• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respons physiologis of catfish Pangasianodon hypopthalmus at different calsium concentration of media and its consequence on Survival rate and growth

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Respons physiologis of catfish Pangasianodon hypopthalmus at different calsium concentration of media and its consequence on Survival rate and growth"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

RESPONS FISIOLOGIS IKAN PATIN SIAM

Pangasianodon hypopthalmus PADA BERBAGAI TINGKAT

KALSIUM MEDIA SERTA KONSEKUENSINYA TERHADAP

SINTASAN DAN PERTUMBUHAN

MULIANI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Respons Fisiologis Ikan Patin Siam Pangasianodon hypopthalmus pada Berbagai Tingkat Kalsium Media serta Konsekuensinya terhadap Sintasan dan Pertumbuhan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan penulis lain telah disebutkana dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2011

Muliani

(4)
(5)

ABSTRACT

MULIANI. Respons physiologis of catfish Pangasianodon hypopthalmus at different calsium concentration of media and its consequence on Survival rate and growth . Under direction of D. DJOKOSETIYANTO and TATAG BUDIARDI

Calcium is one of macromineral that needed by fish for physiological processes such as osmoregulation, enzyme regulation, ossification and cell permeability. This study aimed to determine the optimum concentration of calcium carbonate (CaCO3) at 3 ppt salinity of media and evaluated the effects of

adding calcium to physiological conditions and the affect to the survival rate and growth of catfish. The study was conducted in two stages; the first stage was determined the optimum concentration of calcium, the second stage was evaluated the effect of calcium on the physiological condition of fish. Randomized completely design with four treatments and three replication; 3 ppt + 0 mg/L CaCO3, 3 ppt + 50 mg/L CaCO3, 3 ppt + 100 mg/ L CaCO3, 3 ppt + 150 mg/L

CaCO3, were used in this study. The results showed that the salinity of media

with the addition of calcium can reduce levels of osmotic performance, oxygen consumption, and blood glucose levels, and it can increase the feed efficiency and daily growth rate. Treatment 3 ppt + 100 mg/L showed the best physiological condition among other treatments.

(6)
(7)

MULIANI. Respons Fisiologis Ikan Patin Siam Pangasianodon hypopthalmus

pada Berbagai Tingkat Kalsium Media serta Konsekuensinya terhadap Sintasan dan Pertumbuhan. Dibimbing oleh D. DJOKOSETIYANTO dan TATAG BUDIARDI.

Kualitas dan kuantitas benih merupakan salah satu faktor yang penting dalam usaha budidaya ikan. Dewasa ini usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas benih ikan patin telah banyak dilakukan diantaranya dengan memperbaiki kualitas lingkungan. Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang susah dikontrol dan berhubungan dengan ikan itu sendiri seperti seks, keturunan, ketahanan terhadap parasit dan penyakit sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang berhubungan dengan lingkungan media hidup ikan dan mudah dikontrol yang meliputi kemampuan dalam pemanfaatan pakan serta sifat fisika kimia air. Salah satu faktor lingkungan yang berperan dalam pertumbuhan adalah salinitas. Salinitas berpengaruh terhadap pertumbuhan karena salinitas mempunyai tekanan osmotik yang dapat menyebabkan perubahan aktivitas fisiologi ikan. Selain salinitas, kalsium juga memiliki peranan penting dalam proses osmoregulasi yang terjadi dalam tubuh ikan dengan lingkungan, serta penting untuk pembentukan tulang dan pengaturan permeabilitas dinding sel.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi kalsium karbonat (CaCO3) yang optimum pada media bersalinitas 3 ppt dan mengevaluasi efek

penambahan kalsium karbonat terhadap kondisi fisiologis serta konsekuensinya terhadap sintasan dan pertumbuhan benih ikan patin siam. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu penelitian Tahap I (satu) bertujuan untuk mendapatkan kisaran konsentrasi kalsium yang akan digunakan pada penelitian Tahap II. Penelitian Tahap II (dua) bertujuan mengevaluasi peranan penambahan kalsium serta menentukan konsentrasi kalsium optimum terhadap sintasan dan pertumbuhan benih ikan patin siam. Ikan uji yang digunakan berukuran panjang 5,96±0,11 cm dan bobot awal rata-rata 1,78±0,06 gram dengan padat tebar 2 ekor/liter. Media yang digunakan yaitu media bersalitas 3 ppt dengan penambahan kalsium karbonat (CaCO3). Perlakuan yang diaplikasikan pada penelitian Tahap I

yaitu A (3 ppt tanpa penambahan kalsium), B (3 ppt + 100 mg/L CaCO3),

C (3 ppt + 200 mg/L CaCO3). Parameter yang diamati adalah kelangsungan

hidup, laju pertumbuhan ikan dan parameter kualitas air (suhu, salinitas, pH, kesadahan, alkalinitas) selama 20 hari. Perlakuan yang diaplikasikan pada penelitian Tahap II yaitu A (3 ppt tanpa penambahan kalsium), B (3 ppt + 50 mg/L CaCO3), C (3 ppt + 100 mg/L CaCO3), D (3 ppt + 150 mg/L CaCO3).

Parameter yang diamati adalah parameter kualitas air baik kimia maupun fisika, konsentrasi kalsium media dan tubuh ikan, sintasan, laju pertumbuhan bobot harian, tingkat kerja osmotik, kadar glukosa darah, tingkat konsumsi oksigen dan efisiensi pakan selama 40 hari.

(8)

konsentrasi kalsium media dan mulai menurun pada penambahan kalsium 200 mg/CaCO3. Hasil Penelitian Tahap II (dua) menunjukkan bahwa media

bersalinitas 3 ppt tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap sintasan ikan patin siam (P>0,05) namun memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap laju pertumbuhan bobot dan panjang harian.

Hasil analisis menunjukkan bahwa media salinitas 3 ppt dengan penambahan kalsium 100 mg/L CaCO3 (perlakuan C) merupakan perlakuan

terbaik karena memiliki laju pertumbuhan bobot dan panjang harian tertinggi 2,82% dan 1,03 %, tingkat kerja osmotik terendah 0,187 Osmol/kg, tingkat konsumsi oksigen terendah 0,33 mgO2/g/jam, kadar glukosa darah terendah 45,88

mg/100 ml, nilai efisiensi pakan tertinggi 62,74 %.

(9)

©Hak Cipta milik IPB, Tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya unyuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah: dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(10)
(11)

RESPONS FISIOLOGIS IKAN PATIN SIAM

Pangasianodon hypopthalmus PADA BERBAGAI TINGKAT

KALSIUM MEDIA SERTA KONSEKUENSINYA TERHADAP

SINTASAN DAN PERTUMBUHAN

MULIANI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

Nama : Muliani NIM : C151090131

Disetujui Komisi pembimbing

Prof. Dr. Ir. D. Djokosetiyanto, DEA Dr. Ir. Tatag Budiardi, M.Si.

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Akuakultur

Prof. Dr. Ir. Enang Harris, MS Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

(14)
(15)

taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulisan tesis diselesaikan dengan baik. Tesis ini berjudul “Respons Fisiologis Ikan Patin Siam Pangasianodon hypopthalmus

pada Berbagai Tingkat Kalsium Media serta Konsekuensinya terhadap Sintasan dan Pertumbuhan”.

Penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada dosen komisi pembimbing Bapak Prof. Dr. Ir. D. Djokosetiyanto, DEA dan Bapak Dr. Ir. Tatag Budiardi atas waktu, kebijaksanaan, tuntunan, kesabaran, serta masukan dan arahan hingga tesis ini dapat diselesaikan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua penulis, Ayahanda M.Yusuf Latief dan Ibunda Kamariah (Alm); Kakak-kakakku: Ridwan, Nazariah, Asnawiyah, Bakhtiar, Mulyadi dan adikku Safarina.

2. Ibu Dr. Mia Setiawati, M.Si selaku dosen penguji luar komisi atas segala arahan dan masukannya.

3. Bapak Prof. Dr. Enang Harris, MS sebagai ketua Program Studi Ilmu Akuakultur yang telah banyak memberikan bantuan selama mengikuti pendidikan.

4. Teman-teman Akuakultur 2009 (Riri Ezraneti, Jenny Abidin, Jacqueline Sahetapy, Muznah Toatubun, Dewi Puspaningsih, Hary Krettiawan, Eulis Marlina, Rahman, Erna Thalib, Zuraida, Safrizal Putra, Iko Imelda Arissa Wahyuni Fanggitasik, Aras Syazili, Novi Mayasari, Tansbiyaskur, Dian Febriani, Reza Samsudin, Mariana Beruatjaan, Jakomina Metungun), Budiono Senen dan Anna Oktavera.

5. Staf dan pegawai di Departemen Budidaya Perairan, FPIK.

Bogor, September 2011

(16)
(17)

Penulis dilahirkan di Dayah Usein, Pidie Jaya, Aceh pada tanggal 11 Agustus 1982, putri kelima dari enam bersaudara pasangan Bapak M. Yusuf Latief dan Ibu Kamariah (Alm).

Tahun 2000 Penulis lulus dari SUPM Negeri Ladong Aceh. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan Strata Satu (S1) pada Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan, Universitas Abulyatama Aceh dan berhasil lulus pada Tahun 2005.

(18)
(19)

Halaman

Ikan Patin Siam Pangasianodon hypopthalmus ... 3

Salinitas dan Osmoregulasi ... 3

Peran Salinitas terhadap Sintasan dan Pertumbuhan ... 5

Mineral Kalsium ... 6

Glukosa Darah sebagai Indikator Stres ... 7

Fisika Kimia Air ... 8

Rancangan Penelitian ... 13

Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 13

(20)
(21)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Metode dan alat analisis parameter kualitas air ... 16 2 Nilai parameter fisika kimia air pada setiap perlakuan selama

(22)
(23)

Halaman 1 Rata-rata sintasan ikan patin siam selama penelitian Tahap I ... 19 2 Rata-rata laju pertumbuhan bobot harian ikan patin siam selama

penelitian Tahap I ... 20 3 Rata-rata laju pertumbuhan panjang harian ikan patin siam selama

penelitian Tahap I ... 20 4 Rata-rata sintasan ikan patin siam selama penelitian tahap II ... 22 5 Rata-rata laju pertumbuhan bobot harian ikan patin siam selama

penelitian Tahap II ... 23 6 Rata-rata laju pertumbuhan panjang harian ikan patin siam selama

penelitian Tahap II ... 23 7 Rata-rata tingkat kerja osmotik ikan patin siam selama penelitian

Tahap II ... 24 8 Rata-rata tingkat konsumsi oksigen ikan patin siam selama peneltian

Tahap II ... 25

9 Rata-rata kadar glukosa darah ikan patin siam selama penelitian

Tahap II ... 25 10 Rata-rata efisiensi pakan ikan patin siam selama penelitian

(24)
(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Prosedur pengambilan cairan tubuh ikan patin ... 39 2 Prosedur pengamatan tingkat keja osmotik (TKOs) ... 40

3 Prosedur pengukuran tingkat konsumsi oksigen benih ikan

patin siam ... 41 4 Prosedur pengukuran kadar glukosa darah ikan patin siam ... 42 5 Prosedur preparasi benih ikan patin siam dan pengukuran kadar

mineral dengan AAS ... 43 6 Analisis sintasan benih ikan patin siam selama selama penelitian ... 44 7 Bobot ikan patin siam persampling 10 hari sekali selama

penelitian ... 45 8 Analisis laju pertumbuhan bobot harian ikan patin siam selama

penelitian ... 46 9 Panjang total ikan patin siam persampling 10 hari sekali selama

penelitian ... 48 10 Analisis laju pertumbuhan panjang harian ikan patin siam selama

penelitian ... 49 11 Analisis tingkat kerja osmotik benih ikan patin siam selama

penelitian ... 51 12 Analisis tingkat konsumsi oksigen benih ikan patin siam selama

penelitian ... 53 13 Analisis kadar glukosa darah benih ikan patin siam selama

penelitian ... 55 14 Analisis jumlah konsumsi pakan dan efisiensi pakan ikan patin siam

(26)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Target produksi perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sampai dengan tahun 2014 adalah sebesar 353%. Ikan patin merupakan salah satu jenis ikan budidaya yang termasuk kedalam 10 ikan unggulan yang ditetapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Proyeksi produksi ikan patin terus mengalami peningkatan, kenaikan rata-rata dari tahun 2009-2014 mencapai 1.420% atau 70%/tahun (KKP 2010). Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian Kelautan dan Perikanan target produksi ikan patin pada tahun 2011

mencapai 383.000 ton dan meningkat pada tahun 2012 sebesar 651.000 ton, sedangkan untuk tahun 2014 target produksi diperkirakan mencapai

1.883.000 ton (KKP 2011). Peningkatan target produksi ikan patin ini menyebabkan kebutuhan benih ikan patin juga meningkat sehingga perlu dilakukan usaha peningkatan kualitas budidaya.

Kualitas dan kuantitas benih merupakan salah satu faktor yang penting dalam usaha budidaya ikan. Dewasa ini usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas benih ikan patin telah banyak dilakukan diantaranya dengan memperbaiki kualitas lingkungan. Salah satu faktor lingkungan yang berperan dalam pertumbuhan adalah salinitas. Salinitas berpengaruh terhadap pertumbuhan karena salinitas mempunyai tekanan osmotik yang dapat menyebabkan perubahan aktivitas fisiologi ikan.

Menurut Boyd (1990) selain salinitas, kalsium juga memiliki peranan penting dalam proses osmoregulasi tubuh ikan dengan lingkungan, serta penting untuk pembentukan tulang dan pengaturan permeabilitas dinding sel. Oleh karena itu untuk mengatur tekanan osmotik media selain dengan mengatur salinitas juga dapat dilakukan dengan mengatur kadar kalsium.

Penambahan mineral kalsium karbonat (CaCO3) pada media bersalinitas

(27)

Perumusan Masalah

Kualitas dan kuantitas benih merupakan penentu keberhasilan usaha, untuk menjamin kualitas dan kuantitas benih ikan patin maka diperlukan upaya untuk memperbaiki sintasan dan pertumbuhan. Salah satu faktor yang berperan dalam pertumbuhan dan sintasan ikan adalah optimalnya kondisi lingkungan. Ikan-ikan air tawar mempunyai tekanan osmotik cairan internal (dalam tubuh) lebih besar dari tekanan osmotik eksternalnya (lingkungan), sehingga garam-garam dalam tubuh cenderung keluar sedangkan air cenderung masuk ke dalam tubuh. Untuk mangatasi masalah ini dibutuhkan proses pengaturan tekanan osmotik untuk mengontrol keseimbangan air serta ion-ion antara tubuh dan lingkungannya. Tekanan osmotik cairan tubuh ikan atau organisme akuatik lainnya ditentukan oleh tingkat salinitas media dan kandungan mineral dalam air. Salah satu mineral yang berperan dalam proses osmoregulasi adalah kalsium. Jika kandungan kalsium di perairan tidak mencukupi maka tidak hanya akan berpengaruh tehadap pertumbuhan ikan tetapi juga mekanisme osmoregulasinya akan terganggu. Penelitian Handayani (2009) menunjukkan bahwa pemeliharaan benih ikan patin pada media bersalinitas 3 ppt dan penambahan kalsium tidak berpengaruh terhadap sintasan ikan tetapi dapat meningkatkan laju pertumbuhan.

Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi kalsium karbonat (CaCO3) yang optimum pada media bersalinitas 3 ppt dan mengevaluasi efek

penambahan kalsium karbonat terhadap kondisi fisiologis serta konsekuensinya terhadap sintasan dan pertumbuhan benih ikan patin siam.

Hipotesis

(28)

TINJAUAN PUSTAKA

Ikan Patin Siam Pangasianodon hypopthalmus

Ikan patin siam adalah ikan yang termasuk kedalam Kelas Pisces, Sub Kelas Teleostei, Ordo Ostariophsy, Sub Ordo Siluroidea, Famili Pangasidae, Genus Pangasianodon, SpesiesPangasianodon hypopthalmus (Saanin 1984).

Ikan patin siam memiliki tubuh memanjang, pipih, dan mulut subterminal. Tubuh ikan patin dapat mencapai panjang hingga 120 cm, bentuk kepala yang relatif kecil dengan mulut terletak di sebelah bawah, pada kedua sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai alat peraba dan merupakan ciri khas ikan golongan catfish, serta memiliki sirip ekor berbentuk cagak, sirip punggung memiliki duri yang bergerigi, bersirip tambahan (adifose fin). Ikan patin siam memiliki garis lengkung mulai dari kepala sampai pangkal sirip ekor. Sirip ekor bercagak dengan tepian berwarna putih. Ikan patin siam merupakan ikan hewan nocturnal yang melakukan aktivitas di malam hari dan termasuk jenis ikan omnivora (Sumantadinata 1983).

Salinitas dan Osmoregulasi

Menurut Boyd (1990), salinitas adalah konsentrasi total semua ion yang terlarut dalam air. Salinitas merupakan gambaran padatan total terlarut dalam air setelah semua karbonat dikonversi menjadi klorida, semua bromida dan iodida telah digantikan dengan klorida dan semua bahan organik dioksidasi, yang dinyatakan dalam satuan gram/kg atau promil. Salinitas yang digunakan 3 ppt didasarkan pada hasil penelitian bahwa benih ikan patin dan jambal siam dapat hidup optimal pada salinitas 3 ppt (Mahmudi, 1991).

(29)

Ikan mempunyai tekanan osmotik yang berbeda dengan lingkungannya, oleh karena itu ikan harus mencegah kelebihan air atau kekurangan air, agar proses-proses fisiologis di dalam tubuh dapat berlangsung dengan normal. Pengaturan tekanan osmotik cairan tubuh pada ikan disebut osmoregulasi (Affandi dan Tang 2002). Menurut Fujaya (1999), osmoregulasi merupakan upaya hewan air untuk mengontrol keseimbangan air dan ion antara tubuh dan lingkungannya, atau suatu proses pengaturan tekanan osmose.

Ikan air tawar bersifat hiperosmotik terhadap lingkungannya, yaitu memiliki tekanan osmotik cairan internal (dalam tubuh) lebih besar dibandingkan dengan tekanan osmotik eksternalnya (lingkungan), sehingga menyebabkan air cenderung masuk ke dalam tubuh dan ion-ion keluar ke lingkungan (media) hal sebaliknya terjadi pada ikan air laut. Oleh karena itu, untuk mengontrol keseimbangan air dan ion-ion antara tubuh dan lingkungannya perlu dilakukan pengaturan tekanan osmotik. Tingkat salinitas media menentukan tekanan osmotik cairan tubuh ikan atau organisme lainnya sehingga ikan perlu melakukan penyesuaian terhadap salinitas melalui proses osmoregulasi (Fujaya 1999).

Menurut Affandi dan Tang (2002), daya tahan hidup organisme dipengaruhi oleh keseimbangan tekanan osmotik antara cairan tubuh dengan air (media) lingkungan hidupnya. Pengaturan osmotik itu dilakukan melalui mekanisme osmoregulasi. Selanjutnya dinyatakan bahwa organisme yang dipelihara pada media buatan mempunyai masalah tekanan osmotik cairan media hidupnya belum tentu seimbang dengan tekanan osmotik cairan tubuhnya. Oleh karena itu organisme dituntut untuk menjaga keseimbangan osmotiknya, dengan cara mempertahankan pengaturan tekanan osmotik cairan tubuhnya melalui mekanisme regulasi osmotik.

Tiap spesies memiliki kisaran salinitas optimum, di luar kisaran ini ikan harus mengeluarkan energi lebih banyak untuk osmoregulasi dibandingkan untuk yang lain, misalnya pertumbuhan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mahmudi (1991) menunjukkan bahwa, tingkat pertumbuhan larva ikan patin terbaik pada media bersalinitas 3 ppt.

(30)

terhadap perubahan tekanan osmotik (salinitas) media optimum berkisar antara 355,88-374,66 mosm/L H2O atau setara dengan salinitas antara 12,31-12,95 ppt.

Peran Salinitas terhadap Sintasan dan Pertumbuhan

Sintasan atau tingkat kelangsungan hidup merupakan persentase organisme yang hidup pada akhir pemeliharaan dari jumlah seluruh organisme awal yang dipelihara dalam satu wadah (Effendie 1978). Lebih lanjut dinyatakan bahwa tingkat kelangsungan hidup dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar. Faktor luar meliputi kondisi abiotik, kompetisi antar spesies, tingginya kepadatan dan kurangnya persediaan makanan sedangkan faktor dalam dipengaruhi oleh umur dan daya penyesuaian diri terhadap lingkungan.

Menurut Fujaya (1999), tekanan osmotik cairan tubuh ikan ditentukan oleh tingkat salinitas media sehingga ikan akan melakukan penyesuaian terhadap salinitas melalui proses osmoregulasi. Daya tahan hidup organisme dipengaruhi oleh keseimbangan osmotik antara cairan tubuh dengan cairan media (lingkungan) hidupnya. Pada salinitas rendah atau tinggi maka keseimbangan osmotik akan terganggu dan menyebabkan ikan stres yang pada akhirnya mengalami kematian.

Hasil pengamatan Djokosetiyanto et al. (2008), menunjukkan bahwa benih ikan bawal air tawar ukuran 0,48 gram yang dipelihara pada salinitas 6 ppt (perlakuan, 0, 2, 4, 6, 8, 10) menghasilkan tingkat kelangsungan hidup tertinggi 100% sedangkan terendah 19,17 % pada salinitas media air tawar (0 ppt).

Menurut Affandi dan Tang (2002), pertumbuhan merupakan proses perubahan ukuran yaitu berat, panjang dan volume. Laju pertumbuhan ikan sangat bervariasi serta dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Menurut Effendie (2003), faktor internal merupakan faktor yang susah dikontrol dan berhubungan dengan ikan itu sendiri seperti seks, keturunan, ketahanan terhadap parasit dan penyakit sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang berhubungan dengan lingkungan media hidup ikan dan mudah dikontrol yang meliputi kemampuan dalam pemanfaatan pakan serta sifat fisika kimia air yaitu suhu air, oksigen terlarut, amonia, salinitas dan fotoperiod.

(31)

jumlah energi yang tersedia untuk pertumbuhan dengan mengubah energi untuk tekanan osmotik dan pengaturan ion. Ikan yang dipelihara pada salinitas mendekati konsentrasi ion dalam darah (isoosmotik), menggunakan energi lebih banyak untuk pertumbuhan dan lebih sedikit untuk osmoregulasi (Stickney 1979). Hasil pengamatan Mahmudi (1991), tingkat penggunaan energi untuk proses osmotik pada salinitas 3 ppt yang cukup kecil didukung dengan laju pertumbuhan yang paling besar dan tingkat retensi protein, karbohidrat dan lemak tertinggi. Pada kondisi medium isoosmotik juga memungkinkan larva mampu memaksimalkan konsumsi pakan dan mengefisienkan pemanfaatan pakannya. Hasil penelitian Djokosetiyanto et al. (2008), menunjukkan bahwa larva ikan bawal air tawar berbobot 0,48 gram dapat tumbuh optimal pada media salinitas 6 ppt (perlakuan 0, 2, 4, 6, 8, 10) dengan pertumbuhan panjang mutlak tertinggi 3,60 cm dan laju pertumbuhan spesifik rata-rata berkisar 5,45 % - 9, 31%.

Mineral Kalsium

Kalsium merupakan salah satu komponen dari eksoskeleton dan kofaktor beberapa jenis enzim serta berperan dalam proses osmoregulasi dan aktifitas saraf. Setiap spesies memiliki kebutuhan mineral yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi lingkungan media hidupnya. Boyd dan Sidik (2001) menyatakan bahwa ikan memerlukan kadar mineral kalsium dan magnesium tertentu dalam air atau ikan akan cenderung melepaskan mineral-mineral ini dari dalam tubuhnya.

Kalsium berbentuk kation yang bermuatan dua ion positif dan tidak terdapat dalam bentuk bebas (Pilliang dan Djojosoebagio 2005). Kalsium merupakan makronutrien penting pada ikan yang mempunyai peranan dalam pembentukan tulang atau eksoskeleton. Hal ini disebabkan 99 % kalsium dalam tubuh terdapat dalam tulang atau eksoskeleton. Hasil penelitian Fontagné et al. (2009), menunjukkan bahwa defisiensi kalsium pada ikan rainbow trout

menyebabkan penundaan proses pembentukan tulang (ossification) yang

berdampak terhadap morphologi kolom vertebral.

(32)

bersalinitas 2,5 ppt (konsentrasi kalsium 0,7 mmol/liter) dan diberikan pakan yang

sufficien dan defisient kalsium menunjukkan adanya peningkatan hormon PTHrP

(parathyroid hormon related protein) yang berperan sebagai hormon

pertumbuhan. Ikan memanfaatkan kalsium yang ada di media dan pakan melalui insang dan usus. Kalsium di dalam usus dapat ditranspor ke dalam pembuluh darah dalam bentuk ionik. Transpor kalsium merupakan transpor yang aktif, mineral ini ditranspor dari cairan mukosa ke dalam cairan serosa (Pilliang 2005).

Mineral kalsium merupakan kofaktor proses enzimatik (Davis dan Gatlin

dalam Kadarini, 2009). Kelarutan kalsium yang optimal dalam media akan meningkatkan aktivitas enzim Na+/K+-ATPase. Selain itu adanya keseimbangan mineral media juga mempengaruhi keseimbangan isoosmotik antara cairan tubuh dan lingkungan. Pada saat kondisi media optimal maka kebutuhan energi (beban osmotik) untuk aktivitas enzim Na+/K+-ATPase akan berkurang sehingga tersedia banyak energi (katabolisme) yang dapat digunakan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan pertumbuhan (Affandi dan Tang 2002).

Tiap jenis ikan membutuhkan jumlah kalsium yang berbeda. Mineral kalsium di lingkungan dapat berasal dari CaCO3, (Ca(OH)2) dan CaO (Kadarini,

2009). Mineral-mineral kalsium tersebut mempunyai reaksi yang berbeda dalam air. Mineral kalsium yang berbeda akan memberikan tingkat pertumbuhan yang berbeda pula. Hal ini bisa dilihat berdasarkan hasil penelitian yang sebelumnya. Hasil penelitian Nugrahaningsih (2008), tingkat pertumbuhan ikan patin terbaik didapatkan pada penambahan kalsium hidroksida (Ca(OH)2) konsentrasi 20 mg/L,

sedangkan hasil penelitian Handayani (2009), tingkat pertumbuhan ikan terbaik didapatkan pada penambahan kalsium karbonat (CaCO3) konsentrasi 100 mg/L

dan Kadarini (2009), penambahan kalsium hidroksida (Ca(OH)2) konsentrasi 20

mg/L dengan kandungan Ca 64 mg/L dapat memberikan pertumbuhan yang optimal terhadap benih ikan balashark.

Glukosa Darah sebagai Indikator Stres

(33)

yang homeostatis yang baru dengan mengubah metabolismenya. Stres didefinisikan sebagai sejumlah respons fisiologis yang terjadi pada saat hewan berusaha mempertahankan homeostatis. Respon terhadap stres ini dikontrol oleh sistem endokrin melalui pelepasan hormon kortisol dan katekolamin (Barton diacu dalam Taqwa 2008).

Stres merupakan penyebab peningkatan sekresi kortisol (glukokortikoid). Dengan demikian, stres dapat meningkatkan glukosa darah. Beberapa mekanisme yang berperan dalam mempertahankan kestabilan glukosa darah adalah glukoneogenesis, liposis, dan glikogenesis dan lipogenesis. Homeostatis kadar glukosa dalam darah dipertahankan oleh beberapa mekanisme, yaitu mekanisme yang mengatur kecepatan konversi glukosa menjadi glikogen atau lemak yang disimpan, dan mekanisme yang mengatur pelepasan kembali dari bentuk simpanan untuk dikonversi menjadi glukosa yang masuk ke dalam darah. Oleh karena itu dengan banyaknya mekanisme yang berperan dalam mempertahankan homeostatis glukosa darah, kestabilan glukosa darah menjadi sangat penting bagi kesehatan bahkan kehidupan (Pilliang dan Djojosoebagio 2000).

Fisika Kimia Air

Air merupakan tempat media hidup ikan yang sangat mempengaruhi kelangsungan hidup dan pertumbuhannya. Kuantitas dan kualitas air yang digunakan sebagai media hidup ikan harus memenuhi standar kebutuhan hidup ikan. Kualitas air dapat dinyatakan dalam beberapa parameter antara lain parameter fisika seperti suhu dan parameter kimia seperti oksigen, amonia, kesadahan, pH.

Suhu merupakan salah satu parameter fisika yang sangat berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Perubahan suhu akan berpengaruh terhadap proses kimia, fisika, dan biologi badan air. Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu (batas atas dan bawah) yang disukai untuk pertumbuhannya. Peningkatan suhu perairan menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, seperti gas O2, CO2, N2, CH4. Selanjutnya peningkatan suhu juga menyebabkan

(34)

sangat bervariasi bergantung pada spesies dan stadia ikan. Kisaran suhu yang optimal untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan patin adalah 28-32o C. Nilai pH menunjukkan kadar asam atau basa dan mengekpresikan konsentrasi molar dari ion hidrogen yang berupa logaritma negatif. Nilai pH juga merupakan indikator utama yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas air permukaan. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan nilai pH dan menyukai nilai pH berkisar 7-8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimia perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika nilai pH rendah (Boyd 1990).

Oksigen merupakan salah satu parameter kimia yang sangat penting sebagai penunjang kehidupan organisme akuatik. Sumber oksigen terlarut dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat diatmosfer dan aktifitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton. Oksigen digunakan oleh organisme akuatik untuk proses respirasi. Ketersediaan oksigen sangat berpengaruh terhadap metabolisme tubuh dan untuk kelangsungan hidup suatu organisme. Konsentrasi oksigen yang dapat mendukung kehidupan organisme dalam perairan adalah mendekati atau di atas 3 ppm (Boyd 1990).

Alkalinitas merupakan kemampuan perairan untuk menyangga asam atau kapasitas perairan untuk menerima proton pada perairan alami, berhubungan dengan konsentrasi karbonat (CO32-), bikarbonat (HCO3-) dan hidroksida (OH-).

(Wheaton diacu dalam Budiardi 1998). Kalsium karbonat merupakan senyawa yang memberi kontribusi terhadap nilai alkalinitas, kesadahan dan pH perairan tawar. Kelarutan kalsium karbonat menurun dengan meningkatnya suhu dan karbon dioksida. Selain pH, alkalinitas juga dipengaruhi oleh komposisi mineral, suhu, dan kekuatan ion. Alkalinitas dinyatakan dengan satuan mg/L kalsium karbonat (CaCO3) atau miliequivalen/L. Perairan alami memiliki nilai alkalinitas

(35)

media 78 ppt memberikan pangaruh terhadap pertumbuhan, tekanan osmotik dan tingkat konsumsi oksigen (Yulfiferius et al. 2004).

Kesadahan menggambarkan kandungan ion Ca2+ dan Mg2+ serta logam perivalen lainnnya. Kesadahan air yang paling utama yaitu ion Ca2+, dan Mg2+ oleh karena itu hanya diarahkan pada penetapan kadar Ca2+ dan Mg2+ dalam air. Kesadahan yang baik untuk budidaya ikan yaitu lebih dari 20 mg/L CaCO3 equivalen (Boyd 1990). Menurut hasil penelitian Nurhidayati (2000), larva ikan jambal dapat tumbuh dengan baik pada kesadahan 75 mg/L CaCO3. Selanjutnya

hasil pengamatan Towsend et al. (2003) menunjukkan bahwa larva ikan silver

catfish dapat tumbuh dengan baik pada kesadahan 30-70 mg/L CaCO3.

(36)

METODE PENELITIAN

Tempat dan waktu

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor untuk pemeliharaan ikan. Analisis kadar glukosa darah dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ikan sedangkan analisis osmolaritas dilaksanakan di Laboratorium Embriologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Penelitian berlangsung mulai bulan Januari sampai Juni 2011.

Alat dan Bahan Penelitian

Wadah percobaan yang digunakan adalah 12 unit akuarium dengan ukuran 50x35x30 cm3, yang diisi dengan air 30 liter yang dan dilengkapi dengan aerasi. Akuarium dengan ukuran 100x50x50 cm3 digunakan untuk tandon. Peralatan yang digunakan antara lain refraktometer, spektrofotometer, termometer, DO-meter, pH-meter, seperangkat alat titrasi, osmometer, jangka sorong, timbangan digital dan aerator. Kalsium yang digunakan yaitu kalsium karbonat (CaCO3), akuades dan bahan pereaksi yang digunakan untuk uji kimia

(kesadahan, NH3, kalsium media).

Media Percobaan

Sebagai media percobaan adalah penambahan kalsium karbonat (CaCO3)

dengan konsentrasi berbeda (50 mg/L, 100 mg/L, 150 mg/L) pada media bersalinitas 3 ppt. Untuk mendapatkan media bersalinitas 3 ppt maka terlebih dahulu dilakukan pengenceran air laut dengan rumus sebagai berikut :

M1 × V1 = M2 × V2

Keterangan :

M1 = Salinitas air yang diinginkan

V1 = Volume air pada salinitas yang diinginkan

M2 = Salinitas air laut

(37)

Untuk mendapatkan media penambahan kalsium karbonat dilakukan dengan cara menimbang kalsium karbonat (CaCO3) yang jumlahnya disesuaikan

dengan perlakuan yaitu 50 ppm, 100 ppm, 150 ppm. Kalsium karbonat terlebih dahulu dilarutkan dalam gelas piala (volume 10 liter) dengan menggunakan air bersalinitas 3 ppt. Larutan kalsium karbonat tersebut dimasukkan ke dalam akuarium (tandon) yang telah berisikan air bersalinitas 3 ppt (volume 140 liter), kemudian diaerasi dengan tujuan untuk membantu kelarutan kalsium karbonat dalam air bersalinitas. Kalsium karbonat akan larut dalam waktu sekitar 12 jam sebagian kalsium akan mengendap dan air bening yang akan digunakan untuk percobaan. Pembuatan media ini dilakukan setiap 3 hari sekali.

Ikan Uji

Ikan uji yang digunakan pada percobaan ini yaitu benih ikan patin siam

Pangasianodon hypopthalmus dengan ukuran panjang 5,96±0,11 cm dan bobot awal rata-rata 1,78±0,06 gram, dengan padat tebar 2 ekor/L. Ikan diberi pakan komersil dengan kandungan protein 40%. Pakan diberikan 8% dari biomassa perharidengan frekuensi pemberian 3 kali sehari yaitu pagi, siang dan sore hari.

Tahapan Penelitian Penelitian Tahap I

Penelitian Tahap I ini bertujuan untuk mendapatkan kisaran konsentrasi kalsium yang akan digunakan pada penelitian Tahap II. Penelitian tahap ini dilakukan dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan, yaitu :

A. Salinitas 3 ppt tanpa CaCO3 (kontrol)

B. Salinitas 3 ppt + 100 mg/L CaCO3

C. Salinitas 3 ppt + 200 mg/L CaCO3

(38)

Penelitian Tahap II

Penelitian Tahap II bertujuan untuk mengevaluasi peranan penambahan kalsium serta menentukan konsentrasi kalsium optimum terhadap sintasan dan pertumbuhan benih ikan patin siam yang dilakukan selama 40 hari

Pemeliharaan Ikan Uji

Sebelum dilakukan percobaan penambahan kalsium pada media salinitas 3 ppt terlebih dahulu ikan uji dilakukan adaptasi terhadap media bersalinitas. Adaptasi ikan uji terhadap media bersalinitas dilakukan dengan peningkatan salinitas secara bertahap. Adaptasi ikan uji terhadap media bersalinitas ini dilakukan selama 1 minggu. Akuarium yang telah disiapkan diisi air bersalinitas 3 ppt dan perlakuan penambahan kalsium (CaCO3) dengan volume 30 liter.

Kemudian benih ikan patin siam yang telah dilakukan adaptasi terhadap media bersalinitas ditempatkan pada akuarium percobaan dengan kepadatan 2 ekor/liter. Untuk mempertahankan kualitas air dilakukan penyiponan terhadap sisa pakan 2 jam setelah pemberian pakan dan pergantian air dilakukan setiap hari sekali dengan persentase pergantian sebanyak 30% dari total volume air.

Rancangan Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang diterapkan adalah konsentrasi kalsium media yang mengacu pada hasil uji pendahuluan. Rancangan penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :

A. Salinitas 3 ppt tanpa CaCO3 (kontrol)

B. Salinitas 3 ppt + 50 mg/L CaCO3

C. Salinitas 3 ppt + 100 mg/L CaCO3

D. Salinitas 3 ppt + 150 mg/L CaCO3

Pengumpulan dan Pengolahan Data

(39)

Paramater lain yang diamati yaitu parameter fisika kimia air yang meliputi suhu, salinitas, oksigen terlarut, NH3 dan kesadahan.

1. Sintasan/Kelangsungan hidup (SR)

Data derajat sintasan/kelangsungan hidup (survival rate) didapatkan dengan menghitung jumlah ikan uji yang mati pada saat pengamatan, selanjutnya dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut :

SR = × 100 Keterangan :

SR = sintasan /kelangsungan hidup (%)

Nt = jumlah benih ikan pada akhir percobaan (ekor) No = jumlah benih ikan pada awal percobaan (ekor) 2. Laju Pertumbuhan (SGR)

Data laju pertumbuhan ikan uji diperoleh dengan menimbang bobot ikan uji di awal dan akhir pada saat dilakukan sampling yaitu setiap 10 hari sekali. Laju pertumbuhan terdiri dua parameter, yaitu laju pertumbuhan bobot harian dan laju pertumbuhan panjang harian dihitung berdasarkan formula :

Laju pertumbuhan bobot harian:

Laju pertumbuhan panjang harian :

= −1 × 100

Keterangan :

(40)

Lo = panjang rata-rata individu pada waktu t0 (g)

t = lama percobaan (hari) 3. Tingkat Kerja Osmotik (TKOs)

Data tingkat kerja osmotik (TKOs) didapatkan dengan cara mengukur osmolaritas media dan cairan tubuh ikan uji (Lampiran 2), selanjutnya dihitung berdasarkan formula yang digunakan oleh Anggoro (1992):

TKOs = │Osmolaritas cairan tubuh benih ikan (mOsm/LH2O –

Osmolaritas media (mOsm/LH2O)│

Untuk pengukuran tingkat kerja osmotik ikan uji dilakukan pada hari ke 0, 20 dan 40.

4. Tingkat Konsumsi Oksigen

Pengamatan tingkat konsumsi oksigen bertujuan untuk mengetahui laju metabolisme ikan uji (Lampiran 3). Tingkat konsumsi oksigen dihitung berdasarkan rumus Pavlovskii (1964) ;

TKO = ( ) ×

( ) ×

Keterangan :

TKO = tingkat konsumsi oksigen (mgO2/g/jam)

V = volume air dalam wadah (L)

DOo = konsentrasi oksigen terlarut pada awal pengamatan (mg/L)

DOt = konsentrasi oksigen terlarut pada waktu t (mg/L) W = biomassa ikan uji (g)

t0 = waktu pada jam ke - 0 (awal)

t1 = waktu pada jam ke - 1 (akhir)

5. Kadar Glukosa Darah

Kadar glukosa darah merupakan salah satu indikator stres ikan uji akibat perlakuan penambahan kalsium pada media bersalinitas dan bertujuan untuk mengetahui kelayakan media untuk pemeliharaan benih ikan uji. Kadar glukosa darah diukur pada hari ke 10, 20, dan akhir penelitian (Lampiran 13). Rumus yang digunakan yaitu :

(41)

Keterangan

Efisiensi pakan merupakan parameter penunjang pertumbuhan yang menunjukkan besarnya rasio antara biomassa yang terbentuk dengan pakan yang diberikan. Efisiensi pakan dihitung berdasarkan rumus Zonneveld et al.(1991) yaitu: dan alat yang digunakan untuk mengukur parameter kualitas air dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Metode dan alat analisis parameter kualitas air

Parameter Satuan Alat dan Metode

pH - pH meter

Suhu 0 C Termometer

Salinitas %0 Refraktometer

NH3 mg/L Spektrofotometer

DO mg/L DO meter

Kesadahan mg/L CaCO3 Titrasi

(42)

Analisis Data

(43)
(44)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Penelitian Tahap I

Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian diperoleh data sintasan (Gambar 1), sedangkan rata-rata laju pertumbuhan bobot dan panjang harian benih ikan patin siam tertera pada Gambar 2 dan 3.

Sintasan

Sintasan yang diperoleh pada penelitian tahap I selama 20 hari pemeliharaan adalah berkisar antara 91,65% sampai 93,30%. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar kalsium media tidak memberikan pengaruh (P>0,05) terhadap sintasan benih ikan patin siam.

Gambar 1 Rata-rata sintasan ikan patin siam selama penelitian

Laju Pertumbuhan Bobot dan Panjang Harian

Laju pertumbuhan bobot benih ikan patin siam selama 20 hari dipengaruhi oleh tingkat kalsium media yang berbeda. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa

(45)

laju pertumbuhan bobot dan panjang harian pada perlakuan C (media salinitas 3 ppt dengan penambahan 100 mg/L CaCO3) lebih tinggi dari perlakuan lainnnya.

(46)

Penelitian Tahap II

Berdasarkan hasil pengamatan pada penelitian tahap pertama dilanjutkan penelitian tahap kedua. Percobaan tahap kedua bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh tingkat kalsium media yang berbeda terhadap kondisi fisiologis benih ikan patin siam. Hasil pangamatan pada penelitian tahap kedua didapatkan data tentang parameter kualitas air baik kimia maupun fisika, konsentrasi kalsium media dan tubuh ikan, sintasan, laju pertumbuhan bobot dan panjang harian, tingkat kerja osmotik, kadar glukosa darah, tingkat konsumsi oksigen dan efisiensi pakan.

Fisika Kimia Air

Nilai parameter fisika kimia air selama penelitian secara umum masih layak untuk mendukung sintasan dan perumbuhan ikan patin siam. Data hasil pengukuran parameter fisika dan kimia air dapat dilihat pada Tabel 2. Konsentrasi kalsium media pemeliharaan dan tubuh ikan meningkat dengan adanya peningkatan konsentrasi kalsium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi kalsium media dan tubuh ikan yang tertinggi pada perlakuan media bersalinitas 3 ppt dengan penambahan 100 mg/L CaCO3 (Tabel 3).

Tabel 2 Kisaran nilai parameter fisika kimia air pada setiap perlakuan selama penelitian

Parameter Perlakuan

A (0 mg/L) B (50 mg/L) C (100 mg/L) D (150 mg/L)

Salinitas (ppt) 3 3 3 3

Suhu (0C) 30-31 30-31 30-31 30-31

pH (unit) 6,20-7,81 6,63-7,81 6,61-7,98 6,61-8,08

NH3 (mg/L) 0,01-0,1 0,01-0,07 0,01-0,05 0,01-0,03

Kesadahan (mg/L CaCO3)

309,5-354,5 377,7-389,7 409,7-420,9 450,9-467,4

(47)

Tabel 3 Rata-rata konsentrasi mineral Ca2+ di media dan tubuh benih ikan patin siam pada setiap perlakuan selama penelitian

Perlakuan Ca

Data sintasan benih ikan patin siam pada akhir penelitian dapat dilihat pada Gambar 4. Sintasan pada perlakuan C (100 mg/L CaCO3) relatif lebih tinggi yaitu

97,78% dibandingkan perlakuan B (50 mg/L CaCO3), A (0 mg/L CaCO3) dan D

(150 mg/L CaCO3) yaitu 94,45 %, 92,78 % dan 91,67%. Hasil analisis ragam

menunjukkan bahwa tingkat kalsium media yang berbeda tidak mempengaruhi sintasan benih ikan patin siam (P>0,05; Lampiran 6)

Gambar 4 Rata-rata sintasan ikan patin siam selama penelitian Laju Pertumbuhan Bobot dan Panjang Harian

(48)

penambahan 100 mg/L CaCO3) lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya

(Gambar 5; Lampiran 8).

Gambar 5 Rata-rata laju pertumbuhan bobot harian ikan patin siam selama penelitian

Hasil pengukuran panjang setiap 10 hari sekali dapat dilihat pada Lampiran 9. Rata-rata laju pertambahan panjang menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata antar perlakuan (P<0,05) yaitu perlakuan C (media bersalinitas 3 ppt dengan penambahan 100 mg/L CaCO3) menghasilkan laju pertambahan panjang tertinggi

dibandingkan perlakuan lainnya (Gambar 6).

(49)

Tingkat kerja osmotik

Hasil penelitian (Gambar 7; Lampiran 11) menunjukkan bahwa TKOs berbeda nyata antar perlakuan (P<0,05), yaitu TKOs pada perlakuan C (media bersalinitas 3 ppt dengan penambahan 100 mg/L CaCO3) lebih rendah

dibandingkan pada perlakuan lainnya (perlakuan A, perlakuan B dan perlakuan D).

Gambar 7 Rata-rata tingkat kerja osmotik ikan patin siam selama penelitian Tingkat konsumsi oksigen

Hasil penelitian (Gambar 8) menunjukkan bahwa TKO berbeda nyata antar perlakuan (p<0,05; Lampiran 12), yaitu TKO pada perlakuan C (media bersalinitas 3 ppt dengan penambahan 100 mg/L CaCO3) lebih rendah

(50)

Gambar 8 Rata-rata tingkat konsumsi oksigen ikan patin siam selama penelitian Glukosa Darah

Hasil penelitian (Gambar 9) menunjukkan ada perbedaan nyata (P<0,05; Lampiran 13) antar perlakuan terhadap kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah ikan patin siam pada perlakuan C (media 3 ppt dengan penambahan 100 mg/L CaCO3) lebih rendah dibandingkan kadar glukosa darah pada perlakuan lainnya

(perlakuan A, perlakuan B dan perlakuan D).

(51)

Efisiensi Pemanfaatan Pakan

Data hasil penelitian efisiensi pemanfaatan pakan pada setiap perlakuan selama penelitian disajikan pada Gambar 10 dan secara rinci jumlah konsumsi pakan terlampir (Lampiran 14). Efisiensi pemanfaatan pakan tertinggi dicapai pada perlakuan C (media bersalinitas 3 ppt dengan penambahan 100 mg/L CaCO3) yaitu 62,74% dibandingkan dengan perlakuan lainnya (perlakuan A,

perlakuan B dan perlakuan D).

Gambar 10 Rata-rata efisiensi pakan ikan patin siam selama penelitian Pembahasan

Parameter fisika kimia air selama penelitian pada Tabel 2, masih layak untuk sintasan dan pertumbuhan ikan patin siam. Kisaran suhu selama penelitian relatif stabil yaitu berkisar antara 30-310C, hal ini dikarenakan pada saat penelitian menggunakan heater untuk menstabilkan suhu media. Menurut Handoyo et al. (2008) suhu media yang berkisar 26-310C masih layak untuk sintasan dan pertumbuhan ikan patin siam. Oksigen terlarut selama penelitian masih layak untuk sintasan dan pertumbuhan ikan patin siam yaitu berkisar 3,20-6,02 mg/L.

Rata-rata nilai kesadahan, pH dan kadar kalsium pada perlakuan penambahan kalsium 50, 100 dan 150 mg/L relatif lebih tinggi dibanding perlakuan tanpa penambahan kalsium. Penambahan kalsium CaCO3 ke dalam

(52)

media sehingga nilai pH dan nilai kesadahan juga mengalami peningkatan. Mateen et al. (2004), menyatakan bahwa ikan akan tumbuh dengan baik pada berbagai tingkat kesadahan akan tetapi nilai kesadahan yang optimum yaitu 100-400 ppm. Nilai parameter kualitas air terhadap sintasan dan pertumbuhan ikan patin siam selama penelitian juga ditentukan oleh kondisi media pemeliharaan yang stabil karena selama penelitian berlangsung dilakukan pergantian air sebanyak 30% dari total volume air, oleh karena itu parameter fisika kimia air tidak mengalami fluktuasi yang signifikan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar kalsium media relatif meningkat sesuai dengan peningkatan konsentrasi kalsium. Rata-rata kadar kalsium media berkisar 32,05 sampai dengan 60,06 mg/L (Tabel 3). Media bersalinitas dengan penambahan kalsium CaCO3 mempengaruhi kadar kalsium tubuh ikan. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa kadar kalsium tubuh ikan berkisar 4021,8-4565,3 mg/100g. Kadar kalsium tubuh ikan cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan konsentrasi penambahan CaCO3. Media bersalinitas 3 ppt dengan

penambahan kalsium 100 mg/L (perlakuan C) memiliki kadar kalsium tubuh yang relatif lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Peningkatan kadar kalsium didukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Guerreiro et al. (2004) yang menunjukkan bahwa penyerapan kalsium meningkat pada ikan yang dipaparkan pada media bersalinitas dengan penambahan kalsium dibandingkan ikan yang dipaparkan pada media bersalinitas tanpa penambahan kalsium.

Kadar kalsium tubuh ikan pada perlakuan D (150 mg/L CaCO3) relatif lebih

rendah dari perlakuan lainnya. Hasil penelitian Zaidy (2007) menunjukkan bahwa pada saat kadar kalsium lingkungan tinggi, jumlah HCO3 di lingkungan akan

rendah, sehingga HCO3 yang masuk ke tubuh akan terhambat bahkan sebaliknya

dapat keluar dari tubuh. Pertukaran kalsium antara tubuh dan lingkungan terjadi melalui insang. Sel klorida yang terdapat pada insang memiliki peran aktif dalam penyerapan kalsium. Jumlah sel chloride pada insang ikan akan meningkat seiring dengan menurunnya konsentrasi kalsium di lingkungan (Calta 2000).

(53)

kalsium dengan konsentrasi 100 mg/L CaCO3 menghasilkan rata-rata sintasan

tertinggi yaitu 97,78%, dari hasil tersebut maka ditetapkan konsentrasi 0, 50, 100, 150 mg/L CaCO3 untuk digunakan pada penelitian tahap kedua.

Hasil penelitian tahap kedua menunjukkan bahwa penambahan kalsium tidak memberikan pengaruh terhadap sintasan benih ikan patin siam selama penelitian. Hasil penelitian Kadarini (2009) menunjukkan bahwa penambahan kalsium dengan konsentrasi 0, 10, 20, 30 dan 40 mg/L Ca(OH)2 tidak memberikan

pengaruh terhadap kelangsungan hidup benih ikan balashark.

Sintasan benih ikan patin selama penelitian tahap kedua pada setiap perlakuan dari hasil analisis ragam tidak memberikan perbedaan yang nyata (P>0,05), namun demikian hasil pengamatan didapatkan bahwa sintasan pada perlakuan C yaitu 95,55% cenderung lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya (perlakuan A, perlakuan B dan perlakuan D).

Tingkat kalsium media pemeliharaan yang berbeda mempengaruhi laju pertumbuhan bobot dan panjang harian ikan patin (P<0,05). Laju pertumbuhan bobot dan panjang harian tertinggi terlihat pada perlakuan dengan konsentrasi penambahan kalsium 100 mg/L CaCO3 yaitu sebesar 2,82% dan 1,03% (Gambar

5 dan 6). Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Abbink et al. (2006) terhadap ikan sea bream Sparatus auratus yang dipelihara pada media bersalinitas 2,5 ppt (konsentrasi kalsium 0,7 mmol/L) yaitu ditemukan adanya hubungan korelasi positif antara konsentrasi plasma Ca2+dan PTHrP (Parathyroid hormone related protein) dengan bobot tubuh ikan. PTHrP berperan sebagai hormon pertumbuhan pada ikan dan menunjukkan bahwa energi untuk mengontrol hypercalcemia menurun dan massa tubuh meningkat sehingga meningkatkan juga laju pertumbuhan ikan.

Kousoulaki et al. (2010) menyatakan bahwa kalsium merupakan makro mineral utama untuk fisiologis mamalia dan ikan, mempengaruhi mineralisasi tulang, osmoregulasi dan proses enzimatik. Hasil penelitian (Gambar 7) menunjukkan bahwa perlakuan media salinitas 3 ppt dengan penambahan kalsium 100 mg/L CaCO3 menghasilkan tingkat kerja osmotik yang rendah. Hasil ini

(54)

untuk proses osmoregulasi juga akan relatif rendah sehingga porsi energi lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Arjona et al. (2009) bahwa keseimbangan osmoregulasi dapat dicapai melalui aktivitas enzim Na+, K+-ATPase yang efisien sehingga ikan mampu mempertahankan konsentrasi Na+ dan plasma osmolaritas.

Perbedaan osmolaritas media dan plasma cairan tubuh benih ikan patin yang disebabkan oleh media bersalinitas dan penambahan kalsium akan menentukan tingkat kerja osmotik (beban osmotik) ikan yang selanjutnya akan mempengaruhi sintasan dan pertumbuhan ikan patin siam. Tingkat kerja osmotik yang dialami benih ikan patin siam merupakan selisih antara osmolaritas media dan cairan tubuh, semakin tinggi selisih osmolaritas media dan cairan tubuh maka kerja osmotik yang dialami benih ikan patin siam akan semakin tinggi. Tingkat kerja osmotik diluar kisaran media isoosmotik akan menyebabkan benih ikan melakukan kerja osmotik yang tinggi untuk keperluan osmoregulasi sehingga porsi energi untuk pertumbuhan akan berkurang (Karim 2006).

Tingkat kerja osmotik pada media dengan penambahan kalsium 100 mg/L CaCO3 yaitu 0,187 Osmol/kg merupakan tingkat kerja osmotik yang

(55)

isoosmotik) yaitu 0.03 Osmol/kg memberikan pertumbuhan yang lebih baik untuk ikan patin.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tekanan tingkat kerja osmotik 0,199 Osmol/kg, 0,241 Osmol/kg, dan 0,222 Osmol/kg, glukosa darah dan tingkat konsumsi oksigen meningkat. Hasil ini mengindasikan bahwa benih ikan patin siam harus merespon tingkat kerja osmotik yang tidak sesuai untuk media tempat hidupnya. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan, bahwa media salinitas 3 ppt dengan penambahan kalsium dapat menurunkan tingkat kerja osmotik. Hasil penelitian Guerreiro et al. (2004) menunjukkan bahwa media bersalinitas dengan penambahan kalsium dapat menurunkan nilai osmolaritas. Karim (2006) menyatakan bahwa Ca2+ merupakan salah satu ion utama yang menentukan osmolaritas media.

Tingkat konsumsi oksigen pada awal penelitian secara umum lebih tinggi dibandingkan pada akhir penelitian. Hasil ini mengindikasikan bahwa ikan patin siam pada awal penelitian masih melakukan adaptasi atau penyesuaian terhadap media bersalinitas dengan penambahan kalsium dan tanpa penambahan kalsium. Hasil penelitian (Gambar 8; Lampiran 12) menunjukkan bahwa tingkat konsumsi oksigen tertiggi dihasilkan pada tingkat kalsium media 0 mg/L CaCO3 dan yang

terendah pada media dengan konsentrasi kalsium 100 mg/L CaCO3. Hasil ini

mengindikasikan bahwa energi yang digunakan untuk proses metabolisme relatif kecil dan sisa energi bisa dimanfaatkan untuk pertumbuhan. Affandi dan Tang (2002) bahwa tingkat konsumsi oksigen merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mengukur tingkat metabolisme pada ikan. Selain itu konsumsi oksigen juga merupakan indikator yang menunjukkan tingkat metabolisme energetik.

(56)

Respon stres primer d an skunder akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan sintasan.

Media salinitas dengan penambahan kalsium dapat mengurangi stres yaitu dilihat dari menurunnya kadar glukosa darah pada perlakuan media bersalinitas dengan penambahan kalsium jika dibandingkan perlakuan tanpa penambahan kalsium. Pada penelitian ini untuk mengetahui respon stres ikan patin siam terhadap tingkat kalsium media berbeda maka dilakukan pengamatan terhadap kadar glukosa darah pada setiap perlakuan. Hasil penelitian (Gambar 9) menunjukkan bahwa perlakuan media salinitas 3 ppt dengan penambahan kalsium media 100 mg/L CaCO3 merupakan perlakuan yang menghasilkan kadar glukosa

darah terendah sebesar 45,88 mg/100 ml. Hasil ini mengambarkan bahwa media dengan penambahan kalsium 100 mg/L CaCO3 merupakan kondisi yang optimum

untuk fisiologis ikan patin siam. Menurut Porchas et al. (2009) pada kondisi stres atau suboptimum (internal atau eksternal) sel kromaffin akan melepaskan hormon katekolamin yang merupakan hormon stres yang berhubungan dalam mobilisasi kortisol dan peningkatan glukosa darah. Hasil penelitian Arjona et al. (2009) menunjukkan bahwa tingkat kerja osmotik memberikan pengaruh terhadap kadar glukosa darah ikan.

Media salinitas dengan penambahan kalsium (CaCO3) mempengaruhi

persentase efisiensi pemanfaatan pakan (P<0,05) dibandingkan media salinitas tanpa penambahan kalsium. Hasil penelitian (Gambar 10) pada media salinitas dengan penambahan kalsium 100 mg/L CaCO3 menunjukkan persentase efisiensi

(57)
(58)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Media bersalinitas 3 ppt dengan penambahan kalsium 100 mg/L CaCO3

(kadar Ca2+ awal 32,05 mg/L menjadi 50,98 mg/L) berpengaruh terhadap kondisi fisiologis ikan patin siam, meminimalkan tingkat kerja osmotik, tingkat konsumsi oksigen, kadar glukosa darah, meningkatkan sintasan, laju pertumbuhan dan efisiensi pakan

Saran

Kinerja pembenihan ikan patin siam dapat diperbaiki dengan melakukan penambahan kalsium media bersalinitas 3 ppt dengan konsentrasi 100 mg/L CaCO3 (kadar Ca2+ awal 32,05 mg/L menjadi 50,98 mg/L) dan diperlukan

(59)
(60)

DAFTAR PUSTAKA

Abbink W, Bevelander GS, Rotllant JC, Canario AVM, Flik G. 2004. Calcium handling in Sparus auratus: effects of water and dietary calcium levels on

mineral composition, cortisol and PTHrP levels. J Exp Biol

207: 4077-4084.

Abbink W, Bevelander GS, Hang X, Lu W, Guerreiro MP, Spanings T, Canario AVM, Flik G. 2006. PTHrP regulation and calcium balance in sea bream (sparus auratus l.) under calcium constraint. J Exp Biol 209: 3550-3557. Affandi R, Tang UM. 2002. Fisiologi Hewan Air. Riau: Unri Press.

Anggoro S. 1992. Efek osmotik berbagai tingkat salinitas media terhadap daya tetas telur dan vitalitas larva udang windu Penaeus monodon Fabricius [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Arjona FJ, Chacoff LV, Jarabo IR, Concalcves O, Pascoa I, Rio MD, Mancera JM. 2009. Tertiary stress responses in senegalese sole (solea senegalensis kaup, 1858) to osmotic challenge: implications for osmoregulation, energy metabolism and growth. J Aquaculture 28: 419-426.

Barton. 2002. Stress in fishes: a diversity of responses with particular reference to

changes in circulating corticosteroids. J Integ and Comp Biol 42: 517-525

Boeuf G, Payan P. 2001. How should salinity influence fish growth? J Comp Biochem and Physiology C 130: 411-423.

Boyd CE. 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Auburn University. Alabama: Birmingham Publishing Co.

Budiardi T. 1998. Evaluasi kualitas air, pengelolaan air dan produksi udang windu

Penaeus monodon Fabr. pada budidaya intensif [tesis]. Bogor: Program

Darwisito S. 2006. Kinerja reproduksi ikan nila (Oreochromis niloticus) yang mendapat tambahan minyak ikan dan vitamin E dalam pakan yang dipelihara pada salinitas media yang berbeda [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

(61)

Effendi H. 2002. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta : Kanisius

Effendie MI. 1978. Biologi Perikanan, Bag. I. Study Natural History. Bogor: Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.

Effendie MI. 2002. Biologi Perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama. Fitrani M. 2009. Rekayasa lingkungan budidaya untuk meningkatkan kualitas ikan

patin siam Pangasius hypopthalamus: peran salinitas [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Fontagné S, Silva N, Bazin D, Ramos A, Aguirre P, Surget A, Abrantes A, Kaushik JS, Power MB. 2009. Effects of dietary phosphorus and calcium level on growth and skeletal development in rainbow trout Oncorhynchus mykiss fry. J Aquaculture 297: 141-150

Fujaya Y. 1999. Fisiologi ikan: Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Jakarta: Renaka Cipta.

Guerreiro PM, Fuentes J, Flik G, Rotllant J, Power DM, Canario AVM. 2004. Water calcium concentration modifies whole-body calcium uptake

in sea bream larvae during short-term adaptation to altered salinities.

J Exper Biol 207: 645-653.

Handayani GY. 2009. Pengaruh penambahan kalsium karbonat pada media bersalinitas 3 ppt terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan benih ikan patin Pangasius Sp. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Handoyo B, Wibowo CS, Syofan. 2008. Pembesaran patin siam secara intensif di kolam dalam Laporan hasil rekayasa. Jambi: Balai Budidaya Air Tawar Jambi.

Imsland AK, Gustavsson A, Gunnarsson S, Foss A, Arnason J, Arnarson I, Jonson AF, Smaradottir H, Thorarensen H. 2008. Effects of reduced salinities on growth, feed convertion efficienscy and blood physiology of juvenil

atlantic halibut Hippoglossus hippoglosus L. J Aquaculture 128: 136-344

Kadarini T. 2009. Pengaruh salinitas dan kalsium terhadap sintasan dan pertumbuhan benih balashark Balantiocheilus melanopterus, Blkr. [tesis]. Bogor: Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

(62)

[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2009. Lahan gambut untuk ikan patin. www.dkp.go.id (tanggal 25 Oktober 2010)

[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2010. Konsumsi ikan 2014.

www.dkp.go.id (tanggal 10 Desember 2010)

Kousoulaki K, Fjelldal PG, Aksnes A, Albrektsen S. 2010. Growth and tissue mineralisation of atlantic cod (gadus morhua) fed soluble P and Ca salts in the diet. J Aquaculture 309: 181-192.

Mahmudi M. 1991. Pengaruh salinitas terhadap tingkat pemanfaatan pakan, kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva ikan jambal siam Pangasius sutchi fewier [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Mateen A, Afzal M, Ahmad I. 2004. Effects of hardness on the growth performance of rohu ( Labeo rohita) and its Hybrid. J inter of Agric and Biol 1: 71-73.

Nugrahaningsih KA. 2008. Pengaruh tekanan osmotik media terhadap tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan benih ikan patin Pangasius sp. pada salinitas 5 ppt [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Nurhidayati D. 2000. Manipulasi Ca dan Mg terhadap benih ikan patin Pangasius hypophthalmus sauvage. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pavlovskii EN. 1964. Technique for The Investigation of Fish Physiology. Israel: Program Scientific translation Ltd.

Piliang WG, Djojosoebagio 2000. Nutrisi Vitamin. Volume I. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Pilliang WG. 2005. Nutrisi Mineral. Edisi ke-5. Bogor: Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor.

Porchas MM, Cardova LRM, Enriquez RR. 2009. Cortisol and glucose: reliable indicators of fish stress? Pan-American Journal of Aquatic Sciences. 4(2): 158-178

Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bandung: Bina Cipta. Stikney R. 1979. Principles of Warmwater Aquaculture. Texas: Department of

Wildlife and Fisheries Sciences, A and M University.

(63)

Syakirin MB. 1999. Pengaruh tekanan osmotik media terhadap pertumbuhan dan efisiensi pemanfaatan pakan ikan nila merah Oreochromis sp. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Taqwa FH. 2008. Pengaruh penambahan kalium pada masa adaptasi penurunan salinitas dan waktu pergantian pakan alami oleh pakan buatan terhadap performa pascalarva udang vanname Litopenaeus vannamei [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Townsend CR, Silva LVF, Baldisserotto B, 2003. Growth and survival of rhamdia quelen Siluriformes, Pimelodidae Larvae Exposed to Different Levels of Water Hardness. J Aquaculture 215: 103-108.

Wedemeyer GA, 1996. Physiologi of Fish in Intensive Culture Systems. Chapman and Hall. International Thompson Publ.

Yulfiferius, Toelihere MR, Affandi R, Sjafei DJ. 2004. Pengaruh alkalinitas terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan lalawak Barbodes sp. Jurnal Ikhtiologi Indosinesia 4: 1.

Zaidy AB. 2007. Pendayagunaan kalsium media perairan dalam proses ganti kulit dan konsekuensinya bagi pertumbuhan udang galah macrobrachium rosenbergii de Man [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

(64)

Lampiran 1 Prosedur pengambilan cairan tubuh benih ikan patin siam

1. Benih ikan yang akan diambil plasmanya dimasukkan ke dalam wadah penggerus lalu tambahkan larutan antikoagulan 3,8% dengan perbandingan 1 : 3 (1 gram benih ikan patin siam : 3 ml antikoagulan).

2. Hasil gerusan dimasukkan ke dalam tabung eppendorf kemudian disentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm dan lama waktu 5 menit.

(65)

Lampiran 2 Prosedur pengamatan tingkat kerja osmotik (TKOs)

1. Menyalakan main power (terletak dibelakang dekat kabel main power) 2. Posisi handle sampel di atas

3. Pemanasan alat selama 15-20 menit dengan indikasi lampu spontcryst result

b. menekan tombol zero sampai keluar angka 0.000

c. menurunkan handle sampel tunggu sampai display 0.000 dan lampu result

menyala d. Angkat handle

e. Bilas sensor dengan akuades dan bersihkan dengan tissue 5. Kalibrasi:

a. Menyiapkan cairan standar kalibrasi dan masukkan ± 50 µm dalam tabung sampel dan masukkan ke sensor.

b. Menekan tombol Cal sampai keluar angka 0.300

c. Menurunkan handle sampel tunggu sampai display 0.300 dan lampu result menyala

d. Mengangkat handle

e. Sensor dibilas dengan menggunakan akuades dan bersihkan dengan tissue 6. Sampel:

e. Sensor dibilas dengan menggunakan akuades dan bersihkan dengan tissue 7. Setelah selesai melakukan pengukuran:

a. Membersihkan sensor menggunakan tissue yang dibasahi akuades

b. Pada saat tidak digunakan sensor harus ditutup dengan tabung kosong (handle dalam posisi turun)

c. Matikan main power : OFF

(66)

Lampiran 3 Prosedur pengukuran tingkat konsumsi oksigen benih ikan patin siam Pangasianodon hypopthalmus

1. Menyiapkan stoples volume 3,2 liter, diberi penutup dari stirofom yang berfungsi menghindari masuknya udara dari luar, pada penutup tersebut dibuat lubang untuk tempat masuknya probe DO-meter.

2. Air media sesuai perlakuan dimasukkan ke dalam stoples lalu ditutup.

3. Kandungan oksigen awal dicatat (tercapai pada saat nilai yang tertera pada DO-meter tidak berubah lagi).

4. Menimbang 1 ekor benih ikan patin yang telah dipuasakan kemudian masukkan ke dalam stoples tersebut (diusahakan secepatnya).

(67)

Lampiran 4 Prosedur pengukuran kadar glukosa darah

Prosedur pengukuran glukosa darah ikan yaitu darah diambil dari ikan dengan menggunakan injeksi yang telah diisi dengan cairan antikoagulan untuk mencegah terjadinya penggumpalan darah. Darah yang tersedot dimasukkan ke dalam tabung ependorf, kemudian disentrifuge dengan kecepatan 12000 rpm selama 5 menit. Setelah itu akan terbentuk lapisan-lapisan yang terdiri dari lapisan

plasma yang jernih di bagian atas. Selanjutnya diambil sebanyak 10 µl lapisan

plasma dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 1 ml reagen (glucose liquicolor). Kemudian divortex agar homogen dan setelah itu diinkubasi selama 10 menit pada suhu kamar. Terakhir dibaca nilai absorbannya pada

(68)

Lampiran 5 Prosedur preparasi benih ikan patin siam dan pengukuran kandungan mineral dengan metode Spektrofotometer Serapan Atom (AAS). 1. Memasukkan ± 10 gram sampel ikan patin siam ke dalam erlenmeyer ukuran

125 ml/100 ml

2. Menambahkan 5 ml HNO3 dan mendiamkannya selama 1 jam pada suhu ruang

asam

3. Memanaskan di atas hot plate dengan temperatur rendah selama 4-6 jam (dalam ruang asam) dan dibiarkan selama 1 malam (sampel ditutup)

4. Menambahkan 0,4 ml H2SO4 dan memanaskan di atas hot plate hingga larutan

berkurang atau lebih pekat selama ± 1 jam

5. Menambahkan 0,4 ml H2SO4 dan memanaskan di atas hot plate hingga larutan

berkurang atau lebih pekat selama ± 1 jam

6. Menambahkan 2-3 tetes larutan campuran HCL4 : HNO3 dengan perbandingan

2 : 1. Amati selama 1 jam hingga larutan mengalami perubahan warna dari coklat  kuning tua  kuning muda. Pemanasan masih tetap dilanjutkan selama 10-15 menit

7. Memindahkan sampel, mendinginkan dan menambahkan 2 ml akuades dan 0,6 ml HCL

8. Memanaskan kembali sampel selama 15 menit dengan tujuan sampel tersebut larut kemudian memasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Jika ada endapan, sampel disaring dengan glass wool

9. Menganalisa hasil pengabuan basa di AAS untuk melihat kandungan mineral 10.Sebelumnya dipreparasi dengan faktor pengenceran yang dibutuhkan dan

(69)

Lampiran 6 Analisis sintasan benih ikan patin siam selama penelitian

Gambar

Tabel 1. Tabel 1  Metode dan alat analisis parameter kualitas air
Gambar 1 Rata-rata sintasan ikan patin siam selama penelitian
Gambar 2 Rata-rata laju pertumbuhan bobot harian ikan patin siam selama
Tabel 2 Kisaran nilai parameter fisika kimia air pada setiap perlakuan selama penelitian
+5

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, sebagaimana dijelaskankan oleh Handoko (2003) bahwa “Koordinasi dalam organisasi mendorong meningkatnya efektivitas sehingga dapat dipastikan hasil kerja

Dari hasil rekapitulasi data untuk variabel dalam penelitian ini yaitu reward dan disiplin kerja karyawan yang dilakukan dengan metode dokumentasi dan metode kuesioner

Relevansi pendapat Bahtiar Effendy tentang hubungan politik yang akomodatif antara Islam dan negara masa orde baru dengan tujuan Islam politik di Indonesia dapat

Faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan dalam sebuah perusahaan dan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap pencapaian tujuan perusahaan salah satunya adalah

Tingginya persepsi optimisme konsumen di triwulan III-2016 didukung oleh berbagai faktor. Secara umum, pengaruh kegiatan pada perayaan Hari Raya Idul Fitri dan Idul

Dengan adanya penyerahan beberapa kewenangan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika dalam menjalankan

Berdasarkan uraian pembahasan mengenai hasil validasi, hasil pengamatan aktivitas pengguna atlas, dan hasil respons pengguna atlas keanekaragaman tumbuhan ordo

STANDAR KOMPETENSI : Setelah mengikuti kuliah Struktur Perkembangan Tumbuhan mahasiswa Biologi mampu memahami konsep struktur dan perkembangan sel, jaringan dan organ