• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formula Herbal sebagai Suplemen Imunostimulan Pakan Ayam terhadap Serangan Newcastle disease virus (NDV)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Formula Herbal sebagai Suplemen Imunostimulan Pakan Ayam terhadap Serangan Newcastle disease virus (NDV)"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

FORMULA HERBAL SEBAGAI SUPLEMEN IMUNOSTIMULAN

PAKAN AYAM TERHADAP SERANGAN

NEWCASTLE

DISEASE VIRUS

(NDV)

LOUAYY AL FAROUQI

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Formula Herbal Sebagai Suplemen Imunostimulan Pakan Ayam Terhadap Serangan Newcastle disease virus (NDV) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

LOUAYY AL FAROUQI. Formula Herbal sebagai Suplemen Imunostimulan Pakan Ayam terhadap Serangan Newcastle disease virus (NDV). Dibimbing oleh EDY DJAUHARI PK dan WARAS NURCHOLIS.

Newcastle disease adalah penyakit unggas yang disebabkan oleh virus. Formula herbal berupa temulawak, meniran, temu hitam dan sambiloto dapat digunakan sebagai bahan suplemen imunostimulan. Penelitian ini bertujuan untuk membedakan efisiensi konsumsi pakan antara ayam yang diberi pakan konvensional dengan ayam yang diberi pakan tambahan herbal. Tahap penelitian dimulai dengan pengelompokan ayam yang diberi pakan konvensional dan ayam yang diberi pakan tambahan herbal, menghitung nilai FCR (feed convertion ratio), menghitung laju kematian, serta uji titer antibodi menggunakan uji hemaglutinasi inhibisi. Ayam tanpa penggunaan suplemen imunostimulan (kontrol) mengalami laju kematian yang paling tinggi yaitu 42.5%. Sedangkan ayam yang memiki laju kematian yang paling rendah adalah simplisia dosis 0.5 yaitu 24%. Tingkat titer antibodi yang tertinggi adalah kontrol yaitu 2.1674 sedangakan tingkat titer antibodi terendah adalah ekstrak dosis 0.5 yaitu 1.2041. Titer antibodi yang tinggi menunjukkan ayam tersebut sedang terinfeksi virus. Suplemen imunostimulan yang efektif adalah kelompok simplisia dosis 0.5, hal ini dikarenakan tingkat kematian yang rendah serta titer antibodi yang cukup rendah.

Kata kunci: imunostimulan, newcastle disease, suplemen, titer antibodi, virus

ABSTRACT

LOUAYY AL FAROUQI. Herbal Formula as Immunostimulant Supplement for Chicken's Feed against Newcastle disease virus (NDV) Attacks. Supervised by EDY DJAUHARI PK and WARAS NURCHOLIS.

Newcastle disease is a poultry disease which is caused by viruses. Herbal formulas in the form of temulawak, meniran, temu hitam and sambiloto can be used as immunostimulant supplements. This research purpose to distinguish consumption efficiency between chicken with conventional feed and chicken with additional herbs feed. Phase of the research began with grouping chicken with conventional feed and chicken with supplement herbs feed, value of FCR (feed convertion ratio), rate of death, as well as the antibody titers test using hemagglutination inhibition assay. Chicken without the use of immunostimulant supplement (control) showed the highest depletion rate of 42.5%. Meanwhile the chicken which had the lowest depletion rate (24%) was the simplisia group with the dose of 0.5. The highest level of the antibody titer was the control group with level of 2.1674 meanwhile the lowest level of the antibody titer was the simplisia group with the extract doses of 0.5 with level of 1.2041. High-titer antibodies indicated that the chickens were infected by the virus. The most effective dose of immunostimulant supplement was the simplisia group with the extract dose of 0.5, this was caused by the low depletion rate and the low antibody titer.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada

Departemen Biokimia

FORMULA HERBAL SEBAGAI SUPLEMEN IMUNOSTIMULAN

PAKAN AYAM TERHADAP SERANGAN

NEWCASTLE

DISEASE VIRUS

(NDV)

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

(6)
(7)

Judul Skripsi : Formula Herbal sebagai Suplemen Imunostimulan Pakan Ayam terhadap Serangan Newcastle disease virus (NDV)

Nama : Louayy Al Farouqi NIM : G84080078

Disetujui oleh

Drs Edy Djauhari PK, MSi Waras Nurcholis, SSi, MSi

Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui

Dr Ir I Made Artika, MAppSc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2012 hingga Desember 2012 ini ialah peternakan. Penelitian dilakukan di Pertenakan MAgroindustry, Cianjur dan Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Hewan. dengan judul Formula Herbal sebagai Suplemen Imunostimulan Pakan Ayam terhadap Serangan Newcastle disease virus (NDV).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drs Edy Djauhari PK, MSi selaku pembimbing I dan Bapak Waras Nurcholis, SSi, Msi selaku pembimbing II, dan penulis sampaikan kepada drh Mahzhouzh dan drh Brian Koesoema selaku pemilik peternakan CV. MAgroindustri yang telah membatu penulis dalam melakukan kegiaatan penelitian selama di lapangan. Tak luput penulis mengucapkan terimakasih kepada tim penelitian Yanan Nursyahbani Mubin dan Rinaldy Ardana Harahap yang telah membantu penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga besar biokimia, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk semua pihak dalam kemajuan ilmu pengetahuan.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

METODE 2

Bahan dan Alat 2

Prosedur Analisis Data 2

HASIL 4

Laju Kematian Ayam 4

FCR (Feed Convertion Ratio) 5

Analisis Titer Antibodi 6

PEMBAHASAN 7

Hubungan FCR dengan Laju Kematian 7

Hubungan Laju Kematian dengan Titer Antibodi 8

Pemilihan Kadar Imunostimulan pada Pakan yang Efisien dan Efektif 9

SIMPULAN 9

DAFTAR PUSTAKA 10

LAMPIRAN 12

(10)

DAFTAR GAMBAR

1 Laju Kematian Ayam per Pekan 5

2 Perbandingan Feed Convertion Ratio (FCR) selama 36 hari 6

3 Analisis GMT Titer Antibodi (Log 2) 6

DAFTAR LAMPIRAN

1 Angka Kematian Ayam per Pekan 12

(11)

PENDAHULUAN

Ayam merupakan hewan ternak yang dapat dimanfaatkan daging dan telurnya sebagai kebutuhan sandang protein hewani. Konsumsi daging ayam lebih pesat dikarenana harga yang begitu terjangkau dibandingkan dengan daging sapi maupun kambing (LIPTAN 2007). Namun di saat kebutuhan akan daging ayam maupun telur ayam meningkat hal ini tidak diimbangi dengan produksi yang menurun. Penurunan ini diakibatkan dari kematian ayam yang berujung pada gagal panen. Pada bulan Desember tahun 2012 tercatat 61.580 ekor ayam mati akibat wabah flu burung dengan 65 kasus di 65 desa yang tersebar di Indonesia (DITJENNAK 2013).

Imunostimulan merupakan zat yang mendorong dan menopang sistem kekebalan tubuh dalam merespon benda asing yang masuk ke dalam tubuh (Baratawidjaja 2002). Zat imunostimulan tersebut dapat berupa alami dan buatan. Zat imunostimulan alami contohnya dedaunan pada tumbuhan ataupun rimpangan, sedangkan zat imunostimulan buatan contohnya berupa obat-obatan komersil dan vaksin (Subowo 1996).

Pemanfaatan zat imunostimulan dalam peternakan sudah ada sejak vaksin ditemukan. Vaksin digunakan untuk mengatasi penyakit tertentu pada hewan khususnya penyakit hewan ternak yang dapat mengakibatkan kematian pada hewan tersebut. Peternak ayam baik ayam broiler dan petelur biasanya akan melakukan vaksinasi untuk pencegahan awal. Pemberian jenis vaksin bermacam-macam karena jumlah penyakit pada ayam yang bervariasi. Pemberian vaksin dilakukan sesuai jadwal berdasarkan jenis vaksin yang dilakukan (Jacob 2012).

Dampak negatif yang dihasilkan dari pemberian vaksin pada ayam pedaging adalah terakumulasinya zat-zat vaksin tersebut pada tubuh ayam sekalipun sudah mati dipanen. Hal ini dapat menyebabkan daging ayam tersebut berbahaya untuk dikonsumsi oleh manusia. Tak hanya daging ayamnya saja namun telur yang dihasilkan terancam memberi dampak negatif bila dikonsumsi (EPA 2013).

Ketika suatu benda asing (parasit) masuk ke dalam tubuh (hewan, manusia), secara otomatis tubuh akan mengaktifkan sistem tanggap kebalnya yaitu suatu mekanisme fisiologis tubuh yang memiliki kemampuan untuk membedakan unsur dasar tubuh normal dengan benda asing dan juga mampu untuk menetralkan, meniadakan atau memetabolisme benda asing tersebut (Bellanti 1978). Kemampuan tanggap kebal tubuh ini dapat ditingkatkan melalui asupan bahan kimia yang memiliki efek imunomodulator (Yasni et al. 1993).

(12)

2

antivirus, pengobatan HIV, anti-infeksi, hepatoprotektif, antipiretik dan analgesik (Spelman et al 2006). Sambiloto berperan penting sebagai antibakteri (Effendi 2009) dan juga dapat menghambat pertumbuhan cacing (Muyasaroh 2011).

Sebagai langkah awal dalam pengujian aplikasi ramuan herbal ke dalam pakan ayam maka dilakukan dengan pengujian ketahanan terhadap virus ND (newcastle disease) yang merupakan penyakit umum yang terjadi pada hewan unggas. Di Indonesia penyakit ND dikenal pula dengan sebutan penyakit tetelo. Patogenisitas virus ND dipengaruhi oleh galur virus, rute infeksi, umur ayam, lingkungan, dan status kebal ayam saat terinfeksi virus (Alexander 2001). Keaktifan dan keefektifan ramuan herbal tersebut terhadap serangan virus ND juga dapat menjadi tolok ukur ramuan herbal yang berpotensi sebagai alternatif lain dalam menanggulangi penyakit-penyakit lainnya pada unggas termasuk AI (avian influenza).

Penelitian ini bertujuan untuk membedakan efisiensi konsumsi pakan antara ayam yang diberi pakan konvensional dengan ayam yang diberi pakan tambahan herbal. Manfaat penggunaan ramuan herbal sebagai bahan suplemen pakan ayam yang dapat menggantikan peran vaksinasi dan antibiotik dalam penanggulangan penyakit ayam.

METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah akuades, pakan ayam komersial, simplisia temulawak, simplisia meniran, simplisia sambiloto, simplisia temu hitam, ekstrak temulawak, ekstrak meniran, ekstrak sambiloto, ekstrak temu hitam, vaksin ND, PBS (phosphate buffered saline), RBC (red blood cell), dan antigen ND.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang ayam, pemanas ruang kandang, mortar, pisau, blender, maserator, peralatan gelas, rotary evaporate, penyaring 100 mesh, kandang, tempat pakan, timbangan digital, cawan porselen, neraca analitik, sudip, saringan, pipet mikro, mikroplate V.

Prosedur Analisis

Formulasi Sedian Pakan Herbal

Bentuk bahan baku yang digunakan adalah dalam bentuk simplisia dan ekstrak yang dicampur pakan berdasarkan dosis optimal. Simplisia kering dengan kadar air ≤ 10% dengan ukuran 100 mesh digunakan dalam penelitian ini. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan etanol 70% dengan menggunakan teknik maserasi (BPOM 2005).

Hewan Uji dan Rancangan Percobaan

(13)

3 Hewan uji dibagi menjadi 5 perlakuan dengan 200 ekor ekor dalam setiap perlakuan. Perlakuan 1 (kontrol) diberi pakan standar. Sedangkan untuk perlakuan 2, 3, 4, dan 5 pakan standar ditambahkan herbal yang masing-masing simplisia 13 gr/Kg pakan pada perlakuan 2, simplisia 7 gr/Kg pakan pada perlakuan 3, ekstrak 7 gr/Kg pakan pada perlakuan 4, dan ekstrak 4 gr/Kg pakan pada perlakuan 5.

Analisis FCR (Jafarnejad 2010)

Feed convertion ratio (FCR) adalah jumlah bobot pakan (dalam satuan kg) yang dapat membentuk suatu unit bobot ayam (dalam satuan gr). Penghitungan bobot pakan dan bobot ayam dilakukan setiap 2 minggu sekali. Adapun rumus untuk menghitung FCR adalah :

Laju Kematian

Selama penelitian dilakukan pengamatan jumlah ayam yang mati dan jumlah ayam yang masih hidup untuk setiap perlakuan, sehingga dapat dihitung persentase kematian dan kelangsungan hidup masing-masing kelompok ayam (Martuti 1989) menggunakan rumus:

x 100

Keterangan : Z = Koefisien laju kematian (%)

No = Jumlah ayam hidup pada awal penelitian Nt = Jumlah ayam hidup selama periode penelitian t = Waktu (minggu)

Uji Titer Antibodi dengan Metode HI Preparasi Sampel

Sampel yang dibutuhkan ialah 5 sampel serum darah untuk setiap kelompok ayam berdasarkan pakannya. Banyak sampel yang dianalisis disesuaikan dengan rumus Federer (1967) yaitu minimal 5 sampel sudah cukup secara statistik untuk mewakili setiap kelompok. Pengambilan darah sendiri dilakukan pada saat minggu ke-5 setelah pemeliharaan. Darah diambil dari vena auricularia yang berada pada bagian bawah sayap ayam. Darah ditampung dalam tabung eppendorf, dibiarkan pada suhu 40o C, selama 24 jam. Selanjutnya, darah di sentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm, selama 10 menit, suhu 4o C. Serum dikoleksi untuk pengukuran titer antibodi.

Uji Titer Antibodi (Beard 1975)

(14)

4

Analisis Geometri Mean Titer (HI-Log2)

Pembacaan hasil uji titer antibodi menggunakan geometri mean titer (GMT) menggunakan Log 2. Nilai GMT adalah nilai yang menggambarkan rataan dari keseluruhan titer antibodi serum pada suatu kelompok hewan. Variasi hasil titer antibodi ini berkaitan erat dengan respon pembentukan antibodi pada tiap individu. Adapun rumus yang digunakan sebagai berikut (Selleck 2008):

Keterangan : N= Jumlah contoh serum yang diamati

t = Titer antibodi pada pengenceran tertinggi (yang masih dapat menghambat aglutinasi sel darah merah)

S = Jumlah contoh serum yang bertiter t n = Titer antibodi pada sampel ke-n

HASIL

Laju Kematian Ayam

Sebanyak 5 perlakuan dalam uji aplikasi pakan ayam dengan bahan tambahan tumbuhan obat sebagai imunostimulan dinyatakan dalam tabel jumlah data angka kematian pada ayam disetiap perlakuannya (Tabel 1). Hasil menunjukkan bahwa perlakuan 1 (ayam kontrol) lebih banyak mengalami kematian, dilanjutkan perlakuan 4 (ekstrak dosis 1) lalu perlakuan 2 (simplisia dosis 1) kemudian perlakuan 5 (ekstrak dosis 0.5) dan terakhir perlakuan 3 (simplisia dosis 0.5). Hasilnya sangat berbeda bila dibandingkan antara kontrol (ayam kontrol) yang tidak diberikan bahan tambahan tumbuhan obat dengan ayam yang diberikan bahan tambahan tumbuhan obat.

Table 1 Jumlah sisa ayam dan persentase angka kematian ayam hingga panen

(15)

5

Gambar 1 Laju kematian ayam per pekan

Setiap pekan terdapat ayam yang mengalami mortalitas/kematian (Gambar 1). Kematian ayam pada pekan awal (pekan ke-1 hingga pekan ke-3) kebanyakan diakibatkan karena ayam tergencet dengan ayam lainnya, ayam mati karena kedinginan atau bahkan kepanasan saat masa penggunaan pemanas ruangan. Peningkatan laju kematian yang sangat tinggi terjadi pada pekan ke-4 hingga pekan ke-5 (panen). Kematian yang paling terlihat menonjol terjadi pada kontrol dan disusul ekstrak dosis 1, sedangkan simplisia dosis 1, simplisia dosis 0.5, dan ekstrak dosis 0.5 hampir memiliki peningkatan laju kematian yang rendah dan hampir tidak jauh berbeda satu sama lain. Laju kematian yang paling cepat dan tinggi terjadi kontrol, sedangkan laju kematian yang paling rendah adalah simplisia dosis 0.5.

Feed Convertion Ratio (FCR)

Tingginya nilai rasio konversi pakan menunjukkan bahwa konsumsi pakan (dalam kg) ayam tersebut semakin meningkat untuk menaikkan bobot badan (dalam gr) atau efisiensi pakan rendah (Gambar 2). Nilai FCR yang tinggi terdapat pada perlakuan 1 (kontrol) pada hari awal sedangkan untuk perlakuan 2 (simplisia dosis 1), perlakuan 3 (simplisia dosis 0.5), perlakuan 4 (ekstrak dosis 1), dan perlakuan 5 (ekstrak dosis 0.5) hampir tidak jauh berbeda pada awal hari dengan nilai FCR yang rendah. Begitupun pada hari berikutnya, nilai FCR pada kontrol kembali meningkat dengan signifikan tepat pada hari ke-9 hingga ke-12, sedangkan nilai FCR simplisia dosis 1, simplisia dosis 0.5, ekstrak dosis 1, dan ekstrak dosis 0.5 mengalami peningkatan pada hari ke-5 hingga ke-9 setelah itu nilai FCR kembali menurun pada hari berikutnya. Kontrol mengalami penurunan nilai FCR setelah hari ke-23 hingga terus menurun pada saat panen hari ke-36. Lain halnya dengan simplisia dosis 1, simplisia dosis 0.5, ekstrak dosis 1, dan ekstrak dosis 0.5 justru mengalami peningkatan pada hari ke-23 hingga hari ke-26, dan setelah itu nilai FCR kembali menurun hingga hari ke-36 saat panen terkecuali ekstrak dosis 0.5 yang mengalami penurunan hingga hari ke-30 saja dan nilai FCR pun hampir sama pada hari berikutnya hingga hari panen.

0,00%

Pekan ke-1 Pekan ke-2 Pekan ke-3 Pekan ke-4 Pekan ke-5

(16)

6

Gambar 2 Perbandingan feed convertion ratio (FCR) selama 36 hari

Analisis Titer Antibodi

Pengujian imunostimulan pada ayam dilakukan dengan menggunakan pengujian titer antibodi menggunakan metode serologis hemaglutinasi inhibisi (HI). Pengujian ini bertujuan mengetahui tingkat kekebalan tubuh dari serangan virus secara spesifik. Pengujian ini menggunakan virus ND (newcastle disease) sebagai virus spesifik.

Tingkat titer antibodi (Gambar 3) yang paling tinggi terdapat pada perlakuan 1 (kontrol), kemudian perlakuan 2 (simplisia dosis 1), perlakuan 3 (simplisia dosis 0.5), lalu perlakuan 4 (ekstrak dosis 1) dan perlakuan 5 (ekstrak dosis 0.5). Hal ini menunjukkan tingginya tingkat titer antibodi seperti pada perlakuan 1 dan perlakuan 2 menunjukkan ayam yang sedang terinfeksi virus ND. Sedangkan perlakuan 3 dan perlakuan 4 memiliki tingkat titer antibodi sedang dan perlakuan 5 memiliki tingkat titer antobodi yang rendah yang menunjukkan ayam yang terinfeksi virus sudah kembali ke keadaan normal. Untuk tingkat titer antibodi yang rendah nilai geometri mean titer (GMT) yaittu kurang dari 1.2041. Tingkat titer antibodi tinggi memiliki nilai GMT antara 1.2041 hingga 2.1072. Tingkat titer antibodi yang tinggi dengan nilai GMT lebih dari 2.1072 (Hewajuli 2008).

Keterangan: P<0.05 hampir tidak berbeda nyata

(17)

7

PEMBAHASAN

Hubungan FCR dengan Laju Kematian

Laju kematian ayam dapat mempengaruhi FCR. Nilai FCR disetiap pekannya dapat mencirikan tingkah laku ayam dalam mengkonsumsi pakan yang juga dapat berdampak pada kelangsungan hidup ayam. Hal itu dapat mempengaruhi tingkat asupan gizi ayam tersebut. Ayam yang memiliki tingkat asupan gizi yang baik cenderung memiliki ketahanan tubuh yang baik terhadap segala jenis penyakit dibandingkan dengan ayam yang memiliki tingkat asupan gizi yang buruk (Moritz et al 2001).

Ayam yang sehat memiliki metabolisme yang baik sehingga pakan yang dikonsumsi dapat lebih efisien diserap. Tingkat asupan gizi ayam dipengaruhi oleh tingkah laku ayam dalam mengkonsumsi pakan, dalam hal ini konversi pakan ayam (FCR). Nilai FCR yang tinggi menunjukkan bahwa konsumsi pakan yang tinggi namun pertumbuhan bobot ayam rendah. Sedangkan bila nilai FCR rendah menunjukkan konsumsi pakan yang sedikit namun dapat berdampak besar terhadap pertumbuhan bobot ayam. Nilai FCR dapat membantu menunjukkan efisiensi pakan yang mempengaruhi efektifitas pertumbuhan bobot ayam (Skiner-Noble 2002). Efektifitas ini juga yang menunjukkan seberapa besarnya pengaruh peran pakan dan juga kesehatan pencernaan ayam itu sendiri (McKinney 2004).

Peningkatan nilai FCR dapat disebabkan oleh ayam yang sedang mengalami stress oksidatif. Stres oksidatif dapat menurunkan konsumsi pakan, lambatnya pertambahan bobot badan, menurunnya efisiensi penggunaan pakan, dan meningkatnya angka kematian (Kusnadi 2007).

Nilai FCR yang tinggi pada 10 hari awal pemeliharaan ayam dapat menunjukkan bahwa dalam kelompok perlakuan ayam tersebut terdapat beberapa ayam yang kerdil (sindrom kerdil) yaitu ayam yang bobot badannya tidak sesuai dengan bobot seharusnya (biasanya) pada tenggat waktu tertentu. Sindrom kerdil ini juga dapat mengakibatkan kematian pada ayam walaupun tingkat kematiannya tidak terlalu tinggi (Tarmudji 2004). Faktor yang mempengaruhi ayam kerdil disebabkan antara lain adalah bibit ayam, pakan ayam, lingkungan, ayam terserang penyakit, reaksi dari vaksin yang berlebihan (Zsack 2013).

(18)

8

nutrisi antara bakteri (patogen) dan inang (ayam). Alhasil, lebih banyak nutrisi yang tersedia untuk diserap ayam (Aufy 2012).

Berbeda jauh dengan ayam yang hanya diberi pakan konvensional, ayam dengan pakan tambahan herbal justru mengalami peningkatan nilai FCR pada hari ke-23 hingga panen yang menunjukkan efisinsi konsumsi pakan mengalami penurun. Hal ini wajar dikarenakan pada saat tersebut bobot ayam sudah tidak lagi mengalami masa tumbuhnya. Laju kematian ayam herbal tidak terlalu tinggi bila dibandingkan dengan ayam normal. Hal ini dapat menunjukkan bahwa ayam herbal memiliki kelangsungan hidup yang baik. Hal itu ditandai dengan terdapat beberapa ayam kerdil yang masih bisa bertahan hidup hingga akhir panen.

Hubungan Laju Kematian dengan Titer Antibodi

Tingginya tingkat titer antibodi pada kontrol dan simplisia dosis 1 menunjukkan ayam sedang terinfeksi virus ND. Saat terjadinya serangan virus ND, sel limfosit B akan menghasilkan immunoglobulin yang meningkatkan titer antibodi (Al-Zubeedy 2009). Hal ini disebabkan penurunannya efektifitasan sistem imun permukaan (surface barrier) sehingga virus dapat mudah menginfeksi. Hal ini yang menyebabkan laju kematian perlakuan 1 (kontrol) dan perlakuan 2 (simplisia dosis 1) meningkat terus menurus hingga panen. Peningkatan jumlah kematian pada ayam rata-rata terjadi pada saat pekan ke-4 hingga menjelang panen ditandai dengan peningkatan laju kematian. Hal ini disebabkan sistem imun pada ayam terhadap serangan virus menurun pada pekan ke-4.

Fungsi dari pemberian suplemen berupa herbal tumbuhan obat yaitu sebagai zat imunostimulan yang dapat melindungi sistem imun secara surface barrier (pelindung permukaan) seperti kulit dan mukosa yang bersifat sebagai kekebalan alami. Kekebalan alami pada permukaan inilah yang mencegah inang-inang virus seperti bakteri, cacing, dan media inang lain yang dapat menjadi carrier virus dapat terlebih dahulu diantisipasi sistem imun permukaan (Albert 2002). Karena inang-inang pembawa virus seperti bakteri dan cacing sudah terlebih dahulu diantisipasi, akibatnya virus tidak semua bisa masuk dengan mudah ke dalam tubuh ayam. Ketika kekebalan alami sudah tidak mampu melawan infeksi virus maka digantikan oleh kekebalan spesifik yang secara langsung menahan serangan virus. Kekebalan spesifik memiliki proteksi yang lebih spesifik terhadap permukaan virus dan biasanya garis pertahanan ini dikenal ketika terjadi infeksi (Erf 2004).

(19)

9

Pemilihan Kadar Imunostimulan pada Pakan yang Efisien dan Efektif

Untuk melihat keefektifan dan efisiensi penggunaan pakan yang baik dalam imunostimulan, tingkat titer antibodi harus dikorelasikan dengan tingkat kematian pada setiap kelompok serta grafik FCR. Dalam hal ini kelompok perlakuan 2 (simplisia dosis 1), perlakuan 3 (simplisia dosis 0.5) dan perlakuan 5 (ekstrak dosis 0.5) adalah kelompok ayam yang memiliki angka kematian yang rendah dapat disebut sebagai nominasi imunostimulan yang baik. Sedangkan dari nilai FCR hampir tidak jauh berbeda nilainya untuk setiap perlakuan. Selain dari angka kematian, tingkat titer antibodi dan FCR, imunostimulan pun dilihat dari penggunaan efisiensi bahan kadar imunostimulan. Disamping perlu memilih bahan pakan lokal yang harganya murah, juga perlu dipertimbangkan tingkat ketersediaannya harus cukup banyak dan kontinuitas terjamin.

Kelompok ayam perlakuan 3 (simplisia dosis 0.5) dan perlakuan 5 (ekstrak dosis 0.5) memiliki tingkat kematian yang sangat rendah dan juga tingkat titer antibodinya pun rendah. Penggunaan bahan zat imunostimulan hanya menggunakan setengah resep dari kelompok perlakuan 2 (simplisia dosis 1) untuk simplisia dan kelompok perlakuan 4 (ekstrak dosis 1) untuk ekstrak. Angka kematian menunjukkan bahwa simplisia dosis 0.5 adalah kelompok yang memiliki angka kematian yang paling kecil. Walaupun ekstrak dosis 0.5 memiliki hasil titer antibodi yang lebih baik dari simplisia dosis 0.5, tapi dalam hal ini simplisia dosis 0.5 yang dapat dikatakan lebih efisien dan murah karena menggunakan bahan simplisia yang tidak perlu di ekstaraksi sehingga dapat menekan angka produksi jika suatu saat dijadikan produk konvensional. Disamping perlu memilih bahan pakan yang harganya murah, juga perlu dipertimbangkan tingkat ketersediaannya harus cukup banyak dan kontinuitas terjamin (Zainuddin 2005). Ketersediaan bahan herbal seperti temu hitam, temulawak, meniran, dan sambiloto sebagai komoditi jamu nasional dapat dimanfaatkan perannya dalam dunia peternakan.

SIMPULAN

(20)

10

DAFTAR PUSTAKA

Alberts B, Johnson A, Lewis J, Raff M, Roberts K, Walters P. 2002. Molecular Biology of the Cell 4th Edition. New York: Garland Science.

Al-Zubeedy AZ. 2009. Immune response in day old broiler chick vaccinated against newcastle disease virus. Iraqi Science 23(2): 143 – 146.

Alexander DJ. 2001. Newcastle disease: the Gordon memorial lecture. British Poultry Science 42:5-22.

Aufy A. 2012. Lowering poultry feed formulation costs with phytogenics. All About Feed 5(2): 12-13

Baratawidjaja KG. 2002. Imunologi Dasar. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Beard CW, Hopkins SR, Hammond J. 1975. Preparation of Newcastle disease virus hemagglutination-inhibition test antigen. Avian diseases19(4):692-9. Bellanti JA. 1978. Immunology II. Philadelphia: W. B. Saunders.

[BPOM RI] Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2005. Gerakan Nasional Minum Temulawak. Jakarta: BPOM RI.

Chodidjah. 2003. Pengaruh pemberian ekstrak (Phyllantus niruri L) pada sel mononuklear terhadap viabilitas sel adenokarsinoma mama mencit C3H, penelitian invitro [tesis]. Semarang: Universitas Diponegoro.

[DITJENNAK] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2013.

Update Perkembangan Kasus Avian Influenza (AI) pada Unggas Kondisi s/d 31 Desember 2012 [internet]. [diacu 13 Juli 2013] Tersedia

Effendi HM. 2009. Aktivitas antibakterial ekstrak herba sambiloto (Andrographis paniculata Nees) terhadap bakteri Staphylococcus asal susu sapi perah penderita mastitis. Jurnal Penelitian Medika Eksakta 8(1): 39-45.

[EPA] Environmental Protection Agency. 2013. Poultry Production [internet]. [diacu 2013 Mei 5] Tersedia dari http://www.epa.gov/agriculture/ag101/ printpoultry.html#etop.

Erf GF. 2004. Cell-mediated immunity in poultry. Poultry Science. 83: 580 – 590. Federer WT. 1967. Experimental Design : Theory and Application. New York:

Oxford & IBH Publishing.

Hewajuli DA, Dharmayanti. 2008. Karakterisasi dan identifikasi virus avian influenza (AI). Wartazoa 18(2): 87-100

Hewajuli DA, Dharmayanti. 2011. Patogenesis virus newcastel disease pada Ayam [makalah]. Bogor: Balitvet.

Jacob JP, Butcher GD, Mather FB. Vaccination of Small Poultry Flocks [internet].

[diacu 2013 April 8] Tersedia darihttp://edis.ifas.ufl.edu/ps030

(21)

11 performance of broilers at the end of the third week. Veterinary Medicine International. 2010(5) doi: 10.4061/2010/328123

[LIPTAN] Lembar Informasi Pertanian. Daging Ayam Sumber Protein Hewani yang Murah dan Mudah Didapatkan. Yogyakarta: Departemen Pertanian. Martuti NKT. 1989. Penggunaan Berbagai Materi “Attractant” Dalam Pakan

Buatan Terhadap Pertumbuhan Udang Windu (Paneus monodon Fabricius) [skripsi]. Semarang: Fakultas Peternakan UNDIP.

McKinney LJ, Teeter RG. 2004. Predicting effective caloric value of nonnutritive factors: I. Pellet quality and II. Prediction of consequential formulation dead zones. Poultry Science. 83(7): 1165-1174.

Moritz JS, Beyer RS, Wilson KJ, Cramer KR, McKinney LJ, Fairchild FJ. 2001. Effect of moisture addition at the mixer to a corn-soybean based diet on broiler performance.

The Journal of Applied Poultry Research

. 10:347–353.

Muyasaroh CL. 2011. Pengaruh Ekstrak Herba Sambiloto (Andrographis Paniculata, Nees) terhadap Waktu Kematian Cacing Ascaris Suum, Goeze In Vitro. Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Nurcholis W. 2008. Profil senyawa penciri bioaktivitas tanaman temulawak pada

agrobiofisik berbeda [tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Rahardjo M. 2010. Penerapan SOP budidaya untuk mendukung temulawak sebagai bahan baku obat potensial. Perspektif 9(2) : 78-93.

Selleck P, Axell A. 2008. Reliable and Repeatable Hemagglutin Inhibition Assays. Jakarta: OFFLU.

Spelman K, Burns JJ, Nichols D, Winters N, Ottersberg S, Tenborg M. 2006. Modulation of cytokine expression by tradisonal medicines: a review of herbal immunomodulators alternative. Med Review 11: 128-146.

Subowo. 1996. Efek imunomodulator dari tumbuhan obat. Warta Tumbuhan Obat Indonesia 3(1): 1-4.

Taha SR. 2009. Kajian potensi ekstrak sambiloto (andrographis paniculata Ness.) dan Beluntas (Pluchea indoca Less.) sebagai alternatif bahan obat flu burung [tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Tarmudji MS. 2004. Menditeksi munculnya ayam kerdil. Tabloid Sinar Tani. Juli 7, 2004.

Veltrop-Duits LA, van Vreeswijk T, Heemskerk B, Thijssen JC, El Seady R.2011. High titers of pre-existing adenovirus serotype-specific neutralizing antibodies in the host predict viral reactivation after allogeneic stem cell transplantation in children. Clinical Infectious Diseases 52(12): 1405-1413 doi: 10.1093/cid/cir231.

Yasni S, Yoshiie K, Oda H, Sugano M, Imiazumi K. 1993. Increases mitogenic responses of splenic lymphocytes in rats, and alters populations of the lymphocytes in mice. Journal of Nutritional Science and Vitaminology 1993(39): 345–54.

Zainuddin D. 2005. Strategi Pemanfaatan Pakan Sumberdaya Lokal dan Perbaikan Manajemen Ayam Lokal. Bogor: Balai Penelitian Ternak

(22)

12

LAMPIRAN

Lampiran 1 Angka Kematian Ayam per Pekan Pekan

Perlakuan

1 2 3 4 5

1 5 5 6 4 6

2 2 7 8 4 3

3 7 4 9 9 6

4 30 16 14 24 19 5 41 23 11 35 18 Total 85 55 48 76 52

Lampiran 2 Analisis Titer Antibodi

Hasil HA

HA Test Standard Titer HA: 27 = 128 Virus standar 4 HAU 124/4 = 31

1:31

(23)

13

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 8 Juli 1990 dari ayah Ervizal AMZU dan ibu Nur Lukluin. Penulis adalah putra keempat dari lima bersaudara. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 9 Bogor dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN dan diterima di Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Gambar

Table 1 Jumlah sisa ayam dan persentase angka kematian ayam hingga panen
Gambar 1 Laju kematian ayam per pekan
Gambar 2 Perbandingan feed convertion ratio (FCR) selama 36 hari

Referensi

Dokumen terkait

menyampaikan pesan melalui media massa.. 4) Antara banyak orang dan satu orang. Misal: sekelompok warga desa melakukan demonstrasi. terhadap lurahnya atau menyampaikan tuntutan

Public Relations merupakan fungsi manajemen dari sikap budi yang direncanakan dan dijalankan secara berkesinambungan oleh organisasi–organisasi, lembaga–lembaga umum dan

kegiatan mempraktikkan), melakukan koordinasi dengan guru BK MAN Yogyakarta 1 selaku pembina kegiatan PIK R di sekolah dan guru BK MAN Yogyakarta 1 selaku pelatih

Zink memiliki peran vital dalam sintesis protein serta berbagai mekanisme enzimatik lain didalam tubuh. Zink juga dapat meningkatkan status kesehatan lansia melalui mekanisme

Pernyataan Orisinalitas ... viii Kata Pengantar ... Pengertian Nikah Siri / Nikah Tidak Tercatat ... Nikah Siri Dalam Ketentuan Hukum Perkawinan Indonesia ... Pencatatan Akad Nikah

Hal ini sesuai dengan literatur Hanafiah (2005) yang menyatakan bahwa bahan organik berperan dalam menentukan warna tanah menjadi coklat-hitam, merangsang granulasi,

Menurut Quraish Shihab bahwa objek membaca pada ayat-ayat yang menggunakan akar kata qara'a ditemukan bahwa ia terkadang menyangkut suatu bacaan yang bersumber dari

Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) produk yang dikembangkan berupa aplikasi pembelajaran tari Cendrawasih yang disajikan kedalam smartphone berbasis android dengan sajian