

nyata antar masing-masing perlakuan. Nilai rataan pada plantlet kelompok U2

berbeda, di mana konsentrasi BAP 50 ppm memberikan hasil yang lebih tinggi

dibandingkan dengan konsentrasi 25 dan 75 ppm. Plantlet dengan perlakuan BAP

25 ppm memiliki nilai berbeda nyata dengan BAP 50 ppm, namun tidak berbeda

nyata dengan plantlet dengan konsentrasi BAP 75 ppm.

Kelompok plantlet yang memiliki ukuran tinggi plantlet terbesar pada 16

MSA adalah kontrol dengan usia plantlet 69 hari (8.03 cm), sedangkan plantlet

dengan perlakuan konsentrasi BAP 25 ppm dan umur plantlet 69 hari memiliki

(37)

24

Diameter Tajuk

Rekapitulasi sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian BAP

memberikan pengaruh sangat nyata terhadap diameter tajuk, kecuali pada 4 MSA,

di mana perlakuan BAP berpengaruh nyata. Pengelompokan berdasarkan umur

plantlet tidak berpengaruh nyata pada 2 - 16 MSA. Interaksi yang terjadi antara

faktor perlakuan BAP pengelompokan berdasarkan umur plantlet memberikan

pengaruh nyata pada 2-6 dan 10 MSA, sedangkan pada 12 MSA berpengaruh

sangat nyata. Interaksi tidak berpengaruh nyata terhadap diameter tajuk plantlet

pada 14 hingga 16 MSA.

Tabel 8. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan terhadap Diameter Tajuk pada 2-16 MSA

MSA Konsentrasi (C)

Umur Plantlet

(U)

Interaksi C x U

Koefisien keragaman (%)

2 ** tn * 8.53

4 * tn * 12.06

6 ** tn * 7.81

8 ** tn tn 7.50

10 ** tn * 6.92

12 ** tn ** 6.74

14 ** tn tn 6.93

16 ** tn tn 7.60

Keterangan : * berbeda nyata pada taraf 5% ** berbeda nyata pada taraf 1% tn tidak berbeda nyata

Nilai rataan diameter tajuk menurun seiring periode pengamatan (Grafik

4). Nilai tersebut dipengaruhi nilai rataan panjang daun, sehingga ketika panjang

daun mengalami penurunan, nilai rataan diameter tajuk juga menurun. Perlakuan

BAP memberikan pengaruh negatif terhadap diameter tajuk plantlet. Hal ini

terlihat dari nilai rataan yang berbeda nyata antara plantlet kontrol dan plantlet

yang diberi perlakuan (Gambar 9 dan Tabel 9). Penurunan nilai rataan diameter

tajuk juga dialami oleh plantlet kontrol. Hal ini disebabkan oleh persaingan antar

(38)
[image:38.595.133.470.87.249.2]

25

Gambar 10. Grafik Perubahan Diameter Tajuk (cm) dengan Berbagai Konsentrasi BAP pada 2-16 MSA

Tabel 9. Rataan Diameter Tajuk Plantlet dengan Berbagai Taraf Konsentrasi BAP pada 2, 6, 10, 14, dan 16 MSA

Konsentrasi

Diameter Tajuk (cm)

2 MSA 6 MSA 10 MSA 14

MSA 16 MSA

U1 U2 U1 U2 U1 U2

0 ppm 14.10a 13.45a 13.83a 13.84a 13.52a 14.24a 13.44a 12.51a 25 ppm 12.70ab 11.58ab 11.99a 10.74b 12.26ab 10.49b 10.06b 9.34c 50 ppm 10.93b 13.43a 11.68a 13.36a 11.27b 12.65a 11.32b 10.76b 75 ppm 11.23b 10.50b 12.74a 10.36b 11.75ab 10.32b 10.30b 9.84bc Keterangan : U1 umur plantlet 52 hari

U2 umur plantlet 69 hari

* Huruf yang sama di belakang angka pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf 5%.

Plantlet yang diberi BAP memiliki nilai rataan hasil berbeda nyata

dibandingkan dengan kontrol. Interaksi antara dua faktor perlakuan memberikan

pengaruh berbeda pada dua kelompok umur yang diujikan pada 2, 6, dan 10 MSA.

Nilai rataan diameter tajuk plantlet kelompok U1 dengan perlakuan BAP

50 ppm pada 2 MSA berbeda nyata dengan kontrol, sedangkan pada kelompok

umur U2 tidak berbeda nyata. Kelompok perlakuan BAP 75 ppm pada kelompok

umur U1 tidak berbeda nyata dengan perlakuan 50 ppm, namun pada kelompok

umur U2 berbeda nyata. Nilai rataan plantlet dengan perlakuan BAP 25 ppm tidak

berbeda nyata baik dengan kontrol maupun dengan perlakuan BAP lainnya.

Nilai rataan diameter tajuk kelompok plantlet U1 pada 6 MSA tidak

berbeda nyata pada semua konsentrasi yang diujikan, namun pada kelompok U2,

perlakuan BAP 25 ppm dan kontrol tidak berbeda nyata, namun keduanya berbeda

(39)

26

kontrol dalam kelompok U1 pada 10 MSA tidak berbeda nyata dengan perlakuan

25 dan 75 ppm, namun berbeda nyata dengan perlakuan 50 ppm, sedangkan pada

plantlet dengan perlakuan BAP 50 ppm, nilai rataan diameter tajuknya tidak

berbeda nyata dengan kedua perlakuan lainnya.

Diketahui bahwa pada 16 MSA plantlet kontrol menghasilkan nilai rataan

tertinggi untuk variabel diameter tajuk (12.61 cm), sedangkan perlakuan

konsentrasi BAP 25 ppm menghasilkan nilai rataan terendah (8.70 cm) pada akhir

(40)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pemberian BAP dalam konsentrasi 25 ppm, 50 ppm, dan 75 ppm

menekan pertumbuhan plantlet nenas. Perlakuan BAP berpengaruh sangat nyata

terhadap semua variabel yang diamati.

Tidak terdapat nilai yang berbeda nyata pada pertumbuhan vegetatif di

antara dua kelompok plantlet yang dibagi berdasarkan umur (52 hari dan 69 hari),

kecuali pada tinggi plantlet pada 8 dan 14 MSA.

Interaksi antara faktor pemberian BAP dan pengelompokan umur

berpengaruh nyata untuk variabel tinggi plantlet dan jumlah daun, sedangkan

untuk jumlah daun dan diameter tajuk tidak berpengaruh nyata.

Saran

Aplikasi BAP pada plantlet nenas sebaiknya dilakukan dengan konsentrasi

yang lebih rendah dari 25 ppm untuk menghindari efek negatif ZPT tersebut

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Agogbua, J. U. dan J. O. Osuji. 2011.Split crown technique for mass propagation of Smooth Cayenne pineapple in South-South Nigeria. Afr. J. Plant Sci. 5(10): 591-598.

Agustina, G. G. R. 2005. Studi pertumbuhan vegetatif tanaman nanas (Ananas comosus L. Merr) kultivar Queen hasil kultur in vitro. Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. 41 hal.

Ahloowalia, B.S., 2004. Integration of technology from lab to land. Low cost options for tissue culture technology in developing countries (Prosiding). International Atomic Energy Agency (IAEA). Vienna. Hal 87-89.

Akbar, M. A., B. K. Karmakar dan S. K. Roy. 2003. Callus induction and high-frequency plant regeneration of Pineapple (Ananas comosos (L.) Merr). Plant Tissue Cult. 13(2): 109-116.

Almeida, W. A. B. D., G. S. Santana, A. P. M. Rodriguez, M. A. O. D. C. Costa. 2002. Optimization of a protocol for the micropropagation of pineapple. Rev. Bras. Frutic., Jaboticabal – SP. 24(2): 296-300.

Al-Saif, A. M., A. B. M. Sharif Hossain, R. M. Taha. 2011. Effects of benzylaminopurine and naphtalene acetic acid on proliferation and shoot growth of pineapple (Ananas comosus L. Merr) in vitro. Afr. J. Biotechnol. 10(27): 5291-5295.

Ashari, S. 1995. Hortikultura: Aspek Budidaya. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 485 hal.

Danso, K. E., K. O. Ayeh, V. Oduro, S. Amiteye dan H. M. Amoatey. 2008. Effect of 6-Benzylaminopurine and ·-Naphthalene Acetic Acid on In vitro Production of MD2 Pineapple Planting Materials. World Appl. Sci.J. 3(4): 614-619.

d’Eeckenbrugge dan F. Leal. 2003. Morphology, anatomy and taxonomy. hal. 13-32. Dalam Bartholomew, D.P., R.E. Paull dan K.G. Rohrbach (Eds). The Pinapple: Botany, Production and Uses. CABI Publishing. New York.

(42)

29

Hale, M. G dan D. M. Orcutt. 1987. The Physiology of Plants under Stress. John Wiley and Sons, Inc. New York. 206 hal.

Hartmann, H. T., D.E. Kester, F. T. Davies, Jr. 1997. Plant Propagation: Principles and Practices, Sixth Edition. Prentice-Hall International, Inc. London. 647 hal.

Harjadi, S. S. 2009. Zat Pengatur Tumbuh: Pengenalan dan Petunjuk Penggunaan pada Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta. 76 hal.

Hepton, A. 2003. Cultural system. hal. 109-142. Dalam Bartholomew, D.P., R.E. Paull dan K.G. Rohrbach (Eds). The Pinapple: Botany, Production and Uses. CABI Publishing. New York.

Heylen, C. dan J. C. Vendrig. 1988. The influence of different cytokinins and auxins on flower neoformation in thin clee layers of Nicotiana tabacum L. Plant Cell Physiol. 29(4):665-671.

Indriyani, N. L. P dan S. Hadiati. 2010. Menciptakan nenas varietas baru. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 32(6): 10-12.

Khan, S., A. Nasib, dan B. A. Saeed. 2004. Employment of in vitro technology for large scale multiplication of pineapples (Ananas comosos). Pak. J. Bot. 36(3): 611-615.

Kementrian Pertanian Republik Indonesia. 2011. Produksi Hortikultura Nasional Tahun 2000-2009 dan 2010. http://deptan.go.id/. [13 Februari 2012]

Kiss, E., J. Kiss, G. Gyulai, dan L. E. Hezky. 1995. A novel method for rapid micropropagation of pineapple. HortScience. 30(1): 127-129.

Malézieux, E., F. Côte, D. P. Bartholomew. 2003. Crop environment, plant growth and physiology, hal. 69-107. Dalam Bartholomew, D.P., R.E. Paull dan K.G. Rohrbach (Eds). The Pinapple: Botany, Production and Uses. CABI Publishing. New York.

Mok, M. C., R. C. Martin, dan D. W. S. Mok. 2000. Cytokinins: biosynthesis, metabolism and perception. In Vitro Cell. Dev. Biol.-Plant. 36: 102-107.

Mujib, A. 2005. Colchicine induced morphological variants in pineapple. Plant Tissue Cult. & Biotech. 15(2): 127-133.

(43)

30

Naqvi, S. S. M. 1995. Plant growth regulators: the natural hormones (growth promotors and Inhibitors, p. 527-556. Dalam M. Pessarakli (Ed). Handbook of Plant and Crop Physiology. Marcel Dekker, Inc. New York.

Purba, F. H. K. 2008. Perkembangan ekspor nenas Indonesia sebagai salah satu potensi komoditas pertanian dalam daya saing pasar dunia. http://pphp.deptan.go.id/. [22 Februari 2012]

Rohrbach, K.G, F. Leal, dan G.C. d’Eeckenbrugge. 2003. History, distribution and world production, hal. 1-10. Dalam Bartholomew, D.P., R.E. Paull dan K.G. Rohrbach (Eds). The Pinapple: Botany, Production and Uses. CABI Publishing. New York.

Roostika, I dan I. Mariska. 2003. In Vitro culture of pineapple by organogenesis and somatic embryogenesis: its utilization and prospect. Buletin AgroBio. 6(1): 34-40.

Savangikar, V.A., 2004. Role of low cost options in tissue culture. Low cost options for tissue culture technology in developing countries (Prosiding). International Atomic Energy Agency (IAEA). Vienna. Hal 11-15.

Suprehatin. 2006. Analisis daya saing ekspor nenas segar Indonesia. J. Ilmu. Pert. Indonesia. 11(3): 42-48.

Weerasinghe, S. S. dan A. U. Siriwardana. 2006.Fast propagation of pineapple (Ananas comosus) with stem cuttings. The Journal of Agricultural Sciences. 2(2): 55-59.

(44)
(45)

32

Lampiran 1. Denah Lahan Penelitian

Ulangan

1 2 3

Kontrol

U1 C0U1(1) C0U1(2) C0U1(3)

U

Kontrol

U2 C0U2(1) C0U2(2) C0U2(3)

C3 C3U1(1) C3U1(2) C3U1(3)

C2 C2U1(1) C2U1(2) C2U1(3)

C1 C1U1(1) C1U1(2) C1U1(3)

U2

C3 C3U2(1) C3U2(2) C3U2(3)

C2 C2U2(1) C2U2(2) C2U2(3)

C1 C1U2(1) C1U2(2) C1U2(3)

(46)

33

[image:46.595.85.535.133.594.2]

Lampiran 2. Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan terhadap Pertumbuhan Vegetatif

Tabel 10. Sidik Ragam pengaruh perlakuan terhadap jumlah daun plantlet pada 2-16 MSA

MSA Sumber db JK KT F

Hitung

F Tabel Nilai P

Kk (%) 5% 1%

2

Umur 1 7.46 7.46 6.95tn 7.71 21.20 0.0578

12.45 Konsentrasi 3 46.86 15.62 24.66** 3.49 5.95 0.0000

Konsentrasi*umur 3 2.83 0.94 1.49tn 3.49 5.95 0.2672

4

Umur 1 8.89 8.89 7.33tn 7.71 21.20 0.0536

12.06 Konsentrasi 3 36.31 12.10 18.86** 3.49 5.95 0.0001

Konsentrasi*umur 3 5.03 1.68 2.61tn 3.49 5.95 0.0995

6

Umur 1 0.37 0.37 2.91tn 7.71 21.20 0.1633 7.45 Konsentrasi 3 3.50 1.17 4.50* 3.49 5.95 0.0246 Konsentrasi*umur 3 2.98 0.99 3.83* 3.49 5.95 0.0390

8

Umur 1 0.01 0.01 0.02tn 7.71 21.20 0.9062 7.63 Konsentrasi 3 17.15 5.72 20.55** 3.49 5.95 0.0001 Konsentrasi*umur 3 1.05 0.35 1.26tn 3.49 5.95 0.3331

10

Umur 1 0.20 0.20 0.21tn 7.71 21.20 0.6702 7.06 Konsentrasi 3 14.72 4.91 14.48** 3.49 5.95 0.0003 Konsentrasi*umur 3 2.40 0.80 2.36tn 3.49 5.95 0.1226

12

Umur 1 0.00 0.00 0.00tn 7.71 21.20 0.9727 5.30 Konsentrasi 3 17.21 5.74 21.99** 3.49 5.95 0.0000 Konsentrasi*umur 3 2.22 0.74 2.84tn 3.49 5.95 0.0827

14

Umur 1 0.03 0.03 0.03tn 7.71 21.20 0.8811 6.28 Konsentrasi 3 18.99 6.33 15.44** 3.49 5.95 0.0002 Konsentrasi*umur 3 3.24 1.08 2.63tn 3.49 5.95 0.0977

16

Umur 1 0.01 0.01 0.00tn 7.71 21.20 0.9506 6.25 Konsentrasi 3 19.06 6.35 13.63** 3.49 5.95 0.0004 Konsentrasi*umur 3 2.92 0.97 2.09tn 3.49 5.95 0.1557

Keterangan : * berbeda nyata pada taraf 5% ** berbeda nyata pada taraf 1% tn tidak berbeda nyata

Tabel 11. Sidik Ragam pengaruh perlakuan terhadap panjang daun plantlet pada 2-16 MSA

MSA Sumber db JK KT F

Hitung

F Tabel Nilai P

Kk (%)

5% 1%

2

(47)

34

Konsentrasi 3 5.84 1.95 7.06** 3.49 5.95 0.0054 Konsentrasi*umur 3 3.16 1.05 3.82* 3.49 5.95 0.0393

6

Umur 1 0.33 0.33 2.12tn 7.71 21.20 0.2187 6.37 Konsentrasi 3 5.26 1.75 7.15** 3.49 5.95 0.0052 Konsentrasi*umur 3 2.38 0.79 3.23tn 3.49 5.95 0.0607

8

Umur 1 1.43 1.43 4.87tn 7.71 21.20 0.0920 6.32 Konsentrasi 3 11.38 3.79 16.82** 3.49 5.95 0.0001 Konsentrasi*umur 3 6.89 2.30 10.19** 3.49 5.95 0.0013

10

Umur 1 0.09 0.09 0.41tn 7.71 21.20 0.5559 6.49 Konsentrasi 3 8.08 2.69 10.83** 3.49 5.95 0.0010 Konsentrasi*umur 3 4.07 1.36 5.45* 3.49 5.95 0.0134

12

Umur 1 0.11 0.11 0.72tn 7.71 21.20 0.4453 6.85 Konsentrasi 3 13.18 4.39 16.21** 3.49 5.95 0.0002 Konsentrasi*umur 3 2.89 0.96 3.55* 3.49 5.95 0.0477

14

Umur 1 0.05 0.05 0.76tn 7.71 21.20 0.4328 6.85 Konsentrasi 3 3 13.03 4.34 16.33** 3.49 5.95 Konsentrasi*umur 3 3 2.34 0.78 2.94tn 3.49 5.95

16

Umur 1 0.28 0.28 6.36tn 7.71 21.20 0.0653 5.58 Konsentrasi 3 9.99 3.33 24.03** 3.49 5.95 0.0000 Konsentrasi*umur 3 1.68 0.56 4.04* 3.49 5.95 0.0337

[image:47.595.93.534.451.743.2]

Keterangan mengikuti Tabel 10

Tabel 12. Sidik Ragam pengaruh perlakuan terhadap tinggi plantlet pada 2-16 MSA

MSA Sumber db JK KT F

Hitung

F Tabel

Nilai P Kk (%)

5% 1%

2

Umur 1 0.24 0.24 0.73tn 7.71 21.20 0.4424 8.39 Konsentrasi 3 3 6.47 2.16 6.06** 3.49 5.95

Konsentrasi*umur 3 3 3.67 1.22 3.44tn 3.49 5.95

4

Umur 1 0.06 0.06 0.22tn 7.71 21.20 0.6644 7.35 Konsentrasi 3 3 4.38 1.46 5.58* 3.49 5.95

Konsentrasi*umur 3 3 2.66 0.89 3.39tn 3.49 5.95

6

Umur 1 0.30 0.30 2.45tn 7.71 21.20 0.1926 6.97 Konsentrasi 3 3 3.32 1.11 4.87* 3.49 5.95

Konsentrasi*umur 3 3 2.76 0.92 4.04* 3.49 5.95

8

Umur 1 0.69 0.69 7.73* 7.71 21.20 0.0498 5.66 Konsentrasi 3 5.11 1.70 11.21** 3.49 5.95 0.0009 Konsentrasi*umur 3 0.80 0.27 1.74tn 3.49 5.95 0.2111

10 Umur 1 0.41 0.41 3.23

tn

(48)

35

Konsentrasi*umur 3 2.43 0.81 4.52* 3.49 5.95 0.0243

12

Umur 1 0.23 0.23 1.49tn 7.71 21.20 0.2891 6.12 Konsentrasi 3 10.49 3.50 21.90** 3.49 5.95 0.0000 Konsentrasi*umur 3 2.14 0.71 4.48* 3.49 5.95 0.0249

14

Umur 1 0.31 0.31 12.29* 7.71 21.20 0.0248 7.22 Konsentrasi 3 8.95 2.98 13.41** 3.49 5.95 0.0004 Konsentrasi*umur 3 2.47 0.82 3.70* 3.49 5.95 0.0429

16

Umur 1 0.04 0.04 0.37tn 7.71 21.20 0.5735 5.66 Konsentrasi 3 13

Gambar

Gambar 2. Ilustrasi Plantlet Sampel dan Variabel Pengamatan yang Diukur
Gambar 5. Timbulnya Garis Merah pada Plantlet C3U2 (4 MSA) akibat
Gambar 7. Grafik Perubahan Jumlah Daun dengan Berbagai Konsentrasi BAP
Gambar 8. Grafik Perubahan Panjang Daun (cm) dengan Berbagai Konsentrasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sejalan dengan penelitian Syafitri, Hasanah (2014) menjelaskan bahwa dari kesepuluh keterampilan proses sains peserta didik (aspek mengajukan pertanyaan, menyusun

Yang menjadi istimewa dalam transformasi budaya di tahun 2012 ditambahkan Nilai - Nilai Utama Kompas Gramedia: Terdiri dari lima (5) sifat yang dikenal sbagai 5

Hasil penelitian ini memberikan petunjuk bahwa implementasi PPBI secara terpadu dengan strategi kooperatif tipe STAD memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan dengan

Penghasilan orang tua tidak sepenuhnya berkontribusi dalam ma- salah ansietas pada tingkat sedang sampai de- ngan berat karena mayoritas siswa yang memi- liki orang

Berdasarkan data pengamatan yang didapat, hasil rerata tinggi tanaman dan jumlah daun tanaman kedelai generasi M1 pada tanah non-salin dan salinitas 2 dS/m (Tabel

Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.5 tahun 1996 dan Peraturan Pemerintah No.50 tahun 2012 diaturlah suatu Sistem Manajemen K3 (SMK3) yang tujuan dari SMK3 ini

SETELAH TANDA BATAS WAKTU DIBUNYIKAN DAN PENGAWAS TELAH SELESAI MENGUMPULKAN SERTA MENGHITUNG BAHWA JUMLAH LEMBAR JAWABAN SESUAI DENGAN JUMLAH PESERTA MAKA