• Tidak ada hasil yang ditemukan

Higiene Pekerja Kantin di Dalam Kampus Institut Pertanian Bogor Dramaga, Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Higiene Pekerja Kantin di Dalam Kampus Institut Pertanian Bogor Dramaga, Bogor"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

NURUL AINI S. HARAHAP. Hygiene of Food Handler in Bogor Agriculture University Dramaga, Bogor. Under direction of CHAERUL BASRI and HADRI LATIF.

The aim of this study was to know the factors related with hygiene practices among food handlers at canteen in Bogor Agriculture University. Survey of KAP (knowledge, attitude, and practices) were used to know the relationship of knowledge and attitudes with their practices as its factors. Thirty nine food handlers were taken sampling randomly from sixty seven canteen in Bogor Agriculture University and become respondents for questionnaire about hygiene in handling food which is divided in to three aspect: personal hygiene, hygiene of production, and hygiene of facilities. The data were analyzed using the SPSS 16.0. A majority respondents have good knowledge (94.9%), attitude (100%), and practices (97.4%). Statistic analysis showed significant difference (p<0.05) between the relationship of knowledge, attitude, and main occupation with their practices.

(2)

RINGKASAN

NURUL AINI S. HARAHAP. Higiene Pekerja Kantin di Dalam Kampus Institut Pertanian Bogor Dramaga, Bogor. Dibimbing oleh CHAERUL BASRI dan HADRI LATIF.

Keamanan pangan asal hewan sangat terkait dengan orang yang menangani pangan tersebut, dalam hal ini adalah pekerja kantin. Pekerja kantin hendaknya memiliki pengetahuan, sikap, dan praktik yang baik dalam menangani makanan agar mencegah terjadinya keracunan pangan serta menjaga keamanan pangan. Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) Dramaga memiliki unit kantin yang menjual produk pangan asal hewan. Setiap unit kantin tidak dikontrol dalam satu pusat sehingga kemungkinan akan terdapat perbedaan pada pekerja kantin dalam penanganan produk pangan asal hewan di setiap kantin. Hal ini mendasari penelitian ini untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap terhadap praktik higiene pekerja kantin dalam menangani produk olahan pangan asal hewan. Penelitian ini diharapkan menjadi informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi praktik higiene pada pekerja kantin di kampus IPB Dramaga terkait keamanan pangan asal hewan.

Penelitian dilakukan dengan metode survai melalui wawancara pekerja kantin terhadap pengetahuan, sikap, dan praktik yang berhubungan dengan 3 aspek higiene, yaitu higiene personal, higiene produksi, serta higiene fasilitas dan peralatan. Wawancara dilakukan menggunakan kuisioner terstruktur. Besaran sampel ditentukan dengan rumus pendugaan persentase menggunakan software WinEpiscope 2.0 dengan besar populasi 67, tingkat kepercayaan 95%, persentase dugaan 50%, dan tingkat kesalahan 10%. Besaran sampel yang dihasilkan yaitu 39 kios kantin yang menjajakan pangan asal hewan. Metode penarikan sampel dilakukan dengan menggunakan Metode Penarikan Contoh Acak Sederhana.

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan kuisioner terstruktur. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan program SPSS 16.0. Hasil analisis berupa tabel yang berisi kategori pengetahuan, sikap, dan praktik responden. Selain itu juga digunakan uji korelasi untuk menguji korelasi antara karaktersitik responden terhadap praktik dan tingkat pengetahuan terhadap sikap terhadap praktik pekerja kantin.

Responden terdiri dari 39 pekerja kantin di dalam kampus IPB Dramaga yang menjual produk pangan asal hewan. Mayoritas responden memiliki umur di bawah 33 tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa mayoritas pekerja mungkin akan lebih mudah dalam menerima penyuluhan atau pembinaan, namun juga terdapat kemungkinan lebih sedikit pekerja kantin yang memiliki tingkat pengetahuan dan pengalaman yang baik. Responden yang belum pernah mendapat penyuluhan atau pembinaan pengelolaan kantin lebih banyak dibandingkan yang sudah pernah mendapat penyuluhan atau pembinaan pengelolaan kantin. Penyuluhan atau pembinaan yang didapatkan oleh responden berasal dari pihak dalam kampus, namun persentase di atas memperlihatkan bahwa penyuluhan yang dilakukan oleh pihak kampus tersebut belum mencakup ke seluruh pekerja kantin.

(3)

responden telah mendapatkan pengetahuan yang baik meskipun tidak semua responden telah mengikuti pelatihan atau pembinaan mengenai pengelolaan kantin.

Secara keseluruhan, responden memiliki sikap yang baik terhadap higiene pangan. Hal ini dapat dilihat bahwa 100% responden masuk dalam kategori baik. Tak jauh berbeda dengan sikap, sebanyak 97.4% responden masuk dalam kategori praktik yang baik dan tidak ada satupun responden yang masuk dalam kategori praktik yang buruk. Hal ini menunjukkan bahwa responden telah melakukan praktik higiene pangan dengan baik.

Aspek praktik higiene personal yang masih buruk dilakukan oleh responden yaitu tidak memakai sarung tangan dan apron saat menangani makanan, memiliki kebiasaan merokok responden di dalam kantin dan tidak mencuci tangan setelah merokok, serta tetap bekerja ketika sakit. Aspek praktik higiene produksi yang masih buruk yaitu terkait penyimpanan bahan mentah di kantong plastik yang masih banyak dilakukan oleh responden. Secara kesuluruhan, aspek praktik higiene fasilitas dan peralatan telah dilakukan dengan baik oleh responden.

Analisis data memperlihatkan adanya hubungan yang nyata antara pengetahuan dan sikap terhadap praktik higiene pekerja kantin (p<0.05) dengan tingkat hubungan yang sedang (0,40≤r<0,60). Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan dan sikap higiene responden berhubungan dengan praktik higiene responden. Karaktersitik pekerjaan utama responden juga menunjukkan hubungan yang nyata terhadap praktik higiene responden (p<0.05) dengan tingkat hubungan yang sangat lemah (r<0.2). Maka, dapat disimpulkan bahwa mayoritas pekerja kantin di kampus IPB Dramaga memiliki tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik higiene yang baik. Tingkat praktik higiene yang baik ini berhubungan dengan pengetahuan, sikap, dan pekerjaan utama.

(4)

HIGIENE PEKERJA KANTIN DI DALAM KAMPUS

INSTITUT PERTANIAN BOGOR DRAMAGA, BOGOR

NURUL AINI S. HARAHAP

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Higiene Pekerja Kantin di dalam Kampus Institut Pertanian Bogor Dramaga, Bogor adalah karya saya dengan arahan dari komisis pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Sepetember 2012

(6)

ABSTRACT

NURUL AINI S. HARAHAP. Hygiene of Food Handler in Bogor Agriculture University Dramaga, Bogor. Under direction of CHAERUL BASRI and HADRI LATIF.

The aim of this study was to know the factors related with hygiene practices among food handlers at canteen in Bogor Agriculture University. Survey of KAP (knowledge, attitude, and practices) were used to know the relationship of knowledge and attitudes with their practices as its factors. Thirty nine food handlers were taken sampling randomly from sixty seven canteen in Bogor Agriculture University and become respondents for questionnaire about hygiene in handling food which is divided in to three aspect: personal hygiene, hygiene of production, and hygiene of facilities. The data were analyzed using the SPSS 16.0. A majority respondents have good knowledge (94.9%), attitude (100%), and practices (97.4%). Statistic analysis showed significant difference (p<0.05) between the relationship of knowledge, attitude, and main occupation with their practices.

(7)

RINGKASAN

NURUL AINI S. HARAHAP. Higiene Pekerja Kantin di Dalam Kampus Institut Pertanian Bogor Dramaga, Bogor. Dibimbing oleh CHAERUL BASRI dan HADRI LATIF.

Keamanan pangan asal hewan sangat terkait dengan orang yang menangani pangan tersebut, dalam hal ini adalah pekerja kantin. Pekerja kantin hendaknya memiliki pengetahuan, sikap, dan praktik yang baik dalam menangani makanan agar mencegah terjadinya keracunan pangan serta menjaga keamanan pangan. Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) Dramaga memiliki unit kantin yang menjual produk pangan asal hewan. Setiap unit kantin tidak dikontrol dalam satu pusat sehingga kemungkinan akan terdapat perbedaan pada pekerja kantin dalam penanganan produk pangan asal hewan di setiap kantin. Hal ini mendasari penelitian ini untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap terhadap praktik higiene pekerja kantin dalam menangani produk olahan pangan asal hewan. Penelitian ini diharapkan menjadi informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi praktik higiene pada pekerja kantin di kampus IPB Dramaga terkait keamanan pangan asal hewan.

Penelitian dilakukan dengan metode survai melalui wawancara pekerja kantin terhadap pengetahuan, sikap, dan praktik yang berhubungan dengan 3 aspek higiene, yaitu higiene personal, higiene produksi, serta higiene fasilitas dan peralatan. Wawancara dilakukan menggunakan kuisioner terstruktur. Besaran sampel ditentukan dengan rumus pendugaan persentase menggunakan software WinEpiscope 2.0 dengan besar populasi 67, tingkat kepercayaan 95%, persentase dugaan 50%, dan tingkat kesalahan 10%. Besaran sampel yang dihasilkan yaitu 39 kios kantin yang menjajakan pangan asal hewan. Metode penarikan sampel dilakukan dengan menggunakan Metode Penarikan Contoh Acak Sederhana.

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan kuisioner terstruktur. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan program SPSS 16.0. Hasil analisis berupa tabel yang berisi kategori pengetahuan, sikap, dan praktik responden. Selain itu juga digunakan uji korelasi untuk menguji korelasi antara karaktersitik responden terhadap praktik dan tingkat pengetahuan terhadap sikap terhadap praktik pekerja kantin.

Responden terdiri dari 39 pekerja kantin di dalam kampus IPB Dramaga yang menjual produk pangan asal hewan. Mayoritas responden memiliki umur di bawah 33 tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa mayoritas pekerja mungkin akan lebih mudah dalam menerima penyuluhan atau pembinaan, namun juga terdapat kemungkinan lebih sedikit pekerja kantin yang memiliki tingkat pengetahuan dan pengalaman yang baik. Responden yang belum pernah mendapat penyuluhan atau pembinaan pengelolaan kantin lebih banyak dibandingkan yang sudah pernah mendapat penyuluhan atau pembinaan pengelolaan kantin. Penyuluhan atau pembinaan yang didapatkan oleh responden berasal dari pihak dalam kampus, namun persentase di atas memperlihatkan bahwa penyuluhan yang dilakukan oleh pihak kampus tersebut belum mencakup ke seluruh pekerja kantin.

(8)

responden telah mendapatkan pengetahuan yang baik meskipun tidak semua responden telah mengikuti pelatihan atau pembinaan mengenai pengelolaan kantin.

Secara keseluruhan, responden memiliki sikap yang baik terhadap higiene pangan. Hal ini dapat dilihat bahwa 100% responden masuk dalam kategori baik. Tak jauh berbeda dengan sikap, sebanyak 97.4% responden masuk dalam kategori praktik yang baik dan tidak ada satupun responden yang masuk dalam kategori praktik yang buruk. Hal ini menunjukkan bahwa responden telah melakukan praktik higiene pangan dengan baik.

Aspek praktik higiene personal yang masih buruk dilakukan oleh responden yaitu tidak memakai sarung tangan dan apron saat menangani makanan, memiliki kebiasaan merokok responden di dalam kantin dan tidak mencuci tangan setelah merokok, serta tetap bekerja ketika sakit. Aspek praktik higiene produksi yang masih buruk yaitu terkait penyimpanan bahan mentah di kantong plastik yang masih banyak dilakukan oleh responden. Secara kesuluruhan, aspek praktik higiene fasilitas dan peralatan telah dilakukan dengan baik oleh responden.

Analisis data memperlihatkan adanya hubungan yang nyata antara pengetahuan dan sikap terhadap praktik higiene pekerja kantin (p<0.05) dengan tingkat hubungan yang sedang (0,40≤r<0,60). Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan dan sikap higiene responden berhubungan dengan praktik higiene responden. Karaktersitik pekerjaan utama responden juga menunjukkan hubungan yang nyata terhadap praktik higiene responden (p<0.05) dengan tingkat hubungan yang sangat lemah (r<0.2). Maka, dapat disimpulkan bahwa mayoritas pekerja kantin di kampus IPB Dramaga memiliki tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik higiene yang baik. Tingkat praktik higiene yang baik ini berhubungan dengan pengetahuan, sikap, dan pekerjaan utama.

(9)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suati masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(10)

HIGIENE PEKERJA KANTIN DI DALAM KAMPUS

INSTITUT PERTANIAN BOGOR DRAMAGA, BOGOR

NURUL AINI S. HARAHAP

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(11)

Judul Skripsi : Higiene Pekerja Kantin di Dalam Kampus Institut Pertanian Bogor Dramaga, Bogor

Nama : Nurul Aini S. Harahap

NIM : B04080049

Disetujui

drh. Chaerul Basri, M.Epid Dr. drh. Hadri Latif, M.Si.

Ketua Anggota

Diketahui

drh. H. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini yaitu mengenai faktor yang mempengaruhi praktik higiene pekerja kantin di dalam kampus Institut Pertanian Bogor Dramaga, Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada drh. Chaerul Basri M.Epid dan Dr. drh. Hadri Latif M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan perbaikan selama penulisan skripsi ini, serta seluruh staf di laboratorium KESMAVET yang telah banyak membantu selama proses penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua penulis, abang, kakak, adik, serta kakak-kakak ipar dan keponakan yang selalu memberi semangat dan mendukung proses belajar di kampus IPB Dramaga. Terima kasih juga penulis ucapkan untuk Amatulloh Afifah selaku sahabat di kampus IPB yang telah banyak membantu dalam proses penelitian hingga terselesaikannya skripsi ini, Susi, Yuni, dan Melinda yang saling membantu dan memotivasi dalam proses penelitian, sahabat LC (Dhita, Ope, Bunda, Epri, dan Achan), sahabat Salsabila (Kiki, Epri, Jandi, Marlika, Titi, kak Lingga, Dea, Michelle, Amel, dan lain-lain), serta Mulatsih, Rika, Irma, Hana, Irna, dan Lili yang selalu memberikan motivasi dan membantu penulis dalam banyak hal. Tak lupa ungkapan terima kasih kepada seluruh sahabat Avenzoar selaku rekan angkatan 45 di Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Merauke pada tanggal 25 Mei 1990 dari ayah H. Anwar Syarief Harahap dan ibu Hj. Rukiah Lubis. Penulis merupakan putri kelima dari enam bersaudara. Penulis tinggal di Merauke selama 8 tahun, kemudian pindah ke Jakarta pada tahun 1998 sampai saat ini.

Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 91 Jakarta Timur dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Penerimaan Mahasiswa. Penulis memilih Fakultas Kedokteran Hewan sebagai bidang studinya.

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ...xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Pangan Asal Hewan ... 5

Kantin ... 8

Higiene ... 9

Studi KAP (Knowledge, Attitude, Practice) ... 16

BAHAN DAN METODE Kerangka Konsep Penelitian ... 19

Waktu dan Tempat Penelitian ... 19

Disain Penelitian ... 20

Sampel ... 20

Pengumpulan Data ... 20

Kriteria dan Penelitian Kuisioner ... 20

Analisis Data ... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden ... 23

Pengetahuan Responden ... 25

Sikap Responden ... 27

Praktik Responden ... 29

Faktor yang Mempengaruhi Praktik Responden ... 38

SIMPULAN DAN SARAN ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Aktivitas yang disarankan untuk mencuci tangan... 11

2 Pemilihan hipotesis korelatif berdasarkan jenis variabel ... 22

3 Panduan interpretasi hasil uji hipotesis berdasarkan kekuatan korelasi, nilai p, dan arah korelasi ... 22

4 Karakteristik pekerja kantin di kampus IPB Dramaga ... 23

5 Karakteristik kios pedagang di kampus IPB Dramaga ... 25

6 Tingkat pengetahuan higiene responden dalam menangani makanan ... 25

7 Tingkat pengetahuan higiene responden secara spesifik ... 26

8 Kategori sikap higiene responden dalam menangani makanan ... 27

9 Kategori sikap higiene responden secara spesifik ... 28

10 Kategori praktik higiene responden dalam menangani makanan ... 29

11 Aspek praktik higiene personal pada pekerja kantin di kampus IPB Dramaga ... 30

12 Aspek praktik higiene produksi pada pekerja kantin di kampus IPB Dramaga ... 33

13 Aspek praktik higiene fasilitas pada pekerja kantin di kampus IPB Dramaga ... 35

14 Kategori praktik higiene responden secara spesifik ... 37

15 Hubungan karakteristik, pengetahuan, dan sikap responden terhadap tingkat praktik responden ... 38

16 Hasil uji normalitas jenis kelamin responden ... 50

17 Hasil uji normalitas umur responden ... 50

18 Hasil uji normalitas pendidikan terakhir responden ... 50

19 Hasil uji normalitas lama bekerja di kantin ... 51

20 Hasil uji normalitas pekerjaan utama responden ... 51

21 Hasil uji normalitas penyuluhan atau pembinaan responden ... 51

22 Hasil uji normalitas skor pengetahuan responden ... 52

23 Hasil uji normalitas skor sikap responden ... 52

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Zona suhu berbahaya dalam penyimpanan makanan (Anonim 2012) ... 7

2 Langkah-langkah mencuci tangan (WHO 2011) ... 12

3 Kerangka Konsep Penelitian ... 19

4 Kondisi kantin unit FPIK (kantin dolphin) ... 48

5 Kondisi kantin unit FKH ... 48

6 Kondisi kantin unit Rektorat ... 49

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

(18)

Latar Belakang

Pangan dapat berfungsi sebagai media pembawa agen patogen yang dapat menyebabkan penyakit pada konsumen. Pangan asal hewan segar termasuk kategori pangan yang mudah rusak dan dikenal sebagai pangan yang berpotensi menimbulkan bahaya bagi kesehatan konsumen (potentially hazardous foods) (FR 2008; Setiowati dan Mardiastuty 2009). Center of Disease Control (CDC) melaporkan bahwa pangan asal hewan merupakan 50% penyebab dan media penular wabah foodborne disease (Beier & Pillai 2007).

World Health Organization (WHO) mendefinisikan Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan atau dikenal dengan istilah “foodborne disease outbreak” sebagai suatu kejadian dimana terdapat dua orang atau lebih yang menderita sakit setelah mengonsumsi pangan yang secara epidemiologi terbukti sebagai sumber penularan (BPOM 2005). Tahun 2010 tercatat 132 kasus dan 13 insiden keracunan makanan/keracunan pangan terjadi dan terlaporkan di Sentra Informasi Keracunan Nasional Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (Fajar 2012). Menurut Sanlier et al. (2011), meskipun sulit untuk memprediksi jumlah insiden yang aktual berkaitan dengan keracunan pangan, fakta yang diketahui bahwa banyak kematian yang terjadi karena diare yang disebabkan oleh agen mikrobiologis yang terbawa dari makanan dan air, yaitu sekitar 1.8 juta anak di bawah umur selama tahun 1998 dan 2.1 juta orang selama tahun 2000, yang terjadi di negara berkembang (kecuali Cina).

Menurut Sharif dan Al-Malki (2010), keracunan pangan dikaitkan dengan sejumlah besar bakteri, parasit, virus, dan bahan kimia beracun. Keracunan pangan ditandai dengan periode inkubasi yang singkat, penyakit akut, dan gejala klinis yang khas yaitu gangguan sistem pencernaan. Kesalahan penanganan makanan dalam tahap persiapan dan penyimpanan memainkan peranan penting dalam terjadinya keracunan pangan (Egan et al. 2007; Karabudak et al. 2008).

(19)

yang diperlukan untuk menjamin keamanan dan kelayakan makanan pada semua tahap dalam rantai makanan, sedangkan keamanan pangan (food safety) adalah jaminan agar makanan tidak membahayakan konsumen pada saat disiapkan dan atau dimakan menurut penggunaannya. Praktik higiene yang baik dalam penanganan pangan untuk menjamin keamanan pangan diperlukan oleh pekerja yang menangani makanan karena mereka memiliki peran yang cukup besar terhadap pencemaran pangan dalam jumlah yang besar.

Menurut CAC (2003), pekerja yang menangani makanan (food handler) adalah setiap orang yang secara langsung menangani makanan, peralatan makanan, atau berkontak langsung dengan makanan sehingga diharapkan untuk mematuhi persyaratan kebersihan makanan.Pekerja dapat memberikan kontribusi pada kondisi berbahaya dari makanan melalui penanganan makanan yang tidak aman (HITM 2006). Menurut Hall (1999) standar higiene personal pada pekerja sangat terkait pada praktik dalam menghasilkan pangan yang baik. Penelitian yang dilakukan oleh United State Food and Drug Administration memperlihatkan bahwa praktik higiene personal yang buruk akan memengaruhi penyediaan makanan yang berisiko terhadap pencemaran makanan (NFSMI 2009).

Keterkaitan pekerja dalam praktik higiene yang baik dapat ditinjau dari pengetahuan, sikap, dan praktik (KAP-Knowledge, Attitude, Practice) dalam menangani makanan. Studi KAP didasari pada anggapan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan, sikap, dan praktik yang sangat berpengaruh satu sama lain. Tingkat pengetahuan seseorang sangat menentukan sikap dan tingkah lakunya. Demikian juga, sikap mungkin dapat memengaruhi tingkat laku dan keterbukaan untuk memperoleh pengetahuan baru (Blalock 2008).

(20)

menjadi informasi mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan praktik higiene pada pekerja kantin di kampus IPB Dramaga terkait keamanan pangan asal hewan.

Tujuan

1. Mengetahui tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik higiene pekerja kantin di kampus IPB Dramaga.

2. Menganalisis hubungan antara karaktersitik responden terhadap praktik higiene pekerja kantin di kampus IPB Dramaga.

3. Menganalisis hubungan antara pengetahuan dan sikap responden terhadap praktik higiene pekerja kantin di kampus IPB Dramaga.

4. Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan praktik higiene pekerja kantin di kampus IPB Dramaga

Manfaat

1. Memberikan informasi kepada penyelenggara dan pekerja kantin mengenai kondisi higiene pekerja kantin di kampus IPB Dramaga sehingga dapat dijadikan bahan masukan kepada pihak yang terkait untuk mengadakan perbaikan melalui pelatihan atau pembinaan pengelolaan kantin.

2. Memberikan informasi kepada civitas akademik mengenai pentingnya aspek praktik higiene pekerja kantin yang perlu diperhatikan untuk menjamin keamanan pangan bagi konsumen.

3. Memberikan informasi kepada civitas akademik mengenai hubungan pengetahuan dan sikap, serta karakteristik sebagai faktor-faktor yang mungkin berhubungan dengan praktik higiene pekerja kantin di kampus IPB Dramaga.

Hipotesis

(21)
(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Pangan Asal Hewan

Bahan pangan asal hewan adalah semua produk peternakan yang belum mengalami proses lanjutan. Daging dan telur adalah bahan makanan asal hewan. Daging merupakan bagian-bagian dari hewan yang disembelih dan lazim dimakan manusia, sedangkan telur adalah hasil dari unggas (SNI 01-6366-2000).

Bahan pangan asal hewan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi manusia. Pangan asal hewan menjadi sumber makanan tidak hanya bagi manusia tetapi juga bagi mikroorganisme. Hal ini mengakibatkan bahan makanan yang berasal dari hewan pada umumnya bersifat mudah rusak (Setiowati & Mardiastuty 2009).

Keamanan Pangan Asal Hewan

Pangan yang tidak aman telah menjadi masalah bagi kesehatan manusia. Diperkirakan setiap tahunnya 1.8 juta orang meninggal dikarenakan penyakit diare dan kebanyakan kasus tersebut dikaitkan karena kontaminasi makanan ataupun minuman (WHO 2006). Semua bahaya yang ditimbulkan dari pangan disebut sebagai keracunan pangan. Keracunan pangan dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang mencemari pangan dan masuk ke dalam tubuh, hidup dan berkembang biak, serta mengakibatkan infeksi pada saluran pencernaan (food infection). Keracunan pangan juga dapat disebabkan oleh toksin/racun yang dihasilkan oleh mikroorganisme pada pangan dan bahan kimia atau unsur alami (BPOM 2006).

Menurut Sharif dan Al-Malki (2010), keracunan pangan dikaitkan dengan sejumlah besar bakteri, parasit, virus, dan bahan kimia beracun. Keracunan pangan ditandai dengan periode inkubasi yang singkat, penyakit akut, dan gejala klinis yang khas yaitu gangguan sistem pencernaan. Kesalahan penanganan makanan dalam tahap persiapan dan penyimpanan memainkan peranan penting dalam terjadinya keracunan pangan (Egan et al. 2007; Karabudak et al. 2008).

(23)

sebagai suatu kejadian dimana terdapat dua orang atau lebih yang menderita sakit setelah mengonsumsi pangan yang secara epidemiologi terbukti sebagai sumber penularan (BPOM 2005).

Foodborne disease dibagi atas dua jenis, yaitu foodborne infection dan foodborne intoxication. Foodborne infection terjadi ketika manusia mengonsumsi mikroorganisme patogen yang kemudian berkembang biak di dalam tubuh. Gejala penyakit dapat terjadi tidak kurang dari 8 jam, namun biasanya memerlukan waktu 2 atau 3 hari sampai berminggu-minggu untuk infeksi mikroorganisme seperti Salmonella dan Shigella, virus norovirus atau hepatitis A, atau Giardia dan Cryptosporidium, berkembang biak di tubuh dan menyebabkan timbulnya penyakit (HITM 2006).

Berbeda dengan foodborne infection, foodborne intoxication terjadi karena racun yang dibentuk oleh mikroorganisme dalam makanan. Contoh foodborne intoxication yaitu mengonsumsi racun yang dihasilkan oleh pertumbuhan mikroorganisme pada ikan setelah mereka ditangkap, mengonsumsi racun yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus pada daging dan produk susu, mengonsumsi racun yang dihasilkan oleh Bacillus cereus pada sereal dan produk susu, dan mengonsumsi racun yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum pada daging, ikan, unggas, dan sayuran yang diproses, dikemas, dan disimpan dengan tidak benar (HITM 2006).

Mikroorganisme penyebab keracunan seringkali secara alami terdapat dalam makanan. Pada keadaan yang tepat satu mikroorganisme dapat tumbuh menjadi lebih dari dua juta mikroorganisme hanya dalam waktu tujuh jam. Pada beberapa jenis makanan mikroorganisme tumbuh dan berkembang biak dengan lebih mudah dari pada pada jenis makanan lain. Bahan makanan yang berasal dari hewan pada umumnya bersifat mudah rusak dan berpotensi menimbulkan bahaya bagi kesehatan konsumen (potentially hazardous foods) (FR 2008; Setiowati & Mardiastuty 2009).

(24)

bahwa makanan tidak akan menyebabkan kerugian bagi konsumen ketika disiapkan dan/atau dikonsumsi (CAC 2003).

Perundingan putaran Uruguai mengenai General Agreemaent on Tariffs

and Trade (GATT) yang diikuti oleh 125 negara pada tahun 1994 memiliki

dampak yang sangat luas, antara lain mencakup kesepakatan mengenai aplikasi

tindakan sanitary and phytosanitary (SPS). Kesepakatan ini mengatur tindakan

perlindungan terhadap keamanan pangan dalam bidang kesehatan hewan dan

tumbuhan yang perlu dijalankan oleh negara-negara anggota World Trade

Organization (WTO). Tujuannya adalah untuk melindungi manusia dari risiko

yang ditimbulkan oleh bahan makanan tambahan (aditif) dalam pangan, cemaran

(kontaminan), racun (toksin) atau mikroorganisme penyebab penyakit dalam makanan atau dari penyakit zoonosis. Oleh karena itu, dalam perjanjian tersebut

ditegaskan bahwa setiap negara harus melakukan upaya untuk menjamin

keamanan pangan bagi konsumen dan mencegah penyebaran hama dan penyakit

pada hewan dan tumbuhan (Bahri 2008).

Salah satu upaya dalam menjaga keamanan pangan dapat dilakukan

dengan menjaga makanan pada zona suhu yang tepat. Gambar 1 menunjukkan

zona suhu berbahaya dalam penyimpanan bahan pangan.

Gambar 1 Zona suhu berbahaya dalam penyimpanan makanan (HR 2012).

(25)

Zona suhu yang akan membuat mikroorganisme tumbuh dan berkembang biak disebut “Danger Zone” (zona berbahaya), yaitu dengan rentang suhu antara 4 °C sampai 60 °C (40 °F sampai 140 °F). Jika makanan disimpan dalam rentang suhu tersebut, maka mikroorganisme akan berkembang biak dan berlipat ganda setiap 20 menit. Oleh karena itu, penting untuk menjaga makanan dingin atau panas dan keluar dari danger zone untuk menghentikan pertumbuhan mikroorganisme (HR 2012).

Menurut Unusan (2007), sebagian besar kasus penyakit keracunan pangan dapat dicegah jika prinsip-prinsip keamanan pangan diikuti dari mulai proses produksi sampai ke konsumsi. Saat ini tidak mungkin bagi produsen makanan untuk menjamin persediaan makanan yang bebas mikroorganisme patogen, maka produsen makanan perlu tahu bagaimana meminimalkan kehadiran mikroorganisme patogen atau racun dalam makanan. Selain itu, keamanan pangan juga harus didukung oleh higiene personal, produksi, dan fasilitas.

Kantin

Kantin merupakan salah satu tempat yang menyediakan makanan bagi banyak orang. Hal ini menjadi penting dalam manajemen kantin untuk memberikan layanan terbaik bagi konsumen, khususnya dari segi kualitas makanan yang disediakan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tidak adanya pelatihan pengelolaan kantin dapat berkontribusi dalam penyediaan makanan yang tidak aman bagi konsumen (Veiros et al. 2009).

Pekerja Kantin

(26)

pangan tersebut menjadi tidak aman untuk dikonsumsi (HITM 2006), maka penting bagi pekerja kantin untuk melakukan praktik higiene dalam penyediaan makanan agar menjadi aman untuk dikonsumsi.

Higiene

Higiene adalah suatu pencegahan penyakit yang menitikberatkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang tersebut berada (Widyati & Yuliarsih 2002).

Menurut CAC (2003), higiene pangan (food hygiene) adalah semua kondisi dan tindakan yang diperlukan untuk menjamin keamanan dan kelayakan makanan pada semua tahap dalam rantai makanan, sedangkan keamanan pangan (food safety) adalah jaminan agar makanan tidak membahayakan konsumen pada saat disiapkan dan atau dimakan menurut penggunaannya.

Higiene Personal

Menurut Hall (1999) standar higiene personal sangat terkait pada praktik dalam menghasilkan pangan yang baik. Standar ini tidak hanya diberlakukan bagi konsumen tetapi juga bagi orang yang menangani makanan dalam menjaga kondisi higiene pangan. Pekerja yang menangani makanan harus memiliki penampilan yang bersih, rapi, tanpa infeksi kulit, kebersihan gigi yang baik, memiliki kuku pendek dan tidak memiliki kebiasaan menggigit kuku, tidak memakai perhiasan, tidak memakai riasan wajah, memakai sepatu dan seragam yang bersih, dan tetap berpegang pada praktik higiene yang baik (Bas et al. 2004).

Menurut CAC (2003), higiene personal dalam menangani makanan meliputi:

a) Status kesehatan

(27)

b) Sakit dan Cidera

Menurut Bas et al. (2004), pekerja yang menangani makanan dapat menjadi sumber mikroorganisme, baik selama menderita penyakit gangguan pencernaan atau selama dan setelah masa pemulihan, meskipun tidak terlihat lagi gejala klinisnya. Kondisi yang harus dilaporkan oleh pekerja untuk mendapatkan pemeriksaan medis sehingga tidak dapat menangani makanan, yaitu:

 Sakit kuning  Diare

 Muntah  Demam

 Sakit tenggorokan dengan demam

 Lesio pada kulit (bisul, luka, dan lain-lain)

Discharge atau cairan yang keluar dari mata, telinga atau hidung

c) Kebersihan Personal

Pekerja yang menangani makanan dapat menyebarkan mikroorganisme dari sumber yang terkontaminasi, misalnya dari bahan mentah ke makanan yang telah dimasak (Bas et al. 2004). Hal ini menjadi alasan sehingga pekerja harus selalu memperhatikan tingkat kebersihan pribadi dan bila perlu mengenakan pakaian khusus, penutup kepala, dan alas kaki.

Menurut Hall (1999), menjaga kebersihan pakaian setiap kali memasuki area produksi makanan merupakan standar utama yang perlu diperhatikan pada setiap orang yang menangani makanan. Idealnya, semua pakaian harus diganti setiap selesai bekerja dan lebih sering diganti jika dalam keadaan berminyak. Selain itu, beberapa praktik kebersihan personal lainnya yaitu memotong dan membersihkan kuku, serta mengobati dan menutup luka terbuka (NFSMI 2009).

(28)

Tabel 1 Aktivitas yang disarankan untuk mencuci tangan (Green et al. 2007)

Waktu untuk

mencuci tangan Jenis kegiatan Deskripsi Sebelum memulai

kegiatan

Persiapan makanan Terlibat dalam persiapan makanan, termasuk bekerja dengan makanan yang terbuka, peralatan bersih, dan bahan lain yang tidak terbungkus tangan yang bersih dan lengan yang tidak terpapar

Selain frekuensi, prosedur cuci tangan juga dianggap penting (Nel et al. 2004). Tahapan dalam mencuci tangan disajikan pada Gambar 2. Menurut HITM (2006), langkah-langkah yang tepat dalam mencuci tangan dengan benar, yaitu: 1) Basahi tangan hingga ke sela-sela jari.

2) Terapkan sekitar 1/2 sendok teh sabun untuk penyabunan.

(29)

Gambar 2 Tahapan dalam mencuci tangan (WHO 2011).

4) Bilas sabun dan bersihkan mikroorganisme patogen dari sikat dan jari. Cara terbaik adalah untuk tidak menggunakan sabun antibakteri karena akan menghancurkan mikroflora alami yang sangat penting pada kulit tangan. Mikroflora alami ini menjaga tangan sehingga tetap sehat dan cenderung untuk menghancurkan dalam 2 sampai 4 jam setiap mikroorganisme asing seperti

Basahi tangan dengan air

Gunakan sabun Gosokkan dengan kedua telapak tangan

Telapak kanan di atas telapak kiri

Jari-jari saling ber-kaitan

Ujung jari-jari saling mengunci

Gosokkan jempol dengan arah memutar

Gosokkan telapak dengan arah memutar

Bilas tangan dengan air

Keringkan tangan dengan handuk

Gunakan handuk untuk menutup keran

(30)

5) Sabun tangan hingga pergelangan tangan untuk kedua kalinya dengan sabun. 6) Lakukan hingga terbentuk busa yang banyak.

7) Bilas sabun dari tangan dan pergelangan tangan.

8) Keringkan tangan dengan menggunakan handuk. Pengeringan akan mengurangi jumlah mikroorganisme. Jangan menggunakan kain lap umum yang telah digunakan orang lain untuk mengeringkan tangan atau membersihkan peralatan lainnya.

Selain mencuci tangan, pekerja yang menangani makanan juga disarankan untuk memakai sarung tangan. Sarung tangan tidak berarti menggantikan cuci tangan, tetapi untuk lebih memastikan keamanan pangan dan mencegah dari kontaminasi silang. Pemakaian sarung tangan plastik atau karet digunakan setelah mencuci tangan dengan bersih dan diganti setiap setelah menangani makanan (TPH 2004).

d) Perilaku Personal

Pekerja yang menangani makanan harus menahan diri dari perilaku yang dapat mengakibatkan kontaminasi makanan, misalnya:

 Merokok  Meludah

 Mengunyah atau makan  Bersin atau batuk

Selain itu, pekerja juga harus menghindari pemakaian cat warna pada kuku dan tidak menggunakan perhiasan apapun di tangan saat memasak karena akan memungkinkan pencemaran pada makanan (Nel et al. 2004; NFSMI 2009).

(31)

Higiene Produksi

Menurut BPOM (2003), produksi pangan adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas kembali dan atau mengubah bentuk pangan. Higiene produksi adalah kondisi dan perlakuan yang diperlukan untuk menjamin keamanan pangan saat dalam proses produksi pangan.

Dampak dari kegiatan produksi yang mengancam keamanan dan kesesuaian pangan harus diperhatikan setiap saat. Hal ini dilakukan dengan mengidentifikasi setiap titik-titik tertentu dalam kegiatan produksi yang memungkinkan terjadinya kontaminasi. Kontrol kontaminasi yang terpenting adalah dari bahan pangan (CAC 2003).

Kontaminasi silang terjadi ketika pangan yang aman untuk dikonsumsi berkontak dengan mikrooragnisme patogen, bahan kimia, atau bahan lain tidak diinginkan sehingga membuat pangan tidak aman untuk dikonsumsi. Hal ini biasanya terjadi dalam tiga cara:

1) Bahan mentah berkontak dengan bahan yang telah dimasak.

2) Penggunaan peralatan yang sama untuk menangani bahan mentah dan bahan yang telah dimasak

3) Tangan yang tercemar menyentuh makanan.

Kontaminasi silang dapat dicegah dengan cara memisahkan bahan mentah dengan bahan yang telah dimasak, peralatan yang telah digunakan untuk bahan mentah harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum digunakan lagi untuk bahan yang telah dimasak (TPH 2004).

(32)

didisinfeksi. Persyaratan GMP lainnya yaitu mencegah kontaminasi produk dari udara, partikel, dan kotoran yang dapat mencemari produk (Learoyd 2005).

Higiene Fasilitas dan Peralatan

Menurut BPOM (2003), persyaratan mengenai higiene fasilitas yaitu tata letak kelengkapan ruang produksi diatur agar tidak terjadi kontaminasi silang, tersedianya air bersih yang cukup dan memadai selama proses produksi, terdapat fasilitas mencuci tangan dan toilet dalam keadaan bersih, mengurangi kemungkinan masuknya hama ke ruang produksi yang akan mencemari pangan, dan tersedia tempat penyimpanan yang baik agar dapat menjamin mutu dan keamanan bahan dan produk pangan yang diolah. Penyimpanan bahan makanan yang baik yaitu menyimpan dalam wadah tertutup untuk mencegah kontaminasi dari hama (Cuprasitrut et al. 2010).

Menurut CAC (2003), ketersediaan air yang cukup dengan tempat penyimpanan yang memadai dan kontrol suhu yang tepat harus tersedia untuk menjamin keamanan makanan. Air untuk diminum harus terpisah dari air yang digunakan untuk tujuan lain, seperti mencuci, agar tidak terjadi kontaminasi silang.

Persyaratan higiene fasilitas lainnya yaitu peralatan harus mudah untuk dibersihkan (Aarnisalo et al. 2006). Peralatan yang berkontak dengan makanan harus dibersihkan sebelum dan setelah digunakan, khususnya untuk pisau dan talenan. Pisau yang kotor harus segera dibersihkan agar tidak berkarat. Pisau yang kotor dicuci dengan air sabun hangat dan dipisahkan dari peralatan yang lain sehingga tidak mengkontaminasi peralatan lainnya (HITM 2006). Begitu pula dengan talenan, mencuci talenan dengan sabun dan air panas atau pembersih sebelum penggunaan berikutnya akan mencegah kontaminasi silang antar makanan (Karabudak et al. 2008).

(33)

Masalah lain dari higiene fasilitas yaitu lantai yang kotor dan berdebu (Cuprasitrut et al. 2011). Lantai dan meja harus dibersihkan dan didesinfeksi secara teratur untuk mengurangi potensi kontaminasi silang dan meminimalkan infestasi hama (TPH 2004). Lantai dibersihkan menggunakan pel basah minimal sekali sehari. Kotoran dari bawah peralatan, di tiap sudut, dan daerah yang sulit dijangkau juga harus dibersihkan untuk mencegah dari kehadiran hama. Menurut HITM (2006), makanan disimpan dalam lemari atau wadah yang tertutup dengan jarak 15 cm dari lantai agar terjaga kebersihannya dan terhindar dari hama. Sedangkan menurut Cuprasitrut et al. (2011), meja untuk menyimpan dan menyajikan makanan harus memiliki tinggi lebih dari 60 cm untuk mencegah kontaminasi dari hama atau serangga pengganggu.

Tempat sampah harus tersedia dan dibersihkan setiap kali pembuangan ke tempat pembuangan umum. Daerah sekitar tempat sampah juga harus dijaga kebersihannya untuk mengurangi bau dan penyebaran mikroorganisme berbahaya (TPH 2004).

Studi KAP (Knowledge, Attitude, Practice)

Studi KAP didasari pada anggapan hubungan antara pengetahuan, sikap, dan praktik yang sangat berpengaruh satu sama lain. Tingkat pengetahuan seseorang sangat menentukan sikap dan tingkah lakunya. Demikian juga, sikap mungkin dapat memengaruhi tingkat laku dan keterbukaan untuk memperoleh pengetahuan baru (Blalock 2008). Menurut Sharif dan Al-Malki (2010), pengetahuan, sikap, dan praktik merupakan tiga faktor penting yang memainkan peran utama dalam kejadian keracunan makanan khususnya yang berkaitan dengan penangan makanan. Sehingga dengan melihat tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik pekerja dalam mempersiapkan, mendistribusikan, dan menjual produk makanan dapat memudahkan untuk mengontrol keamanan pangan (Pirsaheb et al. 2010).

(34)

sehingga pengetahuan selalu dimiliki oleh individu atau kelompok. Pengetahuan melekat dalam bahasa, aturan-aturan, prosedur-prosedur, serta konsep.

Pengetahuan merupakan suatu kemampuan untuk menerima, menguasai, dan menggunakan informasi, sebagai gabungan dari pemahaman, pengalaman, dan keahlian. Pengetahuan yang alami bersandar pada perbedaan cara menerima gagasan berdasarkan persepsi, imajinasi, ingatan, penilaian, abstrak, dan alasan. Kriteria pengetahuan berpusat disekitar pemikiran yang memperkenankan kita untuk membedakan di antara benar dan salah, seperti pembelajaran berdasarkan logika dan metode ilmiah (Badran 1995).

Pengetahuan diperlukan sebelum melakukan suatu perbuatan secara sadar. Namun, perbuatan yang dikehendaki mungkin tidak akan berlangsung sampai seseorang mendapat petunjuk yang cukup kuat untuk memicu motivasi berbuat berdasarkan pengetahuan tersebut. Menurut Hayek (2003), semua kegiatan ekonomi harus didasarkan pada pengetahuan, termasuk dalam hal ini perdagangan makanan. Pemahaman dan pengetahuan tentang risiko keracunan pangan dalam produksi dan perdagangan makanan sangat diperlukan agar dapat menjalankan praktik penanganan pangan yang tepat (Patil et al. 2005).

Pengetahuan dapat diperoleh melalui pengalaman, informasi yang disampaikan tenaga profesional kesehatan, orang tua, guru, buku, media massa, dan sumber lainnya (WHO 2002). Pengetahuan juga bisa didapatkan dari pendidikan ataupun pelatihan. Pengetahuan yang diperoleh dari program pendidikan dan pelatihan penanganan makanan dapat meningkatkan dan mengontrol keamanan pangan (Ehiri & Morris 1996; Pirsaheb et al. 2010). Begitu pula menurut Fleet dan Fleet (2009), tingkat pendidikan mempunyai pengaruh positif terhadap pengetahuan dan sikap mengenai keamanan pangan.

(35)

telah dilakukan menunjukkan adanya intervensi pendidikan keamanan pangan terhadap perilaku keamanan pangan (Kang et al. 2010).

Pendidikan atau pelatihan kadang tidak berhasil dikarenakan pelatihan tersebut dirancang tanpa mempelajari sosial tempat kerja dan faktor lingkungan yang memengaruhi target peserta pelatihan (Montenegro et al. 2006). Selain itu, efektivitas pendidikan ataupun pelatihan sangat tergantung pada sikap dan kesediaan untuk menerapkan praktik higiene yang baik. Pelatihan mengenai higiene pangan yang efektif perlu menargetkan perubahan perilaku yang berperan besar dalam keracunan pangan (Egan et al. 2007). Selain pengetahuan, sikap juga merupakan faktor penting dalam mencegah dan mengontrol keracunan pangan (Bas et al. 2004; Nee & Sani 2011). Rahayuningsih (2008) mengemukakan bahwa sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu.

Sikap mengarahkan kepada kecenderungan untuk bereaksi pada cara yang tepat dalam situasi yang tepat. Sikap dibutuhkan untuk melihat dan menerjemahkan peristiwa sesuai kecenderungan yang tepat. Sikap juga dibutuhkan untuk membentuk opini yang masuk akal dan susunan yang saling berhubungan (Badran 1995). Kerapkali sikap berasal dari pengalaman kita sendiri atau pengalaman orang lain. Sikap juga bisa terbentuk berdasarkan pengalaman yang terbatas. Oleh karena itu, masyarakat dapat membentuk sikapnya tanpa memahami keseluruhan situasi (WHO 2002).

(36)

BAHAN DAN METODE

Kerangka Konsep Penelitian

Penelitian ini bertujuan melihat hubungan antara karakteristik, pengetahuan, dan sikap pekerja kantin terhadap praktik higiene pekerja kantin di kampus IPB Dramaga. Karakteristik yang diamati meliputi jenis kelamin, umur, pendidikan terakhir, pengalaman, pekerjaan utama, dan pelatihan. Pengetahuan, sikap, dan praktik yang diamati meliputi higiene personal, higiene produksi, dan higiene fasilitas (Gambar 3).

Gambar 3 Kerangka Konsep Penelitian.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan mulai Bulan Desember 2011 sampai dengan Mei 2012. Penelitian dilakukan dengan pengambilan sampel secara acak sederhana

Karakteristik Pekerja Kantin

 Jenis kelamin

 Umur

 Pendidikan terakhir

 Pengalaman

 Pekerjaan utama

 Pelatihan

Pengetahuan Pekerja Kantin

 Higiene personal

 Higiene produksi

 Higiene fasilitas

Sikap Pekerja Kantin

 Higiene personal

 Higiene produksi

 Higiene fasilitas

Praktik Higiene Pekerja Kantin

 Higiene personal

 Higiene produksi

(37)

pada 39 kantin yang menjual produk pangan asal hewan di dalam kampus IPB Dramaga, Bogor. Perancangan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Epidemiologi FKH IPB Dramaga, Bogor.

Disain Penelitian

Penelitian dilakukan dengan metode survai melalui wawancara pekerja kantin terhadap pengetahuan, sikap, dan praktik yang berhubungan dengan 3 aspek higiene yaitu higiene personal, higiene produksi, serta higiene fasilitas. Wawancara dilakukan menggunakan kuisioner terstruktur. Pertanyaan pada kuisioner berisi mengenai karakteristik pedagang dan kios, pengetahuan, sikap, serta pekerja kantin mengenai higiene personal, produksi, dan fasilitas di kantin.

Sampel

Besaran sampel ditentukan dengan rumus pendugaan persentase menggunakan software WinEpiscope 2.0 dengan besar populasi 67, tingkat kepercayaan 95%, persentase dugaan 50%, dan tingkat kesalahan 10%. Besaran sampel yang dihasilkan yaitu 39 kios kantin yang menjajakan pangan asal hewan. Tiap kantin yang terpilih diambil satu orang pekerja yang menangani langsung pangan asal hewan. Metode penarikan untuk pemilihan kantin dilakukan dengan menggunakan Metode Penarikan Contoh Acak Sederhana.

Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan kuisioner terstruktur yang berisi data primer responden, karakteristik responden, pengetahuan, sikap, serta praktik higiene responden. Data yang terkumpul dari hasil wawancara kuisioner ditabulasikan berdasarkan jenis variabel dan kategori variabel.

Kriteria dan Penilaian Kuisioner

(38)

higiene berjumlah 18. Jika jawaban benar diberi nilai 1, jika jawaban salah dan tidak tahu diberi nilai 0 (Palaian et al. 2006). Nilai maksimum untuk pengetahuan adalah 18, maka penilaian mengenai pengetahuan higiene responden yaitu:

 Pengetahuan dinilai buruk jika nilai < 6

 Pengetahuan dinilai cukup jika nilai antara 6 – 11  Pengetahuan dinilai baik jika nilai > 11.

Sikap higiene responden diukur berdasarkan tanggapan responden yaitu setuju, tidak setuju, atau ragu-ragu. Pernyataan mengenai sikap responden terhadap higiene pangan berjumlah 18. Jika jawaban setuju diberi nilai 2, jika jawaban ragu-ragu diberi nilai 1 dan jika jawaban tidak setuju diberi nilai 0 sehingga nilai maksimum untuk sikap adalah 51. Penilaian mengenai sikap higiene responden yaitu:

 Sikap dinilai negatif jika nilai < 18

 Sikap dinilai netral jika nilai antara 18 – 33  Sikap dinilai positif jika nilai > 34.

Kriteria tingkat praktik higiene responden ditentukan melalui penilaian berdasarkan 42 pertanyaan yang diajukan kepada responden. Nilai minimum untuk tingkat praktik higiene pangan adalah 5, sedangkan nilai maksimalnya adalah 59. Penilaian mengenai praktik higiene responden yaitu:

 Praktik dinilai buruk jika nilai < 24

 Praktik dinilai sedang jika nilainya antara 25 – 41  Praktik dinilai baik jika nilai > 41.

Analisis Data

(39)

Tabel 2 Pemilihan hipotesis korelatif berdasarkan jenis variabel (Dahlan 2001)

Variabel 1 Variabel 2 Uji Korelasi yang dipilih Nominal Nominal Koefisien kontingensi, Lambda Nominal Ordinal Koefisien kontingensi, Lambda Ordinal Ordinal Spearman, Gamma, Somer’s Ordinal Numerik Spearman

Numerik Numerik Pearson

Variabel-variabel yang diuji yaitu karakteristik responden terhadap praktik higiene pekerja kantin serta tingkat pengetahuan dan sikap pekerja terhadap praktik higiene pekerja kantin. Hasil uji korelasi diinterpretasikan berdasarkan kekuatan korelasi, nilai p, dan arah korelasi (Tabel 3).

Tabel 3 Panduan interpretasi hasil uji hipotesis berdasarkan kekuatan korelasi, nilai p, dan arah korelasi (Dahlan 2001)

No. Parameter Nilai Interpretasi

1. Kekuatan Korelasi

P < 0.05 Terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji

P > 0.05 Tidak terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji

3. Arah korelasi

+ (positif) Searah: semakin besar nilai satu variabel, semakin besar pula nilai variabel lainnya - (negatif)

(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden Karakteristik Pedagang

Responden terdiri dari 39 pekerja kantin di dalam kampus IPB Dramaga yang menjual produk pangan asal hewan. Karakteristik responden yang diamati dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, umur, pendidikan terakhir, lama bekerja di kantin, pekerjaan utama, dan penyuluhan atau pembinaan pengelolaan kantin. Tabel 4 memperlihatkan karakteristik pekerja kantin di kampus IPB Dramaga.

Tabel 4 Karakteristik pekerja kantin di kampus IPB Dramaga (n=39)

(41)

Responden yang berjenis kelamin perempuan (74.4%) lebih mendominasi dibandingkan responden laki-laki (25.6%). Umur responden terbagi atas dua kategori, yaitu pekerja yang berumur kurang dari sama dengan 33 tahun (53.8%) dan pekerja yang berumur lebih atau sama dengan 33 tahun (46.2%). Hal ini mengindikasikan bahwa mayoritas pekerja mungkin akan lebih mudah dalam menerima penyuluhan atau pembinaan, namun juga terdapat kemungkinan lebih sedikit pekerja kantin yang memiliki tingkat pengetahuan dan pengalaman yang baik. Menurut Nee & Sani (2011), semakin meningkatnya umur maka semakin meningkat tingkat pengetahuan dan pengalaman seseorang.

Umumnya pendidikan terakhir responden hanya sampai tingkat Sekolah Dasar (41.0%). Hal ini mungkin mengindikasikan bahwa bekerja di kantin merupakan pilihan pekerjaan bagi responden yang tidak memiliki tingkat pendidikan yang tinggi.

Responden yang bekerja di kantin kurang dari sama dengan 4 tahun lebih mendominasi (66.7%) daripada responden yang bekerja lebih dari 4 tahun (33.3%). Hal ini mengindikasikan bahwa mayoritas responden masih memiliki pengalaman yang rendah. Pengalaman yang masih rendah akan berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang (Nee dan Sani 2011).

Responden yang belum pernah mendapat penyuluhan atau pembinaan pengelolaan kantin lebih banyak (64.1%) dibandingkan yang sudah pernah mendapat penyuluhan atau pembinaan pengelolaan kantin (35.9%). Penyuluhan atau pembinaan yang didapatkan oleh responden berasal dari pihak dalam kampus, namun persentase di atas memperlihatkan bahwa penyuluhan yang dilakukan oleh pihak kampus tersebut belum mencakup ke seluruh pekerja kantin. Pelatihan mengenai higiene pangan yang efektif perlu menargetkan perubahan perilaku yang berperan besar dalam keracunan pangan (Egan et al. 2007).

Karakteristik Kios

(42)

Tabel 5 Karakteristik kios pedagang di kampus IPB Dramaga (n=39)

No. Karakteristik kios Jumlah kios % dari total responden 1. Produk pangan asal hewan yang dijual

Daging sapi 22 56.4 Daging unggas 34 87.2

Telur 21 53.8

Ikan 12 30.8

Lainnya 1 2.6

2. Asal bahan pangan asal hewan

Pasar Modern 1 2.6 Pasar Tradisional 27 69.2

RPH/RPU 11 28.2

Karakteristik kios memperlihatkan lebih banyak kios yang menjual produk daging unggas (87.2%). Hal ini mengindikasikan bahwa bahan pangan asal hewan yang paling diminati oleh masyarakat di dalam kampus IPB adalah daging unggas. Selain itu, mayoritas kios memperoleh bahan pangan asal hewan dari pasar tradisional (69.2%), diikuti Rumah Potong Hewan (28.2%) dan pasar modern (2.6%).

Pengetahuan Responden

Pengetahuan diperlukan sebelum melakukan suatu perbuatan secara sadar. Menurut Hayek (2003), semua kegiatan ekonomi harus didasarkan pada pengetahuan, termasuk dalam hal ini perdagangan makanan. Penilaian mengenai tingkat pengetahuan higiene responden dalam menangani makanan terdiri dari pengetahuan secara umum dan pengetahuan secara spesifik. Tingkat pengetahuan umum responden dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Tingkat pengetahuan higiene responden dalam menangani makanan

(43)

Responden yang menjawab pertanyaan pengetahuan higiene dikategorikan dalam 3 tingkat, yaitu baik, cukup, dan buruk. Rata-rata responden memiliki pengetahuan higiene yang baik (94.9%) dan tidak ada responden yang masuk dalam kategori buruk (0.0%). Hal ini menunjukkan bahwa responden telah mendapatkan pengetahuan yang baik meskipun tidak semua responden telah mengikuti pelatihan atau pembinaan mengenai pengelolaan kantin. Fernandez dan Sabherwal (2001) mengartikan pengetahuan (knowledge) sebagai hasil refleksi dan pengalaman seseorang, sehingga pengetahuan selalu dimiliki oleh individu atau kelompok. Pengetahuan melekat dalam bahasa, aturan-aturan, prosedur-prosedur, serta konsep.

Pengetahuan dapat diperoleh melalui pengalaman, informasi yang disampaikan tenaga profesional kesehatan, orang tua, guru, buku, media massa, dan sumber lainnya (WHO 2002). Pengetahuan secara spesifik meliputi higiene personal, higiene produksi, dan higiene fasilitas. Tingkat pengetahuan spesifik responden dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Tingkat pengetahuan higiene responden secara spesifik

Tingkat

(44)

Pengetahuan mengenai higiene personal yang masih dijawab salah dan tidak diketahui oleh responden yaitu terkait dengan pengetahuan mengenai kemungkinan kontaminasi tangan pada makanan, kebersihan tangan, pemakaian perhiasan yang memungkinkan kontaminasi, dan kemungkinan luka terbuka yang dapat mencemari makanan. Menurut Hall (1999) standar higiene personal sangat terkait pada praktik dalam menghasilkan pangan yang baik. Jika pengetahuan mengenai higiene personal masih belum diketahui, maka kemungkinan akan berpengaruh terhadap praktik yang buruk dalam penanganan pangan. Pemahaman dan pengetahuan tentang risiko keracunan pangan dalam produksi dan perdagangan makanan sangat diperlukan agar dapat menjalankan praktik penanganan pangan yang tepat (Patil et al. 2005).

Sikap Responden

Selain pengetahuan, sikap juga merupakan faktor penting dalam mencegah dan mengontrol keracunan pangan (Nee dan Sani 2011). Sikap higiene responden diukur berdasarkan tanggapan responden yaitu setuju, tidak setuju, atau ragu-ragu. Kategori sikap higiene responden dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Kategori sikap higiene responden dalam menangani makanan

Kategori sikap secara umum

Total

n %

Positif 39 100.0

Netral 0 0.0

Negatif 0 0.0

Total 39 100.0

(45)

meliputi higiene personal, higiene produksi, dan higiene fasilitas. Tingkat sikap spesifik responden dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Kategori sikap higiene responden secara spesifik

Kategori sikap

Setuju Ragu-ragu Tidak setuju

∑ % ∑ % ∑ %

Higiene Personal 10 390 350 89.7 16 4.1 24 6.2 Higiene Produksi 3 117 100 85.5 4 3.4 13 11.1 Higiene Fasilitas 5 195 187 95.9 1 0.5 7 3.6

Berdasarkan sikap higiene personal, sebanyak 89.7% pernyataan diberikan tanggapan setuju oleh responden. Tidak jauh berbeda mengenai sikap higiene produksi dan fasilitas yang diberikan tanggapan setuju oleh responden sebesar 85.5% dan 95.9% pernyataan. Hal ini menunjukkan bahwa sikap mayoritas responden mengenai higiene personal, produksi, dan fasilitas masuk dalam kategori baik. Hal ini juga sesuai dengan tingkat pengetahuan responden yang masuk dalam kategori baik. Tingkat pengetahuan seseorang sangat menentukan sikap dan tingkah lakunya. Demikian juga, sikap mungkin dapat memengaruhi tingkat laku dan keterbukaan untuk memperoleh pengetahuan baru (Blalock 2008).

(46)

Praktik Responden

Kata praktik atau perilaku menunjukkan manusia dalam aksinya, berkaitan dengan semua aktivitas manusia secara fisik, berupa interaksi manusia dengan sesamanya ataupun dengan lingkungan fisiknya (Laurens 2005). Kriteria tingkat praktik higiene responden dalam menangani makanan ditentukan berdasarkan sejumlah pertanyaan terkait praktik higiene yang dilakukan oleh responden. Kategori praktik higiene responden secara umum dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Kategori praktik higiene responden dalam menangani makanan

Kategori praktik secara umum

Total

n %

Baik 38 97.4

Cukup 1 2.6

Buruk 0 0.0

Total 39 100.0

Sebanyak 97.4% responden masuk dalam kategori praktik higiene yang baik dan tidak ada satupun responden yang masuk dalam kategori praktik higiene yang buruk (0.0%). Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas responden telah melakukan praktik higiene dengan baik. Praktik higiene yang baik dalam penanganan makanan dapat mengurangi kejadian keracunan pangan sehingga dapat meningkatkan keamanan pangan (Ehiri & Morris 1996; Egan et al. 2007; Pirsaheb et al. 2010). Praktik higiene yang baik ini didukung oleh pengetahuan dan sikap yang baik pula.

(47)

Tabel 11 Aspek praktik higiene personal pada pekerja kantin di kampus IPB Dramaga

Aspek praktik higiene personal Jumlah

responden Persentase (%) Mencuci tangan setelah keluar dari kamar mandi

Tidak pernah 1 2.6

Kadang-kadang 3 7.7

Selalu 35 89.7

Memakai sarung tangan ketika menangani makanan

Ya 4 10.3

Tidak, tapi memakai capitan 31 79.5 Tidak memakai apapun 4 10.3 Memotong kuku secara rutin

Ya 33 84.6

Tidak 6 15.4

Frekuensi memotong kuku

Seminggu lebih dari sekali 11 28.2 Seminggu sekali 22 56.4 Lebih dari seminggu sekali 6 15.4 Memakai perhiasan di tangan ketika memasak

(48)

Tabel 11 memperlihatkan hasil dari jawaban responden yang menyatakan bahwa mayoritas dari mereka selalu mencuci tangan ketika akan menangani makanan (82.1%) dan tak satupun yang menyatakan bahwa mereka tidak mencuci tangan (0%). Hampir seluruh responden mencuci tangan dengan menggunakan air dan sabun (92.3%), namun masih terdapat responden yang hanya mencuci tangan dengan air saja tanpa memakai sabun (7.7%). Mayoritas responden juga menyatakan bahwa mereka selalu mencuci tangan setelah keluar dari kamar mandi (89.7%), responden lainnya menyatkan bahwa mereka tidak selalu (kadang-kadang) (7.7%) bahkan tidak pernah (2.6%) mencuci tangan setelah keluar dari kamar mandi. Menurut Bas et al. (2004), tangan pekerja dapat menjadi vektor dalam penyebaran penyakit keracunan pangan karena kebersihan diri yang buruk atau kontaminasi silang. Hal ini menjadi penting bagi pekerja untuk selalu mencuci tangan mereka terutama ketika pada awal kegiatan penanganan makanan, segera setelah dari kamar mandi, dan sesudah menangani makanan mentah atau bahan terkontaminasi, di mana hal ini dapat mengakibatkan kontaminasi bahan makanan lainnya.

Selain mencuci tangan, pekerja juga disarankan untuk memakai sarung tangan. Sarung tangan tidak berarti menggantikan cuci tangan, tetapi untuk lebih memastikan keamanan pangan dan mencegah dari kontaminasi silang (TPH 2004). Persentase responden yang menyatakan bahwa mereka memakai sarung tangan ketika menangani makanan tidak lebih dari 10.3%, sebagian besar menyatakan meski tidak memakai sarung tangan mereka menggunakan capitan sebagai pengganti sarung tangan (79.5%). Selain itu, masih terdapat juga responden yang menyatakan bahwa mereka tidak memakai sarung tangan maupun capitan ketika menangani makanan (10.3%).

(49)

tangan pada saat menangani makanan dapat memungkinkan pencemaran pada makanan (Nel et al. 2004; NFSMI 2009).

Sebanyak 46.2% responden menyatakan bahwa mereka selalu memakai apron ketika memasak, 28.2% menyatakan tidak pernah, dan 25.6% menyatakan kadang-kadang memakai apron ketika memasak. Apron merupakan salah satu bentuk pakaian pelindung (protective clothes) seperti halnya sarung tangan yang yang harus digunakan pada orang yang menangani makanan.

Aspek praktik higiene personal lainnya yang perlu diperhatikan yaitu kebiasaan merokok responden. Mayoritas responden menyatakan bahwa mereka tidak memiliki kebiasaan merokok (71.8%), sedangkan sebanyak 28.2% responden menyatakan bahwa mereka memiliki kebiasaan merokok. Kebiasaan merokok ini paling banyak dilakukan di dalam kantin (79.5%) dan mayoritas responden tidak mencuci tangan setelah merokok (87.2%). Menurut CAC (2003), setiap orang yang menangani makanan harus menahan diri dari kebiasaan merokok karena merokok dapat memungkinkan kontaminasi pada makanan.

Kesehatan pekerja juga merupakan aspek penting dalam praktik higiene personal. Mayoritas responden yang menyatakan bahwa mereka pernah sakit selama bekerja di kantin (59.0%) dan tetap bekerja ketika sakit (51.3%). Hasil ini menunjukkan bahwa mayoritas responden masih tidak memperhatikan pentingnya status kesehatan bagi orang yang menangani makanan. Orang yang menderita penyakit seharusnya tidak diperbolehkan untuk memasuki area penanganan makanan jika ada kemungkinan dalam mencemari makanan (CAC 2003; Bas et al. 2004).

(50)

Tabel 12 Aspek praktik higiene produksi pada pekerja kantin di kampus IPB Dramaga

Praktik higiene produksi Jumlah responden Persentase (%) Melakukan pemeriksaan bahan baku yang

digunakan

Tidak pernah 4 10.3

Kadang-kadang 1 2.6

Selalu 34 87.2

Memisahkan bahan mentah dan bahan jadi

Ya 39 100.0

Tidak 0 0.0

Cara memisahkan bahan mentah dan bahan jadi Dalam wadah yang sama dipisahkan dengan

jarak 2 5.1

Produk pangan selalu habis terjual

Ya, selalu habis terjual 26 66.7 Kadang tidak habis terjual 13 33.3 Penyimpanan bahan/produk yang tidak habis

terjual

Lemari makanan 2 15.39

Freezer/kulkas 11 84.61

Berapa lama menyimpan bahan/produk yang tidak habis terjual

1-2 hari 6 46.2

>2 hari 7 53.8

(51)

berkontak dengan bahan yang telah dimasak akan memungkinkan kontaminasi silang sehingga membuat pangan tidak aman untuk dikonsumsi.

Sebanyak 53.8% responden menyatakan bahwa mereka menggunakan wadah tertutup untuk menyimpan bahan mentah, namun masih terdapat responden yang menyimpan bahan mentah dalam wadah terbuka (35.9%) dan kantong plastik (10.3%). Berbeda dengan penyimpanan bahan mentah, mayoritas responden menyatakan bahwa mereka menyimpan bahan yang sudah dimasak dalam wadah yang terbuka (56.4%). Menurut Cuprasitrut et al. (2010), penyimpanan bahan makanan yang baik yaitu menyimpan dalam wadah tertutup untuk mencegah kontaminasi dari hama.

Mayoritas responden menyatakan bahwa produk pangan yang mereka jual selalu habis (66.7%). Beberapa responden lainnya (33.3%) menyatakan bahwa produk pangan yang mereka jual tidak selalu habis dan mayoritas responden menyimpan bahan sisa tersebut dalam kulkas (84.61%). Mayoritas responden menyimpan bahan sisa tersebut selama lebih dari 2 hari (53.8%). Salah satu upaya dalam menjaga keamanan pangan dapat dilakukan dengan menjaga makanan pada

zona suhu yang tepat. Menurut Unusan (2005), sebagian besar kasus penyakit keracunan pangan dapat dicegah jika prinsip-prinsip keamanan pangan diikuti dari mulai proses produksi sampai ke konsumsi. Dampak dari kegiatan produksi yang mengancam keamanan dan kesesuaian pangan harus diperhatikan setiap saat. Hal ini dilakukan dengan mengidentifikasi setiap titik-titik tertentu dalam kegiatan produksi yang memungkinkan terjadinya kontaminasi (CAC 2003).

(52)

Tabel 13 Aspek praktik higiene fasilitas pada pekerja kantin di kampus IPB Dramaga

Praktik higiene fasilitas dan peralatan Jumlah

responden Persentase

Akhir setelah digunakan 15 38.5 Awal dan akhir setelah digunakan 24 61.5 Cara mencuci peralatan

Tidak ada, mencuci perlatan di kamar mandi 1 2.6 Tersedia fasilitas air bersih di kantin

Ya 36 92.3

Sebelum dan sesudah bekerja 15 38.5 Setiap terlihat kotor 6 15.4

(53)

Sebagian besar responden mencuci peralatan dengan menggunakan air mengalir (84.6%) dan sebanyak 15.4% responden yang memakai air tampungan. Responden yang menggunakan air tampungan menyatakan bahwa mayoritas dari mereka menggunakan lebih dari dua wadah dalam mencuci peralatan (66.7%). Sebanyak 97.4% responden menyatakan bahwa terdapat tempat khusus untuk mencuci peralatan dan sebanyak 2.6% responden masih menggunakan kamar mandi sebagai tempat mencuci peralatan.

Menurut mayoritas responden (92.3%) telah tersedia fasilitas air bersih di kantin kampus IPB Dramaga. Menurut CAC (2003), ketersediaan air yang cukup dengan tempat penyimpanan yang memadai dan kontrol suhu yang tepat harus tersedia untuk menjamin keamanan makanan. Air untuk diminum harus terpisah dari air yang digunakan untuk tujuan lain, seperti mencuci, agar tidak terjadi kontaminasi silang.

Seluruh responden menyatakan bahwa mereka menyediakan tempat pembuangan sampah di sekitar kantin mereka. Tempat sampah harus tersedia dan dibersihkan setiap kali pembuangan ke tempat pembuangan umum. Daerah sekitar tempat sampah juga harus dijaga kebersihannya untuk mengurangi bau dan penyebaran mikroorganisme berbahaya (TPH 2004).

Masalah lain dari higiene fasilitas yaitu lantai yang kotor dan berdebu (Cuprasitrut et al. 2011). Lantai dan meja harus dibersihkan dan didisinfeksi secara teratur untuk mengurangi potensi kontaminasi silang dan meminimalkan infestasi hama (TPH 2004). Kotoran dari bawah peralatan, di tiap sudut, dan daerah yang sulit dijangkau juga harus dibersihkan untuk mencegah dari kehadiran hama. Lantai dibersihkan menggunakan pel basah minimal sekali sehari.

Pembersihan lantai dan meja di sekitar dapur dilakukan oleh mayoritas responden setelah bekerja (46.2%).

Aspek-aspek praktik higiene secara spesifik (higiene personal, produksi, dan fasilitas) yang dilakukan responden dapat dibagi menjadi 3 kategori, yaitu baik, cukup, dan buruk. Tabel 14 memperlihatkan kategori praktik higiene responden secara spesifik.

Gambar

Gambar 3 Kerangka Konsep Penelitian.
Tabel 3 Panduan interpretasi hasil uji hipotesis berdasarkan kekuatan korelasi,
Tabel 4 Karakteristik pekerja kantin di kampus IPB Dramaga (n=39)
Tabel 6 Tingkat pengetahuan higiene responden dalam menangani makanan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tungau merah, Tetranychus urticae, merupakan hama penting pada tanaman ubikayu, khususnya di daerah kering. Pemilihan waktu tanam yang tepat merupakan salah satu upaya

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yesus Kristus, yang telah memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga Landasan Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur (LP3A) dengan judul

Gambar 8 menunjukkan laju infiltrasi rata-rata 4 tutupan lahan di DAS Siak Provinsi Riau, infiltrasi pada interval 15 menit pertama menunjukkan nilai yang

Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknologi Industri Universitas Kristen Petra Jl. Pada saat ini pencatatan data yang ada pada Toko Mon Delice Boulangerie ini

Hasil penelitian yang dianalisis dengan metode Regresi Linier Berganda (Model Cobb Douglas), menunjukkan bahwa hipotesis yang mengatakan produktivitas kepuasan

Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan dokumen aplikasi dari proses fokus tenaga kerja dan dokumen aplikasi hasil fokus tenaga kerja dan menentukan

Penulis Alhamdulillah menyelesaikan studi S1 Kimia tepat 24 November 2016 Semoga hasil penelitian penulis yang berjudul “Isolasi Senyawa Bioaktif Antibakteri pada

Berdasarkan beberapa uraian yang telah dijelaskan di atas, masih terdapat reseach gap pada penelitian yang mengindikasikan bahwa perlu melakukan penelitian lebih lanjut, maka